Sila pertama ini mengungkapkan hubungan yang

advertisement
A. KESERASIAN DALAM SILA
KETUHANAN YANG MAHA ESA.
Sila pertama ini mengungkapkan hubungan yang
serasi antara Pencipta dan ciptaanNya .. Wawasan tentang
Pencipta itu mungkin berbeda pada manusia yang satu
daripada manusia lainnya dan sebutan bagi Pencipta
dapat pula berbeda. Walaupun demikian manusia yang
mengakui dan yakin akan adanya Pencipta itu akan berikhtiar memantapkan dan tidak mengganggu hubungan
yang serasi antara Pencipta dan ciptaanNya apakah itu
dirinya sendiri sebagai mahluk termulia maupun segala
ciptaan pencipta yang ada dalam lingkungannya. Hal inilah
yang mengharuskan manusia untuk hidup serasi dalam lingkungan yang serasi pula. Karena itu maka wajarlah kalau
hukum itu tidak hanya untuk keserasian hidup antara
manusia - tetapi juga keserasian lingkungan pergaulan
hidup mereka.
B.. KESERASIAN DALAM SILA
KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB.
Sila kedua ini menunjuk pada hubungan serasi antarmanusia perseorangan, antar - kelompok ataupun antara
/ seseorang dengankelompok.
fHubungan
adil dan beradab dapat -diumpamakan
sebagai cahaya dan api; bila apinya besar maka cahayanya
terang; jadi, bila peradabannya tinggi maka keadilanpun
mantap.
Peradaban merupakan kodrat khusus manusiawi.
Sesuai dengan kodrat alami maka manusia mempunyai
pikiran/cipta dan perasaan/rasa yang bila dikombinasikan
akan meniadi kehendak/karsa
yang merupakan motif
daripada karya/sikap tindak. Karena penggunaan cipta,
rasa dan karsa itu maka terbentuklah kalbu atau "gewet82
FILSAF AT HUKUM
Ketertiban merupakan pengertian konteksuil dan setiap
usaha untuk memberi penjelasan tunggal terhadap pengertuan itu yang berlaku bagi segala situasi sosial, berarti
suatu pencakupan
totaliter terhadap kehidupan sosial.
Penafsiran diserahkan kepada pribadi-pribadi, yang masingmasing mernpunyai interpretasi sendiri. Suatu pandangan
sepihak juga berarti berhentinya ketaatan sosial terhadap
pandangan abstrak untuk bersama-sama membentuk ketertiban. Kalau para earga memberi reaksi dengan menyatakan bahwa tak ada ketertiban lagi; maka hal itu merupakan
pertanda bahwa konstitusi ketertiban mulai runtuh, oleh
karena tidak ada kepercayaan lagi. Suatu pendekatan sepihak terhadap ketertiban
atau kegiatan yang menuju
ketertiban
sosial tunggal arti, menyebabkan
kekangan
pada kebebasan manusia untuk memberikan penafsiran
pada kenyataan dan lingkungan sosial, yang berarti suatu
ancaman terhadap ketertiban
sosial. Untuk sementara
adalah cukup untuk memberikan peluang pada terjadinya
koordinasi
perilaku sosial, sehingga terjadi pengakuan
terhadap adanya ketertiban sosial.
VI. PANCASILA ADALAH
SENDI KESERASIAN HUKUM.
elah diuraikan dalam awal buku ini bahwa Hukum
adalah (untuk
mencapai)
Keserasian/Kedamaianl
Keadilan.
Dengan menegaskan
bahwa Pancasila
adalah sendi Keserasian Hukum, memang haruslah terbukti
bahwa benih keserasian tersebut terdapat dalam tiap silanya.
T
PANCASIL)_ ADALAH SEND! KESERASIAN HUKUM
81
en" manusia. Adanya kalbu itu membedakan
manusia
sebagai mahluk termulia dari pada mahluk lain ciptaan
Allah. Walaupun demikian kalbu manusia dapat berkeadaan positip atau negatip tergantung keadaan sarana (cipta,
rasa, karsa) pembentukannya
yang juga mungkin positip
atau negatip; karena itu ada sebutan orang biadab atau
rendah peradabannya,
@)
Manusia dikatakan beradab, yaitu kalbunya positip,
apabila ia mampu "mulat sarira'' atau mawas dirt yang
akan terlihat pada sikap tindaknya. Untuk berkemampuan
mawas diri manusia harus berikhtiar hidup :
1.
sabenere (logis), yaitu dapat membuktikan
apa atau
mana yang benar dan yang salah;
2.
samestine (ethis), yaitu bersikap tindak maton atau
berpatokan dan tidak waton ialah asal saja sehingga
sernbrono atau ngawur.
