6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asuhan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Asuhan Persalinan Normal
a. Pengertian Asuhan Persalinan Normal
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan
(Manuaba, 2010). Asuhan persalinan normal adalah asuhan persalinan
yang bersih dan aman dari setiap tahapan persalinan dan upaya
pencegahan terjadinya komplikasi terutama perdarahan pascapersalinan,
hipotermia, serta asfiksia bayi baru lahir (JNPK-KR, 2008).
b. Faktor-Faktor Penting dalam Persalinan
Faktor-faktor penting dalam persalinan yaitu: 1) power (HIS/kontraksi
otot rahim, kontraksi dinding perut, kekuatan mengejan, keregangan, dan
kontraksi ligamentum rotundum); 2) passanger (janin dan plasenta); 3)
passage (jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang) (Manuaba, 2010); 4)
Provider (pengetahuan, ketrampilan, sikap penolong dalam mengambil
keputusan);
5)
psychologic
(pengalaman
emosional, support sistem) (Maryunani, 2010).
6
sebelumnya,
kesiapan
7
c. Bidan
1) Pengertian Bidan
Bidan
adalah
seseorang
yang
telah
menyelesaikan
program
pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh
kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di
negeri ini (Kepmenkes No.1464, 2010). Bidan merupakan profesi
yang diakui secara internasional maupun nasional dengan sejumlah
praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan bidang praktiknya
secara internasional telah diakui oleh International Confederation of
Midwive (ICM) tahun 1972 dan International Federation of
International Gynecologist and Obstetritian (FIGO) tahun 1973,
WHO, dan badan lainnya (Estiwidani, 2008).
2) Kompetensi Bidan yang Berhubungan dengan Persalinan dan
Kelahiran
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan
yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu
untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir
(Estiwidani, 2008).
d. Tujuan Asuhan Persalinan Normal
Tujuan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan
memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui
upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi dengan intervensi yang
8
seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang dinginkan (optimal). Melalui pendekatan ini
maka setiap intervensi yang diaplikasikan dalam Asuhan Persalinan
Normal (APN) harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat
tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan
proses persalinan (JNPK-KR, 2008).
e. Aspek Lima Benang Merah Dalam Asuhan Persalinan Normal
Ada lima aspek dasar atau lima benang merah yang penting dan saling
terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek
tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal maupun patologis.
Lima benang merah tersebut, yaitu: 1) Membuat keputusan klinik; 2)
Asuhan sayang ibu dan sayang bayi; 3) Pencegahan infeksi; 4)
Pencatatan (rekam medik) asuhan persalinan; 5) Rujukan (JNPK-KR,
2008).
f. Asuhan Persalinan Normal 58 Langkah
1) Langkah 1
Mendengarkan, melihat, dan memeriksa gejala serta tanda kala dua
sebagai berikut:
a) Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran;
b) Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan
vagina;
c) Perineum tampak menonjol;
d) Vulva dan sfingter ani membuka.
9
2) Langkah 2
Memastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial
untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan
bayi baru lahir. Untuk asfiksia, yaitu: tempat tidur datar dan keras, 2
kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan
jarak 60 cm dari tubuh bayi.
a) Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi, dan mengganjal
bahu bayi;
b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di
dalam partus set.
3) Langkah 3
Mengenakan atau memakai celemek plastik.
4) Langkah 4
Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, mencuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian mengeringkan
tangan dengan tisue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5) Langkah 5
Memakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.
6) Langkah 6
Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (menggunakan tangan
yang memakai sarung tangan DTT dan steril, memastikan tidak
terkontaminasi pada alat suntik).
10
7) Langkah 7
Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hati-hati dari
depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang
dibasahi air DTT.
a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,
membersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang;
b) Membuang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah
yang tersedia;
c) Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (mendekontaminasi,
melepaskan, dan merendam dalam larutan klorin 0,5%).
8) Langkah 8
a) Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap;
b) Melakukan amniotomi bila selaput ketuban dalam belum pecah dan
pembukaan sudah lengkap.
