7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Pada Bab ini akan menjelaskan teori tentang turbin air secara umum dan Turbin Hydrocoil secara khusus yang dilengkapi dengan hasil eksperimen yang telah dipublikasikan didalam jurnal ilmiah internasional. Semua teori perhitungan akan dijelaskan di dalam bab ini. 2.2 PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO Salah satu sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik adalah tenaga air (Hydropower). Di berbagai negara terdapat perbedaan mengenai klasifikasi sistem pembangkit listrik tenaga air berdasarkan kapasistas daya yang dihasilkan. Meskipun demikian. (Singh, 2009) telah mengklasifikasikan sistem pembangkit listrik tenaga air yang secara umum digunakan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Klasifikasi Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Air Tipe Large-Hydro Medium-Hydro Small-Hydro Mini-Hydro Micro-Hydro Pico-Hydro Kapasitas >100 MW 15 – 100 MW 1 – 15 MW 100 kW – 1 MW 5 – 100 kW <5 kW (Sumber: Singh, 2009) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 Dewasa ini, kebutuhan akan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) semakin meningkat, khususnya di daerah – daerah pedesaan dan daerah – daerah pelosok terpencil. Listrik yang dihasilkan dari sistem PLTMH tersebut biasanya digunakan untuk penerangan dan penunjang kegiatan ekonomi di daerah – daerah tersebut. Menurut (Dwiyanto, 2016) Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) adalah pembangkit listrik berskala kecil (kurang dari 100 kW), yang memanfaatkan tenaga air sebagai sumber penghasil energi, dimana prinsip kerja pembangkit listrik tenaga air skala mikro tersebut memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik dari aliran air yang ada.Sistem pembangkit listrik tenaga air bekerja berdasarkan kombinasi head dan debit. Aliran air akan dialirkan melalui pipa yang diarahkan menurun lalu menghantam sudu turbin dan membuar turbin berputar. Tekanan air pada ujung pipa sebelum menghantam sudu turbin didapatkan dari vertical drop atau head. Tekanan ini yang kemudian akan menghasilkan gaya yang membuat turbin berputar. Perputaran tersebut kemudian dihubungkan dengan generator untuk menghasilkan listrik. bila ditinjau dari penjabaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar debit air dan semakin tinggi head yang ada maka akan menghasilkan daya listrik yang lebih besar. Menurut (Dwiyanto, 2016) dalam kajiannya yang berjudul analisis Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Studi Kasus Sungai Air Anak menjelaskan bahwa terdapat beberapa komponen PLTMH secara umum, antara lain sebagai berikut: 1. Bendung Bendung adalah pembatas yang dibangun melintas sungai yang dibangun untuk mengubah karakteristik aliran sungai. Bendung merupakan sebuah kontruksi yang lebih kecil dari bendungan yang menyebabkan air menggenang membentuk kolam tetapi mampu melewati bagian atas bendung. Bendung mengizinkan air meluap melewati bagian atasnya sehingga aliran air tetap ada dan dalam debit yang sama bahkan sebelum sungai dibendung. 2. Saringan Saringan ini dipasang didepan pintu pengambilan air, berguna untuk menyaring kotoran–kotoran atau sampah yang terbawa sehingga air menjadi bersih dan tidak mengganggu operasi mesin PLTMH. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 3. Pintu Pengambilan air Pintu Pengambilan Air adalah pintu yang dipasang diujung pipa dan hanya digunakan saat pipa pesat dikosongkan untuk melaksanakan pembersihan pipa atau perbaikan. 