Usulan Penelitian ANALISIS FAKTOR

advertisement
Usulan Penelitian
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN PROFIT
MARGIN PADA PRODUK PEMBIAYAAN MURABAHAH
(Studi Kasus pada Koperasi Agro Niaga Indonesia(KANINDO) Syariah Malang dan
BMT Ahmad Yani Malang)
Oleh
Dwi Yuni Indah Lestari
04610121
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MEI 2008
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN PROFIT
MARGIN PADA PRODUK PEMBIAYAAN MURABAHAH
A. Latar Belakang Masalah
Ekonomi konvensional telah menjadikan uang sebagai komoditas, sehingga
keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan dari pada digunakan sebagai alat tukar
dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang sebagai
komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen yang digunakan adalah bunga (interest).
Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi bagi banyak orang di
muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis hebat dalam
perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai sekarang. Ekonomi
berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari terpaan krisis dan ancaman krisis
berikutnya pasti akan terjadi lagi. (www.ruzaqir.multiply.com/journal).
Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange), bukan
sebagai barang dagangan (komoditas) yang diperjual belikan. Ketentuan ini telah banyak
dibahas ulama seperi Ibnu Taymiyah, Al-Ghazali, Al-Maqrizi, Ibnu Khaldun dan lain-lain.
Hal dipertegas lagi Choudhury dalam bukunya “Money in Islam: a Study in Islamic Political
Economy”, bahwa konsep uang tidak diperkenankan untuk diaplikasikan pada komoditi,
sebab dapat merusak kestabilan moneter sebuah negara.
Islam tidak mengenal adanya system money demand for speculation, karena spekulasi
tidak diperbolehkan.
Islam menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah milik
masyarakat, sehingga menimbun uang dan tidak menggunakannya untuk kegiatan produktif
adalah dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, oleh karenanya harus selalu berputar
dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin
tinggi
tingkat
pendapatan
masyarakat
dan
semakin
baik
perekonomian.
(www.syariahlife.com)
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan
untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis
dengan bagi hasil. Bila tidak ingin mengambil resiko karena ber-musyarakah atau bermudharabah,
maka
Islam
sangat
menganjurkan
untuk
melakukan
Qard
yaitu
meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan uang untuk memperoleh
imbalan adalah riba.
Motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money
demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan
penggunaan uang dalam pertukaran, karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah
satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai' al muqayyadah), di mana barang
saling dipertukarkan. Rasulullah Saw juga menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan
- kelemahan akan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem
pertukaran melalui uang, oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk
menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka.
Islam juga tidak mengenal konsep time value of money, tetapi Islam mengenal konsep
economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktunya itu sendiri. Islam
memperbolehkan pendapatan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada bayar tunai. Yang
lebih menarik adalah dibolehkannya penetapan harga tangguh yang lebih tinggi itu sama
sekali bukan disebabkan time value of money, namun karena semata-mata karena ditahannya
aksi penjualan barang.
Berkat perjuangan panjang yang tak kenal lelah, kehadiran lembaga keuangan
berasaskan syariah Islam mulai mendapatkan tempat di Indonesia sejak sekitar awal tahun
1990an. Lebih jauh dari itu, perkembangan selanjutnya, secara kelembagaan terjadi variasi
yang disebabkan oleh adanya hambatan ketentuan yuridis formal, sementara gairah dan usaha
mengembangkan ekonomi syariah terutama di kalangan bawah cukup tinggi, maka lahirlah
variasi baru yang lazim dikenal dengan Baitul Maal wa at-Tamwil atau biasa disingkat
dengan BMT.
Terjadinya pertumbuhan kuantitas yang relatif cepat dalam lembaga keuangan Islam
yang berbentuk BMT tidak diimbangi dengan bukti nyata yang mengindikasikan bahwa
jumlah tersebut memang riil, dalam artian bahwa semua BMT yang tercatat tersebut berjalan
dengan baik dan lancar. Sebaliknya justru ada kesan bahwa sebagian besar BMT tersebut
tidak jelas eksistensinya, apalagi kemajuannya.
Keberadaan perbankan syariah di tengah-tengah aktivitas perekonomian sebagai
alternatif dari perbankan konvensional merupakan suatu hal yang cukup positif. Masyarakat
muslim telah mendapatkan solusi atas permasalahan yang terkait dengan fatwa MUI tentang
pengharaman bunga bank. Perbankan syariah juga menjanjikan suatu sistem operasional yang
lebih adil khususnya yang ada pada sistem profit loss sharing (bagi hasil) seperti yang ada
pada sistem Mudharabah dan sistem Musyarakah. Namun di dalam perjalanannya produk
pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah ini masih ter-marginalkan (tersisihkan), dan yang
muncul ke permukaan adalah produk jual beli ‘mark up’ seperti murabahah yang tentunya
masih dikhawatirkan publik sebagai upaya yang belum maksimal yang dijalankan oleh
perbankan syariah.
