bab ii tinjauan pustaka

advertisement
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pala (Myristica fragnans Houtt)
2.1.1. Sejarah dan Penyebarannya
Tanaman pala adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Pulau
Banda. Tanaman ini termasuk salah satu tanaman rempah-rempah yang menjadi
rebutan bangsa-bangsa yang datang ke Indonesia, antara lain bangsa Portugis
tahun 1511. Biji dan fulinya (bunga pala) dibawa ke daratan Eropa dan dijual
dengan harga yang sangat mahal. Harga yang tinggi ini merupakan perangsang
bagi bangsa-bangsa lain untuk datang ke Indonesia. Tanaman pala kemudian
dikembangkan ke daerah Minahasa dan Kepulauan Sangir Talaud, Sumatra Barat
dan Bengkulu tahun 1748, kemudian menyusul di Jawa, Aceh, dan Lampung.
Pada zaman kekuasaan Inggris, tanaman ini disebarkan pada beberapa daerah
jajahannya tetapi tidak berhasil baik (Hadad et al 2006).
Tanaman ini merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang
hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis,
selain di Indonesia terdapat pula di Amerika, Asia, dan Afrika. Pala termasuk
family Myristicaceae yang terdiri atas 15 genus (marga) dan 250 spesies (jenis).
Dari 15 marga terdapat 5 marga di antaranya berada di daerah tropis Amerika, 6
marga tropis Afrika dan 4 marga tropis Asia (Rismunandar 1990). Daerah
penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara,
Sumatera Barat, Nangroe Aceh Darusalam, Jawa Barat, dan Papua (Nurdjanah
2007). Fakfak Papua Barat adalah salah satu penghasil pala jenis Myristica
argentea Ware.
2.1.2. Taksonomi
Taksonomi pala Banda adalah sebagai berikut (Hadad et al, 2006):
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Angiospermae
5
Sub kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Ramales
Family
: Myristicaceae
Genus
: Myristica
Species
: argentea Ware
Nurdjanah (2007), di Indonesia dikenal beberapa jenis pala yaitu:
a. Myristica fragnans Houtt, yang merupakan jenis utama dan mendominasi
jenis lain dalam segi mutu maupun produktivitas. Tanaman ini merupakan
tanaman asli pulau Banda.
b. M. argentea Ware, lebih dikenal dengan nama Papuanoot asli dari Papua,
khususnya di daerah kepala burung. Tumbuh di hutan-hutan, mutunya
dibawah pala Banda.
c. M. schefferi Warb, terdapat di hutan-hutan Papua dan dikenal dengan
nama Pala Onin atau Gosoriwonin.
d. M. speciosa Warb, terdapat di pulau Bacan dan sering disebut Pala Bacan
atau Pala Hutan. Jenis ini tidak mempunyai nilai ekonomi.
e. M. succeanea, terdapat di pulau Halmahera. Jenis ini tidak mempunyai
nilai ekonomi.
2.1.3. Syarat Tumbuh
a. Iklim
Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan
yang tinggi. Rata-rata curah hujan di daerah asal tanaman pala yaitu Banda,
adalah sekitar 2.656 mm/th dengan jumlah hari hujan 167 hari merata
sepanjang tahun. Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi selama bulan
kering tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurang-kurangnya ±100
mm. Daerah-daerah pengusahaan tanaman pala memiliki fluktuasi suhu yang
berbeda-beda yaitu berkisar antara 18°C-34°C. Suhu yang terbaik untuk
pertumbuhan tanaman pala antara 25°C-30°C.
Tanaman pala sangat peka terhadap angin kencang, karenanya tanaman
ini tidak sesuai diusahakan pada areal yang terbuka tanpa tanaman pelindung
atau penahan angin. Angin yang bertiup terlalu kencang, bukan saja
6
menyebabkan penyerbukan bunga terganggu, malahan buah, bunga dan pucuk
tanaman akan lusuh berguguran. Oleh karena itu daerah-daerah yang tiupan
anginnya keras, diperlukan tanaman pelindung yang ditanam dipinggirannya.
