III. 3.1 KERANGKA TEORITIS Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet Fenomena ekonomi dari industri komoditi kelapa sawit dan karet merupakan suatu sistem yang saling terkait atau terintegrasi vertikal maupun horizontal antar variabel-variabel. Model yang dibangun secara sederhana dibagi dalam 4 blok yaitu: blok Indonesia, blok importir utama, blok dunia, dan blok sisa dunia. Pada blok Indonesia dapat dijelaskan keterkaitan antar variabel dalam hal ini antara kelapa sawit dan komoditi karet dapat dibagi atas subblok produksi dan subblok pasar domestik. Subblok produksi terdiri atas: (a) pasar input (lahan), yang menggambarkan permintaan dan penawaran input lahan, (permintaan lahan di pasar input terdiri atas permintaan lahan untuk komoditi kelapa sawit, dan komoditi karet), (b) kurva produksi kelapa sawit (QTBS), menggambarkan fungsi total produksi kelapa sawit terhadap input, (c) kurva kemungkinan produksi yang menggambarkan produksi kelapa sawit dan komoditi karet, terhadap input tetap lahan, dan (d) kurva pembantu, menggambarkan produksi tandan buah segar kelapa sawit perkalian antara produktivitas per hektar dan arealnya (Q= YP*AP). Subblok pasar domestik terdiri atas penawaran minyak sawit (CPO) dan permintaan terhadap CPO dan harga CPO domestik pada Gambar 2, menggambarkan produksi CPO merupakan perkalian produksi TBS domestik dengan rendemen sebagai kurva pembantu, penawaran ekspor CPO, penjumlahan produksi, impor, dan stok. 24 Blok importir utama tersusun atas impor dari negara pengimpor komoditi CPO dan karet alam. Negara importir utama CPO Indonesia adalah, India, Belanda, China. Negara importir karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang, China. Blok pasar dunia tersusun atas ekspor CPO dunia (WCPOX), impor CPO dunia (WCPOM) harga kesimbangan dunia. Blok dunia merupakan blok yang menghubungkan eksportir (Indonesia) dengan importir. Blok sisa dunia terdiri atas produksi CPO, konsumsi CPO, ekspor CPO dan impor CPO. Blok ini merupakan blok yang tidak termasuk dalam blok Indonesia dan blok importir utama. Blok Indonesia (Subblok produksi) menggambarkan perilaku petani/ pengusaha dalam menghadapi berbagai alternatif komoditi yang akan diusahakan atau diproduksi dan sekaligus menghadapi keterbatasan atau kendala-kendala dalam menggunakan input-input produksi, terutama sumber daya lahan. Secara teoritis berbagai variabel yang termasuk ke dalam subblok produksi dapat dijelaskan berdasarkan perilaku produsen yakni pengambilan keputusan petani pada pasar input, pasar output, dan fungsi produksi dari masing-masing komoditi dan kurva kemungkinan produksi sehingga dapat diturunkan fungsi penawaran output multi komoditi tanaman perkebunan dan fungsi permintaan input multi komoditi tanaman perkebunan Blok pasar domestik meliputi permintaan dan penawaran komoditi di pasar domestik. Permintaan komoditi di pasar domestik dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain harga komoditi itu sendiri, harga komoditi lain, tingkat pendapatan konsumen dan jumlah populasi. Penawaran komoditi di pasar domes- 25 SDCPO WCPOX PWCPO HCPO WCPOM DDCPO QCPO Pasar Domestik QCPO Pasar Internasional QCPO Kurva Pembantu QTBS QCPO QCPO Rendemen CPO QTBS TP Kurva Kemungkinan Produksi Kurva Produksi PInput Ret QTBS Kurva Pembantu QRET S D Wit Pasar Input QInput QRET QRET QRET TP Kurva Produksi Kurva QRET Pembantu Input Rendemen P P QRETA SDRET WRETX PW HRET WRETM DDRET QRETA Pasar Internasional QRETA Pasar Domestik Gambar 2. Kerangka Keterkaitan Variabel Ekonomi dari Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet 26 tik adalah penjumlahan produksi domestik, impor dan stok tahun sebelumnya. Umumnya komoditi pertanian sebelum masuk kedalam pasar domestik terdapat kegiatan pengolahan, sehingga digunakan koefisien konversi atau rendemen. Blok pasar dunia digambarkan oleh keseimbangan jumlah ekspor dan impor komoditi negara-negara pengekspor dan pengimpor di pasar dunia. Ekspor CPO Indonesia merupakan sebagai bagian dari total ekspor CPO dunia, ekspor karet alam Indonesia merupakan sebagai bagian dari total ekspor karet alam dunia. Dengan demikian keterkaitan berbagai variabel ekonomi industri komoditi tanaman perkebunan Indonesia merupakan keterkaitan antar blok Indonesia (subblok produksi, pasar input), blok importir utama Indonesia, blok dunia dan blok sisa dunia dalam suatu sistem. Sehingga kebijakan ekonomi baik pada subblok produksi pasar domestik maupun pasar dunia yang disimulasikan dapat dipelajari pengaruhnya terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen, penerimaan pemerintah dan penerimaan devisa. 