Pembiayaan murabahah sampai saat ini masih merupakan pembiayaan yang dominan
bagi perbankan syari'ah di dunia, tetapi banyak kritikan dilontarkan pada bank syari'ah dalam
masalah penetapan margin keuntungan. Hal ini dikarenakan produk pembiayaan murabahah
merupakan produk yang mirip dengan produk pembiayaan kredit berbunga flat pada bank
konvensional.(www.adln.lib.unair.ac.id)
Akad murabahah merupakan akad jual beli barang pada harga pokok dengan
tambahan keuntungan yang disepakati, akibat transaksi jual beli murabahah menyebabkan
timbulnya piutang murabahah. Karena adanya penangguhan pembayaran ini menimbulkan
kesan bahwa pembiayaan murabahah tidak berbeda dengan pemberian kredit berbunga oleh
bank konvensional. Di dalam debt financing (pembiayaan hutang) bank konvensional ada
beberapa unsur seperti adanya pre fixed interest (bunga) yang ditetapkan di awal
peminjaman, bunga tersebut muncul akibat dari penundaan pembayaran dan wujudnya
spekulasi. Kalau dalam konvensional ada pre-fixed interest, maka di dalam murabahah ada
pre-fixed profit (suatu penetapan tambahan), dan penambahan itu juga disebabkan karena
adanya unsur penundaan pembayaran. Unsur spekulasi terhadap perubahan base landing rate
(suku bunga) telah dihilangkan dengan memakai fixed rate (nilai mark up yang tetap).
Berdasarkan uraian di atas dan mengingat betapa pentingnya suatu proses penetapan
profit margin pada produk murabahah bank syariah, maka dirasa perlu penulis mengadakan
penelitian dengan mengambil judul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Penetapan Profit Margin pada Produk Pembiayaan Murabahah (Studi Kasus pada
Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah Malang dan BMT Ahmad Yani
Malang)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Apakah faktor Cost of Fund, Overhead Cost dan Risk Cost berpengaruh terhadap
penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga
Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang?
2. Di antara ketiga faktor di atas, manakah yang berpengaruh secara dominan terhadap
penetapan profit margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga
Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang?
C. Batasan Penelitian
Penelitian diharapkan tetap dalam lingkup pembahasan dan analisis yang dilakukan
jelas, oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan ruang lingkup dan pembahasan dalam
penelitian. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang dianalisis dibatasi pada data laporan keuangan tahun 2005
sampai 2007.
2. Aspek yang dianalisis meliputi Cost of Fund, Overhead Cost, dan Risk Cost.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan profit margin
produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia
(KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
b. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam penetapan profit
margin produk pembiayaan murabahah pada Koperasi Agro Niaga Indonesia
(KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
2. Kegunaan Penelitian
a. Bagi Lembaga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam
mengambil keputusan terkait dengan produk pembiayaan murabahah di masa
yang akan datang.
b. Bagi nasabah dan calon nasabah
Bagi nasabah berguna untuk mengetahui lebih jauh bagaimana operasional
lembga keuangan syariah dalam menetapkan profit margin pada produk
pembiayaan murabahah-nya.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi, tambahan wawasan serta pengetahuan dalam penelitian
selanjutnya.
E. Tinjauan Pustaka
1.
Penelitian Terdahulu
Penelitian
terdahulu
diambil
dari
thesis
yang
berjudul
“Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi Margin Pembiayaan Murabahah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat
Indonesia) “ oleh Adi Nugroho. Berdasarkan dari analisis hasil penelitian dan
pembahasan yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor biaya
overhead, dan bagi hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) secara signifikan mempengaruhi
margin murabahah, sedangkan volume pembiayaan murabahah dan profit target tidak
berpengaruh terhadap margin pembiayaan murabahah walaupun terdapat korelasi.
Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama mengangkat topik tentang
penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah. Perbedaan penelitian
yang sekarang dengan penelitian yang terdahulu terletak pada objek penelitian, jika
peneliti terdahulu pada Bank Muamalat Indonesia, objek peneliti sekarang adalah
Koperasi Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) Ahmad Yani, serta faktor yang diteliti pada penelitian sekarang yaitu cost of
fund,biaya overhead, dan risk cost sedangkan penelitian terdahulu faktor yang diteliti
adalah biaya overhead, volume pembiayaan murabahah, profit target dan bagi hasil
dana pihak ketiga.
2.
Landasan Teori
a. Baitul Maal wat Tamwil
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah sebuah lembaga keuangan yang berbadan
hukum koperasi simpan pinjam. Di Indonesia lembaga ini belakangan populer seiring
dengan semangat umat Islam untuk mencari model ekonomi alternatif pasca krisis
ekonomi
tahun
1997.
Kemunculan
BMT
merupakan
usaha
sadar
untuk
memberdayakan ekonomi masyarakat. Konsep ini mengacu pada definisi baitul maal
pada masa kejayaan Islam, terutama pada masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M).
