PENGENALAN SPESIES TANAMAN BERDASARKAN BENTUK DAUN MENGGUNAKAN METODE KLASIFIKASI MOVE MEDIAN CENTER (MMC) HYPERSPHERE Yusuf Ardiansjah1, Nanik Suciati2, Darlis Herumurti3 1, 2, 3 Jurusan Teknik Informatika , Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo Surabaya, 60111, Indonesia 1 [email protected] 2 [email protected] 3 [email protected] ABSTRAK Tanaman memliki banyak penggunaan, baik dalam makanan, obat-obatan, maupun industri. Tanaman juga memiliki manfaat yang sangat penting untuk perlindungan lingkungan. Pengklasifikasian tanaman menurut spesiesnya perlu dilakukan mengingat beragamnya jenis tanaman yang ada. Perangkat Lunak yang mampu mengenali spesies tanaman perlu dikembangkan untuk mengotomasi proses pengklasifikasian tanaman. Dalam tugas akhir ini, disusun suatu database citra daun tanaman dan selanjutnya diimplementasikan metode klasifikasi Move Median Center (MMC) Hypersphere untuk mengenali spesies tanaman berdasarkan bentuk daunnya. Fitur yang digunakan dalam klasifikasi adalah fitur morfologi digital atau fitur bentuk daun, yang terdiri dari fitur geometri dan fitur invariant moment. Pada tahap uji coba dengan membandingkan metode MMC dengan metode k-NN untuk k bernilai 1, 3 dan 5 didapatkan hasil akurasi rata-rata MMC adalah 61,85% sedang untuk rata-rata 1-NN, 3-NN, dan 5-NN berturut-turut 75,05%, 73,77%, dan 73,34%. Kata Kunci: fitur morfologi digital, pengenalan tanaman, database tanaman, hypersphere classifier 1 Klasifikasi tanaman merupakan sebuah proses dimana setiap tanaman secara individu dapat ditentukan namanya sesuai dengan nama kumpulan tanaman yang sesuai. Sampai saat ini, beberapa metode taksonomi yang baru, seperti cytotaxonomy, chemotaxonomy, serotaxonomy dan cladistics, menjadi populer dalam klasifikasi tanaman. Selain metode-metode tersebut cukup rumit dan memerlukan banyak waktu, juga hanya dapat dilakukan oleh ahli botani. Dibandingkan semua metode, metode taksonomi tradisional berdasarkan bentuk lebih mudah diimplementasikan, sehingga lebih banyak dipakai. Beberapa tahun terakhir ini, dalam teknologi informasi, pemrosesan gambar dan pengenalan pola pun telah dikenalkan dalam metode taksonomi berdasarkan bentuk untuk meningkatkan kemampuan klasifikasi [2]. Sesuai dengan teori metode taksonomi dalam pendekatan klasifikasi berdasarkan bentuk, tanaman pada dasarnya dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk daun, serat batang, biji dan juga bunganya. Untuk daun, pendekatan yang digunakan adalah dua dimensi. Sedangkan bunga, pendekatannya menggunakan tiga dimensi dan cukup kompleks. Selain itu, daun dapat ditemui disetiap musim, tidak demikian dengan bunga. Sehingga bentuk daun lebih banyak digunakan dalam pembuatan perangkat lunak untuk klasifikasi tanaman [2]. PENDAHULUAN Tanaman memainkan peran penting dalam kehidupan. Tanaman merupakan satu-satunya organisme yang mampu menghasilkan makanannya sendiri. Lebih dari itu, tanaman juga mampu menghasilkan oksigen yang berguna dalam proses pernafasan bagi organisme yang lain. Bahkan, bahan bakar yang banyak digunakan saat ini, seperti batubara, gas alam, minyak tanah, berasal dari tanaman yang tertimbun jutaan tahun yang lalu. Tanaman yang telah teridentifikasikan namanya, di seluruh dunia saat ini, ada sekitar 310000 s.d. 420000, dan masih banyak yang belum teridentifikasi namanya. Adanya kerusakan lingkungan, menjadikan beberapa spesies tanaman terancam punah. Saat ini, sekitar 22 s.d. 47% spesies tanaman berada dalam bahaya, atau sekitar 100000 s.d. 150000 tanaman mungkin akan punah dalam beberapa tahun mendatang. Hal tersebut menjadikan manusia semakin menyadari pentingnya perlindungan terhadap tanaman. Database tentang tanaman menjadi hal yang penting dalam usaha perlindungan tanaman tersebut. Selain itu, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan membuat perangkat lunak yang secara otomatis mampu mengenali spesies tanaman, sehingga perlindungan terhadap tanaman dapat ditingkatkan dengan mengetahui apakah suatu tanaman tersebut langka atau tidak [1]. 