BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Terbarukan Secara definisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Energi Terbarukan
Secara definisi di UU Energi : Sumber energi terbarukan adalah sumber
energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola
dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, ailiran air
dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan, laut (www.mailarchive.com).
2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Matahari merupakan satu-satunya sumber energi bagi bumi dan juga
sumber beberapa energi primer seperti energi hidro, energi angin, energi radiasi
matahari, dan energi biomasa. Pembangkit listrik tenaga surya yaitu mengubah
cahaya matahari menjadi energi listrik. Cahaya matahari merupakan salah satu
bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber daya alam matahari ini sudah
banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit komunikasi melalui sel
surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak
terbatas langsung diambil dari matahari tanpa ada bagian yang berputar dan tidak
memerlukan bahan bakar, sehingga sistem sel surya sering dikatakan bersih dan
ramah lingkungan (Mulyanto, 2000).
5
6
Gambar 2.1 Sekema PLTS
Sumber : http://www.tenagasuryainfo.com
2.2.1 Komponen-komponen PLTS
A. Solar sel
Gambar 2.2 Solar sel
Sumber : http://www.tenagasurya.com/index.php/Solar sel
7
Sebelum membahas sistem pembangkit listrik tenaga surya, pertama-tama
akan dijelaskan secara singkat komponen penting dalam sistim ini yang berfungsi
sebagai perubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik tenaga
matahari dibangkitkan oleh komponen yang disebut solar cell yang besarnya
sekitar 10 ~ 15 cm persegi. Komponen ini mengkonversikan energi dari cahaya
matahari menjadi energi listrik. Solar cell merupakan komponen vital yang
umumnya terbuat dari bahan semikonduktor. multicrystalline silicon adalah bahan
yang paling banyak dipakai dalam industri solar cell. Multicrystalline dan
monocrystalline silicon menghasilkan efisiensi yang relativ lebih tinggi daripada
amorphous silicon.
Sedangkan amorphus silicon dipakai karena biaya yang relativ lebih
rendah. Selain dari bahan nonorganik diatas dipakai pula molekul-molekul
organik walaupun masih dalam tahap penelitian.Sebagai salah satu ukuran
performansi solar cell adalah efisiensi. Yaitu prosentasi perubahan energi cahaya
matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari solar cell yang sekarang diproduksi
sangat bervariasi. Monocrystalline silicon mempunyai efisiensi 12~15 %.
Multicrystalline silicon mempunyai efisiensi 10~13 %. Amorphous silicon
mempunyai efisiensi 6~9 %. Tetapi dengan penemuan metode-metode baru
sekarang efisiensi dari multicrystalline silicon dapat mencapai 16.0 % sedangkan
monocrystalline dapat mencapai lebih dari 17 %. Bahkan dalam satu konferensi
pada September 2000, perusahaan Sanyo mengumumkan bahwa mereka akan
memproduksi solar cell yang mempunyai efisiensi sebesar 20.7 %. Ini merupakan
efisiensi yang terbesar yang pernah dicapai. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh
satu solar cell sangat kecil maka beberapa solar cell harus digabungkan sehingga
terbentuklah satuan komponen yang disebut module.
Produk yang dikeluarkan oleh industri-industri solar cell adalah dalam
bentuk module ini. Pada applikasinya, karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh
satu module masih cukup kecil (rata-rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan
130 W) maka dalam pemanfaatannya beberapa module digabungkan dan
terbentuklah apa yang disebut array. Sebagai contoh untuk menghasilkan listrik
sebesar 3 kW dibutuhkan array seluas kira-kira 20 ~ 30 meter persegi. Secara
8
lebih jelas lagi, dengan memakai module produksi Sharp yang bernomor seri NEJ130A yang mempunyai efisiensi 15.3% diperlukan luas 23.1 π‘š2 untuk
menghasilkan listrik sebesar 3.00 kW. Besarnya kapasitas PLTS yang ingin
dipasang menambah luas area pemasangan.Untuk lebih jelasnya, hirarki module
dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.
Gambar 2.3 Hirarki Module
Sumber : http://www.cell-module-array
B. Alat Pengatur Daya(charge controller)
Gambar 2.4 Alat pengatur daya
Sumber : http://www .tenagasurya.com/index.php/Charge Controller
9
Solar Charge Controller adalah peralatan elektronik yang digunakan untuk
mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke beban. Solar
charge controller mengatur overcharging (kelebihan pengisian - karena batere
sudah 'penuh') dan kelebihan voltase dari panel surya. Kelebihan voltase dan
pengisian akan mengurangi umur baterai. Solar charge controller menerapkan
teknologi Pulse width modulation (PWM) untuk mengatur fungsi pengisian
baterai dan pembebasan arus dari baterai ke beban. Solar panel 12 Volt umumnya
memiliki tegangan output 16 - 21 Volt. Jadi tanpa solar charge controller, baterai
akan rusak oleh over-charging dan ketidakstabilan tegangan. Baterai umumnya
di-charge pada tegangan 14 - 14.7 Volt.