9) Langkah 9
Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%
kemudian melepaskan dan merendam dalam keadaan terbalik dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan setelah
sarung tangan dilepaskan.
10) Langkah 10
Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi/saat
11
relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal
(120-160 x/menit).
a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal;
b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan
semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
11) Langkah 11
a) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap
dan keadaan janin baik, serta membantu ibu dalam menemukan
posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya;
b) Menunggu hingga timbul rasa ingin meneran, melanjutkan
pemantauan kondisi ibu dan janin, memantau kenyamanan ibu
(mengikuti
pedoman
penatalaksanaan
fase
aktif),
dan
mendokumentasikan sesuai temuan yang ada;
c) Menjelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran
mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk
meneran secara benar.
12) Langkah 12
Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (jika ada
rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, membantu ibu ke
posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan
memastikan ibu merasa nyaman).
13) Langkah 13
Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada
12
dorongan kuat untuk meneran dengan cara sebagai berikut:
a) Membimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif;
b) Mendukung
dan
beri
semangat
pada
saat
meneran
dan
memperbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai;
c) Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama);
d) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi;
e) Menganjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk
ibu;
f) Memberikan cukup asupan cairan per-oral (minum);
g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai;
h) Segera merujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 120
menit atau 2 jam meneran pada primigravida, dan 60 menit atau 1
jam meneran pada multigravida.
14) Langkah 14
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
yang nyaman jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran
dalam 60 menit.
15) Langkah 15
Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16) Langkah 16
Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
13
17) Langkah 17
Membuka tutup partus set dan memerhatikan kembali kelengkapan
alat dan bahan.
18) Langkah 18
Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19) Langkah 19
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva
maka melindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan
kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk
menahan
posisi
defleksi
dan
membantu
lahirnya
kepala.
Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan
dangkal.
20) Langkah 20
Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan mengambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi dan segera melanjutkan proses
kelahiran bayi.
a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, melepaskan lewat
bagian atas kepala bayi;
b) Jika tali pusat melilit leher secara kuat, mengeklem tali pusat di dua
tempat dan memotong diantara klem tersebut.
21) Langkah 21
Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
14
22) Langkah 22
Memegang secara biparietal setelah kepala melakukan putaran paksi
luar. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Secara lembut
menggerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan
muncul di bawah arkus pubis dan kemudian menggerakkan arah atas
dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23) Langkah 23
Menggeser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah
kepala, lengan, dan siku sebelah bawah setelah kedua bahu lahir.
Menggunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan
dan siku sebelah atas.
24) Langkah 24
Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke
punggung,
bokong
dan
kaki.
Memegang
kedua
mata
kaki
(memasukkan telunjuk diantara kaki dan memegang masing-masing
mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).
25) Langkah 25
Melakukan penilaian (selintas) sebagai berikut:
a) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernapas tanpa kesulitan?
b) Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap, segera melakukan
tindakan resusitasi (Langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah
prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia).
15
26) Langkah 26
Mengeringkan dan memosisikan tubuh bayi di atas perut ibu.
a) Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya (tanpa membersihkan verniks), kecuali bagian tangan;
b) Mengganti handuk basah dengan handuk kering;
c) Memastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.
27) Langkah 27
Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
dalam uterus (hamil tunggal).
28) Langkah 28
Memberitahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar
uterus berkontraksi baik).
29) Langkah 29
Menyuntikkan oksitosin 10 unit (intramuskular) di 1/3 paha atas
bagian distal lateral (melakukan aspirasi sebelum menyuntikkan
oksitosin) dalam waktu satu menit setelah bayi lahir.