1 Penelitian tentang metode klasifikasi tanaman berdasarkan bentuk daun kebanyakan memiliki fokus terhadap ekstraksi fitur dan desain metode klasifikasi yang digunakan. Data daun yang digunakan untuk pengujian biasanya merupakan gambar indoor ataupun outdoor dengan latar belakang sederhana atau bahkan tanpa latar belakang. Pada tugas akhir ini, citra daun yang akan digunakan baik untuk pelatihan algoritma ataupun pengujian adalah citra daun tanpa latar belakang. Dalam tugas akhir ini, akan digunakan pemrosesan gambar digital untuk mendapatkan informasi dari gambar, yang nantinya akan menjadi fitur fitur dalam metode klasifikasi. Salah satu informasi yang didapatkan dari citra daun adalah morfologi bentuk dari citra daun tersebut. Dalam tugas akhir ini, morfologi bentuk daun tersebut akan digunakan sebagai fitur morfologi digital (DMF). Secara umum, fitur morfologi digital merupakan metode yang paling sederhana dan paling banyak digunakan. Sedangkan untuk metode klasifikasinya akan digunakan metode klasifikasi Move Median Center (MMC) Hypersphere. 2 METODE DAN IMPLEMENTASI Dalam tugas akhir ini, gambaran proses yang dilakukan adalah seperti terlihat pada gambar 1. MULAI Citra masukan dari : flavia.sf.net 2.1 Preproses Citra Daun Tanaman dapat diidentifikasikan secara fisik berdasarkan bentuk, warna, tekstur dan struktur dari daun, kulit, bunga serta bijinya. Metode pengenalan tanaman berdasarkan bentuk bunga serta biji menjadi langkah yang cukup sulit dalam implementasi karena struktur pola yang digunakan untuk pengenalan adalah struktur tiga dimensi. Cara paling sederhana yang banyak digunakan dalam mengidentifikasikan tanaman adalah berdasarkan bentuk daunnya, yang merupakan representasi citra dua dimensi. Dalam tugas akhir ini, akan diimplementasikan pengenalan spesies tanaman berdasarkan bentuk daunnya [1-2]. Data daun yang digunakan adalah data daun yang telah dihilangkan latarbelakangnya, yang terdiri 1907 citra RGB daun dengan 32 spesies tanaman, diambil dari http://flavia.sf.net. Data daun tersebut adalah kumpulan gambar daun dengan format jpg. 2.2 Merubah Citra RGB ke Citra Biner Citra daun, pada umumnya berwarna hijau. Namun, terkadang akibat bayangan yang tertangkap kamera menyebabkan perubahan warna pada citra daun. Selain itu, perbedaan kandungan air, nutrisi, atmosfer, lingkungan, serta cuaca dapat juga menyebabkan perbedaan warna pada daun, walaupun daun-daun tersebut berasal dari spesies yang sama atau bahkan dari tanaman yang sama, seperti yang terlihat pada gambar 2. Hal tersebut merupakan kelemahan dari fitur warna pada daun yang dapat memengaruhi hasil klasifikasi. Sehingga dalam tugas akhir ini, informasi warna dari citra daun diabaikan. Citra daun yang didapatkan dirubah menjadi citra dengan skala keabuan (grayscale). Preproses gambar 2 Gambar daun daun yang berbeda dari spesies yang sama Ekstraksi Fitur Training menggunakan algoritma MMC Klasifikasi menggunakan algoritma MMC Citra yang mirip SELESAI gambar 1 Diagram alir sistem 2 Pada dasarnya, citra dari sebuah daun yang berwarna hijau merupakan citra RGB (Red Green Blue). Citra RGB disebut juga citra truecolor. Citra RGB merupakan citra digital yang mengandung matriks data berukuran mxnx3 yang merepresentasikan warna merah, hijau, dan biru untuk setiap pikselnya. Setiap warna dasar diberi rentang nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentang paling kecil 0 dan paling besar 255. Pemilihan skala 256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8 