m. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Tinjauan Sistem Nilai Tukar Rupiah 3.1.1. Sistem Kun Temp Dalam sistem nilai tukar mata uang tetap (fIXed exchange rate system). pemerintah tidak menyerahkan nilai tukar mata uang asing pada mekanisme pasar, tetapi menetapkan nilai tukar mata uang tersebut terhadap mata uang asing. Untuk mencegah kebijakan ekonomi yang destruktif, pada bulan Juti 1944 diadakan Konferensi Moneter Intemasional di Bretton Woods, New Hampsshire. Konferensi yang dihadiri oeleh 44 negara tersebut berhasil menciptakan dua lembaga barn, yaitu Dana Moneter IntemasionaJ (IMF) dan Bank Donia (ffiRD). yang bertugas melaksanakan Sistem Moneter Intemasional (SMI) yang dikenal dengan "Sistem Bretton Woods". Dalam sistem ini didasarkan pada standar pertukaran emas, dengan kata lain sistem beroperasi atas dasar standar pertukaran emas (gold exchange standart). Setiap negara diminta menetapkan nilai dasar atau pari mata uangnya dengan kurs tetap terhadap dolar AS atau emas. Di bawah sistem Bretton Wood. nilai tukar abn berubah apabila sebuah negara mengalami uketidak seimbangan fundamental ekonomi". atau mengalami smplus yang besar. atau defisit dalam neraca pembayarannya dan kehilangan banyak devisanya, maka IMF akan mengadakan intervensi terhadap negara tersebut dengan memberikan pinjaman kepada anggotanya. Sebagai konsekuensi dari pinjaman yang diberikan, IMF akan meminta negara tersebut melakukan kontraksi moneter, untuk memperkuat mata uang mereu serta mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran intemasional (NPI) mereka. 68 Dalam kaitannya dengan neraca pembayaran intemasional pemerintah telah beberapa kaH melakukan kebijaksanaan perubahan nilai tokar. Secara historis dapat diuraikan rangkaian kebijakan yang telah dilakukan pemerintah berkaitan dengan nHai tukar rupiah terhadap dolar AS. yaitu sebagai berikut: Dimulai pada tabun 1968. dimana kurs BE (Bonus Ekspor) dinaikan dari Rp 280 per US $ menjadi Rp 326 per US $. Pada bulan April 1970 nilai rupiah diturunkan lagi dari Rp 326 per US $ menjadi Rp 378 per US $. Kenaikan onglcos produksi dalam negeri sebagai akibat adanya tekanan inflasi, sehingga cadangan devisa dapat mengalami penyusutan. Ditambah dengan berakhimya sistem Bretton Woods, maka Pemerintah Indonesia melakukan devaluasi lagi pada tabun 1911 dati Rp 318 per US $ menjadi Rp 415 per US $. Adanya kenman harga minyak yang terjadi pada tabun 1973-]974. cadangan devisa menjadi cukup banyak. Namun untuk barang~barang ekspor non-migas harga intemasional mengalami kenaikan yang sangat Jambat, sedang inflasi dalam negeri relatif besar sehingga akibatnya pendapatan riil produsen basil-hasil pertanian boleh dikatakan menurun (Nopirin. 1986). Pada tanggal15 Nopember 1978. pemerintab telah melakukan devaluasi yang dikenal dengan "KENOP 15", sebagai cara proteksi bagi ekspor non-migas. Rupiah didevaluasi dari Rp 415 menjadi Rp 625 per US $ (34 % depresiasi rupiah, atau 51 % apresiasi US $). Kemudian di tabun 1983. sebagai reaksi terhadap defisit perdagangan tuar negeri, pemerintah Indonesia kembali mengadakan devalusi yang cukup besar menjadi Rp 994 per US $ (37 % depresiasi rupiah atau 59 % apresjasi US $). Nilai rupiah terus mengambang sampai Rp 1 J33 per US $ (Indikator Elconomi). Pada tabun 1986 pemerintah kembali melakukan devaIuasi dari selcitar 69 Rp 1 200 menjadi Rp 1 600 per US $(25 % depresiasi rupiah atau 33 % apresiasi US $) (Nainggolan, 1988). Sejak tahun 1986 sampai dengan tahun 1997 pemerintah melakukan kebijaksanaan sistem kurs mengambang terkendali (managing floating exchange rate system) yang sampai dengan pertengahan 1997 kws rupiah terhadap US $ berada pada level Rp 2300 per US $. Kemudian sejak terjadi krisis pada bulan Juti 1997 sarnpai sekanmg (2004), pemerintah Indonesia telah melakukan kebijaksanaan terhadap mata uang asing khususnya US $ dengan sistem kurs bebas (free exchange rate system atau flexible exchange rate system). 