3.2 Fungsi Produksi Produksi adalah suatu kegiatan untuk mengubah suatu input menjadi suatu output. Sedangkan input adalah barang atau jasa yang digunakan sebagai masukan pada suatu proses produksi, dan output adalah barang atau jasa yang dihasilkan. Henderson dan Quant (1980) merumuskan secara matematis fungsi produksi dan keuntungan maksimum sebagai fungsi permintaan faktor-faktor produksi, dimana permintaan faktor produksi menjelaskan fungsi penawaran produk atau komoditi yang bersangkutan. 27 Di pasar produk dan pasar input yang bersaing sempurna, fungsi penawaran merupakan kuantitas produk yang ditawarkan sebagai fungsi dari harga produk dan harga harga input. Suatu fungsi penawaran perusahaan yang memaksimumkan keuntungan dapat diturunkan dari fungsi keuntungan yang dicapai melalui dua syarat yaitu syarat orde satu (first order condition) dan syarat orde kedua (second order condition). Berdasarkan syarat pertama, fungsi keuntungan akan maksimum jika turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, yang berarti nilai produk marginal masing-masing input sama dengan harga masing-masing input yang digunakan. Syarat kedua terpenuhi jika turunan kedua dari fungsi tersebut lebih kecil dari nol atau jika Hessian Determinant lebih besar dari nol, yang berarti fungsi produksi cembung kearah titik origin (Henderson and Quant, 1980; Koutsoyiannis, 1975). Pada tingkat teknologi tertentu fungsi produksi suatu komoditi dapat dituliskan sebagai berikut: ............................................................................. (3.1) , Q = jumlah produksi komoditi, A = luas areal tanaman, L = jumlah tenaga kerja, Z = input lainnya. Jika harga masing-masing untuk harga input lahan, tenaga kerja dan input produksi lainnya asing masing adalah PA, PL, PZ, maka persamaan biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut: ................................................. (3.2) 28 dimana: C = biaya total, = biaya tetap. Fungsi keuntungan didefenisikan sebagai selisih antara penerimaan dan biaya. Dengan demikian fungsi keuntungan produsen suatu komoditi dapat dirumuskan sebagai berikut: Atau ....................... (3.3) dimana: = keuntungan, =harga komoditi. Dengan asumsi berperilaku rasional, produsen suatu komoditi berproduksi pada tingkat yang memberikan keuntungan maksimum. Fungsi keuntungan (3.3) maksimum tercapai jika syarat orde satu dari fungsi tersebut sama dengan nol. Turunan pertama dari fungsi (3) adalah: ...................................... (3.4) ........................................ (3.5) ...................................... (3.6) dimana masing-masing adalah produk marginal dari faktor-faktor areal (A), tenaga kerja (L) dan faktor lainnya (Z). Jadi dapat dilihat bahwa menurut syarat orde satu, keuntungan maksimum jika tingkat produksi tertentu nilai marginal masing-masing faktor sama dengan harga yang harus dibayar untuk memperoleh faktor-faktor tersebut. 29 Dari fungsi (3.4), (3.5), (3.6) diketahui bahwa faktor-faktor produksi (A, L, Z) merupakan peubah endogen sedangkan harga komoditi faktor ( dan harga faktor- merupakan peubah eksogen, sehinggga fungsi permintaan faktor dapat dirumuskan sebagai berikut: .................................................................... (3.7) ...................................................................... (3.8) ..................................................................... (3.9) dimana , merupakan permintaan akan faktor lahan, tenaga kerja, dan faktor lainnya. Dengan mensubsitusikan fungsi (3.7), (3.8), (3.9) ke fungsi produksi (3.1), maka penawaran komoditi pada waktu tertentu ( ) dapat dirumuskan sebagai berikut: .................................................................. (3.10) Beberapa peubah penting yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi, antara lain adalah harga komoditi tersebut, harga komoditi lain, biaya faktor produksi, tujuan perusahaaan, tingkat teknologi, pajak, subsidi, harapan harga, dan keadaan alam (Dollan, 1974) 3.3 Respon Areal Tanaman Komoditi kelapa sawit dan karet merupakan tanaman tahunan (parennial crops), dimana ada perbedaan antara masa penanaman dan masa berproduksi. Dengan demikian perubahan-perubahan yang terjadi tidak dapat dipengaruhi secara langsung oleh faktor-faktor yang ada pada saat yang bersamaan. Produksi dari masing masing komoditi pada suatu periode waktu dapat didefenisikan sebagai perkalian antara luas areal tanam dan produktivitasnya. 