16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Corporate Social Responsibility

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Corporate Social Responsibility
2.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis
untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan
memerhatikan CSR perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara
perhatian terhadap aspek ekonomis, social, dan lingkungan (Untung, 2008)
Pengertian lain mengenai Corporate Social Responsibility terdapat dalam
Undang-Undang no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu :
“Tanggungjawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi
perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga
memberikan definisi mengenai CSR, yaitu :
“Responsibility of an organization for the impacts of its decision and activities
on society and the environment, through transparent and ethical behavior that
contributes to suistainable development, health and the welfare of society; takes
into account the expectations of stakeholders; is in compliece with applicable
law and consistent with international norms of behavior; and is integrated
throughout the organization and practiced in its relationshis.” (www.pwypindonesia.org)
16
17
Pengertian lain mengenai Corporate Social Responsibility adalah tanggungjawab
perusahaan kepada lingkungan, masyarakat dan sosial sebagai dampak dari aktivitas
operasional perusahaan, yang salah satu tujuannya adalah untuk menjamin
keberlanjutan perusahaan itu sendiri (Ghassani, 2016).
Cara pandang perusahaan terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial dipetakan
ke dalam tiga persepsi, yaitu :
a. Unsur keterpaksaan karena untuk mematuhi peraturan dan perundangan,
tekanan eksternal, dan membangun image positif sehingga bersifat sementara
b.
Hanya sebagai kewajiban (compliance) atas dasar regulasi UU PT, KepMen
BUMN, aturan SEC, dan lainnya.
c. Sebagai bagian dari aktivitas perusahaan tanggung jawab perusahaan
meliputi: economic, legal, social responsibility (Aziz, 2014).
2.1.2 Teori yang Mendasari Corporate Social Responsibility
2.1.2.1 Teori Stakeholder
Teori Stakeholder menyatakan bahwa kesuksesan dan hidup-matinya suatu
perusahaan sangat tergantung pada kemampuan perusahaan menyeimbangkan
beragam kepentingan dari para stakeholder atau pemangku kepentingan. Jika mampu,
maka perusahaan akan meraih dukungan yang berkelanjutan dan menikmati
pertumbuhan pangsa pasar, penjualan, serta laba. Dalam perspektif teori stakeholder,
18
masyarakat dan lingkungan merupakan stakeholder inti perusahaan yang harus
diperhatikan (Lako, 2011).
Pendapat lain mengenai teori stakeholders yaitu bahwa perusahaan bukanlah
entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan
manfaat bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditur, konsumen, supplier,
pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu
perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada
perusahaan tersebut (Tamba, 2011).
Hakikatnya, stakeholders theory mendasarkan diri pada asumsi, antara lain :
“1. The coporation has relationship with many constituenty groups (stakeholder)
that effect and are affected by its decisions.
2. The thery is concered with nature of these relationship in term of both
processes and outcomes for the firm and its stakeholder.
3. The interests of all (legitimate) stakeholder have intrinsic value, and o set of
interest is assumed to dominate the others.
4. The theory focuses on managerial decision making.” (Hadi, 2011:94).
Stakeholder dianggap penting oleh perusahaan dan sangat berpengaruh terhadap
jalannya aktivitas perusahaan karena dalam menjalankan usahanya, perusahaan tentu
akan berhubungan dengan para stakeholder yang jumlahnya banyak sesuai dengan luas
lingkup operasi perusahaan. Agar kegiatan usaha berjalan sesuai dengan harapan
perusahaan, maka diperlukan adanya hubungan serta komunikasi yang baik antara
perusahaan dengan para stakeholder-nya. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan
dalam teori stakeholder, bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder
yang pada akhirnya perusahaan akan memenuhi segala kebutuhan para stakeholder
19
untuk mendapatkan dukungan seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan (Hadi,
2011:96). Menurut Gray et al. (1995) menyatakan bahwa :
“kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan
dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk
mencari dukungan tersebut. Semakin powerful stakeholder, maka semakin besar
usaha perusahaan untuk mampu beradaptasi.”
Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder perusahaan
adalah dengan melaksanakan maupun mengungkapkan CSR. Pelaksanaan aktivitas
sosial dan pengungkapkan CSR diharapkan agar keinginan dari stakeholder dapat
terakomodasi, sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara
perusahaan dengan stakeholdernya. Hubungan yang harmonis akan berakibat pada
perusahaan
dapat
mencapai
keberlanjutan
(sustainability)
atau
kelestarian
perusahaannya (Putra, 2011).
2.1.2.2 Teori Legitimasi
Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi harus secara terus-menerus
mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka (organisasi) melakukan kegiatan sesuai
dengan batasan dan norma-norma masyarakat. Legitimasi dianggap sebagai asumsi
bahwa tindakan yang dilakukan suatu entitas merupakan tindakan yang diinginkan,
pantas, atau sesuai dengan system, norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang
dikembangkan secara sosial (Rustiarini, 2011).
20
Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka
mengembangkan perusahaan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai wahana untuk
mengontruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri di
tengah lingkungan masyarakat yang semakin maju. Legitimasi merupakan keadaan
psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala
lingkungan sekitarnya baik fisik maupun non fisik. (Hadi, 2011:87)
Gray et. al, (1996) berpendapat bahwa legitimasi merupakan system pengelolaan
perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat, pemerintah
individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang
mengedepankan keberpihakan kepada masyarakat, operasi harus kongruen dengan
harapan masyarakat.
Legitimacy gap (in-congruence) dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti :
a. Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap
kinerja perusahaan tidak berubah.
b. Kinerja perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap
perusahaan telah berubah.
c. Kinerja perusahaan dan harapan masyarajat berubah ke arah yang berbeda, atau
kearah yang sama tetapi waktunya berbeda (Hadi, 2011:90).
Upaya yang perlu dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mengelola legitimasi
agar efektif yaitu dengan cara :
21
a. Melakukan identifikasi dan komunikasi/dialog dengan publik.
b. Melakukan komunikasi/dialog tentang masalah nilai sosial, kemasyarakatan
dan lingkungan, serta membangun persepsinya tentang perusahaan.
c. Melakukan strategi legitimasi dan pengungkapan, terutama terkait dengan
masalah CSR (Hadi, 2011:92).
