BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Corporate Social Responsibility 2.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memerhatikan CSR perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, social, dan lingkungan (Untung, 2008) Pengertian lain mengenai Corporate Social Responsibility terdapat dalam Undang-Undang no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu : “Tanggungjawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility juga memberikan definisi mengenai CSR, yaitu : “Responsibility of an organization for the impacts of its decision and activities on society and the environment, through transparent and ethical behavior that contributes to suistainable development, health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholders; is in compliece with applicable law and consistent with international norms of behavior; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationshis.” (www.pwypindonesia.org) 16 17 Pengertian lain mengenai Corporate Social Responsibility adalah tanggungjawab perusahaan kepada lingkungan, masyarakat dan sosial sebagai dampak dari aktivitas operasional perusahaan, yang salah satu tujuannya adalah untuk menjamin keberlanjutan perusahaan itu sendiri (Ghassani, 2016). Cara pandang perusahaan terhadap pelaksanaan tanggung jawab sosial dipetakan ke dalam tiga persepsi, yaitu : a. Unsur keterpaksaan karena untuk mematuhi peraturan dan perundangan, tekanan eksternal, dan membangun image positif sehingga bersifat sementara b. Hanya sebagai kewajiban (compliance) atas dasar regulasi UU PT, KepMen BUMN, aturan SEC, dan lainnya. c. Sebagai bagian dari aktivitas perusahaan tanggung jawab perusahaan meliputi: economic, legal, social responsibility (Aziz, 2014). 2.1.2 Teori yang Mendasari Corporate Social Responsibility 2.1.2.1 Teori Stakeholder Teori Stakeholder menyatakan bahwa kesuksesan dan hidup-matinya suatu perusahaan sangat tergantung pada kemampuan perusahaan menyeimbangkan beragam kepentingan dari para stakeholder atau pemangku kepentingan. Jika mampu, maka perusahaan akan meraih dukungan yang berkelanjutan dan menikmati pertumbuhan pangsa pasar, penjualan, serta laba. Dalam perspektif teori stakeholder, 18 masyarakat dan lingkungan merupakan stakeholder inti perusahaan yang harus diperhatikan (Lako, 2011). Pendapat lain mengenai teori stakeholders yaitu bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditur, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Tamba, 2011). Hakikatnya, stakeholders theory mendasarkan diri pada asumsi, antara lain : “1. The coporation has relationship with many constituenty groups (stakeholder) that effect and are affected by its decisions. 2. The thery is concered with nature of these relationship in term of both processes and outcomes for the firm and its stakeholder. 3. The interests of all (legitimate) stakeholder have intrinsic value, and o set of interest is assumed to dominate the others. 4. The theory focuses on managerial decision making.” (Hadi, 2011:94). Stakeholder dianggap penting oleh perusahaan dan sangat berpengaruh terhadap jalannya aktivitas perusahaan karena dalam menjalankan usahanya, perusahaan tentu akan berhubungan dengan para stakeholder yang jumlahnya banyak sesuai dengan luas lingkup operasi perusahaan. Agar kegiatan usaha berjalan sesuai dengan harapan perusahaan, maka diperlukan adanya hubungan serta komunikasi yang baik antara perusahaan dengan para stakeholder-nya. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam teori stakeholder, bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder yang pada akhirnya perusahaan akan memenuhi segala kebutuhan para stakeholder 19 untuk mendapatkan dukungan seperti apa yang diharapkan oleh perusahaan (Hadi, 2011:96). Menurut Gray et al. (1995) menyatakan bahwa : “kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Semakin powerful stakeholder, maka semakin besar usaha perusahaan untuk mampu beradaptasi.” Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder perusahaan adalah dengan melaksanakan maupun mengungkapkan CSR. Pelaksanaan aktivitas sosial dan pengungkapkan CSR diharapkan agar keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi, sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya. Hubungan yang harmonis akan berakibat pada perusahaan dapat mencapai keberlanjutan (sustainability) atau kelestarian perusahaannya (Putra, 2011). 2.1.2.2 Teori Legitimasi Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi harus secara terus-menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka (organisasi) melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat. Legitimasi dianggap sebagai asumsi bahwa tindakan yang dilakukan suatu entitas merupakan tindakan yang diinginkan, pantas, atau sesuai dengan system, norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Rustiarini, 2011). 20 Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengontruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri di tengah lingkungan masyarakat yang semakin maju. Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik fisik maupun non fisik. (Hadi, 2011:87) Gray et. al, (1996) berpendapat bahwa legitimasi merupakan system pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat, pemerintah individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada masyarakat, operasi harus kongruen dengan harapan masyarakat. Legitimacy gap (in-congruence) dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti : a. Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan tidak berubah. b. Kinerja perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap perusahaan telah berubah. c. Kinerja perusahaan dan harapan masyarajat berubah ke arah yang berbeda, atau kearah yang sama tetapi waktunya berbeda (Hadi, 2011:90). Upaya yang perlu dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mengelola legitimasi agar efektif yaitu dengan cara : 21 a. Melakukan identifikasi dan komunikasi/dialog dengan publik. b. Melakukan komunikasi/dialog tentang masalah nilai sosial, kemasyarakatan dan lingkungan, serta membangun persepsinya tentang perusahaan. c. Melakukan strategi legitimasi dan pengungkapan, terutama terkait dengan masalah CSR (Hadi, 2011:92). 