digit bilangan biner yang digunakan oleh komputer. Sehingga total warna yang dapat diperoleh adalah lebih dari 16 juta warna. Warna dari tiap pixel ditentukan oleh kombinasi dari intensitas merah, hijau, dan biru. Dari Citra RGB tersebut, setiap piksel citranya kemudian dirubah kedalam citra keabuan (Gray) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Gray = 0.299*R+0.587*G+0.114*B (1) dengan R, G, B, secara berturut turut merupakan informasi Red, Green, Blue, tiap piksel dari masing masing citra input. Hasil proses tersebut didapatkan citra degan tingkat keabuan (grayscale) dari citra input [8]. Fitur yang digunakan dalam Tugas akhir ini adalah fitur bentuk daun (Digital Morphological Feature), yang didapatkan dari citra biner. Sehingga langkah selanjutnya adalah merubah citra daun dengan skala keabuan (grayscale) yang telah didapatkan menjadi citra biner. Citra biner merupakan citra yang telah melalui proses pemisahan piksel – piksel berdasarkan derajat keabuan yang dimiliki. Pembentukan citra biner memerlukan nilai batas keabuan yang akan digunakan sebagai nilai patokan. Piksel dengan derajat keabuan lebih besar dari nilai batas akan diberi nilai 1 dan sebaliknya piksel dengan derajat keabuan lebih kecil dari nilai batas akan diberi nilai 0. 2.3 Pendeteksian Tepi Penelitian tentang pengenalan daun, yang berkaitan dengan morfologi daun umumnya menggunakan kontur daun. Dalam tugas akhir ini juga digunakan kontur daun yang diambil dari citra biner yang telah didapat dari preproses. Banyak metode yang digunakan untuk mendapatkan kontur dari sebuah daun. Salah satunya dengan menggunakan Konvolusi citra dengan filter Laplacian menggunakan spasial mask: Maka akan didapatkan tepi dari sebuah citra daun. Gambar 3 menunjukkan preproses dari sebuah citra daun RGB sehingga mendapatkan kontur daunnya [3]. gambar 3 preproses citra daun 2.4 Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur merupakan hal yang penting dilakukan dalam pembuatan machine learning untuk klasifikasi atau pengenalan pola, dimana dengan ekstraksi fitur maka informasi fitur dari gambar bisa didapatkan. Dalam tugas akhir ini, akan digunakan Digital Morphological Feature (DMF), yang terdiri dari Geometrical Feature (GF) dan Invariant Moment Feature (MF), yang diambil dari kontur daun yang didapatkan dari preproses terhadap citra daun. Digital Morphological Feature (DMF) atau fitur morfologi digital merupakan fitur yang didapatkan dari morfologi bentuk fisik citra daun. 2.5 Geometrical Feature (GF) Fitur geometri utama suatu daun yang akan digunakan dalam tugas akhir ini antara lain aspect ratio, rectangularity, area ratio of convexity, perimeter ratio of convexity, sphericity, circularity, eccentricity, dan form factor. a. Aspect Ratio Aspect Ratio merupakan rasio antara panjang maksimum Dmax dan panjang minimum Dmin dari area minimum atau Minimum Bounding Rectangle (MBR) yang terlingkupi dari kontur daun. Dari fitur geometri dasar Dmax dapat juga disebut physiological length, sedangkan Dmax disebut juga physiological width. AR = . (2) b. Rectangularity Menunjukkan rasio luas area dari daun atau Rectangular of Interest (ROI) yang direpresentasikan dalam AROI dan area MBR, yang dihitung dengan : R= . (3) c. Area ratio of convex hull Menunjukkan perbandingan antara luas area ROI AROI dengan luas area convex hull dari kontur daun AC yang dihitung dengan : CA = . (4) d. Perimeter ratio of convex hull Menunjukkan perbandingan antara keliling ROI PROI dengan keliling convex hull dari kontur daun PC yang dihitung dengan : CP = . (5) e. Sphericity Didefinisikan sebagai berikut : S= . (6) dimana ri menunjukkan radius dari lingkaran dalam ROI dan rc merupakan radius dari lingkaran diluar ROI. f. Circularity Didefinisikan sebagai semua