30) Langkah 30
Menjepit tali pusat dengan menggunakan klem (dua menit setelah bayi
lahir pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Pada sisi luar klem
penjepit, mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan melakukan
penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31) Langkah 31
Memotong dan mengikat tali pusat dengan cara sebagai berikut:
16
a) Mengangkat tali pusat yang telah dijepit dengan satu tangan
kemudian melakukan pengguntingan tali pusat (melindungi perut
bayi) di antara dua klem tersebut;
b) Mengikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi
kemudian
melingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan melakukan
ikatan kedua menggunakan benang dengan simpul kunci;
c) Melepaskan klem dan memasukkan dalam wadah yang telah
tersedia.
32) Langkah 32
Melakukan persiapan inisiasi menyusui dini dengan cara sebagai
berikut:
a) Menempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi;
b) Meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu;
c) Meluruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di
dinding dada-perut ibu;
d) Mengusahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan
posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33) Langkah 33
Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di
kepala bayi.
34) Langkah 34
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
17
vulva.
35) Langkah 35
Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu yaitu pada tepi atas
simfisis untuk mendeteksi dan tangan lain menegangkan tali pusat.
36) Langkah 36
Menegangkan tali pusat ke arah bawah setelah uterus berkontraksi,
sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas
(dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri).
Menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul
kontraksi berikutnya jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik
kemudian mengulangi prosedur di atas. Meminta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu jika uterus
tidak segera berkontraksi,
37) Langkah 37
Melakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta
terlepas. Meminta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat
dengan arah sejajar lantai kemudian ke arah atas mengikuti poros jalan
lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial).
a) Jika tali pusat bertambah panjang memindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta;
b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat
maka:
(1) Memberi dosis ulangan oksitosin 10 unit IM;
18
(2) Melakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh;
(3) Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan;
(4) Mengulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya;
(5) Segera merujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit
setelah bayi lahir;
(6) Melakukan plasenta manual jika terjadi perdarahan.
38) Langkah 38
Melahirkan plasenta dengan kedua tangan saat plasenta muncul di
introitus vagina. Memegang dan memutar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin kemudian melahirkan dan menempatkan plasenta
pada wadah yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek
memakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi
sisa selaput kemudian menggunakan jari-jari tangan atau klem DTT
atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39) Langkah 39
Melakukan masase uterus segera setelah plasenta dan selaput ketuban
lahir. Meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase
dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi
(fundus teraba keras). Melakukan tindakan yang diperlukan jika uterus
tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/
masase.
40) Langkah 40
Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan
19
memastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Memasukkan plasenta
ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41) Langkah 41
Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42) Langkah 42
Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
43) Langkah 43
Memberi cukup waktu untuk terjadi kontak kulit ibu dan bayi (di dada
ibu paling sedikit satu jam).
a) Sebagian besar bayi berhasil melakukan inisiasi menyusu dini
dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung
sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara;
b) Membiarkan bayi berada di dada ibu selama satu jam walaupun
bayi sudah berhasil menyusu.
44) Langkah 44
Melakukan penimbangan/ pengukuran bayi, memberi tetes mata
antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri
anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu dan bayi.
45) Langkah 45
a) Memberikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam
pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral;
20
b) Meletakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan;
c) Meletakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusu di dalam satu jam pertama dan membiarkan sampai bayi
berhasil menyusu.
46) Langkah 46
Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan
pervaginam sebagai berikut:
a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan;
b) Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan;
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan;
d) Melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
47) Langkah 47
Mengajarkan ibu dan keluarga cara melakukan masase uterus dan
menilai kontraksi.
48) Langkah 48
Mengevaluasi dan mengestimasi jumlah kehilangan darah.
49) Langkah 49
Memantau TTV ibu sebgai berikut:
a) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit
selama dua jam pertama persalinan;
21
b) Memeriksa temperatur ibu sekali setiap jam selama dua jam
pertama pasca persalinan;
c) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
50) Langkah 50
Memeriksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernapas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal
(36,5–37,5ºCº).
51) Langkah 51
Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas
peralatan setelah didekontaminasi.
52) Langkah 52
Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang
sesuai.
