Mustofa, S.Pd.

advertisement
Oleh:
Mustofa, S.Pd.
Hal aman|
BAB I
KONSEP DASAR ATMOSFER DAN DINAMIKANYA
A. Pengertian Cuaca dan Iklim
Cuaca terdiri dari seluruh fenomena yang terjadi di atmosfer bumi atau sebuah planet
lainnya. Cuaca biasanya merupakan sebuah aktivitas fenomena ini dalam waktu beberapa hari.
Cuaca rata-rata dengan jangka waktu yang lebih lama sebagai iklim. Aspek cuaca ini diteliti lebih
lanjut oleh ahli klmatologi untuk tanda-tanda perubahan iklim.
Cuaca (weather) dan iklim (climate) dinyatakan dengan besaran unsur fisika atmosfer yang
selanjutnya disebut unsur cuaca atau unsur iklim yang terdiri dari penerimaan radiasi matahari
(kerapatan fluks pada permukaan datar di ermukaan bumi) lama penyinaran matahari suhu udara
kelembaban udara tekanan udara kecepatan dan arah angin penutupan awan, presipitasi (embun,
hujan, salju) evaporasi/evapotranspirasi.
Cuaca adalah kondisi sesaat dari keadaan atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek
(kurang dari satu jam hingga 24 jam) di suatu tempat tertentu di bumi. Nilai cuaca dapat dinyatakan
dalam bentuk kualitatif (tanpa besaran angka) dan kuantitaif.
Nilai unsur-unsur cuaca saat demi saat selama 24 jam di suatu tempat akan menunjukkan
pola siklus yang disebut perubahan cuaca diurnal (pukul 00:00 hingga 24:00). Nilai tiap unsur cuaca
tersebut dapat dirata-ratakan dan menghasilkan cuaca pada tanggal tersebut.
Cuaca dicatat terus menerus pada jam-jam pengamatan tertentu secara rutin, menghasilkan
suatu seri data cuaca yang selanjutnya dapat diolah secara statistika menjadi data iklim. Jadi dapat
disimpulkan bahwa iklim adalah nilai statistika dari cuaca jangka panjang di wilayah luas.
Data cuaca terdiri dari data discontinue karena mudah kembali bernilai nol (0) dan data
continue karena tidak mudah turun mencapai nol. Data unsur cuaca yang sifatnya diskontinyu antara
lain penerimaan radiasi matahari dan lama penyinarannya, presipitasi (curah hujan, embun, dan
salju) dan penguapan. Penyajian dan analisisnya dalam bentuk nilai akumulasi sedangkan penyajian
grafiknya dalam bentuk kurva histogram. Data cuaca yang bersifat kontinyu antara lain: suhu,
kelembaban dan tekanan udara serta kecepatan angin. Analisis dan penyajiannya dalam bentuk
angka rata-rata atau angka sesaat (instantaneous) sedangkan grafiknya dalam bentuk garis/kurva.
Iklim adalah sintesis atau kesimpulan atau rata-rata perubahan unsur-unsur cuaca (hari demi
hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau pada suatu wilayah. Sintesis
tersebut dapat diartikan pula sebagai nilai statistik yang meliputi antara lain nilai rata-rata, maksimum,
minimum, frekuensi kejadian, atau peluang kejadian dari cuaca. Iklim dapat pula diartikan sebagai
pola kebiasaan serta perubahan cuaca di suatu tempat atau wilayah.
B. Unsur Cuaca dan Iklim
Cuaca adalah gambaran kondisi atmosfer jangka pendek (kurang dari 24 jam) pada suatu
lokasi tertentu. Pernyataan seperti "hari ini di Bogor cerah dengan suhu maksimum 300C" adalah
contoh pernyataan keadaan cuaca. Atmosfer merupakan bagian dari bumi mulai dari permukaan laut
dan daratan ke atas yang berisi udara serta berbagai partikel yang melayang-layang. Udara terdiri dari
gas-gas terutama uap air (H,O), N, O, Ar dan CO, yang menunjang kehidupan di bumi. Atmosfer
terdiri dari berbagai lapisan mulai yang terbawah yaitu troposfer (0-12 km) dengan kerapatan udara
tertinggi, stratosfer (12-50 km), mesosfer (50-80 km) sampai termosfer (> 80 km) yang paling atas dan
batas paling atas sulit ditentukan karena udara sudah sangat tipis. Pembahasan Klimatologi
Pertanian umumnya dibatasi hanya untuk lapisan atmosfer terbawah, yaitu troposfer.
lklim adalah rata-rata cuaca jangka panjang (sekitar 30 tahun) dari suatu wilayah, seperti pada
pernyataan "Jawa Barat beriklim basah". Lebih rinci iklim Jawa Barat dapat dinyatakan dengan tipe
iklim A menurut Schmidth & Ferguson (S&F). Klasifikasi iklim merupakan sistem pengelompokan
kondisi iklim wilayah yang mempunyai beberapa sifat yang sama, yang dalam ha1 ini 5 8 F
menggunakan kriteria bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) masing-masing adalah BB>100
mm/bulan dan BK< 60 mm/bulan. Karena iklim merupakan gambaran cuaca jangka panjang (rata-rata),
maka unsur-unsur cuaca juga merupakan unsur-unsur iklim.
Dalam hubungan dengan pertanian, unsur-unsur cuacal iklim beserta alat pengukurnya adalah
sebagai berikut:
Hal aman|
1. Radiasi Matahari
Radiasi matahari atau disebut juga radiasi surya merupakan sumber energi utama bagi
proses-proses fisika atmosfer pembentuk cuaca dan iklim, serta kehidupan di bumi karena tanpa
radiasi surya proses fotosintesis serta rantai makanan tidak akan terjadi. Permukaan matahari
0
sangat panas dengan suhu 6000 K (walaupun suhu di dalamnya jutaan derajat Celcius) yang
memancarkan energi sangat tinggi berupa gelombang elekromagnit hingga ke bumi. Namun,
karena jarak matahari-bumi 150 juta km, intensitas energinya yang sampai di puncak atmosfer
-2
hanya 1360 W.m . Keberadaan atmosfer yang melindungi bumi menyebabkan radiasi yang
-2
sampai di permukaan bumi menjadi kurang dari 1000 W.m bergantung penutupan awan, dan
aman bagi manusia.
Bumi berputar pada porosnya (rotasi bumi) dengan satu putaran (3600 bujur) selama 24
0
jam, sehingga terjadi siang dan malam. Di equator, 1 bujur sama dengan 110 km, sehingga
kecepatan rotasi bumi di equator sekitar 1600 km/jam; suatu kecepatan yang tinggi jika
dibandingkan dengan kecepatan pesawat terbang besar yang hanya 1000 km/jam. Disamping
itu, bumi mengelilingi matahari (revolusi) dengan satu putaran selama setahun (365 hari).
Dengan jarak matahari-bumi 150 juta km, maka lintasan bumi yang ditempuh selama 365 hari
tersebut adalah 942 juta km. Dengan demikian, kecepatan bumi selama berevolusi adalah lebih
dari seratus ribu km/jam (107.500 kn~ljam), namun kita tidak merasakan kecepatan yang sangat
tinggi tersebut karena ukuran bumi yang besar.
Gambar 1. Contoh hasil pengukuran radiasi surya di Bogor (gambar di arsir),
(kiri) dan diagram rotasi serta revolusi bumi (kanan).
Catatan: Jika tidak ada penutupan awan, maka penerimaan radiasi surya mengikuti garis terputusputus (gambar di kiri). Total energi radiasi surya yang diterima selama sehari adalah
luasan di bawah grafik yang diarsir dengan satuan MJ.m-2.
Karena posisi poros bumi tidak sejajar dengan matahari, melainkan membentuk sudut
23,50, maka seolah-olah matahari bergerak dari 23,50 Lintang Utara (Juni) ke Equator dengan
Lintang O" ( September) lalu ke 23,50 Lintang Selatan (Desember) dan kembali lagi melalui
Equator (Maret) ke 23,50 Lintang Utara (Juni) setiap tahunnya. Dengan sudut 23,50 ini, di kutub
Utara dan Selatan secara bergantian akan mengalami siang hari dan malam hari masing-masing
selama 6 bulan (lihat kondisi penerimaan cahaya matahari pada Gambar 1 kanan atas).
2. Lama Penyinaran dan Panjang Hari
Lama penyinaran adalah periode (dalam jam) matahari bersinar cerah. Faktor yang
menentukan lama penyinaran adalah penutupan awan, semakin lama penutupan awan maka lama
penyinaran berkurang. Matahari bersinar cerah jika kertas pias pada alat ukur Cambell Stokes
terbakar. Di Indonesia, lama penyinaran maksimum sekitar 8 jam.
Panjang hari adalah periode dari matahari terbit sampai terbenam yang juga dihitung
dalam jam. Panjang hari tidak ditentukan oleh penutupan awan seperti pada Lama penyinaran,
melainkan dihitung dari fungsi letak lintang dan julian date (perhitungan waktu dari 1 Januari =1
sampai 31 Desember=365).
Lama penyinaran menentukan jumlah energi radiasi surya, sehingga mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melalui proses fotosintesis. Sebaliknya, panjang hari menentukan proses
perkembansan tanaman melalui respon fotoperiodisme, yang tidak bergantung pada intensitas
energi radiasi surya melainkan periode pencahayaannya mulai matahari terbit hingga terbenam.
Tanaman yang berasal dari lintang tinggi umumnya sensitif terhadap fotoperiodisme, dapat berupa
tanaman hari pendek (short-day plants) atau tanaman hari panjang (long-dayplants). Tanaman
hari pendek dan hari panjang tidak ada hubungannya dengan batasan tanaman akan berbunga
jika panjang hari kurang atau lebih 12 jam, melainkan berhubungan dengan periode panjang hari
kritis (critical photoperiod) yang tidak harus 12 jam. Banyak orang yang salah menafsirkan
tentang batas 12 jam ini.
3. Suhu dan Kelembaban Udara
Suhu udara diukur dengan satuan OC, sedangkan kelembaban udara dinyatakan dengan
tekanan uap air (ea, dalam mb), kerapatan uap air (p, dalam kg.m-3), defisit tekanan uap (es-ea,
dalam mb) atau kelembaban nisbi (RH, dalam %). Secara umum kelembaban nisbi makin rendah
jika suhu udara meningkat seperti ditunjukkan Gambar 2.
Hal aman|
Gambar 2. Sebaran Suhu dan Kelembaban Udara Secara Diurnal.
Proses pemanasan udara yang mengakibatkan peningkatan suhu udara, terjadi akibat
penerimaan energi radiasi surya di permukaan bumi (daratan dan lautan) yang selanjutnya
digunakan untuk memanaskan udara di atasnya, untuk penguapan dan pemanasan daratan serta
lautan itu sendiri. Karena lautan jauh lebih luas dari daratan, semakin tinggi tempat (altitude), maka
suhu udara semakin rendah (lihat Gambar 3). Awan akan terbentuk jika udara naik sampai
ketinggian tertentu yang suhunya telah mencapai 'titik embun' atau lebih rendah. Pada suhu titik
embun, kelembaban udara menjadi jenuh (RH=100%), sehingga pengembunan terjadi pada debu
yang melayang-layang di udara sebagai inti kondensasi. Butir-butir air yang terjadi merupakan
awan dan ketinggian dengan suhu titik embun merupakan ketinggian dasar awan.
Gambar 3. Sebaran Suhu dan Kelembaban Udara Hipotetik
Menurut Ketinggian (altitude).
Catatan: skala untuk kelembaban nisbi (RH) tidak ditunjukkan
4. Curah Hujan
Curah hujan diukur dalam satuan mm, yang merupakan tinggi curah hujan rata-rata pada
suatu wilayah. Dengan satuan tinggi ini, kita dapat menghitung volume hujan yang jatuh pada
suatu luasan tertentu tanpa harus mengukur seluruh volume hujan yang jatuh.
Misalnya,
Curah hujan (P)
= 25 mm
2
Luas mulut penakar hujan (Al)
= 100 cm ,
maka volume air tertampung
=P.Al
2
= 2,5 cm x 100 cm
3
= 250 cm
Jika luas lahan pertanian (A2)
= 2 ha
2
= 20.000 m
maka volume air yang diterima lahan
= P. A2
2
= 0.025 m x m
3
= 500 m
Curah hujan merupakan sumber air bagi pertanian tadah hujan yang tidak memiliki sistem
irigasi. Tanaman akan tumbuh baik jika energi radiasi surya tinggi, namun ketersediaan air pada
lahan tadah hujan hanya tercukupi pada musim hujan dengan penutupan awan yang tinggi yang
berakibat pada energi radiasi surya yang rendah.
5. Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi merupakan proses kehilangan air dari suatu lahan melalui evaporasi
dan transpirasi. Satuan evapotranspirasi sama dengan curah hujan yaitu dalam mm, sehingga
perhitungan antara ketersediaan air dari hujan serta kehilangannya melalui evapotranspirasi dapat
dilakukan dengan mudah.
Evapotranspirasi potensial (ETp) merupakan evapotranspirasi maksimum dari suatu
wilayah dan waktu tertentu yang hanya ditentukan oleh unsur-unsur cuaca dan tidak bergantung
kondisi tanamanan maupun tanah. Dengan konsep ini, perhitungan kebutuhan air tanaman atau
irigasi dimungkinkan, yang diduga dari kehilangan airnya berdasarkan ETp. Sejak penemuan
konsep ETp yang dipelopori oleh Penman (1948), yaitu ETp hanya ditentukan serta dihitung dari
unsur-unsur iklim (radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin), maka
sistem perencanaan irigasi menjadi berkembang.
Hal aman|
6. Arah dan Kecepatan Angin
Angin adalah gerakan udara secara horizontal. Arah angin adalah arah dari mana asal
angin tersebut bertiup, dan bukan menuju ke mana angin tersebut bertiup. Dalam ha1 ini, angin
laut adalah angin yang berasal dari laut (menuju ke daratan), sedangkan angin darat adalah
angin yang berasal dari darat (menuju ke Laut). Demikian juga, arah angin Utara berarti angin
berasal dari Utara menuju ke Selatan.
C. Komposisi Atmosfer
Atmosfer mengandung campuran gas-gas yang lebih terkenal dengan nama udara dan
menutupi seluruh permukaan bumi. Campuran gas-gas ini menyatakan komposisi dari atmosfer
bumi. Bagian bawah dari atmosfer bumi dibatasi oleh daratan, samudera, sungai, danau, es, dan
permukaan salju. Gas pembentuk atmosfer disebut udara. Udara adalah campuran berbagai unsur
dan senyawa kimia sehingga udara menjadi beragam. Keberagaman terjadi biasanya karena
kandungan uap air dan susunan masing-masing bagian dari sisa udara (disebut udara kering).
Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon (0.9%),
karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya.
Tabel Gas-gas Utama Penyusun Udara (Critchfield)
Macam Gas
Symbol
Volume (%)
N2
Nitrogen (lemas)
78,03
O2
Oksigen (asam)
20,99
Ar
Argon
0,94
Karbondioksida
CO2
0,03
Tabel Susunan Rata-rata Atmosfer Kering di Bawah 25 km (Barry and Chorley)
Nitrogen bereaksi lambat, tetapi merupakan bagian penting dari kehidupan sehingga
keseimbangan nitrogen di udara, di laut dan di dalam bumi sangat dipengaruhi oleh makhluk hidup.
Karbondioksida yang berlimpah dari sinar matahari membuat karbohidrat dengan hasil sampingan
oksigen (fotosintesis).
Oksigen terakumulasi di udara kemudian berkembang makhluk yang membutuhkan oksigen.
Gas nitrogen merupakan gas yang paling banyak terdapat dalam lapisan udara atau atmosfer bumi.
Salah satu sumbernya yaitu berasal dari pembakaran sisa-sisa pertanian dan akibat letusan gunung
api. Gas lain yang cukup banyak dalam lapisan udara atau atmosfer adalah oksigen. Oksigen antara
lain berasal dari hasil proses fotosintesis pada tumbuhan yang berdaun hijau. Dalam proses
fotosintesis, tumbuhan menyerap gas karbondioksida dari udara dan mengeluarkan oksigen. Gas
karbondioksida secara alami besaral dari pernapasan mahkluk hidup, yaitu hewan dan manusia.
Serta secara buatan gas karbondioksida berasal dari asap pembakaran industri, asap kendaraan
bermotor, kebakaran hutan, dan lain-lain.
Selain keempat gas tersebut di atas ada beberapa gas lain yang terdapat di dalam atmosfer,
yaitu di antaranya ozon. Walaupun ozon ini jumlahnya sangat sedikit namun sangat berguna bagi
kehidupan di bumi, karena ozon yang dapat menyerap sinar ultra violet yang dipancarkan sinar
matahari sehingga jumlahnya sudah sangat berkurang ketika sampai di permukaan bumi. Apabila
radiasi ultra violet ini tidak terserap oleh ozon, maka akan menimbulkan malapetaka bagi kehidupan
mahkluk hidup yang ada di bumi. Radiasi ini di antaranya dapat membakar kulit mahkluk hidup,
memecahkan kulit pembuluh darah, dan menimbulkan penyakit kanker kulit.
Selain unsur pembentuk yang berupa gas, udara juga mengandung partikel padat dan cair,
yang kebanyakan begitu kecilnya sehingga gerakan udara dapat mengimbangi kecenderungan
partikel tersebut jatuh ke tanah. Partikel itu dapat berasal dari debu yang terangkat oleh angin,
partikel garam laut, ataupun hasil pembakaran dan pengolahan dalam industri.
Berdasarkan pengalaman sehari-hari kita mengetahui bahwa suhu udara berubah-ubah dari
waktu ke waktu; pagi yang sejuk diikuti oleh sore hari yang panas, dan musim dingin yang dingin
diikuti musim panas yang pana dalam suatu daur yang tetap. Suhu menjadi beragam dari tempat ke
tempat pada waktu yang sama. Pada wilayah yang lintang rendah lebih panas daripada wilayah pada
lintang yang lebih tinggi dan daerah yang rendah lebih panas daripada pegunungan tinggi. Bumi
secara keseluruhan selama setahun penuh, suhu rata-rata di dekat tanah pada muka laut (suhu
Hal aman|
permukaan) adalah 15°C (288°K, 59°F). Rata-rata kesel uruhan sepanjang tahun turun menurut
ketinggian. Namun, kira-kira di atas 12 km (40.000 kaki) penurunan suhu berhenti.
