universitas indonesia laporan praktik kerja profesi apoteker di

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 6 OKTOBER – 17 OKTOBER 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
MEGA ARMAYANI, S.Far.
1306502604
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 6 OKTOBER – 17 OKTOBER 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai satu diantara syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
MEGA ARMAYANI, S.Far.
1306502604
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
ii
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan
semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Mega Armayani, S. Far.
NPM
: 1306502604
Tanda Tangan
:
Tanggl
: 6 Januari 2015
iii
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
iii
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih sayangNya, penulis dapat
menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIX
Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 6 Oktober – 17 Oktober
2014 di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah
mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat
pada saat memasuki dunia kerja.
Kegiatan PKPA dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D., selaku Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan
fasilitas kepada mahasiswa peserta Praktik Kerja Profesi Apoteker.
2. Dra. Arianti Anaya I, MKM., selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan yang telah mengizinkan dan memberikan fasilitas kepada
mahasiswa peserta Praktik Kerja Profesi Apoteker.
3. Drs. Rahbudi H, MKM., Apt., selaku Kasubdit Inspeksi Alkes & PKRT
serta selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
melaksanakan PKPA dan menyusun tugas akhir.
4. Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, M.S., Ph.D., selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan selama melaksanakan PKPA dan menyusun
tugas akhir.
5. Lucia Dina Kombang, SH, M.Si., selaku Kassubag Tata Usaha Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan selama kegiatan PKPA.
v
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
vi
6. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia dan pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
menyelesaikan tugas ini.
7. Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
8. Siti Nurhasanah, S.Si, Apt., selaku Kepala Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas
pengarahan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan
laporan ini.
9. Lupi Triaksono, SF, MM, Apt., selaku Kepala Seksi Standarisasi dan
Sertifikasi Produksi dan Distribusi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan atas pengarahan selama Praktik Kerja Profesi Apoteker.
10. Nurlaili Isnaini, Apt. MKM., selaku Kepala Seksi Alat Kesehatan NonElektromedik Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas
pengarahan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker.
11. Nurhidayat, S.Si., Apt selaku Kepala Seksi Produk PKRT Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan atas pengarahan dan selama
pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker.
12. Seluruh karyawan di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang
telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan Praktik
Kerja Profesi Apoteker.
13. Seluruh staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang
telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan
pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi.
14. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga
pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.
15. Seluruh teman-teman Apoteker Universitas Indonesia angkatan 79 yang
telah mendukung dan bekerja sama selama perkuliahan dan pelaksanaan
PKPA.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
vii
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktik Kerja Profesi
Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua
pihak yang membutuhkan.
Depok, Januari 2015
Penulis
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama
: Mega Armayani
NPM
: 1306502604
Program Studi
: Profesi Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis Karya
: Laporan Praktik Kerja
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non Exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 6 Oktober – 17
Oktober 2014.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal: 6 Januari 2015
Yang menyatakan
(Mega Armayani, S.Far.)
viii
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
NPM
Program Studi
Judul
: Mega Armayani, S.Far.
: 1306502604
: Profesi Apoteker
: Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Periode 6
Oktober -17 Oktober 2014
Praktik Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Periode 6 - 17 Oktober
2014 bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat memahami tugas
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia serta peran dan fungsi profesi apoteker di dalamnya. Tugas
khusus yang diberikan berjudul Analisa Vigilans Alat Kesehatan Ventilator di
Rumah Sakit Fatmawati yang Diperoleh dari Laporan e-Watch di Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
Kata kunci
: Apoteker, Alat Kesehatan, Vigilans, e-Watch
Tugas umum : xiii + 56 halaman; 8 lampiran
Tugas khusus : iv + 25 halaman; 1 tabel; 11 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 6 (2005-2013)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 (2006-2013)
ix
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
NPM
Program Study
Title
: Mega Armayani, S.Far.
: 1306502604
: Apothecary profession
: Report of Apothecary Profession Internship Program at
Medical Directorate Devices Production and Distribution,
General Directorate of Pharmaceutical and Medical Devices of
Health Ministry, Republic Indonesia Period 6th – 17th October
2014
The aim of Pharmacist Internship held at Medical Directorate Devices Production
and Distribution of Genaral Directorate and Medical Devices of Health Ministry,
Republic Indonesia Period 6th – 17th October 2014 is to provide insight and
experiences to the students about the basic tasks of a pharmacist in administration.
Special assignment given is Vigilans Analysis of Ventilator Medical Devices in
Fatmawati Hospital obtained from a report of e-watch at Directorate
Pharmaceutical Production and Distribution, General Directorate of
Pharmaceutical and Medical Devices of Health Ministry.
Keywords
: Pharmacist, Medical Devices, Vigilans, e-Watch
General Assignment : xiii + 56 pages; 8 appendies
Specific Assignment : iv + 25 pages, 1 tables, 11 appendies
Bibliography of General Assignment : 6 (2005-2013)
Bibliography of Spesific Assignment : 6 (2006-2013)
x
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................
ABSTRAK .....................................................................................................
ABSTRACT ...................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ii
iii
iv
v
viii
xi
x
vii
xi
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1.2 Tujuan ..............................................................................................
1
1
2
BAB 2 TINJAUAN UMUM KEMENTRIAN KESEHATAN RI ............
2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ...................................
2.1.1 Visi dan Misi .........................................................................
2.1.2 Tujuan ...................................................................................
2.1.3 Dasar Hukum ........................................................................
2.1.4 Nilai-nilai ..............................................................................
2.1.5 Struktur Organisasi ...............................................................
2.1.6 Tugas .....................................................................................
2.1.7 Fungsi ....................................................................................
2.1.8 Rencana Strategis ..................................................................
2.1.9 Wewenang .............................................................................
2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan .............
2.2.1 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ............................................
2.2.2 Susunan Organisasi ...............................................................
4
4
4
4
4
5
6
7
7
8
8
9
9
10
BAB 3 TINJAUAN UMUM DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN
DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN ..............................................
3.1 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ................
3.2 Visi Dan Misi ...................................................................................
3.2.1 Visi ........................................................................................
3.2.2 Misi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b) ............................
3.3 Tugas Pokok dan Fungsi ..................................................................
3.4 Tujuan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .....
3.5 Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ....
3.6 Sasaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ....
3.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan .........................................................................................
3.7.1 Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan ...............................
3.7.2 Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro
dan Kesehatan Rumah Tangga ..............................................
xi
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
16
16
17
17
17
18
19
19
19
20
20
22
Universitas Indonesia
xii
3.7.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga .....................................................
3.7.4 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi ............................
3.8 Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan .
3.8.1 Sertifikasi Produksi ...............................................................
3.8.2 Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan ...........................
3.8.3 Pemberian Izin Edar Produk .................................................
3.8.4 Pelayanan Surat Keterangan .................................................
3.9 Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat
Kesehatan dan PKRT .......................................................................
3.9.1 Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT ...............
3.9.2 Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan
dan PKRT ..............................................................................
23
25
26
26
29
31
35
36
36
37
BAB 4 PEMBAHASAN ..............................................................................
39
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
5.1. Kesimpulan ......................................................................................
5.2. Saran .................................................................................................
46
46
47
DAFTAR ACUAN .........................................................................................
48
LAMPIRAN ...................................................................................................
49
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI ..........................
Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal ...................
Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan .....................................................................
Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan ...................................................................................
Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ....
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ................................................................................
Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan ............................................................................
Struktur Organisasi dan Penanggung Jawab Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan ......................................
xiii
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
49
50
51
52
53
54
55
56
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang akan terwujud derajat
kesehatan masyarakat. Guna mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan
pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat dan
daerah, maupun oleh masyarakat termasuk swasta. Satu diantara upaya
pembangunan kesehatan adalah dengan menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan yang baik kepada masyarakat termasuk didalamnya terkait tenaga,
sarana, obat, dan alat kesehatan (alkes) yang harus tersedia (Kemenkes RI,
2013a).
Alkes merupakan suatu komoditi yang memerlukan penanganan secara
khusus. Untuk menghindari terjadinya penggunaan yang salah akibat kurangnya
informasi sewaktu alkes diserahkan kepada masyarakat, maka akses terhadap
alkes oleh masyarakat perlu ditingkatkan (Kemenkes RI, 2013b). Selain itu alkes
berbeda dari komoditi biasa, merupakan suatu produk hasil industri yang dalam
peredaran dan penyalurannya memerlukan perlakuan dan persyaratan-persyaratan
tertentu agar tetap dapat terjamin keamanan, mutu, dan kemanfaatannya
(Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 102 tahun 2001 tentang Struktur
Organisasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dibentuklah Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tanggal 19 Agustus 2010 maka
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terbagi menjadi
Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, serta Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan.
1
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
2
Dalam lingkup tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa penyelenggaraan upaya
kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui pembinaan, pengendalian dan
pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan
Alkes dibidang informasi, produksi, dan peredaran dalam rangka memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan Alkes.
Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alat
kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra
dengan Asosiasi Perusahaan Alat Kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya
sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi
pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini
adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan.
Dasar keilmuan yang dimiliki oleh seorang apoteker ikut berperan dalam
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan. Untuk mendapatkan
gambaran mengenai dunia kerja di lingkungan pemerintahan, maka diadakan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
1.2.
Tujuan
Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah:
a.
Memahami visi dan misi Kementerian Kesehatan
b.
Mengetahui secara umum struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
3
c.
Mengetahui struktur organisasi, tugas, dan fungsi Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan.
d.
Memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai peranan apoteker dalam
bidang pelayanan kefarmasian khususnya dalam bidang produksi dan
distribusi alat kesehatan serta PKRT.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
BAB 2
TINJAUAN UMUM
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2.1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2.1.1 Visi dan Misi (Kementerian kesehatan RI, 2010a)
a. Visi:
“Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”.
b. Misi:
1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan.
3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.2
Tujuan
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan, 2010a).
2.1.3
Dasar Hukum
Dasar hukum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/Menkes/Per/2010,
yaitu:
a. Undang-undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No. 166, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916).
b. Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 No. 144, tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 5063).
4
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
5
c. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara).
d. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 84/P Tahun 2009.
e. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014.
f. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara.
g. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010.
h. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan.
i. Keputusan Menteri Kesehatan No.375/Menkes/SK/V/2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
2.1.4
Nilai-nilai
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan
kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai
yaitu (Kementerian Kesehatan, 2010a):
a. Pro rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan
selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang
terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
bagi setiap orang adalah satu diantara hak asasi manusia tanpa membedakan
suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat
harus ikut berpartisipasi secara aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi
profesi,
organisasi
masyarakat,
pengusaha,
masyarakat
madani
dan
masyarakat bawah.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
6
c. Responsif
Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar
dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda sehingga
diperlukan penanganan yang berbeda pula.
d. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang
telah ditetapkan dan bersifat efisien.
e. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN), transparan dan akuntabel.
2.1.5
Struktur Organisasi
Struktur organisasi Kementerian Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 yang dikeluarkan
tanggal 19 Agustus 2010. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut menyatakan
bahwa Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas:
a. Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan;
c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak;
e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan;
f. Inspektorat Jenderal;
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan;
i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi;
j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat;
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan;
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi;
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal;
n. Pusat Data dan Informasi;
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
7
o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri;
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan;
q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
r. Pusat Komunikasi Publik;
s. Pusat Promosi Kesehatan;
t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan
u. Pusat Kesehatan Haji.
Struktur organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat
dilihat pada Lampiran 1.
2.1.6
Tugas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden Republik Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara.
2.1.7
Fungsi
Menurut pasal 3, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/PER/VIII/2010, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi,
yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b):
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Kesehatan di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
8
2.1.8 Rencana Strategis
Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan 2010-2014, yaitu
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a):
a. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat.
b. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular.
c. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar
tingkat sosial ekonomi serta gender.
d. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka
mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh
penduduk, terutama penduduk miskin.
e. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah
tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.
f. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal,
Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan Terluar (DTPK).
g. Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.
h. Seluruh kabupaten/kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
2.1.9
Wewenang (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia mempunyai kewenangan:
a. Penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung
pembangunan secara makro;
b. Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib
dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan;
c. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan;
d. Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan;
e. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di
bidang kesehatan;
f. Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan
atas nama negara di bidang kesehatan;
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
9
g. Penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan;
h. Penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang
kesehatan;
i. Penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan;
j. Penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan;
k. Penyelesaian perselisihan antar provinsi di bidang kesehatan;
l. Penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka
kematian ibu, bayi, dan anak;
m. Penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat;
n. Penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan;
o. Penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan;
p. Penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi
kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan;
q. Penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan
gizi;
r. Penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan;
s. Surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan
wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa;
t. Penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar
sangat esensial (buffer stock nasional); dan
u. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu dan
pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.
