ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL (STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI) Oleh SILVANIA EPRILIANTA H24097115 PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 RINGKASAN SILVANIA EPRILIANTA. H24097115. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri). Di bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI. UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya, khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam perhitungan harga pokok produknya. Metode yang tepat digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah metode full costing. Tujuan Penelitian ini adalah (1) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri, (2) Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing pada CV Laksa Mandiri, (3) Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan metode yang digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga jual Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan melakukan wawancara secara langsung dengan pemilik dan karyawan yang bekerja pada CV Laksa Mandiri tersebut sedangkan data sekunder diperoleh melaui buku-buku yang terkait, literatur yang sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian. Hasil analisis data diperoleh bahwa perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri untuk tahu putih adalah Rp 203,50 dan tahu kuning adalah Rp 222,94 sedangkan hasil analisa perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing untuk tahu putih adalah Rp 207,84 dan tahu kuning adalah Rp 227,57 jadi selisih antara metode full costing dengan metode yang dilakukan oleh perusahaan adalah tahu putih Rp 4,34 dan tahu kuning Rp 4,63. Jadi metode yang paling tepat adalah metode full costing karena metode ini memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAHU DENGAN METODE FULL COSTING PADA INDUSTRI KECIL (STUDI KASUS CV LAKSA MANDIRI) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh SILVANIA EPRILIANTA H24097115 PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMAN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 Judul Skripsi : Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri) Nama : Silvania Eprilianta NIM : H24097115 Menyetujui, Dosen Pembimbing Farida Ratna Dewi, SE, MM NIP. 19710307 200501 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc NIP. 19610123 198601 1 002 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 28 April1988 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, putri pasangan ayahanda Menang Ginting dan ibunda Ngalemi Tarigan. Penulis lulus dari Sekolah Dasar Masehi pada tahun 2000 dan melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Tembung. Penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP N 2 selama 3 tahun kemudian melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 11 Medan. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan di Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor. Penulis Menyelesaikan pendidikannya di Diploma Tiga Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009 dan melanjutkan pendidikannya di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis melaksanakan Penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Sarjana Alih Jenis Manajeman Departeman Manajeman Fakultas Ekonomi Manajemen. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli dengan judul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing pada Industri Kecil (Studi Kasus CV Laksa Mandiri). KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu Pada Industri Kecil dengan Metode Full Costing (Studi kasus : CV Laksa Mandiri). Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan kedepannya. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya. Bogor, Agustus 2011 Penulis UCAPAN TERIMA KASIH Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dorongan, masukan, dan motivasi pada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai. 2. CV Laksa Mandiri beserta karyawan CV Laksa Mandiri yang telah memberikan informasi yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini. 3. Kedua orang tua, adik-adikku, Oktavianus, ddan seluruh keluarga besar atas doa, dukungan, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh staf sekretariat Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajeman Fakultas Ekonomi Manajeman yang selalu menjembatani setiap kegiatan perkuliahan dan pada saat bimbingan. 5. Seluruh teman dan sahabat yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii DAFTAR TABEL.............................................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... x I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 2 1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 2 1.2. Perumusan Masalah .................................................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 5 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 5 1.5. Ruang Lingkup ............................................................................................................ 6 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 7 2.1. Usaha Kecil Menengah ............................................................................................... 7 2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah ................................................................................. 9 2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah ................................................................. 9 2.4. Upaya Pengembangan UKM ..................................................................................... 11 2.5. Konsep dan Pengertian Biaya ................................................................................... 13 2.6. Klasifikasi Biaya ....................................................................................................... 14 2.7. Harga Pokok Produksi .............................................................................................. 17 2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi ............................................................... 18 2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi...................................................................... 20 2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi ........................................................................... 22 2.11. Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 25 III. METODE PENELITIAN ......................................................................................... 28 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................................ 28 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................... 30 3.3. Jenis dan Sumber Data.............................................................................................. 30 3.4. Metode Pengumpulan Data....................................................................................... 30 3.5. Pengolahan dan Analisis Data .................................................................................. 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 32 4.1. 4.1.1 4.1.2 4.1.3 4.1.4 Gambaran Umum Perusahaan .................................................................................. 32 Sejarah Perusahaan ................................................................................................... 32 Struktur Organisasi Perusahaan ............................................................................... 33 Peralatan Produksi Tahu........................................................................................... 34 Proses Produksi Tahu ............................................................................................... 36 4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri ..................................... 40 4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan .................... 40 4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing .................. 44 4.3. Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan cara perusahaan dan metode full costing .................................................................. 55 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................ 57 1. Kesimpulan.................................................................................................................. 57 2. Saran ............................................................................................................................ 58 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 59 LAMPIRAN .................................................................................................................. 60 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka penelitian.........................................................................................29 2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri............................................................33 3. Proses produksi tahu putih...............................................................................38 4. Proses produksi tahu kuning............................................................................39 5. Tahu putih........................................................................................................42 6. Tahu kuning.....................................................................................................43 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Peralatan produksi tahu usaha Bapak Mumu...................................................35 2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari.................................................36 3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan metode perusahaan........................................................................................................42 4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan metode perusahaan...........................................................................................43 5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan...................................45 6. Biaya tenaga kerja langsung selama bulan April............................................46 7. Biaya kain selama satu bulan..........................................................................47 8. Biaya kayu bakar selama satu bulan...............................................................47 9. Penggunaan solar selama satu bulan..............................................................48 10. Biaya penggunaan bahan penolong per April 2011......................................48 11. Biaya listrik selama satu bulan......................................................................48 12. Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan selama satu bulan...........................................................................................49 13. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per tahun.....................50 14. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per bulan.....................50 15. Biaya overhead pabrik per April 2011.........................................................51 16. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing per potong/unit tahu..................................................................52 17. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan......................................................................................................53 18. Biaya penggunaan kayu bakar per bulan......................................................53 19. Beban penyusutan peralatan per tahun.........................................................54 20. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan..............................................................................................................54 21. Biaya overhead pabrik selama satu bulan....................................................54 22. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing per potong/unit tahu.....................................................................................55 23. Perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing dan metode perusahaan....................................55 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Peralatan produksi CV Laksa Mandiri..............................................................61 2. Bahan baku produksi tahu CV Laksa Mandiri..................................................62 3. Pertanyaan untuk wawancara langsung dengan pemilik CV Laksa Mandiri..63 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang berdiri sendiri. UKM memiliki peran yang besar bagi perekonomian di Indonesia, salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari UKM, semakin berkembang dan bertambah banyaknya UKM di Indonesia sangat memberi pengaruh terhadap perekonomian Indonesia, selain memberi sumbangan bagi devisa Negara, UKM juga berperan dalam mengurangi angka pengangguran. Oleh karena itu pemerintah harus lebih memperhatikan perkembangan UKM di Indonesia karena dengan adanya UKM akan membantu pemerintah dalam mengurangi masalah ekonomi di Indonesia. CV Laksana Mandiri merupakan usaha kecil yang bergerak dalam bidang produksi tahu dan melakukan produksi setiap hari. Dalam melakukan perhitungan harga pokok produksinya CV Laksa Mandiri masih menggunakan metode yang sangat sederhana sehingga masih ada biaya overhead yang digunakan untuk memproduksi tahu namun belum dimasukkan ke dalam komponen biaya produksi. Hal ini karena kurang terincinya biaya overhead pabrik yang digunakan dalam menghitung biaya produksi. Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 industri kecil di Indonesia mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.447.260 orang. Penyerapan tenaga kerja didominasi oleh industri makanan yang menyerap sebanyak 2.152.981 orang atau 33,39 persen sedangkan industri yang menyerap tenaga kerja paling sedikit yaitu industri peralatan listrik sebanyak 1.121 orang atau 0,02 persen dan industri elektronik dan optik sebanyak 1.481 orang atau 0,02 persen. Dari data penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.000.499 orang atau 15,58 persen dari total penyerapan tenaga kerja. Sedangkan nilai kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan PDB 2010 sebesar 187,71 triliun rupiah. Industri makanan memiliki kontribusi terbesar yaitu sebanyak 61,32 triliun rupiah atau 32,67 persen sedangkan pendapatan terkecil pada industri peralatan listrik yaitu sebesar 45 miliar atau 0,02 persen. Dari total penyerapan tenaga kerja, provinsi Jawa Barat mampu memberi kontribusi sebesar 30,92 triliun rupiah atau 16,47 persen. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat bahwa jumlah industri kecil di Indonesia sebanyak 2.732.724 usaha yang terbagi dalam 23 klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia. Banyaknya perusahaan/usaha diurutka dari yang terbanyak, yaitu industri makanan sebanyak 929.910 usaha atau 34,03 persen, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furniture), dan barang anyaman dari rotan, bambu dan sejenisnya sebanyak 639.106 usaha atau 23,39 persen, industri pakaian jadi sebanyak 276.548 usaha atau 10, 12 persen, industri tekstil sebanyak 234.657 usaha atau 8,59 persen, industri peralatan listrik sebanyak 199 usaha atau 0,01 persen, industri komputer, industri elektronik dan optik sebanyak 434 usaha atau 0,02 persen, dan industri mesin dan perlengkapannya sebanyak 1.540 usaha atau 0,06 persen. Sedangkan untuk provinsi Jawa Barat sendiri jumlah industri kecil pada tahun 2010 ialah sebanyak 397.331 atau 14,54 persen. Keuntungan merupakan hal utama yang ingin diperoleh oleh perusahaan demikian halnya dengan UKM. Keuntungan yang maksimal merupakan tujuan dari UKM atas kegiatan usaha yang dilakukannya. Semakin berkembangnya perusahaan yang diiringi dengan semakin kompleksnya persaingan di pasar maka perusahaan dituntut untuk lebih efisien dan efektif dalam melakukan kegiatan produksi agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus sehingga memiliki daya jual yang bagus di pasar, namun selain memiliki kualitas yang baik perusahaan juga dituntut untuk menjual produknya dengan harga yang wajar agar mampu bersaing di pasar. Untuk menentukan harga jual yang wajar perusahaan harus melakukan perhitungan yang tepat dan akurat dalam memproduksi produknya. UKM seringkali kurang akurat dalam menentukan harga jual produknya, khususnya UKM yang bergerak di bidang manufaktur seringkali kurang tepat dalam menetapkan harga jual produknya, hal ini dikarenakan kurang tepatnya dalam penghitungan harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh UKM tersebut. Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produk yang dihasilkan seringkali menyebabkan harga jual yang ditetapkan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Hal ini berdampak pada salahnya atau tidak sesuainya keuntungan yang diharapkan dengan keuntungan yang sebenarnya kita peroleh. Ketatnya persaingan di dunia bisnis menuntut perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menghitung biaya produksinya karena merupakan dasar bagi perusahaan untuk menentukan harga jual produknya. Sehingga jika perhitungan biaya produksi dilakukan dengan tepat maka akan diperoleh biaya produksi yang tepat. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkat efisiensi biaya yaitu dengan mengendalikan biaya produksi perusahaan. UKM pada umumnya termasuk CV Laksa Mandiri belum melakukan pengendalian yang tepat pada perhitungan biaya produksi dimana biasanya UKM menghitung biaya produksi dengan metode tradisional. Akuntansi biaya tradisional (traditional costing), biaya overhead pabrik dialokasikan berdasarkan unit atau volume based measurement misalnya jam tenaga kerja langsung, jam mesin ataupun unit bahan baku yang digunakan. Meskipun traditional costing dapat mengukur secara cermat sumber daya yang dikonsumsi produk sesuai dengan jumlah unit dari setiap produk yang dihasilkan, tetapi banyak sumber daya lain yang secara tidak langsung diperlukan dalam proses produksi (misalnya sumber daya penunjang) yang tidak berkaitan langsung dengan volume fisik dari unit-unit yang diproduksi tidak dibebankan dalam perhitungan harga pokok produksi. Distorsi atas pengalokasian biaya overhead pabrik ke produk akan menimbulkan kesalahan dalam penentuan harga pokok produk dan dalam pengendalian biaya tidak melakukan perhitungan biaya secara terinci oleh karena itu biaya produksi yang dihasilkan seringkali tidak akurat hal ini berimplikasi pada salahnya penetapan harga jual. Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam perhitungan biaya produksi dan agar menghasilkan biaya yang efisien diperlukan suatu metode yang baik. Metode yang tepat digunakan dalam menghitung biaya produksi tersebut ialah metode full costing. Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis biaya dengan memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada teknik ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok pejualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya yang akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif. 1.2. Perumusan Masalah Kesalahan dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi disebabkan oleh tidak detail atau kurang terincinya dalam menghitung biaya yang dikerluarkan dalam proses produksi. Salah satu komponen yang seringkali tidak terinci secara detail ialah komponen biaya overhead pabrik. Hal ini disebabkan karena banyaknya komponen biaya overhead tersebut dan seringkali biaya overhead itu tidak terlihat secara langsung kaitannya dengan proses produksi hal inilah yang seringkali menyebabkan biaya overhead pabrik sering diabaikan atau tidak dimasukkan ke dalam perhitungan harga pokok produksi oleh perusahaan manufaktur termasuk juga UKM yang bergerak di bidang manufaktur. Untuk melakukan perhitungan harga pokok produksi yang tepat diperlukan pencatatan akuntasi yang benar agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya. Oleh karena itu perusahaan membutuhkan pengendalian biaya dalam perhitungan harga pokok produksinya agar dapat memperoleh harga yang akurat sehingga dapat menetapkan harga jual yang tepat atau wajar bagi produk yang dihasilkanya. Full costing digunakan untuk meningkatkan akurasi analisis biaya dengan memperbaiki cara penelusuran biaya ke objek biaya karena pada teknik ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi (Bustami dan Nurlela, 2006). Metode full costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah habis dijual. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh biaya yang akurat serta dapat menetapkan harga jual yang lebih kompetitif. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan diteliti pada CV Laksa Mandiri adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri? 2. Bagaimana perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing? 3. Bagaimana perbedaan perhitungan harga pokok produksi antara metode full costing dengan metode perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap harga jual? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri 2. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi produk tahu dengan metode full costing pada CV Laksa Mandiri 3. Menganalisis perbedaan antar metode full costing dan metode yang digunakan oleh CV Laksa Mandiri serta pengaruhnya terhadap harga jual 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dipakai sebagai masukan oleh berbagai pihak yang membutuhkannya, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Bagi perusahaan (UKM) penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menghitung harga pokok produksi yang tepat bagi perusahaan (UKM) untuk mendapatkan hasil perhitungan harga pokok produksi yang akurat sehingga dapat menetapkan harga jual yang wajar 2. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan gambaran nyata dari penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan 3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menghitung harga pokok produksi serta sebagai rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini difokuskan pada aktivitas produksi CV Laksa Mandiri. Kemudian melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing serta menganalisis perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan. Penelitian ini hanya membahas mengenai produksi procces costing karena CV Laksa Mandiri melakukan kegiatan usahanya secara terus menerus dan berkesinambungan bukan berdasarkan pesanan yang dilakukan oleh konsumen. Selain itu penelitian ini juga mengidentifikasi pengaruh perhitungan harga pokok produksi dengan dua metode tersebut terhadap harga jual CV Laksa Mandiri. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Kecil Menengah Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil adalah perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang, yang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga, tenaga kerja 5-19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang sebagai industri menengah, dan usaha dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Usaha Kecil dan Menengah disingkat dengan UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan usaha yang berdiri sendiri. Usaha kecil menengah saat ini merupakan usaha yang berkembang pesat di negara Indonesia. Usaha ini sangat berperan dalam memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat karena usaha kecil menengah mengurangi angka pengangguran. a. Usaha Kecil Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 usaha Kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Ciri-ciri usaha kecil : a. Jenis barang yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah b. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah c. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha d. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP e. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha f. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal g. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning b. Usaha Menengah Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Ciri-ciri usaha menengah : 1. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi 2. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan 3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll 4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll 5. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan 6. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terampil 2.2. Peranan Usaha Kecil Menengah Industri kecil dan menengah (UKM) di Indonesia memiliki peranan yang cukup besar, antara lain penyerapan tenaga kerja yang tinggi, penghasil devisa dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Indonesia mengalami masalah seperti negara berkembang lainnya, masalah tersebut berupa tingginya laju pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja. Industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar seperti halnya industri besar. Industri kecil dan menengah tidak hanya menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, bahkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah. Kemampuan industri kecil dan menengah menyerap tenaga kerja yang pendidikanya rendah sangat sesuai dengan angkatan kerja Indonesia yang rata-rata pendidikan rendah. Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pekerja. Peningkatan pendapatan para pekerja pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dan akan mengurangi kecendrungan penduduk untuk berimigrasi ke daerah lain atau ke kota. 2.3. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah Menurut Hasfah (2004) bahwa terdapat beberapa permasalah yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada umumnya diantaranya sebagai berikut : a. Faktor Internal 1. Kurangnya permodalan Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. UKM merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman bank atau lembaga keuangan lainya sulit diperoleh karena persyaratan yang rumit secara administratif dan teknis dari bank. 2. Sumber daya manusia yang terbatas Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM, baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit berkembang dengan optimal. Disamping itu unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan. 3. Lembaga jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar Usaha kecil yang pada umumnya merupakan usaha keluarga mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah karena produk yang diihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau pasar tingkat internasional dan promosi yang baik. b. Faktor Eksternal 1. Iklim usaha belum sepenuhnya kondusif Kebijaksanaan pemerintah menumbuhkan Usaha Kecil Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara pengusaha kecil dan pengusaha besar. 2. Terbatasnya sarana dan prasarana Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. 3. Implikasi otonomi daerah Dengan berlakunya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan- pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing mereka. 4. Implikasi perdagangan bebas Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 2003 dan APEC tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien. Sehingga dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. 5. Sifat produk dengan lifetime pendek Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan dengan life time pendek. 6. Terbatasnya akses pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional. 2.4. Upaya Pengembangan UKM Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM maka perlu diupayakan langkah-langkah untuk pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif seperti dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya, sehingga unit bisnis yang ada dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. 2. Bantuan permodalan Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun nonbank. Lembaga Keuangan mikro bank antara Lain: BRI unit desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM nonkoperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya. 3. Perlindungan usaha Jenis-jenis usaha tertentu terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution). 4. Pengembangan kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. 5. Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi, dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. 6. Membentuk lembaga khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM. 7. Memantapkan asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. 8. Mengembangkan promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya. 9. Mengembangkan kerjasama yang setara Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha. 2.5. Konsep dan Pengertian Biaya Menurut Horngren (2006) biaya adalah sumber daya yang dikorbankan atau dilepaskan untuk mencapai tujuan tertentu. Hansen dan Mowen (2004) mendefinisikan biaya sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang bagi organisasi. Dikatakan sebagai ekuivalen kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Mulyadi (2005) berpendapat bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang mungkin akan terjadi untuk tujuan tertentu. Terdapat empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut, yaitu : 1. Biaya merupakan sumber ekonomi 2. Diukur dalam satuan uang 3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi 4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu Adanya informasi biaya yang akurat memungkinkan manajeman untuk melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin dihasilkannya output yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai input yang dikorbankan. Selain itu, dengan informasi biaya yang lengkap maka pimpinan perusahaan dapat lebih menyempurnakan lagi prosedur dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan untuk masa yang akan datang. 2.6. Klasifikasi Biaya Klasifikasi atau penggolongan adalah proses mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih mempunyai arti atau lebih penting. Menurut Usry (2004) ada beberapa cara penggolongan atau klasifikasi biaya yang pokok, yaitu : A. Penggolongan biaya sesuai dengan fungsi pokok dari kegiatan perusahaan 1. Biaya produksi atau biaya manufaktur Biaya produksi adalah jumlah dari tiga elemen biaya yaitu bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Ketiga elemen tersebut mengandung pengertian sebagai berikut : a. Biaya bahan langsung Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian itegral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. Contoh dari bahan baku langsung adalah kayu yang digunakan untuk membuat mebel dan minyak mentah yang digunakan untuk membuat bensin. b. Biaya tenaga kerja langsung Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. c. Biaya overhead pabrik Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang elemennya dapat digolongkan menjadi 6 bagian, yaitu : a) Biaya bahan penolong b) Biaya tenaga kerja tidak langsung c) Penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik d) Reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap pabrik e) Biaya listrik dan air f) Biaya asuransi pabrik g) Biaya overhead lain-lain 2. Biaya komersial Biaya komersial digolongkan menjadi tiga macam, yaitu : a. Biaya pemasaran Biaya pemasaran adalah biaya yang dimulai dari titik dimana biaya manufaktur berakhir yaitu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap jual. Biaya ini meliputi biaya untuk melaksanakan kegiatan pemasaran atau kegiatan menjual barang dan jasa perusahaan kepada para pembeli seperti biaya promosi, biaya penjualan dan pengiriman. b. Biaya administrasi dan umum Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang berhubungan dengan administrasi dan umum seperti, biaya perencanaan, penentuan strategi dan kebijakan, pengarahan dan pengawasan kegiatan perusahaan secara menyeluruh. c. Biaya keuangan Biaya keuangan adalah semua biaya yang terjadi dalam melaksanakan fungsi keuangan seperti biaya bunga, biaya penerbitan atau emisi obligasi, dan biaya finansial lainnya. B. Penggolongan biaya sesuai dengan periode akuntansi dimana biaya akan dibebankan a. Pengeluaran modal (Capital Expendtures) Pengeluaran modal adalah pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode yang akan datang dan dilaporkan sebagai aktiva. b. Pengeluaran penghasilan (Revenue Expenditures) Pengeluaran penghasilan adalah pengeluaran yang akan memberikan manfaat hanya pada periode akuntansi dimana pengeluaran terjadi dan dilaporkan sebagai beban. C. Penggolongan biaya berdasarkan pola perilaku biaya Perilaku biaya dapat diartikan sebagai perubahan biaya yang terjadi akibat perubahan aktivitas bisnis ( Bustami dan Nurlela, 2006). Berdasarkan pola perilaku, biaya dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu : a. Biaya tetap Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat atau menurun. Pada biaya tetap, biaya satuan akan berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan, semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan dan semakin rendah volume kegiatan semakin tinggi biaya satuan. b. Biaya variabel Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang rusak. c. Biaya semi variabel Biaya semi variabel didefinisikan sebagai biaya yang memperlihatkan baik dari karakteristik biaya tetap maupun biaya variabel. Biaya ini adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin besar jumlah biaya total, semakin rendah volume kegiatan semakin rendah biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding. D. Penggolongan biaya untuk tujuan pengendalian a. Biaya terkendali Biaya terkendali adalah biaya yang secara langsung dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan tertentu dalam jangka waktu tertentu. b. Biaya tidak terkendali Biaya tidak terkendali adalah biaya yang tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pimpinan berdasar wewenang yang dimiliki atau tidak dapat dipengaruhi oleh seorang pejabat dalam jangka waktu tertentu. E. Penggolongan biaya berdasarkan objek atau pusat biaya yang dibiayai a. Biaya langsung Biaya langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya dapat diidentifikasikan pada objek atau pusat biaya tertentu secara langsung atau biaya yang dapat ditelusuri secara langsung ke satu unit output. b. biaya tidak langsung Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasi pada objek biaya atau pusat biaya tertentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa objek. F. Penggolongan biaya sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan a. Biaya relevan Biaya relevan adalah biaya yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Oleh karena itu biaya tersebut akan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. b. Biaya tidak relevan Biaya tidak relevan adalah biaya yang tidak mempengaruhi pengambilan keputusan. Oleh karena itu, biaya ini tidak perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. 2.7. Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang atau jasa selama periode bersangkutan. Dengan kata lain bahwa harga pokok produksi merupakan biaya untuk memperoleh barang jadi yang siap jual (kuswadi, 2005). Jadi perhitungan harga pokok produksi adalah menghitung besarnya biaya atas pemakaian sumber ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Adapun tujuan dilakukan perhitungan harga pokok produksi adalah sebagai berikut : 1. Untuk menentukan harga jual suatu produk 2. Menentukan kebijakan dalam penjualan 3. Pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan Penetapan harga pokok produksi yang tepat sangat penting bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya. Terdapat dua kemungkinan yang akan ditemui jika perusahaan tidak teliti dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi, yaitu : a. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah Rendahnya harga pokok yang ditetapkan dapat merugikan perusahaan itu sendiri karena harga pokok yang rendah akan menyebabkan harga jualnya pun menjadi rendah. Walaupun perusahaan dapat menjual produknya dengan cepat karena harga jual yang terlalu rendah, akan tetapi dapat merugikan perusahaan karena keuntungan yang didapat tidak menutupi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi produk tersebut. b. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu tinggi Kondisi ini juga dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan karena harga pokok yang tinggi akan menyebabkan harga jual produk di pasar menjadi mahal. Sehingga akan sulit bagi perusahaan dalam memasarkan produknya dan kalah dalam bersaing dengan perusahaan lain. 2.8. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (2005) dalam perusahaan yang berproduksi massa, informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk : 1. Menentukan harga jual Perusahaan yang berproduksi massa memproses produknya untuk memenuhi persediaan di gudang. Dengan demikian biaya produksi dihitung untuk jangka waktu tertentu untuk menghasilkan informasi biaya produksi per satuan produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu informasi yang dipertimbangkan disamping informasi biaya lain serta informasi nonbiaya. 2. Memantau realisasi biaya produksi Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk dilaksanakan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh karena itu akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka waktu tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode harga pokok proses. 3. Menghitung laba atau rugi bruto periode tertentu Untuk mengetahui apakah kegiatan produksi dan pemasaran perusahaan dalam periode tertentu mampu menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto, manajeman memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto periodik diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga pokok proses digunakan oleh manajemen untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk periode tertentu guna menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap periode. 4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertangggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya produksi tiap periode. Berdasarkan catatan biaya produksi tiap periode tersebut manajemen dapat menentukan biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca. Disamping itu, berdasarkan catatan tersebut, manajemen dapat pula menentukan biaya produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses pengerjaan. Biaya produksi yang melekat pada produk jadi yang belum laku dijual pada tanggal neraca disajikan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan produk jadi. Biaya produksi yang melekat pada produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses pengerjaan disajikan dalam neraca sebagai harga pokok persediaan produk dalam proses. 2.9. Metode Pengumpulan Biaya Produksi a. Job Costing Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (Job Costing), biaya produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan yang terpisah (Usry, 2009). Pada sistem job costing, menurut Horngren (2005) objek biaya adalah unit atau multi unit suatu produk atau jasa yang khas yang disebut pekerjaan dimana produk atau jasa ini biasanya unit tunggal. Ada tujuh langkah dalam pembebanan biaya dalam sistem job costing pada perusahaan manufaktur : 1. Identifikasi pekerjaan (job) yang dipilih sebagai objek biaya 2. Identifikasi biaya langsung pekerjaan itu 3. Pilih dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan 4. Identifikasi biaya tidak langsung yang terkait dengan setiap dasar alokasi biaya 5. Hitung tarif per unit dari setiap dasar alokasi biaya yang digunakan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung ke pekerjaan 6. Hitung biaya tidak langsung yang dialokasikan ke pekerjaan 7. Hitung biaya total pekerjaan dengan menambahkan seluruh biaya langsung dan tidak langsung yang dibebankan ke pekerjaan itu Beberapa karakteristik sistem penentuan harga pokok pesanan menurut Sulastiningsih dan Zulkifli (1999) yaitu : 1. Kegiatan produksi dilakukan atas dasar pesanan, sehingga bentuk barang atau produk tergantung pada spesifikasi pesanan 2. Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan sehingga perhitungan total biaya produksi dihitung pada saat pesanan selesai 3. Pengumpulan biaya produksi dilakukan dengan membuat kartu harga pokok pesanan yang berfungsi sebagai buku pembantu biaya yang memuat informasi umum seperti nama pemesan, jumlah yang dipesan, tanggal pemesanan dan tanggal diselesaikan, informasi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang ditentukan dimuka b. Procces Costing Pada sistem biaya proses, objek biaya adalah unit-unit produk atau jasa yang identik atau mirip dalam jumlah besar ( Horngren, 2005). Menurut Usry (2002), sistem perhitungan biaya berdasarkan proses, bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik dibebankan ke pusat. Pusat biaya biasanya adalah departemen tetapi bisa juga pusat pemrosesan dalam departemen. Persyaratan utama dalam sistem biaya proses adalah semua produk yang diproduksi dalam satu pusat biaya selama satu periode harus sama dalam hal sumberdaya yang dikonsumsi. Jika semua unit dari produk yang dihasilkan dalam suatu pusat biaya adalah sama (homogen) pencatatan biaya dari setiap batch produk secara terpisah tidak lagi diperlukan. Menurut Bustami dan Nurlela (2006), karakteristik penentuan biaya proses antara lain adalah : 1. Proses produksi bersifat homogen 2. Produk bersifat massal, tujuannya mengisi persediaan yang siap jual 3. Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya bersifat homogen 4. Biaya dibebankan ke setiap unit dengan membagi total biaya yang dibebabankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi 5. Akumulasi biaya yang dilakukan berdasarkan periode tertentu Adapun perbedaan antara metode harga pokok proses dengan metode harga pokok pesanan terletak pada : 1. Pengumpulan biaya produksi Metode harga pokok pesanan mengumpulkan biaya produksi menurut pesanan, sedangkan metode harga pokok proses mengumpulkan biaya produksi per departemen produksi per periode akuntansi. 2. Perhitungan harga pokok produksi per satuan Metode harga pokok pesanan menghitung harga pokok produksi per satuan dengan cara membagi total biaya yang dikeluarkan untuk pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan pada saat pesanaan telah selesai diproduksi. Metode harga pokok proses menghitung harga produksi per satuan dengan cara membagi total biaya produksi yang dikeluarkan selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama periode yang bersangkutan. Perhitungan ini dilakukan setiap akhir periode akuntansi (biasanya akhir bulan) 3. Penggolongan biaya produksi Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya prouksi harus dipisahkan menjadi biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung. Biaya produksi langsung dibebankan kepada produk berdasarkan pada tarif yang ditentukan di muka. Dalam metode harga pokok proses, pembebanan biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung seringkali tidak diperlukan, terutama jika perusahaan hanya menghasilkan satu macam produk (seperti perusahaan semen, pupuk, dan bumbu masak). Karena harga pokok per satuan produk dihitung setiap akhir bulan, maka umumnya biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar biaya yang sesungguhnya terjadi. 4. Unsur biaya yang dikelompokkan ke dalam biaya overhead pabrik Di dalam metode harga pokok pesanan, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya produksi lain selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka. Di dalam metode harga pokok proses, biaya overhead pabrik terdiri dari biaya produksi selain biaya bahan baku dan bahan penolong dan biaya tenaga kerja (baik yang langsung maupun tidak langsung). Dalam metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk sebesar biaya yang sesungguhnya terjadi selama periode akuntansi tertentu. 2.10. Metode Penentuan Biaya Produksi Metode penentuan biaya produksi adalah cara memperhitungkan unsurunsur biaya ke dalam kos produksi (Mulyadi, 2005). Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam kos produksi, terdapat dua pendekatan yaitu : a. Kalkulasi biaya penuh (Full costing) Full costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variabel maupun tetap (Mulyadi, 2005) sedangkan menurut Bustami dan Nurlela (2006) Kalkulasi biaya penuh (full costing) merupakan suatu metode dalam perhitungan harga pokok yang dibebankan kepada produk dengan memperhitungkan seluruh biaya produksi baik yang bersifat variabel maupun yang bersifat tetap. Pada metode ini biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok penjualan berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi. Metode full costing memperhitungkan biaya tetap karena biaya ini dianggap melekat pada harga pokok persediaan baik barang jadi maupun persediaan barang dalam proses yang belum terjual dan dianggap harga pokok penjualan jika produk tersebut sudah habis dijual. Dengan demikian biaya produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur-unsur biaya sebagai berikut : Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya overhead pabrik variabel xx Biaya overhead pabrik tetap xx Biaya produksi xx b. Variabel costing Variabel costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang hanya berperilaku variabel ke dalam biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhed pabrik variabel (Mulyadi, 2005). Dengan demikian biaya produksi menurut metode variabel costing terdiri dari unsur-unsur biaya produksi berikut ini : Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya overhead pabrik variabel xx Biaya produksi xx Biaya produk yang dihitung dengan pendekatan variabel costing terdiri dari unsur biaya produksi variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead variabel) ditambah dengan biaya nonproduksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel). c. Sistem kalkulasi biaya berdasarkan Aktivitas (ABC) Salah satu cara terbaik untuk memperbaiki sistem kalkulasi biaya adalah dengan menerapkan sistem kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas (activity base costing). Sistem activity base costing (ABC) memperbaiki sistem kalkulasi biaya dengan mengidentifikasi aktivitas individual sebagai objek biaya pokok (fundamental). Aktivitas bisa berupa kejadian, tugas atau unit kerja dengan tujuan khusus. sistem ABC menghitung biaya setiap aktivitas serta membebankan biaya ke objek biaya seperti produk dan jasa berdasarkan setiap aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan tiap produk atau jasa. Hierarki biaya di dalam ABC mengkategorikan biaya tidak langsung menjadi pool biaya yang berbeda berdasarkan jenis pemicu biaya, atau dasar alokasi biaya yang berbeda, atau perbedaan tingkat kesulitan dalam menentukan hubungan sebab akibat. Sistem ABC biasanya menggunakan hierarki biaya dalam empat tingkatan yaitu : 1) Biaya tingkat unit output adalah biaya aktivitas yang dilaksanakan atas setiap unit produk atau jasa individual. Biaya operasi mesin cetak (sepert biaya listrik, penyusutan mesin, dan reparasi) yang terkait dengan aktivitas pengoperasian mesin cetak otomatis merupakan biaya tingkat output. Biayabiaya tersebut merupakan biaya tingkat unit output karena biasanya biaya aktivitas ini meningkat seiring dengan penambahan unit output yang diproduksi. 2) Biaya tingkat batch adalah biaya aktivitas yang berkaitan dengan kelompok unit, produk atau jasa, dan bukan dengan setiap unit produk atau jasa individual. 3) Biaya pendukung produk merupakan biaya aktivitas yang dilakukan untuk mendukung setiap produk atau jasa tanpa menghiraukan jumlah unit atau batch yang dibuat. 4) Biaya pendukung fasilitas adalah biaya aktivitas yang tidak dapat ditelusuri ke produk atau jasa individual namun mendukung operasi perusahaan secara keseluruhan. 