LEMBAR FAKTA November 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF METODOLOGI PEMETAAN LAHAN GAMBUT `Menuju Perbaikan Pemetaan Lahan Gambut` Pentingnya pemetaan lahan gambut yang akurat Lahan gambut yang dikelola dengan baik berpotensial untuk memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca, terutama di negara-negara yang memiliki lahan gambut yang luas dengan jumlah cadangan karbon hutan gambut yang signifikan. Hutan gambut dapat menyimpan karbon jauh lebih besar daripada jenis hutan lainnya. Namun apabila terdegradasi, lahan gambut akan menyumbang emisi lebih besar dibandingkan ekosistem lainnya. Oleh karena itu, perlindungan dan pencegahan konversi hutan gambut merupakan hal yang penting. Pada kenyataannya, belum tersedianya pemetaan lahan gambut dengan data yang akurat yang dapat mengakomodasi semua kepentingan akan peta lahan gambut, termasuk kepentingan pengelolaan lahan gambut dengan tepat guna merupakan salah satu tantangan yang menghambat upaya pengelolaan lahan gambut yang lebih baik. Indonesia memiliki beberapa keluaran peta lahan gambut, seperti pemetaan lahan gambut yang dilakukan oleh Wetlands International tahun 2004 dan pemetaan lahan gambut oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia tahun 2011. Menurut Deltares (2012), peta lahan gambut Indonesia yang telah ada perlu diperbaiki untuk menjamin keakurasiannya, dan batas-batas lahan gambut pada pemetaan yang sudah ada juga memerlukan perbaikan. Ketidakakurasian peta lahan gambut tersebut terjadi karena adanya penggunaan data yang tidak konsisten dan adanya ketidaktepatan dalam penaksiran kedalaman gambut. Ada beberapa lahan gambut yang dalam, tetapi dipetakan sebagai gambut dangkal, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, perbaikan pemetaan lahan gambut di Indonesia sangat perlu dilakukan.Suatu metode pemetaan yang dapat diaplikasikan dengan baik di Indonesia juga diperlukan untuk mendapatkan peta lahan gambut yang akurat. Oleh karena itu, metode pemetaan lahan gambut yang dapat menghasilkan peta lahan gambut yang akurat perlu dirumuskan. Teori Pemetaan Lahan Gambut dan Pengalaman Global Wilayah terbesar dari lahan gambut tropis terdapat di Asia Tenggara, terutama sebagian besar terdapat di Indonesia (Sumatera, Kalimantan dan Papua Barat), Malaysia (Semenanjung malaysia, Sarawak dan Sabah), Brunei dan Thailand (Whitmore 1995, Page et al 2004). Di Kalimantan, lahan gambut hutan terdistribusi di sepanjang pantai Sarawak, Brunei Darussalam, Sabah dan Kalimantan wilayah dataran rendah, yakni wilayah yang drainasenya buruk dan wilayah yang berada jauh di pedalaman hutan. Selama masa 4500 tahun, gambut telah mencapai kedalaman 20 m di beberapa wilayah (Phillips 1998). Keberadaan hutan gambut tropis sangatlah penting, tidak hanya sebagai sumber keanekaragaman hayati tetapi juga sebagai penyimpan karbon (Tawaraya et al. 2003). Hutan gambut tropis dan lahan gambut yang mengalami deforestasi berpotensial untuk menyebabkan emisi karbon dalam jumlah besar, yaitu melalui pembakaran yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap proses perubahan iklim. Data dan informasi lapangan yang tersedia dan juga survei udara (airborne dan penginderaan satelit) menunjukkan bahwa kombinasi dari kegiatan manusia (pembukaan lahan, penebangan liar, dll) dan kebakaran hutan menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan di lahan gambut (Putra et al. 2.008 ). Indonesia telah mengumpulkan banyak data (seperti perubahan tutupan lahan, pengelolaan hutan, biomassa di atas tanah, biomassa di bawah tanah, jenis hutan, pertumbuhan hutan), namun kesenjangan yang signifikan untuk mencapai sistem pemantauan nasional masih ada. Perbedaan ketidakpastian hasil dan data dapat berasal dari asumsi yang berbeda, metode, serta teknologi yang digunakan. Organisasi-organisasi yang berbeda dapat menggunakan metodologi dan sumber-sumber yang berbeda, yang akan menghasilkan estimasi yang berbeda pula, misalnya perbedaan estimasi mengenai emisi