BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asuhan Persalinan Normal a. Pengertian Asuhan Persalinan Normal Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba, 2010). Asuhan persalinan normal adalah asuhan persalinan yang bersih dan aman dari setiap tahapan persalinan dan upaya pencegahan terjadinya komplikasi terutama perdarahan pascapersalinan, hipotermia, serta asfiksia bayi baru lahir (JNPK-KR, 2008). b. Faktor-Faktor Penting dalam Persalinan Faktor-faktor penting dalam persalinan yaitu: 1) power (HIS/kontraksi otot rahim, kontraksi dinding perut, kekuatan mengejan, keregangan, dan kontraksi ligamentum rotundum); 2) passanger (janin dan plasenta); 3) passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang) (Manuaba, 2010); 4) Provider (pengetahuan, ketrampilan, sikap penolong dalam mengambil keputusan); 5) psychologic (pengalaman emosional, support sistem) (Maryunani, 2010). 6 sebelumnya, kesiapan 7 c. Bidan 1) Pengertian Bidan Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di negeri ini (Kepmenkes No.1464, 2010). Bidan merupakan profesi yang diakui secara internasional maupun nasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan bidang praktiknya secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwive (ICM) tahun 1972 dan International Federation of International Gynecologist and Obstetritian (FIGO) tahun 1973, WHO, dan badan lainnya (Estiwidani, 2008). 2) Kompetensi Bidan yang Berhubungan dengan Persalinan dan Kelahiran Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir (Estiwidani, 2008). d. Tujuan Asuhan Persalinan Normal Tujuan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi dengan intervensi yang 8 seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang dinginkan (optimal). Melalui pendekatan ini maka setiap intervensi yang diaplikasikan dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan (JNPK-KR, 2008). e. Aspek Lima Benang Merah Dalam Asuhan Persalinan Normal Ada lima aspek dasar atau lima benang merah yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal maupun patologis. Lima benang merah tersebut, yaitu: 1) Membuat keputusan klinik; 2) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi; 3) Pencegahan infeksi; 4) Pencatatan (rekam medik) asuhan persalinan; 5) Rujukan (JNPK-KR, 2008). f. Asuhan Persalinan Normal 58 Langkah 1) Langkah 1 Mendengarkan, melihat, dan memeriksa gejala serta tanda kala dua sebagai berikut: a) Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran; b) Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina; c) Perineum tampak menonjol; d) Vulva dan sfingter ani membuka. 9 2) Langkah 2 Memastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia, yaitu: tempat tidur datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi. a) Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi, dan mengganjal bahu bayi; b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set. 3) Langkah 3 Mengenakan atau memakai celemek plastik. 4) Langkah 4 Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian mengeringkan tangan dengan tisue atau handuk pribadi yang bersih dan kering. 5) Langkah 5 Memakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam. 6) Langkah 6 Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (menggunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril, memastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik). 10 7) Langkah 7 Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air DTT. a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, membersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang; b) Membuang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia; c) Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (mendekontaminasi, melepaskan, dan merendam dalam larutan klorin 0,5%). 8) Langkah 8 a) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan lengkap; b) Melakukan amniotomi bila selaput ketuban dalam belum pecah dan pembukaan sudah lengkap. 9) Langkah 9 Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian melepaskan dan merendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan. 10) Langkah 10 Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi/saat 11 relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit). a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal; b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf. 11) Langkah 11 a) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, serta membantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya; b) Menunggu hingga timbul rasa ingin meneran, melanjutkan pemantauan kondisi ibu dan janin, memantau kenyamanan ibu (mengikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif), dan mendokumentasikan sesuai temuan yang ada; c) Menjelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar. 12) Langkah 12 Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (jika ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, membantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan memastikan ibu merasa nyaman). 13) Langkah 13 Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada 12 dorongan kuat untuk meneran dengan cara sebagai berikut: a) Membimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif; b) Mendukung dan beri semangat pada saat meneran dan memperbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai; c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama); d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi; e) Menganjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu; f) Memberikan cukup asupan cairan per-oral (minum); g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai; h) Segera merujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 120 menit atau 2 jam meneran pada primigravida, dan 60 menit atau 1 jam meneran pada multigravida. 