2.2
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2.2.1
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur
Jenderal. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai
tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
10
Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan;
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.2
Susunan Organisasi
Struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan terdiri dari:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal;
b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian;
d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan; dan
e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
2.2.2.1 Sekretariat Direktorat Jenderal
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Sekretariat
Direktorat
Jenderal
menyelenggarakan fungsi:
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran;
b. Pengelolaan data dan informasi
c. Penyiapan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga,
dan perlengkapan; pengelolaan urusan keuangan;
d. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan
hubungan masyarakat; dan
e. Evaluasi dan penyusunan laporan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
11
Sturktur organisasi Sekretariat Jenderal dapat dilihat pada Lampiran 2.
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas:
a. Bagian Program dan Informasi;
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;
c. Bagian Keuangan;
d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.2.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yakni
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi, yaitu:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standarisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standarisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standarisasi
harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan,
serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis
dan standarisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
12
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas:
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
dapat dilihat pada Lampiran 4.
2.2.2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yakni melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang
pelayanan kefarmasian.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standarisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik,
dan penggunaan obat rasional;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
d. Penyiapan bimbingan teknis di bidang standarisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik, dan penggunaan obat rasional;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang
standarisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional;
dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
13
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas:
a. Subdirektorat Standarisasi;
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas;
c. Subdirektorat Farmasi Klinik;
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat
pada Lampiran 5.
2.2.2.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian adalah
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan
kebijakan di
bidang produksi
dan distribusi
kefarmasian;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas:
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
14
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan
Sediaan Farmasi Khusus;
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
dapat dilihat pada Lampiran 6.
2.2.2.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Tugas Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi
alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
15
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas:
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Struktur organisasi dan Peanggung Jawab Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI
ALAT KESEHATAN
3.1
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Merupakan satu diantara direktorat pada Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dipimpin oleh
seorang Direktur, yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan terdiri atas Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat
Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok
Jabatan Fungsional (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Dalam lingkup tugas dan fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa penyelenggaraan upaya
kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui pembinaan, pengendalian dan
pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pengamanan
Alkes dibidang informasi, produksi, dan peredaran dalam rangka memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan Alkes.
Pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes adalah satu rangkaian
upaya menyeluruh agar alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT) yang beredar dan digunakan oleh masyarakat memenuhi persyaratan dan
tidak merugikan atau membahayakan serta terjangkau oleh masyarakat. Oleh
karena itu, pembinaan, pengendalian dan pengawasan Alkes dan PKRT harus
dilakukan sejak dini, mulai proses produksi hingga proses tersebut digunakan oleh
16
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
17
masyarakat, yaitu pada tingkat pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat
penggunaan agar diperoleh penggunaan Alkes yang tepat dan berhasil guna.
Dalam pelaksanaan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan alat
kesehatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alkes berkoordinasi dengan
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, instansi terkait serta bermitra
dengan Asosiasi Perusahaan Alat Kesehatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya
sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menjadi dasar hukum bagi
pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan. Pengamanan yang dimaksud dalam peraturan ini
adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan.
3.2
Visi Dan Misi
3.2.1
Visi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b).
Tersedianya alat kesehatan aman, bermutu dan bermanfaat sesuai dengan
kebutuhan serta terjangkau oleh masyarakat.
3.2.2
Misi (Kementerian Kesehatan RI, 2010b)
Guna tercapainya visi yang telah ditetapkan tersebut Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai misi antara lain:
a. Menjamin kualitas, keamanan, kemanfatan alat kesehatan serta menjamin
ketersediaan alat kesehatan dengan harga terjangkau.
b. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak
memenuhi standar dan atau mutu persyaratan.
c. Mencegah penyalahgunaan dan kesalahgunaan alat kesehatan.
d. Mengembangkan penyelenggaraan usaha-usaha alat kesehatan secara efektif
dan efisien.
e. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
18
f. Menyusun peraturan, perundang-undangan dan kebijakan di bidang produksi
dan distrubusi alat kesehatan.
g. Memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan mutu, manfaat dan
keamanan alat kesehatan.
h. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang alat
kesehatan.
3.3
Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1144/Menkes/PER/XIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
tugas pokok menyiapkan perumusan dan melaksanakan kebijakan, menyusun
norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK), serta memberi bimbingan teknis
dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).
Dalam melaksanakan tugas pokok, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan mempunyai fungsi, yaitu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010b):
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standarisasi dan sertifikasi
alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standarisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
19
3.4
Tujuan
Tujuan dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, yaitu:
a. Meningkatkan mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT;
b. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT dalam jenis yang
lengkap, jumlah cukup, harga yang terjangkau, bermutu, digunakan secara
tepat dan dapat diperoleh saat diperlukan; dan
c. Meningkatkan ketersediaan alat kesehatan dan PKRT melalui optimalisasi
industri nasional dengan memperlihatkan keanekaragaman produk dan
keunggulan daya saing.
3.5
Strategi
Untuk mencapai tujuannya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan mempunyai strategi, yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2005):
a. Penggalangan kemitraan.
b. Peningkatan keterpaduan program.
c. Pengembangan profesionalisme sumber daya manusia.
d. Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan.
e. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi.
f. Mobilisasi sumber dana dan tenaga.
g. Pemberdayaan daerah.
h. Konsolidasi internal.
i. Melakukan regulasi di bidang alat kesehatan.
j. Mengoptimalkan industri alat kesehatan berbasis keanekaragaman sumber
daya alam dan keunggulan daya asing.
k. Meningkatkan penerapan standar mutu, keamanan dan kemanfaatan alat
kesehatan.
l. Memberdayakan dan meningkatkan pelaksanaan komunikasi, informasi, dan
edukasi.
3.6
Sasaran
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
sasaran, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2005):
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
20
a. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan sesuai kebutuhan.
b. Terjaminnya ketersediaan alat kesehatan di sektor publik.
c. Terjaminnya mutu pengelolaan alat kesehatan di kabupaten/kota.
d. Terjaminnya mutu alat kesehatan yang beredar.
e. Diterapkannya petunjuk pengelolaan alat kesehatan melalui peningkatan
pelayanan perizinan yang professional dan tepat waktu.
f. Terjaminnya mutu sarana produksi dan distribusi alat kesehatan.
g. Tercegahnya resiko atau akibat samping dari penggunaan alat kesehatan yang
tidak memenuhi syarat.
h. Terhindarnya masyarakat dari alat kesehatan yang tidak bermutu serta
mengoptimalkan efektifitas alat kesehatan terhadap biaya dan manfaat
terhadap resiko.
i. Tersedianya sistem informasi alat kesehatan yang akurat, objektif, dan terkini
sehingga mudah diakses oleh tenaga kesehatan dan masyarakat.
3.7
Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai
struktur organisasi yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010, terdiri
dari:
3.7.1
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan
laporan pelaksanaan di bidang penilaian alat kesehatan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan
menyelenggarakan fungsi, yaitu:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian
alat kesehatan;
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
21
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang
penilaian alat kesehatan;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian alat kesehatan; dan
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang penilaian alat kesehatan.
Subdirektorat penilaian alat kesehatan, terdiri dari Seksi Alat Kesehatan
Elektromedik dan Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
3.7.1.1 Seksi Alat Kesehatan Elektromedik
Tugas dari Seksi Alat Kesehatan Elektromedik adalah melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan elektromedik. Alat
kesehatan elektromedik merupakan alat kesehatan yang dalam penggunaannya
menggunakan tenaga listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit elektronik) sebagai
pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring maupun terapi.
Penggunaan alat ini dilakukan oleh orang yang ahli (expert), sehingga alat
kesehatan tersebut tidak perlu dicantumkan cara penggunaannya, tetapi harus
terdapat manual book baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.
Contoh alat kesehatan elektromedik adalah EKG (Elektrokardiogram), USG
(Ultrasonography), alat pacu jantung, inkubator, dan lain-lain.
3.7.1.2 Seksi Alat Kesehatan Non-Elektromedik
Tugas dari Seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik adalah melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian alat kesehatan non elektromedik. Alat
kesehatan
non
elektromedik
merupakan
alat
kesehatan
yang
dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini
dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan ahli), sehingga cara penggunaannya
harus dicantumkan pada alat kesehatan tersebut atau pada kemasannya. Contoh
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
22
alat kesehatan non elektromedik adalah kassa, tensimeter, termometer, kursi roda,
softlens, dan lain-lain.
3.7.2
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanan kebijakan dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik In vitro dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Subdirektorat
Penilaian
Produk
Diagnostik In vitro dan PKRT menyelenggarakan fungsinya, yaitu:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian
produk diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penilaian produk diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang penilaian produk diagnostik In
vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
penilaian produk diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan PKRT, terdiri dari
Seksi Produk Diagnostik In vitro dan Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
3.7.2.1 Seksi Produk Diagnostik In vitro
Tugas dari Seksi Produk Diagnostik In vitro adalah melakukan penyiapan
bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
23
penyusunan laporan di bidang penilaian produk diagnostik In vitro. Produk
diagnostik In vitro adalah reagensia, instrumen, dan sistem yang digunakan untuk
mendiagnosis penyakit atau kondisi lain, termasuk penentuan kondisi kesehatan,
untuk penyembuhan, pengurangan atau pencegahan penyakit atau akibatnya
termasuk produk yang penggunaannya ditunjukkan bagi pengumpulan, penyiapan
dan pengujian spesimen yang diambil dari tubuh manusia. Contoh dari produk
diagnostik In vitro adalah dengue test, strip gula darah, tes kehamilan, dan lainlain.
3.7.2.2 Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Tugas dari Seksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga adalah melakukan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi, dan
penyusunan laporan di bidang penilaian Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
PKRT (Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga) adalah alat atau bahan yang
digunakan untuk memelihara dan merawat kesehatan yang digunakan oleh
manusia, hewan peliharaan, tempat-tempat umum dan rumah tangga berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Contoh PKRT adalah repelan,
tisu, kapas, deterjen, dan lain-lain.
3.7.3 Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
inspeksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
24
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga menyelenggarakan fungsinya, yaitu:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang inspeksi
produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang inspeksi produk, sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang inspeksi produk, sarana produksi dan distribusi alat
kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga, terdiri dari Seksi Inspeksi Produk dan Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan
Distribusi.
3.7.3.1 Seksi Inspeksi Produk
Tugas dari Seksi Inspeksi Produk adalah melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang inspeksi produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
3.7.3.2 Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi
Tugas dari Seksi Inspeksi Sarana Produksi dan Distribusi adalah
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang inspeksi sarana produksi
dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
25
3.7.4 Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi, mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi
menyelenggarakan fungsi, antara lain:
a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang standarisasi
produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga;
b. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standarisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang standarisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;
d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
standardisasi produk dan sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi, terdiri dari Seksi Standarisasi
Produk dan Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi.
3.7.4.1 Seksi Standarisasi Produk
Tugas dari Seksi Standarisasi Produk adalah melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang standarisasi produk alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
26
3.7.4.2 Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi
Tugas dari Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Produksi dan Distribusi
adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standarisasi dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
3.8
Kegiatan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan, yaitu:
a. Melaksanakan pre market control dengan melakukan evaluasi dan monitoring
terhadap keamanan, mutu, efektifitas dan keterjangkauan serta tepat guna alat
kesehatan.
b. Mengembangkan, mempromosikan dan menerapkan kebijakan dan standar
terhadap alat kesehatan.
c. Melakukan pengawasan post market (surveilance, vigilance) untuk menjamin
senantiasa keamanan dan kemanfaatan (safety and performance) dalam
penggunaannya.
d. Mengantisipasi dan merespon setiap masalah kesehatan masyarakat yang
terkait dengan alat kesehatan
Kegiatan-kegiatan utama yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Alat Kesehatan, meliputi: sertifikasi produksi, pemberian izin edar
dan pemberian izin penyalur alat kesehatan serta pelayanan surat keterangan.
