Infokop†Nomor†28†Tahun†XXII,†2006 PROSPEK†DAN†IMPLEMENTASI SURAT†UTANG†KOPERASI Oleh : Akhmad Junaidi, SE, ME * Surat Utang Koperasi (SUK) merupakan instrumen utang yang sangat penting bagi koperasi. SUK merupakan inovasi pembiayaan koperasi alternatif jangka panjang di luar sektor perbankan. SUK juga dapat berperan sebagai alat untuk menghimpun dana koperasi yang saat ini sangat dibutuhkan oleh koperasi, dalam rangka memenuhi kebutuhan pendanaan koperasi yang sangat besar jumlahnya. Penerbitan Surat Utang Koperasi memiliki dasar hukum yang sangat kuat. Dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 44 ayat (1) menyebutkan bahwa Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk a. Anggota Koperasi yang bersangkutan b. Koperasi lain dan / atau anggotanya Selain itu dalam Pasal 41 menyebutkan bahwa modal koperasi teridiri modal sendiri dan modal pinjamanan. Diantara modal pinjaman tersebut, surat utang lainnya merupakan salah satu bentuknya. Selain UU Koperasi, didalam penerbitan Surat Utang mengacu pada ketentuan penerbitan surat berharga yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), mengingat belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus penerbitan tentang Surat Utang Koperasi, kecuali ketentuan tentang Persyaratan Penerbitan Dan Perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) melalui Bank Umum di Indonesia, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan SK Dir BI No.28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995. SUK akan menjadi salah satu instrumen keuangan yang sangat strategis untuk meningkatkan kapitalisasi koperasi. Selama ini proses kapitalisasi di koperasi masih mengandalkan modal sendiri melalui penghimpunan dana simpanan pokok dan wajib bulanan yang dinilai sangat tidak memadai jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhannya. Tidak adanya insentif yang jelas bagi penyimpan pada sebagian besar koperasi, seringkali menyebabkan orang malas menyimpan di koperasi. Sehingga kapitalisasi di koperasi melalui cara-cara penghimpunan simpanan pokok dan wajib terkesan berjalan lambat dibandingkan dengan besarnya permintaan dana yang dibutuhkan koperasi. Selain menghimpun modal sendiri, Koperasi juga menghimpun simpanan harian dan simpanan berjangka dengan jangka waktu 1-3 bulan atau meminjam dari pihak ketiga. Dari hasil penghimpunan simpanan jangka pendek inilah, Penulis adalah Asisten Deputi Urusan Restrukturisasi Usaha Kementerian Negara Koperasi dan UKM * 79 Infokop†Nomor†28†Tahun†XXII,†2006 selanjutnya koperasi meminjamkannya kepada anggotanya untuk jangka waktu yang lebih panjang. Dengan struktur keuangan yang lebih mengandalkan sumber dana jangka pendek dan menyalurkannya dalam jangka yang lebih panjang, maka tentu menimbulkan kesulitan yang sangat besar bagi koperasi untuk mengelola cash flownya. Struktur keuangan koperasi sebagaimana yang kita gambarkan tersebut dapat kita jumpai pada hampir semua koperasi di tanah air. Kalau mau menyehatkan koperasi, maka pengelolaan keuangan koperasi harus diubah dari menghimpun dana jangka pendek menjadi menghimpun dana jangka yang lebih panjang dan menyalurkannya dalam jangka yang lebih pendek. Saat ini banyak sekali koperasi yang tidak menyadari bahwa sesungguhnya masih banyak aset koperasi yang belum didayagunakan. Contohnya adalah tagihan koperasi. Tagihan koperasi merupakan aset yang sangat berharga, karena ia memiliki nilai ekonomi. Cuma sayangnya tagihan itu seolah-olah menjadi “asset mati” yang tidak ada harganya. Kalau datang ke bank, belum tentu bank mau menghargai tagihan koperasi. Padahal tagihan koperasi itu sesungguhnya bisa diubah menjadi aset yang memiliki nilai ekonomi. Apalagi kalau tagihan itu lancar dan bersifat hard cash, maka nilai