Lapisan atmosfer dengan suhu yang rata-rata berkurang menurut kentinggian, disebut
troposfer, lapisan diatasnya denagn suhu tetap atau meningkat disebut stratosfer. Pada permukaan
diantara troposfer dan stratosfer (kadang-kadang berupa lapisan peralihan) disebut tropopause.
Daerah dimana cuaca terjadi adalah bagian terbawah atmosfer, yang disebut troposfer (daerah inilah
yang menjadi perhatian bagi para ahli meteorologi). Troposfer memiliki sifat penting, yaitu bahwa
secara umum temperatur berkurang terhadap ketinggian. Diatas troposfer adalah stratosfer yang
dicirikan oleh bertambahnya temperatur terhadap ketinggian. Diskontinuitas yang membedakan
troposfer dengan stratosfer adalah lapisan tropopause.
Pada troposfer campuran gas-gas terdiri dari 78% nitrogen dan 21% oksigen (prosen dalam
volume). Sisanya sebesar 1% adalah campuran gas yang terdiri dari argon, karbondioksida, dan gasgas lainnya. Campuran gas-gas tanpa uap-air disebut sebagai udara kering, dan campuran gas-gas
tanpa terkecuali disebut sebagai udara lembab.
D. Fungsi Atmosfer Bumi
Setiap kali menghirup udara, manusia diingatkan bahwa tidak dapat hidup tanpa udara.
Udara bersih adalah kebutuhan fisik manusia yang merupakan hubungan timbal balik antara manusia
dan lingkungan. Atmosfer membuat suhu bumi sesuai untuk kehidupan manusia. Adanya efek rumah
kaca di atmosfer, sinar matahari yang masuk ke bumi dapat diserap dan menghangatkan udara.
Suhu rata-rata di permukaan bumi naik 33°C lebih tin ggi menjadi 15°C dari seandainya tidak ada
efek rumah kaca (-18°C), suhu yang terlalu dingin bagi kehidupan mnusia. Efek rumah kaca
disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Atmosfer berguna untuk melindungi makhluk hidup yang yang ada di muka bumi karena
membantu menjaga stabilitas suhu udara siang dan malam, menyerap radiasi dan sinar ultraviolet
yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk bumi lainnya. Atmosfir juga melindungi bumi dari
suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270°C di bawah nol. Selain atmosfer,
sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan
sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet ini. Radiasi yang terus-menerus
dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup.
Apabila sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang
terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi.
Bumi memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang
terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang
besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang melindungi
Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan
takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan
memiliki medan magnet adalah Merkurius tetapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih
kecil dari Bumi. Bahkan Venus, planet kembar Bumi, tidak memiliki medan magnet. Lapisan
pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi.
E. Sifat Atmosfer Bumi
1. Merupakan selimut gas tebal yang secara menyeluruh menutupi bumi sampai ketinggian 560 km
dari permukaan bumi.
2. Atmosfer bumi tidak mempunyai batas mendadak, tetapi menipis lambat laun dengan menambah
ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer dan angkasa luar.
3. Tidak berwarna, tidak berbau, tidak dapat dirasakan, tidak dapat diraba (kecuali bergerak
sebagai angin).
4. Mudah bergerak, dapat ditekan, dapat berkembang.
14
5. Mempunyai berat (56 x 10 ton) dan dapat memberikan tekanan. 99% dari beratnya berada
sampai ketinggian 30 km, dan separuhnya berada di bawah 6000 m.
6. Memberikan tahanan jika suatu benda melewatinya berupa panas akibat pergesekan (misalnya
meteor hancur sebelum mencapai permukaan bumi).Sangat penting untuk kehidupan dan
sebagai media untuk proses cuaca. Sebagai selimut yang melindungi bumi terhadap tenaga
penuh dari matahari pada waktu siang, menghalangi hilangnya panas pada waktu malam. Tanpa
atmosfer suhu bumi pada siang hari 93,3°C dan pada malam hari -148,9°C.
Hal aman|
BAB II
LAPISAN ATMOSFER BUMI
A. Pengertian Atmosfer Bumi
Bumi merupakan salah satu planet yang ada di tata surya yang memiliki selubung yang
berlapis-lapis. Selubung bumi tersebut berupa lapisan udara yang sering disebut dengan atmosfer.
Atmosfer terdiri atas bermacam-macam unsur gas dan di dalamnya terjadi proses pembentukan dan
perubahan cuaca dan iklim. Atmosfer melindungi manusia dari sinar matahari yang berlebihan dan
meteor-meteor yang ada. Adanya atmosfer bumi memperkecil perbedaan temperatur siang dan
malam. Gejala yang terjadi di atmosfer sangat banyak dan beragam. Pada lapisan bawah angin
berhembus, angin terbentuk, hujan dan salju jatuh, dan terjadilah musim panas dan musim dingin.
Semua ini merupakan gejala yang lazim terjadi yang sering disebut cuaca.
Atmosfer bumi merupakan selubung gas yang menyelimuti permukaan padat dan cair pada
bumi. Selubung ini membentang ke atas sejauh beratus-ratus kilometer, dan akhirnya bertemu
dengan medium antar planet yang berkerapatan rendah dalam sistem tata surya. Atmosfer terdapat
dari ketinggian 0 km di atas permukaan tanah sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan
bumi.
B. Lapisan Atmosfer Bumi
1. Troposfer
Troposfer merupakan lapisan terbawah dari atmosfer, yaitu pada ketinggian 0 - 18 km di
atas permukaan bumi. Tebal lapisan troposfer rata-rata ± 10 km. Di daerah khatulistiwa,
ketinggian lapisan troposfer sekitar 16 km dengan temperatur rata-rata 80°C. Daerah sedang
ketinggian lapisan troposfer sekitar 11 km dengan temperatur rata-rata 54°C, sedangkan di
daerah kutub ketinggiannya sekitar 8 km dengan temperatur rata-rata 46°C. Lapisan troposfer ini
pengaruhnya sangat besar sekali terhadap kehidupan mahkluk hidup di muka bumi. Lapisan ini
selain terjadi peristiwa-peristiwa seperti cuaca dan iklim, juga terdapat kira-kira 80% dari seluruh
massa gas yang terkandung dalam atmosfer terdapat pada lapisan ini. Ciri khas yang terjadi
pada lapisan troposfer adalah suhu (temperatur) udara menurun sesuai dengan perubahan
ketinggian, yaitu setiap naik 100 meter dari permukaan bumi, suhu (temperatur) udara menurun
sebesar ± 0,5°C. Lapisan troposfer paling atas, yai tu tropopause yang menjadi batas antara
troposfer dan stratosfer. Suhu (temperatur) udara di lapisan ini relatif konstan atau tetap,
walaupan ada pertambahan ketinggian, yaitu berkisar antara -55°C sampai -60°C. Ketebalan
lapisan tropopause ± 2 km.
Pada lapisan ini, hampir semua jenis cuaca, perubahan suhu yang mendadak, angin,
tekanan dan kelembaban udara yang kita rasakan sehari-hari terjadi.
Ketinggian yang paling rendah adalah bagian yang paling hangat dari troposfer, karena
permukaan bumi menyerap radiasi panas dari matahari dan menyalurkan panasnya ke udara.
Pada troposfer ini terdapat gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca dan
pemanasan global. Tropopause merupakan lapisan pembatas antara lapisan troposfer dengan
stratosfer yang temperatunya relatif konstan. Pada lapisan tropopause kegiatan udara secara
vertikal terhenti.
Troposfer terdiri atas:
a. Lapisan planetair: 0-1 km
b. Lapisan konveksi: 1-8 km
c. Lapisan tropopause: 8-12 km.
2. Stratosfer
Lapisan kedua dari atmosfer adalah stratosfer. Stratosfer terletak pada ketinggian antara
18 - 49 km dari permukaan bumi. Lapisan ini ditandai dengan adanya proses inversi suhu, artinya
suhu udara bertambah tinggi seiring dengan kenaikan ketinggian dari permukaan bumi. Kenaikan
suhu udara berdasarkan ketinggian mulai terhenti, yaitu pada puncak lapisan stratosfer yang
disebut stratopause dengan suhu udara sekitar 0°C. St ratopause adalah lapisan batas antara
stratosfer dengan mesosfer. Lapisan ini terletak pada ketinggian sekitar 50 - 60 km dari
permukaan bumi. Stratosfer terdiri atas tiga lapisan yaitu, lapisan isotermis, lapisan panas dan
lapisan campuran teratas.
Umumnya suhu (temperatur) udara pada lapisan stratosfer sampai ketinggian 20 km
tetap. Lapisan ini disebut dengan lapisan isotermis. Lapisan isotermis merupakan lapisan paling
bawah dari stratosfer. Setelah lapisan isotermis, berikutnya terjadi peningkatan suhu (temperatur)
hingga ketinggian ± 45 km. Kenaikan temperatur pada lapisan ini disebabkan oleh adanya
lapisan ozon yang menyerap sinar ultra violet yang dipancarkan sinar matahari. lapisan stratosfer
ini tidak ada lagi uap air, awan ataupun debu atmosfer, dan biasanya pesawat-pesawat yang
menggunakan mesin jet terbang pada lapisan ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
gangguan cuaca.
Perubahan secara bertahap dari troposfer ke stratosfer dimulai dari ketinggian sekitar 11
km. Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah relatif stabil dan sangat dingin yaitu - 70°F atau
sekitar - 57°C. Pada lapisan ini angin yang sangat ken cang terjadi dengan pola aliran yang
tertentu. Awan tinggi jenis cirrus kadang-kadang terjadi di lapisan paling bawah, namun tidak ada
pola cuaca yang cukup signifikan. Dari bagian tengah stratosfer keatas, pola suhunya berubah
menjadi semakin bertambah semakin naik, karena bertambahnya lapisan dengan konsentrasi
Hal aman|
ozon yang bertambah. Lapisan ozon ini menyerap radiasi sinar ultra ungu. Suhu pada lapisan ini
bisa mencapai sekitar 18°C pada ketinggian sekitar 40 km . Lapisan stratopause memisahkan
stratosfer dengan lapisan berikutnya.
Ozon adalah hasil reaksi antara oksigen dengan sinar ultraviolet dari matahari. Ozon di
udara berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet dari matahari pada tingkat yang aman untuk
kesehatan. Ozon berwarna biru pucat yang terbentuk dari tiga atom oksigen (O3). Ozon adalah
gas yang tidak berwarna dan dapat ditemukan di lapisan stratosfer yaitu lapisan awan yang
terletak antara 15 hingga 35 km dari permukaan bumi.
Lapisan ozon sangat penting karena ozon menyerap radiasi ultra violet (UV) dari
matahari untuk melindungi radiasi yang tinggi sampai ke permukaan bumi. Radiasi dalam bentuk
UV spektrum mempunyai jarak gelombang yang lebih pendek daripada cahaya. Radiasi UV
dengan jarak gelombang adalah di antara 280 hingga 315 nanometer yang dikenali UV-B dan ia
merusak hampir semua kehidupan. Adanya penyerapan radiasi UV-B sebelum sinar UV sampai
ke permukaan bumi, lapisan ozon melindungi bumi dari efek radiasi yang merusak kehidupan.
3. Mesosfer
Mesosfer adalah lapisan udara ketiga, di mana suhu atmosfer akan berkurang dengan
pertambahan ketinggian hingga ke lapisan keempat. Mesosfer terletak pada ketinggian antara 49
- 82 km dari permukaan bumi. Lapisan ini merupakan lapisan pelindung bumi dari jatuhan meteor
atau benda-benda angkasa luar lainnya. Udara yang terdapat di sini akan mengakibatkan
pergeseran berlaku dengan objek yang datang dari angkasa dan menghasilkan suhu yang tinggi.
Kebanyakan meteor yang sampai ke bumi biasanya terbakar di lapisan ini.
Lapisan mesosfer ini ditandai dengan penurunan suhu (temperatur) udara, rata-rata
0,4°C per seratus meter. Penurunan suhu (temperatur ) daerah ini disebabkan karena mesosfer
memiliki kesetimbangan radioaktif yang negatif. Temperatur terendah di mesosfer kurang dari 81°C. Bahkan di puncak mesosfer yang disebut mesopause , yaitu lapisan batas antara mesosfer
dengan lapisan termosfer temperaturnya diperkirakan mencapai sekitar -100°C.
4. Termosfer
Termosfer adalah lapisan udara keempat, peralihan dari mesosfer ke termosfer dimulai
pada ketinggian sekitar 82 km. Termosfer terletak pada ketinggian antara 82 - 800 km dari
permukaan bumi. Lapisan termosfer ini disebut juga lapisan ionosfer. Lapisan ini merupakan
tempat terjadinya ionisasi partikel-partikel yang dapat memberikan efek pada perambatan/refleksi
gelombang radio, baik gelombang panjang maupun pendek. Disebut dengan termosfer karena
terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi pada lapisan ini yaitu sekitar 1.982°C. Perubahan
ini terjadi karena serapan radiasi sinar ultra ungu. Radiasi ini menyebabkan reaksi kimia
sehingga membentuk lapisan bermuatan listrik yang dikenal dengan nama ionosfer, yang dapat
memantulkan gelombang radio. Sebelum munculnya era satelit, lapisan ini berguna untuk
membantu memancarkan gelombang radio jarak jauh.
5. Eksosfer
Eksosfer adalah lapisan udara kelima, eksosfer terletak pada ketinggian antara 800 1000 km dari permukaan bumi. Pada lapisan ini merupakan tempat terjadinya gerakan atomatom secara tidak beraturan. Lapisan ini merupakan lapisan paling panas dan molekul udara
dapat meninggalkan atmosfer sampai ketinggian 3.150 km dari permukaan bumi. Lapisan ini
sering disebut pula dengan ruang antar planet dan geostasioner. Lapisan ini sangat berbahaya,
karena merupakan tempat terjadi kehancuran meteor dari angkasa luar.
Gambar 5. Lapisan atmosfer bumi dengan ketinggian masing-masing
Hal aman|
BAB III
PENERIMAAN PANAS BUMI OLEH MATAHARI
A. Radiasi Matahari (Pancaran Surya)
Perpindahan energi kalor (bahang) dari suatu tempat kelain tempat dipancarkan dalam
bentuk gelombang elektromagnetik baik tanpa perantara maupun dengan perantara. Energi tersebut
mempunyai sifat-sifat seperti partikel dan gelombang yang berpindah dengan kecepatan sama
8
-1
dengan kecepatan cahaya (c = 3x10 m.s ).
Pancaran surya dapat dibagi berdasarkan fungsi masing-masing, yaitu intensitas surya,
kualitas surya dan panjang hari dan lama penyinaran surya tiap komponen akan berbeda efeknya
terhadap mahluk hidup dan tumbuhan atau tanaman.
Intensitas pancaran surya, adalah jumlah energi yang dipancarkan oleh surya perstuan
waktu per satuan luas atau disebut juga kerapatan aliran pancaran. Hukum Stefan-Boltzmann, setiap
o
permukaan benda dengan suhu di atas 0 K akan memancarkan energi pancaran dari seluruh
panjang gelombang sinar yang dipancarkan oleh permukaaan tersebut. Jumlah energi ini sangat
ditentukan oleh suhu permukaan semakin tinggi pula energi yang dipancarkan.
Kualitas pancaran surya, membicarakan mengenai panjang gelombang dari semua sinar
yang dipancarkan oleh permukaan surya, panjang gelombang adalah 0.2-100 µm. Tetapi sekitar 99%
panjang gelombang sinar surya berda pada kisaran 0.3-4.0 µm, oleh karena itu pancaran surya
digolongkan sebagai pancaran gelombang pendek (short wave radiation).
Bila setiap sinar tersebut dihubungkan dengan efek fisik dan biologinya maka sinat surya
digolongkan atas: (a) sinar ultra violet (UV) dengan = 0.3-0.4 µm, (b) sinar tampak (visible light)
dengan = 0.4-0.7 µm dan (c) snar infra merah (infra red) atau dekat infra merah (NIR) dengan =
0.7- 4.0 µm.
Panjang hari dan lama penyinaran surya, periode sampai mulai terbit sampai terbenamnya
2 surya, sedangkan lama penyinaran adalah lamanya surya bersinar cerah (0,2 sampai 0,4 kal. Cm m
1
. selama siang hari. Panjang hari berbeda menurut lintang dan waktu semakin jauh dari equator
maka panjang hari semakin pendek, bergantung pada waktu/musim. Jika surya berada dibelahan
bumi utara (periode musim panas) maka panjang hari semakin panjang, dan sebaliknya dibelahan
bumi selatan.
B. Faktor yang Mempengaruhi Insolasi
Intensitas pancaran surya pada suatu saat dan tempat tertentu sebelum mengalami
pemantulan di permukaan bumi (albedo) disebut radiasi global (global radiation) yang terdiri dari
radiasi langsung (direct radiation) dan radiasi tidak langsung (indirect radiation). Keduanya
berkorelasi negatif.
Hukum Stefan-Boltzmann mengasumsikan bahwa jika surya dengan suhu permukaan
6000oK memancarkan energi radiasi sebanyak 73,5 juta Watt.m -2. Tetapi jumlah ini akan berkurang
setelah tiba di puncak atmosfer dan akan berkurang lagi setelah tiba dipermukaan bumi. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor yakni intensitas pancaran surya di permukaannya, faktor astronomis
dan transparansi atmosfer.
1. Intensitas Surya Di Permukaannya
Nilainya bergantung dengan suhu permukaan, ketika surya permukaan turun, maka
intensitas juga menurun. Demikian sebaliknya, perubahan intensitas akan mengakibatkan
pancaran berfluktuasi sekitar 1,5 % dalam kurun waktu tertentu.