4. Pipa Pesat Fungsinya untuk mengalirkan air dari saluran penghantar atau kolam tando menuju turbin. Pipa pesat mempunyai posisi kemiringan yang tajam dengan maksud agar diperoleh kecepatan dan tekanan air yang tinggi untuk memutar turbin. Konstruksinya harus diperhitungkan agar dapat menerima tekanan besar yang timbul termasuk tekanan dari pukulan air. Pipa pesat merupakan bagian yang cukup mahal, untuk itu pemilihan pipa yang tepat sangat penting. 5. Katup Utama Katup utama dipasang didepan turbin berfungsi untuk membuka aliran air, menstart turbin atau menutup aliran (menghentikan turbin). Katup utama ditutup saat perbaikan turbin atau perbaikan mesin dalam rumah pembangkit. Pengaturan tekanan air pada katup utama digunakan pompa hidrolik. 6. Power house Gedung Sentral merupakan tempat instalasi turbin air, generator, peralatan bantu, ruang pemasangan, ruang pemeliharaan dan ruang kontrol. Menurut (Leon & Zhu, 2014) daya listrik potensial yang dapat dihasilkan oleh sistem pembangkit listrik tenaga air dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.1. (2.1) Dimana: P = Daya turbin (Watt) = Massa jenis air (kg/m3) Q = Debit fluida cair (m3/s) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) H = Head efektif (m) = Efisiensi Turbin http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 2.3 TURBIN AIR Menurut (Luthfie, 2016) turbin adalah suatu peralatan yang mampu mengubah energi hidraulis menjadi enrgi mekanik, dimana turbin itu sendiri terbagi menjadi dua tipe, yaitu Turbin Impuls dan Turbin Reaksi. Pada turbin Impuls, air ditembakkan ke sudu – sudu turbin. Air yang ditembakkan terekspos tekanan atmosfer. Pada jenis Turbin Impuls, tidak semua dari keseluruhan bagian turbin terisi penuh dengan air. Pada Turbin Reaksi, aliran air berada di ruang tertutup dan semua bagian turbin terisi penuh dengan air, sehingga air tidak terekspos ke tekanan atmosfer. Pada Turbin Reaksi, energi yang ditransfer oleh air adalah energi kinetik dan energi tekanan, sementara pada Turbin Impuls, energi yang ditransfer oleh air semuanya adalah energi kinetik. Meskipun demikian, kedua jenis turbin bekerja berdasarkan perubahan momentum air sehingga gaya dinamis bekerja pada turbin dalam hal ini pada sudu – sudu turbin. Menurut (Muliawan & Yani, 2016) dalam kajiannya yang berjudul Analisis Daya dan Efisiensi Turbin Air Kinetis Akibat Perubahan Putaran Runner, bahwa besarnya daya dari suatu turbin air dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan sebagai berikut: (2.2) Dimana: PT = Daya Turbin (Watt) T = Torsi Turbin (Nm) = Kecepatan Sudut (rad/s) Pada Persamaan 2.2 menunjukan bahwa salah satu variabel yang mempengaruhi besarnya daya yang dihasilkan oleh suatu turbin dipengaruhi oleh seberapa besar nilai dari kecepatan sudut turbin tersebut. Pada penlitian yang sama, (Muliawan & Yani, 2016) menjabarkan bahwa untuk menghitung kecepatan keliling dari sebuah turbin atau biasa dikenal dengan kecepatan sudut turbin dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 (2.3) Dimana: = Kecepatan Sudut (rad/s) N = Jumlah Putaran (rpm) 2.3.1 Turbin Impuls Menurut (Morong, 2016) Pada Turbin Impuls, air dengan tinggi jatuh tertentu dirubah menjadi energi kinetik melalui nosel. Keluar dari nosel, pancara air menumbuk sudu dan memutar poros kemudian mengalir dengan tekanan konstan. (Tim Dosen UWP, 2016) berpendapat bahwa turbin air jenis impuls dapat disebut sebagai turbin tekanan sama, karena aliran air yang keluar dari nosel, tekanannya sama dengan tekanan atmosfer. Beberapa jenis turbin yang termasuk jenis turbin impuls adalah turbin turgo, turbin pelton, dan turbin crossflow. 