2.11. Hasil Penelitian Terdahulu Widiyastuti (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection) menyimpulkan bahwa perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan masih sangat sederhana dimana biaya overhead pabrik tidak dialokasikan ke masing-masing produk secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata melainkan hanya merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan dalam kelompok biaya lain-lain. Hal ini mengakibatkan harga pokok produksi yang diperoleh tidak sesuai dengan kaidah. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok produksi yang lebih besar daripada metode yang digunakan perusahaan, yaitu sebesar 32,47 % untuk model 876 A dan 2,5 % untuk model 858. Hal ini disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumber daya yang dilakukan dalam proses produksi dibandingkan dengan jika menggunakan metode ABC setiap aktivitas yang berhubungan dengan proses produksi dimasukkan dalam perhitungan. Margin dari penetapan harga jual yang diperoleh perusahaan berdasarkan metode perusahaan lebih besar daripada dengan metode ABC, yaitu sebesar 56,52 % untuk model 876 A dan 34,85 % untuk model 858. Walaupun dengan metode ABC margin yang diperoleh lebih rendah daripada margin dengan metode perusahaan, namun dengan metode ABC semua biaya produksi yang diperlukan dalam proses produksi sudah diperhitungkan sesuai dengan pemakaian biaya yang sebenarnya sehingga menghasilkan harga pokok produksi yang lebih akurat. Irna (2010) dalam skripsinya berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Roti dengan Metode Procces Costing dan Pengaruhnya Terhadap Harga Jual (Studi Kasus UKM Edie’s Bakery, Bogor) dengan tujuan untuk mengidentifikasi perhitungan harga pokok produksi yang diterapkan oleh UKM Edie’s Bakery, menghitung harga pokok produksi pada UKM Edie’s Bakery, dan menghitung harga jual produk UKM Edie’s Bakery. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode perusahaan mempunyai hasil harga pokok produksi yang sama untuk setiap jenis topping yaitu sebesar Rp. 641,183 sedangkan berdasarkan perhitungan harga pokok produksi dengan metode procces costing menunjukkan bahwa harga pokok produksi setiap jenis topping berbeda-beda. Harga pokok produksi topping coklat adalah Rp. 805,316, roti dengan topping keju adalah sebesar Rp 1.151,470, roti dengan topping sosis adalah sebesar Rp 534,162, roti dengan topping abon sebesar Rp. 555,316, dan roti dengan topping coctail sebesar Rp. 583,361. Harga jual yang ditetapkan berdasarkan metode perusahaan juga sama untuk semua jenis roti kecil yang diproduksi yaitu sebesar Rp. 1.200. Sedangkan berdasarkan metode cost plus menunjukkan harga jual setiap jenis topping berbeda-beda. Harga jual untuk roti dengan topping coklat adalah sebesar Rp. 1.300, roti dengan topping keju adalah sebesar Rp. 1.800, roti dengan topping sosis adalah sebesar Rp. 900, roti dengan topping abon sebesar Rp. 900 dan roti dengan topping coctail sebesar Rp. 950 Dewi (2011) dalam skripsinya berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu dengan Metode Full Costing (studi kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor) pada UKM yang memproduksi sepatu. Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana pengalokasian perhitungan harga pokok produksi sepatu dengan metode perusahaan dan metode full costing serta membandingkan kedua metode tersebut dan menetapkan metode mana yang paling baik yang diterapkan oleh perusahaan kemudian diharapkan terciptanya ketepatan biaya-biaya yang seharusnya terjadi pada aktivitas produksi. Penelitian ini mengambil contoh tiga model sepatu yang dihasilkan oleh UKM yaitu model BM01, model BM02, dan model BM03. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada perhitungan harga pokok produksi, diperoleh dua nilai yaitu berdasarkan perhitungan perusahaan dan berdasarkan metode full costing. Elemen biaya yang dihitung berdasarkan metode yang diterapkan oleh perusahaan adalah meliputi biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (biaya lain-lain) sedangkan elemen biaya yang dihitung berdasarkan metode full costing meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap. Dari hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa berdasarkan perhitungan perusahaan untuk harga pokok produksi adalah Rp 16.029,106 (Model BM01), Rp 15.185,936 (Model BM02) dan Rp 15.429,106 (Model BM03). Metode harga pokok produksi dengan full costing adalah Rp 18.191,439 (Model BM01), Rp 17.233,269 (Model BM02), dan Rp 17.476,439 (Model BM03). Perbedaan ini sangat mempengaruhi pihak perusahaan dalam menentukan harga jual produk, karena harga pokok produk merupakan unsur utama dalam penentuan harga jual produk. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bawha perhitungan harga pokok produksi sebagai dasar penetapan harga jual menurut metode full costing lebih akurat karena dalam perhitungannya membebankan biaya overhead pabrik lebih tepat termasuk pembebanan biaya penyusutan. III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Untuk menghitung harga pokok produksi perusahaan membutuhkan berbagai informasi yang berkaitan dengan proses produksi, mulai dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja hingga biaya overhead pabrik. Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi harus dihitung secara keseluruhan dan dirinci secara akurat agar diperoleh hasil perhitungan yang sebenarnya sehingga perusahaan dapat menetapkan harga jual yang wajar. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memperoleh biaya secara akurat yaitu dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi secara keseluruhan, baik itu biaya tetap maupun biaya variabel yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk yang mereka produksi. Dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menghitung harga pokok produksi tahu CV Laksa Mandiri. Dalam menghitung harga pokok produksi, perusahaan belum menggambarkan biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh perusahaan karena perusahaan belum merinci biaya overhead pabrik secara akurat. Dalam penelitian ini akan dihitung biaya produksi secara tradisional, yaitu dengan menggunakan metode yang biasa digunakan oleh perusahaan dalam menghitung harga pokok produksi kemudian melakukan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing yaitu dengan memperhitungkan seluruh biaya yang digunakan dalam memproduksi tahu, baik itu biaya variabel maupun biaya tetap. Hasil dari perhitungan dengan kedua metode tersebut akan dianalisis untuk melihat perbedaannya terhadap perhitungan harga pokok produksi tahu dan mengetahui pengaruhnya terhadap harga jual produk. Sehingga dapat ditentukan metode mana yang efektif digunakan dalam menghitung biaya produksi sehingga perusahaan dapat memilih metode yang tepat, efektif, dan efisien dalam menghitung harga pokok produksi dalam upaya menciptakan harga jual yang kompetitif dan dapat bersaing di pasar. Alur penelitian ini telah disusun secara sistematis pada gambar 1 CV.Laksa Mandiri Identifikasi biaya produksi : Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung Biaya overhead pabrik variabel Biaya overhead pabrik tetap ! " # $ % & $ Gambar 1. Kerangka penelitian 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di CV Laksa Mandiri yang berlokasi di Tegal Gundil RT 02 RW 02 kelurahan Tegal Gundil kecamatan Bogor Utara, Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja karena CV Laksa Mandiri bergerak di bidang manufaktur yaitu memproduksi dan memasarkan tahu sehingga cocok sebagai tempat penelitian mengenai harga pokok produksi serta adanya kesediaan dari pemilik untuk memberikan data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan pada April 2011-Juli 2011. 3.3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari data produksi CV Laksa Mandiri tersebut sedangkan data sekunder diperoleh melalui buku-buku yang terkait, literatur yang sesuai dengan judul penelitian, hasil penelitian terdahulu dan data-data serta datadata yang sudah ada di CV Laksa Mandiri serta data dari Badan Pusat Statistik (BPS). 3.4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis secara langsung mendatangi perusahaan dan mengambil data dan informasi yang dibutuhkan pada pihak-pihak yang terkait dengan judul penelitian. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu : 1. Wawancara : Peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan pihak yang terkait yaitu dengan pemilik dan karyawan CV Laksa Mandiri dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai harga pokok produksi tahu pada CV Laksa Mandiri. 2. Pengamatan (Observasi) secara langsung terhadap aktivitas produksi tahu. Penulis mengamati bagaimana proses produksi CV Laksa Mandiri dan mengidentifikasi biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi. 3.5. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan metode full costing. Pemilihan metode ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa dengan metode full costing biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk jadi atau ke harga pokok produksi berdasarkan tarif yang ditentukan pada aktivitas normal atau aktivitas yang sesungguhnya terjadi sehingga meningkatkan akurasi analisis biaya. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung harga pokok produksi dengan metode yang digunakan perusahaan yaitu dengan metode tradisional (traditional costing) dimana dalam menghitung biaya produksi biaya overhead pabrik dialokasikan berdasarkan unit atau volume based measurement misalnya jam tenaga kerja langsung, jam mesin ataupun unit bahan baku yang digunakan dan dengan metode full costing. Adapun unsur biaya produksi yang digunakan dalam perhitungan metode full costing adalah sebagai berikut : Biaya bahan baku xx Biaya tenaga kerja langsung xx Biaya overhead pabrik variabel xx Biaya overhead pabrik tetap xx Harga pokok produksi xx Sedangkan analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan yang diperoleh antara metode full costing dengan metode yang digunakan perusahaan (analisis deskriptif komparatif). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan Usaha tahu yang menjadi objek penelitian ini adalah usaha milik Bapak Mumu, yang berlokasi di Jalan Arzimar II, Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara. CV Laksa Mandiri mengawali karir pada usaha tahu sebagai kuli di tempat usaha orang lain pada tahun 1987, setelah itu beliau pun mencoba berdagang untuk mempelajari masalah pemasaran. Pada tahun 1997 beliau pun akhirnya memulai untuk membuka usaha tahu sendiri, namun krisis moneter yang melanda di pertengahan tahun saat itu mempengaruhi usaha beliau secara tidak langsung. Krisis moneter yang berlangsung waktu itu membuat harga kedelai meningkat dari Rp 1.250 per kilogram menjadi Rp 6.200 per kilogram. Tak hanya CV Laksa Mandiri saja tetapi usaha-usaha kecil lainnya yang ada di Indonesia pun ikut terpengaruhi. Pemerintah saat itu pun mengeluarkan kebijakan berupa subsidi pinjaman yang disalurkan melalui departemen perdagangan, untuk membantu usaha-usaha yang terkena dampak krisis moneter. CV Laksa Mandiri sendiri pada saat itu menerima bantuan subsidi pinjaman sebesar Rp 5.000.000 dan harus dikembalikan lagi, sehingga pada saat itu beliaupun belum dapat menikmati hasil usahanya sendiri. Setelah beberapa tahun berjalan usaha beliau akhirnya menghasilkan keuntungan, hingga kini usaha beliau masih bertahan dan merupakan salah satu usaha tahu yang cukup maju di Kota Bogor. Kenaikan harga kedelai yang juga terjadi sepanjang tahun 2011 diakui CV Laksa Mandiri cukup mempengaruhi usahanya, namun ini masih dapat teratasi dengan manajemen yang baik dari beliau selaku pemilik usaha. Adapun jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usaha tahu kini adalah sepuluh orang, yang berasal dari luar Kota Bogor dengan jam kerja per hari kurang lebih 12 jam. Bertambahnya skala usaha di CV Laksa Mandiri mendorong pemilik usaha melakukan renovasi sederhana terhadap tempat usaha tersebut yang menghabiskan biaya Rp 1.500.000, juga menambah kan akses menuju jalan utama berupa jembatan besi yang menghabiskan biaya sebesar Rp 25.000.000. Sepuluh tahun kemudian pemilik usaha melakukan renovasi ulang terhadap tempat usaha secara total untuk menjaga ketahanan bangunan agar lebih lama, yang menghabiskan biaya sebesar Rp 200.000.000. Kendaraan operasional yang digunakan pada usaha untuk memperlancar kegiatan usaha berupa kendaraan pick up kecil seharga Rp 45.000.000 yang digunakan untuk mengantar tahu kepada pelanggan. 