ekonomi tagihan itu sangat tinggi. Tagihan simpan pinjam yang dijamin dengan gaji bulanan merupakan contoh hard cash yang bisa diandalkan oleh koperasi. Ide dasar penerbitan SUK adalah merubah asset tagihan (cesie) koperasi yang dinilai kurang produktif menjadi lebih produktif. Mengapa disebut asset 80 tagihan tidak produktif karena selama ini asset tagihan koperasi sekalipun sangat lancar tidak laku dijadikan jaminan kredit. Karena itu koperasi harus mencari jalan bagaimana asset tagihan itu dapat didayagunakan supaya lebih optimal. Proses pendayagunaan seperti itu dikenal dengan nama sekuritisasi asset atau suatu proses menciptakan surat berharga dengan memanfaatkan asset tagihan sebagai agunan surat berharga. Skenario Penawaran SUK Sebuah ilustrasi misalnya suatu Koperasi Simpan Pinjam (KSP) “A” akan menerbitkan SUK dengan underlaying cesie koperasi sebesar Rp 1 milyar. Dengan asumsi setiap RP 1,- cesie koperasi dapat digunakan untuk menjamin penerbitan 200 % SUK, maka KSP tersebut dapat menerbitkan SUK sebesar Rp 500 juta. Dengan proses penerbitan SUK tersebut, maka KSP “A” sesungguhnya telah melakukan sekuritisasi yaitu merubah asset tagihan yang dinilai kurang produktif menjadi lebih produktif, dalam pengertian asset tagihan itu dapat didayagunakan untuk mendapatkan dana segar sehingga kemampuan dan kapasitas KSP “A” dalam menyalurkan pinjaman kepada anggota lainnya bertambah. Tentu saja proses sekuritisasi aset tidak tidak bisa dilakukan sembarang koperasi, kecuali oleh koperasi yang sehat dan memiliki jaminan dalam pengembalian utangnya kepada para kreditur. Surat Utang dapat ditawarkan dalam dua bentuk penawaran. Pertama, Penawaran Terbatas (Private Placement), yaitu penawaran surat berharga hanya terbatas kepada pihak-pihak tertentu atau yang ditunjuk oleh Penerbit Surat Berhar- Infokop†Nomor†28†Tahun†XXII,†2006 ga. Kedua Penawaran Umum (Public Offering), yaitu penawaran surat berharga dengan cara menawarkan kepada masyarakat secara terbuka dengan mekanisme dan atau cara-cara yang telah ditentukan sebagaimana diatur dalam ketentuan-ketentuan di bidang Pasar Modal No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal) dan peraturan pelaksanaannya. Dalam hal penawaran terbatas menjadi pilihan, maka harus memperhatikan, mengikuti dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan dalam UU Pasar Modal (Paal 1 No. 15 (Penjelasan)) dan Peraturan Nomor IX.A.5 Lampiran dari Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. Kep-46/PM/1996/, yaitu : a. tidak ditawarkan kepada lebih dari 100 (seratus) pihak, atau b. tidak melalui media massa (surat kabar, majalah, televisi, radio, film dan media elektronik lainnya, surat, brosur serta barang cetak lain yang dibagikan kepada lebih dari 100 (seratus) pihak; atau c. tidak dijual kepada lebih dari 50 (lima puluh) pihak Namun demikian, sepanjang Koperasi melaksanakan penawaran untuk lingkungan gerakan koperasi seperti yang diatur dalam UU Perkoperasian tersebut (baca penawaran terbtas) diatas pasal 44 ayat (1), maka penerbitan SUK yang berlaku untuk internal koperasi tidak dapat dianggap melanggara peraturan Bappepam tersebut. Apalagi SUK tidak ditransaksikan di pasar modal, maka sesungguhnya tidak ada larangan bagi koperasi untuk menerbitkan SUK yang tidak diperjualbelikan secara publik. Selain itu, UU Perkoperasian juga tidak membatasi jumlah anggota koperasi. Dengan memper- hatikan ketentuan diatas, maka penawaran SUK yang paling baik dipilih adalah dengan cara penawaran terbatas dengan mengikuti ketentuan UU Perkoperasian. Artinya SUK hanya ditawarkan kepada para anggota koperasi, koperasi lainnya atau anggota koperasi lainnya sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU tentang Perkoperasian, dalam hal