UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 OKTOBER – 17 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER MEGA ARMAYANI, S.Far. 1306502604 ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 OKTOBER – 17 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai satu diantara syarat untuk memperoleh gelar Apoteker MEGA ARMAYANI, S.Far. 1306502604 ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 ii Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Mega Armayani, S. Far. NPM : 1306502604 Tanda Tangan : Tanggl : 6 Januari 2015 iii Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 iii Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih sayangNya, penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIX Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 6 Oktober – 17 Oktober 2014 di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D., selaku Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada mahasiswa peserta Praktik Kerja Profesi Apoteker. 2. Dra. Arianti Anaya I, MKM., selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada mahasiswa peserta Praktik Kerja Profesi Apoteker. 3. Drs. Rahbudi H, MKM., Apt., selaku Kasubdit Inspeksi Alkes & PKRT serta selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan PKPA dan menyusun tugas akhir. 4. Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, M.S., Ph.D., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama melaksanakan PKPA dan menyusun tugas akhir. 5. Lucia Dina Kombang, SH, M.Si., selaku Kassubag Tata Usaha Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama kegiatan PKPA. v Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia vi 6. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama menyelesaikan tugas ini. 7. Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 8. Siti Nurhasanah, S.Si, Apt., selaku Kepala Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini. 9. Lupi Triaksono, SF, MM, Apt., selaku Kepala Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker. 10. Nurlaili Isnaini, Apt. MKM., selaku Kepala Seksi Alat Kesehatan NonElektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker. 11. Nurhidayat, S.Si., Apt selaku Kepala Seksi Produk PKRT Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan dan selama pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker. 12. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker. 13. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 14. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar. 15. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 79 yang telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan PKPA. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 vii Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktik Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Depok, Januari 2015 Penulis Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Mega Armayani NPM : 1306502604 Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis Karya : Laporan Praktik Kerja Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non Exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 6 Oktober – 17 Oktober 2014. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal: 6 Januari 2015 Yang menyatakan (Mega Armayani, S.Far.) viii Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia ABSTRAK Nama NPM Program Studi Judul : Mega Armayani, S.Far. : 1306502604 : Profesi Apoteker : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Periode 6 Oktober -17 Oktober 2014 Praktik Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Periode 6 - 17 Oktober 2014 bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat memahami tugas Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia serta peran dan fungsi profesi apoteker di dalamnya. Tugas khusus yang diberikan berjudul Analisa Vigilans Alat Kesehatan Ventilator di Rumah Sakit Fatmawati yang Diperoleh dari Laporan e-Watch di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Kata kunci : Apoteker, Alat Kesehatan, Vigilans, e-Watch Tugas umum : xiii + 56 halaman; 8 lampiran Tugas khusus : iv + 25 halaman; 1 tabel; 11 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 6 (2005-2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 (2006-2013) ix Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia ABSTRACT Name NPM Program Study Title : Mega Armayani, S.Far. : 1306502604 : Apothecary profession : Report of Apothecary Profession Internship Program at Medical Directorate Devices Production and Distribution, General Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices of Health Ministry, Republic Indonesia Period 6th – 17th October 2014 The aim of Pharmacist Internship held at Medical Directorate Devices Production and Distribution of Genaral Directorate and Medical Devices of Health Ministry, Republic Indonesia Period 6th – 17th October 2014 is to provide insight and experiences to the students about the basic tasks of a pharmacist in administration. Special assignment given is Vigilans Analysis of Ventilator Medical Devices in Fatmawati Hospital obtained from a report of e-watch at Directorate Pharmaceutical Production and Distribution, General Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices of Health Ministry. Keywords : Pharmacist, Medical Devices, Vigilans, e-Watch General Assignment : xiii + 56 pages; 8 appendies Specific Assignment : iv + 25 pages, 1 tables, 11 appendies Bibliography of General Assignment : 6 (2005-2013) Bibliography of Spesific Assignment : 6 (2006-2013) x Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ KATA PENGANTAR ................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................. ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ii iii iv v viii xi x vii xi BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan .............................................................................................. 1 1 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM KEMENTRIAN KESEHATAN RI ............ 2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ................................... 2.1.1 Visi dan Misi ......................................................................... 2.1.2 Tujuan ................................................................................... 2.1.3 Dasar Hukum ........................................................................ 2.1.4 Nilai-nilai .............................................................................. 2.1.5 Struktur Organisasi ............................................................... 2.1.6 Tugas ..................................................................................... 2.1.7 Fungsi .................................................................................... 2.1.8 Rencana Strategis .................................................................. 2.1.9 Wewenang ............................................................................. 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ............. 2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ............................................ 2.2.2 Susunan Organisasi ............................................................... 4 4 4 4 4 5 6 7 7 8 8 9 9 10 BAB 3 TINJAUAN UMUM DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN .............................................. 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ................ 3.2 Visi Dan Misi ................................................................................... 3.2.1 Visi ........................................................................................ 3.2.2 Misi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) ............................ 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................. 3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ..... 3.5 Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .... 3.6 Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .... 3.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ......................................................................................... 3.7.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan ............................... 3.7.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Kesehatan Rumah Tangga .............................................. xi Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 16 16 17 17 17 18 19 19 19 20 20 22 Universitas Indonesia xii 3.7.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ..................................................... 3.7.4 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi ............................ 3.8 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan . 3.8.1 Sertifikasi Produksi ............................................................... 3.8.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan ........................... 3.8.3 Pemberian Izin Edar Produk ................................................. 3.8.4 Pelayanan Surat Keterangan ................................................. 3.9 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ....................................................................... 3.9.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ............... 3.9.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT .............................................................................. 23 25 26 26 29 31 35 36 36 37 BAB 4 PEMBAHASAN .............................................................................. 39 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 5.2. Saran ................................................................................................. 46 46 47 DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 48 LAMPIRAN ................................................................................................... 49 Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI .......................... Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal ................... Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ..................................................................... Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ................................................................................... Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .... Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ................................................................................ Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ............................................................................ Struktur Organisasi dan Penanggung Jawab Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ...................................... xiii Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 49 50 51 52 53 54 55 56 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang akan terwujud derajat kesehatan masyarakat. Guna mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat dan daerah, maupun oleh masyarakat termasuk swasta. Satu diantara upaya pembangunan kesehatan adalah dengan menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat termasuk didalamnya terkait tenaga, sarana, obat, dan alat kesehatan (alkes) yang harus tersedia (Kemenkes RI, 2013a). Alkes merupakan suatu komoditi yang memerlukan penanganan secara khusus. Untuk menghindari terjadinya penggunaan yang salah akibat kurangnya informasi sewaktu alkes diserahkan kepada masyarakat, maka akses terhadap alkes oleh masyarakat perlu ditingkatkan (Kemenkes RI, 2013b). Selain itu alkes berbeda dari komoditi biasa, merupakan suatu produk hasil industri yang dalam peredaran dan penyalurannya memerlukan perlakuan dan persyaratan-persyaratan tertentu agar tetap dapat terjamin keamanan, mutu, dan kemanfaatannya (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 102 tahun 2001 tentang Struktur Organisasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dibentuklah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tanggal 19 Agustus 2010 maka Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbagi menjadi Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 1 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 2 Dalam lingkup tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan Alkes dibidang informasi, produksi, dan peredaran dalam rangka memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan Alkes. Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan Asosiasi Perusahaan Alat Kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Dasar keilmuan yang dimiliki oleh seorang apoteker ikut berperan dalam Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Untuk mendapatkan gambaran mengenai dunia kerja di lingkungan pemerintahan, maka diadakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI. 1.2. Tujuan Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah: a. Memahami visi dan misi Kementerian Kesehatan b. Mengetahui secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 3 c. Mengetahui struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. d. Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan distribusi alat kesehatan serta PKRT. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 BAB 2 TINJAUAN UMUM KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2.1.1 Visi dan Misi (Kementerian kesehatan RI, 2010a) a. Visi: “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. b. Misi: 1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. 2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan. 3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan. 4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. 2.1.2 Tujuan Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan, 2010a). 2.1.3 Dasar Hukum Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/Menkes/Per/2010, yaitu: a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916). b. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5063). 4 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 5 c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara). d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009. e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara. g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. i. Keputusan Menteri Kesehatan No.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025. 2.1.4 Nilai-nilai Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu (Kementerian Kesehatan, 2010a): a. Pro rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah satu diantara hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat harus ikut berpartisipasi secara aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat bawah. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 6 c. Responsif Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel. 2.1.5 Struktur Organisasi Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 yang dikeluarkan tanggal 19 Agustus 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas: a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat Jenderal; g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan; l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal; n. Pusat Data dan Informasi; Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 7 o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri; p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; r. Pusat Komunikasi Publik; s. Pusat Promosi Kesehatan; t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan u. Pusat Kesehatan Haji. Struktur organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.1.6 Tugas Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 2.1.7 Fungsi Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah. e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 8 2.1.8 Rencana Strategis Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 2010-2014, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a): a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular. c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender. d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin. e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen. f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK). g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular. h. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). 2.1.9 Wewenang (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai kewenangan: a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro; b. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan; c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan; d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan; e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan; f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kesehatan; Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 9 g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan; h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan; i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan; j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan; k. Penyelesaian perselisihan antar provinsi di bidang kesehatan; l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak; m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan; p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan; q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi; r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan; s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa; t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional); dan u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan. 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 10 Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.2.2 Susunan Organisasi Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari: a. Sekretariat Direktorat Jenderal; b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran; b. Pengelolaan data dan informasi c. Penyiapan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan; pengelolaan urusan keuangan; d. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; dan e. Evaluasi dan penyusunan laporan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 11 Sturktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Lampiran 2. Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas: a. Bagian Program dan Informasi; b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c. Bagian Keuangan; d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e. Kelompok Jabatan Fungsional. 2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yakni melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 12 f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 4. 2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yakni melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; d. Penyiapan bimbingan teknis di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 13 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Standarisasi; b. Subdirektorat Farmasi Komunitas; c. Subdirektorat Farmasi Klinik; d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 5. 2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas: a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 14 c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus; d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 6. 2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 15 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas: a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e. Subbagian Tata Usaha; dan f. Kelompok Jabatan Fungsional. Struktur organisasi dan Peanggung Jawab Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN 3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Merupakan satu diantara direktorat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh seorang Direktur, yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Dalam lingkup tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan Alkes dibidang informasi, produksi, dan peredaran dalam rangka memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan Alkes. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes adalah satu rangkaian upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang beredar dan digunakan oleh masyarakat memenuhi persyaratan dan tidak merugikan atau membahayakan serta terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT harus dilakukan sejak dini, mulai proses produksi hingga proses tersebut digunakan oleh 16 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 17 masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan agar diperoleh penggunaan Alkes yang tepat dan berhasil guna. Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra dengan Asosiasi Perusahaan Alat Kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. 3.2 Visi Dan Misi 3.2.1 Visi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b). Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu dan bermanfaat sesuai dengan kebutuhan serta terjangkau oleh masyarakat. 3.2.2 Misi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) Guna tercapainya visi yang telah ditetapkan tersebut Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai misi antara lain: a. Menjamin kualitas, keamanan, kemanfatan alat kesehatan serta menjamin ketersediaan alat kesehatan dengan harga terjangkau. b. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau mutu persyaratan. c. Mencegah penyalahgunaan dan kesalahgunaan alat kesehatan. d. Mengembangkan penyelenggaraan usaha-usaha alat kesehatan secara efektif dan efisien. e. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 18 f. Menyusun peraturan, perundang-undangan dan kebijakan di bidang produksi dan distrubusi alat kesehatan. g. Memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan. h. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang alat kesehatan. 3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/Menkes/PER/XIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas pokok menyiapkan perumusan dan melaksanakan kebijakan, menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), serta memberi bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b). Dalam melaksanakan tugas pokok, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b): a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 19 3.4 Tujuan Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu: a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT; b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan keunggulan daya saing. 3.5 Strategi Untuk mencapai tujuannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai strategi, yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2005): a. Penggalangan kemitraan. b. Peningkatan keterpaduan program. c. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia. d. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan. e. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi. f. Mobilisasi sumber dana dan tenaga. g. Pemberdayaan daerah. h. Konsolidasi internal. i. Melakukan regulasi di bidang alat kesehatan. j. Mengoptimalkan industri alat kesehatan berbasis keanekaragaman sumber daya alam dan keunggulan daya asing. k. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan. l. Memberdayakan dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan edukasi. 3.6 Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai sasaran, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2005): Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 20 a. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan sesuai kebutuhan. b. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan di sektor publik. c. Terjaminnya mutu pengelolaan alat kesehatan di kabupaten/kota. d. Terjaminnya mutu alat kesehatan yang beredar. e. Diterapkannya petunjuk pengelolaan alat kesehatan melalui peningkatan pelayanan perizinan yang professional dan tepat waktu. f. Terjaminnya mutu sarana produksi dan distribusi alat kesehatan. g. Tercegahnya resiko atau akibat samping dari penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi syarat. h. Terhindarnya masyarakat dari alat kesehatan yang tidak bermutu serta mengoptimalkan efektifitas alat kesehatan terhadap biaya dan manfaat terhadap resiko. i. Tersedianya sistem informasi alat kesehatan yang akurat, objektif, dan terkini sehingga mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan masyarakat. 