pengenalan spesies tanaman berdasarkan bentuk daun

advertisement
PENGENALAN SPESIES TANAMAN BERDASARKAN
BENTUK DAUN MENGGUNAKAN METODE KLASIFIKASI
MOVE MEDIAN CENTER (MMC) HYPERSPHERE
Yusuf Ardiansjah1, Nanik Suciati2, Darlis Herumurti3
1, 2, 3
Jurusan Teknik Informatika , Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS Sukolilo Surabaya, 60111, Indonesia
1
[email protected]
2
[email protected]
3
[email protected]
ABSTRAK
Tanaman memliki banyak penggunaan, baik dalam makanan, obat-obatan, maupun industri. Tanaman
juga memiliki manfaat yang sangat penting untuk perlindungan lingkungan. Pengklasifikasian tanaman menurut
spesiesnya perlu dilakukan mengingat beragamnya jenis tanaman yang ada. Perangkat Lunak yang mampu
mengenali spesies tanaman perlu dikembangkan untuk mengotomasi proses pengklasifikasian tanaman.
Dalam tugas akhir ini, disusun suatu database citra daun tanaman dan selanjutnya diimplementasikan
metode klasifikasi Move Median Center (MMC) Hypersphere untuk mengenali spesies tanaman berdasarkan
bentuk daunnya. Fitur yang digunakan dalam klasifikasi adalah fitur morfologi digital atau fitur bentuk daun,
yang terdiri dari fitur geometri dan fitur invariant moment. Pada tahap uji coba dengan membandingkan metode
MMC dengan metode k-NN untuk k bernilai 1, 3 dan 5 didapatkan hasil akurasi rata-rata MMC adalah 61,85%
sedang untuk rata-rata 1-NN, 3-NN, dan 5-NN berturut-turut 75,05%, 73,77%, dan 73,34%.
Kata Kunci: fitur morfologi digital, pengenalan tanaman, database tanaman, hypersphere classifier
1
Klasifikasi tanaman merupakan sebuah proses
dimana setiap tanaman secara individu dapat
ditentukan namanya sesuai dengan nama kumpulan
tanaman yang sesuai. Sampai saat ini, beberapa
metode taksonomi yang baru, seperti cytotaxonomy,
chemotaxonomy, serotaxonomy dan cladistics,
menjadi populer dalam klasifikasi tanaman. Selain
metode-metode
tersebut
cukup
rumit
dan
memerlukan banyak waktu, juga hanya dapat
dilakukan oleh ahli botani. Dibandingkan semua
metode, metode taksonomi tradisional berdasarkan
bentuk lebih mudah diimplementasikan, sehingga
lebih banyak dipakai. Beberapa tahun terakhir ini,
dalam teknologi informasi, pemrosesan gambar dan
pengenalan pola pun telah dikenalkan dalam metode
taksonomi berdasarkan bentuk untuk meningkatkan
kemampuan klasifikasi [2].
Sesuai dengan teori metode taksonomi dalam
pendekatan klasifikasi berdasarkan bentuk, tanaman
pada dasarnya dapat diklasifikasikan berdasarkan
bentuk daun, serat batang, biji dan juga bunganya.
Untuk daun, pendekatan yang digunakan adalah dua
dimensi.
Sedangkan
bunga,
pendekatannya
menggunakan tiga dimensi dan cukup kompleks.
Selain itu, daun dapat ditemui disetiap musim, tidak
demikian dengan bunga. Sehingga bentuk daun lebih
banyak digunakan dalam pembuatan perangkat lunak
untuk klasifikasi tanaman [2].
PENDAHULUAN
Tanaman memainkan peran penting dalam
kehidupan. Tanaman merupakan satu-satunya
organisme yang mampu menghasilkan makanannya
sendiri. Lebih dari itu, tanaman juga mampu
menghasilkan oksigen yang berguna dalam proses
pernafasan bagi organisme yang lain. Bahkan, bahan
bakar yang banyak digunakan saat ini, seperti
batubara, gas alam, minyak tanah, berasal dari
tanaman yang tertimbun jutaan tahun yang lalu.