2.1.2.3 Teori Kontrak Sosial
Kontrak sosial mucul karena adanya interelasi dalam kehidupan sosial
masyarakat agar terjadi keselarasan, keserasian dan keseimbangan termasuk terhadap
lingkungan. Perusahaan, yang merupakan kelompok orang yang memiliki kesamaan
tujuan dan berusaha mencapai tujuan secara bersama adalah bagian dari masyarakat
dalam lingkungan yang lebih besar. Keberadaannya sangat ditentukan oleh masyarakat
dimana antara keduanya saling memengaruhi. Untuk itu, agar terjadi keseimbangan
(equality), maka perlu kontrak sosial baik secara ekplisit maupun implisit sehingga
terjadi kesepakatan-kesepakatan yang saling melindungi kepentingannya (Hadi,
2011:95).
Dalam perspektif manajemen kontemporer, teori kontrak sosial menjelaskan hak
kebebasan individu dan kelompok, termasuk masyarakat yang dibentuk berdasarkan
kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan anggotanya. Hal ini sejalan
dengan konsep legitimacy theory bahwa legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat
kesesuaian antara keberadaan perusahaan yang tidak mengganggu atau sesuai
22
(congruence) dengan eksistensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat dan
lingkunngan (Hadi, 2011:97).
Kontrak sosial dibangun dan dikembangkan, salah satunya untuk menjelaskan
hubungan antara perusahaan terhadap masyarakat. Ilustrasi kontrak sosial antara
perusahaan dengan stakeholder dijelaskan dalam gambar dibawah ini :
Gambar 2.1
Social Contract
Government
Society
The
Organisation
Other
Organisation
Groups
Individuals
Sumber : Hadi, 2011:97
2.1.3 Prinsip Dasar Corporate Social Responsibility
Menurut Suharto (2009:5) secara konseptual CSR merupakan kepedulian
perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom
line (3P) yang terdiri dari :
23
a. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
b. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti
pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana
pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan
sebagainya.
c. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan
keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini
biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air
bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata (Ekoturisme).
Gambar 2.2
Triple Bottom Line dalam CSR
Profit
(Keuntungan
Perusahaan)
Planet
(Keberlanjutan
Lingkungan Hidup)
Sumber : Suharto, 2006:5
People
(Kesejahteraan
Manusia/Masyarakat)
24
Prinsip-prinsip dasar CSR yang menjadi dasar bagi pelaksanaan yang menjiwai
atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan CSR menurut ISO
26000 meliputi:
a. Akuntabilitas, membuktikan bahwa organisasi bersangkutan melakukan
segala sesuatu dengan benar. Akuntabilitas yang diminta adalah terhadap
seluruh pemangku kepentingan, dalam hal dampak organisasi atas
masyarakat dan lingkungan, termasuk dampak yang tak sengaja atau tak
diperkirakan.
b. Transparansi. Sebuah organisasi seharusnya menyatakan dengan transparan
seluruh keputusan dan aktivitasnya yang memiliki dampak atas masyarakat
dan lingkungan. Karenanya, yang dituntut adalah keterbukaan yang “clear,
accurate, and complete” atas seluruh kebijakan, keputusan dan aktivitas.
c. Perilaku etis. Sebuah organisasi harus berperilaku etis sepanjang waktu
dengan menegakkan kejujuran, kesetaraan dan integritas.
d. Penghormatan pada kepentingan stakeholder. Sebuah organisasi harus
menghormati dan menanggapi kepentingan seluruh stakeholder-nya. Yang
harus dilakukan adalah mengidentifikasi, menanggapi kebutuhan, mengenali
hak-hak legal dan kepentingan yang sah serta mengenali kepentingan yang
lebih luas terkait dengan pembangunan berkelanjutan.
e. Kepatuhan kepada hukum. Sebuah organisasi harus menerima bahwa
kepatuhan pada hukum adalah suatu kewajiban. Yang dilakukan adalah,
25
patuh pada semua regulasi, memastikan bahwa seluruh aktivitasnya sesuai
dengan kerangka hukum yang relevan, patuh pada seluruh aturan yang
dibuatnya sendiri secara adil dan imparsial, mengetahui perubahanperubahan dalam regulasi dan secara periodik memeriksa kepatuhannya.
f. Penghormatan pada norma perilaku internasional. Di negara-negara yang
hukum nasionalnya atau impelementasinya tidak mencukupi untuk
melindungi kondisi lingkungan dan sosialnya, sebuah organisasi harus
berusaha untuk mengacu kepada norma perilaku internasional.
g. Penghormatan terhadap HAM. Setiap organisasi harus menghormati HAM,
serta mengakui betapa pentingnya HAM serta sifatnya yang universal. Yang
harus dilakukan adalah manakala ditemukan situasi HAM tidak terlindungi,
organisasi tersebut harus melindungi HAM, dan tidak mengambil
kesempatan dari situasi itu, apabila tidak ada regulasi HAM di tingkat
nasional, maka organisasi harus mengacu pada standar HAM internasional.
Sedangkan menurut Crowther David (2008) prinsip-prinsip tanggungjawab
sosial dibagi menjadi tiga pilar, yaitu :
a.
Suistainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan
aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa
depan.
b.
Accountability,
merupakan
upaya
perusahaan
untuk
terbuka
dan
bertanggunjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas
26
dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan memengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan eksternal.
c.
Transparency, merupakan satu hal yang sangat penting bagi pihak eksternal,
berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya
informasi dan pertanggungjawaban dari lingkungan.
2.1.4 Manfaat Corporate Social Responsibility
Keberadaan perusahaan idealnya bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Prinsip
dasar corporate social responsibility adalah pemberdayaan masyarakat setempat
(Untung, 2008:3). Menurut Untung (2008:6) manfaat kegiatan corporate social
responsibility bagi perusahaan antara lain :
a. Memertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan.
b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.
c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan.
d. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha.
e. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
f. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.
g. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
h. Peluang mendapatkan penghargaan.
Menurut Edi Suharto (2010:52) jika dikelompokkan, terdapat empat manfaat
diterapkannya Corporate Social Responsibility yang dapat diperoleh perusahaan, yaitu:
27
a. Brand Differentiation
Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, tanggung jawab sosial bisa
memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis dimata publik yang pada
gilirannya menciptakan customer loyalty.
b. Human Resources
Program tanggung jawab sosial dapat membantu dalam perekrutan karyawan
baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi.
c. Licences to Operate
Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial dapat mendorong
pemerintah dan publik memberi “izin” bisnis, karena dianggap telah memenuhi
standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
d. Risk Management
Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi
perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh
skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan.
Mursitama et. al. (2011:27-29) membagi manfaat corporate social responsibility
kedalam dua kategori, yaitu manfaat internal dan manfaat eksternal. Manfaat internal
dari CSR yaitu :
a. Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia.
b. Peningkatan performa lingkungan perusahaan.