2.3.2 Turbin Reaksi Menurut (Morong, 2016) Turbin Air jenis reaksi merupakan jenis turbin yang bekerja dengan memanfaatkan perbedaan tekanan masuk dan keluar turbin. Pada sisi masuknya energi tekanan sebanding dengan energi kinetik. Pada saat fluida melewati sudu turbin, energi tekanan dan energi kinetiknya dirubah menjadi energi mekanis dan secara bertahap tekanan yang keluar dari turbin berkurang. Jenis – jenis turbin reaksi diantaranya adalah turbin francis, propeller dan turbin Hydrocoil. 2.4 TURBIN HYDROCOIL Menurut (Luthfie, 2016) Turbin Hydrocoil adalah jenis turbin yang mampu berkerja pada head dan laju alir yang relatif rendah, dimana jenis turbin air yang lain, seperti Turbin Kaplan, Turbin Francis dan Turbin Pelton, tidak mampu bekerja pada kondisi tersebut, karena untuk ketiga jenis turbin tersebut memerlukan head yang tinggi atau debit yang besar. Desain Turbin Hydrocoil ditunjukan oleh Gambar 2.1. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 Gambar 2.1 Gambar Skematis Turbin Hydrocoil (Sumber: Aprilliyanto, Indarto, & Prajitno, 2013) Pada Gambar 2.2 menunjukan karakteristik dari turbin Hydrocoil serta perbandingannya dengan ketiga jenis turbin lainnya. Tampak pada Gambar 2.2, bahwa turbin kaplan mampu bekerja pada head yang relatif rendah namun turbin tersebut membutuhkan debit yang tinggi, sedangkan untuk turbin pelton dapat mampu bekerja pada debit yang rendah tetapi membutuhkan head yang tinggi. Sementara itu, berdasarkan Gambar 2.2 tampak bahwa Turbin Hydrocoil mampu bekerja pada head yang relatif rendah dan juga debit yang relatif rendah. Gambar 2.2 Perbadingan Karakteristik Turbin Air (Sumber: Hydrocoil Power Inc, 2011) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 Gambar 2.3 Analisa Aliran di dalam Helical Vane Tube (Sumber: Gutstein, Converse, & Peterson, 1970) Teori dasar dan referensi untuk perhitungan Turbin Hydrocoil sangat terbatas. Referensi yang cukup sesuai untuk mengambarkan fenomena aliran didalam Turbin Hydrocoil telah dijelaskan oleh Gutstein dkk. (Gutstein, Converse, & Peterson, 1970) telah melakukan penelitian dan merumuskan aliran air didalam tabung berisi baling – baling helical (Helical Vane). Perumusan aliran air tersebut didasarkan pada analisa aliran yang ditunjukan oleh Gambar 2.3. Berdasarkan Gambar 2.3, Vz adalah kecepatan air arah axial, V adalah kecepatan tangensial air, dan Vh adalah kecepatan air yang searah dengan bentuk helical vane. Gambar 2.4 Dimensi Dcb, Y dan Dw (Sumber: Gutstein, Converse, & Peterson, 1970) Penelitian yang berkaitan dengan Turbin Hydrocoil belum banyak dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. (Aprilliyanto, Indarto, & Prajitno, 2013) telah mengadakan penelitian tentang Turbin Hydrocoil. Penelitian tersebut meneliti karakteristik Turbin Hydrocoil. Turbin Hydrocoil yang diteliti ditunjukan oleh http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 Gambar 2.5. Pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7 menunjukan grafik hasil penelitian tersebut. Gambar 2.5 Turbin Hydrocoil (Sumber: Aprilliyanto, Indarto, & Prajitno, 2013) Gambar 2.6 Grafik Torsi dan Laju Alir Massa terhadap Kecepatan Putar Turbin (Sumber: Aprilliyanto, Indarto, & Prajitno, 2013) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 Gambar 2.7 Grafik Daya Keluaran Turbin Hydrocoil terhadap Kecepatan Putar (Sumber: Aprilliyanto, Indarto, & Prajitno, 2013) Menurut (Luthfie, 2016) perubahan panjang pitch Turbin Hydrocoil sebagaimana yang ditunjukan pada Gambar 2.5, dimaksudkan untuk mengurangi laju aliran air sehingga transfer energi dari air menuju turbin menjadi maksimal. Dari hasil pengujian laboratorium, efisiensi