2. Faktor-faktor Astronomis
Faktor ini menyangkut tentang perubahan letak kedudukan bumi terhadap surya, yang
menyebabkan perbedaan sudut jatuh sinar dari Zenith. Perbedaan itu berkaitan dengan rotasi
dan revolusi bumi. Perubahan kedudukan bumi terhadap surya akan mengakibatkan tiga aspek
perubahan yaitu:
a. Jarak antara surya dan bumi
Lintasan bumi mengitari dimana matahari berada di salah satu fokusnya. Dengan
demikian setiap tempat dan lintang akan berbeda jarak antara surya dan bumi akan berbeda
jarak setiap waktu. Ada 4 hari atau tanggal yang dianggap penting dalam setahun, terutama
posisi surya terhadap matahari yaitu tanggal 3 januari, 4 April, 4 Juli, 5 Oktober setiap tahun.
Karena tanggal 3 Januari dan 4 Juli tercapai jarak terdekat dan terjauh antara surya dan
bumi yang disebut secara berturut-turut perihelion dengan jarak 147,3 x 106 km dan apelion
dengan jarak 152,1 x 106 km. Sedangkan tanggal 4 April dan 5 Oktober tercapai jarak ratarata sekitar 149,7 x 106 km. Intensitas pancaran surya yang tiba dipuncak atmosfer pada
-2
-2
-1
kisaran 1350-1400 Wm (1.94-2.01 kal.cm .menit ) disebut tetapan surya (solar constant).
Intensitas surya pada saat terdekat dan terjauh secara berurutan adalah 2.01 kal.cm-2.menit-1
dan 1.88 kal.cm-2.menit-1 disebut angot radiation atau extra terrestrial radiation.
b. Panjang hari
Jika tidak ada atmosfer maka perbedaan penerimaan pancaran surya dipermukaan
bumi pada suatu waktu tertentu hanya disebabkan oleh perbedaan sudut datang surya dari
zenith, yang ditentukan oleh sudut deklinasi, letak lintang, dan sudut waktu.
c. Sudut jatuh sinar (angle of incidence)
Perubahan sudut jatuh sinar terutama sebagai akibat rotasi bumi, sedangkan jarak
antara surya dan bumi dan panjang hari terutama akibat revolusi bumi. Perubahan ini
Hal aman|
mengakibatkan variasi insolasi harian pada suatu tempat di permukaan bumi seperti
dikemukakan oleh Lambert (hukum cosinus Lambert), intensitas pancaran dalam suatu arah
dari permukaan yang memancarkan energi radiasi pada suatu permukaan (horizontal) di
bumi akan bervariasi menurut kosinus sudut antara garis normal pada permukaan dengan
arah pancaran yang dapat dinyatakan dalam persamaan:
3. Transparansi atmosfer.
Sinar surya memasuki atmosfer maka akan terjadi pengurangan yang tiba dipuncak
atmosfer. Pengurangan tersebut akibat penyerapan secara selektif dari molekul-molekul udara
kering (O, O3) dan uap air, pemencaran oleh aerosol serta pemantulan oleh awan.
a. Penyerapan (absorption)
Merupakan proses penyampaian energi pancaran pada molekul-molekul bahan yang
bersifat selektif terhadap panjang gelombang sinar. Atom O menyerap sinar ultraviolet pada
= 0.12-0.18 µm, Ozon pada = 0.22-0.33 µm dan 0.44- 0.76 µm, uap air pada = 0.93; 1.13;
1.42; 1.47 µm dan karbon dioksida pada = 2.7 µm.
b. Pemencaran (scattering)
Pemencaran adalah pembelokan sinar kesegala arah oleh molekul-molekul udara
kering dan partikel-partikel padat yang kecil (disebut aerosol) atau cair di atmosfer terhadap
sinar yang datang padanya. Pemencaran berdasarkan ukuran partikel maka partikel dengan
diameter yang relative kecil oleh partikel Reyleigh disebut true scattering akan menimbulkan
warna biru dilangit sebaliknya partikel Mie dengan ukuran diameter besar disebut scattering
yang dapat menyebabkan warna merah dilangit.
Penyerapan dan pembauran penyebab terjadinya turbiditas yang dapat mengurangi
sifat tembus atmosfer terhadap energi pancaran, terutama terhadap sinar tampak yang
disebabkan oleh debu, tepungsari, dan uap air.
c. Pemantulan (reflektivitas dan albedo)
Sebagian pancaran surya yang mencapai atmosfer dan permukaan bumi dapat
dipantulkan kembali keruang angkasa tanpa mengalami perubahan panjang gelombang,
sehingga tidak memberikan efek lain terhadap permukaan bumi dan lingkungannya.
Reflektivitas ditujukan bagi pemantulan sinar dari panjang gelombang tertentu, sedangkan
albedo ditujukan bagi pemantulan sinar dari suatu kisaran panjang gelombang.
Derajat atau koefisien pemantulan (reflektivitas atau albedo, µ dan ), nisbah antara
intensitas pancaran yang dipantulkan oleh suatu permukaan (Ra) dengan intensitas
pancaran yang tiba pada permukaan tersebut (insolasi dengan symbol Ri).
Pada umumnya nilai albedo pada kisaran panjang gelombang yang dapat dilihat 0.40.7 µm sekitar 5-10% , panjang gelombang 0.7-1.5 µm sekitar 30-50% dan menurun pada
panjang gelombang sekitar 1.5-4.0 µm.
Prinsip albedo ini banyak diterapkan pada pemotretan udara untuk menentukan
penggunaan lahan dari suatu daerah dan keadaan pertanaman apakah terjadi kekeringan
atau serangan hama & penyakit, dan luas serangan.
Awan merupakan reflektor yang efektif, oleh karena intensitas pancaran yang sampai
ke permukaan bumi pada keadaan cuaca berawan hanya sedikit. Berdasarkan hasil
pengukuran, maka tinggi rendahnya albedo suatu permukaan ditentukan oleh berbagai
faktor, yaitu:
1) Kisaran panjang gelombang
2) Tipe/macam permukaan, terutama ditentukan oleh warna dan kekasaran permukaan.
Makin terang warna atau makin kasar permukaan semakin tinggi albedonya
3) Kandungan air permukaan, makin kering permukaan semakin tinggi albedonya
4) Sudut jatuh sinar atau elevasi surya, makin besar sudut elevasi sebaliknya semakin kecil
albedonya.
C. Pancaran bumi dan Atmosfer
Berdasarkan hokum Stefan-Boltzmann, maka setiap permukaan dengan suhu di atas 0oK
akan memancarkan energi radiasi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu rata-rata permukaan
o
o
o
o
bumi (laut) adalah 15 C atau 288 K (disebut suhu normal) dan atmosfer -73 C (200 K). Kira-kira 99%
bumi dan atmosfer ncarkan energi secara berturut-turut dengan panjang gelombang 4.0- 100 µm dan
80-120 µm. Sedangkan menurut Wien, bumi dan atmosfer secara berturut-turut mempunyai maks
10.1 µm dan 14.5 µm.
Radiasi bumi juga diserap oleh molekul-molekul udara kering (terutama CO2 dan CH4) dan
H2O dalam bentuk uap dan maupun cair dan padat pada panjang gelombang tertentu, kecuali =
2.2-4.3 µm dan = 8.5-11.0 µm lolos ke angkasa disebut radiation window.
Gas-gas tersebut diatas akan menyerap radiasi bumi dan bila jumlahnya cukup banyak
(termasuk awan), maka penyerapannya dapat mencapai sekitar 90%. Penyerapan tersebut akan
meningkatkan suhu atmosfer dan kira-kira 50% akan dipancarkan ke permukaan bumi yang akan
meningkatkan suhu di permukaan bumi. Efek pemanasan yang terjadi disebut green house effect.
Awan merupakan penghalang yang baik terhadap radiasi surya dan bumi, oleh karena awan
merupakan pemantul yang baik terhadap radiasi bumi. Jumlah yang terserap dan terpantul
ditentukan oleh jumlah keawanan (C) dan tipe awan (a) dari segi tinggi rendahnya awan.
Hal aman|
BAB IV
TEKANAN UDARA
A. Batasan dan Peranan
Tekanan pada suatu bidang adalah tekanan yang dialami oleh suatu bidang yang
disebabkan oleh gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Makin besar gaya yang bekerja pada
bidang tersebut semakin besar tekanan yang diakibatkan. Bagi tekanan udara, maka berfungsi
sebagai gaya adalah berat udara pada suatu bidangsampai puncak atmosfer. Tekanan
bidang/ketingian adalah tekanan yang dialami oleh bidang/ketinggian tersebut sebagai akibat berat
(kolom) udara diatasnya.
Oleh karena tekanan udara berbeda menurut ketinggian tempat (altitude) dan lintang, maka
sebagai standar digunakan permukaan laut dan lintang 45 derajat BBU dan disebut tekanan udara
normal. Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa untuk tekanan udara normal adalah
sama dengan berat udara 14,7 lb yang bekerja pada bidang seluas satu inci kuadrat atau 760 mm Hg
atau disebut juga satu atmosfer. Satuan lain tekanan udara juga sering digunakan adalah satuan bar
atau millibar, dimana satu bar =10³ mb = 106dyne/cm-2. Oleh karena itu satu atmosfer dalah 1.013 x
-2
106dyne.cm maka satu atmosfer sama dengan 1.0132 bar.
Pengaruh langsung tekanan udara terhadap kehidupan dipermukaan bumi adalah kecil.
Perubahan tekanan udara lebih berpengaruh terhadap pergerakan massa udara atau angin. Karena
tekanan udara merupakan pengendali terhadap angin dan selanjutnya angin merupakan pengendali
langsung terhadap penguapan, suhu dan curah hujan yang cukup berperan tehadap kehidupan di
permukaan bumi, maka tekanan udara tidak langsung juga cukup berperan terhadap kehidupan
dipermukaan bumi. Perbedaan tekanan udara yang besar antara dua tempat yang berjarak
berdekatan (3 km) akan menimbulkan angin yang kencang.
B. Tipe dan Sistem Tekanan Udara
Sistem-sistem tekanan udara sangat bervariasi dalam ukuran dan lamanya. Tipe-tipe sistem
tekanan udara yang penting adalah:
1. Sistem tekanan (udara) rendah atau juga disebut siklon atau depresi atau low, daerah ini
mempunyai tekanan udara yang lebih rendah daripada tekanan udara daerah sekitarnya. Jika
daerah tekanan ini memanjang maka disebut Palung (throught).
2. Sistem tekanan (udara) tinggi atau juga disebut antisiklon atau high, daerah ini mempunyai
tekanan udara daerah disekitarnya. Jika daerah tekanan ini memenjang maka disebut ridge atau
weige. Contoh-contoh sistem tekanan udara yang disebabkan oleh perubahan suhu permukaan
bumi adalah akibat perubahan insolasi yang berbeda menurut lintang dan waktu/musim.
Misalnya pada musim dingin yang terjadi di Amerika Utara, Asia Tengah, dan India bagian Utara
menyebabkan sistem tekanan udara tinggi di wilayah tersebut. Tempat-tempat yang mempunyai
tekanan udara yang sama biasanya dihubungkan dengan suatu garis di peta yang disebut isobar.
C. Penyebaran Tekanan Udara
Seperti halnya suhu udara, tekanan udara juga bebeda menurut ketinggian tempat (altitude)
dan lintang. Oleh karenanya dikenal penyebaran tekanan udara secara vertikal dan horizontal.
1. Penyebaran secara vertikal
Tekanan udara pada suhu bidang/ketinggian adalah tekanan yang disebabkan oleh berat
udara bidang atau ketinggian tersebut. Makin tinggi tempat sebaliknya semakin ringan udara,
sehingga semakin rendah tekanannya. Bertambah ringannya udara tersebut bukan hanya
disebabkan oleh semakin pendeknya kolom udara sampai puncak atmosfer, Tetapi juga karena
semakin renggangnya udara. Berdasarkan pengukuran menunjukkan bahwa tiap naik 100 m
akan turun tekanan udaranya setinggi 11 mb. Untuk jelasnya tekanan udara pada berbagai
ketinggian/altitude disajikan pada tabel berikut.
Tabel Tekanan dan Suhu Udara pada Pelbagai Ketinggian
Ketinggian/altitude
Tekanan Udara
Suhu Udara
0
(kaki)
In Hg
(mb)
( C)
70.000
1.3
44.0
-55,2
50.000
3.4
115,1
-56,5
35.000
7.1
137,0
-54,0
18.000
14,9
506,0
-20,4
10.000
20,6
679,5
4,8
5000
24,9
843,1
5,1
Permukaan laut (0 m)
29,92
1.013,2
15,0
2. Penyebaran secara Horizontal
Perbedaan/perubahan tekanan udara secara horizontal disebabkan oleh perbedaan,
lintang yang mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu dan selanjutnya akan mengakibatkan
perbedaan tekanan udara. Untuk daerah yang beriklim subtropika atau kutub, variasi tekanan
udara menurut lintang sangat menentukan perubahan cuaca/iklim di daerah tersebut. Tetapi bagi
daerah yang beriklim tropika, variasi tekanan udara menurut lintang relative kecil, sehingga
jarang menimbulkan gejala-gejala yang berarti bagi pertanian. Mungkin karena itulah sebabnya
pengukuran tekanan udara di Stasiun Klimatologi Pertanian jarang sekali dilakukan.
Hal aman|
BAB V
ANGIN/PERGERAKAN UDARA
A. Batasan, Peranan dan Prinsip Umum
Adanya perbedaan tekanan udara akan mengakibatkan terjadinya pergerakan udara yang
arahnya secara vertikal atau horizontal. Pergerakan udara secara horizontal atau hampir horizontal
disebut angin, sedangkan secara vertikal (keatas atau kebawah) disebut arus udara.
1. Pemindah kalor: baik dalam bentuk yang dapat dirasakan (sensible heat) maupun akan membuat
seimbang neraca radiasi antara lintang rendah dan lintang tinggi.
2. Pemindahan Uap air; yang dievaporasikan di daerah perairan (terutama laut) akan dipindahkan
ke daratan dengan perantaraan angin. Uap air yang dipindahkan sebagian besar
dikondensasikan dan kemuan terbentuk awan, selanjutnya bila memenuhi syarat akhir akan
turun kembali sebagai hujan, hujan es, atau salju untuk memenuhi kebutuhan air dari berbagai
keperluan.
Massa udara yang bergerak disebut angina. Angin dapat bergerak horizontal atau vertikal
dengan kecepatan bervariasi dan berfluktuasi dinamis. Faktor yang menyebabkan gerakan massa
udara adalah adanya perbedaan tekanan udara dari satu tempat ke tempat lain. Angin selalu
bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan lebih rendah. Jika tidak ada
lagi gaya lain yang mempengaruhi, maka angin bergerak secara langsung dari udara bertekanan
tinggi ke arah yang bertekanan lebih rendah.
Perputaran bumi terhadap sumbuhnya akan menimbulkan gaya yang berpengaruh pada arah
gerakan angina. Pengaruh perputaran bumi terhadap arah angin disebut pengaruh coriolis. Pengaruh
coriolis menyebabkan angin bergerak searah jarum jam mengitari daerah bertekanan rendah di
belahan bumi selatan dan sebaliknya bergerak berlawanan arah jarum jam mengitari daerah
bertekanan rendah di belahan bumi utara.
Orang yang pertama kali menemukan hokum tentang hubungan antara angin dengan
distribusi sistem tekanan udara adalah Buys Ballot. Hukumnya dinamakan Buys Ballot, sesuai
dengan nama pencetusnya, hokum tersebut menyatakan bahwa: arah angin di belahan bumi utara
akna berbelok ke kanan sedangkan di belahan bumi selatan berbelok ke kiri.
Berikut ini adalah ilustrasi pembelokan arah angin karena gaya coriolis.
Angin mempunyai asal usul yang kompleks atau rumit. Pada umumnya yang menjadi
penyebab langsung adalah terjadinya perbedaan tekanan udara horizontal. Tetapi, sumber energi
utamanya diperoleh dari perbedaan pemanasan dan pendinginan yang terjadi pada lintang-lintang
rendah dan tinggi. Sumber energi ini digunakan untuk membentuk angin dan mempertahankan
kecepatannya terhadap rintangan yang timbul akibat adanya gesekan dengan permukaan. Oleh
sebab itu, angin mempunyai pola senantiasa berpindah-pindah dengan perubahan lebih kurang
seirama atau sejajar dengan perpindahan termal ekuator.
B. Sistem Pergerakan Udara
Berdasarkan skalanya, maka sistem pergerakan udara/angin dapat dibedakan atas:
1. pergerakan udara secara umum/sirkulasi angin dunia
2. pergerakan udara secara lokal, dan
3. pergerakan udara/angin secara khusus/spesifik.
C. Pergerakan Udara Secara Umum
Pergerakan udara ini disebabkan oleh karena adanya tekanan udara yang sangat mencolok
antara daerah kutub dengan daearah ekuator, seandainya pergerakan tesebut hanya dipengaruhi
oleh perbedaan tekanan udara antara kutub (high pressure zone) dengan ekuator (low pressure
zone), maka pergerakan tersebut hanya merupakan satu siklus pergerakan. Tetapi kerena pengaruh
berbagai faktor, yaitu fisiografi lahan (terutama altitude),efek Coriolis akibat rotasi bumu, dan
keadaan parallelism (kemiringan sumbu) bumi, maka pergerakan udara ini didukung oleh tiga
subsistem pergerakan udara. Secara berturut-turut mulai daerah ekuator sampai kutub adalah
Hadley Cell, Ferrel Cell, Polar Cell.
D. Pergerakan Udara Lokal
1. Angin darat dan angin laut
Merupakan salah satu akibat nyata yang ditimbulkan oleh sifat pemanasan yang berbeda
antara daratan dengan lautan yang mengakibatkan terjadinya angin darat dan angin laut. Angin
ini bertiup pada arah yang berlawanan dari lautan ke daratan (angin laut) di siang hari dan dari
daratan ke lautan (angin darat) bertiup pada malam hari. Angin-angin ini terbentuk dengan baik
jika kecepatan angin-angin lainnya masih dalam kategori lemah dan terdapat insolasi kuat untuk
memaksimumkan perbedaan pemanasan antara daratan dan lautan. Biasanya angin laut yang
bertiup di siang hari lebih kuat dan masih terasa pada jarak 50 km kedarat (pedalaman).
