ANALISIS STUDI KOMPARATIF TENTANG PENERAPAN TRADITIONAL COSTING CONCEPT DENGAN ACTIVITY BASED COSTING (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih) SKRIPSI Oleh: Putri Trisyana Septiningtyas NIM: 106082002547 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 ANALISIS STUDI KOMPARATIF TENTANG PENERAPAN TRADITIONAL COSTING CONCEPT DENGAN ACTIVITY BASED COSTING (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Putri Trisyana Septiningtyas 106082002547 Di bawah bimbingan: Pembimbing I Pembimbing II Dr. Amilin,SE.,M.Si.,Ak Yessi Fitri,SE.,Ak.,M.Si NIP. 19730615 200501 1 009 NIP. 19760924 200604 2 002 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 Hari ini Selasa Tanggal Dua Puluh Lima bulan Mei Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Putri Trisyana Septiningtyas NIM 106082002547 dengan judul skripsi “Analisis Studi Komparatif Tentang Penerapan Traditional Costing Concept dengan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)”. Dengan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untu memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 25 Mei 2010 Tim Penguji Ujian Komprehensif Rini,SE.,Ak.,M.si Zuwesty Eka Putri Penguji I Penguji III Prof.Dr.Azam Yassin.,MBA Penguji I Hari ini, Senin Tanggal 6 September Tahun 2010 telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Putri Trisyana Septiningtyas, NIM: 106082002547 dengan judul skripsi “Analisis Studi Komparatif Tentang Penerapan Traditional Costing Concept dengan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih)”. Dengan memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untu memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 6 September 2010 Tim Penguji Ujian Skripsi Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si Yessi Fitri. SE., Ak., M.Si Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Azam Jassin, MBA Penguji Ahli Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si Penguji Ahli II DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. Identitas Pribadi Nama : Putri Trisyana Septiningtyas Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 19 September 1988 Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia Alamat : Jl. Jati Raya Utara No. 52 B RT. 05/06 Komplek TNI-AL Pondok Labu Jakarta Selatan 12450 Telepon : 021-7548859 / 08567215561 II. Pendidikan 1. 1994-2000 : SDN 07 Pagi Pondok Labu 2. 2000-2003 : SMPN 85 Jakarta 3. 2003-2006 : SMAN 66 Jakarta 4. 2006-2010 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta II. Latar Belakang Keluarga Ayah : Sutrisno Ibu : Puji Yuliati Adik : M. Riskian Pradityo Alamat : Jl. Jati Raya Utara No. 52 B RT. 05/06 Komplek TNI-AL Pondok Labu Jakarta Selatan 12450 Anak ke dari : Pertama dari dua bersaudara COMPARATIVE STUDY ANALYSIS IN DETERMINING THE HOSPITAL ROOM RATES BY TRADITIONAL COSTING METHOD AND ACTIVITY BASED COSTING (Case Study In Prikasih Hospital Jakarta) By: Putri Trisyana Septiningtyas Abstract This research compared the traditional method of cost calculation with activity based costing (ABC) in determining the inpatient room rate at Prikasih Hospital. This research uses descriptive analytical method. Data obtained by analyzing documents, participant observation, interviews with chief accounting company then compared with the existing literature. Implementation of activity based costing (ABC) provides an excellent effect in improving efficiency and resource activities. Calculation of costs with ABC is able to produce cheaper and more accurate when compared with traditional approaches. In the end Prikasih Hospital is able to provide affordable rates for patients. Keywords: Accounting cost, traditional costing methods, activity based costing. ANALISIS STUDI KOMPARATIF DALAM MENENTUKAN TARIF KAMAR RAWAT INAP RUMAH SAKIT MELALUI TRADITIONAL COSTING METHOD DAN ACTIVITY BASED COSTING (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta) Oleh: Putri Trisyana Septiningtyas Abstrak Penelitian ini membandingkan perhitungan biaya metode tradisional dengan perhitungan biaya berdasar aktivitas (ABC) dalam menentukan tarif kamar rawat inap pada Rumah Sakit Prikasih. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Data diperoleh dengan menganalisa dokumen, observasi partisipan, serta wawancara dengan kepala akuntansi perusahaan kemudian dibandingkan dengan literature yang ada. Penerapan metode biaya berdasar aktivitas (ABC) memberikan dampak yang sangat baik dalam meningkatkan efisiensi dan aktivitas sumber daya. Perhitungan biaya dengan ABC mampu menghasilkan biaya yang lebih murah dan lebih akurat bila dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Pada akhirnya Rumah Sakit Prikasih mampu menyediakan tarif yang terjangkau bagi pasien. Kata Kunci: Akuntansi biaya, perhitungan biaya metode tradisional, perhitungan biaya berdasar aktivitas. KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dengan judul “Analisis Studi Komparatif Dalam Menentukan Tarif Kamar rawat Inap Rumah Sakit Melalui Metode Traditional Costing dan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta ) ini ditulis sebagai salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini mulai dari pengajuan proposal, pengumpulan data, perhitungan data, hingga persetujuan akhir, penulis tidak dapat berbuat banyak tanpa adanya bantuan, dorongan serta dukungan yang baik berupa materiil dan spiritual dari orang-orang yang berada di sekeliling penulis. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua, tiada kata yang pantas dan sepadan untuk mengucapkan terima kasih atas kasih sayang, doa, pengorbanan, kesabaran, perhatian, serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis sangat ingin membahagiakan kalian dan membuat kalian selalu tersenyum. Terima kasih untuk Ibu dan Bapak. 2. Adik-adikku, Mochammad Riskian Pradityo, Khansa Dya Ghassani, Dya’Gung Tirafi, Gading Unggul Hadikasoem, Feliannisa Fertriandari, dan M. Bintang Ferio yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis. 3. Kepada keluargaku, Agus Miyanto beserta istri Sri Sukendyah, Tri Waluyo beserta istri Feri Itoenk, Mochammad Soleh, SH beserta istri Retno Widiastuti, Heri Teguh Santoso, M.Si beserta istri Yekti Rahayu, S.Sos, serta Nenek dan Kakek terima kasih yang tak terhingga atas dukungannya baik moril maupun materi. 4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si selaku Dosen Pembimbing I terima kasih atas arahan, saran, dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini serta telah meluangkan waktu dan kesabarannya untuk membimbing penulis. 6. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi dan Dosen Pembimbing II terima kasih atas arahan, saran, dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini serta telah meluangkan waktu dan kesabarannya untuk membimbing penulis. 7. Bapak Afif sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Bapak Arie Sudirman selaku Kepala Akuntansi Rumah sakit Prikasih terima kasih atas waktu, arahan, dan kesediaannya dalam memberi segala informasi yang dibutuhkan terkait dengan skripsi ini. 10. Sahabatku, Rosliana Mustika Dewi dan Novitasari terima kasih atas perhatian, bantuan, serta motivasi kalian. Kalian adalah sahabat terbaikku sekarang dan selamanya. 11. Teman terbaikku, Eka Putri Pertiwi, Dila Fadhilatun Nisa, Rosliana Mustika Dewi dan Novitasari yang tergabung dalam Belle Community. Terima kasih atas doa dan semangat teman-teman. Sukses terus untuk Kita. 12. Seluruh teman-teman Akuntansi A Angkatan 2006 dan teman-teman Akuntansi Manajemen E Angkatan 2006 terima kasih atas kerjasamanya. 13. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima ksaih atas segala bantuan dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Di penghujung kata pengantar ini, penulis meminta kontribusi posistif atas masukan konstruktif dari berbagai kekurangan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang terkait. Penulis Putri Trisyana Septiningtyas DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ……………………………………… i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………. ii …………………………….. iii ……………………………………………... iv ABSTRACT ………………………………………………………………….. v ABSTRAK ……………………………………………………………………vi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ix DAFTAR TABEL …………………………………………………………... xi DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I ……………………………………………………….vii ………………………………………………………..xiii ……………………………………………………..xiv PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian B. Perumusan Masalah …………………..……………...1 ……………………………..………....9 C. Tujuan Penelitian ………………………….….……………10 D. Manfaat Penelitian BAB II ………………………….………..…...11 TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Akuntansi Biaya ……………………………..12 1. Klasifikasi Umum Biaya ………………………….…14 2. Jenis-Jenis Metode Dalam Akuntansi Biaya B. Pengertian Traditional Costing Method ………...20 …………………23 C. Kelebihan dan Kelemahan Traditional Costing Method …29 D. Pengertian Activity Based Costing ………………………32 E. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing F. Perbedaan Traditional Costing Method Activity Based Costing ……...43 dengan …………………………………..49 G. Prosedur Pembebanan Biaya Dua Tahap ..........................51 H. Kerangka Pemikiran ………………………………...…..53 I. Penelitian Terdahulu …………………………………….55 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………...58 B. Metode Pengumpulan Data …………………………...…..58 C. Metode Analisis Data ……………………………………..59 D. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya60 1. Activity Based costing ……………………………...…60 2. Traditional Costing Method …………………………...61 BAB IV PEMBAHASAN A. Company Profile Rumah Sakit Prikasih …………………62 B. Perhitungan Konsep Biaya Tradisional Menurut Rumah Sakit…………………………………………………………69 1. Ruang Rawat Inap Flamboyan …………….…………75 2. Ruang Rawat Inap Mawar ……………………………79 3. Ruang Rawat Inap Teratai ……………………………82 4. Ruang Rawat Inap Melati ……………………………86 C. Penerapan Activity Based Costing …………………….…91 1. Mengidentifikasi, Mendefinisikan Aktivitas dan Pul Aktivitas ……………………………............. 91 2. Menelusuri Biaya Overhead Secara Langsung Ke Aktivitas dan Objek Biaya ……………………..92 3. Membebankan Biaya Ke Pul Biaya Aktivitas ………93 4. Menghitung Tarif Aktivitas ……………………….101 5. Membebankan biaya Ke Objek Biaya dengan Menggunakan Tarif Aktivitas …………………….105 6. Menyiapkan Laporan Manajemen …………………108 D. Perbandingan Tarif Kamar Rawat Inap Antara Pendekatan Saat Ini (Traditional Costing Method), dan Activity Based Costing ………………………………….………110 E. Pembahasan …………………………………………….111 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Implikasi C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ………………………….…………………113 ………………………………….……………114 ……………………………………..………………114 ………………………………………………..…….116 DAFTAR TABEL Nomor 1.1 Keterangan Halaman Fenomena yang Menggambarkan Tentang Beberapa Perusahaan yang Menerapkan Sistem Activity Based Costing 2.1 ……………………………... 4 Perbedaan antara Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses ... 26 2.2 Penelitian Terdahulu ………………………………… 55 4.1 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat Kamar Flamboyan Per Jam Kerja …………………… 76 4.2 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Flamboyan ……….. 76 4.3 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat Kamar Mawar Per Jam Kerja ………………………… 79 4.4 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Mawar …………… 80 4.5 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat Kamar Teratai Per Jam Kerja ……………………….. 4.6 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Teratai 4.7 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat Kamar Melati Per Jam Kerja ………….... ……………………… 83 83 86 4.8 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Melati …………. 87 4.9 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan …………… 89 4.10 Keputusan tariff Kamar Rawat Inap untuk Tahun 2010 90 4.11 Pul Biaya Aktivitas Kamar Rawat Inap …………….. 92 4.12 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan ……………… 93 4.13 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Flamboyan ………… 4.14 94 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul Biaya Aktivitas-Flamboyan …………………………. 95 4.15 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Mawar …………….. 4.16 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul Biaya Aktivitas-Mawar 4.17 …………………………….. …………... …………………………….. 99 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Melati ……………. 4.20 98 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul Biaya Aktivitas-Teratai 4.19 97 Hasil Wawancara Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas-Teratai 4.18 96 100 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul Biaya Aktivitas-Melati ……………………………… 101 4.21 Data yang Berkaitan dengan Kamar Flamboyan ……. 102 4.22 Data yang Berkaitan dengan Kamar Mawar ………… 102 4.23 Data yang Berkaitan dengan Kamar Teratai ………… 102 4.24 Data yang Berkaitan dengan Kamar Melati ………… 103 4.25 Perhitungan Tarif Aktivitas – Flamboyan …………. 103 4.26 Perhitungan Tarif Aktivitas – Mawar ……………… 104 4.27 Perhitungan Tarif Aktivitas – Teratai ……………… 104 4.28 Perhitungan Tarif Aktivitas – Melati ……………… 104 4.29 Perhitungan Biaya Overhead – Flamboyan ………... 105 4.30 Perhitungan Biaya Overhead – Mawar ……………. 106 4.31 Perhitungan Biaya Overhead – Teratai …………… 107 4.32 Perhitungan Biaya Overhead – Melati ……………. 108 4.33 Perhitungan Tarif Kamar Rawat Inap Menggunakan Activity Based Costing ……………………………. 4.34 Direct Cost, Direct Labor, dan Overhead Per Hari Per Ruang Perawatan dengan Traditional Costing Method 4.35 108 109 Perbandingan Tarif Kamar Rawat Inap Antara Pendekatan Saat Ini, (Traditional Costing Method), dan Activity Based Costing ……………………….. 111 DAFTAR GAMBAR Gambar Keterangan Halaman 2.1 Ringkasan Terminologi Biaya ........................ 17 2.2 The Volume-Based Two-Stage Procedure ...... 52 2.3 The Activity-Based Two-Stage Procedure ..... 53 2.4 Model Kerangka Pemikiran ......................... 54 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Keterangan Halaman 1 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Flamboyan …….. 122 2 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Mawar ………… 123 3 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Teratai ………… 124 4 Laporan Laba Rugi Tahun 2009-Melati …………. 125 5 Daftar Tarif Kamar Rawat Inap RS. Prikasih ……. 126 6 Fasilitas Kamar Rawat Inap RS. Prikasih ……….. 129 7 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan …………. 130 8 Data Karyawan Per 31 Desember ……………….. 131 9 Direct Cost, Direct labor, Overhead Per Hari Per Ruang Perawatan ……………………………. 132 10 Berita Acara Wawancara ………………………… 133 11 Laporan Sensus Rawat Inap RS. Prikasih ……….. 135 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Regionalisasi ekonomi di Asia Tenggara dan kemunculan Asia Free Trade Area (AFTA) sejak tahun 1980-an, telah terjadi serangkaian perubahan fundamental di dunia, antara lain: 1. Munculnya lingkungan ekonomi dunia yang kompetitif dan terjadinya perubahan cepat menuju ekonomi berorientasi pasar khususnya di Eropa eks-sosialis dan juga di Asia yang ditandai dengan adanya reformasi ekonomi melalui privatisasi, deregulasi dan liberalisasi. 2. Terjadinya revolusi teknologi informasi yang memungkinkan peningkatan secara luar biasa transaksi perdagangan dan saling ketergantungan antar negara di dunia. 3. Meningkatnya regionalisasi yang ditandai dengan munculnya pengaturan perdagangan dan investasi dalam lingkup regional di berbagai belahan dunia. Berbagai kecenderungan tersebut kemudian mendorong para pemimpin negara Asia, khususnya negara-negara anggota ASEAN, untuk mendirikan suatu organisasi ekonomi regional di Asia Tenggara. Setelah melalui serangkaian negosiasi dan perdebatan yang panjang, pada Millenium Summit ke-4 ASEAN di Singapura tahun 1992, ASEAN yang saat itu masih beranggotakan 6 negara (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) sepakat membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) dalam rentang waktu 15 tahun dimulai sejak 1 Januari 1993 dan dengan adanya kawasan perdagangan bebas tersebut maka seluruh negara anggota ASEAN akan mengurangi hambatan arus perdagangan dan investasi antar mereka secara bertahap hingga tahun 2008 yang diletakkan dalam skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Inti dari CEPT dalam persetujuan AFTA adalah pengurangan berbagai tarif impor dan penghapusan hambatan non-tarif atas perdagangan dalam lingkup ASEAN. Hal ini membawa implikasi bagi Indonesia berupa perubahan harga relatif produkproduk Indonesia yang diekspor ke negara-negara ASEAN di samping akan menjadi insentif bagi masuknya investasi asing yang selama ini menjadi salah satu pilar untuk memutar roda perekonomian nasional. Oleh karena itu, dalam hal ini profil perdagangan dan investasi Indonesia, dengan perbandingan profil negara-negara anggota lainnya, sangat penting diketahui guna melihat sejauh mana AFTA akan membawa dampak positif bagi Indonesia. Pertama dan yang paling penting dalam sistem ekonomi pasar adalah perdagangan (Dodik Ariyanto, 2010:3). Sebagai konsekuensi logis sistem perdagangan bebas, Indonesia sudah barang tentu akan dihadapkan pada negara-negara partner ekonomi di dalam organisasi AFTA yang menjanjikan berbagai peluang keuntungan. Namun pada saat yang sama, Indonesia juga akan mempunyai pesaing-pesaing baru karena prinsip perdagangan bebas (yang menjadi landasan AFTA) akan mendorong tiap-tiap anggota untuk memperbesar keunggulan komparatif masing-masing, di mana pada akhirnya hanya negara yang punya keunggulan komparatif terbesarlah yang cenderung meraih keuntungan optimal. Keadaan persaingan global dewasa ini pada akhirnya menuntut para pengusaha agar lebih efisien dan efektif dalam kegiatan operasionalnya seharihari, di mana pasar menginginkan produk (barang atau jasa) dengan harga yang murah dan berkualitas baik. Tinggi atau rendahnya harga suatu produk tentu akan berpengaruh terhadap posisi produk di pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk menentukan harga suatu produk dapat diperoleh dari informasi keuangan atau produksi yang baik (tidak terdistorsi). Dalam menentukan biaya ada beberapa metode yang digunakan antara lain sistem tradisional dan sistem Activity Based Costing (ABC). Sistem tradisional memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan cara menghubungkan biaya dengan manajer yang mempunyai wewenang atas terjadinya biaya. Pada kenyataanya sekarang ini banyak biaya overhead pabrik yang tidak berhubungan dengan volume produk yang diproduksi akibatnya sistem akuntansi biaya tradisional dapat menghasilkan perhitungan biaya yang terdistorsi. Memakai cara pendekatan sistem biaya tradisional, harga pokok produksi suatu produk dapat menjadi lebih tinggi atau terlalu rendah karena semua biaya yang terjadi dialokasikan berdasarkan volume. Informasi harga pokok tersebut dapat menyesatkan manajemen dalam menentukan harga jual yang dapat diterima pasar dengan baik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka terdapat suatu pendekatan yang mengatasi kekurangan- kekurangan dari sistem biaya tradisional yaitu sistem biaya berdasarkan aktivitas. Activity Based Costing (ABC) mengalokasikan seluruh biaya yang terjadi dalam proses produksi berdasarkan aktivitas sehingga informasi tersebut dapat lebih tepat dalam penentuan harga jualnya. Sistem ABC dapat menyediakan informasi perhitungan biaya yang lebih baik dan dapat membantu manajemen mengelola perusahaan secara efisien serta memperoleh pemahaman yang lebih baik atas keunggulan kompetitif, kekuatan, dan kelemahan perusahaan (Blocher, 2006:225-226). Dalam lingkungan yang memiliki keanekaragaman produk, sistem ABC menjanjikan keakuratan yang lebih baik, dan keputusan dibuat berdasarkan fakta yang benar (Hansen Mowen, 2006:153). Tabel 1.1 di bawah ini adalah fenomena yang menggambarkan tentang beberapa perusahaan yang menerapkan sistem activity based costing. Tabel 1.1 Fenomena yang Menggambarkan Tentang Beberapa Perusahaan yang Menerapkan Sistem Activity Based Costing Nama Penerapan Activity Based Perusahaan Costing (ABC) Euclid • Sebagai hasil dari Engineering penelitian ABC, manajer Euclid menemukan bahwa perusahaan membelanjakan lebih banyak uang untuk memperkenalkan produk baru dibanding untuk beban tenaga kerja langsung dalam memproduksi barang Bersambung ke halaman berikutnya Sumber Robert.S Kaplan dan Robin Cooper,Cost and Effect:Using Integrated Cost Systems to Drive Profitability and Performance (Boston:Harvard Business School Press,1998),hal.219222. Tabel 1.1 (Lanjutan) Nama Penerapan Activity Based Perusahaan Costing (ABC) • Penelitian ABC juga membantu Euclid dalam hubungannya dengan pelanggan. Perincian biaya dari biaya untuk merancang dan merekayasa aktivitas membantu pelanggan dalam menentukan pilihan. Diamond • Analisis ABC tentang Transportation overhead perusahaan Group,Inc. mengindikasikan bahwa Lokasi: terjadi distorsi biaya. Biaya Philadelphia rata-rata dari pengiriman sepeda lebih kecil 4.64% dari yang seharusnya. • Setelah menggunakan ABC dalam analisis biaya, kini perusahaan mampu menciptakan solusi-solusi inovatif sesuai dengan tujuan pelanggan da lebih menghasilkan laba, dengan praktik bisnis yang lebih baik di tiap harinya. Hospice Of • Manajemen melakukan Central negosiasi untuk rencana Kentucky kenaikan pembayaran dan (HCK) menggunakan sistem ABC untuk mendapatkan informasi yang lebih baik tentang biayanya. • Sistem ABC kemudian digunakan untuk memperkirakan biaya rata rata per hari rawat inap pasien dalam tingkatan penyakit yang berbeda. Sumber: Diolah dari berbagai sumber Sumber Susan Greco,”Are We Making Money Yet?” INC.Juli 1996,hal.52-61, dan Cheryl A.Hodolitz,Diamond Transportastion Group,private communication. Sidney J.Baxendale dan Victoria Dornbusch,”Activity Based Costing For A Hospice,”Strategic Finance,Maret 2000,hal 6570. Activity Based Costing (ABC) digunakan baik itu untuk industri jasa maupun industri manufaktur. Industri yang akan diteliti pada penelitian ini adalah rumah sakit. Perlu kita ketahui bahwa rumah sakit sebagai organisasi yang berhubungan langsung dengan masyarakat memerlukan sebuah sistem yang tepat dan akurat dalam menetapkan biaya pengobatan bagi masyarakat yang sedang terganggu kesehatannya. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh manusia, karena kesehatan inti dalam kehidupan. Kesehatan harus mendapatkan perhatian yang serius karena kesehatan itu mahal harganya. Jika kesehatan menjadi masalah bagi masyarakat itu akan menurun dan akan berdampak pada produktivitasnya. Oleh karena itu, kesehatan harus dijaga agar segala aktivitas dalam kehidupan dapat diselesaikan sebaik-baiknya. Dalam pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terus berkembang telah meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya kesehatan. Hal ini ditambah dengan makin beragamnya jenis penyakit yang muncul di masyarakat. Penelitian mengenai peranan dan kendala penerapan activity based costing (ABC) dalam industri jasa pernah dilakukan oleh Aristanti Widyaningsih (2009). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ABC mampu menciptakan keanekaragaman dari konsumsi sumber daya dan menunjukkan bahwa sistem ABC sangat berguna untuk diterapkan pada perusahaan jasa. Penelitian mengenai penerapan ABC dilakukan oleh Charoline Cheisviyanny (2007). Hasil penelitian menunjukkan ABC juga dapat digunakan untuk menganalisa profitabilitas pelanggan. Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Nunik L (2007), meneliti ABC sebagai metode untuk mengatasi kekurangan sistem biaya tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa ABC membantu sistem biaya tradisional dalam menentukan biaya overhead agar lebih tepat dan akurat. Analisis penerapan ABC dalam produksi program acara televisi pernah dilakukan oleh Silky Ionian (2008) dan hasilnya menunjukan bahwa metode biaya berdasarkan aktivitas memberikan dampak yang sangat baik dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber daya internal dalam kaitannya dengan proses produksi. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada: 1. Penambahan variabel Pada penelitian ini peneliti menambahkan traditional costing method dalam perhitungan biaya. 2. Perbedaan industri yang diteliti Jenis industri yang dipilih dalam penelitian ini adalah industri jasa, yaitu Rumah Sakit Prikasih yang berada di Jalan Fatmawati No.74 Jakarta Selatan, dikarenakan tempatnya yang strategis dekat dengan pusat aktivitas di antaranya yaitu Pasar Pondok Labu, Sekolah SMPN 85 dan SMAN 34 Jakarta serta dekat dengan Perumahan Komplek Angkatan Laut. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Prikasih di antaranya seperti kegiatan rawat jalan, pelayanan rawat inap, rawat gawat darurat, poliklinik spesialis, kamar bedah dan kamar operasi, ICU, laboratorium, radiologi, instalansi, farmasi, fisioterapi yang mencakup pelayanan penunjang medik. Industri jasa dan industri manufaktur sebagai sebuah organisasi tentu saja dituntut untuk mengotimalkan sumber daya dan dana yang dimiliki dengan lebih efisien dan efektif. Rumah sakit sebagai organisasi pelayanan kesehatan tentu saja dituntut dapat memberikan pelayanan yang terbaik yang harus mengedepankan fungsi sosialnya untuk menjalankan kegiatannya untuk menjamin kelangsungan hidup. Pada tarif pelayanan kesehatan yang dibebankan oleh setiap rumah sakit kepada konsumen berbeda satu sama lainnya. Berbicara tentang masalah kualitas, maka hal ini berkaitan langsung dengan biaya yang dibutuhkan serta harga atau tarif yang ditetapkan untuk produk dan jasa tersebut. Biasanya suatu produk atau jasa yang berkualitas sangatlah mahal harganya. Biaya rumah sakit bagi masyarakat sangat mahal, seperti biaya resep obat-obatan yang harus mereka beli di apotek yang harganya juga tidak murah karena produsen obat masih mengimpor bahan baku obat dari luar negeri. Banyak dari masyarakat ketika sakit harus menjalani rawat inap di rumah sakit merasa sangat berat beban mereka karena biaya yang dikeluarkan cukup besar. Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah hanya dapat menikmati ruang rawat inap kelas II atau kelas III dengan pelayanan yang minim dan harus membuang jauh-jauh harapan mereka untuk bisa dirawat di kelas VIP. Hal ini mungkin dikarenakan penetapan harga kamar di beberapa rumah sakit masih menerapkan sistem tradisional yang mengakibatkan penentuan biaya masih cukup besar. Sama halnya dengan industri manufaktur yang memproduksi barang kemudian menjualnya kepada konsumen, perusahaan dituntut untuk meningkatkan produktivitas dan menghasilkan produk yang lebih fungsional, dan meningkatkan efisiensi. Menurut Lilis Yulifah (2004:43), harga jual suatu produk sering sudah terbentuk di pasar, akan tetapi dalam penerapannya tetap harus memperhatikan biaya produk tersebut. Hal ini karena perusahaan harus mengetahui apakah harga yang Ia tetapkan memberi keuntungan atau tidak. Biaya produk ini merupakan informasi internal yang dihasilkan oleh suatu sistem akuntansi yaitu akuntansi biaya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian studi komparatif di Rs. Prikasih yang berlokasi di Jl. Fatmawati No. 74 Jakarta Selatan dalam penentuan tarif kamar rawat inap dengan Judul “Analisis Studi Komparatif Dalam Menentukan Tarif Kamar Rawat Inap Rumah Sakit Melalui Traditional Costing Method Dan Activity Based Costing (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Prikasih Jakarta)”. B. Perumusan Masalah Mengingat keterbatasan pengetahuan dan data yang diperoleh serta terlalu luasnya pembahasan, maka dalam penelitian ini hanya membahas tentang analisis penentuan tarif kamar rawat inap rumah sakit melalui traditional costing method dan activity based costing. Sesuai dengan latar belakang masalah yang peneliti uraikan di atas, maka pokok masalah yang ada dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana perhitungan biaya metode traditional costing method jika diterapkan pada industri jasa? 2. Bagaimana perhitungan biaya metode activity based costing jika diterapkan pada industri jasa? 3. Apakah metode activity based costing dapat menghasilkan perhitungan biaya yang lebih menguntungkan dibandingkan metode traditional costing method? 4. Keputusan apa yang akan dipilih oleh manajemen dari hasil perhitungan dua metode tersebut? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Perhitungan biaya metode traditional costing method jika diterapkan pada industri jasa. 2. Perhitungan biaya metode activity based costing jika diterapkan pada industri jasa. 3. Metode activity based costing dapat menghasilkan perhitungan biaya yang lebih menguntungkan dibandingkan metode traditional costing method. 4. Keputusan yang akan dipilih oleh manajemen dari hasil perhitungan dua metode tersebut. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Manajemen rumah sakit, diharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan, saran, ataupun bahan informasi untuk menentukan sistem yang tepat dalam perhitungan biaya pada industri jasa. 2. Pegawai rumah sakit, diharapkan skripsi ini dapat meningkatkan kualitas pegawai. 3. Pasien, diharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan pertimbangan dakam menggunakan jasa rumah sakit. 4. Masyarakat, diharapkan skripsi ini dapat membantu pemerintah dalam mengawasi mutu pelayanan rumah sakit. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Akuntansi Biaya Pengertian akuntansi biaya menurut Mulyadi (2005:7) adalah “akuntansi biaya sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara-cara tertentu serta penafsiran-penafsiran terhadapnya”. Carter and Usry (2006:11) menyebutkan bahwa “akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan alat yang diperlukan untuk aktivitas-aktivitas perencanaan dan pengendalian, memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta membuat keputusan-keputusan yang bersifat rutin maupun strategis”. Menurut Armanto Witjaksono (2006:45) dalam Siti Nurhasanah (2008:8) “akuntansi biaya melengkapi manajemen dengan perangkat akuntansi untuk meningkatkan perencanaan dan pengendalian”. Perencanaan di sini berarti memilih objek yang hendak dicapai dan cara-cara untuk mencapainya. Perencanaan dalam akuntansi biaya membantu manajemen dalam menetapkan anggaran (budget), dan biaya yang ditentukan di muka (predetermined cost). Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan pihak manajemen perusahaan akan informasi keuangan, maka keberadaan akuntansi biaya dalam memperoleh data yang relevan sangat dibutuhkan. Hal ini mendorong semakin berkembangnya akuntansi biaya agar dapat memberikan sumbangan yang lebih berarti bagi yang membutuhkan. Pengendalian berarti mengarahkan kegiatan-kegiatan sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan yang direncanakan. Pengendalian berhubungan dengan masa sekarang, dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan budget yang telah ditetapkan sebelumnya dan bila terjadi penyimpangan dilakukan tindakan perbaikan atas penyimpangan tersebut. Selain itu, akuntansi biaya menyediakan informasi mengenai pendapatan dan biaya yang berbeda yang dapat berasal dari tindakan-tindakan alternatif. Berdasarkan informasi ini, manajemen membuat keputusan-keputusan jangka pendek dan jangka panjang mengenai memasuki pasar baru, mengembangkan produk baru, menghentikan produk individual atau seluruh lini produk, membeli atau membuat sendiri suatu komponen yang diperlukan oleh suatu produk, serta membeli atau melakukan sewa guna usaha (leasing) (Carter and Usry, 2006:15). Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan akuntansi biaya adalah proses mengidentifikasi, mendefinisikan, mengukur, melaporkan, dan menganalisis berbagai unsur biaya untuk menyajikan biaya produksi barang atau jasa dengan cara tertentu disertai penafsirannya untuk meningkatkan perencanaan dan pengendalian, untuk memperbaiki kualitas dan efisiensi, serta membuat keputusan-keputusan yang bersifat rutin maupun strategis. Tujuan akuntansi biaya menurut Bastian dan Nurlela (2009:11) adalah menyajikan informasi biaya yang akurat dan tepat bagi manajemen dalam mengelola perusahaan atau defisi secara efektif. Oleh karena itu, perlu dikelompokkan sesuai dengan tujuan apa informasi biaya tersebut digunakan, sehingga dalam pengelompokkan biaya dapat digunakan suatu konsep ”different cost different purpose” artinya berbeda biaya berbeda tujuan. Di bawah ini adalah klasifikasi umum biaya dan jenis-jenis metode dalam akuntansi biaya menurut Garrison and Noreen (2006) dan Carter and Usry (2006). 1. Klasifikasi Umum Biaya Klasifikasi biaya sangat penting guna membuat ikhtisar atas data biaya untuk tujuan penyusunan laporan keuangan, untuk memprediksi perilaku biaya, untuk pembebanan biaya ke objek biaya, serta untuk pembuatan keputusan. Garrison and Noreen (2006:50), mengklasifikasikan biaya sebagai berikut: a. Biaya Produksi (Manufacturing Cost) 1) Bahan Langsung (Direct Material) 2) Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor) 3) Overhead b. Biaya Non Produksi (Non-manufacturing) c. Biaya Variabel (Variable Cost) d. Biaya Tetap (Fixed Cost) e. Biaya Langsung (Direct Cost) f. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) g. Biaya Diferensial (Differential Cost) h. Biaya Tertanam (Sunk Cost) i. Biaya Kesempatan (Opportunity Cost) Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Biaya Produksi (Manufacturing Cost) Yaitu semua biaya untuk merubah bahan mentah menjadi produk jadi. Biaya ini diklasifikasikan menjadi: 1) Bahan Langsung Bahan langsung adalah bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi disebut bahan baku atan bahan metah (raw material). Bahan baku berkaitan dengan semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan produk jadi; dan produk jadi suatu perusahaan dapat menjadi bahan baku perusahaan lainnya. Bahan langsung (direct material) adalah bahan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. 2) Tenaga Kerja Langsung Istilah tenaga kerja langsung (direct labor) digunakan untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja langsung biasanya disebut juga tenaga kerja manual (touch labor) karena tenaga kerja langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi. Biaya tenaga kerja yang tidak dapat ditelusuri secara fisik dalam pembuatan produk disebut tenaga kerja tidak langsung (indirect labor). 3) Overhead Pabrik Overhead pabrik (manufacturing overhead) mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik termasuk bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, listrik dan penerangan, pajak properti, depresiasi, dan asuransi fasilitas-fasilitas produksi. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:219), overhead pabrik adalah bahan baku tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung lainnya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke produk selesai atau tujuan akhir biaya. Istilah lain yang digunakan untuk overhead pabrik adalah biaya produksi tidak langsung. b. Biaya Non Produksi (Non-manufacturing) Umumnya, dibagi menjadi dua yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi. Biaya pemasaran meliputi semua biaya yang diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Contoh biaya pemasaran adalah pengiklanan, pengiriman, komisi penjualan, dan lainnya. Biaya administrasi meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan klirekal yang berkaitan dengan manajemen umum organisasi. Contoh dari biaya administrasi adalah gaji eksekutif, akuntansi umum, kesekretariatan, humas dan lainnya. Secara singkat ringkasan terminologi biaya dapat dilihat pada gambar 2.1 Biaya Produksi Bahan Langsung Tenaga Kerja Langsung Biaya Utama Overhead Biaya Konversi Biaya Non Produksi Biaya Pemasaran atau Penjualan Biaya Administrasi Sumber: Garrison dan Noreen (2006:52) Gambar 2.1 Ringkasan Terminologi Biaya a. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas. Aktivitas tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk seperti unit yang diproduksi, yang dijual, jarak kilometer yang dituju, jumlah tempat tidur yang digunakan, jam kerja, dan sebagainya. Contoh yang bagus untuk menggambarkan biaya variabel adalah biaya bahan langsung. Biaya bahan langsung yang digunakan selama satu periode akan bervariasi sesuai dengan tingkat unit yang dihasilkan. Salah satu aspek yang menarik dalam biaya variabel adalah bahwa biaya variabel selalu konstan apabila dinyatakan dalam harga per unit. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:23), biaya variabel adalah biaya yang berubah sebanding dengan perubahan volume produksi dalam rentang relevan tetapi secara per unit tetap. b. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:25), biaya tetap adalah biaya yang secara totalitas bersifat tetap dalam rentang relevan tertentu, tetapi secara per unit berubah. Contoh biaya tetap adalah beban penyusutan, asuransi, pajak properti, sewa, gaji supervisor dan sebagainya. c. Biaya Langsung Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang dapat dengan mudah ditelusuri ke objek biaya yang bersangkutan. d. Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri dengan mudah ke objek biaya yang bersangkutan. Untuk dapat ditelusuri ke objek biaya seperti produk tertentu, biaya tersebut pasti disebabkan oleh objek biaya. Common cost adalah biaya yang bersama-sama dinikmati oleh sejumlah objek biaya. e. Biaya Diferensiasi Biaya diferensiasi (differential cost) adalah keputusan melibatkan proses pemilihan dari berbagai alternatif yang ada. Dalam keputusan bisnis, setiap alternatif memiliki konsekuensi biaya dan manfaat yang harus dibandingkan dengan biaya dan manfaat akan diperoleh dari alternatif lain yang tersedia. Biaya diferensial disebut juga biaya marginal atau biaya inkremental. f. Opportunity Cost Biaya kesempatan atau biaya peluang (opportunity cost) adalah manfaat potensial yang akan hilang bila salah satu alternatif telah dipilih dari sejumlah alternatif yang tersedia. Biaya kesemapatan tidak selalu dicatat dalam akuntansi organisasi, tetapi merupakan biaya yang harus selalu dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan. g. Sunk Cost Biaya tertanam (sunk cost) adalah biaya yang telah terjadi dan tidak dapat diubah oleh keputusan apapun yang dibuat saat ini atau pun masa yang akan datang. Karena biaya tertanam tidak dapat diubah oleh keputusan apapun, biaya tertanam bukanlah biaya diferensial. Oleh karenanya biaya diferensial dapat diabaikan dalam pengambilan keputusan. 2. Jenis-jenis Metode Dalam Akuntansi Biaya Metode dalam akuntansi biaya menurut Carter and Usry (2006:127-495) terbagi menjadi enam jenis, yaitu perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order costing); perhitungan biaya berdasarkan proses (process costing); perhitungan biaya untuk produk sampingan (by product) dan produk gabungan (joint product); biaya mutu (the cost of quality); just in time dan backflushing; perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) dan manajemen berdasarkan aktivitas (activity based management) Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Order Costing) Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan adalah sistem perhitungan biaya produk yang mengakumulasikan biaya-biaya dan membebankannya pada pesanan tertentu. Suatu pesanan adalah output yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk mengisi kembali suatu item dari persediaan. Untuk menghitung biaya berdasarkan pesanan secara efektif, pesanan harus dapat diidentifikasikan secara terpisah. Rincian mengenai suatu pesanan dicatat dalam kartu biaya pesanan yang dapat berbentuk kertas atau elektronik (Carter and Usry, 2006:139). Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan sering kali digunakan oleh perusahaan menengah hingga kecil yang memproduksi pesanan tersendiri dari pelanggan (Blocher, 2006:152). b. Sistem Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses (Process Costing) Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses biasanya digunakan untuk industri yang memproduksi produk yang homogen secara terus menerus. Semua produk yang diproduksi dalam suatu pusat biaya selama suatu periode harus sama dalam hal sumber daya yang dikonsumsi. Bila tidak, perhitungan biaya berdasarkan proses dapat terdistorsi (Carter and Usry, 2006:155). c. Perhitungan Biaya untuk Produk Sampingan (By Product) dan Produk Gabungan (Joint Product) Sistem perhitungan biaya untuk produk sampingan dan produk gabungan sulit dihitung biayanya karena biaya gabungan yang sesungguhnya tidak dapat dibagi sehingga metode alokasi yang digunakan untuk menetukan biaya per unit dari produk gabungan bersifat sedikit arbitrer. Perhitungan biaya produk sampingan dan produk gabungan menyoroti masalah pembebanan biaya ke produk yang asal, penggunaan peralatan, bahan baku, tenaga kerja, dan fasilitas lainnya tidak dapat benar-benar ditentukan (Carter and Usry, 2006:247). d. Biaya Mutu (The Cost Of Quality) Manajemen mutu total (Total Quality Management-TQM) adalah pendekatan tingkat perusahaan atas perbaikan mutu yang mencari cara untuk memperbaiki mutu di semua proses dan akitivitas. Biaya mutu terbagi menjadi 3 yaitu; biaya pencegahan, biaya penilaian, dan biaya kegagalan. Pendekatan yang paling baik untuk perbaikan mutu adalah untuk berkonsentrasi pada pencegahan yaitu mencari penyebabpenyebab dari pemborosan dan inefisiensi, kemudian mengembangkan rencana sistematis untuk menghilangkan penyebab-penyebab tersebut (Carter and Usry, 2006:199-201). e. Just In Time dan Backflushing Just in time (JIT) adalah perhitungan biaya yang dipusatkan pada pengurangan biaya melalui eliminasi persediaan. Prinsip-prinsip JIT dapat diterapkan dalam memperbaiki pemeliharaan rutin, seperti lokasi dan pengaturan alat-alat, barang cetakan, dan perlengkapan yang digunakan bersama-sama dengan mesin produksi. Aspek yang paling terlihat dari JIT adalah untuk mengurangi persediaan barang dalam proses (work in process) (Carter and Usry, 2006:321). f. Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Costing) dan Manajemen Berdasarkan Aktivitas (Activity Based Management) Menurut Carter and William (2009:528) perhitungan biaya berdasarkan aktivitas didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang berkaitan dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, Activity Based Costing (ABC) mencerminkan penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh. Activity Based Manajemen (ABM) adalah penggunaan infoormasi yang diperoleh dari ABC untuk membuat perbaikan dalam suatu perusahaan. ABM menarik ABC sebagai sumber utama, informasinya berfokus pada efisiensi, efektifitas, proses, dan aktivitas bisnis utama. Manajemen dapat menentukan wilayah untuk melakukan perbaikan, operasi, mengurangi biaya, atau meningkatkan nilai bagi pelanggan dengan menggunakan ABM. Serta ABM dapat memperbaiki fokus manajemen atas faktor-faktor kunci keberhasilan (critical success factors-CSF) dengan mengidentifikasi sumber daya yang dipakai pelanggan, produk, dan aktivitas (Blocher, 2006:239). Berdasarkan keenam jenis metode dalam akuntansi biaya di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan akuntansi biaya itu pada dasarnya sama yaitu menganalisis berbagai unsur biaya, serta melakukan perencanaan dan pengendalian terhadap kualitas produk guna mencapai keunggulan kompetitif. B. Pengertian Traditional Costing Method Semua perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur maupun jasa memerlukan suatu sistem akuntansi biaya yang tepat dan sesuai dengan kondisi perusahaan. Sistem tersebut dirancang untuk memberikan informasi biaya kepada manajemen yang berguna bagi pembuatan perencanaan, keputusan, dan pengendalian biaya serta perhitungan biaya produksi. Sistem biaya tradisional menurut Bastian dan Nurlela (2009:23) adalah di mana biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik baik yang bersifat variabel maupun tetap, menjadi biaya produk. Sistem biaya tradisional mengasumsikan produk-produk dan volume produksi yang terkait merupakan penyebab timbulnya biaya, dengan kata lain sistem biaya tradisional membuat produk individual menjadi fokus dari sistem biaya. Sistem akuntansi biaya tradisional mengklasifikasikan biaya atas biaya langsung dan biaya tidak langsung, untuk pembebanan biaya menggunakan ukuran volume produksi, jam kerja langsung atau jam mesin. Sedangkan pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk, dilakukan sistem pembebanan dua tahap. Dengan sistem pembebanan biaya yang selama ini dilakukan pada akuntansi biaya tradisional menimbulkan adanya distorsi biaya, ini terlihat pada penggunaan unit related, padahal pada kenyataannya ada aktivitas yang dikendalikan oleh batch related dan products sustaining related. Penyebab distrorsi lainnya adalah adanya perbedaan rasio konsumsi atau jasa yang diberikan oleh departemen jasa untuk setiap macam produk yang dihasilkan. Akibatnya akan timbul produk-produk yang pengalokasian biaya overheadnya undercosted atau overcosted. Distorsi semacam ini dapat dihilangkan dengan mendesain ulang sistem biaya menggunakan pemicu biaya aktual untuk masing-masing aktivitas, sehingga dapat menentukan biaya dengan tepat ke produk. Inilah logika yang mendasari perubahan pengembangan dari metode tradisional ke metode activity based costing. Menurut Carter and Usry (2006:109) sistem perhitungan harga pokok dalam sistem akuntansi biaya tradisional dibagi menjadi dua yaitu, sistem perhitungan berdasarkan pesanan (job order cost system) sistem perhitungan berdasarkan proses (process cost system). 1. Sistem perhitungan berdasarkan pesanan Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan, biaya ditelusuri dan dialokasikan ke pekerjaan dan biaya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut dibagi dengan jumlah unit yang dihasilkan untuk menghasilkan harga rata-rata per unit. Sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan juga digunakan secara luas dalam perusahaan jasa seperti rumah sakit, kantor konsultan hukum, studio film, kantor akuntan, agen iklan, toko reparasi. Menggunakan sistem pengumpulan biaya dengan perhitungan biaya berdasarkan pesanan untuk keperluan akuntansi dan tagihan. 2. Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses Sistem perhitungan biaya berdasarkan proses biasanya digunakan untuk industri yang memproduksi produk yang homogen secara terus-menerus seperti batu bata, keping jagung (corn flake), atau kertas. Persamaan antara perhitungan biaya berdasarkan pesanan dan perhitungan biaya berdasarkan proses menurut Garrison and Noreen (2006:204) adalah sebagai berikut: 1. Kedua sistem memiliki tujuan utama yang sama, yaitu membebankan biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead ke produk dan memberikan mekanisme perhitungan biaya per unit. 2. Kedua sistem menggunakan manufaktur yang sama termasuk overhead pabrik, bahan baku, bahan dalam proses, dan barang jadi. 3. Aliran biaya melalui akun-akun manufaktur pada dasarnya sama untuk kedua sistem itu. Adapun perbedaan antara perhitungan biaya berdasarkan pesanan dan perhitungan biaya berdasarkan proses menurut Garisson and Noreen (2006:205) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Perbedaan Antara Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Proses Perhitungan biaya berdasarkan Perhitungan biaya berdasarkan pesanan proses 1. Pekerjaan yang berbeda dikerjakan 1.Seluruh unit produk identik dan pada periode yang berbeda, dan diproduksi secara kontinyu. memiliki pesanan produksi yang berbeda pula. 2. Biaya dihitung secara individual 2.Biaya dihitung per departemen. untuk masing-masing pekerjaan. 3. Kartu biaya merupakan dokumen 3.Laporan departemen produksi pengendali biaya berdasarkan merupakan dokumen penting pekerjaan. yang menunjukkan akumulasi 4. Biaya per unit dihitung biaya per departemen. berdasarkan pekerjaan. 4.Biaya per unit dihitung per departemen. Sumber: Garrison dan Noreen, 2006:205 Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi biaya tradisional adalah pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa dengan cara-cara tertentu serta penafsiran-penafsiran terhadapnya atas nilai persediaan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi. Dalam perhitungan sistem tradisional memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan manajer yang mempunyai wewenang atas terjadinya biaya yang menyebabkan banyak biaya overhead pabrik yang tidak berhubungan dengan volume produk yang diproduksi. Akibatnya, sistem akuntansi biaya tradisional dapat menghasilkan perhitungan yang terdistorsi. Sistem akuntansi biaya tradisional merupakan struktur dasar di dalam sistem akuntansi biaya yang menunjukkan kebutuhan untuk menentukan biaya per unit produk pada sebuah laporan eksternal yang syarat-syaratnya diterapkan oleh perusahaan atau peraturan pajak pemerintah. Semua biaya yang dikonsumsikan oleh produk sangat berhubungan di dalam menentukan laporan keuangan sebagai dasar penetapan pendapatan perusahaan. Penekanan biaya pada masing-masing produk dalam sistem tradisional ini didasarkan pada ukuran jam tenaga kerja langsung, jam kerja mesin, jumlah unit produk yang diproduksi dan pengukuran yang berhubungan dengan unit produksi. Sistem perhitungan tradisional memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan cara menghubung biaya dengan manajer yang memnpunyai wewenang atas terjadinya biaya. Pada kenyataanya sekarang banyak biaya overhead pabrik yang tidak berhubungan dengan volume produk yang diproduksi akibatnya sistem akuntansi biaya tradisional menghasilkan biaya yang terdistorsi. Alokasi biaya overhead dapat dilakukan dengan memilih basis alokasi yang umumnya digunakan untuk perusahaan manufaktur maupun jasa. Basis alokasi (allocation base) adalah suatu ukuran seperti jam tenaga kerja langsung atau jam mesin yang digunakan untuk membebankan biaya overhead ke produk atau jasa. Basis alokasi yang umumnya digunakan adalah jam kerja langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Selain itu jam mesin ataupun unit produk (untuk perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis produk) biasanya juga dapat digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead. Menurut Mulyadi (2005:200), ada beberapa dasar yang digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik, yaitu unit produksi; biaya bahan langsung; biaya pekerja langsung; jam kerja langsung; dan jam pemakaian mesin. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Unit Produksi Tarif overhead pabrik berdasarkan unit produksi dihitung sebagai berikut: Estimasi overhead pabrik = Overhead pabrik per unit Estimasi unit produksi 2. Biaya Bahan Langsung Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya bahan langsung dihitung sebagai berikut: Estimasi overhead pabrik Estimasi biaya bahan langsung = Persentase dari overhead per biaya bahan langsung 3. Biaya pekerja langsung Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya pekerja langsung dihitung sebagai berikut: Estimasi overhead pabrik = Persentase biaya pekerja langsung Estimasi biaya pekerja langsung 4. Jam kerja langsung Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya jam kerja langsung dihitung sebagai berikut: Estimasi overhead pabrik = Tarif per jam langsung Estimasi jam kerja langsung 5. Jam pemakaian mesin Tarif overhead pabrik berdasarkan biaya jam pemakaian mesin dihitung sebagai berikut: Estimasi overhead pabrik = Tarif per jam pemakaian mesin Estimasi jam pemakaian mesin Apabila dianalsisa dari konsep yang dijelaskan oleh Mulyadi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa overhead pabrik harus dimasukkan bersama-sama dengan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung karena overhead juga termasuk biaya produk. C. Kelebihan dan Kelemahan Traditional Costing Method Kelebihan perhitungan biaya tradisional menurut Horngern (2005:42) adalah: 1. Sistem perhitungan biaya tradisional mudah diterapkan karena sistem ini lebih sederhana maka lebih mudah dimengerti oleh pekerja sehingga mudah diterapkan. 2. Memberikan laporan manajemen dengan menunjukan biaya yang dikeluarkan. 3. Sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Kelemahan sistem biaya tradisional menurut Carter dan Usry (2006:513515) adalah sebagai berikut: 1. Oleh karena sistem akuntansi biaya tradisional didesain untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan dagang tidak dapat memanfaatkan akuntansi biaya untuk merencanakan dan mengimplementasikan program pengurangan biaya dan perhitungan object cost secara akurat. 2. Oleh karena fokus biaya tradisional adalah hanya pada biaya produksi, biaya-biaya di luar produksi (seperti biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum) yang mulai signifikan jumlahnya tidak mendapatkan perhatian yang memadai dari manajemen. 3. Oleh karena akuntansi biaya tardisional pada penyediaan informasi biaya bagi pihak luar perusahaan, manajemen tidak memperoleh informasi biaya untuk pengelolaan perusahaan dan informasi tentang biaya produk yang akurat. 4. Oleh karena pengendalian biaya melalui sistem biaya standar hanya difokuskan terhadap biaya produksi, lebih spesifik lagi terhadap biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sistem pengendalian biaya seperti tidak baik untuk perusahaan yang memiliki biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang proporsinya tidak signifikan dibandingkan dengan total biaya pembuatan produk. 5. Pengaitan biaya dengan responsive manager dan pembandingan biaya sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan per pusat pertanggung jawaban, serta analisis terhadap penyimpangan biaya yang terjadi tidak dapat menunjukkan penyebab terjadinya penyimpangan biaya yang terjadi. 6. Akuntansi biaya tradisional menggunakan allocation intensive dalam memperlakukan overhead pabrik sehingga cost produk yang dihasilkan tidak akurat, karena alokasi menggunakan dasar yang sembarang. 7. Dalam lingkungan bisnis di dalamnya customer dominan, biaya-biaya yang menjadi pilihan customer menjadi meningkat, seperti biaya set up mesin karena semakin pemilihnya sifat customer. Kelemahan traditional costing method menurut Garrison and Noreen (2006:442-443): 1. Untuk biaya nonproduksi, akuntansi biaya tradisional hanya membebankan ke produk. Beban penjualan, umum dan administrasi diperlakukan sebagai beban periodik dan tidak dibebankan ke produk. 2. Untuk biaya produksi dan perhitungan biaya berdasarkan proses, akuntansi tradisional membebankan semua biaya produksi ke produk, bahkan biaya produksi yang tidak disebabkan oleh produk. Sebagai contoh, sebagian upah untuk keamanan pabrik akan dialokasikan ke produk meskipun upah penjaga keamanan tersebut sama sekali tidak terpengaruh apakah perusahaan berproduksi atau tidak. 3. Untuk biaya kapasitas tak terpakai, akuntansi biaya tradisional menghitung tarif overhead yang ditentukan di muka dihitung dengan membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang dianggarkan seperti jam kerja langsung. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tradisional costing method memang lebih mudah diterapkan dan sesuai dengan pronsip akuntansi yang berlaku umum, namun akuntansi tradisional membebankan semua biaya produksi ke produk, bahkan biaya produksi yang tidak disebabkan oleh produk yang pada akhirnya menyebabkan terdistorsinya biaya. D. Pengertian Sistem Activity Based Costing Istilah activity costing bukanlah istilah yang baru. Staubus di tahun 1971 telah menulis buku berjudul ”Activity Cost and Input Output Accounting”. Dalam bukunya tersebut Ia menyatakan bahwa ”activity accounting is essential to cost control” (Staubus, 1971:11) dalam Basuki (2001:180). Bahkan Vater (1954) yang juga dikutip oleh Staubus (1971:11) dalam Basuki (2001:180), menyatakan ”cost must be related to things being done, and this largely a matter of setting against decisions” (huruf tebal dari penulis, Basuki). Berdasarkan situasi tersebut sebetulnya jauh di tahun 1954, Vater sudah berusaha mengkaitkan antara biaya dengan sesuatu aktivitas yang dilakukan. Kemudian pada tahun 1987, penetapan biaya berdasarkan aktivitas didefinisikan dengan jelas pertama kali oleh Robert S. Kaplan dan W. Burns dalam buku mereka akuntansi dan manajemen ”A field Study Perspective” dalam Basuki (2001:180). Fokus mereka adalah pada lingkungan manufaktur di mana peningkatan teknologi dan perbaikan produktivitas relatif telah mengurangi proporsi biaya tenaga kerja langsung dan bahan, tetapi relatif meningkatkan proporsi biaya tidak langsung. Sebagai contoh, peningkatan otomasi telah mengurangi penggunaan tenaga kerja yang merupakan biaya langsung, namun juga meningkatkan depresiasi yang merupakan biaya tidak langsung. Dalam sejarah perkembangan pemikiran akuntansi, sistem ABC merupakan sistem tercepat yang diterapkan oleh para praktisi sejak ide sistem tersebut dikemukakan pada akhir tahun 1989 oleh Robert S. Kaplan dan Robin Cooper. Survey terhadap 179 perusahaan di Inggris oleh Nicholls yang dilakukan pada Mei 1990-Januari 1991 menunjukan bahwa 10% telah menerapkan ABC secara utuh, 18% telah menerapkan sebagai pilot project, 62% mempelajari ABC dalam rangka penerapannya, 5% sedang menerapkan, dan 5% sisanya tidak berminat menerapkannya (Nicholls, 1992:22) dalam Basuki (2001:180). Survey ini memperkuat penelitian oleh Bailey (1991) yang menyatakan bahwa sejak November 1988-Juli 1990 sudah 10 perusahaan besar di Inggris menerapkan sistem ABC, walaupun beberapa di antaranya adalah perusahaan Amerika Serikat, seperti IBM dan Hewlett-Packard (Basuki, 2001:180). Kondisi saat dan tempat lahirnya sistem activity based costing mengakibatkan sistem tersebut hanya akan memberikan manfaat optimum bila diterapkan pada kondisinya. Kondisi ini disebut dengan ”conventional wisdom” yaitu keadaan yang menyebabkan lahirnya ABC dan merupakan keadaan yang paling cocok untuk ABC diterapkan (Basuki, 2001:182). The conventional wisdom tersebut adalah sebagai berikut: 1. Operasi perusahaan mempunyai upah langsung antara 5-10% dari total biaya produksi. 2. Tenaga kerja langsung rendah, variasi dan kompleksitas produk tinggi. 3. Diversitas volume produksi tinggi, dan terdapat diversitas ukuran bahan dan set up. 4. Biaya overhead sangat tinggi karena adanya otomatisasi dan proses produksi yang dipandu komputer (computer-aided production). Berbeda dengan kondisi conventional wisdom, perusahaan di Indonesia mempunyai kondisi yang berbeda dengan yang disyaratkan ABC. Kondisi yang akan sering ditemukan di banyak perusahaan di Indonesia adalah tenaga kerja langsung tinggi, overhead rendah sampai menengah, dan penggunaan komputer teknologi dalam proses belum banyak digunakan. Walaupun terdapat perbedaan situasi antara kondisi perusahaan di Indonesia dengan conventional wisdom, penerapan sistem ABC di Indonesia diharapkan mampu memberikan informasi biaya yang lebih akurat, dapat dipercaya, dan lebih relevan sehingga mampu memberikan informasi biaya bagi manajemen untuk pengambilan keputusan. Perlu diingat, bahwa sistem ABC bukan hanya sekedar sistem biaya, melainkan juga sistem manajemen. Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak sumber daya manusia dan industrinya sedang bergerak ke arah teknologi tinggi. Oleh karena itu, akan sangat beruntung bagi Indonesia bila dapat menikmati keunggulan sistem ABC yang sudah dinikmati negara-negara maju, sehingga Indonesia akan dapat bersaing dengan mereka, atau paling tidak untuk survive dalam pasar global. Inilah alasan mengapa peneliti memilih sistem activity based costing untuk penelitiannya. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:24) activity based costing adalah metode membebankan biaya aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya, dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya pemakaian aktivitas, serta untuk mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas yang terkait dengan proses dan objek biaya. Menurut Carter dan William (2009:528) perhitungan biaya berdasarkan aktivitas didefinisikan sebagai suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar yang mencakup satu atau lebih faktor yang berkaitan dengan volume. Dibandingkan dengan akuntansi biaya tradisional, activity based costing mencerminkan penerapan penelusuran biaya yang lebih menyeluruh. Menurut Amin Widjaja (2009:80) perhitungan biaya berdasar aktivitas adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Biaya dari sumber daya dibebankan ke aktivitas berdasarkan aktivitas yang menggunakan sumber daya (penggerak konsumsi sumber daya) dan biaya dari aktivitas dibebankan ke objek biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya (penggerak konsumsi aktivitas). Activity based costing membebankan biaya overhead pabrik ke objek biaya seperti produk atau jasa dengan mengidentifikasi sumber daya dan aktivitas juga biayanya serta jumlah yang dibutuhkan untuk memproduksi output. Penggunaan penggerak biaya konsumsi sumber daya dapat membantu perusahaan menentukan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dan menghitung biaya dari suatu unit aktivitas. Kemudian perusahaan membebankan biaya dari suatu aktivitas ke produk atau jasa dengan mengalikan biaya dari setiap aktivitas dengan junlah aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap objek biaya. Menurut Garrison and Noreen (2006:440) perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) adalah metode perhitungan biaya (costing) yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk keputusan strategis dan keputusan lainnya yang mungkin akan mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap. Dari keempat definisi di atas, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan activity based costing adalah suatu sistem perhitungan biaya dengan penjumlahan seluruh biaya yang dari hasil memproduksi barang dan jasa yang jumlahnya lebih dari satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam pengambilan keputusan. Tujuan dari sistem perhitungan biaya tradisional adalah untuk menilai secara tepat persediaan dan harga pokok penjualan untuk pelaporan eksternal, sedangkan tujuan dari perhitungan biaya berdasarkan aktivitas adalah untuk memahami overhead dan profitabilitas produk dan konsumen. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:25) komponen utama yang membentuk activity based costing adalah sumber daya (resources); pemicu konsumsi sumber daya (resources driver); aktivitas (activity); pemicu aktivitas (activity driver); objek biaya (cost objects). Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Sumber daya (resources), adalah segala unit ekonomi yang digunakan perusahaan untuk mengadakan aktivitas, seperti: bahan baku, tenaga kerja, perlengkapan yang digunakan dan faktor produksi lainnya. 2. Pemicu konsumsi sumber daya (resources driver), dasar yang digunakan untuk melacak sumber daya yang digunakan di dalam setiap aktivitas. Atau ukuran kuantitas dari sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu aktivitas, contoh luas ruangan yang disewa untuk setiap aktivitas, jumlah jam kerja yang dihabiskan untuk setiap aktivitas. 3. Aktivitas (activity), suatu unit dasar pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan membantu perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan bagi manajemen. Jumlah biaya aktivitas ditentukan dengan melacak sumber daya yang dipakai oleh aktivitas dengan pemicu konsumsi sumber daya. Aktivitas sangat dibutuhkan untuk membebankan biaya ke objek biaya, dikenal dengan aktivitas biaya yang dihubungkan dengan faktor pemicu biaya (cost driver). 4. Pemicu aktivitas (activity driver), suatu ukuran frekuensi dan intensitas dari permintaan akan suatu aktivitas oleh suatu produk atau jasa layanan. Pemicu aktivitas ini sama seperti pemicu sumber daya guna melacak biaya aktivitas ke objek biaya, yang dipakai untuk membebankan biaya ke produk atau jasa layanan. 5. Objek biaya (cost objects), adalah tempat biaya di mana biaya atau aktivitas diakumulasikan atau diukur. Objek biaya dapat berupa pelanggan, produk, jasa layanan, kontrak, proyek, atau unit kerja lain yang memerlukan pengukuran biaya tersendiri. Ada beberapa tahapan penerapan activity based costing menurut Bastian dan Nurlela (2009:26), yaitu: 1. Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas. a. Aktivitas tingkat unit. b. Aktivitas tingkat batch. c. Aktivitas tingkat produk. d. Aktivitas tingkat pelanggan. e. Aktivitas pemeliharaan organisasi. 2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya. 3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas. 4. Menghitung tarif aktivitas. 5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas. 6. Menyiapkan laporan untuk manajemen. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas. Tahapan utama dan pertama dalam menerapkan activity based costing (ABC) adalah mengidentifikasi aktivitas yang menjadi dasar sistem tersebut. Tahapan ini mungkin sulit dilakukan, karena memakan waktu dan membutuhkan pertimbangan yang cukup rumit. Prosedur umum yang dilakukan pada tahap ini, dengan melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat atau semua tingkat supervisi atau semua manajer yang menimbulkan overhead dan meminta mereka untuk menggambarkan aktivitas utama yang mereka lakukan, biasanya akan diperoleh catatan aktivitas yang cukup beragam dan rumit. Adapun aktivitas yang cukup beragam tersebut, dapat digabungkan menjadi lima tingkat aktivitas, yaitu aktivitas tingkat unit; batch; produk; pelanggan; dan pemeliharaan organisasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Aktivitas tingkat unit. Dilakukan oleh setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit bersifat proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi. Contoh: biaya pekerja untuk operator peralatan produksi, ini menjadi aktivitas tingkat unit, karena pekerja tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit produksi. b. Aktivitas tingkat batch. Dilakukan setiap batch yang diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang terdapat dalam batch tersebut. Contoh: membuat pesanan pelanggan, penataan peralatan, pengaturan pengiriman pesanan pelanggan, ini merupakan aktivitas tingkat batch. Biaya tingkat batch lebih tergantung pada jumlah batch yang dihasilkan, bukan jumlah unit yang diproduksi, jumlah unit yang dijual atau ukuran lainnya. c. Aktivitas tingkat produk. Aktivitas ini berkaitan dengan produk yang spesifik dan umumnya dikerjakan tanpa memperhatikan berapapun unit yang diproduksi atau berapapun batch yang dihasilkan atau dijual. Contoh: biaya perancangan produk, biaya untuk mengiklan produk, biaya gaji staf dan manajer produksi. d. Aktivitas tingkat pelanggan. Aktivitas ini berkaitan dengan pelanggan yang spesifik meliputi aktivitas menelepon pelanggan dalam rangka penjualan, pengiriman katalog, dukungan teknis purna jual yang untuk semua produk e. Aktivitas pemeliharaan organisasi. Aktivitas ini dilakukan tanpa memperhatikan produk apa yang diproduksi, berapa unit yang dibuat, berapa batch yang dihasilkan dan pelanggan mana yang dilayani. Contoh: aktivitas kebersihan kantor, pengadaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman dan penyusunan laporan keuangan untuk internal maupun eksternal. Penggabungan aktivitas dalam sistem ABC, setiap aktivitas harus dikelompokkan dalam tingkatan yang sesuai, dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas yang mempunyai korelasi yang tinggi dalam satu tingkat. Contoh: jumlah pesanan pelanggan yang diterima akan memiliki korelasi yang tinggi dengan jumlah pengiriman berdasarkan pesanan pelanggan, sehingga kedua aktivitas tingkat batch ini dapat digabung, tanpa mengurangi keakuratannya. Gabungan dari biaya overhead yang berhubungan dengan aktivitas yang sama dikenal dengan cost pool, yang akan digunakan untuk menghitung tarif pembebanan ke setiap aktivitas. 2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya. Tahap kedua dalam menerapkan sistem ABC adalah sejauh mungkin menelusuri biaya overhead secara langsung ke objek biaya, yang menyebabkan timbulnya biaya, kemudian menentukan pemicu biayanya, seperti produk, pesanan pelanggan, dan pelanggan. 3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas. Pada umumnya biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi perusahaan berdasarkan departemen atau divisi, di mana biaya tersebut terjadi. Tetapi pada beberapa kasus ada beberapa atau semua biaya bisa ditelusuri langsung ke pool biaya aktivitas, seperti: pemrosesan pesanan, di mana semua departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas ini. Dalam sistem ABC sangat umum overhead terkait dengan beberapa aktivitas. Untuk kondisi seperti tersebut, biaya departemen dapat dibagi ke beberapa kelompok atau pool aktivitas dengan menggunakan proses alokasi tahap pertama, yaitu membebankan overhead ke pool biaya aktivitas. 4. Menghitung tarif aktivitas. Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke produk dihitung, dengan menentukan total aktivitas sesungguhnya yang diperlukan untuk mmeproduksi bauran produk dan untuk melayani pelanggan yang saat ini. Kemudian menentukan tarif aktivitas dengan membagi total biaya pool aktivitas masing-masing aktivitas dengan total pemicu aktivitas. Tarif pembebanan / pool rate = total biaya pool aktivitas Total pemicu aktivitas 5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas. Langkah berikut dalam penerapan sistem ABC disebut alokasi tahap kedua, di mana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk atau pelanggan dengan cara mengalikan tarif pool aktivitas dengan ukuran aktivitas yang dikonsumsi masing-masing produk atau jasa layanan. Pembebanan = pool rate x jumlah aktivitas yang dikonsumsi 6. Menyiapkan laporan untuk manajemen. Tahap ini adalah tahap laporan yang disusun, dengan menggabungkan bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead yang ke produk atau jasa layanan berdasarkan aktivitas. Activity based costing merupakan suatu sistem perhitungan biaya dengan penjumlahan seluruh biaya akuntansi yang memproduksi barang dan jasa yang jumlahnya lebih dari satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam pengambilam keputusan. ABC dapat dijadikan salah satu alternatif referensi oleh pengelola perusahaan untuk dapat mengidentifikasi berbagai biaya yang terserap pada produk. Sistem ABC berusaha menelusuri seluruh biaya yang terserap dalam pelaksanaan produksi sampai produk dapat dipasarkan. Pada intinya sistem ABC menguraikan berbagai biaya yang belum jelas pengalokasiannya yang dalam hal ini penekanannya pada biaya overhead yang biasanya sangat sulit mengidentifikasikannya dan dengan teridentifikasinya seluruh biaya maka diharapkan biaya per produk telah dapat mencerminkan seluruh biaya yang terserap pada produk tersebut. E. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing Walaupun activity based costing (ABC) terlihat lebih unggul dari sistem biaya tradisional, ABC tetap memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan ABC menurut Bastian dan Nurlela (2009:29), yaitu para manajemen puncak akan setuju menerapkan suatu sistem yang baru di lingkungan organisasi mereka, jika mereka percaya bahwa mereka akan memproleh manfaat yang lebih, jika dibandingkan dengan sistem yang lama. Manfaat yang diperoleh dalam penerapan activity based costing menurut Bastian dan Nurlela (2009:29) adalah ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat, dapat memperbaiki pengambilan keputusan, dan memungkinkan manajemen melakukan perbaikan secara terus menerus. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Activity based costing (ABC) menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas, membantu manajemen untuk menigkatkan nilai produk dan nilai proses dengan membuat keputusan yang lebi baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih akurat dan membantu perkembangan proyek-proyek yang meningkatkan nilai. 2. Memperbaiki kualitas pengambilan keputusan. Para manajemen puncak yang telah menerapkan activity based costing, percaya bahwa semakin akurat perhitungan biaya atau jasa layanan yang digunakan activity based costing, akan mengurangi kemungkinan kesalahan dalam pengambilan keputusan. 3. Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan secara terus menerus. Banyak perushaan berusaha untuk mengurangi biaya, guna menawarkan produk atau jasa layanan beraneka akan meningkatkan biaya. Dengan menggunakan activity based costing, biaya yang dikeluarkan akan terlihat dengan jelas pada setiap aktivitas di mana biaya yang tidak mempunyai nilai tambah bagi pelanggan dapat dieliminasi lebih cepat. Kelebihan activity based costing menurut William dan Carter (2009:545) adalah sebagai berikut: 1. Activity based costing (ABC) mengharuskan manajer melakukan perubahan radikal dalam cara berfikir mereka mengenai biaya 2. ABC mengharuskan manajer melakukan perubahan radikal dalam cara berfikir mereka mengenai biaya. Misal, pada awalnya sulit bagi manajer untuk memahami bagaimana ABC dapat menunjukan bahwa produk bervolume tinggi ternyata merugi padahal analisis margin kontribusi menunjukkan bahwa harga jual melebihi biaya produksi variabel. 3. ABC berusaha untuk menunjukkan konsumsi sumber daya jangka panjang dari setiap produk, namun tidak memprediksikan berapa banyak pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh keputusan tertentu. 4. ABC menunjukkan seberapa banyak aktivitas tingkat batch dan tingkat produk yang didedikasikan untuk setiap produk dan bukan seberapa banyak penghematan yang akan terjadi jika lebih sedikit produk atau batch diproduksi. Kelebihan sistem ABC menurut Blocher (2006:232) adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran profitabilitas yang lebih baik. Activity based costing menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, mengarahkan pada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan keputusan strategis yang diinformasikan dengan lebih baik tentang penetapan harga jual, lini produk, dan segmen pasar. 2. Keputusan dan kendali yang lebih baik. Activity based costing menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas. 3. Informasi yang lebih baik untuk mengendalikan biaya kapasitas. Activity based costing membantu manajer mengendalikan biaya kapasitas yang tidak terpakai. mengidentifikasi dan Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai kelebihan activity based costing (ABC), maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang menerapkan ABC akan mampu memperbaiki mutu pengambilan keputusan, memungkinkan manajemen melakukan perbaikan terus menerus terhadap aktivitas untuk mengurangi biaya overhead, serta memberikan kemudahan dalam penentuan biaya relevan. Pada akhirnya ABC mampu menyediakan informasi biaya berdasarkan aktivitas untuk memungkinkan manajemen dan karyawan melakukan manajemen berbasis aktivitas (activity based management-ABM). Kelemahan activity based costing (ABC) menurut Bastian dan Nurlela (2009:30), adalah penerapan ABC yang lebih mahal; sulitnya merubah pola kebiasaan manajer; mudahnya data ABC disalah artikan; dan bentuk laporan yang kurang sesuai. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Dibandingkan sistem biaya tradisional yang hanya membebankan biaya cukup satu pemicu biaya seperti jam kerja langsung, ABC membutuhkan berbagai ukuran aktivitas yang harus dikumpulkan, diperiksa, dan dimasukkan dalam sistem, mungkin kurang sebanding dengan tingkat keakuratan yang didapat yang pada akhirnya mengakibatkan biaya yang tinggi. 2. Sulitnya merubah pola kebiasaan manajer. Merubah pola kebiasaan manajer membutuhkan waktu penyesuaian, karena para manajer sudah terbiasa menggunakan sistem biaya tradisional dalam operasinya dan juga digunakan sebagai evaluasi kinerja, maka dengan perubahan pola ini kadangkala mendapat perlawanan dari para karyawan. Jika hal ini terjadi maka penerapan sistem ABC akan mengalami kegagalan. 3. Mudahnya data activity based costing disalah artikan. Dalam praktek, data ABC dengan mudah disalah artikan dan harus digunakan secara hati-hati, ketika pengambilan keputusan. Biaya yang dibebankan ke produk, pelanggan dan objek biaya lainnya hanya dilakukan bilamana secara potensial relevan. Sebelum mengambil keputusan yang signifikan dengan menggunakan data ABC, para pengambil keputusan harus dapat mengidentifikasi biaya mana yang betulbetul relevan dengan keputusan saat itu. 4. Bentuk laporan kurang sesuai. Umumnya laporan yang disusun dengan menggunakan ABC tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Konsekuensi perusahaan yang menerapkan ABC harus menyusun laporan biaya yang berlainan satu untuk internal dan satu lagi untuk pelaporan eksternal, hal ini membutuhkan waktu biaya tambahan. Kelemahan activity based costing menurut Blocher (2006:233), adalah alokasi; mengabaikan biaya; mahal dan menghabiskan waktu. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Tidak semua biaya memiliki penggerak biaya konsumsi sumber daya atu aktivitas yang tepat atau tidak ganda. Beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume yang arbitrer sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contohnya adalah biaya pendukung fasilitas seperti biaya sistem informasi, gaji manajer pabrik, asuransi pabrik, dan pajak bumi dan bangunan untuk pabrik. 2. Mengabaikan biaya. Biaya produk atau jasa yang diidentifikasi sistem ABC cenderung tidak mencakup seluruh biaya yang berhubungan dengan produk atau jasa tersebut. Biaya produk atau jasa biasanya tidak termasuk biaya untuk aktivitas seperti pemasaran, pengiklanan, penelitian, dan pengembangan, dan rekayasa produk, meski sebagian dari biaya-biaya ini dapat ditelusuri ke suatu produk atau jasa. Biaya produk tidak termasuk biaya-biaya ini karena prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk pelaporan keuangan mengharuskan biaya-biaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periodik. 3. Mahal dan menghabiskan waktu. Perhitungan biaya berdasar aktivitas tidak murah dan membutuhkan waktu yang banyak untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Untuk perusahaan dan organisasi yang telah menggunakan system perhitungan biaya tradisional berdasarkan volume, pelaksanaan suatu sistem baru cenderung sangat mahal. Lagipula, seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif, biasanya diperlukan waktu setahun atau lebih untuk mengembangkan dan melaksanakan activity based costing dengan sukses. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan sistem ABC memerlukan biaya yang mahal, oleh karena itu perusahaan yang akan menerapkan sistem ini perlu mempertimbangkan biaya dan manfaatnya (cost and benefit). Di samping itu seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa ABC diperlukan oleh perusahaan yang memiliki diversifikasi produk yang tinggi. Jadi jika menghasilkan produk tunggal penggunaan ABC ini tidak efisien, karena semua biaya dalam hubungannya dengan produk merupakan biaya langsung. F. Perbedaan Traditional Costing Method dengan Activity Based Costing Terdapat perbedaan mendasar antara traditional costing method dengan activity based costing menurut Carter & Usry (2006:499) antara lain: 1. Activity based costing (ABC) menggunakan cost driver lebih banyak dibandingkan traditional costing method yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit, sehingga ABC mempunyai tingkat ketelitian lebih tinggi dalam penentuan harga pokok produk bila dibandingkan dengan sistem tradisional. 2. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan berapa besar overhead pabrik yang akan dialokasikan pada suatu produk tertentu. Traditional costing method mengalokasikan biaya overhead berdasarkan satu atau dua basis alokasi saja. 3. Fokus ABC adalah pada biaya, mutu, dan faktor waktu, sedangkan traditional costing concept lebih mengutamakan pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba. Sistem tradisional dapat mengukurnya dengan cukup akurat. Tetapi apabila traditional costing method digunakan untuk penetapan harga pokok dan untuk mengidentifikasikan produk yang menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat dipercaya dan diandalkan. 4. ABC membagi konsumsi overhead dalam 4 (empat) kategori yaitu: unit, batch, produk, dan fasilitas. Traditional costing method membagi biaya overhead dalam unit yang lain. Perbedaan antara perhitungan traditional costing method dengan activity based costing menurut Amin Widjaja (2009:100) antara lain: 1. Activity based costing mengunakan penggerak biaya berdasarkan aktivitas (termasuk yang berdasarkan volume maupun yang tidak berdasarkan volume), sedangkan traditional costing method menggunakan penggerak biaya berdasarkan volume. 2. ABC membebankan biaya overhead pertama ke pusat biaya aktivitas dan kedua ke sebelum produk atau jasa, sedangkan traditional costing method membebankan biaya overhead pertama ke departemen dan kedua ke produk atau jasa. 3. ABC fokus pada pengelolaan proses dan aktivitas serta pemecahan masalah lintas fungsional, sedangkan traditional costing method fokus pada pengelolaan biaya departemen fungsional atau pusat pertanggungjawaban. Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai perbedaan sistem activity based costing dengan traditional costing method maka dapat disimpulkan bahwa ABC memiliki beberapa keunggulan yaitu ABC membagi konsumsi overhead ke dalam empat kategori yaitu unit, batch, produk, dan fasilitas. Fokus ABC adalah pada biaya, mutu, dan faktor waktu, sedangkan traditional costing method lebih mengutamakan pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba. G. Prosedur Pembebanan Biaya Dua Tahap Pembebanan biaya dua tahap (two stage cost assigment) membebankan biaya sumber daya seperti biaya overhead pabrik ke pusat biaya aktivitas atau tempat penampungan biaya dan kemudian ke objek biaya untuk menentukan jumlah biaya sumber daya bagi setiap objek biaya. Sistem perhitungan biaya berdasarkan tradisional membebankan biaya overhead pabrik pertama, ke tempat penampungan biaya departemen atau pabrik, dan kedua ke produk atau jasa. Meskipun demikian, prosedur pembebanan biaya tradisional kemungkinan mendistorsi biaya produk atau jasa. Distorsi akan semakin serius khususnya ketika bagian yang penting dari biaya overhead pabrik tidak terkait dengan volume output dan perusahaan memproduksi produk dengan kombinasi yang beragam dengan perbedaan pada volume, ukuran, atau kompleksitas. Prosedur dua tahap traditional costing method dapat di lihat dalam gambar 2.2 berikut ini: Resources Direct Materials and Direct Labor Fisrt Stage: Direct materials and labor assigned to cost object; overhead costs assigned to department directly or aggregated to plant Indirect Cost (Overhead) Costs Pools: The plant or the deparment in the plant Second Stage: Plant level or department costs assigned to costs objects using volumebased costs drivers. Cost Object Sumber: Blocher (2008:123) Gambar 2.2 The Volume-Based Two-Stage Procedure Sistem activity based costing (ABC) berbeda dari sistem perhitungan biaya tradisional dalam hal menelusuri penggunaan sumber daya pada aktivitas dan mengaitkan biaya aktivitas pada produk, jasa, atau pelanggan (Blocher, 2006:224). Tahap pertama membebankan biaya overhead pabrik ke aktivitas atau pusat biaya aktivitas. Tahap kedua membebankan biaya dari aktivitas atau tempat penampungan biaya aktivitas ke objek biaya dengan menggunakan penggerak biaya konsumsi aktivitas yang tepat yang mengukur permintaan objek biaya yang ditempatkan pada aktivitas atau tempat penampungan aktivitas. Prosedur alokasi dua tahap dalam ABC mengidentifikasi dengan jelas biaya-biaya dari aktivitas suatu perusahaan. Pembebanan biaya aktivitas ke objek biaya menggunakan suatu ukuran atau ukuran-ukran yang mencerminkan permintaan objek biaya atas aktivitas perusahaan. Dengan demikian, ABC melaporkan biaya produk atau jasa dengan lebih akurat dibandingkan dengan sistem biaya tradisional. Prosedur dua tahap ABC dapat di lihat dalam gambar 2.3 di bawah ini: Resources Direct Materials and Direct Labor Fisrt Stage: Direct materials and labor assigned to cost objects; overhead costs assigned to activities using resources consumption cost drivers Second Stage:Activity cost pools assigned to cost objects using activity consumption cost drivers Indirect Cost (Overhead) Costs Pools: The activities in the plant Costs Object Sumber: Blocher, 2008:123 Gambar 2.3 The Activity-Based Two-Stage Procedure H. Kerangka Pemikiran Industri yang akan diteliti pada penelitian ini adalah industri jasa. Industri jasa adalah suatu jenis usaha yang outputnya berupa pelayanan kepada pelanggan. Objek yang akan diteliti untuk industri jasa adalah tarif kamar rawat inap pada sebuah rumah sakit. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian tentang penerapan activity based costing apakah dapat lebih akurat dalam menghitung biaya produksi dibanding dengan tradisional costing concept. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kerangka pemikiran sebagai berikut: Metode Perhitungan Biaya Activity Based Costing Traditional costing concept Perbandingan Keunggulan Kelemahan Keputusan Manajemen Gambar 2.4 Model Kerangka Pemikiran I. Penelitian Terdahulu Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Tahun 1 Mehmet C. Kocakulah, Ph.D. (2007) Judul Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian Using Activity-Based Costing (ABC) to Measure Profibility on a Commercial Loan Portofolio Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Mehmet C. Kocakulah dengan penelitian sekarang adalah samasama menggunakan activity based costing dalam sistem perhitungan biaya. Penelitian yang dilakukan oleh Mehmet C. Kocakulah dilakukan pada industri perbankan sedangkan penelitian sekarang dilakukan pada industri jasa. ABC mampu memberikan informasi yang akurat mengenai biaya dan profitabilitas, sehingga manajemen dapat mengambil keputusan untuk meningkatkan keuntungannya. Tabel 2.2 (Lanjutan) 2 Nunik L. D (2007) ABC Sistem: Sistem Biaya dalam Mengatasi Kelemahan/Kekurangan Sistem Biaya Tradisional. 3 Charoline Cheisviyany (2007) Penerapan Activity Based Costing untuk Analisis Profitabilitas Pelanggan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Nunik L. D dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan variabel activity based costing dan traditional costing concept. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Charoline dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan activity based costing untuk membebankan biaya aktivitas Penelitian Nunik adalah penelitian kepustakaan sedangkan penelitian sekarang adalah penelitian lapangan pada dua jenis industri yang berbeda. ABC sistem membantu sistem biaya tradisional dalam menentukan biaya overhead agar lebih tepat dan akurat yaitu dengan cara penentuan biaya atas dasar aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk dan jasa. Penelitian Charoline membahas tentang penerapan ABC pengaplikasian konsep customer relationship management (CRM) dalam menganalisa Secara jangka panjang analisis ini dapat memberikan future growth bagi perusahaan dengan pencapaian visi dan misi. Tabel 2.2 (Lanjutan) 4 Aristanti Widyaningsih (2009) Peranan dan Kendala Penerapan Activity Based Costing (ABC) dalam industri jasa pada produk. Persamaan lainnya dengan penelitian sekarang adalah sama-sama menggunakan metode field research. Persamaan penelitian Aristanti dengan penelitian sekarang adalah sama-sama meneliti peranan ABC pada industri jasa. profitabilitas. Penelitian Aristanti menggunakan activity based management, total quality of management, serta strategi kualitas untuk mendukung penelitian ABC nya. Pada intinya dapat disimpulkan bahwa ABC tidak hanya dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur tetapi juga dapat diterapkan pada industri jasa. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Jenis penelitian pada penelitian ini adalah studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing (ABC) pada jenis industri jasa. Industri jasa yang akan diteliti adalah RS. Prikasih yang beralamat di Jl. Fatmawati No. 74 Jakarta Selatan dengan objek penelitian penentuan tarif kamar rawat inap. Data yang dibutuhkan untuk penelitian ABC ini adalah laporan laba rugi untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2009, direct cost, direct labor, dan biaya overhead yang terkait dengan kamar rawat. B. Metode Pengumpulan Data Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan (field research) adalah metode pengumpulan data utama untuk penelitian kualitatif yang terdiri dari interview, observasi, dan analisis dokumen (Sujoko Efferin, 2004:137). 1. Interview/wawancara Interview dapat diartikan sebagai percakapan dengan tujuan tertentu (Burgess, 1984 dikutip oleh Mason, 1996 dalam Sujoko Efferin, 2004:138). Interview dapat pula dilakukan untuk mendapatkan data tentang suatu aktivitas yang telah usai. 2. Observasi Obervasi adalah kegiatan, di mana peneliti melibatkan dirinya secara langsung pada situasi yang diteliti secara sistematis mengamati berbagai dimensi yang ada termasuk interaksi, hubungan, tindakan, kejadian, dsb (Mason, 1996:60 dalam Sujoko Efferin, 2004:144). Dalam penelitian kali ini peneliti adalah pelaku sekaligus pengamat pada keterlibatan aktif. 3. Analisis Dokumen Analisis dokumen merupakan salah satu metode terpenting pada penelitian kualitatif untuk mendapatkan data yang berasal dari catatan-catatan tertulis. Dokumen juga dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan verifikasi maupun pembanding untuk data-data lainnya yang telah diperoleh melalui interview dan observasi. C. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Peneliti menganalisa seluruh data yang relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa catatan hasil interview, dokumen, serta laporan-laporan yang diberikan oleh perusahaan. Saat melakukan interview, observasi, dan analisis dokumen, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkannya untuk mengambil data yang dibutuhkan. Setelah data didapat kemudian dibandingkan dengan teori (theoritical comparison) yang digunakan dan ditariklah suatu kesimpulan sebagai hasil dari penelitian. Data dianalisis dengan menggunakan teori perhitungan activity based costing menurut Garrison dan Noreen (2006:438-487), meliputi: 1. Mengidentifikasi dan mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas. 2. Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya. 3. Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas. 4. Menghitung tarif aktivitas. 5. Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas. 6. Hubungan manfaat penerapan activity based costing dengan pengambilan keputusan manajemen yaitu keputusan operasional mengenai perbaikan biaya produksi. D. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Pengukurannya Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah activity based costing dan traditional costing concept untuk menentukan harga pokok produk. Dalam bagian ini, peneliti menguraikan definisi operasional variabel dan pengukuran masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Activity Based Costing Berdasarkan tinjauan literatur pada pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa activity based costing adalah adalah suatu sistem perhitungan biaya dengan penjumlahan seluruh biaya yang dari hasil memproduksi barang dan jasa yang jumlahnya lebih dari satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer dalam pengambilan keputusan. Dalam perhitungan sistem activity based costing biaya hanya dibebankan kepada produk apabila ada alasan yang mendasar bahwa biaya tersebut mempengaruhi produk yang dibuat. Pengukuran dilakukan dengan menghitung ulang harga pokok produk berdasarkan teori activity based costing dalam buku Garrison dan Noreen (2006). 2. Traditional Costing Concept Berdasarkan tinjauan literatur pada pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi biaya tradisional adalah pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa denagn cara-cara tertentu serta penafsiran-penafsiran terhadapnya atas nilai persediaan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi. Dalam perhitungan sistem tradisional memfokuskan pengendaliannya terhadap biaya dengan manajer yang mempunyai wewenang atas terjadinya biaya yang menyebabkan banyak biaya overhead pabrik yang tidak berhubungan denagn volume produk yang diproduksi. Akibatnya sistem akuntansi biaya tradisional dapat menghasilkan perhitungan yang terdistorsi. Pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah sistem perhitungan biaya yang digunakan oleh perusahaan selama ini. BAB IV PEMBAHASAN A. Company Profile Rumah Sakit Prikasih 1. Sejarah Perkembangan Rumah Sakit Prikasih Yayasan Putra Prikasih bertujuan membantu program pemerintah dibidang pelayanan kesehatan melalui usaha mengelola rumah sakit umum dan rumah sakit bersalin, mengelola apotek, poliklinik umum dan poliklinik spesialis serta usaha-usaha lain yang sah. Usaha tersebut dimulai dengan membuka Kelompok Praktek Bersama yang dibina mulai tahun 1984 dengan gedung dua tingkat di atas tanah seluas 3000 m yang beralamat di Jalan RS. Fatmawati No.74 Pondok Labu Cilandak Jakarta Selatan 12450. Izin prinsip diperoleh dari Kanwil Depkes DKI Jakarta dengan SK Nomor: 536/Kanwil/YKR-2.1/1984 tanggal 30 Januari 1985. Gedung tersebut diberi nama “Prikasih” untuk mengenang almarhumah Ibu Aminah Prikasih yaitu ibu dari keluarga para pendiri dengan harapan dapat mengembangkan usaha tersebut sehingga nama “Prikasih” tetap melekat abadi. Pada awal tahun 1987 diputuskan untuk meningkatkan Kelompok Praktek Bersama menjadi Rumah Sakit Umum Swasta dengan Izin prinsip dari Kakanwil Depkes DKI Jakarta dengan SK Nomor: 6.660/Kanwil/YKM-2/VII/87, dan pada pertengahan tahun 1996 dilakukan suatu “feasibility study” yang antara lain menunjukan bahwa RS. Prikasih memiliki fasilitas dan pelayanan yang mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan golongan menengah ke bawah yang saat itu masih terbuka luas. Untuk lebih menyikapi kebutuhan tersebut, sebagai tahap awal Rumah Sakit Prikasih melalakukan beberapa peningkatan fasilitas unit pelayanan seperti instalasi farmasi, ruang kantor, kamar jenazah, ruang laboratorium dan sebagainya dengan menyediakan 68 kamar tidur yang terus meningkat hingga saat ini telah mencapai 124 tempat tidur. Dalam hal ini rumah sakit telah pula menjadi anggota Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan (IRSJAM). Bersamaan dengan itu diproses izin penyelenggaraan perpanjangan I (pertama) rumah sakit dengan terbitnya Surat Keputusan Menkes & KesSos RI Nomor: YM.02.04.2.2.268 tentang pemberian izin tetap kepada PT. Putra Aminah Prikasih untuk menyelenggarakan rumah sakit umum dangan nama “Rumah Sakit Prikasih”. Selain pembenahan kesiapan fisik rumah sakit yang berkelas C+ ini, manajemen juga mempersiapkan sumber daya manusia dan melakukan perubahan kinerja ke arah yang lebih baik, antara lain dengan membuat prosedur yang lebih jelas, struktur organisasi yang lebih professional yang mengacu pada persyaratan akreditasi rumah sakit guna menunjukan eksistensi dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien. 2. Alamat Rumah Sakit Prikasih Jalan Rs. Fatmawati No. 74 Pondok Labu Jakarta Selatan Telp. (021) 75901174, 7501192, 7504667 (hunting), Fax. 750148 Email: [email protected] dan [email protected] 3. Visi dan Misi Rumah Sakit Prikasih Visi :“Menjadikan rumah sakit yang maju, mandiri, dan berkembang.” Misi :“Membantu pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan yang professional, bermutu dan terjangkau oleh masyarakat di wilayah Jakarta Selatan khususnya golongan menengah ke bawah.” 4. Motto Rumah Sakit Prikasih “Terbaik Bagi Anda. Terbaik Bagi Kami”, mengiringi langkah perusahaan dalam melaksanakan visi dan misi serta sebagai landasan kebangkitan perjuangan untuk mencapai era globalisasi. 5. Falsafah Rumah Sakit Prikasih Pendiri Rumah Sakit Prikasih bercita-cita mendirikan dan mengembangkan rumah sakit ini sebagai manifestasi kecintaan mereka kepada Ibunda Aminah Prikasih dengan mewujudkan keikhlasan, amal sholeh, dan dedikasi Beliau kepada masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah. Dibalik cita-cita tersebut terkandung keinginan untuk melestarikan nilai-nilai budaya tradisional masayarakat sekitar rumah sakit prikasih serta mengangkat mereka dengan sentuhan modernisasi di bidang kesehatan ke taraf yang sejajar dengan masyarakat yang lebih maju. 6. Tujuan Rumah Sakit Prikasih Terselanggaranya rumah sakit umum yang memberikan pelayanan kesehatan dasar dan spesifik yang ditunjang peralatan yang memadai dan berkualitas yang dapat diketengahkan. 7. Fasilitas dan Pelayanan Rumah Sakit Prikasih didukung oleh para dokter spesialis dari berbagai disiplin ilmu kedokteran, fasilitas pemeriksaan penunjang dan perawatan. a. Pelayanan gawat darurat (UGD) 24 jam b. Pelayanan rawat inap, terdiri dari kelas utama I, II, III A dan B meliputi: 1) Rawat inap umum 2) Rawat inap anak 3) Rawat inap isolasi 4) Rawat inap bersalin 5) Rawat inap bayi 6) Rawat pasca bedah dan non infeksius 7) Rawat inap semi intensif (HCU) c. Palayanan rawat jalan, terdiri dari pelayanan poliklinik meliputi: 1) Poliklinik anak (paeditrics) 2) Poliklinik kandungan dan kebidanan (obstetric & gynaecology) 3) Poliklinik penyakit dalam (internal medicine) 4) Poliklinik penyakit dalam ginjal & hipertensi 5) Poliklinik mata (opthalmology) 6) Poliklinik paru (pulmonology) 7) Poliklinik psikologi (psychology) 8) Poliklinik jiwa (psychiatry) 9) Poliklinik bedah umum (general surgery) 10) Poliklinik bedah plastic (plastic surgery) 11) Poliklinik bedah saluran kemih (urology) 12) Poliklinik bedah tulang (orthopaedic surgery) 13) Poliklinik bedah tumor (oncology) 14) Poliklinik bedah mulut (oral surgey) 15) Poliklinik gigi 16) Poliklinik jantung 17) Poliklinik THT 18) Poliklinik kulit dan kelamin 19) Poliklinik syaraf 20) Poliklinik konsultasi gizi 21) Poliklinik fisioterapi 22) Klinik klub hidup sehat d. Pelayanan dan fasilitas meliputi: 1) Pelayanan operasi 2) Pelayanan bersalin 3) Pelayanan instalasi farmasi 4) Pelayanan laboratorium klinik 24 jam 5) Pelayanan radiology (rontgen) 24 jam 6) Pelayanan penunjang diagnostic 7) Pelayanan medical check up (MCU) 8) Pelayanan optik 9) Pelayanan jenazah 10) Pelayanan rekam medik 11) Pelayanan ambulance 24 jam 12) Pelayanan kafetaria 13) Pelayanan ruang ibadah (mushola) 8. Kerjasama Perusahaan Pelanggan dengan Rumah Sakit Prikasih a. Kerjasama dengan Perusahaan Umum 1) Administrasi Medika (AdMedika), PT 2) Adira Mobilindo, PT 3) Dai Nippon Printing Indonesia (DNP), PT 4) Frisian Flag Indonesia, PT 5) Indocement Tunggal, PT 6) Megapolitan, PT 7) Metropolitan Kentjana (Unit Wisma Pondok Indah), PT 8) Mitra Keluarga Piranti Sehat, PT 9) Pertamina Tongkang, PT 10) PLN (Persero), PT 11) Purna Bina Indonesia, PT 12) Samsung Electronic Indonesia, PT 13) Samudera Indonesia, PT 14) Trakindo Utama, PT b. Kerjasama dengan Perusahaan Asuransi: 1) Mitra Keluarga Piranti Sehat, PT 2) Asih Eka Abadi, PT (Internasional SOS) 3) AXA Asisstance Indonesia 4) Asuransi Jiwa Austindo (As.Indrapura) 5) Bina Dana Artha Tbk, Asuransi PT 6) BNI Jiwasraya, Asuransi PT 7) Asuransi Manulife Inti (ING Aetna Life) 8) Eka Life, AJ PT 9) Ganesha Danamas, Asuransi PT 10) Global Asisstance 11) Lippo General Insurance Tbk, PT 12) Medexs Visi Medika, PT 13) Mitra Kesehatan Jaya 14) Multi Artha Guna, Asuransi PT 15) JPKM – Syahida 16) Sinar Mas AJ, PT 17) Tugu Mandiri AJ 18) Yankes Bank Mandiri 19) Medex Visi Medika 20) Mitra Kesehatan Jaya B. Perhitungan Konsep Biaya Traditional Menurut Rumah Sakit Rumah sakit sebagai organisasi sosial ekonomi memerlukan pembiayaan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kegiatannya tanpa meninggalkan ciri sosialnya. Rumah sakit harus bersifat sosial sehingga mampu dijangkau oleh masyarakat golongan ekonomi lemah, namun di lain pihak harus dikelola sedemikian rupa sehingga bertahan hidup dan mempertahankan kualitas pelayanannya. Saat ini masih banyak rumah sakit yang menggunakan sistem akuntansi tradisional dalam perhitungan biaya yang mana akan menghasilkan biaya yang terdistorsi. Hal ini mendorong seluruh elemen baik manajemen rumah sakit maupun stakeholder untuk menghitung secara riil berapa biaya pelayanan yang dibutuhkan sehingga bisa menjadi alat advokasi dalam pembiayaan pelayanan kesehatan. Rumah Sakit Prikasih adalah salah satu rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, lengkap, dan terjangkau karena RS. Prikasih tidak hanya memiliki fungsi komersial tetapi juga mengutamakan fungsi sosialnya. Ini merupakan tantangan bagi rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal dengan biaya yang seminimal mungkin khususnya mengenai pelayanan rawat inap. Menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), harga pokok pelayanan pasien adalah beban-beban yang timbul dari semua kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Harga pokok pelayanan pasien dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu: a. Biaya Langsung b. Tenaga Kerja Langsung c. Biaya Tidak langsung Penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Biaya langsung adalah biaya yang timbul dari penggunaan bahan-bahan yang terkait langsung dengan pemberian pelayanan pasien dalam rangka rawat inap, rawat jalan, penunjang medis dan pelayanan pasien lainnya. 1) Biaya langsung rawat inap Biaya rawat inap terdiri atas biaya bahan medis, makan dan minum pasien, biaya pemakaian paket perawatan. 2) Biaya langsung rawat jalan Biaya rawat jalan terdiri atas biaya bahan medis, linen, makan dan minum tenaga medis. 3) Biaya langsung penunjang medis Biaya penunjang medis terdiri atas biaya untuk pembelian oksigen, pembelian N2O, linen, pemeriksaan laboratorium. 4) Biaya langsung pelayanan pasien Biaya pelayanan pasien laboratorium, material unit. terdiri atas linen, pemeriksaan b. Tenaga kerja langsung adalah biaya yang timbul dari pembayaran tenaga kerja yang terkait langsung dengan pemberian pelayanan pasien dalam rangka rawat inap, rawat jalan, penunjang medis, dan pelayanan kesehatan lainnya. Tenaga kerja langsung terdiri atas: 1) Gaji tenaga medis seperti dokter dan perawat. 2) Insentif tenaga kerja lain yang terkait dengan pelayanan pasien, misalnya supir ambulance. c. Biaya tidak langsung adalah biaya yang timbul dari alokasi biaya aktiva tetap dan biaya pendukung lain dalam rangka pelayanan pasien, yaitu: 1) Penyusutan inventaris medis. 2) Penyusutan inventaris kendaraan. 3) Beban energi (BBM ambulance) Untuk pelayanan rawat inap Rumah Sakit Prikasih memiliki 4 jenis ruang rawat inap, yaitu: a. Ruang Rawat Umum, terdiri dari 1) kelas utama (Flamboyan) 2) kelas 1 (Mawar) 3) kelas II dewasa (Teratai) 4) kelas II anak (Teratai) 5) kelas III (Cempaka dan Melati) b. Ruang Rawat Khusus 1) ruang isolasi (Cempaka) 2) ruang rawat anak kelas III (Cempaka) 3) ruang rawat anak kelas III (Teratai) 4) ruang HCU (HCU) 5) ruang perinatal c. Ruang Rawat Bedah 1) kelas 1 (Anggrek) 2) kelas II A (Anggrek) 3) kelas II B (Anggrek) 4) kelas III (Anggrek) d. Ruang Rawat Bersalin 1) kelas 1 (Kenanga A) 2) kelas II (Kenanga B) 3) kelas III (Kenanga C) 4) kamar bayi Sampel pada penelitian ini adalah ruang rawat umum yang terdiri dari ruang Flamboyan, Mawar, Teratai, dan Melati. Ada hal yang menarik dalam pengakuan biaya yang dilakukan oleh Rumah Sakit Prikasih. Sesuai dengan kebijakan internalnya perusahaan menggunakan cost unit dan profit unit dalam mengakui biaya. Cost unit didasarkan pada unit penunjang umum dan profit unit didasarkan pada unit kamar rawat inap. Begitu pula dalam menetapkan tarif kamar rawat inap. Perusahaan tidak memiliki perhitungan baku yang menjadi dasar dalam penyusunan tarif. Manajemen hanya melakukan analisa terhadap faktor-faktor yang melatarbelakangi perusahaan dalam menyusun tarif. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi manajemen RS. Prikasih dalam menyusun sebuah tarif kamar rawat inap adalah sebagai berikut: a. Tarif kamar rawat inap tahun lalu Manajemen rumah sakit menyusun sebuah tarif, baik itu untuk rawat jalan maupun rawat inap adalah tiga bulan sebelum akhir tahun. Manejemen mempertimbangkan apakah pendapatan dari pembayaran kamar rawat inap tahun lalu mampu menanggung seluruh beban operasional yang terkait dengan kamar rawat. Dari analisa tersebut kemudian manajemen merencanakan anggaran tarif kamar rawat inap untuk tahun berikutnya. b. Kenaikan/penurunan inflasi Kenaikan/penurunan inflasi juga mempengaruhi penetapan tarif kamar rawat inap. Manajemen memperhatikan keadaan ekonomi yang terjadi sebelum menyusun anggaran. Jika terjadi kenaikan inflasi sebesar 10%, maka manajemen juga menyesuaikan anggaran tarif sebesar kenaikan inflasi tersebut. c. Hasil survey perusahaan terhadap rumah sakit pesaing Meskipun rumah sakit adalah sebuah organisasi non profit namun harus tetap mampu bersaing di pasaran. Perusahaan harus memiliki keunggulan dari pesaingnya serta harus memiliki strategi bagaimana cara supaya rumah sakit mampu menyediakan pelayanan terbaik tanpa harus memberatkan pasien dengan tarif yang tinggi. Hal ini tentunya agar perusahaan dapat melanjutkan life cyclenya. Kompetitor Rumah Sakit Prikasih dari lingkungan sekitar adalah: - Rs. Puri Cinere Alamat: Jl Maribaya Blok F2 No.1-10 Cinere-Limo Depok. - RSUD Fatmawati Alamat: Jl. RS Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan. Lokasi, Jakarta Selatan. Telpon, 021-7501524. - Rs. Marinir Cilandak Alamat: Jl. Raya Cilandak KKO, Pasar Minggu Jakarta Selatan. - Rs. Setia Mitra Alamat: Jl. RS Fatmawati No. 80-82, Jakarta Selatan. Lokasi, Jakarta Selatan. Telpon, 021-7656000, 021-7510567. d. Biaya per unit Biaya per unit menunjukan perincian biaya yang telah dikeluarkan perusahaan untuk setiap unitnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perusahaan menggunakan cost unit dan profit unit dalam mengakui biaya. Cost unit didasarkan pada unit penunjang umum yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan baik itu untuk biaya medis ataupun non medis dan profit unit didasarkan pada unit kamar rawat inap yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Sistem biaya tradisional menurut Bastian dan Nurlela (2009:23) adalah di mana biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik baik yang bersifat variabel maupun tetap, menjadi biaya produk. Sistem biaya tradisional mengasumsikan produk-produk dan volume produksi yang terkait merupakan penyebab timbulnya biaya, dengan kata lain sistem biaya tradisional membuat produk individual menjadi fokus dari sistem biaya. Berikut ini adalah perhitungan tarif kamar dengan menggunakan traditional costing method pada 4 jenis ruang rawat inap, yaitu ruang rawat inap Flamboyan, Mawar, Teratai, dan Melati. 