Akan tetapi tanaman pelindung yang terlalu rapat dapat menghambat
pertumbuhan pala, dan menjadi saingan dalam mendapatkan unsur hara
(Hadad et al 2006).
b. Tanah
Tanaman pala memerlukan tanah yang subur dan gembur, terutama
tanah vulkanis dan memiliki pembuangan air yang baik atau drainase yang
baik. Keadaan tanah dengan reaksi sedang sampai netral (pH 5,5-7)
merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena
keadaan kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum (Hadad et al
2006).
c. Ketinggian Tempat
Ridley (1912) dalam Hadad et al (2006) penanaman pala di Pulau
Banda sampai dengan ketinggian 458 meter diatas permukaan laut. Sedangkan
di Pulau Papua tidak menanam tanaman pala melebihi ketinggian di atas 700
m dari permukaan laut, sehingga tanaman pala dapat tumbuh baik pada
ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut.
2.1.4. Teknik Budidaya
a. Pengadaan bibit
Pada dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan
beberapa cara, salah satunya adalah perbanyakan dengan biji, biji- biji pala
yang akan digunakan sebagai benih harus memenuhi beberapa syarat yaitu
harus berasal dari pohon induk terpilih, biji segar matang panen berwarna
coklat muda dan tertutup penuh dengan seludang fuli yang berwarna merah,
dan biji yang kering berwarna coklat tua sampai hitam mengkilap. Setelah
pemetikan harus disemaikan dengan selambat-lambatnya ± 24 jam
penyimpanan.
7
Pengecambahan, perlu dilakukan sebab biji pala termasuk benih
rekalsitran yang cepat menurun daya kecambahnya. Pengecambahan dapat
dilakukan dengan beberapa cara sbb:
1) Sesaat setelah panen segera lakukan seleksi benih dengan memilih benih
yang tua ditandai dengan tempurung mengkilat berwarna hitam
kecoklatan, tidak keriput dengan fuli tebal dan biji besar.
2) Sediakan serbuk gergaji yang sudah lapuk atau jerami campur humus,
dalam kotak atau bedengan pengecambahan dengan lebar 0,50-1m dan
panjang sesuai kebutuhan. Kemudian letakan benih pala secara berbaris
benih yang baru diseleksi dengan jarak berdekatan (0,50x1 cm atau 1x1
cm).
3) Selanjutnya tutup dengan karung goni atau kertas koran. Kelembaban
harus selalu dijaga.
4) Pengecambahan biji dapat dipercepat dengan
perlakuan pemecahan
kulit/batok pangkal biji, sehingga retak atau belah atau mengelupas
dengan tidak merusak daging bijinya. Dapat dilakukan pengikiran atau
hampelas batok pangkal biji sehingga tipis.
5) Setelah biji berkecambah, kemudian dilakukan pesemaian pada polibag
yang telah disediakan (diisi dengan media campuran kompos atau pupuk
kandang dan tanah 1:1).
Persemaian sangat diperlukan di dalam pengadaan bibit pala.
Pembibitan ini merupakan langkah awal dari penentuan terlaksananya usaha
perkebunan tanaman tersebut. Pesemaian dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu mengecambahkan biji dengan menggunakan kotak yang telah diisi
pasir halus, serbuk sabut kelapa, atau serbuk gergaji. Biji diatur sedemikian
rupa dan bakal kecambah mengarah pada satu sisi yang sama. Setelah
berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan diikuti keluarnya
kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag (Hadad et al 2006).
Persemaian dapat pula dilakukan pada bedengan yang sudah
disiapkan sebelum buah dipetik. Pesemaian ini sekaligus berfungsi sebagai
persemaian pemeliharaan, dan diperlukan pengolahan tanah yang sempurna.
Jarak tanam pada pesemaian ini perlu diatur yaitu 15x15 cm atau 15x20 cm
8
agar nanti pada saat pemindahan mudah diputar pada umur ±1 tahun dengan
ketinggian ±1 meter. Pesemaian dapat juga dilakukan langsung pada polibag
ukuran 20x30 cm. Media yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk
kandang 2:1, polibag diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm,
sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Penggunaan polibag
akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan (Hadad et al 2006).
Perbanyakan dengan cangkokan, pada dasarnya mencangkok
tanaman pala sama dengan mencangkok tanaman lainnya. Pencangkokan
tanaman adalah usaha perbanyakan tanaman dengan tidak mengurangi sifatsifat induknya. Pada umumnya pohon-pohon yang akan dicangkok adalah
dari pohon-pohon yang terpilih dan cabang yang dicangkok adalah yang
sudah berkayu tapi tidak terlalu tua atau terlalu muda yaitu dengan memilih
cabang yang cukup besar. Pada jarak 15 cm dari batang, kulit dikupas lebih
dari separuh sepanjang 2-3 cm. Luka akibat pengelupasan ditutup, kemudian
dibalut tanah yang sebelumnya telah dicampur pupuk kandang. Pada umur 6
bulan setelah perlakuan, sudah keluar akar yang cukup banyak
(Rismunandar 1990)
Perbanyakan dengan sambungan, adalah menempelkan bagian
tanaman yang dipilih pada bagian tanaman lain sebagai induknya sehingga
membentuk satu tanaman bersama. Ada dua cara yang bisa dilakukan yaitu
penyambungan pada pucuk (enten) dan penyambungan mata (okulasi).