3.1.2. Sistem Kun Mengambang Setelah 29 tahun menooba menerapkan kurs tetap. barulah dunia beralih menganut sistem kurs mengambang pada tahun 1973. Transisi menuju sistem kurs mengambang (floating exchange rate) tidak melalui persetujuan formal seperti saat sitem kurs tetap ala Bretton wood dicanangkan. Sistem ini terjadi karena sistem sebelumnya telah runtuh, dan tidak ada persetujuan fonnal untuk menggantikan sistem yang lama Sistem lrurs mengambang mau floating exchange rate system terdiri dari: (1) freely floating rate atau clean float, dan (2) managed float atau dirty float 1. Sistem Kun Mengambang Bebas Apabila penentuan lrurs valas di bursa valas tersebut terjadi 1anpa campur tangan pemerintah maka disebut sebagai sistem clean float atau freely floating system atau sistem kurs mengambang bebas. 70 2. Sistem Kun Mengambang Terkendali Apabila pemerintah turut campur tangan mempengaruhi pennintaan dan penawaran terhadap valas di bursa valas malta disebut sebegai dirty float atau managed float system atau sistem kurs mengambang terkendali. Sistem ini banyak digunakan oleh berbagai negara di duni~ termasuk Indonesia. Secara grafts mekanisme sistem dirty float dapat dijelaskan melalui Gambar 1 (Hady. 1997). Berdasarkan managed float system atau kurs mengambang terkendali maka nilai tukar atau Rp terhadap USS ditentulcan oleh perpotongan antara Sfc dengan Dfc pada kuadran positif sisi kanan (yaitu titik A) atau perpotongan antara Sdc dengan Ddc pada kuadran negatif sisi kiri yaitu (pada titik AI). ?ada Gambar 1 dapat dilihat bahwa kurva penawaran mata uang asing (Sfc) pada kuadran positif di sisi kanan akan sarna dan sejajar dengan kurva permintaan mata uang domestik (Ode) pada kuadran negatif di sisi kiri. Seba.liknya, kwva pennintaan mata uang asing (Ofc) pada kuadran positif d.i sisi kanan akan sarna dan sejajar pula dengan kurva penawaran mata uang domestik (Sdc) pada. kuadran negatif di sisi Idri Perpotongan kurva Sfc dengan kurva Dfc pada titik A dan perpotongan kurva Sdc dengan Ode pada titik AI akan menentukan tingkat kws valuta asing atau foreign exchange rate USS sebesar Rp 5 000 per USS. Bila karena sesuatu hal. penawaran mata uang asing meningkat sehingga kurva Sfc bergeser menjadi S'fe dan secara identik kurva permintaan mata uang domestik (Ddc) bergeser menjadi D'dc, sedangkan permintaan mata uang asing tetap pada Dfc dan secara identik pula penawaran mata uang domestik tetap pada Sdc maka titik potong A akan bergeser menjadi C. Dengan demikian, berarti kurs valuta asing menjadi Rp 4 500 per USS. Rp/US $ Sfc 4500 Q$------~--~~~------------~--------------~--~--~-------Q$ (.) $ $ 0 S $ (+) Gambar 1. Sistem Kurs Mengambang Terkendali Keterangan: Q$ = Sfc Dfc Sdc Ddc = = Quantity US $ Supply Foreign Currency Demand Foreign Currency Supply Domestic Currency Demand Domestic Currency 72 Jika pemerintah ingin mempertahankan kurs yang relatif stabil pada tingkat Rp 5 OOOIUSS, pemerintah melalui berbagai kebijakan ekonomi, baik moneter roaupun fiskal dan melalui campur tangan secam langsung maupWl tidak IangsWlg. Dalam hal ini pemerintah dapat mempengaruhi atau meningkatkan pennintaan roata uang asing sehingga Dfc bergeser menjadi D'fc atau secara identik penawaran mata uang domestik (Sdc) bergeser menjadi S'dc dan titik potong C akan belgeser menjadi A2 pada tingkat leurs valuta asing yang kembali relatif ~ yaitu Rp 5 OOO/USS. Sebaiilmya, bila karena sesuatu hal, pennintaan mata uang asing meningkat sehinngga kurs valuta asing berubahlmeningkat menjadi Rp 5 500IUS $, 3.1.3. Sistem NiJai Tokar Tetap Sistem nilai tukar ini dilalrukan dengan mengaitkan nilai mata uang suatu negara dengan nilai roata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Sistem ini antara lain dilakukan oleh beberapa negara Afrika yang mengaitkav nilai mata uangnya dengan roata uang Perancis (FRF) dan beberapa negara Jain yang mengaitkan mata uangnya dengan USS dan SDR Di samping itu. beberapa negara Eropa yang tergabung dalam EEC sejak April 1972 menjalankan juga pegged system ini yang dikenal sebagai snake sytem yang kemudian diubah menjadi Ewupean MoneteIy System (EMS). DaIam snake system dan EMS ini setiap roata uang anggota EEC dikaitkan nilainya dengan ECU (European Currency Unit) dan daplt bert1uktuasi dalam batas 2.25 % di atas atau di bawah kurs tengah (Hady. 1991). 