turbin tersebut dapat mencapai 92,93% dan mampu menghasilkan listrik sebesar 193,45 Watt dengan kondisi head konstans sebesar 4,2m dan debit sebesar 0,0035 m3/s. 2.5 PIPA SIPHON Menurut (Widhiatmaka, 2010) proses mengalirnya suatu fluida dari suatu wadah ke wadah lain melalui Pipa Siphon disebabkan adanya tekanan hidrostatik fluida tersebut, serta adanya perbedaan tinggi tekan/head antara permukaan fluida pada kedua wadah. Tekanan hidrostatik adalah tekanan akibat berat fluida cair (sperti bensin, air, dan lain – lain), tekanan ini yang dapat mendorong fluida cair dari reservoir mengalir ke luar reservoir dengan posisi lebih rendah. Tekanan hidrostatik dapat terjadi karena perbedaan tekanan didalam fluida cair dengan tekanan atmosfer, dimana tekanan dalam fulida cair lebih besar dibanding tekanan atmosfer (Pair>Patmosfer). Ilustrasi kerja Pipa Siphon dapat dilihat pada Gambar 2.8. Tekanan hidrostatik dapat dihitung dengan Persamaan 2.4. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 16 (2.4) Dimana: Pstat = Tekanan Statis (Pa) = Kerapatan fluida Cair (kg/m3) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) h = Kedalaman inlet dari permukaan fluida cair (m) Gambar 2.8 Konfiguarasi Pipa Siphon (Sumber: Sniegocki & Reed, 1963) Menurut (Luthfie, 2016) Tekanan total (Ptot) suatu titik di dalam pipa berhubungan dengan tekanan statis titik tersebut dan kecepatan aliran air yang melewati titik tersebut. Secara matematis, persamaan tekanan total ditunjukkan oleh Persamaan 2.5 dengan ρ dan v masing-masing adalah masa jenis air dan kecepatan rata-rata air yang melewati titik tersebut. Tekanan statis (Pstat) pada Persamaan 2.5 dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.4 dengan g dan h masing-masing adalah percepatan gravitasi dan kedalaman titik tersebut. (2.5) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 Dimana: Ptot = Tekanan Total (Pa) Pstat = Tekanan Statis (Pa) = Kerapatan fluida cair (kg/m3) v = Kecepatan fluida cair (m/s) Aliran air yang melalui Pipa Siphon akan mengikuti hukum konservasi masa yang menyatakan bahwa laju alir masa yang masuk sistem akan sama dengan laju alir masa yang keluar sistem dan yang tersimpan di dalam sistem yang ditunjukkan oleh Persamaan 2.6 dengan ρin dan ρout masing-masing adalah masa jenis fluida di sisi masukan pipa dan sisi keluaran pipa, Ain dan Aout masing-masing adalah luas penampang sisi masukan pipa dan luas penampang sisi keluaran pipa, serta vin dan vout masing-masing adalah kecepatan air masuk pipa dan kecepatan air keluar pipa. (Luthfie, 2016). (2.6) Dimana: Laju Aliran Massa fluida cair yang masuk (kg/s) Laju Aliran Massa fluida cair yang keluar (kg/s) Laju Aliran Massa fluida cair yang tersimpan (kg/s) = Kerapatan fluida cair (kg/m3) = Debit fluida cair yang masuk (m3/s) = Debit fluida cair yang keluar (m3/s) = Luas Penampang Pipa pada sisi masuk fluida cair (m2) = Luas Penampang Pipa pada sisi keluar fluida cair (m2) = Kecepatan fluida cair pada saat masuk ke pipa (m/s) = Kecepatan fluida cair pada saat keluar dari pipa (m/s) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 Menurut (Sniegocki dan Reed 1963), analisis aliran di dalam Pipa Siphon sebagaimana tampak pada Gambar 2.8 dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Bernoulli. Jika semua faktor rugi-rugi aliran tidak diabaikan, maka persamaan Bernoulli yang terbentuk ditunjukkan oleh Persamaan 2.7 (permukaan cairan di Bejana A dianggap sebagai kondisi 1 dan diberi subscript 1 sementara permukaan cairan di Bejana B dianggap sebagai kondisi 2 dan diberi subscript 2. (2.7) Dimana: P1 = Tekanan