BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah anugerah terindah dalam keluarga. Setiap orang tua
mengharapkan memiliki anak yang normal, namun sering hidup tidak berjalan
seperti yang kita inginkan. Tuhan menitipkan karunia-Nya kepada beberapa
keluarga dengan memberikan anak khusus misalnya anak dengan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan yang pastinya juga membutuhkan perhatian
dan perawatan khusus dalam kehidupannya.
Masa anak-anak adalah tahap dimana anak mengalami tumbuh
kembang yang menentukan masa depannya. Masa tumbuh kembang adalah
masa yang penting, banyak faktor internal dan eksternal yang dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Anak mengalami proses tumbuh
kembang sejak dari dalam kandungan, masa bayi, batita, balita, usia sekolah
dan remaja. Setiap tahapan proses tumbuh kembang mempunyai ciri khas
tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh
kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tidak setiap
anak mengalami proses tumbuh kembang normal. Banyak diantara mereka
yang mengalami hambatan, gangguan, keterlambatan atau faktor-faktor resiko
sehingga untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal diperlukan
penanganan atau intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal
dengan anak berkebutuhan khusus.
Anak
berkebutuhan
khusus
adalah
anak
yang
mempunyai
kelainan/penyimpangan dari kondisi rat-rata anak normal umunya dalam hal
fisik, mental maupun karekteristik perilaku. The World Health Organization
(WHO) memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar
7-10% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat 82.840.600 jiwa anak dari
231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah
anak berkebutuhan khusus (KemKes, 2010).
1
2
Salah satu yang termasuk dalam kelompok anak berkebutuhan khusus
adalah Cerbral Palsy (CP). CP merupakan penyakit kronis dengan gangguan
nonprogresif pada postur dan gerak yang ditandai dengan kesulitan
mengontrol otot-otot yang disebabkan oleh kerusakan sistem gerak di
ekstrapiramidal atau piramidal (Potts & Mandleco, 2007). Lebih dari 2 dari
setiap 1000 kelahiran adalah anak yang lahir dengan CP di negara-negara
maju. Di negara negara dengan pelayanan medis yang kurang, jumlahnya lebih
tinggi, terdapat 1 anak dalam setiap 300 kelahiran menderita CP. Di negara
maju, proporsi yang signifikan dari anak-anak dengan CP yaitu mereka yang
lahir prematur. Di negara berkembang, bayi prematur yang tidak menerima
intervensi medis yang baik yang diperlukan bagi mereka untuk bertahan hidup,
pada saat yang sama, kurangnya pelayanan obsteri menjadikan lebih banyak
beresiko lahir dengan CP (Hincliffe, 2007). Di Indonesia, prevalensi penderita
CP diperkirakan sekitar 1–5 per 1.000 kelahiran hidup. Seringkali terdapat
pada anak pertama. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat badan
lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu yang lebih dari 40 tahun juga
mempengaruhi terjadinya CP (Soetjiningsih, 2000). Cerebral palsy merupakan
sekumpulan gejala neurologi yang bersifat tidak progresif, dapat menimbulkan
berbagai permasalahan tergantung letak dimana lesi otak yang terkena yang
menyebabkan berbagai klasifikasi atau tipe dari CP.
Kalsifikasi CP dapat dibedakan berdasarkan tonus otot yaitu hipotonia,
hipertonia, atethosis, ataksia, spastisitas, rigiditas dan campuran, sedangkan
berdasarkan distribusinya dibedakan menjadi hemiplegia, diplegia dan
quadriplegi. Sekitar 70%-80% kasus CP adalah tipe spastik (Potts &
Mandleco, 2007). Spastik adalah suatu keadaan dimana tonus otot lebih tinggi
dari normal, hal ini disebabkan karena hilangnya kontrol spinal terhadap
aktivitas stretch reflex (Bishop, 2007)
Cerebral Palsy spastik diplegi adalah CP dengan tonus otot yang tinggi
terutama pada lower extremity dan memiliki tangan yang lebih fungsional.
Penyebab paling banyak CP spastik diplegi dikaitkan dengan prematuritas
(Rudolph, et, all, 2007). The National Collaborative Perinatal Project di
Amerika Serikat merekomendasikan peringatan bahwa ⅔ anak–anak yang
3
didiagnosa mengalami diplegia spastik dan ½ dari semua anak yang
menunjukkan tanda–tanda CP pada tahun pertama kehidupan mereka akan
tampak sebagai CP setelah mereka berusia 7 tahun (Lin, 2003). Namun ada
juga penelitian yang menyebutkan bahwa permaturitas adalah resiko utama
yang menyebabakan CP, terutama untuk CP tipe spastik diplegi.