Dalam bahasa Arab “bait” berarti rumah, dan "maal" yang berarti harta: rumah untuk
mengumpulkan atau menyimpan harta. Waktu itu dikenal istilah “diwan” yakni
tempat atau kantor yang digunakan oleh para penulis katakanlah sekretaris baitul mal
untuk bekerja dan menyimpan arsip-arsip keuangan.
Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep
baitul mal yang sederhana itu pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan
harta tetapi juga mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan
perekonomian masyarakat. Penerimaannya juga tidak terbatas pada zakat, infak dan
shodaqoh, juga tidak mungkin lagi dari berbagai bentuk harta yang diperoleh dari
peperangan. Lagi pula peran pemberdayaan perekonomian tidak hanya dikerjakan
oleh negara. Beberapa organisasi, intansi atau perorangan yang menaruh perhatian
pada sejarah Islam kemudian mengambil konsep baitul mal ini dan memperluasnya
dengan menambah ”baitut tamwil” yang berarti rumah untuk menguangkan uang.
Menjadilah baitul mal wat tamwil (BMT).
b. Bank Syariah
Bank Islam atau dikenal sebagai bank syariah mulai lahir dan dikenal dikalangan
masyarakat Indonesia sekitar tahun 1990-an, yaitu setelah adanya Peraturan
Pemerintah No.72 Tahun 1992, yang kemudian dipertegas dengan Undang-Undang
No.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan, pasal 1 ayat 3, disebutkan bahwa, “Bank Umum adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.”
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan,
terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer
yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan
pokok antara perbankan Syariah dengan perbankan konvensional adalah adanya
larangan riba(bunga) bagi perbankan syariah. Dengan kata lain, perbedaan pokoknya
menyangkut kontraprestasi yang diberikan oleh kedua belah pihak (pihak bank dan
nasabah).
c. Prinsip Operasional Bank Syariah
Secara garis besar, menurut Muhammad (2002:84) hubungan ekonomi berdasarkan
syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima konsep
dasar akad.
1) Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi’ah)
Merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Islam untuk memberikan
kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam
bentuk al-Wadi’ah. Fasilitas al-Wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi
guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam
dunia perbankan konvensional al-Wadia’ah identik dengan giro.
2) Bagi Hasil (Syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat
terjadi antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh lagi,
prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar untuk produk pendanaan
(tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih
banyak untuk pembiayaan.
3) Prinsip Jual-Beli (at-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana
bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat
nasabah sebagai agen bank yang melakukan pembelian barang atas nama bank,
kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah
harga beli ditambah keuntungan (margin).
4) Prinsip Sewa (al-Ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi menjadi dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni,
seperti halnya pennyewaan traktor dan alat-alat produksi lainnya (operating
lease). Dalam teknis perbankan, Bank dapat membeli dahulu equipment yang
dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu yang telah disepakati
kepada nasabah. (2) Baiat takjiri atau Ijarah at muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk
mmemiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).
5) Prinsip Jasa (al-Ajr walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank.
Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring,
Inkaso, Jasa Transfer, dll. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al
ajr walumullah.
d.
Penghimpunan Dana Bank Syariah
1) Titipan
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah
dengan menggunakan prinsip titipan (Syafi’i, 2001:148). Adapun akad yang
sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Al-wadi’ah merupakan titipan murni
yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki.
Secara umum terdapat dua jenis wadi’ah : wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah
yad adh-dhamanah.
a) Wadi’ah Yad al-Amanah (Trustee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
i) Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan
digunakan oleh penerima titipan.
ii) Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas
dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh
memanfaatkannya.
iii) Sebagai
kompensasi,
penerima
titipan
diperkenankan
untuk
membebankan biaya kepada yang menitipkan.
iv) Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan
oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan unuk jenis
ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box.
b) Wadi’ah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository)
Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik berikut ini :
i) Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh
yang menerima titipan.
ii) Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu
dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan
bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si
penitip.
iii) Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan.
iv) Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung
berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah,
pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam
kontrak ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi benar-benar pemberian
sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak bank.
v) Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen
bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah
titipan.
vi) Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada
prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil
setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau
alat lain yang dipersamakan.
2) Investasi
Menurut Syafi’i (2001:150) prinsip lain yang digunakan dalam penghimpunan
dana yang dilakukan oleh bank syariah adalah prinsip investasi. Akad yang sesuai
dengan prinsip ini adalah akad mudharabah. Tujuan dari mudharabah adalah
kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib)
dalam hal ini adalah pihak bank.
Secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut:
a) Mudharabah Muthlaqah (General Investment) yang memiliki karakteristik:
i) Shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan (restriction) atas dana
yang diinvestasikannya. Mudharib diberi wewenang penuh untuk
mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan
jenis pelayanannya.
ii) Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah time deposit biasa
b) Mudharabah Muqayyadah, memiliki karakteristik:
i) Shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya.
Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang
diberikan oleh shahibul maal. Misalnya, hanya untuk jenis usaha tertentu
saja, waktu tertentu, dan lain-lain.
ii) Aplikasi perbankan yangg sesuai dengan akad ini ialah special investment.
e. Pembiayaan Bank Syariah
Menurut Dahlan (2005:423) bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan
Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke
dalam empat kelompok, yaitu:
1) Prisinp Jual Beli (Bai’)
Dalam penerapan prinsip syariah terdapat tiga jenis prinsip jual beli (bai’) yang
banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal
kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut:
a) Bai’ al Murabahah
Bai’ al-murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang
oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi
barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual
kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin
keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal ini dapat
memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau tangguhan. Umumnya, nasabah
memilih metode pembayaran secara cicilan.
b) Bai’ as-Salam
Bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery)
dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka
secara tunai. Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada
pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian
atau industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis,
macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus
dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.
c) Bai’ al-Istishna
Bai’ al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara
tunai, cicilan, atau ditangguhkan. Prinsip bai’ al-istishna ini menyerupai bai’
as-salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan dimuka,
dicicil atau ditangguhkan. Sementara dalam bai’ as-salam dilakukan secara
tunai.
2) Prinsip Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip Bagi Hasil. Bagi hasil atau
profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari alMudharabah dan al-Musyarakah.
a) Al-Mudharabah
Al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak di mana
pihak pertama (pemilik modal atau shahibul maal) menyediakan seluruh
kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
Prinsip al-mudharabah dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu almudharabah muthlaqah dan al-mudharabah muqayyadah.
i)
Al-Mudharabah Muthlaqah
Al-mudharabah muthlaqah merupakan bentuk mudharabah antara
shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib, di mana shahibul maal
memberikan hak atau kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib untuk
melakukan bisnis.
ii) Al-Mudharabah Muqayyadah
Jenis al-mudharabah muqayyadah ini sangat berbeda dengan almudharabah muthlaqah. Sifat kontrak kerjasama antara shahibul maal dan
mudharib memberikan batasan kepada mudharib dalam melaksanakan
bisnisnya misalnya pembatasan mengenai segmen usaha atau lokasi usaha
yang boleh dilaksanakan dan lain sebagainya, yang diatur dalam akad
perjanjian kerja sama.
iii) Al-Musyarakah
Al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
3) Prinsip Sewa Menyewa
a) Al-Ijarah
Al-ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu
barang atau jasa dengan membayar sewa untuk jangka waktu tertentu tanpa
diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Bank Indonesia
mendefinisikan ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa suatu baranag dalam
kurun waktu tertentu melalui pembayarann sewa.
b) Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan
kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa suatu barang
Antara bank dengan nasabah di mana nasabah (penyewa) diberi hak untuk
membeli obyek sewa pada akhir akad.
4) Prisip Pinjam Meminjam Berdasarkan Al-Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam
meminjam berdasarkan qardh. Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai
penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang
mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan
dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, qardh berarti meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan.
f. Penyaluran Jasa Bank Syariah
Menurut Syafi’i (2003:120) penyaluran jasa bank syariah dibagi menjadi:
1) Al-Wakalah
Wakalah atau wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian
mandat. Al-wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang
lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
2) Al-Kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab
seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain
sebagai penjamin.
3) Al-Hawalah
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepad orang lain
yang wajib menanggungnya.
4) Ar-Rahn
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn
adalah semacam jaminan utang atau gadai.
5) Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali, dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
g. Pembiayaan Murabahah
1) Pengertian Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah merupakan bentuk pembiayaan berprinsip jual beli yang
pada dasarnya merupakan penjualan dengan keuntungan (margin) tertentu yang
ditambahkan diatas biaya perolehan, di mana pelunasannya dapat dilakukan
secara tunai maupun angsuran (Yumanita, 2005:27).
Murabahah adalah suatu pembiayaan dengan akad jual beli barang pada harga
asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dimana penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya (Antonio, 2004:101).
Bank-bank Islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka
pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin
tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana digunakan
dalam perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua unsur, yaitu yang
pertama adalah harga beli dan biaya yang terkait, dan yang kedua adalah
kesepakatan berdasarkan mark-up (keuntungan) (Saeed, 2003:138).
Adapun kelebihan kontrak murabahah (pembayaran yang ditunda) menurut
Saeed (2003:139) adalah sebagai berikut :
a) Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya, serta mengetahui harga
pokok barang dan keuntungan (mark-up) yang diartikan sebagai prosentase
harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya.
b) Subyek penjualan adalah barang atau komoditas.
c) Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnyadan ia
hendaknya mampu mengirimkannya kepada pembeli
d) Pembayaran yang ditunda
Bank-bank Islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode
utama pembiayaan, yang merupakan hampir tujuh puluh lima persen dari asetnya.