fluida cair di kondisi 1 (Pa) P2 = Tekanan fluida cair di kondisi 2 (Pa) = Kerapatan fluida cair (kg/m3) V1 = Kecepatan rata – rata fluida cair di kondisi 1 (m/s) V2 = Kecepatan rata – rata fluida cair di kondisi 2 (m/s) Z1 = Titik elevasi di kondisi 1 (m) Z2 = Titik elevasi di kondisi 2 (m) hl = Head karena rugi – rugi mayor (m) hlm = Head karena rugi – rugi minot (m) Menurut (Luthfie, 2016) Parameter hl adalah parameter yang merepresentasikan rugi-rugi yang diakibatkan oleh gesekan antara fluida dengan dinding pipa dan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan Darcy-Weisbach sebagaimana yang ditunjukan Persamaan 2.8. Pada Persamaan 2.8, f adalah DarcyWeisbach factor, L adalah panjang pipa, dan D adalah diameter pipa. (2.8) Dimana: hl = Head karena rugi-rugi aliran mayor (m) f = Factor Darcy-Weisbach http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 D = Diameter Pipa (m) v = Kecepatan rata – rata fluida (m/s) g = Percepatan Gravitasi (9,8 m/s2) Nilai Darcy-Weisbach factor (f) bergantung pada nilai Reynolds (Re) yang dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.9. Nilai Reynolds akan memengaruhi pola aliran di dalam pipa. Jika nilai Reynolds kurang dari 2.300 maka aliran dikatakan laminar, jika diantara 2.300 dan 4.000 maka aliran dikatakan aliran transisi dan jika di atas 4.000 maka dikatakan aliran turbulen (Luthfie, 2016). (2.9) Dimana: Re = Bilangan Reynolds = Kerapatan fluida Cair (kg/m3) = Viskositas Dinamik (kg/m.s) = Viskositas Kinematik (m2/s) = Kecepatan rata – rata fluida (m/s) Nilai f pada Persamaan 2.8 dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan Swamee-Jain sebagaimana ditunjukkan oleh Persamaan 2.10. Menurut (Kiijarvi, 2011) persamaan Swamee-Jain dapat digunakan untuk mendapatkan nilai f pada sebagian besar kasus aliran di dalam pipa dengan batasan bilangan Reynolds antara 5.000 sampai 108. Persamaan ini memiliki eror yang signifikan pada aliran transisi. Parameter ε pada Persamaan 2.10 adalah konstanta kekasaran pipa. Nilai ini dapat ditunjukkan oleh Tabel 2.2. (2.10) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Dimana: f = Faktor Darcy-Weisbach = Nilai Kekasaran (m) Re = Bilangan Reynold Tabel 2.2 Nilai Roughness ( ) Material Roughness ( ) ft Glass, Plastic 0 (Smooth) Concrete 0,003 – 0,03 Rubber, Smoothed Copper 0,016 Brass Tubing 0,000033 Cast Iron 0,00085 Galvanized Iron 0,0005 Wrought Iron 0,00015 Stainless Steel 0,000007 Commercial Steel 0,00015 (Sumber: Cengel & Cimbala, 2006) mm 0,9 – 9 0,5 0,01 0,26 0,15 0,046 0,002 0,045 Menurut (Luthfie, 2016) Parameter hlm pada Persamaan 2.7 menunjukkan rugi-rugi aliran karena faktor minor, misalnya perluasan pipa, penyempitan pipa, belokan pipa, penempatan valve, dan sebagainya. Nilai tersebut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.11 dengan nilai KL ditunjukkan oleh Gambar 2.9 dan Gambar 2.10. (2.11) Dimana: hlm = Head karena rugi – rugi aliran minor (m) KL = Koefisien rugi – rugi minor v = Kecepatan rata – rata fluida (m/s) g = Percepatan Gravitasi (9,8 m/s2) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 Menurut (Cengel & Cimbala, 2006) nilai koefisien rugi – rugi minor (KL) pada sebuah pipa dapat diketahui tergantung dari bentuk dari belokakn pipa, sudut kelengkungan pipa dan kuantitas belokan pada pipa. Nilai KL untuk beragam bentuk belokan pipa selengkapnya ditunjukkan oleh Gambar 2.9. Gambar 2.9 Berbagai Macam Nilai KL (Sumber: Cengel & Cimbala, 2006) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 2.6 PERHITUNGAN LAJU ALIR DAN DAYA TURBIN OPTIMAL Gambar 2.10 menunjukan sebuah sistem pembangkit