Pembentukan angin laut maksimum 75 hingg 225 meter di atas permukaan laut dan bermula
pada jam 10.30 WS, kecepatannya meningkat mencapai > 12 knot (6.2 m.det-1) dan menurun
berakhir pada jam 20.00 WS.
Hal aman|
2. Angin gunung dan angin lembah
Seperti halnya angin darat dan angin laut, angin gunung dan angin lembah mempunyai
perioditasitas nyata sepanjang suatu hari.Angin permukaan yang bertiup di siang hari terbagi
dalam dua bagian yaitu angin ternal yang menarik lereng dan angin lembah. Angin ternal yang
menaiki lereng terjadi akibat adanya pemanasan secara langsung karena lebih terbuka terhadap
sinar surya. Udara yang lebih ringan akan naik menelusuri lereng dan disebut angin ternal. Saat
setelah terjadinya angin ternal akan segera disusul angin dari lembah dan disebut angin lembah.
Angin sering menyebabkan terbentuknya awan cumulus di siang hari di puncak –puncak lereng
terutama pada pda lembah-lembah yang luas dan dalam. Angin lembah pada umumnya bertiup
mulai pukul 09.00 WS sampai terbenem surya. Kemudian digantikan oleh angin daripuncak
guung menelusuri lereng menuju lembah dan disebut angin gunung (C) yang bertiup pada malam
hari.
Gambar 6. Arah dan Periode Terjadinya Angin Laut dan Darat serta Angin Lembah dan Gunung
Sumber: idkf.bogor.net dan britannica.com
3. Angin Sentripetal dan Angin Sentrifugal
Angin sentripetal adalah angin yang bergerak menuju ke pusat tekanan rendah atau
minimum, sedangkan angin sentrifugal adalah angin yang bergerak keluar dari pusat tekanan
udara tinggi atau maksimum. Baik angin sentripetal maupun angin sentrifugal umumnya juga
bergerak secara vertical dan membentuk spiral. Apabila angin sentripetal tersebut gerakannya
cepat dan meluas biasanya disebut angin taifoen atau cycloon, sedangkan untuk angin
sentrifugal disebut angin antisiklon (anticycloon).
E. Angin Muson
Muson (juga disebut angin musim) adalah angin periodik, terutama di Samudra Hindia dan
sebelah selatan Asia. Kata ini juga digunakan untuk menyebut musim di saat angin ini bertiup dari
arah barat daya di India dan wilayah-wilayah sekitarnya yang diperlihatkan melalui curah hujan yang
besar, dan hujan yang dikaitkan dengan angin jenis ini.
Muson terjadi karena daratan menghangat dan menyejuk lebih cepat daripada air. Hal ini
menyebabkan suhu di darat lebih panas daripada di laut pada musim panas. Udara panas di darat
biasanya berkembang naik, menciptakan daerah bertekanan rendah. Ini menciptakan sebuah angin
yang sangat konstan yang bertiup ke arah daratan. Curah hujan yang terkait disebabkan udara laut
yang lembap yang dialihkan ke arah pegunungan, yang kemudian menyebabkan pendinginan, dan
lalu pengembunan.
Pada musim dingin, udara di darat menjadi lebih sejuk dengan cepat, tetapi udara panas di
laut bertahan lebih lama. Udara panas di atas laut berkembang naik, menciptakan daerah bertekanan
rendah dan angin sepoi-sepoi dari darat ke laut. Karena perbedaan suhu antara laut dan daratan
lebih kecil dibandingkan saat musim panas, angin muson musim dingin tidak begitu konstan (sumber:
wikipedia).
Muson mirip dengan angin laut, namun ukurannya lebih besar, lebih kuat dan lebih konstan.
Gambar 7. Angin Muson Awal
sumber: http://www.abdn.ac.uk/~wpg008/MonsoonCartoon.jpg
Hal aman|
Gambar 8. Angin Muson di Daratan
Sumber: http://news.bbc.co.uk/nol/shared/bsp/hi/dhtml_slides/10/monsoons/img/
monsoon_weather_guide_464_s3.gif
Muson merujuk kepada perubahan musiman arah angin di sepanjang pesisir Samudra
Hindia, khususnya di Laut Arab, yang bertiup dari barat daya untuk setengah tahun dan dari timur
laut untuk setengah tahun lainnya.
Gambar 9. Angin Muson di Perairan Arab
Sumber: http://earthobservatory.nasa.gov/images/imagerecords/6000/6308/monsoon_winds.jpg
Gambar 10. Musim Kering di Himalaya
1. Muson Musim Dingin Timur Laut Asia (Angin Muson Barat)
Angin Muson Barat adalah angin yang bertiup pada periode Bulan Oktober - April
(Indonesia). Angin ini bertiup saat matahari berada di belahan bumi selatan, yang menyebabkan
benua Australia musim panas, sehingga bertekanan minimum dan benua Asia lebih dingin,
sehingga tekananya maksimum. Menurut hukum Buys Ballot, angin akan bertiup dari daerah
bertekanan maksimum ke daerah bertekenan minimum, sehingga angin bertiup dari benua Asia
menuju benua Australia, dan karena menuju Selatan Khatulistiwa/Equator, maka angin akan
dibelokkan ke arah kiri. Pada periode ini, Indonesia akan mengalami musim hujan akibat adanya
massa uap air yang dibawa oleh angin ini, saat melalui lautan luas di bagian utara (Samudar
Pasifik dan Laut Cina Selatan) (sumber: wikipedia).
2. Muson Musim Panas Barat Daya (Angin Muson Timur)
Angin Muson Timur adalah angin yang bertiup pada periode Bulan April - Oktober
(Indonesia). Angin ini bertiup saat matahari berada di belahan bumi utara, sehingga
Hal aman|
menyebabkan benua Australia musim dingin, sehingga bertekanan maksimum dan Benua asia
lebih panas, sehingga tekananya minimum. Menurut hukum Buys Ballot, angin akan bertiup dari
daerah bertekanan maksimum ke daerah bertekenan minimum, sehingga angin bertiup dari
benua Australia menuju benua Asia, dan karena menuju utara khatulistiwa/equator, maka angin
akan dibelokkan ke arah kanan. Pada periode ini, Indonesia akan mengalami musim kemarau
akibat angin tersebut melalui gurun pasir di bagian utara Australia yang kering dan hanya melalui
lautan sempit (sumber: wikipedia).
F. Angin Passat
1. Angin Passat
Angin passat adalah angin bertiup tetap sepanjang tahun dari daerah subtropik menuju
ke daerah ekuator (khatulistiwa). Terdiri dari Angin Passat Timur Laut bertiup di belahan bumi
Utara dan Angin Passat Tenggara bertiup di belahan bumi Selatan.
Di sekitar khatulistiwa, kedua angin passat ini bertemu. Karena temperatur di daerah
tropis selalu tinggi, maka massa udara tersebut dipaksa naik secara vertikal (konveksi). Daerah
pertemuan kedua angin passat tersebut dinamakan Daerah Konvergensi Antar Tropik (DKAT).
DKAT ditandai dengan temperatur yang selalu tinggi. Akibat kenaikan massa udara ini, wilayah
DKAT terbebas dari adanya angin topan. Akibatnya daerah ini dinamakan daerah doldrum
(wilayah tenang).
2. Angin Anti Passat
Udara di atas daerah ekuator yang mengalir ke daerah kutub dan turun di daerah
maksimum subtropik merupakan angin Anti Passat. Di belahan bumi Utara disebut Angin Anti
Passat Barat Daya dan di belahan bumi Selatan disebut Angin Anti Passat Barat Laut. Pada
o
o
daerah sekitar lintang 20 - 30 LU dan LS, angin anti passat kembali turun secara vertikal
sebagai angin yang kering. Angin kering ini menyerap uap air di udara dan permukaan daratan.
Akibatnya, terbentuk gurun di muka bumi, misalnya gurun di Saudi Arabia, Gurun Sahara
(Afrika), dan gurun di Australia.
G. Angin Siklon/Antisiklon
Angin siklon adalah angin yang gerakannya berputar ke dalam, mengelilingi daerah tekanan
minimum. Gerakan angin siklun mengikuti hukum Buys Ballot, yaitu:
1. Di belahan bumi utara perputarannya berlawanan dengan arah perputaran jarum jam.
2. Di belahan bumi selatan sesuai dengan arah putaran jarum jam.
Gambar 11. Arah Angin Siklun di Belahan Bumi
Berdasarkan bergeraknya, siklon dibedakan atas siklon tropik, siklon ekstra tropik, dan
tornado. Siklon-siklon tersebut dapat terjadi:
1. Siklon tropik
0
0
0
0
Siklon tropik terjadi di daerah tropis, yaitu antara 10 – 20 LU dan 10 – 20 LS. Sering
terjadi di wilayah lautan daripada di daratan, misalnya di Indonesia pernah terjadi di sekitar
Pulau Timor (11(LS). Mengenai wilayah pergerakan siklon tropik, dapat Anda lihat pada gambar
15. Diameter angin siklon tropik ± 100.500 km, kecepatannya antara 100 - 500 km/jam. Gradien
barometernya antara 50 – 100 mb.
Hal aman|
Gambar 12. Wilayah Pergerakan Siklon Tropik
Di beberapa negara badai siklon diberi nama-nama khusus sesuai dengan bahasa
negara masing-masing, dan umumnya menggunakan nama wanita, antara lain:
a. Di Samudera Atlantik dan Pasifik Timur dinamai Hurricanes artinya Dewa Kehancuran.
b. Di Samudera Atlantik Barat, masyarakat Jepang menyebutnya Typhoon.
c. Di Filipina disebut Begieros (nama satu kota).
d. Di Australia disebut Willy-Willies.
e. Di Samudera Hindia disebut Siklon Tropik Lena (nama wanita).
f. Di beberapa tempat lain diberi nama Siklon Anna, Dora, Corrie, Diana, Elly dan sebagainya.
2. Siklon Ekstra Tropik
Siklon ekstra tropik terjadi di daerah sedang pada lintang 35° - 65° LU dan 35° -65° LS,
yaitu di sekitar wilayah front. Tempat bertemunya massa angin barat yang panas dan angin timur
yang dingin. Misalnya, Amerika Serikat dan Eropa. Tekanan udara ± 15 mb dan kecepatannya ±
30 km/jam.
3. Tornado
Angin siklon tornado merupakan jenis angin yang paling cepat dan paling merusak.
Tornado sering terjadi di Amerika Serikat. Diameter angin siklon tor-nado antara 100-500 km,
panjang lintasannya mencapai 100 km. Kecepatannya mencapai 700 km/jam. Bentuk arah
tornado dapat Anda perhatikan pada gambar di bawah ini.
Gambar 13. Bentuk Arah Tornado
Selain yang telah diuraikan di atas, angin siklon juga dapat terjadi di atas gurun-gurun pasir.
Biasanya yang tampak adalah tiang-tiang pasir dan tingginya bias mencapai 1 km disebut
sengkayan pasir. Apabila terjadi di atas air atau laut disebut sengkayan air.
Angin anti siklon adalah angin yang gerakannya berputar ke luar, dengan tekanan maksimum
di pusatnya. Arah pergerakannya adalah sebagai berikut:
1. Di belahan bumi utara, putarannya searah dengan jarum jam.
2. Di belahan bumi selatan, putarannya berlawanan dengan arah jarum jam.
Gambar 14. Arah Angin Anti Siklon di Belahan Bumi
Hal aman|
Angin siklon dan angin antisiklon antara belahan Bumi utara dan selatan arahnya berbeda.
Angin siklon merupakan udara yang bergerak dari beberapa daerah bertekanan udara tinggi menuju
titik pusat tekanan udara rendah di bagian dalam. Sementara angin antisiklon bergerak dari daerah
pusat tekanan udara tinggi menuju tekanan udara rendah yang mengelilinginya di bagian luar.
Gerakan arah angin ini berputar. Di daerah tropis, angin siklon sering terjadi di laut. Penyebutan
angin siklon di beberapa daerah berbeda-beda di antaranya sebagai berikut:
3. Hurricane, yaitu angin siklon di Samudra Atlantik
4. Taifun, yaitu angin siklon di Laut Cina Selatan
5. Siklon, yaitu angin siklon di Teluk Benggala dan Laut Arab
6. Tornado, yaitu angin siklon di daerah tropis Amerika
7. Sengkejan, yaitu angin siklon di Asia Barat.
H. Angin Fohn
Selain angin local seperti yang telah dijelaskan, di Indonesia juga banyak terjadi angin terjun.
Angin terjun dikenal juga sebagai angin jatuh. Tipe angin semacam ini diketahui pertama kali di
daerah Fohn yang terletak di Pegunungan Alpina bagian selatan. Selanjutnya angin jenis ini dikenal
dengan nama angin fohn.
Gambar Bagan Angin Terjun
Angin terjun ini terjadi karena angin yang membawa uap air membentuk jalur pegunungan.
Akibatnya, naiklah angin ke puncak pegunungan dan akhirnya menuruni lereng pegunungan. Pada
waktu naik pegunungan, udara masih mengandung uap air. Tiap naik 100 m suhu udara turun ±
0,60C. pada ketinggian ± 1.600 m dpl, uap air mengalami kondensasi (berubah menjadi awan). Pada
ketinggian ± 3.000 m, titik-titik air mampu mengalahkan tekanan angin ke atas dan terjadilah hujan.
Hujan yang disebabkan oleh angin yang dipaksa naik pegunungan ini disebut hujan orografis.
Sebagai akibat adanya hujan orografis pada lereng bagian depan, maka keadaan udara yang
melewati puncak pegunungan menjadi kering. Pada udara kering, perubahan suhu setiap naik 100 m
0
0
bukan ± 0,6 C melainkan 1 C. Akhirnya suhu udara yang turun di bagian belakang lebih panas
daripada suhu duara di daerah tempat angin naik. Angin ini dapat menghancurkan tanaman di
daerah yang dilaluinya, contohnya angin terjun yang terjadi di daerah Deli (Sumatra Utara). Angin ini
merusak tanaman tembakau. Pada umumnya angin terjun ini kering dan panas. Akan tetapi, ada
beberapa angin tyerjun yang dingin.
Tabel Beberapa Angin Terjun
Nama
Sifat
Daerah
Deli (Sumatra Utara)
Panas, kering
Bohorok
Cirebon (Jabar)
Panas
Kumbang
Probolinggi (Jatim)
Panas
Gending
Ujungpandang (Sulawesi)
Panas
Brubu
Pulau Biak (Irian)
Panas
Wambrau
Alberts (Kanada)
Panas, kering
Chinook
Pegunungan Alpina Utara
Panas, kering
Fohn
Sahara kea rah Pantai Guinea
Panas, kering
Harmattan
Mesir
Panas, kering
Khamsin
Pantai Adriatik (Yugoslavia)
Dingin
Bora
Lembah Rhone Hilir (Perancis)
Dingin
Mistral
Italia Selatan
Panas, kering
Sirocco
I.
Daerah Konvergensi Antar Tropis (DKAT)
DKAT adalah suatu zona atau wilayah yang memiliki suhu tertinggi dibandingkan dengan
daerah sekitarnya. Oleh sebab itu, daerah ini disebut juga Equator Thermal. Letaknya selalu
bergerak setiap 14 hari, yaitu bergeser dari utara ke selatan dan sebaliknya pada 23,5( LU - 23,5( LS.
Suhu yang tinggi mengakibatkan penguapan yang banyak sehingga mengakibatkan daerah ini
memiliki kelembaban yang tinggi. Hal ini dapat menimbulkan hujan zenit atau hujan konveksi.
Indonesia yang secara astronomis dan geografis memungkinkan adanya penguapan yang
banyak, maka memungkinkan banyak terjadi hujan zenit. Oleh karena itu pada musim kemarau juga
masih banyak terjadi hujan, sehingga tidak ada batas yang jelas antara musim kemarau dan
penghujan.
Gambar 15. DKAT bergerak ke selatan menurut Schmidt The Hopen-Schmidt
Hal aman|
Pada gambar di atas nampak bahwa garis-garis yang menunjukkan letak DKAT tiap bulan
itu, bukan garis-garis lurus, sebagai akibat dari bahan muka bumi Indonesia yang tidak homogen.
Seperti bahan muka bumi Indonesia sebagian terdiri dari daratan kering, rawa-rawa, dan lautan.
Dampak pemanasan bahan muka bumi yang berbeda-beda, mengakibatkan daerah terpanas di
muka bumi tidak terletak pada garis lurus.
Pada gambar tersebut menunjukkan pula persebaran suhu rata-rata tiap pertengahan bulan
di wilayah Indonesia. Pada bulan Juni, Juli, Agustus dan September equator thermal atau DKAT,
yaitu jalur muka bumi dengan suhu rata-rata tertinggi tidak terdapat di Indonesia. Baru pada bulan
Oktober DKAT itu nampak di ujung utara Kepulauan Riau, Sumatera Utara, kemudian secara
berangsur bergerak ke selatan sesuai gerak sinar matahari.
Pada bulan November dan Desember, DKAT sepenuhnya berada di pulau Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi bagian utara, dan pulau-pulau lainnya yang terletak di antara khatulistiwa.
Pada bulan Januari, DKAT berada di pulau Jawa, sedangkan pada bulan Februari di selatan
kepulauan Indonesia. Setelah bulan April DKAT ada lagi di sebelah utara kepulauan Indonesia.
Dengan demikian, pulau Sumatera dilintasi DKAT sebanyak ( 5 bulan; Jawa, Bali, NTB, NTT
( 2 bulan; Kalimantan ( 4 bulan; Sulawesi ( 3 bulan, Irian Jaya, Maluku 1½ bulan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat DKAT adalah sebagai berikut:
1. Suhu tinggi
2. Penguapan besar
3. Sering terjadi hujan zenit atau hujan konveksi.
Hal aman|
BAB VI
HIDROMETEOROLOGI
Hidrometeorologi menerangkan segala macam bentuk air (H2O) dalam atmosfer. H2O dalam
udara hanya terdapat pada lapisan troposfer dan dapat berbentuk uap air, awan dan hujan.
