11 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini peneliti

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti akan menyajikan beberapa teori yang berkaitan serta
guna untuk dapat mendukung hasil akhir dan simpulan pada penelitian ini.
2.1 Kualitas Kerelasian
Peter Drucker dalam Beatson, Amanda T. and Lings, Ian and Gudergan,
Siegfried (2008 : 211), mengatakan bahwa : The Purchase of Business is to create
customers. Implisit dalam katanya adalah pentingnya untuk mempertahankan
konsumen dan meningkatkan hubungan yang lebih dalam dengannya. Menjalin
hubungan dengan konsumen dikatakan sebagai senjata yang paling kuat untuk
menjamin bahwa konsumen akan lebih loyal dan terikat pada perusahaan. Disini
perlunya manajemen hubungan dengan konsumen (relations customer management),
Chen, Chiu, Chen, and Liao (2011 : 17) menyatakan bahwa kualitas kerelasian
adalah pendekatan komprehensif untuk menciptakan, mempertahankan dan
meningkatkan hubungan dengan konsumen.
Mohaghar and Ghasemi (2011) faktor keberhasilan dalam hubungan dengan
konsumen (CRM success factors) adalah :1) Strong internal partnerships around the
CRM strategy, 2) Employees at all levels and all areas accurately collect information
for the CRM system, 3) CRM tools are customer – and employee – friendly, 4) Report
out only the data you use, and use the data your report, 5) Don’t go high – tech when
low-tech will do.
Kualitas kerelasian (relationship quality) sangat relevan untuk dibahas dalam
pemasaran. Mengingat ketidakterlibatan dan interaksi antara konsumen dan produsen
begitu tinggi pada sebagian besar bisnis, pendekatan pemasaran yang hanya
11
12
berorientasi transaksi (transactional marketing) dengan sasaran tingginya penjualan
dalam jangka pendek menjadi kurang mendukung pada praktik bisnis. Kualitas
kerelasian menekankan rekrutmen dan pemeliharaan (mempertahankan) pelanggan
melalui peningkatan hubungan perusahaan dengan pelanggannya.
Jadi, dalam kualitas kerelasian, penarikan pelanggan baru hanyalah langkah
awal dari proses pemasaran (Pi and Huang, 2011). Selain itu, mempertahankan
pelanggan jauh lebih murah bagi perusahaan, daripada mencari pelanggan baru. Hal
ini diperkuat oleh hasil penelitian
Mohaghar and Ghasemi, (2011 : 457-458),
ternyata diperlukan biaya lima kali lipat untuk mendapatkan seorang konsumen baru
daripada mempertahankan seorang yang sudah menjadi pelanggan. Pengertian ini
memberikan tambahan sudut pandang:
1. Ada perubahan dalam cara pandang perusahaan dalam melihat hubungannya
dengan konsumen. Penekanan-penekanan yang bergerak dari fokus pada
transaksi menjadi hubungan jangka panjang dengan pelanggan (mempertahankan
dan membangun hubungan dengan pelanggan).
2. Adanya pengakuan bahwa kualitas, customer service, dan aktivitas pemasaran
perlu
dijalankan
bersamaan.
Pemasaran
relasional
memfokuskan
pada
pemanduan ketiga elemen tersebut dan memastikan terciptanya potensi
kombinasi sinergis diantara elemen ini.
Secara ringkas, beberapa hal yang membedakan antara pemasaran
transaksional (tradisional) dengan kualitas kerelasian dapat dilihat pada tabel berikut
ini (Mohaghar and Ghasemi, 2011 : 457-458)
13
Tabel 2.1 Perbedaan Pemasaran Tradisional dan Kualitas Kerelasian
Aspek
Fokus
Pemasaran tradisional
Fokus pada penjualan
Kualitas Kerelasian
Fokus pada
mempertahankan konsumen
Orientasi
Orientasi pada karakteristik
Orientasi pada manfaat
produk
produk
Skala waktu
Skala waktu jangka pendek
Skala waktu jangka panjang
Komitmen kepada
Komitmen terbatas
Komitmen tinggi
Kontak dengan konsumen
Kontak dengan konsumen
rendah
tinggi
konsumen
Kontak
Kualitas
Kualitas adalah urusan bagian Kualitas adalah urusan
operasional
semua departemen/ orang
Sumber: Mohaghar and Ghasemi (2011 : 457-458)
Menurut Kotler& Keller (2009) menyatakan bahwa :
“Transaction marketing is part of a larger idea called relationship
quality. Relationship quality has the aim of building mutually satisfying longterm relations with key parties-customers, suppliers, distributors-in order to
earn and retain their business. Marketers accomplish this by promising and
delivering high-quality products and services at fair prices to the other
parties over time. Relationship quality builds strong economic, technical, and
social ties among the parties. It cuts down on transaction costs and time. In
the most successful cases, transactions move from being negotiated each time
to being a matter of routine”.
Demikian juga dikemukakan oleh Taleghani, Biabani, and Gilaninia (2011 :
79) tentang kualitas kerelasian, yaitu : ”Relationship quality defines from focusing
14
on transactions to building long-term, profitable relationship. Companies focus on
their most profitable customers, products, and channels”.
Bagaimanakah suatu perusahaan melakukan investasi dalam membangun
loyalitas sehingga biaya tidak melebihi yang diperoleh, dan perlu membedakan lima
tingkatan yang berbeda dalam inovasi untuk membangun kualitas kerelasian
dikatakan oleh Kotler & Keller (2009) sebagai berikut :
1) Basic marketing : The salesperson simply the product
2) Reactive marketing : The salesperson sells the product and encourages the
customer to call if the or she has questions, comments, or complaints.
3) Accountable marketing : The salesperson phones the customer to check whether
the product is meeting expectations. The salesperson also asks the customer for
any product- or service improvement suggestions and specific disappointments.
4) Proactive marketing : The salesperson contacts the customer from time to time
with suggestions about improved product uses or new product.
5) Partnership marketing : The company works continuously with its large
customers to help improve their performance. (General Electric, for example, has
stationed engineers at large utilities to help them produce more power).
Pentingnya mempertahankan pelanggan dapat dicapai melalui dua cara.
Pertama dengan menyulitkan pembeli untuk berganti pemasok. Pelanggan cenderung
untuk tidak berganti pemasok, apabila biaya modalnya tinggi, biaya pencariannya
tinggi, sehinggaakan lebih sulit bagi pesaing untuk menerobos melalui penawaran
harga lebih murah atau rangsangan lainnya. Upaya menciptakan kesetiaan pelanggan
seperti ini, disebut sebagai relationship marketing, yaitu strategi dimana transaksi
pertukaran antara pembeli dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah
penjualan selesai (Kotler, 2003).