Setelah 3-4 bulan sejak penyambungan dengan sistem enten dan okulasi
dilakukan, jika menunjukkan adanya pertumbuhan batang atas (pada
penyambungan enten) dan mata tunas (pada penyambungan okulasi),
tanaman sudah dapat ditanam di lapangan (Sunanto 1993).
Perbanyakan dengan penyusuan, merupakan penemuan yang lebih
baik dibanding dengan sambungan. Karena batang bawah dan batang atas
tidak harus mempunyai umur yang sama. Batang bawah dapat berupa
tanaman muda yang berasal dari cabang pohon yang sudah berbuah. Dalam
sistem penyusuan, ukuran batang bawah dan batang atas harus sama besar
(kurang lebih sebesar jari tangan orang dewasa). Setelah beberapa waktu,
kedua batang akan tumbuh bersama seolah-olah batang bawah menyusu
9
pada batang atas sebagai induknya. Dalam waktu 4-6 minggu, penyusuan
sudah dapat dilihat hasilnya. Jika batang atas daunnya tidak layu, maka
penyusuan dapat dipastikan berhasil. Setelah sekitar 4 bulan, batang bawah
dan atas sudah tidak diperlukan lagi dan boleh dipotong serta dibiarkan
tumbuh secara sempurna. Jika telah tumbuh sempurna, maka bibit dari hasil
penyusuan sudah dapat ditanam di lapangan (Sunanto 1993).
Kebun harus sudah dipersiapkan sebelum bibit ditanam. Pada garis
besarnya, persiapan lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
1) Pembabatan semak belukar dan penebangan pohon-pohon (kebun yang
baru dibuka).
2) Pengolahan
tanah
dimaksudkan
untuk
menggemburkan
tanah,
menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal yang
serasi.
3) Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam, ditentukan dahulu jarak
tanam yang akan digunakan. Pada umumnya jarak tanam untuk tanaman
pala ialah 9x10 m dengan sistem bujur sangkar atau 10x10 m. Dengan
jarak tanam tersebut kapasitas untuk berproduksi akan maksimal pada
umur dewasa. Pembuatan lubang tanam biasanya berukuran 60x60x60
cm. Pada tanah yang berliat tinggi, sebaiknya ukuran lubang tanam lebih
besar 100x100x100 cm. Tanah lapisan atas dan lapisan bawah dipisah,
karena kedua lapisan tersebut mengandung unsur yang berbeda. Setelah
pembuatan lubang tanam berumur lebih satu bulan, tanah dikembalikan,
lapisan bawah kembali ke lapisan bawah dan lapisan atas setelah
dicampur dengan pupuk kandang, baru dimasukkan kembali ke dalam
lubang bagian atas. Dua atau tiga minggu kemudian penanaman dapat
dilakukan (Hadad et al 2006).
b. Penanaman
Bibit yang akan ditanam biasanya yang telah berumur lebih satu
tahun, dan tidak lebih dari dua tahun. Kalau bibit lebih dari ketentuan
tersebut, akibat lama dipembibitan pertumbuhannya akan terlambat sebab
akar sudah berlipat-lipat. Sebaiknya penanaman dilaksanakan pada awal
musim penghujan agar ketersediaan air terjamin. Cara penanaman adalah
10
dengan membuat lubang tanam kecil ditengah lubang tanam awal, setinggi
dan selebar keranjang atau polibag bibit, lalu polibag disayat dari atas ke
bawah dengan pisau secara hati-hati agar akar dan tanah dalam polibag
tersebut tidak rusak, kemudian dilakukan penanaman sampai leher batang
terkubur tanah, lalu tanah dirapihkan kembali. Untuk menjaga tanaman
muda dari sengatan matahari langsung perlu dibuatkan naungan dari tiang
bambu atau kayu dengan atap daun kelapa atau alang-alang, sampai tanaman
betul-betul tahan dari sinar matahari.
c. Pemeliharaan
Peningkatan produksi pala sangat memerlukan pemeliharaan yang
baik, di antara kegiatan pemeliharaan pala adalah: penanaman pohon
pelindung untuk tanaman muda pala seperti kelapa, pohon duku, dan pohon
buah-buahan lainnya. Selain itu perlu dilakukan penyulaman, penyiangan
pada bibit umur 2-3 bulan, pemupukan, dan pengendalian hama dan
penyakit.
d. Panen
Tanaman pala mulai berbuah pada umur 7-8 tahun. Tanaman pala
hasil sambungan dapat berbuah umur 4-5 tahun dan tanaman hasil
cangkokan berbuah umur 3-4 tahun. Satu tahun pala dapat dipanen dua kali.
