perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV ANALISIS A. Tafsir dan Tugas Sutradara Tugas utama sutradara adalah mengatur dan membentuk sebuah permainan dalam sebuah pertunjukan. Proses penyutradaraan merupakan bagian dari tugas seorang sutradara ketika menggarap suatu naskah kemudian diwujudkan di atas panggung pertunjukan. Sutradara harus mempunyai langkah-langkah atau tahapan-tahapan garapan dalam menggarap pementasan yang akan diusungnya. Mulai dari garapan naskah sampai menjadi bentuk pertunjukan teater. Sutradara harus mampu mewujudkan naskah teater ke dalam kenyataan teater. Ia sebagai penemu dan penafsir utama naskah secara kreatif. Berikut tugas dan tahapan Gigok Anurogo sebagai sutradara lakon Teroris karya Albert Camus, antara lain: 1. Memilih naskah dan menentukan pokok penafsiran Gigok Anurogo merupakan salah satu sutradara senior di Solo yang eksistensinya sangat diperhitungkan. Ketika akan menggarap suatu lakon, terlebih dahulu ia melakukan beberapa pertimbangan. Salah satu yang dilakukan adalah memilih naskah yang akan digarapnya. Memilih naskah juga tidak hanya sekedar memilih naskah, ada beberapa pertimbangan untuk menentukan naskah tersebut layak untuk dipertunjukan atau tidak. Pemilihan suatu lakon yang tepat sangat penting untuk keberhasilan sebuah produksi teater. Kekeliruan dalam pemilihan lakon dapat menggagalkan berhasilnya dramatik lakon. Beberapa pertimbangan untuk mengangkat sebuah lakon di antaranya sebagai berikut: siapa pengarangnya, bagaimana isi lakonnya, commit to user apakah memiliki nilai dramatik, apakah memiliki nilai sastra, peristiwa yang 34 perpustakaan.uns.ac.id 35 digilib.uns.ac.id diangkat, lakon tersebut mampu dipentaskan oleh suatu anggota kelompok teater sesuai dengan kemampuannya, apakah lakon tersebut sesuai dengan situasi tempat dan waktu, dan apakah lakon tersebut sesuai untuk penontonnya. Setelah ditetapkan naskah lakon yang akan digarapnya, hal yang dilakukan sutradara selanjutnya adalah menentukan pokok penafsiran. Tafsir sutradara menjadi salah satu strategi sebuah lakon dapat divisualisasikan dari sebuah teks menjadi sebuah pertunjukan. Konsep sutradara berawal dari tafsir sutradara itu sendiri, oleh sebab itu seorang sutradara pasti memiliki sebuah gambaran tentang interpretasinya terhadap naskah lakon yang akan dipilihnya tersebut. Ketika akan menggarap lakon, hal pertama yang dilakukan Gigok Anurogo adalah memilih naskah. Ada dua pilihan naskah yang menjadi pertimbangan, yaitu: Kalpikosru Kenaka Putung dan Metamorfosa Kosong. Kalpikosru Kenaka Putung adalah naskah berbahasa jawa karya dari Gigok Anurogo sendiri, menceritakan tentang masalah ekonomi diangkat dari fenomen gonjang-ganjing Bank Century di Indonesia yang sampai sekarang belum selesai masalahnya. Naskah Metamorfosa Kosong merupakan terjemahan Radhar Panca Dahana dari naskah The Terorist karya Albert Camus, menggambarkan tentang perjuangan tokoh-tokohnya. Tetapi disela-sela perjuangan juga muncul sisi kehidupan yang manusiawi, seperti: percintaan dan kebutuhan biologis manusia, bahwa disela-sela untuk menegakan kebenaran tetap dengan balutan cinta kasih. Berikut kutipan wawancara dengan Gigok Anurogo tentang pemilihan naskah. “Jadi, ada beberapa pilihan sebenarnya..., dari beberapa itu saya pilih dan hanya tinggal dua pilihan yang benar-benar saya pertahankan, yaitu naskah saya sendiri, naskah bahasa Indonesia judulnya Kalpikosru Kanaka Putung dan Metamorfosa Kosong terjemahan Radhar Panca Dahana. Kalpikosru Kanaka Putung itu, menceritakan tentang gonjangcommit to user ekonomi dan negara Indonesia, ganjing Bank Century. Meliputi masalah perpustakaan.uns.ac.id 36 digilib.uns.ac.id sedangkan Metamorfosa Kosong menceritakan tentang perjuangan para tokoh-tokohnya. Ya naskah yang saya pilih kali ini, adalah lakon Teroris ini..., saya ambil dari naskah terjemahan Radhar Panca Dahana dengan judul Metamorfosa Kosong, dengan naskah asli berjudul The Terorist, karya Albert Camus.” (Gigok Anurogo, 27 Maret 2014). Setelah mempertimbangkan beberapa hal, Gigok Anurogo memilih lakon Teroris karya Albert Camus terjemahan Radhar Panca Dahana untuk dipentaskan. Pertama, naskah lakon tersebut dianggap berkompeten untuk dipentaskan karena memiliki kekuatan dalam konflik cerita. Kedua, setiap tokoh yang dimunculkan pada lakon tersebut mempunyai karakter yang kuat. Ketiga, karya Albert Camus selalu membicarakan tentang kondisi sosial dan kondisi sosial yang diangkat dapat disesuaikan dengan kondisi di Indonesia sekarang. Berikut kutipan yang menunjukkan alasan Gigok Anurogo memilih lakon tersebut. “Ya.., pada naskah ini, menunjukkan tentang perjuangan para tokohtokohnya. Tokoh-tokoh tersebut, selalu memiliki keinginan untuk membrontak terhadap keadaan dirinya, sesuai dengan karakter mereka masing-masing. Hal itu menujukkan, bahwa karakter tokoh yang dimunculkan Albert, sangatlah kuat, setiap tokoh punya karakter masingmasing..., yang membedakan dengan karakter satu dengan yang lainnya... Dan lakon yang saya pilih, adalah karya Albert Camus kemudian diterjemahkan oleh Radhar Panca Dahana. Karena Albert Camus merupakan seorang penulis eksistensialis, karya Albert Camus selalu membicarakan tentang kondisi sosial, dan kondisi sosial yang diangkat dapat disesuaikan dengan kondisi di Indonesia sekarang.” (Gigok Anurogo, 27 Maret 2014). Tahapan selanjutnya setelah ditetapkan naskah yang akan digarap, yaitu naskah terjemahan Radhar Panca Dahana berjudul Metamorfosa Kosong diambil dari naskah asli berjudul The Terorist karya Albert Camus, Gigok Anurogo menentukan pokok penafsiran pada naskah lakon tersebut, sebagai berikut. a. Judul Lakon Judul lakon dari Metamorfosa Kosong terjemahan Radhar Panca Dahana user Camus ditafsir menjadi Teroris, diambil dari naskah The Teroristcommit karya to Albert perpustakaan.uns.ac.id 37 digilib.uns.ac.id karena konteks “teroris” itu sendiri sesuai dengan kondisi sosial di Indonesia yang marak akan kasus terorisme. Tema “teroris” tidak lekang oleh waktu, dari zaman ke zaman teroris itu ada dan sangat relevan dengan keadaan Indonesia. Teroris merupakan bagian dari suatu tirani politik. Selain itu, jika dilihat dari judulnya “teroris” seolah-olah sudah menyugesti penonton untuk terteror, sehingga tertarik untuk menonton pertunjukan kali ini. Oleh sebab itu, Gigok Anurgo mengangkat judul pementasan kali ini adalah Teroris. b. Alur Lakon Lakon-lakon klasik memakai alur dramatik yang ketat, berurutan sesuai dengan struktur lakon dramaturgi, tetapi tafsir Gigok Anurogo yaitu langsung menuju ke arah kebutuhan per adegan pada setiap adegan. Penafsiran dilakukan dengan cara memotong naskah atau memadatkan bagian tanpa mengurangi maksud dan pesan naskah. Terdapat lima adegan yang ada pada naskah lakon, dipotong sesuai dengan kebutuhan per adegan. Bukan pada alur dramatiknya tetapi lebih ditekan pada suasana pengadeganan. Tidak mengutamakan alur lakon secara struktur dramaturgi tetapi lebih kepada penonjolan suasana di setiap adegan. Terdapat lima adegan dalam lakon tersebut. Alur dramatiknya menjadi sebagai berikut. Pada adegan intro pada awal pertunjukan munculnya centeng residen yang mengejar Wali, sebab Wali bersikap melawan petugas dan dimasukan penjara, di sisi lain tokoh Darmo, Sutris dan Fitri mengintai keadaan dari dalam markas. Adegan 1, penonton ditunjukkan dengan pemaparan tentang siapa tokoh yang ada dalam lakon dan peristiwa apa yang diangkat, yaitu Darmo, Fitri, Wali, Ponco, dan Sutris membentuk satu kelompok organisasi untuk memperjuangkan commit to user 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kemerdekaan negeri, puncak dari adegan satu dimunculkan oleh tokoh Ponco, bagaimana Ponco mempertahankan eksistensinya ketika kedatangan Wali yang sudah lama tidak bergabung pada organisasi ini. Adegan 2, puncaknya eksistensi antara Wali dan Ponco, ketika Ponco gagal melemparkan bom, Ponco dan Wali sama-sama berjuang tetapi berbeda prinsip dalam meletakan dasar-dasar perjuangan. Adegan 3, puncak keemesannya ada pada tokoh Wali dan Fitri, di mana Fitri kagum dengan Wali. Adegan 1, 2, dan 3 alur dramatiknya memuncak tiap adegan, memasuki adegan 4 diturunkan sedikit ketika kemunculan tokoh Lelaki sebagai algojo tetapi membuat suasana cair disetiap dialognya, walaupun akhirnya alur dramatiknya dinaikan lagi ketika Ponco akan dihukum ditembak mati oleh Lelaki yang notabenenya adalah seorang algojo. Suasana dinaikan lagi ketika kemunculan tokoh Nyai, di mana tokoh Nyai melunturkan ideologi Ponco. Puncak keemasan pada adegan 4 pada tokoh Nyai, nyai kagum kepada sosok Ponco, secara psikologi Ponco sadar bahwa nyai kagum padanya. Tafsir puncak akhir Gigok Anurogo terletak pada adegan Nyai, tetapi oleh Gigok Anurogo dilanjutkan sampai adegan terakhir yaitu adegan kelima. Adegan kelima menunjukkan karakter Fitri yang sesungguhnya, kegelisahan Fitri menunggu kematian Ponco ditembak mati yang memutuskan Fitri yang melemparkan bom selanjutnya. Di dalam naskah sebenarnya yang melemparkan bom adalah Sutris, tetapi tafsir Gigok Anurogo adalah Fitris sebagai puncaknya. commit to user 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Tafsir Pemain Pada tafsir pemain, Gigok Anurogo menambah dua pemain sebagai centeng residen, dimunculkuan ketika intro pembuka dan menghilangkan tokoh Perwira. Pemain yang digunakan dalam lakon Teroris adalah Ponco, Wali, Fitri, Darmo, Sutris, Nyai, Lelaki. d. Konsep Garap Tradisi Berangkat dari konsep garap teater tradisi, baik musik, setting, lighting, tata rias dan busana sebagai sarana pemanggungan menjadi harmoni pertunjukan. Alur dramatik menuju harmoni pertunjukan juga menggunakan konsep teater tradisi. Konsep garap Gigok Anurogo adalah teater modern bernafas teater tradisi, sebab teater tradisi memberi ciri nafas khasanah teater modern. Gigok Anurogo menggunakan konsep garap tradisi karena dia sendiri merupakan pelaku teater tradisi. Sejak tahun 1982, Gigok Anurogo selalu menggarap bentuk teater modern yang berangkat dari teater tradisi. Pemaparan tentang teater tradisi yang dimaksud adalah teater tradisi yang penuh dengan simbol-simbol, nilai-nilai kehidupan, tidak sekedar menjadi sebuah tontonan tetapi menghadirkan suatu dinamika kehidupan manusia. Tafsir musik yang digunakan tidak sekedar irama yang indah, melainkan untuk membantu menghidupkan suasana adegan dan lakon. Segala aspek musikalitas yang dimunculkan membangun suasana lakon. Hal tersebut, juga digunakan oleh teater tradisi dalam menggunakan elemen musik sebagai pembangun suasana lakon. Pada lakon Teroris musikalitas yang harus sesuai dengan suasana adegan-adegan yang dituntut untuk diiringi musik. Hal tersebut commit to user perpustakaan.uns.ac.id 40 digilib.uns.ac.id dilakukan agar penonton mempunyai greget dan terlibat langsung secara emosional dalam mencerminkan adegan yang dimainkan peraga. Penataan setting di dalam teater tradisi terdapat dua dimensi yaitu kelir sebuah pendopo dan kerajaan. Pada lakon Teroris, tafsir sutradara terdapat dua ruang yaitu kanan dan kiri. Kanan menggambarkan ruang diluar sedangkan kiri adalah ruang di dalam. Setting panggung digunakan untuk membangun dan menciptakan ruang bagi arena pemeranan dan permainan. Selain itu, artistik menghidupkan suasana latar di atas panggung agar lebih hidup dan nyata. Hal tersebut juga yang digunakan teater tradisi menggunakan artistik untuk membangun dan menghidupkan suasana latar di atas panggung agar lebih hidup dan nyata. Pada lakon Teroris menggunakan gaya penataan artistik sugestif realis yang artinya apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, tetapi di dalam penataannya hanya dengan benda atau properti sebagai simbol dan menyugesti penonton ke arah kondisi ruang atau tempat tertentu. Artistik yang digunakan dalam lakon tersebut terdapat dua latar dalam satu panggung yaitu penjara dan bunker. Properti yang digunakan dalam lakon tersebut berupa meja, kursi panjang, karung berisi bom, peta, alat tulis. Ketika melihat panggung, penonton diharapkan sudah dapat menangkap lokasi yang dimainkan para peraga di atas panggung, dengan melihat properti yang digunakan dalam lakon tersebut. Hal tersebut mempermudah penonton untuk menangkap maksud dan tujuan dari lakon Teroris. Tafsir lighting tidak sekedar sebagai penerang di atas panggung, tetapi membangun suasana adegan dengan lakon untuk memperkuat karakter pemain. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 41 digilib.uns.ac.id Hal tersebut juga yang digunakan teater tradisi menggunakan lighting untuk membangun suasana adegan. Tafsir busana dan rias digunakan untuk membentuk dan menciptakan karakter tokoh. Tidak sekedar mempercantik wajah. Dalam lakon Teroris juru rias harus mampu menyulap peraga menjadi tokoh yang ada di dalam lakon tersebut, sesuai dan cocok dengan karakter yang dituntut oleh peraga dalam pementasan. Istilah tersebut sering disebut make-up karakter. Begitu pula busana atau kostum yang dikenakan pemain dapat membantu dalam perwatakan, latar sosial dan kejadian. Kostum yang dikenakan pemain pada lakon Teroris harus sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan. Hal tersebut dilakukan agar penonton dapat mengerti karakter seperti apa yang sedang dibawakan para peraga. Gigok Anurogo sebagai sutradara dalam menafsirkan lakon yang akan digarapnya juga bekerja sama dengan tim lainnya, seperti pemain, penata musik, penata artistik, penata lighting, penata kostum dan make-up. Sutradara memberikan konsep tafsir kepada kerabat kerja lainnya kemudian dikembangkan oleh masing-masing kerabat kerja. Hal tersebut dilakukan agar tercipta harmonisasi pertunjukan di atas panggung. Setelah selesai pada tahap penafsiran, tahap selanjutnya adalah latihan sampai pertunjukan terlaksana. 2. Menentukan Nada Dasar Lakon Teroris diambil dari naskah lakon Metamorfosa Kosong karya Radhar Panca Dahana yang merupakan terjemahan dari naskah lakon The Teroris karya Albert Camus. Lakon tersebut menceritakan sekolompok organisasi yang membentuk suatu misi perjuangan revolusi untuk masa depan. Di mana mereka sebagai perwakilan masyarakat kelompok yang tidak memiliki kekuasaan dan commit to user 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ingin merdeka. Berdasarkan aliran dalam drama beserta sifatnya, naskah tersebut termasuk jenis aliran drama eksistensialisme. Menurut Herman J. Waluyo, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasarkan eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (berinteraksi) dalam dunia. Dalam aliran esksitensialisme lebih menonjolkan karakter tokoh yang sadar akan eksistensinya dan keberadaannya di dunia. Dialog yang dikemukakan oleh aktor menunjukkan sifat kemandirian yang kuat, karena ingin melukiskan manusia yang benar-benar mandiri secara psikis (2002:59). Para tokoh dalam lakon Teroris menunjukkan sikap kemandirian yang kuat, sebab meraka ingin menunjukkan bagaimana manusia yang benar-benar mandiri secara psikis. Para tokoh sadar akan keberadaanya kemudian menginginkan kebebasan yang mutlak, yaitu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar dalam kehidupan bermasyarakat. Lahirnya eksistensialisme disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: materialisme, idealisme, dan situasi kondisi dunia. Seperti yang dimunculkan pada tokoh, Ponco, Wali, Fitri dan Nyai. Di tangan Gigok Anurogo, pada lakon Teroris setiap adegan menunjukkan eksistensi setiap tokoh. Ketika proses penyutradaraan, langkah kerja sutradara setelah menentukan naskah yang dipilihnya kemudian menafsirkannya. Dalam penafsiran tersebut, sutradara memberikan nada dasar pementasan. Pemberian nada dasar pementasan yang dimaksud adalah sutradara mencari motif pada naskah lakon yang memberi ciri kejiwaan. Meskipun naskah lakon Teroris termasuk jenis aliran drama esistensialis, Gigok Anurogo membawa lakon Teroris ke dalam pertunjukan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 43 digilib.uns.ac.id realis. Di mana dalam penceritaannya menghadirkan tafsir nilai atas kehidupan nyata yang bisa dinikmati dan dipahami oleh penonton. Hal tersebut selalu tampak dalam penyutradaraan Gigok Anurogo. Nada dasar dapat bersifat ringan dan tidak mendalam, menentukan atau memberikan suasana khusus, membuat lakon gembira menjadi banyolan atau lucu, mengurangi tragedi yang berlebihan, dan memberikan prinsip dasar pada lakon. Berikut pemaparan dan penjelasan tentang pemberian nada dasar yang dilakukan Gigok Anurogo pada lakon Teroris. a. Memberikan suasana khusus Lakon Teroris menggambarkan perjuangan tokoh-tokohnya. Di mana para tokoh mempunyai karakter yang kuat untuk menunjukkan eksistensinya. Pada lakon Teroris terdapat suasana khusus di setiap adegan, sehingga setiap adegan yang dimunculkan dapat menggiring penonton ke suasana tegang. Pada adegan intro di awal pertunjukan terdapat dialog improvisasi yang diucapkan oleh para peraga untuk memperkuat adegan. Dialog tersebut diucapkan oleh Wali dan centeng residen. Dialog tersebut diucapkan bersamaan dengan kemunculan Wali yang sedang berlari dikejar oleh para centeng residen. Wali berlari di atas menara kemudian mengumpat dan kencing membasahi wajah centeng residen. Walaupun akhirnya Wali tertangkap dan dimasukan ke dalam penjara. Di sisi lain, di panggung belakang divisualisasikan tokoh Darmo, Sutris dan Fitri mengintai dan mengamati keadaan dari dalam markas. Peristiwa tersebut menggiring penonton ke arah ketegangan. Ditunjukkan pada dialog berikut. WALI “Hahahaha... hahahahhaha...... dasar bodoh.... residen keparat... kulit babi.. penghisap darah rakyat.. bangsat.... sampah... penghisap darah commit to user perpustakaan.uns.ac.id 44 digilib.uns.ac.id rakyat... membuat rakyat sengsara.... bangsat.... begundal-begundal kolonial.... hahahahaha.....” CENTENG RESIDEN “Heh... kurang ajar... dasar ekstrimis cepat turun... godverdhom secht! (Centeng Residen pada lakon Teroris part 1).” Suasana tegang terbangun ketika munculnya Wali berlari dengan cepat dan gesit menuju ke atas menara. Wali mengumpat dengan kata-kata kotor yang diucapkan berulang-ulang dan kencing di atas centeng residen. Peristiwa tersebut didukung oleh suara musik yang menggambarkan suasana tegang dan mencekam. Bentuk teror pertama yang disajikan adalah ketika Wali memanjat ke atas menara. Sebab, artistik yang digunakan terbuat dari konstruktur bambu yang membentuk sebuah bangunan tinggi. Bangunan tersebut bergerak ke kanan kekiri, sehingga penonton seolah terteror dengan suara langkah kaki yang cepat dan gesit serta bambu yang diinjak ketika dipanjat. Pada adegan pertama, suasana khusus yang dimunculkan adalah ketika para teroris memaparkan tujuan mereka, yaitu membentuk satu kelompok organisasi untuk memperjuangkan kemerdekaan negara. Target mereka adalah Jendral Residen yang memimpin pada saat itu. Mereka dengan detail dan rinci merencanakan aksi pengeboman bom. Darmo sebagai pemimpin kelompok tersebut membagi tugas ke setiap anggota kelompok. Ditunjukkan pada beberapa penggalan dialog seperti berikut. DARMO Keparat-keparat bule dan begundalnya itu memang mesti enyah. Tiga ratus tahun lebih mereka tidur di lapikan ibu kita. (Radhar Panca Dahana, 2010:4). DARMO Kami sudah atur rencana. Residen itu akan lewat dalam dua hari ini untuk nonton komidi stambul. Kanto sudah memberikan rincian commitDahana, to user 2010:4) acaranya. (Radhar Panca perpustakaan.uns.ac.id 45 digilib.uns.ac.id DARMO Ponco, kau akan melempar bom itu yang pertama. Dan sutris akan melakukannya untuk yang kedua. Wali akan mengawasi, dan andi akan mengatur pembagian waktunya di lapangan. Residen itu harus mati. Harus. Aku dan fitri sudah menyiapkan proklamasi, yang akan segera kami siarkan secara luas, segera setelah itu. (Radhar Panca Dahana, 2010: 8). DARMO Kita takkan pernah berhenti. Kita akan terus melakukan teror tanpa kompromi. Tak ada kerjasama dengan kolonial. Sampai kemerdekaan dan kejayaan negeri ini direbut. (Radhar Panca Dahana, 2010:8). DARMO Bagus, terima kasih. Kita mulai saja, saudara-saudara. Ponco kau angkut peralatanmu. Juga kau, sutris. Wali, tiap satu jam, setelah pukul 10 pagi besok, kau beri laporan padaku. Kau akan menjadi tangga komunikasi antara rekan-rekan kita di lapangan denganku di sini. (Memandang Semua) Ada yang tak jelas? (Pause) Laksanakan! (Radhar Panca Dahana, 2010:8). Penggalan dialog di atas menunjukkan esksistensi Darmo sebagai seorang pemimpin, pencetus dan perancang sebuah kelompok teroris. Sebagai pemimpin, Darmo merencanakan dengan matang dan membagi tugas kepada para anggota untuk melancarkan aksi pelemparan bom. Tujuan mereka adalah ingin negaranya merdeka. Alasan pengeboman merupakan bentuk pembrontakan dan protes terhadap gerakan komunis yang cenderung menghancurkan dan menenggelamkan rakyat pribumi. Sudah dipaparkan sebelumnya, bahwa naskah lakon Teroris termasuk jenis aliran drama eksistensialisme. Melalui tokoh-tokoh di dalamnya muncul paham eksistensialis. Munculnya eksistensialisme yang di tunjukkan pada lakon Teroris karena para anggota didorong oleh situasi dan kondisi di suatu negara dalam commit to user 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id keadaan tidak menentu yang menimbulkan rasa muak dan benci, sehingga para tokoh membuat pilihannya sendiri atas dasar keinginannya sendiri dan sadar akan tanggung jawabnya. Hal tersebut dilakukan para anggota teroris dalam memutuskan pilihannya. Mereka membentuk suatu kelompok untuk merebut kembali kembali kemerdekaan negaranya. Tiga ratus tahun lebih rakyat Indonesia menderita karena dijajah kompeni. Rasa muak dan benci terhadap kompeni mendorong mereka untuk memilih dan memutuskan untuk bergabung dalam sebuah pergerakan untuk melawan kompeni. Pada adegan ini eksistensi Darmo yang dimunculkan. Suasana tersebut membangun penonton ke arah ketegangan. Suasana ketegangan yang dibangun pada adegan ini lebih meningkat dari ketegangan sebelumnya sehingga ketegangan penonton berada pada level yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pada adegan kedua, suasana khusus yang dimunculkan adalah ketika Ponco gagal melancarkan aksi pelemparan bom dan berdebat dengan Wali. Ponco tidak melemparkan bom tersebut karena ia melihat dua anak kecil duduk di samping Jendral Residen. Ditunjukkan pada penggalan dialog seperti berikut. PONCO (Menghadapi Wali. Keras) Aku tidak akan membantah jika kau bicara seperti itu. Hanya aku ingin bertanya padamu, Wali, apakah sebuah revolusi mengijinkan pembunuhan terhadap anak-anak yang belum jelas dosanya apa. (Radhar Panca Dahana, 2010:17). WALI Sudah ribuan anak di negeri ini yang mati, karena perlakuan mereka. Mati secara fisik maupun mental. Dan kita harus menghentikan pembunuhan besar-besaran itu. Dan apa artinya satu dua anak keparat Residen itu, jika dengannya kita bisa menyelamatkan ribuan bahkan jutaan anak lainnya. Anak-anak kita sendiri. Jangan lupa bung, ini revolusi. Korban adalah salah satu commit to user perpustakaan.uns.ac.id 47 digilib.uns.ac.id kepastian dari keadaan seperti ini. (Radhar Panca Dahana, 2010:17). PONCO Pembunuhan atau revolusi terjadi bukan disebabkan oleh seorang anak. Anak siapa pun dia, dari mana pun ia berasal. Kau tidak dapat menggunakan kata revolusi sebagai mantra atau apologi untuk membenarkan kekejaman. Aku memang telah memutuskan nasibku sebagai pembunuh, tapi bukan pembunuh anak-anak. (Radhar Panca Dahana, 2010:17). WALI Beginilah jika perjuangan mesti dicereweti kecengengan. Dan hanya karena kebodohan seperti itu, kita semua, nasib organisasi ini akan terus terancam oleh mata-mata kolonial. Kebrengsekan mental seperti itu yang telah banyak menggagalkan revolusi dalam sejarahnya. (Radhar Panca Dahana, 2010:17). PONCO (Menghempas Nafas) Berbulan-bulan sudah kusiapkan diriku untuk kesempatan seperti ini. Bahwa aku tidak mau mati sebelum aku dapat berbuat. Apa pun. Sama sekali kupahami apa arti kepengecutan dan segala macam kebrengsekan moral seperti yang kau katakan, Wali. Ketika kudengar suara roda kereta itu, hanya perasaan bahagia yang kurasakan. Darahku menggelegak, tangan dan jemariku bergetar. Seakan ada kekuatan lain menyelusup membangkitkan gairahku. Aku akan lemparkan bom itu tepat, tak seinci pun meleset dari sasaran. Tapi... (Mendengus) bocah itu bermata bening. Lewat di depanku dengan pandangannya yang kosong. Tangannya yang mungil berpegang erat kisi andong. (Memandang Darmo) Aku punya dua adik yang kulepas di hutan untuk cari makan sendiri. Aku suka hidup yang keras karena ia indah. Tapi aku paling takut menerjang anak kecil jika aku sedang ngebut dengan kuda kesayanganku. (Radhar Panca Dahana, 2010:17). WALI Cah! Omong kosong!! Anak-anak adalah bagian utuh sebuah revolusi. Bagaimana kita bisa menghindari ini? Bagaimana kita bisa menolak kenyataan bahwa