3.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai struktur organisasi yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010, terdiri dari: 3.7.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan; Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 21 b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang penilaian alat kesehatan; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan. Subdirektorat penilaian alat kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. 3.7.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik Tugas dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert), sehingga alat kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan cara penggunaannya, tetapi harus terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG (Elektrokardiogram), USG (Ultrasonography), alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain. 3.7.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non-Elektromedik Tugas dari Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat kesehatan non elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada kemasannya. Contoh Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 22 alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, tensimeter, termometer, kursi roda, softlens, dan lain-lain. 3.7.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik In vitro dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian produk diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian produk diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3.7.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro Tugas dari Seksi Produk Diagnostik In vitro adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 23 penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik In vitro. Produk diagnostik In vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan, untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk diagnostik In vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain. 3.7.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Tugas dari Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang penilaian Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) adalah alat atau bahan yang digunakan untuk memelihara dan merawat kesehatan yang digunakan oleh manusia, hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Contoh PKRT adalah repelan, tisu, kapas, deterjen, dan lain-lain. 3.7.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 24 Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsinya, yaitu: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi. 3.7.3.1 Seksi Inspeksi Produk Tugas dari Seksi Inspeksi Produk adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3.7.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi Tugas dari Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 25 3.7.4 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi, antara lain: a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standarisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standarisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standarisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standarisasi Produk dan Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. 3.7.4.1 Seksi Standarisasi Produk Tugas dari Seksi Standarisasi Produk adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standarisasi produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 26 3.7.4.2 Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi Tugas dari Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standarisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 3.8 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu: a. Melaksanakan pre market control dengan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat kesehatan. b. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar terhadap alat kesehatan. c. Melakukan pengawasan post market (surveilance, vigilance) untuk menjamin senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and performance) dalam penggunaannya. d. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan alat kesehatan Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi: sertifikasi produksi, pemberian izin edar dan pemberian izin penyalur alat kesehatan serta pelayanan surat keterangan. 3.8.1 Sertifikasi Produksi Diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 27 perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB adalah: a. Bangunan (denah untuk berproduksi). Diperhatikan apakah sudah memenuhi persyaratan ruangan produksinya baik untuk pencampuran, pengisian, pewadahan, penandaan dan lain-lain. b. Peralatan dan Bahan. c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknisnya). d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, pakaian kerja, dan lain-lain. e. Higiene dan sanitasi. f. Pengawasan mutu. g. SOP (Standard Operating Procedure). h. Inspeksi diri. i. Penanganan terhadap keluhan. j. Dokumentasi, dan lain-lain. Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan dan/atau PKRT, sebagai berikut: a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1. b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan, dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 28 c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas lengkap. g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f), Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi. h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 bulan sejak diterbitkannya surat penundaan. Menurut Peraturan No.1189/Menkes/PER/VIII/2010 Menteri tentang Kesehatan Produksi Republik Alat Indonesia Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu: a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A Merupakan sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab teknisnya minimal apoteker atau sarjana lain yang sesuai dan harus mempunyai laboratorium sendiri. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 29 b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B Merupakan sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan CPAKB. Khusus alat kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril. Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk. c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C Merupakan sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas Iia tertentu, sesuai ketentuan CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten apoteker atau tenaga lain yang sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi. 3.8.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur dapat melaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut: 3.8.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan provinsi setempat dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan RI, 2009): a. Akte notaris. b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan). c. Peta lokasi dan denah bangunan. d. Alamat gedung, dan bengkel. e. Penanggung jawab teknis. f. Tenaga teknisi. g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat. h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 30 i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan. 3.8.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan Beriku tata cara pengajuan permohonan dan pemberian IPAK (Kementerian Kesehatan RI, 2010d): a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tim pemeriksaan bersama selambat lambatnya 12 hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan. c. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam waktu 6 hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama wajib melaporkan hasil pemeriksaan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon bersangkutan dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat pernyataan, dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan izin PAK. f. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima hasil pemeriksaan, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin PAK. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 31 g. Terhadap penundaan, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat penundaan. 3.8.3 Pemberian Izin Edar Produk Dalam Peraturan Menteri No.1189/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Kesehatan Produksi Republik Alat Indonesia Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan, penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan, pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat esehatan maupun Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki sertifikat produksi. Sedangkan, untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria sebagai berikut: a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah ditentukan. b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan maupun Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian atau salah penggunaan. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga harus berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 32 Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis. 3.8.3.1 Data Administrasi a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu: sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu: izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (Toll Manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. Catatan: Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat persetujuan dari Komisi Pestisida. d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, Certificate of Free Sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 33 dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan penandaan. 3.8.3.2 Data Teknis Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut: a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. c. Untuk produk HIV (Human Immunodeficiency Virus), harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 34 Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut: Digit 1 : kelas Digit 2,3 : kategori Digit 4,5 : subkategori Digit 6,7 : tahun pemberian izin (dibalik) Digit 8 sampai 11 : nomor urut pendaftaran Alat Kesehatan Dalam Negeri : AKD Alat Kesehatan Impor : AKL PKRT Impor : PKL PKRT Dalam Negeri : PKD Contoh nomor izin edar alat kesehatan: AKL 21104900078 AKL: Alat Kesehatan Luar Negeri Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (risiko sedang) Digit 2,3 (Angka 11) : Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG) Digit 4,5 (Angka 04) : Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah Digit 6,7 (Angka 90) : tahun pemberian izin (dibalik) 2009 Digit 8-11 (Angka 0078) : nomor urut pendaftaran 0078 Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR). Contoh nomor izin edar PKRT: PKD 20305700520 PKD: PKRT dalam negeri Digit 1 (Angka 2) : kelas 2 (sedang) Digit 2,3 (Angka 03) : kategori 3 (pembersih) Digit 4,5 (Angka 05) : sub kategori 5 (pembersih kloset) Digit 6,7 (Angka 70) : tahun pemberian izin (dibalik) 2007 Digit 8-11 (Angka 0520) : nomor urut pendaftaran 0879 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 35 Alat ini adalah Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam negeri (PKD), termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan didaftarkan pada tahun 2007. Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5 tahun. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru). 3.8.4 Pelayanan Surat Keterangan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin penyalur dan izin edar, juga memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu: a. Certificate of Free Sale (CFS) CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu: 1) Surat permohonan mendapatkan CFS dengan mencantumkan negara tujuan. 2) Lembar izin edar yang mencantumkan nama produk. 3) Surat izin produksi atau sertifikat produksi. b. Surat Keterangan Lainnya Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut: Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 36 1) Produk alat kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga impor yang berupa bantuan atau donasi untuk kepentingan masyarakat atau kondisi bencana. 2) Produk alat kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga untuk penelitian. 3) Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam memproduksi alat kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang sudah terdaftar. 4) Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang harus didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) 5) Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut diantaranya yaitu: a) Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai. b) Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang. c) Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak beacukai (in voice). d) Surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima serta persetujuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan di rumah sakit atau persetujuan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat bila digunakan di puskesmas. e) Surat protokol pengujian. f) Izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud. g) Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut. 3.9 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT 3.9.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 37 PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT. Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilakukan dalam berbagai bidang, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2010c): a. Informasi produk, yang lengkap yaitu tidak hanya mencantumkan informasi tentang kegunaan tetapi juga memberikan informasi tentang peringatan dan hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemakai. b. Produksi, antara lain: meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB/ dan CPPKRTB). c. Perdagangan. d. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan atau lembaga pelatihan, menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam bidang alat kesehatan dan PKRT, pelayanan kesehatan, dilakukan dengan menjamin tersedianya alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat. e. Pelayanan kesehatan. f. Periklanan, yaitu penyebarluasan informasi kepada masyarakat dan melindungi masyarakat dari iklan yang tidak objektif, tidak lengkap dan menyesatkan. 3.9.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre market maupun post market. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur maupun masyarakat. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 38 a. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (pengawasan eksternal), yaitu: 1) Melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada terutama di Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten. 2) Memberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis sampai dengan pencabutan sertifikat produksi terhadap pabrik yang melakukan kesalahan. 3) Meningkatkan peran serta masyarakat pada tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat. Pengawasan harus dilakukan oleh produsen ataupun penyalur untuk memberikan jaminan keamanan, mutu, dan manfaat produknya terhadap masyarakat. b. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur (pengawasan internal), yaitu: 1) Produsen berkewajiban mengadakan pembenaran di lapangan, tentang mutu dan klaim produknya. 2) Melaksanakan pemantauan efek samping dari produknya. 3) Melaksanakan perbaikan dan atau menarik produknya yang tidak memenuhi standar. 4) Masyarakat sebagai konsumen juga dapat berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran alat kesehatan dan PKRT yang tidak memenuhi persyaratan. c. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan eksternal), yaitu: 1) Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya terhadap alat kesehatan yang beredar. 2) Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan. 3) Dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan produsen demipeningkatan mutu. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 BAB 4 PEMBAHASAN Kementerian Kesehatan RI merupakan suatu kementerian yang mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian kesehatan mempunyai beberapa fungsi yaitu melakukan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervise atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah, pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/Menkes/PerIII/2010, kementerian kesehatan RI terdiri dari empat Direktorat Jenderal, yakni Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan; Direktorat Jendral pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; dan Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan satu diantara direktorat jenderal pada Kemeterian Kesehatan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Berdasarkan Permenkes Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 526 bahwa Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat yang dibawahi Ditjen Binfar dan Alkes Kementerian Kesehatan RI, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina 39 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 40 Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat subdirektorat, yaitu: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, serta Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat dikepalai oleh satu orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi. Pembagian subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik. Pada struktur organisasi sebelumnya, dua seksi ini terpisah dalam subdirektorat yang berbeda. Perubahan struktur ini bertujuan untuk lebih mengefisiensikan dan mengefektifkan kinerja. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi. Satu diantara persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau x-ray. Alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada kemasan. Beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli seperti penggunaan implan jantung yang sangat beresiko apabila penggunaannya Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 41 tidak menggunakan bantuan tenaga ahli. Pembagian kelas alat kesehatan dilakukan berdasarkan risiko yaitu kelas I berarti risiko rendah seperti kasa, kelas II berarti risiko sedang seperti PCG dan kelas III berarti risiko tinggi seperti implant jantung. Alat kesehatan dibagi ke dalam kategori dan sub kategori yang mengikuti Code of Federal Registration dari Amerika karena penilaiannya bagus dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan Eropa. Pembagiannya terdiri dari peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan toksikologi klinik; peralatan imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi; peralatan kardiologi; peralatan gigi; peralatan telinga, hidung dan tenggorokan (THT); peralatan gastroenterology-urology (GU); peralatan Rumah Sakit Umum dan perorangan (RSU & P); peralatan neurologi; peralatan obstetrik dan ginekologi (OG); peralatan mata; peralatan ortopedi; peralatan kesehatan fisik; peralatan radiologi; peralatan bedah umum dan bedah plastik. Untuk menjamin mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan yang beredar di masyarakat maka dilakukan penilaian pre market dan post market surveillance. Penilaian pre market dilakukan dengan waktu terbatas untuk mendapat izin edar dengan persyaratan utama harus memiliki sertifikat produksi dan izin penyalur untuk produk lokal atau dengan memiliki izin penyalur, surat penunjukkan dan Certificate of Free Sale untuk produk impor. Penilaian post market surveillance terdiri dari sampling dan vigilance. Tidak semua barang dilakukan sampling, sampling dilakukan dengan indikator banyaknya produk sering dipakai seperti kondom, pembalut, disposible syringe, pembersih lantai, dan lain-lain. Syarat utama sampling dilakukan pada batch yang sama diperiksa di laboratorium yang telah terakreditasi. Teknik vigilance dilakukan bila pemerintah, produsen, atau distributor mengetahui kejadian yang yang tidak diinginkan dan kesalahan fungsi alat kesehatan yang diketahui melalui hasil pengujian, laporan dari pengguna dan informasi lain. Jika produk mengalami masalah yang cukup signifikan maka produk bisa ditarik dari peredaran atau recall. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) merupakan subdit yang menilai produk diagnostik In vitro dan PKRT. Kegiatan yang dilakukan adalah menilai dan memberikan izin edar sebelum diedarkan ke Indonesia baik produk yang berasal Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 42 dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian ini bertujuan untuk dapat melakukan penilaian apakah produk diagnostik In vitro dan PKRT yang akan beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Hal-hal yang dinilai berupa data administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran, sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK, surat penunjukan sebagai agen tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, Certificate of Free Sale (untuk produk impor), surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri), sedangkan data teknis meliputi formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta penanganan komplain. Produk diagnostik In vitro adalah alat kesehatan yang baik digunakan tunggal maupun dalam kombinasi, ditujukan oleh pabrikannya untuk pemeriksaan In vitro spesimen yang berasal dari tubuh manusia yang semata-mata atau pada prinsipnya digunakan untuk memberikan informasi bagi tujuan diagnostik, pemantauan atau kesesuaian. Produk ini mencakup reagen, kalibrator, wadah spesimen, piranti lunak, dan instrument atau perlengkapan terkait atau barang lainnya. Produk diagnostik In vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Khusus registrasi alat kesehatan diagnostik In vitro kelas III (misalnya untuk penyakit HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk diagnostik In vitro memiliki kekhasan tersendiri. Sebagian produk memiliki persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan bahkan ada produk yang harus disimpan pada suhu 2o-8oC, dan rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan. Sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas produk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk diagnostic sebelum diberikan izin edar. Selain produk diagnostik In vitro, PKRT juga harus diregistrasi terlebih dahulu. PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 43 perawatan kesehatan untuk oleh manusia, pengendalian kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum. PKRT dibagi kedalam 7 kategori yaitu tisu dan kapas, sediaan untuk mencuci, pembersih, alat perawatan bayi, antiseptika dan desinfektan, pewangi dan pestisida rumah tangga. Sedangkan untuk pembagian kelas baik untuk produk diagnostik In vitro dan PKRT dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas I (risiko rendah), kelas II (risiko sedang), dan kelas III (risiko tinggi). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Pembentukan subdit ini didasarkan pada pentingnya pemerataan kualitas produk serta sarana produksi dan distribusi untuk menjamin keamanan dan mutu produk. Dalam melakukan standarisasi, subdit ini bekerja sama dengan Badan Standarisasi Nasional (BSN). Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi terdiri dari dua seksi, yaitu: (1) Seksi Standarisasi Produk; (2) Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Seksi Standarisasi Produk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga merupakan bagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 44 pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang inspeksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk dan inspeksi sarana produksi dan distribusi. Alkes dan PKRT yang beredar dan digunakan di Indonesia harus selalu terjamin keamanan, mutu dan manfaatnya, untuk itu perlu dilakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Kegiatan pengawasan dalam rangka menjamin keamanan mutu dan manfaat alkes dilakukan dengan 5 (lima) kegiatan utama yaitu: Inspeksi sarana produksi dan distribusi, post market surveilance dalam bentuk sampling dan pengujian, pengawasan promosi iklan, surveilance terhadap efek samping yang tidak diinginkan dan tindak lanjut terhadap hasil temuan pada kegiatan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan alokasi biaya, waktu, dan pengaturan tugas pelaksanaan. Dalam mencapai hasil yang optimal, kegiatan pengawasan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan secara terpadu dengan melibatkan pemerintah, produsen, distributor, dan masyarakat. Kegiatan pengawasan oleh pemerintah dilakukan dengan memberdayakan pemerintah daerah yaitu provinsi dan juga kabupaten/kota dengan bimbingan dari pemerintah pusat. Pemerintah juga bersama-sama dengan produsen dan distributor melakukan PMS (Post Market Survailance) yang merupakan kegiatan pengumpulan informasi secara pro aktif mengenai keamanan, kualitas, dan manfaat setelah alat tersebut diedarkan. Selama menjalani Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dapat terlihat banyaknya permohonan registrasi alat kesehatan yang masuk ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang menanganinya. Oleh karena itu, diperlukan penambahan tenaga kerja untuk meningkatkan kecepatan pelayanan. Ruang tunggu yang dimiliki Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga tidak sebanding dengan pemohon yang datang sehingga perlu diperluas agar pemohon tidak perlu menunggu di luar ruang tunggu. Selain itu ruang kerja juga perlu diperluas agar ruang gerak pekerja menjadi lebih leluasa untuk bekerja. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 45 Sistem proses registrasi secara online perlu ditingkatkan registrasi, agar pelayanan menjadi lebih cepat dan baik. Diperlukan adanya sosialisasi lebih lanjut mengenai registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga melalui system online ini kepada produsen, distributor, dan juga masyarakat. Tujuan sosialisasi kepada produsen adalah untuk menerapkan cara produksi yang baik sehingga dapat menghasilkan Alat Kesehatan dan PKRT yang aman, bermutu, dan bermanfaat. Sosialisasi kepada distributor untuk melakukan cara distribusi yang baik agar Alat Kesehatan dan PKRT terjamin mutunya hingga ke tangan konsumen (masyarakat). Sosialisasi kepada masyarakat bertujuan agar masyarakat mengetahui produk alat kesehatan yang memang benar dilegalkan oleh Kementerian Kesehatan. Serta dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat, masyarakat juga akan ikut membantu dalam pengawasan alat kesehatan dan PKRT karena akan timbulnya kesadaran untuk menggunakan alat kesehatan yang terdaftar dan kesadaran untuk melaporkan efek samping yang merugikan dari penggunaan alat kesehatan dan PKRT tersebut. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan pengawasan terhadap produk yang sudah diedarkan berupa Post Market Survaillance secara online, baik terhadap perusahaan yang memproduksi Alat Kesehatan dan PKRT, maupun produk yang telah diedarkan, karena dikhawatirkan masih banyak perusahaan yang tidak mempunyai/memperpanjang izin edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang lama. Hal ini, bertujuan untuk melindungi konsumen (masyarakat) dari alat kesehatan yang tidak memenuhi standar. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 Kesimpulan a. Kementerian Kesehatan sudah melaksanakan setiap pekerjaan sesuai dengan Visi dan Misi Kementerian Kesehatan periode 2010-2014, dimana Visi Kementrian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Misi Kementerian Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. b. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan bagian dari Kementerian Kesehatan RI yang bertanggung jawab dalam merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal dan empat direktorat, yaitu Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Setiap Direktorat pada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sudah melakasakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing direktorat. c. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan menyelenggarakan Fungsional. upaya Direktorat kesehatan melalui ini berperan penilaian, dalam pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan 46 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 47 dengan pengamanan alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. Pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan sudah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab Dirjen Binfar dan Alkes yaitu pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. d. Apoteker sudah menjalankan fungsinya sebagai tim penilai yang mengevaluasi berkas permohonan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. 1.2 Saran a. Agar dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja dan memperluas ruangan kerja untuk meningkatkan kinerja dan kecepatan pelayanan terhadap pemohon serta memperluas ruang tunggu untuk tamu sehingga dapat melayani tamu/pendaftar dengan baik. b. Agar meningkatkan penggunaan sistem online untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga disertai pembayaran pendaftaran perizinan secara online sehingga memudahka pendaftar di seluruh indonesia. c. Agar meningkatkan program pengawasan mengenai periklanan dan sampling, untuk menjaga konsumen atau masyarakat dari produk yang tidak memenuhi syarat mutu, efikasi, dan manfaat. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 DAFTAR ACUAN Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013a. Pedoman Sistem e-Monitoring Post Market & Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kemenkes RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Rencana Strategis Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Depkes RI tahun 2005-2009. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 48 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI 49 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal 50 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 51 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 52 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 5. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian 53 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 6. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 54 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 7. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 55 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 8. Struktur Organisasi dan Penanggung Jawab Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 56 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA VIGILANS ALAT KESEHATAN VENTILATOR DI RUMAH SAKIT FATMAWATI YANG DIPEROLEH DARI LAPORAN e-WATCH DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 6 OKTOBER – 17 OKTOBER 2014 MEGA ARMAYANI, S.Far. 1306502604 ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2015 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Tujuan ............................................................................................... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2.1 Alat Kesehatan ................................................................................... 2.2 Post Market Control .......................................................................... 2.2.1 Post Market Survaillance ........................................................ 2.2.2 Vigilans..................................................................................... 2.3 Pelaporan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga 2.3.1 Prinsip Pelaporan ..................................................................... 2.3.2 Jenis Pelaporan ........................................................................ 2.4 Sistem Pelaporan Elektronik ............................................................. 2.4.1 e-report Alat Kesehatan ............................................................ 2.4.2 e-watch Alat Kesehatan ............................................................ 2.5 Penanganan Pelaporan & Tindak Lanjut KTD (Vigilans) ................. 2.5.1 Analisis Pelaporan ................................................................... 2.5.2 Tindakan Korektif terhadap Keselamatan di Lapangan (Field Safety Corrective Action/FSCA) .......................................... .... 2.5.3 Penanganan Tindak Lanjut ...................................................... BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................. 3.1.1 Tempat ..................................................................................... 3.1.2 Waktu ...................................................................................... 3.2 Objek Penelitian ................................................................................ 3.3 Metode Penelitian .............................................................................. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 4.1 Hasil ................................................................................................... 4.2 Pembahasan ....................................................................................... BAB 5 PENUTUP .......................................................................................... 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 5.2 Saran ................................................................................................. DAFTAR ACUAN .......................................................................................... LAMPIRAN ................................................................................................... ii Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 ii iii iv 1 1 3 4 4 4 5 6 7 7 8 11 11 12 12 13 14 14 17 17 17 17 17 17 18 18 19 22 22 22 24 25 Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 1 Klasifikasi Recall ............................................................................. iii Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 15 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Laporan Kasus melalui System e-Watch ............................... Lampiran 2. Alur Pelaporan KTD .............................................................. Lampiran 3. Skema Pelaporan KTD oleh Produsen .................................. Lampiran 4. Skema Pelaporan KTD oleh Masyarakat ............................... Lampiran 5. Skema Sistem e-Monitoring .................................................. Lampiran 6. Situs e-Report Alat Kesehatan .............................................. Lampiran 7. Situs e-Watch Alat Kesehatan ................................................ Lampiran 8. Skema Modul KTD Publik/Masyarakat ................................ Lampiran 9. Skema Modul KTD untuk Produsen/Penyalur ...................... Lampiran 10. Skema e-Monitoring Post Marketing Surveilance ................ Lampiran 11. Klasifikasi Recall Alat Kesehatan berdasarkan Dampak yang Ditimbulkan ........................................................................... iv Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang merupakan sub sistem dari Sistem Kesehatan Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.72 tahun 2012, perlu menyamakan gerak dan langkahnya dengan sub sistem kesehatan yang lainnya. Hal ini sangat diperlukan supaya pencapaian visi Kementrian Kesehatan “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” akan lebih cepat terwujud (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013a). Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat. Guna mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat dan daerah, maupun oleh masyarakat termasuk swasta. Satu diantara upaya pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat dan daerah, maupun oleh masyarakat termasuk swasta adalah dengan menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat termasuk di dalamnya terkait tenaga, sarana, obat dan alat kesehatan (alkes) yang harus tersedia. Ketersediaan alkes dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) semakin menjadi tuntutan masyarakat. Tuntutan ini sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat dan pengaruh globalisasi. Di era globalisasi dan pasar bebas, dengan semakin mudahnya transportasi antar negara, wilayah dan antara kota dan desa, menyebabkan hilangnya entry barrier semua komoditas termasuk alkes dan PKRT, sehingga mengakibatkan jumlah dan jenis alkes dan PKRT yang beredar semakin meningkat. Peningkatan jumlah dan jenis alkes dan PKRT yang beredar tersebut harus diiringi dengan adanya suatu pengendalian dari pemerintah, yang dituangkan melalui Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 menunjuk Direktorat Bina Produksi dan Distriusi Alat Kesehatan sebagai institusi yang memiliki tugas dan 1 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 2 fungsi untuk melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alkes dan PKRT melalui premarket control dan post market control. Premarket control dan post market control berfungsi untuk memastikan bahwa alkes dan PKRT yang telah diberikan izin edar, secara terus menerus sesuai dengan persyaratan keamanan, mutu, manfaat, dan kinerja yang telah disetujui. Namun pada faktanya saat ini banyak ditemukan alkes dan PKRT yang tidak memenuhi standar keamanan dan mutu di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat yang tidak dilaporkan karena belum tersedianya fasilitas peloparan yang mudah, efektif, dan efisien. Untuk mempermudah pelaporan maka Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membuat Sistem Pelaporan Elektronik yaitu e-Report & e-Watch Alkes dan PKRT. Sistem ini diharapkan mampu mendeteksi kewaspadaan dini berupa penanganan complain dari masyarakat/pengguna (vigilans), pelaporan Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) melalui sistem e-watch dan Tindakan Korektif terhadap Keselamatan di Lapangan atau Field Safety Corrective Action (FSCA). Pelaporan penggunaan alkes di pelayanan kesehatan baik terkait langsung dengan kemanfaatan alkes (device problem) maupun cara penggunaan alkes (misuse dan abnormal use) merupakan pelaporan alkes yang bersifat sukarela (voluntary). Sedangkan pelaporan KTD yang berakibatkan cedera serius dan/atau kematian serta yang menyebabkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat merupakan satu diantara pelaporan yang diwajibkan (mandatory) (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013b). Sebagai reaksi dari pelaporan KTD maka Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan melakukan vigilans. Vigilans merupakan tindakan yang dilakukan sebagai reaksi terhadap pelaporan kasus KTD alat kesehatan. Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan analisa vigilans dari KTD akibat kerusakan alat kesehatan yaitu ventilator dari RSUP Fatmawati yang mana data tersebut diperoleh dari pelaporan pihak RS terkait di sistem e-watch Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 3 1.2 Tujuan a. Mengetahui bentuk pengawasan post marketing alat kesehatan, yang dilakukan oleh Dirjen Binfar Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. b. Mengetahui fungsi dari pengawasan post marketing alat kesehatan yang beredar. c. Mengetahui contoh kasus pelaporan vigillans yang ada di Dirjen Binfar Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. d. Mempelajari tindak lanjut atas satu diantara laporan kasus kejadian tidak diinginkan (KTD), yang dilaporkan melalui sistem e-watching Kemenkes RI. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Alat Kesehatan 2.1 Alat kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin dan/ atau implant yang tidak mengandung obat, digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/ atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan berdasarkan tujuan pengguan sebagaimana dimaksud oleh produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu atau beberapa tujuan sebagai berikut: a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan, atau pengurangan penyakit; b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi sakit; c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses fisiologis; d. Mendukung atau mempertahankan hidup; e. Menghalangi pembuahan; f. Desinfeksi alat kesehatan; g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia. Alat kesehatan invasive adalah alat kesehatan yang, seluruh, atau sebagian, masuk ke dalam tubuh, baik melalui lubang tubuh alami atau melalui permukaan tubuh (dengan pembedahan) (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013c). 2.2 Post Market Control Dalam melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan lat kesehatan dan PKRT, maka antara lain dilakukan melalui post market control yang terdiri dari: 4 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 5 2.2.1 Post Market Survaillance Merupakan kegiatan proaktif yng dilakukan dalam rangka melakukan pengecekan kesesuaian terhadap mutu, keamanan, dan kinerja alat selama diperedaran dan penilaian kesesuaian terhadap data awal yang dimasukkan pada saat registrasi. Post Market Survaillance dilakukan oleh pemerintah bersama produsen secara berkala dan berkelanjutan melalui: a. Monitoring Sarana Produksi dan Penyalur; b. Audit Quality System; c. Sampling Produk Dipasaran. Post Market Survaillance mempersyaratkan produsen dan penyalur untuk: a. Secara sistemik mampu melakukan peninjauan terhadap pegalaman yang didapat setelah alkes disalurkan di wilayah Negara kesatuan Indonesia. b. Melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan sifat dan resiko yang terkait dengan produk tersebut. c. Memberitahukan pihak penyalur alkes mengenai KTD d. Produsen dan atau penyalur wajib melaporkan kepada Kementrian Kesehatan setiap KTD yang memerlukan tindak lanjut e. Produsen dan atau penyalur dapat menunjukkan hasil dari post market surveillance yang dilakukannya bila diminta Informasi yang termuat dalam post market surveillance ini dapat berasal dari banyak sumber yaitu: a. Kelompok pengguna ahli b. Survei pelanggan, sarana produksi dan penyalur c. Keluhan pelanggan d. Informasi service dan pemeliharaan e. Tinjauan pustaka f. Umpan balik pengguna g. Penelusuran alat kesehatan h. Reaksi penggunaan selam program pelatihan i. Serta sampling dan uji laboratorium Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 6 Pada umumnya post market surveillance oleh produsen telah ada sebagai bagian dari “quality system” internal. Walaupun sertifikat quality system tidak dipersyaratkan untuk produsen alkes dan PKRT kelas I (paling tidak beresiko) atau non alkes yang berfungsi sebagai pengukuran, namun produsen masih perlu melaporkan hasil post market surveillance yang telah dilaksanakan pada waktu melakukan pendaftaran izin edar. Penarikan produk dari peredaran adalah tanggung jawab produsen atau penyalur, namun Kementrian Kesehatan melakukan pengawasan apakah pelaksanaan post market surveillance telah dilaksanakan sesuai prosedur dan meminta hasilnya apabila diperlukan. 2.2.2 Vigilans Merupakan tindakan yang dilakukan sebagai reaksi terhdap adanya kasus, kejadian yang terjadi akibat penggunaan alkes yang menyebabkan cedera atau kematian terhadap pasien. Vigilans dilakukan berdasarkan laporan KTD yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat akibat pengunaan alkes dan PKRT. Tindakan reaktif harus dilakukan terhadap laporan KTD dalam tenggat waktu sesuai ketentuan pemerintah untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama dan dilakukan Corrective Action and Preventive Action (CAPA). Tujuan dari vigilans alkes adalah untuk meningkatkan kesehatan dan keamanan pasien, pengguna dan lainnya dalam meminimalisir KTD yang sejenis sehingga tidak berulang Pelaksanaan viglans meliputi: a. Evaluasi KTD b. Diseminasi informasi yang dapat digunakan untuk mencegah atau meminimalisir konsekuensi dari KTD, bila diperlukan c. Modifikasi alkes d. Penarikan kembali alkes dari pasaran (recall) Produsen dan penyalur alkes harus menginformasikan ke Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan setiap KTD sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan. Alur pelaporan KTD dapat dilihat di lampiran 2. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 7 2.3 Pelaporan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Pelaporan alkes dan PKRT merupakan sesuatu kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan alkes dan PKRT yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan post market control. Pelaporan produksi alkes dan PKRT dilakukan oleh produsen alkes dan PKRT terhadap produk yang diproduksinya. Pelaporan penyaluran alkes merupakan pelaporan yang dilakukan oleh penyalur terhadap alkes yang disalurkan. Pelaporan KTD terhadap alkes dan PKRT merupakan program vigilans. Pelaporan KTD di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan keselamatan pasien. Tingginya tingkat kegagalan dalam perawatan dan pengobatan akibat medical error telah menjadi sorotan penting. Dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien, salah satu aspek penting dilakukan adalah dengan belajar dari pengalaman kegagalan atau kesalahan sebelumnya melalui laporan KTD untuk mencegah dan meminimalisir KTD sejenis berulang. 2.3.1 Prinsip Pelaporan a. Tujuan utama dari pelaporan adalah untuk meningkatkan keselamatan pasien dengan belajar dari kegagalan sistem pemeliharaan alkes sebelumnya. b. Laporan harus aman dan bersifat rahasia. Orang yang melaporkan tidak boleh dihukum atau menerima sanksi akibat dari pelaporan tersebut. c. Pelaporan akan bermanfaat jika mengarah pada tindakan korektif sebagai umpan balik. Sebaiknya pelaporan diikuti dengan rekomendasi perubahan dalam proses perbaikan sistem. d. Melakukan analisis dan penyebaran informasi terhadap laporan KTD, diperlukan tim ahli dan biaya. Fungsi yang paling penting dari sistem pelaporan KTD terhadap penggunaan alkes adalah hasil analisis data dan investigasi yang dapat menjadi rekomendasi untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan serta peningkatan mutu produk dalam upaya peningkatan keselamatan pasien. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 8 2.3.2 Jenis Pelaporan Pelaporan produksi dan penyaluran merupakan bagian pelaporan rutin, sementara pelaporan KTD adalah termasuk dalam pelaporan khusus atau sewaktuwaktu. 2.3.2.1 Pelaporan Produksi alkes dan PKRT Perusahaan yang memproduksi, mengemas kembali, merakit, refurbishmen dan makloon alkes & PKRT harus melaporkan hasil produksinya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Proses pelaporan sebelumnya masih dilakukan secara manual, yakni perusahaan membuat laporan dan mengirim via Pos ke Kementrian Kesehatan. Di era teknologi informasi yang semakin canggih cara lama ini kurang efektif dan efisien, serta memiliki beberapa kelemahan antara lain: a. Data yang diperoleh lebih lama sampai ke Kementrian Kesehatan b. Ada kemungkinan berkas hilang diperjalanan c. Data diketik ulang untuk dikompilasi petugas Kementrian Kesehatan d. Pelaporan yang diterima memiliki form yang bervariasi sesuai dengan form pengisian pelaporan di perusahaan masing-masing Untuk itu dibuatlah sistem pelaporan produksi alkes dan PKRT yang dapat dilakukan secara online dengan menggunakan sistem pelaporan Alkes dan PKRT pada sistem e-Report & e-Watch. Jika menggunakan sistem tersebut, produsen dapat melaporkan hasil produksinya saat proses produksi berlangsung tanpa perlu harus menunggu akhir tahun. 2.3.2.2 Pelaporan Penyaluran Alkes Perusahaan penyalur alkes wajib melaporkan hasil kegiatan penyaluran setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 9 Pelaporan penyaluran alkes dapat dilakukan secara online dengan menggunakan sistem pelaporan alkes pada Sistem e-Report & e-Watch. Jika menggunakan sistem tersebut, penyalur dapat melaporkan hasil penyalurannya saat proses penyaluran berlangsung tanpa perlu harus menunggu akhir tahun. 