73 3.1.4. Sistem Kun Valuta Asing di Indonesia Karangan W.M Corden dan J.AC. Mackie (dalam Hadiwigeno dan Wijaya, 1992) berjudul Perkembangan Sistem Kws Valuta Indonesia. memuat perkembangan sistem valuta di tahun 195O-an. Periode ini. meskipun disebut sebagai ekonomi "liberal» namun terdapat cukup banyak pengaturan dan campur tangan pemerintah. Campur tangan tersebut bennacam-macam dan berubah-ubah akihat seringkali terjadi penggantian pemerintahan. Pengaturan dikaitkan dengan usaha menggalakan ekspor dengan sertifikat pendorong ekspor, pajak dan uang muka import pajak: dan subsidi ekspor, dan lisensi impor kuantitatif serta pengaturan ~ misalnya perdagangan barter. PengatuIan dan campur tangan mempunyai latar belakang dan didorong oleh arti penting peranan pajak ~ situasi inflasi dan kesulitan mengekspor atau repatriasi modal. Periode I adalah berupa sistem pendorong, yang berlaku sejak Maret 1950 - Februari 1952. Periode n ditandai oleh devaluasi yang pertama serta penerapan sistem pungutan tambahan impor. Ini meliputi periode Februari 1952 - September 1955. Periode III, meliputi September 1955 - Juni 1957. Pada periode ini dilakukan pembaharuan-pembaharuan oleh Soemitro. Perubahan ini pada dasamya tidak mengubah sistem pembayaran impor dan bahkan akan mengintensiikan untuk menghiiangkan ketidakefisienan dalam pelaksanaan impor. Periode N adalah periode sistem BE (Bukti Ekspor) yang berlaku sejak Juni 1957 - Agustus 1959. Dalam periode ini terjadi kesulitan neraca pembayaran intemasional di mana cadangan devisa merosot sampai ke tingkat yang sangat rendah sejak tahWl 1953. Hal ini diakibatkan oleh penurunan harga karet dunia, nasionaIisasi perusahan-perusahaan perkebunan Belanda 74 yang mengakibatkan turwmya ekspor. serta pemberon1akan-pemberontakan daerah yang mendorong dilalrukannya perdagangan barter antam daerah-daerah di luar Jawa langsung dengan pihak luar negeri. Pada periode ini diintroduksi monopoJi impor barang-barang tertentu oleh beberapa perusahaan negara dan inilah yang selanjutnya diperluas menjadi campur tangan negara di bidang ekonomi. perdagangan dan produksi Periode V adalah sejak: Agustus 1959 - pertengahan tatum 196O-an. Pada bulan Agustus 1959. nilai rupiah secara resmi didevaluasi dari 11.4 menjadi 45. pungutan impor seluruhnya dihapuskan dan sistemnya disederbanakan. Dalam sejarahnya sistem kurs valuta asing yang pemah berlaku di Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama periode pengendalian devisa yang berJaku mulai tabun 1950, era Orde Lama amu "demoknssi terpimpin" dan masa transisi antara demokIasi terpimpin dan era pemerintahan Orde Baru. Kedua adalah periode kurs yang ditentukan yang berlalru dalam era Orde Bam sampei sekarang (Hadiwigeno dan Wijaya, 1992). Periode pengendalian devisa dapat dibedakan menjadi 4 (ernpat) macam sistem, yaitu: (1) sistem pengendalian kurs valuta temP. (2) sistem pengendalian valuta bukti ekspor penuh dan parsial, (3) sistem pengendalian valuta dekon (deklarasi ekonomi). dan (4) sistem pngendalian valuta lelang. Dalam periode kurs yang ditentukan terdapat dua macarn sistem, yaitu: (1) sistem kurs berganda yang ditentukan, dan (2) sistem leurs tunggal yang ditentukan. Sistem kurs tunggal yang ditentukan ini rnasih tetap dipertahaokan sesudah Knop 15 (Kebijakan Ekonomi Moneter 15 Nopember 1978), yang pada bakekatnya merupakan devaluasi rupiah terhadap US$ sebesar 50 persen. Sistem valuta sesudah Knop 15 dikatakan sebagai sistem mengambang terkendali. dimana dalam kebijakan ini ada 75 sedikit pembaharuan dalam sistemnya yaitu bahwa sekarang niJai atau leurs valuta asing tidak hanya dikaitkan nilainya dengan satu mata uang saja yaitu US $. tetapi juga dikaitkan nilainya dengan beberapa mata uangan asing lain (Hadiwigeno dan Wijaya. 1992). 3.2. Kaitan Suku Buogs dengan PermiDtaan Agregat Kaitan suku btmga dengan penawaran uang secara grafik dapat dilihat pada Gambar 2 yang memperlihatkan hubungan antara suku bunga dengan penawaran uang secara nominal dengan asumsi rasio antanl uang kartaI dengan penawaran uang nominal tetap (cwrency ratio constant) (Glahe. 