3.8.1
Sertifikasi Produksi
Diberikan kepada sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang telah
melaksanakan cara produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang
memenuhi standar mutu. Sertifikasi produksi didasarkan pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Produksi
Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, sebelumnya yang
berlaku adalah izin produksi. Produksi alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
27
perusahaan yang memiliki sertifikat produksi dan perusahaan yang telah
memperoleh sertifikat produksi harus dapat menunjukkan bahwa produksi
dilaksanakan sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik
(CPAKB) dan atau Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Dan Rumah Tangga
yang Baik (CPPKRTB).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam CPAKB dan CPPKRTB adalah:
a. Bangunan (denah untuk berproduksi). Diperhatikan apakah sudah memenuhi
persyaratan ruangan produksinya baik untuk pencampuran, pengisian,
pewadahan, penandaan dan lain-lain.
b. Peralatan dan Bahan.
c. Organisasi dan sumber daya manusia (terutama penanggung jawab teknisnya).
d. Perlengkapan kerja, seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, pakaian
kerja, dan lain-lain.
e. Higiene dan sanitasi.
f. Pengawasan mutu.
g. SOP (Standard Operating Procedure).
h. Inspeksi diri.
i. Penanganan terhadap keluhan.
j. Dokumentasi, dan lain-lain.
Tata cara atau prosedur mendapatkan sertifikat produksi alat kesehatan
dan/atau PKRT, sebagai berikut:
a. Perusahaan pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri
Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat, dengan menggunakan contoh Formulir 1.
b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari
kerja sejak menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membentuk tim pemeriksaan bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat. Tim pemeriksaan bersama, jika diperlukan,
dapat melibatkan tenaga ahli/konsultan/lembaga tersertifikasi di bidang
produksi yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
28
c. Tim pemeriksaan bersama selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja
melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaan.
d. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan
dari tim pemeriksaan bersama membuat surat rekomendasi kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
e. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf (b), (c), dan (d)
tidak dilaksanakan pada waktunya, perusahaan pemohon yang bersangkutan
dapat membuat surat pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dan
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
f. Setelah surat rekomendasi diterima dan lampirannya sebagaimana dimaksud
pada huruf (e), Direktur Jenderal mengeluarkan sertifikat produksi alat
kesehatan dan /atau PKRT, dalam jangka waktu 30 hari kerja setelah berkas
lengkap.
g. Dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (f),
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan
penundaan atau penolakan permohonan sertifikat produksi.
h. Terhadap penundaan sebagaimana dimaksud huruf (g), diberi kesempatan
untuk melengkapi persyaratannya yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6
bulan sejak diterbitkannya surat penundaan.
Menurut
Peraturan
No.1189/Menkes/PER/VIII/2010
Menteri
tentang
Kesehatan
Produksi
Republik
Alat
Indonesia
Kesehatan
dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, maka sertifikat produksi alat kesehatan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu:
a. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas A
Merupakan sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah menerapkan
CPAKB secara keseluruhan sehingga diizinkan untuk memproduksi alat
kesehatan kelas I, kelas IIa, kelas IIb dan kelas III. Penanggung jawab
teknisnya minimal apoteker atau sarjana lain yang sesuai dan harus
mempunyai laboratorium sendiri.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
29
b. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas B
Merupakan sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak
memproduksi alat kesehatan kelas I, kelas IIa, dan kelas IIb, sesuai ketentuan
CPAKB. Khusus alat kesehatan kelas I yang dimaksud adalah kelas I steril.
Penanggung jawab teknisnya minimal D3 farmasi, kimia, teknik yang sesuai
dengan bidangnya. Jika tidak memiliki laboratorium sendiri, harus bekerja
sama dengan laboratorium yang ditunjuk.
c. Sertifikat Produksi Alat Kesehatan Kelas C
Merupakan sertifikat yang diberikan kepada pabrik yang telah layak
memproduksi alat kesehatan kelas I, dan kelas Iia tertentu, sesuai ketentuan
CPAKB. Penanggung jawab teknisnya asisten apoteker atau tenaga lain yang
sederajat, bekerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi.
3.8.2
Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Badan usaha yang telah memiliki izin edar sebagai penyalur dapat
melaksanakan penyaluran alat kesehatan. Persyaratan yang dibutuhkan dalam
proses permohonan izin penyalur alat kesehatan adalah sebagai berikut:
3.8.2.1 Surat Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Surat permohonan ditujukan kepada dinas kesehatan provinsi setempat
dilengkapi dengan (Departemen Kesehatan RI, 2009):
a. Akte notaris.
b. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan SIUP (Surat Izin Usaha
Perdagangan).
c. Peta lokasi dan denah bangunan.
d. Alamat gedung, dan bengkel.
e. Penanggung jawab teknis.
f. Tenaga teknisi.
g. Surat penunjukan dari produsen luar negeri sebagai penyalur tunggal yang
dilegalisir oleh KBRI setempat atau dari produsen dalam negeri sebagai
penyalur tunggal yang dilegalisir oleh notaris setempat.
h. Jenis atau macam alat kesehatan yang diedarkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
30
i. Brosur/katalog dari alat kesehatan yang diedarkan.
3.8.2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin Penyalur Alat Kesehatan
Beriku
tata
cara
pengajuan
permohonan
dan
pemberian
IPAK
(Kementerian Kesehatan RI, 2010d):
a. Pemohon harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi setempat.
b. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya 12 hari kerja sejak
menerima tembusan permohonan, berkoordinasi dengan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk membentuk tim pemeriksaan bersama untuk
melakukan pemeriksaan setempat dan tim pemeriksaan bersama selambat
lambatnya 12 hari kerja melakukan pemeriksaan dan membuat berita acara
pemeriksaan.
c. Apabila telah memenuhi persyaratan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
selambat-lambatnya dalam waktu 6 hari kerja setelah menerima hasil
pemeriksaan dari tim pemeriksa bersama wajib melaporkan hasil pemeriksaan
kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada (b) hingga (d) tidak
dilaksanakan pada waktunya, pemohon bersangkutan dapat membuat surat
pernyataan siap melaksanakan kegiatan kepada Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak menerima surat
pernyataan, dengan mempertimbangkan persyaratan, Direktur Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat melakukan penundaan atau penolakan
izin PAK.
f. Dalam jangka 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima hasil pemeriksaan,
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengeluarkan izin
PAK.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
31
g. Terhadap penundaan, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak
diterbitkan surat penundaan.
3.8.3 Pemberian Izin Edar Produk
Dalam
Peraturan
Menteri
No.1189/Menkes/PER/VIII/2010
tentang
Kesehatan
Produksi
Republik
Alat
Indonesia
Kesehatan
dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tercantum ketentuan pelaksanaan
pendaftaran, cara pendaftaran, formulir pendaftaran, formulir permohonan,
penilaian data, keputusan, perubahan data, penambahan ukuran kemasan,
pembatalan persetujuan, pendaftaran kembali, kategori dan subkategori serta
petunjuk pengisian formulir pendaftaran alat esehatan maupun Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga produksi dalam negeri dan impor. Untuk alat kesehatan
lokal, pengajuan pendaftaran dilakukan oleh produsen yang telah memiliki
sertifikat produksi.
Sedangkan, untuk alat kesehatan impor pengajuan pendaftaran dilakukan
oleh penyalur alat kesehatan. Persyaratan alat kesehatan untuk mendapat izin
registrasi, alat tersebut haruslah memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji
klinis atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan yang bersangkutan. Selain itu, untuk Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga dibuktikan juga dengan uji keamanan yaitu tidak
menggunakan bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas kadar yang telah
ditentukan.
b. Mutu yang memenuhi syarat dinilai dari cara produksi yang baik dan hanya
menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan
maupun Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
c. Penandaan berisi informasi yang dapat mencegah terjadinya salah pengertian
atau salah penggunaan. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga harus berisi
informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya
apabila terjadi kecelakaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
32
Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis.
3.8.3.1 Data Administrasi
a. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan dalam negeri, yaitu:
sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi
(bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila
menggunakan merek sendiri).
b. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu:
izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk
mendaftarkan yang di legalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari
pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate
of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual.
c. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu
sertifikat produksi, surat perjanjian kerjasama/MOU (Memorandum of
Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain
(Toll Manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak
lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika
ada), izin Komisi Pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida),
formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran
BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi
dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara
penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan
penandaan.
Catatan: Khusus PKRT yang mengandung pestisida harus menyertakan surat
persetujuan dari Komisi Pestisida.
d. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu: surat
penunjukan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI
setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, Certificate of Free
Sale untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, ijin Komisi Pestisida,
formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran
BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
33
dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara
penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, rancangan
penandaan.
3.8.3.2 Data Teknis
Data teknis yang diperlukan, sebagai berikut:
a. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan
komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan
fungsi masing-masing bahan.
b. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja/flow chart dalam proses
produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi
kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut.
c. Untuk produk HIV (Human Immunodeficiency Virus), harus melampirkan
hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk
elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai
dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik.
d. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi.
e. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A
(data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi
dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), dan
Formulir E (post market evaluation).
Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan.
Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan
evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian
dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor
registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka
dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika
sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka
dilakukan penolakan pendaftaran.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
34
Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia setelah permohonan izin edar telah disetujui. Nomor registrasi terdiri
dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut:
Digit 1
: kelas
Digit 2,3
: kategori
Digit 4,5
: subkategori
Digit 6,7
: tahun pemberian izin (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar alat kesehatan: AKL 21104900078
AKL: Alat Kesehatan Luar Negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (risiko sedang)
Digit 2,3 (Angka 11) : Peralatan obstetrik dan ginekologi (OG)
Digit 4,5 (Angka 04) : Peralatan obstetrik dan ginekologi bedah
Digit 6,7 (Angka 90) : tahun pemberian izin (dibalik) 2009
Digit 8-11 (Angka 0078)
: nomor urut pendaftaran 0078
Alat ini adalah alat kesehatan luar negeri (AKL), termasuk kelas 2 dan
didaftarkan pada tahun 2009. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub
kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR).
Contoh nomor izin edar PKRT: PKD 20305700520
PKD: PKRT dalam negeri
Digit 1 (Angka 2)
: kelas 2 (sedang)
Digit 2,3 (Angka 03) : kategori 3 (pembersih)
Digit 4,5 (Angka 05) : sub kategori 5 (pembersih kloset)
Digit 6,7 (Angka 70) : tahun pemberian izin (dibalik) 2007
Digit 8-11 (Angka 0520) : nomor urut pendaftaran 0879
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
35
Alat ini adalah Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam negeri (PKD),
termasuk kelas 2, kategori pembersih, subkategori pembersih kloset, dan
didaftarkan pada tahun 2007.
Pencabutan nomor pendaftaran/izin edar dan memerintahkan penarikan
dari peredaran alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar merupakan
wewenang dari pemerintah, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan. Pendaftaran/izin edar produk berlaku selama 5
tahun. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada
produk yang telah diizin edar tersebut, seperti: nama, penandaan, kemasan,
penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus
didaftarkan kembali, produk tidak perlu mengganti nomor izin edar (masih dapat
memakai nomor izin edar yang lama). Namun, jika terjadi perubahan formula
maka produk harus didaftarkan lagi ke Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan) dan nomor
izin edar lama tidak berlaku lagi (diganti dengan nomor izin edar baru).
3.8.4 Pelayanan Surat Keterangan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat kesehatan selain memberikan
pelayanan pengajuan sertifikat produksi, izin penyalur dan izin edar, juga
memberikan pelayanan surat keterangan, diantaranya yaitu:
a. Certificate of Free Sale (CFS)
CFS adalah surat keterangan bahwa produk alat kesehatan atau Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga yang akan diekspor telah terdaftar pada Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia dan telah beredar di Indonesia. Persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pemohon untuk mendapatkan CFS, yaitu:
1) Surat permohonan mendapatkan CFS dengan mencantumkan negara
tujuan.
2) Lembar izin edar yang mencantumkan nama produk.
3) Surat izin produksi atau sertifikat produksi.
b. Surat Keterangan Lainnya
Surat keterangan lainnya hanya diberikan untuk keperluan berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
36
1) Produk alat kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
impor yang berupa bantuan atau donasi untuk kepentingan masyarakat
atau kondisi bencana.
2) Produk alat kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
untuk penelitian.
3) Bahan atau komponen bahan baku impor untuk digunakan dalam
memproduksi alat kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga yang sudah terdaftar.
4) Bahan atau produk tertentu yang berdasarkan kajian bukan termasuk alat
kesehatan dan atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang harus
didaftarkan pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan)
5) Produk alat kesehatan yang diperlukan untuk pengujian dalam rangka
persyaratan pemberian izin edar. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh
pemohon untuk mendapatkan surat keterangan tersebut diantaranya yaitu:
a) Surat permohonan mendapatkan surat keterangan yang sesuai.
b) Surat perjanjian Goverment to Goverment dari pihak yang berwenang.
c) Surat keterangan impor barang yang sudah disetujui oleh pihak
beacukai (in voice).
d) Surat perjanjian kerjasama antara donatur dan penerima serta
persetujuan dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik bila digunakan
di rumah sakit atau persetujuan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat bila digunakan di puskesmas.
e) Surat protokol pengujian.
f) Izin edar dan sertifikat produksi terkait produk yang dimaksud.
g) Katalog/brosur/data pendukung lainnya mengenai produk tersebut.
