Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu

advertisement
ANALISIS PERHITUNGAN
HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE
FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL
(STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI)
Oleh
SILVANIA EPRILIANTA
H24097115
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN
SILVANIA EPRILIANTA. H24097115. Analisis Perhitungan Harga Pokok
Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV
Laksa Mandiri). Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI.
UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya,
khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Hal ini disebabkan karena
kesalahan dalam perhitungan harga pokok produknya. Metode yang tepat
digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah metode full costing.
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi
produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri, (2) Menganalisis
perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing pada
CV Laksa Mandiri, (3) Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan
metode yang digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga
jual
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil dengan melakukan wawancara secara langsung
dengan pemilik dan karyawan yang bekerja pada CV Laksa Mandiri tersebut
sedangkan data sekunder diperoleh melaui buku-buku yang terkait, literatur yang
sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian.
Hasil analisis data diperoleh bahwa perhitungan harga pokok produksi yang
dilakukan oleh CV Laksa Mandiri untuk tahu putih adalah Rp 203,50 dan tahu
kuning
adalah Rp 222,94 sedangkan hasil analisa perhitungan harga pokok
produksi dengan metode full costing untuk tahu putih adalah Rp 207,84 dan tahu
kuning adalah Rp 227,57 jadi selisih antara metode full costing dengan metode
yang dilakukan oleh perusahaan adalah tahu putih Rp 4,34 dan tahu kuning Rp
4,63. Jadi metode yang paling tepat adalah metode full costing karena metode ini
memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.
ANALISIS PERHITUNGAN
HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE
FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL
(STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SILVANIA EPRILIANTA
H24097115
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi
: Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan
Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus
CV Laksa Mandiri)
Nama
: Silvania Eprilianta
NIM
: H24097115
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Farida Ratna Dewi, SE, MM
NIP. 19710307 200501 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc
NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 April1988 di Medan, Sumatera Utara.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putri pasangan ayahanda
Menang Ginting dan ibunda Ngalemi Tarigan.
Penulis lulus dari Sekolah Dasar Masehi pada tahun 2000 dan melanjutkan
pendidikan di SLTP Negeri 2 Tembung. Penulis menyelesaikan pendidikan di
SLTP N 2 selama 3 tahun kemudian melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 11
Medan. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum pada tahun
2006, kemudian melanjutkan pendidikan di Diploma Tiga Institut Pertanian
Bogor. Penulis Menyelesaikan pendidikannya di Diploma Tiga Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2009 dan melanjutkan pendidikannya di Program Sarjana Alih
Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis melaksanakan Penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana pada Program Sarjana Alih Jenis Manajeman
Departeman Manajeman Fakultas Ekonomi Manajemen. Penelitian dilaksanakan
pada bulan April sampai dengan bulan Juli dengan judul “Analisis Perhitungan
Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil
(Studi Kasus CV Laksa Mandiri).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala berkat yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu Pada
Industri Kecil dengan Metode Full Costing (Studi kasus : CV Laksa Mandiri).
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan
kedepannya. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta
dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku Dosen Pembimbing yang dengan
sabar memberikan bimbingan, dorongan, masukan, dan motivasi pada
penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai.
2.
CV Laksa Mandiri
beserta karyawan CV Laksa Mandiri yang telah
memberikan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Kedua orang tua, adik-adikku, Oktavianus, ddan seluruh keluarga besar atas
doa, dukungan, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
4.
Seluruh staf sekretariat Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen
Manajeman Fakultas Ekonomi Manajeman yang selalu menjembatani setiap
kegiatan perkuliahan dan pada saat bimbingan.
5.
Seluruh teman dan sahabat yang telah membantu saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 2
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 2
1.2. Perumusan Masalah .................................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 5
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 5
1.5. Ruang Lingkup ............................................................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 7
2.1. Usaha Kecil Menengah ............................................................................................... 7
2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah ................................................................................. 9
2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah ................................................................. 9
2.4. Upaya Pengembangan UKM ..................................................................................... 11
2.5. Konsep dan Pengertian Biaya ................................................................................... 13
2.6. Klasifikasi Biaya ....................................................................................................... 14
2.7. Harga Pokok Produksi .............................................................................................. 17
2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi ............................................................... 18
2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi...................................................................... 20
2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi ........................................................................... 22
2.11. Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 25
III. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 28
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................................ 28
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................... 30
3.3. Jenis dan Sumber Data.............................................................................................. 30
3.4. Metode Pengumpulan Data....................................................................................... 30
3.5. Pengolahan dan Analisis Data .................................................................................. 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 32
4.1.
4.1.1
4.1.2
4.1.3
4.1.4
Gambaran Umum Perusahaan .................................................................................. 32
Sejarah Perusahaan ................................................................................................... 32
Struktur Organisasi Perusahaan ............................................................................... 33
Peralatan Produksi Tahu........................................................................................... 34
Proses Produksi Tahu ............................................................................................... 36
4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri ..................................... 40
4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan .................... 40
4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing .................. 44
4.3. Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan
cara perusahaan dan metode full costing .................................................................. 55
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 57
1. Kesimpulan.................................................................................................................. 57
2. Saran ............................................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 59
LAMPIRAN
.................................................................................................................. 60
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Kerangka penelitian.........................................................................................29
2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri............................................................33
3. Proses produksi tahu putih...............................................................................38
4. Proses produksi tahu kuning............................................................................39
5. Tahu putih........................................................................................................42
6. Tahu kuning.....................................................................................................43
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Peralatan produksi tahu usaha Bapak Mumu...................................................35
2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari.................................................36
3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan metode
perusahaan........................................................................................................42
4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan
metode perusahaan...........................................................................................43
5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan...................................45
6. Biaya tenaga kerja langsung selama bulan April............................................46
7. Biaya kain selama satu bulan..........................................................................47
8. Biaya kayu bakar selama satu bulan...............................................................47
9. Penggunaan solar selama satu bulan..............................................................48
10. Biaya penggunaan bahan penolong per April 2011......................................48
11. Biaya listrik selama satu bulan......................................................................48
12. Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan
selama satu bulan...........................................................................................49
13. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per tahun.....................50
14. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per bulan.....................50
15. Biaya overhead pabrik per April 2011.........................................................51
16. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode
full costing per potong/unit tahu..................................................................52
17. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama
satu bulan......................................................................................................53
18. Biaya penggunaan kayu bakar per bulan......................................................53
19. Beban penyusutan peralatan per tahun.........................................................54
20. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu
bulan..............................................................................................................54
21. Biaya overhead pabrik selama satu bulan....................................................54
22. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing
per potong/unit tahu.....................................................................................55
23. Perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi
dengan metode full costing dan metode perusahaan....................................55
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Peralatan produksi CV Laksa Mandiri..............................................................61
2. Bahan baku produksi tahu CV Laksa Mandiri..................................................62
3. Pertanyaan untuk wawancara langsung dengan pemilik CV Laksa Mandiri..63
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah
yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang
berdiri sendiri. UKM memiliki peran yang besar bagi perekonomian di Indonesia,
salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari UKM, semakin berkembang dan
bertambah banyaknya UKM di Indonesia sangat memberi pengaruh terhadap
perekonomian Indonesia, selain memberi sumbangan bagi devisa Negara, UKM
juga berperan dalam mengurangi angka pengangguran. Oleh karena itu
pemerintah harus lebih memperhatikan perkembangan UKM di Indonesia karena
dengan adanya UKM akan membantu pemerintah dalam mengurangi masalah
ekonomi di Indonesia.
CV Laksana Mandiri merupakan usaha kecil yang bergerak dalam bidang
produksi tahu dan melakukan produksi setiap hari. Dalam melakukan perhitungan
harga pokok produksinya CV Laksa Mandiri masih menggunakan metode yang
sangat sederhana sehingga masih ada biaya overhead yang digunakan untuk
memproduksi tahu namun belum dimasukkan ke dalam komponen biaya produksi.
Hal ini karena kurang terincinya biaya overhead pabrik yang digunakan dalam
menghitung biaya produksi.
Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 industri kecil di
Indonesia mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.447.260 orang. Penyerapan
tenaga kerja didominasi oleh industri makanan yang menyerap sebanyak
2.152.981 orang atau 33,39 persen sedangkan industri yang menyerap tenaga kerja
paling sedikit yaitu industri peralatan listrik sebanyak 1.121 orang atau 0,02
persen dan industri elektronik dan optik sebanyak 1.481 orang atau 0,02 persen.
Dari data penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu menyerap tenaga
kerja sebanyak 1.000.499 orang atau 15,58 persen dari total penyerapan tenaga
kerja. Sedangkan nilai kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan PDB
2010 sebesar 187,71 triliun rupiah. Industri makanan memiliki kontribusi terbesar
yaitu sebanyak 61,32 triliun rupiah atau 32,67 persen sedangkan pendapatan
terkecil pada industri peralatan listrik yaitu sebesar 45 miliar atau 0,02 persen.
Dari total penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu memberi
kontribusi sebesar 30,92 triliun rupiah atau 16,47 persen.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat bahwa
jumlah industri kecil di Indonesia sebanyak 2.732.724 usaha yang terbagi dalam
23 klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia. Banyaknya perusahaan/usaha
diurutka dari yang terbanyak, yaitu industri makanan sebanyak 929.910 usaha
atau 34,03 persen, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk
furniture), dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya sebanyak
639.106 usaha atau 23,39 persen, industri pakaian jadi sebanyak 276.548 usaha
atau 10, 12 persen, industri tekstil sebanyak 234.657 usaha atau 8,59 persen,
industri peralatan listrik sebanyak 199 usaha atau 0,01 persen, industri komputer,
industri elektronik dan optik sebanyak 434 usaha atau 0,02 persen, dan industri
mesin dan perlengkapannya sebanyak 1.540 usaha atau 0,06 persen. Sedangkan
untuk provinsi Jawa Barat sendiri jumlah industri kecil pada tahun 2010 ialah
sebanyak 397.331 atau 14,54 persen.
Keuntungan merupakan hal utama yang ingin diperoleh oleh perusahaan
demikian halnya dengan UKM. Keuntungan yang maksimal merupakan tujuan
dari UKM atas kegiatan usaha yang dilakukannya. Semakin berkembangnya
perusahaan yang diiringi dengan semakin kompleksnya persaingan di pasar maka
perusahaan dituntut untuk lebih efisien dan efektif dalam melakukan kegiatan
produksi agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus sehingga
memiliki daya jual yang bagus di pasar, namun selain memiliki kualitas yang baik
perusahaan juga dituntut untuk menjual produknya dengan harga yang wajar agar
mampu bersaing di pasar. Untuk menentukan harga jual yang wajar perusahaan
harus melakukan perhitungan yang tepat dan akurat dalam memproduksi
produknya.
UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya,
khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur seringkali kurang tepat
dalam menetapkan harga jual produknya, hal ini dikarenakan kurang tepatnya
dalam penghitungan harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh
UKM tersebut. Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produk yang dihasilkan
seringkali menyebabkan harga jual yang ditetapkan terlalu rendah atau terlalu
tinggi. Hal ini berdampak pada salahnya atau tidak sesuainya keuntungan yang
diharapkan dengan keuntungan yang sebenarnya kita peroleh.