area yang melingkupi ROI, C= . (7) Dimana merupakan mean jarak antara pusat ROI dengan semua titik yang terlingkupi dan 3 merupakan kuadratik mean deviasi dari mean jarak. µR = , (8) σR = (9) g. Eccentricity Didefinisikan sebagai rasio antara panjang sumbu axis inersia utama ROI EA dengan panjang sumbu axis inersia minor ROI EB . E= . (10) h. Form factor Didefinisikan sebagai berikut : F= . (11) dengan AROI merupakan luas area ROI dan PROI merupakan keliling ROI. Pada gambar 4 menunjukkan perbedaan antara convex hull, MBR, lingkaran dalam dan lingkaran luar ROI. sebelumnya tetapi nilai x dan y pada rumus diganti dengan nilai rata-rata seperti rumus di bawah ini (13) Dengan xavg = m10/m00 dan yavg = m01/m00. Momen ternormalisasi sama dengan momen sentral tetapi dibagi dengan pangkat m00 yang cocok. (14) Tujuh fitur moment invariant, h1 sampai h7, adalah kombinasi linear dari momen sentral. Dengan mengombinasikan momen sentral ternormalisasi yang berbeda, dibuat fungsi invariant yang merepresentasikan aspek berbeda dari citra. Citra ini mempunyai representasi tetap meskipun mengalami penyekalaan dan rotasi. Fitur-fitur h1 sampai h7 tersebut didefinisikan sebagai berikut: gambar 4 (a) convex hull. (b). MBR. (3). Incircle dan Excircle 2.6 Invariant Moment Feature (MF) Pada tugas akhir ini, selain fitur dari bentuk geometris dari daun juga digunakan pula fitur moment invariant dari citra daun yang juga merupakan bagian dari DMF. Teori momen menyediakan perluasan representasi objek yang menarik. Metode ini juga cocok untuk citra terfilter. Fungsi momen tertentu tidak berubah terhadap transformasi geometris seperti translasi, penyekalaan, dan rotasi. Fitur seperti inilah yang berguna untuk identifikasi objek dengan tanda-tanda unik tanpa memperhatikan lokasi, ukuran, dan orientasi. Sebenarnya momen merupakan karakter dari suatu objek yang dihitung dengan menggabungkan atau menjumlahkan semua piksel pada objek. Momen dari suatu citra I(x,y) didefinisikan sebagai berikut : 2.7 Training Algoritma Move Median Center (MMC) Hypersphere Classifier Ide dasar dari algoritma MMC ini adalah bahwa setiap kelas dengan pola polanya dianggap sebagai serangkaian hypersphere. Pada n-hypersphere, jika nilai n adalah 2 (2-hypersphere) merupakan representasi dari lingkaran, sedang jika n adalah 3 (3hypersphere) merupakan representasi dari bola, sedang untuk nilai n ≥ 4, n-hypersphere didefinisikan sebagai himpunan dari titik titik (x1, x2, x3,..., xn) yang didefinisikan sebagai berikut : (12) Dimana p adalah order x dan q adalah order y. Order berarti pangkat dimana komponen yang berhubungan diambil pada rumus tersebut. Penjumlahan dilakukan pada semua piksel yang dinyatakan dengan notasi n pada persamaan tersebut. Momen ternormalisasi merupakan momen yang digunakan pada objek dengan bentuk yang sama tetapi ukurannya berbeda. Sedangkan momen sentral mirip dengan momen yang telah dijelaskan (16) dengan R merupakan radius dari n-hypersphere [4]. Training proses dalam algoritma MMC adalah seperti membangun proses dari pusat dan radius dari masing-masing hypersphere-nya. Langkah pertama dalam proses training dari MMC adalah menghitung multidimensional median dari titik titik sebuah kelas. Setelah itu, menetapkan inisial pusatnya sebagai titik yang terdekat dengan median tersebut. Kemudian mencari nilai radius maksimum yang dapat melingkupi titik-titik dari sebuah kelas. 