3.9
Pembinaan,
Pengendalian
dan
Pengawasan
Keamanan
Alat
Kesehatan dan PKRT
3.9.1
Pembinaan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT
Pembinaan yang dilakukan dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan
PKRT bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan alat kesehatan dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
37
PKRT yang memenuhi persyaratan, melindungi masyarakat dari bahaya
penggunaan alat kesehatan dan PKRT yang tidak tepat atau tidak memenuhi
persyaratan, dan menjamin terpenuhinya atau terpeliharanya persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan alat kesehatan dan PKRT.
Pembinaan keamanan alat kesehatan dan PKRT dilakukan dalam berbagai
bidang, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2010c):
a. Informasi produk, yang lengkap yaitu tidak hanya mencantumkan informasi
tentang kegunaan tetapi juga memberikan informasi tentang peringatan dan
hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemakai.
b. Produksi, antara lain: meningkatkan kemampuan teknik dan cara penerapan
produksi alat kesehatan dan PKRT yang baik (CPAKB/ dan CPPKRTB).
c. Perdagangan.
d. Sumber daya manusia, dilakukan dengan meningkatkan keterampilan teknis
tenaga kesehatan, membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan
atau lembaga pelatihan, menyediakan tenaga penyuluhan yang ahli dalam
bidang alat kesehatan dan PKRT, pelayanan kesehatan, dilakukan dengan
menjamin tersedianya alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan kemanfaatan dalam rangka pelayanan masyarakat.
e. Pelayanan kesehatan.
f. Periklanan,
yaitu
penyebarluasan
informasi
kepada
masyarakat
dan
melindungi masyarakat dari iklan yang tidak objektif, tidak lengkap dan
menyesatkan.
3.9.2
Pengendalian dan Pengawasan Keamanan Alat Kesehatan dan PKRT
Penggunaan alat kesehatan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan
dan membahayakan kesehatan sehingga dapat merugikan pasien atau operator alat
tersebut. Oleh karena itu, pengawasan perlu dilakukan untuk dapat menjamin
mutu, keamanan dan kemanfaatan dari produk baik pre market maupun post
market. Pengawasan ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, produsen/penyalur
maupun masyarakat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
38
a. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah (pengawasan eksternal),
yaitu:
1) Melaksanakan
pembinaan,
pengendalian
dan
pengawasan
dengan
memanfaatkan seluruh potensi yang ada terutama di Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten.
2) Memberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis sampai dengan
pencabutan sertifikat produksi terhadap pabrik yang melakukan kesalahan.
3) Meningkatkan peran serta masyarakat pada tingkat kabupaten, provinsi,
dan pusat. Pengawasan harus dilakukan oleh produsen ataupun penyalur
untuk memberikan jaminan keamanan, mutu, dan manfaat produknya
terhadap masyarakat.
b. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh produsen/penyalur (pengawasan
internal), yaitu:
1) Produsen berkewajiban mengadakan pembenaran di lapangan, tentang
mutu dan klaim produknya.
2) Melaksanakan pemantauan efek samping dari produknya.
3) Melaksanakan perbaikan dan atau menarik produknya yang tidak
memenuhi standar.
4) Masyarakat sebagai konsumen juga dapat berperan aktif dalam melakukan
pengawasan terhadap peredaran alat kesehatan dan PKRT yang tidak
memenuhi persyaratan.
c. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat (pengawasan eksternal),
yaitu:
1) Memberdayakan masyarakat untuk mengetahui hak dan kewajibannya
terhadap alat kesehatan yang beredar.
2) Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penggunaan alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
3) Dapat
memberikan
masukan
kepada
pemerintah
dan
produsen
demipeningkatan mutu.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
BAB 4
PEMBAHASAN
Kementerian
Kesehatan
RI
merupakan
suatu
kementerian
yang
mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan
pemerintahan di bidang kesehatan. Kementerian kesehatan mempunyai beberapa
fungsi yaitu melakukan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di
bidang kesehatan, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab Kementerian Kesehatan, pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan Kementerian Kesehatan, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervise
atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah, pelaksanaan kegiatan
teknis yang berskala nasional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/Menkes/PerIII/2010,
kementerian kesehatan RI terdiri dari empat Direktorat Jenderal, yakni Direktorat
Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; Direktorat Jendral Bina Upaya
Kesehatan;
Direktorat
Jendral
pengendalian
Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan; dan Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan satu
diantara direktorat jenderal pada Kemeterian Kesehatan yang mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Berdasarkan Permenkes Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 526 bahwa Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan
di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; pelaksanaan kebijakan di
bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan, penyusunan norma, standar,
prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan
alat kesehatan; dan pelaksanaan administrasi di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat yang dibawahi Ditjen Binfar dan
Alkes Kementerian Kesehatan RI, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina
39
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
40
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari empat
subdirektorat, yaitu: Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan, Subdirektorat
Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT), Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT, serta Subdirektorat
Standarisasi dan Sertifikasi. Masing-masing subdirektorat dikepalai oleh satu
orang kepala subdit yang membawahi dua orang kepala seksi. Pembagian
subdirektorat ini berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan terdiri dari
seksi Alat Kesehatan Elektromedik dan seksi Alat Kesehatan Non Elektromedik.
Pada struktur organisasi sebelumnya, dua seksi ini terpisah dalam subdirektorat
yang berbeda. Perubahan struktur ini bertujuan untuk lebih mengefisiensikan dan
mengefektifkan kinerja.
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. Alat kesehatan elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam
penggunaannya menggunakan teknik listrik dan rangkaian elektronika (sirkuit
elektronik) sebagai pengontrol kerja dari alat, baik untuk diagnostik, monitoring
maupun terapi. Satu diantara persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen alat
kesehatan elektromedik adalah mempunyai bengkel untuk reparasi atau workshop
dan mempunyai izin dari BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) jika alat
yang hendak diedarkan menggunakan radiasi atau x-ray.
Alat kesehatan non elektromedik adalah alat kesehatan yang dalam
penggunaannya tidak menggunakan tenaga listrik. Penggunaan alat kesehatan ini
beberapa ada yang dapat dilakukan oleh orang biasa (bukan tenaga ahli), sehingga
cara penggunaannya harus dicantumkan pada alat kesehatan atau tertera pada
kemasan. Beberapa alat kesehatan non elektromedik juga memerlukan tenaga ahli
seperti penggunaan implan jantung yang sangat beresiko apabila penggunaannya
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
41
tidak menggunakan bantuan tenaga ahli. Pembagian kelas alat kesehatan
dilakukan berdasarkan risiko yaitu kelas I berarti risiko rendah seperti kasa, kelas
II berarti risiko sedang seperti PCG dan kelas III berarti risiko tinggi seperti
implant jantung. Alat kesehatan dibagi ke dalam kategori dan sub kategori yang
mengikuti Code of Federal Registration dari Amerika karena penilaiannya bagus
dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan Eropa. Pembagiannya terdiri dari
peralatan kimia klinik dan toksikologi klinik; peralatan hematologi dan
toksikologi klinik; peralatan imunologi dan mikrobiologi; peralatan anestesi;
peralatan kardiologi; peralatan gigi; peralatan telinga, hidung dan tenggorokan
(THT); peralatan gastroenterology-urology (GU); peralatan Rumah Sakit Umum
dan perorangan (RSU & P); peralatan neurologi; peralatan obstetrik dan
ginekologi (OG); peralatan mata; peralatan ortopedi; peralatan kesehatan fisik;
peralatan radiologi; peralatan bedah umum dan bedah plastik.
Untuk menjamin mutu, manfaat dan keamanan alat kesehatan yang
beredar di masyarakat maka dilakukan penilaian pre market dan post market
surveillance. Penilaian pre market dilakukan dengan waktu terbatas untuk
mendapat izin edar dengan persyaratan utama harus memiliki sertifikat produksi
dan izin penyalur untuk produk lokal atau dengan memiliki izin penyalur, surat
penunjukkan dan Certificate of Free Sale untuk produk impor. Penilaian post
market surveillance terdiri dari sampling dan vigilance. Tidak semua barang
dilakukan sampling, sampling dilakukan dengan indikator banyaknya produk
sering dipakai seperti kondom, pembalut, disposible syringe, pembersih lantai,
dan lain-lain. Syarat utama sampling dilakukan pada batch yang sama diperiksa di
laboratorium yang telah terakreditasi. Teknik vigilance dilakukan bila pemerintah,
produsen, atau distributor mengetahui kejadian yang yang tidak diinginkan dan
kesalahan fungsi alat kesehatan yang diketahui melalui hasil pengujian, laporan
dari pengguna dan informasi lain. Jika produk mengalami masalah yang cukup
signifikan maka produk bisa ditarik dari peredaran atau recall.
Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik In vitro dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) merupakan subdit yang menilai produk
diagnostik In vitro dan PKRT. Kegiatan yang dilakukan adalah menilai dan
memberikan izin edar sebelum diedarkan ke Indonesia baik produk yang berasal
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
42
dari luar negeri maupun dalam negeri. Penilaian ini bertujuan untuk dapat
melakukan penilaian apakah produk diagnostik In vitro dan PKRT yang akan
beredar telah memenuhi persyaratan yang berlaku dalam rangka menjamin
keamanan, mutu, dan manfaat produk tersebut. Hal-hal yang dinilai berupa data
administrasi dan data teknis. Data administrasi meliputi formulir pendaftaran,
sertifikat produksi (produksi dalam negeri), IPAK, surat penunjukan sebagai agen
tunggal, surat kuasa untuk mendaftar, Certificate of Free Sale (untuk produk
impor), surat pernyataan kepemilikan merek (produk dalam negeri), sedangkan
data teknis meliputi formula/kompisisi, prosedur pembuatan, spesifikasi produk
jadi, Certificate of Analysis (CoA), kestabilan, uji fungsi alat, penandaan serta
penanganan komplain.
Produk diagnostik In vitro adalah alat kesehatan yang baik digunakan
tunggal maupun dalam kombinasi, ditujukan oleh pabrikannya untuk pemeriksaan
In vitro spesimen yang berasal dari tubuh manusia yang semata-mata atau pada
prinsipnya digunakan untuk memberikan informasi bagi tujuan diagnostik,
pemantauan atau kesesuaian. Produk ini mencakup reagen, kalibrator, wadah
spesimen, piranti lunak, dan instrument atau perlengkapan terkait atau barang
lainnya. Produk diagnostik In vitro dibagi dalam 4 kategori yaitu peralatan kimia
klinik dan toksikologi klinik, peralatan hematologi dan patologi, peralatan
imunologi dan mikrobiologi dan peralatan obstetrik dan ginekologi. Khusus
registrasi alat kesehatan diagnostik In vitro kelas III (misalnya untuk penyakit
HIV atau flu burung) harus menyertakan uji klinis dari Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Berbeda dengan jenis alat kesehatan lainnya, produk
diagnostik In vitro memiliki kekhasan tersendiri. Sebagian produk memiliki
persyaratan penyimpanan suhu dan kelembapan bahkan ada produk yang harus
disimpan pada suhu 2o-8oC, dan rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan.
Sehingga kondisi penyimpanan dan distribusi sangat mempengaruhi kualitas
produk. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penilaian produk diagnostic sebelum
diberikan izin edar.
Selain produk diagnostik In vitro, PKRT juga harus diregistrasi terlebih
dahulu. PKRT adalah alat, bahan atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
43
perawatan kesehatan untuk oleh manusia, pengendalian kutu hewan peliharaan,
rumah tangga dan tempat-tempat umum. PKRT dibagi kedalam 7 kategori yaitu
tisu dan kapas, sediaan untuk mencuci, pembersih, alat perawatan bayi,
antiseptika dan desinfektan, pewangi dan pestisida rumah tangga. Sedangkan
untuk pembagian kelas baik untuk produk diagnostik In vitro dan PKRT dibagi
menjadi tiga kelas yaitu kelas I (risiko rendah), kelas II (risiko sedang), dan kelas
III (risiko tinggi).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk dan
sertifikasi produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga. Pembentukan subdit ini didasarkan pada pentingnya pemerataan kualitas
produk serta sarana produksi dan distribusi untuk menjamin keamanan dan mutu
produk. Dalam melakukan standarisasi, subdit ini bekerja sama dengan Badan
Standarisasi Nasional (BSN). Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi terdiri
dari dua seksi, yaitu: (1) Seksi Standarisasi Produk; (2) Seksi Standarisasi dan
Sertifikasi Produksi dan Distribusi. Seksi Standarisasi Produk mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang standardisasi produk alat
kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Seksi Standarisasi dan
Sertifikasi Produksi dan Distribusi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang standardisasi dan sertifikasi produksi dan distribusi alat
kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga merupakan bagian dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan yang bertugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
44
pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang
inspeksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Subdirektorat
Inspeksi Alat Kesehatan dan PKRT memiliki dua seksi yaitu, inspeksi produk dan
inspeksi sarana produksi dan distribusi.