Beberapa alasan diberikan popularitas murabahah dalam pelaksanaan investasi
perbankan Islam di antaranya :
a) Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek jika
dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakah
b) Mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara menjamin bahwa bank
mampu mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang beroperasi
dengan system bunga, di mana bank-bank Islam sangat kompetitif.
c) Murabahah menghindari ketidakpastian yang dilekatkan dengan perolehan usaha
berdasarkan system profit and loss sharing.
d) Murabahah tidak mengijinkan bank Islam untuk turut campur dalam manajemen
bisnis karena bank bukanlah partner dengan klien tetapi hubungan mereka adalah
hubungan keditur dengan debitur.
Gambar 2
Proses Pembiayaan Murabahah
1.Negosiasi dan
Persyaratan
3a. Akad
Murabahah
3b. Serah
Terima Barang
BANK
NASABAH
4. Bayar
Kewajiban
2. Beli Barang Tunai
SUPLIER
PENJUAL
3c. Kirim Barang
Sumber : Yumanita (2005:28)
Pembiayaan murabahah merupakan salah satu jenis pembiayaan yang terdapat
pada perbankan syariah yang mempunyai beberapa syarat, antara lain:
a) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c) Kontrak harus bebas dari riba.
d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), dan (e) tidak dipenuhi, pembeli
memiliki pilihan :
a) Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
b) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang
dijual.
c) Membatalkan kontrak.
Sedangkan ketentuan umum murabahah dalam perbankan syariah dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.59:
a) Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam
murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah
ada pemesanan dari nasabah.
b) Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat
nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan
mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva
murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan
mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka
penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan
mengurangi nilai akad.
c) Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu,
dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk
cara pembayaran yang berbeda.
d) Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah:
i)
mempercepat pembayaran cicilan; atau
ii) melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
e) Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli
harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka
potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah
akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang
dimuat dalam akad.
f) Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang murabahah,
antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank.
g) Bank dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada
saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian
pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi
apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi
dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari
kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
h) Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang
diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan
bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu
yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir
yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya
denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari
denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
Transaksi
murabahah memiliki beberapa manfaat dan resiko yang harus
diantisipasi sesuai dengan sifat bisnisnya (tijarah). Salah satu manfaatnya
adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan
harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem pembiayaan murabahah sangatlah
sederhana, di mana hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di
bank syariah.
h. Penetapan Harga dan Profit Margin
Harga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memegang peranan penting
dalam menetapkan profit margin
pembiayaan murabahah pada perbankan
syari’ah. Karena Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh
penjual dan pembeli. Sehingga tingkat margin keuntungan yang ditetapkan
perusahaan akan berpengaruh pada harga sebuah produk yang ditawarkan kepada
nasabah.
1) Metode-metode Penentuan Harga Jual dan Profit Margin
Menurut Muhammad, ada beberapa metode penentuan profit margin yang dapat
diterapkan dalam pembiayaan di bank syariah di antaranya:
a) Penerapan Mark-up Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Jika bank syariah hendak menerapkan metode mark-up pricing, metode ini hanya
tepat jika digunakan untuk pembiayaan yang sumber dananya dari Restricted
Investment Account (RIA) atau Mudharabah Muqayyadah sebab akad
mudharabah muqayyadah adalah akad di mana pemilik dana menuntut adanya
kepastian hasil dari modal yang diinvestasikan.
b) Penerapan Target Return Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Bank syariah beroperasi dengan tidak menggunakan bunga. Mekanisme
operasional dalam memperoleh pendapatan dapat dihasilkan berdasarkan
klasifikasi akad, yaitu akad yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut
natural certainty contract, dan akad yang menghasilkan keuntungan yang tidak
pasti, disebut natural uncertainty contract.
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural certainty contract, maka metode
yang digunakan adalah required profit rate (rpr):
r p r = n.v
di mana n: tingkat keuntungan dalam transaksi tunai
v: jumlah transaksi dalam satu periode
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural uncertainty contract, maka
metode yang digunakan adalah expected profit rate (epr)
epr diperoleh berdasarkan:
i) Tingkat keuntungan rata-rata pada industri sejenis
ii) Pertumbuhan ekonomi
iii) Dihitung dari nilai rpr yang berlaku di bank yang bersangkutan
Perhitungannya:
Nisbah bank = e p r / expected return bisnis yang dibiayai*100%
Actual return bank = nisbah bank + actual return bisnis
2) Penetapan Margin Keuntungan Bank Syariah
Bank syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan
yang berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount), maupun waktu
(timing), seperti pembiayaan murabahah, ijarah, salam dan istishna’. Referensi
margin keuntungan pada bank syari’ah adalah margin keuntungan yang ditetapkan
dalam rapat ALCO Bank Syari’ah.