A. Kelembaban Udara
Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Meskipun jumlah uap air di
dalam udara jumlahnya tidak banyak, tetapi merupakan komponen udara yang sangat penting
ditinjau dari segi cuaca dan iklim. Uap air di udara sukar dipahami karena merupakan gas yang tidak
berwarna dan tidak berbau. Baru kelihatan bila sudah berubah menjadi tetes-tetes air. Secara
sederhana H2O dalam udara dapat dilihat pada bagan berikut:
Hidrometer
Uap Air
(tidak terlihat)
Air
Peristiwa
Penguapan
Tetes Air atau
Kristal Es
(terlihat)
Kumpulan
Tetes-tetes Air
(awan/terlihat)
Peristiwa Kondensasi
(dibantu oleh inti kondensasi)
Gambar Perubahan H2O dalam Udara
Jumlah uap air dalam udara tidaklah tetap, tidak konstan. Juga kesanggupan udar
amenampung udara air berubah-ubah tergantung temperatur massa udara yang bersangkutan.
Massa udara yang panas dapat menampung uap air berubah-ubah tergantung temperature massa
udara yang bersangkutan. Massa udara yang panas dapat mengandung uap air lebih banyak
daripada massa udara yang dingin. Apabila kesanggupan itu telha sampai puncaknya, maka udara
tersebut dikatakan dalam keadaan jenuh (kenyang). Satu meter kubik udara dengan tingkat panas
tertentu dapat mengandung uap air sebagai berikut:
Temperatur (0C)
-20
-10
0
10
20
30
3
Jumlah max uap air (g/m )
1,1
2,4
4,9
9,4
17,3
30,4
Jika udara yang tidak jenuh diturunkan temperaturnya, maka kapasitas udara terhadap uap
air akan turun. Jika diturunkan terus temperaturnya, maka udara tersebut akan jenuh dengan uap air
meskipun jumlah uap air sendiri jumlahnya tidak berubah. Temperatur yang bertepatan dengan
jenuhnya udar adisebut titik embun atau titik kondensasi. Jika udara didinginkan terus sampai
dibawha titik embun, maka ada kelebihan uap air yang tidak dapat dikandung oleh udara. Kelebihan
uap air ini akan dilepaskan dan berubah menjadi tetesan-tetesan air (jika temperaturnya masih diatas
00C) dan akan berupa kristal-kristal es (jika temperatur udara dibawah 00C). Dengan demikian
terjadilah peristiwa kondensasi.
Perlu diketahui, bahwa penurunan suhu yang sama dari udara jenuh pada temperatur yang
3
berbeda tidak menghasilkan jumlah kondensasi yang sama. Misalnya, 1 m udara jenuh dengan
0
0
temperatur 30 C diturunkan temperaturnya menjadi 20 C, uap air yang berkondensasi sebesar 30,4 –
0
17,3 = 13,1 gram, bila suhunya diturunkan lagi menjadi 10 C, uap air yang berkondensasi hanya 9,4
– 4,9 = 4,5 gram (lihat tabel diatas). Dengan demikian pada udara yang panas kemungkinan
terjadinya presipitasi yang lebat secara potensial lebih besar.
1. Ukuran kelembaban udara
Kandungan uap air dalam atmosfer dinyatakan dalam beberapa cara:
a. Tekanan uap. Bagian dari tekanan atmosfer yang disebabkan oleh uap air. Dinyatakan dalam
ukuran yang sama dengan tekanan udara total. Misalnya: atm, milibar, atau cm/mm Hg.
b. Kelembaban spesifik. Berat uap air per satuan berat udara (termasuk berat uap airnya).
Biasanya dinyatakan dalam gram tiap per kg udara. Kelembaban spesifik hamper sama
dengan tekanan uap.
c. Kelembaban absolut. Berat uai air per satuan volume udara (g/m3). Ini kurang digunakan
dalam meteorology karena volume udara berubah-ubah jika udara naik. Berubahnya volume
udara berarti kelembaban absolut juga akan berubah.
d. Kelembaban relatif. Perbandingan antara uap air yang betul-betul ada di udara dengan
jumlah uap air dalam udara tersebut jika pada temperatur dan tekanan yang sama udara
tersebut jenuh dengan uap air. Jika kelembaban relative mencapai harga 100% (=1) berarti
udara itu jenuh dengan uap air.
0
Kalau misalnya udara pada temperatur 30 C untuk mencapai kejenuhan harus ada 30,4
gram uap air dan ternyata hanya mengandung 20 gram, berarti kelembaban relatif = 20/30,4 x
100% = 65,79%.
Hal aman|
Kelembaban relatifnya dapat pula dirumuskan sebagai berikut:
KUA = jumlah uap air (gram) : volume udara (m3)
KUR = KUA : KUMax
KUA = kelembaban udara absolut
KUR = kelembaban udara relatif
KUMax = kelembaban udara maksimum yang dapat tertampung dalam satu volum udara
Hanya perlu diingat bahwa satuan yang digunakan harus sama. Kelembaban relative
berubah apabila mengubah jumlah uap air atau mengubah kapasitas udara.
2. Sebaran kelembaban
a. Sebaran vertikal
Oleh karena sumber kelembaban udara adalah permukaan bumi, maka sebagian
besar uap air akan terkumpul di lapisan udara bagian bawah. Uap air jumlahnya akan turun
atau berkurang dengan cepat dengan naiknya tinggi tempat.
b. Sebaran horisontal
Uap air dalam udara yang dinyatakan dalam kelembaban spesifik atau tekanan uap
mempunyai harga tinggi di khatulistiwa dan terendah di kutub. Ini serupa dengan sebaran
temperatur, yang merupakan factor penentu besarnya kapasitas udara.
Sebaran kelembaban relative ini berbeda dengan sebaran kelembaban spesifik.
Kelembaban relatif terbesar di khatulistiwa dan menurun kea rah kutub sampai ke lintang sekitar
300 (U/S). daerah ini adalha daerah antisiklon. Disini kelembaban relative adalha yang terendah.
0
Dari 30 ke arah kutub, kelembaban relatif naik sebagai akibat turunnya temperatur.
3. Penguapan
Penguapan merupakan proses perubahan air es menjadi gas (uap air). Semua uap air
yang terdapat dalam atmosfer merupakan hasil evaporasi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya evaporasi, antara lain:
a. Kecepatan angin, makin cepat anginnya makin besar penguapannya.
b. Temperatur. Makin tinggi temperaturnya makin besar penguapannya.
c. Kelembaban relatif. Udara yang makin besar kelembaban relatifnya penguapan makin kecil.
Jika udara lebih dingin daripada permukaan air dibawahnya, maka sangat efektif. Hal ini
karena tekanan uap dalam atmosfer akan lebih kecil daripada di bawah permukaan air yang lebih
panas. Dalam hal ini berarti udara dipanasi dari bawah karena berhubungan dengan air yang
lebih panas sehingga menjadi tidak stabil dan memperbesar turbulensi dan juga sebagai alasna
bahwa penguapan di lautan pada musim dingin lebih besar daripada musim panas.
4. Sebaran penguapan
Menurut pengamatan di peroleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Evaporasi di atas lautan lebih besar daripada di atas daratan. Ini disebabkan tidak
terbatasnya suplai air di permukaan laut. Diatas daratan sebaliknya suplai ini ada yang tidak
ada sama sekali.
b. Di daerah lintang antara 100U – 100S lebih banyak penguapan di daratan daripada di lautan.
Ini sebagai akibat cukupnay suplai air sebagai akibat curah hujan yang cukup. Di samping itu
terdapatnya vegetasi yang lebat menyebabkan transpirasi cukup besar.
0
0
c. Penguapan maksimum di lautan terjadi di daerah lintang 10 – 20 (U/S). ini sebagai akibat
adanya angin yang terus-menerus cepat dan keringnya udara. Di atas daratan dimana
kecepatan angin lebih kecil daripada dengan penguapan maksimum berdekatan dengan
khatulistiwa.
B. Awan
Awan merupakan sekumpulan titik air atau es yang melayang layang di udara, yang
terbentuk dari hasil proses kondensasi. Kondensasi terjadi karena adanya proses penggabungan
molekul-molekul air dalam jumlah cukup banyak sehingga membentuk butiran yang lebih besar.
Terdapat berjuta-juta butiran awan di atmosfer dengan ukuran yang berbeda-beda. Masing-masing
mempunyai gerakan yang arah dan kecepatannya tidak sama, sehingga antara butir yang satu
dengan yang lain saling bertumbukan. Satu butir hasil kondensasi yang berukuran kecil (0,01 mm)
mempunyai kecepatan jatuh 1 cm per detik. Besarnya butiran awan dapat tumbuh menjadi 200
mikron atau lebih dan dapat jatuh sebagai hujan.
Awan merupakan awal proses terjadinya hujan, sehingga banyak digunakan sebagai
indikator keadaan cuaca. Namun demikian, tidak semua jenis awan dapat menghasilkan hujan, oleh
karena itu pengenalan jenis, bentuk dan sifat-sifat awan sangat diperlukan. Berikut ini dijelaskan
klasifikasi awan berdasarkan morfologi, ketinggian, dan metode pembentukan.
1. Berdasarkan morfologi (bentuk)
Berdasarkan morfologi, awan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Awan Cumulus
Bentuk jenis awan ini bergumpal-gumpal (bundar-bundar) dengan dasar horizontal.
Hal aman|
Gambar 16. Awan Cumulus
b. Awan Stratus
Awan jenis ini tipis dan tersebar luas sehingga dapat menutupi langit secara merata.
Dalam arti khusus awan stratus adalah awan yang rendah dan luas.
c.
Gambar 17. Awan Stratus
Awan Cirrus
Jenis awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk seperti bulu
burung. Sering terdapat kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan.
Gambar 18. Awan Cirrus
2. Berdasarkan Ketinggian
a. Golongan awan tinggi : 6000 m ke atas
1) Awan Cirrus (Ci) : di atas 9 km
Awan halus, struktur beserat seperti bulu burung, dan tersusun sebagai pita yang
melengkung, sehingga seolah-olah bertemu pada satu atau dua titik di horizon (Gambar
18). Awan ini tersusun atas kristal es dan biasanya tidak mendatangkan hujan.
2) Awan Cirrostratus (Cs) : 6 - 7 km
Awan ini berbentuk seperti kelambu putih halus, menutup seluruh angkasa,
berwarna pucat atau kadang-kadang nampak sebagai anyaman yang tidak teratur.
Sering menimbulkan lingkaran di sekelilinhg matahari atau bulan. Awan ini tidak
menghasilkan hujan.
Hal aman|
Gambar 19. Awan Cirrostratus
3) Awan Cirrocumulus (Cc) : 7,5 - 9 km
Berbentuk seperti gerombolan domba, tidak menimbulkan bayangan dan hujan.
Gambar 20. Awan Cirrocumulus
b. Golongan awan sedang / menengah : 2000 – 6000 m
1) Awan altostratus (As) : 3 - 4,5 km
Awan altostratus berbentuk seperti selendang yang tebal. Pada bagian yang
menghadap bulan atau matahari nampak lebih terang. Awan ini biasanya diikuti oleh
turunnya hujan.
Gambar 21. Awan altostratus
2) Awan Altocumulus (Ac) : 4,5 – 6 km
Berbentuk seperti bola-bola yang tebal putih pucat dan ada bagian yang
berwarna kelabu karena mendapat sinar. Bergerombol atau berlarikan, antara satu
dengan yang lain berdekatan seperti bergandengan. Pada umumnya bola-bola yang di
tengah gerombolan atau larikan lebih besar. Awan ini tidak menghasilkan hujan.
Hal aman|
c.
Gambar 22. Awan Altocumulus
Golongan Awan Rendah ( dibawah 2000 m)
1) Awan Stratocumulus (Sc)
Berbentuk seperti gelombang yang sering menutupi seluruh angkasa, sehingga
menimbulkan persamaan dengan gelombang di lautan. Berwarna abu-abu di sela-sela
kelihatan terang. Awan ini tidak menghasilkan hujan.
Gambar 23. Awan Stratocumulus
2) Awan Nimbustratus (Ns)
Awan ini tebal dengan bentuk tertentu, pada bagian pinggir tampak compangcamping dan menutup seluruh langit. Mendatangkan hujan gerimis hingga agak deras
yang biasanya jatuh terus menerus.
Gambar 24. Awan Nimbustratus
3) Awan stratus (St)
Awan yang melebar seperti kabut tetapi tidak sampai menyentuh permukaan
bumi (Gambar 17.)
d. Awan yang terjadi karena udara naik (Vertically advanced clouds) (500-1500 m)
1) Cummulus (Cu)
Awan bergumpal-gumpal, dasarnya rata (Gambar 16).
2) Cumulo Nimbus (Cu-Ni)
Awan yang bergumpal gumpal luas dan sebagian telah merupakan hujan, sering diiringi
dengan angin ribut.
Hal aman|
Gambar 25. Awan Cumulo Nimbus
C. Hujan
Hujan merupakan jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter
0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila
jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga.
Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam
rangkaian proses hidrologi (Sosrodarsono,2003).
Hujan merupakan peranan penting dalam siklus hidrologi. kelembaban dari laut menguap,
berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya
kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula.
Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan. Yang dinyatakan sebagai kedalaman
air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25 mm. Satuan curah hujan
menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di
atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar menjadi semakin
lebar, seperti roti hamburger; air hujan yang lebih besar berbentuk payung terjun. Air hujan yang
besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil.
Beberapa kebudayaan telah membentuk kebencian kepada hujan dan telah menciptakan
pembagai peralatan seperti payung dan baju hujan. Banyak orang juga lebih gemar tinggal di dalam
rumah pada hari hujan. Biasanya hujan memiliki kadar asam pH 6. Air hujan dengan pH di bawah 5,6
dianggap hujan asam.
1. Pengertian Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang
terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan
diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini
mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan
dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan
adalah dalam satuan millimeter (mm).
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar,
tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam
luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau
tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu tertentu.
Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya
karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman
(Subagyo, S.1990).
Tabel Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Sosrodarsono,2003)
Ukuran butir-butir hujan adalah berjenis-jenis. Nama dari butir hujan tergantung dari
ukurannya. Dalam meteorologi, butir hujan dengan diameter lebih dari 0,5 mm di sebut hujan dan
diameter antara 0,50-0,1 mm disebut gerimis (drizzle). Makin besar ukuran butir hujan itu, makin
besar kecepatan jatuhnya. Kecepatan yang maximum adalah kira-kira 9,2m/detik. Tabel 2.2
menunjukkan intensitas curah hujan, ukuran-ukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir
hujan.
Hal aman|
Tabel Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan (Sosrodarsono,2003)
Sifat awan yang dapat mengakibatkan hujan oleh manusia dikembangkan dan digunakan
untuk membuat hujan buatan. Dalam mempercepat hujan diberikan zat-zat yang higroskopis
yang berguna sebagai inti kondensasi zat-zat tersebut antara lain: perak iodida, kristal es, es
kering atau CO2 padat, zat tersebut ditaburkan diudara dengan menggunakan pesawat terbang.
2. Tipe Hujan
Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan faktor yang
menyebabkan terjadinya hujan tersebut:
e. Hujan Orografi
Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian
mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan.
Bagian lereng yang menghadap angin hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng
yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan
makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.
f. Hujan Konvektif
Hujan ini merupakan hujan yang paling umum terjadi di daerah tropis. Panas yang
menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi
dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya
badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang
sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.
g. Hujan Frontal
Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus
dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin
awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat
dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di
Indonesia tidak terjadi front.
h. Hujan Siklon Tropis
Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara
dan selatan dan tidak terkaitan denga front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem
tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya
diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan
cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.
3. Distribusi Hujan
a. Equatorial
Tipe ini terdapat pada daerah sekitar equator. Ciri-ciri dari pada tipe ini adalah
mempunyai dua puncak maksimum dan minimum. Hujan maksimum terjadi pada bulan bulan
dimana matahari berada diatas daerah tersebut. Hujan minimum terjadi pada waktu matahari
berada paling jauh dari tempat tersebut.
b. Tropik
Tipe ini terjadi di daerah tropik pada lintang 0°-3, 5° lintang utara dan selatan. Tipe ini
mempunyai satu puncak maksimum yaitu terjadi pada bulan dimana matahari berada
didaerah tesebut.
c. Monsun
Tipe ini terjadi didaerah-daerah yang dilalui angin muson. Tipe ini mempunyai hujan
maksimum pada musim barat bersamaan dengan musim hujan dan minimum pada waktu
musim timuran bersamaan denga musim kemarau.
d. Continent/Lokal
Tipe ini terjadi hujan pada musim panas. Pada musim panas daerah daratan
suhunya tinggi sehingga tekanan udara rendah dan udara sekitarnya mempunyai tekanan
yang tebih tinggi sehingga angin akan bertiup kedaerah tersebut sehingga terbentuk
konveksi dan terjadi hujan. Sebaliknya musim dingin daerah tersebut menjadi pusat anti
siklon sehingga hujan jarang terjadi.
e. Maritim
Hujan terjadi merata sepanjang tahun. Tipe ini biasanya dimiliki oleh pulau-pulau
yang terletak di tengah Samudra.
f. Tropik
Tipe ini terjadi di daerah sub tropik. Tipe ini mempunyai satu curah hujan minimum
yang terjadi pada pertengahan tahun.
Hal aman|
4. Sifat dan Bentuk Hujan
Jatuhan hidrometeor yang meninggalkan dasar awan, baik dalam bentuk tetes air
maupun dalam berbagai bentuk es dan mencapai tanah disebut hujan. Agar hidrometeor tersebut
dapat mencapai tanah, diperlukan suatu keadaan dimana udara dibawah awan tidak terlalu
panas dan kering. Namun demikian, selama dalam perjalanan jatuh, hidrometeor tersebut tetap
akan mengalami penguapan atau sublimasi
a. Drizzle
Drizzle, adalah hujan yang serba sama dengan tetes-tetes air yang kecil dan rapat.
