“Mempertahankan Dominasi Social Commerce dalam Dunia Online Shopping” oleh Mario Gaw Anggota Asosiasi FinTech Indonesia dan Direktur Uangku (PT. Smartfren Telecom, Tbk) Secara umum, konsumen memahami bahwa e-commerce adalah sebuah bentuk transaksi baru yang tren perkembangannya tak terbendung dan melahirkan pemain-pemain besar seperti Lazada dan Tokopedia. Bahkan peritel besar yang sebelumnya beroperasi secara konvensional seperti MAP, Matahari dan Ramayana pun kini turut masuk ke ranah e-commerce agar tak tertinggal dalam pengembangan usahanya. Namun sebaliknya, survei yang dilakukan oleh Techinasia mengungkapkan bahwa market share ecommerce hanyalah 20% dari total market online shopping. Ternyata, social commerce sebagai metode yang lebih tradisional dimana proses transaksinya dilakukan di platform media sosial seperti Facebook, Instagram, LINE dan WhatsApp, justru mendominasi 80% market share dengan 2,7 juta transaksi setiap harinya. Hal tersebut tidak mengherankan karena Survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) melaporkan durasi pemanfaatan telpon genggam untuk kegiatan melalui media sosial ratarata adalah 2 jam dan 51 menit. Facebook Indonesia menyatakan bahwa para pengguna gawai di negeri ini rata-rata mengecek poselnya lebih dari 80 kali setiap hari, dimana kegiatan terbesar mereka di smartphone adalah untuk berjejaring di media sosial. Facebook juga menetapkan bahwa Indonesia adalah pengguna aktifnya yang ke-4 terbesar di dunia. Budaya masyarakat Indonesia yang lebih menyukai interaksi langsung sebagai metode bertransaksi, seperti bukti di atas, diindikasi sebagai pendorong utama masif-nya kegiatan jual-beli dan perputaran nilai transaksi di media sosial. Hal ini resiprokal dengan pertumbuhan penyedia barang dan jasa. Social commerce berpotensi besar dalam membuka akses kepada lebih dari 50 juta usaha kecil menengah (UKM) - yang diperkirakan menyerap sebanyak 96% pekerja di Indonesia - untuk menyalurkan produk dan jasanya. Kegiatan UKM sendiri diprediksi dapat menyumbang sebesar 58% pada pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia dan menjadi kontributor penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Disiapkan oleh Pembuka Jalan bagi E-Commerce Social commerce sejatinya adalah pembuka jalan bagi masyarakat Indonesia dalam mengenal budaya belanja online. Puluhan tahun lalu saat masyarakat baru mengenal internet, media sosial adalah salah satu yang pertama disentuh, hingga muncul istilah bisnis baru; online shop. Hingga hari ini, posisi social commerce tidak tergantikan. Masyarakat pada umumnya masih lebih suka berbelanja melalui media sosial dibandingkan dari website, dan hal ini memudahkan pelaku industri dalam mengedukasi konsumen tentang online shopping melalui metode yang sudah mereka kenal selama ini. Besarnya skala dan potensi industri social commerce ini pula yang menjadi dasar keyakinan para pebisnis e-commerce untuk menanamkan investasi dengan nilai yang signifikan dan mengembangkan usaha mereka lebih jauh di atas platform ini. Perjuangan Bisnis Social Commerce Meski memimpin posisi dalam dunia online shopping - berbeda dengan e-commerce yang pada umumnya telah didukung sistem canggih dan otomatis - social commerce berjuang dengan infrastruktur yang terbatas, misalnya mengandalkan media sosial sebagai katalog toko, menggunakan layanan messenger sebagai metode penerimaan pesanan, dan memanfaatkan rekening pribadi untuk menerima pembayaran. Tantangan lainnya adalah kebiasaan pembeli melakukan pembayaran secara tatap muka maupun transfer bank. Proses-proses manual ini tentu saja memakan waktu dan menciptakan ketergantungan pada tenaga sumber daya manusia. Durasi rata-rata untuk melayani satu pelanggan tercatat sekitar 5-10 menit mulai dari meyakinkan pelanggan hingga mengecek pembayaran di rekening. Social commerce juga perlu terus menjaga kepercayaan pelanggan, memberi rasa aman dan nyaman, serta menjaga reputasi peritel. Hal ini fundamental dalam kegiatan belanja online, terutama untuk mengantisipasi maraknya penipuan konsumen melalui berbagai modus. Disiapkan oleh Fintech Tingkatkan Produktivitas Social Commerce Pelaku bisnis social commerce menyadari, untuk mempertahankan dominasinya, mereka perlu melakukan manuver bisnis dan menciptakan inovasi untuk mengoptimalkan produktivitas usahanya. Terkait efisiensi proses pembayaran, solusi financial technology (fintech) seperti fitur Payment Request yang dikembangkan oleh UANGKU dapat menjadi jawabannya. Peritel di social commerce cukup mengirimkan permintaan pembayaran ke pembeli dan pembeli secara ringkas dapat membayarnya melalui smartphone. Fitur ini juga dilengkapi dengan Buyer Protection dan Auto Confirmation, sehingga pembeli mendapat jaminan uang kembali jika pesanan tidak diterima. Pembeli juga tidak perlu lagi mengirimkan bukti transfer ke penjual sebagai konfirmasi pembayaran, karena seluruh proses telah terjadi secara otomatis. Penyedia layanan fintech, sebagai pihak ketiga, juga dapat berlaku sebagai penerima pembayaran sehingga pembeli merasa aman dan penjual tidak perlu melakukan pengecekan secara manual. Keberadaan fintech seperti ini diharapkan dapat menjadi solusi dalam meningkatkan efektivitas rantai usaha social commerce, sehingga kelak dapat pula merambah ke ranah e-commerce dan mendorong transaksi konsumen yang lebih besar secara online. Disiapkan oleh