Asset/ Liability Management Committee (ALCO). Organisasi dari fungsi ALCO di
bank yang kecil dapat terdiri dari Direktur Utama dan beberapa manajer kunci yang
aktif dalam keputusan-keputusan kredit, investasi dan pasar uang. Di dalam bank yang
lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para manajer pos-pos utama dari neraca, Direktur
Utama, Kepala Bagian Keuangan dan Akunting, Kepala Divisi Kredit, Manajer
Investasi, Kepala Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisi
kebijakan kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum
mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan
pendapatan, dan memastikan permintaan dan sumber dana.
Dengan demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing atas
pinjaman,
membangun
praktek
penguasaan
dana-dana
dan
pilihan
untuk
pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusi asset/ liabilitas, jangka waktu,
bagaimana dealing dengan secondary reserve untuk kegiatan Pasar Uang, me-review
variasi anggaran, dan yang paling penting adalah menyusun action plan berdasarkan
sebab-sebab terjadinya variasi. Secara umum, tanggung jawab ALCO adalah
mengelola posisi dan alokasi dana-dana bank agar tersedia likuiditas yang cukup,
memaksimalkan profitabilitas dan meminimalkan resiko. Penetapan margin
keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO
Bank Syari’ah, dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:
a)
Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
Yang dimaksudkan dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah
tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syari’ah, atau tingkat margin
keuntungan rata-rata beberapa bank syari’ah yang ditetapkan dalam rapat ALCO
sebagai kelompok competitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank
syari’ah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai Competitor langsung
terdekat.
b)
Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)
Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah tingkat
suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga
beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok
competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional
tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor tidak langsung
yang terdekat.
c) Expected Competitive Return for Investors (ECRI)
Yang dimaksud Expected Competitive Return for Investors (ECRI) adalah target
bagi hasil competitive yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.
d)
Acquiring Cost
Yang dimaksud Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang
langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
e) Overhead Cost
Yang dimaksud Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang
tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead Cost =
.
Total biaya (di luar biaya dana x 100%
Total earningassets (total aktiva produktif)
DCMR
Acquiring
Cost
ICMR
Overhead
Cost
ECRI
Referensi
Margin
Keuntunga
n
(Karim, 2004:254).
Penetapan Harga Jual Produk Pembiayaan Syariah
Setelah memperoleh referensi margin keuntungan, bank melakukan penetapan harga
jual. Harga jual adalah penjumlahan harga beli/ harga pokok/ harga perolehan bank
dan margin keuntungan.
Referensi Margin
Keuntungan
+
Harga Beli Bank
= Harga Jual
Perlu diketahui, bahwa harga jual produk pembiayaan murabahah ini tidak fixed,
tetapi bisa dinegosiasikan dengan debitur yaitu dengan melihat kemampuan dari
debitur itu sendiri.
3) Penetapan Harga Jual Murabahah yang Efisien
Bank-bank syariah pada umumnya pada telah menggunakan murabahah sebagai
model pembiayaan yang utama. Praktik pada bank syariah Indonesia, portofolio
pembiayaan murabahah mencapai 70-80%. Kondisi demikian ini tidak hanya di
Indonesia, namun juga terjadi pada bank-bank syariah, seperti di Malaysia dan
Pakistan.
Dengan penetapan margin keuntungan murabahah yang tinggi, secara tidak langsung
akan dapat menyebabkan inflasi yang lebih besar daripada yang disebabkan oleh
suku bunga. Oleh karena itu, perlu dicari format atau formula yang tepat, agar nilai
penjualan dengan murabahah tidak mengacu pada sikap mengantisipasi kenaikan
suku bunga selama masa pembayaran cicilan. Karena, mengkaitkan margin
keuntungan murabahah dengan perbankan konvensional, baik di atasnya maupun
dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik.
Sebaiknya, penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah
ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan
menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap
komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diingankan. Cara yang dilakukan oleh
Rasulullah ini dapat dipakai sebagi salah satu metode bank syariah dalam menetukan
harga jual produk murabahah. Dengan demikian, secara matematis harga jual barang
oleh bank kepada calon nasabah pembiayaan murabahah dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Harga Jual Bank = Harga Beli Bank + Cost Recovery + Keuntungan
Cost Recovery = Proyeksi Biaya Operasi : Target Volume Pembiayaan
Margin dalam persentase = Cost Recovery + Keuntungan X 100%
Harga Beli Bank
Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah prosentase margin ini dibandingkan
dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark. Agar pembiayaan
murabahah kompetitif, margin murabahah tadi harus lebih kecil dari bunga
pinjaman. Jika masih lebih besar, maka yang harus dimainkan adalah dengan
memperkecil cost recovery dan keuntungan yang diharapkan.