Ukuran maton itu ialah :
a.
b.
c.
3.
"sabutuhe " yang maksudnya tidak serakah.
"sacukupe"
yaitu mampu tidak berkekurangan
tetapi juga tidak serba berkelebihan.
"saperlune",
artinya lugu lugas tidak bertele-tele
tanpa ujung pangkal.
sakepenake (estetis) yang harus diartikan : mencari
yang enak tanpa menyebabkan
tidak enak pada pribadi lain.
Manusia yang beradab, yaitu mampu "mulat sarira"
selalu hams "tepa salira" terhadap orang lain dan ini hanya
rnungkin bila dilandasi dua asas yaitu :
1. apa yang anda tidak ingin alami, janganlah menyebabkan orang lain mengalaminya; dalam rumus bahasa
Latin inilah "neminem laedere" = jangan merugikan orang
lain, sebagai asas yang ditujukan terhadap umum, siapa
saja tanpa kecuali sehingga ini merupakan sendi "equality"
83
PANCASILA ADALAH SEND! KESERASIAN HUKUM
::
r :
bagi pergaulan hidup yang merupakan satu kutub dalarn
citra Keadilan.
2. apa yang boleh anda perdapat, biarkanlali orang
lain berikhtiar mendapatkannya; rumus Latinnya terkenal
"suum cuique tribuere" = bertindaklah sebanding, maksudnya tidak lain mengarahkan agar disamakan apa yang tidak
beda dan dibedakan apa yang tidak sarna.
Dalarn pergaulan hidup sendi "equity" ini akan kita alarni
dalarn hal yang khusus/konkrit dan merupakan kutub
lainnya dalarn citra Keadilan.
Dengan demikian jelaslah bahwa sila Perikemanusiaan
itu adalah sendi keserasian hukum, terutarna Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi Negara (termasuk Hukum
Acara) maupun Hukum Pidana yang adanya perlu untuk
mencegah dan mengurangi aneka macarn sengketa dalarn
pergaulan hidup manusia.
C. KESERASIAN DALAM SILA
PERSATUAN INDONESIA.
Pada saat menjelang proklarnasi Indonesia Merdeka,
Nusantara dihuni oleh kebinaan suku (Aceh diujung barat
sarnpai Irian di ujung timur) dan golongan (selain Pribumi
juga non pribumi). Walaupun pada tahun 1928 telah
dikumandangkan lahirnya satu bangsa - Bangsa Indonesia,
namun ketunggalan perlu dikukuhkan dalam Mukadimah
Indonesia sebagai suatu sila Pancasila.
Persatuan Indonesia tidak lain maksudnya ialah
persatuan suku serta golongan yang sekaligus pula terjelma
sebagai satu bangsa, sehingga tidak sewajarnya yang satu
meniadakan yang lain, tetapi haruslah ada keserasian antara kebinaan suku serta golongan dan ketunggalan bangsa.
Keserasian dwi-tunggal tersebut haruslah mengejawantah dalam unsur uniformitas
kebangsaan (tanpa
84
FILSAFAT HUKUM
chauvinisem) berjalinan dengan unsur varietas kesukuan
serta golongan (tanpa separatisem) dalam segala bidang
kehidupan bangsa sehingga akan terbukti bahwa "Bhineka
Tunggal Ika" bukanlah semboyan semata-mata.
Dalam hukum sila ke tiga ini menjadi pembenaran
Pluralisem dalam bidang Hukum Keluarga dan Hukum
Waris, sedang Unifikasi menjadi keharusan dalam bidang
lainnya (Hukum Tata Negara, Hukum Karya/Administrasi
Negara, Hukum Harta Kekayaan dan Hukum Pidana) dari
pada Tata Hukum Indonesia.