Permasalahan umum yang timbul pada kondisi CP spastik diplegi adalah
peningkatan tonus otot-otot postur karena adanya spastisitas yang akan
mempengarhui pada kontrol gerak. Abnormalitas tonus postural akan
mengakibatkan gangguan postur tubuh, kontrol gerak , koordinasi gerak dan
keseimbangan yang akan berpotensi terganggunya pertumbuhan dan
perkembangan. Anak CP spastik diplegi biasanya mempunyai defisit
persepsi visual dan strabismus sehingga kecenderungan untuk jatuh ke
belakang karena reaksi keseimbangan kurang berkembang (Berker, 2005).
Tumbuh kembang anak normal memiliki beberapa tahapan, contohnya
pada motorik kasar anak harus melewati tahapan mulai dari terlentang
hingga berjalan bahkan berlari, tapi banyak anak CP yang mengalami
permasalahan di otak akan mengalami gangguan pada motorik kasarnya,
salah satunya adalah duduk. Duduk merupakan komponen yang penting
untuk memasuki tahap tumbuh kembang selanjutnya, persiapan postur saat
berdiri atau berjalan. Duduk adalah posisi yang paling disenangi oleh anakanak karena pada posisi duduk anak-anak dapat dengan mudah melakukan
aktifitas dan juga bermain dengan kedua tangannya. Banyak komponen yang
harus diperhatikan untuk meningkatkan keseimbangan duduk yaitu head and
trunk control, arm and leg movements dan ekstensi trunk dengan posisi pevic
yang benar, selain itu yang harus diperhatikan agar anak CP dapat duduk
stabil salah satunya adalah keseimbangan.
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat
gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Pengontrol
keseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu
sistem informasi sensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central
processing dan efektor, dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia,
motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman
4
(Irfan, 2009). Keseimbangan duduk sangat diperlukan untuk melakukan
aktifitas sehari-hari. Posisi duduk pada perkembangan anak normal
cenderung lebih mudah untuk ekstensi trunk guna menjaga Base of Support
(BOS) di tuburositas ischium pada saat duduk dengan posisi pelvic anterior
tilt. Namun pada anak CP, BOS pada saat duduk terdapat di sacrum sehingga
anak kesulitan untuk mencapai duduk yang stabil, diantaranya dikarenakan
kurangnya kontrol trunk atau kurangnya aktivasi otot-otot trunk disertai
dengan hyperetonus pada lower extremity.
Trunk control adalah sebagai stabilisasi dan pergerkan yang selektif
dari trunk. Stabilisasi yang dimaksud adalah untuk menjaga suatu posisi,
sedangkan yang dimaksud pergerakan selektif adalah kontrol, gerakan yang
koordinasi dan spesifik dari sendi atau bagian tubuh yang berhubungan
dengan segmen tubuh lainnya (Saether, 2010). Trunk menjadi titik kunci
sentral tubuh, Kontrol proksimal trunk merupakan prasyarat untuk kontrol
gerakan, keseimbangan dan kegiatan fungsional ekstremitas distal. Trunk
Control berperan penting pada saat duduk untuk memungkinkan tubuh tetap
tegak, menyesuaikan pergeseran berat badan, dan melakukan gerakan selektif
trunk untuk mempertahankan pusat tubuh dalam base of support (BOS)
selama statik dan dinamik penyesuain postur duduk (Karthikbabu, 2011).
Oleh karenanya trunk control merupakan salah satu komponen penting untuk
anak CP dalam menjaga kesimbangan duduk, trunk control yang baik
dipengerahui dimana letak BOS pada saat duduk, jika anak CP duduk BOS
di sacrum makan akan mempengaruhi kontrol dari trunk.
Selain trunk control, komponen yang juga penting untuk mencapai
keseimbangan duduk adalah Ankle movement. Ankle movement adalah
komponen penting pada perkembangan normal dan membantu pada fungsi
bagian proksimal tubuh untuk menjaga keseimbangan duduk dalam berbagai
arah. Posisi duduk adalah postur yang baik untuk memfasilitasi pergerakan
ankle yang berhubungan dengan pergerekan trunk dan pelvic (Hong, 2011).
Sendi ankle pada anak CP spastik diplegi mengalami kurangnya mobilitas
terutama gerakan dorsifelksi dikarenakan
hypertonus.
ekstremitas bawah yang
5
Ketidakseimbangan duduk anak CP spastik diplegi dapat dipengaruhi
oleh gerakan pelvic. Pada anak CP spastik diplegi, pelvic memiliki
kecendrungan bergerak ke arah posterior tilt dan tonus yang tinggi pada
lower extremity mengakibatakan terjadinya imobilisasi pada sendi pelvic,
hip, knee dan ankle. Sendi hip CP pastik diplegi memiliki pola fleksi,
internal rotasi dan aduksi, knee fleksi serta sendi ankle yang plantar fleksi
dan inversi. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan
pada posisi duduk. Gerakan pelvic ke arah posterior menyebabkan base of
support (tumpuan) pada saat duduk berada di sacrum bukan pada tuberositas
ischium, ini dapat diperbaiki salah satunya dengan memperbaiki gerakan
pada ankle ke arah dorsifleksi. Gerakan ankle ini akan terhubung ke pelvic
yang akan menyebabkan pelvic ke arah anterior sehingga BOS berada pada
tuberositas ischium, BOS yang berubah menjadi anteior tilt akan
berpengaruh pada trunk sehingga trunk akan terkativasi untuk tegak yang
akhirnya posisi duduk akan menjadi lebih stabil.