14) Langkah 14 Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit. 15) Langkah 15 Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm. 16) Langkah 16 Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu. 13 17) Langkah 17 Membuka tutup partus set dan memerhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan. 18) Langkah 18 Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan. 19) Langkah 19 Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka melindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal. 20) Langkah 20 Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi dan segera melanjutkan proses kelahiran bayi. a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, melepaskan lewat bagian atas kepala bayi; b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, mengeklem tali pusat di dua tempat dan memotong diantara klem tersebut. 21) Langkah 21 Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. 14 22) Langkah 22 Memegang secara biparietal setelah kepala melakukan putaran paksi luar. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Secara lembut menggerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian menggerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang. 23) Langkah 23 Menggeser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan, dan siku sebelah bawah setelah kedua bahu lahir. Menggunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas. 24) Langkah 24 Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong dan kaki. Memegang kedua mata kaki (memasukkan telunjuk diantara kaki dan memegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya). 25) Langkah 25 Melakukan penilaian (selintas) sebagai berikut: a) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan? b) Apakah bayi bergerak dengan aktif? Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap, segera melakukan tindakan resusitasi (Langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia). 15 26) Langkah 26 Mengeringkan dan memosisikan tubuh bayi di atas perut ibu. a) Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa membersihkan verniks), kecuali bagian tangan; b) Mengganti handuk basah dengan handuk kering; c) Memastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu. 27) Langkah 27 Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal). 28) Langkah 28 Memberitahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik). 29) Langkah 29 Menyuntikkan oksitosin 10 unit (intramuskular) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (melakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin) dalam waktu satu menit setelah bayi lahir. 30) Langkah 30 Menjepit tali pusat dengan menggunakan klem (dua menit setelah bayi lahir pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Pada sisi luar klem penjepit, mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan melakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama. 31) Langkah 31 Memotong dan mengikat tali pusat dengan cara sebagai berikut: 16 a) Mengangkat tali pusat yang telah dijepit dengan satu tangan kemudian melakukan pengguntingan tali pusat (melindungi perut bayi) di antara dua klem tersebut; b) Mengikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan melakukan ikatan kedua menggunakan benang dengan simpul kunci; c) Melepaskan klem dan memasukkan dalam wadah yang telah tersedia. 32) Langkah 32 Melakukan persiapan inisiasi menyusui dini dengan cara sebagai berikut: a) Menempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi; b) Meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu; c) Meluruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu; d) Mengusahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu. 33) Langkah 33 Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. 34) Langkah 34 Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari 17 vulva. 35) Langkah 35 Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu yaitu pada tepi atas simfisis untuk mendeteksi dan tangan lain menegangkan tali pusat. 36) Langkah 36 Menegangkan tali pusat ke arah bawah setelah uterus berkontraksi, sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik kemudian mengulangi prosedur di atas. Meminta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu jika uterus tidak segera berkontraksi, 37) Langkah 37 Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas. Meminta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai kemudian ke arah atas mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial). a) Jika tali pusat bertambah panjang memindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta; b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat maka: (1) Memberi dosis ulangan oksitosin 10 unit IM; 18 (2) Melakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh; (3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan; (4) Mengulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya; (5) Segera merujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir; (6) Melakukan plasenta manual jika terjadi perdarahan. 38) Langkah 38 Melahirkan plasenta dengan kedua tangan saat plasenta muncul di introitus vagina. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian melahirkan dan menempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek memakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian menggunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal. 39) Langkah 39 Melakukan masase uterus segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir. Meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Melakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase. 40) Langkah 40 Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan 19 memastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Memasukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus. 41) Langkah 41 Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. 42) Langkah 42 Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam. 43) Langkah 43 Memberi cukup waktu untuk terjadi kontak kulit ibu dan bayi (di dada ibu paling sedikit satu jam). a) Sebagian besar bayi berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara; b) Membiarkan bayi berada di dada ibu selama satu jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu. 44) Langkah 44 Melakukan penimbangan/ pengukuran bayi, memberi tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu dan bayi. 45) Langkah 45 a) Memberikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral; 20 b) Meletakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan; c) Meletakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan membiarkan sampai bayi berhasil menyusu. 46) Langkah 46 Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam sebagai berikut: a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan; b) Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan; c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan; d) Melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik. 47) Langkah 47 Mengajarkan ibu dan keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi. 48) Langkah 48 Mengevaluasi dan mengestimasi jumlah kehilangan darah. 49) Langkah 49 Memantau TTV ibu sebgai berikut: a) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama dua jam pertama persalinan; 21 b) Memeriksa temperatur ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan; c) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal. 50) Langkah 50 Memeriksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5–37,5ºCº). 51) Langkah 51 Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas peralatan setelah didekontaminasi. 52) Langkah 52 Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai. 53) Langkah 53 Membersihkan badan ibu menggunakan air DTT kemudian membersihkan sisa cairan ketuban, lendir, dan darah serta membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering. 54) Langkah 54 Memastikan ibu merasa nyaman, membantu ibu memberikan ASI, serta menganjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya. 22 55) Langkah 55 Mendekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%. 56) Langkah 56 Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalik bagian dalam keluar, dan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. 57) Langkah 57 Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian mengeringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih. 58) Langkah 58 Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), memeriksa tanda vital, dan asuhan kala IV. 2. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal a. Pengertian Pelatihan Asuhan Persalinan Normal Pelatihan Asuhan Persalinan Normal dirancang untuk menyiapkan tenaga kesehatan lini depan dan penolong persalinan agar mampu memberikan Asuhan Persalinan Normal yang berkualitas (JNPK-KR, 2008). b. Tujuan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal 1) Tujuan Umum Pelatihan a) Meningkatkan sikap positif untuk mengamalkan asuhan sayang ibu dan bayi dan jaminan pelaksanaan persalinan bersih dan aman 23 dalam Asuhan Persalinan Normal, termasuk deteksi dini, dan penanganan awal penyulit atau komplikasi dan rujukan optimal tepat waktu. b) Memberikan kinerja pengetahuan-keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan Asuhan Persalinan Normal, penanganan awal penyulit, dan rujukan optimal tepat waktu sesuai dengan standar yang ditetapkan (JNPK-KR, 2008). 2) Tujuan Khusus Pelatihan a) Memberikan Asuhan Persalinan Normal dengan mengintegrasikan hal-hal sebagai berikut: (1) Mengumpulkan atau menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat keputusan klinik; (2) Konsep sayang ibu-bayi dalam asuhan persalinan; (3) Upaya pencegahan infeksi; (4) Dokumentasi; (5) Rujukan optimal tepat waktu (jika perlu). b) Menatalaksana kala I: asuhan kala I; memantau kemajuan persalinan (partograf); deteksi dini, dan penanganan penyulit; rujukan (jika perlu). c) Menatalaksana kala II: asuhan kala II; deteksi dini; penanganan awal penyulit; rujukan (jika perlu). d) Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk deteksi dini dan penanganan penyulit pada bayi baru lahir (termasuk resusitasi). 24 e) Menatalaksana kala III: asuhan kala III; manajemen aktif kala III; deteksi dini; penanganan awal penyulit kala III serta rujukan (jika perlu). f) Menatalaksana kala IV: Asuhan kala IV, deteksi dini (termasuk pemantuan dan pencegahan perdarahan) dan penanganan awal penyulit, pemberian ASI dini dan manajemen laktasi, serta rujukan (bila perlu) (JNPK-KR, 2008). 