merekalah korban yang paling menderita. Apakah kita tidak tengah memperjuangkan mereka, masa depan mereka yang tak lain masa depan negeri ini? Dalam sebuah revolusi, anak-anak harus terlibat. Mau tak mau. Kita boleh membalas dendam untuk masa lalu kita, dan mereka membalas dendam untuk masa depan mereka sendiri. (Tajam) commit to user perpustakaan.uns.ac.id 48 digilib.uns.ac.id Hanya sayangnya, kalian tidak mempercayai revolusi. (Radhar Panca Dahana, 2010:19). SUTRIS Lalu kita meminjamkan tangan kita dengan alasan membalaskan dendam mereka? (Radhar Panca Dahana, 2010:19). WALI Ini revolusi, bung. Ini kenyataan, bukan rekaan seperti yang biasa penyair muda kita ini pikirkan. Jangan berpikir satu atau dua titik darah yang tumpah, karena harga revolusi memang tidak murah. Setiap tempat dan keadaan memiliki hukumnya sendiri-sendiri. (Memandang Semua) Satu tahun aku terdampar di hutan. Di mana tak satu pun tumbuhan yang dapat dimakan. Tak satu pun. Dan aku akan membunuh temanku sendiri, agar puluhan yang lainnya dapat mengumpani usus mereka yang menjerit. Agar puluhan orang bisa bertahan hidup. (Radhar Panca Dahana, 2010:19). PONCO Ma'af, bung. Aku sama sekali bertentangan denganmu. Aku berdiri di sini, untuk pembela orang-orang yang hidup saat ini. Yang menginjak bumi kita ini, yang menjerit lapar dan terbunuh di hadapan muka kita sendiri. Soal masa nanti, akan ada yang meneruskan perjuangan kita. Aku tak pernah menganggap bahwa kitalah orang yang akan membebaskan negeri ini sekarang juga. Lalu hidup enak untuk menikmati hasilhasilnya sebagai pahlawan. Menjadi penguasa, jadi pengusaha, dan mati dengan kenikmatan upacara. Dengan kehormatan sebagai pahlawan besar. (Radhar Panca Dahana, 2010:21). WALI Kau melantur. Itu kebiasaan orang yang senang berangan-angan. Tidak salah mungkin bagi seorang Penyair. Bagi manusia seperti itu, tak ada ketegasan untuk bertindak sama sekali. Dan revolusi tak membutuhkan manusia semacam itu. Karena itu, aku tidak merasa rugi berlainan pendapat denganmu. (Radhar Panca Dahana, 2010:21). PONCO Aku pernah menawarkan padamu, Wali, mengapa tak bisa kita berdampingan dalam damai walau mungkin kita tak sepakat akan banyak hal. Sekarang, sama sekali aku tak menolak membuat garis pisah denganmu. Aku sudah banyak berdiam diri. Ketika kau bilang aku pengecut, ketika kau sebut aku terlampau beranganangan, ketika kau nyatakan aku tak pantas untuk revolusi ini. Memang, aku tak pantas untuk revolusi yang menanamkan commit to user ketidakadilan untuk keadilan yang belum terjadi. Aku menolak perpustakaan.uns.ac.id 49 digilib.uns.ac.id revolusi yang sengaja melumat anaknya sendiri. Aku akan keluar dari sebuah revolusi yang melanggar kehormatan manusia. (Pause Dan Memandang Semua) Kalau memang seperti itu revolusi yang terjadi saat ini, aku mengucapkan selamat tinggal. (Pause) Jika bukan, aku tak akan mengelakkan kesalahanku. Perintahkan aku Darmo, detik ini juga aku akan lari ke gedung itu dan meledakkannya. (Radhar Panca Dahana, 2010:21). Penggalan dialog antara Ponco dan Wali tersebut menunjukkan esksistensi mereka masing-masing. Menurut Fuad Hassan (1973:24) manusia akan terusmenerus dihadapkan pada pilihan-pilihan. Pilihan yang pertama harus diputuskan sejauh menyangkut hal yang baik dan apa yang buruk. Kemudian menetapkan diri di salah satu pihak. Tanpa pendirian yang tegas, sebenarnya ia tidak menjalani suatu eksistensi yang ada artinya. Sebab untuk memilih dan membuat keputusan, manusia harus mampu mempertanggungjawabkan dirinya. Seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat realatif. Oleh karena itu, masing-masing idividu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Sehingga para tokoh membuat pilihannya sendiri atas dasar keinginannya sendiri dan sadar akan tanggung jawabnya. Hal tersebut juga ditunjukkan pada tokoh Ponco dan Wali, di mana mereka sama-sama berjuang namun berbeda prinsip di dalam meletakkan dasar-dasar perjuangannya. Eksistensialisme yang ditunjukkan Ponco adalah ketika Ponco sudah menetapkan dirinya untuk bergabung di kelompok tersebut dan mempersiapkan apa yang akan dilakukannya. Tujuan Ponco membunuh adalah untuk menghidupkan sesuatu yang lain, yaitu agar tidak terjadi lagi pembunuhan, membunuh kedzaliman dan membebaskan rakyat dari penderitaan yang menyelimuti. Namun ketika eksekusi berlangsung, Ponco gagal melemparkan commit to user 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bomnya karena melihat dua anak kecil yang duduk di samping Jendral Residen. Seketika ia teringat kepada dua adiknya. Bagi Ponco, sebuah revolusi tidak mengijinkan pembunuhan kepada anak-anak, sebab pembunuhan atau revolusi terjadi bukan disebabkan oleh seorang anak, anak siapa pun dan dari mana dia berasal. Hal tersebut menunjukkan, bahwa pilihan Ponco untuk bergabung di kelompok teroris berasal dari keinginannya sendiri, sedangkan keputusan Ponco untuk tidak melemparkan bom merupakan sebuah pilihan yang menurutnya benar. Bagi Ponco, sebuah revolusi tidak melibatkan anak-anak. Selain itu, pilihan yang dianggap benar oleh Ponco adalah ketika Ponco menegaskan bahwa ia tidak sependapat dengan Wali dan memilih untuk keluar dari kelompok teroris jika sebuah revolusi melanggar kehormatan manusia. Eksistensi yang ditunjukkan Wali adalah ketika selalu menentang, meremehkan dan menyalahkan Ponco, sebab Ponco tidak berhasil melemparkan bom. Bagi Wali, apa arti dua anak Jendral Residen itu jika dengan membunuh mereka dapat menyelamatkan ribuan bahkan jutaan anak lainnya, dengan kata lain sebuah revolusioner harus melibatkan anak-anak. Ponco dianggapnya lemah, pengecut dan tidak ada ketegasan dalam bertindak karena Ponco seorang penyair. Hal tersebut menunjukkan, bahwa ketika Wali menentang Ponco dengan segala pernyataan dan argumennya merupakan hal yang benar menurut Wali. Sebuah revolusi bagi Wali harus melibatkan anak-anak dan menganggap Ponco senang melantur dan berangan-angan. Selain itu, Wali membenarkan jika tidak merasa rugi jika berlainan pendapat dengan Ponco. commit to user 51 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pertikaian antara Ponco dan Wali menggiring penonton ke suasana ketegangan. Suasana ketegangan yang dibangun pada adegan ini lebih meningkat dari ketegangan sebelumnya, sehingga ketegangan penonton berada pada level yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pada adegan ketiga, suasana khusus yang dimunculkan adalah ketika Wali dan Fitri menunggu Ponco mengeksekusi pelemparan bom yang sebelumya sempat gagal. Suasana yang dibangun adalah suasana tegang dibalut romantisme, sebab ketika Wali menggoda Fitri ternyata terbesit rasa kagum Fitri kepada Wali tetapi Wali menolak Fitri. Ditunjukkan pada penggalan dialog seperti berikut. WALI Kurasa wajar, orang-orang seperti kalian membutuhkan cinta yang romantis seperti itu. (Radhar Panca Dahana, 2010:32). FITRI Cinta membutuhkan waktu, Wali. Sedang untuk revolusi saja kita kekurangan. (Radhar Panca Dahana, 2010:32). WALI Kau benar. Sedang untuk revolusi saja kita kekurangan waktu. (Pause) Karena revolusi juga, sudah jauh hari kubunuh cinta. Apa pun bentuknya. Aku harus memusuhinya, bahkan memusuhi manusia, hanya agar revolusi ini tidak sia-sia. (Radhar Panca Dahana, 2010:32). FITRI Padahal manusia juga yang kau perjuangkan. (Radhar Panca Dahana, 2010:33). WALI Ya, manusia. Manusia dalam arti seluruhnya. Sedang kita, kau, aku, Ponco, atau Darmo, apa? Cuma noktah di tengah kata besar manusia. Ia akan segera lenyap, cuma sebutir debu di padang pasir. Tapi revolusi tidak. Ia akan terus ada. Bahkan tanpa aku, tanpa kau, Ponco, Darmo, Amir, Hatta, Syahrir, atau Soekarno. (Radhar Panca Dahana, 2010:33). WALI Bisa jadi. commit to user 52 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (Memandang Tajam Fitri) Bisa jadi, hal tersebut juga yang ada dalam hatimu, terutama padaku. Aku tahu...aku tahu..kau sama sekali tak senang pada manusia yang sekarang berada di depanmu. Tapi suatu kali nanti kau mesti bertanya, apa benar sikapmu terhadapku. (Melempar Pandang) Aku terlanjur...aku sudah terlanjur. Aku mau cepat revolusi terjadi. Biar bangunan bobrok yang ada sekarang ini hancur jadi pasir. Hingga kesempatan masih tertinggal untukku Untuk... (Mengalihkan) Ah, mereka sudah tiba di posnya masing-masing. (Radhar Panca Dahana, 2010:33). WALI Sudah kuduga itu. Sudah kuduga kata-katamu. Aku memang tak pantas mengeluarkan pernyataan seperti tadi. Habis, apa aku? Apa seorang Wali ini? (Tertawa Meledak) Bekas tahanan. Pembenci manusia. Dengan luka menganga di semangatnya. Dengan balur-balur cambuk di seluruh tubuhnya. Apa ini Wali? Uuuggghhh... (Menghempas Tubuh. Merobek Bajunya Sendiri. Balur-Balur Cambuk Masih Merah Di Sekujur Kulitnya). Ini Wali. Ini Wali. Ini aku. (Antara Tertawa, Marah, Dendam, Menangis) Bekas tahanan. Pembenci manusia. Dengan dendam, dengan luka hati yang tak tersembuhkan. (Seperti Tersihir Fitri Mendekatinya) Buat apa aku diperdulikan? Bukan bagianmu, wanita. Bukan. (Fitri Menggenggam Tangan Wali) Kau sentuh kulit sampah, wanita. Kulit yang seharusnya terbakar bersama mesiu di tubuh Residen itu. Aku bilang, aku menolakmu Fitri. Aku menolak, karena kau seorang wanita! (Radhar Panca Dahana, 2010:34). Penggalan dialog antara Wali dan Fitri tersebut menunjukkan eksistensi mereka masing-masing. Seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat realatif. Oleh karena itu, masing-masing idividu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Para tokoh pada lakon Teroris menunjukkan bahwa mereka membuat pilihannya sendiri atas dasar keinginannya sendiri dan sadar akan tanggung jawabnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 53 digilib.uns.ac.id Eksistensi yang ditunjukkan Wali adalah sikap angkuh, keras, pendendam, kaku ketika sedang berbicara dengan Fitri dan ideologi tentang sebuah revolusi. Bagi Wali, untuk sebuah revolusi Wali harus rela membunuh rasa cinta. Termasuk ketika Wali menolak Fitri dengan kata-kata kotor adalah bentuk konkrit dari ideologi Wali tentang rasa cinta. Sejak lama Wali sudah membakar rasa cinta dan memusuhi manusia agar revolusi yang diyakini Wali tidak sia-sia. Meskipun sebenarnya, sebagai seorang lelaki Wali tertarik dengan Fitri. Eksistensi yang ditunjukkan Fitri adalah sikap acuh kepada Wali tetapi, setelah mendengar ucapan Wali, terselip kekaguman Fitri terhadap sosok Wali. Meskipun dari awal kedatangan Wali, Fitri memang merasa tidak senang dengan sikap yang ditunjukkan Wali, namun setelah mendengar ucapan Wali, Fitri seakan tersihir dengan fisik Wali. Fitri mencoba merayu dengan gerakan mata dan gesturnya. Hal tersebut muncul dari diri Fitri secara naluri sebagai seorang perempuan. Romantisme yang dibangun antara Wali dan Fitri menggiring penonton ke suasana romantis. Suasana romantis yang dibangun untuk menurunkan sedikit ketegangan yang dibangun di adegan-adegan sebelumnya, namun dinaikan lagi kearah ketegangan ketika peledakan bom terjadi. Sugestif penonton tentang peledakan bom ketika penonton disuguhkan oleh suara peledakan bom. Sehingga, ketegangan penonton dinaikan dan berada pada level yang lebih tinggi dari sebelumnya. Pada adegan keempat, suasana khusus yang dimunculkan adalah ketika Ponco di penjara bertemu dengan salah satu tahanan dan Nyai istri Jendral Residen. Adegan antara Ponco dan Lelaki menggambarkan suasana cair. Suasana commit to user 54 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id cair yang dibangun pada adegan ini berguna untuk merefreshkan adegan-adegan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan agar penonton tidak merasa bosan melihat pertunjukan berlangsung, sebab adegan-adegan yang dibangun sebelumnya terletak pada titik ketegangan tertinggi. Setelah penonton disuguhkan suasan cair, adegan selanjutnya menggiring penonton ke suasana tegang. Adegan antara Nyai dan Ponco dibangun untuk menggiring penonton ke suasana tegang. Di mana tokoh Nyai sebagai tokoh protagonis mematahkan ideologi Ponco. Apa yang dilakukan Ponco tentang sebuah revolusi bersebrangan dengan sebuah kenyataan yang dipaparkan oleh Nyai. Bahwa kenyataan yang sebanarnya adalah Jendral Residen tersebut membaktikan hidupnya untuk mengabdi pada pendidikan orang kecil. Itu berarti sifat Jendral Residen sama dengan Ponco yaitu ia peduli dengan sesama dan mengedepankan sisi kemanusiaan. Adegan tersebut menunjukkan, bahwa kedatangan Nyai membuat Ponco ragu dan bimbang akan pilihannya tentang sebuah revolusi. Adegan kelima, suasana yang dimunculkan adalah kegelisahan Fitri tentang keadaan Ponco yang akan dijatuhi hukuman mati. Kematian Ponco membangkitkan semangat Fitri dan meminta izin kepada Darmo untuk melemparkan bom. Fitri ingin merasakan apa yang dirasakan Ponco. Apa yang ditunjukkan Fitri merupakan salah satu bentuk eksistensi dia sebagai satu-satunya pejuang perempuan dalam kelompok teroris. Fitri memilih menjadi pelempar bom agar ia dapat merasakan apa yang dirasakan Ponco yaitu, kemurnian, kejujuran, dan penyatuan diri dan telah berdamai dengan hidup. Suasana klimaks terletak commit to user perpustakaan.uns.ac.id 55 digilib.uns.ac.id pada adegan Fitri ketika melempar bom, dengan sugesti kepada penonton suara bom yang lebih keras dari sebelumnya. Selama pertunjukan berlangsung suasana khusus yang ditampilkan adalah suasan tegang, cair dan romantisme terbungkus pada lakon Teroris. Suasana terbangun karena semua elemen pendukung menjadi satu dan membentuk suatu keharmonisan. Baik dari penjiwaan, gestur dan laku pemain, lighting, musik dan artistik panggung melebur dan menciptakan suasana yang sesuai dengan apa yang diinginkan sutradara. Gigok Anurogo sebagai sutradara menata sedemikian rupa agar penonton dapat mengerti peristiwa apa yang diangkat dan menikmati apa yang disajikan di atas panggung. b. Mengurangi bobot tragedi yang berlebihan Suasana tegang yang dibangun pada lakon Teroris tidak semuanya dimunculkan. Ada beberapa bagian yang diredam atau diturunkan. Hal seperti ini merupakan bagian penentuan bentuk nada dasar yang dilakukan agar jalan cerita yang diangkat tidak bersifat monoton dan statis tetapi dinamis. Gigok Anurogo dapat mempergunakan dengan tepat kapan dibutuhkan suasana tegang dan kapan dibutuhkan suasana segar yang penuh dengan banyolan. Semua dapat terwujud karena seluruh elemen pendukung pertunjukan melebur menjadi satu kesatuan yang harmonis. Hal tersebut dilakukan Gigok agar pertunjukan yang disajikan terasa nikmat dan nyaman, sehingga penonton tidak merasa bosan dengan apa yang telah disajikan. Pengurangan bobot tragedi dapat ditemukan pada adegan pertama, yaitu percakapan antara Fitri dan Ponco. Ketika diruangan hanya ada Fitri dan Ponco. Sikap Fitri yang selalu mendukung Ponco yang dibungkus dengan suasana commit to user 56 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id romantisme merupakan salah satu pengurangan bobot tragedi yang sebelumnya telah dibangun, yaitu perselisihan antara Wali dan Ponco. Pengurangan bobot tragedi selanjutkan dapat ditemukan pada adegan ketiga, ketika Sutris mendengar suara ramai di luar markas dan menghentikan pertikaian antara Wali dan Ponco dengan cara menyuruh semua orang yang berada di ruangan itu untuk diam. Dengan gaya banyolan Sutris yang sebenarnya serius tetapi menjadi cair karena sikap dan gestur Sutris dapat mencairkan suasana tegang sebentar. Sehingga memicu kegelian bagi para penonton. Selain itu, pengurangan bobot tragedi dapat ditemukan lagi pada adegan keempat ketika kedatangan tokoh lelaki. Ia seorang tahanan yang pada saat itu bertugas mengepel lantai dan sesekali berbicara dengan Ponco. Dengan dialog, sikap, gestur lelaki dapat mencairkan suasana tegang yang sebelumnya telah dibangun. Permainan dialog lelaki menggunakan aksen dialog Jawa, sehingga memicu kegelian bagi para penonton. c. Memberikan prinsip dasar pada lakon Memberikan prinsip dasar lakon digunakan untuk mendasari karakter yang akan diperankan oleh pemain. Bertujuan agar pemain dapat memahami karakter seperti apa yang akan dilakoninya. Sutradara memberikan konsep tafsir tentang pertunjukan yang akan digarapnya sedangkan tugas pemain menafsir kembali naskah lakon dengan bekal konsep sutradara yang sudah dipaparkan. Lakon Teroris menceritakan sekelompok organisasi yang ingin memperjuangkan idealismenya untuk menentukan perubahan di negeri ini. Mereka adalah Wali, Ponco, Darmo, Fitri dan Sutris. Semangat juang, kesetikawanan, dan kepedulian mereka akan nasib jutaan rakyat Indonesia commit to user perpustakaan.uns.ac.id 57 digilib.uns.ac.id membentuk pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan dan menginginkan Indonesia merdeka dengan dasar-dasar ideal kemerdekaan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung tinggi sebagaimana mestinya yaitu dengan cara membrontak. Sasaran pembrontakan mereka adalah residen yang berkuasa saat itu. Jendral Residen merupakan seseorang yang berkuasa pada saat itu. mereka merencanakan aksi pelemparan bom agar Jendral Residen mati. Meskipun sama-sama berjuang, Ponco dan Wali mempunyai perbedaan prinsip dalam meletakkan dasar perjuangannya. Hal tersebut mengakibatkan konflik intern yang terdapat dalam kelompok teroris. Ditambah Ponco gagal melaksanakan aksi pelemparan bom, memperkuat perbedaan ideologi antara Ponco dan Wali. Aksi pelemparan bom kembali dilaksanakan dan Ponco sebagai pelempar bom berhasil melaksanakan tugasnya. Setelah aksi mereka berjalan lancar, Ponco ditahan di penjara dan jatuhi hukuman mati. Ketika di penjara, Ponco bertemu dengan salah satu narapidana yang bertugas sebagai algojo. Algojo tersebut mengalami dilema karena sebenarnya ia tidak ingin membunuh Ponco karena Ponco termasuk anggota salah satu organisasi di Indonesia. Jika Lelaki tidak melaksanakan tugasnya ia akan dijatuhi hukuman penjara lebih lama lagi tetapi jika ia melaksanakan tugasnya, hukuman penjara akan dikurangi. Kemunculan tokoh Nyai membuat hati Ponco dilema. Antara benar atau tidak tindakan Ponco membunuh Jendral Residen untuk menyelamatkan jutaan rakyat Indonesia yang menderita, padahal yang dilakukan Jendral Residen adalah mengabdikan seluruh hidupnya pada pendidikan anak kecil. Hal tersebut yang menjadi pematah ideologi perjuangan Ponco. Setelah mendengar kematian Ponco, commit to user 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id semangat Fitri bangkit dan meminta izin kepada Darmo untuk melemparkan bom selanjutnya. Dengan berat hati dan pertimbangan dari Wali dan Sutris, Darmo mengijinkan permintaan Fitri untuk melemparkan bom. Klimak pada lakon ini terdapat pada pelemparan bom yang dilakukan Fitri. Pada lakon Teroris, Gigok Anurogo tidak membatasi imajinasi dan kreativitas pemain. Ia sebagai sutradara membiarkan para pemain untuk memahami dan membebaskan para pemain untuk menafsirkan karakter tokoh yang terdapat di dalam naskah. Dengan begitu, pemain dapat meghidupkan permainan yang ia bawakan di atas panggung. Beberapa konsep sutradara tentang nada dasar tokoh-tokoh dalam lakon Teroris, seperti berikut. a. Ponco Seorang penyair muda, bergabung di organisasi rela meninggalkan keluarganya, dan bergabung dalam organisasi karena merasa dia seorang revolusioner. Tokoh Ponco menunjukkan sikap berani mengambil resiko, sangat mencintai negerinya, sisi humanismenya tinggi, menjunjung tinggi keadilan, ideologi yang kuat, dan retorika tinggi. b. Wali Seorang pejuang yang ingin melakukan perubahan di negeri ini, prinsip hidupnya di dalam revolusi setiap orang harus siap membunuh demi tujuan yang ingin dicapai yaitu merdeka. Tokoh Wali menunjukkan sikap keras kepala, sentimentil, arogan, pembrontak, di dalam hatinya hanya ada kebencian dan tidak percaya dengan adanya cinta. commit to user 59 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Darmo Seorang pejuang yang bertugas mengatur rencana dan membagi tugas semua anggota organisasi untuk aksi peledakan bom. Tokoh Darmo menunjukkan sikap pemimpin yang arif, bijaksana, tegas, selalu mengayomi anak buahnya. d. Fitri Satu-satunya perempuan yang bergabung dalam organisasi dan bergabung karena ayah dan kedua saudara laki-lakinya dibunuh dengan kejam oleh pasukan Gubernur. Tokoh Fitri menunjukkan sikap pendendam karena Ayah dan dua saudara laki-lakinya dibunuh oleh centeng residen sehingga bergabung dalam organisasi, Fitri jatuh cinta kepada Ponco secara naluri perempuan dan kagum kepada sosok Wali. e. Sutris Seorang pejuang yang berpendidikan, pernah bergabung dengan Sutomo di Stovia dan PSI. Tokoh Sutris menunjukkan sikap pengecut, penuh dengan keraguraguan. Sutris mengundurkan diri dari kelompok organisasi karena tidak tega membunuh oleh sebab itu, semua tugas Sutris dialihkan kepada Darmo, ketika Ponco dieksekusi Sutris kembali bergabung di kelompok organisasi. f. Nyai Seorang nyai, istri Residen, mempunyai dua anak, merasa dirugikan sebab seorang nyai dimata masyarakat pribumi dan Eropa sebatas seorang gundik. Tokoh Nyai menunjukkan sikap keras, mempunyai keberanian yang lebih untuk ukuran nyai pada saat itu, berpengabidian penuh dengan keluarga, merasa kesepian sepeninggalan suaminya, kagum dengan Ponco karena mirip dengan suaminya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 60 digilib.uns.ac.id g. Lelaki Seorang tahanan, di penjara karena merampok dan membunuh, bertugas sebagai algojo yang mengeksekusi Ponco. Tokoh lelaki menunjukkan sikap dilematis karena sebenarnya dia tidak ingin membunuh Ponco sebab dia orang oganisasi, tetapi karena sudah tugasnya sebagi algojo, dia harus menembak mati Ponco. Jika tidak melaksanakan tugasnya hukuman penjaranya akan ditambah lagi. 3. Menentukan Casting Pemain Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam proses penyutradaraan Gigok Anurogo adalah memilih pemain. Menentukan casting pemain atau biasa disebut “pengcastingan” merupakan salah satu proses terpenting yang dilakukan sutradara, karena hasil dari sebuah “pengcastingan” akan menentukan berhasil atau tidaknya sebuah pertunjukan. Kekuatan sutradara terletak pada para pemain. Pemain merupakan orang yang meragakan lakon yang akan diangkat, mereka memvisualisasikan tafsir garap sutradara di atas panggung. Jumlah pemain yang dibutuhkan tergantung naskah lakon yang akan dipentaskan. Lebih dari 30 tahun Gigok Anurogo berkecimpung di dunia teater, ia memahami dan mengerti sekali bagaimana kualitas seorang pemain di atas panggung. Dalam menentukan pemain, ia sudah mempunyai gambaran tentang siapa calon pemain yang akan diajak untuk bekerja bersamanya. Pertimbangan memilih pemain berdasarkan kemampuan dan pengalaman calon pemain dengan “jam terbang” tinggi, berharap lakon yang digarap sesuai dengan yang diharapkan yaitu sebuah pertunjukan yang berkualitas dan berbobot. Berikut kutipan wawancara mengenai pemilihan pemain. commit to user 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id “Iya.., karena saya percaya, saya yakin.., pertimbangan memilih pemain dan unsur pendukung pementasan, seperti penata musik, lighting, setting, kostum dan rias, berdasarkan kemampuan dan pengalaman mereka masing-masing.., dengan “jam terbang” tinggi. Tujuannya, agar lakon sesuai dengan apa yang saya harapkan. Jadi, setelah saya memilih calon pemain, jika mereka bersedia, hal selanjutnya adalah mengikuti proses latihan. Nanti kita lihat perkembangan mereka, proges latihan mereka.., begitu juga elemen pendukung.., jadi saya ini menggabungkan mereka.” (Gigok Anurogo, 27 Maret 2014). Lakon Teroris merupakan lakon realis dengan total pemain yang dibutuhkan sebanyak delapan orang. Pada tahap awal pengcastingan, tokoh-tokoh yang diprioritaskan Gigok Anurogo adalah tokoh Wali, Ponco, Darmo, Fitri, Sutris dan Nyai. Gigok Anurogo mengajak para calon pemain yang diperkirakan akan bisa diajak dalam proses produksi, sebab ia percaya bahwa calon pemain yang ia pilih mampu menafsirkan, mewujudkan dan mevisualisasikan konsep garapnya. Meskipun terkesan subjektif, seorang sutradara memang harus menentukan orang-orang yang dinilai mampu dan diperkirakan bisa bekerja sama dengannya. Setelah Gigok Anurogo mengajak calon pemain untuk berproses bersamanya, tahapan selanjutnya tergantung pada kesediaan calon pemain. Pemain yang bersedia mengikuti proses produksi dari awal hingga akhir dapat membantu lancarnya pementasan. Gigok Anurogo menggunakan dua kriteria pengcastingan dalam lakon Teroris, yaitu casting by ability dan casting to type seperti yang dipaparkan Harymawan. Pertama, casting by ability yaitu pemilihan pemain berdasarkan kecakapan terbaik dan terpandai sebagai pemeran utama. Kedua, casting to type yaitu pemilihan pemain berdasarkan kecocokan fisik si pemain dengan tokoh yang hendak diperankannya. Berdasarkan kedua kriteria pemilihan pemain, Gigok commit to user 62 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Anurogo