BAB II KERANGKA TEORI DAN PERUMUSAN

advertisement
BAB II
KERANGKA TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Kerangka Teori
Dalam penulisan tesis ini peneliti menggali informasi dari penelitian-penelitian
sebelumnya sabagai bahan perbandingan. Selain itu, peneliti juga menggali informasi
dari buku-buku maupun jurnal dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada
sebelumnya tentang teori yang berkaitan dengan judul yang digunakan untuk
memperoleh landasan teori ilmiah.
2.1.1
Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976) dalam Masdupi (2005, h59) menyatakan bahwa
hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor
(principal). Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena
kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga
memicu biaya keagenan (agency cost). Teori agensi adalah hubungan atau kontrak
antara principal dan agent (Anthony dan Govindarajan, 2005 dalam Budiasih, 2009).
Dalam suatu korporasi, pemegang saham merupakan prinsipal dan CEO adalah agen
mereka. Pemegang saham menyewa CEO agar bertindak sesuai keinginan mereka.
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan
mereka sendiri. Agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari
kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang telihat dalam hubungan suatu
agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik dan jam kerja
yang fleksibel. Sedangkan prinsipal, diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian
keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan tersebut. Dengan
demikian teori keagenan (agency theory) berkaitan dengan usaha-usaha untuk
memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan keagenan. Masalah keagenan
muncul jika: (1) Terdapat perbedaan tujuan (goals) antara agen dan prinsipal, (2)
Terdapat kesulitan atau membutuhkan biaya yang mahal bagi prinsipal untuk
senantiasa memantau tindakan-tindakan yang diambil oleh agen. Selain itu, masalah
keagenan juga akan terjadi jika antara agen dan prinsipal mempunyai sikap atau
pandangan yang berbeda terhadap risiko. Secara teori, manajer keuangan yang paling
setuju dengan tujuam maksimalisasi kekayaan pemegang saham. Namun dalam
kenyataannya manajer lebih peduli dengan kekayaan pribadi mereka, keamanan kerja
dan tunjangan. Kekhawatiran tersebut dapat menyebabkan manajer untuk membuat
keputusan yang tidak konsisten dengan maksimalisasi kekayaan prinsipal. Hal
tersebut adalah alasan munculnya masalah keagenan (Gitman & Zutter 2012, h21).
Untuk mengatasi hal itu pihak pemegang saham sebagai prinsipal melakukan
pengendalian dengan tiga cara yaitu: monitoring, kebijakan pemberian insentif atau
hukuman dan dengan cara menanggung secara bersama-sama atas risiko yang
mungkin terjadi. Di dalam suatu organisasi cara yang paling efektif untuk mengubah
perilaku anggota organisasi agar sesuai dengan yang diinginkan adalah dengan
pemberian reward atau dengan kata lain, dengan positif reinforcement, bukan dengan
pemberian hukuman (punishment). Pemberian reward (berupa penghargaan atau
insentif) akan berdampak baik dalam arti perilaku yang diinginkan tersebut besar
kemungkinan akan terulang lagi. Sebaliknya, bila digunakan hukuman, pengaruh
yang bisa timbul adalah munculnya rasa tertekan, tidak tenang dan sebagainya.
Karena adanya kebijakan reward atau bonus yang diterapkan perusahaan maka
manajer mempunyai motivasi untuk melakukan perataan laba (income smoothing)
agar kinerjanya terlihat baik (opportunistic earning management). Selain itu
perusahaan juga terrmotivasi melakukan perataan laba untuk mempengaruhi nilai
pasar perusahaan dan pertumbuhan laba sepanjang waktu (efficient earning
management) (Scott 2006, h344).