2.1.2.3 Teori Kontrak Sosial Kontrak sosial mucul karena adanya interelasi dalam kehidupan sosial masyarakat agar terjadi keselarasan, keserasian dan keseimbangan termasuk terhadap lingkungan. Perusahaan, yang merupakan kelompok orang yang memiliki kesamaan tujuan dan berusaha mencapai tujuan secara bersama adalah bagian dari masyarakat dalam lingkungan yang lebih besar. Keberadaannya sangat ditentukan oleh masyarakat dimana antara keduanya saling memengaruhi. Untuk itu, agar terjadi keseimbangan (equality), maka perlu kontrak sosial baik secara ekplisit maupun implisit sehingga terjadi kesepakatan-kesepakatan yang saling melindungi kepentingannya (Hadi, 2011:95). Dalam perspektif manajemen kontemporer, teori kontrak sosial menjelaskan hak kebebasan individu dan kelompok, termasuk masyarakat yang dibentuk berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan anggotanya. Hal ini sejalan dengan konsep legitimacy theory bahwa legitimasi dapat diperoleh manakala terdapat kesesuaian antara keberadaan perusahaan yang tidak mengganggu atau sesuai 22 (congruence) dengan eksistensi sistem nilai yang ada dalam masyarakat dan lingkunngan (Hadi, 2011:97). Kontrak sosial dibangun dan dikembangkan, salah satunya untuk menjelaskan hubungan antara perusahaan terhadap masyarakat. Ilustrasi kontrak sosial antara perusahaan dengan stakeholder dijelaskan dalam gambar dibawah ini : Gambar 2.1 Social Contract Government Society The Organisation Other Organisation Groups Individuals Sumber : Hadi, 2011:97 2.1.3 Prinsip Dasar Corporate Social Responsibility Menurut Suharto (2009:5) secara konseptual CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom line (3P) yang terdiri dari : 23 a. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. b. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan sebagainya. c. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata (Ekoturisme). Gambar 2.2 Triple Bottom Line dalam CSR Profit (Keuntungan Perusahaan) Planet (Keberlanjutan Lingkungan Hidup) Sumber : Suharto, 2006:5 People (Kesejahteraan Manusia/Masyarakat) 24 Prinsip-prinsip dasar CSR yang menjadi dasar bagi pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan CSR menurut ISO 26000 meliputi: a. Akuntabilitas, membuktikan bahwa organisasi bersangkutan melakukan segala sesuatu dengan benar. Akuntabilitas yang diminta adalah terhadap seluruh pemangku kepentingan, dalam hal dampak organisasi atas masyarakat dan lingkungan, termasuk dampak yang tak sengaja atau tak diperkirakan. b. Transparansi. Sebuah organisasi seharusnya menyatakan dengan transparan seluruh keputusan dan aktivitasnya yang memiliki dampak atas masyarakat dan lingkungan. Karenanya, yang dituntut adalah keterbukaan yang “clear, accurate, and complete” atas seluruh kebijakan, keputusan dan aktivitas. c. Perilaku etis. Sebuah organisasi harus berperilaku etis sepanjang waktu dengan menegakkan kejujuran, kesetaraan dan integritas. d. Penghormatan pada kepentingan stakeholder. Sebuah organisasi harus menghormati dan menanggapi kepentingan seluruh stakeholder-nya. Yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi, menanggapi kebutuhan, mengenali hak-hak legal dan kepentingan yang sah serta mengenali kepentingan yang lebih luas terkait dengan pembangunan berkelanjutan. e. Kepatuhan kepada hukum. Sebuah organisasi harus menerima bahwa kepatuhan pada hukum adalah suatu kewajiban. Yang dilakukan adalah, 25 patuh pada semua regulasi, memastikan bahwa seluruh aktivitasnya sesuai dengan kerangka hukum yang relevan, patuh pada seluruh aturan yang dibuatnya sendiri secara adil dan imparsial, mengetahui perubahanperubahan dalam regulasi dan secara periodik memeriksa kepatuhannya. f. Penghormatan pada norma perilaku internasional. Di negara-negara yang hukum nasionalnya atau impelementasinya tidak mencukupi untuk melindungi kondisi lingkungan dan sosialnya, sebuah organisasi harus berusaha untuk mengacu kepada norma perilaku internasional. g. Penghormatan terhadap HAM. Setiap organisasi harus menghormati HAM, serta mengakui betapa pentingnya HAM serta sifatnya yang universal. Yang harus dilakukan adalah manakala ditemukan situasi HAM tidak terlindungi, organisasi tersebut harus melindungi HAM, dan tidak mengambil kesempatan dari situasi itu, apabila tidak ada regulasi HAM di tingkat nasional, maka organisasi harus mengacu pada standar HAM internasional. Sedangkan menurut Crowther David (2008) prinsip-prinsip tanggungjawab sosial dibagi menjadi tiga pilar, yaitu : a. Suistainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa depan. b. Accountability, merupakan upaya perusahaan untuk terbuka dan bertanggunjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas 26 dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan memengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. c. Transparency, merupakan satu hal yang sangat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban dari lingkungan. 2.1.4 Manfaat Corporate Social Responsibility Keberadaan perusahaan idealnya bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Prinsip dasar corporate social responsibility adalah pemberdayaan masyarakat setempat (Untung, 2008:3). Menurut Untung (2008:6) manfaat kegiatan corporate social responsibility bagi perusahaan antara lain : a. Memertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan. b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial. c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan. d. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha. e. Membuka peluang pasar yang lebih luas. f. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. g. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. h. Peluang mendapatkan penghargaan. Menurut Edi Suharto (2010:52) jika dikelompokkan, terdapat empat manfaat diterapkannya Corporate Social Responsibility yang dapat diperoleh perusahaan, yaitu: 27 a. Brand Differentiation Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, tanggung jawab sosial bisa memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis dimata publik yang pada gilirannya menciptakan customer loyalty. b. Human Resources Program tanggung jawab sosial dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. c. Licences to Operate Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial dapat mendorong pemerintah dan publik memberi “izin” bisnis, karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas. d. Risk Management Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan. Mursitama et. al. (2011:27-29) membagi manfaat corporate social responsibility kedalam dua kategori, yaitu manfaat internal dan manfaat eksternal. Manfaat internal dari CSR yaitu : a. Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia. b. Peningkatan performa lingkungan perusahaan. 28 c. Menciptakan budaya perusahaan, yaitu integrasi antarfungsi di dalam perusahaan diharapkan dapat terjadi, munculnya efek dari membaiknya reputasi perusahaan, d. Kinerja keuangan. Dengan dilakukannya corporate social responsibility, kinerja keuangan perusahaan, terutama harga saham bagi perusahaan yang telah go public, menjadi lebih baik. Tanggung jawab sosial perusahaan kepada lingkungan memberikan dampak terhadap peningkatan harga saham korporasi. Manfaat eksternal melakukan corporate social responsibility yaitu : a. Penerapan corporate social responsibility akan meningkatkan reputasi perusahaan sebagai badan yang mengemban dengan baik pertanggungjawaban secara sosial. Hal ini menyangkut pemberian pelayanan yang lebih baik kepada aktor-aktor eksternal atau para pemangku kepentingan eksternal. b. Corporate social responsibility merupakan satu bentuk diferensiasi produk yang baik. Artinya, sebuah produk yang memenuhi persyaratan-persyaratan ramah lingkungan dan merupakan hasil dari perusahaan yang bertangungjawab secara sosial. Untuk itu, diperlukan kesesuaian berbagai aktivitas sosial dengan karakteristik perusahaan yang juga khas. c. Melaksanakan corporate social responsibility dan membuka kegiatan corporate social responsibility secara pubik merupakan instrumen untuk 29 komunikasi yang baik dengan masyarakat. Hal tersebut akan membantu menciptakan reputasi dan image perusahan yang lebih baik. d. Kontribusi corporate social responsibility terhadap kinerja perusahaan pun dapat terwujud dalam bentuk dampak positif yang timbul dari berbagai rewards atas tingkah laku positif dari perusahaan, kontribusi ini sering disebut sebagai kesempatan dan kemampuan perusahaan untuk munculnya konsekuensi dari tindakan yang buruk atau dikenal sebagai safety nets bagi perusahaan (Mursitama et. al, 2011:30-31). 2.1.5 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pengungkapan CSR merupakan bagian dari akuntansi pertanggungjawaban sosial kepada stakeholder. Perusahaan yang telah melaksanakan praktik CSR dapat mengungkapkan pelaksanaan CSR tersebut baik terintegrasi langsung dalam laporan tahunan maupun laporan terpisah yang sering disebut dengan sustainability report (Annisa dan Nazar, 2015). Di Indonesia, pengungkapan CSR diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 Pada pasal 66 ayat (2) yang menyebutkan bahwa semua perseroan wajib untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut di Laporan Tahunan. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menerapkan CSR dalam program kerjanya dan mengungkapkan CSR pada laporan tahunan perusahaan. Dengan mengungkapkan CSR perusahaan memang tidak akan mendapatkan profit atau 30 keuntungan secara langsung, yang diharapkan dari kegiatan ini adalah benefit berupa citra perusahaan. Pengungkapan CSR dalam laporan tahunan dan/atau dalam sustainability repot merupakan laporan aktivitas tanggungjawab sosial yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan yang dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan perseroan yang telah dilaksanakan selama tahun buku terakhir (Hadi, 2011:206). Standar pengungkapan CSR yang berkembang di Indonesia merujuk pada standar yang diterapkan GRI (Global Reporting Initiative). Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada standar pengungkapan sebagai kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan pemanfaatan sustainability reporting (www.globalreporting.org). Saat ini standar GRI versi terbaru, yaitu G4 telah telah banyak digunakan oleh perusahaan di Indonesia. GRI-G4 menyediakan kerangka kerja yang relevan secara global untuk mendukung pendekatan yang terstandarisasi dalam pelaporan yang mendorong tingkat transparansi dan konsistensi yang diperlukan untuk membuat informasi yang disampaikan menjadi berguna dan dapat dipercaya oleh pasar dan masyarakat. Fitur yang ada di GRI-G4 menjadikan pedoman ini lebih mudah digunakan baik bagi pelapor yang berpengalaman dan bagi mereka yang baru dalam 31 pelaporan keberlanjutan sektor apapun dan didukung oleh bahan-bahan dan layanan GRI lainnya (www.globalreporting.org). GRI-G4 juga menyediakan panduan mengenai bagaimana menyajikan pengungkapan keberlajutan dalam format yang berbeda, baik itu laporan keberlanjuttan mandiri, laporan terpadu, laporan tahunan, laporan yang membahas norma-norma internasional tertentu atau pelaporan online. Dalam standar GRI G-4, indikator kinerja dibagi menjadi tiga komponen utama, yaitu ekonomi, lingkungan hidup dan sosial. Kategori sosial mencakup hak asasi manusia, praktek ketenagakerjaan dan lingkungan kerja, tanggung jawab produk dan masyarakat. Total indikator yang terdapat dalam GRI mencapai 91 item (www.globalreporting.org). Dalam melakukan penilaian luas pengungkapan CSR, item-item yang akan diberikan skor, mengacu kepada indikator kinerja atau item yang disebutkan GRI-G4 guideline. Penjelasan mengenai indikator GRI-G4 dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 2.1 91 Indikator berdasarkan GRI-G4 -Kinerja Ekonomi KATEGORI EKONOMI EC1 Nilai ekonomi langsung yang dihasilkan dan didistribusikan. EC2 Implikasi finansial dan risiko serta peluang lainnya kepada kegitan organisasi karena perubahan iklim. EC3 Cakupan kewajiban organisasi atas imbalan pasti. EC4 Bantuan finansial yang diterima dari pemerintah. 