2.3.2.3 Pelaporan KTD Produsen alkes dan PKRT, penyalur alkes dan masyarakat terutama pengelola Rumah Sakit wajib melaporkan KTD, kemudian Kementrian Kesehatan bertugas mendeseminasikan pembelajarannya dan mengeluarkan peringatan pada Newsletter secara rutin juga pada laporan tahunan. Secara periodik jenis kejadian sentinel dibahas penyebab dan strategi pencegahannya, selanjutnya dipublikasikan. Kementrian Kesehatan juga melakukan monitoring langkah korektif untuk pelaksanaan rencana aksi tersebut. Kunci sukses sistem pelaporan KTD adalah sebagai berikut: a. Adanya perlindungan bagi pelapor b. Tindak lanjut perbaikan atau respon yang konstruktif c. Tersedianya tim ahli dan sumber pembiayaan yang memadai untuk melakukan analisis d. Layak untuk dideseminasikan dalam hal informasi bahaya dan rekomendasi perubahan e. Terciptanya budaya keselamatan pasien (patient safety) Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pelaporan KTD (Kejadian yang Tidak Diinginkan): a. Kriteria KTD yang harus dilaporkan sebagai berikut: 1. Telah terjadi 2. Dicurigai disebabka oleh alkes yang telah digunakan 3. KTD menyebabkan hal-hal berikut: a) Ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat, yang berdampak massal b) Kematian pasien, pengguna atau orang lainnya c) Penurunankondisi kesehatan serius bagi pengguna atau orang lainnya Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 10 d) Kejadian yang dapat menyebabkan kematian atau cedera sarius pada pengguna atau orang lainnya jika terjadi berulang kali b. Kriteria KTD yang tidak perlu dilaporkan sebagai berikut: 1. Kekurangan alkes yang ditemui oleh operator sebelum digunakan 2. Kejadian yang disebabkan kondisi pasien 3. Masa pakai alkes sudah terlampaui 4. Perlindungan terhadap fungsi alkes yang salah berjalan baik 5. Kecil kemungkinan terjadinya kematian atau cedera serius 6. KTD telah diduga sebelumnya 7. Telah dijelaskan pada nota pemberitahuan 8. Laporan pengecualian yang dijamin oleh badan yang berwenang c. Tenggat Waktu Pelaporan KTD Berdasarkan pelapornya, tenggat waktu pelaporan KTD terbagi dua: 1. Untuk Perusahaan Semua perusahaan wajib melaporkan KTD terhadap alkes yang telah beredar di pasaran. Pelaporan dapat dilakukan secara online menggunakan pelaporan alkes dan PKRT pada Sistem e-Report & e-Watch, atau sesuai format lampiran 3, dengan skema sebagai berikut: Adapun tenggat waktu pelaporan KTD dibagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: a) Tidak lebih dari 48 jam untuk kejadian yang menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat (berdampak massal). b) Tidak lebih dari 10 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian, penuruan kondisi kesehatan serius dari pasien, pengguna alkes atau orang lainnya. c) Tidak lebih dari 30 hari untuk kejadian yang mungkin dapat menimbulkan kematian, penurunan kondisi kesehatan serius dari pasien, pengguna alkes atau orang lainnya. Berdasarkan peraturan, pemberitahuan dan evaluasi terhadap kejadian ini harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan bahaya/risiko yang dapat ditimbulkannya. Mekanisme tindak lanjut dan pelaporan dilakukan melalui Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 11 tindakan korektif terhadap keselamatan di lapangan (Field Safety Corrective Action). 2. Untuk Publik/Masyarakat Publik harus melaporkan KTD sesegera mungkin menggunakan: a) Pelaporan alkes dan PKRT pada sistem e-Watch b) Form pelaporan yang diunduh dari sistem e-Watch c) Form pelaporan yang tersedia dalam bentuk Pos Bebas Bea Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat mulai dari perorangan sampai dengan pengguna ahli. Laporan dari masyarakat ini diterima Kementian Kesehatan sesuai Lampiran 4, dengan skema sebagai berikut: 2.4 Sistem Pelaporan Elektronik Aplikasi Sistem e-Report & e-Watch merupakan aplikasi yang dibangun untuk memfasilitasi pelayanan publik dalam proses pelaporan hasil produksi oleh produsen alkes dan PKRT serta proses pelaporan hasil penyaluran oleh penyalur alkes secara elektronik. Selain itu aplikasi ini juga dilengkapi dengan fasilitas penyampaian informasi tentang KTD oleh produsen, penyalur dan masyarakat. Skema sistem pelaporan elektronik secara umum terdapat pada lampiran 5. Aplikasi sistem e-Report & e-Watch melibatkan: a. Masyarakat/Pelayanan Kesehatan b. Pelaku Usaha yaitu produsen (Perusahaan pembuat alkes dan PKRT) dan penyalur (Perusahaan Penyalur Alat Kesehatan/PAK) c. Kementerian Kesehatan 2.4.1 e-Report Alat Kesehatan Merupakan kontrol terhadap kemungkinan penggunaan alat kesehatan secara ilegal yang berisikan informasi produk yang diproduksi dan didistribusikan dari pabrikan (sole agent) sampai distributor terakhir sebelum alat kesehatan tersebut sampai ditangan end user. Beberapa data yang dapat diperoleh melalui sistem e-Report antara lain: informasi data izin produksi alat kesehatan, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 12 Sistem pelaporan e-Report dapat alat kesehatan diakses melalui situs resmi kementrian kesehatan http://e-report.alkes.kemkes.go.id seperti pada lampiran 6. Sistem elektronik ini dapat menjadi referensi bagi end user dalam pengadaan alat kesehatan, yang mana dapat juga menjadi acuan bagi BPJS untuk melakukan pembiayaan atau pembayaran klaim alat kesehatan, terutama implan (cardiologi dan orthopedic) dimana dokter harus melaporkan nomor batch/serial implan yang digunakan sehingga dapat mencegah penggunaan alat kesehatan secara ilegal. 2.4.2 e-Watch Alat Kesehatan Merupakan satu diantara aplikasi sistem pelaporan elektronik yang berisikan informasi mengenai KTD/adverse event. Sistem pelaporan ini dapat diakses melalui situs kementrian kesehatn yakni http://e-watch.alkes.kemkes.go.id (lampiran 7). Situs ini merupakan fasilitas bagi publik atau masyarakat dan pelayanan kesehatan untuk melaporkan adanya dugaan KTD termasuk penyalahgunaan dan kualitas produk. Sistem pelaporan e-Watch merupakan kontrol terhadap peredaran produk alat kesehatan sub standar dan produk yang perlu dikalibrasi ulang. Situs e-Watch tidak memerlukan login khusus, karena berada dihalaman depan web (halaman login). Tetapi modul ini memerlukan verifikasi dari pelapor (kebutuhan administrasi) untuk dapat menggunakannya. Situs KTD terbagi dari 2 (dua) yaitu KTD untuk publik/masyarakat dan KTD untuk produsen/penyalur. Skema modul KTD dapat dilihat pada lampiran 8 dan lampiran 9. 2.5 Penanganan Pelaporan & Tindak Lanjut KTD (Vigilans) Hasil laporan yang disampaikan akan dilakukan investigasi dan ini manjadi tugas Kementrian Kesehatan. Demikian pula untuk tindak lanjut kepada institusi pelapor mengenai kecenderungan kejadian dan pemecahannya laporan ini tidak dapat diakses publik. Pemerintah mengeluarkan rekomendasi untuk perbaikan dan peningkatan keselamatan pasien. Laporan dapat diakses publik, namun data personal tentang pasien dirahasiakan. Untuk data agregat dapat diakses publik, summary disajikan tanpa nama pelapor (anonymous) di internet. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 13 Proses Penanganan Pelaporan: a. Direktorat Bna Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menerima laporan dari: 1. Produsen berupa lapiran produksi alkes dan PKRT 2. Penyalur berupa laporan penerimaan dan penyaluran alkes 3. Stakeholder (produsen, penyalur, tenaga kesehatan dan masyarakat) berupa laporan KTD b. Sistem akan mengkompilasi laporan produksi, penerimaan dan penyaluran serta memilah laporan KTD yang masuk sesuai dengan penyebab KTD c. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan akan melakukan analisis dan evaluasi terhadap laporan KTD berdasarkan skala prioritas. Tindak lanjut diutamakan terhadp produk yang mempunyai resiko tinggi. d. Apabila ada laporan kasus KTD yang diduga dapat menyebabkab kematian, cedera serius dan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat maka laporan akan dikoordinasikan dengan tim ahli terhadap penggunaan alkes. Tim ahli melakukan review dan evaluasi terhadap laporan tersebut untuk dilakukan rekomendasi dan langkah-langkah/tindakan lebih lanjut. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan akan menindaklanjuti rekomendasi dari tim ahli. 2.5.1 Analisis Pelaporan Keandalan sistem pelaporan sangat ditentukan oleh tingkat analisis dan upaya yang ditujukan untuk perubahan prakts. Setelah pemilahan data dari hasil identifikasi informasi dilakukan analisis kecenderungan/trend. Format terstandarisasi dan secara otomatis akan masuk ke database sehingga terhubung untuk mengidentifikasi kecendrungan hubungan sebab akibat. Informasi yang dilaporkan akan dianalisis dan dievaluasi oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan selanjutnya dilakukan tindak lanjut awal. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 14 2.5.2 Tindakan Korektif terhadap Keselamatan di Lapangan (Field Safety Corrective Action/FSCA) Tindakan korektif terhadap keselamatan di lapangan atau Field Safety Corrective Action (FSCA) dilakukan oleh perusahaan melalui tindakan recall,pemusnahan, atau mengurangi resiko dari bahaya yang teridentifikasi. FSCA tetap dilakukan walaupun alkes tidak lagi beredar di pasaran (End of Service), suku cadang sudah tidak tersedia (End of Support). Pelaporan FSCA harus memuat semua informasi yang relevan terhadap kasus yang terjadi, seperti produk dan proses penyalurannya, dan tindakan korektif yang diambil. Pemberitahuan kepada pemerintah tidak dapat ditunda walaupun ada beberapa informasi yang belum lengkap, seperti jaringan penyaluran, ukuran bets, dan lain-lain. FSCA dapat berupa: a. Evaluasi tehadap KTD yang dilaporkan b. Penyebaran informasi, jika diperlukan melalui “Public warning” untuk mencegah hal yang sama berulang atau untuk mengurangi akibat dari kejadian tersebut c. Melakukan modifikasi terhadap produk alkes apabila masih dimungkinkan d. Melakukan penarikan kembali (recall) 2.5.3 Penangan Tindak Lanjut Penanganan tindak lanjut dilaksanakan dengan beberapa tahap yaitu: a. Evaluasi hasil pelaporan pengawasan b. Menentukan apakah diperlukan tindak lanjut atau tidak c. Menentukan sifat/jenis tindak lanjut yang akan dilakukan d. Sifat tindak lanjut yang dilakukan ringan/sedang/berat e. Jenis tindak lanjut yang dilakukan: 1. Peringatan tertulis 2. Public warning 3. Pemberitahuan sanksi administratif pencabutan izin dll 4. Pengamanan setempay/penarikan produk dari pasaran 5. Pemberian sanksi Pidana (Pro Justicia) Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 15 2.5.3.1 Penarikan Kembali (Recall) Recall adalah proses yang dilakukan terhadap alkes bermasalah seperti cacat, beresiko terhadap pelayanan kesehatan, maupun keduanya dan melanggar peraturan perundang-undangan alkes. Proses recall dapat berupa tindakan perbaikan atau penghapusan. Dengan demikian, recall tidak selal berupa penghentian pemakaian atau pengembalian ke perusahaan, akan tetapi dapat berupa pengecekan, penyesuaian atau perbaikan produk. Hal-hal yang dapat dilakukan terhadap recall adalah sebagai berikut: a. Memeriksa alkes yang bermasalah b. Memperbaiki alkes c. Menyesuaikan pengaturan alkes d. Melakukan penandaan ulang e. Memusnahkan alkes f. Pemberitahuan masalah kepada pasien g. Memonitor kondisi pasien terkait dengan pemakaian alkes Pelaksanaan recall menjadi tanggung jawab dari perusahaan. Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait kecacatan produk dan/atau ancaman terhadap kesehatan yaitu me-recall alkes (perbaikan atau penghapusan) dan wajib melaporkan kepada pemerintah. Recall terhadap alkes diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Klasifikasi Recall Klasifikasi Deskripsi Kelas I Produk cacat secara potensial, membahayakan (safety related recall) nyawa atau dapat menyebabkan kecacatan permanen. Kelas II Produk cacat dapat menyebabkan kesakitan atau (safety related recall) kesalahpenggunaan dan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien. Kelas III Produk cacat tidak terlalu membahayakan secara (safety related recall) signifikan terhadap kesehatan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 16 2.5.3.2 Pemusnahan Pemusnahan untuk masing-masing jenis alkes harus mengikuti ketentuan yang ketat dan spesifik. Sebagai contoh alkes yang terkontaminasi setelah penggunaan (contohnya disposible syringe) atau alkes yang mengandung kimia yang beracun dapat, berakibat bahaya pada masyarakat atau lingkungan harus dimusnahkan secara layak. Harus ada petugas yang menangani di setiap tahapan dari tiap rentang life cycle alkes, termasuk pada saat pemusnahan. Petugas yang bersangkutan harus dapat mengidentifikasikan dan mengikutsertakan langkah-langkah keselamatan pada alkes yang bersangkutan. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu 3.1.1 Tempat Direktorak Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. 3.1.2 Waktu Penelitian ini dilakukan pada periode 6-17 Oktober 2014 3.2 Objek Penelitian Laporan kasus kerusakan alat ventilator di ruang ICU Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Fatmawati, Jakarta Selatan. 