Upaya penciptaan dan penambahan nilai bagi pelanggan dapat dituangkan
dalam suatu bentuk produk pelanggan (customer service) yang merupakan bagian
dari kepedulian pada pelanggan (customer care). Pada prinsipnya, ada tidak kunci
dalam memberikan produk pelanggan yang unggul, yaitu :
15
1) Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. Termasuk
didalamnya memahami tipe-tipe pelanggan.
2) Pengembangan database yang lebih akurat dari pesaing (mencakup data
kebutuhan dan keinginan setiap segmen pelanggan serta perubahan kondisi
persaingan). Database tersebut merupakan data pelanggan yang oleh perusahaan
dianggap perlu dibina menjadi hubungan jangka panjang.
3) Pemanfaatan informasi-informasi yang diperoleh dari riset pemasaran dalam
suatu kerangka strategi. Kerangka ini diwujudkan dalam pengembangan
relationship quality (Hunt, 2011).
Lebih jauh lagi, Hunt, (2011) menyatakan bahwa relationship quality
mengandung lima unsur utama, yaitu :
1) Perlunya menempatkan pasar sebagai kiblat
dari pemasaran dan organisasi.
Antara pasar dan perusahaan memiliki kekuatan yang saling tarik menarik. Pasar
dapat menarik masuk suatu produk dan menempatkannya pada posisi yang
unggul, atau sebaliknya menghancurkan citranya. Kekuatan dari organisasi juga
dapat menarik produk ke bawah sehingga gagal mencapai tujuannya, atau
sebaliknya memberikan daya dorong yang memungkinkan lepas landas.
2) Pemasaran adalah penciptaan pasar (market creation) bukan market sharing. Hal
ini dilandasi atas pemikiran bahwa hubungan baik dalam jangka panjang dapat
memberikan peluang bagi diciptakannya produk-produk baru yang dibutuhkan
oleh pelanggan. Hal ini berbeda dengan perusahaan yang berorientasi transaksi
yang hanya berjuang untuk mengisi sebagian proporsi dari pasar dengan produk
yang sudah ada.
3) Pemasaran adalah masalah proses bukan taktik promosional. Makna dari konsep
ini adalah bahwa periklanan dan promosi hanyalah sebagian kecil dari strategi
16
pemasaran. Periklanan dapat memberi penguatan atas posisi di pasar, tetapi ia
tidak dapat menciptakan posisi di pasar.
4) Pemasaran adalah kualitatif bukan kuntitatif. Angka-angka dapat memberi
keamanan bagi penjual dalam pengambilan keputusan. Tetapi, penekanan pada
penggunaan data masa kini dan masa lampau sebagai dasar untuk memperkirakan
perkembangan pemasaran dimasa depan relatif tidak cocok untuk situasi
pemasaran yang berubah-ubah. Survey pemasaran yang menerapkan pendekatan
kualitatif mempunyai kekuatan yang lebih besar untuk menggambarkan
kecenderungan pasar mengenai produk perusahaan. Pendekatan kualitatif juga
penting dalam penjualan, karena pelanggan sering memutuskan pembeliannya
berdasarkan faktor-faktor kualitatif, seperti : kepemimpinan, produk pelanggan,
reliabilitas dan reputasi perusahaan.
5) Pemasaran adalah tugas atau pekerjaan semua orang.
Sedangkan Mohaghar and Ghasemi, (2011 : 457-458) mengemukakan tujuh
unsur kualitas kerelasian, yaitu Communication, Trust, Adaptation, Commitment,
Interdependence, Co-operation, Atmosphere.
2.1.1 Trust dan Commitment
Studi tentang kualitas kerelasian dikemukakan oleh Pi and Huang (2011)
yang mengatakan bahwa pandangan strategi yang menekankan jangka panjang dan
merupakan interaksi dari sisi kemanusiaan dari pembeli dan penjual. Ini
memfokuskan pentingnya kualitas kerelasian dengan membangun komitmen dan
kepercayaan dengan konsumen.
17
Dan perusahaan harus selalu berusaha menawarkan peluang-peluang baru
untuk menciptakan hubungan yang lebih individual antara penjual dan pelanggan
(Bejou dan Palmer dalam Hunt, 2011).
Tugas tenaga pemasaran tidak lagi hanya membawa produk “keluar” / ke
pasar, melainkan menggiring pelanggan “masuk” ke dalam perusahaan, agar dapat
diperoleh masukan, serta keinginan dan kebutuhan mereka diketahui sejak dini. Jika
perusahaan tidak mempunyai keterikatan dengan pelanggan maka tidak akan pernah
punya pelanggan (Hunt, 2011).
Kotler & Keller (2009), mengemukakan bahwa kebanyakan teori pemasaran
lebih menekankan tentang seni untuk menarik konsumen baru dari pada untuk
mempertahankan yang ada. Ini berarti lebih menekankan pada penjualan saja,
daripada membangun “relationship”. Dan lebih mengutamakan Pre Selling dan
Selling daripada Caring konsumen sesudah terjadi penjualan.
Walter, (2011) mengatakan bahwa inti utama dari relationship adalah
kepercayaan. Beberapa pendapat lain yang mengatakan bahwa “commitment” dan
“trust”, adalah peran sentral dari kualitas relasional dikemukakan oleh (Hunt et.al,
2011; Beatson, 2011).
Demikian juga Kotler dan Keller (2009) memberikan pandangan pentingnya
bagaimana membangun kepercayaan, keyakinan pelanggan. Dan jika sudah demikian
pelanggan akan dapat dengan sukarela mengikuti perusahaan Anda.
Mengenai hubungan antara trust dan commitment terhadap keterikatan
konsumen dapat digambarkan seperti di bawah ini.
Perusahaan harus memberikan nilai pada produk atau jasa yang diberikan
yang mengandung unsur kepercayaan kepada konsumen. Bagi konsumen yang sudah
18
merasa percaya maka emosinya akan tergugah dan akan menyebabkan konsumen
komit kepada perusahaan.
Customer
Trustworthiness
Trust
EMOTIONS
Commitment
Basic values
Provider
Gambar 2.1 Trust & Commitment
Sumber :Kaj Storbacka & Jarmo R. Lehtinen (2001), “Hubungan baik dengan pelanggan Management :
Creating Competitive Advantage Through Win-Win Relationship Strategies”, hal. 29
Kotler, Payne dan Dwyer memberikan gambaran tentang tahap atau tingkatan
hubungan
antara
konsumen
dengan
perusahaan.
Secara
bersamaan
dapat
digambarkan seperti di bawah ini. Kotler dan Payne menganggap bahwa partner
adalah tingkatan paling tinggi dalam hubungan antara perusahaan dan konsumen,
sedangkan Dwyer menganggap komitmen adalah tahap/ baris paling tinggi.