Berdasarkan ketentuan internasional. drizzle terdiri dari tetes air yang memiliki garis tengah
kurang dan 250 yang selanjutnya disebut tetes-tetes drizzle. Drizzle umumnya jatuh dari
awan-awan Jenis Stratus yang tebalnya hanya beberapa ratus meter dan dapat mencapai
tanah jika arus udara naik sangat lemah.
b. Hujan
Hujan, terdiri dari tetes-tetes air yang memiliki garis tengah lebih dari 250. Tetes tetes hujan yang besar umumnya awan yang tebalnya beberapa kilometer dan jatuhnya
hujan tertinggi (lebat) dihasilkan dari awan-awan jenis Cumulus yang tingginya bisa
mencapai 10 kilometer atau lebih dengan arus naik yang luat didalamnya.
c. Salju
Salju, adalah hujan dalam bentuk kristal-kristal es. Sebagian terbesar dari kristal es
ini bercabang yang kadang-kadang berbentuk seperti bintang. Kelompok dari kristal-kristal es
ini disebut keping salju. Kristal-kristal es juga bisa berbentuk seperti jarum, butiran atau
lempengan dan disebut sebagai prisma-prisma es. Prisma es ini sering sedemikian kecilnya
sehingga seolah melayang di udara.
d. Butir-butir Salju
Butir salju, terdiri dari biji-biji es yang berwarna putih kabur dalam bentuk bola atau
kerucut dengan garis tengah antara 2 - 5 mm. Butir salju terbentuk dari accretion air super
dingin pada kristal es atau keping salju dalam bentuk rime. Butir salju bersifat kering dan
mudah pecah dan jika jatuh mengenai benda keras akan memantul.
e. Butir-butir Es
Butir-butir es, terdiri dari butir es yang transparan maupun translusen dengan bentuk
bola atau bentuk yang tidak teratur.
Hal aman|
BAB VII
KLASIFIKASI IKLIM
Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam
melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi).
Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk
pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data
unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan
secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002).
Thornthwaite (1933) dalam Tjasyono (2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim adalah
menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama
presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan
merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai
petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada pemanfaatannya dalam
kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropik suhu udara jarang menjadi faktor pembatas kegiatan
produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air merupakan faktor yang paling menentukan dalam
kegiatan budidaya pertanian khususnya budidaya padi.
Variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat (altitude/elevasi), suhu
udara akan semakin rendah seiring dengan semakin tingginya ketinggian tempat dari permukaan laut.
o
Suhu menurun sekitar 0.6 C setiap 100 meter kenaikan ketinggian tempat. Keberadaan lautan disekitar
kepulauan Indonesia ikut berperan dalam menekan gejolak perubahan suhu udara yang mungkin timbul
(Lakitan, 2002). Menurut Hidayati (2001) karena Indonesia berada di wilayah tropis maka selisih suhu
siang dan suhu malam hari lebih besar dari pada selisih suhu musiman (antara musim kemarau dan
musim hujan), sedangkan di daerah sub tropis hingga kutub selisih suhu musim panas dan musim dingin
lebih besar dari pada suhu harian. Kadaan suhu yang demikian tersebut membuat para ahli membagi
klasifikasi suhu di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun
tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara
umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya
dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Tjasyono
(2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola
tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi
antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai
sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.
Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan
di Indonesia antara lain adalah:
A. Klasifikasi Iklim Berdasarkan Letak Lintang Geografis (Iklim Matahari)
Berdasarkan letak lintang, iklim di muka bumi dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe.
Klasifikasi ini sering disebut klasifikasi iklim matahari. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar
tentang pembagian iklim matahari sebagai berikut:
Gambar Pembagian Iklim Matahari
1. Iklim Tropika, terletak antara 23½0LU - 23½0LS. Cirinya, suhu udara selalu tinggi dan curah hujan
juga tinggi (banyak hujan).
0
0
2. Iklim sub-tropika, terletak antara 23½ – 35 , baik di belahan bumi utara maupun belahan bumi
selatan. Cirinya, tekanan udara selalu tinggi dan kering. Oleh karena itu, pada wilayah ini banyak
dijumpai gurun pasir dan sabana.
0
0
3. Iklim sedang, terletak antara 35 C – 66½ C baik di belahan bumi utara maupun di belahan bumi
selatan, cirinya daerah ini memiliki empat musim, yaitu musim panas, musim gugur, musim
dingin dan musim semi.
4. Iklim dingin atau kutub, terletak antara 66½0 – 900C, baik di balahn bumi utara maupun di
belahan bumi selatan. Cirinya, suhu udara sangat dingin.
Hal aman|
Atas dasar klasifikasi atau pembagian iklim diatas, Indonesia termasuk wilayah beriklim
tropik. Sebelum ada sistem yang lain, Junghuhn (seorang ahli botani asal Belanda) berusaha
mengatasi kelemahan system kuno (iklim matahari) ini. Dia melihat bahwa tempat-tempat yang tinggi
di Jawa (lereng dan puncak pegunungan yang tinggi) ternyata suhu dan jenis vegetasinya berbeda
dengan tempat-tempat lain dibawahnya, padahal menurut iklim matahari semuanya termasuk daerah
tropis. Atas dasar pengalaman itu, kemudian Junghuhn membagi tempat di Jawa menjadi 4 zona
sebagai berikut:
0
1. Zone panas, ketinggian tempat < 700m (suhu rata-rata 1 tahun >22,5 C)
0
2. Zone sedang, ketinggian tempat 700 – 1500 m (suhu rata-rata 1 tahun 22,0 – 17,1 C)
0
3. Zone sejuk, ketinggian tempat 1500 – 2500 m (suhu rata-rata 1 tahun 17,1 – 11,1 C)
4. Zone dingin, ketinggian tempat >2500 m (suhu rata-rata 1 tahun <11,10C)
B. Sistem Klasifikasi Koppen
Klasifikasi iklim Köppen adalah salah satu sistem klasifikasi iklim yang paling banyak
digunakan secara luas. Dikembangkan oleh Wladimir Köppen, seorang ahli iklim Jerman, sekitar
tahun 1900 (dengan beberapa perubahan oleh Köppen, tahun 1918 dan 1936). Didasarkan pada
konsep bahwa tanaman adalah ekspresi terbaik iklim; dan, lingkaran zona iklim telah dipilih dengan
distribusi tanaman. Menggabungkan temperatur dan kelembaban rata-rata bulanan dan tahunan, dan
kelembaban musiman.
Koppen membuat klasifikasi iklim seluruh dunia berdasarkan suhu dan kelembaban udara.
Kedua unsur iklim tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap permukaan bumi dan kehidupan di
atasnya. Berdasarkan ketentuan itu Koppen membagi iklim dalam lima daerah iklim pokok. Masingmasing daerah iklim diberi simbol A, B, C, D, dan E.
Lambang
Jenis Iklim
A
Iklim Hujan Tropis
Af
Iklim hutan hujan tropis
Aw
Iklim savanna
Am
Iklim monsoon tropis
B
Iklim kering
BSh
Iklim stepa kering
BSk
Iklim stepa sejuk
BWh
Iklim gurun terik
BWk
Iklim gurun sejuk
C
Iklim Hujan Sedang Panas
Cfa
Kelembaban sepanjang musim, musim panas terik
Cfb
Kelembaban sepanjang musim, musim panas panas
Cfc
Kelembaban sepanjang musim, musim panas pendek, sejuk
Cwa
Hujan musim panas,musim panas terik
Cwb
Hujan musim panas,musim panas panas
Csa
Hujan musim dingin,musim panas terik
Csb
Hujan musim dingin,musim panas panas
D
Iklim Hutan Salju Sejuk
Dfa
Kelembaban sepanjang musim, musim panas terik
Dfb
Kelembaban sepanjang musim, musim panas panas
Dfc
Kelembaban sepanjang musim, musim panas pendek, sejuk
Dfd
Kelembaban sepanjang musim, musim dingin dingin luar biasa
Dwa
Hujan musim panas,musim panas terik
Dwb
Hujan musim panas,musim panas panas
Dwc
Hujan musim dingin,musim panas terik
Dwd
Kelembaban sepanjang musim, musim dingin dingin luar biasa
E
Iklim Kutub
ET
Tundra
EF
Salju dan es abadi
Menurut Koppen di Indonesia terdapat tipe-tipe iklim Af, Aw, Am, C, dan D.
Af dan Am = terdapat di daerah Indonesia bagian barat, tengah, dan utara, seperti Jawa Barat,
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara.
Aw = terdapat di Indonesia yang letaknya dekat dengan benua Australia seperti daerah-daerah di
Nusa Tenggara, Kepulauan Aru, dan Irian Jaya pantai selatan.
C = terdapat di hutan-hutan daerah pegunungan.
D = terdapat di pegunungan salju Irian Jaya.
Kriteria utama iklim A,B,C,D,E
Jenis Iklim
Ciri-ciri iklim
0
A
Suhu rata-rata bulan terdingin minimal 18 C, curah hujan tahunan >
evapotranspirasi tahunan.
B
Evapotranspirasi potensial tahunan rata-rata > curahan tahunan rata-rata.
Tidak ada kelebihan air.
0
0
C
Suhu rata-rata bulan terdingin -3 s.d 18 C. Bulan terpanas > 10 C.
Hal aman|
D
E
0
Kriteria tambahan Iklim Koppen
Jenis Iklim
Ciri-ciri iklim
f
Tidak ada musim kering,basah sepanjang tahun.
m
Monsoon,dengan musim kering pendek,dan
sepanjang tahun.
w
Hujan musim panas
S
Kondisi kering pada musim panas
W
Kondisis kering pada musim dingin
Jenis Iklim
a
b
c
d
h
k
0
Suhu rata-rata bulan terdingin < 10 C, bulan terpanas >10 C.
0
0
Suhu rata-rata bulan terpanas < 10 C, untuk daerah tundra 0 s.d 10 C,
0
untuk daerah salju abadi < 10 C.
sisanya
hujan
lebat
Ciri-ciri iklim
0
Musim panas terik, suhu rata-rata bulan terpanas > 22 C
0
Musim panas yang panas, suhu rata-rata bulan terpanas <22 C
Musim panas yang sejuk dan pendek, rata-rata kurang dari 4 bulan
0
memiliki suhu > 10 C
0
Musim dingin yang sangat dingin, suhu rata-rata bulan terdingin < -3 C
0
Terik, suhu tahunan rata-rata > 18 C
0
Sejuk, suhu tahunan rata-rata < 18 C
Pembagian iklim Koppen secara rinci, adalah sebagai berikut,
Af
= iklim hujan tropik
Aw
= Iklim savana tropik
BS
= iklim stepa
BW
= iklim gurun
Cf
= iklim hujan sedang, panas tanpa musim kering
Cw
= iklim hujan sedang, panas dengan musim dingin kering
Cs
= iklim hutan sedang, panas dengan musim panas yang kering
Df
= iklim hutan salju tanpa musim kering
Dw
= iklim hutan salju dengan musim dingin yang kering
Et
= iklim tundra
Ef
= iklim salju
C. Sistem Klasifikasi Mohr
Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan,
dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana
keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah
hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan.
D. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan peta
iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan.
Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan
kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan
kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan
membandingkan jumlah/frekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan
banyaknya tahun pengamatan (Safi’i, 1995).
Klasifikasi Iklim menurut Schmidth-Fergusson (1951) didasarkan kepada perbandingan
antara Bulan Kering (BK) dan Bulan Basah (BB). Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering
mengikuti aturan sebagai berikut:
Bulan Kering
: bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm
Bulan Basah
: bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm
Bulan Lembab
: bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm.
Bulan Lembab (BL) tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang
dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut:
Rata-rata jumlah BK
Q = ----------------------------- x 100 %
Rata-rata jumlah BB
Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari seluruh data pengamatan
dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata jumlah bulan kering adalah banyaknya
bulan kering dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan.
Berdasarkan besarnya nilai Q ini selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau
daerah dengan menggunakan Tabel Q atau diagram segitiga kriteria klasifikasi tipe iklim menurut
Schmidth-Fergusson, seperti terlihat pada Tabel berikut dan Gambar 13, untuk zone agroklimatnya
dapat dilihat pada Tabel 4.
Hal aman|
Tabel Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson
Gambar 26. Diagram segitiga Schmidth-Fergusson
Tabel 2.4. Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson
Tipe Iklim Schmidth-Fergusson
Zona Agroklimat
A
Hutan hujan tropis
B
Hutan hujan tropis
C
Hutan dengan jenis tanaman yang mampu
menggugurkan daunnya dimusim kemarau
D
Hutan musim
E
Hutan savana
F
Hutan savana
G
Padang ilalang
H
Padang ilalang
E. Sistem Klasifikasi Oldeman
Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh
tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah
yang berlansung secara berturut-turut.
Oldeman, et al (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150
mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan asumsi bahwa
peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi
150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi
kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga
menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih
besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.
Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang digunakan,
sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam.
Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3
bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono,
2004).
Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan
pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun. Sedangkan
sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian
nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan
pemberian nama sub zone berdasarkana angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami
padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun, dimana
penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem
gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi
tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. (Oldeman, et al., 1980)
Penentuan tipe iklim Oldeman dapat dilihat pada Tabel 1 dan segitiga Oldeman pada
Gambar 14, sedangkan penentuan zona agroklimat Oldeman dapat dilihat pada Tabel berikut.
Hal aman|
Tabel Klasifikasi iklim menurut Oldeman
Sumber: (Oldeman et al., 1980)
F. Iklim Junghuhn
F. Junghuhn mengklasifikasikan iklim berdasarkan ketinggian tempat secara vertikal dan
mengaitkan iklim dengan jenis tanaman yang tumbuh dan berproduksi optimal sesuai suhu di
habitatnya. Junghuhn mengklasifikasikan iklim menjadi empat,
1. Daerah panas atau tropis
Tinggi tempat: 0 - 600 m di atas permukaan laut.
Suhu: 26,3°C – 22°C. Tanaman: padi, jagung, kopi, te mbakau, tebu, karet, kelapa, coklat.
2. Daerah sedang
Tinggi tempat: 600 m - 1500 m di atas permukaan laut.
Suhu: 22°C - 17,1°C. Tanaman: padi, tembakau, teh, k opi, coklat, kina, sayur-sayuran.
3. Daerah sejuk
Tinggi tempat: 1500 - 2500 m di atas permukaan laut.
Suhu: 17,1°C - 11,1°C. Tanaman: kopi, teh, kina, say ur-sayuran.
4. Daerah dingin
Tinggi tempat: lebih dari 2500 m di atas permukaan laut. Suhu: 11,1°C - 6,2°C. Tanaman: Tidak
ada tanaman budidaya.
Gambar 27. Klasifikasi Iklim Menurut Junghuhn
Hal aman|
BAB VIII
IKLIM DAN KEHIDUPAN MANUSIA
Untuk menekan dampak yang negatif akibat kejadian ekstrim atau penyimpangan iklim, maka
peningkatan kemampuan antisipasi sangat diperlukan. Menurut Boer (2003) pengamatan terhadap data
anomali produksi padi nasional dari tahun 1979-1997 menunjukkan bahwa penurunan produksi akibat
iklim ekstrim (penyimpangan iklim) cendrung meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh semakin melebarnya
perbedaan antara anomali produksi tahun-tahun ekstrim dengan tahun-tahun normal.
A. Di bidang Kesehatan
Dampak yang disebabkan karena penyimpangan iklim yaitu semakin meningkatnya peluang
mewabahnya penyakit demam berdarah, infeksi saluran pernapasan (ISPA), dan diare. Penyakit
demam berdarah setiap tahun selalu dijumpai terutama terjadi dalam fase pergantian musim.
Pergantian musim yang ekstrim akan berakibat prevalensi penyakit ini meningkat secara tajam. Saat
pergantian musim penghujan ke musim kemarau ,serta kondisi suhu udara sebagian besar kota-kota
di Jawa Timur (Jatim) 23-31 derajat Celsius, merupakan saat yang tepat munculnya nyamuk Aedes
aegipty, penyebab penyakit demam berdarah (DB). Nyamuk ini berkembang biak pada suhu 24-28
derajat Celcius. Wajar, bila saat ini angka kejadian penyakit DB meningkat dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Berdasarkan laporan RSUD dr Soetomo, bulan April 2002 jumlah penderita DB
mencapai lima sampai enam orang per hari. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah
penderita pada bulan-bulan sebelumnya. Pada bulan Januari penderitanya nol sampai satu orang,
bulan Februari hingga Maret dua sampai tiga orang. Jumlah penderita diperkirakan akan meningkat
terus hingga bulan Agusutus 2002. Bila kondisi ini tidak dikendalikan, maka yang dikhawatirkan
adalah munculnya wabah penyakit DB. Begitu pula pada periode 2003-2004 terdapat kejadian luar
biasa (KLB) dari wabah demam berdarah yang meliputi 12 propinsi di Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi penyimpangan iklim,
langkah-langkah umum yang dapat dilakukan diantaranya:
1. melakukan pemetaan daerah-daerah yang sensitif terhadap penyimpangan iklim terutama akibat
fenomena ENSO,
2. meningkatkan kemampuan peramalan sehingga langkah-langkah antisipasi dapat dilakukan lebih
awal, khususnya pada daerah-daerah yang rawan, dan
3. menerapkan teknologi budidaya (dalam bidang pertanian) yang dapat menekan risiko terkena
dampak kejadian puso.
B. Sektor pertanian
Berbagai upaya untuk mengantisipasi dampak penyimpangan iklim terhadap bencana banjir
dan kekeringan pada sektor pertanian telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Secara
umum upaya antisipasi dikelompokkan menjadi antisipasi secara teknis dan antisipasi sosialkelembagaan. Antisipasi secara teknis antara lain:
1. Pembuatan waduk untuk menampung air hujan, sehingga tidak terjadi banjir dan
memanfaatkannya untuk irigasi atau lainnya pada saat kekurangan air (kekeringan).