Fungsi Solar Charge Controller
Beberapa fungsi detail dari solar charge controller adalah sebagai berikut:
ο‚·
Mengatur arus untuk pengisian ke baterai, menghindari overcharging, dan
overvoltage.
ο‚·
Mengartur arus yang dibebaskan/ diambil dari baterai agar baterai tidak 'full
discharge', dan overloading.
ο‚·
Monitoring temperatur baterai
Untuk membeli solar charge controller yang harus diperhatikan adalah:
ο‚·
Voltage 12 Volt DC / 24 Volt DC
ο‚·
Kemampuan (dalam arus searah) dari controller. Misalnya 5 Ampere, 10 Ampere,
dsb.
ο‚·
Full charge dan low voltage
Seperti yang telah disebutkan di atas solar charge controller yang baik
biasanya mempunyai kemampuan mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai
sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus dari panel sel surya
berhenti. Cara deteksi adalah melalui monitor level tegangan batere. Solar charge
controller akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila
level tegangan drop, maka baterai akan diisi kembali. Solar Charge Controller
biasanya terdiri dari : 1 input(2 terminal) yang terhubung dengan output panel sel
10
surya, 1 output(2 terminal) yang terhubung dengan baterai / aki dan 1 output(2
terminal) yang terhubung dengan beban (load). Arus listrik DC yang berasal dari
baterai tidak mungkin masuk ke panel sel surya karena biasanya ada 'diode
protection' yang hanya melewatkan arus listrik DC dari panel sel surya ke baterai,
bukan sebaliknya. Charge Controller bahkan ada yang mempunyai lebih dari 1
sumber daya, yaitu bukan hanya berasal dari matahari, tapi juga bisa berasal
dari tenaga angin ataupun mikro hidro.
Di pasaran sudah banyak ditemui charge controller 'tandem' yaitu
mempunyai 2 input yang berasal dari matahari dan angin. Untuk ini energi yang
dihasilkan menjadi berlipat ganda karena angin bisa bertiup kapan saja, sehingga
keterbatasan waktu yang tidak bisa disuplai energi matahari secara full, dapat
disupport oleh tenaga angin. Bila kecepatan rata-rata angin terpenuhi maka daya
listrik per bulannya bisa jauh lebih besar dari energi matahari.
Teknologi Solar Charge Controller
Ada dua jenis teknologi yang umum digunakan oleh solar charge controller:
ο‚·
PWM (Pulse Wide Modulation), seperti namanya menggunakan 'lebar' pulse
dari on dan off elektrikal, sehingga menciptakan seakan-akan sine wave
electrical form.
ο‚·
MPPT (Maximun Power Point Tracker), yang lebih efisien konversi DC to
DC (Direct Current). MPPT dapat mengambil maximun daya dari PV. MPPT
charge controller dapat menyimpan kelebihan daya yang tidak digunakan oleh
beban ke dalam baterai, dan apabila daya yang dibutuhkan beban lebih besar
dari daya yang dihasilkan oleh PV, maka daya dapat diambil dari baterai.
Kelebihan MPPT dalam ilustrasi ini: Panel surya ukuran 120 Watt,
memiliki karakteristik Maximun Power Voltage 17.1 Volt, dan Maximun Power
Current 7.02 Ampere. Dengan solar charge controller selain MPPT dan tegangan
batere 12.4 Volt, berarti daya yang dihasilkan adalah 12.4 Volt x 7.02 Ampere =
87.05 Watt. Dengan MPPT, maka Ampere yang bisa diberikan adalah sekitar
120W : 12.4 V = 9.68 Ampere.
Teknologi yang sudah jarang digunakan, tetapi sangat murah, adalah Tipe 1 atau 2
11
Stage Control, dengan relay ataupun transistor. Fungsi relay adalah meng-short
ataupun men-disconnect baterai dari panel surya
Cara Kerja Charge Controller
Solar charge controller, adalah komponen penting dalam Pembangkit
Listrik Tenaga Surya. Solar charge controller berfungsi untuk:
ο‚·
Charging mode: Mengisi baterai (kapan baterai diisi, menjaga pengisian kalau
baterai penuh).