Alkes dan PKRT yang beredar dan digunakan di Indonesia harus selalu
terjamin keamanan, mutu dan manfaatnya, untuk itu perlu dilakukan pembinaan,
pengendalian dan pengawasan. Kegiatan pengawasan dalam rangka menjamin
keamanan mutu dan manfaat alkes dilakukan dengan 5 (lima) kegiatan utama
yaitu: Inspeksi sarana produksi dan distribusi, post market surveilance dalam
bentuk sampling dan pengujian, pengawasan promosi iklan, surveilance terhadap
efek samping yang tidak diinginkan dan tindak lanjut terhadap hasil temuan pada
kegiatan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan
dan alokasi biaya, waktu, dan pengaturan tugas pelaksanaan. Dalam mencapai
hasil yang optimal, kegiatan pengawasan alat kesehatan dan PKRT dilaksanakan
secara terpadu dengan melibatkan pemerintah, produsen, distributor, dan
masyarakat.
Kegiatan
pengawasan
oleh
pemerintah
dilakukan
dengan
memberdayakan pemerintah daerah yaitu provinsi dan juga kabupaten/kota
dengan bimbingan dari pemerintah pusat. Pemerintah juga bersama-sama dengan
produsen dan distributor melakukan PMS (Post Market Survailance) yang
merupakan kegiatan pengumpulan informasi secara pro aktif mengenai keamanan,
kualitas, dan manfaat setelah alat tersebut diedarkan.
Selama menjalani Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dapat terlihat banyaknya
permohonan registrasi alat kesehatan yang masuk ke Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang
menanganinya. Oleh karena itu, diperlukan penambahan tenaga kerja untuk
meningkatkan kecepatan pelayanan. Ruang tunggu yang dimiliki Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan juga tidak sebanding dengan pemohon
yang datang sehingga perlu diperluas agar pemohon tidak perlu menunggu di luar
ruang tunggu. Selain itu ruang kerja juga perlu diperluas agar ruang gerak pekerja
menjadi lebih leluasa untuk bekerja.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
45
Sistem proses registrasi secara online perlu ditingkatkan registrasi, agar
pelayanan menjadi lebih cepat dan baik. Diperlukan adanya sosialisasi lebih lanjut
mengenai registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
melalui system online ini kepada produsen, distributor, dan juga masyarakat.
Tujuan sosialisasi kepada produsen adalah untuk menerapkan cara produksi yang
baik sehingga dapat menghasilkan Alat Kesehatan dan PKRT yang aman,
bermutu, dan bermanfaat. Sosialisasi kepada distributor untuk melakukan cara
distribusi yang baik agar Alat Kesehatan dan PKRT terjamin mutunya hingga ke
tangan konsumen (masyarakat). Sosialisasi kepada masyarakat bertujuan agar
masyarakat mengetahui produk alat kesehatan yang memang benar dilegalkan
oleh Kementerian Kesehatan. Serta dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat,
masyarakat juga akan ikut membantu dalam pengawasan alat kesehatan dan
PKRT karena akan timbulnya kesadaran untuk menggunakan alat kesehatan yang
terdaftar dan kesadaran untuk melaporkan efek samping yang merugikan dari
penggunaan alat kesehatan dan PKRT tersebut.
Selain itu, perlu dilakukan peningkatan pengawasan terhadap produk yang
sudah diedarkan berupa Post Market Survaillance secara online, baik terhadap
perusahaan yang memproduksi Alat Kesehatan dan PKRT, maupun produk yang
telah diedarkan, karena dikhawatirkan masih banyak perusahaan yang tidak
mempunyai/memperpanjang izin edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga yang lama. Hal ini, bertujuan untuk melindungi konsumen
(masyarakat) dari alat kesehatan yang tidak memenuhi standar.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1
Kesimpulan
a. Kementerian Kesehatan sudah melaksanakan setiap pekerjaan sesuai dengan
Visi dan Misi Kementerian Kesehatan periode 2010-2014, dimana Visi
Kementrian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan”. Misi Kementerian Kesehatan adalah meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta
dan masyarakat madani; melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin
tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan
berkeadilan; menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan;
dan menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
b. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan bagian
dari Kementerian Kesehatan RI yang bertanggung jawab dalam merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri
dari Sekretariat Direktorat Jenderal dan empat direktorat, yaitu Direktorat
Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, dan
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Setiap Direktorat pada
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sudah melakasakan
kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing direktorat.
c. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membawahi
Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; Subdirektorat Penilaian Produk
Diagnostik In vitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; Subdirektorat
Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga;
Subdirektorat Standarisasi dan Sertifikasi; Subbagian Tata Usaha; dan
Kelompok
Jabatan
menyelenggarakan
Fungsional.
upaya
Direktorat
kesehatan
melalui
ini
berperan
penilaian,
dalam
pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan
46
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
47
dengan pengamanan alat kesehatan dan perbekalan rumah tangga. Pelayanan
yang diberikan oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
sudah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab Dirjen Binfar dan Alkes yaitu
pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat
kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
d. Apoteker
sudah
menjalankan
fungsinya
sebagai
tim
penilai
yang
mengevaluasi berkas permohonan sertifikat produksi, izin penyalur alat
kesehatan, dan izin edar alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga.
1.2
Saran
a. Agar dilakukan penambahan jumlah tenaga kerja dan memperluas ruangan
kerja untuk meningkatkan kinerja dan kecepatan pelayanan terhadap
pemohon serta memperluas ruang tunggu untuk tamu sehingga dapat
melayani tamu/pendaftar dengan baik.
b. Agar meningkatkan penggunaan sistem online untuk mempermudah dan
mempercepat pelayanan sertifikat produksi, izin penyalur alat kesehatan, dan
izin edar alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga disertai
pembayaran pendaftaran perizinan secara online sehingga memudahka
pendaftar di seluruh indonesia.
c. Agar meningkatkan program pengawasan mengenai periklanan dan sampling,
untuk menjaga konsumen atau masyarakat dari produk yang tidak memenuhi
syarat mutu, efikasi, dan manfaat.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
DAFTAR ACUAN
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013a. Pedoman Sistem e-Monitoring Post
Market & Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2010-2014. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Kesehatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang
Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No.
36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Rencana Strategis Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Depkes RI tahun 2005-2009.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
48
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementrian Kesehatan RI
49
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 2. Struktur Organisasi Sekertariat Direktorat Jenderal
50
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
51
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
52
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 5. Struktur organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
53
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 6. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
54
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 7. Struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
55
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 8. Struktur Organisasi dan Penanggung Jawab Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
56
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA VIGILANS ALAT KESEHATAN VENTILATOR
DI RUMAH SAKIT FATMAWATI
YANG DIPEROLEH DARI LAPORAN e-WATCH
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT
KESEHATAN
TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 6 OKTOBER – 17 OKTOBER 2014
MEGA ARMAYANI, S.Far.
1306502604
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2015
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1.2 Tujuan ...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
2.1 Alat Kesehatan ...................................................................................
2.2 Post Market Control ..........................................................................
2.2.1 Post Market Survaillance ........................................................
2.2.2 Vigilans.....................................................................................
2.3 Pelaporan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
2.3.1 Prinsip Pelaporan .....................................................................
2.3.2 Jenis Pelaporan ........................................................................
2.4 Sistem Pelaporan Elektronik .............................................................
2.4.1 e-report Alat Kesehatan ............................................................
2.4.2 e-watch Alat Kesehatan ............................................................
2.5 Penanganan Pelaporan & Tindak Lanjut KTD (Vigilans) .................
2.5.1 Analisis Pelaporan ...................................................................
2.5.2 Tindakan Korektif terhadap Keselamatan di Lapangan (Field
Safety Corrective Action/FSCA) .......................................... ....
2.5.3 Penanganan Tindak Lanjut ......................................................
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .....................................................
3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................
3.1.1 Tempat .....................................................................................
3.1.2 Waktu ......................................................................................
3.2 Objek Penelitian ................................................................................
3.3 Metode Penelitian ..............................................................................
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................
4.1 Hasil ...................................................................................................
4.2 Pembahasan .......................................................................................
BAB 5 PENUTUP ..........................................................................................
5.1 Kesimpulan .......................................................................................
5.2 Saran .................................................................................................
DAFTAR ACUAN ..........................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................
ii
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
ii
iii
iv
1
1
3
4
4
4
5
6
7
7
8
11
11
12
12
13
14
14
17
17
17
17
17
17
18
18
19
22
22
22
24
25
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Recall .............................................................................
iii
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
15
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Laporan Kasus melalui System e-Watch ...............................
Lampiran 2. Alur Pelaporan KTD ..............................................................
Lampiran 3. Skema Pelaporan KTD oleh Produsen ..................................
Lampiran 4. Skema Pelaporan KTD oleh Masyarakat ...............................
Lampiran 5. Skema Sistem e-Monitoring ..................................................
Lampiran 6. Situs e-Report Alat Kesehatan ..............................................
Lampiran 7. Situs e-Watch Alat Kesehatan ................................................
Lampiran 8. Skema Modul KTD Publik/Masyarakat ................................
Lampiran 9. Skema Modul KTD untuk Produsen/Penyalur ......................
Lampiran 10. Skema e-Monitoring Post Marketing Surveilance ................
Lampiran 11. Klasifikasi Recall Alat Kesehatan berdasarkan Dampak yang
Ditimbulkan ...........................................................................
iv
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang merupakan sub sistem
dari Sistem Kesehatan Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden
No.72 tahun 2012, perlu menyamakan gerak dan langkahnya dengan sub sistem
kesehatan yang lainnya. Hal ini sangat diperlukan supaya pencapaian visi
Kementrian Kesehatan “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” akan
lebih cepat terwujud (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013a).
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat. Guna mencapai tujuan tersebut perlu diselenggarakan
pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat dan
daerah, maupun oleh masyarakat termasuk swasta. Satu diantara
upaya
pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat dan
daerah,
maupun
oleh
masyarakat
termasuk
swasta
adalah
dengan
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat
termasuk di dalamnya terkait tenaga, sarana, obat dan alat kesehatan (alkes) yang
harus tersedia.
Ketersediaan alkes dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
semakin menjadi tuntutan masyarakat. Tuntutan ini sejalan dengan meningkatnya
pengetahuan masyarakat dan pengaruh globalisasi. Di era globalisasi dan pasar
bebas, dengan semakin mudahnya transportasi antar negara, wilayah dan antara
kota dan desa, menyebabkan hilangnya entry barrier semua komoditas termasuk
alkes dan PKRT, sehingga mengakibatkan jumlah dan jenis alkes dan PKRT yang
beredar semakin meningkat.
Peningkatan jumlah dan jenis alkes dan PKRT yang beredar tersebut harus
diiringi dengan adanya suatu pengendalian dari pemerintah, yang dituangkan
melalui Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010 menunjuk Direktorat Bina
Produksi dan Distriusi Alat Kesehatan sebagai institusi yang memiliki tugas dan
1
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
2
fungsi untuk melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan alkes dan
PKRT melalui premarket control dan post market control.
Premarket control dan post market control berfungsi untuk memastikan
bahwa alkes dan PKRT yang telah diberikan izin edar, secara terus menerus
sesuai dengan persyaratan keamanan, mutu, manfaat, dan kinerja yang telah
disetujui. Namun pada faktanya saat ini banyak ditemukan alkes dan PKRT yang
tidak memenuhi standar keamanan dan mutu di fasilitas pelayanan kesehatan dan
di masyarakat yang tidak dilaporkan karena belum tersedianya fasilitas peloparan
yang mudah, efektif, dan efisien. Untuk mempermudah pelaporan maka
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan membuat Sistem
Pelaporan Elektronik yaitu e-Report & e-Watch Alkes dan PKRT. Sistem ini
diharapkan mampu mendeteksi kewaspadaan dini berupa penanganan complain
dari masyarakat/pengguna (vigilans), pelaporan Kejadian yang Tidak Diinginkan
(KTD) melalui sistem e-watch dan Tindakan Korektif terhadap Keselamatan di
Lapangan atau Field Safety Corrective Action (FSCA).