listrik tenaga air yang menggunakan turbin air jenis reaksi. Gambar 2.10 Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Air Menggunakan Turbin Reaksi (Sumber: Leon & Zhu, 2014) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Leon & Zhu, 2014), persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung daya turbin optimal yang dapat dihasilkan oleh sistem pembangkit listrik tenaga air ditunjukan oleh Persamaan 2.12. Persamaan tersebut berdasarkan kondisi yang ditunjukkan oleh Gambar 2.10. (2.12) Dimana: Popt = Daya Optimal Turbin (Watt) = Efisiensi Turbin = Berat Spesifik Fluida Cair (kg/m2/s2) A2 = Luas penampang dalam pipa penstock (m2) Hg = Head gross (m) CL = Faktor rugi – rugi pipa g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 Pada Persamaan 2.7, Popt adalah daya optimal yang mampu dihasilkan oleh turbin, adalah efisiensi total turbin dan generator, sama dengan adalah berat air spesifik yang nilainta (densitas) dikali dengan g (percepatan gravitasi), Hg adalah head gross atau tinggi permukaan trailrace sampai permukaan reservoir sebagaimana Gambar 2.10, A2 adalah luas penampang pipa penstock di titik 2, dan CL adalah sebuah faktor rugi – rugi yang nilainta dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.13. (2.13) Dimana: CL = Faktor rugi – rugi pipa f = Faktor Darcy-Weisbach L = Panjang pipa penstock (m) D2 = Diameter dalam pipa penstock (m) KL1-2 = Total koefisien rugi – rugi minor A2 = Luas penampang dalam pipa penstock (m2) A3 = Luas penampang dalam pipa draft tube (m2) Pada Persamaan 2.13, f adalah Darcy-Weisbach factor, L adalah panjang pipa dari titik 1 sampai titik 2, D2 adalah diameter pipa penstock di titik 2, KL adalah koefisien rugi – rugi minor berdasarkan Gambar 2.10, A2 adalah luas penampang pipa penstock di titik 2, dan Ad adalah luas penampang Draft Tube di titik 3. Nilai KL pada persaamaan (2.13) ditunjukkan oleh Gambar 2.9. Persamaan 2.14 adalah persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung debit optimal fluida cairpada penstock (Qopt) yang diperlukan untuk mendapatkan daya optimal turbin (Popt). Pada persamaan tersebut, A2, g, Hg dan CL adalah nilai – nilai yang sama seperti pada Persamaan 2.12. (2.14) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 24 Dimana: Qopt = Debit optimum fluida cair (m3/s) A2 = Luas penampang dalam pipa penstock (m2) Hg = Head gross (m) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) CL = Faktor rugi – rugi pipa Menurut (Luthfie, 2017) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Persamaan 2.12, Persamaan 2.13, dan Persamaan 2.14 yang digunakan untuk menghitung nilai debit optimum air dan daya optimum turbin dengan skema kerja seperti pada gambar (2.10), dapat pula digunakan untuk menghitung nilai debit optimum dan daya turbin optimum untuk skema PLTMH seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.11. Gambar 2.11 Skema Sistem PLTMH yang Menggunakan Turbin Hydrocoil dan Konfigurasi Pipa Siphon sebagai Penstock (Sumber: Luthfie, 2017) Pada penelitian yang sama (Luthfie, 2017) menjelaskan bahwa dengan membandingkan nilai daya yang dihasilkan oleh turbin dengan daya optimum turbin, dimana masing – masing nilai dapat dihitung dengan Persamaan 2.2 dan Persamaan 2.14, maka nilai efisiensi dari suatu turbin dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (2.15) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 Dimana: = Efisiensi turbin (%) PT = Daya turbin (Watt) Popt = Daya optimum turbin (Watt) 2.7 CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) Menurut (Lomax, Pulliam & Zingg, 