30 ...................................................................................... (3.11) dimana, = produksi komoditi x pada tahun ke t, = luas areal tanam komoditi x yang menghasilkan pada tahun ke t, = produktivitas komoditi x pada tahun ke t. 3.4 Fungsi Produktivitas Fungsi produktivitas komoditi (kelapa sawit dan karet) dapat diturunkan dengan memasukkan peubah luas areal (At) di samping peubah harga (Pt) dan peubah lainnya (Zt), yaitu: harga pupuk, upah tenaga kerja dan tingkat bunga, sebagai peubah-peubah yang mempengaruhi produktivitas(Yt). Pendekatan yang digunakan adalah model penyesuaian parsial dari Nerlove (Koutsoyiannis, 1977) yaitu: ............................................... (3.12) .............................. (3.13) Dengan mensubsitusikan persamaan (3.3) ke dalam persamaan (3.4) maka diperoleh: [ ] ......... (3.14) dalam bentuk sederhana ditulis: ................................. (3.15) dimana Dari persamaan (3.6) dapat dihitung elastisitas produktivitas dalam jangka pendek dan jangka panjang terhadap perubahan harga, luas areal, dan peubah lainnya dengan pendekatan rata-rata melalui formula sebagai berikut: 31 Elastisitas jangka pendek: ( ) ............................................................... (3.16) ( ) .............................................................. (3.17) ( ) ............................................................... (3.18) Elastisitas jangka panjang: ................................................................. (3.19) ................................................................ (3.20) ................................................................. (3.21) dimana masing-masing adalah elastisitas produktivitas jangka pendek terhadap perubahan harga, areal, dan peubah lainnya. Y adalah nilai rata-rata produktivitas dalam periode pengamatan, = penyesuaian adalah dan masing-masing yaitu koefisien elastisitas produktivitas jangka panjang terhadap perubahan harga, areal, dan peubah lainnya. 3.5 Respon Produksi Total Melalui pendekatan respon areal dan produktivitas, produksi total (Qt) dapat dihitung berdasarkan perkalian luas areal dan produkrivitas. ..................................................................................... (3.22) karena At dan Yt merupakan fungsi dari harga produk, maka respon produksi total terhadap perubahan harga produk dapat dihitung melalui tiga cara (Hadi dan Tweeten, 1962) dalam Nainggolan dan Suprapto (1987) yaitu (a) secara langsung dari fungsi penawaran produk, (b) secara tidak langsung melalui penurunan 32 elastisitas permintaan input dan elastisitas produksi, dan (c) melalui komponenkomponen produksi. Melalui pendekatan tidak langsung dengan asumsi bahwa luas areal dan produktivitas responsif terhadap perubahan harga produk serta produktivitas responsif terhadap perubahan luas areal, Nainggolan dan Suprapto (1987) memperoleh bentuk hubungan antara ketiga bentuk elastisitas sebagai berikut: ........................................................... (3.23) dimana: = elastisitas produksi total terhadap harga produk, = elastisitas produksi terhadap harga produk, = elastisitas luas areal terhadap harga produk, = elastisitas produksi terhadap luas areal. 3.6 Fungsi Permintaan Industri Domestik Komoditi (kelapa sawit dan karet) merupakan bahan baku untuk industri pengolahan maka fungsi permintaan dapat diturunkan melalui fungsi permintaan turunan (derived demand), yaitu melalui fungsi keuntungan. Secara rasional produsen berproduksi pada tingkat dimana keuntungan yang diperolehnya dalam keadaan maksimum (Henderson dan Quant, 1980) dalam kondisi ini input yang digunakan dalam jumlah optimal. Bila P adalah harga output Q, adalah harga input , dan adalah keuntungan maka persamaan keuntungan dapat ditulis sebagai berikut: ) .......................................................................... (3.24) dengan menggunakan syarat ordinari pertama, maka persamaan di atas dapat ditulis menjadi: 33 =0 =0 atau ................................................................................. (3.25) dimana: = harga input i, = produk marginal input i, PMi P.PMi = nilai produk marginal dari input i. Berdasarkan persamaan di atas, penggunaan input yang optimal ditunjukkan oleh kondisi nilai produk marginal sama dengan harga input tersebut. Sehingga permintaan suatu input dipengaruhi oleh harga input yang bersangkutan (Yi), harga output (Pi), dan teknologi produksi (PMi). Di samping itu, permintaan suatu input dapat pula dipengaruhi oleh harga input subsitusi dan faktor lain yang dapat mendistorsi pasar. Permintaan bahan baku komoditi sawit dan karet sebagai input untuk industri domestik selain dipengaruhi oleh harga komoditi tersebut, harga output (hasil pengolahan) industri