Tanaman yang telah teridentifikasikan namanya,
di seluruh dunia saat ini, ada sekitar 310000 s.d.
420000, dan masih banyak yang belum teridentifikasi
namanya. Adanya kerusakan lingkungan, menjadikan
beberapa spesies tanaman terancam punah. Saat ini,
sekitar 22 s.d. 47% spesies tanaman berada dalam
bahaya, atau sekitar 100000 s.d. 150000 tanaman
mungkin akan punah dalam beberapa tahun
mendatang. Hal tersebut menjadikan manusia
semakin menyadari pentingnya perlindungan
terhadap tanaman. Database tentang tanaman
menjadi hal yang penting dalam usaha perlindungan
tanaman tersebut. Selain itu, salah satu usaha yang
dapat dilakukan adalah dengan membuat perangkat
lunak yang secara otomatis mampu mengenali
spesies tanaman, sehingga perlindungan terhadap
tanaman dapat ditingkatkan dengan mengetahui
apakah suatu tanaman tersebut langka atau tidak [1].
1
Penelitian tentang metode klasifikasi tanaman
berdasarkan bentuk daun kebanyakan memiliki fokus
terhadap ekstraksi fitur dan desain metode klasifikasi
yang digunakan. Data daun yang digunakan untuk
pengujian biasanya merupakan gambar indoor
ataupun outdoor dengan latar belakang sederhana
atau bahkan tanpa latar belakang. Pada tugas akhir
ini, citra daun yang akan digunakan baik untuk
pelatihan algoritma ataupun pengujian adalah citra
daun tanpa latar belakang.
Dalam tugas akhir ini, akan digunakan
pemrosesan gambar digital untuk mendapatkan
informasi dari gambar, yang nantinya akan menjadi
fitur fitur dalam metode klasifikasi. Salah satu
informasi yang didapatkan dari citra daun adalah
morfologi bentuk dari citra daun tersebut. Dalam
tugas akhir ini, morfologi bentuk daun tersebut akan
digunakan sebagai fitur morfologi digital (DMF).
Secara umum, fitur morfologi digital merupakan
metode yang paling sederhana dan paling banyak
digunakan. Sedangkan untuk metode klasifikasinya
akan digunakan metode klasifikasi Move Median
Center (MMC) Hypersphere.
2
METODE DAN IMPLEMENTASI
Dalam tugas akhir ini, gambaran proses yang
dilakukan adalah seperti terlihat pada gambar 1.
MULAI
Citra masukan dari :
flavia.sf.net
2.1 Preproses Citra Daun
Tanaman dapat diidentifikasikan secara fisik
berdasarkan bentuk, warna, tekstur dan struktur dari
daun, kulit, bunga serta bijinya. Metode pengenalan
tanaman berdasarkan bentuk bunga serta biji menjadi
langkah yang cukup sulit dalam implementasi karena
struktur pola yang digunakan untuk pengenalan
adalah struktur tiga dimensi. Cara paling sederhana
yang banyak digunakan dalam mengidentifikasikan
tanaman adalah berdasarkan bentuk daunnya, yang
merupakan representasi citra dua dimensi. Dalam
tugas akhir ini, akan diimplementasikan pengenalan
spesies tanaman berdasarkan bentuk daunnya [1-2].
Data daun yang digunakan adalah data daun yang
telah dihilangkan latarbelakangnya, yang terdiri 1907
citra RGB daun dengan 32 spesies tanaman, diambil
dari http://flavia.sf.net. Data daun tersebut adalah
kumpulan gambar daun dengan format jpg.
2.2 Merubah Citra RGB ke Citra Biner
Citra daun, pada umumnya berwarna hijau.
Namun, terkadang akibat bayangan yang tertangkap
kamera menyebabkan perubahan warna pada citra
daun. Selain itu, perbedaan kandungan air, nutrisi,
atmosfer, lingkungan, serta cuaca dapat juga
menyebabkan perbedaan warna pada daun, walaupun
daun-daun tersebut berasal dari spesies yang sama
atau bahkan dari tanaman yang sama, seperti yang
terlihat pada gambar 2. Hal tersebut merupakan
kelemahan dari fitur warna pada daun yang dapat
memengaruhi hasil klasifikasi. Sehingga dalam tugas
akhir ini, informasi warna dari citra daun diabaikan.