1999) Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah sebuah metode yang digunakan untuk memahami fenomena – fenomena fisis yang terjadi disekitar benda uji dan didalam benda uji. Fenomena – fenomena fisis tersebut antara lain disipasi, difusi, konveksi, gelombang kejut, slip surfaces, boundary layers dan turbulensi. Fenomena – fenomena tersebut adalah fenomena non linear, sehingga tidak memiliki solusi analitik. Hal inilah yang mendasari solusi yang dikeluarkan oleh CFD adalah solusi numeris. Dengan menggunakan metode CFD, fenomena – fenomena fisis yang terjadi di sekitar benda uji dan didalam benda uji dapat dengan mudah dianalisis. Fenomena – fenomena tersebut sulit dideteksi dengan metode eksperimental, oleh karenanya CFD banyak digunakan untuk analisa mendetail berkaitan dengan fenomena – fenomena tersebut. Metode CFD juga mampu menekan biaya dan waktu yang diperlukan dalam menganalisis fenomena – fenomena tersebut karena metode CFD dilakukan secara komputerisasi. (Lomax, Pulliam & Zingg, 1999) langkah – langkah yang harus dilakukan dalam penggunaan metode CFD adalah sebagai berikut: 1. Pendefinisan masalah dan persiapan geometri. 2. Pemilihan governing equations dan boundary conditions. 3. Pemilihan gridding strategy dan metode numeris. 4. Penilaian dan Interpretasi hasil. Langkah pertama, pendefinisian masalah dan persiapan geometri, adalah langkah mendefinisikan masalah yang akan dianalisa dan persiapan bentuk geometri dari benda uji. Bentuk geometri dari benda uji dapat berasal dari benda yang sudah ada ataupun dari rancagan. Kondisi aliran seperti nilai bilangan Reynold dari aliran yang melewati benda uji juga didefinisikan di tahap ini. Pada perangkat lunak http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 ANSYS. Tahap ini dinamakan Geometry dan dikerjakan dengan menggunakan metode Design Modeller. Langkah kedua, pemilihan governing equation dan boundary conditions, adalah langkah dalam memilih governing equation yang akan digunakan dan memilih boundary conditions yang diperlukan. Governing equation dalam hal ini adalah persamaan konservasi masa, momentumm dan energi. Pemilihan governing equation dapat berupa penyederhanaan dari tiga persamaan konservasi tersebut. Pemilihan governing equation juga berkaitan dengan perhitungan turbulensi yang diperlukan. Perhitungan turbulensi diperlukan untuk menganalisa kasus – kasus turbulen, sehingga untuk kasus – kasus laminar tidak diperlukan perhitungan turbulensi. Pehitungan turbulensi yang disediakan oleh perangkat lunak CFD ada dua macan, yaitu: perhitungan berdasarkan model Renolds – Average Navier – Stokes (RANS) dan perhitungan flutuasi turbulen secara langsung. Pada perhitungan berdasarkan model RANS flutuasi turbulen diabaikan. Perhitungan ini adalah perhitungan penyederhanaan. Contoh perhitungan dengan model RANS adalah k- , k- , Eddy-Viscosity Models (EVM), dan Non-Linear Eddy Viscosity Models (NLVEM). Sementara itu, perhitungan flutuasi turbulen seara langsung memberikan hasil yang lebih akurat karena flutuasi turbulen tidak diabaikan. Contoh perhitungan flutuasi turbulen secara langsung adalah Less Eddy Simulation (LES). Pemilihan boundary condition berkaitan dengan kondisi pada batas domai yang terjadi. Berdasarkan (ANSYS, 2013), boundary condition pada domain fluida yang dipilih dapat berupa aliran masuk (inlet), aliran keluar (outlet), bukaan (opening), wall, dan symmetry plane. Boundary condition berupa inlet, outlet dan opening biasanya digunakan pada sisi masukan dan keluaran domain yang diuji. Penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga boundary conditions