ο‚·
Operation mode: Penggunaan baterai ke beban (pelayanan baterai ke beban
diputus kalau baterai sudah mulai 'kosong').
Charging Mode Solar Charge Controller
Dalam charging mode, umumnya baterai diisi dengan metoda three stage
charging:
ο‚· Fase bulk: baterai akan di-charge sesuai dengan tegangan setup (bulk - antara
14.4 - 14.6 Volt) dan arus diambil secara maksimun dari panel surya. Pada saat
baterai sudah pada tegangan setup (bulk) dimulailah fase absorption.
ο‚· Fase absorption: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga sesuai dengan
tegangan bulk, sampai solar charge controller timer (umumnya satu jam)
tercapai, arus yang dialirkan menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai.
ο‚· Fase flloat: baterai akan dijaga pada tegangan float setting (umumnya 13.4 13.7 Volt). Beban yang terhubung ke baterai dapat menggunakan arus
maksimun dari panel surya pada stage ini.
Sensor Temperatur Baterai Charge Controller
Untuk solar charge controller yang dilengkapi dengan sensor temperatur
baterai. Tegangan charging disesuaikan dengan temperatur dari baterai. Dengan
sensor ini didapatkan optimun dari charging dan juga optimun dari usia baterai.
Apabila solar charge controller tidak memiliki sensor temperatur baterai, maka
tegangan charging perlu diatur, disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan
jenis baterai.
12
Mode Operation Solar Charge Controller
Pada mode ini, baterai akan melayani beban. Apabila ada over-discharge
ataun over-load, maka baterai akan dilepaskan dari beban. Hal ini berguna untuk
mencegah kerusakan dari baterai.
C. Batree/Baterai
Gambar 2.5 Gambar Batree
Sumber : http://www .tenagasurya.com/index.php/Accu
Baterai adalah alat penyimpan tenaga listrik arus searah ( DC ). Ada
beberapa jenis batree / aki di pasaran yaitu jenis aki basah/konvensional, hybrid
dan MF(Maintenance Free). Aki basah/konvensional berarti masih menggunakan
asam sulfat (H2SO4) dalam bentuk cair. Sedangkan aki MF sering disebut juga
aki kering karena asam sulfatnya sudah dalam bentuk gel/selai. Dalam hal
mempertimbangkan posisi peletakkannya maka aki kering tidak mempunyai
kendala, lain halnya dengan aki basah. Aki konvensional juga kandungan
timbalnya (Pb) masih tinggi sekitar 2,5%untuk masing-masing sel positif dan
negatif.
Sedangkan jenis hybrid kandungan timbalnya sudah dikurangi menjadi
masing-masing 1,7%, hanya saja sel negatifnya sudah ditambahkan unsur
13
Calsium. Sedangkan aki MF / aki kering sel positifnya masih menggunakan
timbal 1,7% tetapi sel negatifnya sudah tidak menggunakan timbal melainkan
Calsium sebesar 1,7%. Pada Calsium baterai Asam Sulfatnya (H2SO4) masih
berbentuk cairan, hanya saja hampir tidak memerlukan perawatan karena tingkat
penguapannya kecil sekali dan dikondensasi kembali. Teknologi sekarang bahkan
sudah memakai bahan silver untuk campuran sel negatifnya.
Ada beberapa pertimbangan dalam memilih aki :
ο‚·
Tata letak, apakah posisi tegak, miring atau terbalik. Bila pertimbangannya
untuk segala posisi maka aki kering adalah pilihan utama karena cairan air aki
tidak akan tumpah. Kendaraan off road biasanya menggunakan aki kering
mengingat medannya yang berat. Aki ikut terguncang-guncang dan
terbanting.
Aki kering tahan goncangan sedangkan aki basah bahan
elektodanya mudah rapuh terkena goncangan.
ο‚·
Voltase / tegangan, di pasaran yang mudah ditemui adalah yang bertegangan
6V, 12V da 24V. Ada juga yang multipole yang mempunyai beberapa titik
tegangan. Yang custom juga ada, biasanya dipakai untuk keperluan industri.
ο‚·
Kapasitas aki yang tertulis dalam satuan Ah (Ampere hou ), yang menyatakan
kekuatan aki, seberapa lama aki tersebut dapat bertahan mensuplai arus untuk
beban / load.