Pelaporan penggunaan alkes di pelayanan kesehatan baik terkait langsung
dengan kemanfaatan alkes (device problem) maupun cara penggunaan alkes
(misuse dan abnormal use) merupakan pelaporan alkes yang bersifat sukarela
(voluntary). Sedangkan pelaporan KTD yang berakibatkan cedera serius dan/atau
kematian serta yang menyebabkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat
merupakan satu diantara pelaporan yang diwajibkan (mandatory) (Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2013b).
Sebagai reaksi dari pelaporan KTD maka Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan melakukan vigilans. Vigilans merupakan tindakan yang
dilakukan sebagai reaksi terhadap pelaporan kasus KTD alat kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan analisa vigilans dari KTD
akibat kerusakan alat kesehatan yaitu ventilator dari RSUP Fatmawati yang mana
data tersebut diperoleh dari pelaporan pihak RS terkait di sistem e-watch
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
3
1.2
Tujuan
a. Mengetahui bentuk pengawasan post marketing alat kesehatan, yang
dilakukan oleh Dirjen Binfar Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan
Distribusi Alat Kesehatan.
b. Mengetahui fungsi dari pengawasan post marketing alat kesehatan yang
beredar.
c. Mengetahui contoh kasus pelaporan vigillans yang ada di Dirjen Binfar
Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan.
d. Mempelajari tindak lanjut atas satu diantara laporan kasus kejadian tidak
diinginkan (KTD), yang dilaporkan melalui sistem e-watching Kemenkes RI.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Alat Kesehatan
2.1
Alat kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin dan/ atau implant yang
tidak
mengandung
obat,
digunakan
untuk
mencegah,
mendiagnosis,
menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan/ atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. Alat kesehatan berdasarkan tujuan pengguan sebagaimana dimaksud oleh
produsen, dapat digunakan sendiri maupun kombinasi untuk manusia dengan satu
atau beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Diagnosis, pencegahan, pemantauan, perlakuan, atau pengurangan penyakit;
b. Diagnosis, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau kompensasi kondisi
sakit;
c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung anatomi atau proses
fisiologis;
d. Mendukung atau mempertahankan hidup;
e. Menghalangi pembuahan;
f. Desinfeksi alat kesehatan;
g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnosis melalui pengujian
in vitro terhadap spesimen dari tubuh manusia.
Alat kesehatan invasive adalah alat kesehatan yang, seluruh, atau sebagian,
masuk ke dalam tubuh, baik melalui lubang tubuh alami atau melalui permukaan
tubuh (dengan pembedahan) (Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
2013c).
2.2
Post Market Control
Dalam melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan lat kesehatan
dan PKRT, maka antara lain dilakukan melalui post market control yang terdiri
dari:
4
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
5
2.2.1 Post Market Survaillance
Merupakan kegiatan proaktif yng dilakukan dalam rangka melakukan
pengecekan kesesuaian terhadap mutu, keamanan, dan kinerja alat selama
diperedaran dan penilaian kesesuaian terhadap data awal yang dimasukkan pada
saat registrasi.
Post Market Survaillance dilakukan oleh pemerintah bersama produsen
secara berkala dan berkelanjutan melalui:
a. Monitoring Sarana Produksi dan Penyalur;
b. Audit Quality System;
c. Sampling Produk Dipasaran.
Post Market Survaillance mempersyaratkan produsen dan penyalur untuk:
a. Secara sistemik mampu melakukan peninjauan terhadap pegalaman yang
didapat setelah alkes disalurkan di wilayah Negara kesatuan Indonesia.
b. Melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan sifat dan resiko yang terkait
dengan produk tersebut.
c. Memberitahukan pihak penyalur alkes mengenai KTD
d. Produsen dan atau penyalur wajib melaporkan kepada Kementrian Kesehatan
setiap KTD yang memerlukan tindak lanjut
e. Produsen dan atau penyalur dapat menunjukkan hasil dari post market
surveillance yang dilakukannya bila diminta
Informasi yang termuat dalam post market surveillance ini dapat berasal
dari banyak sumber yaitu:
a. Kelompok pengguna ahli
b. Survei pelanggan, sarana produksi dan penyalur
c. Keluhan pelanggan
d. Informasi service dan pemeliharaan
e. Tinjauan pustaka
f. Umpan balik pengguna
g. Penelusuran alat kesehatan
h. Reaksi penggunaan selam program pelatihan
i. Serta sampling dan uji laboratorium
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
6
Pada umumnya post market surveillance oleh produsen telah ada sebagai
bagian dari “quality system” internal. Walaupun sertifikat quality system tidak
dipersyaratkan untuk produsen alkes dan PKRT kelas I (paling tidak beresiko)
atau non alkes yang berfungsi sebagai pengukuran, namun produsen masih perlu
melaporkan hasil post market surveillance yang telah dilaksanakan pada waktu
melakukan pendaftaran izin edar.
Penarikan produk dari peredaran adalah tanggung jawab produsen atau
penyalur, namun Kementrian Kesehatan melakukan pengawasan apakah
pelaksanaan post market surveillance telah dilaksanakan sesuai prosedur dan
meminta hasilnya apabila diperlukan.
2.2.2
Vigilans
Merupakan tindakan yang dilakukan sebagai reaksi terhdap adanya kasus,
kejadian yang terjadi akibat penggunaan alkes yang menyebabkan cedera atau
kematian terhadap pasien. Vigilans dilakukan berdasarkan laporan KTD yang
terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan dan di masyarakat akibat pengunaan alkes
dan PKRT.
Tindakan reaktif harus dilakukan terhadap laporan KTD dalam tenggat
waktu sesuai ketentuan pemerintah untuk mencegah terulangnya kejadian yang
sama dan dilakukan Corrective Action and Preventive Action (CAPA).
Tujuan dari vigilans alkes adalah untuk meningkatkan kesehatan dan
keamanan pasien, pengguna dan lainnya dalam meminimalisir KTD yang sejenis
sehingga tidak berulang
Pelaksanaan viglans meliputi:
a. Evaluasi KTD
b. Diseminasi informasi
yang dapat
digunakan untuk
mencegah
atau
meminimalisir konsekuensi dari KTD, bila diperlukan
c. Modifikasi alkes
d. Penarikan kembali alkes dari pasaran (recall)
Produsen dan penyalur alkes harus menginformasikan ke Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan setiap KTD sesuai dengan tenggat waktu
yang ditentukan. Alur pelaporan KTD dapat dilihat di lampiran 2.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
7
2.3
Pelaporan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Pelaporan alkes dan PKRT merupakan sesuatu kegiatan yang dilakukan
untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan alkes dan PKRT yang
dilakukan dalam rangka pelaksanaan post market control.
Pelaporan produksi alkes dan PKRT dilakukan oleh produsen alkes dan
PKRT terhadap produk yang diproduksinya. Pelaporan penyaluran alkes
merupakan pelaporan yang dilakukan oleh penyalur terhadap alkes yang
disalurkan.
Pelaporan KTD terhadap alkes dan PKRT merupakan program vigilans.
Pelaporan KTD di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur
penting dalam meningkatkan keselamatan pasien. Tingginya tingkat kegagalan
dalam perawatan dan pengobatan akibat medical error telah menjadi sorotan
penting.
Dalam upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien, salah satu aspek
penting dilakukan adalah dengan belajar dari pengalaman kegagalan atau
kesalahan sebelumnya melalui laporan KTD untuk mencegah dan meminimalisir
KTD sejenis berulang.
2.3.1
Prinsip Pelaporan
a. Tujuan utama dari pelaporan adalah untuk meningkatkan keselamatan pasien
dengan belajar dari kegagalan sistem pemeliharaan alkes sebelumnya.
b. Laporan harus aman dan bersifat rahasia. Orang yang melaporkan tidak boleh
dihukum atau menerima sanksi akibat dari pelaporan tersebut.
c. Pelaporan akan bermanfaat jika mengarah pada tindakan korektif sebagai
umpan balik. Sebaiknya pelaporan diikuti dengan rekomendasi perubahan
dalam proses perbaikan sistem.
d. Melakukan analisis dan penyebaran informasi terhadap laporan KTD,
diperlukan tim ahli dan biaya.
Fungsi yang paling penting dari sistem pelaporan KTD terhadap
penggunaan alkes adalah hasil analisis data dan investigasi yang dapat menjadi
rekomendasi untuk perbaikan sistem pelayanan kesehatan serta peningkatan mutu
produk dalam upaya peningkatan keselamatan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
8
2.3.2 Jenis Pelaporan
Pelaporan produksi dan penyaluran merupakan bagian pelaporan rutin,
sementara pelaporan KTD adalah termasuk dalam pelaporan khusus atau sewaktuwaktu.
2.3.2.1 Pelaporan Produksi alkes dan PKRT
Perusahaan
yang
memproduksi,
mengemas
kembali,
merakit,
refurbishmen dan makloon alkes & PKRT harus melaporkan hasil produksinya
setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Proses pelaporan sebelumnya masih dilakukan secara manual, yakni
perusahaan membuat laporan dan mengirim via Pos ke Kementrian Kesehatan. Di
era teknologi informasi yang semakin canggih cara lama ini kurang efektif dan
efisien, serta memiliki beberapa kelemahan antara lain:
a. Data yang diperoleh lebih lama sampai ke Kementrian Kesehatan
b. Ada kemungkinan berkas hilang diperjalanan
c. Data diketik ulang untuk dikompilasi petugas Kementrian Kesehatan
d. Pelaporan yang diterima memiliki form yang bervariasi sesuai dengan form
pengisian pelaporan di perusahaan masing-masing
Untuk itu dibuatlah sistem pelaporan produksi alkes dan PKRT yang dapat
dilakukan secara online dengan menggunakan sistem pelaporan Alkes dan PKRT
pada sistem e-Report & e-Watch. Jika menggunakan sistem tersebut, produsen
dapat melaporkan hasil produksinya saat proses produksi berlangsung tanpa perlu
harus menunggu akhir tahun.
2.3.2.2 Pelaporan Penyaluran Alkes
Perusahaan penyalur alkes wajib melaporkan hasil kegiatan penyaluran
setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Alat
Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
9
Pelaporan penyaluran alkes dapat dilakukan secara online dengan
menggunakan sistem pelaporan alkes pada Sistem e-Report & e-Watch. Jika
menggunakan sistem tersebut, penyalur dapat melaporkan hasil penyalurannya
saat proses penyaluran berlangsung tanpa perlu harus menunggu akhir tahun.
2.3.2.3 Pelaporan KTD
Produsen alkes dan PKRT, penyalur alkes dan masyarakat terutama
pengelola Rumah Sakit wajib melaporkan KTD, kemudian Kementrian Kesehatan
bertugas mendeseminasikan pembelajarannya dan mengeluarkan peringatan pada
Newsletter secara rutin juga pada laporan tahunan.
Secara periodik jenis kejadian sentinel dibahas penyebab dan strategi
pencegahannya,
selanjutnya
dipublikasikan.
Kementrian
Kesehatan
juga
melakukan monitoring langkah korektif untuk pelaksanaan rencana aksi tersebut.
Kunci sukses sistem pelaporan KTD adalah sebagai berikut:
a. Adanya perlindungan bagi pelapor
b. Tindak lanjut perbaikan atau respon yang konstruktif
c. Tersedianya tim ahli dan sumber pembiayaan yang memadai untuk melakukan
analisis
d. Layak untuk dideseminasikan dalam hal informasi bahaya dan rekomendasi
perubahan
e. Terciptanya budaya keselamatan pasien (patient safety)
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pelaporan KTD (Kejadian
yang Tidak Diinginkan):
a. Kriteria KTD yang harus dilaporkan sebagai berikut:
1. Telah terjadi
2. Dicurigai disebabka oleh alkes yang telah digunakan
3. KTD menyebabkan hal-hal berikut:
a) Ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat, yang berdampak
massal
b) Kematian pasien, pengguna atau orang lainnya
c) Penurunankondisi kesehatan serius bagi pengguna atau orang lainnya
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
10
d) Kejadian yang dapat menyebabkan kematian atau cedera sarius pada
pengguna atau orang lainnya jika terjadi berulang kali
b. Kriteria KTD yang tidak perlu dilaporkan sebagai berikut:
1. Kekurangan alkes yang ditemui oleh operator sebelum digunakan
2. Kejadian yang disebabkan kondisi pasien
3. Masa pakai alkes sudah terlampaui
4. Perlindungan terhadap fungsi alkes yang salah berjalan baik
5. Kecil kemungkinan terjadinya kematian atau cedera serius
6. KTD telah diduga sebelumnya
7. Telah dijelaskan pada nota pemberitahuan
8. Laporan pengecualian yang dijamin oleh badan yang berwenang
c. Tenggat Waktu Pelaporan KTD
Berdasarkan pelapornya, tenggat waktu pelaporan KTD terbagi dua:
1. Untuk Perusahaan
Semua perusahaan wajib melaporkan KTD terhadap alkes yang telah
beredar di pasaran. Pelaporan dapat dilakukan secara online menggunakan
pelaporan alkes dan PKRT pada Sistem e-Report & e-Watch, atau sesuai
format lampiran 3, dengan skema sebagai berikut:
Adapun tenggat waktu pelaporan KTD dibagi dalam 3 (tiga) kategori,
yaitu:
a) Tidak lebih dari 48 jam untuk kejadian yang menimbulkan ancaman
serius terhadap kesehatan masyarakat (berdampak massal).
b) Tidak lebih dari 10 hari untuk kejadian yang menimbulkan kematian,
penuruan kondisi kesehatan serius dari pasien, pengguna alkes atau
orang lainnya.
c) Tidak lebih dari 30 hari untuk kejadian yang mungkin dapat
menimbulkan kematian, penurunan kondisi kesehatan serius dari
pasien, pengguna alkes atau orang lainnya.