1. Ruang Rawat Inap Flamboyan a. Biaya bahan medis Biaya bahan medis yang dibebankan ke pasien adalah Rp 1.828,57. Contoh biaya bahan medis yang dibebankan kepada pasien adalah penggunaan kapas antiseptik, perban pada area infuse, serta jarum suntik. b. Biaya makan dan minum pasien - Makan pagi - Makan siang - Makan malam Rp 10.531,7 Rp 10.531,7 Rp 10.531,7 Rp 31.593,1 c. Gaji perawat Ada 16 orang perawat yang dipekerjakan dalam kamar utama Flamboyan. gaji perbulan yang diterima tiap orang perawat adalah Rp 1.571.083,547. Jamsostek perbulan yang diterima tiap orang perawat adalah Rp 67.629,364. THR dan bonus yang diterima tiap orang perawat tiap tahunnya adalah Rp 2.202.352,063. Apabila THR dan bonus dialokasikan perbulan, maka THR dan bonus yang diterima oleh tiap orang perawat tiap bulan adalah Rp 183.529,338. Tabel 4.1 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat Kamar Flamboyan Per Jam Kerja Gaji pokok Rp 1.571.083,547 / 720 Jam Rp 2.182,06 /Jam Jamsostek Rp 67.629,364 / 720 Jam Rp 93,93 /Jam THR dan bonus Rp 183.529,338 / 720 Jam Rp 254,9 /Jam Total gaji dan tunjangan Rp 2.530,89 /Jam Sumber: Data di olah Tabel 4.1 di atas adalah perhitungan gaji dan tunjangan yang diterima tiap orang perawat kamar Flamboyan per jam kerja. Gaji pokok sebesar Rp 2.182,06/jam; jamsostek sebesar Rp 93,93/jam; serta THR dan bonus sebesar Rp 254,9/jam. Jadi total gaji dan tunjangan yang dikeluarkan untuk perawat Flamboyan per jam nya adalah Rp 2.530,89. Tabel 4.2 Jam kerja (Shift) Perawat Kamar Flamboyan Shift 1 2 3 Jam masuk 07.00 WIB 14.00 WIB 21.00 WIB Jam pulang 14.00 WIB 21.00 WIB 07.00 WIB Total jam kerja Jumlah perawat Gaji dan tunjangan Total 7 Jam 3 orang Rp 2.530,89 / Jam Rp 53.148,69 7 Jam 10 Jam 3 orang Rp 2.530,89 / Jam Rp 53.148,69 3 orang Rp 2.530,89 / Jam Rp 75.926,7 9 orang Rp 182.224,08 Sumber: Data di olah Tabel 4.2 di atas mengambarkan biaya gaji perawat yang dikeluarkan oleh perusahaan per hari untuk kamar Flamboyan, yaitu Rp 182.224,08. Dalam 1 hari ada 9 orang perawat yang bertugas. Catatan: - Gaji pokok perawat dibayarkan setiap bulan. sebesar - Jamsosotek perawat dibayarkan setiap bulan. - THR dan bonus dibayarkan 1 x dalam setahun menjelang hari raya. d. Beban penyusutan peralatan Beban penyusutan peralatan pertahun adalah Rp 17.142.000,00, maka penyusutan perhari adalah sebagai berikut: Rp 17.142.000,00 = Rp 46.964,38 365 hari Beban penyusutan peralatan sejauh ini tidak diakui sebagai beban dalam perhitungan laba rugi kamar. Padahal seharusnya diakui dan dibebankan ke pasien rawat inap (dapat dilihat pada lampiran 1, hal. 122). e. Biaya linen Biaya linen yang dibebankan kepada pasien per harinya adalah Rp 1.988,77. Contoh linen dalam kamar rawat inap adalah sprei, gordeyn, dan selimut. f. Biaya pemakaian perlengkapan Biaya pemakaian perlengkapan yang dibebankan ke pasien adalah Rp 7.702,38. g. Biaya kebersihan Biaya kebersihan terbagi menjadi dua. Kebersihan untuk gas laundry dan bahan serta kebersihan untuk mencuci linen dan kebersihan ruangan, sedangkan biaya kebersihan untuk pemusnahan sampah medis adalah biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk memusnahkan sampah medis. Dalam hal ini pihak rumah sakit bekerja sama dengan pihak ketiga yaitu PT. Medifest. Biaya kebersihan untuk gas laundry dan bahan yang dibebankan ke pasien tiap harinya adalah Rp 4.778,91. Biaya kebersihan untuk pemusnahan sampah medis yang dibebankan ke pasien tiap harinya adalah Rp 4.268,97. h. Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan kamar utama Flamboyan selama tahun 2009 adalah Rp 5.760.000,00. Apabila dibebankan ke pasien rawat inap, maka setiap hari pasien dikenakan biaya pemeliharaan sebesar Rp 1.142,85. i. Biaya material unit Pada tahun 2009, ruang rawat inap Flamboyan mengalami perbaikan dan menghabiskan biaya Rp 228.380,00. Oleh karena itu untuk pembebanan tarif ke pasien, dikenakan biaya Rp 45,31 per pasien per harinya. j. Biaya listrik Biaya listrik kamar utama Flamboyan secara keseluruhan selama tahun 2009 adalah Rp 9.461.281,00. Sehingga biaya listrik untuk tiap kamar Flamboyan selama tahun 2009 adalah Rp 688.662,93. Apabila dibebankan ke pasien, maka biaya listrik yang ditanggung selama 1 hari adalah Rp 1.886,74. Beban listrik sejauh ini tidak diakui sebagai beban dalam perhitungan laba rugi kamar. Padahal seharusnya diakui dan dibebankan ke pasien rawat inap (dapat dilihat pada lampiran 1, hal. 122). 2. Ruang Rawat Inap Mawar a. Biaya bahan medis Biaya bahan medis yang dibebankan ke pasien adalah Rp 1.799,43. b. Biaya makan dan minum pasien - Makan pagi - Makan siang - Makan malam Rp 10.531,7 Rp 10.531,7 Rp 10.531,7 Rp 31.593,1 c. Gaji perawat Ada 19 orang perawat yang dipekerjakan dalam kamar Mawar. Gaji perbulan yang diterima tiap orang perawat Kamar Mawar adalah Rp 1.221.561,991. Jamsostek perbulan yang diterima tiap orang perawat adalah Rp 49.044,798. THR dan bonus yang diterima tiap orang perawat tiap tahunnya adalah Rp 1.290.852,895. Apabila THR dan bonus dialokasikan perbulan, maka THR dan bonus yang diterima oleh tiap orang perawat tiap bulan adalah Rp 107.571,00. Tabel 4.3 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat Kamar Mawar Per Jam Kerja Gaji pokok Rp 1.221.561,991 / 720 Jam Rp 1.696,613 /Jam Jamsostek Rp 49.044,798 / 720 Jam Rp 68,118 /Jam THR dan bonus Rp 107.571 / 720 Jam Rp 149,404 / Jam Total gaji dan tunjangan Rp 1.914,135 /Jam Sumber: Data di olah Tabel 4.3 di atas adalah perhitungan gaji dan tunjangan yang diterima tiap orang perawat kamar Mawar per jam kerja. Gaji pokok sebesar Rp 1.696,613/jam; jamsostek sebesar Rp 68,118/jam; serta THR dan bonus sebesar Rp 149,404/jam. Jadi total gaji dan tunjangan yang dikeluarkan untuk perawat Flamboyan per jam nya adalah Rp 1.914,135. Tabel 4.4 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Mawar Shift 1 2 3 Jam masuk 07.00 WIB 14.00 WIB 21.00 WIB Jam pulang 14.00 WIB 21.00 WIB 07.00 WIB Total jam kerja Jumlah perawat 7 Jam 3 orang 7 Jam 3 orang 10 Jam 3 orang Gaji dan tunjangan Rp 1.914,135 / Jam Rp 1.914,135 / Jam Rp 1.914,135 / Jam 9 orang Total Rp 40.196,835 Rp 40.196,835 Rp 57.424,05 Rp 137.817,72 Sumber: Data di olah Tabel 4.4 di atas mengambarkan biaya gaji perawat yang dikeluarkan oleh perusahaan per hari untuk kamar Mawar, yaitu sebesar Rp 137.817,72. Dalam 1 hari ada 9 orang perawat yang bertugas dengan pembagian waktu kerja yang terbagi menjadi 3 shift. Catatan: - Gaji pokok perawat dibayarkan setiap bulan. - Jamsosotek perawat dibayarkan setiap bulan. - THR dan bonus dibayarkan 1 x dalam setahun menjelang hari raya. d. Beban penyusutan peralatan Beban penyusutan peralatan pertahun adalah Rp 16.167.000,00 maka penyusutan perhari adalah Rp 16.167.000,00 = Rp 44.293,15 365 hari Beban penyusutan peralatan sejauh ini tidak diakui sebagai beban dalam perhitungan laba rugi kamar. Padahal seharusnya diakui dan dibebankan ke pasien rawat inap (dapat dilihat pada lampiran 2, hal. 123). e. Biaya linen Biaya linen yang dibebankan kepada pasien untuk kamar Mawar per harinya adalah Rp 1.088,54. f. Biaya pemakaian perlengkapan Biaya pemakaian perlengkapan yang dibebankan ke pasien kamar Mawar adalah Rp 7.599,43. g. Biaya kebersihan Biaya kebersihan untuk gas laundry dan bahan yang dibebankan ke pasien rawat inap kamar Mawar tiap harinya adalah Rp 549,55. Biaya kebersihan untuk pemusnahan sampah medis yang dibebankan ke pasien tiap harinya adalah Rp 6.990,44. h. Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan kamar Mawar selama tahun 2009 adalah Rp 9.750.000,00. Apabila dibebankan ke pasien rawat inap, maka setiap hari pasien dikenakan biaya pemeliharaan sebesar Rp 1.934,52. i. Biaya material unit Pada tahun 2009, ruang rawat inap Mawar mengalami perbaikan dan menghabiskan biaya Rp 3.800.000,00. Oleh karena itu untuk pembebanan tarif ke pasien, dikenakan biaya Rp 753,96 per pasien per harinya. j. Biaya listrik Biaya listrik kamar Mawar secara keseluruhan selama tahun 2009 adalah Rp 7.425.978. Sehingga biaya listrik untuk tiap kamar Mawar selama tahun 2009 adalah Rp 530.427. Apabila dibebankan ke pasien, maka biaya listrik yang ditanggung selama 1 hari adalah Rp 1.453,22. Beban listrik sejauh ini tidak diakui sebagai beban dalam perhitungan laba rugi kamar. Padahal seharusnya diakui dan dibebankan ke pasien rawat inap (bisa dilihat pada lampiran 2, hal. 123) 3. Ruang Rawat Inap Teratai a. Biaya bahan medis Biaya bahan medis yang dibebankan ke pasien dalam kamar rawat inap Teratai adalah Rp 1.463,21. b. Biaya makan dan minum pasien - Makan pagi - Makan siang - Makan malam Rp 8.248,33 Rp 8.248,33 Rp 8.248,33 Rp 24.745,00 c. Gaji perawat Ada 27 orang perawat yang dipekerjakan dalam kamar Teratai. Gaji perbulan yang diterima tiap orang perawat adalah Rp 1.405.157,481. Jamsostek perbulan yang diterima tiap orang perawat adalah Rp 57.144,024. THR dan bonus yang diterima tiap orang perawat tiap tahunnya adalah Rp 1.825.900,889. Apabila THR dan bonus dialokasikan perbulan, maka THR dan bonus yang diterima oleh tiap orang perawat tiap bulan adalah Rp 152.158,407. Tabel 4.5 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat Kamar Teratai Per Jam Kerja Gaji pokok Rp 1.405.157,481/ 720 Jam Rp 1.951,6 / Jam Jamsostek Rp 57.144,024/ 720 Jam Rp 79,37 /Jam THR dan bonus Rp 152.158,407/ 720 Jam Rp 211,33 / Jam Total gaji dan tunjangan Rp 2.242,3 / Jam Sumber: Data di olah Tabel 4.5 di atas adalah perhitungan gaji dan tunjangan yang diterima tiap orang perawat kamar Teratai per jam kerja. Gaji pokok sebesar Rp 1.951,6/jam; jamsostek sebesar Rp 79,37/jam; serta THR dan bonus sebesar Rp 211,33/jam. Jadi total gaji dan tunjangan yang dikeluarkan untuk perawat Teratai per jam nya adalah Rp 2.242,3. Tabel 4.6 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Teratai Shift 1 2 3 Jam masuk 07.00 WIB 14.00 WIB 21.00 WIB Jam pulang 14.00 WIB 21.00 WIB 07.00 WIB Total jam kerja Jumlah perawat 7 Jam 4 orang 7 Jam 4 orang 10 Jam 4 orang 12 orang Gaji dan tunjangan Rp 2.242,3 / Jam Rp 2.242,3 / Jam Rp 2.242,3 / Jam Total Rp 62.784,4 Rp 62.784,4 Rp 89.692,00 Rp 215.260,8 Sumber: Data di olah Tabel 4.6 di atas mengambarkan biaya gaji perawat yang dikeluarkan oleh perusahaan per hari untuk kamar Teratai, yaitu sebesar Rp 215.260,8. Dalam 1 hari ada 12 orang perawat yang bertugas dengan pembagian waktu kerja yang terbagi menjadi 3 shift. Catatan: - Gaji pokok perawat dibayarkan setiap bulan. - Jamsosotek perawat dibayarkan setiap bulan. - THR dan bonus dibayarkan 1 x dalam setahun menjelang hari raya. d. Beban penyusutan peralatan Beban penyusutan peralatan pertahun adalah Rp 16.167.000,00 maka penyusutan perhari adalah Rp 13.017.000 = Rp 35.663,01 365 hari Beban penyusutan peralatan sejauh ini tidak diakui sebagai beban dalam perhitungan laba rugi kamar. Padahal seharusnya diakui dan dibebankan ke pasien rawat inap (dapat dilihat pada lampiran 3, hal. 124). e. Biaya linen Biaya linen yang dibebankan kepada pasien untuk kamar Teratai per harinya adalah Rp 2.923,22. f. Biaya pemakaian perlengkapan Biaya pemakaian perlengkapan yang dibebankan ke pasien adalah Rp 10.037,34. g. Biaya kebersihan Biaya kebersihan untuk gas laundry dan bahan yang dibebankan ke pasien rawat inap kamar Teratai tiap harinya adalah Rp 579,29. Biaya kebersihan untuk pemusnahan sampah medis yang dibebankan ke pasien tiap harinya adalah Rp 1.999,73. h. Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan kamar Teratai selama tahun 2009 adalah Rp 6.779.500,00. Apabila dibebankan ke pasien rawat inap, maka setiap hari pasien dikenakan biaya pemeliharaan sebesar Rp 1.345,13. i. Biaya material unit Pada tahun 2009, ruang rawat inap Teratai mengalami perbaikan dan menghabiskan biaya Rp 2.932.650,00. Oleh karena itu untuk pembebanan tarif ke pasien, dikenakan biaya Rp 581,87 per pasien per harinya. j. Biaya listrik Biaya listrik kamar Teratai secara keseluruhan selama tahun 2009 adalah Rp 8.332.473,00. Sehingga biaya listrik untuk tiap kamar Teratai selama tahun 2009 adalah Rp 595.176,64. Apabila dibebankan ke pasien, maka biaya listrik yang ditanggung selama 1 hari adalah Rp 1.630,62. Beban listrik sejauh ini tidak diakui sebagai beban dalam perhitungan laba rugi kamar. Padahal seharusnya diakui dan dibebankan ke pasien rawat inap (dapat dilihat pada lampiran 3, hal. 124). 4. Ruang Rawat Inap Melati a. Biaya bahan medis Biaya bahan medis yang dibebankan ke pasien dalam kamar rawat inap Teratai adalah Rp 880,53. b. Biaya makan dan minum pasien - Makan pagi - Makan siang - Makan malam Rp 6.768,33 Rp 6.768,33 Rp 6.768,33 Rp 20.305,00 c. Gaji perawat Ada 19 orang perawat yang dipekerjakan dalam kamar Melati. Gaji perbulan yang diterima tiap orang perawat adalah Rp 1.201.000,00. Jamsostek perbulan yang diterima tiap orang perawat adalah Rp 45.791,00. THR dan bonus yang diterima tiap orang perawat tiap tahunnya adalah Rp 1.290.000,00. Apabila THR dan bonus dialokasikan perbulan, maka THR dan bonus yang diterima oleh tiap orang perawat tiap bulan adalah Rp 107.500,00. Tabel 4.7 Gaji dan Tunjangan yang Diterima Tiap Orang Perawat Kamar Melati Per Jam Kerja Gaji pokok Rp 1.201.000,00/ 720 Jam Rp 1.668,05 /Jam Jamsostek Rp 45.791,00/ 720 Jam Rp 63,59 /Jam THR dan bonus Rp 107.500,00/ 720 Jam Rp 149,3 /Jam Total gaji dan tunjangan Rp 1.880,94 /Jam Sumber: Data diolah Tabel 4.7 di atas adalah perhitungan gaji dan tunjangan yang diterima tiap orang perawat kamar Melati per jam kerja. Gaji pokok sebesar Rp 1.668,05/jam; jamsostek sebesar Rp 63,59/jam; serta THR dan bonus sebesar Rp 149,3/jam. Jadi total gaji dan tunjangan yang dikeluarkan untuk perawat Melati per jam nya adalah Rp 1.880,94. Tabel 4.8 Jam Kerja (Shift) Perawat Kamar Melati Shift 1 2 3 Jam masuk 07.00 WIB 14.00 WIB 21.00 WIB Jam pulang 14.00 WIB 21.00 WIB 07.00 WIB Total jam kerja 7 Jam 7 Jam 10 Jam Jumlah Gaji dan perawat tunjangan Rp 1.880,94 / 3 orang Jam Rp 1.880,94 / 3 orang Jam Rp 1.880,94 / 3 orang Jam 9 orang Total Rp 39.499,74 Rp 39.499,74 Rp 56.428,2 Rp 135.427,2 Sumber: Data diolah Tabel 4.8 di atas mengambarkan biaya gaji perawat yang dikeluarkan oleh perusahaan per hari untuk kamar Teratai, yaitu sebesar Rp 215.260,8. Dalam 1 hari ada 9 orang perawat yang bertugas dengan pembagian waktu kerja yang terbagi menjadi 3 shift. Catatan: - Gaji pokok perawat dibayarkan setiap bulan. - Jamsosotek perawat dibayarkan setiap bulan. - THR dan bonus dibayarkan 1 x dalam setahun menjelang hari raya. d. Beban penyusutan peralatan Beban penyusutan peralatan pertahun adalah Rp 11.067.000,00 maka penyusutan perhari adalah: Rp 11.067.000,00 = Rp 30.320,54 365 hari Beban penyusutan peralatan untuk kamar Melati per harinya adalah Rp 30.320,54. Sejauh ini tidak diakui sebagai beban dalam perhitungan laba rugi kamar. Padahal seharusnya diakui dan dibebankan ke pasien rawat inap (dapat dilihat pada lampiran 4, hal. 125). e. Biaya linen Biaya linen yang dibebankan kepada pasien untuk kamar Melati per harinya adalah Rp 626,73. f. Biaya pemakaian perlengkapan Biaya pemakaian perlengkapan yang dibebankan ke pasien adalah Rp 16.363,92. g. Biaya kebersihan Biaya kebersihan untuk gas laundry dan bahan yang dibebankan ke pasien rawat inap kamar Melati tiap harinya adalah Rp 506,42. Biaya kebersihan untuk pemusnahan sampah medis yang dibebankan ke pasien tiap harinya adalah Rp 5.873,32. h. Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan selama tahun 2009 adalah Rp 4.320.000,00. Apabila dibebankan ke pasien rawat inap, maka setiap hari pasien dikenakan biaya pemeliharaan sebesar Rp 600,00. i. Biaya material unit Pada tahun 2009, ruang rawat inap Melati mengalami perbaikan dan menghabiskan biaya Rp 191.900,00. Oleh karena itu untuk pembebanan tarif ke pasien, dikenakan biaya Rp 106,61 per pasien per harinya j. Biaya listrik Biaya listrik selama tahun 2009 adalah Rp 6.821.648,00. Sehingga biaya listrik untuk tiap kamar Melati selama tahun 2009 adalah Rp 341.082,4. Apabila dibebankan ke pasien, maka biaya listrik yang ditanggung selama 1 hari adalah Rp 934,47. Beban listrik sejauh ini tidak diakui sebagai beban dalam perhitungan laba rugi kamar. Padahal seharusnya diakui dan dibebankan ke pasien rawat inap (dapat dilihat pada lampiran 4, hal 125). Tabel 4.9 di bawah ini adalah biaya overhead per hari untuk tiap ruang perawatan. Tabel 4.9 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan Overhead Beban penyusutan peralatan Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Kebersihan Biaya pemeliharaan Flamboyan Mawar Teratai Melati Rp 46,964.38 Rp 44,293.15 Rp 35,663.01 Rp 30,320.54 Rp 1,988.77 Rp 108,854.00 Rp 1,331.61 Rp Rp 7,702.38 Rp 7,599.43 Rp 6,922.07 Rp 6,359.91 Rp 4,778.91 Rp 549.55 Rp 579.29 Rp 4,268.97 Rp 6,990.44 Rp 1,999.73 Rp 5,873.32 Rp 1,142.85 Rp 1,934.52 Rp 1,345.13 Rp Rp 626.73 506.42 600.00 Biaya material unit Biaya listrik Total Overhead Rp 45.31 Rp 753.96 Rp 581.87 Rp 106.61 Rp 1,886.74 Rp 1,453.22 Rp 1,630.62 Rp 934.47 Rp 68,778.31 Rp 64,662.81 Rp 50,033.33 Rp 45,328.00 Sumber: Data diolah Dalam penentuan tarif kamar, manajemen rumah sakit memperhatikan laporan laba rugi tahun sebelumnya (dalam kasus ini sebagai pembanding adalah Laporan Laba Rugi tahun 2009. Dapat dilihat pada lampiran 1 s.d 4 hal. 122 s.d 125). Jika laba yang dihasilkan telah sesuai dengan target, maka tarif kamar untuk tahun depan tidak dinaikkan (tentunya tetap memperhatikan kompetitor dan inflasi). Berdasarkan margin kontribusi yang tiap kamarnya berbeda (margin kontribusi untuk kamar Flamboyan adalah 30%, untuk kamar Mawar adalah 30%, untuk kamar Teratai adalah 25%, dan untuk kamar Melati adalah 20%), maka keputusan penentuan tarif untuk tahun berikutnya (tahun 2010) menurut perhitungan biaya rumah sakit (traditional costing method) adalah sebagai berikut: Tabel 4.10 Keputusan Tarif Kamar Rawat Inap untuk Tahun 2010 Data 2009 Nama Kamar Flamboyan Rp 2,097,850,845 Rp Mawar Rp 1,973,231,026 Rp Teratai Melati Pendapatan Beban/biaya Laba/Rugi Tarif 2010 (821,280,58) Rp 1,276,570,265 Rp 550,000 (784,807,404) Rp 1,188,423,622 Rp 425,000 Rp 3,276,085,581 Rp (1,447,771,868) Rp 1,828,313,713 Rp 300,000 Rp 1,441,860,940 Rp Rp Rp 100,000 (570,222,528) 871,638,412 Sumber: Data perusahaan Bila dianalisis, pendapatan terbesar selama tahun 2009 berasal dari kamar Teratai. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan pasien untuk dirawat inap pada kamar Teratai juga tinggi, yaitu sebanyak 6420 hari rawat (dapat dilihat pada lampiran 12, hal 137) dan untuk beban terbesar juga berasal dari kamar Teratai yang disebabkan lebih tingginya penggunaan tenaga kerja. C. Penerapan Activity Based Costing Menurut Garisson and Noreen (2006) diperlukan enam tahapan dalam penerapan activity based costing yang akan diimplementasikan terhadap sistem perhitungan biaya Rumah Sakit Prikasih dalam hal penentuan tarif kamar rawat inap. Perlu diperhatikan pula konsep value added dan non value added yang tentunya sangat berpengaruh terhadap keefektifan dan keefisienan dalam menyusun rancangan tarif kamar rawat inap. 1. Mengidentifikasikan, Mendefinisikan Aktivitas dan Pool Aktivitas. Pengidentifikasian dan pendefinisian tentang aktivitas dan pool aktivitas merupakan langkah penting utama dalam penerapan activity based costing (ABC). Prosedur umum untuk melakukannya adalah melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara terhadap Ka. Akuntansi RS. Prikasih. Semakin banyak jumlah aktivitas yang dimasukkan dalam ABC maka akan semakin akurat perlakuan terhadap biaya. Konsekuensinya catatan aktivitas yang panjang tersebut dikurangi dengan cara menggabungkan aktivitas-aktivitas yang sejenis yang memiliki korelasi yang tinggi. Dalam suatu level aktivitas memiliki korelasi yang tinggi apabila aktivitas tersebut cenderung bersamaan. Sebagai contoh jumlah pasien rawat inap akan memiliki korelasi yang tinggi dengan lamanya pasien menginap berdasarkan order konsumen. Tabel 4.11 di bawah ini adalah pengklasifikasian aktivitas dan pool aktivitas kamar rawat inap. Tabel 4.11 Pool Biaya Aktivitas Kamar Rawat Inap Pool Biaya Aktivitas Ukuran Aktivitas Registrasi pasien Jumlah pasien rawat inap Desain layanan Jumlah kamar Rata-rata lama pasien menginap SPelayanan Pasien Sumber: Data diolah Pool biaya aktivitas adalah sebuah “wadah” yang mengakumulasikan semua biaya yang berkaitan dengan aktivitas tunggal dalam sistem ABC. Pool biaya registrasi pasien akan dibebani semua biaya sumber daya yang dikonsumsi untuk memproses order tersebut. Ukuran aktivitas adalah basis alokasi dalam sistem ABC. Pool biaya desain layanan akan dibebani seluruh biaya dari sumber daya yang dikonsumsi dalam rangka mendesain produk. Ukuran aktivitas untuk pool biaya adalah jumlah kamar. Ini adalah aktivitas produk level, karena jumlah pekerjaan desain produk baru tidak tergantung pada jumlah unit yang dipesan atau dijalankan. Pool biaya besarnya order akan dibebani seluruh biaya konsumsi sumber daya sebagai konsekuensi jumlah unit yang diproduksi. Aktivitas ini adalah aktivitas unit level karena setiap unit membutuhkan sumber daya ini. Ukuran aktivitas untuk pool ini adalah lama pasien menginap. 2. Menelusuri Biaya Overhead Secara Langsung Ke Aktivitas dan Objek Biaya. Setelah pool biaya aktivitas dan ukuran aktivitas diperoleh, maka tahap selanjutnya adalah menelusuri secara langsung berbagai biaya overhead ke objek biaya. Tabel 4.12 Biaya Overhead Per Ruang Perawatan S Overhead e Beban Flamboyan Mawar Teratai Melati 46,964.38 Rp 44,293.15 Rp 35,663.01 Rp 30,320.54 1,988.77 Rp 1,088.54 Rp 1,311.61 Rp 626.73 7,702.38 Rp 7,599.43 Rp 6,922.07 Rp 6,359.91 4,778.91 Rp 549.55 Rp 579.29 Rp 506.42 4,268.97 Rp 6,990.44 Rp 1,999.73 Rp 5,873.32 Rp 1,934.52 Rp 1,345.13 Rp 600.00 Rp 753.96 Rp 581.87 Rp 106.61 1,886.74 Rp 1,453.22 Rp 1,630.62 Rp 934.47 Rp 68,778.31 Rp 64,662.81 Rp 50,033.33 penyusutan t peralatan Rp Linen Rp e Biaya pemakaian Rp l perlengkapan Gas loundry dan bahan Rp Kebersihan Rp Biaya pemeliharaan Rp Biaya material unit Rp Biaya listrik Sumber: Data diolah Rp Total overhead 1,142.85 45.31 Rp 45,328.00 Sumber: Data diolah Sejauh ini rumah sakit belum memiliki perhitungan baku dalam menetapkan tari kamar rawat inap. Oleh karena itu, perlu diperhatikan betul apa saja yang menjadi biaya yang nantinya akan dibebankan ke pasien rawat inap. Tabel 4.12 di atas menunjukan perhitungan biaya overhead kamar yang sesungguhnya. 