F. Kerangka Pikir
X1
Laporan keuangan
X2
L = Profit Margin
X3
Di mana :
L
= Profit Margin
X1
= Cost of Fund
X2
= Overhead Cost
X3
= Risk Cost
G. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bahwa faktor cost of fund, biaya overhead dan risk cost secara simultan berpengaruh
terhadap penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah Koperasi
Agro Niaga Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
2. Bahwa faktor cost of fund dan biaya overhead berpengaruh secara dominan terhadap
penetapan profit margin pada produk pembiayaan murabahah Koperasi Agro Niaga
Indonesia (KANINDO) Syariah dan BMT Ahmad Yani Malang
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis dari penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang berusaha memberikan suatu gambaran atau kondisi mengenai suatu
objek penelitian (Kuncoro: 8).
2. Jenis dan Sumber Data
Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun
suatu informasi (Arikunto, 2002:96). Jenis data dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Menurut Mudrajad data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh
lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat. Data ini berupa
laporan keuangan konsolidasi dan catatan-catatan lain yang mendukung. Sumber
data dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Koperasi Agro Niaga Indonesia
(KANINDO) Syariah dan laporan keuangan BMT Ahmad Yani Malang. Menurut
Arikunto(2002:107) yang dimaksud Sumber data adalah ” Subyek dimana data
diperoleh”. Sumber data merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan
dalam metode pengumpulan data.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode dokumentasi. Menurut Arikunto (2002:135), metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa laporan
keuangan dan catatan yang mendukung lainnya.
4. Definisi Operasional Variabel
Variabel yaitu objek yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Tujuan dari definisi
operasional adalah penjelasan tentang variabel yang digunakan dalam analisis
penelitian ini.
a.
Profit Margin adalah selisih antara harga jual bank dengan harga beli. Menurut
Muhammad, margin dalam persentase diperoleh dari : cost recovery ditambah
dengan keuntungan dibagi harga beli bank dikalikan 100%.
Margin = Cost Recovery + Keuntungan x 100%
Harga beli bank
b. Cost of Fund adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk memberi
imbalan kepada nasabah (bagi hasil yang diberikan oleh bank). Cost of fund
dihitung dengan cara mengalikan equivalent rate yang berlaku dengan reserve
ratio yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia.
100
Rumus Cost of Fund = 100  5% x Equivalentrate
c.
Overhead Cost adalah semua biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam
rangka proses penghinpunan dana tersebut.
Overhead Cost = Jumlah biaya overhead
X 100%
Jumlah Aktiva Produktif
d. Risk Cost
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia PBI No. 5/ 9/ PBI/ 2003 mengenai
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produkti f(PPAP) bagi bank syari’ah tanggal 19
Mei 2003 adalah sebagai berikut:
1) Cadangan Umum
1 % dari seluruh aktiva produktif yang lancar, tidak termasuk sertifikat
wadi’ah Bank Indonesia dan surat hutang pemerintah.
2) 5 % dalam perhatian khusus
15 % kurang lancar
50% diragukan, dan
100% macet.
3) Khusus untuk piutang Ijarah ditetapkan sebesar 50% dari masing-masing
kewajiban pembentukan penyisihan penghapusan.
5. Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik regresi
berganda, yang merupakan perluasan dari regresi linear sederhana yaitu dengan
menambah jumlah variabel bebas. Secara fungsional, model regresi berganda dapat
dituliskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana, Y: Profit Margin
X1: Cost of Fund
X2: Overhead Cost
X3: Risk Cost
b1…b3: Koefisien Regresi dari variabel Independent atau X1…X3
e: Standar error persamaan regresi
a. Estimasi Koefisien Regresi
Untuk mencari koefisien regresi masing-masing variabel dapat dilakukan denga
persamaan:
b1∑ X1
+
b2∑ X2
=∑ y
b0∑X1 +
b1∑ X21
+
b2∑ X1X2
=∑ X1 y
b0∑X2 +
b1∑X1X2
+
b2∑X22
=∑ X2 y
b0
+
b. Standar Error Estimasi
Untuk mengukur penyimpangan dari data dapat dilakukan dengan jalan menghitung
standar error estimasi dengan rumus:
Sy x1 x2 = √ ∑( y – yc )2
n–k
di mana:
Sy x1 x2 : standar error estimasi
y
: nilai data y
yc
: nilai y estimasi
n–k
: derajat bebas
c. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi yakni suatu nilai yang menggambarkan total variasi dari y
(variabel terikat) dari suatu persamaan regresi. Nilai koefisien determinasi yang besar
menunjukkan bahwa regresi tersebut mampu dijelaskan secara besar pula. Nilai
koefisien determinasi ( R2 ) dalam regresi ganda dapat diperoleh dengan formulasi
( ∑ y )2
sebagai berikut:
R2 = b0 ∑ y + b1 ∑x1 y + b2 ∑ x2 y -
n
∑ y2 - ( ∑ y )2
n
d. Asumsi Klasik Ordinary Least Square (OLS) dalam Regresi Ganda
1)
Multicollinierity menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linier yang
sempurna. Dalam pendugaan atau estimasi dengan OLS, asumsi ini harus
terpenuhi, bila tidak terpenuhi knsekuensi yang akan diperoleh adalah:
a) koefisien regresi dari variabel bebas (X) tidak bias diestimasi.
b) rentang dari tingkat keyakinan menjadi semakin lebar, sehingga probabilitas
menerima hipotesa padahal hipotesa itu salah semakin besar
c) tidak mungkin dapat dipisahkan antar variable jika antar variabel tersebut
saling berhubungan
2)
Otokorelasi
Dalam model regresi klasik mensyaratkan tidak ada otokorelasi antara ei dan ej.