ο‚·
Cranking Ampere yang menyatakan seberapa besar arus start yang dapat
disuplai untuk pertama kali pada saat beban dihidupkan. Aki kering biasanya
mempunyai cranking ampere yang lebih kecil dibandingkan aki basah, akan
tetapi suplai tegangan dan arusnya relatif stabil dan konsisten. Itu sebabnya
perangkat audio mobil banyak menggunakan aki kering.
ο‚·
Pemakaian dari aki itu sendiri apakah untuk kebutuhan rutin yang sering
dipakai ataukah cuma sebagai back-up saja. Aki basah, tegangan dan
kapasitasnya akan menurun bila disimpan lama tanpa recharge, sedangkan aki
kering relatif stabil bila di simpan untuk jangka waktu lama tanpa recharge.
ο‚·
Harga karena aki kering mempunyai banyak keunggulan maka harganya pun
jauh lebih mahal daripada aki basah. Untuk menjembatani rentang harga yang
14
jauh maka produsen aki juga memproduksi jenis aki kalsium (calcium
battery) yang harganya diantara keduanya.
Secara
garis
besar, battery
dibedakan
berdasarkan
aplikasi
dan
konstruksinya. Berdasarkan aplikasi maka battery dibedakan untuk automotif,
marine dan deep cycle. Deep cycle itu meliputi battery yang biasa digunakan
untuk PV (PhotoVoltaic) dan back up power. Sedangkan secara konstruksi maka
battery dibedakan menjadi type basah, gel dan AGM (Absorbed Glass Mat).
Battery jenis AGM biasanya juga dikenal dgn VRLA (Valve Regulated Lead
Acid). Battery kering Deep Cycle juga dirancang untuk menghasilkan tegangan
yang stabil dan konsisten. Penurunan kemampuannya tidak lebih dari 1-2% per
bulan tanpa perlu dicharge. Bandingkan dengan battery konvensional yang bisa
mencapai 2% per minggu untuk self discharge. Konsekuensinya untuk charging
pengisian arus ke dalam battery Deep Cycle harus lebih kecil dibandingkan
battery konvensional sehingga butuh waktu yang lebih lama untuk mengisi
muatannya. Antara tipe gel dan AGM hampir mirip hanya saja baterai AGM
mempunyai
semua
kekurangannya.
kelebihan
yang dimiliki
tipe
gel
tanpa
memiliki
Kekurangan tipe Gel adalah pada waktu dicharge maka
tegangannya harus 20% lebih rendah dari battery tipe AGM ataupun basah. Bila
overcharged maka akan timbul rongga di dalam gelnya yg sulit diperbaiki
sehingga berkurang kapasitas muatannya.
Karena tidak ada cairan yang dapat membeku maupun mengembang,
membuat battery Deep Cycle tahan terhadap cuaca ekstrim yang membekukan.
Itulah sebabnya mengapa pada cuaca dingin yang ekstrim, kendaraan yang
menggunakan baterai konvensional tidak dapat distart alias mogok.
Ada 2 rating untuk battery yaitu CCA dan RC.
ο‚·
CCA(Cold Cranking Ampere) menunjukkan seberapa besar arus yang dapat
dikeluarkan serentak selama 30 detik pada titik beku air yaitu 0 derajad
Celcius.
ο‚·
RC(Reserve Capacity) menunjukkan berapa lama (dalam menit) battery
tersebut dapat menyalurkan arus sebesar 25A sambil tetap menjaga
tegangannya di atas 10,5 Volt.
15
Battery Deep Cycle mempunyai 2-3 kali lipat nilai RC dibandingkan
battery konvensional. Umur battery AGM rata-rata antara 5-8 tahun.
D. Inventer DC to AC
Gambar 2.6 Inventer DC to AC
Sumber : http://www .tenagasurya.com/index.php/Inverter
Inverter adalah perangkat elektrik yang digunakan untuk mengubah arus
listrik searah (DC) menjadi arus listrik bolak balik (AC). Inverter mengkonversi
DC dari perangkat seperti batere, panel sel surya menjadi AC. Penggunaan
inverter dari dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah untuk
perangkat yang menggunakan AC (Alternating Current).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan inverter:
ο‚·
Kapasitas beban dalam Watt, usahakan memilih inverter yang beban kerjanya
mendekati dgn beban yang hendak kita gunakan agar effisiensi kerjanya
maksimal
ο‚·
Input DC 12 Volt atau 24 Volt
ο‚·
Sinewave ataupun square wave outuput AC
True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang
masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancar dan tidak cepat
16
panas. Oleh karena itu dari sisi harga maka true sine wave inverter adalah yang
paling mahal diantara yang lainnya karena dialah yang paling mendekati bentuk
gelombang asli dari jaringan listrik PLN.