19
(Dissolution)
Relationship
Commitment
Partners
Partners
Members
Members
Advocates
Advocates
Clients
Clients
Expansion
Customers
Traditional
Exploration
Awareness
Repeat
customers
Firs-time
customers
Prospects
Prospects
Suspects
(Based on
Dwyer et al.,
1987, p. 15)
(Adapted from
Payne et al.,
1995, p. viii)
(Based on
Kotler, 1997,
p. 26)
Sumber : John Egan (2001:59)
Gambar 2.2 .Relationship Ladders on Stages
Hunt, (2011) menerangkan bahwa trust and commitment sebagai indikator
yang sangat penting untuk keberhasilan hubungan konsumen dengan perusahaan.
Dan keberadaan trust dan commitment dianggap sebagai masalah sentral dalam
strategi pemasaran dalam hal keterikatan konsumen, dan masalah utama dimana
20
hubungan yang efektif antar penjual dan pembeli dapat diputuskan (Bejou dan
Palmer dalam Egan, 2001).
Sementara Pressey dan Mathews, dalam Egan (2001), bahwa trust dan
commitment sering dipakai secara bersama-sama dalam literatur relationship
management.Perusahaan jasa yang berorientasi ke pasar tidak hanya memfokuskan
pada single transaction dengan konsumen, tujuan utamanya adalah starting,
developing and maintaining relationship dengan konsumen.
Berry dan Parasuraman dalam Kasper (1999), menyatakan bahwa :
Relationship quality concern attracting, developing, and retaining
relationship. Its central tenet is the creation of ‘true customers’ – customers
who are glad they selected a firm, who perceive they are receiving value and
feel valued, who are likely to buy additional services from the firm and who
are unlikely to defect to a competitor. True customers are the most profitable
of all customers. They spend more money with the firm on a per-year basis
and they stay with the firm for more years. They spread favourable word-ofmouth information about the firm, and they may even be willing to pay a
premium price for the benefits the service offers.
Kepercayaan dianggap sebagai hal yang penting untuk menjaga hubungan
dan meningkatkan hubungan dan mengurangi persepsi resiko secara efektif.
Kepercayaan juga dianggap sebagai pondasi hubungan inter personal sebagai
prasyarat untuk kerjasama dan sebagai dasar untuk stabilitas hubungan dalam
institusi sosial dan pasar.
Pentingnya kepercayaan (trust) menjadi pembicaraan belakangan ini
berkaitan dengan penjualan melalui internet, dimana antara penjual dan pembeli
sering tidak bertemu langsung maupun lebih mengandalkan kepada kepercayaan.
Beberapa situasi dan indikator dari trust dikatakan oleh Mitchell dalam Egan
(2001), sebagai berikut :
1) Probity (fokus kepada kepercayaan dan integritas dan reputasi)
2) Equity (berkaitan dengan fair-mindedness, benevolence)
21
3) Reliability (berkaitan dengan keandalan dan ketepatan serta konsistensi dari
produk atau servis yang diharapkan dalam beberapa hal berkaitan dengan garansi
yang dikeluarkan oleh perusahaan)
Jika perusahaan dapat menunjukkan trustworthy kepada konsumen maka
konsumen akan percaya kepada perusahaan dan pola hubungannya (Pi and Huang,
2011). Chen, (2008) mengatakan bahwa yang ada dalam pikiran konsumen pada saat
dia ingin mengadakan hubungan adalah apakah perusahaan dapat dipercaya.
Walter, (2011) menjelaskan bahwa untuk memperoleh kepercayaan
konsumen perusahaan harus berbuat sedemikian rupa yang menunjukkan pada
konsumen bahwa perusahaan mempunyai nilai jika dijadikan partner. Kita harus
membuktikan dengan aksi bahwa hubungan dengan pelanggan harus mempunyai arti
dan dibuat sebaik-baiknya.
Hunt,
menginginkan
(2011)
untuk
mengutarakan
mempunyai
bahwa
partner
untuk
yang
bisnis
dia
customer
percayai
(trust)
sering
dan
memperhatikannya. Hal ini akan memberikan hubungan yang lebih personal dan
dalam situasi ekstrim dikatakan One-on-One personal contact .
Commitment dianggap juga sebagai masalah utama dalam relationship
marketing.Commitment mempunyai implikasi bahwa satu atau kedua belah pihak
akan loyal dan menunjukkan stabilitas dalam hubungannya antara yang satu dengan
yang lain.
Storbacka dan Jarmo (2001) juga menjelaskan bahwa konsumen yang secara
emosional komit kepada perusahaan lebih penting daripada konsumen yang yang
membeli secara acak atau bahkan konsumen yang membeli banyak.
Tujuan utama dari relationship marketing adalah untuk membangun dan
mempertahankan pelanggan yang mempunyai komitmen yang pada akhirnya
22
akanmeningkatkan provitabilitas organisasi (Zaithaml, 1996). Untuk mencapai tujuan
ini perusahaan harus berfokus untuk memperoleh, menarik kembali dan
meningkatkan hubungan dengan konsumen.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud kualitas kerelasian dalam
penelitian ini adalah pendekatan komprehensif untuk menciptakan, mempertahankan
dan meningkatkan hubungan dengan konsumen.
Sedangkan unsur dari kualitas
kerelasian adalah Communication, Trust, Adaptation, Commitment, Interdependence,
Co-operation, Atmosphere.
2.2 Nilai Produk (Product Value)
Pemasaran tidak hanya sekedar menyampaikan produk dari tangan produsen
ke tangan konsumen, tetapi pemasaran pun memperhatikan apakah kebutuhan dan
keinginan konsumen terpenuhi, apakah konsumen puas terhadap produk tersebut, dan
apakah konsumen akan melakukan pembelian ulang dan menjadi loyal terhadap
produk atau merek tersebut.
Kotler & Keller (2006:13) mengungkapkan pula bahwa: “Suatu perusahaan
berhasil menawarkan produk/jasa kepada pelanggan apabila mampu memberikan
nilai dan kepuasan.” Nilai (value) adalah perkiraan konsumen atas seluruh
kemampuan produk untuk memuaskan kebutuhannya.” (Kotler & Keller, 2006:10)
Secara garis besarnya, nilai produk adalah perbandingan antara benefit
(manfaat) yang dirasakan terhadap suatu produk dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan produk tersebut. Untuk mendapatkan nilai produk
yang sesuai dengan persepsi pelanggan, maka suatu perusahaan harus selalu
mengikutinya dengan menyediakan produk/jasa yang sesuai, karena nilai produk
selalu berubah sepanjang waktu.
23
Menurut Peter Drucker dalam Kotler & Keller (2006 :40), ‘tugas utama
perusahaan adalah “menciptakan pelanggan”.’ Artinya, bahwa untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya, sebuah perusahaan harus memiliki
konsumen yang merasa suka dan puas terhadap produk yang ditawarkan.