1977). Pada Gambar 2a merupakan hipotesis dan perilaku bank komersial terhadap rasio antara kelebihan uang cadangan dengan uang giral (excess reserve ratio) pada waktu suku bunga naik dan tingkat bunga diskonto tetaP. yaitu apabila suku bunga pasar naik sampai f3. maka XRr = O. dan apabila suku bunga twun pada r = O. maka XRc naik mencapai maksimwn pada saat XRr = 1 - RRr. Gambar 2b merupakan hubungan antara XRc dan nilai dari angka pengganda uang I/(C + XRr + RRr - C~ - c..~). Angka pengganda uang berbanding terbalik dengan rasio antara kelebihan uang cadangan dengan uang giral, yaitu angka pengganda uang akan mencapai maksimwn pada saat XRr = 0 dan mencapai minimum pada saat XRr = 1 - RRr. Gambar 2c menggambarkan hubungan antara angka pengganda uang dengan jwnlah penawman uang pada suatu tingkat H tertentu. Karena angka pengganda uang = 1 pada saat f uang = H. = O. maka kurva berpotongan dengan sombu datar pada penawaran Berdasarkan tingkat bunga TI. f2. f3. dan £4 pada Gambar 2c, dapat kita turunkan Irurva MS pada Gambar 2d Kwva MS nominal menjadi inelastis sempuma 76 pads. tingkat b\Dlga r3 karena XRr menjadi = O. Penawaran uang secara nominal dapat dirumuskan sebagai berikut: MS = HI(C + ~ + RR.- - CXRr - C~) dirn.ana: MS = H XRr Penawaran uang nominal Uanginti = Rasio antara kelebihan uang cadangan dengan uang giral = Rasio antara uang kartal dengan penawaran uang nominal = Rasio antara cadangan minimum dengan uang giral = Cr RRtr r (a) r2 (d) ---I ------------------------------- f2 I --+--MS o l-~ (b) (c) I --~----~-------------------------------------~--~------I I I I I J I I I I I I , I I , , I I I I , I 1 , ---~----------------------------I I I o I I , I I I ---------~-I , I l-RR Gambar 2. Penurunan Kwva Penawaran Uang MS 77 Keseimbangan di pasar uang. terjadi dimana jumlah uang beredar MS sarna dengan permintaan uang MD. Pada Gambar 3. MDI adalah pennintaan akan uang bila tingkat pendapatan adalah YI. Pada tingkat pendapat.an yang lebih tinggi Y2. ~ adalah sekedul yang berlaku. Jadi keseimbangan antara pennintaan akan uang dari jumlah uang yang beredar terjadi pada suku bunga rl atau f2. tergantung pada tingkat pendapatan. Pada jumlah uang beredar tertentu, kombinasi suku bunga dan tingkat pendapat.an terjadi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah uang beredar dan pennintaan akan uang. Kombinasi r dan Y yang konsisten dengan keseimbangan di pasar uang membentuk skedul LM r r MS LM o~--------~~----------. Gambar 3. O~-------r-----------' Keseimbangan Pasar Uang Pada -harga P3 kwva 1M yang berlaku adalah LM3• tingkat bunga di r3 dan pendapatan nasionaI di YI. Apabila harga turun dari P3 menjadi P2. maka penawaran dan pemrintaan uang riil naik sehingga kurva LM bergeser dari LM3 ke 1M2• tingkat 78 bWJga turun dari rs menjadi fZ. Tunmnya tingkat bunga mengakibatkan investasi meningkat, yang selanjutnya pendapatan nasional meningkat dari Y 1 menjadi Y2• Hal ini sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4 (Glahe, 1977). r IS o ! P Y1 !: , 1 1 ] ; ; P3 AgS ··_..··..·..···_···············_·--·1 : ; Pz ---......-.-.....-.-...................-..~-. --. - . - . -......._._ .. . ; ; ; PI ·_·_..··_··..·....·..·......·..·..........·.. _·f..··--·_·..··.. __ ·_·_- t l !: o _.._·...... _ ..·..·_·..t r AgD l !: Y Gambar 4. Kaitan Suku BWJga dengan Pennintaan Agregat 3.3. Pengenaan Tarif Impor Ide dasar dari liberalisasi perdagangan dunia ada1ah wrtuk mengunmgi distorsi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam bentuk. kebijakan tarif maupun non 79 tarif. Pengenaan tarif sebagai pajak menyebabkan biaya penJagangan meningkat, harga barang-barang impor di negara pengimpor naik, harga yang lebih rendah mttuk barang- barang ekspor dan menurunnya volwne penJagangan Tarif mengurangi pendapatan dunia, tetapi memberikan keuntwlgan bagi kelompok-kelempok tertentu daIam negara pengekspor maupun pengimpor. Efek ekonomi dari pengenaan pajak ekspor adalah sarna dengan pengenaan tarif impor. Pajak ekspor meningkatkan biaya ekspor dan mengurangi volwne ekspor. Untuk negara-negara keeil, harga dunia tidak terpengaruh, dan harga domestik lebih rendah sebesar jumlah pajak yang dikenakan (Caves