Dalam perkembangannya di pasaran juga beredar modified sine wave
inverter yang merupakan kombinasi antara square wave dan sine wave. Bentuk
gelombangnya bila dilihat melalui oscilloscope berbentuk sinus dengan ada garis
putus-putus di antara sumbu y=0 dan grafik sinusnya.
Perangkat yang
menggunakan kumparan masih bisa beroperasi dengan modified sine wave
inverter, hanya saja kurang maksimal. Sedangkan pada square wave inverter
beban-beban listrik yang menggunakan kumparan / motor tidak dapat bekerja
sama sekali. Selain itu dikenal juga istilah Grid Tie Inverter yang merupakan
special inverter yang biasanya digunakan dalam sistem energi listrik terbarukan,
yang mengubah arus listrik DC menjadi AC yang kemudian diumpankan ke
jaringan listrik yang sudah ada. Grid Tie Inverter juga dikenal sebagai
synchronous inverter dan perangkat ini tidak dapat berdiri sendiri, apalagi bila
jaringan tenaga listriknya tidak tersedia. Dengan adanya grid tie inverter
kelebihan KWh yang diperoleh dari sistem PLTS ini bisa disalurkan kembali ke
jaringan listriki PLN untuk dinikmati bersama dan sebagai penggantinya besarnya
KWh yang disuplai harus dibayar PLN ke penyedia PLTS, tentunya dengan tarif
yang telah disepakati sebelumnya. Sayangnya sampai sekarang ketentuan tarif
semacam ini masih terus digodok seiring dengan aturan mengenai listrik swasta.
Rugi-rugi / loss yang terjadi pada inverter biasanya berupa dissipasi daya
dalam bentuk panas. Effisiensi tertinggi dipegang oleh grid tie inverter yang
diclaim bisa mencapai 95-97% bila beban outputnya hampir mendekati rated
bebannya. Sedangkan pada umumnya effisiensi inverter adalah berkisar 50-90%
tergantung dari beban outputnya. Bila beban outputnya semakin mendekati beban
kerja inverter yang tertera maka effisiensinya semakin besar, demikian pula
sebaliknya. Modified sine wave inverter ataupun square wave inverter bila
dipaksakan untuk beban-beban induktif maka effisiensinya akan jauh berkurang
dibandingkan dengan true sine wave inverter. Perangkatnya akan menyedot daya
20% lebih besar dari yang seharusnya (tenaga-surya.com/index.php/inverter).
17
2.2.2 Cara Kerja Solar Sel/Sel Fotovoltaik
Proses pengubahan atau konversi cahaya matahari menjadi listrik ini
dimungkinkan karena bahan material yang menyusun sel surya fotovoltaik berupa
semikonduktor. Lebih tepatnya tersusun atas dua jenis semikonduktor; yakni jenis
n dan jenis p. Semikonduktor jenis n merupakan semikonduktor yang memiliki
kelebihan elektron, sehingga kelebihan muatan negatif, (n = negatif). Sedangkan
semikonduktor jenis p memiliki kelebihan hole, sehingga disebut dengan p ( p =
positif) karena kelebihan muatan positif. Caranya, dengan menambahkan unsur
lain ke dalam semkonduktor, maka kita dapat mengontrol jenis semikonduktor
tersebut, sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.7 Beberapa Jenis Semikonduktor Pada Sel Surya Fotovoltaik
Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com
Pada awalnya, pembuatan dua jenis semikonduktor ini dimaksudkan untuk
meningkatkan tingkat konduktifitas atau tingkat kemampuan daya hantar listrik
dan panas semikonduktor alami. Di dalam semikonduktor alami (disebut dengan
semikonduktor intrinsik) ini, elektron maupun hole memiliki jumlah yang sama.
Kelebihan elektron atau hole dapat meningkatkan daya hantar listrik maupun
panas dari sebuah semikoduktor. Misal semikonduktor intrinsik yang dimaksud
ialah silikon (Si). Semikonduktor jenis p, biasanya dibuat dengan menambahkan
unsur boron (B), aluminum (Al), gallium (Ga) atau Indium (In) ke dalam Si.
Unsur-unsur
tambahan
ini
akan
menambah
jumlah
hole.
Sedangkan
semikonduktor jenis n dibuat dengan menambahkan nitrogen (N), fosfor (P) atau
arsen (As) ke dalam Si. Dari sini, tambahan elektron dapat diperoleh. Sedangkan,
Si intrinsik sendiri tidak mengandung unsur tambahan. Usaha menambahkan
18
unsur tambahan ini disebut dengan doping yang jumlahnya tidak lebih dari 1 %
dibandingkan dengan berat Si yang hendak di-doping.
Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada lapisan atas
sambungan p yang menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat jauh
lebih tipis dari semikonduktor p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke
permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke daerah deplesi dan
semikonduktor p.
Gambar 2.8 Proses Terjadinya Pembangkitan Listrik Pada Sel Surya Fotovoltaik 1
Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com
Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, maka
elektron mendapat energi dari cahaya matahari untuk melepaskan dirinya dari
semikonduktor n, daerah deplesi maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini
meninggalkan hole pada daerah yang ditinggalkan oleh elektron yang disebut
dengan
fotogenerasi
elektron-hole(electron-hole
photogeneration)
terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari.
yakni,
19
Gambar 2.9 Proses Terjadinya Pembangkitan Listrik Pada Sel Surya Fotovoltaik 2
Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com
Cahaya matahari dengan panjang gelombang (dilambangkan dengan
simbol “lambda” di gambar atas) yang berbeda, membuat fotogenerasi pada
sambungan pn berada pada bagian sambungan pn yang berbeda pula.
Spektrum merah dari cahaya matahari yang memiliki panjang gelombang lebih
panjang, mampu menembus daerah deplesi hingga terserap di semikonduktor p
yang akhirnya menghasilkan proses fotogenerasi di sana. Spektrum biru dengan
panjang gelombang yang jauh lebih pendek hanya terserap di daerah
semikonduktor n.
Selanjutnya, dikarenakan pada sambungan pn terdapat medan listrik E,
elektron hasil fotogenerasi tertarik ke arah semikonduktor n, begitu pula dengan
hole yang tertarik ke arah semikonduktor p.
Apabila rangkaian kabel dihubungkan ke dua bagian semikonduktor, maka
elektron akan mengalir melalui kabel. Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke
kabel, lampu tersebut menyala dikarenakan mendapat arus listrik, dimana arus
listrik ini timbul akibat pergerakan elektron.
20
Gambar 2.10 Proses Terjadinya Pembangkitan Listrik Pada Sel Surya Fotovoltaik 3
Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com
Pada umumnya, untuk memperkenalkan cara kerja sel surya secara umum,
ilustrasi di bawah ini menjelaskan segalanya tentang proses konversi cahaya
matahari menjadi energi listrik.
Gambar 2.11 Ilustrasi Proses Terjadinya Pembangkitan Listrik Pada Sel Surya Fotovoltaik
Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com
2.2.3 Daya dan Efesiensi Solar sel
Sebelum mengetahui berapa nilai daya sesaat yang dihasilkan kita harus
mengetahui daya yang dihasilkan (daya output), daya tersebut adalah perkalian
antara intensitas radiasi matahari yang diterima dengan luas area PV module
dengan persamaan sebagai berikut (Mulyatno,2000):
21
Daya yang dapat diperoleh dari konversi sinar matahari secara umum
dirumus kan sebagai berikut:
𝑃𝑖𝑛𝑝𝑒𝑑 = I x A (watt)
………. ( 2.1 )
dengan:
I = intensitas radiasi matahari (w/π‘š2 ).
A= luas permukaan PV module (π‘š2 )
Daya keluaran yang dikeluarkan sel fotovoltaik dengan rumus :
π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘ = I x A x πœ‚ (watt)
………. ( 2.2 )
dengan :
I = intensitas radiasi matahari (w/π‘š2 ).
A= luas permukaan (π‘š2 )
πœ‚ = efisiensi sel fotovoltaik (%)
Besarnya energi radiasi matahari yang dapat diserap oleh sel fotovoltaik :
𝐸𝑠𝑒𝑙 = π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘ x t (watt/hour)
………. ( 2.3 )
dengan :
π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘ = daya keluaran sel fotovoltaik (watt)
t
= lamanya penyinaran efektif rata-rata matahari yang mengenai
permukaan
Efesiensi yang terjadi pada sel fotovoltaik adalah merupakan perbandingan
dari daya output yang dapat dibandingkan oleh sel surya dengan daya yang
diperoleh dari konversi sinar matahari sebagai daya input, dapat ditentukan
dengan :
πœ‚=
π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘π‘π‘’π‘‘
πœ‚ =
𝐼.𝐴
π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘π‘π‘’π‘‘
𝑃𝑖𝑛𝑝𝑒𝑑
………. ( 2.4 )
………. ( 2.5 )
dengan :
π‘ƒπ‘œπ‘’π‘‘π‘π‘’π‘‘ = daya output sel fotovoltaik (watt)
I
= intensitas radiasi matahri (w/π‘š2 ).