3. Membebankan Biaya Ke Pul Biaya Aktivitas Sebagian besar baiay overhead diklasifikasikan dalam system akuntansi dasar perusahaan berdasarkan departemen di mana biaya tersebut terjadi. Sebagai contoh, gaji, perlengkapan sewa, dan sebagainya yang terjadi di departemen pemasaran akan dibebankan pada departemen tersebut. Dalam beberapa kasus, beberapa atau semua biaya ini dapat ditelusuri secara langsung ke salah satu pul biaya aktivitas dalam sistem ABC. Langkah ini merupakan tahap ketiga penerapan ABC. Biaya tersebut terbagi dengan beberapa pul biaya aktivitas menggunakan proses alokasi yang disebut alokasi tahap pertama (first stage allocation). Alokasi tahap pertama dalam system ABC adalah proses pembebanan biaya overhead ke pul biaya aktivitas. Inti dari activity based costing adalah untuk menentukan sumber daya yang dikonsumsi oleh objek biaya. Untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengalokasian sumber daya dilakukan wawancara terhadap kepala bagian akuntansi Rs. Prikasih. Adapun hasil dari wawancara dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini. Tabel 4.13 Hasil Wawancara: Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas – Flamboyan Overhead Beban penyusutan peralatan Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Kebersihan Biaya pemeliharaan Registrasi Pasien Desain Layanan Pelayanan Pasien 30% 25% 40% 40% 30% 35% 25% 35% 40% 30% 30% 30% 40% 40% 40% 30% 30% 30% Biaya material unit Biaya listrik 30% 30% 40% 35% 30% 35% Sumber: Data diolah Beban penyusutan peralatan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Linen didistribusikan 25% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya pemakaian perlengkapan didistribusikan 25% untuk registrasi pasien, 35% untuk desain layanan, dan 40% untuk melayani pasien. Gas loundry dan bahan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Kebersihan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya pemeliharaan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya material unit didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya listrik didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 35% untuk desain layanan, dan 35% untuk melayani pasien. Bila presentase distribusi telah dibuat seperti tabel 4.13 di atas, selanjutnya adalah menghitung alokasi tahap pertama first stage allocation untuk kamar Flamboyan. Disajikan pada tabel 4.14 di bawah ini. Tabel 4.14 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul Biaya Aktivitas-Flamboyan Overhead Beban penyusutan peralatan Registrasi Pasien Desain Layanan Rp 14,089.314 Rp 18,785.752 Pelayanan Pasien Rp 14,089.314 Total Rp 46,964.38 Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Rp 497.1925 Rp 795.508 Rp 696.0695 Rp 1,988.77 Rp 1,925.595 Rp 2,695.833 Rp 3,080.952 Rp 7,702.38 Rp 1,433.673 Rp 1,911.564 Rp 1,433.673 Rp 4,778.91 Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Rp 1,280.691 Rp 1,707.588 Rp 1,280.691 Rp 4,268.97 Rp 342.855 Rp 457.14 Rp 342.855 Rp 1,142.85 Rp 13.593 Rp 18.124 Rp 13.593 Rp 45.31 Biaya listrik Rp 566.022 Rp 660.359 Rp 660.359 Rp 1,886.74 Total Rp 20,148.9355 Rp 27,031.868 Rp 21,597.5065 Rp 68,778.31 Sumber: Data diolah Tampilan 4.14 menunjukan bahwa registrasi pasien adalah sebesar 30% dari sumber daya yang dicerminkan oleh Rp 46.964,38 beban penyusutan peralatan. 30% x Rp 46.964,38 Data lainnya dalam tabel dihitung dengan metode yang sama. Tabel 4.15 Hasil Wawancara: Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas – Mawar Overhead Beban penyusutan peralatan Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Biaya listrik Registrasi Pasien Sumber: Data diolah Desain Layanan Pelayanan Pasien 30% 25% 40% 40% 30% 35% 25% 35% 40% 30% 30% 40% 40% 30% 30% 30% 40% 30% 30% 30% 40% 35% 30% 35% Beban penyusutan peralatan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Linen didistribusikan 25% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya pemakaian perlengkapan didistribusikan 25% untuk registrasi pasien, 35% untuk desain layanan, dan 40% untuk melayani pasien. Gas loundry dan bahan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Kebersihan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya pemeliharaan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya material unit didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya listrik didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 35% untuk desain layanan, dan 35% untuk melayani pasien. First stage allocation untuk kamar Mawar disajikan pada tabel 4.16 di bawah ini. Tabel 4.16 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul Biaya Aktivitas - Mawar Overhead Beban penyusutan peralatan Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Kebersihan Biaya Registrasi Pasien Desain Layanan Pelayanan Pasien Total Rp 13,287.945 Rp 272.135 Rp 17,717.26 Rp 435.416 Rp 13,287.945 Rp 380.989 Rp 44,293.15 Rp 1,088.54 Rp 1,899.8575 Rp2,659.8005 Rp 3,039.772 Rp 7,599.43 Rp 164.865 Rp 2,097.132 Rp 580.356 Rp 219.820 Rp 2,796.176 Rp 773.808 Rp 164.865 Rp 2,097.132 Rp 580.356 Rp 549.55 Rp 6,990.44 Rp 1,934.52 pemeliharaan Biaya material unit Biaya listrik Rp Rp Total Rp18,964.4445 226.188 435.966 Rp Rp 301.584 508.627 Rp25,412.4915 Rp Rp 226.188 508.627 Rp 753.96 Rp 1,453.22 Rp 20,285.874 Rp 64,662.81 Sumber: Data diolah Tampilan 4.16 menunjukan bahwa registrasi pasien adalah sebesar 30% dari sumber daya yang dicerminkan oleh Rp 44.293,15 beban penyusutan peralatan 30% x Rp 44.293,15 Data lainnya dalam tabel dihitung dengan metode yang sama. Tabel 4.17 Hasil Wawancara: Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas – Teratai Overhead Beban penyusutan peralatan Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Biaya listrik Registrasi Pasien Desain Layanan Pelayanan Pasien 30% 30% 40% 35% 30% 35% 25% 40% 35% 30% 30% 40% 40% 30% 30% 30% 30% 30% 40% 40% 35% 30% 30% 35% Sumber: Data diolah Beban penyusutan peralatan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Linen didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 35% untuk desain layanan, dan 35% untuk melayani pasien. Biaya pemakaian perlengkapan didistribusikan 25% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 35% untuk melayani pasien. Gas loundry dan bahan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Kebersihan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya pemeliharaan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya material unit didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya listrik didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 35% untuk desain layanan, dan 35% untuk melayani pasien. Bila presentase distribusi telah dibuat seperti tabel 4.17 di atas, maka sangat mudah untuk mengalokasikan biaya ke pul biaya aktivitas. First stage allocation untuk kamar Teratai disajikan pada tabel 4.18 di bawah ini. Tabel 4.18 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul Biaya Aktivitas – Teratai Overhead Beban penyusutan peralatan Registrasi Pasien Desain Layanan Pelayanan Pasien Total Rp 10,698.903 Rp 14,265.204 Rp 10,698.908 Rp 35,663.01 Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Rp 393.483 Rp 459.0635 Rp 459.0635 Rp 1,311.61 Rp 1,730.5175 Rp 2,768.828 Rp 2,422.7245 Rp 6,922.07 Rp 173.787 Rp 231.716 Rp 173.787 Rp 579.29 Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Rp 599.919 Rp 799.892 Rp 599.919 Rp 1,999.73 Rp 403.539 Rp 538.052 Rp 403.539 Rp 1,345.13 Rp 174.561 Rp 232.748 Rp 174.561 Rp 581.87 Biaya listrik Rp 489.186 Total Rp14,663.8955 Rp 570.717 Rp 19,866.2205 Rp 570.717 Rp Rp 15,503.219 1,630.62 Rp 50,033.33 Sumber: Data diolah Tampilan 4.18 menunjukan bahwa registrasi pasien adalah sebesar 30% dari sumber daya yang dicerminkan oleh Rp 35.663,01 beban penyusutan peralatan. 30% x Rp 35.663,01 Data lainnya dalam tabel dihitung dengan metode yang sama. Tabel 4.19 Hasil Wawancara: Distribusi Aktivitas Konsumsi Sumber Daya Lintas Pul Biaya Aktivitas – Melati Overhead Beban penyusutan peralatan Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Biaya listrik Registrasi Pasien Desain Layanan Pelayanan Pasien 30% 30% 40% 35% 30% 35% 25% 40% 35% 30% 30% 30% 30% 30% 40% 40% 40% 40% 35% 30% 30% 30% 30% 35% Sumber: Data diolah Beban penyusutan peralatan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Linen didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 35% untuk desain layanan, dan 35% untuk melayani pasien. Biaya pemakaian perlengkapan didistribusikan 25% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 35% untuk melayani pasien. Gas loundry dan bahan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Kebersihan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya pemeliharaan didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya material unit didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 40% untuk desain layanan, dan 30% untuk melayani pasien. Biaya listrik didistribusikan 30% untuk registrasi pasien, 35% untuk desain layanan, dan 35% untuk melayani pasien. Bila presentase distribusi telah dibuat seperti tabel 4.19 di atas, maka sangat mudah untuk mengalokasikan biaya ke pul biaya aktivitas. First stage allocation untuk kamar Melati disajikan pada tabel 4.20 di bawah ini. Tabel 4.20 Alokasi Tahap Pertama (First Stage Allocation) Ke Pul Biaya Aktivitas - Melati Registrasi Pasien Desain Layanan Pelayanan Pasien Total Rp 9,096.162 Rp 12,128.216 Rp 9,096.162 Rp 30,320.54 Linen Biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Rp Rp Rp Rp Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Rp 1,761.996 Rp 2,349.328 Rp 1,761.996 Rp 5,873.32 Rp 180.00 Rp 240.00 Rp 180.00 Rp 600.00 Rp 31.983 Rp 42.6440 Rp 31.9830 Rp 106.61 Biaya listrik Rp 280.341 Rp 327.0645 Rp 327.0645 Rp 934.47 Overhead Beban penyusutan peralatan Total 188.019 219.3555 219.3555 626.73 Rp1,589.9775 Rp 2,543.9640 Rp 2,225.9685 Rp 6,359.91 Rp Rp Rp Rp 151.926 Rp13,280.4045 Sumber: Data diolah 202.568 Rp 18,053.14 151.926 Rp13,994.4555 506.42 Rp 45,328.00 Tampilan 4.20 menunjukan bahwa registrasi pasien adalah sebesar 30% dari sumber daya yang dicerminkan oleh Rp 30.320,54 beban penyusutan peralatan. 30% x Rp 30.320,54 Data lainnya dalam tabel dihitung dengan metode yang sama. 4. Menghitung tarif aktivitas Setelah membuat tabel distribusi, langkah keempat dalam penerapan activity based costing adalah menghitung tarif aktivitas. Tarif aktivitas dihitung dengan membagi total masing-masing aktivitas Tarif pembebanan / pool ratebiaya = totaluntuk biaya pool aktivitas Total pemicudata aktivitas dengan total aktivitasnya. Tabel di bawah ini adalah berkaitan dengan kamar rawat inap yang dibutuhkan untuk menghitung tarif aktivitas. Tabel 4.21 Data yang Berkaitan dengan Kamar Flamboyan Jumlah kunjungan rawat inap Keterangan Jumlah pasien yang dirawat inap 7 Pasien/hari Jenis kamar 14 Kamar Jumlah hari 3 Hari/pasien Sumber: Data perusahaan Rata-rata jumlah pasien yang dirawat inap dalam kamar Flamboyan adalah 7 pasien per hari; lama rawat masing-masing pasien adalah 3 hari per pasien; dan kamar Flamboyan memiliki 14 kamar rawat (dapat dilihat pada lampiran 12, hal. 135). Tabel 4.22 Data yang Berkaitan dengan Kamar Mawar Jumlah kunjungan rawat inap Keterangan jumlah pasien yang dirawat inap 8 Pasien/hari jenis kamar 14 Kamar jumlah hari 3 Hari/pasien Sumber: Data perusahaan Rata-rata jumlah pasien yang dirawat inap dalam kamar Mawar adalah 8 pasien per hari; lama rawat masing-masing pasien adalah 3 hari per pasien; dan kamar Mawar memiliki 14 kamar rawat (dapat dilihat pada lampiran 12, hal. 135). Tabel 4.23 Data yang Berkaitan dengan Kamar Teratai Jumlah kunjungan rawat inap Keterangan jumlah pasien yang dirawat inap 17 Pasien/hari jenis kamar 13 Kamar jumlah hari 3 Hari/pasien Sumber: Data perusahaan Rata-rata jumlah pasien yang dirawat inap dalam kamar Teratai adalah 17 pasien per hari; lama rawat masing-masing pasien adalah 3 hari per pasien; dan kamar Teratai memiliki 13 kamar rawat (dapat dilihat pada lampiran 12, hal. 135). Tabel 4.24 Data yang Berkaitan dengan Kamar Melati Jumlah kunjungan rawat inap Keterangan jumlah pasien yang dirawat inap 13 Pasien/hari jenis kamar 5 Kamar jumlah hari 3 Hari/pasien Sumber: Data perusahaan Rata-rata jumlah pasien yang dirawat inap dalam kamar Melati adalah 13 pasien per hari; lama rawat masing-masing pasien adalah 3 hari per pasien; dan kamar Melati memiliki 5 kamar rawat (dapat dilihat pada lampiran 12, hal. 135). Tabel 4.25 di bawah ini adalah perhitungan tarif aktivitas untuk kamar rawat inap Flamboyan. Tabel 4.25 Perhitungan Tarif Aktivitas – Flamboyan Pul Biaya Aktivitas Total Biaya (a) Total Aktivitas (b) Tarif Aktivitas (a)x(b) Registrasi pasien Rp 20,148.9355 7 Pasien/hari Rp 2,878.419357 Desain layanan Rp 27,031.8680 14 Kamar Rp 1,930.847714 Pelayanan pasien Rp 21,597.5065 3 Hari/pasien Rp 7,199.168833 Sumber: Data diolah Angka dalam tampilan 4.25 mengindikasikan bahwa secara rata-rata registrasi pasien untuk kamar Flamboyan membutuhkan sumber daya sebesar Rp 2.878,419357; desain layanan membutuhkan sumber daya Rp 1,930.847714; pelayanan pasien membutuhkan sumber daya sebesar Rp 7,199.168833. Tabel 4.26 Perhitungan Tarif Aktivitas – Mawar Pul Biaya Aktivitas Registrasi pasien Desain layanan Pelayanan pasien Total Biaya (a) Rp 18,964.4445 Rp 25,412.4915 Rp 20,285.874 Total Aktivitas (b) 8 Pasien/hari 14 Kamar 3 Hari/pasien Tarif Aktivitas (a)x(b) Rp 2,370.555563 Rp 1,815.177964 Rp 6,761.958 Sumber: Data Perusahaan Angka dalam tampilan 4.26 mengindikasikan bahwa secara rata-rata registrasi pasien untuk kamar Mawar membutuhkan sumber daya sebesar Rp 2,370.555563; Rp 1,815.177964; desain layanan pelayanan pasien membutuhkan sumber daya membutuhkan sumber daya sebesar Rp 6,761.958. Tabel 4.27 Perhitungan Tarif Aktivitas – Teratai Pul Biaya Aktivitas Total Biaya (a) Total Aktivitas (b) Registrasi pasien Rp 14,663.8955 17 Pasien/hari Desain layanan Rp 19,866.2205 13 Kamar Tarif Aktivitas(a)x(b) Rp 862.582088 Rp 1,528.170808 Pelayanan pasien Rp 15,503.219 3 Hari/pasien Rp 5,167.739667 Sumber: Data Perusahaan Angka dalam tampilan 4.27 mengindikasikan bahwa secara rata-rata registrasi pasien untuk kamar Teratai membutuhkan sumber daya sebesar Rp 862.582088; desain layanan membutuhkan sumber daya Rp 1,528.170808; pelayanan pasien membutuhkan sumber daya sebesar Rp 5,167.739667. Tabel 4.28 Perhitungan Tarif Aktivitas – Melati Pul Biaya Aktivitas registrasi pasien desain layanan Pul Biaya Aktivitas pelayanan pasien Total Biaya (a) Rp 13,280.4045 Rp 18,053.14 Total Biaya (a) Rp 13,994.4555 Total Aktivitas Tarif (b) Aktivitas(a)x(b) 13 Pasien/hari Rp 1,021.5696 5 Kamar Rp 3,610.628 Total Aktivitas Tarif (b) Aktivitas(a)x(b) 3 Hari/pasien Rp 4,664.8185 Sumber: Data Perusahaan Angka dalam tampilan 4.28 mengindikasikan bahwa secara rata-rata registrasi pasien untuk kamar Melati membutuhkan sumber daya sebesar Rp 1,021.5696; desain layanan membutuhkan sumber daya Rp 3,610.628; pelayanan pasien membutuhkan sumber daya sebesar Rp 4,664.8185. 5. Membebankan Biaya Ke Objek Biaya dengan Menggunakan Tarif Aktivitas dan Ukuran Aktivitas. Langkah berikutnya dalam penerapan activity based costing di sebut second stage allocation (alokasi tahap kedua), di mana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk atau pelanggan dengan cara mengalihkan tarif pool aktivitas dengan ukuran aktivitas yang dikonsumsi masing-masing produk atau jasa layanan. Pembebanan = Pul Rate x Jumlah aktivitas yang dikonsumsi Tabel 4.29 di bawah ini adalah perhitungan biaya overhead untuk kamar Flamboyan. Tabel 4.29 Perhitungan Biaya Overhead - Flamboyan Pul Biaya Aktivitas Tarif Aktivitas(a) Registrasi pasien Desain layanan Pelayanan pasien Rp 2,878.419357 Rp 1,930.847714 Rp 7,199.168833 Aktivitas(b) Biaya ABC (a)x(b) 1 1 1 Total Rp 2,878.419357 Rp 1,930.847714 Rp 7,199.168833 Rp 12,008.435904 Sumber: Data diolah Angka dalam tampilan 4.29 menggambarkan biaya overhead kamar Flamboyan. Untuk setiap pul aktivitas biaya, jumlah aktivitas dikalikan dengan tingkat aktivitas untuk mendapatkan biaya overhead yang dibebankan terhadap produk. Sebagai contoh, kamar Flamboyan melibatkan 1 kali aktivitas registrasi pasien, maka total biaya yang dibebankan untuk kamar Famboyan adalah Rp 2,878.419357 oleh aktivitas registrasi pasien; Rp 1,930.847714 oleh aktivitas desan layanan; dan Rp 7,199.168833 atas aktivitas pelayanan pasien. Tabel 4.30 Perhitungan Biaya Overhead - Mawar Pul Biaya Aktivitas Tarif Aktivitas(a) Registrasi pasien Rp 2,370.555563 1 Rp 2,370.555563 Desain layanan Pelayanan pasien Total Rp 1,815.177964 Rp 6,761.958 1 1 Rp 1,815.177964 Rp 6,761.958 Rp 10,947.691527 Sumber: Data diolah Aktivitas(b) Biaya ABC (a)x(b) Angka dalam tampilan 4.30 menggambarkan biaya overhead kamar Mawar. Untuk setiap pul aktivitas biaya, jumlah aktivitas dikalikan dengan tingkat aktivitas untuk mendapatkan biaya overhead yang dibebankan terhadap produk. Sebagai contoh, kamar Mawar melibatkan 1 kali aktivitas registrasi pasien, maka total biaya yang dibebankan untuk kamar Mawar adalah Rp 2,370.555563 oleh aktivitas registrasi pasien; Rp 1,815.177964 oleh aktivitas desan layanan; dan Rp 6,761.958 atas aktivitas pelayanan pasien. Tabel 4.31 Perhitungan Biaya Overhead - Teratai Pul Biaya Aktivitas Tarif Aktivitas(a) Registrasi pasien Rp 862.582088 1 Rp 862.582088 Desain layanan Rp 1,528.170808 1 Rp 1,528.170808 Pelayanan pasien Rp 5,167.739667 1 Rp 5,167.739667 Rp 7,558.492563 Aktivitas(b) Biaya ABC (a)x(b) Total Sumber: Data diolah Angka dalam tampilan 4.31 menggambarkan biaya overhead kamar Teratai. Untuk setiap pul aktivitas biaya, jumlah aktivitas dikalikan dengan tingkat aktivitas untuk mendapatkan biaya overhead yang dibebankan terhadap produk. Sebagai contoh, kamar Teratai melibatkan 1 kali aktivitas registrasi pasien, maka total biaya yang dibebankan untuk kamar Teratai adalah Rp 862.582088 oleh aktivitas registrasi pasien; Rp 1,528.170808 oleh aktivitas desan layanan; dan Rp 5,167.739667 atas aktivitas pelayanan pasien. Tabel 4.32 Perhitungan Biaya Overhead - Melati Pul Biaya Tarif Aktivitas(a) Aktivitas(b) Biaya ABC (a)x(b) Aktivitas Registrasi pasien Desain layanan Pelayanan pasien Total Rp Rp Rp 1,021.5696 3,610.628 4,664.8185 1 1 1 Rp Rp Rp Rp 1,021.5696 3,610.628 4,664.8185 9,297.016077 Sumber: Data diolah Angka dalam tampilan 4.32 menggambarkan biaya overhead kamar Melati. Untuk setiap pul aktivitas biaya, jumlah aktivitas dikalikan dengan tingkat aktivitas untuk mendapatkan biaya overhead yang dibebankan terhadap produk. Sebagai contoh, kamar Melati melibatkan 1 kali aktivitas registrasi pasien, maka total biaya yang dibebankan untuk kamar Melati adalah Rp 1,021.5696 oleh aktivitas registrasi pasien; Rp 3,610.628 oleh aktivitas desan layanan; dan Rp 4,664.8185 atas aktivitas pelayanan pasien. 6. Menyiapkan Laporan Manajemen Biaya overhead yang telah dihitung digabungkan dengan biaya bahan langsung, dan tenaga kerja langsung. Tabel di bawah ini adalah perhitungan tarif untuk kamar rawat inap Flamboyan, Mawar, Teratai, dan Melati. Perhitungan ini sudah termasuk alokasi untuk inflasi dan margin kontribusi yang diharapkan. Margin kontribusi untuk tiap kamar berbeda. Margin kontribusi untuk kamar Flamboyan adalah 30%, untuk kamar Mawar adalah 30%, untuk kamar Teratai adalah 25%, dan untuk kamar Melati adalah 20%. Tabel 4.33 Perhitungan Tarif Kamar Rawat Inap Menggunakan Activity Based Costing Keterangan Flamboyan Mawar Teratai Melati DIRECT COST Bahan medis Makan dan minum pasien Total direct cost Rp 1,828.57 Rp 31,593.00 Rp 31,593.00 Rp 24,745.00 Rp 20,305.00 Rp 33,421.57 Rp 33,392.43 Rp 26,208.21 Rp 66,513.53 Rp 182,224.08 Rp 137,817.72 Rp 215,260.80 Rp 135,427.20 Rp 182,224.08 Rp 137,817.72 Rp 215,260.80 Rp 135,427.20 OVERHEAD Registrasi pasien Rp Rp Rp Rp Keterangan Flamboyan Mawar Teratai Melati Desain layanan Pelayanan pasien Rp 1,930.85 Rp 1,815.18 Rp 1,528.17 Rp 3,610.63 Rp 7,199.17 Rp 6,761.96 Rp 5,167.74 Rp 4,664.82 Total Overhead Rp 12,008.44 Rp 10,947.69 Rp 7,558.49 Rp 9,297.02 COGS Rp227,654.0859 Rp182,157.8415 Rp 249,027.5026 Rp 165,909.5461 Inflasi 10% Margin kontribusi Rp Rp 18,215.78 Rp 24,902.75 Rp Rp 68,296.224 Rp 54,647.352 Rp 62,256.875 Tarif Rp318,715.7099 Rp 255,020.9735 Rp 336,187.1276 DIRECT LABOR Gaji dan tunjangan perawat Total direct labor 2,878.42 Rp 1,799.43 2,370.56 Rp 1,463.21 862.58 Rp 880.53 1,021.57 OVERHEAD 22,765.40 16,590.95 Rp 33,181.908 Rp 215,682.1041 Sumber: Data diolah Setelah dihitung dan dianalisa dengan menggunakan metode activity based costing, maka perhitungan tarif kamar rawat inap yang diperoleh adalah seperti tampilan 4.33 di atas. Tarif yang sesungguhnya dibebankan kepada pasien rawat inap kamar Flamboyan adalah Rp 318.715,7099/hari; tarif untuk kamar Mawar adalah Rp 255.020,9735 /hari; tarif untuk kamar Teratai adalah Rp 336.187,1276/hari; tarif untuk kamar Melati adalah Rp 215.682,1041/hari. Di bawah ini adalah perhitungan biaya direct cost, direct labor, dan overhead kamar rawat berdasarkan traditional costing method. Tabel 4.34 Direct Cost, Direct Labor, Overhead Per Hari Per Ruang Perawatan Dengan Menggunakan Traditional Costing Method Keterangan Flamboyan Mawar Teratai Melati bahan medis makan dan minum pasien Rp 1,828.57 Rp 1,799.43 Rp 1,463.21 Rp 880.53 Rp 31,593.00 Rp 31,593.00 Rp 24,745.00 Rp 20,305.00 total direct cost Rp 33,421.57 Rp 33,392.43 Rp 26,208.21 Rp 21,185.53 DIRECT LABOR Gaji dan tunjangan perawat Rp 182,224.08 Rp 137,817.72 Rp 215,260.80 Rp 135,427.20 total direct labor Rp 182,224.08 Rp 137,817.72 Rp 215,260.80 Rp 135,427.20 OVERHEAD Beban penyusutan peralatan Rp 46,964.38 Rp 44,293.15 Rp 35,663.01 Rp 30,320.54 linen biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Rp 1,988.77 Rp 108,854.00 Rp 1,331.61 Rp 626.73 Rp 7,702.38 Rp 7,599.43 Rp 6,922.07 Rp 6,359.91 Rp 4,778.91 Rp 549.55 Rp 579.29 Rp 506.42 Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Rp 4,268.97 Rp 6,990.44 Rp 1,999.73 Rp 5,873.32 Rp 1,142.85 Rp 1,934.52 Rp 1,345.13 Rp 600.00 Rp 45.31 Rp 753.96 Rp 581.87 Rp 106.61 Biaya listrik Rp 1,886.74 Rp 1,453.22 Rp 1,630.62 Rp 934.47 total overhead Rp 68,778.31 Rp 64,662.81 Rp 50,033.33 Rp 45,328.00 COGS Rp 284,423.96 Rp 235,872.96 Rp 291,502.34 Rp 201,940.73 DIRECT COST Sumber: Data di olah Tabel 4.34 di atas adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan bila menggunakan metode tradisional. Bila dibandingkan dengan