Ketatnya persaingan di dunia bisnis menuntut perusahaan untuk
meningkatkan efisiensi dalam menghitung biaya produksinya karena merupakan
dasar bagi perusahaan untuk menentukan harga jual produknya. Sehingga jika
perhitungan biaya produksi dilakukan dengan tepat maka akan diperoleh biaya
produksi yang tepat. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkat
efisiensi biaya yaitu dengan mengendalikan biaya produksi perusahaan. UKM
pada umumnya termasuk CV Laksa Mandiri belum melakukan pengendalian yang
tepat pada perhitungan biaya produksi dimana biasanya UKM menghitung biaya
produksi dengan metode tradisional. Akuntansi biaya tradisional (traditional
costing), biaya overhead pabrik dialokasikan berdasarkan unit atau volume based
measurement misalnya jam tenaga kerja langsung, jam mesin ataupun unit bahan
baku yang digunakan. Meskipun traditional costing dapat mengukur secara
cermat sumber daya yang dikonsumsi produk sesuai dengan jumlah unit dari
setiap produk yang dihasilkan, tetapi banyak sumber daya lain yang secara tidak
langsung diperlukan dalam proses produksi (misalnya sumber daya penunjang)
yang tidak berkaitan langsung dengan volume fisik dari unit-unit yang diproduksi
tidak dibebankan dalam perhitungan harga pokok produksi. Distorsi atas
pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk akan menimbulkan kesalahan
dalam penentuan harga pokok produk dan dalam pengendalian biaya tidak
melakukan perhitungan biaya secara terinci oleh karena itu biaya produksi yang
dihasilkan seringkali tidak akurat hal ini berimplikasi pada salahnya penetapan
harga jual.
Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam perhitungan biaya produksi
dan agar menghasilkan biaya yang efisien diperlukan suatu metode yang baik.
Metode yang tepat digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah
metode full costing. Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis
biaya dengan memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada
teknik ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga
pokok pejualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau
aktivitas yang sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full
costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada
harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses
yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut
sudah habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya
yang akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.
1.2. Perumusan Masalah
Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi disebabkan
oleh tidak detail atau kurang terincinya
dalam menghitung biaya yang
dikerluarkan dalam proses produksi. Salah satu komponen yang seringkali tidak
terinci secara detail ialah komponen biaya overhead pabrik. Hal ini disebabkan
karena banyaknya komponen biaya overhead tersebut dan seringkali biaya
overhead itu tidak terlihat secara langsung kaitannya dengan proses produksi hal
inilah yang seringkali menyebabkan biaya overhead pabrik sering diabaikan atau
tidak dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi oleh perusahaan
manufaktur termasuk juga UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Untuk
melakukan perhitungan harga pokok produksi yang tepat diperlukan pencatatan
akuntasi yang benar agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya. Oleh
karena itu perusahaan membutuhkan pengendalian biaya dalam perhitungan harga
pokok produksinya agar dapat memperoleh harga yang akurat sehingga dapat
menetapkan harga jual yang tepat atau wajar bagi produk yang dihasilkanya.
Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis biaya dengan
memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada teknik ini biaya
overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan
berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang
sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full costing
memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga
pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang
belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah
habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya yang
akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan diteliti
pada CV Laksa Mandiri adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang
dilakukan oleh CV Laksa Mandiri?
2. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan
metode full costing?
3. Bagaimana perbedaan perhitungan harga pokok produksi antara
metode full costing dengan metode perhitungan harga pokok produksi
yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap harga jual?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang
dilakukan oleh CV Laksa Mandiri
2. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan
metode full costing pada CV Laksa Mandiri
3. Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan metode yang
digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga
jual
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
dipakai sebagai masukan oleh berbagai pihak yang membutuhkannya, antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan (UKM) penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan dalam menghitung harga pokok produksi yang tepat bagi
perusahaan (UKM) untuk mendapatkan hasil perhitungan harga pokok
produksi yang akurat sehingga dapat menetapkan harga jual yang
wajar
2. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
memberikan gambaran nyata dari penerapan ilmu pengetahuan yang
diperoleh di perkuliahan
3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
masukan dalam menghitung harga pokok produksi serta sebagai
rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya
1.5.
Ruang Lingkup
Penelitian ini difokuskan pada aktivitas produksi CV Laksa Mandiri.
Kemudian melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan metode full
costing serta menganalisis perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh
perusahaan. Penelitian ini hanya membahas mengenai produksi procces costing
karena CV Laksa Mandiri melakukan kegiatan usahanya secara terus menerus dan
berkesinambungan bukan berdasarkan pesanan yang dilakukan oleh konsumen.
Selain itu penelitian ini juga mengidentifikasi pengaruh perhitungan harga pokok
produksi dengan dua metode tersebut terhadap harga jual CV Laksa Mandiri.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Kecil Menengah
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil adalah perusahaan dengan
jumlah tenaga kerja 1-4 orang, yang digolongkan sebagai industri kerajinan dan
rumah tangga, tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan
tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri menengah, dan usaha dengan tenaga
kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Usaha Kecil dan Menengah
disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil
yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang berdiri sendiri. Usaha kecil
menengah saat ini merupakan usaha yang berkembang pesat di negara Indonesia.
Usaha ini sangat berperan dalam memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat
karena usaha kecil menengah mengurangi angka pengangguran.
a. Usaha Kecil
Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil
adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang
secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk
mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Menurut Undang-Undang No. 9
Tahun 1995 usaha Kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil
penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta
dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Ciri-ciri usaha kecil :
a.
Jenis barang yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah
b.
Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah
c.
Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih
sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan
keluarga, sudah membuat neraca usaha
d.
Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk
NPWP
e.
Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira
usaha
f.
Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal
g.
Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti
business planning
b.
Usaha Menengah
Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah
usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih
besar dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah :
1.
Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik,
lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas
antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi
2.
Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem
akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan
penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan
3.
Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah
ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll
4.
Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin
usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll
5.
Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan
6.
Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan
terampil
2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah
Industri kecil dan menengah (UKM) di Indonesia memiliki peranan yang
cukup besar, antara lain penyerapan tenaga kerja yang tinggi, penghasil devisa dan
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia mengalami
masalah seperti negara berkembang lainnya, masalah tersebut berupa tingginya
laju pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan laju pertumbuhan
tenaga kerja.
Industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar
seperti halnya industri besar. Industri kecil dan menengah tidak hanya menyerap
tenaga kerja dalam jumlah besar, bahkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan
yang rendah. Kemampuan industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja
yang pendidikanya rendah sangat sesuai dengan angkatan kerja Indonesia yang
rata-rata pendidikan rendah.
Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi akan meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan para pekerja. Peningkatan pendapatan para pekerja pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dan akan mengurangi
kecendrungan penduduk untuk berimigrasi ke daerah lain atau ke kota.
2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah
Menurut Hasfah (2004) bahwa terdapat beberapa permasalah yang dihadapi
oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada umumnya diantaranya sebagai
berikut :
a.
Faktor Internal
1.
Kurangnya permodalan
Permodalan
merupakan
faktor
utama
yang
diperlukan
untuk
mengembangkan suatu unit usaha. UKM merupakan usaha perorangan atau
perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari pemilik
yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman bank atau
lembaga keuangan lainya sulit diperoleh karena persyaratan yang rumit
secara administratif dan teknis dari bank.
2.
Sumber daya manusia yang terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha
keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM, baik dari segi pendidikan
formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh
terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit
berkembang dengan optimal. Disamping itu unit usaha tersebut relatif sulit
untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya
saing produk yang dihasilkan.
3.
Lembaga jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan usaha keluarga mempunyai
jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang
rendah karena produk yang diihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan
mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar
yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan
teknologi yang dapat menjangkau pasar tingkat internasional dan promosi
yang baik.
b.
Faktor Eksternal
1.
Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif
Kebijaksanaan pemerintah menumbuhkan Usaha Kecil Menengah (UKM),
meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum
sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan
yang kurang sehat diantara pengusaha kecil dan pengusaha besar.
2.
Terbatasnya sarana dan prasarana
Kurangnya
informasi
yang
berhubungan
dengan
kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang
mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung
kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.
3.
Implikasi otonomi daerah
Dengan berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi
daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan
mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami
implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-
pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera
dibenahi maka akan menurunkan daya saing mereka.
4.
Implikasi perdagangan bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 2003 dan
APEC tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan
menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini UKM
dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien.
Sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar
global dengan standar kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan
isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan.
5.
Sifat produk dengan lifetime pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai
produk-produk fashion dan kerajinan dengan life time pendek.
6.
Terbatasnya akses pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak
dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun
internasional.
2.4.
Upaya Pengembangan UKM
Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM maka perlu
diupayakan langkah-langkah untuk pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) yang pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif seperti
dengan
mengusahakan
ketenteraman
dan
keamanan
berusaha
serta
penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya,
sehingga unit bisnis yang ada dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
2. Bantuan permodalan
Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang
tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya,
baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal,
skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yang ada maupun nonbank. Lembaga Keuangan mikro bank
antara Lain: BRI unit desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal yang
harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan
LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM nonkoperasi memilki
kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
3. Perlindungan usaha
Jenis-jenis usaha tertentu terutama jenis usaha tradisional yang merupakan
usaha golongan ekonomi lemah harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah
yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau
antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri
untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga
untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien.
Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan
pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek
kewiraswastaan,
manajemen,
administrasi,
dan
pengetahuan
serta
keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu
diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk
mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk lembaga khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam
mengkoordinasikan
semua
kegiatan
yang
berkaitan
dengan
upaya
penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam
rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi
oleh UKM.
7. Memantapkan asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya antara
lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan
untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan
mitra usahanya.
9. Mengembangkan kerjasama yang setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan
dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang
terkait dengan perkembangan usaha.
2.5. Konsep dan Pengertian Biaya
Menurut Horngren (2006) biaya adalah sumber daya yang dikorbankan atau
dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu. Hansen dan Mowen (2004)
mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di
masa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber
nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Mulyadi (2005)
berpendapat bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur
dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin akan terjadi untuk tujuan
tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut, yaitu :
1. Biaya merupakan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu
Adanya informasi biaya yang akurat memungkinkan manajeman untuk
melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin
dihasilkannya output yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai input yang dikorbankan. Selain itu, dengan informasi
biaya yang lengkap maka pimpinan perusahaan dapat lebih menyempurnakan
lagi prosedur dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan untuk masa yang
akan datang.
2.6. Klasifikasi Biaya
Klasifikasi atau penggolongan adalah proses mengelompokkan secara
sistematis atas keseluruhan elemen yang ada
ke dalam golongan-golongan
tertentu yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih mempunyai
arti atau lebih penting. Menurut Usry (2004) ada beberapa cara penggolongan atau
klasifikasi biaya yang pokok, yaitu :
A.
Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan
perusahaan
1.