memilih Yogi, Banu, Nissa, Akbar, Saiful, dan Migi sebagai pemain utama dalam lakon Teroris. Pengalaman, kemampuan, kecakapan dan kecocokan fisik Yogi, Banu, Nissa, Akbar, Saiful dan Migi dapat dikatakan sesuai dengan apa yang diharapkan Gigok Anurogo sebagai sutradara. Gigok Anurogo memberikan kepercayaan kepada mereka untuk bekerja sama dengannya. Tahap selanjutnya adalah kesediaan pemain atas kesadaran dari diri sendiri untuk sebuah pementasan dan bersedia mengikuti proses latihan merupakan langkah pertama yang harus dilihat oleh sutradara. Pada lakon Teroris pengcastingan pemeranan sebagai berikut. Akbar sebagai Wali, Yogi sebagai Ponco, Banu sebagai Darmo, Nissa sebagai Fitri, Migie sebagai Nyai, dan Saiful sebagai Sutris. Sebuah proses tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan sutradara dan sutradara harus mampu mengatasi segala masalah yang muncul ketika proses berlangsung. Terdapat beberapa kendala dalam proses Teroris yang mengakibatkan pergantian pemain. Gigok Anurogo sebagai sutradara harus mampu mengatasi segala kendala yang ada dan memberikan keputusan dalam menyelesaikan semua masalah yang terjadi ketika proses berlangsung. Kendala-kendala ketika proses di antaranya sebagai berikut. Pertama, setelah dilaksanakan proses latian dalam beberapa waktu, faktor kehadiran juga menjadi kunci utama suatu proses. Selama beberapa minggu latihan terdapat salah satu pemain yaitu Akbar, tidak pernah datang latihan tanpa memberitahu mengapa dia tidak datang. commit to user 63 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gigok Anurogo sebagai sutradara mengambil keputusan untuk mengganti peran Akbar sebagai Wali dengan cara mencari pemain lainnya, sebab ketidakhadiran pemain mempengaruhi kondisi latihan menjadi tidak kondusif. Oleh sebab itu, Gigok Anurogo harus mencari pemain untuk menggantikan peran yang dimainkan Akbar. Pada kondisi tersebut, langkah Gigok Anurogo untuk mencari pengganti Akbar sebagai Wali dengan kembali melakukan pengcastingkan. Pengcastingan yang dilakukan Gigok Anurogo sama dengan cara pengcastingan sebelumnya, yaitu menggunakan dua kriteria pengcastingan menurut Harymawan. Setelah dilakukan pengcastingan, dipilihlah Yustinus Popo sebagai pemain yang menggantikan Akbar sebagai Wali. Kedua, setelah proses dijalankan menggunakan formasi baru, salah satu pemain sebagai Sutris yaitu Saiful mengundurkan diri. Pengunduran diri Saiful disebabkan karena Saiful mengikuti salah satu audisi yang diadakan di salah satu stasiun TV swasta dan menjadi finalis di acara tersebut, sehingga Saiful memutuskan untuk mengudurkan diri agar tidak mengganggu jalannya proses. Pada kondisi tersebut Gigok Anurogo kembali melakukan pengcastingan dan mencari pemain pengganti Saiful. Seiring berjalanannya waktu latihan, Akbar pemain yang sebelumnya tergantikan oleh pemain lainnya bersedia untuk bergabung dan bekerja sama dalam proses ini. Gigok Anurogo memberi kesempatan dan kepercayaan kepada Akbar untuk menggantikan posisi Saiful sebagai Sutris. Ketiga, selama proses berlangsung ada satu tokoh yang belum tercastingkan yaitu tokoh lelaki. Tokoh tersebut sebenarnya akan ditiadakan oleh Gigok Anurogo tetapi setelah berjalannya waktu untuk kebutuhan panggung agar commit to user 64 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tidak monoton, Gigok Anurogo memunculkan tokoh tersebut. Tokoh lelaki dimunculkan untuk memberikan suasana cair dalam lakon Teroris. Langkah selanjutnya yaitu pengcastingan kembali untuk pemeran lelaki dan terpilihlah Odon, dengan kriteria seperti yang dilakukan pengcastingan sebelumnya, yaitu casting by abilty dan casting to type. Ketika proses berlangsung ketidakhadiran menjadi penghambat dalam suatu proses. Terdapat satu pemain, yaitu Odon yang kehadirannya lebih sedikit dibandingkan pemain lainnya. Bisa dikatakan lebih sering tidak hadir dalam setiap latihan. Ketidakhadirannya tersebut menyebabkan ketertinggalan materi bagi dirinya sendiri. Dengan kondisi yang seperti itu, selama latihan Odon tidak menunjukkan progres yang signifikan dibandingkan pemain lainnya dan belum sesuai dengan apa yang diharapkan Gigok Anurogo. Setelah beberapa waktu kemudian, Odon sebagai pemain lelaki memutuskan untuk tidak dapat melanjutkan proses Teroris, sehingga Gigok Anurogo memutuskan untuk mencari pemain untuk menggantikan Odon. Pada kasus pemilihan pemain sebagai tokoh lelaki, Gigok Anurogo tidak langsung menentukan siapa pengganti Odon. Meskipun tahap pengcastingan juga sama seperti yang dia lakukan sebelumnya, Gigok Anurogo tidak langsung memutuskan pemilihan pemain untuk tokoh lelaki. Calon pemain untuk memerankan tokoh lelaki adalah Arif, tetapi setelah beberapa kali mengikuti latihan, Arif belum mampu membawakan tokoh lelaki sesuai dengan yang diinginkan Gigok Anurogo, sehingga Gigok Anurogo memutuskan dirinya sendiri untuk memerankan tokoh lelaki. commit to user 65 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Selain itu, Gigok Anurogo menambah dua pemain lagi sebagai pemeran tambahan sebagai centeng residen dalam lakon Teroris. Pengcastingan yang dilakukan dengan kriteria casting to type, yaitu pemilihan pemeran berdasarkan kecocokan fisik si pemeran dengan tokoh yang akan diperankannya, terpilihlah Ema dan Sun. Berdasarkan paparan tersebut, maka pemilihan pemain dalam lakon Teroris sutradara Gigok Anurogo sebagai berikut. Ponco Wali Fitri Darmo Nyai Sutris Lelaki Centeng Residen 4. : Yogi Swara Manitis Aji : Yustinus Popo : Nissa Argarini : Banuaji Yogasena : Migi Pitaloka : Akbar Siregar : Gigok Anurogo : Emanuel Andi dan Sun Yanto Bekerja dengan Staf Sudah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam sebuah pementasan seorang sutradara tidak berdiri sendiri. Banyak elemen yang mendukung untuk menyukseskan keberhasilan sebuah pementasan. Tidak hanya bekerja sama dengan pemain, sutradara harus bekerja sama dengan elemen pendukung lainnya, di antaranya adalah penata artistik, penata lighting, penata musik, penata makeup, penata kostum, dan tim produksi. Seperti pada tahap pengcastingan, Gigok Anurogo sudah mempunyai gambaran siapa yang akan diajak bekerja sama dengannya. Ia memilih orangorang yang diajak bekerja sama dengannya berdasarkan kemampuan dan pengalaman mereka masing-masing. Kesediaan mereka juga menjadi kunci berjalannya proses produksi. Oleh sebab itu, sebelum proses dimulai Gigok commit to user 66 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Anurogo sudah membuat kesepakatan dengan orang-orang yang diajak bekerja sama dengannya. Gigok Anurogo memaparkan tentang konsep garap yang akan digarapnya, kemudian para penata tersebut menafsirkan kembali apa yang dibutuhkan di dalam naskah. Sebagai seorang sutradara, Gigok Anurogo sangat paham betul bagaimana kerja para kerabat kerja. Ia memperhatikan proses kerja mereka dari awal hingga akhir. Gigok Anurogo tidak membatasi kreativitas masing-masing penata terhadap tafsir mereka. Para penata berkerja sebagai penafsir kedua dengan bekal konsep yang diberikan sutradara. Masing-masing penata menuangkan semua kreativitas mereka terhadap naskah tersebut dan berjalan sendiri dengan sistem kerja yang mereka buat sendiri. Mereka bekerja dengan tugas dan porsi mereka masing-masing. Meskipun begitu, Gigok Anurogo tidak pernah berhenti berkomunikasi dan selalu berdiskusi dengan para penata. Gigok Anurogo berfungsi sebagai koordinator di antara para penata, ia menggabungkan kreativitas dari para penata. Berdasarkan pemaparan di atas, orang-orang yang bekerja sama dengan Gigok Anirogo pada lakon Teroris, sebagai berikut. Penata Artistik Penata Lighting Penata Musik Penata Make-up dan Kostum Pimpinan Produksi Stage Manager : Tuwuh Jagad : Caroko Turah : Respati Galang : Migie Pitaloka : Anggoro Budi : Aryo a. Tata Panggung Tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk para pemain mengeksplor gerak dan laku di atas panggung. Berfungsi untuk commit userarena pemeranan dan permainan membangun dan menciptakan ruangtobagi perpustakaan.uns.ac.id 67 digilib.uns.ac.id pemain. Selain itu, bertujuan untuk menggambarkan dan menghidupkan suasana latar di atas panggung agar lebih hidup dan nyata, sebab sebuah panggung menggambarkan tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Pada lakon Teroris, Gigok Anurogo sebagai sutradara membebaskan penata artistik untuk mengeksplor kemampuannya dibidang artistik. Sistem kerja penata artistik adalah melibatkan para kru panggung untuk sama-sama merencanakan setting dalam pementasan Teroris dengan cara diskusi dan bertukar pikiran satu sama lain agar para kru dan penata sama-sama belajar. Sistem kerja tersebut tidak berjalan sesuai dengan keinginan penata artistik, sehingga penata artistik bergerak dengan caranya sendiri yaitu menafsirkan setting yang dipaparkan di dalam naskah dengan bekal konsep sutradara. Berikut kutipan wawancara dengan penata artistik mengenai sistem kerja dan penyutradaraan Gigok Anurogo. “Sistem kerja? Sebenarya saya ingin melibatkan kru panggung yang terlibat dalam pementasan ini untuk sama-sama merencanakan sett, agar kami bisa sama-sama belajar. Tetapi.., ternyata, tidak berjalan dengan baik. Dikusi-diskusi yang direncanakan tidak berjalan. Maka, sistem kerjanya.., lalu menjadi sitem kerja yang biasa terjadi di sebuah pementasan teater. Penata artistik merencanakan sett, menawarkanya kepada sutradara.., ditolak, merencanakan sett lagi sampai diterima oleh sutradara.., lalu para kru mendirikan sett sesuai dengan yang direncanakan, dan arahan penata artistik.” (Tuwuh Jagad, 6 Juni 2014). Sebelum menafsirkan, penata artistik harus tahu di mana pementasan diselenggarakan. Lakon Teroris dipentaskan di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah. Bentuk panggung Teater Arena TBJT adalah bentuk panggung arena, di mana bentuk pentas tidak di panggung, tetapi sejajar dan dekat commitberbentuk to user konstruksi huruf U, arena lebih dengan penonton. Di Teater Arena perpustakaan.uns.ac.id 68 digilib.uns.ac.id rendah dari penonton dan tempat duduk penonton berundak-undak. Oleh sebab itu, tafsir penata artistik tentang setting yang akan dibangunnya harus menyesuaikan bentuk panggung yang akan digunakan. Setelah mengetahui bentuk panggung pertunjukan, penata artistik menafsirkan dan merancang sebuah setting. Perencanaan setting harus memenuhi kriteria praktis dan artistik. Sebuah setting harus mampu mengungkapkan latar belakang situasi dramatik yang diinginkan dan dimaksudkan sutradara. Sebuah setting harus dapat memberikan kesan tentang waktu dan tempat kejadian yang merupakan gambaran dari perasaan atau pun suasana. Selain itu, setting harus memberikan ruang dengan komposisi yang tepat agar tidak mengganggu permainan pemain. “Konsep saya? Setting yang saya buat pada lakon ini adalah.., sebuah konstruktif yang mengaburkan suatu tempat. Biar penonton nanti yang menjawabnya. Saya.., menciptakan setting, yang bisa membuat penonton terteror. Visualisasi teror.., pada garis repetisi yang disusun, kemudian.., garis-garis tersebut dipecah, tidak teratur, membentuk keruwetan, kesemruwetan, awut-awutan... Garis repetisi, menggambarkan ketegasan, dan kekuatan.., sesuai dengan karakter pemain. “ (Tuwuh Jagad, 6 Juni 2014). Pernyataan di atas merupakan pemaparan konsep penata artistik tentang setting lakon Teroris. Penataan panggung berupa sebuah konstruktif yang mengaburkan suatu tempat. Lakon Teroris menceritakan tentang sekelompok teroris sehingga konsep setting yang diciptakan penata artistik harus membuat teror pada penonton. Visualisasi teror untuk penonton terlihat pada garis repetisi yang disusun kemudian garis-garis tersebut dipecah membentuk sebuah kesemrawutan. Garis tegak lurus menggambarkan ketegasan dan kekuatan sesuai dengan karakter tiap pemain pada lakon commit to user perpustakaan.uns.ac.id 69 digilib.uns.ac.id Teroris. Sedangkan garis lintang yang memecahkan garis lurus membentuk kesan ruwet membuat konsentrasi penonton pecah dan pemain dapat masuk dari arah mana saja, tidak pada satu titik saja. Tafsir setting Teroris digambarkan melalui bambu-bambu yang ditata dan dirangkai tegak lurus menjulang tinggi tidak beraturan dan terdapat bambu yang melintas ke samping kanan dan kiri. Terdapat tali yang melintang di atas, menghubungkan bangunan tinggi dan salah satu bangunan ruang. Peletakan panggung didirikan di atas sebuah level dibungkus kertas semen berwarna coklat. Di sebelah kiri panggung belakang membentuk sebuah jalan menuju ke atas dan beberapa anak tangga sebagai akses jalan masuk ke ruangan. Terdapat bambu-bambu di sebelah kanan panggung membentuk suatu ruangan sendiri. Panggung tersebut lebih tinggi satu level dari panggung sebelah kiri. Di sebelah kiri panggung depan membentuk sebuah bangunan bambu menjulang tinggi keatas seperti menara. Jalan menuju menara menggunakan satu buah level sebagai jalan. Selain itu, sebuah pertunjukan di atas panggung juga didukung oleh adanya properti yang digunakan di atas panggung. Properti yang digunakan berupa meja, kursi panjang, buku dan alat tulis, peta, tas berisi bom dan karung yang berisi tumpukan bom. Properti yang digunakan harus mempunyai fungsi dan mendukung jalannya cerita dan permainan para pemain. Meja yang diletakan di kiri panggung samping tangga berfungsi untuk menaruh beberapa perlengkapan seperti buku, peta dan alat tulis. Kursi panjang dari bambu yang terletak di samping meja digunakan pemain untuk berpindah bloking dari berdiri menjadi duduk. Peta commit to user 70 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id digunakan untuk menyusun strategi para teroris. Buku dan alat tulis berfungsi untuk mencatat apa saja strategi yang telah di rancang para teroris. Tas berisi bom berfungsi untuk menyugesti penonton, bahwa bom-bom yang telah dirakit digunakan untuk membawa bom. Karung adalah tempat menyimpan bom-bom yang akan di lemparkan. Background pementasan Teroris menggunakan kain berwarna hitam. Kain hitam yang diletakkan di panggung belakang dalam pementasan adalah untuk menutupi ruang yang tidak perlu terlihat oleh penonton. Warna hitam dipilih karena hitam merupakan warna netral yang sering digunakan saat pementasan teater. Selain itu, warna hitam dapat menyerap cahaya dengan baik sehingga dapat menonjolkan pemain di tengah-tengah properti. Konsep tersebut diterima oleh Gigok Anurogo, pemetaan Gigok Anurogo tentang konsep tradisi terhadap setting juga ingin mengaburkan suatu tempat dan pemain dapat muncul dari arah mana saja. Pemakaian konstruksi bambu yang digunakan dalam pementasan Teroris memberikan kesan sugesti kepada penonton bahwa setting yang disajikan dapat ditangkap oleh penonton. Apakah setting tersebut menggambarkan ruangan persembunyian yang berada di bawah tanah menyerupai bunker atau sebuah markas semua diserahkan kepada tafsir masing-masing penonton. Sutradara membebaskan penonton untuk menafsirkan sendiri apa yang divisualisasikan di atas panggung. Hal menarik pada perencanaan setting Teroris adalah menggunakan konstruksi bambu yang ditata dan dirangkai sedemikian rupa agar menarik untuk ditonton dan memberikan kesan bagi para penonton. Sejak awal setting commit to user perpustakaan.uns.ac.id 71 digilib.uns.ac.id yang disajikan sudah menimbulkan efek teror bagi penonton, ketika Wali naik di atas bangunan bambu menimbulkan suara-suara dari bambu dan bambu bergerak-gerak saat dipanjat. Setting yang disajikan pada lakon Teroris menciptakan ruang gerak dan laku para pemain, sehingga pemain harus mampu menguasai ruangan dan harus memiliki kesadaran untuk menempatkan dirinya (bloking). “Harus, karena.., kita berjalan dengan tongkat konsep dari sutradara, saya selalu ngobrol dengan sutradara sebelum saya membuat konsep untuk perencanaan artistik. Secara tidak langsung, saya menyamakan tafsir saya dengan sutradara.” (Tuwuh Jagad, 6 Juni 2014). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa komunikasi merupakan salah satu kunci sukses dalam sebuah proses. Komunikasi antara penata artistik dan sutradara pada lakon Teroris terjalin dengan sangat baik, dengan cara diskusi untuk mempelancar proses produksi. Ketika penata artistik menawarkan tafsir garapnya, apabila tidak sesuai dengan konsep sutradara, sutradara berhak untuk menolak dan keduanya saling memberikan masukan. Selanjutnya, penata artistik merencanakan setting lagi sampai diterima oleh sutradara. Pada lakon Teroris, penata artistik mengalami tiga kali perubahan dalam meracang setting. Pertama, setting yang dirancang penata terlalu tinggi dan area belakang dirasa kurang semrawut sehingga belum menciptakan efek kacau dan ruwet. Kedua, area bermain para pemain menjadi sempit karena setting yang disusun berlebihan. Ketiga, komposisi garis repetisi yang disusun dan dipecah, serta ruang bermain para pemain sudah sesuai dengan apa yang diinginkan sutradara, sehingga rencana setting ketiga yang digunakan pada lakon Teroris. Setelah terjadi kesepakatan dengan sutradara, commit to user 72 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id penata artistik bergerak dengan kru panggung untuk mendirikan setting sesuai dengan yang direncanakan. Gambar 1 Lay out Tata Panggung Teroris Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Gambar 2 Tata Panggung Teroris commit user Sumber: Dokumentasi Teaterto Akar dan Tera 73 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Tata Cahaya Dalam sebuah pertunjukan teater, cahaya menjadi unsur artistik yang sangat penting. Tata cahaya adalah pengaturan cahaya di panggung. Tujuan utama tata cahaya adalah menerangi dan menyinari. Maksud dari menerangi yaitu menggunakan lampu hanya sekedar untuk memberi terang dan melenyapkan gelap, sedangkan menyinari menggunakan lampu untuk membuat bagian-bagian pentas sesuai dengan keadaan dramatik lakon. Tidak hanya sebagai penerang, lighting dapat berfungsi sebagai ilustrasi, memberi efek alamiah sebagai penunjuk waktu, melambangkan maksud dengan memperkuat jiwa pemain dan memberikan pengaruh psikologis kepada para pelaku di atas panggung. Penggunaan lighting juga diperhatikan oleh Gigok Anurogo. Untuk menyukseskan jalannya pementasan, Gigok Anurogo menyerahkan sepenuhnya lighting pada penata cahaya. Disini penata lighting bekerja mandiri, sistem kerja yang dibuatnya adalah ketika latihan, penata lighting mengamati dan mencatat adegan dan menghasilkan tafsir lampu yang akan digunakan kemudian direalisasikan ketika pertunjukan berlangsung. Sebelum gladi resik penata cahaya menyerahkan lay out lighting kepada crew Taman Budaya Jawa Tengah untuk membantu memasang kebutuhan lampu yang digunakan pada pentas Teroris. Setelah pemasangan lampu selesai dilanjutkan latihan gladi resik. Gigok Anurogo menerima hasil tata cahaya dari penata cahaya. Berikut wawancara dengan penata cahaya tentang sistem kerja penata cahaya pada lakon Teroris. “Ya saya.., diajak Babe.., didapuk jadi penata cahaya.., ya saya kan commit user ada kru.., nanti paling sama kru berdiri sendiri.., saya tidaktoperlu perpustakaan.uns.ac.id 74 digilib.uns.ac.id TBS yang membantu... Ya saya, mengikuti beberapa kali latihan, kalau sudah terbentuk blokingnya.., saya juga membaca naskahnya juga.., terus saya buat lay out, saya serahkan ke Babe. Ya Babe, menyerahkan sepenuhnya kepada saya... Waktu gladi bersih.., ya di coba.” (Caroko Turah, 7 Juni 2014). Pada lakon Teroris menggunakan dua jenis aplikasi cahaya yaitu fill light dan key light. Fill light sering disebut cahaya general, berfungsi untuk mengisi ruang, menerangi ruang, menciptakan ruang, dan menciptakan suasana. Sumber cahaya dari lampu fresnel, PAR 64 dan CYC halogen dipilih untuk aplikasi fill light. Lampu fresnel dipilih karena lampu ini mempunyai lensa sperikel atau fresnel yang dapat memecah cahaya, sehingga menghasilkan cahaya yang lembut dan halus tetapi dapat dipusatkan maupun disebar. Lampu PAR 64 digunakan untuk backlight dan menciptakan suasana secara keseluruhan dengan sapuan warna hangat dan dingin. Lampu CYC halogen digunakan untuk „menyapu‟ setting background, digunakan sebagai cyclorama dan menciptakan kesan kedalaman ruang. Lampu CYC halogen dipilih karena lampu ini menghasilkan cahaya yang sangat luas. Key light sering disebut juga cahaya spesial, digunakan untuk mencahayai area khusus dan pemakaian yang spesial. Pada lakon Teroris sumber cahayanya menggunakan lampu profile dan fresnel. Lampu profile dipilih karena memiliki dua lensa plano convex dan reflektor sperikel, sehingga karakter cahayanya dapat dibuat sangat tajam maupun menyebar, cahaya yang dihasilkan juga dapat dibentuk menggunakan shutter. Lampu fresnel yang biasanya digunakan untuk fill light dipilih karena kebutuhan penyinaran pencahayaan spesial yang luas. Dengan dasar seperti tersebut penataan cahaya untuk pentas Teroris dibuat, agar perubahan gerak commit to user 75 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dan ekspresi dapat diamati dengan baik, digunakan pula distribusi cahaya 3 dimensional, walaupun tidak sekompleks jika bermain di gedung pertunjukan prosenium. Adapun denah lampu pada pementasan teroris adalah sebagai berikut. Gambar 3 Lay out lighting Teroris Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Pencahayan pada pentas Teroris dengan tatanan tersebut digunakan untuk menciptakan visibilitas, mood (atmosfer dan suasana), pemilihan dan penekanan, dimensi, pemberian tanda, serta komposisi. Visibilitas, sering disebut sebagai fungsi yang paling mendasar dan fundamental. Jika penonton tidak dapat melihat para pemain dan panggung, maka apa yang dikerjakan seluruh tim akan sia–sia. Visibilitas mempengaruhi kemampuan penonton untuk memahami apa yang diucapkan dan terjadi di atas panggung. Hal tersebut bukan berarti penonton harus melihat segalanya di atas panggung commit to user sepanjang waktu, bukan berarti memberi efek terang sehingga segalanya bisa 76 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dilihat oleh penonton, tetapi memberi penerangan tertentu pada daerah tertentu dengan intensitas tertentu. Pada lakon Teroris, tidak semua area di panggung memiliki derajat terang yang sama, tetapi diatur dengan tujuan dan maksud tertentu, sehingga pesan yang disampaikan dengan laku aktor dapat ditegaskan. Ditunjukkan pada gambar pertunjukan Teroris seperti berikut. Gambar 4 Lighting Teroris Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Gambar 5 Lighting Teroris commit to user 77 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Dari gambar di atas menunjukkan bahwa area tertentu di atas panggung dibiarkan lebih gelap daripada area yang lainya, seperti terlihat pada gambar (4). Hal tersebut dimaksudkan agar penonton dapat menangkap kesan misterius, sunyi, dingin, dan penuh tekanan. Berbeda dengan gambar (5), keseluruhan panggung diterangi dengan intensitas cahaya yang tinggi, agar mempermudah penonton untuk memahami adegan. Karena pada adegan ini terdapat dialog–dialog yang tinggi dan cepat, serta perubahan bloking yang tiba–tiba. Selain itu cahaya yang terang juga dimaksud agar penonton menangkap tingkat emosi yang tinggi dari para pemain. Mood (atmosfer dan suasana) biasanya digunakan untuk penggambaran waktu dan tempat, tetapi pada lakon Teroris, penggambaran waktu dan tempat sengaja dikaburkan. Sutradara lebih menekankan teror secara visual. Penataan cahaya lebih mengutamakan reaksi dasar psikologis penonton sehingga penonton dapat merasakan emosi yang berbeda–beda seperti senang, haru, sedih, marah, commit to user 78 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id teror, tertekan dan sebagainya. Seperti ditunjukkan pada adegan Ponco dan Fitri pada adegan berikut. Gambar 6 Lighting Teroris Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Pada adegan tersebut penataan cahaya dari lampu general diatur dengan intensitas yang sangat rendah hanya cukup untuk membuat ekspresi pemain terlihat oleh penonton. Play area disapu dengan warna–warna magenta, fern green, deep amber, daylight blue, dan deep blue dengan intensitas yang berbeda-beda. Warna-warna tersebut menghasilkan semburat warna dark pink di sekitar pemain. Tujuanya agar kesan romantis dan penuh kekaguman ditangkap oleh penonton. Selain itu, pada adegan Fitri ketika merenungi tertangkapnya Ponco. Pada adegan tersebut menggambarkan Fitri sedang membayangkan penderitaan dan kepedihan Ponco di dalam penjara. Sutradara menginginkan adegan itu menjadi miris, sepi dan dingin. Penata cahaya merespon permintaan sutradara dengan tidak memberikan cahaya khusus apa pun kepada tokoh Fitri. Ditunjukkan pada adegan berikut. commit to user 79 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 7 Lighting Teroris Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Pada adegan tersebut, Fitri hanya mendapat pencahayaan dari sebaran cahaya disekitarnya, sebaran cahaya tersebut juga menghasilkan banyak bayang–bayang setting panggung yang jatuh di atas tubuh Fitri. Bayang– bayang yang hadir dalam adegan tersebut juga merupakan interpretasi penata cahaya atas permintaan sutradara, yaitu menggambarkan suasana dingin sepi dan miris. Pemilihan dan penekanan adegan juga dilakukan dalam pementasan Teroris. Seperti pada televisi dan film, bedanya adalah pemilihan adegan pada televisi dan film menggunakan kamera sedangkan pada pementasan Teroris menggunakan cahaya. Penonton dapat melihat keseluruhan panggung, cahaya dibutuhkan untuk memberikan fokus perhatian pada area tertentu. Hal seperti itu tidak hanya berpengaruh kepada penonton, tetapi juga commit to user 80 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id terhadap pemain. Pemilihan dengan menggunakan cahaya digunakan juga sebagai pembatas play area pemain, sehingga bloking pemain menjadi lebih padat dan terpusat. Hal ini disebabkan karena kecenderungan mata manusia akan otomatis melihat objek yang lebih terang. Lay out lampu yang berfungsi sebagai pemilihan adegan dan area dapat seperti berikut. Gambar 8 Lay out lighting Teroris Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Gambar 9 Lighting Teroris Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Terlihat pada adegan tersebut lampu hanya mencahayai area panggung commit to user sebelah kiri, sisi panggung tersebut digunakan untuk adegan penjara. Tidak perpustakaan.uns.ac.id 81 digilib.uns.ac.id hanya menerangi penonton, cahaya pada pementasan Teroris juga diarahkan ke setting panggung. Tujuannya adalah untuk menciptakan dimensi ruang. Menggunakan lampu Cyc halogen yang area sebaranya luas. Selain itu, pada lakon Teroris cahaya juga berfungsi sebagai pemberi tanda, seperti pergantiam adegan, pergantian tempat, dan penanda mulai dan berakhirnya pementasan. c. Tata Musik Musik merupakan salah satu elemen pendukung pementasan yang juga bersifat vital. Musik sebagai pengiring yang menjadi bagian dari lakon. Musik berfungsi memberikan ilustrasi, memberikan latar belakang karakter dari lakon yang diangkat, memberikan tekanan kepada nada dasar drama, dan memberi warna psikologis terhadap adegan yang diiringi sebagai efek suara yang diperlukan lakon. Pada lakon Teroris, Gigok Anurogo menerapkan hal yang sama kepada seluruh kerabat kerja atau tim penata untuk membebaskan kreatifitas dan mengeksplor kemampuan para penata. Sistem kerja penata musik adalah melibatkan para tim musik untuk sama-sama merencanakan musik dalam pementasan Teroris dengan cara diskusi dan bertukar pikiran satu sama lain. Penata musik membebaskan player musik untuk bereksperimen dan mengeksplor kemampuannya, meski begitu penata musik tetap memberikan arahan kepada player musik. Penata musik memberikan konsep musik yang akan digunakan dalam lakon Teroris, kemudian para tim musik mengeksekusi bersama dengan cara menciptakan arasement bersama. Berikut bukti wawancara dengan penata musik tetang sistem kerja penata musik. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 82 digilib.uns.ac.id “Ya mungkin, sistemnya Babe sama.., sebagai sutradara, dia membebaskan kami, untuk mengeksplor kemampuan kami masingmasing. Dia tidak membatasi kreatifitas kami. Semua.., diserahkan kepada kami.., hanya, Babe memberikan poin-poin, yang kemudian kami kembangkan. Ya sistem kerja saya.., saya tidak berkerja sendiri.., bersama teman-teman musik, kami saling diskusi, dan mengerjakannya bersama.., tapi juga tidak lepas dari arahan saya.., dan saya, tidak lepas dari arahan sutradara.” (Respati Galang, 6 Juni 2014). Lakon Teroris menceritakan sekolompok organisasi yang membentuk suatu misi perjuangan revolusi untuk masa depan. Di mana mereka sebagai simbol perwakilan masyarakat kelompok yang tidak memiliki kekuasaan dan ingin merdeka. Dengan cara mereka, mereka memperjuangkan idealismenya dalam menentukan perubahan di negeri ini. Disela-sela perjuangan mereka, muncul sisi kehidupan manusiawi, seperti: peduli dengan sesama, percintaan dan kebutuhan biologis manusia. Dengan demikian setiap adegan memberikan suasana khusus, musikalitas yang dibangun harus sesuai dengan suasana adegan untuk membantu menghidupkan suasana adegan dan lakon. Hal tersebut dilakukan, agar penonton mempunyai greget dan sesuatu tersendiri dalam mencerminkan adegan yang dimainkan peraga. Musikalitas yang dipilih harus membangun suasana tegang, sedih dan romantis. Terdapat dua jenis musik menurut Hasanudin (2009: 196) yaitu musik langsung, yang dimainkan secara langsung pada saat pementasan, dan musik rekaman, yaitu musik yang bersumber dari rekaman di atas pita kaset. “Pada setiap proses teater, saya lebih suka menggunakan live musik.., tapi karena ini ada kebutuhan untuk efek suara bom, saya menggunakan musik rekaman juga.” (Respati Galang, 6 Juni 2014). Pernyataan di atas menunjukkan, bahwa penata musik memilih menggunakan musik langsung dan musik rekaman. Alat musik yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id 83 digilib.uns.ac.id digunakan antara lain: gitar, bass, flute, saxophone, biola, rebab, cuk, bedug, tamborin rebana, uddu. Total player musik ada 10 orang dan satu vokalis perempuan. Sedangkan musik rekaman untuk kebutuhan mixxing suara bom. Musik ilustrasi menggunakan irama melayu yang dipadukan dengan irama jawa. Berikut pemaparan tentang musikalitas pada lakon Teroris. Pertama, ketika penonton masuk di Teater Arena untuk menonton pertunjukan, para penonton disambut oleh lagu sebagai thema song lakon Teroris. Musik terus mengalun berulang-ulang sampai penonton penuh dan pertunjukan dibuka. Pada saat pembawa acara membuka acara pementasan, musik mengalun pelan (fade out) kemudian kembali keras (fade ini) saat pertunjukan dimulai. Vokal, gitar, bass, flute, saxophone, biola, rebab, cuk, bedug, tamborin rebana, uddu berpadu menjadi satu harmoni yang apik sebagai pembuka dan intro pertunjukan. Tujuan disajikannya lagu pembuka untuk menarik perhatian penonton dan membuat penonton menjadi penasaran dengan cerita yang akan diusung. Lirik lagu pembuka sebagai berikut. Ketika terjadi pemberontakan Semua banyak yang menjadi korban Tumpah darah ... Air mata.. Tak bisa di elakkan.... Adegan yang diiringi adalah adegan intro yaitu muncul tokoh Wali sedang berlari dikejar-kejar para centeng residen. Wali berlari di atas menara kemudian mengumpat dan kencing membasahi wajah centeng residen. Berikut penggalan dialog improve yang diiringi musik. WALI “Hahahaha... hahahahhaha...... dasar bodoh.... residen keparat... kulit babi.. penghisap darah rakyat.. bangsat.... sampah... penghisap commit to user perpustakaan.uns.ac.id 84 digilib.uns.ac.id darah rakyat... membuat rakyat sengsara.... bangsat.... begundalbegundal kolonial.... hahahahaha.....” CENTENG RESIDEN “Heh... kurang ajar... dasar ekstrimis cepat turun... godverdhom secht!” Ketika Wali berdialog suara musik mulai turun atau mengecil ketika mengiringi adegan yang disajikan (fade out), berfungsi agar penonton dengan jelas mendengar dialog pemain. Di sisi lain tokoh Darmo, Sutris dan Fitri mengintai dan mengamati keadaan dari dalam markas. Ketika Wali tertangkap dan dimasukan ke dalam penjara, musik fade in. Semua alat musik yang digunakan dan vokal perempuan bermain membangun suasana tegang dan miris sesuai dengan lirik lagu dan visualisasi yang ditujukkan di panggung. Kedua, ketika para teroris berunding di tengah sedang merencanakan dan menyusun strategi untuk melancarkan aksi pelemparan bom. Darmo, pemimpin pada kelompok tersebut menyusun strategi dan merencanakan aksi pelemparan bom. Berikut penggalan dialog yang diiringi musik suasana: DARMO Bagus, terima kasih. Kita mulai saja, saudara-saudara. Ponco kau angkut peralatanmu. Juga kau, sutris. Wali, tiap satu jam, setelah pukul 10 pagi besok, kau beri laporan padaku. Kau akan menjadi tangga komunikasi antara rekan-rekan kita di lapangan denganku di sini. (Memandang Semua) Ada yang tak jelas? (Pause) Laksanakan! (Radhar Panca Dahana, 2010:13). SEMUA BERGERAK. PONCO DAN SUTRIS BERPANDANGAN. WALI (Menghampiri ponco) Kau akan berhasil, Bung. (Radhar Panca Dahana, 2010:13). commit to user 85 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (MENGHAMPIRI SUTRIS, MENEPUK PUNGGUNGNYA) PONCO Selamat tinggal, saudaraku. Selamat berpisah, fitri. (Radhar Panca Dahana, 2010:13). FITRI (Terisak) Tidak, ponco. Kau salah kata. Seharusnya, sampai kita berjumpa lagi. (Radhar Panca Dahana, 2010:13). PONCO (Tersenyum Kecut) Merdeka! (Radhar Panca Dahana, 2010:13). SUTRIS Merdeka! (Radhar Panca Dahana, 2010:13). SEMUA Merdeka!! (Radhar Panca Dahana, 2010:13). Dialog di atas diiringi oleh musik perkusi. Perpaduan vokal dan alat musik bedug, tamborin, rebana dan uddu kemudian alat musik lainnya (bass, flute, saxophone, biola, rebab, cuk) juga mengiringi adegan tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis. Musik menggambarkan suasana kencang membangun semangat para pejuang untuk melakukan sebuah revolusi. Musik semakin keras (fade in) sampai lampu fade out. Selain pada adegan ini, musik dengan komposisi yang sama juga mengiringi adegan ending ketika Fitri berpamitan untuk melemparkan bom. Ketiga, ketika Darmo dan Fitri sedang memantau aksi pelemparan bom dari dalam markas. Berikut dialog yang diiringi musik suasana: DARMO Mereka sudah di tempatnya masing-masing. Wali sudah menyalakan rokok pertanda semuanya sudah siap. (Melihat Arlojinya) Tidak beberapa lama lagi. Dan Residen itu akan menemui ajalnya. (Radhar Panca Dahana, 2010:13). commit LAGI. to user MELIHAT ARLOJINYA 86 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id FITRI Suara kereta itu! (Radhar Panca Dahana, 2010:15). DARMO Aku mendengarnya. Ia sudah datang. (Melongok Jendela) Wali sudah menyalakan rokoknya lagi. (Suara Kereta Bertambah Dekat) Kuharap ponco siap. (Radhar Panca Dahana, 2010:15). FITRI Ia sangat siap. (Radhar Panca Dahana, 2010:15). DARMO (Melihat Arloji) Beberapa saat lagi. (Menunggu. Beberapa Saat) Mestinya ponco telah melempar bom itu. (Berulang Kali Menengok Jendela) Kemana wali? Mana sutris? Aku tak melihat mereka. (Radhar Panca Dahana, 2010:15). FITRI Apa yang terjadi? (Gelisah Sekali) Ponco mesti telah tertangkap. Ya, pasti ponco tertangkap. (Mulai Terisak. Memeluk darmo) Apa yang mesti kita perbuat, Dar. (Radhar Panca Dahana, 2010:15). Iringan musik pada adegan tersebut merupakan perpaduan bedug, tamborin, rebana, dan uddu membangun suasana tegang dan gelisah ditambah perpaduan gitar, biola, bass, flute, saxophone, biola, dan cuk dengan suara yang pelan sebagai dinamika musik. Musik mengiringi ketika dialog tersebut sebagai backsound untuk membangun suasana tegang dan gelisah. Mendukung pemain agar lebih bisa menghayati peran yang dibawakan dan bertujuan agar penonton dapat merasakan suasana tegang dan gelisah yang divisualisasikan di atas panggung. commit to user 87 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keempat, ketika Ponco menceritakan bahwa ia sudah mempersiapkan dirinya untuk melaksanakan aksi pelemparan bom. Ketika Ponco mendengar suara kereta kuda hanya perasaan bahagia yang dirasakan Ponco. Dia tidak sabar untuk melancarkan aksinya dan yakin bahwa tidak akan meleset ketika melemparkan bom, tetapi ketika Ponco melihat dua anak kecil yang duduk di samping residen, dia tidak tega untuk melemparkan bom, ia teringat pada dua adiknya. Berikut dialog yang diiringi musik suasana: PONCO (Menghempas Nafas) Berbulan-bulan sudah kusiapkan diriku untuk kesempatan seperti ini. Bahwa aku tidak mau mati sebelum aku dapat berbuat. Apa pun. Sama sekali kupahami apa arti kepengecutan dan segala macam kebrengsekan moral seperti yang kau katakan, Wali. Ketika kudengar suara roda kereta itu, hanya perasaan bahagia yang kurasakan. Darahku menggelegak, tangan dan jemariku bergetar. Seakan ada kekuatan lain menyelusup membangkitkan gairahku. Aku akan lemparkan bom itu tepat, tak seinci pun meleset dari sasaran. Tapi... (Mendengus) bocah itu bermata bening. Lewat di depanku dengan pandangannya yang kosong. Tangannya yang mungil berpegang erat kisi andong. (Memandang Darmo) Aku punya dua adik yang kulepas di hutan untuk cari makan sendiri. Aku suka hidup yang keras karena ia indah. Tapi aku paling takut menerjang anak kecil jika aku sedang ngebut dengan kuda kesayanganku. (Radhar Panca Dahana, 2010:17). Iringan musik pada adegan tersebut merupakan perpaduan semua alat musik gitar, biola, bass, flute, saxophone, biola, cuk, bedug, tamborin, rebana, dan uddu membangun suasana satir dan haru. menunjukkan sisi kemanusian Ponco terhadap sesama. Musik mengiringi ketika dialog tersebut sebagai backsound untuk membangun suasana satir dan haru. Mendukung pemain untuk mengekspresikan mimik wajahnya ketika menceritakan kejadian yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id 88 digilib.uns.ac.id dialaminya, bertujuan agar penonton dapat membayangkan kejadian yang dialami tokoh yang divisualisasikan di atas panggung. Kelima, ketika Wali menceritakan tentang kehidupannya. Bahwa ia satutahun tinggal di hutan, jika tidak ada tumbuhan dan hewan untuk dimakan, ia akan rela membunuh temannya sendiri untuk bertahan hidup. Berikut dialog yang diiringi musik suasana: WALI Satu tahun aku terdampar di hutan. Di mana tak satu pun tumbuhan yang dapat dimakan. Tak satu pun. Dan aku akan membunuh temanku sendiri, agar puluhan yang lainnya dapat mengumpani usus mereka yang menjerit. Agar puluhan orang bisa bertahan hidup. (Radhar Panca Dahana, 2010:20). Iringan musik pada adegan tersebut adalah perpaduan semua alat musik gitar, biola, bass, flute, saxophone, biola, cuk, bedug, tamborin, rebana, dan uddu untuk membangun suasana miris dan tragis. Musik mengiringi ketika dialog tersebut sebagai backsound untuk membangun suasana miris dan tragis. Musik tersebut mendukung pemain untuk mengekspresikan mimik dan gestur ketika menceritakan masa lalunya. Hal tersebut menunjukkan agar penonton dapat merasakan apa yang dirasakan tokoh yang divisualisasikan di atas panggung, yaitu demi untuk bertahan hidup rela membunuh temannya sendiri. Penonton dapat merasakan betapa mirisnya masa lalu yang dialami Wali. Keenam, ketika Ponco dan Sutris berpamitan kepada teman-temannya untuk melaksanakan aksi pelemparan bom. Setelah Darmo mengomandokan anggota untuk bubar, pada saat itu musik mulai fade in sampai lampu fade out musik kencang kemudian lambat laun fade out. Iringan musik berupa commit to user perpaduan vokal dan alat musik bedug, tamborin, rebana dan uddu kemudian 89 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id alat musik lainnya (bass, flute, saxophone, biola, rebab, cuk) juga mengiringi adegan tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis. Musik menggambarkan suasana kencang membangun semangat para pejuang untuk melakukan sebuah revolusi, bertujuan agar penonton dapat merasakan suasana yang divisualisasikan di atas panggung. Ketujuh, ketika Fitri diam-diam kagum kepada Wali, kemudian terjadi adegan romantisme di antara Wali dan Fitri. Berikut dialog yang diiringi musik suasana: WALI (Menghempas Tubuh. Merobek Bajunya Sendiri. Balur-Balur Cambuk Masih Merah Di Sekujur Kulitnya). Ini Wali. Ini Wali. Ini aku. (Antara Tertawa, Marah, Dendam, Menangis) Bekas tahanan. Pembenci manusia. Dengan dendam, dengan luka hati yang tak tersembuhkan. (Seperti Tersihir Fitri Mendekatinya) Buat apa aku diperdulikan? Bukan bagianmu, wanita. Bukan. (Fitri Menggenggam Tangan Wali) Kau sentuh kulit sampah, wanita. Kulit yang seharusnya terbakar bersama mesiu di tubuh Residen itu. Aku bilang, aku menolakmu Fitri. Aku menolak, karena kau seorang wanita! (Radhar Panca Dahana, 2010:34). Iringan musik pada adegan tersebut berupa perpaduan vokal dan semua alat musik yang digunakan yaitu flute, saxophone, biola, bass, rebab, cuk bedug, tamborin, rebana dan uddu juga mengiringi adegan tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis. Mendukung pemain untuk mengekspresikan mimik dan gestur pemain. Musik menggambarkan suasana romantis dan intim, bertujuan agar penonton dapat merasakan suasana yang divisualisasikan di atas panggung. Kedelapan, bunyi suara pertanda bom akan meledak kemudian commit to user dari ketukan tangan salah satu meledak. Suara pertanda bom dihasilkan perpustakaan.uns.ac.id 90 digilib.uns.ac.id player pada tempat duduk di Teater Arena yang terbuat dari kayu dengan cepat. Suara tersebut menghasilkan suara seperti suara detik jam sebagai pertanda bom akan meledak, sedangkan suara bom berasal dari hasil rekaman mixxing suara bom. Penggunaan musik sebagai bunyi bom terdapat pada adegan tiga pada saat Ponco melemparkan bom dan adegan terakhir yaitu ketika Fitri yang melemparkan bom. Untuk suara peledakan bom, sutradara menginginkan memakai suara bom asli yaitu memakai bahan kembang api tetapi tidak memungkinkan pada saat pementasan berlangsung. Beberapa kali dicoba saat latihan tetapi sutradara sangsi untuk menggunakan kembang api, oleh sebab itu sutradara menerima tafsir penata musik menggunakan suara mixxing bom. Jika memakai kembang api asli bertujuan agar penonton benar-benar merasakan puncak teror disajikan. Tetapi dengan memakai rekaman suara bom, penonton juga dapat merasakan efek dari suara bom tersebut. Kesembilan, ketika adegan Nyai dengan Ponco. Nyai tiba-tiba teringat dengan suaminya. Ia merasa bahwa Ponco seperti suaminya. Secara psikologis Nyai kagum dengan Ponco, sikap dan cara Ponco mirip dengan suaminya. Berikut penggalan dialog yang diiringi musik suasana: NYAI Kenapa? Aku tidak tahu, sekonyong aku merasa kehadiran suamiku di ruangan ini. Adakah kau kau masih menyimpan sedikit darah suamiku. Mungkin di lengan bajumu, atau di ujung cahaya matamu. (Radhar Panca Dahana, 2010:40). PONCO Aku tahu, besok aku akan menjalani hukuman tembak mati. Saat yang memang kutunggu sebenarnya. Karena dengan itu lengkap sudah, apa yang bisa kuberikan pada revolusi ini. Aku merasa bahagia. Perjalanan waktu menuju hukuman itu terasa abadi commit to user untukku. Aku seperti melihat jelas diriku sendiri. Aku ada. Karena perpustakaan.uns.ac.id 91 digilib.uns.ac.id ada sesuatu yang besar meluap dari ruang di ubun-ubunku, ruang di bathin, dan ruang yang diisi seluruh tubuhku. Tapi untuk itu aku harus sendiri. Aku tidak membutuhkan siapa pun. Tidak juga kau. Barangkali tidak juga teman-teman seperjuanganku. Aku memang mencintai mereka. Seluruh semangatku seakan masih bergentayangan di antara kawan-kawanku, di dalam rumah kecil di mana kami memulai perjuangan. Dan kehadiranmu di sini membuat aku merasa berkhianat pada mereka. (Radhar Panca Dahana, 2010:40). NYAI Aku melihat sesuatu yang hidup. Meletup-letup. Aku melihat darah suamiku di situ. Aku seperti dibangkitkan. Suara itu, suaramu itu, anak muda. Mirip sekali suara suamiku jika ia sedang marah, melihat petani yang terlalu miskin dan tak berpendidikan. (Radhar Panca Dahana, 2010:41). PONCO Tak ada kata-kata lagi yang dapat kudengar. Aku merasa hilang. Aku lenyap. Tapi ada. Aku ditelan oleh ruang ini, oleh penantian abadi ini. Atau akulah yang menelan semuanya, (Radhar Panca Dahana, 2010:41). NYAI Suara itu, ya suara itu, milik suamiku. Juga matamu, gerak kecil tanganmu. Tarikan bibirmu. Tubuhmu. Rambutmu, lubang hidungmu... (Mendekat) Aku melihat suamiku hidup kembali. (Radhar Panca Dahana, 2010:41). PONCO Seluruh inderaku mati. Mendengar dan merasa aku tak bisa. Tubuhku membesar. Ooh...membesar. Ruangan ini menjadi sempit. Kulit-kulitku menyentuh semua ruangan ini. Aku harus berkata, ruang ini sudah jadi tenggorokan nafasku. Dan kau perempuan, seperti duri ikan yang menyangkut di dalamnya. (Radhar Panca Dahana, 2010:41). NYAI (Tersenyum) Darahku bergolak. Semangatku menggelegak. Jangan-jangan aku sudah tak ada lagi di dunia. Ini seperti surga. Atau neraka? Persetan! (Membelai Ponco) Aku tak mau kembali. Aku tak mau pergi dari sini. Di luar sana terlalu banyak masalah. Biarlah aku di sini, walau aku harus jadi masalah, jadi duri di tenggorokanmu. Biarkan aku hadir commit to user 92 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bersamamu, suamiku. Biarkan aku ada. (Radhar Panca Dahana, 2010:41). PONCO (Memejamkan Mata) Tubuhku kian besar saja. Aku tak mampu menahannya. Ia mengambil ruang di luar penjara ini. Membesar terus. Mengisi segala ruang. Membuat padat udara seluruh negeri. Aku melihat diriku menjadi negeri. Kebebasan...Adakah itu kemerdekaan bangsaku? Adakah kulihat kebebasan bagi Indonesia? Oh... (Dibelai-Belai Nyai) Rasanya sesak dan lapang. Rasanya aku penuh dan kosong. Penuh dan kosong...kosong. (Radhar Panca Dahana, 2010:41). NYAI Suamiku...suamiku... (Radhar Panca Dahana, 2010:41). Iringan musik pada adegan tersebut berupa perpaduan vokal dan semua alat musik yang digunakan yaitu flute, saxophone, biola, bass, rebab, cuk bedug, tamborin, rebana dan uddu juga mengiringi adegan tersebut menjadi satu kesatuan yang harmonis. Musik mengalun terus sebagai backsound adegan tersebut. Mendukung pemain untuk mengekspresikan mimik dan gestur pemain. Musik menggambarkan suasana romantis dan intim, bertujuan agar penonton dapat merasakan suasana yang divisualisasikan di atas panggung. Musik terus mengalun kemudian fade out sampai lampu juga fade out. d. Tata Rias dan Kostum Elemen pendukung sebuah pementasan teater yang tidak kalah penting adalah rias dan kostum. Tata rias dan kostum membantu pemain untuk menghidupkan peran dan karakter sesuai dengan tuntutan lakon. Tata rias merupakan seni menggunakan bahan kosmetik untuk menciptakan wajah peran sesuai dengan peran yang dibawakan. Tata rias berfungsi untuk memberikan tekanan terhadap perannya. Tidak sekedar mempercantik commit to user perpustakaan.uns.ac.id 93 digilib.uns.ac.id pemeranan, juru rias harus mampu menyulap peraga menjadi tokoh yang ada di dalam lakon tersebut, sesuai dan cocok dengan karakter yang dituntut oleh peraga dalam pementasan. Istilah tersebut sering disebut make-up karakter. Tata kostum dalam sebuah pertunjukan teater membantu dalam perwatakan, latar sosial dan kejadian. Sama dengan make-up yang digunakan pemain, kostum yang dikenakan pemain harus sesuai dengan karakter yang dibawakan. Selain itu, kostum berfungsi untuk memberikan fasilitas dan membantu gerak pelaku agar kostum yang dikenakan tidak membatasi gerak pemain. Secara keseluruhan tujuan pemberian make-up karakter dan kostum adalah membantu mengidentifikasi periode saat lakon dilaksanakan berdasarkan kesesuaian tema, karakter, aksi di atas panggung, serta menunjukkan asal usul dan status sosial. Penegasan karakter pemain divisualisasikan melalui make-up karakter dan kostum yang dikenakan pemain dapat menggiring penonton untuk mengerti peran dan karakter apa yang sedang dibawakan para peraga. Gigok Anurogo memberi kepercayaan penuh kepada penata kostum untuk menata kostum seperti apa yang akan dikenakan para pemain ketika pentas. Lakon Teroris mengacu pada drama realis, di mana menyajikan gagasan untuk menampilkan suatu bagian kehidupan, sehingga secara teknis pementasan di atas panggung menggambarkan kehidupan sehari-hari termasuk kostum dan make-up harus berkorespondensi dengan realita. Sistem kerja penata kostum, ia sebagai penafsir kedua membuat desain menurut tafsir penata. Selanjutnya penata mempresentasikan tafsirnya commit to user 94 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kepada sutradara. Ketika diskusi berlangsung, sutradara memberi masukan kepada penata dan perlu ada perbaikan di beberapa bagian. Oleh sebab itu, penata menafsir ulang desain sesuai dengan instruksi sutradara. Berikut wawancara dengan penata kostum dan make-up. “Ya selanjutnya, saya merancang kostum sesuai dengan tafsir saya. Eee.., pertama saya menyerahkan desain kostum, tapi pas pertama.., ee.., Pak Gigok menyarankan, jika kostumnya realis dan simpel.., seperti film Naga Bonar, kemudian.., saya sesuaikan lagi, sama diberi pengarahan sama Pak Gigok.., yang kedua ini, desain saya disetujui.” (Migi Pitaloka, 6 Juni 2014). Pernayataan di atas menunjukkan, bahwa Gigok Anurogo menginginkan kostum yang realis dan simpel, memberi referensi kostum seperti pada penataan kostum film Naga Bonar atau film-film lama yang bertema perjuangan. Warna dan model kostum menyesuaikan dengan latar belakang waktu yang ada dalam naskah. Setelah melakukan revisi penata kostum mempresentasikan kostum yang akan digunakan. Sutradara menerima desain kedua dari penata kostum. “Ya saya mencari kostum, sistem pencarian saya, saya tidak yang mencarikan sepenuhnya sendiri, begitu tidak...saya minta kepada teman-teman, untuk bekerja sama dengan saya. Apabila mereka mempunyai baju yang digunakan, ya mohon dibawa.., itu buat pemain. Jika yang lain punya, juga tidak apa-apa.., misal