/-
D. KESERASIAN DALAM SILA
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH
HIKMAT KEBIJAKSANAAN
DALAM
PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN.
Manusia sebagai pribadi maupun dalam kelompok
pergaulan hidup mempunyai aneka macam kepentingan.
Pada suatu ketika kepentingan itu mungkin berbeda bagi
pribadi/kelompok yang satu dengan yang lainnya. Bahkan
kepentingan
itu dapat bertentangan
adanya; misalnya,
kelompok
yang satu menyetujui
pembaharuan
sedang
yang lain menginginkan pelestarian dan sebagainya. Keadaan kelornpok yang berbeda kepentingan itu mungkin :
1. sederajat atau
2. berbeda deraiat (Penguasa,
atasan
: Warga, bawahan).
Dalam hubungan yang sederajat dapat timbul masalah
mayoritas dan minoritas dengan perbedaan kepentingan,
tetapi manusia yang beradab akan mencegah atau mengurangi kemungkinan
perbedaan
itu menjadi meruncing
sehingga pergaulan hidup dapat terpelihara
dan tidak
berubah menjadi pergumulan hidup. Untuk mempertahankan kebersamaan dalam kebedaan diperlukan upaya yaitu
ikhtiar mencapai keserasian dalam konsensus yang dapat
bersifat substansiel atau formel. Konsensus formel sebagai
PANCASILA ADALAH SENDI KESERASIAN HUKUM
85
konsensus tentang tidak adanya konsensus (substansiel),
dapat dibenarkan
apabila hal itu lebih serasi dari pada
memaksakan konsensus substansiel.
Dalam lingkup kenegaraan, maka sila ke IV daripada
Pancasila itulah yang merupakan upaya konsensus yang
dalam (Ilmu) Hukum Internasional dikenal sebagai konsultasi. /Apabila pada suatu ketika peruncingan perbedaan
kepentingan terjadi tetapi masih diinginkan penanggulangan melalui upaya damai agar dapat dipertahankan adanya
Kebersamaan dalam Kebedaan, maka di samping konsultasi masih ada upaya l.
l.
"good offices" fjasa baik yaitu dengan pihak ke tiga
sebagai perantara para pihak yang bersengketa tetapi
penyelesaiannya
berupa konsensus antara ke dua
pihak saja.
2.
"mediation" /penengahan
menengahi penyelesaian
antara ke tiga pihak.
3.
peradilan yang dengan pihak ke tiga secara mandiri
menyelesaikan
sengketa antar pihak dalam bentuk
keputusan
yang wajib dipatuhi para pihak dalam
sengketa.
Sesungguhnya,
menyelesaikan
Perkara
(sengketa) Perdata bidang perjanjian, kekeluargaan
maupun kewarisan tidaklah harus langsung melalui
peradilan tetapi (salah satu dari) ke tiga upaya tersebut dapat digunakan lebih dahulu.
dengan pihak ke tiga yang
perkara dengan konsensus
Tentang upaya "good offices" dan "mediation"
kiranya
tepat diselenggarakan dengan perantara Lembaga Bantuan
Hukum dalam ataupun luar Fakultas Hukum.
Dalam keadaan beda-derajat (Penguasa/atasan : Warga/bawahan, orang tua : anak dsb.), maka konsepsi hubungan Kekuasaan dan Kepatuhan adalah yang menjadi
intinya. Perbedaan kepentingan
menghangat dalam hu-
86
FILSAF AT HUKUM
bungan tersebut apabila timbul ketidak serasian antara
nilai Ketertiban (kepentingan penguasa) dan nilai Kebebasan (kepentingan warga). Keserasian antara kepentingan
Penguasa dan kepentingan Warga tidak perlu goyah bila
ke dua pihak menginsyafi hakekat Kekuasa n yaitu peranan .untuk menciptakan, mening atkan dan memelihara
keserasian maupun mencegah gangguan keserasian Ketertiban : Kebebasan serta hakekat Kepatuhan sebagai peranan untuk mengakui dan menuruti kekuasaan yang demikian.
E. KESERASIAN DALAM SILA
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH
BANGSA INDONESIA.