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah case study yang bertujuan untuk mempelajari penanganan dan tindak lanjut laporan kasus mengenai kerusakan alat yang diperoleh dari laporan kejadian tidak diinginkan (KTD) melalui sistem e-watching Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 17 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data Produk Kelompok Produk Elektromedik Non Radiasi Nomor Izin Edar N/A Merk/Nama Dagang Versamed Jenis Produk Ventilator Tipe/Model Ivent 201 Ukuran N/A Kemasan N/A Kode Produk N/A Nomor Seri/Batch/Lot IV 50131 Tanggal Pembuatan - Tanggal Pembelian 2009/04/01 Tanggal Kadaluarsa - Data Produsen Nama Produsen PT. Utama Sarana Medika Alamat Tebet Raya Jakarta Selatan Negara Indonesia Provinsi DKI Jakarta Kabupaten / Kota Jakarta Selatan Telepon - Tanggal Lapor Produsen - Nama Penyalur PT. Utama Sarana Medika Alamat Jl. Tebet Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta Kabupaten / Kota Jakarta Selatan Kontak Person Hamid Telepon - 18 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Univeritas Indonesia 19 Uraian Kejadian Tidak Diinginkan Tempat Kejadian (detail lokasi) ruang ICU RS Fatmawati Tanggal Lapor Kejadian 2013/10/18 Produsen/Penyalur Kronologis KTD Solenoid gagal, penggantian 2x, tidak bisa diperbaiki, volume tidak sesuai settingan, hanya bisa disetting untuk respirasi tidak bisa menu lainnya, perlu 2x settingan Akibat Persoalan gagal napas, sianosis, barotrauma thorax, hipoksia, kematian akibat gagal napas 4.2 Pembahasan PT. Sarana Utama Medika merupakan produsen sekaligus penyalur alat kesehatan yang bertempat di Tebet Raya Jakarta Selatan. Alat kesehatan yang diproduksi dan disalurkan antara lain mesin anestesi, perinatologi, alat monitor pasien dan ventilator. Ventilator adalah alat yang digunakan membantu pasien yang mengalami gagal napas. Pada prinsipnya ventilator adalah suatu alat yang bisa menghembuskan gas (dalam hal ini oksigen) ke dalam paru-paru pasien. Saat menghembuskan gas, ventilator bisa tidak tergantung otot pernapasan (ventilator menggantikan sepenuhnya kerja otot pernapasan), atau ventilator bersifat membantu otot pernapasan sehingga kerja otot pernapasan diperkuat. Jumlah gas yang ditiupkan tergantung pengaturan yang kita kehendaki (Rupi’i, 2012). Pada kasus pelaporan terhadap ventilator Versamed Ivent 201 yang diproduksi dan didistribusi oleh PT. Sarana Utama Medika yang terjadi di ruang ICU RSUP Fatmawati ini, disebutkan pada kronologis Kejadian Tidak Diinginkan bahwa terjadi kegagalan solenoid. Solenoid merupakan salah satu jenis kumparan yang terbuat dari kabel panjang dililitkan secara rapat dan dapat diamsusikan bahwa panjangnya jauh lebih besar dari diameternya. Kegagalan solenoid dapat mengakibatkan kegagalan penghantaran arus listrik sehingga tidak terjadi sinyal umpan balik yang menghasilkan variabel tertentu sehingga kerja napas tidak pada posisi optimal bahkan dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Seperti yang diketahui dari laporan bahwa volume pada ventilator tidak sesuai settingan, hanya Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 20 bisa disetting untuk respirasi tidak untuk lainnya, perlu 2 kali pengaturan (setting), dan tidak bisa diperbaiki oleh teknisi elektromedik. Dampak yang ditimbulkan oleh kerusakan tersebut menyebabkan kegagalan pernapasan, sianosis, barotrauma thorax dan hipoksia yang akhirnya menimbulkan akibat fatal yaitu kematian karena kegagalan pernapasan. Kerusakan alat ventilator di ruang ICU RSUP Fatmawati ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, satu diantaranya adalah perawatan alat ventilator yang kurang tepat, sebab pada kasus ini diketahui bahwa alat ventilator sudah digunakan sejak 1 april 2009 atau lebih dari 5 tahun penggunaan dan tentunya memerlukan perawatan agar penggunaan alat tersebut tetap optimal. Ventilator Versamed Ivent 201 yang dilaporkan dalam kasus ini memiliki interval waktu tertentu untuk dilakukan perawatan pencegahan kerusakan, yaitu; 6 bulan (verifikasi inspeksi dan performa), 12 bulan (penggantian PM kit dan batere), 625 hari (servis keseluruhan ventilator), serta 2 tahun (penggantian sensor oksigen) (Suite, 2006). Pada kasus kerusakan alat kesehatan terutama alat kesehatan life saving seperti ventilator, seharusnya pihak rumah sakit harus segera menghubungi pihak produsen untuk melakukan perbaikan pada alat tersebut, jika pihak teknisi pihak rumah sakit tidak dapat menangani kerusakan. Sehingga produsen dapat melalukan perawatan dan perbaikan pada alat ventilator tersebut sesuai dengan spesifikasi alat dan tentunya akan mengurangi risiko kegagalan perbaikan alat kesehatan. Pada saat alat diperbaiki pihak Produsen sebaiknya meminjamkan alat pengganti sementara ke pihak Rumah Sakit, sehingga selama proses perbaikan alat pihak RSUP Fatmawati tetap bisa melakukan perwatan terhadap pasien. Selain itu, ada baiknya jika pihak RSUP Fatmawati juga memiliki ventilator cadangan untuk berjaga-jaga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan pada ventilator utama, untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan, dan berujung fatal seperti kematian pada kasus ini. Kerusakan alat kesehatan apalagi berujung pada kematian pasien menjadi tanggung jawab semua pihak terkait, termasuk didalamnya pihak RSUP Fatmawati selaku pemberi pelayanan kesehatan, pihak PT. Sarana Utama Medika selaku distributor dan pemberi jaminan (asuransi) terhadapa lat tersebut, dan juga Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 21 Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yakni Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang memiliki tanggung jawab untuk menjamin kualitas, keamanan, kemanfaatan alat kesehatan, serta melindungi masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau mutu persyaratan. Sedangkan untuk penanganan tindak lanjut yang paling tepat terhadap pelaporan KTD pada sistem e-watch Alat Kesehatan yang dilaporkan oleh pihak RSUP Fatmawati adalah recall atau penarikan kembali. Recall adalah proses yang dilakukan terhadap alat kesehatan bermasalah seperti cacat, berisiko terhadap pelayanan kesehatan, maupun keduanya dan melanggar peraturan perundangundangan alat kesehatan. Proses recall dapat berupa tindakan perbaikan atau penghapusan. Dengan demikian, recall tidak selalu berupa penghentian pemakaian atau pengembalian ke perusahaan, tetapi dapat berupa pengecekan, penyeseuaian, atau perbaikan produk. Pelaksanaan recall menjadi tanggung jawab dari perusahaan. Tindakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait kecacatan produk dan atau ancaman terhadap kesehatan yaitu me-recall alat kesehatan (perbaikan atau penghapusan) dan wajib melaporkan kepada pemerintah, dalam hal ini Kemenkes RI. Menurut klasifikasi recall alat kesehatan berdasarkan dampak yang ditimbulkan, kerusakan ventilator ini termasuk dalam kelas 1, karena kecacatan produk secara potensial membahayakan nyawa atau dapat menyebabkan kecacatan permanen, sehingga penanganan tindak lanjut terbaik dalam kasus ini ada recall atau penarikan kembali. Berdasarkan studi kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan data yang cukup, sistem pelaporan seperti e-watch ini dapat berkembang menjadi informasi yang berharga mengenai risiko penggunaan alat kesehatan dan dampak yang ditimbulkan. Dengan banyaknya laporan yang masuk, dapat dilakukan analisis risiko untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya pengulangan Kejadian Tidak Diinginkan tipe spesifik. Sehingga kesalahan yang mungkin terjadi dapat dihitung dan diminimalisir. Hal ini dapat meningkatkan keamanan dari penggunaan alat kesehatan yang beredar. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan a. Bentuk pengawasan post marketing alat kesehatan, yang dilakukan oleh Dirjen Binfar Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ada 4 macam yaitu; monitoring & evaluasi, surveilans, vigilans dan pengawasan iklan. b. Fungsi pengawasan post marketing alat kesehatan adalah untuk melakukan pengecekan kesesuaian terhadap mutu, keamanan dan kinerja alat mulai dari monitoring dan evaluasi cara produksi dan distribusi alat kesehatan yang baik, sampai pengawasan peredaran dan penilaian kesesuaian alat kesehatan terhadap data awal yang dimasukkan pada saat registrasi c. Contoh kasus pelaporan vigilans yang ada di Dirjen Binfar Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelaporan terhadap Ventilator Versamed Ivent 201 yang diproduksi dan didistribusikan oleh PT. Sarana Utama Medika dan digunakan di ruang ICU RSUP Fatmawati d. Penanganan tindak lanjut yang dilakukan terhadap pelaporan adalah recall atau penarikan kembali alat oleh perusahaan produsen dan penyalur dan dilaporkan kepada pemerintah 5.2 Saran a. Pemerintah, dalam hal ini Dirjen Binfar Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Kemenkes RI melakukan sosialisasi lebih luas kepada pengguna alat kesehatan, yang paling utama adalah masyarakat luas mengenai system ewatch ini sehingga mereka dapat segera melaporkan apabila mengalami atau mengetahui terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap alat kesehatan yang digunakan. b. Pemerintah sebaiknya segera melakukan penangan terhadap laporan yang masuk, agar dapat meminimalisir risiko lebih lanjut yang mungkin terjadi. c. Produsen dan distributor melakukan analisis terhadap alat yang dilaporkan, untuk mengetahui letak kesalahan, dan apabila kerusakan alat terjadi karena 22 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 23 kurangnya perawatan oleh pengguna, dalam hal ini RSUP Fatmawati, maka untuk kerjasama berikutnya mereka harus mengingatkan pengguna untuk rutin melakukan perawatan. d. Pihak pengguna harus rutin melakukan perawatan terhadap alat yang digunakan, dan harus menyediakan cadangan alat khususnya alat kesehatan vital seperti ventilator ini agar apabila sewaktu-waktu terjadi hal seperti ini lagi, tidak akan menimbulkan dampak vital seperti kematian. Universitas Indonesia Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 DAFTAR ACUAN Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013a. Pedoman Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kemenkes RI. Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013b. Pedoman Sistem eMonitoring Post Market & Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kemenkes RI. Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013c. Pedoman Toko Alat Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI. Rupi’i. 2012. Artikel Cara Kerja Ventilator, Volume 2 No.1 E, Suite. 2006. Versamed Product Catalog. USA: San Diego Office GE healthcare/VersaMed iVent TM 201. Diakses melalui www.gehealthcare.com danwww.versamed.net 24 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Universitas Indonesia 25 Lampiran 1. Laporan Kasus melalui System e-Watch Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 2. Alur Pelaporan KTD Isu Terkait dengan Penerima Penerima Laporan Informasi Alat Kesehatan Produsen - untuk semua Laporan Oleh Pengguna Konsumen Profesional Kesehatan PAK DIT PRODIS ALKES Dit Prodis Alkes – hanya apabila barang tersebut memenuhi kriteria untuk dilaporkan sebagai kejadian tak diinginkan Sumber Lainnya: Perusahaan Regulator Asing Produsen Laporan 26 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 3. Skema Pelaporan KTD oleh Produsen 27 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 4. Skema Pelaporan KTD oleh Masyarakat 28 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 5. Skema Sistem e-Monitoring 29 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 6. Situs e-Report Alat Kesehatan 30 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 7. Situs e-Watch Alat Kesehatan 31 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 8. Skema Modul KTD Publik/Masyarakat 32 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 9 Skema Modul KTD untuk Produsen/Penyalur 33 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 Lampiran 10. Skema e-Monitoring Post Marketing Surveilance 34 Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015 35 Lampiran 11. Klasifikasi Recall Alat Kesehatan berdasarkan Dampak yang ditimbulkans s Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015