karbon. Penilaian Metodologi Pemetaan Lahan Gambut di Indonesia Selama periode 1986-1990, Badan Informasi Geospasial (BIG; dulu disebut sebagai Bakosurtanal) bekerja sama dengan Departemen Transmigrasi dan ODA (Overseas Development Administration) dari Inggris (United Kingdom) telah memetakan sumber daya lahan di Indonesia dengan skala 1: 250,000 yang meliputi lahan gambut , melalui proyek RePPProT (Program Perencanaan Fisik regional untuk Transmigrasi). Metode pemetaan sumberdaya lahan yang digunakan oleh RePPProT adalah sebuah konsep sistem lahan. Pada dasarnya, konsep sistem lahan selalu menggunakan landform sebagai kunci untuk pemetaan sumberdaya lahan. Sistem lahan adalah suatu ekosistem alami dimana batuan, iklim, hidrologi, topografi, tanah, dan organisme saling terkait erat dengan cara tertentu (RePPProT, 1990). Setiap sistem lahan memiliki proporsi pengaturan atau pola yang uni atau pola proporsi. Metode untuk mendeliniasi sistem lahan biasanya menggunakan berbagai citra, seperti fotografi udara, radar airborne, Landsat, dan SPOT. Usulan Metodologi Pemetaan Lahan Gambut Dari hasil pertemuan para ahli pemetaan gambut yang telah diselenggarakan beberapa kali oleh ICCC, maka ICCC merekomendasikan konsensus metodologi pemetaan lahan gambut untuk Indonesia yang dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut: 1. Pemetaan Tahap I Pada pemetaan tahap I ini, yang harus dilakukan adalah perbaikan utama dengan cepat dalam jangka waktu yang pendek, yakni dengan cara melakukan uji lapangan pada wilayahwilayah yang menjadi prioritas. Pada tahap ini, target waktunya adalah tahun 2012 dan 2013. • Fokus geografis: Wilayah prioritas, yakni wilayah yang memiliki kubah gambut yang besar dan masih memiliki hutan serta wilayah yang tidak memiliki data • Fokus Geografis: Semua lahan gambut yang cenderung memiliki wilayah yang substansial dengan kedalaman gambut lebih dari 3m • Data: Mengumpulkan informasi tambahan berupa: a) Target survei kedalaman gambut dalam waktu singkat; dan 2) Memperbaiki data elevasi (dengan menggunakan satelit atau airborne) • Catatan penting: Perlunya dilakukan pembaharuan terhadap peraturan dan keputusan, serta memvalidasi da mengoptimalkan data setiap kubah gambut yang kompleks untuk memperbaiki database 3. Pemetaan Tahap III • Data: Menggunakan data yang telah ada, misalnya pemetaan lahan gambut oleh Wetlands International yang menggunakan data kedalaman gambut lebih dari 20cm, dan juga diintegrasikan dengan data elevasi yang diperoleh dari SRTM30, Glas, LIDAR, atau yang lain. Detil perbaikan peta dalam jangka panjang (tahun 2015 dan seterusnya) • Catatan penting: Untuk interpolasi, menerapkan aturan keputusan geomorfologi pada hubungan antara ketebalan gambut, elevasi, gambut bawah (= model spasial) • Data: Mengumpulkan informasi tambahan berupa: 1) Melakukan survey kedalaman gambut terhadap semua wilayah cakupan lahan gambut; 2) Survei elevasi LIDAR; dan 3) Mengumpulkan data satelit dengan sumber yang baru 2. Pemetaan Tahap II Pada pemetaan tahap II ini, yang harus dilakukan adalah melakukan perbaikan pemetaan lahan gambut dalam jangka menengah, dengan target waktu adalah tahun 2013 dan 2014. • Fokus geografis: Semua lahan gambut termasuk yang dangkal yang sebagian besar <3m • Catatan penting: Perlunya mengembangkan ilmu yang lebih luas yang dapat diterima terkait dengan misalnya peranan tabel air, resiko kebakaran, dan emisi karbon Kegiatan Selanjutnya ICCC akan melakukan exercise di tiga wilayah, yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Papua untuk menguji metodologi yang telah dirumuskan. Selain itu, exercise ini ditujukan untuk membuat percontohan pemetaan lahan gambut sebagai suatu ekosistem yang akan menghasilkan rekomendasi terhadap kebijakan pengelolaan lahan gambut secara lestari, sebagai salah satu upaya mendukung pengurangan emisi GRK dari lahan gambut. Gedung Kementerian BUMN Lt.18 Jalan Medan Merdeka Selatan No.13 JAKARTA 10110 Tel.+6221-3511400, Fax.+6221-3511403 www.iccc-network.net