benarbenar tidak ada yang punya, dan yang perlu dibeli, nanti baru dicarikan. Kemudian pas latihan dipakai, disitu.., nanti Pak Gigok memberikan saran atau masukan, begitu.” (Migi Pitaloka, 6 Juni 2014). Kutipan di atas menunjukkan, bahwa hal selanjutnya yang dilakukan penata kostum adalah berdiskusi dengan para pemain, jika ada yang memiliki baju sesuai dengan kostum yang dibutuhkan, penata kostum meminta pemain untuk membawa pada saat latihan. Jika sutradara merasa cocok dan menerima commitpiñata to userkostum meminjam baju tersebut kostum yang dikenakan pemain, 95 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sebagai kostum pada saat pentas. Jika masih ada yang kurang atau tidak ada yang punya, piñata kostum mencari di persewaan kostum atau membeli. Pada kenyataannya kostum pada lakon Teroris didapat dari milik pribadi pemain, membeli di pasar Gading, toko baju bekas di Gading, dan menyewa kostum. Selain kostum, penata kostum juga membuat hand properti pemain yaitu tas untuk membawa bom. Make-up karakter untuk pemain, sutradara memberikan pengarahan make-up realis sesuai dengan karakter yang dibawakan peraga. Maksudnya Gigok Anurogo tidak merubah wajah tiap pemain, sutradara hanya memberi pengarahan untuk mempertegas karakter dari masing-masing pemain. Oleh sebab itu, make-up yang digunakan tidak berlebihan tetapi bertujuan untuk lebih mempertegas pembawaan pemain. Merias wajah pemain dilakukan sebelum pementasan dimulai. Penata make-up dan beberapa kru membantu merias pemain sesuai dengan instruksi sutradara kemudian dipresentasikan kepada sutradara. Jika sutradara merasa cocok dengan make-up yang digunakan itu berarti make-up sudah selesai. Jika masih ada yang kurang, sutradara memberikan masukan kepada perias. Alat dan kebutuhan make-up yang digunakan menggunakan inventaris kelompok dan milik pribadi beberapa pemain atau kru, di antaranya: tissue basah, tissue kering, latex, pewarna makanan berwarna merah, liquid foundation, bedak tabur, bedak padat, eye shadow, blus on, pensil alis, lipstik, dan pidih. Dari penjelasan di atas, berikut deskripsi kostum dan rias yang digunakan pemain pada lakon Teroris: commit to user 96 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1) Ponco Pada lakon Teroris, Ponco merupakan seorang penyair muda berusia 24 tahun. Karakter Ponco yaitu berani, teguh dengan prinsipnya, sisi humanismenya tinggi, dan tebal retorikanya. Tim rias merias wajah peraga menjadi Ponco dengan mempertebal alis, kumis dan jenggot peraga. Hal tersebut dilakukan untuk mempertegas karakter yang dibawakan pemain sebagai Ponco. Langkah pertama yang dilakukan kru make-up adalah membersikan wajah dengan tissue basah. Membersihkan wajah menggunakan tissue basah dilakukan agar lebih praktis dari pada menggunakan kapas dan tonner. Wajah yang sudah bersih dan kering diolesi dengan liquid foundation nomor 6 sesuai dengan warna kulit yaitu sawo matang. Penggunaan liquid foundation harus merata di wajah, leher dan telinga, agar kulit tidak terlihat belang atau berbeda. Setelah rata memakai liquid foundation, wajah dipoles menggunakan bedak tabur kemudian dilanjut menggunakan bedak padat. Untuk mempertegas karakter Ponco, langkah selanjutnya adalah memberi warna hitam di kelopak mata bawah, mempertebal alis dan jenggot peraga menggunakan pensil alis. Hal selanjutnya adalah memakai blush on merah tipis, pidih hitam tipis pada garis jambang, tulang hidung dan seluruh wajah namun dengan kadar tipis. Terakhir pada bagian bibir diberi lipstik warna bibir dan menggunakan pensil alis untuk membentuk garis bibir. Karakter tegas dan berani terpancar dari sorot mata dan wajah Ponco. commit to user 97 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 10 Tata rias Ponco Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Selain make-up karakter digunakan juga make-up fantasi pada tokoh Wali dibagian lengan, dada dan punggung untuk menunjukkan efek luka karena terkena bom. Langkah membuat luka adalah tissue kering dibentuk kepalan atau bulat kemudian di letakan pada bagian yang ingin diberikan efek luka, ditutup dengan tissue kering lainnya dengan menggunakan latek, setelah ditutup kemudian latek diratakan pada pola luka tersebut kemudian ditunggu kering, setelah kering efek luka tersebut disobek kemudian diberi eye shadow warna merah dan ungu. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kesan luka terbakar karena terkena bom. Selain itu, efek memar-memar hanya menggunakan latek yang dituangkan dibeberapa bagian kemudian ditunggu kering dan dikupas tidak rata dan diberi eye shadow warna merah dan ungu. commit to user 98 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 11 Efek luka Ponco Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Pada lakon Teroris, gaya berpakaian Ponco berpedoman pada gaya berpakaian penyair tahun 40-an. Pada tahun 40-an gaya penyair di Indonesia kebanyakan memakai topi dan kemeja gombor dengan kancing dibuka. Oleh sebab itu, untuk menunjukkan status sosial Ponco sebagai seorang penyair, kostum yang digunakan Ponco adalah kemeja kotak-kotak gombrong lengan panjang, celana halus, sepatu boot, jam tangan, dan topi lapangan. Memakai sepatu boots karena Ponco bertugas sebagai pelempar bom itu berarti menggambarkan Ponco berkerja di lapangan oleh sebab itu untuk menompang hal tersebut sepatu yang dipilih sebagai alas kaki adalah sepatu boots warna hitam. Kemeja kotak-kotak biru, topi lapangan hitam, dan celana berwarna cream bertujuan untuk mengindividualisasikan peranan, agar kostum yang digunakan dapat membedakan seorang pemain dengan pemain lainnya. Ketika di penjara kostum Ponco berganti hanya memakai celana warna cream seperti kostum sebelumnya dengan di lumuri efek darah dari commit to user 99 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pewarna makanan berwarna merah. Telanjang dada dan tanpa alas kaki. Bertujuan agar penonton mengetahui bahwa Ponco berada di dalam\ penjara karena telah melemparkan bom dan terkena luka bakar akibat pelemparan bom tersebut Gambar 12 Sketsa kostum dan kostum Ponco Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 2) Wali Pada lakon Teroris, Wali merupakan seorang pejuang berusia 30 tahun. Karakter Wali yaitu tegas, keras, pembrontak, dan sentimentil. Tim rias merias wajah peraga menjadi Wali dengan mempertebal alis, kumis dan jenggot peraga. Hal tersebut dilakukan untuk mempertegas karakter yang dibawakan pemain sebagai Wali. Langkah pertama yang dilakukan kru makeup adalah membersikan wajah dengan tissue basah. Wajah yang sudah bersih dan kering diolesi dengan liquid foundation nomor 6 sesuai dengan warna commit to user kulit yaitu sawo matang. Penggunaan liquid foundation harus merata di 100 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id wajah, leher dan telinga, agar kulit tidak terlihat belang atau berbeda. Setelah rata memakai liquid foundation, wajah dipoles menggunakan bedak tabur kemudian dilanjut menggunakan bedak padat. Untuk mempertegas karakter Wali, langkah selanjutnya adalah memberi warna hitam di kelopak mata bawah, mempertebal alis dan jenggot peraga menggunakan pensil alis. Hal selanjutnya adalah memakai blush on merah tipis, pidih hitam tipis pada garis jamban, tulang hidung dan seluruh wajah namun dengan kadar tipis. Terakhir pada bagian bibir diberi lipstik warna bibir dan menggunakan pensil alis untuk membentuk garis bibir. Karakter keras dan berani terpancar dari sorot mata dan wajah Wali. Selain make-up karakter digunakan juga make-up fantasi untuk menunjukkan efek bekas luka Wali dibagian jidat, dada dan punggung karena dicambuk. Langkah membuat luka adalah tissue kering dibentuk pipih panjang kemudian di letakan pada bagian yang ingin diberikan efek luka, kemudian dibalur menggunakan latek, latek diratakan pada pola luka tersebut kemudian ditunggu kering, setelah kering kemudian diberi liquid foundation dan bedak tabur warna kulit dan eye shadow warna coklat dan hitam. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan kesan bekas luka karena dicambuk. commit to user 101 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 13 Tata rias Wali Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Pada lakon Teroris, gaya berpakaian lebih ke arah tidak rapi dan kurang memperhatikan penampilan. Wali seorang aktivis dan bekas orang buangan karena sering mengolok-olok sistem pemerintahan saat itu. Karakter Wali keras dan kasar, oleh sebab itu pakaian yang dikenakan Wali harus mengesankan urakan dan tidak rapi. Kostum yang digunakan Wali adalah kemeja lengan pendek berwarna kuning gading tidak rapi terlihat pada pemakaiannya bagian belakang dimasukan tetapi bagian depan tidak, celana halus warna hitam, jam tangan, sepatu PDH warna coklat tua dan membawa belati. Belati merupakan senjata Wali yang selalu dibawanya untuk pertahanan diri. Memakai sepatu PDH karena Wali seorang aktivis Indonesia. Kemeja lengan pendek lusuh berwarna kuning gading pada bagian belakang dimasukan tetapi pada bagian depan dikeluarkan bertujuan untuk mengindividualisasikan peranan, agar kostum yang digunakan dapat membedakan seorang pemain dengan pemain lainnya dan menegaskan kesan semrawut, berantakan dan tidak rapi. Ketika adegan terakhir Wali muncul commit to user 102 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan kesan rapi memakai kemeja putih dimasukan, hal tersebut menunjukkan ada perubahan dari diri Wali. Gambar 14 Sketsa kostum dan kostum Wali Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 3) Darmo Pada lakon Teroris, Darmo merupakan seorang pemimpin berusia 40 tahun. Karakter Darmo yaitu berwibawa, tegas, arif dan bijaksana. Tim rias merias wajah peraga menjadi Darmo dengan mempertebal alis dan brewok peraga. Hal tersebut dilakukan untuk mempertegas karakter yang dibawakan pemain sebagai Darmo. Langkah pertama yang dilakukan kru make-up adalah membersikan wajah dengan tissue basah. Wajah yang sudah bersih dan kering diolesi dengan liquid foundation nomor 6 sesuai dengan warna kulit yaitu sawo matang. Penggunaan liquid foundation harus merata di wajah, leher dan telinga, agar kulit tidak terlihat belang atau berbeda. Setelah rata memakai liquid foundation, wajah dipoles menggunakan bedak tabur kemudian dilanjut menggunakan bedak padat. Untuk mempertegas karakter commit to user Wali, langkah selanjutnya adalah memberi warna hitam di kelopak mata 103 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bawah, mempertebal alis dan jenggot peraga menggunakan pensil alis. Tim rias mengikuti garis wajah pemain Hal selanjutnya adalah memakai blush on merah tipis pada pipi dan kerutan karena usia di jidat dan tulang pipi menggunakan pidih hitam. Terakhir pada bagian bibir diberi lipstik warna bibir dan menggunakan pensil alis untuk membentuk garis bibir. Karakter pemimpin yang sangar, tegas dan bijaksana terlihat dari wajah Darmo. Gambar 15 Tata rias Darmo Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Pada lakon Teroris, gaya berpakaian Darmo lebih ke arah seorang pemimpin di masa itu. Darmo seorang aktivis yang merencanakan, meyusun dan otak dari aksi pelemparan bom. Darmo seorang pemimpin, oleh sebab itu pakaian yang dikenakan Darmo adalah baju lapangan berbahan tebal, supaya mengesankan jika Darmo adalah seorang pemimpin dalam kelompok pembrontakan. Kostum yang digunakan Darmo adalah kemeja lapangan lengan panjang berwarna kuning keki berbahan tebal dan agak kaku agar membentuk tubuh peraga, celana halus warna hitam, jam tangan, sepatu PDH warna hitam. Memakai sepatu PDH karena Darmo seorang aktivis Indonesia. commitpanjang to user berwarna kuning keki berbahan Kemeja kemeja lapangan lengan 104 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tebal dan agak kaku dikeluarkan bertujuan untuk mengindividualisasikan peranan, agar kostum yang digunakan dapat membedakan seorang pemain dengan pemain lainnya dan menegaskan kesan tegas dan gagah. Gambar 16 Sketsa kostum dan kostum Darmo Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 4) Fitri Pada lakon Teroris, Fitri merupakan satu-satunya perempuan yang bergabung di kelompok pembrontakan, bertugas sebagai perakit bom berusia 25 tahun. Make-up pada Fitri menggunakan make-up natural dan tidak berlebihan, tim rias hanya mempertegas garis wajah peraga agar lebih hidup jika ditembak lighting. Langkah pertama yang dilakukan kru make-up adalah membersikan wajah dengan tissue basah. Wajah yang sudah bersih dan kering diolesi dengan liquid foundation nomor 5 sesuai dengan warna kulit yaitu kuning langsat. Penggunaan liquid foundation harus merata di wajah, commit to user leher dan telinga, agar kulit tidak terlihat belang atau berbeda.Setelah rata 105 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memakai liquid foundation, wajah dipoles menggunakan bedak tabur kemudian dilanjut menggunakan bedak padat. Kemudian memakai eye shadow warna coklat yang tidak berlebihan. Untuk mempertegas karakter Fitri, langkah selanjutnya adalah memberi warna hitam di kelopak mata bawah dan mempertebal alis dengan menggunakan pensil alis. Hal selanjutnya adalah memakai blush on merah tipis. Terakhir pada bagian bibir diberi lipstik warna merah gelap. Rambut pemain karena panjang dan lakon ini menceritakan tentang perjuangan, maka rambut pemain di kuncir satu. Karakter keras dan berani terpancar dari sorot mata dan wajah Fitri. Gambar 17 Tata rias Fitri Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Pada lakon Teroris, gaya berpakaian Fitri lebih ke arah seorang perempuan modern, aktivis, kuat dan mandiri. Kostum yang dikenakan Fitri adalah kemeja ¾ warna coklat tua, celana halus warna cream, ikat pinggang hitam, jam tangan, sepatu boots warna hitam. Memakai sepatu boots karena Fitri seorang pekerja yaitu perakit bom. Kemeja yang dikenakan Fitri commit to user dimasukan, tetapi karena postur tubuh Fitri kecil dan tinggi jika dilihat di atas 106 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id panggung terkesan kurang maka sutradara menyarankan untuk Fitri memakai jaket agar badan terlihat berisi, sehingga kostum tambahan Fitri adalah jaket switer berwarna coklat susu. Selain itu, kostum yang dikenakan Fitri juga bertujuan untuk mengindividualisasikan peranan, agar kostum yang digunakan dapat membedakan seorang pemain dengan pemain lainnya dan menegaskan kesan berani dan berkarakter. Gambar 18 Sketsa kostum dan kostum Fitri Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 5) Sutris Pada lakon Teroris, Sutris merupakan seorang aktivis, bergabung dengan Sutomo di Stovia dan PSI. Tim rias merias wajah peraga menjadi Sutris dengan membuat mata cekung, mempertebal alis, kumis dan jenggot peraga. Hal tersebut dilakukan untuk mempertegas karakter yang dibawakan commit to user 107 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pemain sebagai Sutris. Langkah pertama yang dilakukan kru make-up adalah membersikan wajah dengan tissue basah. Wajah yang sudah bersih dan kering diolesi dengan liquid foundation nomor 6 sesuai dengan warna kulit yaitu sawo matang. Penggunaan liquid foundation harus merata di wajah, leher dan telinga, agar kulit tidak terlihat belang atau berbeda. Setelah rata memakai liquid foundation, wajah dipoles menggunakan bedak tabur kemudian dilanjut menggunakan bedak padat. Untuk mempertegas karakter Sutris, langkah selanjutnya adalah memberi warna hitam di kelopak mata bawah, mempertebal alis dan jenggot peraga menggunakan pensil alis. Hal selanjutnya adalah memakai blush on merah tipis, membuat mata cekung dengan memberi pidih hitam di kantong mata membentuk cekung, tulang hidung dan seluruh wajah namun dengan kadar tipis. Pada bagian kantong mata sedikit tebal agar membentuk mata cekung. Terakhir pada bagian bibir diberi lipstik warna bibir dan menggunakan pensil alis untuk membentuk garis bibir. Rambut Sutris ditata rapi mengikuti potongan rambutnya. Karakter ragu-ragu dan pengecut terpancar dari sorot mata dan wajah Sutris. Gambar 19 Tata rias Sutris commit to user Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 108 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pada lakon Teroris, gaya berpakaian Sutris berpedoman pada kaum burjois pada tahun 40-an di Indonesia. Sutris pernah sekolah dokter di Stovia. Kaum pribumi yang sekolah di Stovia adalah kalangan bangsawan. Selain itu, Sutris juga seorang aktivis yang pernah bergabung dengan Sutomo dan PSI. Kostum yang digunakan Sutris adalah kaos putih, kemeja lengan pendek berwarna cream, celana lapangan yang terdapat banyak kantong, jam tangan, sepatu boots warna hitam. Kostum yang dikenakan Sutris harus menunjukkan status sosialnya sebagai kaum burjois tapi tetap memberi kesan muda. Oleh sebab itu, kemeja tebal lengan pendek yang dikenakan Sutris tidak dikancing supaya kaos polos yang dikenakan terlihat oleh penonton. Kaos tersebut dikenakan dan dimasukan ke dalam celana agar terlihat rapi kemudian di beri kemeja warna cream unuk mendukung pembawaan Sutris. Memakai sepatu boots karena Sutris seorang pekerja, bertugas melempar bom yang kedua. Kostum yang dikenakan Sutris bertujuan untuk mengindividualisasikan peranan, agar kostum yang digunakan dapat membedakan dengan pemain lainnya dan memberikan ciri kepada pemain. Ketika adegan terakhir Sutris muncul dengan kesan rapi memakai kemeja abu-abu lengan panjang di gulung dan dimasukan, hal tersebut menunjukkan bahwa waktu pada pementasan tidak berlangsung sehari atau sewaktu saja. commit to user 109 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 20 Sketsa kostum dan kostum Sutris Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 6) Nyai Pada lakon Teroris, Nyai merupakan istri Jendral Residen, berusia 30 tahun. Make-up pada Nyai menggunakan make-up natural dan tidak berlebihan, tim rias hanya mempertegas garis wajah peraga agar lebih hidup jika ditembak lighting. Langkah pertama yang dilakukan kru make-up adalah membersikan wajah dengan tissue basah. Wajah yang sudah bersih dan kering diolesi dengan liquid foundation nomor 5 sesuai dengan warna kulit yaitu kuning langsat. Penggunaan liquid foundation harus merata di wajah, leher dan telinga, agar kulit tidak terlihat belang atau berbeda. Setelah rata memakai liquid foundation, wajah dipoles menggunakan bedak tabur kemudian dilanjut menggunakan bedak padat. Kemudian memakai eye shadow warna coklat dan merah yang tidak berlebihan. Untuk mempertegas karakter Nyai, langkah selanjutnya commitadalah to usermemberi warna hitam di kelopak 110 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mata bawah dan mempertebal alis dengan menggunakan pensil alis. Hal selanjutnya adalah memakai blush on merah tipis. Terakhir pada bagian bibir diberi lipstik warna merah. Make-up pada Nyai memberi kesan seorang perempuan cantik namun riasan wajahnya tidak menor tetapi tetap natural. Rambut pemain digelung memakai sanggul. Langkah menyanggul rambut adalah, pertama rambut pemain disisir rapi dan dikucir satu kemudian sanggul diletakan di rambut yang di kuncir dan dicepet memakai cekip jiting agar sangul terpasang di rambut, kemudian disemprot menggunakan hair sprey agar rambut terbentuk dan kaku. Selanjutnya bagian depan rambut juga di hair sprey agar kelihatan rapi. Sanggul yang digunakan Nyai berpedoman seperti sanggul Kartini. Karakter keibuan, keras dan berani terpancar dari sorot mata dan wajah Nyai. Gambar 21 Tata rias Nyai Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera Pada lakon Teroris, gaya berpakaian Nyai seperti kebanyakan nyai commit to user pada zaman itu yaitu memakai kebaya kain. Kostum yang dikenakan Nyai 111 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id adalah kebaya encim berwarna putih dan jarik coklat motif batik sidomukti. Nyai tidak memakai alas kaki, sebab pada zaman itu memang tidak memakai alas kaki. Kebaya yang dikenakan Nyai sesuai dengan postur tubuh pemain. Sebelum memakai kebaya, pemain memakai korset sebagai dalaman kebaya, selanjutnya memakai jarik dan stagen membentuk body pemain. Selain itu, kostum yang dikenakan Nyai bertujuan untuk mengindividualisasikan peranan, agar kostum yang digunakan dapat membedakan seorang pemain dengan pemain lainnya dan menegaskan status sosial Nyai bahwa ia seorang nyai. Gambar 22 Sketsa kostum dan kostum Nyai Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 7) Lelaki Pada lakon Teroris, Lelaki merupakan seorang pemimpin berusia 40 tahun. Gigok Anurogo dengan kemampuannya sendiri merias wajahnya commit to user menjadi Lelaki. Langkah pertama yang dilakukan Gigok Anurogo adalah 112 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id membersikan wajah dengan tissue basah. Wajah yang sudah bersih dan kering diolesi dengan liquid foundation nomor 6 sesuai dengan warna kulit yaitu sawo matang. Penggunaan liquid foundation harus merata di wajah, leher dan telinga, agar kulit tidak terlihat belang atau berbeda. Setelah rata memakai liquid foundation, wajah dipoles menggunakan bedak tabur kemudian dilanjut menggunakan bedak padat. Untuk mempertegas karakter Lelaki, langkah selanjutnya adalah memberi warna hitam di kelopak mata bawah, mempertebal alis, kumis dan jenggot peraga menggunakan pensil alis dan pidih hitam. Gigok Anurogo hanya mengikuti garis wajahnya untuk membentuk karakter yang diperankannya. Hal selanjutnya adalah memakai blush on merah tipis pada pipi dan kerutan karena usia di jidat dan tulang pipi menggunakan pidih hitam. Terakhir pada bagian bibir diberi lipstik warna bibir dan menggunakan pensil alis untuk membentuk garis bibir. Selain itu penataan rambut dibiarkan terurai. Karakter seorang algojo yang sangar dan garang tercermin pada wajah dan sorotan mata Lelaki. Gambar 23 Tata rias Lelaki commit to user Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 113 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pada lakon Teroris, gaya berpakaian Lelaki seperti berpedoman pada gaya para jawara atau laki-laki jagoan dari Jawa Timut pada zaman itu. Kostum yang dikenakan Lelaki adalah baju hitam dan celana hitam gombor seperti pemain reog. Lelaki tidak memakai alas kaki, sebab pada zaman itu seorang narapidana yang betugas sebagai algojo tidak memakai alas kaki. Atasan yang dikenakan tidak dikancingkan sehingga seperti telanjang dada. Kostum yang dikenakan Lelaki bertujuan untuk mengindividualisasikan peranan, agar kostum yang digunakan dapat membedakan seorang pemain dengan pemain lainnya dan menegaskan status sosial Lelaki. Gambar 24 Sketsa kostum dan kostum Lelaki Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera 8) Centeng Residen Pada lakon Teroris, penambahan tokoh sebagai Centeng Residen juga mendukung keseluruhan cerita. Centeng Residen merupakan anak buah atau prajurit Belanda. Tim rias merias wajah peraga menjadi centeng residen dengan mempertebal alis, membuat kumis dan dan brewok peraga. Hal commit to user tersebut dilakukan untuk mempertegas karakter yang dibawakan pemain 114 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sebagai centeng Residen. Langkah pertama yang dilakukan tim make-up adalah membersikan wajah dengan tissue basah. Wajah yang sudah bersih dan kering diolesi dengan liquid foundation nomor 3 sesuai dengan warna kulit orang Belanda yaitu putih. Penggunaan liquid foundation harus merata di wajah, leher dan telinga, agar kulit tidak terlihat belang atau berbeda. Setelah rata memakai liquid foundation, wajah dipoles menggunakan bedak tabur kemudian dilanjut menggunakan bedak padat. Untuk mempertegas karakter centeng residen, langkah selanjutnya adalah memberi warna hitam di kelopak mata bawah, mempertebal alis, kumis dan jenggot peraga menggunakan pensil alis dan pidih hitam. Tim lighting hanya mengikuti garis wajahnya untuk membentuk karakter yang diperankannya. Hal selanjutnya adalah memakai blush on merah tipis pada pipi. Terakhir pada bagian bibir diberi lipstik warna bibir dan menggunakan pensil alis untuk membentuk garis bibir. Karakter seorang centeng residen yang gagah, berwibawa dan kuat tercermin pada wajah centeng residen. Kostum yang digunakan juga seperti pasukan Belanda. Centeng Residen memakai seragam prajurit Belanda berwarna biru, celana berwarna putih, rompi putih, sepatu boots prajurit lengkap dengan senapan, sempritan dan topi. Kostum yang dikenakan bertujuan untuk mengindividualisasikan peranan, agar kostum yang digunakan dapat membedakan seorang pemain dengan pemain lainnya dan menegaskan status sosial Centeng Residen. commit to user 115 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 25 Tata rias dan kostum Centeng Residen Sumber: Dokumentasi Teater Akar dan Tera e. Tim Produksi Selain pemain, penata lighting, penata musik, penata artistik, penata kostum dan rias, elemen pendukung pementasan yang juga ikut andil dalam pementasan adalah tim produksi. Tim produksi berfungsi untuk mendukung keberhasilan produksi dengan cara memenejemen seluruh kegiatan produksi baik administratif maupun organisasi, dan harus mampu mengelola jalannya produksi dari awal hingga akhir. Tim produksi terdiri dari pimpinan produksi, sekretaris, bendahara, sie. humas, sie. konsumsi, sie. latihan, sie. penggalangan dana, sie. transportasi, sie. perlengkapan, sie. dokumentasi, dan sie. publikasi. Sistem kerja tim produksi adalah menentukan siapa saja yang terlibat dalam keproduksian sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Mereka bekerja dengan tugas dan porsi mereka masing-masing. Meskipun commit to user begitu, Gigok Anurogo tidak pernah berhenti berkomunikasi dan selalu 116 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id berdiskusi dengan tim produksi. Berikut wawancara dengan pimpinan produksi. “Ya Babe.., menyerahkan penuh keproduksian kepada kami, tapi Babe tidak lepas stir gitu..., beliau memantau kami, dan kamipun tidak lepas berkomunikasi dengan beliau..., pokoknya enaklah...” (Anggoro, 6 Juni 2014). Setelah terbentuknya anggota keproduksian, mereka bekerja sesuai dengan tugas mereka masing-masing dan bertanggung jawab penuh akan tugasnya. Dengan job desk masing-masing, mereka merencanakan dan menyusun langkah kerja mereka. Berikut wawancara dengan pimpinan produksi tentang sitem kerja pimpro pada proses kali ini. “Ya kan.., temen-temen yang terlibat dalam proses ini kan.., bukan orang baru bagi saya, kami sudah sering bareng, ya kami jalan sesuai dengan job desk kita sendiri-sendiri. Saya yang mengkoordinasi anatara satu dengan yang lainnya.” (Anggoro, 6 Juni 2014). Pimpinan produksi memimpin diskusi dan meminta masing-masing elemen pendukung untuk memberikan laporan. Setiap diadakan pertemuan masing-masing elemen harus mampu menunjukkan progres agar proses produksi berjalan lancar. Berikut progres tim produksi: 1. Hari dan Tanggal Tempat Tujuan Keterangan 2. Hari dan Tanggal Tempat Senin, 24 Februari 2014 19.30-21.30 WIB Wisma PDAM Pertemuan pertama sutradara, pemain, penata dan all crew yang terlibat dalam proses, pembagian naskah, pemaparan tentang proses produksi, dan kontrak latihan. Sutradara memaparkan konsep garapnya dan menentukan siapa yang terlibat dalam proses produksi. Jumat, 28 Februari 2014 19.00-21.00 WIB commit to user Wisma Seni perpustakaan.uns.ac.id Tujuan Keterangan 3. Hari dan Tanggal Tempat Tujuan Keterangan 117 digilib.uns.ac.id Setelah pertemuan pertama dan ditentukan job desk masing-masing, tim produksi mengadakan pertemuan kembali untuk membahas rencana proses produksi Anggota teater Akar pada devisi managemen dan sisa anggota dari devisi kreatif yang tidak teribat berkumpul dan mengadakan diskusi. Pimpro memimpin jalannya diskusi dan menentukan siapa yang terlibat dalam keproduksian sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tiap anggota membuat rencana dan langkah kerja masingmasing sesuai dengan job desk masing-masing. Senin, 2 Maret 2014 17.00-19.00 WIB Wisma Seni Setiap anggota memberikan laporan sesuai dengan job desk masing-masing, di antaranya: 1. Tempat pementasan dan tanggal pementasan. 