28
c. Menciptakan budaya perusahaan, yaitu integrasi antarfungsi di dalam
perusahaan diharapkan dapat terjadi, munculnya efek dari membaiknya
reputasi perusahaan,
d. Kinerja keuangan. Dengan dilakukannya corporate social responsibility,
kinerja keuangan perusahaan, terutama harga saham bagi perusahaan yang telah
go public, menjadi lebih baik. Tanggung jawab sosial perusahaan kepada
lingkungan memberikan dampak terhadap peningkatan harga saham korporasi.
Manfaat eksternal melakukan corporate social responsibility yaitu :
a. Penerapan corporate social responsibility akan meningkatkan reputasi
perusahaan
sebagai
badan
yang
mengemban
dengan
baik
pertanggungjawaban secara sosial. Hal ini menyangkut pemberian pelayanan
yang lebih baik kepada aktor-aktor eksternal atau para pemangku
kepentingan eksternal.
b. Corporate social responsibility merupakan satu bentuk diferensiasi produk
yang baik. Artinya, sebuah produk yang memenuhi persyaratan-persyaratan
ramah
lingkungan
dan
merupakan
hasil
dari
perusahaan
yang
bertangungjawab secara sosial. Untuk itu, diperlukan kesesuaian berbagai
aktivitas sosial dengan karakteristik perusahaan yang juga khas.
c. Melaksanakan corporate social responsibility dan membuka kegiatan
corporate social responsibility secara pubik merupakan instrumen untuk
29
komunikasi yang baik dengan masyarakat. Hal tersebut akan membantu
menciptakan reputasi dan image perusahan yang lebih baik.
d. Kontribusi corporate social responsibility terhadap kinerja perusahaan pun
dapat terwujud dalam bentuk dampak positif yang timbul dari berbagai
rewards atas tingkah laku positif dari perusahaan, kontribusi ini sering
disebut sebagai kesempatan dan kemampuan perusahaan untuk munculnya
konsekuensi dari tindakan yang buruk atau dikenal sebagai safety nets bagi
perusahaan (Mursitama et. al, 2011:30-31).
2.1.5 Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Pengungkapan CSR merupakan bagian dari akuntansi pertanggungjawaban
sosial kepada stakeholder. Perusahaan yang telah melaksanakan praktik CSR dapat
mengungkapkan pelaksanaan CSR tersebut baik terintegrasi langsung dalam laporan
tahunan maupun laporan terpisah yang sering disebut dengan sustainability report
(Annisa dan Nazar, 2015).
Di Indonesia, pengungkapan CSR diatur dalam Undang-undang Perseroan
Terbatas No.40 tahun 2007 Pada pasal 66 ayat (2) yang menyebutkan bahwa semua
perseroan wajib untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di Laporan
Tahunan. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menerapkan CSR dalam program
kerjanya dan mengungkapkan CSR pada laporan tahunan perusahaan. Dengan
mengungkapkan CSR perusahaan memang tidak akan mendapatkan profit atau
30
keuntungan secara langsung, yang diharapkan dari kegiatan ini adalah benefit berupa
citra perusahaan.
Pengungkapan CSR dalam laporan tahunan dan/atau dalam sustainability repot
merupakan laporan aktivitas tanggungjawab sosial yang telah dilakukan perusahaan
baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan
tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan yang
dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan perseroan
yang telah dilaksanakan selama tahun buku terakhir (Hadi, 2011:206).
Standar pengungkapan CSR yang berkembang di Indonesia merujuk pada
standar yang diterapkan GRI (Global Reporting Initiative). Standar GRI dipilih karena
lebih memfokuskan pada standar pengungkapan sebagai kinerja ekonomi, sosial dan
lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan pemanfaatan
sustainability reporting (www.globalreporting.org).
Saat ini standar GRI versi terbaru, yaitu G4 telah telah banyak digunakan oleh
perusahaan di Indonesia. GRI-G4 menyediakan kerangka kerja yang relevan secara
global untuk mendukung pendekatan yang terstandarisasi dalam pelaporan yang
mendorong tingkat transparansi dan konsistensi yang diperlukan untuk membuat
informasi yang disampaikan menjadi berguna dan dapat dipercaya oleh pasar dan
masyarakat. Fitur yang ada di GRI-G4 menjadikan pedoman ini lebih mudah
digunakan baik bagi pelapor yang berpengalaman dan bagi mereka yang baru dalam
31
pelaporan keberlanjutan sektor apapun dan didukung oleh bahan-bahan dan layanan
GRI lainnya (www.globalreporting.org).
GRI-G4 juga menyediakan panduan mengenai bagaimana menyajikan
pengungkapan keberlajutan dalam format yang berbeda, baik itu laporan keberlanjuttan
mandiri, laporan terpadu, laporan tahunan, laporan yang membahas norma-norma
internasional tertentu atau pelaporan online. Dalam standar GRI G-4, indikator kinerja
dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu ekonomi, lingkungan hidup dan sosial.
Kategori sosial mencakup hak asasi manusia, praktek ketenagakerjaan dan lingkungan
kerja, tanggung jawab produk dan masyarakat. Total indikator yang terdapat dalam
GRI mencapai 91 item (www.globalreporting.org).
Dalam melakukan penilaian luas pengungkapan CSR, item-item yang akan
diberikan skor, mengacu kepada indikator kinerja atau item yang disebutkan GRI-G4
guideline. Penjelasan mengenai indikator GRI-G4 dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2.1
91 Indikator berdasarkan GRI-G4
-Kinerja Ekonomi
KATEGORI EKONOMI
EC1
Nilai ekonomi langsung yang dihasilkan dan
didistribusikan.
EC2
Implikasi finansial dan risiko serta peluang
lainnya kepada kegitan organisasi karena
perubahan iklim.
EC3
Cakupan kewajiban organisasi atas imbalan
pasti.
EC4
Bantuan finansial yang diterima dari
pemerintah.
32
-Keberadaan Pasar
-Dampak Ekonomi
Tidak Langsung
-Praktik Pengadaan
-Bahan
-Energi
-Air
-Keanekaragaman
Hayati
KATEGORI EKONOMI
EC5
Rasio upah standar pegawai pemula (entry
level) menurut gender dibandingkan dengan
upah minimum regional di lokasi-lokasi
operasional yang signifikan.
EC6
Perbandingan manajemen senior yang
dipekerjakan dari masyarakat lokal di operasi
yang signifikan.
EC7
Pembangunan dan dampak dari investasi
infrastruktur dan jasa yang diberikan.
EC8
Dampak ekonomi tidak langsung yang
signifikan, termasuk besarnya dampak.
EC9
Perbandingan dari pemasok lokal di
operasional yang signifikan.
KATEGORI LINGKUNGAN
EN1
Bahan yang digunakan berdasarkan berat dan
volume.