A
= luas permukaan sel fotovoltaik (π‘š2 )
𝑃𝑖𝑛𝑝𝑒𝑑 = daya yang diperoleh dari konveri radiasi sinar matahari (watt)
22
2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Energi angin telah lama dikenal dan dimanfaatkan manusia. Perahu-perahu
layar menggunakan energi ini untuk melewati perairan sudah lama sekali. Dan
sebagaimana diketahui, pada asasnya angin terjadi karena ada perubahan suhu
antara udara panas dan udara dingin. Di tiap daerah keadaan suhu dan kecepatan
angin berbeda. Untuk mengurangi keterbatasan penggunaan energi yang tak
terbaharukan dalam pembangkitan energi listrik khususnya maka diperlukan
energi-energi alternatif lain sebagai penggantinya. Dalam rangka mencari bentukbentuk sumber energi alternatif yang bersih dan terbarukan kembali energi angin
mendapat perhatian yang besar.
Seperti yang telah dijelaskan, Angin adalah udara yang bergerak dari
tekanan udara yang lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan
tekanan udara disebabkan oleh perbedaan suhu udara akibat pemanasan atmosfir
yang tidak merata oleh sinar matahari. Karena bergerak angin memiliki energi
kinetik. Energi angin dapat dikonversi atau ditransfer ke dalam bentuk energi lain
seperti listrik atau mekanik dengan menggunakan kincir atau turbin angin. Oleh
karena itu, kincir atau turbin angin sering disebut sebagai Sistem Konversi Energi
Angin (SKEA).
Gambar 2.12 Sketsa Dalam Kincir angin
Sumber : http://www .kincirangininfo.com
23
Gambar 2.13 Sebuah PLTB
Sumber : http://www .kincirangininfo.com
2.3.1 Bagian Aerodinamik Dari Kincir
Untuk memahami bagian aerodinamik dari kincir perlu dipelajari dulu
hokum Bernoulli, hukum biot-savart bagian elektromagnetnya, & teorema Kuttajouwkowski untuk bagian mekanis gaya pusaran. Secara garis besar kincir angin
terdiri dari (jurnalinsinyurmesin.com):
A. Anemometer: Mengukur kecepatan angin, dan mengirim data angin ini ke
Alat Pengontrol.
B. Blades (Bilah Kipas): Kebanyakan turbin angin mempunyai 2 atau 3 bilah
kipas. Angin yang menghembus menyebabkan turbin tersebut berputar.
C. Rem : Suatu rem cakram yang dapat digerakkan secara mekanis, dengan
tenaga listrik atau hidrolik untuk menghentikan rotor atau saat keadaan
darurat.
D. Controller (Alat Pengontrol): Alat Pengontrol ini menstart turbin pada
kecepatan angin kira-kira 12-25 km/jam, dan mematikannya pada kecepatan
24
90 km/jam. Turbin tidak beroperasi di atas 90 km/jam, karena angina terlalu
kencang dapat merusakkannya.
E. Gear box (Roda Gigi): Roda gigi menaikkan putaran dari 30-60 rpm menjadi
kira-kira 1000-1800 rpm yaitu putaran yang biasanya disyaratkan untuk
memutar generator listrik.
F. Generator: Generator pembangkit listrik, biasanya sekarang alternator arus
bolak-balik.
G. High-speed shaft (Poros Putaran Tinggi): Menggerakkan generator.
H. Low-speed shaft (Poros Puutaran Rendah): Poros turbin yang berputar
kira-kira 30-60 rpm.
I. Nacelle (Rumah Mesin): Rumah mesin ini terletak di atas menara . Di
dalamnya berisi gear-box, poros putaran tinggi / rendah, generator, alat
pengontrol, dan alat pengereman.
J. Pitch (Sudut Bilah Kipas): Bilah kipas bisa diatur sudutnya untuk mengatur
kecepatan rotor yang dikehendaki, tergantung angin terlalu rendah atau terlalu
kencang.
K. Rotor: Bilah kipas bersama porosnya dinamakan rotor.
L. Tower (Menera): Menara bisa dibuat dari pipa baja, beton, rangka besi.
Karena kencangnya angin bertambah dengan ketinggian, maka makin tinggi
menara makin besar tenaga yang didapat.
M. Wind vane (Tebeng Angin): Mengukur arah angin, berhubungan dengan
penggerak arah yang memutar arah turbin disesuaikan dengan arah angin.