2.1.2
Signalling Theory
Signalling theory menekankan kepada pentingnya informasi yang dikeluarkan
oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar perusahaan. Informasi
merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada
hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa
lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu
perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, relevan, akurat
dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis
untuk mengambil keputusan investasi. Menurut Jogiyanto (2000, h392), informasi
yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan memberikan signal bagi
investor dalam pengambilan keputusan investasi. Jika pengumuman tersebut
mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu
pengumuman tersebut diterima oleh pasar. Pada waktu informasi diumumkan dan
semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu
menginterpretasikan dan menganalisis informasi tersebut sebagai signal baik (good
news) atau signal buruk (bad news). Salah satu jenis informasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di luar perusahaan, terutama bagi
pihak investor adalah laporan tahunan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan
tahunan dapat berupa informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan
laporan keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak berkaitan
dengan laporan keuangan. Informasi akuntansi juga digunakan oleh para prinsipal
untuk menilai kinerja para manajer, yang selanjutnya dijadikan dasar dalam
pemberian reward (biasanya dalam bentuk bonus). Konsekuensi logis dari
penggunaan informasi akuntansi sebagai satu-satunya dasar dalam pemberian reward
tersebut adalah munculnya perilaku tidak semestinya (dysfunctional behaviour)
dikalangan manajer. Manajer cenderung melakukan perataan laba (income
smoothing) dengan memanipulasi informasi sedemikian rupa agar kinerjanya tampak
bagus.
2.1.3
Income Smoothing
“Income smoothing is the process of manipulating the time profile of
earnings or earning reports to make the reported income less variable, while
not increasing reported earnings over the long run.” (Belkaoui, 2007, h150).
Menurut Harahap (2007, h245) “Perataan laba adalah upaya yang dilakukan
oleh manajemen untuk menstabilkan laba.”
“Income smoothing is a f o r m o f e a r n i n g s management in which
revenues and expenses are shifted between periods to reduce fluctuations in
earnings.”(Arens dan Alvins A, 2005, h310).
Jadi perataan laba adalah praktik yang digunakan oleh manajemen untuk
mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan dengan manipulasi laba agar laba suatu
periode tidak jauh dengan jumlah laba pada periode sebelumnya dengan menggeser
periode pendapatan atau biaya atau mengendalikan net income.
2.1.4
Firm Size
Menurut Riyanto (2000, h313), “Besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai
equity, nilai penjualan, atau nilai total aktiva”.
Menurut White, Sondhi dan Fried. (2003, h178), “Firm size is measured by
total assets or total capitalization”.
Menurut Sartono (2001, h249), “ukuran perusahaan adalah besarnya ukuran
peusahaan di satu sisi dapat memberikan kepercayaaan bagi kreditur untuk
memberikan pinjaman dalam jumlah yang relatif tinggi, sehingga struktur
modal akan naik. Namun di sisi lain, besarnya ukuran perusahaan dapat pula
diakibatkan besarnya saham atau modal sendiri yang ditawarkan
perusahaan”.
Jadi Firm Size adalah suatu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya
perusahaan, jenis perusahaan yang berdasarkan kepada total asset perusahaan.
Perusahaan yang ukurannya lebih besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang
lebih besar untuk melakukan perataan laba (Suwito dan Herawaty, 2005).
Berdasarkan political cost hypothesis dalam teori akuntansi positif dikemukakan
bahwa perusahaan besar cenderung untuk melakukan pengelolaan atas laba di
antaranya melakukan income decreasing saat memperoleh laba tinggi untuk
menghindari munculnya peraturan baru dari pemerintah, contohnya menaikkan pajak
penghasilan perusahaan.
2.1.5
Return on Asset
Menurut Gitman (2009, h68) menyatakan “return on asset measures the
overall effectiveness of management in generating profits with its available
assets.”
Menurut Mardiyanto (2009, h196) “ROA
adalah rasio digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal
dari aktivitas investasi.”
Menurut Dendawijaya (2003, h120) “Rasio ini digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen dalam memperoleh
keuntungan (laba) secara
keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi
perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset.”
Jadi Return on Assets adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan
total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai
aktiva) dikeluarkan dari analisis. Apabila ditinjau dari profitabilitas, perusahaan yang
memiliki profitabilitas tinggi (dilihat dari ROA dan Net Profit Margin yang tinggi)
akan lebih leluasa untuk melakukan perataan laba karena manajemen mengetahui
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba pada masa mendatang (Budiasih,
2009). Manajemen akan diuntungkan dengan profitabilitas yang stabil seperti
mempertahankan posisi jabatan apabila kinerja diukur dengan tingkat laba yang
mampu dihasilkan.
2.1.6
Financial Leverage
Menurut Sartono (2001) dalam Aini (2011, h69), “Financial leverage
menunjukkan proporsi penggunaan hutang untuk membiayai investasinya.