Pada kenyataannya, menciptakan pelanggan tersebut tidaklah mudah.
Perusahaan membutuhkan produk yang memiliki nilai yang sesuai dengan persepsi
nilai produk yang berlaku. Selain itu perusahaan menghadapi tantangan tersendiri
dalam menghadapi konsumennya, karena pada saat ini konsumen dapat lebih leluasa
memilih produk, merek, dan produsen yang sesuai dengan kebutuhan dan
keinginannya. Untuk itu perusahaan saling berlomba memberikan nilai tertinggi bagi
konsumen, karena konsumen menginginkan nilai maksimum dengan dibatasi oleh
biaya pencarian, keterbatasan pengetahuan, mobilitas, dan penghasilan. Semakin
besar manfaat yang diberikan dibandingkan dengan harganya, maka semakin besar
nilai yang diperoleh pelanggan terhadap produk tersebut.
Nilai superior yang diterima pelanggan diantaranya berasal dari kualitas
superior produk tersebut. Artinya bahwa kualitas yang diberikan produk melebihi
kualitas dari produk lain yang sejenis. Kualitas yang superior akan dapat dirasakan
oleh pasar apabila dikomunikasikan dengan pasar.
Perusahaan
harus
dapat
dirumuskannya dengan baik, serta
memahami
memiliki
kebutuhan
konsumen
yang
rancangan yang efektif dan
pengawasan kualitas terhadap produk yang dibuatnya. Jika keduanya terlaksana
dengan baik, maka kualitas superior dapat tercipta di dalam benak pelanggan,
sehingga mendapatkan kesan kualitas yang baik di pasar. Untuk meningkatkan kesan
kualitas, dapat diciptakan salah satunya dengan advertising dan juga komunikasi
pemasaran lainnya, serta keunggulan biaya. Jika pelanggan memiliki kesan kualitas
24
yang baik, maka nilai yang didapatkan pelanggan melalui produk tersebut akan
tinggi, sehingga perusahaan memiliki profitability, pertumbuhan, dan pangsa pasar
yang tinggi.
Menurut
pendapat
Zeithaml
dan
Bitner
(2000:441),
konsumen
mendefinisikan nilai ke dalam empat definisi yang digambarkan sebagai berikut:
VALUE IS LOW
PRICE
VALUE IS
EVERYTHING I
WANT IN
SERVICE
VALUE IS THE
QUALITY I GET
FOR THE
PRICE I PAY
VALUE IS ALL
THAT I WANT
GET FOR ALL
THAT I GIVE
(Sumber: Zeithaml dan Bitner, 2000:441)
Gambar 2.3 Four Customers Definition Of Value
Jadi menurut Zeithaml dan Bitner, bahwa konsumen mendefinisikan sendiri
nilai produk sebagai harga yang rendah, nilai adalah apapun yang diinginkan
konsumen dari produknya, nilai adalah kualitas yang didapatkan sebagai ganti dari
harga yang dibayarkan, dan nilai adalah semua yang ingin didapatkan konsumen
sebagai balasan dari apa yang diberikannya.
Barnes (2001:104) mengungkapkan bahwa, “Nilai bersifat pribadi dan unik.”
Nilai dikatakan bersifat pribadi dan unik karena nilai terkait dengan manfaat yang
mereka terima dari sebuah produk dan biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat
merasakan manfaat tersebut.
Halbrook (1999:27) mengungkapkan bahwa, “Nilai adalah preferensi yang
bersifat relatif (komperatif, personal, dan situasional) yang memberi ciri pada
25
pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan beberapa objek.” Beliau pun
mengungkapkan bahwa: “Nilai berkaitan dengan pengalaman dan menyangkut bukan
hanya pembelian suatu objek, melainkan juga konsumsi dan penggunaan suatu jasa.”
Barnes (2001:104) mengatakan bahwa: “Nilai dipersepsikan berbeda oleh
berbagai segmen pelanggan. Pelanggan mengkombinasikan berbagai elemen yang
bervariasi.” Uraian Bernes di atas dapat menjelaskan mengapa proporsi nilai seorang
pelanggan yang satu tidak sama dengan yang lainnya. Suatu produk bernilai
maksimum yang dianggap oleh seorang konsumen belum tentu dianggap bernilai
maksimum oleh konsumen lain.
Uraian tersebut menggambarkan bahwa tantangan perusahaan dalam
memenuhi nilai yang sesuai dengan persepsi pelanggan tidaklah mudah, salah
satunya dikarenakan segmen pelanggan yang berbeda-beda. Namun secara garis
besar, nilai produk adalah perbandingan benefit dengan cost, sebagaimana yang
diungkapkan oleh beberapa formula nilai di bawah ini:
Nilai =
Manfaat Fungsional + Manfaat Emosional
Manfaat
=
Biaya
Biaya Moneter + Biaya Waktu + Biaya Energi + Biaya Fisik
Kotler & Keller (2006:13)
Gambar 2.4 Gambar Nilai dan Manfaat
Menurut Harjati dalam Usmara (2003:116) nilai produk menguraikan
hubungan produk dengan pelanggan sebagai berikut: Nilai produk menguraikan
hubungan antara produk dan pelanggan yaitu pemahaman pelanggan mengenai apa
yang mereka inginkan dengan produk/jasa yang ditawarkan dalam memenuhi
kebutuhannya, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkannya.
26
Menurut Kotler & Keller (2006:41), nilai yang diterima pelanggan adalah
sebagai berikut: Nilai yang diterima pelanggan sebagai selisih antara total customer
value (jumlah nilai bagi pelanggan) dan total customer cost (biaya total bagi
pelanggan). Total customer value (jumlah nilai bagi pelanggan) adalah kumpulan
manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Total
customer cost (biaya total pelanggan) adalah kumpulan pengorbanan yang
diperkirakan pelanggan akan terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh, dan
menggunakan produk atau jasa tersebut.
Nilai produk total menurut Hoffman dan Batteson (1997:154), terdiri dari:
1) Product value, the worth assigned to the product by the customer.
2) Service value, the worth assigned to the service by the customer.
3) Personnel value, the worth assigned to the service-providing personnel by the
customer.
4) image value, the worth assigned to the image of the service or services
provider by the customer.
Sedangkan biaya pelanggan total masih menurut Hofman dan Batteson
(1997:154), meliputi:
1) Monetary price, the actual price paid by the customer for a product.
2) Time costs, the time customer has to spend to actual the service.
3) Energy costs, the physical energy spent by the customer to actual the service.
4) Phisychic costs, the mental energy spent by the customer to actual the
service.