Jika terjadi otokorelasi maka konsekuensinya adalah estimator tidak efisien,
oleh karena itu interval keyakinan menjadi lebar. Konsekuensi lain jika
otokorelasi dibiarkan maka varian pengganggu menjadi underestimate, yang
pada akhirnya penggunaan uji t dan uji F tidak bias digunakan lagi.
3)
Heteroskedastisitas
Asumsi lain yang penting dari model regresi linear klasik adalah kesalahan
pengganggu mempunyai varian sama untuk semua pengamatan. Jika asumsi ini
tidak terpenuhi maka sekalipu sampel diperbesar, standar error tidak lagi
minimum, sehingga estimasi OLS tidak lagi efisien dan pada akhirnya akan
menimbulkan kesimpulan yang tidak tepat.
e. Uji Hipotesis
Suatu perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah di mana H0 ditolak). Sebaliknya,
disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah di mana H0
diterima.
1) Uji F
Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel terikat. Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji apakah semua
parameter dalam model sama dengan nol, atau:
H0: b1 = b2 = … = bk = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha), tidak
semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:
Ha: b1 ≠ b2 ≠ … ≠ bk ≠ 0
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik F. Nilai statistik F
dihitung dari formula sebagai berikut:
F = MSR
MSE
= SSR / k
SSE / (n-k)
Di mana SSR = sum of square due to regression = ∑ (Ŷi – y )2 ;
SSE = sum of square error = ∑ (Yi – Ŷi)2 ;
n = jumlah observasi;
k = jumlah parameter (termasuk intersep) dalam model
MSR = mean square due to regression;
MSE = mean of square due to error.
2) Uji t (t-test)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat.
Hipotesis nol (H0) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter sama
dengan nol, atau:
H0 : b1 = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (Ha), parameter
suatu variabel tidak sama dengan nol, atau:
Ha : b1 ≠ 0
Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen.
Untuk menguji kedua hipotesis ini digunakan statistik t. statistik t dihitung
dari formula sebagai berikut:
t = (b1 – 0 ) / S = b1 / S
di mana S = standar deviasi, yang dihitung dari akar varians. Varians
(variance), atau S2 diperoleh dari SSE dibagi dengan jumlah derajat kebebasan
(degree of freedom). Dengan kata lain:
S2 = SSE
n- k
di mana n = jumlah observasi
k = jumlah parameter dalam model, termasuk intersep
Daftar Pustaka
Antonie, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani Press
Antonio, Syafi’i dan kawan. 2003. Bank Syariah. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang
dan Ancaman. Yogyakarta: Ekonisia.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Asnawi, Said Kelana. 2005. Riset Keuangan: Pengujian-pengujian Empiris. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Gozali, Ahmad. 2005. Serba-serbi Kredit Syariah. Jangan Ada Bunga diantara Kita. Jakarta:
PT. Elex Komputindo.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1996. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Karim, Adiwarman, ir, S.E., M.B.A., M.A.E.P. 2004. Bank Islam : Analisis Fiqih Dan
Keuangan. Jakarta : Raja Grafindo.
Kotler, Philip. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Jilid I. Alih Bahasa: Damos Sihombing.
Jakarta: Erlangga.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Bagaimana Meneliti dan
Menulis Tesis. Jakarta: Erlangga.
Monroe, Kent B. 1992. Kebijakan harga. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Muhamad. 2000. Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press.
. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Perwataatmaja, Karnaen, dan Syafi’i Antonio. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam.
Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Saeed, Abdullah. 2003. Bank Islam dan Bunga. Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi
Kontemporer. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta: Andi.
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LP FE UI
Widayat,
Wiratmo, Masykur. 1992. Ekonomi Manajerial. Yogyakarta: Media Widya Mandala.
www.republika.com Mendorong Realisasi Dual Banking System. ( diakses 8 April 2008).
www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=9911 Baitul Maal wa at
Tamwil. (diakses 8 Mei 2008)
http://ruzaqir.multiply.com/journal. Prinsip-prinsip Operasional Bank Islam. (diakses 8 April
2008)
http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/prinsip-prinsip-operasional-bank-islam/
Yumanita, Diana. 2005. Bank Syariah : Gambaran Umum. Jakarta : PPSK-BI.
Download