Biaya produksi atau biaya manufaktur
Biaya produksi adalah jumlah dari tiga elemen biaya yaitu bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Ketiga elemen
tersebut mengandung pengertian sebagai berikut :
a.
Biaya bahan langsung
Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian
itegral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan
biaya produk. Contoh dari bahan baku langsung adalah kayu yang
digunakan untuk membuat mebel dan minyak mentah yang digunakan untuk
membuat bensin.
b.
Biaya tenaga kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan
baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke
produk tertentu.
c.
Biaya overhead pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung yang elemennya dapat digolongkan menjadi 6
bagian, yaitu :
a) Biaya bahan penolong
b) Biaya tenaga kerja tidak langsung
c) Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik
d) Reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik
e) Biaya listrik dan air
f) Biaya asuransi pabrik
g) Biaya overhead lain-lain
2.
Biaya komersial
Biaya komersial digolongkan menjadi tiga macam, yaitu :
a.
Biaya pemasaran
Biaya pemasaran adalah biaya yang dimulai dari titik dimana biaya
manufaktur berakhir yaitu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada
dalam kondisi siap jual. Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan
kegiatan pemasaran atau kegiatan menjual barang dan jasa perusahaan
kepada para pembeli seperti biaya promosi, biaya penjualan dan pengiriman.
b.
Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang berhubungan
dengan administrasi dan umum seperti, biaya perencanaan, penentuan
strategi dan kebijakan, pengarahan dan pengawasan kegiatan perusahaan
secara menyeluruh.
c.
Biaya keuangan
Biaya keuangan adalah semua biaya yang terjadi dalam melaksanakan
fungsi keuangan seperti biaya bunga, biaya penerbitan atau emisi obligasi,
dan biaya finansial lainnya.
B.
Penggolongan biaya sesuai dengan periode akuntansi dimana biaya
akan dibebankan
a.
Pengeluaran modal (Capital Expendtures)
Pengeluaran modal adalah pengeluaran yang akan dapat memberikan
manfaat pada periode yang akan datang dan dilaporkan sebagai aktiva.
b.
Pengeluaran penghasilan (Revenue Expenditures)
Pengeluaran penghasilan adalah pengeluaran yang akan memberikan
manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran terjadi dan
dilaporkan sebagai beban.
C.
Penggolongan biaya berdasarkan pola perilaku biaya
Perilaku biaya dapat diartikan sebagai perubahan biaya yang terjadi akibat
perubahan aktivitas bisnis ( Bustami dan Nurlela, 2006). Berdasarkan pola
perilaku, biaya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
a.
Biaya tetap
Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat
aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Pada biaya tetap, biaya satuan akan
berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi
volume kegiatan semakin rendah biaya satuan dan semakin rendah volume
kegiatan semakin tinggi biaya satuan.
b.
Biaya variabel
Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat
secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara
proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya
bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa
tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang
rusak.
c.
Biaya semi variabel
Biaya semi variabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik
dari karakteristik biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya ini adalah biaya yang
jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan
tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan
semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin
rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding.
D.
Penggolongan biaya untuk tujuan pengendalian
a.
Biaya terkendali
Biaya terkendali adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh
seorang pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
b.
Biaya tidak terkendali
Biaya tidak terkendali adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh
seorang pimpinan berdasar wewenang yang dimiliki atau tidak dapat
dipengaruhi oleh seorang pejabat dalam jangka waktu tertentu.
E.
Penggolongan biaya berdasarkan objek atau pusat biaya yang dibiayai
a.
Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat
diidentifikasikan pada objek atau pusat biaya tertentu secara langsung atau
biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke satu unit output.
b.
biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak
dapat diidentifikasi pada objek biaya atau pusat biaya tertentu, atau biaya
yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa objek.
F.
Penggolongan biaya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan
a.
Biaya relevan
Biaya relevan adalah biaya yang akan mempengaruhi pengambilan
keputusan. Oleh karena itu biaya tersebut akan diperhitungkan dalam
pengambilan keputusan.
b.
Biaya tidak relevan
Biaya tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan
keputusan. Oleh karena itu, biaya ini tidak perlu diperhitungkan dalam
pengambilan keputusan.
2.7. Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain
bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperoleh barang jadi
yang siap jual (kuswadi, 2005). Jadi perhitungan harga pokok produksi adalah
menghitung besarnya biaya atas pemakaian sumber ekonomi dalam memproduksi
barang dan jasa. Adapun tujuan dilakukan perhitungan harga pokok produksi
adalah sebagai berikut :
1. Untuk menentukan harga jual suatu produk
2. Menentukan kebijakan dalam penjualan
3. Pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan
Penetapan harga pokok produksi yang tepat sangat penting bagi
perusahaan dalam menjalankan usahanya. Terdapat dua kemungkinan yang akan
ditemui jika perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok
produksi, yaitu :
a.
Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah
Rendahnya harga pokok yang ditetapkan dapat merugikan perusahaan itu
sendiri karena harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jualnya pun
menjadi rendah. Walaupun perusahaan dapat menjual produknya dengan cepat
karena harga jual yang terlalu rendah, akan tetapi dapat merugikan perusahaan
karena keuntungan yang didapat tidak menutupi biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi produk tersebut.
b.
Harga pokok yang diperhitungkan terlalu tinggi
Kondisi ini juga dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan karena harga
pokok yang tinggi akan menyebabkan harga jual produk di pasar menjadi mahal.
Sehingga akan sulit bagi perusahaan dalam memasarkan produknya dan kalah
dalam bersaing dengan perusahaan lain.
2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2005) dalam perusahaan yang berproduksi massa,
informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu
bermanfaat bagi manajemen untuk :
1.
Menentukan harga jual
Perusahaan
yang berproduksi massa memproses produknya untuk
memenuhi persediaan di gudang. Dengan demikian biaya produksi dihitung untuk
jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan
produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan
salah satu informasi yang dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta
informasi nonbiaya.
2.
Memantau realisasi biaya produksi
Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk
dilaksanakan,
manajemen
memerlukan
informasi
biaya
produksi
yang
sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh
karena itu akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya
produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah
proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang
diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu
tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok proses.
3.
Menghitung laba atau rugi bruto periode tertentu
Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan
dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi
bruto, manajeman memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan
untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto
periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya
nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga
pokok proses digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya
produksi yang sesungguhnya
dikeluarkan untuk periode tertentu guna
menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode.
4.
Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca
Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertangggungjawaban
keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan
berupa
neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan
harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal
neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu
menyelenggarakan catatan biaya produksi tiap periode. Berdasarkan catatan biaya
produksi tiap periode tersebut manajemen dapat menentukan biaya produksi yang
melekat pada produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca. Disamping
itu, berdasarkan catatan tersebut, manajemen dapat pula menentukan biaya
produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses
pengerjaan. Biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual
pada tanggal neraca disajikan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan
produk jadi. Biaya produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca
masih dalam proses pengerjaan disajikan dalam neraca sebagai harga pokok
persediaan produk dalam proses.
2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi
a.
Job Costing
Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Costing), biaya
produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan yang terpisah (Usry, 2009). Pada
sistem job costing, menurut Horngren (2005) objek biaya adalah unit atau multi
unit suatu produk atau jasa yang khas yang disebut pekerjaan dimana produk atau
jasa ini biasanya unit tunggal. Ada tujuh langkah dalam pembebanan biaya
dalam sistem job costing pada perusahaan manufaktur :
1.
Identifikasi pekerjaan (job) yang dipilih sebagai objek biaya
2.
Identifikasi biaya langsung pekerjaan itu
3.
Pilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak
langsung ke pekerjaan
4.
Identifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap dasar alokasi
biaya
5.
Hitung tarif per unit dari setiap dasar alokasi biaya yang digunakan untuk
mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan
6.
Hitung biaya tidak langsung yang dialokasikan ke pekerjaan
7.
Hitung biaya total pekerjaan dengan menambahkan seluruh biaya langsung
dan tidak langsung yang dibebankan ke pekerjaan itu
Beberapa karakteristik sistem penentuan harga pokok pesanan menurut
Sulastiningsih dan Zulkifli (1999) yaitu :
1.
Kegiatan produksi dilakukan atas dasar pesanan, sehingga bentuk barang
atau produk tergantung pada spesifikasi pesanan
2.
Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan sehingga perhitungan
total biaya produksi dihitung pada saat pesanan selesai
3.
Pengumpulan biaya produksi dilakukan dengan membuat kartu harga pokok
pesanan yang berfungsi sebagai buku pembantu biaya yang memuat
informasi umum seperti nama pemesan, jumlah yang dipesan, tanggal
pemesanan dan tanggal diselesaikan, informasi biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang ditentukan dimuka
b.
Procces Costing
Pada sistem biaya proses, objek biaya adalah unit-unit produk atau jasa
yang identik atau mirip dalam jumlah besar ( Horngren, 2005). Menurut Usry
(2002), sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja,
dan overhead pabrik dibebankan ke pusat. Pusat biaya biasanya adalah
departemen tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam departemen. Persyaratan
utama dalam sistem biaya proses adalah semua produk yang diproduksi dalam
satu pusat biaya selama satu periode harus sama dalam hal sumberdaya yang
dikonsumsi. Jika semua unit dari produk yang dihasilkan dalam suatu pusat biaya
adalah sama (homogen) pencatatan biaya dari setiap batch produk secara terpisah
tidak lagi diperlukan. Menurut Bustami dan Nurlela (2006), karakteristik
penentuan biaya proses antara lain adalah :
1.
Proses produksi bersifat homogen
2.
Produk bersifat massal, tujuannya mengisi persediaan yang siap jual
3.
Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya bersifat
homogen
4.
Biaya dibebankan ke setiap unit dengan membagi total biaya yang
dibebabankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi
5.
Akumulasi biaya yang dilakukan berdasarkan periode tertentu
Adapun perbedaan antara metode harga pokok proses dengan metode harga
pokok pesanan terletak pada :
1.
Pengumpulan biaya produksi
Metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi menurut
pesanan, sedangkan metode harga pokok proses mengumpulkan biaya
produksi per departemen produksi per periode akuntansi.
2.
Perhitungan harga pokok produksi per satuan
Metode harga pokok pesanan menghitung harga pokok produksi per satuan
dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu
dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam pesanan yang
bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan pada saat pesanaan telah selesai
diproduksi. Metode harga pokok proses menghitung harga produksi per
satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan selama
periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama
periode yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode
akuntansi (biasanya akhir bulan)
3.
Penggolongan biaya produksi
Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya prouksi harus dipisahkan
menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Biaya
produksi langsung dibebankan kepada produk berdasarkan pada tarif yang
ditentukan di muka. Dalam metode harga pokok proses, pembebanan biaya
produksi langsung dan biaya
produksi tidak langsung seringkali tidak
diperlukan, terutama jika perusahaan hanya menghasilkan satu macam
produk (seperti perusahaan semen, pupuk, dan bumbu masak). Karena harga
pokok per satuan produk dihitung setiap akhir bulan, maka umumnya biaya
overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang
sesungguhnya terjadi.
4.