Hoffman dan Batteson mengidentifikasikan nilai produk total ke dalam empat
nilai yang diterima. Pertama, nilai produk yang merupakan penilaian pelanggan
terhadap produk. Kedua, nilai produk yang merupakan penilaian yang diberikan
pelanggan terhadap produk. Ketiga, nilai karyawan yang diberikan berdasarkan
27
penilaian terhadap produk karyawan. Dan yang keempat adalah nilai citra, yang
penilaiannya dilakukan oleh konsumen terhadap produk atau penyedia jasa.
Total biaya pelanggan yang diungkapkan Hoffman dan Batteson di atas,
diidentifikasikan ke dalam empat jenis biaya yang dikeluarkan pelanggan. Pertama,
biaya moneter adalah harga aktual yang harus dibayar pelanggan untuk mendapatkan
sebuah produk. Kedua, biaya waktu yang merupakan waktu yang dihabiskan untuk
memperoleh produk. Ketiga, biaya energi adalah energi yang dikeluarkan untuk
memperoleh produk tersebut. Dan yang keempat, biaya psikis yang merupakan
energi mental yang dikeluarkan pelanggan untuk memperoleh produk tersebut.
Menurut Usmara (2003:118), sasaran konsumsi pelanggan biasanya adalah:
Sasaran nilai produk biasanya adalah untuk memperoleh benefit/ konsekuensi positif
yaitu nilai penggunaan dan nilai kepemilikan. Nilai penggunaan meliputi fungsional
benefit, setelah penggunaan produk mereka menerima benefit, misalnya efisiensi
waktu, menghilangkan rasa haus, hiburan, mudah dibersihkan, awet, cepat saji, enak,
dan lain-lain. Nilai kepemilikan adalah irasional benefit yang merupakan komponen
yang menyebabkan kebanggaan jika memiliki, karena dalam produk terkandung
simbolik penting harga diri, keindahan kualitas.
Diungkapkan pula oleh Hoffman dan Betteson (1997:154) bahwa, “Buyers
perceptions of value represent a trade-off between the perceived benefits of the
service to the purchased and the perceived sacrifice in terms of the cost to be paid.”
Artinya yaitu persepsi pembeli terhadap nilai menggambarkan sebuah perbandingan
antara manfaat dari produk yang dibeli dengan pengorbanan yang dirasakan dalam
hubungannya dengan biaya yang dikeluarkan.
28
Kotler & Keller (2006:13) menyatakan bahwa pemasar dapat meningkatkan nilai
tawaran pelanggan dengan beberapa cara, yaitu:
1) Meningkatkan manfaat;
2) mengurangi biaya;
3) meningkatkan manfaat dan mengurangi biaya;
4) meningkatkan manfaat lebih besar daripada kenaikan biaya;
5) mengurangi manfaat lebih kecil daripada pengurangan biaya.
Davis (Bilson Simamora, 2002:17) mengatakan bahwa, ‘Keseluruhan asosiasi
terhadap merek dapat dipadatkan menjadi tiga bagian, yaitu (1) fitur dan atribut, (2)
manfaat dan (3) keyakinan dan nilai.’
Jadi fitur dan atribut merupakan faktor dasar yang harus dipenuhi setiap
merek. Jika fitur dan atribut telah terpenuhi, maka nilai yang tinggi dapat diberikan
kepada pelanggan, karena menurut Temporal (Simamora, 2002:17), ‘Kesuksesan
merek tergantung pada kualitas produk, layanan dan sumber daya manusia.’
Berikut ini merupakan gambar piramida nilai menurut Davis, dimana fitur
dan atribut menjadi dasar untuk menciptakan benefit, sehingga nilai yang tinggi
dapat dirasakan pelanggan.
29
The emotional,
spiritual cultural
value being adressed
The functional
or emotional
benefits
provided to
customers
Features or
processes that
must be
demonstrated
to customers
Most meaningful and most
difficult to imitate but
hardest to deliver
Belief
and
values
Benefit
Features and atributes
Easiest to
deliver, but
least
meaningful
ant mostly
easy to
(Sumber: Davis dalam Simamora, 2002:17)
Gambar 2.5 Piramida Nilai Davis
Barnes (2001:123) mengelompokkan nilai yang diciptakan melalui tiga belas
bentuk nilai, yaitu: 1) Nilai berbasis harga, 2) Nilai kemudahan atau akses, 3) Nilai
berbasis pilihan, 4) Nilai berbasis karyawan, 5) Nilai informasi, 6) Nilai asosiasi, 7)
Nilai yang memampukan, 8) Nilai hubungan, 9) Nilai keunikan pelanggan, 10) Nilai
kejutan, 11) Nilai komunitas, 12) Nilai ingatan, 13) Nilai pengalaman.
30
Uraian dari bentuk-bentuk nilai tersebut adalah sebagai berikut:
1) Nilai berbasis harga. Dalam nilai ini, harga merupakan pemicu pelanggan untuk
melakukan switcher (beralih kepada merek atau produk lain), apabila merek atau
produk pesaing menawarkan harga yang lebih murah.
2) Nilai kemudahan dan akses yaitu produk dan merek perusahaan tersedia di
banyak tempat penjualan, sehingga memudahkan pelanggan untuk membelinya.
3) Nilai berbasis pilihan, yaitu diciptakan melalui kesempatan yang diberikan
kepada pelanggan untuk menyeleksi berbagai pilihan yang tersedia dari produk
yang ditawarkan.
4) Nilai berbasis karyawan berkaitan dengan produk yang diberikan oleh karyawan
kepada pelanggan.
5) Nilai informasi adalah ditandai dengan mudahnya pelanggan untuk mendapatkan
informasi mengenai produk atau merek yang ditawarkan perusahaan. Saat ini
banyak perusahaan besar yang telah memberikan produk informasi kepada
pelanggan agar lebih mengenal produk mereka, yaitu melalui surat kabar, produk
informasi produk di toko-toko, internet, televisi, dan lain sebagainya.
6) Nilai asosiasi adalah nilai yang diperoleh pelanggan melalui perasaan atau kesan
positif dari produk atau merek dikarenakan telah mendapatkan kepuasan dari
mengkonsumsi produk atau merek tersebut.
7) Nilai yang memampukan, yang berarti pelanggan mampu melakukan sesuatu
dengan produk tersebut.
8) Nilai hubungan, yaitu nilai yang diciptakan perusahaan dengan cara melakukan
hubungan yang baik dengan pelanggan.
9) Nilai keunikan pelanggan, yaitu nilai yang diciptakan perusahaan dengan
memperhatikan karakteristik pelanggan sebagai individu. Diantaranya diwakili
31
dengan menciptakan produk yang beraneka ragam warna, bentuk, ukuran, rasa,
dan lain sebagainya.
10) Nilai kejutan, yaitu nilai yang diberikan perusahaan kepada pelanggan dengan
memberikan kejutan menarik bagi pelanggan.
11) Nilai komunitas adalah nilai yang diciptakan melalui komunitas pelanggan yang
didirikan oleh perusahaan.