EN2
Presentase bahan yang digunakan yang
merupakan bahan input daur ulang.
EN3
Konsumsi energi dalam organisasi.
EN4
Konsumsi energi diluar organisasi.
EN5
Intensitas energi.
EN6
Pengurangan konsumsi energy.
EN7
Konsumsi energi diluar organisasi.
EN8
Total pengambilan air berdasarkan sumber.
EN9
Sumber air yang secara signifikan dipengaruhi
oleh pengambila air.
EN10 Presentase dan total volume air yang didaur
ulang dan digunakan kembali.
EN11 Lokasi-lokasi operasional yang dimiliki,
disewa, dikelola didalam, atau yang berdekatan
dengan kawasan lindung dan kawasan dengan
keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan
lindung.
EN12 Uraian dampak signifikan kegiatan, produk,
dan jasa terhadap keanekaragaman hayati
tinggi diluar kawasan lindung dan kawasan
dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi
dikawasan lindung.
EN13 Habitat yang dilindungi dan dipulihkan.
33
-Keanekaragaman
Hayati
-Emisi
-Efluen dan Limbah
-Produk dan Jasa
-Kepatuhan
KATEGORI LINGKUNGAN
EN14 Jumlah total spesies dalam IUCN RED LIST
dan spesies dalam daftar spesies yang
dilindungi nasional dengan habitat ditempat
yang dipengaruhi operasional, berdasarkan
tingkat risiko kepunahan.
EN15 Emisi gas rumah kaca (GRK) langsung
(Cakupan 1).
EN16 Emisi gas rumah kaca (GRK) energi tidak
langsung (Cakupan 2).
EN17 Emusi gas rumah kaca (GRK) tidak langsung
lainnya (Cakupan 3).
EN18 Intensitas emisi gas rumah kaca (GRK).
EN19 Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
EN20 Emisi bahan perusak ozon (BPO).
EN21 NOx, Sox dan emisi udara signifikan lainnya.
EN22 Total air yang dibuang berdasarkan kualitas
dan tujuan.
EN23 Bobot total berdasarkan jenis dan metode
pembuangan.
EN24 Jumlah dan volume total tumpahan signifikan.
EN25 Bobot limbah yang dianggap berbahaya
menurut ketentuan Basel 2 Lampiran I, II, III
dan VIII yang diangkut diimpor, diekspor atau
diolah dan persentase limbah yang diangkut
untuk pengiriman internasional.
EN26 Identitas, ukuran dan status lindung, dan nilai
keanekaragaman hayati dari badan air dan
habitat terkait yang secara signifikan terkea
dampak dari pembuangan dan air limpasan dari
organisasi.
EN27 Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak
lingkungan produk dan jasa.
EN28 Persentase produk yang terjual dan
kemasannya yang direklamasikan menurut
kategori.
EN29 Nilai moneter denda yang signifikan dan
jumlah total sanksi non-moneter atas
ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan
peraturan lingkungan.
34
KATEGORI LINGKUNGAN
EN30 Dampak lingkuuangan signifikan dari
pengangkutan produk dan barang lain serta
bahan untuk operasional organisasi dan
pengangkutan tenaga kerja.
-Lain-lain
EN31 Total pegeluaran dan investasi perlindungan
lingkungan berdasarkan jenis.
-Asesmen Pemasok atas EN32 Persentase
penapisan
pemasok
baru
Lingkungan
menggunakan kriteria lingkungan.
EN33 Dampak lingkungan negatif signifikan aktual
dan potensial dalam rantai pasikan dan
tindakan yang diambil.
-Mekasnisme
EN34 Jumlah pengaduan tentang dampak lingkungan
Pengaduan Masalah
yang diajukan, ditangani dan diselesaikan
Lingkungan
melalui mekasnisme pangaduan resmi.
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Bekerja
-Kepegawaian
LA1
Jumlah total dan tingkat perekrutan karyawan
baru dan turnover karyawan menurut
kelompok umur, gender dan wilayah.
LA2
Tunjangan yang diberikan bagi karyawan
purnawaktu yang tidak diberikan bagi karyawa
sementara atau paruh waktu, berdasarkan
lokasi operasi yang signifikan.
LA3
Tingkat kembali bekerja dan tingkat resistensi
setelah cuti melahirkan, menurut gender.
-Hubungan Industrial
LA4
Jangka waktu minimum pemberitahuan
mengenai perubahan operasional, termasuk
apakah hal tersebut tercantum dalam perjanjian
bersama.
-Kesehatan dan
LA5
Persentase total tenaga kerja yang diwakili
Keselamatan Kerja
dalam komiite bersama formal manajemenpekerja yang membantu mengawasi dan
memberikn saran program kesehatan dan
keselamatan kerja.
LA6
Jenis dan tingkat cedera, penyakit akibat kerja,
hari hilang dan kemangkiran serta jumlah total
kematian akibat kerja, menurut daerah dan
gender.
-Transportasi
35
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Bekerja
-Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
LA7
Pekerjaan yang sering terkena atau beresiko
tinggi terkena penyakit yang terkait dengan
pekerjaan mereka.
LA8
Topik kesehatan dan keselamatan tercakup
dalam perjanjian formal serikat pekerja.
-Pelatihan dan
LA9
Jam pelatihan rata-rata pertahun perkaryawan
Pendidikan
menurut gender, dan menurut kategori
karyawan.
LA10 Program untuk manajemen keterampilan dan
pembelajaran seumur hidup yang mendukung
keberlanjutan kerja karyawan dan membantu
mereka mengelola purna bakti.
LA11 Persentase karyawan yang menerima review
kinerja dan pengembangan karier secara
regular menurut gender dan kategori kayawan.
-Keberagaman dan
LA12 Komposisi badan tata kelola dan pembagian
Kesetaraan Peluang
karyawan perkategori karyaman menurut
gender, kelompok usia, keanggotaan kelompok
minoritas dan indikator keberagaman lainnya.
-Kesetaraan
LA13 Rasio gaji pokok dan remunerasi bagi
Remunerasi Perempuan
perempuan terhadap laki-laki menurur karegori
dan Laki-Laki
karyawan, berdasarkan lokasi operasional yang
signifikan
-Asesmen Pemasok
LA14 Persentase
penapisan
pemasok
baru
Terkait Praktik
menggunakan praktik ketenagakerjaan.
Ketenagakerjaan
LA15 Dampak negative aktual dan potensial yang
signifikan terhadap praktik ketenagakerjaan
rantai pasokan dan tindakan yang diambil
LA16 Jumlah
pengaduan
tentang
praktik
ketenagakerjaan yang diajukan, ditangani, dan
diselesaikan melalui pengaduan resmi.