mana koperasi dapat menghimpun dan menyalurkan dananya kepada anggota, koperasi lainnya dan anggota koperasi lainnya. Penawaran SUK mengikuti Peraturan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 13 /Per/M.KUKM KUKM/VII/ 2006 Tentang Pedoman Teknis Program Sekuritisasi Aset Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah (KUKM). Sesuai dengan Peraturan itu dijelaskan bahwa SUK dapat ditawarkan dalam bentuk SUK Jumbo dan SUK Retail. SUK Jumbo adalah sertifikat yang menunjukkan adanya sejumlah dana yang diterima berikut ketentuan-ketentuan pembayaran kembali pokok, pembayaran bunga/jasa, jatuh tempo dan jadwal pembayarannya, yang dapat dipecah/dibagi dalam bentuk Sertifikat Retail SUK. Sedangkan SUK Retail adalah bentuk pecahan dari SUK Jumbo yang dapat diperjualkan melalui proses endorsemen, yaitu pemindahan hak tagih dari pemegang SUK Retail kepada pihak lainnya. Misalkan KSP “A” akan menerbitkan SUK Jumbo sebesar Rp 500 juta dan dalam bentuk pecahan 500 lembar SUK Retail @ Rp 1 juta dengan bunga atau jasa 18 % per bulan dan jangka waktu SUK 5 tahun dan sistem angsuran bulanan. Dengan fitur SUK seperti itu, maka seorang pemegang SUK dapat 81 Infokop†Nomor†28†Tahun†XXII,†2006 memperoleh pendapatan 18 % per bulan dan juga menerima angsuran per bulan sebesar Rp 500 juta : 60 bulan. Kalau Si Adi anggota KSP “A” memegang SUK Retail sebanyak 10 lembar @ Rp 1 juta atau total Rp 10 juta, maka dalam satu tahun diperkirakan Si Adi akan memperoleh yield dari SUK berupa bunga atau jasa sebesar Rp 180.000,-. Bandingkan kalau si Adi menabung uangnya di bank dengan bunga 4 % per tahun, maka ia hanya memperoleh jasa bunga sekitar Rp 40.000,- per tahun. Seumpanya si Adi membutuhkan uang, maka si Adi dapat menjual SUK Retailnya kepada pihak lainnya melalui proses endorsement tertentu. SUK Retail atas unjuk dapat ditawarkan secara terbatas dalam bentuk pecahan kecil-kecil sehingga memudahkan investor kecil dapat membeli SUK. Misalnya SUK Retail dapat ditawarkan dalam bentuk pecahan Rp 1 juta per lembar. Untuk periode penawarannya katakanlah ditentukan 30 hari lamanya. Dalam waktu 30 hari tersebut, koperasi dapat menyebarkan prospektus dan mensosialisasikanya kepada calon investor. Dengan adanya prospektus ini, calon pembeli SUK mengetahui informasi mengenai kinerja kesehatan Koperasi Calon Penerbit SUK. Manfaat SUK Pertama, koperasi dapat menciptakan pasar uang dari lingkungan koperasi itu sendiri melalui penawaran terbatas. Koperasi dapat menggali potensi para investor yang memiliki kelebihan uang, yang saat ini mungkin masih ditabung di bank. Koperasi cukup menawarkan 82 SUK kepada calon investor yaitu anggotanya, koperasi lainnya dan atau anggota koperasi lainnya. Kalau calon investor ini dari kelompok ini berasal dari penabung kecil di bank, maka yang perlu dilakukan oleh Koperasi adalah bagaimana menggeser minat menabung manjadi minat investasi. Untuk kasus ini koperasi dapat memainkan suku bunga SUK sebagai daya tarik investasi. Kedua, SUK dapat diperjualkan belikan secara mudah. Selain nilai nominalnya kecil-kecil juga pengalihannya mudah dilakukan melalui proses endorsemen yang sederhana. Proses endorsemen dapat dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan di punggung belakang lembar SUK. Ketiga, koperasi akan memperoleh sumber pendanaan jangka panjang yang kemudian disalurkan dalam jangka yang lebih pendek sehinga struktur keuangan koperasi menjadi lebih sehat. Selain itu perputaran uang koperasi juga bisa dilipatgandakan sehingga akan memberikan multiplier efek dalam pelayanan pinjaman kepada anggotanya. Keempat, SUK akan menambah portofolio koperasi dalam penghimpunan dana kepada pihak ketiga melalui simpanan berjangka, pinjaman bank, dengan jumlah kapitalisasi