TANGGUNG JAWAB APOTEKER TERHADAP PASIEN SEBAGAI PEMBELI OBAT DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG TENAGA KESEHATAN ABSTRAK Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan kesehatan adalah pendirian apotek yang diharapkan dapat mendukung terjaminnya mutu, sarana, cara produksi obat yang baik, pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran produk farmakes sehingga terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh rakyat. Apoteker merupakan tenaga kesehatan profesional di bidang pelayanan kefarmasian, dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan kode etik apoteker yang merupakan standar profesinya. Dalam prakteknya kode etik yang merupakan penjiwaan moral dari sebuah profesi farmasi, kadang-kadang sudah tidak begitu diperhatikan lagi. Akibatnya, pergeseran makna dan tujuan luhur dari orientasi sosial menjadi orientasi bisnis sudah menjadi acuan yang menjamin bisnis mereka tetap hidup. Selama ini terhadap profesi apoteker tidak terlalu mendapat perhatian, padahal tidak sedikit apoteker yang melakukan kesalahan dalam melakukan pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan tanggung jawab apoteker pengelola apotek yang menyebabkan kerugian terhadap pasien sebagai pembeli obat serta dikaitkan dengan teori-teori hukum dan fakta-fakta yang menyangkut permasalahan diatas, dan kemudian menganalisanya berdasarkan data yang diperoleh guna mendapatkan pemecahan masalahnya. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Data yang diperoleh adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan serta hasil dari wawancara pihak yang terkait yang diperoleh melalui penelitian lapangan. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa aturan hukum di Indonesia yang mengatur hubungan hukum yang timbul antara apoteker pengelola apotek dengan pasien belum dapat diterapkan secara maksimal di dalam masyarakat. Akibatnya masih banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan oleh sejumlah tenaga kesehatan termasuk apoteker karena lemahnya penegakan hukum mengenai peraturan-peraturan tersebut. Selain itu adanya kesulitan pasien dalam membuktikan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh apoteker, serta adanya kecenderungan bahwa organisasi profesi akan selalu melindungi anggotanya. Sehingga perlindungan terhadap pasien penerima jasa kesehatan di Indonesia selama ini dirasakan masih sangat lemah. Tanggung jawab apoteker pengelola apotek sebagai seorang profesional selain tunduk pada hukum yang berlaku secara umum yaitu berupa tanggung jawab perdata, tanggung jawab pidana, tanggung jawab administrasi juga tunduk kepada kode etik apoteker. iv