tersebut, harga input alternatif, dan tingkat suku bunga. Sehingga persamaan konsumsi industri domestik masing masing komoditi dapat dituliskan sebagai berikut: ) .............................................................. (3.26) dimana: Dt = konsumsi industri domenstik, P1 = harga input, P2 = harga output, P3 = harga input lain, 34 = permintaan industri domestik tahun sebelumnya. Dengan fungsi permintaan input seperti pada persamaaan (3.26) maka elastisitas permintaan input dapat diturunkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang ......... (3.27) Elastisitas permintaan input dapat dilihat dari perubahan harga sendiri (own price elasticity), terhadap harga input lain (cross price elasticity), terhadap harga output, dan terhadap peubah lain yang mempengaruhi permintaan. Secara umum elastisitas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Elastisitas jangka pendek: ( ) .......................................................... (3.28) ( ) ........................................................ (3.29) ( ) ........................................................ (3.30) ( ) ............................................................... (3.31) Elastisitas jangka panjang: ................................................................ (3.32) ................................................................ (3.33) ................................................................ (3.34) ................................................................. (3.35) dimana: masing-masing adalah elastisitas permintaan input jangka pendek terhadap harga input itu sendiri, harga output, input lain, dan terhadap tingkat bunga. Sedangkan masing-masing adalah elastisitas permintaan input industri domestik jangka 35 panjang terhadap harga input input itu sendiri, harga output, input lain, dan terhadap tingkat bunga. Elastisitas permintaan harga sendiri dari suatu input dapat diartikan sebagai persentase perubahan jumlah permintaan input dibagi dengan persentase peubahan harga input itu sendiri. Sesuai dengan hukum permintaan dimana kurva permintaan mempunyai slope negatif, maka elastisitas permintaan juga harus mempunyai tanda negatif. Elastisitas permintaan harga silang didefenisikan sebagai persentase perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat perubahan satu persen harga input lainnya. Melalui koefisien dari elastisitas harga silang, dapat didefenisikan hubungan antar input. Dua input akan bersifat subsitusi, komplementer, dan independen jika koefisien elastisitas harga silang input tersebut masing-masing positif, negatif, dan nol ( Tomek dan Robinson, 1990) Elastisitas permintaan terhadap harga output didefenisikan sebagai persentase perubahan jumlah permintaan input sebagai akibat dari perubahan yang sangat kecil harga output. Secara teori, kenaikan harga output merangsang produsen untuk meningkatkan jumlah output, oleh karena itu permintaan terhadap input juga akan meningkat. Dengan demikian maka koefisien elastisitas akan bertanda positif. Elastisitas permintaan input terhadap tingkat bunga didefenisikan sebagai persentase perubahan jumlah permintaan input akibat perubahan tingkat bunga. Tingkat bunga mencerminkan nilai dari kapital. Tingkat bunga yang rendah dapat mendorong produsen meningkatkan kapital melalui kredit dari lembaga keuangan, sehingga ketersediaan kapital untuk pengadaan input akan semakin besar. Oleh 36 karena itu, perubahan tingkat bunga akan berpengaruh terhadap permintaan input dan koefisien elastisitas permintaan input terhadap tingkat bunga adalah negatif. 3.7 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional terjadi karena adanya saling ketergantungan (interpendence) antara suatu negara dan negara lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam memiliki dan mengakses faktor-faktor produksi (resources) yang dibutuhkan. Suatu negara mungkin memiliki sumberdaya alam yang melimpah tetapi tidak memiliki teknologi dan modal untuk memprosesnya. Sebaliknya negara lainnya miskin sumber daya alam (SDA) tetapi memiliki teknologi yang mampu menjadikan SDA tersebut lebih dekat pada penggunaan akhir dan memiliki nilai guna yang lebih tinggi (Salvatore et al. 1990). Pada umumnya perdagangan internasional terjadi karena keinginan suatu negara untuk meningkatkan penerimaan devisa dan memperluas komoditas ekspor. Perdagangan internasional secara prinsip seharusnya mendatangkan manfaat dan keuntungan (mutual gaining) bagi semua pihak yang melakukan pertukaran. Prinsip ini pula yang melatarbelakangi mengapa suatu negara melakukan perdagangan dengan negara lain. Walaupun kedua belah pihak memperoleh keuntungan, tetapi yang menjadi persoalan adalah pihak yang mana yang lebih diuntungkan. Masalah ini pula yang menjadi agenda pembahasan terpenting pada organisasi perdagangan dunia WTO, yang menyangkut rasa keadilan (fairness) terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang dalam kepemilikian faktor produksi. 