53) Langkah 53
Membersihkan
badan
ibu
menggunakan
air
DTT
kemudian
membersihkan sisa cairan ketuban, lendir, dan darah serta membantu
ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54) Langkah 54
Memastikan ibu merasa nyaman, membantu ibu memberikan ASI,
serta menganjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan
makanan yang diinginkannya.
22
55) Langkah 55
Mendekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56) Langkah 56
Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalik bagian dalam keluar, dan merendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
57) Langkah 57
Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian mengeringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan
bersih.
58) Langkah 58
Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang), memeriksa
tanda vital, dan asuhan kala IV.
2. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal
a. Pengertian Pelatihan Asuhan Persalinan Normal
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal dirancang untuk menyiapkan tenaga
kesehatan lini depan dan penolong persalinan agar mampu memberikan
Asuhan Persalinan Normal yang berkualitas (JNPK-KR, 2008).
b. Tujuan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal
1) Tujuan Umum Pelatihan
a) Meningkatkan sikap positif untuk mengamalkan asuhan sayang ibu
dan bayi dan jaminan pelaksanaan persalinan bersih dan aman
23
dalam Asuhan Persalinan Normal, termasuk deteksi dini, dan
penanganan awal penyulit atau komplikasi dan rujukan optimal
tepat waktu.
b) Memberikan kinerja pengetahuan-keterampilan yang diperlukan
dalam melaksanakan Asuhan Persalinan Normal, penanganan awal
penyulit, dan rujukan optimal tepat waktu sesuai dengan standar
yang ditetapkan (JNPK-KR, 2008).
2) Tujuan Khusus Pelatihan
a) Memberikan Asuhan Persalinan Normal dengan mengintegrasikan
hal-hal sebagai berikut:
(1) Mengumpulkan atau menganalisis data subjektif dan objektif
untuk membuat keputusan klinik;
(2) Konsep sayang ibu-bayi dalam asuhan persalinan;
(3) Upaya pencegahan infeksi;
(4) Dokumentasi;
(5) Rujukan optimal tepat waktu (jika perlu).
b) Menatalaksana kala I: asuhan kala I; memantau kemajuan
persalinan (partograf); deteksi dini, dan penanganan penyulit;
rujukan (jika perlu).
c) Menatalaksana kala II: asuhan kala II; deteksi dini; penanganan
awal penyulit; rujukan (jika perlu).
d) Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk deteksi dini dan
penanganan penyulit pada bayi baru lahir (termasuk resusitasi).
24
e) Menatalaksana kala III: asuhan kala III; manajemen aktif kala III;
deteksi dini; penanganan awal penyulit kala III serta rujukan (jika
perlu).
f) Menatalaksana kala IV: Asuhan kala IV, deteksi dini (termasuk
pemantuan dan pencegahan perdarahan) dan penanganan awal
penyulit, pemberian ASI dini dan manajemen laktasi, serta rujukan
(bila perlu) (JNPK-KR, 2008).
3. Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Motivasi berarti suatu kondisi yang menggerakkan atau menjadi sebab
seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara
sadar, juga sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan
mengendalikan perilaku manusia (Noor, 2013). Motivasi merupakan
kondisi internal kejiwaan dan mental manusia seperti aneka keinginan,
harapan, kebutuhan, dorongan, dan kesukaan yang mendorong individu
untuk berperilaku kerja sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki atau
mendapatkan kepuasan atas perbuatannya (Retnaningsih, 2011).
Adapun menurut Newstrom dalam Noor (2008), motivasi kerja
adalah sekelompok pendorong yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
berasal baik dari dalam maupun dari luar individu; dapat menimbulkan
perilaku bekerja; dan juga dapat menentukan bentuk, tujuan, intensitas,
dan lamanya perilaku bekerja tadi.
25
b. Elemen Motivasi
Motivasi menurut Roobins (2015), merupakan proses yang menjelaskan
mengenai kekuatan, arah, dan ketekunan seseorang dalam upaya untuk
mencapai tujuan. Motivasi seseorang dapat digambarkan melalui elemenelemen sebagai berikut:
1) Kekuatan (Intensity)
Menggambarkan seberapa kerasnya seseorang dalam berusaha.