Berdasarkan peraturan, pemberitahuan dan evaluasi terhadap kejadian
ini harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan bahaya/risiko yang dapat
ditimbulkannya. Mekanisme tindak lanjut dan pelaporan dilakukan melalui
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
11
tindakan korektif terhadap keselamatan di lapangan (Field Safety Corrective
Action).
2. Untuk Publik/Masyarakat
Publik harus melaporkan KTD sesegera mungkin menggunakan:
a) Pelaporan alkes dan PKRT pada sistem e-Watch
b) Form pelaporan yang diunduh dari sistem e-Watch
c) Form pelaporan yang tersedia dalam bentuk Pos Bebas Bea
Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh seluruh komponen
masyarakat mulai dari perorangan sampai dengan pengguna ahli. Laporan dari
masyarakat ini diterima Kementian Kesehatan sesuai Lampiran 4, dengan
skema sebagai berikut:
2.4
Sistem Pelaporan Elektronik
Aplikasi Sistem e-Report & e-Watch merupakan aplikasi yang dibangun
untuk memfasilitasi pelayanan publik dalam proses pelaporan hasil produksi oleh
produsen alkes dan PKRT serta proses pelaporan hasil penyaluran oleh penyalur
alkes secara elektronik. Selain itu aplikasi ini juga dilengkapi dengan fasilitas
penyampaian informasi tentang KTD oleh produsen, penyalur dan masyarakat.
Skema sistem pelaporan elektronik secara umum terdapat pada lampiran 5.
Aplikasi sistem e-Report & e-Watch melibatkan:
a. Masyarakat/Pelayanan Kesehatan
b. Pelaku Usaha yaitu produsen (Perusahaan pembuat alkes dan PKRT) dan
penyalur (Perusahaan Penyalur Alat Kesehatan/PAK)
c. Kementerian Kesehatan
2.4.1
e-Report Alat Kesehatan
Merupakan kontrol terhadap kemungkinan penggunaan alat kesehatan
secara ilegal yang berisikan informasi produk yang diproduksi dan didistribusikan
dari pabrikan (sole agent) sampai distributor terakhir sebelum alat kesehatan
tersebut sampai ditangan end user. Beberapa data yang dapat diperoleh melalui
sistem e-Report antara lain: informasi data izin produksi alat kesehatan, izin
penyalur alat kesehatan, dan izin edar alat kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
12
Sistem pelaporan e-Report dapat alat kesehatan diakses melalui situs resmi
kementrian kesehatan http://e-report.alkes.kemkes.go.id seperti pada lampiran 6.
Sistem elektronik ini dapat menjadi referensi bagi end user dalam pengadaan alat
kesehatan, yang mana dapat juga menjadi acuan bagi BPJS untuk melakukan
pembiayaan atau pembayaran klaim alat kesehatan, terutama implan (cardiologi
dan orthopedic) dimana dokter harus melaporkan nomor batch/serial implan yang
digunakan sehingga dapat mencegah penggunaan alat kesehatan secara ilegal.
2.4.2
e-Watch Alat Kesehatan
Merupakan satu diantara aplikasi sistem pelaporan elektronik yang
berisikan informasi mengenai KTD/adverse event. Sistem pelaporan ini dapat
diakses melalui situs kementrian kesehatn yakni http://e-watch.alkes.kemkes.go.id
(lampiran 7). Situs ini merupakan fasilitas bagi publik atau masyarakat dan
pelayanan kesehatan untuk melaporkan adanya dugaan KTD termasuk
penyalahgunaan dan kualitas produk. Sistem pelaporan e-Watch merupakan
kontrol terhadap peredaran produk alat kesehatan sub standar dan produk yang
perlu dikalibrasi ulang.
Situs e-Watch tidak memerlukan login khusus, karena berada dihalaman
depan web (halaman login). Tetapi modul ini memerlukan verifikasi dari pelapor
(kebutuhan administrasi) untuk dapat menggunakannya. Situs KTD terbagi dari 2
(dua) yaitu KTD untuk publik/masyarakat dan KTD untuk produsen/penyalur.
Skema modul KTD dapat dilihat pada lampiran 8 dan lampiran 9.
2.5
Penanganan Pelaporan & Tindak Lanjut KTD (Vigilans)
Hasil laporan yang disampaikan akan dilakukan investigasi dan ini
manjadi tugas Kementrian Kesehatan. Demikian pula untuk tindak lanjut kepada
institusi pelapor mengenai kecenderungan kejadian dan pemecahannya laporan ini
tidak dapat diakses publik.
Pemerintah mengeluarkan rekomendasi untuk perbaikan dan peningkatan
keselamatan pasien. Laporan dapat diakses publik, namun data personal tentang
pasien dirahasiakan. Untuk data agregat dapat diakses publik, summary disajikan
tanpa nama pelapor (anonymous) di internet.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
13
Proses Penanganan Pelaporan:
a. Direktorat Bna Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menerima laporan
dari:
1. Produsen berupa lapiran produksi alkes dan PKRT
2. Penyalur berupa laporan penerimaan dan penyaluran alkes
3. Stakeholder (produsen, penyalur, tenaga kesehatan dan masyarakat)
berupa laporan KTD
b. Sistem akan mengkompilasi laporan produksi, penerimaan dan penyaluran
serta memilah laporan KTD yang masuk sesuai dengan penyebab KTD
c. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan akan melakukan
analisis dan evaluasi terhadap laporan KTD berdasarkan skala prioritas.
Tindak lanjut diutamakan terhadp produk yang mempunyai resiko tinggi.
d. Apabila ada laporan kasus KTD yang diduga dapat menyebabkab kematian,
cedera serius dan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat maka
laporan akan dikoordinasikan dengan tim ahli terhadap penggunaan alkes. Tim
ahli melakukan review dan evaluasi terhadap laporan tersebut untuk dilakukan
rekomendasi dan langkah-langkah/tindakan lebih lanjut. Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan akan menindaklanjuti rekomendasi
dari tim ahli.
2.5.1
Analisis Pelaporan
Keandalan sistem pelaporan sangat ditentukan oleh tingkat analisis dan
upaya yang ditujukan untuk perubahan prakts. Setelah pemilahan data dari hasil
identifikasi
informasi
dilakukan
analisis
kecenderungan/trend.
Format
terstandarisasi dan secara otomatis akan masuk ke database sehingga terhubung
untuk mengidentifikasi kecendrungan hubungan sebab akibat.
Informasi yang dilaporkan akan dianalisis dan dievaluasi oleh Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan selanjutnya dilakukan tindak
lanjut awal.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
14
2.5.2 Tindakan Korektif terhadap Keselamatan di Lapangan (Field Safety
Corrective Action/FSCA)
Tindakan korektif terhadap keselamatan di lapangan atau Field Safety
Corrective Action (FSCA) dilakukan oleh perusahaan melalui tindakan
recall,pemusnahan, atau mengurangi resiko dari bahaya yang teridentifikasi.
FSCA tetap dilakukan walaupun alkes tidak lagi beredar di pasaran (End of
Service), suku cadang sudah tidak tersedia (End of Support).
Pelaporan FSCA harus memuat semua informasi yang relevan terhadap
kasus yang terjadi, seperti produk dan proses penyalurannya, dan tindakan
korektif yang diambil. Pemberitahuan kepada pemerintah tidak dapat ditunda
walaupun ada beberapa informasi yang belum lengkap, seperti jaringan
penyaluran, ukuran bets, dan lain-lain.
FSCA dapat berupa:
a. Evaluasi tehadap KTD yang dilaporkan
b. Penyebaran informasi, jika diperlukan melalui “Public warning” untuk
mencegah hal yang sama berulang atau untuk mengurangi akibat dari kejadian
tersebut
c. Melakukan modifikasi terhadap produk alkes apabila masih dimungkinkan
d. Melakukan penarikan kembali (recall)
2.5.3
Penangan Tindak Lanjut
Penanganan tindak lanjut dilaksanakan dengan beberapa tahap yaitu:
a. Evaluasi hasil pelaporan pengawasan
b. Menentukan apakah diperlukan tindak lanjut atau tidak
c. Menentukan sifat/jenis tindak lanjut yang akan dilakukan
d. Sifat tindak lanjut yang dilakukan ringan/sedang/berat
e. Jenis tindak lanjut yang dilakukan:
1. Peringatan tertulis
2. Public warning
3. Pemberitahuan sanksi administratif pencabutan izin dll
4. Pengamanan setempay/penarikan produk dari pasaran
5. Pemberian sanksi Pidana (Pro Justicia)
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
15
2.5.3.1 Penarikan Kembali (Recall)
Recall adalah proses yang dilakukan terhadap alkes bermasalah seperti
cacat, beresiko terhadap pelayanan kesehatan, maupun keduanya dan melanggar
peraturan perundang-undangan alkes.
Proses recall dapat berupa tindakan perbaikan atau penghapusan. Dengan
demikian, recall tidak selal berupa penghentian pemakaian atau pengembalian ke
perusahaan, akan tetapi dapat berupa pengecekan, penyesuaian atau perbaikan
produk.
Hal-hal yang dapat dilakukan terhadap recall adalah sebagai berikut:
a. Memeriksa alkes yang bermasalah
b. Memperbaiki alkes
c. Menyesuaikan pengaturan alkes
d. Melakukan penandaan ulang
e. Memusnahkan alkes
f. Pemberitahuan masalah kepada pasien
g. Memonitor kondisi pasien terkait dengan pemakaian alkes
Pelaksanaan recall menjadi tanggung jawab dari perusahaan. Tindakan
yang dilakukan oleh perusahaan terkait kecacatan produk dan/atau ancaman
terhadap kesehatan yaitu me-recall alkes (perbaikan atau penghapusan) dan wajib
melaporkan kepada pemerintah.
Recall terhadap alkes diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Recall
Klasifikasi
Deskripsi
Kelas I
Produk cacat secara potensial, membahayakan
(safety related recall)
nyawa
atau
dapat
menyebabkan
kecacatan
permanen.
Kelas II
Produk cacat dapat menyebabkan kesakitan atau
(safety related recall)
kesalahpenggunaan
dan
berpengaruh
terhadap
kesembuhan pasien.
Kelas III
Produk cacat tidak terlalu membahayakan secara
(safety related recall)
signifikan terhadap kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
16
2.5.3.2 Pemusnahan
Pemusnahan untuk masing-masing jenis alkes harus mengikuti ketentuan
yang ketat dan spesifik. Sebagai contoh alkes yang terkontaminasi setelah
penggunaan (contohnya disposible syringe) atau alkes yang mengandung kimia
yang beracun dapat, berakibat bahaya pada masyarakat atau lingkungan harus
dimusnahkan secara layak.
Harus ada petugas yang menangani di setiap tahapan dari tiap rentang life
cycle alkes, termasuk pada saat pemusnahan. Petugas yang bersangkutan harus
dapat mengidentifikasikan dan mengikutsertakan langkah-langkah keselamatan
pada alkes yang bersangkutan.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu
3.1.1
Tempat
Direktorak Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan.
3.1.2
Waktu
Penelitian ini dilakukan pada periode 6-17 Oktober 2014
3.2
Objek Penelitian
Laporan kasus kerusakan alat ventilator di ruang ICU Rumah Sakit Umum
Pemerintah (RSUP) Fatmawati, Jakarta Selatan.