37 3.7.1 Penawaran Ekspor Suatu negara mengekspor suatu komoditi disebabkan oleh adanya perbedaan harga komoditi di pasar domestik dengan pasar dunia (Kindleberger dan Lindert,1982). Jika harga domestik lebih rendah dari harga dunia akan mendorong suatu negara untuk mengekspor sebagai kelebihan kuantitas penawaran (excess supply). Jumlah kuantitas yang ditawarkan pada pasar dunia adalah sebesar selisih antara jumlah yang ditawarkan oleh produsen dan jumlah yang diminta konsumen di pasar domestik. Analisis mengenai penawaran ekspor dapat dilakukan dengan cara yang sederhana dengan menggunakan konsep dasar fungsi penawaran dan permintaan domestik dengan suatu komoditas tertentu. Pada Gambar 3 menunjukkan bagaimana kurva penawaran ekspor diturunkan. Price Price XS S* 2 P2 1 P1 P*A D* D2 D1 S1 S2 Quantity S1-D1 S2-D2 Quantity Sumber : Krugman dan Obsfeld, 2003. Gambar 3. Penurunan Kurva Penawaran Ekspor Keterangan: PA = tingkat harga saat penawaran produsen sama dengan permintaan konsumen di negara domestik, 38 P1, P2 = tingkat harga suatu komoditi negara domestik, D1, D2 = jumlah permintaan konsumen negara domestik, S1, S2 = jumlah penawaran produsen negara domestik. Misalkan penawaran ekspor dilakukan oleh negara domestik. Pada saat harga P1, penawaran produsen domestik sebesar S1 sementara itu permintaan domestik hanya sebesar D1. jadi jumlah dari seluruh penawaran yang mungkin diekspor adaalah S1-D1. Pada tingkat harga P2 terjadi peningkatan jumlah penawaran oleh perusahaan domestik menjadi S2 dan jumlah permintaan konsumen domestik menjadi turun sebesar D2. Jumlah total yang mungkin diekspor adalah sebesar S2-D2. Pada saat harga PA jumlah penawaran sama dengan jumlah yang diminta artinya jumlah yang diekspor adalah nol (tidak ada perdagangan). Jadi kurva penawaran ekspor dimulai pada saat tingkat harga PA. 3.7.2 Permintaan Impor Suatu negara mengimpor suatu komoditi disebabkan oleh adanya perbedaan harga komoditi di pasar domestik dengan pasar dunia. (Kindleberger dan Lindert,1982). Jika harga domestik lebih tinggi dari harga dunia akan mendorong suatu negara untuk mengimpor suatu komoditi karena kelebihan jumlah yang diminta (excess demand). Jumlah kuantitas yang diminta pada pasar dunia adalah sebesar selisih antara jumlah yang diminta oleh konsumen dan jumlah yang ditawarkan oleh produsen di pasar domestik. Pada Gambar 4 menunjukkan bagaimana kurva permintaan impor diturunkan dengan menggunakan konsep dasar fungsi penawaran dan permintaan domestik dengan suatu komoditas tertentu 39 Price Price S* A PA 2 P2 1 P1 MD D* S1 S2 D2 D1 Quantity D2-S2 D1-S1 Sumber : Krugman dan Obsfeld, 2003 Gambar 4. Penurunan Kurva Permintaan Impor Keterangan: PA = tingkat harga saat penawaran produsen sama dengan permintaan konsumen di negara domestik, P1, P2 = tingkat harga suatu komoditi, D1, D2 = jumlah permintaan konsumen, S1, S2 = jumlah penawaran produsen. Misalkan permintaan impor dilakukan negara lain, saat tingkat harga suatu komoditi P1, permintaan konsumen negara lain adalah D1, sedangkan penawaran produsen hanya sebesar S1, sehingga permintaan impor negara lain adalah sebesar D1-S1, jika harga naik menjadi P2, permintaan konsumen negara lain sebesar D2 dan penawaran produsen negara lain meningkat menjadi S2, sehingga permintaan impor negara lain turun sebesar D2-S2. Kombinasi harga dan jumlah produk yang dijelaskan dengan poin 1 dan 2 pada gambar sebelah kanan. Kurva permintaan impor negara lain MD digambarkan downward sloping karena kenaikan harga, jumlah permintaan impor turun. Pada saat tingkat harga PA penawaran dan 40 permintaan negara lain sama dengan tidak ada perdagangan (permintaan impor sama dengan nol) pada saat harga PA 3.7.3 Perdagangan Antar Negara Keadaan yang mendorong terjadinya ekspor dan impor suatu komoditi oleh suatu negara karena adanya perbedaan harga komoditi di pasar domestik dibandingkan dengan harga dunia (Kindleberger dan Lindert,1982). Jika negara A mempunyai harga barang yang lebih rendah dari negara B maka negara A yang menjual barang ke negara B. Negara yang terlibat dalam perdagangan akan memperoleh manfaat tambahan yang disebut sebagai gain of trade (Krugman dan Obstfeld, 2003). Terjadinya perdagangan antara negara dapat dijelaskan melalui Gambar 5. P P P