yang sangat terbatas. Diharapkan dengan adanya SUK, kesulitan koperasi menghimpun simpanan berjangka untuk yang masih berstatus sebagai calon anggota dan telah melampaui jangka waktu 3 bulan dan memiliki kesempatan menjadi kreditur SUK tanpa menimbulkan goncangan keuangan koperasi dan tanpa melanggar aturan main masa calon keanggotaan koperasi. Infokop†Nomor†28†Tahun†XXII,†2006 Kelima, dengan adanya instrumen utang ini, maka koperasi-koperasi yang memiliki kelebihan likuidias dapat menginvestasikan uangnya di koperasi penerbit SUK. Sehingga system interlending yang diharapkan dalam gerakan koperasi dapat berlangsung secara baik. Peluang Koperasi Apakah koperasi memiliki peluang untuk melakukan sekuritisasi aset dan kemudian menerbitkan SUK ? Tentu saja peluangnya sangat besar. Kita harus bisa menghitung seberapa besar tagihan KSP/USP Koperasi yang dapat disekuritisasi. Data Kementerian Koperasi dan UKM (2005) menyebutkan saat ini jumlah koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam (KSP/USP Koperasi) mencapai 38.083 unit terdiri dari 1.598 unit KSP dan 36.485 unit USP Koperasi. Pinjaman yang disalurkan (baca : tagihan koperasi) sebesar Rp 14,650 triliun kepada 11,403 juta orang peminjam atau rata-rata RP 1,280 juta per anggota. Dengan asumsi penerbitan SUK koperasi akan didukung agunan tagihan lancar sebesar 200 %, maka sesungguhnya koperasi memiliki kemampuan untuk menerbitkan Rp 7,325 triliun untuk tahun pertama, dan tahun-tahun berikutnya tinggal menghitung berapa asset tagihan lancar itu yang dapat digunakan sebagai agunan untuk menerbitkan Surat Utang Koperasi. Apa yang akan menjadi daya tarik SUK ? Pertama, Suku Bunga SUK dihargai sama dengan bunga pinjaman perbankan saat ini katakanlah 18 % per tahun. Suku bunga ini jauh lebih tinggi dari suku bunga deposito atau simpanan berjangka. Hal ini dimungkinkan karena suku bunga pinjaman mikro dan kecil yang disalurkan oleh koperasi saat ini masih mencapai 2- 3 % per bulan. Suku bunga SUK yang manarik diharapkan akan elastis terhadap minat investasi. Kedua, penerbitan SUK Retail dalam bentuk pecahan kecil-kecil meringankan investor kecil yang mau membeli SUK Retail dibandingkan dengan investasi yang nilainya besar-besar. Investor kecil dapat secara mudah membeli SUK Retail, misalnya dalam kelipatan 10 lembar @ Rp 1 juta atau Rp 10 juta. Ketiga, risiko rendah merupakan daya tarik investor. Koperasi yang memiliki Non Performance Loan (NPL) rendah merupakan koperasi yang sehat. NPL Koperasi yang rendah banyak ditemukan pada koperasi pegawai negeri atau karyawan yang menerapkan angsuran dengan potong gaji. Koperasi yang menerapkan system tanggung renteng terbukti mampu menurunkan non performance loannya (NPL) bahkan NPL nya bisa ditekan hingga nol persen. Kalau kinerja keuangan koperasi sangat baik dan meyakinkan dan semua risiko dapat dicover oleh koperasi, maka investor tidak perlu ragu-ragu membeli SUK. Keempat, setiap calon investor disarankan setidak-tidaknya menguasi informasi secara cepat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tingkat kesehatan Koperasi Penerbit SUK , yaitu : 1). Asset. Aset adalah total kekayaan asset koperasi terdiri dari aktiva lancar + aktiva tetap dan aktiva lainnya. Asset minimum koperasi penerbit SUK harus memenuhi kecukupan skala. Standard minimum aset KSP yang 83 Infokop†Nomor†28†Tahun†XXII,†2006 dianggap layakan minimal Rp 100 juta. 2). Capital Aduquacy Ratio (CAR) merupakan alat keuangan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki oleh Koperasi. Cara mengukurnya yaitu dengan membandingkan antara Komponen Modal teridiri dari (Penempatan di bank + Pembiayaan yang diberikan + Aktiva Tetap + Ruparupa aktiva) dobago dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) x 100 %. CAR yang baik disarankan lebih lebih dari 10 %. 