Citra daun yang didapatkan dirubah menjadi citra
dengan skala keabuan (grayscale).
Preproses
gambar 2 Gambar daun daun yang berbeda dari
spesies yang sama
Ekstraksi Fitur
Training menggunakan
algoritma MMC
Klasifikasi menggunakan
algoritma MMC
Citra yang mirip
SELESAI
gambar 1 Diagram alir sistem
2
Pada dasarnya, citra dari sebuah daun yang
berwarna hijau merupakan citra RGB (Red Green
Blue). Citra RGB disebut juga citra truecolor. Citra
RGB merupakan citra digital yang mengandung
matriks
data
berukuran
mxnx3
yang
merepresentasikan warna merah, hijau, dan biru
untuk setiap pikselnya. Setiap warna dasar diberi
rentang nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentang
paling kecil 0 dan paling besar 255. Pemilihan skala
256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8 digit
bilangan biner yang digunakan oleh komputer.
Sehingga total warna yang dapat diperoleh adalah
lebih dari 16 juta warna. Warna dari tiap pixel
ditentukan oleh kombinasi dari intensitas merah,
hijau, dan biru. Dari Citra RGB tersebut, setiap piksel
citranya kemudian dirubah kedalam citra keabuan
(Gray) dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
Gray = 0.299*R+0.587*G+0.114*B
(1)
dengan R, G, B, secara berturut turut merupakan
informasi Red, Green, Blue, tiap piksel dari masing
masing citra input. Hasil proses tersebut didapatkan
citra degan tingkat keabuan (grayscale) dari citra
input [8].
Fitur yang digunakan dalam Tugas akhir ini
adalah fitur bentuk daun (Digital Morphological
Feature), yang didapatkan dari citra biner. Sehingga
langkah selanjutnya adalah merubah citra daun
dengan skala keabuan (grayscale) yang telah
didapatkan menjadi citra biner. Citra biner
merupakan citra yang telah melalui proses pemisahan
piksel – piksel berdasarkan derajat keabuan yang
dimiliki. Pembentukan citra biner memerlukan nilai
batas keabuan yang akan digunakan sebagai nilai
patokan. Piksel dengan derajat keabuan lebih besar
dari nilai batas akan diberi nilai 1 dan sebaliknya
piksel dengan derajat keabuan lebih kecil dari nilai
batas akan diberi nilai 0.
2.3 Pendeteksian Tepi
Penelitian tentang pengenalan daun, yang
berkaitan dengan morfologi daun umumnya
menggunakan kontur daun. Dalam tugas akhir ini
juga digunakan kontur daun yang diambil dari citra
biner yang telah didapat dari preproses. Banyak
metode yang digunakan untuk mendapatkan kontur
dari sebuah daun. Salah satunya dengan
menggunakan Konvolusi citra dengan filter
Laplacian menggunakan spasial mask:
Maka akan didapatkan tepi dari sebuah citra daun.
Gambar 3 menunjukkan preproses dari sebuah citra
daun RGB sehingga mendapatkan kontur daunnya
[3].
gambar 3 preproses citra daun
2.4 Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur merupakan hal yang penting
dilakukan dalam pembuatan machine learning untuk
klasifikasi atau pengenalan pola, dimana dengan
ekstraksi fitur maka informasi fitur dari gambar bisa
didapatkan. Dalam tugas akhir ini, akan digunakan
Digital Morphological Feature (DMF), yang terdiri
dari Geometrical Feature (GF) dan Invariant
Moment Feature (MF), yang diambil dari kontur
daun yang didapatkan dari preproses terhadap citra
daun. Digital Morphological Feature (DMF) atau
fitur morfologi digital merupakan fitur yang
didapatkan dari morfologi bentuk fisik citra daun.