12) Nilai ingatan adalah nilai yang diciptakan pelanggan dikarenakan pelanggan
ingat terhadap produk atau merek tersebut.
13) Nilai pengalaman adalah nilai yang diciptakan melalui pengalaman yang
menarik, sehingga pengalaman tersebut tidak dilupakan dalam jangka waktu
yang panjang.
Sedangkan Kotler & Keller (2006:13) menganjurkan pemilihan salah satu
dari lima “generic value strategis”, masing-masing yaitu:1) More for less, 2) more
for same, 3) same for less, 4) more for more, 5) less for less.
Lima generic value strategis (strategis nilai generik) di atas dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) More for less artinya bahwa perusahaan memberikan manfaat (benefit) yang
lebih kepada pelanggan yang disertai biaya (cost) yang lebih rendah, jika
dibandingkan dengan manfaat dan biaya yang diberikan pesaing.
2) More fore same adalah perusahaan memberikan manfaat yang lebih kepada
pelanggan jika dibandingkan dengan pesaing, namun biaya yang ditawarkan
sama dengan pesaing.
3) Same for less adalah memberikan kemanfaatan yang sama dengan pihak pesaing
kepada pelanggan dengan biaya yang lebih rendah.
32
4) More for more adalah strategi perusahaan dimana produk yang ditawarkan
memberikan manfaat yang lebih, disertai juga biaya yang lebih tinggi
dibandingkan dengan produk pesaing.
5) Less for less yaitu memberikan manfaat yang rendah dan biaya yang rendah, jika
dibandingkan dengan pihak pesaing.
2.3 Citra Perusahaan
Pemberian merek individual oleh perusahaan, khususnya produk jasa hanya
dapat dilakukan dengan sangat terbatas, mengingat jumlah dan variasi suatu produk/
jasa yang demikian banyak, serta citra perusahaan itu sendiri merupakan penjelasan
dari merek produk atau jasa itu sendiri. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa keputusan pemberian nama bagi suatu perusahaan merupakan suatu keputusan
strategis karena hal tersebut merupakan keputusan pemberian merek yang akan
berimplikasi pada citra perusahaan.
Menurut Akin & Demirel (2011 : 130) dalam jurnal, mengutip pendapat
Aaker bahwa definisi brand adalah, “ a distinguishing name/or symbol (such as a
logo, trademark, or package design) intended to identify the goods or services of
either one seller or a group of sellers, and to differentiate those goods or services
from those competitor”.
Sedangkan definisi merek menurut American Marketing Association yang
dikutip oleh Kotler & Keller (2009;443), bahwa merek adalah nama, istilah, tanda,
simbol atau design, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan
untuk membedakannya dari barang dan jasa pesaing”
33
Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa merek sebenarnya
adalah merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan,
manfaat tertentu kepada konsumen, sehingga apabila janji tersebut terpenuhi maka
akan berimplikasi pada baiknya citra perusahaan. Dan janji yang diberikan oleh suatu
merek yang baik adalah suatu jaminan bahwa apa yang dilihat oleh konsumen itulah
yang akan mereka dapatkan atau dengan kata lain perusahaan mendapatkan citra
yang baik di mata konsumen.
Dalam era informasi sekarang ini, dimana konsumen dijejali dengan berbagai
informasi, khususnya tentang produk/ jasa
dalam jumlah yang banyak melalui
berbagai media, seperti media cetak dan elektronik, maka upaya untuk membangun
citra perusahaan menjadi semakin sulit. Banjirnya informasi tersebut bukan saja
telah memberikan kepada konsumen banyak pilihan yang pada gilirannya semakin
memperkuat posisi tawar - menawar konsumen, bahkan kondisi tersebut juga dapat
semakin membingungkan mereka tentang produk mana yang akan dipilih. Dalam
kondisi persaingan yang keras seperti ini, maka peranan merek yang kuat akan
semakin penting bagi suatu produk dalam memenangkan persaingan.
Merek yang kuat adalah merek yang memiliki equitas merek (brand equity)
yang tinggi, Menurut Akin & Demirel (2011 : 131) dalam jurnal, bahwa ekuitas
merek adalah “seperangkat asset (dan liabilities) yang berkaitan dengan simbol dan
nama suatu merek yang menambah (atau mengurangi) nilai yang diberikan oleh
suatu produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan. Peneliti lain,
Awang (2011 : 31) dalam jurnal, berpendapat bahwa kita harus membedakan antara
brand equity dengan brand identity. Menurutnya brand equity adalah :
“The total accumulated value or worth of brand the tangible and intangible
asset that the brand contributes to its corporate parent, both financially and
interes of selling leverage” sedangkan brand identity adalah “The
configuration of word, image, ideas and association that form a consumers
34
aggregate perception of a brand”.
Dengan perkataan lain brand identity adalah merupakan bagian dari brand
equity, yang merupakan persepsi keseluruhan merek di pasar yang dibentuk oleh
personality dan positioning. Sedangkan Aaker dalam Awang (2011) mendefinisikan
brand equity, merupakan “a unique set of associations that the brand strategist
aspires to create or maintain. These associations represent what the brand stands for
and imply a promise to customers from the organization members”.
Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa brand equity itu secara
keseluruhan hidup/ berada di dalam benak pelanggan, jadi brand equity bukan
sesuatu yang diciptakan oleh pemasar, tetapi adalah sesuatu yang diciptakan oleh
persepsi konsumen. Kalau begitu apa pula yang dimaksud dengan brand image ?
Banyak orang mungkin lebih mengenal istilah brand image dibandingkan dengan
brand equity dan brand identity. Aaker dalam Akin & Demirel (2011 : 131)
mendefinisikan brand image sebagai “a sat of associations, usually organized in
some weamingful way” (seperangkat asosiasi yang dirangkai dalam berbagai bentuk
yang bermakna). Contoh, produk elektronik merek Nokia yang diasosiakan sebagai,
teknologi canggih, kualitas gambar dan suara yang tinggi, produk purna jual yang
handal, harganya mahal dan tahan lama.
Haque, Rahman, and Haque (2011 : 100) mengatakan bahwa “image is on
the receiver side” sedangkan
“identity is on the sender’s side”.Artinya, citra
(images) adalah bagaimana masyarakat mengartikan semua tanda -tanda yang di
keluarkan atau disampaikan oleh merek melalui barang-barang, jasa-jasa dan
program komunikasinya. Dengan perkataan lain citra adalah reputasi. Sedangkan
menurut Huei and Easvaralingam(2011 : 128), mengutip pendapat Zeithaml, bahwa
“organizational image as perceptions of an organization reflected in the associations
35
held in consumer memory”. Dengan demikian agar supaya image yang diperoleh
sesuai atau mendekati brand identity yang di inginkan, maka perusahaan harus
memahami dan mampu mengeksploitasi unsur-unsur yang membentuk dan membuat
suatu brand menjadi brand yang kuat. Hal ini senada dengan ungkapan Gronroos
dalam Palabra, (2011) bahwa “ A favorable and well know image – corporate and/or
local is an asset for any organization because image can impact perceptions of
quality, satisfaction, and loyalty.