Unsur biaya yang dikelompokkan ke dalam biaya overhead pabrik
Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya overhead pabrik terdiri dari
biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya
produksi lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas
dasar tarif yang ditentukan di muka. Di dalam metode harga pokok proses,
biaya overhead pabrik terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku
dan bahan penolong dan biaya tenaga kerja (baik yang langsung maupun
tidak langsung). Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan
kepada produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi selama periode
akuntansi tertentu.
2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi
Metode penentuan biaya produksi adalah cara memperhitungkan unsurunsur biaya ke dalam kos produksi (Mulyadi, 2005). Dalam memperhitungkan
unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua pendekatan yaitu :
a.
Kalkulasi biaya penuh (Full costing)
Full
costing
merupakan
metode
penentuan
biaya
produksi
yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam biaya produksi yang
terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap (Mulyadi, 2005) sedangkan
menurut Bustami dan Nurlela (2006) Kalkulasi biaya penuh (full costing)
merupakan suatu metode dalam perhitungan harga pokok yang dibebankan kepada
produk dengan memperhitungkan seluruh biaya produksi baik yang bersifat
variabel maupun yang bersifat tetap. Pada metode ini biaya overhead pabrik
dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan berdasarkan tarif
yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi.
Metode full costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap
melekat pada harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang
dalam proses yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk
tersebut sudah habis dijual. Dengan demikian biaya produksi menurut metode full
costing terdiri dari unsur-unsur biaya sebagai berikut :
Biaya bahan baku
xx
Biaya tenaga kerja langsung
xx
Biaya overhead pabrik variabel
xx
Biaya overhead pabrik tetap
xx
Biaya produksi
xx
b.
Variabel costing
Variabel costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang hanya berperilaku variabel ke dalam biaya
produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhed pabrik variabel (Mulyadi, 2005). Dengan demikian biaya produksi
menurut metode variabel costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi berikut
ini :
Biaya bahan baku
xx
Biaya tenaga kerja langsung
xx
Biaya overhead pabrik variabel
xx
Biaya produksi
xx
Biaya produk yang dihitung dengan pendekatan variabel costing terdiri dari
unsur biaya produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya
pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel).
c.
Sistem kalkulasi biaya berdasarkan Aktivitas (ABC)
Salah satu cara terbaik untuk memperbaiki sistem kalkulasi biaya adalah
dengan menerapkan sistem kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas (activity base
costing). Sistem activity base costing (ABC) memperbaiki sistem kalkulasi biaya
dengan mengidentifikasi aktivitas individual sebagai objek biaya pokok
(fundamental). Aktivitas bisa berupa kejadian, tugas atau unit kerja dengan tujuan
khusus. sistem ABC menghitung biaya setiap aktivitas serta membebankan biaya
ke objek biaya seperti produk dan jasa berdasarkan setiap aktivitas yang
dibutuhkan untuk menghasilkan tiap produk atau jasa. Hierarki biaya di dalam
ABC mengkategorikan biaya tidak langsung menjadi pool biaya yang berbeda
berdasarkan jenis pemicu biaya, atau dasar alokasi biaya yang berbeda, atau
perbedaan tingkat kesulitan dalam menentukan hubungan sebab akibat. Sistem
ABC biasanya menggunakan hierarki biaya dalam empat tingkatan yaitu :
1) Biaya tingkat unit output adalah biaya aktivitas yang dilaksanakan atas
setiap unit produk atau jasa individual. Biaya operasi mesin cetak (sepert
biaya listrik, penyusutan mesin, dan reparasi) yang terkait dengan aktivitas
pengoperasian mesin cetak otomatis merupakan biaya tingkat output. Biayabiaya tersebut merupakan biaya tingkat unit output karena biasanya biaya
aktivitas ini meningkat seiring dengan penambahan unit output yang
diproduksi.
2) Biaya tingkat batch adalah biaya aktivitas yang berkaitan dengan kelompok
unit, produk atau jasa, dan bukan dengan setiap unit produk atau jasa
individual.
3) Biaya pendukung produk merupakan biaya aktivitas yang dilakukan untuk
mendukung setiap produk atau jasa tanpa menghiraukan jumlah unit atau
batch yang dibuat.
4) Biaya pendukung fasilitas adalah biaya aktivitas yang tidak dapat ditelusuri
ke produk atau jasa individual namun mendukung operasi perusahaan secara
keseluruhan.
2.11. Hasil Penelitian Terdahulu
Widiyastuti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perhitungan
Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag
Collection) menyimpulkan bahwa perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan
masih sangat sederhana dimana biaya overhead pabrik tidak dialokasikan ke
masing-masing produk secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya
secara nyata melainkan hanya merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan
dalam kelompok biaya lain-lain. Hal ini mengakibatkan harga pokok produksi
yang diperoleh tidak sesuai dengan kaidah.
Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan
harga pokok produksi yang lebih besar daripada metode yang digunakan
perusahaan, yaitu sebesar 32,47 % untuk model 876 A dan 2,5 % untuk model
858. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumber daya yang dilakukan
dalam proses produksi dibandingkan dengan jika menggunakan metode ABC
setiap aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dimasukkan dalam
perhitungan. Margin dari penetapan harga jual yang diperoleh perusahaan
berdasarkan metode perusahaan lebih besar daripada dengan metode ABC, yaitu
sebesar 56,52 % untuk model 876 A dan 34,85 % untuk model 858.
Walaupun dengan metode ABC margin yang diperoleh lebih rendah
daripada margin dengan metode perusahaan, namun dengan metode ABC semua
biaya produksi yang diperlukan dalam proses produksi sudah diperhitungkan
sesuai dengan pemakaian biaya yang sebenarnya sehingga menghasilkan harga
pokok produksi yang lebih akurat.
Irna (2010) dalam skripsinya berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok
Produksi Roti dengan Metode Procces Costing dan Pengaruhnya Terhadap Harga
Jual (Studi Kasus UKM Edie’s Bakery, Bogor) dengan tujuan untuk
mengidentifikasi perhitungan harga pokok produksi yang diterapkan oleh UKM
Edie’s Bakery, menghitung harga pokok produksi pada UKM Edie’s Bakery, dan
menghitung harga jual produk UKM Edie’s Bakery.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perhitungan harga pokok produksi
berdasarkan metode perusahaan mempunyai hasil harga pokok produksi yang
sama untuk setiap jenis topping yaitu sebesar Rp. 641,183 sedangkan berdasarkan
perhitungan harga pokok produksi dengan metode procces costing menunjukkan
bahwa harga pokok produksi setiap jenis topping berbeda-beda. Harga pokok
produksi topping coklat adalah Rp. 805,316, roti dengan topping keju adalah
sebesar Rp 1.151,470, roti dengan topping sosis adalah sebesar Rp 534,162, roti
dengan topping abon sebesar Rp. 555,316, dan roti dengan topping coctail sebesar
Rp. 583,361.
Harga jual yang ditetapkan berdasarkan metode perusahaan juga sama untuk
semua jenis roti kecil yang diproduksi yaitu sebesar Rp. 1.200. Sedangkan
berdasarkan metode cost plus menunjukkan harga jual setiap jenis topping
berbeda-beda. Harga jual untuk roti dengan topping coklat adalah sebesar Rp.
1.300, roti dengan topping keju adalah sebesar Rp. 1.800, roti dengan topping
sosis adalah sebesar Rp. 900, roti dengan topping abon sebesar Rp. 900 dan roti
dengan topping coctail sebesar Rp. 950
Dewi (2011) dalam skripsinya berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok
Produksi Sepatu dengan Metode Full Costing (studi kasus : UKM Galaksi
Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor) pada UKM yang memproduksi sepatu.
Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana pengalokasian perhitungan harga
pokok produksi sepatu dengan metode perusahaan dan metode full costing serta
membandingkan kedua metode tersebut dan menetapkan metode mana yang
paling baik yang diterapkan oleh perusahaan kemudian diharapkan terciptanya
ketepatan biaya-biaya yang seharusnya terjadi pada aktivitas produksi. Penelitian
ini mengambil contoh tiga model sepatu yang dihasilkan oleh UKM yaitu model
BM01, model BM02, dan model BM03.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada perhitungan harga
pokok produksi, diperoleh dua nilai yaitu berdasarkan perhitungan perusahaan dan
berdasarkan metode full costing. Elemen biaya yang dihitung berdasarkan metode
yang diterapkan oleh perusahaan adalah meliputi biaya bahan baku langsung,
biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (biaya lain-lain)
sedangkan elemen biaya yang dihitung berdasarkan metode full costing meliputi
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel,
dan biaya overhead pabrik tetap. Dari hasil analisis yang dilakukan diketahui
bahwa berdasarkan perhitungan perusahaan untuk harga pokok produksi adalah
Rp 16.029,106 (Model BM01), Rp 15.185,936 (Model BM02) dan Rp 15.429,106
(Model BM03). Metode harga pokok produksi dengan full costing adalah Rp
18.191,439 (Model BM01), Rp 17.233,269 (Model BM02), dan Rp 17.476,439
(Model BM03). Perbedaan ini sangat mempengaruhi pihak perusahaan dalam
menentukan harga jual produk, karena harga pokok produk merupakan unsur
utama dalam penentuan harga jual produk.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bawha perhitungan harga
pokok produksi sebagai dasar penetapan harga jual menurut metode full costing
lebih akurat karena dalam perhitungannya membebankan biaya overhead pabrik
lebih tepat termasuk pembebanan biaya penyusutan.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Untuk menghitung harga pokok produksi perusahaan membutuhkan
berbagai informasi yang berkaitan dengan proses produksi, mulai dari biaya bahan
baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja hingga biaya overhead pabrik.
Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi harus dihitung secara keseluruhan
dan dirinci secara akurat agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya
sehingga perusahaan dapat menetapkan harga jual yang wajar. Salah satu metode
yang dapat digunakan untuk memperoleh biaya secara akurat yaitu dengan
memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi secara
keseluruhan, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk menghasilkan produk yang mereka produksi.
Dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam menghitung harga pokok produksi tahu CV Laksa Mandiri.
Dalam menghitung harga pokok produksi, perusahaan belum menggambarkan
biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh perusahaan karena perusahaan belum
merinci biaya overhead pabrik secara akurat. Dalam penelitian ini akan dihitung
biaya produksi secara tradisional, yaitu dengan menggunakan metode yang biasa
digunakan oleh perusahaan dalam menghitung harga pokok produksi kemudian
melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full
costing yaitu dengan memperhitungkan seluruh biaya yang digunakan dalam
memproduksi tahu, baik itu biaya variabel maupun biaya tetap.
Hasil dari perhitungan dengan kedua metode tersebut akan dianalisis untuk
melihat perbedaannya terhadap perhitungan harga pokok produksi tahu dan
mengetahui pengaruhnya terhadap harga jual produk. Sehingga dapat ditentukan
metode mana yang efektif digunakan dalam menghitung biaya produksi sehingga
perusahaan dapat memilih metode yang tepat, efektif, dan efisien dalam
menghitung harga pokok produksi dalam upaya menciptakan harga jual yang
kompetitif dan dapat bersaing di pasar. Alur penelitian ini telah disusun secara
sistematis pada gambar 1
CV.Laksa Mandiri
Identifikasi biaya produksi :
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung
Biaya overhead pabrik variabel
Biaya overhead pabrik tetap
!