2.5 Geometrical Feature (GF)
Fitur geometri utama suatu daun yang akan
digunakan dalam tugas akhir ini antara lain aspect
ratio, rectangularity, area ratio of convexity,
perimeter ratio of convexity, sphericity, circularity,
eccentricity, dan form factor.
a. Aspect Ratio
Aspect Ratio merupakan rasio antara panjang
maksimum Dmax dan panjang minimum Dmin dari
area minimum atau Minimum Bounding
Rectangle (MBR) yang terlingkupi dari kontur
daun. Dari fitur geometri dasar Dmax dapat juga
disebut physiological length, sedangkan Dmax
disebut juga physiological width.
AR = .
(2)
b. Rectangularity
Menunjukkan rasio luas area dari daun atau
Rectangular
of
Interest
(ROI)
yang
direpresentasikan dalam AROI dan area MBR,
yang dihitung dengan :
R= .
(3)
c. Area ratio of convex hull
Menunjukkan perbandingan antara luas area ROI
AROI dengan luas area convex hull dari kontur
daun AC yang dihitung dengan :
CA = .
(4)
d. Perimeter ratio of convex hull
Menunjukkan perbandingan antara keliling ROI
PROI dengan keliling convex hull dari kontur
daun PC yang dihitung dengan :
CP = .
(5)
e. Sphericity
Didefinisikan sebagai berikut :
S= .
(6)
dimana ri menunjukkan radius dari lingkaran
dalam ROI dan rc merupakan radius dari
lingkaran diluar ROI.
f. Circularity
Didefinisikan sebagai semua area yang
melingkupi ROI,
C= .
(7)
Dimana
merupakan mean jarak antara pusat
ROI dengan semua titik yang terlingkupi dan
3
merupakan kuadratik mean deviasi dari mean
jarak.
µR = ,
(8)
σR =
(9)
g. Eccentricity
Didefinisikan sebagai rasio antara panjang
sumbu axis inersia utama ROI EA dengan
panjang sumbu axis inersia minor ROI EB .
E= .
(10)
h. Form factor
Didefinisikan sebagai berikut :
F= .
(11)
dengan AROI merupakan luas area ROI dan PROI
merupakan keliling ROI.
Pada gambar 4 menunjukkan perbedaan antara
convex hull, MBR, lingkaran dalam dan lingkaran
luar ROI.
sebelumnya tetapi nilai x dan y pada rumus diganti
dengan nilai rata-rata seperti rumus di bawah ini
(13)
Dengan xavg = m10/m00 dan yavg = m01/m00. Momen
ternormalisasi sama dengan momen sentral tetapi
dibagi dengan pangkat m00 yang cocok.
(14)
Tujuh fitur moment invariant, h1 sampai h7,
adalah kombinasi linear dari momen sentral. Dengan
mengombinasikan momen sentral ternormalisasi
yang berbeda, dibuat fungsi invariant yang
merepresentasikan aspek berbeda dari citra. Citra ini
mempunyai representasi tetap meskipun mengalami
penyekalaan dan rotasi. Fitur-fitur h1 sampai h7
tersebut didefinisikan sebagai berikut:
gambar 4 (a) convex hull. (b). MBR. (3). Incircle dan
Excircle
2.6 Invariant Moment Feature (MF)
Pada tugas akhir ini, selain fitur dari bentuk
geometris dari daun juga digunakan pula fitur
moment invariant dari citra daun yang juga
merupakan bagian dari DMF. Teori momen
menyediakan perluasan representasi objek yang
menarik. Metode ini juga cocok untuk citra terfilter.
Fungsi momen tertentu tidak berubah terhadap
transformasi geometris seperti translasi, penyekalaan,
dan rotasi. Fitur seperti inilah yang berguna untuk
identifikasi objek dengan tanda-tanda unik tanpa
memperhatikan lokasi, ukuran, dan orientasi.