I
Perumusan terakhir Pancasila terarah pada tujuan
setiap pribadi manusia yaitu keserasian rohaniah dan
jasmaniah. Komposisi manusia terdiri dari unsur rohani/
spirituil dan unsur jasmaniah/materiel serta unsur (antara)
jalinan saraf yang menyetarafkan ke dua unsur lainnya
agar serasi dalam kepribadiannya. Peranan kodrati manusia
ialah memelihara dan meningkatkan daya tahan ke tiga
nsurnya.
Daya tahan unsur jasmaniah dipelihara dan ditingkatkan
sarana kegiatan ekonomis (pangan, papan dan sandang),
berolahraga dan sebagainya.
Daya tahan unsur rohaniah terdiri dari dua tingkat yaitu :
1.
2.
taraf alami yang meliputi cipta, rasa dan karsa, sebagai potensi serta,
taraf budaya (kesadaran) yang berupa trias-spiritualia
yaitu:
.
a. logika - ilmu pengetahuan
b. estetika - kesenian (sebagai daya kreasi) dan
c. ethika - keimanan ; keahlakan ; sopan santun;
hukum.
PANCASILA ADALAH SENDI KESERASIAN HUKUM
87
Dalam taraf budaya ini manusia terbedakan dari
mahluk lainnya ataupun robot.
Mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia berarti bahwa secara merata dan berkesinambungan setiap manusia Indonesia mengalami sungguh
keserasian rohaniah; jasmaniah.
Dalam Hukum Harta Kekayaan/Hukum Ekonomi
(sektor produksi ~ tukar menukar - konsumsi) haruslah
diutamakan keserasian rohaniah; jasmaniah dalam jalinan
dengan keserasian kebaruan; kelestarian dan keserasian
kebebasan; ketertiban.
VII. PEN
U T U P.
ada awal tulisan ini telah dijelaskan tentang pelbagai
pengartian yang dapat diberikan pada hukum. Dengan
bertitik tolak pada hukum dalam arti sebagai jalinan
nilai-nilai, telah dijelaskan suatu pengantar terhadap filsafat hukum yang mencakup perenungan tentang nilai-nilai,
perumusan nilai-nilai dan penyerasian nilai-nilai yang
berpasangan tetapi bertegangan, telah dianalisa beberapa
antinomi dalam filsafat hukum. Dengan-dernikian diharapkan akan diperoleh suatu gambaran yang singakt, deskriptif dan analitis tentang filsafat hukum. Disamping itu
diberikan suatu uraian mengenai ketertiban sosial dan Pancasila yang merupakan sendi keserasian hukum, sesudah
pemberian penjelasan singkat mengenai hak-hak azasi.
Apakah kegunaan penjelasan-penjelasan tersebut ?
P
Kegunaan dari uraian-uraian tersebut diatas dapatlah
dijelaskan dengan mengutip sebagian dari kata pengantar
88
FILSAFAT HUKUM
Edwin W. Peterson didalarn buku yang berjudul "The
Legal Philosophies of Lask, Radbruch and Dabin", sebagai
berikut:
"The primary task of the legal philosopher is to
reveal and to maintain the dominant long-run influence of ideas over events, of the general over the
particular. In discharging this task he may help his
generation to understand the basic trends of the law
from one generation to the next, and the common
cultural ties of seemingly disparate national legal
systems. He may, again, create from these common
ideal goods of the world's culture general theories,
beliefs, and insights that will be accepted and used
as guides by corning generations."
Kutipan tersebut diatas secara langsung menjelaskan fungsi
dari ahli filsafat hukum, dan kegunaan filsafat hukum
dalam arti yang luas.
DAFTAR KEPUSTAKAAN:
Apeldoorn, van L.J. Inleiding tot de studie van het
Nederlandsche Recht. Zwolle
TjeenkWillink, 1966.
Dahrendorf, R. Essays in the theory of society. Stanford:
Stanford University Press, 1968.
Friedmann, Wolfgang. Legal Theory. Fifth edition. London: Stevens & Sons, 1967.
Fromm, Erick. Man for Himself. Greenwich, Conn :
A Fawcett Premier Book, 1955.
Garfinkel, H. Studies in Ethnornethodology.' Englewood
Cliffs: Prentice Hall, 1967.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
89
Download