4 (15) Dimana merupakan momen ternormalisasi seperti yang dituliskan pada rumus. Melalui beberapa iterasi, pusat dari hypersphere dihilangkan dalam upaya untuk memperbesar hypersphere dan mendapatkan titik titik baru untuk dilingkupi hypersphere. Ketika telah ditemukan hypersphere terbesar yang memungkinkan, titik-titik di dalam hypersphere tersebut dihilangkan, dan langkah langkah tersebut diulang untuk semua titiktitik yang tersisa dalam kelas. Langkah dilanjutkan sampai semua titik dalam sebuah kelas dilingkupi oleh hypersphere. Hal yang sama juga dilakukan untuk kelas-kelas yang lain. Langkah terakhir adalah menghilangkan hypersphere yang berulang, dimana hypersphere tersebut adalah hypersphere yang telah dilingkupi oleh hypersphere yang lebih besar. Detail dari proses training dari algoritma MMC adalah sebagai berikut : Algoritma Move Median Center (MMC) hypersphere Classifier Langkah 1 – Tentukan sebagai inisialnya K = 1, C = 1, S = semua titik dari kelas C. Langkah 2 – Tentukan median dari S. Langkah 3 – Pilih titik terdekat Py ke median sebagai inisial pusat dari hypersphere K. Langkah 4 – Tentukan titik terdekat titik Pz dari kelas yang berbeda dari pusat, dengan D1 sebagai jarak antara Py dan Pz. Langkah 5 – Tentukan titik terjauh dari kelas yang sama di dalam hypersphere dari radius D1 ke pusat, dengan D2 sebagai jarak dari pusat ke titik terjauh. Langkah 6 – Tetapkan radius dari hypersphere K sebagai (D1+D2)/2. (Lihat ilustrasi gambar 2.10(a)) Langkah 7 – Cari di antara titik E dalam kelas yang sama C yang merupakan arah negative yang didefinisikan sebagai berikut Pz – Py . Tujuannya adalah memindahkan pusat dari titik baru untuk memperbesar hypersphere. Titik yang paling negative dipilih untuk menggantikan Py sebagai pusat. (Lihat ilustrasi gambar 2.10(b)) Langkah 8 – Jika tidak adah titik dengan arah negative yang dapat dipindah, Hypersphere K telah terpenuhi, jika tidak maka ulangi langkah 5-7. Langkah 9 - Hapus titik yang diliputi oleh hypersphere K dari S. Langkah 10 – Tetapkan K = K+1, jika S tidak kosong maka ulangi langkah 2-9, jika tidak maka C = C +1, dan operasikan pada kelas baru dengan menjalankan 1-9. 2.8 Tahap Klasifikasi Setelah tahap training algoritma sudah selesai, berikutnya adalah tahap klasifikasi dengan menggunakan MMC. Berikut adalah langkahnya : Langkah 1 : Hitung jarak Di antara data poin dan pusat dari tiap hypersphere Hi Langkah 2 : Indeks untuk tetangga terdekat hypersphere Iq dipilih sebagai berikut : dimana H merupakan total hypersphere, merupakan radius dari hypersphere Hi . 3 (17) Ri UJI COBA Bab 3 menjelaskan tentang langkah-langkah untuk melakukan uji coba dari perangkat lunak. 3.1 Lingkungan Uji Coba Dalam subbab ini akan dijelaskan mengenai lingkungan perancangan perangkat lunak yang akan dibangun, meliputi perangkat lunak maupun perangkat keras. Spesifikasi dari perangkat lunak dan perangkat keras dalam perancangan ini dapat dilihat dalam Error! Reference source not found.. Tabel 1 Spesifikasi Lingkungan Implementasi Lingkungan Spesifikasi Perangkat Keras Prosesor Memori Perangkat Lunak Sistem operasi Tools Intel Atom Dual Core N550 @ 1.50 Ghz 2GB DDR3 1333 MHz Microsoft Windows 7 Enterprise Microsoft Visio 2007 Microsoft Word 2007 MATLAB 7.8 3.2 Skenario Uji Coba Pada skenario pengujian, awalnya database citra daun dari http://flavia.sf.net akan diekstrak untuk dibangun datasetnya. Selanjutnya, dari dataset yang sudah terbentuk itu kemudian akan dibagi menjadi data untuk pelatihan dan pengujian untuk mengetahui seberapa besar tingkat kebenaran dari algoritma MMC. Dilakukan dua skenario pengujian, yaitu antara lain : 1. Tahap uji coba pertama adalah uji coba algoritma MMC hypersphere dengan melakukan modifikasi data latih dan data uji. Diuji pula keterkaitan fitur DMF, GF, MF dengan correction rate (%). Data pelatihan awal adalh sepuluh, pada percobaan selanjutnya data pelatihan akan ditambah lima, sisanya digunakan sebagai data pengujian. Hasil akurasi dari algoritma didapatkan dengan membagi hasil benar dengan data pengujian. 