Sebenarnya momen merupakan karakter dari
suatu objek yang dihitung dengan menggabungkan
atau menjumlahkan semua piksel pada objek. Momen
dari suatu citra I(x,y) didefinisikan sebagai berikut :
2.7 Training Algoritma Move Median Center
(MMC) Hypersphere Classifier
Ide dasar dari algoritma MMC ini adalah bahwa
setiap kelas dengan pola polanya dianggap sebagai
serangkaian hypersphere. Pada n-hypersphere, jika
nilai n adalah 2 (2-hypersphere) merupakan
representasi dari lingkaran, sedang jika n adalah 3 (3hypersphere) merupakan representasi dari bola,
sedang untuk nilai n ≥ 4, n-hypersphere didefinisikan
sebagai himpunan dari titik titik (x1, x2, x3,..., xn)
yang didefinisikan sebagai berikut :
(12)
Dimana p adalah order x dan q adalah order y. Order
berarti pangkat dimana komponen yang berhubungan
diambil pada rumus tersebut. Penjumlahan dilakukan
pada semua piksel yang dinyatakan dengan notasi n
pada persamaan tersebut.
Momen ternormalisasi merupakan momen yang
digunakan pada objek dengan bentuk yang sama
tetapi ukurannya berbeda. Sedangkan momen sentral
mirip dengan momen yang telah dijelaskan
(16)
dengan R merupakan radius dari n-hypersphere [4].
Training proses dalam algoritma MMC
adalah seperti membangun proses dari pusat dan
radius dari masing-masing hypersphere-nya. Langkah
pertama dalam proses training dari MMC adalah
menghitung multidimensional median dari titik titik
sebuah kelas. Setelah itu, menetapkan inisial
pusatnya sebagai titik yang terdekat dengan median
tersebut. Kemudian mencari nilai radius maksimum
yang dapat melingkupi titik-titik dari sebuah kelas.
4
(15)
Dimana
merupakan momen ternormalisasi
seperti yang dituliskan pada rumus.
Melalui beberapa iterasi, pusat dari hypersphere
dihilangkan dalam upaya untuk memperbesar
hypersphere dan mendapatkan titik titik baru untuk
dilingkupi hypersphere. Ketika telah ditemukan
hypersphere terbesar yang memungkinkan, titik-titik
di dalam hypersphere tersebut dihilangkan, dan
langkah langkah tersebut diulang untuk semua titiktitik yang tersisa dalam kelas. Langkah dilanjutkan
sampai semua titik dalam sebuah kelas dilingkupi
oleh hypersphere. Hal yang sama juga dilakukan
untuk kelas-kelas yang lain. Langkah terakhir adalah
menghilangkan hypersphere yang berulang, dimana
hypersphere tersebut adalah hypersphere yang telah
dilingkupi oleh hypersphere yang lebih besar. Detail
dari proses training dari algoritma MMC adalah
sebagai berikut :
Algoritma
Move
Median
Center
(MMC)
hypersphere Classifier
Langkah 1 – Tentukan sebagai inisialnya K = 1, C =
1, S = semua titik dari kelas C.
Langkah 2 – Tentukan median dari S.
Langkah 3 – Pilih titik terdekat Py ke median sebagai
inisial pusat dari hypersphere K.
Langkah 4 – Tentukan titik terdekat titik Pz dari
kelas yang berbeda dari pusat, dengan D1 sebagai
jarak antara Py dan Pz.
Langkah 5 – Tentukan titik terjauh dari kelas yang
sama di dalam hypersphere dari radius D1 ke pusat,
dengan D2 sebagai jarak dari pusat ke titik terjauh.
Langkah 6 – Tetapkan radius dari hypersphere K
sebagai (D1+D2)/2. (Lihat ilustrasi gambar 2.10(a))
Langkah 7 – Cari di antara titik E dalam kelas yang
sama C yang merupakan arah negative yang
didefinisikan sebagai berikut Pz – Py . Tujuannya
adalah memindahkan pusat dari titik baru untuk
memperbesar hypersphere. Titik yang paling negative
dipilih untuk menggantikan Py sebagai pusat. (Lihat
ilustrasi gambar 2.10(b))
Langkah 8 – Jika tidak adah titik dengan arah
negative yang dapat dipindah, Hypersphere K telah
terpenuhi, jika tidak maka ulangi langkah 5-7.