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Hak Asasi Manusia
-Investasi
HR1
Jumlah total dan persentase perjanjian dan
kontrak investasi yang signifikan yang
menyertakan klausul terkait hak asasi manusia
atau penapisan berdasarkan hak asasi
manuasia.
36
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Hak Asasi Manusia
-Investasi
HR2
Jumlah waktu pelatihan karryawan tentang
kebijakan/prosedur HAM terkait dengan
aaspek HAM yang relevan dengan operasi.
-Non Diskriminasi
HR3
Jumlah total insiden diskriminasi dan tindakan
korektif yang diambil.
-Kebebasan Berserikat
HR4
Operasi pemasok teridentifikasi yang mungkin
dan Perjanjian Kerja
melanggar atau beresiko tinggi melanggar hak
Bersama
untuk melaksanakan kebebasan berserikat dan
perjanjian kerja bersama, dan tindakan yang
diambil untuk mendukung hak-hak tersebut.
-Pekerja Anak
HR5
Operasi dan pemasok yang diidentifikasi
beresiko tinggi melakukan eksploitasi pekerja
anak dan tindakan yang diambil untuk
berkonstribusi dalam penghapusan pekerja
anak yang efektif.
-Pekerja Paksa atau
HR6
Operasi dan pemasok yang diidentifikasi
Wajib Kerja
beresiko tinggi melakukan pekerja paksa atau
wajib kerja dan tindakan untuk berkonstribusi
dalam penghapusan segala bentuk pekerja
paksa atau wajib kerja.
-Praktik Pengamanan
HR7
Persentase petugas pengamanan yang dilatih
dalam kebijakan atau prosedur hak asasi
manusia di organisasi yang relevan dengan
operasi.
-Hak Adat
HR8
Jumlah total insiden pelanggaran yang
melibatkan hak-hak masyarakat adat dan
tinddakan yang diambil.
-Asesmen
HR9
Jumlah total dan persentasi operasi yang telah
melakukan review atau asesmen dampak hak
asasi manusia.
-Asesmen Pemasok atas HR10 Persentase
penapisan
pemasok
baru
Hak Asasi Manusia
menggunakan kriteria hak asasi manusia.
HR11 Dampak negatif aktual dan potensial yang
signifikan terhadap hak asasi manusia dalam
rantai pasokan dan tindakan yang diambil.
-Mekanisme Pengaduan HR12 Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap
Masalah Hak Asasi
hak asasi manusai yang diajukan, ditangani dan
Manusia
diselesaikan melalui pengaduan formal.
37
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Masyarakat
-Masyarakat Lokal
SO1
Persentase
operasi
dengan
pelibatan
masyarakat lokal, dampak & pengembangan.
-Masyarakt Lokal
SO2
Operasi dengan dampak negative aktual dan
potensial yang signifikan terhadap masyarakat
lokal.
-Anti Korupsi
SO3
Jumlah total dan persentase operasi yang
dinilai terhadap risiko terkaot dengan korupsi
dan risiko signifikan yang teridentifikasi.
SO4
Komunikasi dan pelatihan mengenai kebijakan
dan prosedur anti korupsi.
SO5
Insiden korupsi yang terbukti dan tindakan
yang diambil.
-Kebijakan Publik
SO6
Nilai total konstribusi politij berdasarkan
negara dan penerima/penerima mamfaat.
-Anti Persaingan
SO7
Jumlah total tindakan hukum terkait anti
persaingan, anti-trust, serta praktik monopoli
dan hasilnya.
-Kepatuhan
SO8
Nilai moneter denda yang signifikan dan
jumlah total sanksi non moneter atas
ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan
peraturan.
-Asesmen Pemasok atas
SO9
Persentase
penapisan
pemasok
baru
Dampak Terhadap
menggunakan kriteria untuk dampak terhadap
Masyarakat
masyarakat.
SO10 Dampak negative aktual dan potensional yang
signifikan terhadap masyarakat dalam rantai
pasokan dan tindakan yang diambil.
-Mekanisme Pengaduan SO11 Jumlah pengaduan tentan dampak terhadap
Dampak Terhadap
masyarakat yang diajukan, ditangani dan
Masyarakat
diselesaikan melalui mekanisme pengaduan
resmi.
KATEGORI SOSIAL
Sub Kategori : Tanggungjawab atas Produk
-Kesehatan
Keselamatan Pelanggan
PR1
PR2
Persentase kategori produk dan jasa yang
signifikan dampaknya terhadap kesehatan dan
keselamatan yang dinilai untuk peningkatan.
Total jumlah insiden ketidakpatuhan terhadap
peraturan dan koda sukarela terkait dampak
38
kesehatan dan keselamatan dari produk dan
jasa sepanjang daur hidup, menurut jenis hasil.
-Pelabelan Produk dan
PR3
Jenis informasi produk dan jasa yang
Jasa
diharuskan oleh prosedur organisasi terkait
dengan informasi dan pelabelan produk dan
jasa yang signifikan harus mengikuti
informasi sejenis.
PR4
Jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap
peraturan dan koda sukarela terkait dengan
informasi dan pelabelan produk dan jasa,
menurut jenis hasil.
PR5
Hasil survei untuk mengukur kepuasan
pelanggan.
-Komunikasi
PR6
Penjualan produk yang dilarang atau
Pemasaran
disengketakan.
PR7
Jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap
peraturan dan koda sukarela tentang
komunikasi pemasaran, termasuk iklan,
promosi dan sponsor menurut jenis hasil.
-Privasi Pelanggan
PR8
Jumlah total keluhan yang terbukti terkait
dengan pelanggaran privasi pelanggan dan
hilangnya data pelanggan.
-Kepatuhan
PR9
Nilai moneter denda yang signifikan atas
ketidakpatuhan terhadap undang-undanng dan
peraturan terkait penyediaan dan penggunaan
produk dan jasa.
Sumber : www.globalreporting.org (data diolah, 2016)
Penilaian yang dilakukan dalam mengukur luas pengungkapan CSR dengan
pemberian skor 0 dan 1. Dimana nilai 0 untuk item yang tidak diungkapkan dan nilai 1
untuk item yang diungkapkan oleh perusahaan (Ho dan Taylor, 2007). Apabila
perusahaan mengungkapkan aktivitas CSR secara penuh maka nilai maksimal yang
dicapai yakni 91. Rumus perhitungan CSRI sebagai berikut:
39
𝐂𝐒𝐑𝐈 𝐣 =
𝚺 𝐗 𝐢𝐣
𝐧𝐣
Keterangan:
CSRI j
: Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j
nj
: Jumlah item untuk perusahaan j, nj = 91 (Skor maksimal)
𝚺 X ij
: Jumlah total pengungkapan CSR oleh perusahaan.