3) ROE (Return on Equity) atau perbanidngan Sisa Hasil Usaha dengan modal sendiri. Modal sendiri terdiri dari simpanan pokok, wajib, cadangan, sisa hasil usaha yang tidak dibagikan, hibah. ROE lebih dari 10 % dianggap layak. 4) Return on Asset (ROA) adalah perbandingan Sisa Hasil Usaha dengan aset yang dimiliki. Aset adalah total kekayaan asset koperasi terdiri dari aktiva lancar + aktiva tetap dan aktiva lainnya. ROA lebih dari 1 % berarti layak. 5). Bad Debt Rate (BDR) adalah prosentase hutang bermasalah atau macet. Prosentase BDR dibawah 5 % masih bisa ditoleransi oleh KSP. 6). Loan Deposit Ratio (LDR) adalah perbandingan pinjaman diberikan dengan pinjaman diterima. Prosentase LDR makin mendekati 100 % menunjukkan bahwa seluruh pinjaman diterima disalurkan kepada para peminjam. 7). SHU minimal positif adalah pendapatan dikurangi dengan biaya atau beban koperasi. Apabila SHU positif berarti layak. 8). Penilaian jaminan dilakukan dengan menghitung nilai tagihan yang ada, nilai asset tetap yang dimiliki pengurus, 84 sistem penjaminannya misalnya tanggung renteng, gaji/ pendapatan tetap, cash collateral dan atau jaminan resi gudang. Jaminan yang cukup dan likuid merupakan pertimbangan dalam pemberian pembiayaan. Informasi tersebut sangat penting dikuasi oleh calon investor sebelum memutuskan pembelian SUK . Hal ini mengingat investasi SUK merupakan keputusan jangka panjang, maka setiap calon investor harus melihat perspektif kemampuan SUK untuk mengembalikan utangnya kepada para investor. Selain itu, dengan mengusai informasi diatas, diharapkan para investor juga harus dibiasakan dengan menerapkan prinsip kehatianhatian dan sekaligus mengenal koperasi penerbit SUK secara baik. Percontohan SUK Mengingat SUK merupakan instrument utang yang baru diperkenalkan oleh pemerintah kepada koperasi, maka perlu dibuat percontohan bagaimana caracara koperasi menerbit SUK. Dalam kaitan pembuatan percontohan, Kementerian Koperasi dan UKM menyediakan Dana Sekuritisasi Aset dari APBN T. A. 2006 sebesar Rp 7,68 milliar. Dana tersebut digunakan untuk “membeli” SUK yang diterbitkan Koperasi Penerbit SUK. Dana tersebut seakan-akan menjadi jaminan bagi koperasi yang merespons kebijakan pemereintah yang berhasil membuat contoh penerbitan SUK, maka pemerintah akan menjamin mensponspori pembiayaannya. Dana tersebut berfungsi sebagai stimulan untuk mensponsori penerbitan SUK dan sebagai pencipta pasar SUK. Dalam hal demikian, pemerintah telah mengambil prakarsa untuk men- Infokop†Nomor†28†Tahun†XXII,†2006 dorong keberanian koperasi menerbitkan SUK. Dengan adanya percontohan ini berhasil, maka diharapkan kita memiliki best practise penerbitan SUK. Sehingga best practise penerbitan SUK dapat disosialisasikan kepada koperasi seluruh Indonesia. Dengan demikian diharapkan koperasi mulai mengenal instrumen utang sebagai salah bentuk alat penghimpunan dana koperasi. Dalam rangka membuat percontohan, maka diperlukan sponsor dari pemerintah. Namun demikian pemerintah memiliki keterbatasan. Pertama, pemerintah dapat menyediakan dana tetapi pemerintah tidak bisa bertindak sebagai investor langsung atau menjadi pembeli langsung SUK. Untuk mengatasi kendala ini, pemerintah telah menunjuk PT. Pos Indonesia melakukan penatalaksanaan Dana Sekuritisasi Aset. Peran dan fungsi utama PT. Pos Indonesia adalah mewakilii Kementeraian Koperasi dan UKM untuk melakukan pembayaran, pengumpulan setoran dan pengguliran dana serta membukukan dan mencatat atas transaksi pembiayaan SUK. Kedua, dipilihnya PT. Pos Indonesia sebagai penatalaksana Dana Sekuritisasi Aset dengan maksud selain perusahaan ini memiliki fasilitas layanan keuangan dalam bentuk layanan rekening giro