3. Motivasi a. Pengertian Motivasi Motivasi berarti suatu kondisi yang menggerakkan atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar, juga sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia (Noor, 2013). Motivasi merupakan kondisi internal kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan, dan kesukaan yang mendorong individu untuk berperilaku kerja sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki atau mendapatkan kepuasan atas perbuatannya (Retnaningsih, 2011). Adapun menurut Newstrom dalam Noor (2008), motivasi kerja adalah sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berasal baik dari dalam maupun dari luar individu; dapat menimbulkan perilaku bekerja; dan juga dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas, dan lamanya perilaku bekerja tadi. 25 b. Elemen Motivasi Motivasi menurut Roobins (2015), merupakan proses yang menjelaskan mengenai kekuatan, arah, dan ketekunan seseorang dalam upaya untuk mencapai tujuan. Motivasi seseorang dapat digambarkan melalui elemenelemen sebagai berikut: 1) Kekuatan (Intensity) Menggambarkan seberapa kerasnya seseorang dalam berusaha. Kekuatan merupakan elemen yang menjadi pusat perhatian ketika berbicara mengenai motivasi. Namun, kekuatan yang besar tidak mungkin memberikan hasil kinerja yang memuaskan, kecuali upaya tersebut disalurkan dalam suatu arahan. 2) Arahan (Direction) Mutu upaya harus dipertimbangkan agar sejalan dengan kekuatannya. Upaya yang diarahkan menuju dan konsisten pada tujuan organisasi adalah jenis upaya yang harus ditemukan. 3) Ketekunan (Presistence) Ketekunan mengukur berapa lama seseorang dapat mempertahankan upayanya. Individu yang termotivasi akan bertahan cukup lama dengan tugasnya untuk mencapai tujuan mereka. Ciri-ciri individu memilki motivasi berprestasi diantaranya: (1) self confidence (percaya kan kemampuan sendiri); (2) originality (mempunyai daya kreativitas yang tinggi, selalu ingin berbuat sesuai dengan aslinya); (3) people oriented (tidak memperalat orang lain, 26 terbuka terhadap kritikan, tidak menyalahkan orang lain); (4) task result oriented (berani mengambil risiko terhadap apa yang telah diputuskan, semangat tinggi untuk menyelesaikan tugas); (5) future oriented (mempunyai daya antisipasi yang tinggi, mempunyai analisa); dan (6) risk taker (menyenangi tugas yang menantang, tidak cepat menyerah) (Afifuddin, 2013). c. Klasifikasi Teori Motivasi Menurut Setyowati (2013), melakukan klasifikasi teori motivasi penting karena masing-masing pandangan teoritis akan memberikan keterangan mengenai bagaimana motivasi memengaruhi prestasi kerja. Klasifikasi didasarkan atas tiga teori, yaitu: 1) Teori Kepuasan Nama-nama yang berpengaruh terhadap teori kepuasan antara lain Maslow, McGregor, Herzberg, Atkinson, dan McClelland. Menuurut pandangan ini, seseorang mempunyai kebutuhan dalam (inner needs) yang membuat mereka bersemangat, ditekan, atau termotivasi untuk mengurangi atau memenuhinya. Artinya, seseorang akan bertindak atau berlaku menurut cara-cara yang akan membawa ke arah pemuasan kebutuhan mereka. 2) Teori Proses Pendekatan proses tidak menitikberatkan pada pemuasan kebutuhan dan sifat pendorong dari kebutuhan tersebut, tetapi lebih menekankan pada bagaimana dan dengan tujuan apa seseorang termotivasi. 27 3) Teori Pengukuhan Teori pengukuhan (reinforcement theory) sering disebut pengkondisian operan (operant conditioning) atau modifikasi perilaku (behavior modification). Teori ini tidak menekankan pada konsep motif ataupun proses teori motivasi, melainkan membahas tentang bagaimana akibat dari suatu proses belajar siklis. d. Faktor yang Memengaruhi Motivasi Kerja Frederick Herzberg mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor ini dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan dissatisfier atau extrinsik motivation (Noor, 2013). Faktor pemuas disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik), antara lain: 1) Prestasi yang diraih (achievement); 2)Pengakuan orang lain (recognition); 3) Tanggung jawab (responsibility); 4) Peluang untuk maju (advancement); 5) Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self); 6) Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth) (Noor, 2013). Adapun faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman, dan kesehatan. Faktor ini disebut juga 28 dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi: 1) Kompensasi; 2) Keamanan dan keselamatan kerja; 3) Kondisi kerja; 4) Status; 5) Prosedur perusahaan; 6) Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan (Noor, 2013). Menurut Muchlas (2008), karakteristik individu mencakup usia, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga dan masa kerja dalam organisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) usia merupakan lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Usia dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu: a) usia kronologis, adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia, b) usia mental, adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental seseorang, dan c) usia biologis, adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Mubarak (2011) mengatakan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perkembangan aspek fisik dan psikologis. Pada aspek psikologis atau mental, taraf berpikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa. Sesuai dengan pendapat Hendra (2008), bahwa usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang dimana semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya serta tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah 29 tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh yang secara keseluruhan dapat mempengaruhi motivasi dan tindakan . Berkaitan dengan usia, faktor lainnya adalah masa kerja. Menurut Robbins (2015), masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu. Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan ketrampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaanyan dengan baik. Menurut Muchtar dalam Nadialis (2014) Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang karyawan lebih merasa betah dalam suatu perusahaan, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Hendra (2008) menjelaskan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang dapat mempengaruhi motivasi dan tindakan seseorang. Faktor lain yaitu pendidikan, pendidikan menurut Notoatmodjo (2010), suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. 