1 = jika item diungkapkan; 0 = jika item tidak diungkapkan.
Dengan demikian, 0 < CSRI j < 1
GRI merupakan kerangka kerja pelaporan keberlanjutan yang paling banyak di
pergunakan di dunia dalam rangka mendorong transparansi yang lebih besar. Kerangka
tersebut menetapkan prinsip dan indikator yang dapat di pergunakan organisasi untuk
mengukur dan melaporkan kinerja ekonomi, lingkungan dan sosialnya (Aziz, 2014).
2.2
Struktur Kepemilikan
Struktur kepemilikan (ownership structure) adalah struktur kepemilikan saham,
yaitu perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh ‘orang dalam’ (insiders) dengan
jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur kepemilikan
saham adalah proporsi kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, dan
kepemilikan asing dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam menjalankan
40
kegiatannya, suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang ditunjuk oleh
pemegang saham (principals). (Tamba, 2011).
2.2.1 Struktur Kepemilikan Asing
Kepemilikan asing dijelaskan oleh Undang-undang No. 25 Tahun 2007 pada
pasal 1 angka 6 kepemilikan asing adalah perseorangan warga negara asing, badan
usaha asing, dan pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah
Republik Indonesia. Multinational Corporation (MNC) melihat keuntungan jangka
panjang melalui legitimasi yang diperoleh dari para stakeholder yang didasarkan atas
home market (pasar saham) tempat perusahaan itu beroperasi (Barkmeyer, 2007). Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham asing pada perusahaan yang
telah beroperasi di Indonesia lebih mengutamakan pengungkapan CSR (Syafruddin,
2011).
Pengertian lainnya mengenai kepemilikan asing yaitu merupakan kepemilikan
saham yang dimiliki oleh perusahaan multinasional. Kepemilikan asing dalam
perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan
pertanggungjawaban sosial perusahaan (Anggraini, 2011).
Kepemilikan asing dapat menjadi salah satu pendukung mekanisme corporate
governance, karena perusahaan dengan kepemilikan asing akan meningkatkan
persaingan pasar di Indonesia. Peningkatan persaingan ini memaksa perusahaan untuk
selalu melakukan peningkatan teknologi dan perbaikan di dalam corporate governance
41
sehingga terdapat keselarasan antara kepentingan manajer, investor, dan stakeholders
lainnya. Kepemilikan saham asing sendiri merupakan jumlah saham yang dimiliki oleh
pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham
perusahaan di Indonesia. Selama ini kepemilikan oleh pihak asing merupakan pihak
yang dianggap concern terhadap pengungkapan CSR (Purnamawati, 2015).
Pengungkapan CSR merupakan salah satu media yang dipilih untuk
memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di sekitarnya. Dengan
kata lain, apabila perusahaan memiliki kontrak dengan foreign stakeholders baik dalam
ownership dan trade, maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan
pengungkapan CSR (Annisa dan Nazar, 2015).
Struktur kepemilikan asing dapat diukur sesuai dengan proporsi saham biasa
yang dimiliki oleh asing, dapat dirumuskan:
Kepemilikan Asing =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
𝑥100%
Total saham asing yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang
dimiliki oleh pihak asing pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar,
dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan
tersebut pada akhir tahun (Susanti, 2013).
42
2.2.2 Struktur Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang
berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi,
dana pensiun, perusahaan berebentuk perseroan (PT), dan institusi lainnya. Institusi
biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya yang
lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh karena menguasai
saham mayoritas, maka pihak institusional dapat melakukan pengawasan terhadap
kebijakan manajemen secara lebih kuat dibandingkan dengan pemegang saham lain
(Tamba, 2011).
Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong
peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena
kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk
mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan
oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan.
Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan
informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders
untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme
pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan (Annisa dan Nazar,
2015).
43
Struktur kepemilikan institusional dapat diukur sesuai dengan proporsi
kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh
blockholder, yang dirumuskan:
Kepemilikan Institusional =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑖𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
Total saham institusi yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang
dimiliki oleh institusi pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar, dihitung
dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut pada
akhir tahun (Susanti, 2013)
2.2.3 Struktur Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah kondisi yang menunjukkan bahwa manajer
memiliki saham dalam perusahaan atau manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang
saham perusahaan (Rustiarini, 2008). Pihak tersebut adalah mereka yang duduk di
dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan. Keberadaan manajemen perusahaan
mempunyai latar belakang yang berbeda, antara lain: pertama, mereka mewakili
pemegang saham institusi, kedua, mereka adalah tenaga-tenaga professional yang
diangkat oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Ketiga, mereka
duduk di jajaran manajemen perusahaan karena turut memiliki saham.
44
Berdasarkan teori keagenan, “hubungan antara manajemen dengan pemegang
saham, rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Teori keagenan menyatakan bahwa
salah satu mekanisme untuk memperkecil adanya konflik agensi dalam perusahaan
adalah dengan memkasimalkan jumlah kepemilikan manajerial. Dengan menambah
jumlah kepemilikan manajerial, maka manjemen akan merasakan dampak langsung
atas setiap keputusan yang mereka ambil karena mereka menjadi pemilik perusahaan”
(Rustiarini, 2011).
Peningkatan atas kepemilikan manajerial akan membuat kekayaan manajemen,
secara pribadi, semakin terikat dengan kekayaan perusahaan sehingga manajemen akan
berusaha mengurangi resiko kehilangan kekayaanya.Kepemilikan manajerial yang
tinggi berakibat ada rendahnya dividen yang dibayarkan kepada shareholder. Hal ini
disebabkan karena pembiayaan yang dilakukan oleh manajemen terhadap nilai
investasi di masa yang akan datang bersumber dari biaya internal (Rustiarini, 2011).
Struktur kepemilikan manajerial dapat diukur sesuai dengan proporsi saham
biasa yang dimiliki oleh manajerial, dapat dirumuskan:
Kepemilikan Manajerial =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑛𝑎𝑗𝑒𝑚𝑒𝑛
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
𝑥100%
Total saham manajerial yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang
dimiliki oleh manajemen pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar,
45
dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan
tersebut pada akhir tahun (Susanti, 2013).
2.3
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2
Tabel Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
1.
Ni Wayan
Rustiarini
(2011)
Judul
Pengaruh
Struktur
Kepemilikan
Saham Pada
Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility
Variabel &
Indikator
Indikator variable
X yang digunakan
adalah jumlah
kepemilikan saham
manajerial,
institusional dan
asing.
Indikator Variabel
Y adalah adalah dari
segi lingkungan,
energy, kesehatan
dan keselamata
kerja, tenaga kerja,
produk, keterlibatan
masyarakat dan
umum.