3.3
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah case study yang
bertujuan untuk mempelajari penanganan dan tindak lanjut laporan kasus
mengenai kerusakan alat yang diperoleh dari laporan kejadian tidak diinginkan
(KTD) melalui sistem e-watching Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
17
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Data Produk
Kelompok Produk
Elektromedik Non Radiasi
Nomor Izin Edar
N/A
Merk/Nama Dagang
Versamed
Jenis Produk
Ventilator
Tipe/Model
Ivent 201
Ukuran
N/A
Kemasan
N/A
Kode Produk
N/A
Nomor Seri/Batch/Lot
IV 50131
Tanggal Pembuatan
-
Tanggal Pembelian
2009/04/01
Tanggal Kadaluarsa
-
Data Produsen
Nama Produsen
PT. Utama Sarana Medika
Alamat
Tebet Raya Jakarta Selatan
Negara
Indonesia
Provinsi
DKI Jakarta
Kabupaten / Kota
Jakarta Selatan
Telepon
-
Tanggal Lapor Produsen
-
Nama Penyalur
PT. Utama Sarana Medika
Alamat
Jl. Tebet Jakarta Selatan
Provinsi
DKI Jakarta
Kabupaten / Kota
Jakarta Selatan
Kontak Person
Hamid
Telepon
-
18
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Univeritas Indonesia
19
Uraian Kejadian Tidak Diinginkan
Tempat Kejadian (detail lokasi)
ruang ICU RS Fatmawati
Tanggal Lapor Kejadian
2013/10/18
Produsen/Penyalur
Kronologis KTD
Solenoid gagal, penggantian 2x, tidak bisa
diperbaiki, volume tidak sesuai settingan,
hanya bisa disetting untuk respirasi tidak
bisa menu lainnya, perlu 2x settingan
Akibat Persoalan
gagal napas, sianosis, barotrauma thorax,
hipoksia, kematian akibat gagal napas
4.2
Pembahasan
PT. Sarana Utama Medika merupakan produsen sekaligus penyalur alat
kesehatan yang bertempat di Tebet Raya Jakarta Selatan. Alat kesehatan yang
diproduksi dan disalurkan antara lain mesin anestesi, perinatologi, alat monitor
pasien dan ventilator. Ventilator adalah alat yang digunakan membantu pasien
yang mengalami gagal napas. Pada prinsipnya ventilator adalah suatu alat yang
bisa menghembuskan gas (dalam hal ini oksigen) ke dalam paru-paru pasien. Saat
menghembuskan gas, ventilator bisa tidak tergantung otot pernapasan (ventilator
menggantikan sepenuhnya kerja otot pernapasan), atau ventilator bersifat
membantu otot pernapasan sehingga kerja otot pernapasan diperkuat. Jumlah gas
yang ditiupkan tergantung pengaturan yang kita kehendaki (Rupi’i, 2012).
Pada kasus pelaporan terhadap ventilator Versamed Ivent 201 yang
diproduksi dan didistribusi oleh PT. Sarana Utama Medika yang terjadi di ruang
ICU RSUP Fatmawati ini, disebutkan pada kronologis Kejadian Tidak Diinginkan
bahwa terjadi kegagalan solenoid. Solenoid merupakan salah satu jenis kumparan
yang terbuat dari kabel panjang dililitkan secara rapat dan dapat diamsusikan
bahwa panjangnya jauh lebih besar dari diameternya. Kegagalan solenoid dapat
mengakibatkan kegagalan penghantaran arus listrik sehingga tidak terjadi sinyal
umpan balik yang menghasilkan variabel tertentu sehingga kerja napas tidak pada
posisi optimal bahkan dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Seperti yang
diketahui dari laporan bahwa volume pada ventilator tidak sesuai settingan, hanya
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
20
bisa disetting untuk respirasi tidak untuk lainnya, perlu 2 kali pengaturan (setting),
dan tidak bisa diperbaiki oleh teknisi elektromedik. Dampak yang ditimbulkan
oleh kerusakan tersebut menyebabkan kegagalan pernapasan, sianosis, barotrauma
thorax dan hipoksia yang akhirnya menimbulkan akibat fatal yaitu kematian
karena kegagalan pernapasan.
Kerusakan alat ventilator di ruang ICU RSUP Fatmawati ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, satu diantaranya adalah perawatan alat ventilator
yang kurang tepat, sebab pada kasus ini diketahui bahwa alat ventilator sudah
digunakan sejak 1 april 2009 atau lebih dari 5 tahun penggunaan dan tentunya
memerlukan perawatan agar penggunaan alat tersebut tetap optimal. Ventilator
Versamed Ivent 201 yang dilaporkan dalam kasus ini memiliki interval waktu
tertentu untuk dilakukan perawatan pencegahan kerusakan, yaitu; 6 bulan
(verifikasi inspeksi dan performa), 12 bulan (penggantian PM kit dan batere), 625
hari (servis keseluruhan ventilator), serta 2 tahun (penggantian sensor oksigen)
(Suite, 2006).
Pada kasus kerusakan alat kesehatan terutama alat kesehatan life saving
seperti ventilator, seharusnya pihak rumah sakit harus segera menghubungi pihak
produsen untuk melakukan perbaikan pada alat tersebut, jika pihak teknisi pihak
rumah sakit tidak dapat menangani kerusakan. Sehingga produsen dapat
melalukan perawatan dan perbaikan pada alat ventilator tersebut sesuai dengan
spesifikasi alat dan tentunya akan mengurangi risiko kegagalan perbaikan alat
kesehatan. Pada saat alat diperbaiki pihak Produsen sebaiknya meminjamkan alat
pengganti sementara ke pihak Rumah Sakit, sehingga selama proses perbaikan
alat pihak RSUP Fatmawati tetap bisa melakukan perwatan terhadap pasien.
Selain itu, ada baiknya jika pihak RSUP Fatmawati juga memiliki ventilator
cadangan untuk berjaga-jaga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan pada
ventilator utama, untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan, dan berujung fatal
seperti kematian pada kasus ini.
Kerusakan alat kesehatan apalagi berujung pada kematian pasien menjadi
tanggung jawab semua pihak terkait, termasuk didalamnya pihak RSUP
Fatmawati selaku pemberi pelayanan kesehatan, pihak PT. Sarana Utama Medika
selaku distributor dan pemberi jaminan (asuransi) terhadapa lat tersebut, dan juga
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
21
Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yakni Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang memiliki tanggung jawab untuk
menjamin kualitas, keamanan, kemanfaatan alat kesehatan, serta melindungi
masyarakat terhadap penggunaan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan
atau mutu persyaratan.
Sedangkan untuk penanganan tindak lanjut yang paling tepat terhadap
pelaporan KTD pada sistem e-watch Alat Kesehatan yang dilaporkan oleh pihak
RSUP Fatmawati adalah recall atau penarikan kembali. Recall adalah proses yang
dilakukan terhadap alat kesehatan bermasalah seperti cacat, berisiko terhadap
pelayanan kesehatan, maupun keduanya dan melanggar peraturan perundangundangan alat kesehatan. Proses recall dapat berupa tindakan perbaikan atau
penghapusan. Dengan demikian, recall tidak selalu berupa penghentian
pemakaian atau pengembalian ke perusahaan, tetapi dapat berupa pengecekan,
penyeseuaian, atau perbaikan produk.
Pelaksanaan recall menjadi tanggung jawab dari perusahaan. Tindakan
yang dilakukan oleh perusahaan terkait kecacatan produk dan atau ancaman
terhadap kesehatan yaitu me-recall alat kesehatan (perbaikan atau penghapusan)
dan wajib melaporkan kepada pemerintah, dalam hal ini Kemenkes RI. Menurut
klasifikasi recall alat kesehatan berdasarkan dampak yang ditimbulkan, kerusakan
ventilator ini termasuk dalam kelas 1, karena kecacatan produk secara potensial
membahayakan nyawa atau dapat menyebabkan kecacatan permanen, sehingga
penanganan tindak lanjut terbaik dalam kasus ini ada recall atau penarikan
kembali.
Berdasarkan studi kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan data
yang cukup, sistem pelaporan seperti e-watch ini dapat berkembang menjadi
informasi yang berharga mengenai risiko penggunaan alat kesehatan dan dampak
yang ditimbulkan. Dengan banyaknya laporan yang masuk, dapat dilakukan
analisis risiko untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya pengulangan
Kejadian Tidak Diinginkan tipe spesifik. Sehingga kesalahan yang mungkin
terjadi dapat dihitung dan diminimalisir. Hal ini dapat meningkatkan keamanan
dari penggunaan alat kesehatan yang beredar.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
BAB 5
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
a. Bentuk pengawasan
post marketing alat kesehatan, yang dilakukan oleh
Dirjen Binfar Kemenkes RI Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan ada 4 macam yaitu; monitoring & evaluasi, surveilans, vigilans
dan pengawasan iklan.
b. Fungsi pengawasan post marketing alat kesehatan adalah untuk melakukan
pengecekan kesesuaian terhadap mutu, keamanan dan kinerja alat mulai dari
monitoring dan evaluasi cara produksi dan distribusi alat kesehatan yang baik,
sampai pengawasan peredaran dan penilaian kesesuaian alat kesehatan
terhadap data awal yang dimasukkan pada saat registrasi
c. Contoh kasus pelaporan vigilans yang ada di Dirjen Binfar Kemenkes RI
Divisi Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan adalah pelaporan terhadap
Ventilator Versamed Ivent 201 yang diproduksi dan didistribusikan oleh PT.
Sarana Utama Medika dan digunakan di ruang ICU RSUP Fatmawati
d. Penanganan tindak lanjut yang dilakukan terhadap pelaporan adalah recall
atau penarikan kembali alat oleh perusahaan produsen dan penyalur dan
dilaporkan kepada pemerintah
5.2
Saran
a. Pemerintah, dalam hal ini Dirjen Binfar Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan Kemenkes RI melakukan sosialisasi lebih luas kepada pengguna
alat kesehatan, yang paling utama adalah masyarakat luas mengenai system ewatch ini sehingga mereka dapat segera melaporkan apabila mengalami atau
mengetahui terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap alat kesehatan
yang digunakan.
b. Pemerintah sebaiknya segera melakukan penangan terhadap laporan yang
masuk, agar dapat meminimalisir risiko lebih lanjut yang mungkin terjadi.
c. Produsen dan distributor melakukan analisis terhadap alat yang dilaporkan,
untuk mengetahui letak kesalahan, dan apabila kerusakan alat terjadi karena
22
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
23
kurangnya perawatan oleh pengguna, dalam hal ini RSUP Fatmawati, maka
untuk kerjasama berikutnya mereka harus mengingatkan pengguna untuk rutin
melakukan perawatan.
d. Pihak pengguna harus rutin melakukan perawatan terhadap alat yang
digunakan, dan harus menyediakan cadangan alat khususnya alat kesehatan
vital seperti ventilator ini agar apabila sewaktu-waktu terjadi hal seperti ini
lagi, tidak akan menimbulkan dampak vital seperti kematian.
Universitas Indonesia
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
DAFTAR ACUAN
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013a. Pedoman Perusahaan
Rumah Tangga Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga. Jakarta: Kemenkes RI.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013b. Pedoman Sistem eMonitoring Post Market & Surveillance Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Kemenkes RI.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013c. Pedoman Toko Alat
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.
Rupi’i. 2012. Artikel Cara Kerja Ventilator, Volume 2 No.1
E, Suite. 2006. Versamed Product Catalog. USA: San Diego Office
GE healthcare/VersaMed iVent
TM
201. Diakses melalui www.gehealthcare.com
danwww.versamed.net
24
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Universitas Indonesia
25
Lampiran 1. Laporan Kasus melalui System e-Watch
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 2. Alur Pelaporan KTD
Isu Terkait
dengan
Penerima
Penerima
Laporan
Informasi
Alat Kesehatan
Produsen - untuk
semua Laporan
Oleh Pengguna
 Konsumen
 Profesional
Kesehatan
PAK
DIT PRODIS
ALKES
Dit Prodis Alkes –
hanya apabila
barang tersebut
memenuhi kriteria
untuk dilaporkan
sebagai kejadian
tak diinginkan
Sumber Lainnya:
 Perusahaan
 Regulator Asing
Produsen
Laporan
26
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 3. Skema Pelaporan KTD oleh Produsen
27
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 4. Skema Pelaporan KTD oleh Masyarakat
28
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 5. Skema Sistem e-Monitoring
29
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 6. Situs e-Report Alat Kesehatan
30
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 7. Situs e-Watch Alat Kesehatan
31
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 8. Skema Modul KTD Publik/Masyarakat
32
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 9 Skema Modul KTD untuk Produsen/Penyalur
33
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Lampiran 10. Skema e-Monitoring Post Marketing Surveilance
34
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
35
Lampiran 11. Klasifikasi Recall Alat Kesehatan berdasarkan Dampak yang
ditimbulkans
s
Laporan praktik..., Mega Armayani, FF UI, 2015
Download