Cara pemanenan buah pala dapat dilakukan dengan menggunakan galah atau
dengan cara memetik langsung dengan cara menaiki batang dan memilih
buah-buah yang telah tua (Hadad et al 2006).
e. Pasca Panen
Buah pala yang dipanen yang terdiri atas daging buah (77,8%), fuli
(4%), tempurung (5,1%), dan biji (13,1%) (Rismunandar,1990). Proses
pemisahan bagian buah, pengeringan biji, pengeringan fuli, dan pemecahan
tempurung biji dapat dilakukan setelah pemanenan (Hadad et al 2006).
11
2.1.5
Manfaat Pala
Nurdjanah (2007) selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi
sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri
pengalengan, minuman dan kosmetik.
a. Kulit batang dan daun
Batang atau kayu pohon pala hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
Kulit batang dan daun tanaman pala menghasilkan minyak atsiri.
b. Fuli
Fuli atau bunga pala adalah benda untuk menyelimuti biji buah pala
yang berbentuk seperti anyaman pala. Bunga pala ini dalam bentuk kering
banyak dijual di dalam negeri. Fuli juga dapat menghasilkan minyak atsiri.
Minyak fuli ini sebagian digunakan sebagai penyedap berbagai masakan saus
dan bahan makanan awetan dalam kaleng atau botol. Selain itu fuli juga
digunakan sebagai obat dan jamu tradisional.
c. Biji pala
Biji pala sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa
nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan
usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat
muntah-muntah dan lain-lainya. Minyak biji digunakan untuk membuat
minyak wangi atau parfum dan sabun.
d. Daging buah pala
Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat
jika telah diproses menjadi makanan ringan, misalnya: asinan pala, manisan
pala, selai pala, dll.
2.2 Hubungan Produktivitas Buah Pala dengan Umur Melalui Analisis
Regresi
Supranto (2000) salah satu pola persamaan regresi adalah model parabola.
Model ini pada dasarnya adalah garis regresi dengan variabel bebas X yang
merupakan variabel waktu. Persamaan model parabola adalah sebagai berikut:
π‘Œ ′ = π‘Ž + 𝑏𝑋 + 𝑐𝑋 2
12
Riduwan (2003) kegunaan uji regresi adalah untuk meramalkan variabel
terikat (Y) bila variabel bebas (X) diketahui. Uji regresi dilakukan dengan cara
pembuatan hipotesis sehingga setelah dilakukan perhitungan, dapat ditentukan
kriteria pengujian. Walpole (1993) menyebutkan bahwa hipotesis yang
dirumuskan dengan harapan akan ditolak membawa penggunaan istilah hipotesis
nol dan dilambangkan dengan H 0 . Penolakan H 0 mengakibatkan penerimaan
suatu hipotesis alternatif yang dilambangkan dengan H 1 .
Signifikansi dengan rumus:
Keterangan:
KTR: Kuadrat Tengah Regresi
KTS: Kuadrat Tengah Sisa
πΉβ„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” =
𝐾𝑇𝑅
𝐾𝑇𝑆
Kaidah Pengujian Signifikansi:
Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak H 0 (signifikan)
Jika F hitung ≤ F tabel, maka tolak H 1 (tidak signifikan)
2.3 Analisis Usaha
Gittinger (1986) dalam analisis proyek akan menghadapi dua masalah
yaitu harus memperoleh cara agar dapat mengevaluasi proyek-proyek yang
membutuhkan waktu pelaksanaan yang lama dan proyek-proyek yang mempunyai
arus biaya dan manfaat yang berbeda-beda pada masa yang akan datang. Kedua,
sanggup mengevaluasi proyek-proyek dengan berbagai ukuran. Metode untuk
kedua masalah ini adalah peramalan melalui perhitungan diskonto yang sesuai
untuk diaplikasikan kepada proyek-proyek seperti:
a) Manfaat sekarang neto (Net Present Worth atau NPW)
Ukuran arus uang berdiskonto manfaat proyek yang paling langsung
adalah manfaat sekarang neto/NPW. Manfaat sekarang neto juga dihitung dengan
terlebih dahulu mencari selisih antara nilai sekarang dari arus manfaat dikurangi
dengan nilai sekarang dari arus biaya. Manfaat sekarang neto dapat diartikan
sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman
investasi. Para ekonom kadang-kadang tidak konsisten dalam penggunaan
13
terminologi mengenai ukuran ini. Ukuran tersebut selalu disebut dengan nilai
sekarang neto atau net present value.
b) Tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return atau IRR)
Tingkat pengembalian internal atau IRR adalah tingkat bunga maksimal
yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan karena proyek
membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasi dan investasi dan proyek baru
sampai pada tingkat pulang modal. Tingkat pengembalian internal adalah ukuran
kemanfaatan proyek yang sangat berguna. Bank Dunia menggunakan ukuran ini
dalam praktek semua analisa finansial dan ekonomi dari proyek-proyak dan
merupakan ukuran yang digunakan oleh banyak badan finansial internasional
lainnya.
c) Perbandingan manfaat-biaya (Net Benefit-Cost Ratio atau B/C Ratio)
Rasio ini diperoleh bila nilai sekarang arus mafaat dibagi dengan nilai
sekarang arus biaya. Bila B/C ratio kurang dari satu, maka nilai sekarang biaya
pada tingkat diskonto ini akan lebih besar dari nilai sekarang manfaat dan
pengeluaran pertama ditambah pengembalian untuk investasi yang ditanamkan
pada proyek tidak akan dapat kembali.
d)
Perbandingan manfaat-investasi neto (Net Benefit-Investment Ratio atau N/K
Ratio).
Rasio ini merupakan pembagian nilai sekarang manfaat neto dengan nilai
sekarang investasi. N/K rasio ini jarang sekali digunakan dalam analisa proyek,
karena mungkin dalam praktek telah sering digunakan tingkat pengembalian
internal dan B/C rasio.
Klemperer (1996), ada beberapa kriteria dalam menerima dan menolak
investasi, yaitu:
a) Net Present Value (NPV), adalah nilai sekarang dari pendapatan dikurangi
nilai sekarang dari biaya.
b) Internal Rate of Return (IRR), adalah tingkat diskonto di mana nilai sekarang
dari pendapatan dikurangi nilai sekarang dari biaya sama dengan 0, atau
dimana NPV sama dengan 0. IRR adalah tingkat pengembalian yang diperoleh
pada dana yang diinvestasikan dalam proyek.
14
c) Benefit/Cost Ratio, adalah nilai sekarang dari pendapatan dibagi dengan nilai
sekarang dari biaya.
Salah satu keuntungan nyata dari analisa proyek secara finansial ataupun
ekonomi yang dilakukan secara teliti adalah bahwa dari hasil analisa tersebut
dapat diketahui atau diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi halhal di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan.
Bagaimana sensitivitasnya manfaat sekarang neto suatu proyek pada tingkat nilai
ekonomi atau pada harga finansial, atau terhadap ratio perbandingan manfaat dan
investasi neto, atau terhadap biaya-biaya pelaksanaan yang terus meningkat.
Analisis sensitivitas ini meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat
pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Hal
tersebut merupakan satu cara untuk menarik perhatian kepada masalah utama dari
analisa proyek yaitu proyeksi selalu menghadapi ketidaktentuan yang dapat saja
terjadi pada keadaan yang telah kita ramalkan atau perkirakan (Gittinger 1986).
2.4 Kelola Sosial
Kelola sosial merupakan upaya pengelolaan terhadap aspek-aspek sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat di dalam dan sekitar wilayah kerja IUPHHK
sehingga terjadi hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara
perusahaan dan masyarakat. Ruang lingkup kelola sosial meliputi (Bahruni 2010):
a. Pengembangan masyarakat, adalah upaya untuk membantu meningkatkan
kemampuan atau kapasitas masyarakat yang berada di dalam dan sekitar areal
pengusahaan hutan untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki dan
mengatasi kendala yang ada melalui tindakan bersama anggota masyarakat
dan melakukan sinergi dengan program pembangunan oleh pemerintah untuk
kesejahteraan masyarakat.
b. Pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan sosial, adalah upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan atau pengembangan dampak positif secara
berkesinambungan disertai untuk meminimalkan dampak negatif yang akan
ditimbulkan dari kegiatan pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh
perusahaan pemegang IUPHHK.
Download