2. Pembuatan embung mulai dari hulu hingga hilir.
3. Memanfaatkan informasi dan prakiraan iklim untuk memberikan peringatan dini dan rekomendasi
pada masyarakat.
4. Mempelajari sifat-sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya untuk menyesuaikan pola tanam agar
terhindar dari puso.
5. Meningkatkan sistem pengamatan cuaca sehingga antisipasi penyimpangan iklim dapat diketahui
lebih awal.
6. Memetakan daerah rawan bencana alam banjir dan kekeringan untuk penyusunan pola tanam
dan memilih jenis tanaman yang sesuai.
7. Memilih tanaman yang sesuai dengan pola hujan, misal: menggunakan tanaman atau varietas
yang tahan genangan, tahan kering, umur pendek dan persemaian kering; kombinasi tanaman,
apabila sebagian tanaman mengalami puso, yang lainnya tetap bertahan dan memberikan hasil.
8. Melakukan sistem pertanian konservasi seperti terasering, menanam tanaman penutup tanah,
melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS (Daerah Aliran Sungai)
9. Pompanisasi dengan memanfaatkan air tanah, air permukaan, air bendungan atau checkdam,
dan air daur ulang dari saluran pembuangan.
10. Efisiensi penggunaan air seperti gilir iring dan irigasi hemat air.
Upaya-upaya antisipasi sosial – kelembagaan meliputi:
1. Meningkatkan kesiapan dan peran serta masyarakat dalam upaya antisipatif bencana alam banjir
sehingga mereka beranggapan bahwa upaya itu adalah untuk kepentingan mereka dan
dilaksanakan secara bersama-sama dalam koordinasi yang baik dengan pihak lain.
2. Memanfaatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan masyarakat petani, instansi
pemerintah maupun swasta dalam pemakaian teknologi perkreditan persediaan saran produksi,
penyediaan peralatan dan mesin, peitaman serta pengolahan dan pemasaran hasil.
Hal aman|
C. Bidang Kesehatan
Di bidang kesehatan upaya antisipasi penyimpangan iklim lebih sering bersifat kuratif. Seperti
bencana kebanjiran (wabah diare), yaitu memberikan informasi kemungkinan akan terjadinya kondisi
luar biasa (KLB) / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat,
yaitu meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik, membentuk dan
melatih TIM Gerak Cepat puskesmas. Selain itu mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada
masyarakat, memperbaiki kerja laboratorium, dan meningkatkan kerjasama dengan instansi lain.
Untuk wabah demam berdarah upaya preventif jangka panjang yaitu melakukan penghijauan
kota sebagai fungsi ekologis, yaitu menyerap gas-gas rumah kaca sehingga dapat mengendalikan
suhu udara. Sedangkan upaya jangka pendek yaitu memberantas larva nyamuk pra dewasa dan
dewasa.
Upaya antisipasi secara sosial - kelembagaan diantaranya:
1. penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat melalui instansi terkait seperti PKK, Camat, Lurah,
dan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) dapat melakukan pembinaan kepada warga
di setiap desa,
2. memberikan pelayanan pengobatan kepada masyarakat yang dilakukan di Puskesmas ataupun
di pos-pos tertentu, tergantung kondisi yang ada,
3. mengoptimalkan hubungan lintas sektoral, dan
4. memberikan rujukan dan laporan terutama untuk kasus penyakit yang tidak dapat ditanggulangi
di puskesmas.
Hal aman|
BAB IX
GANGGUAN IKLIM GLOBAL
A. Efek Rumah Kaca
1. Definisi Efek Rumah Kaca
Menurut Frick dan Suskiyatno (1998), istilah efek rumah kaca berasal dari pengalaman
para petani di daerah beriklim sedang yang menanam sayur-sayuran di dalam rumah kaca.
Pengalaman mereka menunjukkan bahwa pada siang hari suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi
dari pada suhu di diluarnya.
Oleh WWF dijelaskan bahwa Efek Rumah Kaca (ERK) dapat divisualisasikan sebagai
sebuah proses. Pada kenyataannya, di lapisan atmosfer terdapat selimut gas. Rumah kaca
adalah analogi atas bumi yang dikelilingi gelas kaca di mana panas matahari masuk ke bumi
dengan menembus gelas kaca tersebut berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap
oleh bumi dan sisanya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai radiasi gelombang panjang.
Panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan gelas
kaca dan terperangkap di alam bumi. Layaknya proses dalam rumah kaca di pertanian dan
perkebunan, gelas kaca memang berfungsi menahan panas untuk menghangatkan rumah kaca.
Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas di
atmosfer (Gas Rumah Kaca = GRK) sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya. Panas
matahari yang tidak dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula. Semua proses di atas
disebut Efek Rumah Kaca.
Gambar 28. Gas Rumah Kaca dan Iklim Global
Sumber: Sukowati dalam www.bplhdjabar.go.id
2. Penyebab Terjadinya ERK
ERK terjadi karena memungkinkan kelangsungan hidup semua makhluk di bumi. Tanpa
adanya GRK, seperti karbondioksida (CO2), metana(CH4), atau dinitro oksida (N2O), suhu
o
permukaan bumi akan 33 C lebih dingin.
Sejak awal jaman industrialisasi, awal akhir abad ke-17, konsentrasi GRK meningkat
o
drastis. Datur rata-rata bumi meningkat 0,5 – 0,6 C akibat emisi GRK yang dihasilkan dari
aktivitas manusia.
Melalui beberapa bukti berikut, menunjukkan bahwa ERK benar-benar terjadi:
g. Pertama, berdasarkan ilmu fisika, beberapa gas mempunyai kemampuan menahan panas.
h. Kedua, pengukuran yang dilakukan sejak tahun 1950-an menunjukkan tingkat konsentrasi
GRK meningkat secara tetap, dan peningkatan ini berhubungan dengan emisi GRK yang
dihasilkan industri dan berbagai aktivitas manusia lainnya.
i. Ketiga, penelitian menunjukkan udara yang terperangkap di dalam gunung es telah berusia
250 ribu tahun. Artinya:
1) Konsentrasi GRK di udara berbeda-beda di masa lalu dan masa kini. Perbedaan ini
menunjukkan ada perubahan temperatur.
2) Konsentrasi GRK terbukti meningkat sejak masa praindustri.
Zat-zat yang termasuk dalam kelompok GRK adalah karbondioksida (CO2), metana
(CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur
heksafluorida (SF6). Jenis GRK yang memberikan sumbangan paling besar bagi emisi gas rumah
kaca adalah karbondioksida, metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) di sektor energi dan transport,
penggundulan hutan, dan pertanian. Sementara, untuk GRK lainnya (HFC, PFC, SF6) hanya
menyumbang kurang dari 1%.
Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar fosil (minyak bumi dan batu bara):
e. 36% dari industri energi (pembangkit listrik / kilang minyak, dll)
f. 27% dari sektor transportasi
g. dari sektor industri 21%
h. 15% dari sektor rumah tangga
i. 1% dari sektor lain -lain.
Sumber utama penghasil emisi karbon 2 macam:
Hal aman|
Pertama, pembangkit listrik bertenaga batubara. Pembangkit listrik ini membuang energi
2 kali lipat dari energi yang dihasilkan. Misal, energi yang digunakan 100 unit, sementara energi
yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi yang terbuang adalah 65 unit. Setiap 1000 megawatt yang
dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton
karbondioksida per tahun.
Kedua, pembakaran kendaraan bermotor. Kendaraan yang mengkonsumsi bahan bakar
sebanyak 7,8 liter per 100 km dan menempuh jarak 16 ribu km, maka setiap tahunnya akan
mengemisikan 3 ton karbondioksida ke udara. Bayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di
Jakarta lebih dari 4 juta kendaraan.
Gambar 29. Estimasi Konsentrasi Gas Rumah Kaca
Sumber: www.batan.go.id diakses Juli 2006
a. Pemanasan Global (Global Warming) dan Perubahan Iklim (Climate Change)
Pemanasan Global (PG) adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi
akibat peningkatan emisi GRK di atmosfer. PG akan diikuti dengan Perubahan Iklim (PI),
seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan banjir
dan erosi. Sedangkan di belahan bumi lain akan mengalami musim kering yang
berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu.
Berdasarkan pembahasan di atas, sering digunakan istilah secara substitusi antara
antara Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global, dan Perubahan Iklim. Namun demikian pada
dasarnya untuk menggambarkan hubungan sebab akibat, dimana Efek Rumah Kaca adalah
penyebab, sementara Pemanasan Global dan Perubahan Iklim adalah akibat.
ERK menyebabkan terjadinya akumulasi panas (atau energi) di atmosfer bumi.
Dengan adanya akumulasi yang berlebihan tersebut, iklim global melakukan penyesuaian.
Penyesuaian yang dimaksud salah satunya adalah peningkatan temperatur bumi, kemudian
disebut PG dan berubahnya iklim regional–pola curah hujan, penguapan, pembentukan
awan–atau PI.
o
Diperkirakan pada tahun 2100, temperatur atmosfer akan meningkat 1,5 – 4,5 C, jika
pendekatan yang digunakan “melihat dan menunggu, tanpa melakukan apa-apa” (wait and
see, and do nothing). Dampak-dampak lainnya:
1) Musnahnya berbagai jenis keanekaragaman hayati
2) Meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir.
3) Mencairnya es dan glasier di kutub.
4) Meningkatnya jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun karena kekeringan yang
berkepanjangan.
5) Kenaikan permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun 2100
diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15 - 95 cm.
6) Kenaikan suhu air laut menyebabkan terjadinya pemutihan karang (coral bleaching) dan
kerusakan terumbu karang di seluruh dunia.
7) Meningkatnya frekuensi kebakaran hutan.
8) Menyebarnya penyakit-penyakit tropis, seperti malaria, ke daerah-daerah baru karena
bertambahnya populasi serangga (nyamuk).
9) Daerah-daerah tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus pengungsian.
Pada tahun 1988, Badan PBB untuk lingkungan (United Nations Environment
Programme) dan organisasi meteorologi dunia (World Meteorology Organization) mendirikan
sebuah panel antar pemerintah untuk perubahan iklim (Intergovernmental Panel on Climate
Change/IPCC) yang terdiri atas 300 lebih pakar PI dari seluruh dunia.
Pada tahun 1990 dan 1992, IPCC menyimpulkan bahwa penggandaan jumlah GRK
di atmosfer mengarah pada konsekuensi serius bagi masalah sosial, ekonomi, dan sistem
Hal aman|
alam di dunia. Selain itu, IPCC menyimpulkan bahwa emisi GRK yang dihasilkan dari
aktivitas manusia juga memberikan kontribusi pada GRK alami dan akan menyebabkan
atmosfer bertambah panas. IPCC memperkirakan penggandaan emisi GRK akan
o
menyebabkan PG sebesar 1,5–4,5 C.
b. Penipisan Lapisan Ozon (PPO)
Masalah lingkungan dan kesehatan manusia yang terkait dengan PPO
sesungguhnya berbeda dengan resiko yang dihadapi manusia dari akibat PG. Walaupun
begitu, kedua fenomena tersebut saling berhubungan. Beberapa polutan (zat pencemar)
memberikan kontribusi yang sama terhadap PPO dan PG.
PPO mengakibatkan masuknya lebih banyak radiasi sinar ultraviolet (UV) yang
berbahaya masuk ke permukaan bumi. Meningkatnya radiasi sinar UV bukan penyebab
terjadinya PG, melainkan kanker kulit, penyakit katarak, menurunnya kekebalan tubuh
manusia, dan menurunnya hasil panen.
PPO terutama disebabkan oleh chlorofluorcarbon (CFC). Saat ini negara-negara
industri sudah tidak memproduksi dan menggunakan CFC lagi. Dalam waktu dekat, CFC
akan benar-benar dihapus di seluruh dunia. Seperti halnya CO2, CFC juga merupakan GRK
dan berpotensi terhadap PG jauh lebih tinggi dibanding CO2 sehingga dampak akumulasi
CFC di atmosfer mempercepat laju PG. CFC akan tetap berada di atmosfer dalam waktu
sangat lama, berabad-abad. Artinya, kontribusi CFC terhadap PPO dan PI akan berlangsung
dalam waktu sangat lama.
B. Deskripsi Umum El Nino dan La Nina
El-Nino, menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena yang teramati oleh para penduduk
atau nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar Samudera Pasifik bagian timur
menjelang hari natal (Desember). Fenomena yang teramati adalah meningkatnya suhu permukaan
laut yang biasanya dingin. Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan
ikan (akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak nutrien dari dasar)
menjadi sebaliknya. Pemberian nama El-Nino pada fenomena ini disebabkan oleh karena kejadian ini
seringkali terjadi pada bulan Desember. El-Nino (bahasa Spanyol) sendiri dapat diartikan sebagai
“anak lelaki”. Di kemudian hari para ahli juga menemukan bahwa selain fenomena menghangatnya
suhu permukaan laut, terjadi pula fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya suhu permukaan laut
akibat menguatnya upwelling. Kebalikan dari fenomena ini selanjutnya diberi nama La-Nina (juga
bahasa Spanyol) yang berarti “anak perempuan”. Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun.
Fenomena alam ini cukup menjadi perbincangan beberapa tahun terakhir. Beberapa
bencana alam dalam rentang area yang luas banyak disebut disebabkan ulah fenomena ini. El Nino
dan La Nina sesungguhnya adalah kondisi abnormal iklim pada area Samudra Pasifik yang terletak
pada daerah ekuatorial. Kedua gejala alam ini mempunyai kondisi anomali yang berbeda, El Nino
dicirikan dengan naiknya suhu permukaan laut (warm phase) sedangkan La Nina mempunyai kondisi
yang sebaliknya yaitu turunnya suhu muka air laut (cold phase) di area katulistiwa Samudra Pasifik.
Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa tidak semua anomali ini menimbulkan dampak
negatif. Sebuah riset menunjukkan bahwa El Nino menurunkan intensitas dan jumlah badai Atlantik
dan tornado yang melintasi bagian tengah Amerika Serikat.
Gambar 30. Citra Kejadian El Nino dan La Nina di Indonesia
Hal aman|
C. Pulau Panas (Heat Island Effect)
Selain berbagai permasalahan lingkungan secara global sebagaimana dikemukakan di
depan, dalam lingkup yang lebih mikro (perkotaan), juga terdapat permasalahan lingkungan yang
harus dipecahkan dengan serius.
Iklim mikro di perkotaan sering kali terasa tidak bersahabat, terutama di perkotaan yang
padat penduduknya. Berbagai pengamatan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu di
perkotaan memiliki variasi yang tetap. Suhu di pusat kota paling tinggi dan menurun secara bertahap
ke arah pinggir kota sampai ke desa.
Miller (1986) mengemukakan bahwa bangunan beton dan jalan aspal menyerap panas
sepanjang hari dan melepaskannya dengan lambat pada malam hari. Pusat kota tidak hanya lebih
panas dari pinggir kota tetapi juga kurang nyaman, mengandung banyak polusi, kurang sinar
matahari, kurang angin, dan kelembapannya rendah. Kondisi tersebut menunjukkan kesan bahwa
kota seolah-olah sebuah pulau panas terapung di atas media yang lebih lebih dingin. Suhu udara
kota yang lebih panas daripada lingkungan di sekitarnya, biasa disebut dengan istilah Gejala Pulau
Panas (Heat Island Effect). Pulau panas lebih jelas terlihat pada musim kemarau dari pada musim
hujan.
Di bawah ini dideskripsikan beberapa perbedaan kota dan desa yang memicu terjadinya efek
pulau panas. Tulisan di bawah ini sebagian besar merujuk pada Djamal (2005).
1. Bahan penutup permukaan. Permukaan daerah kota terdiri dari beton dan semen yang
mempunyai konduktivitas kalor sekitar 3 (tiga) kali lebih tinggi dari tanah berpasir yang basah.
Oleh karenanya permukaan kota akan menerima dan menyimpan energi lebih banyak.
Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang hari akan dilepaskan
pada malan hari secara perlahan. Beberapa bangunan seperti jalan, lapangan parkir gedung
kantor, dan rumah-rumah meradiasikan panas lebih cepat daripada lapangan hijau, hutan, atau
danau.
2. Bentuk dan orientasi permukaan. Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi daripada
daerah pinggir kota atau desa sehingga energi yang datang akan dipantulkan berulang kali dan
akan mengalami beberapa penyerapan serta disimpan dalam bentuk panas. Adapun pedesaan
yang menerima pancaran adalah lapisan vegetasi bagian atas. Selain itu, padatnya bangunan di
kota juga dapat merubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatnya
turbulensi.
3. Sumber kalor. Sumber panas di kota lebih banyak daripada lingkungan di luar kota, misalnya dari
aktivitas manusia, kendaraan bermotor, pemanas ruangan, mesin-mesin pabrik, dan sebagainya.
Jumlah penduduk kota yang semakin padat mengakibatkan peningkatan sumber panas sebagai
akibat dari semakin meningkatnya metabolisme dan aktivitas penduduk.
4. Sumber kelembaban. Di perkotaan, air hujan cenderung menjadi aliran permukaan akibat adanya
permukaan semen, parit, selokan, dan pipa-pipa drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar
air hujan meresap ke dalam tanah dan menjadi sumber terjadinya penguapan sehingga
cenderung menyejukkan udara. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi di kota lebih rendah
dibandingkan daerah desa yang permukaannya lebih terbuka. Jumlah badan air (sungai, danau,
kolam, dan rawa-rawa), per satuan luas lebih kecil di dalam kota daripada di sekitar luar kota.
Kondisi di atas memperlambat hilangnya panas di kota karena evaporasi dari air lebih kecil
sehingga lebih banyak panas yang tersedia untuk memanaskan atmosfer kota.
