BAB II KERANGKA TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kerangka Teori Dalam penulisan tesis ini peneliti menggali informasi dari penelitian-penelitian sebelumnya sabagai bahan perbandingan. Selain itu, peneliti juga menggali informasi dari buku-buku maupun jurnal dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah. 2.1.1 Agency Theory Jensen dan Meckling (1976) dalam Masdupi (2005, h59) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent (Anthony dan Govindarajan, 2005 dalam Budiasih, 2009). Dalam suatu korporasi, pemegang saham merupakan prinsipal dan CEO adalah agen mereka. Pemegang saham menyewa CEO agar bertindak sesuai keinginan mereka. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang telihat dalam hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik dan jam kerja yang fleksibel. Sedangkan prinsipal, diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan tersebut. Dengan demikian teori keagenan (agency theory) berkaitan dengan usaha-usaha untuk memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan keagenan. Masalah keagenan muncul jika: (1) Terdapat perbedaan tujuan (goals) antara agen dan prinsipal, (2) Terdapat kesulitan atau membutuhkan biaya yang mahal bagi prinsipal untuk senantiasa memantau tindakan-tindakan yang diambil oleh agen. Selain itu, masalah keagenan juga akan terjadi jika antara agen dan prinsipal mempunyai sikap atau pandangan yang berbeda terhadap risiko. Secara teori, manajer keuangan yang paling setuju dengan tujuam maksimalisasi kekayaan pemegang saham. Namun dalam kenyataannya manajer lebih peduli dengan kekayaan pribadi mereka, keamanan kerja dan tunjangan. Kekhawatiran tersebut dapat menyebabkan manajer untuk membuat keputusan yang tidak konsisten dengan maksimalisasi kekayaan prinsipal. Hal tersebut adalah alasan munculnya masalah keagenan (Gitman & Zutter 2012, h21). Untuk mengatasi hal itu pihak pemegang saham sebagai prinsipal melakukan pengendalian dengan tiga cara yaitu: monitoring, kebijakan pemberian insentif atau hukuman dan dengan cara menanggung secara bersama-sama atas risiko yang mungkin terjadi. Di dalam suatu organisasi cara yang paling efektif untuk mengubah perilaku anggota organisasi agar sesuai dengan yang diinginkan adalah dengan pemberian reward atau dengan kata lain, dengan positif reinforcement, bukan dengan pemberian hukuman (punishment). Pemberian reward (berupa penghargaan atau insentif) akan berdampak baik dalam arti perilaku yang diinginkan tersebut besar kemungkinan akan terulang lagi. Sebaliknya, bila digunakan hukuman, pengaruh yang bisa timbul adalah munculnya rasa tertekan, tidak tenang dan sebagainya. Karena adanya kebijakan reward atau bonus yang diterapkan perusahaan maka manajer mempunyai motivasi untuk melakukan perataan laba (income smoothing) agar kinerjanya terlihat baik (opportunistic earning management). Selain itu perusahaan juga terrmotivasi melakukan perataan laba untuk mempengaruhi nilai pasar perusahaan dan pertumbuhan laba sepanjang waktu (efficient earning management) (Scott 2006, h344). 2.1.2 Signalling Theory Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Menurut Jogiyanto (2000, h392), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good news) atau signal buruk (bad news). Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan dengan laporan keuangan. Informasi akuntansi juga digunakan oleh para prinsipal untuk menilai kinerja para manajer, yang selanjutnya dijadikan dasar dalam pemberian reward (biasanya dalam bentuk bonus). Konsekuensi logis dari penggunaan informasi akuntansi sebagai satu-satunya dasar dalam pemberian reward tersebut adalah munculnya perilaku tidak semestinya (dysfunctional behaviour) dikalangan manajer. Manajer cenderung melakukan perataan laba (income smoothing) dengan memanipulasi informasi sedemikian rupa agar kinerjanya tampak bagus. 2.1.3 Income Smoothing “Income smoothing is the process of manipulating the time profile of earnings or earning reports to make the reported income less variable, while not increasing reported earnings over the long run.” (Belkaoui, 2007, h150). Menurut Harahap (2007, h245) “Perataan laba adalah upaya yang dilakukan oleh manajemen untuk menstabilkan laba.” “Income smoothing is a f o r m o f e a r n i n g s management in which revenues and expenses are shifted between periods to reduce fluctuations in earnings.”(Arens dan Alvins A, 2005, h310). Jadi perataan laba adalah praktik yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan dengan manipulasi laba agar laba suatu periode tidak jauh dengan jumlah laba pada periode sebelumnya dengan menggeser periode pendapatan atau biaya atau mengendalikan net income. 