Dari permasalah
yang ditimbulkan di atas, makan anak CP harus
mendapatkan penanganan yang khusus, salah satu penanaganan yang penting
untuk anak CP adalah melakukan fisioterapi. Fisioterapi berperan penting
untuk menangani permasalahan yang timbul pada CP. Fisioterapis sebagai
tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kemampuan dan keterampilan
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh,
termasuk perannya dalam menangani anak CP.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengangkat topik mengenai penambahan ankle movement exercise pada
trunk control exercise dapat meningkatkan keseimbangan duduk anak
cerebral palsy spastik diplegi dalam bentuk penelitian.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil beberapa
masalah yaitu jumlah kasus CP yang berada di masyarakat cukup besar,
dimana kita ketahui CP memiliki berbagai karakteristik dan masalah yang
berbeda beda. Cerebral palsy yang merupakan salah satu dari anak
6
berkebutuhan khusus ini memiliki banyak gangguan salah satunya pada
motorik kasar misalnya pada keseimbanagan duduk. Duduk merupakan
posisi yang disenangi anak untuk dapat bermain sambil menggunakan
tangannya, selain itu juga merupakan persiapan postur yang baik untuk
berdiri dan berjalan sehingga apabila posisi duduk ini bermasalah maka
anak sulit untuk dapat melakukan aktivitas sehar-harinya.
Keseimbangan duduk yang sering ditemukan ini disebabkan
berbagai hal salah satunya adalah kontrol postur yang rendah, BOS pada
sacrum, kurangnya aktivasi otot-otot postur, dan juga kurangnya
pergerakan tungkai dan kaki. Pengontrol keseimbangan pada tubuh
manusia terdiri dari tiga komponen penting, yaitu sistem informasi sensorik
(visual, vestibular dan somatosensoris), central processing dan efektor,
dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi,
lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman.
Bentuk latihan yang akan diberikan adalah latihan dengan trunk
control exercise dan ankle movement exercise. Kedua latihan ini
memilikifungsi untuk meningkatkan keseimbangan duduk untuk anak CP.
Terkadang dalam memberikan intervensi untuk keseimbanagn duduk,
hanya fokus pada trunk dan juga pelvic padahal yang harus diperhatikan
juga adalah leg movement yaitu pergerakan ankle dimana pergerakan ankle
ini dapat mempengaruhi BOS dari pelvic yang benar yaitu pada tuberositas
ischium sehingga pelvic menjadi ke arah anterior tilt dan trunk menjadi
lebih tegak dan teraktivasi yang akhirnya keseimbangan duduk pun dapat
tercapai. Ankle movement ini juga akan mengaktifkan kontrol postural
untuk dapat mencapai keseimbangan. Kedua bentuk latihan ini memiliki
tujuan untuk meningkatkan keseimbangan, tapi belum di temukan adanya
efektifitas penambahan ankle movement exercise pada trunk control
exercise terhadap keseimbangan duduk anak CP spatik diplegi.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
7
1.
Apakah pemberian trunk control exercise dapat meningkatkan
keseimbangan duduk anak canak cerebral palsy spastik diplegi ?
2.
Apakah penambahan ankle movement exercise pada trunk control
exercise dapat meningkatkan keseimbangan duduk anak cerebral palsy
spastik diplegi ?
3.
Apakah pengaruh penambahan pemberian ankle movement exercise
pada trunk control exercise lebih baik terhadap keseimbangan duduk
anak cerebral palsy spastik diplegi ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh penambahan ankle movement exercise
pada trunk control exercise terhadap keseimbanagn duduk anak
cerebral palsy sasptik diplegi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk lebih mengetahui peningkatan keseimbangan duduk anak
cerebral palsy spastik diplegi pada pemberian trunk control
exercise.
b. Untuk lebih mengetahui peningkatan keseimbangan duduk anak
cerebral palsy spastik diplegi dengan penambahan ankle movement
exercise pada pemberian trunk control exercise.
E. Manfaat Penelitian
a. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
kepada institusi mengenai pengaruh intervensi ankle movement
exercise dan trunk control exercise terhadap keseimbangan duduk pada
anak cerebral palsy spastik diplegi.
b. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
tambahan dalam peningkatan keseimbangan duduk pada anak cerebral
8
palsy spastik diplegi dan diharapkan menjadi bahan kajian untuk
diteliti lebih lanjut.
c. Bagi Peneliti
Adanya penelitian ini, membuat peneliti dapat mengetahui sejauh mana
pengaruh latihan yang diberikan pada anak cerebral palsy spastik
diplegi.
Download