dan Jones., 1981). Pengenaan tarif impor akan memberikan keuntungan kepada produsen di negara-negam pengimpor karena harga produk domestik menjadi relatif lebih murah dibandingkan produk sejenis yang berasal dari impor. Tarif impor merupakan penerimaan bagi pemerintah yang merupakan pembayaran transfer dari sektor swasta ke pemerintah. Tarif akan mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam perekonomian, yaitu apabila tarif menaikkan harga domestik dari barang-barang yang diimpor maka penggunaan tenaga keIja dalam sektor yang diproteksi mengalami kenaikan. Selanjutnya apabiJa sektor pengimpor dan sektor pengekspor mempekerjakan faktor produksi dalam proporsi yang berbeda, rnaka tarif akan menggeser permintaan faktor relatif dan harga faktor relatif. Tarif impor memberikan efek yang berlawanan terhadap konswnen domestik dengan menaikan harga banmg-barang impor. Konsmnen yang selalu mengkonsumsi barang-banmg impor akan mentransfer pendapatannya kepada produsen domestik dengan membeli barang-barang domestik. Efek ekooomi dari pengenaan tarif impor dapat dilihat pada Gambar 5. 80 Pennin1aan domestik sebelwn dikenakan tarif adaIah sebesar 001. yaitu terdiri dari produksi domestik sebesar 0Ch dan impor sebesar 001. Setelah pemerintah mengenakan tarif sebesar PwPl per unit, maka permintaan domestik berubah menjadi sebesar 003. yaitu terdiri dati produksi domestik sebesar 004 dan impor sebesar Q4<b. Dimana Pw merupakan harga ~ sedangkan PI merupakan harga domestik setelah diberlakukan tarif Dengan adanya talif, maka surplus produsen bertambah dari sebesar luas area 5 menjadi sebesar luas area 5 + 1. sedangkan swplus konsumen menjadi berkunmg dari sebesar Juas area 1 + 2 + 3 + 4 + 6 + 7 menjadi sebesar luas area 6 + 7. dan penerimaan pemerintah dari tarif sebesr luas area 3. Dengan adanya tarif maka telah teJjadi deadweigh. loss sebesar luas area 2 + 4, yaitu pada area 2 adanya inefisiensi akibat penambaban produksi domestik, sedangkan area 4 ditangkap oleh konswnen luar negeri. Harga D 6 3 1 I :B I I I I I I I I I I c: I I I I I I I I I o Gamber 5. Dampak TarifImpor Q 81 3.4. Peugeaaao Pajak Ebpor Efek ekonomi dati pengenaan pajak ekspor adalah sarna dengan pengenaan tarif impor. Pengenaan pajak ekspor meningkatkan biaya ekspor dan mengurangi volume ekspor. Untuk: negara kecil maka harga dunia tidak terpengaruh dan harga domestik adalah Iebih rendah sebesar jumlah pajak ekspor yang dikenakan (Gambar 6). Barga Ekspor HargaQ s ) I I I I I P2 ----r----, I I I I I I I I I Gambar 6. Pengenaan Pajak Ekspor Apabila keseimbangan muIa~muIa pada titile E. tingkat harga adalah ~A = OIP) s dan volume ekspor OzEl. Pajak ekspor menggeser kurva penawaran ekspor naik: ke E2 mengurangi ekspor ke 0 03 dan konsumsi 1 ~E2. Harga domestik turun ke ~B = OIP2. produksi tunm ke naik ke O)Q•. Pajak ekspor akan menurunkan harga baik untuk produsen domestik maupun konsmnen. Pajak: ekspor merupakan penerimaan bagi pemerintah. 82 3.5. Tinjau8n Terhadap Studi Makroekooomi IDdonesia Pada tahun 8O-an sudah banyak penelitian mengenai model makroekonomi Indonesia antara lain (Boediono, 1979; Djiwandono, 1980; Nasution, 1983; Pamungkas. 1984; Simatupang. 1986; PangesttJ, 1986; dan Azis, 1990). Model yang dikembangkan oleh Nasution (1983) dan Simatupang (1986) berorientasi pada model sektor moneter. Sedangkan Pamungkas (1984) daIam penelitiamya membahas seluruh sektor perekonomian yang ada di Indonesi~ yaitu antara lain: (1) membahas performance sektor pertanian. indust:r4 dan jasa. yang dikaitkan dengan seberapa jauh pertumbuhan ekonomi yang telah di~ (2) melakukan analisis terbadap kebijakan pemerintah mengenai investasi. kebijakan public-finance. perdagangan luar negeri, dan kebijakan moneter. (3) membabas tentang pertwnbuhan populasi penduduk serta tenag;l kerja Indonesia, dan (4) mengana1isis pinjaman luar negeri dalam rangka membiayai program pemban~ serta menganalisis faktor-f8Jctor yang menentukan terhadap kenaikkan pinjaman tersebut. Boediono (1979) dalam penelitiannya membangun model makro dan mikroekonomi untuk: analisis kebijakan ekonomi jangka pendek, dan Pangestu (1986) dalam studinya