32 -Keberadaan Pasar -Dampak Ekonomi Tidak Langsung -Praktik Pengadaan -Bahan -Energi -Air -Keanekaragaman Hayati KATEGORI EKONOMI EC5 Rasio upah standar pegawai pemula (entry level) menurut gender dibandingkan dengan upah minimum regional di lokasi-lokasi operasional yang signifikan. EC6 Perbandingan manajemen senior yang dipekerjakan dari masyarakat lokal di operasi yang signifikan. EC7 Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur dan jasa yang diberikan. EC8 Dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan, termasuk besarnya dampak. EC9 Perbandingan dari pemasok lokal di operasional yang signifikan. KATEGORI LINGKUNGAN EN1 Bahan yang digunakan berdasarkan berat dan volume. EN2 Presentase bahan yang digunakan yang merupakan bahan input daur ulang. EN3 Konsumsi energi dalam organisasi. EN4 Konsumsi energi diluar organisasi. EN5 Intensitas energi. EN6 Pengurangan konsumsi energy. EN7 Konsumsi energi diluar organisasi. EN8 Total pengambilan air berdasarkan sumber. EN9 Sumber air yang secara signifikan dipengaruhi oleh pengambila air. EN10 Presentase dan total volume air yang didaur ulang dan digunakan kembali. EN11 Lokasi-lokasi operasional yang dimiliki, disewa, dikelola didalam, atau yang berdekatan dengan kawasan lindung dan kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan lindung. EN12 Uraian dampak signifikan kegiatan, produk, dan jasa terhadap keanekaragaman hayati tinggi diluar kawasan lindung dan kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi dikawasan lindung. EN13 Habitat yang dilindungi dan dipulihkan. 33 -Keanekaragaman Hayati -Emisi -Efluen dan Limbah -Produk dan Jasa -Kepatuhan KATEGORI LINGKUNGAN EN14 Jumlah total spesies dalam IUCN RED LIST dan spesies dalam daftar spesies yang dilindungi nasional dengan habitat ditempat yang dipengaruhi operasional, berdasarkan tingkat risiko kepunahan. EN15 Emisi gas rumah kaca (GRK) langsung (Cakupan 1). EN16 Emisi gas rumah kaca (GRK) energi tidak langsung (Cakupan 2). EN17 Emusi gas rumah kaca (GRK) tidak langsung lainnya (Cakupan 3). EN18 Intensitas emisi gas rumah kaca (GRK). EN19 Pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). EN20 Emisi bahan perusak ozon (BPO). EN21 NOx, Sox dan emisi udara signifikan lainnya. EN22 Total air yang dibuang berdasarkan kualitas dan tujuan. EN23 Bobot total berdasarkan jenis dan metode pembuangan. EN24 Jumlah dan volume total tumpahan signifikan. EN25 Bobot limbah yang dianggap berbahaya menurut ketentuan Basel 2 Lampiran I, II, III dan VIII yang diangkut diimpor, diekspor atau diolah dan persentase limbah yang diangkut untuk pengiriman internasional. EN26 Identitas, ukuran dan status lindung, dan nilai keanekaragaman hayati dari badan air dan habitat terkait yang secara signifikan terkea dampak dari pembuangan dan air limpasan dari organisasi. EN27 Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak lingkungan produk dan jasa. EN28 Persentase produk yang terjual dan kemasannya yang direklamasikan menurut kategori. EN29 Nilai moneter denda yang signifikan dan jumlah total sanksi non-moneter atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lingkungan. 34 KATEGORI LINGKUNGAN EN30 Dampak lingkuuangan signifikan dari pengangkutan produk dan barang lain serta bahan untuk operasional organisasi dan pengangkutan tenaga kerja. -Lain-lain EN31 Total pegeluaran dan investasi perlindungan lingkungan berdasarkan jenis. -Asesmen Pemasok atas EN32 Persentase penapisan pemasok baru Lingkungan menggunakan kriteria lingkungan. EN33 Dampak lingkungan negatif signifikan aktual dan potensial dalam rantai pasikan dan tindakan yang diambil. -Mekasnisme EN34 Jumlah pengaduan tentang dampak lingkungan Pengaduan Masalah yang diajukan, ditangani dan diselesaikan Lingkungan melalui mekasnisme pangaduan resmi. KATEGORI SOSIAL Sub Kategori : Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Bekerja -Kepegawaian LA1 Jumlah total dan tingkat perekrutan karyawan baru dan turnover karyawan menurut kelompok umur, gender dan wilayah. LA2 Tunjangan yang diberikan bagi karyawan purnawaktu yang tidak diberikan bagi karyawa sementara atau paruh waktu, berdasarkan lokasi operasi yang signifikan. LA3 Tingkat kembali bekerja dan tingkat resistensi setelah cuti melahirkan, menurut gender. -Hubungan Industrial LA4 Jangka waktu minimum pemberitahuan mengenai perubahan operasional, termasuk apakah hal tersebut tercantum dalam perjanjian bersama. -Kesehatan dan LA5 Persentase total tenaga kerja yang diwakili Keselamatan Kerja dalam komiite bersama formal manajemenpekerja yang membantu mengawasi dan memberikn saran program kesehatan dan keselamatan kerja. LA6 Jenis dan tingkat cedera, penyakit akibat kerja, hari hilang dan kemangkiran serta jumlah total kematian akibat kerja, menurut daerah dan gender. -Transportasi 35 KATEGORI SOSIAL Sub Kategori : Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Bekerja -Kesehatan dan Keselamatan Kerja LA7 Pekerjaan yang sering terkena atau beresiko tinggi terkena penyakit yang terkait dengan pekerjaan mereka. LA8 Topik kesehatan dan keselamatan tercakup dalam perjanjian formal serikat pekerja. -Pelatihan dan LA9 Jam pelatihan rata-rata pertahun perkaryawan Pendidikan menurut gender, dan menurut kategori karyawan. LA10 Program untuk manajemen keterampilan dan pembelajaran seumur hidup yang mendukung keberlanjutan kerja karyawan dan membantu mereka mengelola purna bakti. LA11 Persentase karyawan yang menerima review kinerja dan pengembangan karier secara regular menurut gender dan kategori kayawan. -Keberagaman dan LA12 Komposisi badan tata kelola dan pembagian Kesetaraan Peluang karyawan perkategori karyaman menurut gender, kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas dan indikator keberagaman lainnya. -Kesetaraan LA13 Rasio gaji pokok dan remunerasi bagi Remunerasi Perempuan perempuan terhadap laki-laki menurur karegori dan Laki-Laki karyawan, berdasarkan lokasi operasional yang signifikan -Asesmen Pemasok LA14 Persentase penapisan pemasok baru Terkait Praktik menggunakan praktik ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan LA15 Dampak negative aktual dan potensial yang signifikan terhadap praktik ketenagakerjaan rantai pasokan dan tindakan yang diambil LA16 Jumlah pengaduan tentang praktik ketenagakerjaan yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui pengaduan resmi. KATEGORI SOSIAL Sub Kategori : Hak Asasi Manusia -Investasi HR1 Jumlah total dan persentase perjanjian dan kontrak investasi yang signifikan yang menyertakan klausul terkait hak asasi manusia atau penapisan berdasarkan hak asasi manuasia. 