2. Algoritma MMC akan dibandingkan dengan algoritma lain yaitu k-NN. Data pelatihan awal adalah sepuluh, percobaan selanjutnya akan ditambah sepuluh untuk melihat perbandingan hasilnya. dengan jumlah k adalah 1,3 dan 5 [6-9]. 5 4 HASIL UJI COBA Pada subbab 3.2 telah dijelaskan tentang skenario pengujian dari algoritma MMC. 4.1 Hasil skenario pertama Tabel 2 menunjukkan hasil dari pengujian skenario pertama. Tabel 2 Akurasi skenario pertama No Jumlah data Akurasi training (%) 1 10 60.055 2 15 60.74281 3 20 60.64625 4 25 64.495 5 30 61.57281 6 35 63.57625 7 40 65.14531 8 45 62.88719 Gambar 5 menunjukkan representasi grafik dari pengujian pertama. Tabel 3 Perbandingan akurasi Algoritma datatrain mmc 1nn 3nn 5nn 10 60.05 70.47 68.69 68.73 20 60.64 75.27 72.40 72.80 30 61.57 75.67 74.50 73.44 40 65.14 78.76 79.46 78.37 Gambar 6 menunjukkan representasi grafik dari perbandingan tabel 3. gambar 6 grafik perbandingan metode 5 gambar 5 grafik akurasi MMC Selain itu, juga diuji keterkaitan fitur data dengan tingkat kebenaran klasifikasi, yang ditunjukkan pada gambar 6. gambar 6 grafik perbandingan fitur-fitur 4.2 Hasil skenario kedua Pada skenario kedua akan ditunjukkan perbandingan algoritma MMC dengan 1-NN, 3-NN, dan 5-NN. Tabel 3 merupakan perbandingan dari keempat algoritma tersebut. 6 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari serangkaian analisis dan uji coba yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan utama yaitu 1. Implementasi algoritma MMC untuk klasifikasi pada dataset dari http:\\flavia.sf.net, hasilnya mendekati hasil dari nearest neighbor, namun tidak lebih baik. Hasil akurasi rata-rata dari MMC adalah 61,84%, sedangkan untuk 1-NN, 2NN, dan 3-NN berturut-turut 75,05%, 73,77%, dan 73,34%. 2. Implementasi algoritma MMC menghasilkan rata-rata yang terbaik untuk penggunaan data training sebesar 40 dari masing masing kelas, menghasilkan akurasi 65,14%. 3. Fitur DMF yang merupakan gabungan antara GF dan MF merupakan fitur terbaik untuk diimplemetasikan dalam algoritma MMC, dibandingkan hanya menggunakan fitur GF ataupun MF saja. 5.2 Saran Fitur yang digunakan hanya berupa fitur bentuk daun, sehingga untuk beberapa kelas yang memiliki bentuk hampir sama banyak yang mengalami kesalahan dalam klasifikasi sehingga hasil akurasinya rendah, misalnya untuk spesies phyllestachys pubescens dan podocarpus macrophyllus. Implementasi algoritma MMC Hypersphere untuk dataset citra daun dari http://flavia.sf.net sebaiknya perlu ada penambahan fitur, misalnya fitur warna atau fitur tekstur daun. 6 DAFTAR PUSTAKA [1]. Ji-Xiang Du, Xiao-Feng Wang, Guo-Jun Zhang. 2007. "Leaf Shape Based Plant Species Recognition". Science Direct. 883893. [2]. Xiao-Feng Wang, De-Shuang Huang, JiXiang Du, Huan Xu, Laurent Heutte. 2008. "Classification of Plant Leaf Images with Complicated Background". Science Direct. 916-926. [3]. Stephen Gang Wu, Forest B. S., Eric You Xu, Yu-Xuan W., Yi-Fan C., Qiao-Liang X. 2007. "A Leaf Recognition Algorithm for Plant Classification Using Probabilistic Neural Network". arXiv:0707.4289v1 [cs.AI]. [4]. Gonzales, R. C., & Woods, R. E. 2004. Digital Image Processing Using MATLAB. Upper Saddle River: Prentice Hall. [5]. M.K. Hu. 1962. "Visual Pattern Recognition by Moment Invariants". IRE Trans. Inform. Theory 8. 179-187. [6]. Hatem A. Fayed, Amir T. Atiya, Sherif R. Hashem. 2008. "Hyperspherical Prototypes for Pattern Classification". International Journal of Pattern Recognition and Artificial Intelligence. [7]. Dennid L. Wilson. 1972. "Asymtotic Properties of Nearest Neighbor Rules Using Edited Data". IEEE Transaction. [8]. T.M. Cover, P.E. Hart. 1967. "Nearest Neighbor Pattern Classification". IEEE. Trans. Inform. 21–27. [9]. Ludmia I. K., Lakhmi C. Jain. 1999. "Nearest neighbor classifier: Simultaneous editing and feature selection". Elsevier. 1149-1156. 7