XS SB 1 PB SA PW PA x y 3 2 DB z MD DA . Qax Qay Negara A (Eksportir) . . . Q Q Qw Pasar Dunia Sumber : Krugman dan Obsfeld, 2003 Gambar 5. Proses Perdagangan Dua Negara Keterangan: PA = harga barang di negara A, Qb3 . Qb2 Negara B (Importir) Q 41 PB = harga barang di negara B, PW = harga dunia, qx,qy = kelebihan penawaran, q3, q2 = kelebihan permintaan, XS = penawaran ekspor dunia, MD = permintaan impor dunia. Diasumsikan hanya ada dua negara yaitu: negara A dan negara B serta satu komoditas dalam perdagangan, tidak ada biaya transportasi dan pasar dalam kondisi pasar persaingan sempurna. Gambar 5 menjelaskan bahwa di negara A mempunyai harga domestik yang yang relatif murah (P A) dan negara B memiliki harga yang relatif tinggi yaitu PB . sedangkan harga dunia lebih tinggi dari harga di negara A dan lebih rendah dari negara B. Hal ini menyebabkan negara A melakukan ekspor dan negara B melakukan impor. 3.8 Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet. 3.8.1 Tingkat Suku Bunga Suatu investasi diperlukan suatu perusahaan untuk membeli barang-barang modal atau aset. Adapun yang menjadi tujuan investasi adalah untuk meningkatkan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan melalui penggunaan mesin-mesin, pabrik atau melalui perluasan kebun yang dimiliki. Jika perusahaan melakukan peminjaman atau kredit pada suatu bank untuk melakukan suatu investasi, maka investor akan membayar bunga setiap bulan/tahun. Tigkat suku bunga merupakan biaya pinjaman. Nilai bunga ditentukan oleh bank sentral dan dianggap sebagai tanda sikap pemerintah terhadap perekonomian. Hal ini pada 42 gilirannya akan mempengaruhi nilai pinjaman di sektor swasta. Semakin tinggi suku bunga maka semakin banyak perusahaan harus membayar biaya atas pinjaman tersebut setiap tahunnya. Biaya bunga akan mengurangi laba yang akan diterima oleh investor dari usahanya. Suku bunga yang tinggi akan menyebabkan semakin kecil keuntungan perusahaan tersebut, demikian sebaliknya. r r2 2 1 r1 I(r) . I(r2) I(r1) . I Sumber: Mankiw, 2000 Gambar 6. Kurva Investasi Pada Gambar 6 di atas menunjukkan hubungan tingkat suku bunga dengan investasi. Pada tingkat suku bunga r1, jumlah investasi yang terjadi pada I(r1). Jika terjadi peningkatan suku bunga dari r1 ke r2 dengan asumsi ceteris paribus, maka peningkatan suku bunga menyebabkan turunnya rencana investor sebesar I(r2) – I(r1). Dengan turunnya investasi akan menyebabkan turunnya produksi dengan asumsi ceteris paribus, turunnya produksi akan mempegaruhi penawaran domestik dan pada akhirnya mempengaruhi jumlah barang yang diekspor. Pada Gambar 7 di bawah ini menunjukan bahwa dengan adanya penurunan suku bunga di negara A pada kondisi ceteris paribus, investor memiliki insentif untuk meningkatkan menambah luas areal perkebunan, dengan 43 pertambahan luas areal maka produksi akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan kurva penawaran bergeser dari SA1 ke SA2 dan membentuk keseimbangan baru di negara A. Dengan terbentuknya keseimbangan baru di QA2 PA2 maka akan terbentuk kurva penawaran ekspor yang baru yaitu XS2 dan terbentuk pula kesimbangan baru keseimbangan baru di blok dunia. Dengan perubahan keseimbangan ini, maka harga dunia akan berubah yaitu menurun karena jumlah penawaran ekspor yang meningkat. Perubahan harga dunia menyebabkan harga dunia di negara pengimpor lebih murah dari sebelumnya dan harga domestik di negara B tidak berubah. Dengan murahnya harga di negara B menyebabkan negara pengimpor meningkatkan impornya. P P PW1 PW2 PA1 PA2 x XS2 SA2 y a b z SB 1 PB SA1 P XS1 3 2 4 5 DB c MD DA . QA1 QA2 Negara A (Eksportir) . . . Q QW1 QW2 Pasar Dunia . Q QB Negara B (Importir) Gambar 7. Dampak Penurunan Suku Bunga dalam Perdagangan Internasional Keterangan: QA1- QA2 = perubahan jumlah produksi di negara A, PA1-PA2 = perubahan harga di negara A, PW1-PW2 = perubahan harga dunia. Q 44 3.8.2 Upah Tenaga Kerja Kurva permintaan tenaga kerja memiliki kemiringan menurun. Artinya makin rendah tarif upah, maka besar jumlah tenaga kerja yang diminta. Upah riel adalah rasio antara tingkat upah dan tingkat harga, atau jumlah barang yang dapat dibeli dan upah per jam kerja. (Donbush dan Fischer, 1987). Ditambahkan pula bahwa kurva permintaan mempunyai kemiringan menurun karena diasumsikan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang digunakan akan semakin rendah produktivitas marjinalnya. Misalnya barang modal tidak berubah, makin banyak karyawan yang ditambah. Setiap karwayan baru memperoleh bagian mesin yang lebih sedikit dibandingkan dengan karyawan sebelumnya sehingga tambahan output yang