Menurut Akin, (2011:16) yang diperkuat oleh Kotler dan Keller (2009 ; 261),
Ekuitas merek akan semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya dimensidimensi dari citra perusahaan itu sendiri; dimensi-dimensi tersebut adalah :
1) kesadaran akan citra perusahaan (companyrecognition)
2) kesetiaan / pengenalan citra perusahaan (companyreputation)
3) kesan kualitas (afinity)
4) asosiasi-asosiasi merek dan asset lainnya seperti hak paten, stempel dagang,
saluran distribusi, dan lain-lain(domain).
Ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai produk atau jasa dimata konsumen
(yang dimaksud nilai di sini adalah citra), karena ekuitas merek tersebut dapat membantu konsumen
menafsirkan, memproses dan menyimpan informasi dalam jumlah yang besar tentang produk atau jasa
yang dijanjikan merek. Di samping itu ekuitas merek juga bisa mempengaruhi rasa percaya diri
konsumen dalam mengambil keputusan pembelian serta kepuasan dalam menggunakan produk.
Demikian pula halnya
bagi perusahaan (produsen), ekuitas merek yang kuat memungkinkan
perusahaan melaksanakan program marketingnya secara lebih efisien dan efektif, menumbuhkan
loyalitas terhadap merek, keunggulan dalam penetapan harga dan atau laba, memungkinkan perluasan
merek, meningkatkan penjualan, dan akhirnya memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan.
Oleh karena itu sangat penting bagi manajemen perusahaan untuk selalu memperhatikan, memahami,
dan memelihara dengan baik semua dimensi-dimensi ekuitas merek, sehingga semua keuntungan dan
manfaat yang diperoleh konsumen maupun perusahan dapat terus dipertahankan.
36
Bagaimana Brand Equity memberikan nilai, terdiri dari empat fase yakni :
Pertama, dimensi kesadaran citra perusahaan adalah kesanggupan konsumen
untuk mengenali atau mengingat kembali, bahwa suatu citra merupakan bagian dari
kategori merek produk tertentu, atau dengan perkataan lain adalah seberapa kuat
suatu merek tertanam dalam benak dan ingatan konsumen. Ukuran kesadaran citra
dibenak konsumen menurut Akin, (2011) bergerak mulai dari “pengenalan
(recognition), pengingatan kembali (to recall), puncak pikiran (top of mind), dan
yang menguasai (to dominant)”. Top of mind adalah posisi istimewa dimana suatu
citra menjadi ‘pimpinan’ dari berbagai merek yang ada dalam ingatan/pikiran
seseorang, sedangkan merek dominan adalah merek yang menempati posisi sebagai
satu-satunya merek yang diingat kembali seseorang (responden) dengan persentase
tinggi. Dalam kondisi persaingan belum terlalu tajam, top of mind sudah mencukupi.
Namun bila persaingan sudah meningkat semakin tajam, maka top of mind saja tidak
cukup. Upaya yang harus dilakukan adalah mengasosiasikan merek menjadi citra
positif menurut konsumen dan membuat konsumen merasa bahwa merek kita
merupakan jaminan kualitas.
Kedua, dimensi Kesan kualitas (perceived quality) adalah persepsi konsumen
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa. Dan bila
kesan kualitas meningkat, maka elemen kesan-kesan konsumen yang lainpun pada
umumnya akan meningkat; misalnya, bila konsumen mempunyai kesan kualitas atas
suatu produk itu baik, maka mereka juga akan beranggapan bahwa tarif/harga dari
produk atau jasa itupun akan mahal. Dengan demikian adalah sangat penting bagi
management perusahaan untuk selalu memahami hal-hal kecil yang dijadikan
konsumen sebagai dasar untuk menilai kualitas produk atau jasa perusahaan. Perlu
37
diingat pula bahwa kesan kualitas yang tinggi tersebut bukan ditentukan oleh pihak
perusahaan, melainkan oleh konsumen.
Ketiga, dimensi Loyalitas merek adalah merupakan kesetiaan pelanggan
terhadap suatu merek tertentu. Loyalitas merek berbeda dengan dimensi-dimensi
yang lain, karena dimensi ini hanya dapat terjadi melalui pengalaman menggunakan
produk atau jasa yang diwakili merek tersebut oleh pelanggan. Menurut Akin,
(2011,39-40) kesetiaan terhadap merek inipun berjenjang, yaitu terendah adalah tidak
loyal terhadap merek, pembeli yang puas, pembeli yang puas dengan biaya peralihan,
menyukai merek dan yang tertinggi adalah pembeli yang komit. Pada tingkat paling
dasar pembeli bersikap tidak loyal, dalam arti sama sekali tidak tertarik terhadap
merek, sehingga pembeli cenderung untuk memilih/ membeli apapun dari suatu
kategori produk atau jasa yang menawarkan kenyamanan dengan harga yang paling
murah.
Pada tingkat kedua, pembeli merasa puas dengan
produk (jasa) yang
digunakannya, atau tidak mengalami ketidak-puasan. Para pembeli tipe ini
melakukan pembelian karena kebiasaan dan merasa tidak perlu atau tidak
mempunyai alasan untuk mempertimbangkan alternatif lain. Namun demikian, bila
produk yang ditawarkan perusahaan pesaing mampu menciptakan suatu manfaat
yang nyata, maka mereka akan mudah untuk beralih kepada produk pesaing. Pada
tahap ketiga pembeli merasa puas tetapi memikul biaya peralihan, umpamanya uang,
waktu atau kinerja, apabila mereka akan beralih merek. Sebagai contoh adalah
penggantian penggunaan perangkat lunak (software) sistem operasi oleh suatu
pendidikan, selain memerlukan pengorbanan finansil juga adanya risiko bahwa
belum tentu sistem operasi yang baru akan berjalan lebih baik dari yang digantikan.
38
Pada tahap keempat, pembeli sungguh-sungguh menyukai merek karena
adanya preferensi yang berlandaskan kepada asosiasi-asosiasi dari merek, misalnya:
logo, pengalaman menggunakan, kesan kualitas yang tinggi atau karena hal-hal yang
bersifat emosional.
Pada tahap tertinggi adalah para pelanggan setia yang loyal kepada merek.