"
#
$
% &
$
Gambar 1. Kerangka penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di CV Laksa Mandiri yang berlokasi di Tegal
Gundil RT 02 RW 02 kelurahan Tegal Gundil kecamatan Bogor Utara, Bogor.
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja karena CV Laksa Mandiri bergerak
di bidang manufaktur yaitu memproduksi dan memasarkan tahu sehingga cocok
sebagai tempat penelitian mengenai harga pokok produksi serta adanya kesediaan
dari pemilik untuk memberikan data yang dibutuhkan dalam melakukan
penelitian. Penelitian ini dilakukan pada April 2011-Juli 2011.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil dari data produksi CV Laksa Mandiri tersebut
sedangkan data sekunder diperoleh melalui buku-buku yang terkait, literatur yang
sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian terdahulu dan data-data serta datadata yang sudah ada di CV Laksa Mandiri serta data dari Badan Pusat Statistik
(BPS).
3.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis secara langsung mendatangi perusahaan dan
mengambil data dan informasi yang dibutuhkan pada pihak-pihak yang terkait
dengan judul penelitian. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu :
1. Wawancara : Peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan pihak
yang terkait yaitu dengan pemilik dan karyawan CV Laksa Mandiri dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai harga pokok produksi tahu
pada CV Laksa Mandiri.
2. Pengamatan (Observasi) secara langsung terhadap aktivitas produksi tahu.
Penulis mengamati bagaimana proses produksi CV Laksa Mandiri dan
mengidentifikasi biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi.
3.5. Pengolahan dan Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode full costing. Pemilihan metode ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa dengan metode full costing biaya
overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok produksi
berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang
sesungguhnya terjadi sehingga meningkatkan akurasi analisis biaya.
Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan menghitung harga pokok produksi dengan metode
yang digunakan perusahaan yaitu dengan metode tradisional (traditional costing)
dimana dalam menghitung biaya produksi biaya overhead pabrik dialokasikan
berdasarkan unit atau volume based measurement misalnya jam tenaga kerja
langsung, jam mesin ataupun unit bahan baku yang digunakan dan dengan metode
full costing. Adapun unsur biaya produksi yang digunakan dalam perhitungan
metode full costing adalah sebagai berikut :
Biaya bahan baku
xx
Biaya tenaga kerja langsung
xx
Biaya overhead pabrik variabel
xx
Biaya overhead pabrik tetap
xx
Harga pokok produksi
xx
Sedangkan analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan hasil
perhitungan yang diperoleh antara metode full costing dengan metode yang
digunakan perusahaan (analisis deskriptif komparatif).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Sejarah Perusahaan
Usaha tahu yang menjadi objek penelitian ini adalah usaha milik Bapak
Mumu, yang berlokasi di Jalan Arzimar II, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan
Bogor Utara. CV Laksa Mandiri mengawali karir pada usaha tahu sebagai kuli di
tempat usaha orang lain pada tahun 1987, setelah itu beliau pun mencoba
berdagang untuk mempelajari masalah pemasaran. Pada tahun 1997 beliau pun
akhirnya memulai untuk membuka usaha tahu sendiri, namun krisis moneter yang
melanda di pertengahan tahun saat itu mempengaruhi usaha beliau secara tidak
langsung.
Krisis moneter yang berlangsung waktu itu membuat harga kedelai
meningkat dari Rp 1.250 per kilogram menjadi Rp 6.200 per kilogram. Tak hanya
CV Laksa Mandiri saja tetapi usaha-usaha kecil lainnya yang ada di Indonesia pun
ikut terpengaruhi. Pemerintah saat itu pun mengeluarkan kebijakan berupa subsidi
pinjaman yang disalurkan melalui departemen perdagangan, untuk membantu
usaha-usaha yang terkena dampak krisis moneter. CV Laksa Mandiri sendiri pada
saat itu menerima bantuan subsidi pinjaman sebesar Rp 5.000.000 dan harus
dikembalikan lagi, sehingga pada saat itu beliaupun belum dapat menikmati hasil
usahanya sendiri.
Setelah beberapa tahun berjalan usaha beliau akhirnya menghasilkan
keuntungan, hingga kini usaha beliau masih bertahan dan merupakan salah satu
usaha tahu yang cukup maju di Kota Bogor. Kenaikan harga kedelai yang juga
terjadi sepanjang tahun 2011 diakui CV Laksa Mandiri cukup mempengaruhi
usahanya, namun ini masih dapat teratasi dengan manajemen yang baik dari
beliau selaku pemilik usaha. Adapun jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usaha
tahu kini adalah sepuluh orang, yang berasal dari luar Kota Bogor dengan jam
kerja per hari kurang lebih 12 jam.
Bertambahnya skala usaha di CV Laksa Mandiri mendorong pemilik
usaha
melakukan renovasi sederhana terhadap tempat usaha tersebut yang
menghabiskan biaya Rp 1.500.000, juga menambah kan akses menuju jalan utama
berupa jembatan besi yang menghabiskan biaya sebesar Rp 25.000.000. Sepuluh
tahun kemudian pemilik usaha melakukan renovasi ulang terhadap tempat usaha
secara total untuk menjaga ketahanan bangunan agar lebih lama, yang
menghabiskan biaya sebesar Rp 200.000.000. Kendaraan operasional yang
digunakan pada usaha untuk memperlancar kegiatan usaha berupa kendaraan pick
up kecil seharga Rp 45.000.000 yang digunakan untuk mengantar tahu kepada
pelanggan.
4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan
CV Laksa Mandiri memiliki struktur organisasi yang sangat sederhana,
dimana pemilik perusahaan bertindak sebagai pemimpin perusahaan dan langsung
membawahi bagian pencetakan, bagian penggumpalan, bagian menimbang,
bagian kayu, dan bagian pemasaran. Adapun struktur organisasi perusahaan
adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri
CV Laksa mandiri memiliki delapan 10 karyawan, yang terdiri dari bagian
pencetakan sebanyak dua orang, bagian penggumpalan 2 orang, bagian
menimbang 2 orang, bagian kayu 2 orang, dan bagian pemasaran 2 orang. Setiap
bagian melakukan tugas yang berbeda-beda.
1. Bagian Penggumpalan
Sebelum melakukan penggumpalan bagian ini terlebih dahulu merendam
kacang kedelai kemudian melakukan proses penggilingan dengan mesin
diesel, setelah kacang kedelai digiling hingga lunak maka masuk ke dalam
tahap pembuburan, pada tahap ini kacang kedelai yang sudah digiling
kemudian dimasak selama 30 menit, setelah menjadi bubur maka proses
penggumpalan dilakukan. Bubur kedelai akan diberi bibit tahu kemudian
diendapkan hingga bubur tersebut menggumpal menjadi tahu. Bibit
kedelai yang digunakan pada CV Laksa mandiri ialah air tahu yang telah
didiamkan selama satu malam.
2. Bagian Kayu
Bagian ini bertugas untuk memotong kayu yang besar menjadi potonganpotongan yang kecil sehingga kayu tersebut bisa dibakar, selain itu bagian
kayu ini juga bertugas memasukkan kayu jika kayu dibutuhkan untuk
memasak bubur kedelai.
3. Bagian Menimbang
Bagian ini bertugas untuk melakukan penimbangan kacang kedelai ketika
kacang akan diproduksi menjadi tahu, selain itu bagian ini juga bertugas
untuk membersihkan kedelai yang ada digudang sehingga ketika kacang
diproduksi kacang dalam keadaan bersih artinya bahwa tidak ada sampahsampah kecil ataupun batu-batu kecil pada kedelai yang akan diproduksi
tersebut.
4. Bagian Pemasaran
Bagian pemasaran bertugas untuk mengantarkan tahu yang telah
diproduksi kepada langganan yang membeli tahu CV Laksa Mandiri.
5. Bagian Pencetakan
Bagian pencetakan bertugas untuk melakukan pencetakan bubur tahu yang
telah menggumpal dengan menggunakan alat pencetak.
4.1.3 Peralatan Produksi Tahu
Terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum berproduksi yaitu
peralatan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi tahu
masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Adapun peralatan-peralatan
yang digunakan dalam produksi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Peralatan produksi tahu usaha CV Laksa Mandiri
No
Keterangan
Jumlah (Unit)
Biaya (Rp/Unit)
Total (Rp)
1
Mesin Diesel
1
8.000.000
8.000.000
2
Mesin Giling
1
4.000.000
4.000.000
3
Tungku Semen
2
1.500.000
3.000.000
4
Tanggok Bambu
1
100.000
100.000
5
Bak Plastik
3
400.000
1.200.000
6
Pompa Air
2
300.000
600.000
7
Cetakan
6
80.000
480.000
8
Jerigen
3
5.000
15.000
9
Serok
2
15.000
30.000
10
Kain (50 cm x 50 cm)
6
5.000
30.000
11
Bak Air (1 m2)
1
500.000
500.000
12
Bak Biang (1 m2)
3
150.000
450.000
13
Lumpang
1
300.000
300.000
Total Biaya Peralatan Produksi ( Rp)
18.705.000
Sumber : CV Laksa Mandiri, 2011
Dari Tabel 1 terlihat bahwa terdapat 13 peralatan yang digunakan untuk
proses produksi, antara lain mesin diesel dan mesin giling, pompa air, tungku
semen, cetakan, tanggok bambu, bak plastik, jerigen, serok, kain, bak air dan bak
biang, dan lumpang. Mesin diesel dan mesin giling yang dimiliki CV Laksa
Mandiri ada sebanyak satu unit. Adapun kegunaan mesin diesel adalah untuk
menambah energi listrik yang dibutuhkan dalam proses produksi tahu, sedangkan
mesin giling digunakan untuk menggiling kacang kedelai menjadi bubur.
Tungku semen adalah tungku yang terbuat dari semen yang dicor
membentuk tungku, yang berfungsi sebagai tempat untuk merebus kedelai yang
sudah digiling dan untuk merendam tahu ke dalam air kunyit. Usaha tahu CV
Laksa Mandiri memiliki tungku semen sebanyak dua unit. Bak plastik merupakan
bak yang terbuat dari plastik dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan air tahu
yang digunakan sebagai bibit untuk menggumpalkan kacang kedelai yang sudah
menjadi bubur. CV Laksa Mandiri memiliki tiga bak plastik.
Usaha ini memiliki dua unit pompa air, yang berfungsi untuk memudahkan
akses penggunaan air yang dibutuhkan dalam proses produksi. CV Laksa Mandiri
memiliki cetakan sebanyak 6 dengan fungsi untuk mencetak kedelai yang sudah
diolah menjadi tahu. Jerigen dan bak biang pada usaha masing-masing sebanyak
tiga unit, dimana jerigen berfungsi sebagai tempat menampung air sedang bak
biang berfungsi sebagai tempat kedelai yang sudah menjadi bubur dan sudah siap
untuk dicetak. Lumpang digunakan sebagai alat untuk menggiling kunyit.