36 KATEGORI SOSIAL Sub Kategori : Hak Asasi Manusia -Investasi HR2 Jumlah waktu pelatihan karryawan tentang kebijakan/prosedur HAM terkait dengan aaspek HAM yang relevan dengan operasi. -Non Diskriminasi HR3 Jumlah total insiden diskriminasi dan tindakan korektif yang diambil. -Kebebasan Berserikat HR4 Operasi pemasok teridentifikasi yang mungkin dan Perjanjian Kerja melanggar atau beresiko tinggi melanggar hak Bersama untuk melaksanakan kebebasan berserikat dan perjanjian kerja bersama, dan tindakan yang diambil untuk mendukung hak-hak tersebut. -Pekerja Anak HR5 Operasi dan pemasok yang diidentifikasi beresiko tinggi melakukan eksploitasi pekerja anak dan tindakan yang diambil untuk berkonstribusi dalam penghapusan pekerja anak yang efektif. -Pekerja Paksa atau HR6 Operasi dan pemasok yang diidentifikasi Wajib Kerja beresiko tinggi melakukan pekerja paksa atau wajib kerja dan tindakan untuk berkonstribusi dalam penghapusan segala bentuk pekerja paksa atau wajib kerja. -Praktik Pengamanan HR7 Persentase petugas pengamanan yang dilatih dalam kebijakan atau prosedur hak asasi manusia di organisasi yang relevan dengan operasi. -Hak Adat HR8 Jumlah total insiden pelanggaran yang melibatkan hak-hak masyarakat adat dan tinddakan yang diambil. -Asesmen HR9 Jumlah total dan persentasi operasi yang telah melakukan review atau asesmen dampak hak asasi manusia. -Asesmen Pemasok atas HR10 Persentase penapisan pemasok baru Hak Asasi Manusia menggunakan kriteria hak asasi manusia. HR11 Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan terhadap hak asasi manusia dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil. -Mekanisme Pengaduan HR12 Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap Masalah Hak Asasi hak asasi manusai yang diajukan, ditangani dan Manusia diselesaikan melalui pengaduan formal. 37 KATEGORI SOSIAL Sub Kategori : Masyarakat -Masyarakat Lokal SO1 Persentase operasi dengan pelibatan masyarakat lokal, dampak & pengembangan. -Masyarakt Lokal SO2 Operasi dengan dampak negative aktual dan potensial yang signifikan terhadap masyarakat lokal. -Anti Korupsi SO3 Jumlah total dan persentase operasi yang dinilai terhadap risiko terkaot dengan korupsi dan risiko signifikan yang teridentifikasi. SO4 Komunikasi dan pelatihan mengenai kebijakan dan prosedur anti korupsi. SO5 Insiden korupsi yang terbukti dan tindakan yang diambil. -Kebijakan Publik SO6 Nilai total konstribusi politij berdasarkan negara dan penerima/penerima mamfaat. -Anti Persaingan SO7 Jumlah total tindakan hukum terkait anti persaingan, anti-trust, serta praktik monopoli dan hasilnya. -Kepatuhan SO8 Nilai moneter denda yang signifikan dan jumlah total sanksi non moneter atas ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan. -Asesmen Pemasok atas SO9 Persentase penapisan pemasok baru Dampak Terhadap menggunakan kriteria untuk dampak terhadap Masyarakat masyarakat. SO10 Dampak negative aktual dan potensional yang signifikan terhadap masyarakat dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil. -Mekanisme Pengaduan SO11 Jumlah pengaduan tentan dampak terhadap Dampak Terhadap masyarakat yang diajukan, ditangani dan Masyarakat diselesaikan melalui mekanisme pengaduan resmi. KATEGORI SOSIAL Sub Kategori : Tanggungjawab atas Produk -Kesehatan Keselamatan Pelanggan PR1 PR2 Persentase kategori produk dan jasa yang signifikan dampaknya terhadap kesehatan dan keselamatan yang dinilai untuk peningkatan. Total jumlah insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela terkait dampak 38 kesehatan dan keselamatan dari produk dan jasa sepanjang daur hidup, menurut jenis hasil. -Pelabelan Produk dan PR3 Jenis informasi produk dan jasa yang Jasa diharuskan oleh prosedur organisasi terkait dengan informasi dan pelabelan produk dan jasa yang signifikan harus mengikuti informasi sejenis. PR4 Jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela terkait dengan informasi dan pelabelan produk dan jasa, menurut jenis hasil. PR5 Hasil survei untuk mengukur kepuasan pelanggan. -Komunikasi PR6 Penjualan produk yang dilarang atau Pemasaran disengketakan. PR7 Jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela tentang komunikasi pemasaran, termasuk iklan, promosi dan sponsor menurut jenis hasil. -Privasi Pelanggan PR8 Jumlah total keluhan yang terbukti terkait dengan pelanggaran privasi pelanggan dan hilangnya data pelanggan. -Kepatuhan PR9 Nilai moneter denda yang signifikan atas ketidakpatuhan terhadap undang-undanng dan peraturan terkait penyediaan dan penggunaan produk dan jasa. Sumber : www.globalreporting.org (data diolah, 2016) Penilaian yang dilakukan dalam mengukur luas pengungkapan CSR dengan pemberian skor 0 dan 1. Dimana nilai 0 untuk item yang tidak diungkapkan dan nilai 1 untuk item yang diungkapkan oleh perusahaan (Ho dan Taylor, 2007). Apabila perusahaan mengungkapkan aktivitas CSR secara penuh maka nilai maksimal yang dicapai yakni 91. Rumus perhitungan CSRI sebagai berikut: 39 𝐂𝐒𝐑𝐈 𝐣 = 𝚺 𝐗 𝐢𝐣 𝐧𝐣 Keterangan: CSRI j : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j nj : Jumlah item untuk perusahaan j, nj = 91 (Skor maksimal) 𝚺 X ij : Jumlah total pengungkapan CSR oleh perusahaan. 1 = jika item diungkapkan; 0 = jika item tidak diungkapkan. Dengan demikian, 0 < CSRI j < 1 GRI merupakan kerangka kerja pelaporan keberlanjutan yang paling banyak di pergunakan di dunia dalam rangka mendorong transparansi yang lebih besar. Kerangka tersebut menetapkan prinsip dan indikator yang dapat di pergunakan organisasi untuk mengukur dan melaporkan kinerja ekonomi, lingkungan dan sosialnya (Aziz, 2014). 2.2 Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan (ownership structure) adalah struktur kepemilikan saham, yaitu perbandingan jumlah saham yang dimiliki oleh ‘orang dalam’ (insiders) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, dan kepemilikan asing dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam menjalankan 40 kegiatannya, suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang ditunjuk oleh pemegang saham (principals). (Tamba, 2011). 