4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan CV Laksa Mandiri memiliki struktur organisasi yang sangat sederhana, dimana pemilik perusahaan bertindak sebagai pemimpin perusahaan dan langsung membawahi bagian pencetakan, bagian penggumpalan, bagian menimbang, bagian kayu, dan bagian pemasaran. Adapun struktur organisasi perusahaan adalah sebagai berikut : Gambar 2. Struktur organisasi CV Laksa Mandiri CV Laksa mandiri memiliki delapan 10 karyawan, yang terdiri dari bagian pencetakan sebanyak dua orang, bagian penggumpalan 2 orang, bagian menimbang 2 orang, bagian kayu 2 orang, dan bagian pemasaran 2 orang. Setiap bagian melakukan tugas yang berbeda-beda. 1. Bagian Penggumpalan Sebelum melakukan penggumpalan bagian ini terlebih dahulu merendam kacang kedelai kemudian melakukan proses penggilingan dengan mesin diesel, setelah kacang kedelai digiling hingga lunak maka masuk ke dalam tahap pembuburan, pada tahap ini kacang kedelai yang sudah digiling kemudian dimasak selama 30 menit, setelah menjadi bubur maka proses penggumpalan dilakukan. Bubur kedelai akan diberi bibit tahu kemudian diendapkan hingga bubur tersebut menggumpal menjadi tahu. Bibit kedelai yang digunakan pada CV Laksa mandiri ialah air tahu yang telah didiamkan selama satu malam. 2. Bagian Kayu Bagian ini bertugas untuk memotong kayu yang besar menjadi potonganpotongan yang kecil sehingga kayu tersebut bisa dibakar, selain itu bagian kayu ini juga bertugas memasukkan kayu jika kayu dibutuhkan untuk memasak bubur kedelai. 3. Bagian Menimbang Bagian ini bertugas untuk melakukan penimbangan kacang kedelai ketika kacang akan diproduksi menjadi tahu, selain itu bagian ini juga bertugas untuk membersihkan kedelai yang ada digudang sehingga ketika kacang diproduksi kacang dalam keadaan bersih artinya bahwa tidak ada sampahsampah kecil ataupun batu-batu kecil pada kedelai yang akan diproduksi tersebut. 4. Bagian Pemasaran Bagian pemasaran bertugas untuk mengantarkan tahu yang telah diproduksi kepada langganan yang membeli tahu CV Laksa Mandiri. 5. Bagian Pencetakan Bagian pencetakan bertugas untuk melakukan pencetakan bubur tahu yang telah menggumpal dengan menggunakan alat pencetak. 4.1.3 Peralatan Produksi Tahu Terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum berproduksi yaitu peralatan dan bahan baku. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi tahu masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda. Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam produksi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Peralatan produksi tahu usaha CV Laksa Mandiri No Keterangan Jumlah (Unit) Biaya (Rp/Unit) Total (Rp) 1 Mesin Diesel 1 8.000.000 8.000.000 2 Mesin Giling 1 4.000.000 4.000.000 3 Tungku Semen 2 1.500.000 3.000.000 4 Tanggok Bambu 1 100.000 100.000 5 Bak Plastik 3 400.000 1.200.000 6 Pompa Air 2 300.000 600.000 7 Cetakan 6 80.000 480.000 8 Jerigen 3 5.000 15.000 9 Serok 2 15.000 30.000 10 Kain (50 cm x 50 cm) 6 5.000 30.000 11 Bak Air (1 m2) 1 500.000 500.000 12 Bak Biang (1 m2) 3 150.000 450.000 13 Lumpang 1 300.000 300.000 Total Biaya Peralatan Produksi ( Rp) 18.705.000 Sumber : CV Laksa Mandiri, 2011 Dari Tabel 1 terlihat bahwa terdapat 13 peralatan yang digunakan untuk proses produksi, antara lain mesin diesel dan mesin giling, pompa air, tungku semen, cetakan, tanggok bambu, bak plastik, jerigen, serok, kain, bak air dan bak biang, dan lumpang. Mesin diesel dan mesin giling yang dimiliki CV Laksa Mandiri ada sebanyak satu unit. Adapun kegunaan mesin diesel adalah untuk menambah energi listrik yang dibutuhkan dalam proses produksi tahu, sedangkan mesin giling digunakan untuk menggiling kacang kedelai menjadi bubur. Tungku semen adalah tungku yang terbuat dari semen yang dicor membentuk tungku, yang berfungsi sebagai tempat untuk merebus kedelai yang sudah digiling dan untuk merendam tahu ke dalam air kunyit. Usaha tahu CV Laksa Mandiri memiliki tungku semen sebanyak dua unit. Bak plastik merupakan bak yang terbuat dari plastik dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan air tahu yang digunakan sebagai bibit untuk menggumpalkan kacang kedelai yang sudah menjadi bubur. CV Laksa Mandiri memiliki tiga bak plastik. Usaha ini memiliki dua unit pompa air, yang berfungsi untuk memudahkan akses penggunaan air yang dibutuhkan dalam proses produksi. CV Laksa Mandiri memiliki cetakan sebanyak 6 dengan fungsi untuk mencetak kedelai yang sudah diolah menjadi tahu. Jerigen dan bak biang pada usaha masing-masing sebanyak tiga unit, dimana jerigen berfungsi sebagai tempat menampung air sedang bak biang berfungsi sebagai tempat kedelai yang sudah menjadi bubur dan sudah siap untuk dicetak. Lumpang digunakan sebagai alat untuk menggiling kunyit. Dalam rangka menjaga ketahanan peralatan, maka secara berkala pemilik usaha melakukan pemeliharaan. Pemeliharaan peralatan produksi yang dilakukan oleh pemilik bertujuan agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar yaitu dengan membersihkan sebagian peralatan dan mengganti beberapa bagian pada mesin yang sudah karat selain itu perawatan yang dilakukan setiap dua minggu sekali ialah mengganti oli mesin diesel. 4.1.4 Proses Produksi Tahu Bahan baku utama dalam pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Usaha tahu pada penelitian ini membutuhkan kurang lebih dua kuintal kacang kedelai untuk memproduksi tahu per harinya. Selain itu juga dibutuhkan beberapa bahan baku penunjang lainnya dalam menghasilkan tahu, yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan bahan baku produksi tahu per hari No Uraian Jumlah 1 Kacang kedelai 200 kg 2 Garam 10 kg 3 Kunyit 5 kg 4 Bibit tahu (air tahu) Secukupnya Sumber : CV Laksa Mandiri, 2011 Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa dalam satu hari usaha ini mengelola rata-rata sebanyak 200 kg kacang kedelai, dengan garam yang digunakan kurang lebih sebanyak 10 kg. Kunyit dalam pembuatan tahu digunakan sebagai pewarna pada tahu tahu kuning. Selain itu usaha ini juga menggunakan bibit tahu secukupnya, guna mendapatkan bubur kedelai yang disaring agar memadat menjadi tahu. Adapun proses produksi dari tahu itu sendiri dapat terlihat dengan jelas pada gambar 3 dan gambar 4. Gambar 3. Proses produksi tahu putih Gambar 4. Proses produksi tahu kuning Berdasarkan gambar tiga terlihat bahwa terdapat beberapa tahapan untuk mengolah kedelai menjadi tahu. Sebelum dan setelah direndam selama satu jam, kedelai harus dicuci agar kulit kacangnya mengelupas dan kebersihannya terjaga sehingga tidak cepat masam. Setelah itu kedelai tersebut ditiriskan, untuk kemudian dilumat menggunakan mesin giling bersamaan dengan penambahan air hangat hingga menjadi bubur. Bubur kedelai tersebut kemudian dimasak hingga muncul gelembunggelembung kecil pada suhu 70o – 80o C. Setelah sedikit mengental bubur kedelai kemudian disaring lalu diendapkan dengan bibit tahu yaitu air tahu dari sisa hasil proses produksi. Air tahu ditambahkan secukupnya hingga hasil saringan bubur kedelai bisa menggumpal dan bisa dicetak, sisa hasil saringan yang berupa ampas tahu dapat dijual atau diolah kembali menjadi oncom. 4.2. Perhitungan Harga Pokok Produk Tahu CV Laksa Mandiri 4.2.1 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Perusahaan CV Laksa Mandiri sudah melakukan perhitungan harga pokok produksi produk tahu, namun perhitungan yang dilakukan masih dengan metode yang sederhana dan belum merinci seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Dalam melakukan perhitungan harga pokok produksi tahu perusahaan hanya membebankan biaya bahan baku yaitu kacang kedelai, biaya kayu, serta biaya listrik dan solar. Perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan ini belum memasukkan seluruh biaya overhead pabrik. Biaya overhead yang dibebankan perusahaan pada perhitungan harga pokok produksi hanya biaya solar, kayu, dan biaya listrik sedangkan biaya overhead lainnya seperti kain, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan, biaya penyusutan bangunan, mesin, dan peralatan belum dibebankan oleh perusahaan. Harga jual ditetapkan oleh CV Laksa Mandiri setelah memperhitungkan harga pokok produksi yang dikeluarkan ditambah dengan keuntungan yang ingin diperoleh oleh CV Laksa Mandiri. CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu, yaitu tahu putih dan tahu kuning. Setengah dari jumlah produksi tahu putih akan diolah lebih lanjut menjadi tahu kuning dengan cara dicelupkan kedalah air kunyit kurang lebih selama setengah jam. Satu cetakan tahu menghasilkan delapan puluh potong tahu, satu cetakan tahu membutuhkan dua kilogram kacang kedelai jadi satu kilogram kacang kedelai menghasilkan empat puluh potong tahu. Selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi 5.500 kilogram kacang kedelai yang menghasilkan 220.000 potong tahu. Harga satu kilogram kacang kedelai Rp. 6.200. Sedangkan untuk biaya tenaga kerja langsung dihitung berdasarkan jumlah kedelai yang diproduksi per hari. Untuk memproduksi satu kilogram kacang kedelai di gaji Rp 1.000 jadi selama bulan April 2011 CV Laksa Mandiri mengeluarkan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 5.500.000. Biaya listrik yang dikeluarkan oleh perusahaan selama April 2011 adalah Rp 127.000, biaya solar Rp 495.000, biaya kayu bakar Rp 6.000.000, biaya garam Rp 550.000, biaya kunyit Rp 137.500. Untuk lebih jelas memahami mengenai perhitunggan harga pokok produksi dengan metode perusahaan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Perhitungan harga pokok produksi tahu putih dengan cara perusahaan pada April 2011 Harga Biaya Kebutuhan Harga Per per Jumlah (Rp) Per Bulan Kilogram (Rp) Liter (Rp) Kacang kedelai (Kg) Garam (Kg) Tenaga kerja (Kg) 5.500 6.200 Rp 34.100.000 275 2.000 Rp 550.000 5.500 1.000 Rp 5.500.000 Rp 127.000 Rp 495.000 Biaya listrik Solar (liter) 110 Kayu (Kg) 4.000 4.500 1.000 Rp 4.000.000 Total biaya Rp 44.772.000 Jumlah produksi (Potong) 220.000 HPP per potong Rp Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Gambar 5. Tahu putih 203,50 Tabel 4. Perhitungan harga pokok produksi tahu kuning dengan cara perusahaan. Kebutuhan Satu Harga per Biaya Jumlah (Rp) Bulan (Kg) kilogram (Rp) Tahu putih Kunyit Kayu bakar Rp 22.386.000 68,75 2000 Rp 2.000 Rp 137.500 Rp 1.000 Rp 2.000.000 Total biaya Rp 24.523.500 Jumlah produksi 110.000 (Potong) HPP per potong Rp 222,94 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Gambar 6. Tahu kuning Pada Tabel 3 dan Tabel 4 diketahui bahwa harga pokok produksi tahu putih Rp 203,50 dan harga pokok produksi tahu kuning adalah Rp 222,94 yang diperoleh dari total biaya dibagi jumlah produksi. Pada tabel tersebut jelas terlihat perbedaan harga pokok produksi antara tahu putih dan tahu kuning, dimana harga pokok produksi tahu kuning sedikit lebih mahal dibandingkan dengan harga pokok produksi tahu putih. Perbedaan ini disebabkan oleh karena pada tahu kuning digunakan kunyit dalam proses produksinya sedangkan untuk tahu putih tidak menggunakan kunyit, hal inilah yang menyebabkan perbedaan harga pokok produksi dari kedua jenis tahu tersebut. 4.2.2 Perhitungan Harga Pokok Produksi Tahu dengan Metode Full Costing CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu yaitu tahu putih dan tahu kuning. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data produksi pada bulan April 2011. Selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi 5.500 kilogram kacang kedelai yang menghasilkan 220.000 potong tahu putih. Setengah dari produksi tahu putih yaitu sebanyak 110.000 potong akan diolah lebih lanjut menjadi tahu kuning. 