Dalam rangka menjaga ketahanan peralatan, maka secara berkala pemilik
usaha melakukan pemeliharaan. Pemeliharaan peralatan produksi yang dilakukan
oleh pemilik bertujuan agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar yaitu dengan
membersihkan sebagian peralatan dan mengganti beberapa bagian pada mesin
yang sudah karat selain itu perawatan yang dilakukan setiap dua minggu sekali
ialah mengganti oli mesin diesel.
4.1.4 Proses Produksi Tahu
Bahan baku utama dalam pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Usaha
tahu pada penelitian ini membutuhkan kurang lebih dua kuintal kacang kedelai
untuk memproduksi tahu per harinya. Selain itu juga dibutuhkan beberapa bahan
baku penunjang lainnya dalam menghasilkan tahu, yang dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari
No
Uraian
Jumlah
1
Kacang kedelai
200 kg
2
Garam
10 kg
3
Kunyit
5 kg
4
Bibit tahu (air tahu)
Secukupnya
Sumber : CV Laksa Mandiri, 2011
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa dalam satu hari usaha ini mengelola
rata-rata sebanyak 200 kg kacang kedelai, dengan garam yang digunakan kurang
lebih sebanyak 10 kg. Kunyit dalam pembuatan tahu digunakan sebagai pewarna
pada tahu tahu kuning. Selain itu usaha ini juga menggunakan bibit tahu
secukupnya, guna mendapatkan bubur kedelai yang disaring agar memadat
menjadi tahu. Adapun proses produksi dari tahu itu sendiri dapat terlihat dengan
jelas pada gambar 3 dan gambar 4.
Gambar 3. Proses produksi tahu putih
Gambar 4. Proses produksi tahu kuning
Berdasarkan gambar tiga terlihat bahwa terdapat beberapa tahapan untuk
mengolah kedelai menjadi tahu. Sebelum dan setelah direndam selama satu jam,
kedelai harus dicuci agar kulit kacangnya mengelupas dan kebersihannya terjaga
sehingga tidak cepat masam. Setelah itu kedelai tersebut ditiriskan, untuk
kemudian dilumat menggunakan mesin giling bersamaan dengan penambahan air
hangat hingga menjadi bubur.
Bubur kedelai tersebut kemudian dimasak hingga muncul gelembunggelembung kecil pada suhu 70o – 80o C. Setelah sedikit mengental bubur kedelai
kemudian disaring lalu diendapkan dengan bibit tahu yaitu air tahu dari sisa hasil
proses produksi. Air tahu ditambahkan secukupnya hingga hasil saringan bubur
kedelai bisa menggumpal dan bisa dicetak, sisa hasil saringan yang berupa ampas
tahu dapat dijual atau diolah kembali menjadi oncom.
4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri
4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan
CV Laksa Mandiri sudah melakukan perhitungan harga pokok produksi
produk tahu, namun perhitungan yang dilakukan masih dengan metode yang
sederhana dan belum merinci seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses
produksi. Dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi tahu perusahaan
hanya membebankan biaya bahan baku yaitu kacang kedelai, biaya kayu, serta
biaya listrik dan solar. Perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan ini belum
memasukkan seluruh biaya overhead pabrik. Biaya overhead yang dibebankan
perusahaan pada perhitungan harga pokok produksi hanya biaya solar, kayu, dan
biaya listrik sedangkan biaya overhead lainnya seperti kain, biaya pemeliharaan
mesin dan peralatan, biaya penyusutan bangunan, mesin, dan peralatan belum
dibebankan oleh perusahaan.
Harga jual ditetapkan oleh CV Laksa Mandiri setelah memperhitungkan
harga pokok produksi yang dikeluarkan ditambah dengan keuntungan yang ingin
diperoleh oleh CV Laksa Mandiri. CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis
tahu, yaitu tahu putih dan tahu kuning. Setengah dari jumlah produksi tahu putih
akan diolah lebih lanjut menjadi tahu kuning dengan cara dicelupkan kedalah air
kunyit kurang lebih selama setengah jam.
Satu cetakan tahu menghasilkan delapan puluh potong tahu, satu cetakan
tahu membutuhkan dua kilogram kacang kedelai jadi satu kilogram kacang
kedelai menghasilkan empat puluh potong tahu. Selama bulan April CV Laksa
Mandiri memproduksi 5.500 kilogram kacang kedelai yang menghasilkan 220.000
potong tahu. Harga satu kilogram kacang kedelai Rp. 6.200. Sedangkan untuk
biaya tenaga kerja langsung dihitung berdasarkan jumlah kedelai yang diproduksi
per hari. Untuk memproduksi satu kilogram kacang kedelai di gaji Rp 1.000 jadi
selama bulan April 2011 CV Laksa Mandiri mengeluarkan biaya tenaga kerja
langsung sebesar Rp 5.500.000. Biaya listrik yang dikeluarkan oleh perusahaan
selama April 2011 adalah Rp 127.000, biaya solar Rp 495.000, biaya kayu bakar
Rp 6.000.000, biaya garam Rp 550.000, biaya kunyit Rp 137.500. Untuk lebih
jelas memahami mengenai perhitunggan harga pokok produksi dengan metode
perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan cara
perusahaan pada April 2011
Harga
Biaya
Kebutuhan
Harga Per
per
Jumlah (Rp)
Per Bulan
Kilogram (Rp)
Liter
(Rp)
Kacang kedelai (Kg)
Garam (Kg)
Tenaga kerja (Kg)
5.500
6.200
Rp 34.100.000
275
2.000
Rp
550.000
5.500
1.000
Rp
5.500.000
Rp
127.000
Rp
495.000
Biaya listrik
Solar (liter)
110
Kayu (Kg)
4.000
4.500
1.000
Rp 4.000.000
Total biaya
Rp 44.772.000
Jumlah produksi (Potong)
220.000
HPP per potong
Rp
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Gambar 5. Tahu putih
203,50
Tabel 4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan cara
perusahaan.
Kebutuhan Satu
Harga per
Biaya
Jumlah (Rp)
Bulan (Kg)
kilogram (Rp)
Tahu putih
Kunyit
Kayu bakar
Rp 22.386.000
68,75
2000
Rp 2.000
Rp
137.500
Rp 1.000
Rp 2.000.000
Total biaya
Rp 24.523.500
Jumlah produksi
110.000
(Potong)
HPP per potong
Rp
222,94
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Gambar 6. Tahu kuning
Pada Tabel 3 dan Tabel 4 diketahui bahwa harga pokok produksi tahu putih
Rp 203,50 dan harga pokok produksi tahu kuning adalah Rp 222,94 yang
diperoleh dari total biaya dibagi jumlah produksi. Pada tabel tersebut jelas terlihat
perbedaan harga pokok produksi antara tahu putih dan tahu kuning, dimana harga
pokok produksi tahu kuning sedikit lebih mahal dibandingkan dengan harga
pokok produksi tahu putih. Perbedaan ini disebabkan oleh karena pada tahu
kuning digunakan kunyit dalam proses produksinya sedangkan untuk tahu putih
tidak menggunakan kunyit, hal inilah yang menyebabkan perbedaan harga pokok
produksi dari kedua jenis tahu tersebut.
4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing
CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu yaitu tahu putih dan tahu
kuning. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data produksi pada
bulan April 2011. Selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi 5.500
kilogram kacang kedelai yang menghasilkan 220.000 potong tahu putih. Setengah
dari produksi tahu putih yaitu sebanyak 110.000 potong akan diolah lebih lanjut
menjadi tahu kuning.
1.
Tahu Putih
Untuk memproduksi tahu putih dibutuhkan biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
A. Biaya Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk membuat tahu putih adalah kacang
kedelai dan garam. CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu yaitu tahu
putih dan tahu kuning. Jumlah tahu kuning yang diproduksi setengah dari
produksi tahu putih. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data
produksi pada bulan April 2011. Jadi untuk menghitung biaya produksi tahu
digunakan dengan data produksi tahu selama satu bulan.
Pada produksi tahu CV Laksa Mandiri biaya kacang kedelai yang digunakan
dalam proses produksi selama April 2011 adalah Rp 34.100.000. Garam
digunakan pada produksi tahu agar tahu yang dihasilkan memiliki rasa namun
jumlah garam yang digunakan hanya sedikit yaitu sebanyak 275 kilogram selama
bulan April 2011. Sedangkan untuk bibit tahu digunakan air tahu jadi untuk bibit
tahu perusahaan tidak mengeluarkan biaya. Untuk perhitungan biaya bahan baku
yang diperlukan per potong tahu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan
Biaya Bahan Baku
-Kacang Kedelai (Rp)
-Garam
Kebutuhan Selama
Harga per
Satu Bulan (Kg)
Kilogram (Rp)
Total Biaya (Rp)
5.500
6.200
Rp 34.100.000
275
2.000
Rp
Jumlah
550.000
Rp 34.650.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah kacang kedelai yang
dibutuhkan dalam satu bulan sebanyak 5.500 kilogram dengan harga per
kilogramnya Rp 6.200 jadi biaya yang dikeluarkan untuk membeli kacang kedelai
selama satu bulan Rp 34.100.000. Garam yang diperlukan selama satu bulan yaitu
sebanyak 275 kilogram. Harga satu kilogram garam Rp 2.000 jadi biaya yang
dikeluarkan untuk membeli garam selama bulan April adalah Rp 550.000. Dalam
produksi tahu putih digunakan bibit tahu yang berfungsi sebagai bahan agar tahu
dap menggumpal secara sempurna. CV Laksa Mandiri menggunakan air tahu sisa
hasil produksi pada produksi tahu sebelumnya sehingga perusahaan tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk membeli bibit tahu. Jadi total biaya yang dikeluarkan
selama satu bulan untuk tahu putih adalah Rp Rp 34.650.000 dengan jumlah
produksi sebanyak 220.000 potong.
B. Penggunaan Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja terbagi menjadi dua yaitu tenaga kerja langsung dan tenaga
kerja tidak langsung. Tenaga kerja tidak langsung yaitu tenaga kerja yang tidak
langsung terlibat dalam proses produksi sedangkan tenaga kerja langsung adalah
tenaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi. Pada CV Laksa
Mandiri tenaga kerja yang digunakan hanya tenaga kerja langsung yaitu meliputi
pekerja bagian penggumpalan, pencetakan, penimbangan, dan bagian kayu.
Sistem pembayaran gaji dilakukan berdasarkan jumlah kacang kedelai yang
digunakan pada proses produksi. Satu kilogram kacang kedelai dibayar sebesar Rp
1.000. Selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi kacang kedelai
sebanyak 5.500 kilogram. Besarnya pengeluaran biaya untuk tenaga kerja
langsung selama satu bulan yaitu Rp 5.500.000 Penggunaan biaya tenaga kerja
langsung selama bulan April dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Biaya tenaga kerja langsung selama bulan April
Jumlah
Produksi Biaya per Kilogram
(Kg)
(Rp)
5.500
1.000
Jumlah
Total Biaya (Rp)
Rp 5.500.000
Rp 5.500.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja langsung yang
dikeluarkan selama bulan April sebanyak Rp 5.500.000 dan tidak ada perbedaan
biaya antara tahu putih dan tahu kuning karena tidak ada perbedaan upah antara
tenaga kerja langsung untuk tahu putih dan tahu kuning.
