II. TELAAH PUSTAKA Mikroorganisme telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan bioteknologi pada berbagai bidang kehidupan karena kemampuannya menghasilkan beragam senyawa yang bermanfaat. Seperti misalnya dalam masalah toksisitas yang disebabkan oleh pewarna sintetis, mikroorganisme dapat dijadikan alternatif sebagai pengganti pewarna sintetis tersebut. Berbagai pigmen alami seperti karotenoid, melanin, flavin, kuinon, prodigiosin, monascin, violacein atau indigo telah diproduksi oleh mikroorganisme (Gupta et al., 2011). Salah satu mikroorganisme yang berpotensi dalam produksi pigmen adalah aktinomisetes. Aktinomisetes memiliki karakter yang berbeda dengan bakteri lain. Bentuk koloni aktinomisetes menyerupai koloni kapang dan bakteri, serta keragaman warna koloni aktinomisetes sangat bervariasi (Nurkanto et al., 2008). Aktinomisetes apabila ditumbuhkan pada substrat padat seperti agar, jaringan percabangan hifa aktinomisetes tumbuh pada permukaan substrat dan ke dalam untuk membentuk miselium substrat. Sebagian besar aktinomisetes juga memiliki miselium aerial yang membentang di atas permukaan medium (Prescott et al., 2002). Aktinomisetes merupakan mikroorganisme yang memiliki rentang distribusi luas di alam karena mampu hidup hampir di semua kondisi lingkungan, termasuk kawasan mangrove. Penelitian ini menggunakan aktinomisetes isolatK-4B dan U33B yang diisolasi dari tanah rawa Segara Anakan Cilacap. Kawasan Segara Anakan merupakan kawasan laguna dengan perairan laut payau yang memiliki beberapa daratan berpenduduk. Segara Anakan terletak dekat kilang minyak terbesar di Indonesia dan limbah industri dari beberapa desa yang berdekatan dilepaskan ke dalam air disekitar hutan mangrove (Herbon, 2011). Keadaannya yang demikian menjadikan kawasan Segara Anakan ini menarik untuk diteliti. Aktinomisetes telah menarik banyak perhatian para peneliti karena potensinya bio.unsoed.ac.id dalam menghasilkan senyawa metabolit yang unik, termasuk pigmen yang memiliki aktivitas antimikroba. Seperti pernah dilaporkan oleh Rudd & Hopwood (1980) bahwa Streptomyces coelicolor mampu menghasilkan metabolit sekunder ketiga setelah sebelumnya ditemukan antibiotik methylenomycin A dan actinorhodin. S. coelicolor diketahui mampu mensintesis pigmen yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam sebagian besar pelarut organik. Dalam larutan bersifat basa, pigmen 6 menghasilkan warna kuning dan menjadi merah ketika dipindah ke dalam larutan asam. Pigmen ini memiliki aktivitas antibiotik terhadap bakteri Gram positif tertentu. Adanya beberapa laporan penelitian awal mengenai potensi aktinomisetes dalam memproduksi pigmen yang bermanfaat, mendorong kajian mengenai aktinomisetes ini masih perlu terus dilakukan. Beberapa contoh spesies aktinomisetes yang mampu menghasilkan pigmen menurut Malik et al. (2012), antara lain Streptoverticillium rubrireticuli yang menghasilkan molekul pigmen prodigiosin dan Streptomyces echinoruber menghasilkan molekul pigmen rubrolone. Prodigiosin adalah pigmen merah serbaguna yang dikenal memiliki aktivitas antibakteri, antimalaria, dan antibiotik. Venil et al. (2013) menambahkan bahwa prodigiosin yang dihasilkan mikroorganisme dapat digunakan dalam berbagai hal seperti untuk mewarnai lilin, kertas, sabun, tempat pensil dan juga sebagai tinta di bolpoin. Actinorhodin merupakan salah satu pigmen alami yang banyak dihasilkan oleh spesies aktinomisetes. Actinorhodin adalah pigmen berwarna merah hingga biru berdasarkan tingkat keasaman (pH). Pigmen ini memiliki aktivitas hambat terhadap bakteri Gram positif, dan dapat digunakan dalam