2. Rencana anggaran dana. 3. Sponsor. 4. Konsumsi. 5. Dokumentasi. 6. Desain pamflet dan tiket 7. Publikasi dan strategi pemasaran. 1. Tim produksi mencari solusi latihan dan hari pementasan, sebab bulan Maret dan April TBJT acara penuh, sehingga harus mengganti tanggal pementasan dan mencari tempat latihan jika tidak di Teater Arena. Diputuskanlah latihan di Wisma Seni dan tanggal pementasan 12 dan 13 Mei 2014 di Teater Arena TBJT. 2. Rencana anggaran dana produksi sebesar Rp. 6.000.000 berdasarkan kebutuhan tiap elemen pendukung sedangkan kas sebesar Rp. 3.269.100 3. Konsumsi setiap latihan disediakan minimal minuman dan snack setiap pertemuan maksimal 30.000 dan mulai H-2 akan ada konsumsi besar. Ketika hari H konsumsi 2x per hari. 4. Target sponsor: PDAM, Bank Indonesia, Bank Jateng, Joglosemar, Radharsolo, Solopos, Kompas, Kedaulatan Rakyat. 5. Dokumentasi hari H ada video dan foto. 6. Clear 7. Setiap anggota wajib menyebarkan issue tentang pementasan melalui media sosial, seperti twiter, fb, bbm, wa. Sedangkan publikasi pamflet akan commit to user disebarkan 2 minggu sebelum pementasan atau perpustakaan.uns.ac.id 118 digilib.uns.ac.id awal bulan mei sudah di distribusikan ke kelompok teater di Solo baik sekolah, kampus, maupun umum. 4. Hari dan Tanggal Tempat Tujuan Keterangan 5. Hari dan Tanggal Tempat Tujuan Keterangan 6. Hari dan Tanggal Tempat Tujuan Keterangan Senin, 28 April 2014 Wisma Seni 1. Bagaimana progres sponsor 2. Strategi pemasaran 3. Pamflet, undangan dan tiket 1. Sponsor sudah di sebar di beberapa tempat sesuai dengan list pertemuan sebelumnya dan sampai hari ini yang sudah gol PDAM Solo. Selain sponsor tim produksi membuat proposal untuk dibagikan kepada para donatur untuk mendukung pentas produksi Teroris. 2. Masih tetap menyebar issue pementasan semakin kuat dan sudah mulai membuka pemesanan tiket sebelum hari H. 3. Pamflet, undangan dan tiket naik cetak 29 April 2014. Penyebaran pamflet di sebarkan di kelompok teater di Solo, baik teater sekolah, kampus dan umum. Senin, 5 Mei 2014 Wisma Seni 1. Bagaimana progres sponsor dan donatur 2. Bagaimana distribusi tiket sebelum hari H dan penyebaran undangan. 3. Bagaimana progres pemasaran 1. Sponsor gol Bank Indonesia. Beberapa donatur menanggapi dan bersedia mendukung pentas produksi Teroris. 2. Penyebaran undangan ke beberapa seniman Solo dan kelompok teater di Solo. Sedangkan tiket dititipkan di setiap kelompok teater di Solo baik sekolah, kampus maupun umum. 3. Para target penonton antusias menanggapinya. Jumat, 9 Mei 2014 Wisma Seni 1. Progres sponsor dan donatur 2. Progres pemasaran 3. Pers realis 4. Rencana hari H 1. Donatur sponsor clear commitdan to user 2. Pemasaran clear perpustakaan.uns.ac.id 7. Hari dan Tanggal Tempat Tujuan Keterangan 5. 119 digilib.uns.ac.id 3. Pers realis disebar di media massa 4. Rencana persiapan pementasan tentang teknis panggung dan teknis acara dan pendukung lainnya clear Minggu, 11 Mei 2014 Teater Arena Persiapan Hari H Clear all crew Melatih Pemain Setelah ditentukan pemain tahap selanjutnya dalam proses penyutradaraan adalah melatih pemain. Sutradara memaparkan konsep garapnya kemudian memberikan kontrak latihan kepada para pemain. Setelah terjadi kesepakatan antara pemain dan sutradara, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan latihan. Latihan dasar seperti olah vokal, olah nafas, olah tubuh, dan olah rasa merupakan tanggung jawab setiap aktor sebelum melaksanakan latihan bersama. Fungsi latihan bagi Gigok Anurogo adalah mempertemukan pemahaman dan penafsiran para pemain bukan sekedar latihan dasar. Kedisiplinan, royalitas, integritas, tanggung jawab dan mental yang kuat harus dimiliki seorang pemain ketika berproses. Ketika sutradara sudah memaparkan konsep garap yang akan diusungnya, tugas para pemain sebagai penafsir kedua. Dengan bekal konsep yang sudah dipaparkan sutradara, seorang aktor harus mampu menafsirkan naskah lakon yang akan diangka. Gigok Anurogo dapat menilai bagaimana para pemain menafsirkan dan menganalisis naskah lakon melalui beberapa tahapan latihan, seperti: tahap mencari-cari, tahap memberi isi, tahap pengembangan, dan tahap pemantapan. Beberapa tahapan tersebut dapat diimplementasikan melalui latihan reading, commit to user blocking, movement, dan grouping. Meskipun sudah ditentukan siapa pemainnya, 120 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sutradara masih harus melihat perkembangan-perkembangan yang terjadi di lapangan. Berikut pemaparan dan penjelasan tentang tahapan latihan yang dilakukan Gigok Anurogo pada lakon Teroris. a. Tahapan pencarian Setelah casting ditentukan, Gigok Anurogo membimbing dan mengarahkan para pemain untuk memahami dan menghayati secara lebih terarah, sesuai dengan peran masing-masing. Setiap pemain harus paham tentang peran apa yang akan ia bawakan. Pemain harus sadar harus bagaimana dan mempunyai cara untuk memahami perannya dengan cara observasi terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Hal ini dilakukan dalam usaha mendekatkan diri terhadap peran yang harus dibawakan di atas pentas. Seiring jalannya latihan, tahap pencarian juga dilakukan pada saat latihan reading. b. Tahap Memberi Isi Tahap memberi isi yang dimaksudkan adalah memberi bobot sesuai dengan takaran yang seharusnya. Salah satu langkah dalam memberi isi dilakukan dengan cara reading atau membaca. Latihan membaca merupakan unsur terpenting suatu proses. Pembacaan yang diulang-ulang dan terus menerus berfungsi agar setiap pemain dapat mengetahui dan memahami maksud dari setiap dialog per kata maupun kalimat. Pada lakon Teroris, latihan reading membutuhkan waktu cukup lama, yaitu selama dua bulan. Hal tersebut dilakukan Gigok Anurogo agar para pemain benar-benar paham dengan apa yang dimaksud oleh naskah. Teknik commit to user perpustakaan.uns.ac.id 121 digilib.uns.ac.id reading yang dilakukan para pemain tidak hanya sekedar membaca, mereka harus mampu menguasai dan menginterpretasikan sebuah dialog. Untuk mencapai suasana dan karakter penampilan sesuai dengan kebutuhan pengembangan lakon dramatik, para pemain harus mampu memain-mainkan dialog sesuai dengan takaran emosi, tempo dialog, pengucapan dialog, mimik wajah dan gerakan tubuh yang ditunjukkan naskah, sutradara ataupun ditemukan sendiri oleh para pemain. Hal tersebut dilakukan pemain untuk menggiring dan menciptakan imajinasi penonton agar tidak bosan dan mengerti jalan cerita yang diangkat. Jadi, sebuah dialog akan menjadi miliknya jika pemain sudah mampu menguasai dialognya masing-masing dengan kata lain para pemain harus mampu menakhlukan dialog menjadi miliknya. c. Tahap Pengembangan Setelah matang di tahap pemberian isi dengan cara reading, latihan selanjutnya yaitu tahap pengembangan. Dengan dorongan intuisi yang dimiliki setiap pemain, mereka mampu mengembangkan kemampuan mereka dalam aspek laku dramtik. Beberapa langkah dalam tahap pengembangan dilakukan dengan cara blocking, movement, dan grouping. Blocking merupakan teknik pengaturan langkah pemain ketika di atas panggung. Sutradara berusaha untuk mengatur laju pergerakan aktor dari perpindahan tempat, posisi tubuh, gestur tubuh saat melangkah. Movement merupakan setiap gerakan yang dilakukan oleh pemain yang berhubungan dengan motivasi yang mendorong perbuatan itu. Setiap gerakan yang dilakukan oleh setiap pemain mempunyai makna sendiri. Sedangkan commit to user 122 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id grouping adalah teknik memposisikan pemain atau kelompok pemain di atas pentas. Ketiga teknik berakting tersebut sering kali dilakukan secara bersamasama, sehingga akan terlihat sebagai sebuah gerakan yang mengalir dalam sebuah pertunjukan. Para pemain sesuai dengan pemahaman dan penafsiran mereka melakukan laku dramatik di atas panggung. Tugas sutradara mengatur sedemikian rupa agar segala yang ditampilkan di atas panggung dapat menghidupkan laku dramatik lakon dan memberikan motivasi setiap gerak kehidupan di atas panggung. Tahap selanjutnya ditahap pengembangan, akan masuk dalam permainan tempo dan irama. Tahap pengembangan demikian dilakukan berulang-ulang sehingga para pemain benar-benar matang untuk menjiwai karakter yang dibawakan dan sudah pada tahap menjadi. Pada lakon Teroris, para pemain masuk pada tahap bloking, mereka menafsirkan konsep garap Gigok Anurogo kemudian dieksekusi ketika latihan. Pada tahap pengembangan, para pemain mengembangkan seluruh kemampuan dan kreativitas yang mereka miliki. Gigok Anurogo membebaskan tafsir pemain ke bentuk visualisasi, namun jika ada yang kurang sesuai Gigok Anurogo berhak untuk mengingatkan pemain agar sesuai dengan yang diharapkannya. Tahap ini menuntut untuk pemain menguasai ruangan untuk menghidupkan cerita yang akan di angkat dengan cara pembawaan dialog, mimik dan gestur sesuai dengan karakter masing-masing pemain. Laku seorang pemain muncul karena sikap mental, refleks-refleks, kehendak, rasa, dan pikiran. Semua mengalir dan berjalan secara alami yang dihasilkan para pemain sebagai bentuk peran. Oleh sebab itu, para pemain harus sadar dan tahu tentang commit to user 123 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id susunan setting, di mana letaknya, bagaimana kondisi peletakannya, di mana jalan masuk dan keluar, jalan naik dan turun, dan lain-lain. Pemain harus sadar dengan kondisi setting yang akan menentukan sikap pemeran terhadap setting tersebut, sehingga diperlukan latihan bloking agar pemain dapat menguasai dan dapat membiasakan ruangan sebagai arena bermain para pemain. Berikut bentuk bloking lakon Teroris. Sketsa 1 Bloking 1 Teroris D W Q Q D W D Keterangan: : Penempatan bloking 1 : Movement 1 : Movement 2 W D - F ------- : Wali : Darmo : Fitri : berjalan lambat commit to user F W F W 1 Q W S 1 1 1 1 124 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id −− ─ −─ ─ : berlari sambil berjalan _________ : berjalan Pada bloking 1, penempatan bloking Fitri berada di kursi panjang, ia sedang melakukan aktivitasnya yaitu merakit bom. Bloking Fitri menghadap meja posisi badan menyamping menghadap meja, berada di panggung belakang sebalah kiri. Bloking Darmo berdiri menghadap penonton, berada di panggung tengah sebelah kanan depan. Ketika mendengar suara ketukan pintu, Darmo menuju ke bibir tangga, berada di panggung belakang sebelah kanan, sedangkan Fitri melakukan perubahan gerak kecil untuk memberi kode kepada Darmo. Setelah mengetuk pintu Wali memasuki ruangan sambil tertawa, Darmo menyambut Wali dengan menyebut nama Wali dan membuka tangan, sedangkan Wali menerima sambutan Darmo dan langsung memeluk Darmo. Ketika Darmo berpelukan dengan Wali, Fitri berpindah bloking dari duduk menjadi berdiri kemudian menyambut Wali dengan menghadap Wali yang berada di depan bibir tangga, terletak di panggung belakang sebelah kanan. Ketika berbicara dengan Fitri, Wali move berjalan ke sayap kanan, yang berada di panggung tengah sebelah kanan. Fitri kembali ke tempat duduknya dan melakukan aktivitas lagi, sedangkan Wali dan Darmo berdialog menceritakan visi misi dan siapa yang bergabung dalam organisasi teroris ini. commit to user 125 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 2 Bloking 2 Teroris F P W P D D D F W Keterangan: : Penempatan bloking 2 : Movement 3 : Movement 4 : Movement 5 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri ------- : Berjalan lambat −− ─ −─ ─ : Berjalan sambil berlari _________ : Berjalan Pada bloking 2, penempatan Fitri duduk di kursi panjang, melakukan aktivitasnya, di panggung belakang sebelah kiri. Darmo sedang bercengkraman dengan Wali di panggung tengah sebelah kanan. Ketika commit to user 126 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mendengar ketukan pintu yang menggunakan kode lain, seketika Wali kaget dan curiga mengapa kode ketukan berbeda, tetapi Darmo menjelaskan dan meyakinkan kepada Wali. Terjadi perpindahan bloking ketika Ponco datang, Wali berpindah ke arah tengah panggung sebelah pojok kiri, Darmo menghampiri Wali dan menjelaskan kepada Wali kemudian move menuju anak tangga menyambut Ponco. Ponco menggunakan teknik muncul dengan berjalan lambat dan berhenti di tengah-tengah tangga. Sedangkan Fitri menyambut Ponco dengan berpindah bloking ke arah bibir tangga, yang berada di panggung belakang sebelah kanan. Sketsa 3 Bloking 3 Teroris F P D D W P Keterangan: : Penempatan bloking 3 : Movement 6 : Movement 7 P commit to user : Ponco D F P W 127 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id W : Wali D : Darmo F : Fitri ------- : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 3, penempatan bloking Darmo, Fitri dan Ponco berada di bibir anak tangga, terletak di panggung belakang sebelah kanan. Sedangkan Wali berada di panggung tengah pojok kiri. Darmo memperkenalkan Ponco kepada Wali, kemudian Ponco move berjabat tangan mendekati Wali, namun seketika Wali menghindari Ponco, mengalihkan pembicaraan dan move menuju panggung tengah sebelah kanan. Ponco melanjutkan langkahnya menuju tempat bloking Wali sebelumnya kemudian berbalik badan menghadap Wali. Melihat Wali move, Darmo langsung bereaksi dan berjalan menghampiri posisi Wali. Dialog-dialog yang dilontarkan Wali menunjukkan sikap sentimentil kepada Ponco, karena tidak tahan dengan ungkapan Wali, Ponco move berjalan menuju arah Wali. Seketika Darmo move menuju arah Fitri dan duduk di samping Fitri. Posisi bloking Fitri dan Ponco menghadap ke arah Wali dan Darmo yang sedang berdialog, mereka saling merespon satu dengan yang lainnya dan memberikan kode satu sama lain. commit to user 128 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 4 Bloking 4 Teroris P P W P D D P F F Keterangan: : Penempatan bloking 4 : Movement 8 Movement 9 : Movement 10 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri ------- : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 4, penempatan bloking Fitri duduk menghadap meja sedang merakit bom, Darmo juga duduk menghadap ke samping ke arah Wali dan Ponco. Fitri dan Wali sesekali saling memandangkan merupakan bentuk commit to user respon antara dialog Wali dan Ponco. 129 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bloking Wali berada di panggung tengah sebelah kanan, sedangkan Ponco mendekati Wali namun tidak sejajar, menghadap penonton kemudian memutar badannya ke arah Darmo dan Fitri kemudian maju ke arah panggung belakang. Ketika merespon dialog Ponco, Wali membedah panggung, berjalan melewati Ponco kemudian kembali ke posisi Wali sebelumnya. Reaksi Ponco terhadap ucapan Wali mengakibatkan Ponco berubah bloking, posisi Ponco maju mendekati Wali, kemudian berjalan ke arah Fitri dan duduk di samping Fitri, sedangkan Darmo ketika Ponco mendekat, posisi Darmo yang sebelumnya duduk menjadi berdiri kemudian move berjalan ke tengah panggung menghadap penonton. Sketsa 5 Bloking 5 Teroris P D W D P F Keterangan : Penempatan bloking commit to user : Movement 11 F F P D W f F P 130 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Movement 12 : Movement 13 : Movement 14 : Movement 15 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri ------- : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 5, posisi Darmo berbalik badan ke samping menghadap Ponco kemudian berjalan maju ke belakang, selanjutnya Darmo berdialog membagi pandang ke arah Wali dan Ponco, mengajak Wali untuk meninggalkan ruangan ini. Ketika Darmo mengajak Wali untuk meninggalkan ruangan, Wali mengikuti Darmo dan berjalan melewati Ponco dan Fitri yang sedang duduk dengan tatapan sentimentil. Ketika Wali melewati Ponco dengan tatapan tidak suka, emosi Ponco terpancing dan seakan ingin memukul Wali namun dicegah oleh Fitri yang berdiri di samping kiri Ponco. Ponco membuang emosinya ke arah penonton dan berjalan lambat maju ke samping (nyigar tempe), Fitri menanggapi dan mengikuti Ponco, kemudian Ponco berbalik menghadap fitri, bloking antara Ponco dan Fitri seperti nyigar tempe, membentuk garis diagonal. Kemudian Ponco berjalan berbalik arah menghadap penonton samping dan Fitri selalu menanggapi dengan cara mengikuti langkah Ponco. commit to user 131 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Ponco move berjalan kembali ke arah tempat duduk menghadap Fitri yang sedang berdiri. Ketika berdialog dengan Fitri, posisi Ponco duduk menghadap Fitri, Fitri move berjalan ke arah Ponco sedangkan Ponco menyambut Fitri dengan membuka tangannya, kemudian pindah posisi sejajar saling berhadapan seolah ingin berpelukan dan berciuman. Sketsa 6 Bloking 6 Teroris S P D F P S P F P Q F W W Q W D Keterangan : Penempatan bloking 6 : Movement 16 Movement 17 : Movement 18 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S commit to user : Sutris W 132 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ------- : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 6, posisi bloking Ponco dan Fitri yang berdekatan seketika berpindah posisi karena mendengar suara Darmo dan Wali yang sedang menuju ke arah mereka. Darmo dan Wali sedang berjalan menuju area panggung, Wali menghentikan langkahnya ketika melihat Fitri dan Ponco sedang berdekatan. Ponco move berjalan ke panggung tengah depan sebelah kanan, sedangkan Fitri kembali duduk melanjutkan aktivitasnya. Darmo dari arah luar langsung menuju ke paggung tengah. Wali melanjutkan berjalan menuju ke arah panggung sebelah kiri kemudian move ke pojok kiri. Muncul Sutris dari atas tangga, panggung belakang kiri, posisi Ponco move berjalan ke panggung belakang sebelah kanan menyambut kedatangan Sutris. Sutris move menuju ke arah Ponco bersalaman dan berpelukan kemudian move ke arah Darmo, move ke arah Fitri dan move ke arah Wali. Setelah berjabat tangan dan berpelukan dengan teman-temannya, Sutri membalikan badan, move berjalan mendekati Darmo dan menyampaikan laporan kepada Darmo. Sketsa 7 Bloking 7 Teroris D P commit to user F S F W F W 133 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keterangan : Penempatan bloking 7 : Movement 19 : Movement 20 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 7, setelah Sutris menyampaikan laporan kepada Darmo, Darmo kemudian mengkomandokan untuk semua anggota berkumpul dan mengatur strategi untuk operasi malam ini. Darmo meminta Fitri untuk mengambil peta yang berada di meja. Setelah Fitri move mengambil peta, posisi Darmo, Sutris, Ponco dan Wali move ke arah Darmo dan mendekat membentuk setengah lingkaran, bergerombol dan berjongkok. Darmo sebagai pemimpin berada di tengah, Ponco berada di sebelah kanan Darmo, sedangkan Sutris berada di sebelah kiri Darmo. Bloking Fitri berdiri di belakang antara Sutris dan Darmo sebagai notulen. Ketika Darmo menyusun strategi, para anggota, memperhatikan semua ucapan Darmo dan saling merespon satu sama lain. commit to user 134 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 8 Bloking 8 Teroris D W F S S F D P P S F F D W W Keterangan : Penempatan bloking 8 : Movement 21 : Movement 22 : Movement 23 P W : Ponco : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan −− ─ −─ ─ : Berjalan sambil berlari commit to user 135 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pada bloking 8, setelah para teroris menyusun dan merencanakan strategi untuk operasi malam ini. Darmo, Ponco, Sutris dan Wali dari posisi berjongkok bergegas untuk berdiri, mereka mencocokkan waktu dan move menyebar. Ponco tetap berada di posisi sebelumnya, Sutris move berjalan mendekati Ponco dan berada di sebelah kanan Ponco. Setelah berdiri Darmo dan Wali move berjalan beberapa langkah ke kiri membentuk garis diagonal, sedangkan Fitri sebagai perakit bom, mengambil tas yang berisi bom ke arah meja kemudian menyerahkan kepada Sutris dan Ponco. Setelah menerima bom dari tangan Fitri, Ponco dan Sutris langsung bergegas keluar. Fitri, Darmo dan Wali melepas kepergian Sutris dan Ponco dengan mengikuti dari belakang. Posisi Fitri paling depan berada di anak tangga, Darmo di belakang Fitri, berada di bibir anak tangga, sedangkan Wali di belakang Darmo, mereka menghadap ke arah kepergian Ponco dan Sutris yaitu menghadap kiri panggung. Sketsa 9 Bloking 9 Teroris F F D F F S D commit to user S F D 136 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keterangan : Penempatan bloking 9 : Movement 24 : Movement 25 : Movement 26 : Movement 27 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S : Sutris ................ : Berjalan cepat _________ : Berjalan −− ─ −─ ─ : Berjalan sambil berlari Pada bloking 9, memasuki adegan 2 di mana Darmo dengan gelisah mengamati apa yang terjadi di lapangan memantau dalam markas. Posisi Darmo berada di anak tangga atas, sedangkan Fitri berada di bibir anak tangga mencoba menenangkan Darmo. Ketika bom yang seharusnya diledakan tidak terjadi, Darmo langsung panik dan move membuang ekspresi kepanikannya ke arah penonton sebelah kanan, Darmo move berjalan cepat membentuk garis diagonal ke arah kanan depan, sedangkan Fitri meyakinkan apa yang di ucapkan Darmo dengan move berjalan ke depan di tempat Darmo memantau, kemudian langsung berbalik mendekati Darmo. commit to user 137 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Posisi Darmo dan Fitri berada di panggung tengah sebelah kanan. Beberapa saat kemudian, muncul Sutris dengan tergesa-gesa berjalan cepat ke panggung tengah dan menjatuhkan badannya ke lantai. Fitri dan Darmo bereaksi saling merespon akan kedatangan Ponco, kemudian Fitri tanggap move berjalan menghampiri Sutris, membentuk garis diagonal dan berada di kiri Sutris dan Darmo mendekati Sutris bertanya dan mencoba menenangkan hati Sutris dengan posisi berjongkok. Setelah mendengar penjelasan Sutris, Darmo berdiri dan kembali ke posisi sebelumnya, sedangkan Fitri langsung berjalan mendekati Darmo melewati Sutris, mengatakan bahwa ada yang diperbuat Wali kepada Ponco. Sutris merasa bersalah dan berjalan menuju tempat duduk yang berada di panggung belakang sebalah kiri. Sketsa 10 Bloking 10 Teroris W W S D P D F F F D P Keterangan : Penempatan bloking 10 : Movement 28user commit to 138 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id : Movement 29 : Movement 30 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat ................. : berjalan cepat _________ : Berjalan −− ─ −─ ─ : Berjalan sambil berlari Pada bloking 10, posisi Darmo dan Fitri tetap pada posisi semula, mereka saling berhadapan dan Sutris duduk di kursi panjang. Muncul Ponco tergesa-gesa dan berteriak-teriak mengulang kata “anak-anak”, Ponco panik dan gelisah dari atas langsung menghampiri Darmo dan Fitri. Kemudian Ponco move berjalan di bibir panggung tengah sebelah kiri dan duduk. Pada saat itu juga, Darmo dan Fitri mengikuti Ponco, Darmo di sebelah kanan dan Fitri di sebelah kiri Ponco dengan gesit mengambil tas yang dibawa Ponco kemudian mengembalikan ke meja. Ketika Darmo dan Fitri berada di antara Ponco, muncul Wali berdiri di anak tangga memecahkan perhatian Darmo dan Fitri, selanjutnya Wali move menuju panggung sebelah kanan. commit to user 139 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 11 Bloking 11 Teroris P W W D D S F P P Keterangan : Penempatan bloking 11 : Movement 31 : Movement 32 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 11, posisi bloking Darmo berdiri di panggung belakang commit to user berdekatan dengan anak tangga, Sutris duduk di kursi panjang dengan wajah 140 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id termenung, Fitri berdiri di depan meja, Ponco duduk di panggung sebelah kiri menyesali perbuatannya, sedangkan Wali di sayap sebelah kanan terus menerus mencibir Ponco. Ketika Wali mencibir Ponco, emosi Ponco terpancing dan menimbulkan sebuah reaksi yaitu berbalik badan berjalan menuju posisi Wali, Wali tidak ingin kalah, seakan menantang dan meremehkan Ponco dengan argumenya. Wali move berjalan ke arah Darmo agar Darmo sependapat dengannya, Ponco sebagai seorang penyair tetap kokoh dengan pendapatnya dan selalu menjawab apa yang dilontarkkan Wali dengan ideologi yang dimilikinya, Ponco move berjalan mendekati Wali, sedangkan posisi Darmo move berpindah dari berdiri menjadi duduk di samping Sutris. Wali selalu memancing-mancing emosi Ponco dan meminta dukungan kepada teman-temannya yang lain. Wali moving membedah ruang dengan berjalan melewati Darmo, Sutris, Fitri kemudian kembali ke posisi sebelumnya, sedangkan Ponco karena merasa bersalah, dia berjalan ke arah kiri panggung dan duduk tertunduk. Fitri, Sutris dan Darmo ketika Ponco dan Wali berdebat, mereka selalu merespon satu dengan yang lain dengan menciptakan gerakan-gerakan kecil. Suasana menjadi tegang ketika Ponco dan Wali berdebat. commit to user 141 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 12 Bloking 12 Teroris W P D P S F P S W D F P Keterangan : Penempatan bloking 12 : Movement 33 : Movement 34 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S : Sutris ................ : Berjalan cepat ------- : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 12, posisi Darmo duduk di ujung kursi sebelah kanan, Sutris duduk di samping Darmo, Fitri berdiri di depan meja. Ponco duduk commit to user 142 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menyesali perbuatannya, sedangakan Wali berada di sayap kanan memancing-mancing emosi Ponco dan move mendekati Darmo kemudian kembali ke posisi semula. Ponco yang tersulut emosinya, langsung berbalik badan move mendekati Wali. Darmo yang sudah tidak tahan dengan pertikaian Wali dan Ponco menghentikan perdebatan Wali dan Ponco move ke depan kemudian Darmo berbalik badan bertanya pada Fitri dan Sutris, jika menghadapi situasi seperti apa yang hadapi Ponco kemudian move ke arah tempat duduk dan duduk di pojok kanan. Fitri dan Sutris menanggapi pertanyaan Darmo move beberapa langkah ke depan. Ketika Sutris move, Ponco juga move ke tempat duduk, duduk di sebelah kiri Darmo. Sketsa 13 Bloking 13 Teroris S W S W S P Keterangan : Penempatan bloking 13 commit to user D D F P F S S F 143 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id : Movement 35 : Movement 36 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 13, posisi bloking Ponco duduk di tengah tempat duduk, Darmo duduk di sebelah kanan Ponco, Fitri berdiri di panggung tengah bagian kiri, Sutris berada di sebelah kanan Fitri tetapi tidak sejajar dengan Fitri, Sutris dan Fitri membentuk garis diagonal, sedangkan Wali berada di panggung bagian kanan. Wali tidak terima dengan pendapat Fitri dan Sutris, ia mengumpat dan mencibir Fitri dan Sutris, seketika Sutris langsung bereaksi untuk menimpali ucapan Wali dan move mendekati Wali. Wali kemudian move ke arah Sutris dan Darmo kemudian kembali ke panggung depan sebelah kanan membuang ekspresinya ke arah penonton menceritakan kisah hidupnya kemudian move ke arah Darmo dan kembali ke bloking sebelumnya yaitu di panggung tengah bagian kanan. Ketika Wali monolog, Sutris move duduk di anak tangga bawah samping kanan Darmo, bloking Darmo yang semula duduk menjadi berdiri, sedangkan Fitri move maju dan berdiri di depan tempat duduk. Disaat Wali monolog tentang kisah hidupnya, dengan gaya banyolannya Sutris mencibir Wali dengan move mendekati Wali. Pada commit to user 144 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id saat itu, Wali langsung tersulut emosinya, berbalik badan move ke arah Sutris dan mengeluarkan pisau dari kantong celana bagian belakang. Sutris karena ketakutan dengan ancaman Wali seketika tertunduk dan move. Di waktu bersamaan Ponco menghentikan aksi Wali mengintimidasi Sutris, Ponco move ke arah Wali, sedangkan Sutris move lurus ke panggung tengah bagian pojok kiri dan Fitri dari berdiri move ke tempat duduk dan duduk di tempat duduk. Sketsa 14 Bloking 14 Teroris W F P W P W P D F S P W W Keterangan : Penempatan bloking 14 : Movement 37 : Movement 38 : Movement 39 : Movement 40 commit to user 145 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 14, bloking Fitri duduk di tempat duduk, Darmo berdiri di samping kanan Fitri, Sutris berdiri di depan meja, sedangkan Wali di panggung tengah bagian kanan. Wali move membedah ruang karena tidak sependapat dengan pendapat Wali menuju ke panggung tengah bagian kiri, setelah sampai Wali membalikkan badannya meremehkan Ponco, kemudian Wali move membedah panggung menuju ke panggung kanan depan, sedangkan Ponco berjalan beberapa langkah menghadap Wali. Seketika Wali berbalik badan ketika melihat pernyataan Ponco dan menghampiri Ponco sambil tertawa licik dan move membedah panggung. Ketika Wali meremehkan Ponco, Ponco move membedah panggung ke arah panggung tengah bagian kiri. Wali memancing emosi Ponco, kemudian move beberapa langkah menuju ke kanan. Ponco move menuju bloking Wali. commit to user 146 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 15 Bloking 15 Teroris W P P W D F P S S P Keterangan : Penempatan bloking 15 : Movement 41 : Movement 42 : Movement 43 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 15, posisi Darmo berdiri di depan tempat duduk sebelah user berdiri di depan meja move di kanan, Fitri di samping kiricommit Darmo,toSutris 147 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id samping kiri Firi. Darmo, Fitri dan Sutris saling merepson satu sama lain dan memperhatikan perdebatan Ponco dan Wali. Ponco berhadapan dengan Wali di panggung tengah bagian kanan berdebat dengan Wali. Ponco membedah ruangan move mendekati Darmo, bloking Ponco berada di kanan Darmo, Wali move beberapa langkah ke depan dan mencibir pendapat Ponco. Ponco move membedah ruangan di sayap kiri, kemudian move menuju antara Darmo dan Fitri. Sketsa 16 Bloking 16 Teroris D W P F S F D F S P P Keterangan: : Penempatan bloking 16 : Movement 44 : Movement 45 P : Ponco W : Wali commit to user 148 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id D : Darmo F : Fitri S : Sutris ................ : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 16, posisi Wali di sayap kanan, Wali semakin mencibir dan meremehkan Wali, tertawa sinis kepada Ponco. Ponco tidak tahan dengan segala cibiran, umpatan dan ucapan Wali yang selalu memojokan Ponco hingga tersulut emosinya dan ingin memukul Wali, Ponco move berjalam cepat ke arah Wali untuk memberi pukulan kepada Wali sedangkan Wali dengan tatapan sinis menantang Ponco, namun Darmo, Sutris dan Fitri langsung tanggap untuk melerai menghentikan aksi Ponco degan move cepat ke kanan mencegah Ponco dan Wali. Ketika Darmo melerai, ia juga tersulut emosinya karena Wali dan Ponco tidak menghiraukan Darmo berteriak untuk melerai mereka, kemudian Fitri move mendekati Darmo dan mencegah Darmo agar tidak emosi. Sketsa 17 Bloking 17 Teroris D F F W P S W S P F P D P W P commit to user S S W P W S 149 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keterangan: : Penempatan bloking 17 : Movement 46 : Movement 47 : Movement 48 : Movement 49 : Movement 50 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S : Sutris ............. : Berjalan cepat ----- : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 17, posisi Darmo berada di antara Wali dan Ponco, Darmo menghentikan perdebatan Ponco dan Wali. Fitri menenangkan emosi Darmo agar tidak tersulut emosinya. Sutris menarik Ponco agar tidak melanjutkan aksinta, Ponco move ke arah meja dan menghadap meja, Sutris mengikuti Ponco dan berdiri di samping kanan Ponco. Darmo mendakwa Ponco dan Wali bahwa mereka sudah merusak perjuangan ini, Darmo menjelaskan bahwa ia masih mempertahankan Wali karena jasa-jasa Wali yang besar, Wali menerima apa yang diungkapkan Darmo tetapi masih saja memancing kemarahan Ponco dengan pendapat Wali. Ponco yang sudah commit to user 150 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id benar-benar tidak tahan dengan kelakuan Wali meluapkan semua emosinya, lalu move ke bawah untuk berkelahi dengan Wali, sedangkan Wali tidak mau kalah dan melayani tawaran Ponco. Sutris dengan gesit move untuk menahan Ponco agar tidak berkelahi dengan Wali, Darmo berteriak menghentikan perkelahian di antara Wali dan Ponco. Ponco dan Wali perang dingin dengan saling menatap kebencian, untuk menghargai Darmo sebagai pemimpin Ponco dan Wali mengakhiri dan move menyebar, Ponco duduk di panggung tengah bagian kiri depan, Sutris berdiri di samping kiri Ponco, sedangkan Wali menepi di sayap kanan dan menaikkan salah satu kakinya. Tidak beberapa lama kemudian, terdengar suara ramai dari luar, Sutris yang tanggap mendengar suara tersebut langsung menyuruh teman-temannya untuk diam, Sutris move ke atas menara untuk memantau keadaan di luar, Wali dan Ponco mengikuti Sutris dengan memantau dari bawah. Ponco, Wali, Fitri dan Darmo diselimuti rasa tegang dan gelisah, takut jika aksi mereka di ketahui oleh para centeng residen. Ketika naik dan memantau ke atas, dengan gaya banyolnya Sutris mengatakan bahwa di luar sedang ramai karena ada orang yang mencuri tebu di kejar-kejar centeng residen. Ponco, Wali, Fitri dan Darmo mendengar ucapan Sutris langsung lega. Wali, Ponco dan Sutris move ke bloking sebelumnya, Darmo mengajak teman-temannya untuk bubar. commit to user 151 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 18 Bloking 18 Teroris D W F D S P F F D W P S Keterangan : Penempatan bloking 18 : Movement 51 : Movement 52 P : Ponco W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan −− ─ −─ ─ : Berjalan sambil berlari Pada bloking 18, posisi Darmo di bibir depan panggung tengah, Fitri di samping kiri Darmo, Wali di sayap kanan bawah, Sutris dan Ponco di commit to user sayap kiri bawah. Setelah Darmo memberi komando untuk bubar, para teroris 152 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id move menyebar. Fitri move menuju meja untuk mengambil tas berisi bom yang akan diberikan kepada Sutris dan Ponco. Sutris dan Ponco move menghampiri Fitri untuk menerima tas dari Fitri kemudian langsung move cepat keluar. Ponco berjalan lebih dulu disusul oleh Sutris dengan gesit. Ketika Ponco dan Sutris move, Darmo move membentuk garis diagonal di sayap kanan tengah, kemudian move lagi untuk melepas kepergian Sutris dan Ponco. Wali move maju di panggung belakang sebelah kanan melepas Ponco dan Sutris, sedangkan Fitri move melepas kepergian Sutris dan Ponco dengan mengikuti mereka dan berhenti pada anak tangga nomor dua. Sketsa 19 Bloking 19 Teroris F W F W W F W W W Keterangan : Penempatan bloking 19 : Movement 53 : Movement 54 commit to user 153 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id : Movement 55 : Movement 56 : Movement 57 W : Wali F : Fitri ------- : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 19 memasuki adegan 3, bloking Fitri berdiri di anak pangga atas memantau keadaan luar dengan cemas dan gelisah, sedangkan Wali memantau dari atas menara, sesekali Wali mencuri pandangan ke arah Fitri. Ponco move turun ke bawah, memandangi Fitri dan mulai menggoda Fitri, namun Fitri acuh tidak terlalu menanggapi Wali. Wali move ke sayap kanan panggung tengah, memancing-mancing Fitri. Fitri terpancing dengan ucapan Wali karena menyebut Ponco dan mulai tidak nyaman dengan sikap Wali, sehingga Fitri menciptakan gerakan-gerakan kecil dan berbalik badan ke arah Wali. Wali move mendekati Fitri menanggapi pernyataan Fitri, kemudian membuang ekspresi dan move ke sayap kanan. Wali move ke arah Fitri dan Fitri terapancing emosinya dan turun ke bawah. Wali mengejar Fitri dengan berdiri di kiri Fitri sambil menatap Fitri. commit to user 154 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 20 Bloking 20 Teroris F F W W F W W Keterangan : Penempatan bloking 20 : Movement 58 : Movement 59 : Movement 60 W : Wali F : Fitri ............... : Berjalan cepat ------- : Berjalan lambat _________ : Berjalan ─ - ─ - ─ - : Bergulung Pada bloking 20, posisi Wali berdiri di depan ujung tempat duduk sebelah kanan, sedangkan Fitri berada di kanan Wali. Fitri move ke kanan membentuk garis diagonal, Wali tanggap mengikuti Fitri. Ketika dialog, Wali commit to user 155 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id selalu memancing-mancing Fitri namun Fitri selalu menanggapi Wali dengan ketus dan acuh. Wali move ke depan panggung tengah duduk kemudian monolog. Pada saat Wali monolog, diam-diam Fitri mencuri pandangan ke arah Wali kemudian tertunduk. Fitri move berjalan dengan sangat pelan mendekati Wali, Fitri bersimpuh memeluk Wali dari belakang, Wali menanggapi pelukan Fitri, menangkap Fitri dan menjatuhkan Fitri setelah tersadar bahwa waktu pelemparan bom tiba. Wali berbegas bangun dan naik ke menara memantau jam dan melihat keadaan, Fitri mengikuti Wali berjalan menuju menara. Sketsa 21 Bloking 21 Teroris P P P L L L Keterangan : Penempatan bloking 21 : Movement 61 : Movement 62 commit to user 156 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id P L ------- : Ponco : Lelaki : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 21 memasuki adegan 4, Ponco berada di sebuah ruangan seperti penjara sedang duduk meratapi nasibnya. Terdapat seorang lelaki yang sedang menyapu di luar ruangan berada di panggung kanan depan. Ponco lebih dahulu membuka pembicaraan dengan lelaki tersebut, sembari melakukan aktivitasnya ia mengajak menanggapi ucapan Ponco. Lelaki tersebut berbalik badan dan move ke kiri, menceritakan keda Ponco mengapa dipanjara. Lelaki move ke kanan bertanya kepada Ponco, setelah menjawab Ponco move ke belakang. Lelaki move ke kiri mengumpat dengan kata-kata kotor, mendengar lelaki tersebut berbicara kotor tidak karuan, Ponco move mendekatinya bertanya kepada lelaki tersebut. lelaki tersebut menjelaskan kepada Ponco bahwa dia seorang algojo di penjara ini, jika tidak melaksanakan tugas, hukumannya akan ditambah namun akan berkurang jika lelaki tersebut melaksanakan tugasnya. Ponco tertawa lepas, si lelaki tidak rela membunuh Ponco tetapi jika tidak membunuh Ponco hukumnnya akan ditambah. Lelaki move keluar melewati depan panggung. commit to user 157 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 22 Bloking 22 Teroris P P P P P N N N N Keterangan : Penempatan bloking 22 : Movement 63 : Movement 64 : Movement 65 : Movement 66 P S ------- : Ponco : Nyai : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 22, muncul seorang perempuan dari belakang panggung move berdiri di samping sebelah kiri penjara. Suara nyai memecahkan perhatian Ponco yang sebelumnya tertawa melepas kepergian algojo. Ponco bersikap acuh dan tidak terlalu memperdulikan Nyai, sebab Ponco merasa commit to user 158 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tidak mengenal nyai. Nyai move ke depan penjara dan memperkenalkan siapa dirinya. Ketika nyai memperkenalkan dirinya bahwa ia seorang istri residen, Ponco seketika terkejut tapi tidak melepas pandangnya tetap di pojok sebelah kanan depan. Sikap Ponco ketus terhadap nyai. Nyai move membedah panggung depan penjara, monolog tentang dirinya move ke mendekati Ponco kemudian berbalik badan menghadap penonton. Ponco membedah panggung berukuran 2x2 meter, sesekali duduk di tengah kemudian mendekati nyai. Di akhir adegan nyai menghadap penonton posisi berdiri menjadi duduk bersimpuh, sedangkan Ponco mendekati nyai, berdiri dan mengikuti gestur nyai dengan duduk bersimpuh di belakang nyai. Sketsa 23 Bloking 23 Teroris S F D D F F F Keterangan : Penempatan bloking 23 : Movement 67 : Movement 68 commit to user 159 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id : Movement 69 D : Darmo F : Fitri S : Sutris _________ : Berjalan - - - - - - - : Berjalan lambat Pada bloking 23 masuk pada adegan lima, posisi Fitri duduk di lantai mendekap lututnya, Darmo gelisah dan prihatin melihat sikap Fitri yang berkhayal tentang. Darmo mengajak Fitri untuk masuk ke dalam, namun Fitri tidak menghiraukan Darmo. Darmo menyuruh Fitri berhenti untuk tidak memikirkan Ponco, seketika Fitri langsung berdiri dan move ke arah Darmo. Fitri move menuju ke sayap kanan panggung dan mulai berkhayal tentang Ponco, tidak lama kemudian muncul Sutris dari arah belakang kemudian memasuki panggung. Mendengar suara Sutris, Darmo tanggap berbalik badan dan move ke arah Sutris. Fitri move untuk menyambut Sutris. Sketsa 24 Bloking 24 Teroris S D F W D S S F w W commit to user 160 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keterangan : Penempatan bloking 24 : Movement 70 : Movement 71 W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan −− ─ −─ ─ : Berjalan sambil berlari Pada bloking 24, posisi Sutris berdiri di panggung belakang bagian tengah, Darmo berdiri di samping kiri Sutris, sedangkan Fitri berada di sayap kanan panggung tengah. Sutris move beberapa langkah ke depan, menjelaskan kepada Darmo dan Fitri tentang alasan ia kembali bergabung di organisasi ini. Darmo dengan senang atas kembalinya Sutris dan berkeyakinan penuh kepadanya, begitu juga Fitri. Fitri move nyigar tempe ke arah depan sebelah kiri mulai berkhayal tentang Ponco. Tidak lama kemudian, terdengar suara Wali dari arah pintu depan, Wali berhnti dan menyatakan bahwa menyesal selalu menyangsikan Ponco, lalu move menuju panggung tengah bergabung dengan teman-temanya. Mendengar suara Wali tentang Ponco, Fitri langsung tanggap berbalik ke arah suara Wali. commit to user 161 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sketsa 25 Bloking 25 Teroris S W D F S F W F W Keterangan: : Penempatan bloking 26 : Movement 72 : Movement 73 W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan Pada bloking 25, posisi Darmo tetap di panggung tengah agak menjorok ke dalam bagian kanan, Sutris di depan sudut ruangan, Fitri di panggung tengah bagian kiri, sedangkan Wali di samping kanan Fitri. Fitri commit to user 162 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sangat antusias dengan kedatangan Wali, sebab Wali membawa kabar berita tentang Ponco, antara sadar dan tidak sadar, Fitri kembali dalam lamunannya berkhayal tentang Ponco dengan move ke depan sebelah kanan, Wali menceritakan apa yang dilihatnya ketika menyaksikan Ponco ditembak mati dengan move ke arah bibir jalan menuju menara berhenti sejenak kemudian move menuju menara. Fitri mengejar Wali dan meminta Wali meneruskan ceritanya, namun Wali tidak ingin melanjutkan lagi. Sketsa 26 Bloking 26 Teroris S D S D F F D \ S W F W F F Keterangan : Penempatan bloking 26 : Movement 74 : Movement 75 : Movement 76 : Movement 77 commit to user W 163 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id W : Wali D : Darmo F : Fitri S ------- : Sutris : Berjalan lambat _________ : Berjalan ................ : Berjalan cepat Pada bloking 26, posisi Fitri berhadapan dengan Wali di bawah menara, panggung depan bagian kiri. Bloking Darmo berdiri serong kiri menghadap Wali dan Ponco, sedang Sutris di samping kanan Darmo. Fitri meminta Wali untuk melanjutkan apa yang dilihat Wali, namun Wali berhenti tidak melanjutkan ceritanya, seketika Fitri langsung mundur, meluapkan semua yang ada dibenaknya, kemudian move menuju Darmo dan Sutris. Darmo dan Sutris hanya bereaksi menundukan kepala ketika Fitri meluapkan emosinya, Fitri lalu move beberapa langkah ke kanan depan. Sutris move ke kiri, berdiri berhenti di depan tempat duduk. Darmo move beberapa langkah mendekati Fitri mencoba menenangkan Fitri. Fitri move beberapa langkah ke kanan membentuk ga membentuk garis diagonal, kemudian meminta Darmo untuk mengijinkan Fitri melemparkan bom. Darmo menolak keinginan Fitri, namun Fitri berbalik badan dan merayu agar Darmo mengijinkannya. Darmo diselimuti kebimbangan antara mengijinkan Fitri atau tidak, namun Fitri merasa Darmo mengijinkannya dan langsung bergegas move menuju meja untuk mengambil tas berisi bom kemudian move keluar dengan berjalan cepat. Ketika Fitri meminta ijin kepada Darmo, Wali dan Sutris terkejut commit to user perpustakaan.uns.ac.id 164 digilib.uns.ac.id dengan pernyataan Fitri, Wali move di bibir jalan menuju panggung utama. Darmo tidak bisa mencegah keinginan Fitri sebab Sutris dan Wali meminta Darmo untuk mengijinkan Fitri. Fitri move menuju anak tangga dan keluar, Darmo move melepaskan Fitri dengan mengikuti Fitri dari belakang dan berhenti di anak tangga nomor 5. Sutris mengikuti di belakang Darmo dan berhenti di bibir anak tangga. Wali move maju beberapa langkah di depan tempat duduk. d. Tahap pemantapan Segala sesuatu yang sudah dilakukan para pemain dan pendukung pementasan secara berulang-ulang akan menjadi bagian yang mantap bagi para pelaku. Tahap pemantapan dilakukan dengan penuh keseriusan untuk menghasikan sesuatu yang benar-benar pada titik pemantapan. Untuk mencapai ke tahap pemantapan dibutuhkan waktu yang cukup agar kemantapan para pelaku dapat mendarah daging dan menetap. Hal tersebut juga menjadi bagian dari proses lakon Teroris, para pemain latihan secara berulang-ulang. Saling berkomunikasi dan diskusi baik antar pemain dan sutradara. Mereka saling mendukung dan memberi masukan antara satu dengan yang lainnya. Pada tahap ini, karakter yang dimainkan mereka sudah terbentuk dan semakin matang. Sutradara bertugas memberi motivasi kepada para pemain agar tetap konsisten dengan karakter yang dibawakannya. e. Tahap penyesuaian Pada tahapan penyesuaian merupakan tahap penyesuaian dengan semua kondisi dilakukan oleh seluruh aspek pendukung yang sudah mempersiapkan tugasnya masing-masing. Seluruh aspek pendukung pada commit to user perpustakaan.uns.ac.id 165 digilib.uns.ac.id tahap penyusaian tidak langsung dipersatukan latihan pada suatu latihan tetapi mereka dipersatukan pada waktu latihan ketika akan mendekati pementasan. Setelah latihan Gigok Anurogo selalu memberikan evalusi kepada semua pihak yang terlibat pada pementasan ini. Jika ada kekurangan persiapan pementasan dapat diperbaiki selama proses berlangsung. Tahapan demi tahapan dilakukan, agar tidak terjadi kekacauan ketika pementasan berlangsung. Pada lakon Teroris, tahap penyesuaian pertama adalah masuknya tim musik ke dalam latihan bloking. Penata menafsirkan musik yang cocok untuk mengiringi adegan kemudian menata musik apa yang akan diusungnya bersama kelompok musiknya. Selanjutnya, tim musik melakukan latihan sendiri dengan kelompoknya. Ketika latihan mereka sudah matang dipersatukan dengan pemain ke dalam suatu latihan. Tujuan dipersatukan antara tim musik dengan para pemain adalah mengukur sampai sejauh manakah latihan yang sudah dijalani sebelumnya. Meski begitu, baik pemain atau pun tim musik tetapi masih membutuhkan waktu latihan sendiri sebelum di luar jam latihan rutin yang sudah dijadwalkan. Seiring jalannya proses latihan, para pemain dapat menyesuaikan posisinya dengan tim musik begitu juga sebaliknya. Mereka membentuk satu kesatuan sehingga tidak berdiri sendiri-sendiri. Proses latihan mereka berakhir sampai pementasan berlangsung. Tahap penyesuaian selanjutnya adalah penyesuaian dengan kostum termasuk properti yang akan dibawa atau dipakai. Penata kostum menafsirkan busana apa yang cocok dikenakan pemain dalam adegan. Hal ini dilakukan commit to user 166 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id agar pemain tidak kaku ketika di atas panggung dan jika terdapat adegan yang mengharuskan pemaian untuk berganti kostum, pemain sudah mengerti apa yang harus ia lakukan. Mereka sudah menyesuaikan kostum yang akan dikenakannya karena sebelumnya sudah beradaptasi dengan kostum yang akan dikenakannya. Tahap ini dilakukan seminggu sebelum pementasan. Tahap selanjutnya adalah penggabungan elemen pendukung pementasan, baik kostum, artistik dan musik. Tahap ini dilakukan untuk mengukur sejauh manakah hasil latihan yang sudah dijalani. Pada lakon Teroris, tahap ini dilakukan ketika gladi kotor. Setting yang digunakan berupa kontruksi bangunan dari bambu dan hanya bisa dipasang satu hari sebelum pementasan karena gedung Teater Arena TBJT sebelumnya digunakan untuk beberapa event yang sudah di agendakan pihak Taman Budaya Jawa Tengah. Walaupun setting belum sempurna para pemain sudah harus mampu menyesuaikan bagaimana setting panggungnya, sebab mereka sudah mempersiapkan apa yang harus mereka lakukan di atas panggung dan berlatih dengan matang sebelumnya. Tahap terakhir adalah penggabungan seluruh elemen pendukung yaitu sebuah pementasan. Sebelum pementasan, para pemain melakukan gladi bersih. Gladi bersih merupakan persiapan terakhir yang dilakukan sebelum pementasan. Tahap selanjutnya adalah pementasan, di mana seluruh unsur elemen pendukung pementasan bergabung menjadi satu kesatuan yang utuh dan apik. Para pemain membawakan peran mereka masing-masing sesuai dengan karakter yang dibawakan, didukung oleh tata panggung, tata cahaya, tata musik, tata kostum dan make-up di atas panggung. Gigok Anurogo commit to user perpustakaan.uns.ac.id 167 digilib.uns.ac.id berhasil menata seluruh pendukung pementasan dan mampu mevisualisasikan naskah lakon menjadi sesuatu yang hidup dan membuat imajinasi penonton terbawa menjadi satu dengan pementasan sehingga hasil dari proses ini dapat dinikmati oleh penyelenggara dan penonton. 