pos juga dengan pertimbangan PT. Pos Indonesia memiliki kantor pelayanan dan kantor dan jaringan on line di seluruh Indonesia sampai di tingkat kecamatan. Ketersediaan fasilitas jaringan dan kantor layanan sampai di kecamatan ini yang dimiliki perusahaan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh koperasi sebagai outlet penjualan SUK dsampai di pelosok tanah air. Ketiga, peran koperasi sekunder simpan pinjam dalam penerbitan SUK harus dilibatkan sejak awal. Dalam program penerbitan SUK kita perlu mendorong peran koperasi sekunder simpan pinjam yang dinilai memiliki pengalaman dan kemampuan dalam membiayai koperasi. Keterlibatan Koperasi simpan pinjam sekunder ini sanngat penting terutama untuk mengintegrasikan sistem simpan pinjam yang terkesan masih berjalan sendiri-sendiri. Kita berharap di masa mendatang sistem keuangan koperasi dapat diintegrasikan dengan pengembangan simpan pinjam usaha koperasi sekunder. Koperasi sekunder harus dapat menjalankan fungsinya sebagai manajer investasi bagi KSP/USP Koperasi. Koperasi Sekunder harus bisa digunakan sebagai wahana bagi berlangsungnya interlending antar koperasi. Dalam pengertian koperasi sekunder dapat dimanfaatkan sebagai tempat menabung bagi koperesi yang over likuid dan menyalurkannya kepada koperasi yang kurang likuiditasnya. Terakhir dalam kaitannya dengan penyalurannya Dana Sekuritisasi Aset maka PT. Pos Indonesia telah menetapkan Induk Koperasi Simpan Pinjam-PNM (IKSP-PNM) dan Induk Koperasi Syariah BMT-PNM (Inkopsyah-NM) sebagai pengelola SUK. Tugas pokok dan fungsi Pengelola SUK adalah melakukan seleksi, menilai kelayakan, menandatangani perjanjian penerbitan SUK dengan Koperasi Penerbit SUK, mencarikan sponsor pembiayaan penerbitan SUK dan melakukan penagihan serta menanggug risiko atas risiko SUK. Untuk tahap awal ini, sponsor pembiayaan penerbitan SUK disediakan melalui Dana Sekuritisasi Aset yang bersumber dari APBN dan namun untuk tahap selanjutnya diharapkan koperasi simpan pinjam sekunder sim- 85 Infokop†Nomor†28†Tahun†XXII,†2006 pan dapat menggali sumber pembiayaan dari para anggota koperasinya atau investor lainnya. Penutup SUK sebagai instrumen utang koperasi memilki prospek yang sangat baik. Instrumen utang ini sangat dibutuhkan oleh koperasi-koperasi yang sehat dan memiliki asset tagihan tetapi mengalami kesulitan likuiditas. Instrumen utang ini selain sebagai alat penghimpun dana (kapitalisasi) koperasi juga dapat berfungsi sebagai wahana investasi yang mudah dimasuki oleh para anggota koperasi, koperasi lainnya atau anggota koperasi lainnya. Dengan adanya SUK ini, maka terbuka kesempatan bagi Koperasi Penerbit SUK untuk menggali sumber pembiayaan di luar sistem perbankan. Cara yang sederhana yang dapat ditempuh koperasi untuk menerbitkan SUK adalah mendayagunakn aset tagihan koperasi yang selama ini dianggap tidak 86 produktif menjadi lebih produktif melalui proses sekuritisasi aset. Untuk memastikan kebijakan ini dapat direspons oleh Koperasi, maka harus dibuatkan contoh dan kepastian sumber pembiayaannya. Dalam rangka memberi contoh penerbitan SUK, maka pemerintah menerbitkan petunjuk teknisnya dan dan dalam tahap perkenalan pemerintah telah mengambil prakarsa menyediakan dana yang bersumber dari APBN yang digunakan untuk sponsor pembiayaan penerbitan SUK. Diharapkan kalau untuk tahap berikutnya, maka penerbitan SUK harus dapat didanai oleh dana para anggotanya, koperasi lainnya atau anggota koperasi lainnya. Sedangkan pemerintah diharapkan dapat bertindak sebagai penjaminnya. Pengenalan SUK kepada koperasi telah menambah pilihan instrumen keuangan koperasi dan diharapkan instrumen utang ini dapat berfungsi sebagai alat penghimpun dana secara masif yang saat ini sangat dibutuhkan oleh koperasi.