Kekuatan merupakan elemen yang menjadi pusat perhatian ketika
berbicara mengenai motivasi. Namun, kekuatan yang besar tidak
mungkin memberikan hasil kinerja yang memuaskan, kecuali upaya
tersebut disalurkan dalam suatu arahan.
2) Arahan (Direction)
Mutu upaya harus dipertimbangkan agar sejalan dengan kekuatannya.
Upaya yang diarahkan menuju dan konsisten pada tujuan organisasi
adalah jenis upaya yang harus ditemukan.
3) Ketekunan (Presistence)
Ketekunan mengukur berapa lama seseorang dapat mempertahankan
upayanya. Individu yang termotivasi akan bertahan cukup lama
dengan tugasnya untuk mencapai tujuan mereka.
Ciri-ciri individu memilki motivasi berprestasi diantaranya: (1) self
confidence
(percaya
kan
kemampuan
sendiri);
(2)
originality
(mempunyai daya kreativitas yang tinggi, selalu ingin berbuat sesuai
dengan aslinya); (3) people oriented (tidak memperalat orang lain,
26
terbuka terhadap kritikan, tidak menyalahkan orang lain); (4) task result
oriented (berani mengambil risiko terhadap apa yang telah diputuskan,
semangat tinggi untuk menyelesaikan tugas); (5) future oriented
(mempunyai daya antisipasi yang tinggi, mempunyai analisa); dan (6)
risk taker (menyenangi tugas yang menantang, tidak cepat menyerah)
(Afifuddin, 2013).
c. Klasifikasi Teori Motivasi
Menurut Setyowati (2013), melakukan klasifikasi teori motivasi penting
karena masing-masing pandangan teoritis akan memberikan keterangan
mengenai bagaimana motivasi memengaruhi prestasi kerja. Klasifikasi
didasarkan atas tiga teori, yaitu:
1) Teori Kepuasan
Nama-nama yang berpengaruh terhadap teori kepuasan antara lain
Maslow, McGregor, Herzberg, Atkinson, dan McClelland. Menuurut
pandangan ini, seseorang mempunyai kebutuhan dalam (inner needs)
yang membuat mereka bersemangat, ditekan, atau termotivasi untuk
mengurangi atau memenuhinya. Artinya, seseorang akan bertindak
atau berlaku menurut cara-cara yang akan membawa ke arah
pemuasan kebutuhan mereka.
2) Teori Proses
Pendekatan proses tidak menitikberatkan pada pemuasan kebutuhan
dan sifat pendorong dari kebutuhan tersebut, tetapi lebih menekankan
pada bagaimana dan dengan tujuan apa seseorang termotivasi.
27
3) Teori Pengukuhan
Teori
pengukuhan
(reinforcement
theory)
sering
disebut
pengkondisian operan (operant conditioning) atau modifikasi perilaku
(behavior modification). Teori ini tidak menekankan pada konsep
motif ataupun proses teori motivasi, melainkan membahas tentang
bagaimana akibat dari suatu proses belajar siklis.
d. Faktor yang Memengaruhi Motivasi Kerja
Frederick Herzberg mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow
menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor ini dinamakan
faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau
intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang
disebut dengan dissatisfier atau extrinsik motivation (Noor, 2013).
Faktor pemuas disebut juga motivator yang merupakan faktor
pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri
seseorang tersebut (kondisi intrinsik), antara lain: 1) Prestasi yang diraih
(achievement); 2)Pengakuan orang lain (recognition); 3) Tanggung jawab
(responsibility); 4) Peluang untuk maju (advancement); 5) Kepuasan
kerja itu sendiri (the work it self); 6) Kemungkinan pengembangan karir
(the possibility of growth) (Noor, 2013).