Hasil
Penelitian
Struktur
kepemilikan
manejerial dan
struktur
kepemilikan
institusional
tidak
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility,
sedangkan
struktur
kepemilikan
asing
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility.
46
No
Nama Peneliti
2.
Nurbaity
Yuliani
(2014)
3.
Intan Noor
Annisa
(2015)
Variabel &
Indikator
Pengaruh
Indikator variable
Struktur
Xyang digunakan
Kepemilikan
adalah jumlah
Saham dan
kepemilikan saham
Karakteristik
oleh asing dan
Perusahaan
institusional,
Terhadap
pertumbuhan
Pengungkapan
perusahaan dan Debt
Corporate Social Ratio.
Responsibility
Indikator Variabel
Pada Perusahaan Y yang digunakan
Pertambangan
adalah dari indikator
yang terdaftar di pengungkapan
BEI Tahun 2011- berdasarkan GRI
2013
Judul
Pengaruh
Struktur
Kepemilikan
dengan Variable
Kontrol
Profitabilitas,
Umur dan
Ukuran
Perusahaan
Terhadap Luas
Pengungkapan
Corporate Social
Responsibility
(Studi Empiris
Perusahaan
Manufaktur di
BEI Tahun 20112013)
Indikator Variabel
X yang digunakan
adalah jumlah
kepemilikan saham
oleh asing dan
institusional.
Indikator Variabel
Y yang digunakan
adalah dari segi
ekonomi, lingkungan
tenaga kerja, HAM,
sosial masyarakat
dan tanggungjawab
produk.
Indikator variable
Z yang digunakan
adalah ukuran
perusahaan, umur
persahaan dan ROE.
Hasil
Penelitian
Struktur
kepemilikan
asing,
kepemilikan
institusional,
secara parsial
tidak
berpengaruh
terhadap luas
pengungkapan
CSR, namun
secara simultan
berpengaruh
signifikan
terhadap luas
pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility.
Struktur
kepemilikan
asing,struktur
kepemilikan
institusional,
ukuran
perusahaan,
umur
perusahaan dan
profitabilitas
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap luas
pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility.
47
No
4.
5.
Nama Peneliti
Judul
Dr. Mohamed
Moustafa
Soliman, Dr.
Mohamed
Bahaa El Din,
dan Dr.
Ahmed Sakr
(2012)
Ownership
Structure and
Corporate Social
Responsibility
(CSR) : An
Empirical Study
of The Listed
Companies in
Egypt
Won Yong
Oh, Young
Kyun Chang,
Aleksey
Martynov
(2011)
The Effect of
Ownership
Structure on
Corporate Social
Responsibility:
Empirical
Evidence from
Korea
Variabel &
Indikator
Indikator variabel
X yang digunakan
total kepemilikan
saham oleh
manajerial,
institusional dan
asing.
Indikator variabel
Y yang digunakan
adalah Index CSR
Hasil
Penelitian
Struktur
kepemilikan
manajerial tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
Corporate
Social
Responsibility.
Sedangakan
struktur
kepemilikan
asing dan
institusional
berpengaruh
signifikan
terhadap
Corporate
Social
Responsibility
Ownership
Indikator variabel
X yang digunakan
Structure
adalah kepemilikan
berpengaruh
saham oleh
terhadap
institusional,
pengungkapan
manajerial dan asing, CSR. Firm size
ukuran perusahaan,
dan firm age
umur perusahaan,
berpengaruh
ROA dan Debt
positif. ROA
Ratio. Indikator
dan Debt Ratio
variabel Y yang
berpengaruh
digunakan adalah
negative
CSR Ratings (Keji
terhadap
Index).
pengungkapan
CSR.
48
No
Nama Peneliti
Judul
6.
Nazli A. Moh.
Ghazali
(2007)
Ownership
Structure And
Corporate Social
Responsibility
Disclosure:
Some Malaysian
Evidence
Variabel &
Indikator
Indikator variable
X yang digunakan
adalah Ownership
concentration,
Director ownership,
Government
ownership, Company
size, Profitability,
Industry.
Indikator variable
Y yang digunakan
adalah CSR Indexs
Hasil
Penelitian
Director
Ownership,
Government
Ownership,
Company Size
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
CSR.
Ownership
concentration,
Industry,
profitabiliy
tidak
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
CSR.
Sumber : Data diolah, 2016
2.4 Kerangka Pemikiran
CSR merupakan komitmen perusahaan dalam dunia bisnis untuk berkontribusi
dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, dengan menitikberatkan pada
keseimbangan terhadap aspek ekonomis, social, dan lingkungan (Nurbaity, 2014).
CSR menjadi sangat penting karena banyak investor yang peduli dengan
lingkungan sehingga pihak manajer perusahaan berusaha agar perusahaan dapat
menjalankan usahanya tanpa merusak lingkungan. Adanya berbagai kerusakan
lingkungan diakibatkan oleh percepatan pembangunan ekonomi yang dalam rangka
percepatan peningkatan ekonomi terkadang banyak dikorbankan lingkungan alam.
49
Berdasar pada asumsi dasar stakeholder theory, perusahaan tidak dapat melepaskan
diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Perusahaan perlu menjaga legitimasi
stakeholder serta mendudukannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan
keputusan, sehingga dapat mendukung dalam pencapaian tujuan perusahaan, yaitu
stabilitas usaha dan jaminan going concern (Annisa dan Nazar, 2015).
Struktur kepemilikan saham perusahaan akan memengaruhi kebijakan yang
berlaku pada perusahaan tersebut. Salah satu bentuk struktur kepemilikan adalah
struktur kepemilikan asing, yaitu salah satu pihak yang dianggap concern terhadap
pengungkapan CSR dalam suatu perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara luar
terutama Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat
memperhatikan isu-isu sosial (Purnamawati, 2015).
Perusahaan dengan kepemilikan asing biasanya lebih sering menghadapi
masalah asimetri informasi dikarenakan hambatan georafis dan bahasa. Oleh karena
itu, perusahaan dengan kepemilikan saham asing yang besar akan terdorong untuk
melaporkan informasinya secara sukarela dan lebih luas (Huafang dan Jianggou, 2007).
Perusahaan yang memiliki kepemilikan saham asing cederung memberikan
pengungkapan yang lebih luas, sebab perusahaan asing terutama di Eropa dan Amerika
lebih mengenal konsep praktik dan pengungkapan CSR (Tamba, 2011)
Penelitian yang dilakukan Rustriani (2011) menunjukan hasil bahwa
kepemilikan asing berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Erida (2011) dalam
50
penelitiannya juga membuktikan bahwa kepemilikan asing berpengaruh terhadap
kebijakan pengungkapan CSR oleh perusahaan.