C. Penggunaan biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya yang mempengaruhi proses produksi
secara tidak langsung. Biaya inilah yang sering kali tidak dihitung secara rinci
oleh perusahaan dalam menghitung harga pokok produksinya. Biaya overhead
yang digunakan pada CV Laksa Mandiri adalah sebagai berikut :
1.
Biaya Bahan Penolong
Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau
bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil
dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. Pada CV Laksa mandiri,
bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi tahu adalah :
a. Kain
Dalam proses produksi tahu, kain digunakan pada saat pencetakan tahu.
Tahu yang sudah menggumpal akan di cetak pada tempat pencetakan, kain
tersebut diletakkan pada alat pencetak tahu kemudian tahu yang sudah
menggumpal akan dimasukkan ke dalam alat pencetak. Kain ini digunakan
pada tempat pencetakan agar tahu yang dihasilkan menjadi padat. CV Laksa
Mandiri memiliki 6 kain yang berukuran 50 cm2 x 50 cm2, satu kain
menghabiskan biaya Rp 2.500 jadi biaya yang dikeluarkan selama satu
bulan untuk kain adalah Rp 15.000.
Tabel 7. Biaya kain selama satu bulan
Pemakaian kain
Biaya per Potong
(Potong)
(Rp)
6
2.500
Total Biaya (Rp)
Rp 15.000
Jumlah
Rp 15.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
b. Kayu Bakar
Kayu bakar digunakan untuk proses pembuburan kedelai. Biaya yang
dikeluarkan CV Laksa Mandiri untuk membeli kayu bakar selama bulan
April sebanyak Rp 6.000.000. Kebutuhan kayu bakar antara tahu kuning dan
tahu putih adalah 1:2, berarti tahu kuning menghabiskan biaya Rp 2.000.000
dan tahu putih Rp 4.000.000.
Tabel 8. Biaya kayu bakar selama satu bulan
Pemakaian kayu
Biaya per Kilogram
(Kg)
(Rp)
4.000
1.000
Jumlah
Total Biaya (Rp)
Rp 4.000.000
Rp 4.000.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
c. Solar
Solar digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel pada usaha Bapak
Mumu. Solar yang digunakan per harinya rata-rata sebanyak 5 liter per 250
kilogram kacang kedelai, selama satu bulan CV Laksa Mandiri
memproduksi 5.500 kilogram kacang kedelai jadi penggunaan solar selama
satu bulan sebanyak 110 liter dengan harga Rp 4.500 per liter jadi biaya
yang dikeluarkan selama bulan April sebesar Rp 495.000. Untuk lebih
jelasnya penggunaan bahan penolong pada produksi tahu CV Laksa Mandiri
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Penggunaan solar selama satu bulan
Pemakaian Solar (Liter)
Biaya per Liter
Total Biaya (Rp)
(Rp)
110
4.500
Rp 495.000
Jumlah
Rp 495.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Jadi total keseluruhan biaya bahan penolong selama April 2011 dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Biaya penggunaan bahan penolong per April 2011
Bahan Penolong
Total Biaya (Rp)
Kain
Rp
Kayu Bakar
Rp 4.000.000
Solar
Rp
Jumlah
15.000
495.000
Rp 4.510.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
2.
Biaya Listrik
Listrik digunakan oleh CV Laksa Mandiri untuk memberi penerangan pada
saat proses produksi. Biaya listrik yang dikeluarkan CV Laksa Mandiri pada
bulan April adalah Rp 127.000.
Tabel 11. Biaya listrik selama satu bulan
Keterangan
Total Biaya (Rp)
Biaya Listrik (Rp)
Rp 127.000
Jumlah
Rp 127.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
3.
Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Mesin dan Peralatan
Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dilakukan untuk menjaga mesin
dan peralatan agar tahan lebih lama. Pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan oleh CV Laksa Mandiri adalah dengan mengganti peralatan yang
sudah tidak layak pakai dan memperbaiki mesin dan peralatan yang rusak.
Biaya yang dikeluarkan CV Laksa Mandiri untuk pemeliharaan Mesin dan
peralatan selama bulan April ialah Rp 130.000 yang terdiri dari
pemeliharaan mesin giling Rp 30.000 dan mesin diesel 100.000. Untuk lebih
jelasnya, perhitungan biaya pemeliharaan mesin dan peralatan dijelaskan
pada Tabel 12.
Tabel 12. Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan
selama satu bulan
Keterangan
Total Biaya
Mesin Diesel
Rp 100.000
Mesin Giling
Rp 30.000
Jumlah
Rp 130.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
4.
Biaya Penyusutan Mesin, Peralatan, dan Bangunan
Penggunaan mesin dan peralatan menyebabkan penyusutan nilai dari mesin
dan
peralatan
yang
digunakan
tersebut.
Penyusutan
yang terjadi
menyebabkan menurunnya atau berkurangnya nilai mesin dan peralatan.
Untuk menghitung nilai penyusutan mesin dan peralatan yang digunakan
oleh CV Laksa Mandiri selama bulan April digunakan dengan metode umur
ekonomis atau disebut dengan metode garis lurus. Perhitungan dengan
metode garis lurus dilakukan dengan :
Beban Penyusutan =
Tabel 13. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per tahun
Keterangan
Harga per
Unit (A)
(Rp)
Mesin Diesel
8.000.000
Jumlah
Unit
(B)
(Unit)
1
Mesin Giling
4.000.000
1
4.000.000
1.000.000
Tungku Semen
1.500.000
1
1.500.000
0
5
300.000
100.000
1
100.000
0
6
16.667
Bak Plastik
400.000
3
1.200.000
0
5
240.000
Pompa Air
300.000
2
600.000
0
3
200.000
Cetakan
80.000
6
480.000
0
3
160.000
Jerigen
5.000
3
15.000
0
5
3.000
Serok
15.000
2
30.000
0
3
10.000
Bak Air (1 m2)
500.000
1
500.000
0
5
100.000
Bak Biang
150.000
3
450.000
0
5
90.000
200.000.000
1
200.000.000
0
25
8.000.000
Tanggok
Harga Beli
(AXB)
(Rp)
Nilai Sisa
(Rp)
Umur
ekonomis
(Tahun)
Beban
Penyusustan
(Rp/Thn)
8.000.000
4.000.000
15
266.667
10
300.000
Bambu
(1 m2)
Bangunan
Jumlah
Rp 9.686.334
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 201
Tabel 14. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per bulan
Keterangan
Penyusutan per
Penyusutan per Bulan
Tahun (A)
(B)
B = A/12
Penyusutan peralatan,
Rp 9.686.334
Rp 807.194,5
mesin, dan bangunan
Jumlah
Rp 807.194,5
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri
Berdasarkan Tabel 13 dan Tabel 14 diketahui bahwa beban penyusutan
mesin, peralatan dan bangunan selama satu tahun adalah Rp 9.686.334. Jadi
penyusutan peralatan per bulan adalah Rp 807.194. Selama bulan April CV
Laksa Mandiri mengeluarkan biaya penyusutan sebesar Rp 807.194.
Jadi total biaya overhead pabrik yang digunakan selama bulan April adalah
jumlah dari biaya bahan penolong, biaya listrik, biaya perawatan dan
pemeliharaan mesin dan peralatan, dan biaya penyusutan mesin, peralatan, dan
bangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Biaya overhead pabrik per April 2011
Keterangan
Total Biaya (Rp)
Biaya Bahan Penolong
Rp 4.510.000
Biaya Listrik
Rp
127.000
Rp
130.000
Biaya penyusutan mesin dan peralatan
Rp
807.194,5
Jumlah
Rp 5.574.194,5
Biaya Perawatan dan pemeliharaan mesin dan
peralatan
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Setelah diketahui biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung,
dan biaya overhead pabrik maka dapat dilakukan perhitungan harga pokok
produksi per potong tahu. Proses perhitungan harga pokok produksi dengan
metode full costing dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing per
potong/unit tahu, April 2011
Keterangan
Total Biaya (Rp)
Biaya Bahan Baku Langsung
Rp 34.650.000
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp 5.500.000
Biaya Overhead Pabrik
Rp 5.574.194,5
Jumlah Total (per April 2011)
Rp 45.724.194,5
Jumlah Produksi
220.000
Biaya per potong tahu putih
Rp
207,84
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa harga pokok produksi per potong tahu
putih adalah Rp 207,84 yang diperoleh dari jumlah total (per April 2011) dibagi
dengan jumlah produksi.
2.
Tahu Kuning
Untuk memproduksi tahu kuning, tahu putih diolah lebih lanjut yaitu dengan
merebus tahu putih ke dalam air kunyit selama kurang lebih setengah jam.
Selama April 2011 CV Laksa Mandiri memproduksi tahu kuning sebanyak
110.000 potong atau setengan dari tahu putih diproses lebih lanjut menjadi tahu
kuning. Pada proses produksi tahu kuning ini membutuhkan tambahan biaya yaitu
biaya kunyit sebagai bahan pewarna, biaya lumpang yang digunakan sebagai alat
untuk menumbuk kunyit, tungku semen yang digunakan sebagai tempat untuk
merebus tahu, dan juga kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk
merebus tahu.
A.
Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku yang digunakan untuk tahu kuning adalah biaya untuk
memproduksi tahu putih yaitu sebesar Rp 22.862.097,25 atau setengah dari total
biaya produksi tahu putih dan biaya untuk pembelian kunyit. Pada bulan April
kunyit yang digunakan sebanyak 68,75 kilogram dengan harga per kilogramnya
adalah Rp 2.000. Untuk lebih jelasnya, penggunaan biaya bahan baku yang
digunakan untuk memproduksi tahu kuning dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan
Keterangan
Kebutuhan Selama
Harga per
Biaya Bahan
Satu Bulan (Kg)
Kilogram (Rp)
Baku
a. Tahu putih
b. Kunyit
Rp 22.862.097,25
68,75
Rp 2.000
Rp
Jumlah
137.500
Rp 22.999.597,25
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
B.
Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead yang digunakan untuk memproduksi tahu kuning ialah
biaya overhead yang telah digunakan pada produksi tahu putih dan biaya
overhead yang digunakan pada proses produksi lanjutan dari tahu putih menjadi
tahu kuning yaitu kayu bakar dan biaya penyusutan peralatan.
a.
Biaya Bahan Penolong
Adapun bahan penolong yang digunakan pada proses produksi tahu kuning
ialah kayu bakar. Kayu bakar digunakan untuk merebus tahu putih. Kayu
bakar yang digunakan selama bulan April sebanyak 2.000 kilogram dengan
harga per kilogramnya adalah Rp 1.000. Untuk lebih jelasnya, penggunaan
kayu bakar dalam memproduksi tahu kuning dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Biaya penggunaan kayu bakar per bulan
Pemakaian kayu
Biaya per Kilogram
Total Biaya
(Kg)
(Rp)
(Rp)
2.000
1.000
Jumlah
Rp 2.000.000
Rp 2.000.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
b.