5. Kualitas udara. Udara kota banyak mengandung bahan pencemaran seperti CO2, CH4, CFCs
yang dapat menimbulkan efek rumah kaca. Sedangkan di daerah pedesaan industri yang ada
sebagian besar merupakan industri pertanian dan industri rumah tangga yang tidak
mengahasilkan polutan pencemar. Kondisi di atas menyebabkan kualitas udara di desa lebih baik
dibanding di kota.
Perbedaan suhu yang terjadi antara daerah kota dan desa akan berkembang dengan cepat
setelah matahari terbenam.
Perbedaan suhu maksimum biasanya terlihat 2-3 jam setelah matahari terbenam
(Landsberg, 1981). Di kota-kota pada daerah subtropis biasanya dijumpai suhu udara pada malam
hari lebih tinggi 3-5°C daripada daerah sekitarnya da n pada kasus yang ekstrem dapat lebih tinggi
sampai 8°C. Sedangkan sepanjang hari perbedaan suhu u dara antara kota dengan daerah
sekitarnya lebih kecil, yaitu 1-2°C (Givoni, 1989).
D. Pencemaran Udara
Bahasan pada bagian ini sebagian besar mengacu pada tulisan Agung Sudrajad yang
berjudul Pencemaran Udara Suatu Pendahuluan sebagaimana dimuat pada jurnal INOVASI Vol.
5/VVII/November 2005.
Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam
atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan
manusia secara umum serta menurunkan kualitas lingkungan. Pencemaran udara dapat terjadi
dimana-mana, misalnya di dalam rumah, sekolah, dan kantor. Pencemaran ini sering disebut
pencemaran dalam ruangan (indoor pollution). Sementara itu pencemaran di luar ruangan (outdoor
pollution) berasal dari emisi kendaraan, industri, perkapalan, dan proses alami oleh makhluk hidup.
Sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber diam dan sumber bergerak.
Sumber diam terdiri dari pembangkit listrik, industri dan rumah tangga. Sedangkan sumber bergerak
adalah aktifitas lalu lintas kendaraan bermotor dan tranportasi laut.
Hal aman|
Dari data BPS tahun 1999, di beberapa propinsi terutama di kota-kota besar seperti Medan,
Surabaya dan Jakarta, emisi kendaraan bermotor merupakan kontribusi terbesar terhadap
konsentrasi NO2 dan CO di udara yang jumlahnya lebih dari 50%. Penurunan kualitas udara yang
terus terjadi selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kepada kita bahwa betapa pentingnya
digalakkan usaha-usaha penanggulangannya.
1. Zat-zat Pencemar Udara
a. Emisi Karbon Monoksida (CO)
Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbon monoksida di berbagai
perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara di Jakarta disebabkan
karena benda bergerak atau transportasi umum yang berbahan bakar solar. Karbon
monoksida yang meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat janin
dan meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak.
b. Nitrogen Oksida (NOx)
Sampai tahun 1999 NOx yang berasal dari alat transportasi laut di Jepang
menyumbangkan 38% dari total emisi NOx (25.000 ton/tahun). Nitrogen oksida yang ada di
udara yang dihirup oleh manusia dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi
dengan atmosfir zat ini membentuk partikel-partikel nitrat yang amat halus yang dapat
menembus bagian terdalam paru-paru. Selain itu zat oksida ini jika bereaksi dengan asap
bensin yang tidak terbakar dengan sempurna dan zat hidrokarbon lain akan membentuk
ozon rendah atau smog kabut berawan coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar
kota di dunia.
c. SOx (Sulfur Oxide: SO2, SO3)
Emisi SOx terbentuk dari fungsi kandungan sulfur dalam bahan bakar, selain itu
kandungan sulfur dalam pelumas, juga menjadi penyebab terbentuknya SOx emisi.
Kandungan SO3 dalam SOx sangat kecil sekali yaitu sekitar 1-5%. Gas yang berbau tajam
tapi tidak berwarna ini dapat menimbulkan serangan asma, gas ini pun jika bereaksi di
atmosfir akan membentuk zat asam. Badan WHO PBB menyatakan bahwa pada tahun 1987
jumlah sulfur dioksida di udara telah mencapai ambang batas yg ditetapkan oleh WHO.
d. Emisi HydroCarbon (HC)
Pada mesin, emisi Hidrokarbon (HC) terbentuk dari bermacam-macam sumber.
Tidak terbakarnya bahan bakar secara sempurna, tidak terbakarnya minyak pelumas silinder
adalah salah satu penyebab munculnya emisi HC. Emisi HC ini berbentuk gas methan (CH4).
Jenis emisi ini dapat menyebabkan leukemia dan kanker.
e. Partikulat Matter (PM)
Partikel debu dalam emisi gas buang terdiri dari bermacam- macam komponen.
Bukan hanya berbentuk padatan tapi juga berbentuk cairan yang mengendap dalam partikel
debu. Pada proses pembakaran debu terbentuk dari pemecahan unsur hidrokarbon dan
proses oksidasi setelahnya. Dalam debu tersebut terkandung debu sendiri dan beberapa
kandungan metal oksida. Dalam proses ekspansi selanjutnya di atmosfir, kandungan metal
dan debu tersebut membentuk partikulat. Beberapa unsur kandungan partikulat adalah
karbon, SOF (Soluble Organic Fraction), debu, SO4, dan H2O. Sebagian benda partikulat
keluar dari cerobong pabrik sebagai asap hitam tebal, tetapi yang paling berbahaya adalah
butiran-butiran halus sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru. Diketahui juga
bahwa di beberapa kota besar di dunia perubahan benda partikulat menjadi partikel sulfat di
atmosfir banyak disebabkan karena proses oksida oleh molekul sulfur.
2. Efek Negatif Pencemaran Udara Bagi Kesehatan Tubuh
Tabel 1.1 menjelaskan tentang pengaruh pencemaran udara terhadap makhluk hidup.
Rentang nilai menunjukkan batasan kategori daerah sesuai tingkat kesehatan untuk dihuni oleh
manusia. Karbon monoksida, nitrogen, ozon, sulfur dioksida dan partikulat matter adalah
beberapa parameter polusi udara yang dominan dihasilkan oleh sumber pencemar. Dari
pantauan lain diketahui bahwa dari beberapa kota dalam kategori tidak sehat berdasarkan ISPU
(Indeks Standar Pencemar Udara), meliputi Jakarta (26 titik), Semarang (1 titik), Surabaya (3
titik), Bandung (1 titik), Medan (6 titik), Pontianak (16 titik), Palangkaraya (4 titik), dan Pekan Baru
(14 titik). Satu lokasi di Jakarta yang diketahui merupakan daerah kategori sangat tidak sehat
berdasarkan pantauan lapangan.
E. Dampaknya Terhadap Indonesia
Seperti yang sudah banyak diceritakan sebelumnya dan mungkin sudah banyak yang tahu
apabila Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera. Kondisi yang menyebabkan
Indonesia menjadi sangat unik lokasinya. Lokasi yang unik ini juga menyebabkan fluktuasi iklim,
khususnya curah hujan yang juga unik. Misalnya Indonesia ini merupakan lokasi terjadinya
konvergensi dua buah sirkulasi utama di dunia yaitu sirkulasi walker dan sirkulasi Hadley. Karena
terletak di antara dua benua, maka aktifitas hangat dan dingin dikedua benua akibat dari pergerakan
o
o
matahari yang berpindah dari 23.5 LU ke 23.5 LS setiap tahun menyebabkan negeri kita ini juga di
lewati oleh angin monsoon. Indonesia juga di penuhi oleh gunung-gunung, hutan, ladang yang juga
unik bentuknya. Semua itu mempengaruhi hujan di Indonesia. Akibat dari interaksi semuanya itu
menyebabkan pengaruh El Nino dan La Nina semua tempat di Indonesia berbeda.
Pengaruh fluktuasi nilai indeks osilasi selatan di Bali yang menggambarkan kejadian El
Nino/La Nina antara bagian selatan dan utaranya. Karena di tengah-tengah pulau Bali ada gunung
Hal aman|
yang membentang dari timur ke barat (As-syakur, 2007). Aldrian and Susanto (2003) juga
menyimpulkan bahwa pengaruh El Nino/La Nina juga berbeda pada setiap daerah dengan pola hujan
yang berbeda, dimana di daerah dengan polah hujan monson pengaruh fenomena iklim ini kuat,
pada daerah berpola hujan equatorial pengaruhnya lemah, sedangkan pada daerah berpola hujan
lokal tidak jelas. Hasil yang sama juga di ungkapkan oleh Hamada et al. (2002), walaupun Hamada et
al. membagi pola hujan di Indonesia dengan 4 pola yang berbeda, tapi intinya dia juga
mengungkapkan bahwa setiap daerah dengan pola hujan yang berbeda, responnya terhadap El
Nino/La Nina juga berbeda-beda. Gambar di bawah adalah pola spasial efek El Nino 1997/1998
terhadap curah hujan di dunia (Bell et al., 1999), bila di lihat dari gambar tersebut terlihat penurunan
hujan di Indonesia sangat drastis saat El Nino 1997/1998.
Gambar 31. Kejadian El Nino di Berbagai Belahan Dunia
Artikel yang menarik untuk melihat distribusi efek El Nino ini secara lengkap khususnya
kejadian El Nino 1997 adalah publikasinya Gutman et al. (2000) yang berjudul Using NOAA/AVHRR
Products to Monitor El Niño Impacts: Focus on Indonesia in 1997–98 dan diterbitkan di Bulletin of the
American Meteorological Society No. 81. Beliau merangkum banyak hal, mulai dari kondisi sebaran
SST saat itu dan efeknya terhadap sebaran hujan, bagaimana sebaran kekeringan, sebaran
kebakaran hutan, sebaran suhu permukaan daratan serta tutupan vegetasi. Secara umum
kesimpulan beliau adalah pada saat El Nino suhu permukaan laut meningkat, periode kekeringan
yang berkepanjangan, dengan keadaan jumlah awan, curah hujan serta uap air yang rendah.
Akibatnya fluktuasi penyerapan gelombang pendek dan kehilangan gelombang panjang adalah
meningkat secara signifikan.
Karena saat awal kejadian El Nino biasanya bertepatan dengan masa pembakaran lahan
pertanian di daerah-daerah yang melakukan sistem perladangan berpindah, maka kondisi tersebut
menyebabkan timbulnya kebakaran serta banyak menghasilkan asap yang sebarannya sangat luas
serta dengan konsentrasi yang tinggi dan waktu tinggal asap tersebut di udara yang cukup lama. Hal
ini menyebabkan turunnya tingkat kesehatan disekitar. Selain itu juga menyebabkan bentuk dan
jumlah butiran2 air di awan juga berubah. Pada bidang pertanian kejadian El Nino menyababkan
penurunan rata-rata kehilangan peluang produksi pangan selama tahun 1968-2000 sekitar 1.79 juta
ton atau sekitar 3.06 % dari seluruh peluang produksi pangan (Irawan, 2006).
Pengaruh umum El Nino di perairan laut Indonesia adalah mendinginnya suhu permukaan
laut di sekitar perairan Indonesia akibat dari tertariknya seluruh masa air hangat ke bagian tengah
samudra pasifik. akibat buruk dari kondisi ini adalah berkurangnya produksi awan di wilayah
Indonesia yang sudah pasti efek sampingnya adalah menurunnya curah hujan, tapi segi positifnya
adalah meningkatnya kandungan klorofil-a di perairan laut Indonesia. sudah menjadi rahasia umum
bahwa semakin rendah suhu permukaan laut, maka kandungan klorofil-a semakin tinggi serta akibat
lainnya adalah kemungkian terjadinya proses upwelling semakin besar di sekitar perairan Indonesia.
keadaan ini menyebabkan meningkatnya pasokan makanan ikan, jumlah ikan di sekitar perairan lebih
banyak dari biasanya dan yang ujung-ujungnya mampu meningkatkan pendapatan para nelayan.
Sangat sedikit sekali bahan yang menjelaskan dampak La Nina di Indonesia. Cuman dapat di
Bell et al. (1999 dan 2000) yang mengatakan bahwa La Nina menyebabkan curah hujan di Indonesia
meningkat pada saat musim kemarau serta menyebabkan majunya awal musim hujan. akan tetapi
hasil penelitian baru-baru ini memperlihatkan pola spasial anomali hujan saat La Nina 1998 serta
saat awal La Nina 2010. hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa fenomena La Nina 1998 di
mulai pada saat bulan April dan mulai berkurang dampaknya terhadap anomali curah hujan di
Indonesia pada bulan November serta puncak kejadian terjadi pada bulan Agustus dan September.
selain itu, pola spasial anomali hujan saat La Nina ternyata bergerak secara dinaims yang dimana
pada saat awal kejadian La Nina dampaknya di Indonesia akan di mulai di daerah selatan Indonesia
dan berakhir di daerah timur Indonesia (As-syakur, 2010). awal kejadian La Nina 2010 pun di mulai
Hal aman|
pada bulan April dan peningkatan curah hujan di mulai di rasakan juga oleh wilayah Indonesia bagian
selatan (As-syakur dan Prasetia, 2010). peningkatan curah hujan saat kejadian La Nina 1998 dan
2010 bisa mencapai di atas 300 % dari curah hujan normal (Gambar di bawah). untuk lebh
lengkapnya tentang fenomena ini, saya kan menulisnya pada artikel berikutnya berupa gabungan
dari kedua paper tersebut. karena cenderung meningkatkan curah hujan pada musim kemarau serta
majunya awal musim hujan tersebut, menjadikan efek La Nina bisa bersifat positif seperti naiknya
rata-rata produksi pangan sebesar 521 ribu ton atau 1.08 % dari total rata-rata produksi (Irawan,
2006). kondisi wilayah laut Indonesia juga terjadi sebaliknya dari kondisi La Nina. laut menjadi lebih
hngat dari biasanya, pasokan klorofil-a menurun sehingga nelayan pun ikut merasakan dampaknya
yaitu berkurangnya hasil tangkapan ikan.
Gambar 32. Pola spasial anomali hujan 1998/1999
Gambar 33. Anomali hujan selama musim MAM, JJA, SON, dan DJF 1998/1999
Gambar 34. Anomali hujan saat awal La Nina 2010
Menurut Aldrian (2003) dan As-syakur (2010) pengaruh ENSO (El Nino/La Nina) di Indonesia
di mulai pada bulan april dan akan mencapai puncak pada bulan agustus dan september serta terus
menurun sampai bulan November/Desember. Akan tetapi setiap para peneliti di dunia menarik
kesimpulan yang sama bahwa efek ENSO pada setiap kejadian tidak akan pernah sama karena
kompleksnya interaksi antara atmosfer dan laut, berbeda-bedanya pengaruh dominan dari faktorfaktor penyebab ENSO, serta pengaruh lokal yang berbeda-beda pada setiap kejadian ENSO.
Hal aman|
El-Nino (gambar di atas) akan terjadi apabila perairan yang lebih panas di Pasifik tengah dan
timur meningkatkan suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada di atasnya. Kejadian ini
mendorong terjadinya pembentukan awan yang akan meningkatkan curah hujan di sekitar kawasan
tersebut. Bagian barat Samudra Pasifik tekanan udara meningkat sehingga menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan awan di atas lautan bagian timur Indonesia, sehingga di beberapa wilayah Indonesia terjadi
penurunan curah hujan yang jauh dari normal (gambar di bawah).
Suhu permukaan laut di Pasifik tengah dan timur menjadi lebih tinggi dari biasa pada waktuwaktu tertentu, walaupun tidak selalu. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya fenomena La-Nina
(gambar di bawah). Tekanan udara di kawasan equator Pasifik barat menurun, lebih ke barat dari
keadaan normal, menyebabkan pembentukkan awan yang lebih dan hujan lebat di daerah sekitarnya
Kejadian El-Nino tidak terjadi secara tunggal tetapi berlangsung secara berurutan pasca atau pra
La-Nina. Hasil kajian dari tahun 1900 sampai tahun 1998 menunjukan bahwa El-Nino telah terjadi
sebanyak 23 kali (rata-rata 4 tahun sekali). La-Nina hanya 15 kali (rata-rata 6 tahun sekali). Dari 15 kali
kejadian La-Nina, sekitar 12 kali (80%) terjadi berurutan dengan tahun El-Nino. La-Nina mengikuti ElNino hanya terjadi 4 kali dari 15 kali kejadian sedangkan yang mendahului El-Nino 8 kali dari 15 kali
kejadian. Secara umum, hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya La-Nina setelah El-Nino tidak
begitu besar. Kejadian El-Nino 1982/1983 yang dikategorikan sebagai tahun kejadian El-Nino yang kuat
tidak diikuti oleh La-Nina.
Hal aman|
DAFTAR PUSTAKA
Ahrens, C. Donald. 2009. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and the Environment,
Ninth Edition. Belmont: Brooks/Cole, Cengage Learning.
Barry, Roger G. and Richard J. Chorley. 2003. Atmosphere, Weather, and Climate. New York: Routledge.
Dodson, John. 2010. Changing Climates, Earth Systems and Society. New York: Springer
Science+Business Media B.V.
Gunn, Angus M. 2010. A Student Guide to Climate and Weather. California: ABC-CLIO, LLC.
Holton, James R. 2004. An Introduction to Dynamic Meteorology, Fourth Edition. California: Elsevier
Academic Press.
Houghton, J. T. 2009. Global Warming The Complete Briefi ng, 4th Edition. New York: Cambridge
University Press.
Marshall, John and R. Alan Plumb. 2008. Atmosphere, Ocean, and Climate Dynamics: An Introductory
Text. California: Elsevier Academic Press.
Mohanakumar, K. 2008. Stratosphere Troposphere Interactions, An Introduction. New York: Springer
Science+Business Media B.V.
Tsonis, Anastasios A. 2007. An Introduction to Atmospheric Thermodynamics, Second Edition. New York:
Cambridge University Press.
Weart, Spencer R. 2003. The Discovery of Global Warming. London: Harvard University Press.
Yuli Priyana. 2008. Pengantar Meteorologi dan Klimatologi (Diktat Kuliah) Tidak Diterbitkan. Surakarta:
Fak. Geografi UMS.
Hal aman|
Download