dihasilkan oleh karyawan baru akan lebih kecil dibandingkan tambahan output yang dihasilkan karyawan sebelumnya. Jadi produktivitas marginal tenaga kerja menurun dan kurva permintaan tenaga kerja memiliki kemiringan yang menurun. Upah Riil (w/p) Output (Y) F(x) w/p1 w/p2 LD L1 L2 Permintaan Tenaga Kerja Tenaga Kerja L1 L2 Tenaga Kerja (b) Fungsi Produksi Sumber: Mankiw, 2000 Gambar 8. Hubungan antara Upah Tenaga Kerja dan Produksi 45 Keterangan: W/P = upah riel tenaga kerja, Y = pendapatan, output, L = tenaga kerja, W/P1, W/P2 = tingkat upah riil, L1, L2 = jumlah tenaga kerja, Y1, Y2 = jumlah pendapatan/output. Penurunan upah riel tenaga kerja dari W/P1 menjadi W/P2 dalam kondisi cateris paribus menyebabkan jumlah peningkatan penggunaan tenaga kerja yang digunakan perusahaan meningkat dari L1 menjadi L2. Peningkatan penggunaan tenaga kerja ini akan berdampak pada peningkatan output perusahaan dari Y1 menjadi Y2. Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa dengan adanya penurunan upah tenaga kerja di negara pengekspor dengan asumsi cateris paribus, maka produksi meningkat yang diakibatkan dari meningkatnya tenaga kerja yang digunakan. Peningkatan ini menyebabkan kurva penawaran bergeser ke kanan dari SA1 ke SA2 dan membentuk keseimbangan baru bagi negara A dimana terjadi juga penurunan harga domestik di negara A. Dengan terbentuknya keseimbangan baru, maka akan terbentuk kurva penawaran ekspor yang baru yaitu: XS2 dan terbentuk pula keseimbangan yang baru di blok dunia di QW2, PW2. Dengan perubahan keseimbangan menyebabkan harga dunia akan berubah yaitu menurun. Perubahan harga dunia ini menyebabkan harga dunia di negara pengekspor lebih murah dari sebelumnya. Dengan rendahnya harga dunia dan harga domestik di negara A, sedangkan harga 46 di negara pengimpor tetap (tinggi) menyebabkan negara meningkatkan ekspornya (Gambar 9). P P PW1 PW2 x XS2 SA2 y a PA1 b z SB 1 PB SA1 P XS1 3 2 4 5 DB c PA2 MD DA . QA1 QA2 Negara A (Eksportir) . . . Q QW1 QW2 . Q Pasar Dunia QB Negara B (Importir) Gambar 9. Dampak Penurunan Upah Tenaga Kerja dalam Perdagangan Internasional Keterangan: Q A1,Q A2 = perubahan jumlah produksi negara A, PA1, PA2 = perubahan harga negara A, PW1, PW2 = perubahan harga dunia. 3.8.3 Nilai Tukar Nilai tukar mata uang (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar memainkan peranan penting dalam perdagangan internasional, karena dengan nilai tukar memungkinkan kita membandingkan harga barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara. Lebih lanjut Salvatore (1999) menjelaskan bahwa dalam melakukan transaksi perdagangan antar negara, mereka menggunakan mata uang asing bukan mata uang negaranya. Q 47 Para ekonom membedakan nilai tukar atau kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Nilai tukar nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri bergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan tingkat kurs yang terjadi. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu hargaharga dometik dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar riil dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini: ………………………………………………………… dimana: (3.35) adalah nilai tukar riil, e adalah nilai tukar nominal, P adalah harga barang domestik, dan adalah harga barang luar negeri. Kemampuan suatu negara untuk mengontrol nilai tukar mata uang (kurs) menjadi indikasi kondisi perekonomian suatu negara. Jika kondisi perekonomian suatu negara baik, dimana memiliki nilai tukar mata uang stabil akan memberikan jaminan bagi setiap warga negara dapat membeli barang yang diperlukan kapanpun. Negara yang mempunyai nilai tukar mata uang lemah memiliki kesempatan untuk meningkatkan jumlah ekspornya karena harga barang yang diekspor tersebut dirasakan murah oleh negara importir. Selanjutnya Kandil (2009) menjelaskan respon ekspor terhadap perubahan nilai tukar bergantung pada elastisitas permintaan luar negeri. Jika permintaan inelastis apresiasi (depresiasi) mata uang dapat mengakibatkan kenaikan (penurunan) yang diekspor dalam nilai dolar. 