30 e. Cara Pengukuran Motivasi Skala motivasi merupakan skala psikologis. Menurut Azwar (2007), skala psikologis adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur atribut afektif atau aspek-aspek kejiwaan. Skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk pengumpulan data yang lain, seperti angket (questionnaire), daftar isian, dan inventory. Skala Psikologis yang mencakup motivasi terdiri dari tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Adapun karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi yaitu: 1) Stimulusnya berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung mengungkapkan atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan; 2) Atribut psikologi diungkap secara tidak langsung melalui indikatorindikator perilaku, dan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk item-item maka skala selalu berisi banyak item; 3) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. 4. Hubungan Pelatihan dan Motivasi Bidan dalam Penerapan Asuhan Persalinan Normal Sesuai Standar Pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan persalinan normal adalah pelatihan Asuhan Persalinan 31 Normal (APN) dengan tujuan seorang bidan mampu melaksanakan asuhan persalinan normal yang sesuai dengan pilar safe mother hood, yaitu persalinan bersih, aman, sayang ibu, dan berorientasi keselamatan. Kematian yang disebabkan perdarahan, eklampsia, dan sepsis dapat dicegah dengan APN (JNPK-KR, 2008). Motivasi menjadi salah satu faktor utama yang menjadikan seseorang bersedia melakukan suatu tindakan tertentu, sedangkan pelatihan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi motivasi. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal bertujuan untuk meningkatkan sikap positif untuk mengamalkan asuhan sayang ibu dan bayi dan jaminan pelaksanaan persalinan bersih dan aman Asuhan Persalinan Normal, serta memberikan kinerja pengetahuan-keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan Asuhan Persalinan Normal (JNPK-KR, 2008). Bidan yang telah mendapat pelatihan APN mempunyai motivasi lebih baik dibandingkan dengan yang belum mendapat pelatihan APN. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan dalam pelatihan APN bukan hanya diberikan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga dilakukan pembekalan secara kejiwaan yang dapat meningkatkan motivasi mereka (Retnaningsih, 2011). Motivasi untuk berkinerja tinggi termasuk jenis motif sosial sehingga banyak dipengaruhi oleh faktor internal dan eskternal individu tersebut. Faktor internal terdiri dari variabel umur, lama bekerja, pendidikan, status pelatihan APN, status kawin, pendapatan, pengetahuan, dan sikap. Faktor eksternal terdiri dari variabel sarana, dukungan teman, dan dukungan keluarga (Retnaningsih, 2011). Salah satu faktor yang dapat memengaruhi 32 motivasi intrinsik yaitu pengetahuan. Pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang (Hamzah, 2007). Kepercayaan diri yang teguh pada seseorang akan meningkatkan keyakinan diri untuk mempercayai sumber-sumber kepercayaan. Adanya keyakinan diri yang teguh akan membuat seseorang termotivasi untuk mencapai tujuan. Semakin kuat keyakinan diri seseorang maka semakin meningkatkan motivasi dirinya untuk melakukan harapan yang hendak dicapai (Riyanto, 2010). Cara meningkatkan motivasi seseorang yaitu dengan teknik verbal untuk membangkitkan semangat dengan cara yang efektif berupa diskusi, wawancara, dan penyuluhan. Seseorang setelah mengalami stimulus atau objek kesehatan , mengadakan penilaian atau pendapat terhadapa apa yang disikapi (dinilai baik), yang disebut dengan perilaku kesehatan (Notoatmojo, 2010). Menurut Robbins (2014), pengayaan pekerjaan (job enrichment) memperluas pekerjaaan dengan meningkatkan keadaan dengan cara perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kerja dikendalikan oleh pekerja. Pekerjaan yang diperkaya memungkinkan pekerja untuk melakukan aktivitas lengkap, meningkatkan kebebasan dan independensi pekerja meningkatkan tanggung jawab, dan memberikan umpan balik sehingga para individu dapat menilai serta memperbaiki kinerja mereka sendiri. Sejalan dengan Robbins, menurut Hughes et.al (2012) sering kali pekerja yang diberdayakan lebih produktif daripada pekerja yang tidak diberdayakan. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui berbagai program 33 pelatihan dan pemberian kepercayaan dan tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan. Pekerja yang diberdayakan memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan, merasa nyaman mengambil keputusan itu, meyakini hal yang mereka lakukan merupakan penting, dan dipandang sebagai anggota yang berpengaruh dalam tim mereka. Pekerja yang tidak diberdayakan mungkin tidak begitu bebas dalam mengambil keputusan, merasa tidak cukup mampu dan tidak mau mengambil keputusan, serta tidak memilki pengaruh besar dalam unit kerja mereka, meski mereka memiliki gagasan-gagasan yang bagus 34 B. Kerangka Konsep Keterangan : v : Variabel X (Bidan yang sudah pelatihan APN dan belum pelatihan APN : Variabel Y (Motivasi Bidan dalam Penerapan APN sesuai standar) : Variabel Perantara : Variabel Luar Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Pelatihan dan Motivasi Bidan dalam Penerapan APN Sesuai Standar 35 C. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan pelatihan dan motivasi bidan dalam penerapan APN sesuai standar di Kota Surakarta.