industri pangan dalam pembuatan minuman (Palanichamy et al., 2011). Produksi pigmen dari aktinomisetes pada industri skala besar dalam praktiknya masih menemui banyak kendala. Hal ini disebabkan kemampuan suatu mikroorganisme dalam menghasilkan pigmen tidaklah permanen, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor (Palanichamy et al., 2011). Optimasi proses fermentasi dan komponen medium pertumbuhan merupakan kunci utama untuk produksi pigmen mikroorganisme (Venil et al., 2013). Didukung oleh pernyataan Joshi et al. (2003) bahwa pertumbuhan miselium mikroorganisme yang memproduksi pigmen sangat dipengaruhi oleh jenis sumber karbon seperti glukosa, fruktosa, maltosa, laktosa, dan galaktosa. Selain itu, jenis gula dan sumber nitrogen yang ada dalam medium untuk produksi pigmen juga mempengaruhi warna dari bio.unsoed.ac.id pigmen yang dihasilkan. Pengetahuan mengenai medium pertumbuhan aktinomisetes yang tepat sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi pigmen. Beberapa peneliti telah mencoba berbagai medium pertumbuhan untuk mendapatkan hasil pigmen yang maksimal, mulai dari menggunakan medium sintetis hingga medium alami dari bahan-bahan tanaman. Radhakrishnan et al. (2013) dalam penelitiannya melakukan perbandingan pertumbuhan dan kemampuan aktinomisetes isolat D25 yang diisolasi dari Rajasthan, India dalam memproduksi pigmen pada 7 7 medium pertumbuhan yaitu medium ISP 1 hingga ISP 7. Hasilnya adalah produksi pigmen oleh isolat D25 dapat terdeteksi pada media ISP 2 (Yeast Extract Malt Extract), ISP 3 (Oatmeal Agar) dan ISP 6 (Peptone Yeast Extract Iron Agar). Sebelumnya, Usha et al. (2010) melaporkan bahwa isolat Streptomyces strain KUAP106 dari tanah mangrove yang ditumbuhkan pada medium Starch Casein Nitrate mampu memproduksi pigmen kuning kecoklatan yang berdifusi ke medium. Identifikasi genus kedua isolat aktinomisetes dilakukan untuk mempermudah proses produksi pigmen selanjutnya. Identifikasi dilakukan dengan metode konvensional, meliputi pengamatan terhadap morfologi koloni dan hifa, serta kemampuan biokimiawi isolat. Nurkanto et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan karakter morfologi aktinomisetes dapat digunakan untuk mengenali sampai tingkat genus. Menurut Gayathri & Muralikrishnan(2013) klasifikasi aktinomisetes sebagian besar didasarkan pada pengamatan morfologi, mencakup beberapa karakter seperti warna miselium, pigmen pada sisi bawah koloni, pigmen melanoid, morfologi spora dan rantai spora. Pigmen yang dihasilkan oleh aktinomisetes pada medium pertumbuhan diisolasi untuk kemudian dikarakterisasi. Menurut Venil et al. (2013) pigmen yang dihasilkan oleh bakteri dapat dipisahkan dengan menggunakan ekstraksi pelarut dan selanjutnya dikarakterisasi dengan menggunakan berbagai teknik analisis berbasis instrumen seperti TLC, UV-vis, FT-IR, ESI-MS, NMR, HPLC, dan Gel Permeation Chromatography. Penelitian ini melakukan karakterisasi pigmen menggunakan metode UV-vis. UV-vis merupakan alat yang berguna untuk analisis kuantitatif. UV-vis tidak dapat memberikan identifikasi jelas dari suatu senyawa organik, namun spektrum penyerapan dalam daerah tampak dan daerah UV tetap berguna untuk mendeteksi keberadaan kelompok-kelompok fungsional tertentu yang bertindak sebagai kromofor(Khopkar, 1990). Menurut Prameswari et al. (2014), gugus kromofor adalah bio.unsoed.ac.id gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Dalam satu molekul dapat dikandung beberapakromofor. Setiap gugus kromofor memiliki panjang gelombang yang berbeda tergantung pada besarnya energi yang dibutuhkan untuk mengeksitasi elektronnya. 8