1. Tahu Putih Untuk memproduksi tahu putih dibutuhkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. A. Biaya Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk membuat tahu putih adalah kacang kedelai dan garam. CV Laksa Mandiri memproduksi dua jenis tahu yaitu tahu putih dan tahu kuning. Jumlah tahu kuning yang diproduksi setengah dari produksi tahu putih. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data produksi pada bulan April 2011. Jadi untuk menghitung biaya produksi tahu digunakan dengan data produksi tahu selama satu bulan. Pada produksi tahu CV Laksa Mandiri biaya kacang kedelai yang digunakan dalam proses produksi selama April 2011 adalah Rp 34.100.000. Garam digunakan pada produksi tahu agar tahu yang dihasilkan memiliki rasa namun jumlah garam yang digunakan hanya sedikit yaitu sebanyak 275 kilogram selama bulan April 2011. Sedangkan untuk bibit tahu digunakan air tahu jadi untuk bibit tahu perusahaan tidak mengeluarkan biaya. Untuk perhitungan biaya bahan baku yang diperlukan per potong tahu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pengeluaran biaya bahan baku tahu selama satu bulan Biaya Bahan Baku -Kacang Kedelai (Rp) -Garam Kebutuhan Selama Harga per Satu Bulan (Kg) Kilogram (Rp) Total Biaya (Rp) 5.500 6.200 Rp 34.100.000 275 2.000 Rp Jumlah 550.000 Rp 34.650.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah kacang kedelai yang dibutuhkan dalam satu bulan sebanyak 5.500 kilogram dengan harga per kilogramnya Rp 6.200 jadi biaya yang dikeluarkan untuk membeli kacang kedelai selama satu bulan Rp 34.100.000. Garam yang diperlukan selama satu bulan yaitu sebanyak 275 kilogram. Harga satu kilogram garam Rp 2.000 jadi biaya yang dikeluarkan untuk membeli garam selama bulan April adalah Rp 550.000. Dalam produksi tahu putih digunakan bibit tahu yang berfungsi sebagai bahan agar tahu dap menggumpal secara sempurna. CV Laksa Mandiri menggunakan air tahu sisa hasil produksi pada produksi tahu sebelumnya sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bibit tahu. Jadi total biaya yang dikeluarkan selama satu bulan untuk tahu putih adalah Rp Rp 34.650.000 dengan jumlah produksi sebanyak 220.000 potong. B. Penggunaan Tenaga Kerja Langsung Tenaga kerja terbagi menjadi dua yaitu tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tidak langsung. Tenaga kerja tidak langsung yaitu tenaga kerja yang tidak langsung terlibat dalam proses produksi sedangkan tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi. Pada CV Laksa Mandiri tenaga kerja yang digunakan hanya tenaga kerja langsung yaitu meliputi pekerja bagian penggumpalan, pencetakan, penimbangan, dan bagian kayu. Sistem pembayaran gaji dilakukan berdasarkan jumlah kacang kedelai yang digunakan pada proses produksi. Satu kilogram kacang kedelai dibayar sebesar Rp 1.000. Selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi kacang kedelai sebanyak 5.500 kilogram. Besarnya pengeluaran biaya untuk tenaga kerja langsung selama satu bulan yaitu Rp 5.500.000 Penggunaan biaya tenaga kerja langsung selama bulan April dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Biaya tenaga kerja langsung selama bulan April Jumlah Produksi Biaya per Kilogram (Kg) (Rp) 5.500 1.000 Jumlah Total Biaya (Rp) Rp 5.500.000 Rp 5.500.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa biaya tenaga kerja langsung yang dikeluarkan selama bulan April sebanyak Rp 5.500.000 dan tidak ada perbedaan biaya antara tahu putih dan tahu kuning karena tidak ada perbedaan upah antara tenaga kerja langsung untuk tahu putih dan tahu kuning. C. Penggunaan biaya Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik adalah biaya yang mempengaruhi proses produksi secara tidak langsung. Biaya inilah yang sering kali tidak dihitung secara rinci oleh perusahaan dalam menghitung harga pokok produksinya. Biaya overhead yang digunakan pada CV Laksa Mandiri adalah sebagai berikut : 1. Biaya Bahan Penolong Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. Pada CV Laksa mandiri, bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi tahu adalah : a. Kain Dalam proses produksi tahu, kain digunakan pada saat pencetakan tahu. Tahu yang sudah menggumpal akan di cetak pada tempat pencetakan, kain tersebut diletakkan pada alat pencetak tahu kemudian tahu yang sudah menggumpal akan dimasukkan ke dalam alat pencetak. Kain ini digunakan pada tempat pencetakan agar tahu yang dihasilkan menjadi padat. CV Laksa Mandiri memiliki 6 kain yang berukuran 50 cm2 x 50 cm2, satu kain menghabiskan biaya Rp 2.500 jadi biaya yang dikeluarkan selama satu bulan untuk kain adalah Rp 15.000. Tabel 7. Biaya kain selama satu bulan Pemakaian kain Biaya per Potong (Potong) (Rp) 6 2.500 Total Biaya (Rp) Rp 15.000 Jumlah Rp 15.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 b. Kayu Bakar Kayu bakar digunakan untuk proses pembuburan kedelai. Biaya yang dikeluarkan CV Laksa Mandiri untuk membeli kayu bakar selama bulan April sebanyak Rp 6.000.000. Kebutuhan kayu bakar antara tahu kuning dan tahu putih adalah 1:2, berarti tahu kuning menghabiskan biaya Rp 2.000.000 dan tahu putih Rp 4.000.000. Tabel 8. Biaya kayu bakar selama satu bulan Pemakaian kayu Biaya per Kilogram (Kg) (Rp) 4.000 1.000 Jumlah Total Biaya (Rp) Rp 4.000.000 Rp 4.000.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 c. Solar Solar digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel pada usaha Bapak Mumu. Solar yang digunakan per harinya rata-rata sebanyak 5 liter per 250 kilogram kacang kedelai, selama satu bulan CV Laksa Mandiri memproduksi 5.500 kilogram kacang kedelai jadi penggunaan solar selama satu bulan sebanyak 110 liter dengan harga Rp 4.500 per liter jadi biaya yang dikeluarkan selama bulan April sebesar Rp 495.000. Untuk lebih jelasnya penggunaan bahan penolong pada produksi tahu CV Laksa Mandiri dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penggunaan solar selama satu bulan Pemakaian Solar (Liter) Biaya per Liter Total Biaya (Rp) (Rp) 110 4.500 Rp 495.000 Jumlah Rp 495.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Jadi total keseluruhan biaya bahan penolong selama April 2011 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Biaya penggunaan bahan penolong per April 2011 Bahan Penolong Total Biaya (Rp) Kain Rp Kayu Bakar Rp 4.000.000 Solar Rp Jumlah 15.000 495.000 Rp 4.510.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 2. Biaya Listrik Listrik digunakan oleh CV Laksa Mandiri untuk memberi penerangan pada saat proses produksi. Biaya listrik yang dikeluarkan CV Laksa Mandiri pada bulan April adalah Rp 127.000. Tabel 11. Biaya listrik selama satu bulan Keterangan Total Biaya (Rp) Biaya Listrik (Rp) Rp 127.000 Jumlah Rp 127.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 3. Biaya Perawatan dan Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dilakukan untuk menjaga mesin dan peralatan agar tahan lebih lama. Pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri adalah dengan mengganti peralatan yang sudah tidak layak pakai dan memperbaiki mesin dan peralatan yang rusak. Biaya yang dikeluarkan CV Laksa Mandiri untuk pemeliharaan Mesin dan peralatan selama bulan April ialah Rp 130.000 yang terdiri dari pemeliharaan mesin giling Rp 30.000 dan mesin diesel 100.000. Untuk lebih jelasnya, perhitungan biaya pemeliharaan mesin dan peralatan dijelaskan pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan selama satu bulan Keterangan Total Biaya Mesin Diesel Rp 100.000 Mesin Giling Rp 30.000 Jumlah Rp 130.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 4. Biaya Penyusutan Mesin, Peralatan, dan Bangunan Penggunaan mesin dan peralatan menyebabkan penyusutan nilai dari mesin dan peralatan yang digunakan tersebut. Penyusutan yang terjadi menyebabkan menurunnya atau berkurangnya nilai mesin dan peralatan. Untuk menghitung nilai penyusutan mesin dan peralatan yang digunakan oleh CV Laksa Mandiri selama bulan April digunakan dengan metode umur ekonomis atau disebut dengan metode garis lurus. Perhitungan dengan metode garis lurus dilakukan dengan : Beban Penyusutan = Tabel 13. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per tahun Keterangan Harga per Unit (A) (Rp) Mesin Diesel 8.000.000 Jumlah Unit (B) (Unit) 1 Mesin Giling 4.000.000 1 4.000.000 1.000.000 Tungku Semen 1.500.000 1 1.500.000 0 5 300.000 100.000 1 100.000 0 6 16.667 Bak Plastik 400.000 3 1.200.000 0 5 240.000 Pompa Air 300.000 2 600.000 0 3 200.000 Cetakan 80.000 6 480.000 0 3 160.000 Jerigen 5.000 3 15.000 0 5 3.000 Serok 15.000 2 30.000 0 3 10.000 Bak Air (1 m2) 500.000 1 500.000 0 5 100.000 Bak Biang 150.000 3 450.000 0 5 90.000 200.000.000 1 200.000.000 0 25 8.000.000 Tanggok Harga Beli (AXB) (Rp) Nilai Sisa (Rp) Umur ekonomis (Tahun) Beban Penyusustan (Rp/Thn) 8.000.000 4.000.000 15 266.667 10 300.000 Bambu (1 m2) Bangunan Jumlah Rp 9.686.334 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 201 Tabel 14. Beban penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan per bulan Keterangan Penyusutan per Penyusutan per Bulan Tahun (A) (B) B = A/12 Penyusutan peralatan, Rp 9.686.334 Rp 807.194,5 mesin, dan bangunan Jumlah Rp 807.194,5 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri Berdasarkan Tabel 13 dan Tabel 14 diketahui bahwa beban penyusutan mesin, peralatan dan bangunan selama satu tahun adalah Rp 9.686.334. Jadi penyusutan peralatan per bulan adalah Rp 807.194. Selama bulan April CV Laksa Mandiri mengeluarkan biaya penyusutan sebesar Rp 807.194. Jadi total biaya overhead pabrik yang digunakan selama bulan April adalah jumlah dari biaya bahan penolong, biaya listrik, biaya perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan, dan biaya penyusutan mesin, peralatan, dan bangunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Biaya overhead pabrik per April 2011 Keterangan Total Biaya (Rp) Biaya Bahan Penolong Rp 4.510.000 Biaya Listrik Rp 127.000 Rp 130.000 Biaya penyusutan mesin dan peralatan Rp 807.194,5 Jumlah Rp 5.574.194,5 Biaya Perawatan dan pemeliharaan mesin dan peralatan Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Setelah diketahui biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik maka dapat dilakukan perhitungan harga pokok produksi per potong tahu. Proses perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing per potong/unit tahu, April 2011 Keterangan Total Biaya (Rp) Biaya Bahan Baku Langsung Rp 34.650.000 Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 5.500.000 Biaya Overhead Pabrik Rp 5.574.194,5 Jumlah Total (per April 2011) Rp 45.724.194,5 Jumlah Produksi 220.000 Biaya per potong tahu putih Rp 207,84 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa harga pokok produksi per potong tahu putih adalah Rp 207,84 yang diperoleh dari jumlah total (per April 2011) dibagi dengan jumlah produksi. 2. Tahu Kuning Untuk memproduksi tahu kuning, tahu putih diolah lebih lanjut yaitu dengan merebus tahu putih ke dalam air kunyit selama kurang lebih setengah jam. Selama April 2011 CV Laksa Mandiri memproduksi tahu kuning sebanyak 110.000 potong atau setengan dari tahu putih diproses lebih lanjut menjadi tahu kuning. Pada proses produksi tahu kuning ini membutuhkan tambahan biaya yaitu biaya kunyit sebagai bahan pewarna, biaya lumpang yang digunakan sebagai alat untuk menumbuk kunyit, tungku semen yang digunakan sebagai tempat untuk merebus tahu, dan juga kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar untuk merebus tahu. A. Biaya Bahan Baku Biaya bahan baku yang digunakan untuk tahu kuning adalah biaya untuk memproduksi tahu putih yaitu sebesar Rp 22.862.097,25 atau setengah dari total biaya produksi tahu putih dan biaya untuk pembelian kunyit. Pada bulan April kunyit yang digunakan sebanyak 68,75 kilogram dengan harga per kilogramnya adalah Rp 2.000. Untuk lebih jelasnya, penggunaan biaya bahan baku yang digunakan untuk memproduksi tahu kuning dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan Keterangan Kebutuhan Selama Harga per Biaya Bahan Satu Bulan (Kg) Kilogram (Rp) Baku a. Tahu putih b. Kunyit Rp 22.862.097,25 68,75 Rp 2.000 Rp Jumlah 137.500 Rp 22.999.597,25 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 B. Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead yang digunakan untuk memproduksi tahu kuning ialah biaya overhead yang telah digunakan pada produksi tahu putih dan biaya overhead yang digunakan pada proses produksi lanjutan dari tahu putih menjadi tahu kuning yaitu kayu bakar dan biaya penyusutan peralatan. a. Biaya Bahan Penolong Adapun bahan penolong yang digunakan pada proses produksi tahu kuning ialah kayu bakar. Kayu bakar digunakan untuk merebus tahu putih. Kayu bakar yang digunakan selama bulan April sebanyak 2.000 kilogram dengan harga per kilogramnya adalah Rp 1.000. Untuk lebih jelasnya, penggunaan kayu bakar dalam memproduksi tahu kuning dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Biaya penggunaan kayu bakar per bulan Pemakaian kayu Biaya per Kilogram Total Biaya (Kg) (Rp) (Rp) 2.000 1.000 Jumlah Rp 2.000.000 Rp 2.000.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 b. Biaya Penyusutan Peralatan Peralatan yang digunakan dalam proses produksi tahu kuning adalah lumpang yang digunakan sebagai tempat menumbuk kunyit dan tungku semen yang digunakan sebagai tempat merebus tahu putih atau sebagai tempat pewarnaan tahu. Untuk lebih jelas memahami mengenai penyusutan peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Beban penyusutan peralatan per tahun Keterangan Tungku Semen Lumpang 1.500.000 1 Harga Beli (AXB) (Rp) 1.500.000 0 5 Rp 300.000 300.000 1 300.000 0 3 Rp 100.000 Harga per Unit (A) (Rp) Jumlah Unit (B) (Unit) Nilai Sisa (Rp) Umur ekonomis (Tahun) Jumlah Beban Penyusustan (Rp/Thn) Rp 400.000 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Tabel 20. Pengeluaran biaya bahan baku tahu kuning selama satu bulan Keterangan Penyusutan per Penyusutan per Bulan (B) Tahun (A) B = A/12 Penyusutan peralatan Rp 400.000 Rp 33.333,33 Jumlah Rp 33.333,33 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Jadi total biaya overhead pabrik yang digunakan selama bulan April adalah jumlah dari biaya bahan penolong dan biaya penyusutan peralatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Biaya overhead pabrik selama satu bulan Keterangan Biaya Bahan Penolong Biaya penyusutan peralatan Jumlah Total Biaya (Rp) Rp 2.000.000 Rp 33.333,33 Rp 2.033.333,33 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Setelah biaya bahan baku langsung dan biaya overhead pabrik diketahui maka perhitungan harga pokok produksi dapat dilakukan. Untuk lebih jelasnya perhitungan harga pokok produksi per potong tahu dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing per potong/unit tahu Keterangan Total Biaya (Rp) Biaya Bahan Baku Langsung Rp 22.999.597,25 Biaya Overhead Pabrik Rp 2.033.333,33 Jumlah Total (per April 2011) Rp 25.032.930,58 Jumlah Produksi 110.000 Biaya per potong tahu kuning Rp 227,57 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Dari Tabel 22 diketahui bahwa biaya per potong tahu kuning adalah Rp 227,57 yang diperoleh dari jumlah total (per April 2011) dibagi dengan jumlah produksi. 4.3. Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan cara perusahaan dan metode full costing Berdasarkan perhitungan sebelumnya dapat dianalisis perbedaan kedua metode perhitungan yaitu antara perhitungan harga pokok produksi dengan metode yang dilakukan perusahaan dengan metode full costing. Perbedaan antara kedua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing dan metode perusahaan Keterangan Metode Full costing Metode Selisih (Rp) (Rp) Perusahaan (Rp) Tahu Putih Rp 207,84 Rp 203,50 Rp 4,34 Tahu Kuning Rp 227,57 Rp 222,94 Rp 4,63 Sumber : Diolah dari data primer CV Laksa Mandiri, 2011 Dari Tabel 23 diketahui bahwa selisih biaya produksi tahu putih adalah Rp 4,34 per potong, jumlah produksi tahu putih sebanyak 110.000 jadi selisih biaya produksi tahu putih selama bulan April adalah Rp 477.400 sedangkan untuk tahu kuning selisih biaya produksi per potong adalah Rp 4,63 selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi 110.000 potong tahu jadi selisih biaya produksi tahu kuning selama bulan April adalah Rp 509.300. Jadi total selisih biaya produksi tahu putih dan tahu kuning dengan metode perusahaan dan metode full costing selama April 2011 adalah Rp 986.700. Diketahui bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan metode perusahaan dan metode full costing memiliki perbedaan. Pada perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing harga pokok produksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produksi dengan metode perusahaan. Hal ini karena dengen menggunakan metode full costing semua biaya dirinci secara jelas, baik itu biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik sedangkan pada perhitungan harga pokok produksi dengan metode yang digunakan perusahaan harga pokok produksi yang dihasilkan lebih kecil karena perusahaan tidak memasukkan biaya overhead pabrik secara rinci ke dalam biaya produksinya. Perusahaan hanya merinci biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead namum biaya overhead yang dihitung pada proses perhitungan biaya produksi yang dilakukan perusahaan hanya biaya listrik, biaya solar, dan biaya kayu bakar. Untuk biaya penyusutan mesin, peralatan, dan bangunan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan, dan biaya kain tidak di bebankan oleh perusahaan oleh karena itu perhitungan biaya produksi dengan metode perusahaan lebih kecil dibandingkan dengan metode full costing. Jika perusahaan menggunakan metode full costing dalam menghitung biaya produksinya maka perusahaan harus : 1. Mengidentifikasi seluruh biaya yang digunakan dalam proses produksi 2. Membedakan antara biaya variabel dengan biaya tetap 3. Memisahkan biaya produksi dengan biaya non produksi 4. Memperhitungkan biaya produksi selain biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead KESIMPULAN DAN SARAN 1. a. Kesimpulan CV Laksa Mandiri telah melakukan perhitungan biaya produksi untuk produk tahu kuning dan tahu putih. Perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh CV Laksa Mandiri masih sangat sederhana dengan menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi, biaya yang dihitung oleh CV Laksa Mandiri sebagai biaya produksi adalah biaya kacang kedelai, biaya garam, biaya solar dan listrik, biaya kayu bakar, dan biaya tenaga kerja serta khusus untuk tahu kuning ada biaya tambahan yaitu biaya untuk membeli kunyit. Masih terdapat biaya overhead yang dikeluarkan dalam proses produksi namun CV Laksa Mandiri tidak menghitung biaya tersebut. Hasil perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan CV Laksa Mandiri atas produk tahu putih dan tahu kuning adalah sebagai berikut : b. 1. Tahu putih : Rp 203,50 2. Tahu kuning : Rp 222,94 Perhitungan biaya produksi yang dilakukan dengan metode full costing pada CV Laksa mandiri ialah dengan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tahu putih dan tahu kuning. Adapun biaya yang dibebankan pada produksi tahu putih adalah biaya kacang kedelai, biaya garam, biaya solar, biaya kain, biaya kayu bakar, biaya listrik, biaya perawatan dan pemeliharaan mesin, dan biaya penyusutan peralatan, mesin, dan bangunan. Biaya yang dikeluarkan untuk produksi tahu kuning sama saja dengan biaya tahu putih namun pada tahu kuning ada biaya tambahan yaitu biaya kunyit, kayu bakar dan penyusutan peralatan yaitu lumpang dan tungku semen. Hasil perhitungan biaya produksi dengan metode full costing adalah : 1. Tahu putih :Rp 207,84 2. Tahu kuning :Rp227,57 c. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode perusahaan dan metode full costing memiliki perbedaan. Pada perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing harga pokok produksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan perhitungan harga pokok produksi dengan metode perusahaan. Selisih biaya produksi antara kedua metode tersebut adalah : tahu putih Rp 4,34 per potong, jumlah produksi tahu putih sebanyak 110.000 jadi selisih biaya produksi tahu putih selama bulan April adalah Rp 477.400 sedangkan untuk tahu kuning selisih biaya produksi per potong adalah Rp 4,63 selama bulan April CV Laksa Mandiri memproduksi 110.000 potong tahu jadi selisih biaya produksi tahu kuning selama bulan April adalah Rp 509.300. Jadi total selisih biaya produksi tahu putih dan tahu kuning dengan metode perusahaan dan metode full costing selama April 2011 adalah Rp 986.700. 2. Saran a) Sebaiknya CV Laksa Mandiri menggunakan metode full costing dalam mengitung biaya produksinya karena metode ini lebih akurat dibandingkan dengan metode yang dilakukan oleh perusahaan. Metode full costing merinci seluruh biaya produksi yang terkait dengan proses produksi sehingga hasil perhitungan yang diperoleh menunjukkan hasil aktual yang dikeluarkan selama proses produksi. b) Sebaiknya CV Laksa Mandiri memperhitungkan biaya gaji pemilik karena pemilik juga ikut bekerja pada proses produksi CV Laksa Mandiri. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2010. Survei Industri Mikro dan Kecil 2010. Bogor. Bustami, N. 2006. Akuntansi Biaya . Graha Ilmu, Yogyakarta. . 2006. Akuntansi Biaya Tingkat Lanjut. Graha Ilmu, Yogyakarta. Dewi, K. R. 2011. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Sepatu dengan Metode Full Costing (studi kasus : UKM Galaksi Kampung Kabandungan Ciapus, Bogor) Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Horngren, Datar, Foster. 2006. Akuntansi Biaya : Penekanan Manajerial Edisi 12. Erlangga, Jakarta. Hasfah, J. M. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). www.smecda.com/deputi7/file_Infokop. [14 April 2011] Hansen, Mowen. 2004. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat, Jakarta. Irna. 2011 . Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Roti dengan Metode Procces Costing dan Pengaruhnya Terhadap Harga Jual (Studi Kasus UKM Edie’s Bakery, Bogor) Skirpsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulyadi. 2005. Akuntansi biaya. Unit Penerbit Dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta. Sulastiningsih, Z. 1999. Akuntansi Biaya Dilengkapi dengan Isu-Isu Kontenporer.Unit Penerbit Dan Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta. Usry, C. 2002. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta. . 2004. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta. . 2009. Akuntansi Biaya. Salemba Empat, Jakarta. Widiyastuti, S. 2007. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection) Skirpsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. LAMPIRAN Lampiran 1. Peralatan produksi CV Laksa Mandiri Mesin diesel Tungku semen Lampiran 2. Bahan baku produksi tahu CV Laksa Mandiri Kacang kedelai Bubur kedelai Lampiran 3. Pertanyaan untuk wawancara langsung dengan pemilik CV Laksa Mandiri 1. Kapan bapak mulai merintis usaha ini? 2. Darimana sumber modal awal bapak ketika mendirikann usaha ini? 3. Bagaimana proses produksi produk tahu ini? 4. Berapa orang karyawan yang bapak miliki? 5. Dari semua karyawan yang bapak miliki, apa saja pekerjaan mereka? 6. Bagaimana sistem penggajian karyawan yang bapak lakukan dan berapa gaji masing-masing karyawan? 7. Peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam produksi tahu ini? 8. Selain kedelai, bahan baku apa saja yang dibutuhkan untuk membuat tahu? 9. Berapa kilogram kacang kedelai yang bapak produksi selama bulan April? 10. Berapa harga bahan baku dan bahan penolong untuk produksi tahu per kilogramnya? 11. Berapa harga alat-alat yang dibutuhkan untuk produksi tahu yang bapak miliki dan berapa lama masa manfaat dari peralatan itu? 12. Berapa biaya listrik bapak pada bulan April? 13. Berapa biaya pemeliharaan peralatan untuk produksi tahu pada bulan April? 14. Bagaimana cara bapak melakukan perhitungan biaya produksi produk tahu? 15. Berapa harga tanah dan bangunan yang bapak gunakan untuk produksi tahu?