Langkah 9 - Hapus titik yang diliputi oleh
hypersphere K dari S.
Langkah 10 – Tetapkan K = K+1, jika S tidak
kosong maka ulangi langkah 2-9, jika tidak maka C =
C +1, dan operasikan pada kelas baru dengan
menjalankan 1-9.
2.8 Tahap Klasifikasi
Setelah tahap training algoritma sudah selesai,
berikutnya adalah tahap klasifikasi dengan
menggunakan MMC. Berikut adalah langkahnya :
Langkah 1 : Hitung jarak Di antara data poin dan
pusat dari tiap hypersphere Hi
Langkah 2 : Indeks
untuk tetangga terdekat
hypersphere Iq dipilih sebagai berikut :
dimana H merupakan total hypersphere,
merupakan radius dari hypersphere Hi .
3
(17)
Ri
UJI COBA
Bab 3 menjelaskan tentang langkah-langkah
untuk melakukan uji coba dari perangkat lunak.
3.1 Lingkungan Uji Coba
Dalam subbab ini akan dijelaskan mengenai
lingkungan perancangan perangkat lunak yang akan
dibangun, meliputi perangkat lunak maupun
perangkat keras. Spesifikasi dari perangkat lunak dan
perangkat keras dalam perancangan ini dapat dilihat
dalam Error! Reference source not found..
Tabel 1 Spesifikasi Lingkungan Implementasi
Lingkungan
Spesifikasi
Perangkat
Keras
Prosesor
Memori
Perangkat
Lunak
Sistem
operasi
Tools
Intel Atom Dual Core
N550 @ 1.50 Ghz
2GB DDR3 1333
MHz
Microsoft Windows 7
Enterprise
Microsoft Visio 2007
Microsoft Word 2007
MATLAB 7.8
3.2 Skenario Uji Coba
Pada skenario pengujian, awalnya database citra
daun dari http://flavia.sf.net akan diekstrak untuk
dibangun datasetnya. Selanjutnya, dari dataset yang
sudah terbentuk itu kemudian akan dibagi menjadi
data untuk pelatihan dan pengujian untuk mengetahui
seberapa besar tingkat kebenaran dari algoritma
MMC. Dilakukan dua skenario pengujian, yaitu
antara lain :
1. Tahap uji coba pertama adalah uji coba
algoritma MMC hypersphere dengan
melakukan modifikasi data latih dan data
uji. Diuji pula keterkaitan fitur DMF, GF,
MF dengan correction rate (%). Data
pelatihan awal adalh sepuluh, pada
percobaan selanjutnya data pelatihan akan
ditambah lima, sisanya digunakan sebagai
data pengujian. Hasil akurasi dari algoritma
didapatkan dengan membagi hasil benar
dengan data pengujian.
2. Algoritma MMC akan dibandingkan dengan
algoritma lain yaitu k-NN. Data pelatihan
awal adalah sepuluh, percobaan selanjutnya
akan ditambah sepuluh untuk melihat
perbandingan hasilnya.
dengan jumlah k adalah 1,3 dan 5 [6-9].
5
4
HASIL UJI COBA
Pada subbab 3.2 telah dijelaskan tentang
skenario pengujian dari algoritma MMC.
4.1 Hasil skenario pertama
Tabel 2 menunjukkan hasil dari pengujian
skenario pertama.
Tabel 2 Akurasi skenario pertama
No
Jumlah data
Akurasi
training
(%)
1
10
60.055
2
15
60.74281
3
20
60.64625
4
25
64.495
5
30
61.57281
6
35
63.57625
7
40
65.14531
8
45
62.88719
Gambar 5 menunjukkan representasi grafik dari
pengujian pertama.