N. Yaw drive (Penggerak Arah): Penggerak arah memutar turbin ke arah angin
untuk desain turbin yang menghadap angina. Untuk desain turbin yang
mendapat hembusan angina dari belakang tak memerlukan alat ini.
O. Yaw motor (Motor Penggerak Arah): Motor listrik yang menggerakkan
penggerak arah.
25
2.3.2 Prinsip Kerja Turbin Angin
Cara kerja turbin-turbin angin bisa membuat listrik, adalah sesuatu yang
cukup sederhana, turbin angin bekerja berlawanan dengan kipas angin. Kipas
angin menggunakan listrik untuk membuat angin, sebaliknya turbin angin
menggunakan angin untuk membuat listrik. Angin memutar baling-baling, lalu
memutar batang yang berhubungan dengan generator pembuat listrik. Listrik yang
dihasilkan kemudian dikirimkan dan didistribusikan ke rumah-rumah, pusat
bisnis, sekolah.Turbin-turbin angin modern terbagi menjadi dua kelompok dasar;
jenis sumbu horisontal, dan sumbu vertikal. Turbin sumbu horisontal inilah yang
banyak dipakai saat ini. Ciri khasnya memiliki dua atau tiga bilah baling-baling,
yang dihadapkan ke arah datangnya angin (community.gunadarma.ac.id).
2.3.3 Daya Pada Energi Angin
Sebagaimana diketahui menurut fisika klasik, energi kinetik dari sebuah
1
benda dengan massa m dan kecepatan v adalah E = 2 . m . v 2 , dengan ketentuan
kecepatan v tidak mendekati kecepatan cahaya. Rumusan ini berlaku juga untuk
angin, yang merupakan udara yang bergerak. Sehingga(Kusnandar,2002):
E=
1
2
. m . v2
………. ( 2.6 )
dengan :
E = energi (joule)
m = massa udara (kg)
v = kecepatan angin (m/detik)
Bilamana suatu balok udara, mempunyai penampang A π‘š2 bergerak
dengan kecepatan v
m/detik, maka jumlah massa yang melewati suatu
penampang adalah :
m = A . v . q (kg/detik)
dengan :
A = penampang (π‘š2 )
v = kecepatan angin (m/detik)
q = kepadatan udara (kg/π‘š2 )
………. ( 2.7 )
26
Dengan demikian, energi yangdapat dihasilkan per satan waktu adalah :
P = E (per satuan waktu)
P=
1
2
. q . A . v 3 (per satuan waktu)
……… ( 2.8 )
dengan :
P = daya (watt)
E = energi
q = kepadatan udara (kg/π‘š3 )
A = luas penampang sudu kipas (π‘š2 )
v = kecepatan angin (m/detik)
Untuk keperluan praktis, sering dipakai rumus pendekatan yang ditulis oleh E.W.
Golding, daya yang dihasilkan dari energi angin dirumuskan sebagai berikut :
P = k . A . v3
………. ( 2.9 )
dengan :
P = daya (watt)
k = konstanta Golding (1,37 x 10−5 )
A = luas penampang sudu kipas (π‘š2 )
v = kecepatan angin (km/jam)
Dari rumus 2.9 besaran k dan A digambarkan sebagai konstanta. Pada
prinsipnya besaran k mewakili suatu faktor seperti geseran dan efisiensi sistem,
yang juga tergantung dari kecepatan angin v. luas penampang sudu A tergantung
dari bentuk sudu.
Untuk keperluan estimasi sementara dan sangat kasar, dipakai rumus
sebagai berikut :
P = 0,1 . v 3
dengan :
P = daya per satuan luas (w/π‘š2 )
v = kecepatan angin (m/detik)
………. ( 2.10 )
27
2.4 Sistem Pembangkit Hybrid
Sistem Hybrid adalah system pembangkit listrik yang terdiri dari 2 atau
lebih sistem pembangkit dengan sumber energy berbeda. Misalnya Listrik Tenaga
Surya(Photovoltaic, -PV) dipadu dengan genset, maka disebut Hybrid PV-Genset.
System Hybrid yang pernah diterapkan di Indonesia adalah: Hybrid PV-Genset,
Hybrid PV-Mikrohydro, Hybrid PV-Bayu(angin) , dan bahkan Hybrid PV-BayuGenset.
Gambar 2.14 Sebuah pembangkit hybrid
Sumber : http://www .Pembangkithybridinfo.com
28
Gambar 2.15 Sistem Pembangkit Hybrid Antara Sumber PLN, Tenaga Surya, Tenaga Angin
Sumber : http://www .Pembangkithybridinfo.com
Download