Bentuk lain dari struktur kepemilikan adalah kepemilikan institusional.
Kepemilikan saham oleh institusi merupakan kepemilikan saham yang cukup besar
dalam suatu perusahaan, sehingga kepemilikan institusi ini dapat kewenangan untuk
mengontrol perusahaan. Terkait dengan isu tripple bottom line yang telah
mengglobalisasi, maka kepemilikan institusional cenderung mempertimbangkan
pengungkapan pertanggungjawaban sosial dalam keputusan investasinya (Tamba,
2011).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah
kepemilikan institusional. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional
sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Investor institusional dapat
meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam
laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh
legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga
mempengaruhi harga saham perusahaan (Aziz, 2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Won Yong Oh (2011) untuk perusahaan yang
ada di Korea menunjukan hasil penelitian bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Penelitian yang dilakukan Mustaruddin dan
Norhayah (2009) mengungkapkan ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan
institusional dengan pengungkapan CSR di Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa
51
semakin besar kepemilikan saham institusional maka semakin besar pengawasan yang
bisa dilakukan oleh investor institusional dan hal tersebut akan menjadi dorongan bagi
perusahaan untuk mengungkapkan CSR. Pendekatan yang dilakukan pada penelitian
ini merujuk pada acuan penelitian yang dilakukan oleh Mustaruddin dan Norhayah
(2009) dimana kepemilikan institusional dapat diukur sesuai dengan proporsi
kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi.
Kepemilikan manajerial adalah bentuk lainnya dari struktur kepemilikan yang
merupakan kepemilikan sejumlah saham oleh pihak manajer perusahaan seperti
anggota dewan direksi, komisaris dan pihak intern perusahaan lainnya. Pihak intern
perusahaan pastinya akan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan
perusahaan yaitu dengan memenuhi kebijakan dari para pemegang saham ekternal agar
dapat menarik dan mempertahankan investor ekternal perusahaan. Salah satu caranya
yaitu dengan mengungkapkan seluas-luasnya informasi positif perusahaan pada
laporan tahunannya, salah satunya dengan mengungkapkan laporang tanggungjawab
sosial perusahaan pada laporan tahunan perusahaan (Rustiarini, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Nazli A. Mohd. Ghazali (2007) terhadap
perusahaan Malaysia membuktikan bahwa kepemilikan manajerial yang ditunjukan
dengan kepemilikan direktur perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan. Begitu
juga dengan hasil penelitian oleh Won Yong Oh (2011) untuk perusahaan di Korea
hasil penelitian membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap
pengungkapan CSR.
52
Pihak manajemen perusahaan akan selalu berusaha untuk memberikan informasi
positif mengenai keadaan perusahaan kepada publik, terutama kepada calon investor
yang akan memberikan konstribusi bagi perusahaan. Di lain pihak, yaitu calon investor,
mereka akan menginvestasikan dananya kepada perusahaan dengan kinerja dan
reputasi yang baik serta keberlanjutan perusahaan yang dapat dijamin dengan melihat
pada laporan tahunan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Isi laporan tersebut akan
memengaruhi investor untuk melakukan investasi atau tidak pada suatu perusahaan,
salah satunya adalah dengan melihat informasi mengenai tanggungjawab sosial
perusahaan kepada lingkungan dan masyarakat sekitar. Sehingga, untuk menarik
perhatian para investor agar menanamkan dananya kepada perusahaan, pihak internal
perusahaan akan melakukan pengugkapan kegiatan positif perusahaan, salah satunya
yaitu dengan mengungkapkan kegiatan CSR yang telah dilakukan perusahaan
(Anggraini, 2011).
Investor asing dan investor institusional merupakan investor yang memiliki
pengaruh pada perusahaan karena besarnya dana yang ditanamkan pada perusahaan.
Oleh sebab itu pihak investor dapat memberikan kebijakan terhadap keputusan
pengungkapan informasi perusahaan, salah satunya mengenai informasi CSR (Tamba,
2011).
Penelitian yang dilakukan Nurbaity (2014), membuktikan bahwa kepemilikan
asing dan institusional secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan
CSR. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Won Yong Oh (2011) yang
53
membuktikan bahwa kepemilikan asing, institusional dan manajerial berpengaruh
terhadap luas pengungkapan CSR.
Perbedaan utama penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah
peneliti menggunakan data laporan keuangan tahunan dan/atau sustainability report
periode 2013-2014. Penilaian pengungkapan CSR menggunakan indeks GRI-G4 yang
merupakan versi terbaru dari standar pengungkapan atau pelaporan CSR yang paling
banyak digunakan didunia (www.globalreporting.org). GRI-G4 dipubikasikan pada
tahun 2013, dan banyak perusahaan di Indonesia yang mulai mengaplikasikannya pada
tahun 2013. Dan populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan sektor
utama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2014 dengan kriteria
sampling tertentu.
Penjelasan
mengenai
pengaruh
struktur
kepemilikan
asing,
struktur
kepemilikan institusional dan struktur kepemilikan manajerial terhadap luas
pengungkapan CSR dapat dilihat secara singkat melalui kerangka pemikiran. Kerangka
pemikiran berupa gambar skema untuk lebih menjelaskan hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Gambar 2.3 adalah kerangka pemikiran dari
penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan asing, struktur kepemilikan
institusional dan struktur kepemilikan manajerial terhadap luas peungkapan Corporate
Social Responsibility :
54
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
Struktur Kepemilikan
Struktur
Kepemilikan Asing
Struktur
Kepemilikan
Institusional
Luas Pengungkapan
CSR
Struktur
Kepemilikan
Manajerial
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian keterkaitan anatara struktur kepemilikan asing, struktur
kepemilikan institusional dan struktur kepemilikan manajerial terhadap luas
pengungkapan Corporate Social Responsibility diatas, mengacu pada kerangka
pemikiran dan rumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.Hipotesis 1 : Struktur kepemilikan asing berpengaruh terhadap pengungkapan
Corporate Social Responsibility.
55
2.Hipotesis 2 :
Struktur
kepemilikan
institusional
berpengaruh
terhadap
pegungkapan Corporate Social Rensponsibility.
3. Hipotesis 3
:
Struktur
kepemilikan
manajerial
berpengaruh
terhadap
pegungkapan Corporate Social Rensponsibility.
4.Hipotesis 4 : Struktur struktur kepemilikan asing, kepemilikan institusional dan
struktur kepemilikan manajerial secara simultan dan signfikan
memiliki pengaruh positif terhadap pegungkapan Corporate Social
Rensponsibility.
Download