6. Mengkoordinasi setiap bagian Ketika proses produksi seorang sutradara tidak berdiri sendiri. Bersama tim produksi dan kerabat kerja, mereka melangkah bersama untuk menyukseskan sebuah pementasan. Begitu pula yang dilakukan Gigok Anurogo sebelum melangkah ia melakukan koordinasi kepada seluruh elemen pendukung pementasan. Gigok Anurogo sebagai sutradara memaparkan konsep garap yang akan digarapnya, setelah terjadi kesepakatan antar pendukung kemudian para kerabat kerja teater menafsirkan konsep garap teater dengan bekal dan pemahaman mereka masing-masing sebagai penafsir kedua. Tahap koordinasi selanjutnya berupa diskusi yang biasa dilakukan di awal latihan, jeda latihan, selesai latihan atau pendekatan personal terhadap seluruh elemen pendukung pementasan. Komunikasi antar kerabat kerja harus terjalin dengan baik, sebab sistem kerja teater adalah sistem kerja yang saling mempengaruhi satu sama lain saling berhubungan dan berkesinambungan. Proses produksi berjalan setelah seluruh elemen pendukung pementasan melakukan tugasnya masing-masing. Mereka berangkat dari awal secara bersama dan mempunyai tujuan yang sama kemudian merealisasikan ke sebuah pementasan. Meskipun Gigok Anurogo membebaskan kreatifitas para kerabat kerja teater, tetapi Gigok Anurogo sebagai sutradara bertanggung jawab penuh untuk tetap memberi pengarahan kepada seluruh kerabat kerja teater. Sutradara commit to user 168 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sebagai pemimpin mengkoordinasikan satu sama lain dengan baik agar tercipta sebuah harmonisasi di atas panggung. B. Gaya penyutradaraan Proses penyutradaraan merupakan cara atau langkah seorang sutradara ketika menggarap suatu lakon. Proses penyutradaraan dapat berguna untuk mengetahui ciri atau gaya seorang sutradara ketika menggarap suatu naskah ke dalam sebuah pertunjukan teater. Seorang sutradara ketika akan menggarap suatu lakon pasti mempunyai sebuah konsep pertunjukan tentang naskah lakon yang akan digarapnya. Begitu juga yang dilakukan Gigok Anurogo dalam lakon Teroris karya Albert Camus. Hal pertama yang dilakukan Gigok Anurogo adalah memilih naskah. Naskah kemudian ditafsir dan dikaji. Hal selanjutnya yang dilakukan Gigok Anurogo adalah memberikan interpretasi pada teks naskah drama kemudian memikirkan kemungkinan pemvisualisasian dengan memanfaatkan segala sarana yang memungkinkan untuk mencapai suatu pementasan yang berhasil. Naskah Metamorfosa Kosong terjemahan Radhar Panca Dahana sebagai modal awal Gigok Anurogo ketika menggarap suatu lakon. Kedudukan naskah lakon sebagai sumber cerita. Gigok Anurogo sebagai sutradara lebih menyoroti Albert Camus, sebab karya-karya Albert Camus struktur dramatiknya kuat, tema yang diangkat kuat dan selalu membicaraan eksistensialis. Dari segi sastra, naskah tersebut mempunyai bobot sastra yang tinggi, baik dari gaya bahasa dan pemilihan kata, tetapi Gigok Anurogo juga tidak melepaskan Radhar Panca Dahana sebagai penerjemah naskah. Radhar Panca Dahana menerjemahkan dan mengadaptasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id 169 digilib.uns.ac.id naskah tersebut disesuaikan dengan keadaan dan kebudayaan Indonesia, dengan latar waktu terjadi ketika Indonesia belum merdeka. Berikut kutipan wawancara dengan Gigok Anurogo mengenai proses pembedahan naskah. “Ya.., pada naskah ini, menunjukkan tentang perjuangan para tokohtokohnya. Tokoh-tokoh tersebut, selalu memiliki keinginan untuk membrontak terhadap keadaan dirinya, sesuai dengan karakter mereka masing-masing. Hal itu menujukkan, bahwa karakter tokoh yang dimunculkan Albert, sangatlah kuat, setiap tokoh punya karakter masing-masing..., yang membedakan dengan karakter satu dengan yang lainnya... Dan lakon yang saya pilih, adalah karya Albert Camus kemudian diterjemahkan oleh Radhar Panca Dahana. Karena Albert Camus merupakan seorang penulis eksistensialis, karya Albert Camus selalu membicarakan tentang kondisi sosial, dan kondisi sosial yang diangkat dapat disesuaikan dengan kondisi di Indonesia sekarang.” (Gigok Anurogo, 27 Maret 2014). Pemilihan naskah tersebut menunjukkan bahwa Gigok Anurogo selalu memilih naskah yang menceritakan tentang kemanusiaan. Terbukti bahwa lakonlakon yang dipilih Gigok Anurogo sebelumnya selalu menceritakan tentang hubungan antar manusia, seperti lakon Nyi Sulastri, Kumbokarno, Bila Malam Bertambah Malam, Semilir Angin ing Bruk Belis, Perempuan-perempuan, Cermin. “Ya.., setelah memilih naskah, saya membacanya lagi.., berkali-kali kemudian mengkajinya, dan menghasilkan sebuah sanggit. Sebuah sanggit, akan menghasilkan bentuk pertunjukan seperti apa, yang akan saya pilih. Dan pada lakon Teroris, saya memilih konsep garap teater tradisi, karena saya pelaku dari teater tradisi.” (Gigok Anurogo, 27 Maret 2014). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa naskah lakon dibaca berulangulang, dicermati, dan dibedah satu persatu oleh Gigok Anurogo. langkah sekanjutnya yang dilakukan Gigok Anurogo adalah mengkaji sebuah naskah kemudian menafsirkannya. Pengkajian dan penafsiran seorang sutradara menghasilkan sebuah sanggit, yaitu pilihan apa yang akan digarapnya. Sebuah commit to user perpustakaan.uns.ac.id 170 digilib.uns.ac.id sanggit akan menghasilkan bentuk pertunjukan seperti apa yang akan digarapnya. Konsep sanggit sutradara selalu menawarkan banyak kemungkinan-kemungkinan penggarapan yang sangat menarik dengan berbagai penafsiran dan mencerminkan pribadi sang sutradara itu sendiri. Ketika pada tahap penafsiran sutradara memberikan nada dasar pementasan. Pemberian nada dasar pementasan yang dimaksud adalah sutradara mencari motif pada naskah lakon yang memberi ciri kejiwaan. Meskipun naskah lakon Teroris termasuk jenis aliran drama esistensialis, Gigok Anurogo membawa lakon Teroris ke dalam pertunjukan realis. Di mana dalam penceritaannya menghadirkan tafsir nilai atas kehidupan nyata yang bisa dinikmati dan dipahami oleh penonton. Hal tersebut selalu tampak dalam penyutradaraan Gigok Anurogo. Gigok Anurogo pada lakon Teroris memilih konsep garap teater tradisi. Konsep garap Gigok Anurogo yaitu teater modern bernafas teater tradisi, sebab teater tradisi memberi ciri nafas khasanah teater modern. Pemaparan tentang teater tradisi yang dimaksud adalah teater tradisi penuh dengan idiom, simbol, dan nilainilai kehidupan, tidak sekedar menjadi sebuah tontonan tetapi menghadirkan suatu dinamika kehidupan manusia. Berikut kutipan wawancara dengan Gigok Anurogo mengenai konsep pertunjukan yang akan diusungnya. “Ya berangkat dari konsep garap teater tradisi, baik musik, setting, lighting, tata rias dan busana sebagai sarana pemanggungan, menjadi satu harmoni pertunjukan. Alur dramatik, menuju harmoni pertunjukan, juga menggunakan konsep teater tradisi. Bisa dikatakan, teater modern bernafas teater tradisi. Sebab, teater tradisi memberi ciri nafas khasanah teater modern. Bukan bentuk teater tradisional wantah, tetapi esensi dari teater tradisi itu sendiri. Teater tradisi yang dimaksud adalah, teater tradisi yang penuh dengan simbol-simbol, nilai-nilai kehidupan, dan tidak sekedar menjadi sebuah tontonan tetapi menghadirkan suatu dinamika kehidupan commit to user manusia.” (Gigok Anurogo, 27 Maret 2014) 171 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pemilihan konsep garap teater tradisi yang bernafas modern menunjukkan bahwa Gigok Anurogo merupakan sutradara yang mempunyai warna tersendiri ketika menggarap suatu lakon. Pemilihan teater tradisi didasari karena Gigok Anurogo merupakan pelaku tradisi. Gigok Anurogo selalu menyisipkan unsur tradisi di setiap garapannya. Pada lakon Teroris terlihat pada keseluruhan elemen pendukung pertunjukan saling berkesinambungan sehingga menghasilkan satu kesatuan yang harmonis. Gigok Anurogo memaparkan konsep garap yang ingin digarapnya kepada seluruh elemen pendukung pementasan teater kemudian para pelaku yang terlibat menafsirkan konsep garap Gigok Anurogo dengan bekal dan pemahaman mereka masing-masing. Para elemen pendukung pertunjukan sebagai penafsir kedua setelah sutradara memaparkan konsep garapnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Gigok Anurogo merupakan tipe sutradara konseptor. Berikut kutipan wawancara dengan penata artistik mengenai konsep sutradara. “Tafsir naskah?saya selalu ngobrol dengan sutradara sebelum saya membuat konsep untuk perencanaan artistik, secara tidak langsung, saya menyamakan tafsir saya dengan sutradara... Ini untuk masalah tafsir cerita. Kami tidak bekerja dengan sistem seperti itu, sutradara tidak memberikan penafsiran untuk mewujudkan tata panggung, tapi sutradara punya konsep dan penafsiran naskah. Sudah menjadi tugas kami... Tim artistik membuat penataan pentas yang sesuai dengan konsep dan tafsir tersebut.” (Tuwuh Jagad, 6 Juni 2015) Gigok Anurogo menyerahkan konsep penafsiran pada seluruh elemen pendukung pementasan dan membiarkan mereka mengembangkan konsep ini sendiri untuk lebih kreatif tetapi juga terkait dengan konsep yang dipegang oleh sutradara. Sebagai sutradara Gigok Anurogo tidak membatasi kreatifitas mereka. commit to user 172 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berikut kutipan wawancara dengan penata lighting, penata musik, penata rias dan kostum tentang sistem kerja Gigok Anurogo. “Ya saya.., diajak Babe.., didapuk jadi penata cahaya.., ya saya kan berdiri sendiri.., saya tidak perlu ada kru.., nanti paling sama kru TBS yang membantu... Ya saya, mengikuti beberapa kali latihan, kalau sudah terbentuk blokingnya.., saya juga membaca naskahnya juga.., terus saya buat lay out, saya serahkan ke Babe. Ya Babe, menyerahkan sepenuhnya kepada saya... Waktu gladi bersih.., ya di coba.” (Caroko Turah, 7 Juni 2014) “Ya mungkin, sistemnya Babe sama.., sebagai sutradara, dia membebaskan kami, untuk mengeksplor kemampuan kami masingmasing. Dia tidak membatasi kreatifitas kami. Semua.., diserahkan kepada kami.., hanya, Babe memberikan poin-poin, yang kemudian kami kembangkan. Ya sistem kerja saya.., saya tidak berkerja sendiri.., bersama teman-teman musik, kami saling diskusi, dan mengerjakannya bersama.., tapi juga tidak lepas dari arahan saya.., dan saya, tidak lepas dari arahan sutradara.” (Respati Galang, 6 Juni 2014) “Gimana ya.., ya.., saya ditunjuk sebagai penata kostum dan makeup.., ya selanjutnya, saya membaca naskah, kemudian berdiskusi kepada Pak Gigok... Ya mungkin, sama seperti penata lain, Pak Gigok membebaskan kami, untuk menafsirkan apa yang ada di dalam naskah.” (Migie Pitaloka, 6 Juni 2014) “Ya Babe.., menyerahkan penuh keproduksian kepada kami, tapi Babe tidak lepas stir gitu..., beliau memantau kami, dan kamipun tidak lepas berkomunikasi dengan beliau..., pokoknya enaklah...” (Anggoro, 6 Juni 2014). Pernyataan di atas menunjukkan bahwa para penata mengeksplor kemampuan mereka masing-masing tetapi tetap berpegang konsep yang telah diberikan Gigok Anurogo. Gigok Anurogo membebaskan setiap para penata untuk mengeluarkan seluruh kemampuan mereka masing-masing untuk menyukseskan sebuah pertunjukan. Hal itu menunjukkan bahwa Gigok Anurogo merupakan seorang sutradara yang lunak, memberi kesempatan kepada seluruh elemen pertunjukkan untuk berkembang. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 173 digilib.uns.ac.id Tidak hanya dengan para penata, Gigok Anurogo sebagai sutradara juga membebaskan seluruh kreativitas tiap pemain. Dibuktikan dengan wawancara kepada para pemain. “Ya kamu tahu sendiri, kalau Babe pasti membebaskan kreativitas teman-teman.., Babe mempersatukan kami, sesuai dengan porsi masing-masing.., karena mungkin, kami sering proses bareng, jadi tahu karakter satu dengan yang lain. Komunikasi tidak akan pernah putus.., saling memberi masukan antara satu dengan yang lain.” (Yogi Swara, 7 Juni 2014). “Ya Pak Gigok.., pasti membebaskan semua, baik pemain, lighting, artistik.., dia tidak membatasi semua kreativitas masing-masing... Ya.., Babe, juga tidak membatasi diri, untuk tidak membuka sharing. Kami pemain dengan sutradara, pemain antar pemain, pemain dengan crew saling berkomunikasi, berdiskusi.., tidak jalan sendiri-sendiri.” (Yustinus Popo, 7 Juni 2014). “Saya kan, tidak kali ini bareng Babe, saya sudah tahu, watak Babe.., Mmm.., ya Babe, membebaskan kami.., terserah interpretasi kami bagaimana. Jika tidak sesuai, ya dibenakne.., saya sering dimarahin.., tapi itu sebagai motivasi, agar saya, bisa menjadi yang lebih baik.” (Banuaji, 7 Juni 2014). “Konsep sutradara, saya terima dengan baik. Tentunya dengan dukungan, dan arahan sutradara, juga pemain lain. Penafsiran sutradara untuk tokoh Fitri ini, disesuaikan dengan karakter pribadi saya. Namun, bukan berarti.., tokoh Fitri, sama persis dengan saya. Ada beberapa hal yang berbeda, seperti keteguhan dan keyakinan Fitri, ketika menyerahkan bom dan berdialog dengan Ponco. Sutradara, memberikan ruang kreatif untuk saya, mengeksplorasi karakter Fitri.” (Nissa Argarini, 7 Juni 2014). “Konsep sutradara sudah jelas, bahwa konsep dibawa adalah, konsep teater tradisi.., kalau soal pencarian, ya.., itu tugas aktor masing-masing.” (Akbar, 7 Juni 2014). “Kalau dari segi, saya sebagai pemain, konsep sutradara cukup bisa saya terima dengan baik. Karena sudah beberapa kali disutradarai oleh beliau. Jadi dalam proses ini, saya tidak banyak mengalami kesulitan. Karena sudah cukup paham, apa yang dimaksudkan oleh beliau.” (Migi Pitaloka, 7 Juni 2014). Selain itu, ketika proses berlangsung Gigok Anurogo merupakan tipe commit to user sutradara koordinator. Tidak hanya pemain yang berkoordinasi dengannya tetapi perpustakaan.uns.ac.id 174 digilib.uns.ac.id seluruh unsur pendukung lainnya saling berkoordinasi. Sutradara sebagai pemimpin mengkoordinasikan satu sama lain dengan baik agar tidak tumpang tindih. Terbukti pada lakon Teroris, Gigok Anurogo melakukan persiapanpersiapan, memasuki tahapan-tahapan penggarapan, dan mengatasi semua kendala yang ada. Ketika proses berjalan Gigok Anurogo menjembatani komunikasi antar elemen pedukung agar menjadi satu kesatuan yang utuh. Prinsip Gigok Anurogo ketika menggarap lakon Teroris adalah menanamkan kepercayaan kepada seluruh elemen pendukung pementasan. Hal tersebut yang mendorong kesadaran diri para elemen pendukung pementasan untuk berkembang dan mengeksplor kemampuannya secara maksimal. Sebagai sutradara ia membebaskan para elemen pendukung pementasan untuk bebas menafsirkan kembali konsep yang telah diberikan, mengeskplor seluruh kemampuannya secara maksimal dan merealisasikannya ke dalam bentuk pertunjukan teater. Untuk merealisasikan ke dalam sebuah pertunjukan dibutuhkan jalinan kerja sama antar elemen pendukung, seperti: pemain, penata cahaya, penata musik, penata artistik, penata kostum dan make-up, kru dan tim produksi. Kerja sama harus dilandasi dengan rasa kebersamaan untuk mewujudkan apa yang mejadi tujuan mereka yaitu sebuah pementasan. Agar semuanya dapat berjalan lancar dan sesuai dengan rencana maka jalinan kerja sama harus terkoordinasikan dengan baik dan harus imbang jangan sampai tumpang tindih. Berikut wawancara dengan Gigok Anurogo yang membuktikan bahwa beliau termasuk seorang sutradara koordinator. “Jadi begini, itu kan konsep pokok saya.., tugas saya, menggabungkan seluruh unsur tersebut, agar menjadi satu. Masingmasing unsur, mempunyai tugas sendiri untuk menafsir kembali commit to user konsep yang saya berikan, dan menafsir naskah itu sendiri.., sesuai 175 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan tugasnya. Jadi, saya yang menampung semua kreasi dari seluruh unsur tersebut. Mereka harus mampu mengembangkannya sendiri, sesuai dengan imajinasi mereka masing-masing. Tafsir saya, sebagai sangu, dan naskah harus mereka kaji lagi... Jangan cuma dari saya. Itu juga untuk melatih, dan mengasah kemampuan mereka masing-masing. Ya saya seperti keran air.., kalau air yang di dalam ember butuh di isi agar penuh, kan harus di hidupkan.., keran air dibuka, dibesarkan.., tapi kalau sudah melebihi pasti dikecilkan, kalau sudah penuh dimatikan, kalau mau diisi dibuka. Jadi, saya yang mengontrol semua. Hal itu saya lakukan, agar semua unsur sesuai dengan kadarnya. Agar, satu dan yang lainnya dapat menyatu, harmonis, menjadi kesatuan yang apik.” Kerja sama yang dihasilkan sutradara, pemain, penata cahaya, penata musik, penata artistik, penata kostum dan make-up, crew dan tim produksi menghasilkan sebuah pertunjukan dengan penataan cahaya, musik, setting, kostum dan make-up dalam lakon Teroris sangat berpadu dan menyatu menjadi satu kesatuan yang harmonis dengan permainan pemain di atas panggung. Gigok Anurogo berhasil menata sebuah permainan yang hidup dan menarik di atas panggung. Peristiwa yang diangkat di atas panggung dapat diterima dan dipahami oleh penonton. Hal yang dilakukan Gigok Anurogo tersebut dapat menentukan sutradara yang bagaimanakah dirinya. Seiring berjalannya proses produksi, sebagai sutradara ia dapat menempatkan dirinya sebagai intrepetator, yaitu sutradara yang mempunyai konsep, menguraikan, memaparkan dan menjelaskan secara rinci konsepnya kemudian membebaskan para elemen pendukung untuk mengeksplorasi kemampuan dan daya imajinatifnya seperti gaya Laissez Faire. Terbukti ketika Gigok Anurogo sudah mempunyai pandangan tentang siapa saja yang akan bekerja sama dengannya untuk mendukung menyukseskan lakon Teroris. Berikut kutipan wawancara dengan Gigok Anurogo tentang pemilihan commit to user pemain dan unsur pendukung lainnya. perpustakaan.uns.ac.id 176 digilib.uns.ac.id “Jadi soal pemain, saya ketika membaca, saya pasti berimajinasi.., membayangkan.., siapa saja yang cocok memerankan tokoh yang ada dalam naskah.., begitu juga elemen pendukung, saya sudah punya pilihan saya sendiri.., itu awalnya.” (Gigok Anurogo, 27 Maret 2014) “Iya.., karena saya percaya, saya yakin.., pertimbangan memilih pemain dan unsur pendukung pementasan, seperti penata musik, lighting, setting, kostum dan rias, berdasarkan kemampuan dan pengalaman mereka masing-masing.., dengan “jam terbang” tinggi. Tujuannya, agar lakon sesuai dengan apa yang saya harapkan. Jadi, setelah saya memilih calon pemain, jika mereka bersedia, hal selanjutnya adalah mengikuti proses latihan. Nanti kita lihat perkembangan mereka, proges latihan mereka.., begitu juga elemen pendukung.., jadi saya ini menggabungkan mereka.” (Gigok Anurogo, 27 Maret 2014) Gigok Anurogo memilih dan mengajak beberapa orang yang terlibat di antaranya: Tuwuh Jagad sebagai penata artisik, Caroko Turah sebagai penata lighting, Respati Galang sebagai penata musik, Migie Pitaloka sebagai penata busana dan rias, Anggoro Budi sebagai pimpinan produksi dan Arya Ananta sebagai stage manager. Pemain yang dipilihnya antara lain: Yogi Swara Manitis Aji sebagai Ponco, Yustinus Popo sebagai Wali, Banuaji sebagai Darmo, Nissa Argarini sebagai Fitri, Dewi Ayu Pitaloka sebagai Nyai dan dua pemain tambahan Emmanuel dan Sun sebagai centeng residen. Hal tersebut dilakukan Gigok Anurogo karena ia mengerti betul kemampuan masing-masing orang yang diajak bekerja sama dengannya dan percaya bahwa mereka mampu melakukannya. Selain itu, Gigok Anurogo juga dapat memposisikan dirinya sebagai creator, memberikan masukan dan solusi kepada elemen pendukung apabila mereka tidak dapat memenuhi keinginan sutradara, seperti gaya dari Gordon Craig. Terbukti pada lakon Teroris, ketika elemen pendukung mengalami kendala atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Gigok Anurogo. Berikut kutipan user penata rias dan kostum. wawancara dengan penata artistik,commit penata to musik, 177 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id “Pada proses ini saya tiga kali melakukan revisi tentang setting yang saya buat... Pertama, setting yang ini terlalu tinggi dan area belakang kurang semrawut sehingga belum menciptakan efek kacau dan ruwet. Kedua, area bermain para pemain menjadi sempit karena setting yang disusun berlebihan. Baru yang ketiga ini komposisi garis repetisi yang disusun dan dipecah, serta ruang bermain para pemain sudah sesuai dengan apa yang diinginkan sutradara.” (Tuwuh Jagad, 6 Juni 2014). “Ya, Saya mengobrol.., membicarakan. Prinsipnya.., Babe menyerahkan semua kepada saya.., dan saya ya.., taren juga dengan beliau. Sama-sama memberikan masukanlah.” (Caroko Turah, 7 Juni 2014). “Ya pas latihan babe ya..paling ngasih masukan kalau kurang ini itu...terus ya kami perbaiki...ya babe langsung ngomong kalau kurang jelas, kuarang tipis, keras lagi... babe ya ngomandoni kami saat sudah digabung latihannya... ya kami saling berkomunikasi terus pokoknya..kan ini kerja kolektif saya juga tidak bisa berdiri sendiri...begitu juga sebaliknya.” (Respati Galang, 6 Juni 2014). “Ya selanjutnya saya merancang kostum sesuai dengan tafsir saya...eee..pertama saya menyerahkan desain kostum tapi pas pertama ee pak Gigok menyarankan jika kostumnya realis dan simpel.. seperti film Naga Bonar kemudian saya sesuaikan lagi sama diberi pengarahan sama pak Gigok... nah yang kedua ini, desain saya disetujui...” (Migie Pitaloka, 6 Juni 2014). Pernyataan dari para pendukung pertunjukan di atas menunjukkan bahwa Gigok Anurogo selalu memberikan solusi dan masukan kepada masing-masing elemen pendukung. Mereka saling bekerja sama untuk menyukseskan pementasan ini, tidak merasa paling benar semuanya. Dengan demikian, Gigok Anurogo ketika menggarap lakon Teroris ia menggabungkan gaya interpretator dengan gaya creator. Bahwa dia sebagai sutradara membebaskan seluruh elemen pendukung pementasan untuk menggunakan kemampuan masing-masing dalam proses produksi ini. Sebagai penafsir kedua para pendukung harus mempresentasikan apa yang menjadi tugas commit to user 178 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mereka masing-masing. Gigok Anurogo percaya dan sama sekali tidak pernah membatasi pemahaman dan kreatifitas para pendukung pementasan dalam hal untuk menyukseskan pementasan. Meskipun Gigok Anurogo membebaskan kreatifitas masing-masing namun apabila tidak sesuai dengan naskah atau konsep yang diusungnya Gigok Anurogo akan memberikan pengarahan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab sebagai sutradara ia berhak untuk menerima dan memutuskan apa pun yang baik untuk menyukseskan pementasan. commit to user