Pada umumnya pelanggan setia ini memiliki rasa kebanggaan menjadi pengguna dari
merek karena dalam pandangan mereka merek tersebut selain sangat penting dari
segi fungsinya, juga merupakan suatu ekspresi mengenai siapa mereka adanya.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud citra perusahaan dalam
penelitian ini adalah reputasi yang dimiliki oleh PT. NPP yang menawarkan jasa
perawatan, ketika dipersepsi oleh para pelanggan. Dimensi dari citra perusahaan itu
sendiri adalah :
1) Kesadaran akan adanya produk Beton PT. NPP (companyrecognition)
2) Pengenalan PT. NPP (companyreputation)
3) Ketertarikan dalam menggunakan produk beton dari PT. NPP (afinity)
4) Asosiasi-asosiasi merek danasset lainnya seperti hak paten, stempel dagang,
saluran distribusi, dan lain-lain(domain).
39
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No
Penulis
Judul/Sumber/Tahun
Alat
Anaisis
1
Nandan
Limakrisna
Pengaruh Kualitas
Pelayanan dan
Kerelasian Nasabah
terhadap Citra
Perusahaan
/2008/Jurnal EKonomi
Bisnis No. 3 Vol. 13,
Desember 2008
Regresi
Linear
Berganda
2
Mishra,
Praharaj,
and
Mahapatra
Path
Analysis
(Analisis
Jalur)
3
Mohammad
Dimyati
CRM in Banks: A
Comparative Study of
Public andPrivate
Sectors in
India/2011/European
Journal of Economics,
Finance and
Administrativ
e Sciences ISSN 14502275 Issue 31
Theoretical Testing On
Service Quality And
Product Value Of
Small-Micro
Credit
Banks (A Case Study)
4
Eyup Ekin
dan Yavuz
Demirel
pengaruh identifikasi
pelanggan dan Kualitas
Kerelasian
terhadap
retensi pelanggan dan
citra perusuhaan /2011/
European Journal of
Social
Sciences
–
Volume 23, Number
1(2011)
Structure
Equation
Modeling
(SEM)
Path
Analysis
(Analisis
Jaur)
Hasil Penelitian/Rekomendasi
Kualitas pelayanan dan
kerelasian nasabah berpengaruh
secara bersama-sama terhadap
citra bank BNI Kota Bandung,
namun apabila dilihat secara
parsial, ternyata Kerelasian
nasabah dominan
mempengaruhi citra bank BNI,
sedangkan kualitas pelayanan
tidak
mempengaruhi citra bank BNI.
Terdapat pengaruh yang positif
dan signifikan antara CRM dan
kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pelanggan. CRM
menjadi factor yang dominan
mennentukan kepuasan
pelanggan
kualitas
pelayanan
secara
signifikan
mempengaruhi
kepuasan
pelanggan
dan
kepercayaan pelanggan serta
kesetiaan pelanggan dengan
arah
hubungan
positif;
Kepuasan pelanggan dan nilai
produk
secara
signifikan
mempengaruhi
kepercayaan
pelanggan
dengan
arah
hubungan positif; Kepercayaan
pelanggan secara signifikan
mempengaruhi
loyalitas
pelanggan
dengan
arah
hubungan positif. Kepuasan
pelanggan dan nilai produk
tidak mempengaruhi kesetiaan
pelanggan.
indentifikasi pelanggan dan
kualitas kerelasian terbukti
berpengaruh terhadap retensi
pelanggan, namun identifikasi
pelanggan dominan. Demikian
juga indentifikasi pelanggan
dan
kualitas
kerelasian
berpengaruh terhadap citra
perusahaan, namun kualitas
40
No
Penulis
Judul/Sumber/Tahun
Alat
Anaisis
Hasil Penelitian/Rekomendasi
kerelasian
pengaruhnya
5
Beatson,
Amanda T.
and Lings,
Ian
and
Gudergan,
Siegfried
pengaruh kualitas
relasional terhadap
kepuasan, kepercayaan
dan komitmen/2011/
The Service Industries
Journal, 28(2). pp. 211223, 2011)
Structure
Equation
Modeling
(SEM)
dominan
kualitas kerelasian memiliki
pengaruh yang positif terhadap
kepuasan, kepercayaan, dan
komitmen. Kualitas relasional
berperan dalam menghambat
konsumen untuk beralih
2.5 Kerangka Pemikiran
Kualitas kerelasian merupakan pendekatan komprehensif untuk menciptakan,
mempertahankan dan meningkatkan hubungan dengan konsumen. Hubungan dengan
konsumen akan terjalin dengan baik apabila pelanggan memperoleh manfaat yang
banyak dari perusahaan dan perusahaan memperoleh keuntungan dari pelanggan
(win-win solutions). Manfaat yang tinggi bagi pelanggan dapat meningkatkan citra
perusahaan, demikian juga biaya yang rendah akan dihasilkan dari hubungan baik
dengan pelanggan, karena pelanggan akan mendapatkan perlakuan khusus dari
perusahaan untuk menjaga hubungan baik itu sendiri. Sedangkan biaya yang rendah
juga dapat meningkatkan citra perusahaan, sehingga kualitas kerelasian dapat
dikatakan memberikan kontribusi secara teoritis dalam rangka meningkatkan citra
perusahaan.
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, maka dapat digambarkan
kerangka konseptual sebagai berikut
41
Relationship Quality
Communication
Trust
Adaptation
Commitment
Interdependence
Co-operation
Atmosphere
(Mohaghar and Ghasemi, 2011 : 457-458)
Company Image
Compeny recognition
Reputation
Afinity
Domain
(Akin & Demirel, 2011)
Product Value
Manfaat produk
Total Biaya Pelanggan
(Hoffman dan Batteson ,1997)
Gambar 2.6 Model Kerangka Konseptual
2.6 Hipotesis Penelitian
Menurut Sekaran (2006, p135), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan
dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan
berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian.
Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang bersifat
asosiatif, yang menjelaskan bagaimana hubungan dan pengaruh atau kontribusi antar
variabelnya. Berikut ialah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini:
42
Tujuan 1
1. Hipotesis pengujian secara individual antara Kualitas Kerelasian (X1) dengan
Citra Perusahaan (Y) Pelanggan Beton pada PT Niaga Putra Perkasa
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel kualitas kerelasian
terhadap variabel citra perusahaan.
Ha :
Ada pengaruh yang signifikan antara variabel kualitas kerelasian terhadap
variabel citra perusahaan.
Tujuan 2
1. Hipotesis pengujian secara individual antara Nilai Produk (X2) dengan Citra
Perusahaan (Y)
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel nilai produk terhadap
variabel citra perusahaan.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel nilai produk terhadap variabel
citra perusahaan.
Tujuan 3
1. Hipotesis pengujian secara keseluruhan antara Kualitas Kerelasian (X1) dan
Nilai Produk (X2) dengan Citra Perusahaan (Y)
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel kualitas kerelasian dan
Nilai Produk terhadap variabel keputusan Citra Perusahaan.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel kualitas kerelasian dan nilai
produk terhadap variabel citra perusahaan.
Download