Semakin besar hutang perusahaan maka semakin besar pula resiko yang
dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang
semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan cendrung untuk
melakukan praktik perataan laba.”
Menurut Rehman (2013, h17), “Financial leverage is a measure of how much
firm uses equity and debt to finance its assets. As debt increases, financial
leverage increases.”
Menurut Ritonga, Kertahadi & Rahayu (2014, h3), “Suatu perusahaan
dikatakan menggunakan financial leverage jika ia membelanjai sebagian dari
aktivanya dengan menggunakan sekuritas yang menimbulkan beban tetap
atasnya, misalnya hutang pada bank, menerbitkan obligasi maupun saham
preferen.”
Jadi Financial leverage adalah leverage dapat diartikan sebagai ratio jumlah
hutang terhadap seluruh aktiva/total aktiva atau jumlah seluruh nilai dari perusahaan.
Apabila ditinjau dari financial leverage, berdasarkan debt covenant hypothesis dalam
teori akuntansi positif dikemukakan bahwa perusahaan dengan tingkat utang yang
tinggi cenderung untuk melakukan pengelolaan atas laba untuk menghindari
pelanggaran perjanjian utang (Prabayanti dan Yasa, 2011)
2.1.7
Operating Leverage
Menurut Hanafi (2004, h327), “Operating leverage bisa diartikan sebagai
seberapa besar perusahaan menggunakan beban tetap operasional. Beban
tetap operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan
pemasaran yang bersifat tetap (misalnya gaji bulanan karyawan). Sebagai
kebalikannya adalah beban (biaya) variabel operasional.”
Menurut Kiymaz & Hodgin (2003, h1), “Operating leverage is important to
firm management for one reason, additions to operating fixed costs affect a
firm’s value by increasing risk, where risk is measured by the variability of
returns. Operating leverage changes alter the firm’s business risk position.
Text authors often introduce the degree of operating (DOL) measure as a
natural extension to linear breakeven analysis and some use it as a logical
segue into risk and return discussions.”
Menurut Irawati (2006, h173), “Leverage operasi merupakan penggunaan
aktiva dengan biaya tetap yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan
yang cukup untuk menutup biaya tetap dan variabel serta dapat meningkatkan
profitabilitas.”
Jadi operating leverage adalah seberapa besar biaya tetap digunakan dalam
operasi suatu perusahaan. Menurut Nasser, Etty dan Parulian (2006), perusahaan
yang melakukan praktek perataan laba adalah perusahaan yang mempunyai operating
leverage rendah. Operating leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan
aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud dan menimbulkan beban, Semakin besar
beban tetap suatu perusahaan semakin besar pula resiko usaha yang dihadapinya
karena perusahaan menjadi peka terhadap perubahan unit yang terjual.
2.1.8
Growth
Menurut Horne (1998) dalam Amouzesh (2011, h2), “Sustainable Growth
Rate as the maximum annual percentage increase in sales that can be
achieved based on target operating , debt and dividend-payout ratios.
Menurut Jensen (1986) dalam Pramita dan Oetomo (2013, h3), “Perusahaan
dengan kesempatan pertumbuhan yang lebih tinggi akan memiliki free cash
flow yang rendah karena sebagian besar dana yang ada digunakan untuk
investasi pada proyek yang memiliki nilai Net Present Value (NPV) yang
positif.”
Menurut Saragih, Nugroho & Eko (2012, h6), “Growth Opportunities portray
the firm growth measured by seeing the growth of sales number in a firm.”
Jadi Growth (Pertumbuhan perusahaan) dalam manajemen keuangan diukur
berdasar perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa
pertumbuhan yang seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat keselarasan
keputusan investasi dan pembiayaan. Dari sudut pandang investor, pertumbuhan
suatu perusahaan merupakan tanda bahwa perusahaan memiliki aspek yang
menguntungkan, dan mereka mengharapkan rate of return (tingkat pengembalian)
dari investasi mereka memberikan hasil yang lebih baik. Sedangkan bagi pihak
internal sendiri pertumbuhan perusahaan yang positif menandakan bahwa
kelangsungan hidup perusahaan tetap terjamin.