perhitungan biaya berdasar aktivitas, angka dalam tabel 4.34 di atas lebih besar dari yang seharusnya dibebankan ke pasien. D. Perbandingan Tarif Kamar Rawat Inap Antara Pendekatan Saat Ini (Traditional Costing Method), dan Activity Based Costing Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa RS. Prikasih belum memiliki perhitungan baku dalam menetapkan sebuah tarif kamar rawat. Di bawah ini adalah perhitungan tarif berdasarkan tradisional costing method. Perusahaan hanya melakukan estimasi apakah pendapatan dari sewa kamar mampu menanggung seluruh beban yang dikeluarkan. Berdasarkan perhitungan dan analisa yang telah dilakukan dengan metode tradisional dan ABC maka hasil akhir dari penelitian ini adalah ABC terbukti mampu memberikan perhitungan tarif yang lebih murah dibandingkan dengan metode tradisional. Di bawah ini adalah tabel yang menunjukan perbandingan antara kedua pendekatan, yaitu pendekatan saat ini dan pendekatan ABC. Tabel 4.35 Perbandingan Tarif Kamar Rawat Inap Antara Pendekatan Saat Ini (Traditional Costing Method), dan Activity Based Costing Kamar Rawat Inap Existing ABC Flamboyan Rp 550,000.00 Rp 318,715.71 Kenaikan/Penurunan Naik Mawar Rp 425,000.00 Rp 225,020.91 Naik Teratai Rp 300,000.00 Rp 336,187.13 Turun Melati Rp 100,000.00 Rp 215,682.40 Turun Sumber: Data diolah Tabel 4.35 di atas menggambarkan secara jelas bahwa sistem activity based costing mampu menyajikan perhitungan lebih akurat dan lebih murah dari metode tradisional. Selama ini, perusahaan menetapkan tarif kamar rawat inap Flamboyan sebesar Rp 550.000,00 padahal dengan perhitungan ABC, perusahaan cukup mengenakan tarif Rp 318.715,71 kepada pasien. Lain halnya dengan kamar Melati, dengan menggunakan sistem ABC diperoleh nilai yang undercosted. Hal tersebut dikarenakan perhitungan gaji yang diberikan untuk perawat apabila dihitung berdasarkan metode ABC, jumlah cost nya menjadi lebih besar per hari nya (dapat dilihat pada tabel 4.17 dan 4.18). E. Pembahasan Hasil akhir dari penelitian ini adalah sistem activity based costing (ABC) terbukti mampu memberikan perhitungan tarif yang lebih murah dibandingkan dengan metode tradisional. Berdasarkan hal tersebut, penerapan system ABC di rumah sakit Prikasih ini masih dapat memberikan manfaat yang dirasakan oleh manajemen, walaupun itu akan mempengaruhi aspek budaya dan keuangan perusahaan. Ditinjau dari aspek budaya, system ABC dengan konsep value added-nya akan merombak budaya. Selama ini kebijakan perusahaan dalam menetapkan tarif kamar rawat inap hanya berdasarkan analisa semata, tanpa menghitung biaya yang memang seaharusnya dibebankan ke pasien. Oleh karena itu, hasil tarif yang ditetapkan manajemen selama ini menjadi tidak akurat, yang pada akhirnya menepatkan perusahaan pada posisi yang kurang memuaskan dalam daya saing masyarakat. Dari aspek keuangan, menyangkut cost of implementation dari ABC sendiri yang meliputi perancangan sistem baru, pendidikan dan training tentang sistem baru. Tentunya selain cost, benefit yang akan diterima dari penerapan ABC juga harus dihitung. Cost mungkin dapat dihitung dengan segera, tetapi benefit baru dirasakan 5 tahun yang akan datang, Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, sistem ABC harus dapat memberikan respon yang cepat dalam mengatasi dinamika yang terjadi, khususnya pasar. Manajemen harus mengambil keputusan secara cepat untuk menarik produk, mengevaluasi dan merevaluasi harga produk, melakukan diversifikasi maupun melakukan keputusan strategi lain. Tabel 4.35 menjelaskan bahwa perhitungan tarif kamar dengan mengunakan ABC terbukti lebih murah bila dibandingkan dengan metode tradisional. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan minat masyarakat untuk berobat, dan pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan sewa kamar. Tidak terlepas dari perannya sebagai organisasi sosial yang tidak mengacu pada profit oriented, rumah sakit harus tetap memperhatikan kualitas pelayanan. Bukan berarti rumah sakit menetapkan tarif yang lebih murah dari pesaing, kemudian memberikan service yang kurang memuaskan bagi pasien. Perlu diingat bahwa kepuasan pelanggan adalah salah satu factor-faktor penentu keberhasilan perusahaan (critical success factors-CSF). BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perhitungan tarif kamar rawat inap pada Rumah Sakit Prikasih. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sistem activity based costing (ABC) mamberikan dampak yang sangat baik dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya internal perusahaan dalam kaitannya dengan proses penentuan tarif kamar. Berdasarkan data yang diperoleh dan penelitian lebih lanjut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Rumah Sakit Prikasih masih menggunakan sistem tradisional dalam menetapkan tarif kamar rawat. Manajemen menyusun sebuah tarif kamar dengan mempertimbangkan tarif kamar tahun lalu, kenaikan/penurunan inflasi, hasil survey perusahaan terhadap rumah sakit pesaing, serta biaya per unit. Oleh karena itu, biaya yang terjadi menjadi overcosted dan undercosted dari yang seharusnya, 2. Sebelum menerapkan sistem ABC, terlebih dahulu perlu dilakukan klasifikasi ulang untuk memastikan pos-pos biaya ke dalam klasifikasi yang sebenarnya sehingga perhitungan tarif kamar rawat inap menggambarkan biaya yang memang seharusnya dibebankan ke pasien. Penerapan sistem ABC menggunakan langkah-langkah berdasarkan teori Garrison and Noreen. 3. Perhitungan tarif kamar dengan menggunakan ABC terbukti mampu menhasilkan biaya yang lebih murah bila dibandingkan dengan pendekatan tradisional. Perlu diingat, bahwa rumah sakit adalah organisasi sosial yang tidak berorientasi pada keuntungan sehingga pada akhirnya menyediakan tarif yang mampu dijangkau oleh masyarakat golongan ekonomi lemah. 4. Setelah memperhatikan dan menganalisa perhitungan dari dua metode di atas, maka manajemen Prikasih akan mencoba mempertimbangkan dan melakukan perhitungan ulang terkait dengan biaya kamar rawat, sehingga pada akhirnya mampu meyediakan tarif yang terjangkau dan perusahaan menempati posisi yang tinggi dalam persaingan pasar. B. Implikasi Setelah melihat kesimpulan di atas, pengimplentasian hasil penelitian menjadi penting dilakukan, melihat manfaat yang diperolah dari penerapan sistem ABC ini. Tentunya langkah-langkah efisiensi menjadi lebih mudah dilakukan dan pada akhirnya perusahaan memiliki perhitungan baku untuk mempertimbangkan dan menetapkan tarif kamar rawat untuk tahun depan. C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Diharapkan perusahaan melakukan pengklasifikasian unsur-unsur biaya produksi sesuai dengan kaidah yang berlaku. 2. Diharapkan mengaplikasikan ABC sesegera mungkin untuk meningkatkan daya saing perusahaan. 3. Peningkatan peluang kinerja perusahaan, dengan meningkatnya efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya yang terkait dengan tarif kamar rawat. 4. Diharapkan penelitian ini dikembangkan dengan variabel yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Abdul, Hamid, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Juni, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007. Amin, Widjaja Tunggal, ”Strategic Management Accounting. Analisis Strategik Atas Informasi Manajemen Biaya”, Harvarindo, 2009. Aristanti, Widyaningsih, ”Peranan dan Kendala Penerapan Activity Based Costing (ABC) Dalam Industri Jasa”, Percikan, Vol 103, Edisi Agustus, 2009. Armanto, Witjaksono, ”Akuntansi Biaya”, Jilid 1, Edisi 1, Graha Ilmu, Jakarta, 2006. Bastian, Bustami & Nurlela, ”Akuntansi Biaya Melalui Pendekatan Manajerial”, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2009. Bastian, Bustami & Nurlela, ”Akuntansi Biaya”, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2009. Basuki, ”Sistem ABC: Apakah Manfaatnya Relevan?”, Majalah Ekonomi, Tahun XI, No. 3, Desember, 2001. Blocher, Chen, Cokins, Lin, ”Cost Management. Manajemen Biaya Penekanan Strategis”, Buku 1, Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Blocher, Stout, Cokins, Chen, ”Cost Management. A Strategic Emphasis”, International Edition, Mc. Graw Hill Companies, Inc, New York, 2008. Carter dan Usry, ”Akuntansi Biaya”, Edisi 13, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Carter, William K, ”Akuntansi Biaya”, Buku 1, Edisi 14, Salemba Empat, Jakarta, 2009. Charoline, Cheisviyanny, ”Penerapan Activity Based Costing Untuk Analisis Pelanggan”, Jurnal Economic, vol 7, April, Hal. 39-44, 2007. Garrison, Noreen, Brewer, ”Managerial Accounting”, Edisi 11, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Hansen, Don. R dan Mowen, Maryanne. M, ”Management Accounting (Akuntansi Manajemen)”, Buku 1, Edisi 7, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Horngern, Datar M, Foster, George, ”Cost Accounting”, Diterjemahkan oleh Dewi Adhariani, AKBI. PT. Indeks Gramedia, Jakarta, 2005. Lilis, Yulifah, ”Penggunaan Activity Based Costing Untuk Meningkatkan Keakuratan Perhitungan Biaya Produk”, Kinerja, Vol 2, No. 1, Maret, 2004. Mehmet C. Kocakulah, Ph.D, ”Using Activity-Based Costing (ABC) to Measure Profitability on a commercial Loan Portofolio”, Journal of Performance Management, ABI/INFORM Global pg. 29, 2007 Mulyadi, ”Akuntansi Biaya”, Edisi 5, Universitas Gajah Mada.Yogyakarta, 2005. Nunik, L, ”ABC System: Sistem Biaya Dalam Mengatasi Kelemahan/Kekurangan Sistem Biaya Tradisional”, Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol 6, No. 2, November, Hal. 88-100, 2007. Rayburn, L, Gayle, ”Akuntansi Biaya”, Edisi 13, Erlangga, Jakarta, 1999. Silky, Ionian, ”Analisis Penerapan Activity Based Costing Dalam Produksi Program Acara Televisi. Studi Kasus Pada Perusahaan Televisi Transformasi Indonesia”, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008. Sugiyono, ”Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D”, Cetakan Ke-10, Alfabeta, Bandung. Sujoko, Efferin, ”Metode Penelitian Untuk Akuntansi. Sebuah Pendekatan Praktis”, Cetakan Pertama, BayuMedia Publishing, Malang, 2004. LAMPIRAN LAMPIRAN 1: LAPORAN LABA RUGI TAHUN 2009 – FLAMBOYAN Rumah Sakit Prikasih Laporan Laba Rugi Untuk Kamar Rawat Inap – Flamboyan Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2009 PENDAPATAN sewa kamar utama konsul dan visit utama oksigen tindakan medis bahan medis adiministrasi potongan penjualan total pendapatan Rp 1,430,550,000.00 Rp 366,417,660.00 Rp 9,826,420.00 Rp 77,066,242.00 Rp 4,776,394.00 Rp 221,926,425.00 Rp (12,712,296.00) BEBAN bahan medis makan pasien gaji jamsostek THR dan bonus jasa medis dokter pendidikan dan pelatihan linen pemakaian perlengkapan transportasi operasional material unit gas loundry dan bahan kebersihan total beban Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp LABA/RUGI BERSIH Rp 2,097,850,845.00 Rp (821,280,580.00) Rp 1,276,570,265.00 4,756,120.00 85,963,676.00 301,648,041.00 12,984,838.00 35,237,633.00 301,427,742.00 20,046,900.00 23,797,935.00 228,380.00 24,085,715.00 11,103,600.00 LAMPIRAN 2: LAPORAN LABA RUGI TAHUN 2009 – MAWAR Rumah Sakit Prikasih Laporan Laba Rugi Untuk Kamar Rawat Inap – Mawar Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2009 PENDAPATAN sewa kamar konsul dan visit utama oksigen tindakan medis bahan medis adiministrasi potongan penjualan total pendapatan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp BEBAN bahan medis makan pasien gaji jamsostek THR dan bonus jasa medis dokter pendidikan dan pelatihan linen pemakaian perlengkapan transportasi operasional material unit gas loundry dan bahan kebersihan total beban Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp LABA/RUGI BERSIH 1,242,275,000.00 481,914,813.00 17,435,350.00 14,418,768.00 5,677,972.00 224,387,262.00 (12,878,139.00) Rp 1,973,231,026.00 5,259,757.00 77,152,436.00 278,516,134.00 11,182,214.00 24,526,205.00 327,925,159.00 10,972,500.00 22,213,146.00 57,000.00 3,800,000.00 2,769,778.00 20,433,075.00 Rp (784,807,404.00) Rp 1,188,423,622.00 LAMPIRAN 3: LAPORAN LABA RUGI TAHUN 2009 – TERATAI Rumah Sakit Prikasih Laporan Laba Rugi Untuk Kamar Rawat Inap –Teratai Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2009 PENDAPATAN sewa kamar konsul dan visit utama oksigen tindakan medis bahan medis adiministrasi potongan penjualan total pendapatan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp BEBAN bahan medis makan pasien gaji jamsostek THR dan bonus jasa medis dokter pendidikan dan pelatihan linen pemakaian perlengkapan transportasi operasional material unit gas loundry dan bahan kebersihan total beban Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp LABA/RUGI BERSIH 1,926,000,000.00 788,141,168.00 43,188,520.00 175,529,913.00 17,050,627.00 361,241,753.00 (35,066,400.00) Rp 3,276,085,581.00 9,393,842.00 185,778,020.00 455,271,024.00 18,514,664.00 49,299,324.00 634,654,499.00 1,900,000.00 29,275,200.00 44,439,732.00 555,000.00 2,932,650.00 2,919,643.00 12,838,270.00 Rp (1,447,771,868.00) Rp 1,828,313,713.00 LAMPIRAN 4: LAPORAN LABA RUGI TAHUN 2009 – MELATI Rumah Sakit Prikasih Laporan Laba Rugi Untuk Kamar Rawat Inap – Melati Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2009 PENDAPATAN sewa kamar konsul dan visit utama oksigen tindakan medis bahan medis adiministrasi potongan penjualan total pendapatan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp BEBAN bahan medis makan pasien gaji jamsostek THR dan bonus jasa medis dokter pendidikan dan pelatihan linen pemakaian perlengkapan transportasi operasional material unit gas loundry dan bahan kebersihan total beban Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp LABA/RUGI BERSIH 499,800,000.00 677,471,220.00 37,027,200.00 15,174,206.00 10,008,689.00 249,878,500.00 (47,498,875.00) Rp 1,441,860,940.00 4,400,936.00 86,004,293.00 273,828,000.00 32,664,124.00 10,440,348.00 24,510,000.00 5,434,000.00 4,512,500.00 81,786,880.00 13,448,371.00 191,900.00 3,646,290.00 29,354,886.00 Rp (570,222,528.00) Rp 871,638,412.00 LAMPIRAN 5: DAFTAR TARIF KAMAR RAWAT INAP RS. PRIKASIH EDISI JANUARI 2010 NO KELAS RUANG A. RUANG RAWAT UMUM 1 Kelas Utama Flamboyan TARIF VISIT KONSUL DOKTER UANG MUKA 550.000 145.000 6.000.000 FASILITAS • • • • • • • • • • • • 2 3 4 Kelas I Kelas II Kelas III Mawar Teratai Melati 425.000 300.000 100.000 130.000 120.000 105.000 5.000.000 • 4.000.000 • • • • • • • • • • 1.000.000 • • • • • • • • B. RUANG RAWAT KHUSUS 1 Ruang Isolasi Cempaka 2 3 4 Ruang Rawat Anak Kelas III Ruang Rawat Anak Kelas III Ruang HCU a. Pasien Cempaka Teratai HCU 190.000 115.000 115.000 450.000 130.000 120.000 120.000 130.000 2.000.000 • 1.000.000 • • • • 1.000.000 • • • 7.000.000 • • • 1 kamar 1 tempat tidur Televisi Kulkas Telepon Kamar mandi Water heater Air conditioner Sofa Meja makan Meja + tea set Kursi teras Ruang tunggu + sofa 1 kamar 1 tempat tidur Televisi Kulkas Telepon Kamar mandi Water heater Air conditioner Kursi teras Meja + tea set Sofa 1 kamar 2 tempat tidur Televisi Kulkas Kamar mandi Air conditioner 1 kamar 4 tempat tidur Kamar mandi Air conditioner televisi 1 kamar 4 tempat tidur Kamar mandi Air conditioner Exhouse-fan 1 kamar 5 tempat tidur Kamar mandi Air conditioner 1 kamar 5 tempat tidur Kamar mandi Air conditioner 1 kamar 4 tempat tidur 5 dengan ventilator b. Paien tanpa ventilator Ruang Perinatal Perinatal 275.000 130.000 2.000.000 • • • Kamar mandi Air conditioner Exhouse-fan • 2 kamar 8 tempat tidur 5 incubator 3 baby box Air conditioner Ruang menyusui • • • • C. RUANG RAWAT BEDAH DAN NON INFEKSI 1 Kelas I Anggrek 390.000 130.000 2 3 4 Kelas II A Kelas II B Kelas III Anggrek Anggrek Anggrek 290.000 250.000 100.000 120.000 120.000 105.000 4.000.000 • 3.000.000 • • • • • • • • 2.500.000 • • • • • 1.000.000 • • • • • • • • • D. RUANG RAWAT BERSALIN 1 Kelas I Kenanga A 2 3 Kelas II Kelas III Kenanga B Kenanga C 390.000 290.000 100.000 130.000 120.000 105.000 4.000.000 • 3.000.000 • • • • • • • • • 1.000.000 • • • • • 1 kamar 1 tempat tidur Televisi Kulkas Telepon Kamar mandi Air conditioner Meja + tea set Sofa 1 kamar 2 tempat tidur Televisi Kulkas Kamar mandi Air conditioner 1 kamar 3 tempat tidur Televisi Kulkas Telepon Kamar mandi Air conditioner 1 kamar 4 tempat tidur Televisi Kamar mandi Air conditioner 1 kamar 1 tempat tidur Televisi Kulkas Telepon Kamar mandi Water heater Air conditioner Meja + tea set Sofa 1 kamar 2 tempat tidur Televisi Kulkas Kamar mandi Air conditioner 1 kamar 6 tempat tidur 4 Kamar Bayi Kelas III Kelas II Kelas I Bayi 110.000 100.000 105.000 110.000 1.000.000 • • • • • Televisi Kamar mandi Air conditioner Incubator 10 baby box LAMPIRAN 6: FASILITAS KAMAR RAWAT INAP RUMAH SAKIT PRIKASIH Ruang Perawatan Fasilitas Flamboyan • 1 kamar 1 tempat tidur • Televisi • Kulkas • Telepon • Kamar mandi • Water heater • Air conditioner • Sofa • Meja makan • Meja + tea set • Kursi teras • Ruang tunggu • sofa Mawar • 1 kamar 1 tempat tidur • Televisi • Kulkas • Telepon • Kamar mandi • Water heater • Air conditioner • Kursi teras • Meja + tea set • sofa Teratai • 1 kamar 1 tempat tidur • Televise • Kulkas • Kamar mandi • Water heater • Air conditioner Melati • 1 kamar 4 tempat tidur • Kamar mandi • Air conditioner • Televisi LAMPIRAN 7: BIAYA OVERHEAD PER RUANG PERAWATAN Overhead Beban penyusutan peralatan linen biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Biaya listrik Total overhead Flamboyan Rp 46,964.38 Rp 1,988.77 Mawar Teratai Rp 44,293.15 Rp Rp 108,854.00 Rp 35,663.01 1,331.61 Melati Rp 30,320.54 Rp 626.73 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 6,922.07 579.29 1,999.73 1,345.13 581.87 1,630.62 50,033.33 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 7,702.38 4,778.91 4,268.97 1,142.85 45.31 1,886.74 68,778.31 7,599.43 549.55 6,990.44 1,934.52 753.96 1,453.22 64,662.81 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 6,359.91 506.42 5,873.32 600.00 106.61 934.47 45,328.00 LAMPIRAN 9: DIRECT COST, DIRECT LABOR, OVERHEAD PER HARI PER RUANG PERAWATAN Keterangan Flamboyan Mawar Teratai Melati DIRECT COST bahan medis Rp 1,828.57 Rp 1,799.43 Rp 1,463.21 Rp 880.53 makan dan minum pasien Rp 31,593.00 Rp 31,593.00 Rp 24,745.00 Rp 20,305.00 Rp 33,421.57 Rp 33,392.43 Rp 26,208.21 Rp 21,185.53 total direct cost DIRECT LABOR Gaji dan tunjangan perawat total direct labor OVERHEAD Beban penyusutan peralatan linen biaya pemakaian perlengkapan Gas loundry dan bahan Kebersihan Biaya pemeliharaan Biaya material unit Biaya listrik total overhead COGS Rp Rp 182,224.08 182,224.08 Rp Rp 137,817.72 137,817.72 Rp Rp 215,260.80 215,260.80 Rp Rp 135,427.20 135,427.20 Rp Rp 46,964.38 1,988.77 Rp Rp 44,293.15 108,854.00 Rp Rp 35,663.01 1,331.61 Rp Rp 30,320.54 626.73 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 7,702.38 4,778.91 4,268.97 1,142.85 45.31 1,886.74 68,778.31 284,423.96 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 7,599.43 549.55 6,990.44 1,934.52 753.96 1,453.22 64,662.81 235,872.96 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 6,922.07 579.29 1,999.73 1,345.13 581.87 1,630.62 50,033.33 291,502.34 Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp 6,359.91 506.42 5,873.32 600.00 106.61 934.47 45,328.00 201,940.73 BERITA ACARA WAWANCARA No PERTANYAAN HASIL WAWANCARA 1 Terbentuknya RS. Prikasih ini sendiri pada awalnya seperti apa, serta dalam perkembangannya telah mengalami perubahan apa saja? Company Profile RS. Prikasih 2 Untuk pengakuan biaya, bagaimana cara pihak RS melakukan perhitungan biaya per unit kamarnya? RS. Prikasih sendiri didasarkan pada cost unit dan profit unit yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan baik itu untuk biaya medis ataupun non medis 3 Lalu bagaimana dengan pengakuan labanya? Pengakuan laba didasarkan pada unit kamar inap yang menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. 4 Adakah faktor-faktor yang melatarbelakangi manajemen RS dalam menyusun tarif kamar rawat inap itu sendiri? Ada 4 (empat) poin penting yang melatarbelakangi pihak RS dalam halnya menyusun tarif kamar rawat inap, yaitu: 1.Tarif kamar rawat inap tahun lalu; 2. Kenaikan/penurunan inflasi; 3. Survey RS. pesaing yang terdekat. 4. Biaya per unit 5 Lalu bagaimanakah metode perhitungan laporan laba-rugi seperti yang biasa dilakukan oleh RS. Prikasih ini? Pihak RS. melaporkan laporan labarugi per akhir tahun/periode, ada juga laporan laba-rugi per jenis kamar untuk melihat keuntungan ataupun kerugian per jenis kamar itu sendiri. 6 Dalam menentukan penyusunan tarif rawat inap ini, tahapan-tahapan apa saja yang terjadi di dalamnya? Lihat Tabel 4.11 No PERTANYAAN HASIL WAWANCARA 7 Dalam tiap-tiap tahapan itu sendiri tentunya ada aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalamnya, aktivitas-aktivitas tiap-tiap tahapan itu apa saja? Lihat Tabel 4.12 8 Untuk prosentase tiap-tiap aktivitas per tahapan-tahapan penentuan tarif kamar itu berapa saja? Lihat Tabel 4.13; 4.15; 4.17 7 Biaya-biaya apa saja yang terdapat di dalamnya? (Maksudnya tiap-tiap aktivitas) Ada 3 (tiga) jenis biaya yang diterapkan oleh RS. Prikasih ini, yaitu: 1. Biaya Langsung; 2. Biaya TK Langsung; dan 3. Biaya Overhead. 8 Biaya Langsung itu meliputi apa saja? Lihat tabel (4.33) 9 Sedangkan, Biaya TK Langsung meliputi apa saja? Lihat tabel (4.33) 10 Lalu, Biaya Overhead meliputi apa saja? Lihat tabel (4.33) 11 Penggunaan Biaya Langsung per hari tiap kamarnya rate-nya (jumlah pemakaian) berapa saja? Penggunaan Biaya Tenaga Kerja Langsung per hari tiap kamarnya ratenya berapa saja? Penggunaan Biaya Overhead per hari tiap kamarnya rate-nya berapa saja? Lihat Lampiran 9 12 13 Pewawancara Putri Trisyana NIM: 106082002547 Lihat Lampiran 9 Lihat Lampiran 9 Jakarta, 20 Maret 2010 Ka. Akuntansi RS. Prikasih Arie Sudirman