Biaya Penyusutan Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi tahu kuning adalah
lumpang yang digunakan sebagai tempat menumbuk kunyit dan tungku
semen yang digunakan sebagai tempat merebus tahu putih atau sebagai
tempat pewarnaan tahu. Untuk lebih jelas memahami mengenai penyusutan
peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Beban penyusutan peralatan per tahun
Keterangan
Tungku Semen
Lumpang
1.500.000 1
Harga
Beli
(AXB)
(Rp)
1.500.000
0
5
Rp 300.000
300.000 1
300.000
0
3
Rp 100.000
Harga per
Unit (A)
(Rp)
Jumlah
Unit (B)
(Unit)
Nilai
Sisa
(Rp)
Umur
ekonomis
(Tahun)
Jumlah
Beban
Penyusustan
(Rp/Thn)
Rp 400.000
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Tabel 20. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan
Keterangan
Penyusutan per
Penyusutan per Bulan (B)
Tahun (A)
B = A/12
Penyusutan peralatan Rp 400.000
Rp 33.333,33
Jumlah
Rp 33.333,33
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Jadi total biaya overhead pabrik yang digunakan selama bulan April adalah
jumlah dari biaya bahan penolong dan biaya penyusutan peralatan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Biaya overhead pabrik selama satu bulan
Keterangan
Biaya Bahan Penolong
Biaya penyusutan
peralatan
Jumlah
Total Biaya (Rp)
Rp 2.000.000
Rp
33.333,33
Rp 2.033.333,33
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Setelah biaya bahan baku langsung dan biaya overhead pabrik diketahui
maka perhitungan harga pokok produksi dapat dilakukan. Untuk lebih jelasnya
perhitungan harga pokok produksi per potong tahu dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing per
potong/unit tahu
Keterangan
Total Biaya (Rp)
Biaya Bahan Baku Langsung
Rp 22.999.597,25
Biaya Overhead Pabrik
Rp 2.033.333,33
Jumlah Total (per April 2011)
Rp 25.032.930,58
Jumlah Produksi
110.000
Biaya per potong tahu kuning
Rp
227,57
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Dari Tabel 22 diketahui bahwa biaya per potong tahu kuning adalah Rp
227,57 yang diperoleh dari jumlah total (per April 2011) dibagi dengan jumlah
produksi.
4.3. Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan cara perusahaan dan metode full costing
Berdasarkan perhitungan sebelumnya dapat dianalisis perbedaan kedua
metode perhitungan yaitu antara perhitungan harga pokok produksi dengan
metode yang dilakukan perusahaan dengan metode full costing. Perbedaan antara
kedua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi dengan
metode full costing dan metode perusahaan
Keterangan
Metode Full costing Metode
Selisih (Rp)
(Rp)
Perusahaan (Rp)
Tahu Putih
Rp 207,84
Rp 203,50
Rp 4,34
Tahu Kuning
Rp 227,57
Rp 222,94
Rp 4,63
Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011
Dari Tabel 23 diketahui bahwa selisih biaya produksi tahu putih adalah Rp
4,34 per potong, jumlah produksi tahu putih sebanyak 110.000 jadi selisih biaya
produksi tahu putih selama bulan April adalah Rp 477.400 sedangkan untuk tahu
kuning selisih biaya produksi per potong adalah Rp 4,63 selama bulan April CV
Laksa Mandiri memproduksi 110.000 potong tahu jadi selisih biaya produksi tahu
kuning selama bulan April adalah Rp 509.300. Jadi total selisih biaya produksi
tahu putih dan tahu kuning dengan metode perusahaan dan metode full costing
selama April 2011 adalah Rp 986.700.
Diketahui bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan metode
perusahaan dan metode full costing memiliki perbedaan. Pada perhitungan harga
pokok produksi dengan metode full costing harga pokok produksi yang dihasilkan
lebih besar dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produksi dengan
metode perusahaan. Hal ini karena dengen menggunakan metode full costing
semua biaya dirinci secara jelas, baik itu biaya bahan baku, tenaga kerja langsung,
dan biaya overhead pabrik sedangkan pada perhitungan harga pokok produksi
dengan metode yang digunakan perusahaan harga pokok produksi yang dihasilkan
lebih kecil karena perusahaan tidak memasukkan biaya overhead pabrik secara
rinci ke dalam biaya produksinya. Perusahaan hanya merinci biaya bahan baku
langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead namum biaya overhead
yang dihitung pada proses perhitungan biaya produksi yang dilakukan perusahaan
hanya biaya listrik, biaya solar, dan biaya kayu bakar. Untuk biaya penyusutan
mesin, peralatan, dan bangunan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan, dan
biaya kain tidak di bebankan oleh perusahaan oleh karena itu perhitungan biaya
produksi dengan metode perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan metode full
costing.
Jika perusahaan menggunakan metode full costing dalam menghitung
biaya produksinya maka perusahaan harus :
1.
Mengidentifikasi seluruh biaya yang digunakan dalam proses produksi
2.
Membedakan antara biaya variabel dengan biaya tetap
3.
Memisahkan biaya produksi dengan biaya non produksi
4.
Memperhitungkan biaya produksi selain biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
a.
Kesimpulan
CV Laksa Mandiri telah melakukan perhitungan biaya produksi untuk
produk tahu kuning dan tahu putih. Perhitungan harga pokok produksi yang
dilakukan
oleh CV Laksa Mandiri masih sangat sederhana dengan
menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, biaya
yang dihitung oleh CV Laksa Mandiri sebagai biaya produksi adalah biaya
kacang kedelai, biaya garam, biaya solar dan listrik, biaya kayu bakar, dan
biaya tenaga kerja serta khusus untuk tahu kuning ada biaya tambahan yaitu
biaya untuk membeli kunyit. Masih terdapat biaya overhead yang
dikeluarkan dalam proses produksi namun CV Laksa Mandiri tidak
menghitung biaya tersebut. Hasil perhitungan harga pokok produksi yang
dilakukan CV Laksa Mandiri atas produk tahu putih dan tahu kuning adalah
sebagai berikut :
b.
1. Tahu putih
: Rp 203,50
2. Tahu kuning
: Rp 222,94
Perhitungan biaya produksi yang dilakukan dengan metode full costing pada
CV Laksa mandiri ialah dengan menghitung seluruh
biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi tahu putih dan tahu kuning. Adapun
biaya yang dibebankan pada produksi tahu putih adalah biaya kacang
kedelai, biaya garam, biaya solar, biaya kain, biaya kayu bakar, biaya listrik,
biaya perawatan dan pemeliharaan mesin, dan biaya penyusutan peralatan,
mesin, dan bangunan. Biaya yang dikeluarkan untuk produksi tahu kuning
sama saja dengan biaya tahu putih namun pada tahu kuning ada biaya
tambahan yaitu biaya kunyit, kayu bakar dan penyusutan peralatan yaitu
lumpang dan tungku semen. Hasil perhitungan biaya produksi dengan
metode full costing adalah :
1. Tahu putih
:Rp 207,84
2. Tahu kuning
:Rp227,57
c. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode perusahaan dan
metode full costing memiliki perbedaan. Pada perhitungan harga
pokok produksi dengan metode full costing harga pokok produksi yang
dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan perhitungan harga pokok
produksi dengan metode perusahaan. Selisih biaya produksi antara
kedua metode tersebut adalah : tahu putih Rp 4,34 per potong, jumlah
produksi tahu putih sebanyak 110.000 jadi selisih biaya produksi tahu
putih selama bulan April adalah Rp 477.400 sedangkan untuk tahu
kuning selisih biaya produksi per potong adalah Rp 4,63 selama bulan
April CV Laksa Mandiri memproduksi 110.000 potong tahu jadi
selisih biaya produksi tahu kuning selama bulan April adalah Rp
509.300. Jadi total selisih biaya produksi tahu putih dan tahu kuning
dengan metode perusahaan dan metode full costing selama April 2011
adalah Rp 986.700.
2.
Saran
a) Sebaiknya CV Laksa Mandiri menggunakan metode full costing dalam
mengitung biaya produksinya karena metode ini lebih akurat dibandingkan
dengan metode yang dilakukan oleh perusahaan. Metode full costing
merinci seluruh biaya produksi yang terkait dengan proses produksi
sehingga hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan hasil aktual yang
dikeluarkan selama proses produksi.
b) Sebaiknya CV Laksa Mandiri memperhitungkan biaya gaji pemilik karena
pemilik juga ikut bekerja pada proses produksi CV Laksa Mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2010. Survei Industri Mikro dan Kecil 2010. Bogor.
Bustami, N. 2006. Akuntansi Biaya . Graha Ilmu, Yogyakarta.
. 2006. Akuntansi Biaya Tingkat Lanjut. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Dewi, K. R. 2011. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu dengan
Metode Full Costing (studi kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan
Ciapus, Bogor) Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Horngren, Datar, Foster. 2006. Akuntansi Biaya : Penekanan Manajerial Edisi 12.
Erlangga, Jakarta.
Hasfah, J. M. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
www.smecda.com/deputi7/file_Infokop. [14 April 2011]
Hansen, Mowen. 2004. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat, Jakarta.
Irna. 2011 . Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Roti dengan Metode
Procces Costing dan Pengaruhnya Terhadap Harga Jual (Studi Kasus UKM
Edie’s Bakery, Bogor) Skirpsi pada Departemen Manajemen, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mulyadi. 2005. Akuntansi biaya. Unit Penerbit Dan Percetakan Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta.
Sulastiningsih, Z. 1999. Akuntansi Biaya Dilengkapi dengan Isu-Isu
Kontenporer.Unit Penerbit Dan Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta.
Usry, C. 2002. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta.
. 2004. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta.
. 2009. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta.
Widiyastuti, S. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita
(Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection) Skirpsi pada Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peralatan produksi CV Laksa Mandiri
Mesin diesel
Tungku semen
Lampiran 2. Bahan baku produksi tahu CV Laksa Mandiri
Kacang kedelai
Bubur kedelai
Lampiran 3. Pertanyaan untuk wawancara langsung dengan pemilik CV
Laksa Mandiri
1.
Kapan bapak mulai merintis usaha ini?
2.
Darimana sumber modal awal bapak ketika mendirikann usaha ini?
3.
Bagaimana proses produksi produk tahu ini?
4.
Berapa orang karyawan yang bapak miliki?
5.
Dari semua karyawan yang bapak miliki, apa saja pekerjaan mereka?
6.
Bagaimana sistem penggajian karyawan yang bapak lakukan dan berapa gaji
masing-masing karyawan?
7.
Peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam produksi tahu ini?
8.
Selain kedelai, bahan baku apa saja yang dibutuhkan untuk membuat tahu?
9.
Berapa kilogram kacang kedelai yang bapak produksi selama bulan April?
10.
Berapa harga bahan baku dan bahan penolong untuk produksi tahu per
kilogramnya?
11.
Berapa harga alat-alat yang dibutuhkan untuk produksi tahu yang bapak
miliki dan berapa lama masa manfaat dari peralatan itu?
12.
Berapa biaya listrik bapak pada bulan April?
13.
Berapa biaya pemeliharaan peralatan untuk produksi tahu pada bulan April?
14.
Bagaimana cara bapak melakukan perhitungan biaya produksi produk tahu?
15.
Berapa harga tanah dan bangunan yang bapak gunakan untuk produksi tahu?
Download