2.2.1 Struktur Kepemilikan Asing Kepemilikan asing dijelaskan oleh Undang-undang No. 25 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 6 kepemilikan asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia. Multinational Corporation (MNC) melihat keuntungan jangka panjang melalui legitimasi yang diperoleh dari para stakeholder yang didasarkan atas home market (pasar saham) tempat perusahaan itu beroperasi (Barkmeyer, 2007). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham asing pada perusahaan yang telah beroperasi di Indonesia lebih mengutamakan pengungkapan CSR (Syafruddin, 2011). Pengertian lainnya mengenai kepemilikan asing yaitu merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan multinasional. Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan (Anggraini, 2011). Kepemilikan asing dapat menjadi salah satu pendukung mekanisme corporate governance, karena perusahaan dengan kepemilikan asing akan meningkatkan persaingan pasar di Indonesia. Peningkatan persaingan ini memaksa perusahaan untuk selalu melakukan peningkatan teknologi dan perbaikan di dalam corporate governance 41 sehingga terdapat keselarasan antara kepentingan manajer, investor, dan stakeholders lainnya. Kepemilikan saham asing sendiri merupakan jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) baik oleh individu maupun lembaga terhadap saham perusahaan di Indonesia. Selama ini kepemilikan oleh pihak asing merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan CSR (Purnamawati, 2015). Pengungkapan CSR merupakan salah satu media yang dipilih untuk memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di sekitarnya. Dengan kata lain, apabila perusahaan memiliki kontrak dengan foreign stakeholders baik dalam ownership dan trade, maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan pengungkapan CSR (Annisa dan Nazar, 2015). Struktur kepemilikan asing dapat diukur sesuai dengan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh asing, dapat dirumuskan: Kepemilikan Asing = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑥100% Total saham asing yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang dimiliki oleh pihak asing pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar, dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut pada akhir tahun (Susanti, 2013). 42 2.2.2 Struktur Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun, perusahaan berebentuk perseroan (PT), dan institusi lainnya. Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh karena menguasai saham mayoritas, maka pihak institusional dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen secara lebih kuat dibandingkan dengan pemegang saham lain (Tamba, 2011). Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan agar lebih optimal terhadap kinerja manajemen, karena kepemilikan saham mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap kinerja manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan (Annisa dan Nazar, 2015). 43 Struktur kepemilikan institusional dapat diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh blockholder, yang dirumuskan: Kepemilikan Institusional = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑖𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑥100% 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 Total saham institusi yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang dimiliki oleh institusi pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar, dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut pada akhir tahun (Susanti, 2013) 2.2.3 Struktur Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah kondisi yang menunjukkan bahwa manajer memiliki saham dalam perusahaan atau manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan (Rustiarini, 2008). Pihak tersebut adalah mereka yang duduk di dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan. Keberadaan manajemen perusahaan mempunyai latar belakang yang berbeda, antara lain: pertama, mereka mewakili pemegang saham institusi, kedua, mereka adalah tenaga-tenaga professional yang diangkat oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Ketiga, mereka duduk di jajaran manajemen perusahaan karena turut memiliki saham. 44 Berdasarkan teori keagenan, “hubungan antara manajemen dengan pemegang saham, rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Teori keagenan menyatakan bahwa salah satu mekanisme untuk memperkecil adanya konflik agensi dalam perusahaan adalah dengan memkasimalkan jumlah kepemilikan manajerial. Dengan menambah jumlah kepemilikan manajerial, maka manjemen akan merasakan dampak langsung atas setiap keputusan yang mereka ambil karena mereka menjadi pemilik perusahaan” (Rustiarini, 2011). Peningkatan atas kepemilikan manajerial akan membuat kekayaan manajemen, secara pribadi, semakin terikat dengan kekayaan perusahaan sehingga manajemen akan berusaha mengurangi resiko kehilangan kekayaanya.Kepemilikan manajerial yang tinggi berakibat ada rendahnya dividen yang dibayarkan kepada shareholder. Hal ini disebabkan karena pembiayaan yang dilakukan oleh manajemen terhadap nilai investasi di masa yang akan datang bersumber dari biaya internal (Rustiarini, 2011). Struktur kepemilikan manajerial dapat diukur sesuai dengan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh manajerial, dapat dirumuskan: Kepemilikan Manajerial = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑛𝑎𝑗𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑥100% Total saham manajerial yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang dimiliki oleh manajemen pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar, 45 dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut pada akhir tahun (Susanti, 2013). 