2.2
Penelitian Terdahulu
Data dari penelitian terdahulu dapat dilihat dalam Tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Tinjauan
Penelitian
Terdahulu
No
Variabel
Judul
Nama
Peneliti
Firm Size
Return Financial Operating
Income
Growth
on Asset Leverage Leverage
Smoothing
1
“Analisis
Pengaruh
Karakteristik
Suwito
Perusahaan
(2005)
Terhadap
Perataan
Laba“
√
√
x
√
x
√
2
“Income
Smoothing
Using
Kwak dan
Reserve
Lee (2008)
Account By
Japanese
Companies”
√
√
x
x
x
√
Hasil Penelitian
Tidak ada pengaruh
dari variabel Jenis
Usaha, Ukuran
Perusahaan,
Profitabilitas,
Leverage Operasi,
Net Profit Margin
terhadap perataan
laba.
Terdapat pengaruh
yang signifikan pada
Firm size, Capital
Intensity, dan Return
on Assets terhadap
Income Smoothing.
Sedangkan Taxes,
Earning Variability,
Debt to Equity
Ratio, dan
Depreciation
Expense tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
Income Smoothing.
Tinjauan
Penelitian
Terdahulu
No
3
4
Variabel
Judul
Nama
Peneliti
“Analisis
Pengaruh
Karakteristik
Perusahaan
dan
Penerapan
Good
Corporate
Governance
Terhadap
Tindakan
Gusnadi
Perataan
(2008)
Laba yang
Dilakukan
oleh
Perusahaan
yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
Periode 20012005”
“Pengaruh
Risiko,
Profitabilitas
, Leverage
Operasi, dan
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Perataan
Syafriont
Laba yang
(2008)
Dilakukan
oleh
Perusahaan
yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia
periode 20052007”
Firm Size
√
√
Return Financial Operating
Income
Growth
on Asset Leverage Leverage
Smoothing
√
√
x
x
√
√
x
x
√
√
Hasil Penelitian
Terdapat pengaruh
secara signifikan
Profitability,
Operating Leverage,
Ukuran KAP,
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen,
Keberadaan Komite
Audit terhadap
perataan laba
(income smoothing).
Sedangkan tidak
terdapat pengaruh
yang signifikan
ukuran perusahaan
terhadap income
smoothing.
Terdapat pengaruh
yang signifikan
Risiko Perusahaan
dan Profitabilitas
Terhadap Perataan
Laba. Sedangkan
Ukuran Perusahaan
dan Leverage tidak
terdapat pengaruh
yang signifikan
terhadap Perataan
Laba.
Tinjauan
Penelitian
Terdahulu
No
5
6
Variabel
Judul
Nama
Peneliti
“Analisis
Pengaruh
Net Profit
Margin,
Return on
Assets,
Company
Size,
Financial
Leverage,
Debt to
Equity Ratio Santoso
(2012)
Terhadap
Praktek
Perataan
Laba pada
Perusahaan
Property dan
Real Estate
yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia
Periode 20072009 ”
“Pengaruh
Profitabilitas
, Financial
Leverage
dan
Pertumbuha
n
Perusahaan
Terhadap
Pratiwi
(2013)
Praktek
Perataan
Laba pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia ”
Firm Size
√
x
Return Financial Operating
Income
Growth
on Asset Leverage Leverage
Smoothing
√
√
√
√
x
x
x
√
√
√
Hasil Penelitian
Net Profit Margin
(NPM), Company
Size,
Financial Leverage,
dan Debt to Equity
(DER) berpengaruh
terhadap praktek
perataan
laba. Sedangkan
Return on Asset
(ROA) tidak
berpengaruh
terhadap
praktek perataan
laba.
Profitabilitas (ROA)
berpengaruh
terhadap praktek
perataan
laba. Sedangkan
Financial Leverage
dan Pertumbuhan
Perusahaan tidak
berpengaruh
terhadap
praktek perataan
laba.
Penelitian mengenai Income Smoothing telah dilakukan oleh beberapa orang
diantaranya Kwak dan Lee (2008), Gusnadi (2008), Syafriont (2008), Santoso (2012),
Suwito (2005) dan Pratiwi (2013). Pada penelitian Suwito (2005) dengan judul
Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Perataan Laba mendapatkan
hasil penelitian tidak ada pengaruh dari variabel jenis usaha, ukuran perusahaan,
profitabilitas, leverage operasi, net profit margin terhadap perataan laba. Pada
penelitian Kwak dan Lee (2008) dengan judul penelitian Income Smoothing Using
Reserve Account By Japanese Companies mendapatkan hasil bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan pada firm size, capital intensity, dan return on assets
terhadap income smoothing, sedangkan taxes, earning variability, Debt to equity
ratio, dan depreciation expense tidak berpengaruh signifikan terhadap income
smoothing.