memfokuskan pada ekspor migas dan non migas. Model makroekonometrika yang secara khusus menekankan pada sektor moneter dan perilaku Bank Sentra1 dilakukan oleh Djiwandono (1980), NainggoJan (1990) dalam penelitiannya mengkaji dampak kebijakan makroekonomi terhadap ekspor pertanian Indonesia kbususnya komoditi perkebunan (karet. kopi, dan kelapa sawit). Nuhfil (2000) dalam penelitiannya membangun model ~makroekonomi Indonesia yang Iebih menekankan pada dampak hberalisasi perdagangan dan dibahas secara mendalam 83 mengenai goncangan ekstemal (shock extemal). Pendekatan lain untuk melihat perekonomian makro yang Iebih banyak menekankan sektor rill dengan berbagai sektor, yaitu menggunakan pendekatan SAM (Social Accounting Matrix). Alarcon et al (1990) dalam Ratnawati (1996), dengan menggwmkan SAM wrtuk mengestimasi distnbusi kesejahteraan di Indonesia. Hidayat (1991) dalam Ratnawati (1996), menggunakan SAM dengan mendisagregasikan wilayah Indonesia terdiri daD Jawa dan Lauar Jawa untuk menganaJisis isu keadilan di Indonesia. Pendekatan lain untuk melihat perekonomian makro adalah melalui Computable General Equilibrium Model (CGE). CGE ini adalah pendekatan lcbili Ianjut dari model SAM Ratnawati (1996), menggunakan CGE untuk menganalisis penurunan tarif impor dan pajak ekspor teIhadap kinerja perekonomian Indonesia. Model ekonomi adaIah merupakan alat yang standar yang digtmakan secara luas untuk mengeva.luasi kebijalcan ekonomi dan memprediksi kondisi ekonomi di masa yang akan datang yang sering digtmakan oleh negara-negara maju Model ekonometrik:a skala luas yang pertama adalah dibangun oleh Tinbergen dalam tabun 193O-an (Tinbergen, 1939 dalarn Simatupang. 1986). Budiono (1979), dalam penelitiannya menggunakan asmnsi struktur dasar model makro dengan aswnsi perekonomian kecil dan terbuka (small and open economy). AdapWl justifikasi aswnsinya adalah sebagai beri1rut: Pertama, perdagangan luar negeri merupakan bagian yang penting dalam perekonornian Indonesia. Perubahan-perubahan pada nilai tukar perdagangan (TOn. misaInya kenaikan barga minyak, mempengaruhi nemca pembayaran (BOP) sehingga akhimya berpengaruh pula pada keuangan neganI, volwne uang beredar, harga, 84 permintaan agregm dan GDP. Karena diasumsikan negam keci~ kODdisi~kondisi dalam negeri tidak mempengaruhi TOT, walaupun kenyataannya mempengaruhi BOP melalui perubahan-perubahan suplai ekspor dan pennintaan impor. Dibawah rezim nilai tukar tetap (fixed rate of exchange), kondisi BOP tercennin dari pergerakan cadangan devisa (foreign exchange reserves, FER). Perubahan FER yang dimaksudkan pada sistem sekunder mempengaruhi volmne uang beredar, keuangan negara. harga, pennintaan agregat dan GDP. Proses ini terus berlangswtg dengan perubahan-perubahan tahap ketiga dari FER, dan seterusnya. Kedua, komponen penting dari harga domestik ditentukan oleh harga dunia dengan sedikit pengaruh dari pennintaan dan suplai agregat Misalnya, barang~barang impor merupakan bagian dari pembelian konsumen dan produsen. Jika harga barangbarang ini naik, maka secara langsung atau tidak langsung akan meningkatkan harga domestik Kebijakan def1asi dapat menyebabkan penurunan beberapa ~ akan tempi indeks harga wnum tidak dapat turun. Akibatnya adalah, dalam pert)'mlDlaIl model hams pennintaan dan penawaran agregat dan perubahan-perubahan pennintaan dan harga akiOOt perubahan-perubahan penawaran Akibat 1ainnya adaIah setiap komponen dari indeks harga hams dimodelkan secara eksplisit, sehingga model dapat menjelaskan bahwa harga domestik ditentukan oleh penawamn dan persediaan uang domestik, dan pada persarnaan yang terpisah, permintaan agregat riil (permintaan moneter agregat yang dideflasi dengan tingkat barga) mempengaruhi output agregat Menurut Azis (1990), daIam model makro ekonometrika yang standar tmtuk negara-negara bcrk:embang mencakup paling sedikit 6 blok yaitu: Blok 85 produksilpenawanm, permintaan agregat. moneter~ tenaga kerja dan harga, perdagangan, dan fiskal. Dapat dipastikan ketika mekanisme harga da.lam kondisi hampir sempuma atau penerapan pada sektor pertanian untuk tanaman twnpangsari (multi~pping) (asumsi model tahtman) secara langsung market clearing dapat teIjadi dalam model. Blok produksi dalam sektor pertaniaD untuk tanaman twnpangsari dapat dinunuskan sebagai berikut: Si = f(Pi, CAPCONSi. PINPUTi, Mi, AREAi. 