2.1.4 Firm Size Menurut Riyanto (2000, h313), “Besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan, atau nilai total aktiva”. Menurut White, Sondhi dan Fried. (2003, h178), “Firm size is measured by total assets or total capitalization”. Menurut Sartono (2001, h249), “ukuran perusahaan adalah besarnya ukuran peusahaan di satu sisi dapat memberikan kepercayaaan bagi kreditur untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang relatif tinggi, sehingga struktur modal akan naik. Namun di sisi lain, besarnya ukuran perusahaan dapat pula diakibatkan besarnya saham atau modal sendiri yang ditawarkan perusahaan”. Jadi Firm Size adalah suatu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan, jenis perusahaan yang berdasarkan kepada total asset perusahaan. Perusahaan yang ukurannya lebih besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (Suwito dan Herawaty, 2005). Berdasarkan political cost hypothesis dalam teori akuntansi positif dikemukakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk melakukan pengelolaan atas laba di antaranya melakukan income decreasing saat memperoleh laba tinggi untuk menghindari munculnya peraturan baru dari pemerintah, contohnya menaikkan pajak penghasilan perusahaan. 2.1.5 Return on Asset Menurut Gitman (2009, h68) menyatakan “return on asset measures the overall effectiveness of management in generating profits with its available assets.” Menurut Mardiyanto (2009, h196) “ROA adalah rasio digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi.” Menurut Dendawijaya (2003, h120) “Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset.” Jadi Return on Assets adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis. Apabila ditinjau dari profitabilitas, perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi (dilihat dari ROA dan Net Profit Margin yang tinggi) akan lebih leluasa untuk melakukan perataan laba karena manajemen mengetahui kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba pada masa mendatang (Budiasih, 2009). Manajemen akan diuntungkan dengan profitabilitas yang stabil seperti mempertahankan posisi jabatan apabila kinerja diukur dengan tingkat laba yang mampu dihasilkan. 2.1.6 Financial Leverage Menurut Sartono (2001) dalam Aini (2011, h69), “Financial leverage menunjukkan proporsi penggunaan hutang untuk membiayai investasinya. Semakin besar hutang perusahaan maka semakin besar pula resiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan cendrung untuk melakukan praktik perataan laba.” Menurut Rehman (2013, h17), “Financial leverage is a measure of how much firm uses equity and debt to finance its assets. As debt increases, financial leverage increases.” Menurut Ritonga, Kertahadi & Rahayu (2014, h3), “Suatu perusahaan dikatakan menggunakan financial leverage jika ia membelanjai sebagian dari aktivanya dengan menggunakan sekuritas yang menimbulkan beban tetap atasnya, misalnya hutang pada bank, menerbitkan obligasi maupun saham preferen.” Jadi Financial leverage adalah leverage dapat diartikan sebagai ratio jumlah hutang terhadap seluruh aktiva/total aktiva atau jumlah seluruh nilai dari perusahaan. Apabila ditinjau dari financial leverage, berdasarkan debt covenant hypothesis dalam teori akuntansi positif dikemukakan bahwa perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi cenderung untuk melakukan pengelolaan atas laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang (Prabayanti dan Yasa, 2011) 2.1.7 Operating Leverage Menurut Hanafi (2004, h327), “Operating leverage bisa diartikan sebagai seberapa besar perusahaan menggunakan beban tetap operasional. Beban tetap operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan pemasaran yang bersifat tetap (misalnya gaji bulanan karyawan). Sebagai kebalikannya adalah beban (biaya) variabel operasional.” Menurut Kiymaz & Hodgin (2003, h1), “Operating leverage is important to firm management for one reason, additions to operating fixed costs affect a firm’s value by increasing risk, where risk is measured by the variability of returns. Operating leverage changes alter the firm’s business risk position. Text authors often introduce the degree of operating (DOL) measure as a natural extension to linear breakeven analysis and some use it as a logical segue into risk and return discussions.” Menurut Irawati (2006, h173), “Leverage operasi merupakan penggunaan aktiva dengan biaya tetap yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel serta dapat meningkatkan profitabilitas.” Jadi operating leverage adalah seberapa besar biaya tetap digunakan dalam operasi suatu perusahaan. Menurut Nasser, Etty dan Parulian (2006), perusahaan yang melakukan praktek perataan laba adalah perusahaan yang mempunyai operating leverage rendah. Operating leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud dan menimbulkan beban, Semakin besar beban tetap suatu perusahaan semakin besar pula resiko usaha yang dihadapinya karena perusahaan menjadi peka terhadap perubahan unit yang terjual. 