Adapun faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga
hygiene factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan untuk memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia,
pemeliharaan ketentraman, dan kesehatan. Faktor ini disebut juga
28
dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan
kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor
ekstrinsik, meliputi: 1) Kompensasi; 2) Keamanan dan keselamatan
kerja; 3) Kondisi kerja; 4) Status; 5) Prosedur perusahaan; 6) Mutu dari
supervisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat,
dengan atasan, dan dengan bawahan (Noor, 2013).
Menurut Muchlas (2008), karakteristik individu mencakup usia,
jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga dan masa
kerja dalam organisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
usia merupakan lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau
diadakan). Usia dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu: a) usia
kronologis, adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran
seseorang sampai dengan waktu
penghitungan usia, b) usia mental,
adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental
seseorang, dan c) usia biologis, adalah perhitungan usia berdasarkan
kematangan biologis yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Mubarak
(2011) mengatakan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang akan
mengalami perkembangan aspek fisik dan psikologis. Pada aspek
psikologis atau mental, taraf berpikir seseorang menjadi semakin matang
dan dewasa. Sesuai dengan pendapat Hendra (2008), bahwa usia
berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang dimana
semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya serta tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah
29
tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka
peroleh yang secara keseluruhan dapat mempengaruhi motivasi dan
tindakan .
Berkaitan dengan usia, faktor lainnya adalah masa kerja. Menurut
Robbins (2015), masa kerja adalah lamanya seorang karyawan
menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu. Sejauh mana
tenaga kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja
tergantung dari kemampuan, kecakapan dan ketrampilan tertentu agar
dapat melaksanakan pekerjaanyan dengan baik. Menurut Muchtar dalam
Nadialis (2014) Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang
karyawan lebih merasa betah dalam suatu perusahaan, hal ini disebabkan
diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup
lama sehingga seorang karyawan akan merasa nyaman dengan
pekerjaannya.
Hendra
(2008)
menjelaskan
bahwa
pengalaman
merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan yang dapat mempengaruhi motivasi
dan tindakan seseorang.
Faktor lain yaitu pendidikan, pendidikan menurut Notoatmodjo
(2010), suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan
oleh organisasi yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
akan semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki.
30
e. Cara Pengukuran Motivasi
Skala motivasi merupakan skala psikologis. Menurut Azwar (2007),
skala
psikologis adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
atribut afektif atau aspek-aspek kejiwaan. Skala psikologi memiliki
karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk
pengumpulan data yang lain, seperti angket (questionnaire), daftar isian,
dan inventory. Skala Psikologis yang mencakup motivasi terdiri dari tiga
kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Adapun karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi yaitu:
1) Stimulusnya berupa pernyataan atau pertanyaan yang tidak langsung
mengungkapkan atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap
indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan;
2) Atribut psikologi diungkap secara tidak langsung melalui indikatorindikator perilaku, dan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk
item-item maka skala selalu berisi banyak item;
3) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah
semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan
sungguh-sungguh.
4. Hubungan Pelatihan dan Motivasi Bidan dalam Penerapan Asuhan
Persalinan Normal Sesuai Standar
Pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan asuhan persalinan normal adalah pelatihan Asuhan Persalinan
31
Normal (APN) dengan tujuan seorang bidan mampu melaksanakan asuhan
persalinan normal yang sesuai dengan pilar safe mother hood, yaitu
persalinan bersih, aman, sayang ibu, dan berorientasi keselamatan.
Kematian yang disebabkan perdarahan, eklampsia, dan sepsis dapat dicegah
dengan APN (JNPK-KR, 2008). Motivasi menjadi salah satu faktor utama
yang menjadikan seseorang bersedia melakukan suatu tindakan tertentu,
sedangkan pelatihan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi motivasi.