1REESi. GATEPRICEi) Di = ftPi, AD. EXDEMAND. Xi) (1) (2) Pi = dapat eliturunkan dari persamaan Si dan Di dimana: S D P M = = produksi/penawaran permintaan = harga output =impor CAPCONS = kapital konstrain (contoh kredit) PINPUf = harga input lain AREA = luas areal TREES = Jwnlah tanaman GATEPRICE = harga eli tingkat petani Konswnsi swasta merupakan fungsi dari disposable income, tingkat bunga, inflasi, lag konsumsi, pendapatan temp dan money holding, yaitu: Pc = ftDISPY, IN1ERESTR, INFL, pc.1, MONEy) (3) Sedangkan investasi swasta merupakan fungsi dari GDP, rasio antara net foreign asset (NFA) dengan input potensiaI (POTGDP), inflasi, lag dari investasi, dan tingkat bunga riil. yaitu: PI = f{GDP, [NFA+NFA-I]IPOTGDP,!NFL, PI-I, INTERESTR) (4) 86 Pennintaan tenaga kerja merupakan fungsi dari nilai tambah bruto, dan modal. Modal berpengaruh negatifterbadap pemrintaan tenaga kerja (Azis. 1990), yaitu: EMPi = f{GVA~ K;) (5) Tingkat upah merupak:an fungsi dari indeks harga konswnen, dan tingkat pengangguran, yaitu: W=f(CPI, UNEMP) (6) Model penawaran uang menurut Azis (1990), dan Pangestu (1986) merupak:an perkalian antara uang cadangan dengan angka pengganda dari uang. yaitu : MS=MULT.RM (7) RM = [CLAIMS. DEPOSITS] + NFA (8) CLAIMS - DEPOSITS = NDA (9) NFA = f{[WAN - AMORT]. X) (10) dimana; WAN = AMORT = = = NFA NDA Pinjaman luar negen Pembayaran amortisasi luar negeri Aktiva luar negeri bersih Aktiva dalam negeri bersih Sedangkan penawaran uang berdasarkan model Budiono (1979), adalah sebagai berikut: C/D+ 1 • RM M= C/D+RID (11) 87 Rasio antara uang kartaI dengan deposito (C/O) merupakan fungsi dari GDP. dummy kuartal, dan dwnmy variabel untuk persamaan C/D dan RID. Berdasarkan basil estimasi seluruh variabel explanatorynya mempunyai pengaruh yang negatif CID = 2.6638 - 0.00078 GDP73 - 0.0570 S2 - 0.0906 DUMCURI (-7.1) (-1.5) (-1.5) R2 = 0.898 (12) DW=2.3514 Rasio antara uang cadangan dengan deposito (RID) merupakan fimgsi dari msio pengeluaran pemerintah dan penawaran uang dan berdasarkan basil estimasi mempunyai pengaruh yang positif terbadap RID? nmo antara perkalian ekspor non-oil dan effektivitas dari nilai tukar terbadap ekspor dengan penawaran uang dan berdasarkan basil estimasi mwnpunyai hublD1g3Il negatit: variabel dmnmy dari persamaan C/D dan RID: R/D = 0.4373 + 0.4527 (GEX/M)-0.5178 ){NOn.· FXlIOOO + (3.2) (-2.1) M 0.0773 DUMCURI - 0.1000 DUMCUR2 (2.8) (-3.0) R2 =0.746 (13) DW= 1.911 Uang cadangan (RM) merupakan fimgsi dari pengeluam pemerintah yang berpengaruh positif, sedangkan pendapatan pemerintah dati dalam negeri (GDR) berpengaruh negatif terhadap uang cadangan, secara lengkap persamaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: RM=- 6.9198+ 0.7788 GEX- 0.8929 GDR + 0,8415 [(BP"'FM}'I000] + (5.5) (5.5) (7,8) ABlC + Aorn + RMI (i 4) R2 = 0.787 DW = 2.230 88 dimana: M C/O RID RM GEX GDP73 S2 DUMCURI XNOIL FX GDR FM BP L\BIC ~OTH = = Jumlah penawaran uang Rasio antara uang kartal dengan deposito Rasio antara uang cadangan dengan deposito = = Uang cadangan = Total pengeluaran pemerintah = Produk Doroestik Bruto dengan harga konstan .1973 = Dummy rousim pada kwartaI 2 Ownmy Variable untuk: persamaan CID dan RID Ekspor non-migas (f.o.b) Nilai tukar (Jews) efektiv untuk ekspor = Penerimaan pemerintah dati dalam negeri = Nilai tukar (kurs) efektiv untuk irnpor = Neraca Pembayaran Internasional = Perubahan kredit Bank Indonesia kepada Bank-Bank Uroum dan lembaga keuangan Non-Bank = Perubaban aktiva lainnya yang tergabung dalam otoritas moneter. = = = Sedangkan Simatupang (1986), dalam modelnya untuk jmn1ah uang beredar menggunakan Neraca Oteritas Moneter dan Neraca Konsolidasi Bank-Bank Umwn diperoleh infonnasi sebagai berikut: CC + DD + ST + FD = NFA + ax:: + NGC + BPC + Other (15) dimana: CC = Uang Primer (uang kartaI) DD = Simpanan giro masyarakat (uang giral) ST = Deposito berjangka dan tabungan FD = Rekening valuta asing milik masyarakat pada bank-bank. umum NFA = Aktiva luar negeri bersih CDC = Tagihan pads sektor swasta (pada Neraca Otoritas Moneter) BPC = Tagiban pada sektor swasta (pada Neraca Konsolidasi Bank-Bank Umum) NGC = Tagihan bersih pada sektor pemerintah (Net Government Borrowing) Other = Aktiva lainnya bersih 89 Selanjutnya jumlah uang beredar daIam perekonomian dinunuskan sebagai berikut: M3=CC+DD+8T+FD atau M3 = NFA+ NGC + CDC + BPC + Other (16) Perubahan jumlah uang beredar dengan demikian adalah: (M3.