2.1.8 Growth Menurut Horne (1998) dalam Amouzesh (2011, h2), “Sustainable Growth Rate as the maximum annual percentage increase in sales that can be achieved based on target operating , debt and dividend-payout ratios. Menurut Jensen (1986) dalam Pramita dan Oetomo (2013, h3), “Perusahaan dengan kesempatan pertumbuhan yang lebih tinggi akan memiliki free cash flow yang rendah karena sebagian besar dana yang ada digunakan untuk investasi pada proyek yang memiliki nilai Net Present Value (NPV) yang positif.” Menurut Saragih, Nugroho & Eko (2012, h6), “Growth Opportunities portray the firm growth measured by seeing the growth of sales number in a firm.” Jadi Growth (Pertumbuhan perusahaan) dalam manajemen keuangan diukur berdasar perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa pertumbuhan yang seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan suatu perusahaan merupakan tanda bahwa perusahaan memiliki aspek yang menguntungkan, dan mereka mengharapkan rate of return (tingkat pengembalian) dari investasi mereka memberikan hasil yang lebih baik. Sedangkan bagi pihak internal sendiri pertumbuhan perusahaan yang positif menandakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tetap terjamin. 2.2 Penelitian Terdahulu Data dari penelitian terdahulu dapat dilihat dalam Tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Tinjauan Penelitian Terdahulu No Variabel Judul Nama Peneliti Firm Size Return Financial Operating Income Growth on Asset Leverage Leverage Smoothing 1 “Analisis Pengaruh Karakteristik Suwito Perusahaan (2005) Terhadap Perataan Laba“ √ √ x √ x √ 2 “Income Smoothing Using Kwak dan Reserve Lee (2008) Account By Japanese Companies” √ √ x x x √ Hasil Penelitian Tidak ada pengaruh dari variabel Jenis Usaha, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Operasi, Net Profit Margin terhadap perataan laba. Terdapat pengaruh yang signifikan pada Firm size, Capital Intensity, dan Return on Assets terhadap Income Smoothing. Sedangkan Taxes, Earning Variability, Debt to Equity Ratio, dan Depreciation Expense tidak berpengaruh signifikan terhadap Income Smoothing. Tinjauan Penelitian Terdahulu No 3 4 Variabel Judul Nama Peneliti “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Tindakan Gusnadi Perataan (2008) Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 20012005” “Pengaruh Risiko, Profitabilitas , Leverage Operasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Syafriont Laba yang (2008) Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20052007” Firm Size √ √ Return Financial Operating Income Growth on Asset Leverage Leverage Smoothing √ √ x x √ √ x x √ √ Hasil Penelitian Terdapat pengaruh secara signifikan Profitability, Operating Leverage, Ukuran KAP, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Keberadaan Komite Audit terhadap perataan laba (income smoothing). Sedangkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan ukuran perusahaan terhadap income smoothing. Terdapat pengaruh yang signifikan Risiko Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Perataan Laba. Sedangkan Ukuran Perusahaan dan Leverage tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap Perataan Laba. Tinjauan Penelitian Terdahulu No 5 6 Variabel Judul Nama Peneliti “Analisis Pengaruh Net Profit Margin, Return on Assets, Company Size, Financial Leverage, Debt to Equity Ratio Santoso (2012) Terhadap Praktek Perataan Laba pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 20072009 ” “Pengaruh Profitabilitas , Financial Leverage dan Pertumbuha n Perusahaan Terhadap Pratiwi (2013) Praktek Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia ” Firm Size √ x Return Financial Operating Income Growth on Asset Leverage Leverage Smoothing √ √ √ √ x x x √ √ √ Hasil Penelitian Net Profit Margin (NPM), Company Size, Financial Leverage, dan Debt to Equity (DER) berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Sedangkan Return on Asset (ROA) tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Profitabilitas (ROA) berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Sedangkan Financial Leverage dan Pertumbuhan Perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Penelitian mengenai Income Smoothing telah dilakukan oleh beberapa orang diantaranya Kwak dan Lee (2008), Gusnadi (2008), Syafriont (2008), Santoso (2012), Suwito (2005) dan Pratiwi (2013). Pada penelitian Suwito (2005) dengan judul Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Perataan Laba mendapatkan hasil penelitian tidak ada pengaruh dari variabel jenis usaha, ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage operasi, net profit margin terhadap perataan laba. Pada penelitian Kwak dan Lee (2008) dengan judul penelitian Income Smoothing Using Reserve Account By Japanese Companies mendapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada firm size, capital intensity, dan return on assets terhadap income smoothing, sedangkan taxes, earning variability, Debt to equity ratio, dan depreciation expense tidak berpengaruh signifikan terhadap income smoothing. Pada penelitian Gusnadi (2008) dengan judul Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2001-2005 mendapatkan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh secara signifikan profitability, operating leverage, ukuran KAP, proporsi dewan komisaris independen, keberadaan komite audit terhadap perataan laba (income smoothing), sedangkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan ukuran perusahaan terhadap income smoothing. Pada penelitian Syafriont (2008) dengan judul Pengaruh Risiko, Profitabilitas, Leverage Operasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2007 dengan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh yang signifikan risiko perusahaan dan profitabilitas terhadap perataan laba, sedangkan ukuran perusahaan dan leverage tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2012) dengan judul Analisis Pengaruh Net Profit Margin, Return on Assets, Company Size, Financial Leverage, Debt to Equity Ratio Terhadap Praktek Perataan Laba pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009, mendapatkan hasil bahwa Net Profit Margin (NPM), Company Size, Financial Leverage, dan Debt to Equity (DER) berpengaruh terhadap praktek perataan laba, sedangkan Return on Asset (ROA) dan Company Size tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Pada penelitian Pratiwi (2013) dengan judul Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Praktek Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia mendapatkan hasil bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Sedangkan financial leverage dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba. Dalam penelitian Alexandri dan Anjani (2014) yang berjudul “Income Smoothing: Impact Factors, Evidence in Indonesia”. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketiga variabel independen yang diteliti adalah ukuran Perusahaan (log. Jumlah aset), profitabilitas (ROA) dan leverage keuangan (DER) secara simultan berpengaruh perataan laba pada Umum Swasta Devisa Nasional Bank di proksi dengan hasil perhitungan Eckel Index. Berdasarkan data yang telah diamati dapat dilihat bahwa ukuran perusahaan (Log. TA), profitabilitas (ROA) dan efek negatif yang signifikan terhadap perataan laba. Sementara inancial Leverage variabel (DER) berpengaruh positif secara parsial signifikan terhadap perataan laba (Income Smoothing) pada Swasta Nasional Commercial Bank Devisa tahun 2009-2013. 2.3 Model Penelitian Firm Size H1 Return on Assets H2 H3 Income Smoothing Financial Leverage H4 Operating Leverage H5 Growth H6 Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh variabel dependen (firm size, return on asset, financial leverage, operating leverage dan growth) terhadap variable independennya (income smoothing) baik secara individual maupun secara simultan. H1 : pengaruh firm Size terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. H2 : pengaruh return on asset terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. H3 : pengaruh financial leverage terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. H4 : pengaruh operating leverage terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. H5 : pengaruh growth terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. H6 : pengaruh secara simultan firm Size, return on asset, financial leverage, operating leverage, growth, secara simultan terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. 2.4 Pengembangan Hipotesis Berdasarkan penjelasan di latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, penelitian terdahulu, serta model penelitian dan perumusan hipotesis, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho: Tidak terdapat pengaruh secara simultan firm Size, return on asset, financial leverage, operating leverage, growth, secara simultan terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015. Ha: Terdapat pengaruh secara simultan firm Size, return on asset, financial leverage, operating leverage, growth, secara simultan terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015.