2.3 Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Tabel Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1. Ni Wayan Rustiarini (2011) Judul Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility Variabel & Indikator Indikator variable X yang digunakan adalah jumlah kepemilikan saham manajerial, institusional dan asing. Indikator Variabel Y adalah adalah dari segi lingkungan, energy, kesehatan dan keselamata kerja, tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum. Hasil Penelitian Struktur kepemilikan manejerial dan struktur kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility, sedangkan struktur kepemilikan asing berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. 46 No Nama Peneliti 2. Nurbaity Yuliani (2014) 3. Intan Noor Annisa (2015) Variabel & Indikator Pengaruh Indikator variable Struktur Xyang digunakan Kepemilikan adalah jumlah Saham dan kepemilikan saham Karakteristik oleh asing dan Perusahaan institusional, Terhadap pertumbuhan Pengungkapan perusahaan dan Debt Corporate Social Ratio. Responsibility Indikator Variabel Pada Perusahaan Y yang digunakan Pertambangan adalah dari indikator yang terdaftar di pengungkapan BEI Tahun 2011- berdasarkan GRI 2013 Judul Pengaruh Struktur Kepemilikan dengan Variable Kontrol Profitabilitas, Umur dan Ukuran Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 20112013) Indikator Variabel X yang digunakan adalah jumlah kepemilikan saham oleh asing dan institusional. Indikator Variabel Y yang digunakan adalah dari segi ekonomi, lingkungan tenaga kerja, HAM, sosial masyarakat dan tanggungjawab produk. Indikator variable Z yang digunakan adalah ukuran perusahaan, umur persahaan dan ROE. Hasil Penelitian Struktur kepemilikan asing, kepemilikan institusional, secara parsial tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR, namun secara simultan berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility. Struktur kepemilikan asing,struktur kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, umur perusahaan dan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility. 47 No 4. 5. Nama Peneliti Judul Dr. Mohamed Moustafa Soliman, Dr. Mohamed Bahaa El Din, dan Dr. Ahmed Sakr (2012) Ownership Structure and Corporate Social Responsibility (CSR) : An Empirical Study of The Listed Companies in Egypt Won Yong Oh, Young Kyun Chang, Aleksey Martynov (2011) The Effect of Ownership Structure on Corporate Social Responsibility: Empirical Evidence from Korea Variabel & Indikator Indikator variabel X yang digunakan total kepemilikan saham oleh manajerial, institusional dan asing. Indikator variabel Y yang digunakan adalah Index CSR Hasil Penelitian Struktur kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Sedangakan struktur kepemilikan asing dan institusional berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Ownership Indikator variabel X yang digunakan Structure adalah kepemilikan berpengaruh saham oleh terhadap institusional, pengungkapan manajerial dan asing, CSR. Firm size ukuran perusahaan, dan firm age umur perusahaan, berpengaruh ROA dan Debt positif. ROA Ratio. Indikator dan Debt Ratio variabel Y yang berpengaruh digunakan adalah negative CSR Ratings (Keji terhadap Index). pengungkapan CSR. 48 No Nama Peneliti Judul 6. Nazli A. Moh. Ghazali (2007) Ownership Structure And Corporate Social Responsibility Disclosure: Some Malaysian Evidence Variabel & Indikator Indikator variable X yang digunakan adalah Ownership concentration, Director ownership, Government ownership, Company size, Profitability, Industry. Indikator variable Y yang digunakan adalah CSR Indexs Hasil Penelitian Director Ownership, Government Ownership, Company Size berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Ownership concentration, Industry, profitabiliy tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Sumber : Data diolah, 2016 2.4 Kerangka Pemikiran CSR merupakan komitmen perusahaan dalam dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, dengan menitikberatkan pada keseimbangan terhadap aspek ekonomis, social, dan lingkungan (Nurbaity, 2014). CSR menjadi sangat penting karena banyak investor yang peduli dengan lingkungan sehingga pihak manajer perusahaan berusaha agar perusahaan dapat menjalankan usahanya tanpa merusak lingkungan. Adanya berbagai kerusakan lingkungan diakibatkan oleh percepatan pembangunan ekonomi yang dalam rangka percepatan peningkatan ekonomi terkadang banyak dikorbankan lingkungan alam. 49 Berdasar pada asumsi dasar stakeholder theory, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder serta mendudukannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung dalam pencapaian tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern (Annisa dan Nazar, 2015). Struktur kepemilikan saham perusahaan akan memengaruhi kebijakan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Salah satu bentuk struktur kepemilikan adalah struktur kepemilikan asing, yaitu salah satu pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan CSR dalam suatu perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara luar terutama Eropa dan United State merupakan negara-negara yang sangat memperhatikan isu-isu sosial (Purnamawati, 2015). Perusahaan dengan kepemilikan asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan hambatan georafis dan bahasa. Oleh karena itu, perusahaan dengan kepemilikan saham asing yang besar akan terdorong untuk melaporkan informasinya secara sukarela dan lebih luas (Huafang dan Jianggou, 2007). Perusahaan yang memiliki kepemilikan saham asing cederung memberikan pengungkapan yang lebih luas, sebab perusahaan asing terutama di Eropa dan Amerika lebih mengenal konsep praktik dan pengungkapan CSR (Tamba, 2011) Penelitian yang dilakukan Rustriani (2011) menunjukan hasil bahwa kepemilikan asing berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Erida (2011) dalam 50 penelitiannya juga membuktikan bahwa kepemilikan asing berpengaruh terhadap kebijakan pengungkapan CSR oleh perusahaan. Bentuk lain dari struktur kepemilikan adalah kepemilikan institusional. Kepemilikan saham oleh institusi merupakan kepemilikan saham yang cukup besar dalam suatu perusahaan, sehingga kepemilikan institusi ini dapat kewenangan untuk mengontrol perusahaan. Terkait dengan isu tripple bottom line yang telah mengglobalisasi, maka kepemilikan institusional cenderung mempertimbangkan pengungkapan pertanggungjawaban sosial dalam keputusan investasinya (Tamba, 2011). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan adalah kepemilikan institusional. Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan (Aziz, 2014) Penelitian yang dilakukan oleh Won Yong Oh (2011) untuk perusahaan yang ada di Korea menunjukan hasil penelitian bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Penelitian yang dilakukan Mustaruddin dan Norhayah (2009) mengungkapkan ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan institusional dengan pengungkapan CSR di Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa 51 semakin besar kepemilikan saham institusional maka semakin besar pengawasan yang bisa dilakukan oleh investor institusional dan hal tersebut akan menjadi dorongan bagi perusahaan untuk mengungkapkan CSR. Pendekatan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada acuan penelitian yang dilakukan oleh Mustaruddin dan Norhayah (2009) dimana kepemilikan institusional dapat diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi. Kepemilikan manajerial adalah bentuk lainnya dari struktur kepemilikan yang merupakan kepemilikan sejumlah saham oleh pihak manajer perusahaan seperti anggota dewan direksi, komisaris dan pihak intern perusahaan lainnya. Pihak intern perusahaan pastinya akan mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan perusahaan yaitu dengan memenuhi kebijakan dari para pemegang saham ekternal agar dapat menarik dan mempertahankan investor ekternal perusahaan. Salah satu caranya yaitu dengan mengungkapkan seluas-luasnya informasi positif perusahaan pada laporan tahunannya, salah satunya dengan mengungkapkan laporang tanggungjawab sosial perusahaan pada laporan tahunan perusahaan (Rustiarini, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Nazli A. Mohd. Ghazali (2007) terhadap perusahaan Malaysia membuktikan bahwa kepemilikan manajerial yang ditunjukan dengan kepemilikan direktur perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan. Begitu juga dengan hasil penelitian oleh Won Yong Oh (2011) untuk perusahaan di Korea hasil penelitian membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. 52 Pihak manajemen perusahaan akan selalu berusaha untuk memberikan informasi positif mengenai keadaan perusahaan kepada publik, terutama kepada calon investor yang akan memberikan konstribusi bagi perusahaan. Di lain pihak, yaitu calon investor, mereka akan menginvestasikan dananya kepada perusahaan dengan kinerja dan reputasi yang baik serta keberlanjutan perusahaan yang dapat dijamin dengan melihat pada laporan tahunan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Isi laporan tersebut akan memengaruhi investor untuk melakukan investasi atau tidak pada suatu perusahaan, salah satunya adalah dengan melihat informasi mengenai tanggungjawab sosial perusahaan kepada lingkungan dan masyarakat sekitar. Sehingga, untuk menarik perhatian para investor agar menanamkan dananya kepada perusahaan, pihak internal perusahaan akan melakukan pengugkapan kegiatan positif perusahaan, salah satunya yaitu dengan mengungkapkan kegiatan CSR yang telah dilakukan perusahaan (Anggraini, 2011). Investor asing dan investor institusional merupakan investor yang memiliki pengaruh pada perusahaan karena besarnya dana yang ditanamkan pada perusahaan. Oleh sebab itu pihak investor dapat memberikan kebijakan terhadap keputusan pengungkapan informasi perusahaan, salah satunya mengenai informasi CSR (Tamba, 2011). Penelitian yang dilakukan Nurbaity (2014), membuktikan bahwa kepemilikan asing dan institusional secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Won Yong Oh (2011) yang 53 membuktikan bahwa kepemilikan asing, institusional dan manajerial berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Perbedaan utama penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah peneliti menggunakan data laporan keuangan tahunan dan/atau sustainability report periode 2013-2014. Penilaian pengungkapan CSR menggunakan indeks GRI-G4 yang merupakan versi terbaru dari standar pengungkapan atau pelaporan CSR yang paling banyak digunakan didunia (www.globalreporting.org). GRI-G4 dipubikasikan pada tahun 2013, dan banyak perusahaan di Indonesia yang mulai mengaplikasikannya pada tahun 2013. Dan populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah perusahaan sektor utama yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2014 dengan kriteria sampling tertentu. Penjelasan mengenai pengaruh struktur kepemilikan asing, struktur kepemilikan institusional dan struktur kepemilikan manajerial terhadap luas pengungkapan CSR dapat dilihat secara singkat melalui kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran berupa gambar skema untuk lebih menjelaskan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Gambar 2.3 adalah kerangka pemikiran dari penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan asing, struktur kepemilikan institusional dan struktur kepemilikan manajerial terhadap luas peungkapan Corporate Social Responsibility : 54 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Struktur Kepemilikan Struktur Kepemilikan Asing Struktur Kepemilikan Institusional Luas Pengungkapan CSR Struktur Kepemilikan Manajerial 2.5 Hipotesis Berdasarkan uraian keterkaitan anatara struktur kepemilikan asing, struktur kepemilikan institusional dan struktur kepemilikan manajerial terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility diatas, mengacu pada kerangka pemikiran dan rumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Hipotesis 1 : Struktur kepemilikan asing berpengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. 55 2.Hipotesis 2 : Struktur kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pegungkapan Corporate Social Rensponsibility. 3. Hipotesis 3 : Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pegungkapan Corporate Social Rensponsibility. 4.Hipotesis 4 : Struktur struktur kepemilikan asing, kepemilikan institusional dan struktur kepemilikan manajerial secara simultan dan signfikan memiliki pengaruh positif terhadap pegungkapan Corporate Social Rensponsibility.