- M3 t-.) = (NFAt - NFAt.• ) + (NGC - NGC-.) + (CDC - CDCt-I) + (BPe - BPe-I) + (Othert - Othert-I) (17) Akhimya persamaan uang Gangka pendek) dapat dituliskan sebagai berikut: M2Rt = llR (mo(~--co-eo)+moBASERt + moe. INTt + (moe. - moclR- mlR)IFEt + (moc:zR -lDoC2 + m2R)GDPRt + (1- mo) M:zRSt-I] (18) dirnana: = Koefisien penyesuaian Jmtial dan besamya tergantung pada m kebikakan pengawasan kredit oleh pemerintah BASER.= Uang primer atau monetaIy base riil !NT = Tingkat bunga IFE = Ekspektasiterbadap inflasi GDPR = GDP riil Sedangkan total permintaan akan uang riil adaIah sebagai berikut: M2R = M2R[IFA, LIB,BASER, GDPR, LAG(M2R). 81. 82, 83] (19) dimana: LIB LFA = = SI. 82. S3 = Tingkat bunga simpanan dollar di pasa.r London Inflasi domestik Variabel dwnmy Wltuk kwartall. 2. dan 3 Pennintaan uang dalam model McKinon (Nasution, 1983). secara sederbana dapat dijelaskan sebagai berikut: MIP=f(I/P. YIP. d-P') (20) 90 dimana: M I P d pel = Pennintaan uang nominal = Pengeluanm investasi agregat = Tingkat harga = Tingkat bunga nominal deposito = Tingkat inflasi ekspektasi Rasio antara investasi dengan pendapatan total~ atau ftmgsi investasi dalam model McKinon, adaIah mempunyai fungsi yang positiv terhadap Iata-rata tingkat pengembalian modal (r)~ dan tingkat bunga riil deposito adalah (d - P): VY= g(r.d-~ (21) Sedangkan permintaan real money balances menmut model Shaw (Nasutio~ 1983) adalah sebagai berikut: (MIPt = heyIP. c. d - pCl) (22) dimana c adalah opportunity cost of holding money. yang dapat diestimasi melalui peningkatan riil surat berharga pemerintah. Spesifikasi fungsi dari permintaan uang dalam model Nasution (1983), secara konvensional pennintaan untuk real balances adalah diaswnsikan merupakan fungsi dari pendapatan riil, tingkat blDlga, dan ekspektasi dari tingkat inflasi. yaitu: d Log(M/P) , = dimana: = Stok uang nominal P = Tingkat harga Y = Pendapatan riil R = Tingkat bLmga nominal c PIr_lrl ..... · gk inflas"1 INFL t=.&..:.a.3~hn~ M e ao + adog(Y). + a2. Log R + a3. INFL t (23) 91 Sedangkan derivasi persamaan altematif dari penawamn uang. Aghevli (1977) dalam Nasution (1983) mengasumsikan bahwa perubahan cadangan uang atau monetany base daIam periode t akan mempengaruhi penawaran uang dalam periode yang sarna mengikuti distribusi lag dari Koyck, yaitu: = Mvft I tno + ml.k. (1 - k) ARMt-I, &tau = ID() k + II1t.k ARM + (1 - k) Mt-t (24) dimana: Mt RM = mt k = = = Perubahan stok uang nominal pada periode t Perubahan cadangan uang neto Angka pengganda uang Bobot dari variabellag eksplanatori. yang menurun secara geomeris dengan waktu Kajian pustaka tersebut telah menjembatani wtuk melakukan penelitian Iebm Ianjut, kbususnya melihat dampak kebijakan makroekonomi. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebagairnana teJsebut di atas secara sistem belum mengkaitkan sehaub aspek pasar dalam pengertian makroekonomi secara utuh (pasar barang, }ma1' uang, pasar luar negeri. dan pasar tenaga kerja), Penelitian-penelitian terdahulu secara makro telah dibahasa dan melakukan disagregasi sarnpai level sektor. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud melalrukan disagregasi lebih lanjut sampai level sub sektor khususnya untuk sektor pertanian dan agroindustri Sektor pertanian di disagregasi menjadi: (1) sub sektor tanaman pangan dan hortikul~ (1) sub sektor peternakan. (3) sub sektor perikanan. (4) sub sektor perkebunan., dan (5) sub sektor kehutanan. Sedangkan sektor agroindustri di disagregasi menjadi: (1) sub sektor industri makanan. minuman dan tembakau. (2) sub sektor industri pemintalan, teksti~ ptkaian., (3) sub sektor industri kayo. dan (4) sub sektor industri pulp dan kertas. dan kulit,