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal bertujuan untuk meningkatkan
sikap positif untuk mengamalkan asuhan sayang ibu dan bayi dan jaminan
pelaksanaan persalinan bersih dan aman Asuhan Persalinan Normal, serta
memberikan kinerja pengetahuan-keterampilan yang diperlukan dalam
melaksanakan Asuhan Persalinan Normal (JNPK-KR, 2008). Bidan yang
telah
mendapat
pelatihan
APN
mempunyai
motivasi
lebih
baik
dibandingkan dengan yang belum mendapat pelatihan APN. Hal tersebut
kemungkinan dikarenakan dalam pelatihan APN bukan hanya diberikan
pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga dilakukan pembekalan secara
kejiwaan yang dapat meningkatkan motivasi mereka (Retnaningsih, 2011).
Motivasi untuk berkinerja tinggi termasuk jenis motif sosial sehingga
banyak dipengaruhi oleh faktor internal dan eskternal individu tersebut.
Faktor internal terdiri dari variabel umur, lama bekerja, pendidikan, status
pelatihan APN, status kawin, pendapatan, pengetahuan, dan sikap. Faktor
eksternal terdiri dari variabel sarana, dukungan teman, dan dukungan
keluarga (Retnaningsih, 2011). Salah satu faktor yang dapat memengaruhi
32
motivasi intrinsik yaitu pengetahuan. Pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kepercayaan diri seseorang (Hamzah, 2007).
Kepercayaan diri yang teguh pada seseorang akan meningkatkan
keyakinan diri untuk mempercayai sumber-sumber kepercayaan. Adanya
keyakinan diri yang teguh akan membuat seseorang termotivasi untuk
mencapai tujuan. Semakin kuat keyakinan diri seseorang maka semakin
meningkatkan motivasi dirinya untuk melakukan harapan yang hendak
dicapai (Riyanto, 2010). Cara meningkatkan motivasi seseorang yaitu
dengan teknik verbal untuk membangkitkan semangat dengan cara yang
efektif berupa diskusi, wawancara, dan penyuluhan. Seseorang setelah
mengalami stimulus atau objek kesehatan , mengadakan penilaian atau
pendapat terhadapa apa yang disikapi (dinilai baik), yang disebut dengan
perilaku kesehatan (Notoatmojo, 2010).
Menurut Robbins (2014), pengayaan pekerjaan (job enrichment)
memperluas pekerjaaan dengan meningkatkan keadaan dengan cara
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kerja dikendalikan oleh pekerja.
Pekerjaan yang diperkaya memungkinkan pekerja untuk melakukan
aktivitas lengkap, meningkatkan kebebasan dan independensi pekerja
meningkatkan tanggung jawab, dan memberikan umpan balik sehingga para
individu dapat menilai serta memperbaiki kinerja mereka sendiri.
Sejalan dengan Robbins, menurut Hughes et.al (2012) sering kali
pekerja yang diberdayakan lebih produktif daripada pekerja yang tidak
diberdayakan. Pemberdayaan dapat dilakukan melalui berbagai program
33
pelatihan dan pemberian kepercayaan dan tanggung jawab dalam
melaksanakan pekerjaan. Pekerja yang diberdayakan memiliki kebebasan
untuk mengambil keputusan, merasa nyaman mengambil keputusan itu,
meyakini hal yang mereka lakukan merupakan penting, dan dipandang
sebagai anggota yang berpengaruh dalam tim mereka. Pekerja yang tidak
diberdayakan mungkin tidak begitu bebas dalam mengambil keputusan,
merasa tidak cukup mampu dan tidak mau mengambil keputusan, serta tidak
memilki pengaruh besar dalam unit kerja mereka, meski mereka memiliki
gagasan-gagasan yang bagus
34
B. Kerangka Konsep
Keterangan :
v
: Variabel X (Bidan yang sudah pelatihan APN dan belum
pelatihan APN
: Variabel Y (Motivasi Bidan dalam Penerapan APN sesuai
standar)
: Variabel Perantara
: Variabel Luar
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Pelatihan dan Motivasi Bidan dalam
Penerapan APN Sesuai Standar
35
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan pelatihan dan motivasi bidan
dalam penerapan APN sesuai standar di Kota Surakarta.
Download