tersebut adalah sebagai berikut: 1. Inlet Parameter yang dapat digunakan pada boundary condition berupa inlet adalah kecepata, laju aliran massa (mass flow), dan tekanan. Jika parameter berupa kecepatan digunakan pada boundary condition ini, maka aliran akan diijinkan keluar dari domain jika dalam perhitungan ANSYS CFX-Solver menemukan aliran keluar yang melalui batas domain ini. Jika parameter yang digunakan adalah laju alir masa dan tekanan, maka air hanya akan diijinkan masuk http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 kedalam domain dan tidak diijinkan keluar dari domain, sehingga ANSYS CFX-Solver akan membentuk artificial walls untuk mencegah aliran keluar dari domain melewati batas domain. 2. Outlet Sama halnya seperti boundary condition berupa inlet, parameter yang dapat digunakan pada boudary condition berupa inlet adalah kecepatan, laju alir massa (mass flow), dan tekanan. Jika parameter berupa kecepatan digunakan pada boundary condition ini, maka aliran akan diijinkan keluar dan juga akan diijinkan masuk ke dalam domain jika dalam perhitungan ANSYS CFX-Solver menemukan aliran masuk yang melalui batas domain ini. Jika parameter yang digunakan adalah laju alir massa dan tekanan, maka air hanya akan diijinkan keluar dari domain dan tidak diijinkan masuk kedalam domain, sehingga ANSYS CFX-Solver akan membentuk artificial walls untuk mencega aliran masuk kembali ke dalam domain melewati batas domain. 3. Opening Boundary condition ini digunakan jika informasi tekanan diketahui sementara informasi arah aliran yang melalui batas domain tidak diketahui. Informasi tekanan yang dimasukkan sebagai parameter masukan pada boundary condition ini akan dianggap sebagai tekanan total jika dari hasil perhitungan didapatkan arah aliran yang memasuki domain. Sementara jika dari hasil perhitungan didapatkan arah aliran yang memasuki domain, maka informasi tekanan yang dimasukkan akan dianggap sebagai tekanan statis. ANSYS CFXSolver akan memberikan saran untuk mengganti boundary condition berupa outlet menjadi opening jika dalam perhitungan ANSYS CFX-Solver membentuk artificial walls pada boundary condition berupa oulet. Artificial walls akan menyebabkan masalah jika menutupi semua batas domain, karena ANSYS CFX-Solver tidak akan bisa membaca level tekanan yang terjadi pada domain. Langkah ketiga, yaitu pemilihan gridding strategy dan metode numeris, adalah langkah dalam memilih model pencacahan benda uji atau biasa disebut sebagai mesh. Pada ANSYS CFX 15.0, berbagai metode strategi dalam meshing adalah tetrahedrons, hex dominant, sweep, dan multizone. Metode numeris dalam CFD antara http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 lain finite-difference, finite-volume, finite-element, dan sebagainya. Berdasarkan ANSYS (2013), ANSYS CFX menggunakan metode finite-volume. Hal ini karena analisa ANSYS CFX berdasarkan mesh yang merupakan finitevolume. Langkah keempat, yaitu penilaian dan interpretasi hasil, adalah langkah saat hasil simulasi yang dilakukan dengan metode CFD didapatkan dan dianalisa. Pada langkah ini, biasanya terdapat visualisasi dari aliran yang dianalisa. Pada tahap ini pula dilakukan verifikasi dengan kondisi yang sebenarnya agar data yang didapatkan dari hasil simulasi dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Urutan langkahlangkah tersebut tidak mutlak, karena pada perangkat lunak ANSYS, langkah kedua dan langkah ketiga saling bertukar tempat, sehingga, pemilihan gridding strategy dilakukan lebih dahulu sebelum melakukan pemilihan governing equation dan boundary layer. http://digilib.mercubuana.ac.id/