48 Kebijakan perdagangan antar negara akan dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang masing-masing negara. Apresiasi atau depresiasi nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan. Dalam perdagangan internasional harga suatu komoditi dapat menjadi lebih mahal atau lebih murah sangat ditentukan oleh nilai tukar mata uang tersebut. Pada Gambar 10 menunjukkan hubungan negatif antara neraca perdagangan dan kurs riil artinya semakin rendah nilai tukar atau kurs semakin murah barang domestik relatif terhadap barang luar negeri dan semakin besar jumlah yang diekspor. Hal sebaliknya jika terjadi kurs riil yang tinggi, barangbarang domestik relatif lebih mahal terhadap barang-barang luar negeri, penduduk domestik cenderung berkeinginan untuk mengimpor barang-barang dari luar negeri. Real Exchange Rate S-I NX 0 Net Exports, NX Sumber: Mankiw, 2003 Gambar 10. Hubungan Ekspor Netto dengan Nilai Tukar Riil. 49 3.8.4 Pajak Ekspor Pajak ekspor adalah pajak yang dipungut atas barang ekspor. Seperti tarif, pajak ekspor juga dapat diterapkan secara spesifik atau secara ad-valorem (Suranovic, 2004). Lebih lanjut Grennes (1984) dalam Lubis (2002) menjelaskan bahwa pajak ekspor merupakan intervensi pemerintah terhadap barang-barang ekspor yang dapat mendistorsi pasar. Pemberlakuan pajak ekspor terhadap suatu produk akan meningkatkan biaya ekspor dan dapat menyebabkan harga yang diterima oleh produsen domestik menjadi lebih rendah dari harga dunia sebesar pajak yang ditentukan tersebut. Diasumsikan (a) hanya dua negara yaitu negara eksportir A dan negara importir B (gabungan negara-negara lainnya), (b) pajak ekspor adalah pajak spesifik atau besarnya pajak yang dikenakan bagi eksportir sebesar per unit produk yang diekspor dan (c) negara eksportir adalah negara besar dalam perdagangan dimana jika perubahan jumlah ekspor negara A akan mempengaruhi harga dunia. Pada Gambar 11 terlihat bahwa pemberlakuan pajak ekspor akan menyebabkan pergeseran secara paralel kurva penawaran ekspor ES ke atas dengan jarak sebesar pemberlakuan pajak (t) menjadi ES’ dalam penelitian ini industri komoditi tanaman perkebunan dominan pada pasar dunia (negara besar) sehingga besar kecilnya industri komoditi tanaman perkebunan Indonesia dapat mempengaruhi harga dunia. 50 Price Price Price XSt S D S D XS P’W f 1 3 2 4 PW c e a d b P’W-t ED Qc Q’c Q’p Qp Quantity Q’e Qe Quantity Qp Q’p Qc Q’c Negara Importir B Negara Eksportir A Pasar Dunia Sumber: Tweeten, 1992 Gambar 11. Dampak Suatu Pajak Ekspor terhadap Perdagangan Internasional Quantity 51 Pada kasus negara besar (slope kurva permintaan negatif) penurunan jumlah penawaran ekspor Indonesia pada suatu tingkat harga tertentu akan menyebabkan harga dunia meningkat dari PW menjadi PW’. Hal ini menyebabkan harga yang diterima oleh produsen domestik di negara A (Indonesia) setelah adanya pajak ekspor adalah lebih rendah dari harga dunia yaitu sebesar PW’-t. Pada harga PW-t, konsumsi domestik akan meningkat menjadi Qc‘dan produksi domestik menurun menjadi Qp’ sehingga terjadi excess supply sebesar Qp’-Qc’. Sedangkan di negara importir, dengan harga dunia sebesar Pw’ produksi akan meningkat menjadi Qp’ dan konsumsi akan menurun sebesar Qp’ sehingga terjadi excess demand sebesar Qc’-Qp’ yang besarnya sama dengan Qp’-Qc’ atau kesimbangan baru pada pasar dunia Qe’. Distorsi perdagangan berupa pemberlakuan pajak ekspor dengan asumsi sebagai negara besar, akan menyebabkan penurunan harga yang diterima oleh produsen, penurunan produksi domestik, penurunan volume ekspor, peningkatan konsumsi domestik. Sedangkan di negara importir, terjadi kenaikan harga sehingga merangsang kenaikan produksi dan penurunan konsumsi yang selanjutnya akan mengakibatkan penurunan volume impor. Disisi lain penerapan pajak ekspor mampu menghasilkan penerimaan bagi pemerintah sebagai konsekuensi dari turunnya harga domestik. Dampak pemberlakuan pajak ekspor juga akan mempengaruhi distribusi (equity) dan efisiensi. Pemberlakuan pajak ekspor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Negara importir, kesejahteraan nasionalnya adalah sebesar (2+3+4) sedangkan di negara eksportir kesejahteraan nasionalnya sangat 52 ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawarannya. Bagi negara eksportir pajak yang optimal berada pada keadaan (-c+e+f) sehingga untuk tingkat pajak tertentu kesejahteraan nasional bersih negara eksportir akan negatif bila (c+e) lebih besar dari f secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 2. Penurunan pajak ekspor dari kondisi yang diuraikan di atas memperkecil kesejahteraan masyarakat dunia. Produsen di negara eksportir akan menerima penurunan harga yang lebih kecil sehingga merangsang terjadinya peningkatan ekspor, sementara konsumen di negara importir akan membayar dengan harga yang lebih rendah. Tabel 2. Analilis Dampak Pemberlakuan Pajak Ekspor terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen di Negara Eksportir dan Importir Perubahan Eksportir Importir Surplus konsumen a+b -(1+2+3+4) Surplus produsen -(a+b+c+d+e) 1 d+f - -c-e+f -(2+3+4) Peneriman Pemerintah Kesejahteraan Nasional Bersih Kesejahteraan Dunia Bersih -c-e-2-4