Pada penelitian Gusnadi (2008) dengan judul Analisis Pengaruh Karakteristik
Perusahaan dan Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Tindakan Perataan
Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2001-2005 mendapatkan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh secara
signifikan profitability, operating leverage, ukuran KAP, proporsi dewan komisaris
independen, keberadaan komite audit terhadap perataan laba (income smoothing),
sedangkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan ukuran perusahaan terhadap
income smoothing. Pada penelitian Syafriont (2008) dengan judul Pengaruh Risiko,
Profitabilitas, Leverage Operasi, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba
yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2005-2007 dengan hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh yang signifikan risiko
perusahaan dan profitabilitas terhadap perataan laba, sedangkan ukuran perusahaan
dan leverage tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.
Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2012) dengan judul Analisis
Pengaruh Net Profit Margin, Return on Assets, Company Size, Financial Leverage,
Debt to Equity Ratio Terhadap Praktek Perataan Laba pada Perusahaan Properti dan
Real Estate yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009,
mendapatkan hasil bahwa Net Profit Margin (NPM), Company Size, Financial
Leverage, dan Debt to Equity (DER) berpengaruh terhadap praktek perataan laba,
sedangkan Return on Asset (ROA) dan Company Size tidak berpengaruh terhadap
praktek perataan laba. Pada penelitian Pratiwi (2013) dengan judul Pengaruh
Profitabilitas, Financial Leverage dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Praktek
Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
mendapatkan hasil bahwa profitabilitas (ROA) berpengaruh terhadap praktek
perataan laba. Sedangkan financial leverage dan pertumbuhan perusahaan tidak
berpengaruh terhadap praktek perataan laba.
Dalam penelitian Alexandri dan Anjani (2014) yang berjudul “Income
Smoothing: Impact Factors, Evidence in Indonesia”. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa ketiga variabel independen yang diteliti adalah ukuran Perusahaan
(log. Jumlah aset), profitabilitas (ROA) dan leverage keuangan (DER) secara
simultan berpengaruh perataan laba pada Umum Swasta Devisa Nasional Bank di
proksi dengan hasil perhitungan Eckel Index. Berdasarkan data yang telah diamati
dapat dilihat bahwa ukuran perusahaan (Log. TA), profitabilitas (ROA) dan efek
negatif yang signifikan terhadap perataan laba. Sementara inancial Leverage variabel
(DER) berpengaruh positif secara parsial signifikan terhadap perataan laba (Income
Smoothing) pada Swasta Nasional Commercial Bank Devisa tahun 2009-2013.
2.3
Model Penelitian
Firm Size
H1
Return on Assets
H2
H3
Income Smoothing
Financial Leverage
H4
Operating Leverage
H5
Growth
H6
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah melihat pengaruh variabel
dependen (firm size, return on asset, financial leverage, operating leverage dan
growth) terhadap variable independennya (income smoothing) baik secara individual
maupun secara simultan.
H1 : pengaruh firm Size terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti
dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015.
H2 : pengaruh return on asset terhadap peluang income smoothing pada perusahaan
properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015.
H3 : pengaruh financial leverage terhadap peluang income smoothing pada
perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2011-2015.
H4 : pengaruh operating leverage terhadap peluang income smoothing pada
perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2011-2015.
H5 : pengaruh growth terhadap peluang income smoothing pada perusahaan properti
dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2015.
H6 : pengaruh secara simultan firm Size, return on asset, financial leverage,
operating leverage, growth, secara simultan terhadap peluang income smoothing pada
perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2011-2015.
2.4
Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan penjelasan di latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, kerangka teori, penelitian terdahulu, serta model penelitian dan
perumusan hipotesis, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ho: Tidak terdapat pengaruh secara simultan firm Size, return on asset, financial
leverage, operating leverage, growth, secara simultan terhadap peluang income
smoothing pada perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2011-2015.
Ha: Terdapat pengaruh secara simultan firm Size, return on asset, financial leverage,
operating leverage, growth, secara simultan terhadap peluang income smoothing pada
perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2011-2015.
Download