Tabel 3 Perbandingan akurasi
Algoritma
datatrain
mmc
1nn
3nn
5nn
10
60.05 70.47 68.69 68.73
20
60.64 75.27 72.40 72.80
30
61.57 75.67 74.50 73.44
40
65.14 78.76 79.46 78.37
Gambar 6 menunjukkan representasi grafik dari
perbandingan tabel 3.
gambar 6 grafik perbandingan metode
5
gambar 5 grafik akurasi MMC
Selain itu, juga diuji keterkaitan fitur data
dengan tingkat kebenaran klasifikasi, yang
ditunjukkan pada gambar 6.
gambar 6 grafik perbandingan fitur-fitur
4.2 Hasil skenario kedua
Pada skenario kedua akan ditunjukkan
perbandingan algoritma MMC dengan 1-NN, 3-NN,
dan 5-NN. Tabel 3 merupakan perbandingan dari
keempat algoritma tersebut.
6
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari serangkaian analisis dan uji coba yang
telah dilakukan dalam tugas akhir ini, dapat ditarik
beberapa kesimpulan utama yaitu
1. Implementasi algoritma MMC untuk klasifikasi
pada dataset dari http:\\flavia.sf.net, hasilnya
mendekati hasil dari nearest neighbor, namun
tidak lebih baik. Hasil akurasi rata-rata dari
MMC adalah 61,84%, sedangkan untuk 1-NN, 2NN, dan 3-NN berturut-turut 75,05%, 73,77%,
dan 73,34%.
2. Implementasi algoritma MMC menghasilkan
rata-rata yang terbaik untuk penggunaan data
training sebesar 40 dari masing masing kelas,
menghasilkan akurasi 65,14%.
3. Fitur DMF yang merupakan gabungan antara GF
dan MF merupakan fitur terbaik untuk
diimplemetasikan dalam algoritma MMC,
dibandingkan hanya menggunakan fitur GF
ataupun MF saja.
5.2 Saran
Fitur yang digunakan hanya berupa fitur bentuk
daun, sehingga untuk beberapa kelas yang memiliki
bentuk hampir sama banyak yang mengalami
kesalahan dalam klasifikasi sehingga hasil akurasinya
rendah, misalnya untuk spesies phyllestachys
pubescens
dan
podocarpus
macrophyllus.
Implementasi algoritma MMC Hypersphere untuk
dataset citra daun dari http://flavia.sf.net sebaiknya
perlu ada penambahan fitur, misalnya fitur warna
atau fitur tekstur daun.
6
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Ji-Xiang Du, Xiao-Feng Wang, Guo-Jun
Zhang. 2007. "Leaf Shape Based Plant
Species Recognition". Science Direct. 883893.
[2]. Xiao-Feng Wang, De-Shuang Huang, JiXiang Du, Huan Xu, Laurent Heutte. 2008.
"Classification of Plant Leaf Images with
Complicated Background". Science Direct.
916-926.
[3]. Stephen Gang Wu, Forest B. S., Eric You
Xu, Yu-Xuan W., Yi-Fan C., Qiao-Liang X.
2007. "A Leaf Recognition Algorithm for
Plant Classification Using Probabilistic
Neural
Network".
arXiv:0707.4289v1
[cs.AI].
[4]. Gonzales, R. C., & Woods, R. E. 2004.
Digital
Image
Processing
Using
MATLAB. Upper Saddle River: Prentice
Hall.
[5]. M.K. Hu. 1962. "Visual Pattern Recognition
by Moment Invariants". IRE Trans.
Inform. Theory 8. 179-187.
[6]. Hatem A. Fayed, Amir T. Atiya, Sherif R.
Hashem. 2008. "Hyperspherical Prototypes
for Pattern Classification". International
Journal of Pattern Recognition and
Artificial Intelligence.
[7]. Dennid L. Wilson. 1972. "Asymtotic
Properties of Nearest Neighbor Rules Using
Edited Data". IEEE Transaction.
[8]. T.M. Cover, P.E. Hart. 1967. "Nearest
Neighbor Pattern Classification". IEEE.
Trans. Inform. 21–27.
[9]. Ludmia I. K., Lakhmi C. Jain. 1999.
"Nearest neighbor classifier: Simultaneous
editing and feature selection". Elsevier.
1149-1156.
7
Download