1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam folat (folic acid) merupakan vitamin B9 (salah satu vitamin B kompleks) yang terdapat dalam berbagai jenis bahan makanan, yang berfungsi sebagai prekursor dalam produksi DNA dan RNA. Asam folat bersifat mudah rusak akibat pemanasan, cahaya dan tidak stabil dalam larutan asam (Almatsier, 2004). Asam folat sangat penting bagi kesehatan, khususnya untuk bagi ibu hamil agar janin yang dikandung terhindar dari cacat bawaan. Selain itu, asam folat juga dapat mencegah terjadinya gangguan jantung, stroke, dan kanker. Secara fungsi, asam folat dapat membantu membangun jaringan otot, peningkatan jumlah sel, pembentukan hemoglobin dan membantu gangguan mental dan emosional. Kebutuhan asam folat pada setiap orang berbeda-beda berdasarkan umur dan keadaan fisiologis. Menurut Nasional Research asupan asam folat rata-rata untuk orang dewasa sebanyak 400 μg/hari. Sedangkan untuk wanita hamil dibutuhkan asupan asam folat yang lebih banyak yaitu 600-800 μg/hari (Muchtadi, 1993). Apabila kebutuhan asam folat tercukupi, tubuh dapat menyimpan sekitar 5-10 mg folat, dan hampir setengahnya disimpan di hati. Cadangan ini cukup untuk 3-6 bulan tanpa asupan folat dari makanan. Kekurangan asupan asam folat dapat menyebabkan defisiensi asam folat pada tubuh. Tubuh manusia tidak dapat mensintesis asam folat, sehingga membutuhkan asupan dari makanan. Sumber asam folat banyak terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan dan biji-bijian, seperti asparagus, kol, kubis, tomat, brokoli, wortel, kangkung, bayam, kentang, jeruk, jagung, apel, alpukat, pisang, anggur, strawberry dan kacang kedelai. Pada umumnya kacang kedelai dikonsumsi dalam bentuk rebus (Susu kedelai) dan fermentasi. Salah satu produk fermentasi kedelai adalah tempe yang proses pembuatannya melalui perebusan dan fermentasi. Tempe merupakan salah Fanny S. Permadi, 2015 PENGARUH KONDISI PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN ASAM FOLAT PADA KACANG KEDELAI (Glycine Max L Meriil) SEBAGAI BAHAN PANGAN FUNGSIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2 satu produk fermentasi kedelai tradisional yang cukup terkenal, dengan menggunakan laru tempe yaitu campuran jamur, bakteri dan ragi. Indonesia merupakan salah satu negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia (Isnaeni, 2015). Pada proses pembuatan tempe, nilai gizi hasil olahan ini bertambah baik, karena pada proses fermentasi dapat mengurangi kandungan antitripsin dan asam fitat yang dapat menghambat penyerapan protein. Hal ini karena pada proses fermentasi, jamur Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim fitase yang akan menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan ortofosfat. Menurut Murata et.al dalam Asmoro (2014), pada proses fermentasi tempe menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dapat meningkatkan kandungan asam folat 4-5 kali setelah kedelai difermentasi selama 48 jam. Peningkatan kandungan asam folat disebabkan oleh pelepasan asam folat dan biosintesis senyawa asam folat pada kedelai selama fermentasi secara de novo oleh Rhizopus spp. Asam folat bersifat tidak tahan terhadap suhu tinggi dan mudah larut dalam air, sehingga untuk mengetahui kandungan asam folat pada fermentasi tempe perlu diuji efektifitasnya. Asmoro (2014) telah meneliti pengaruh jenis inokulum yaitu Rhizopus oligosporus NRRL 2710, Rhizopus oryzae TKAA dan Rhizopus stolonifer L-153 dan lama fermentasi terhadap kandungan asam folat pada pembuatan tempe dari kedelai hitam dengan variasi waktu 0, 24, 36, 48, 60 dan 72. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa selama proses perendaman dan perebusan dapat menghilangkan kandungan asam folat sebesar 0,1 mg/kg. inokulum yang menghasilkan asam folat tertinggi adalah Rhizopus oligosporus NRRL 2710 dengan kandungan asam folat sebesar 2,0 mg/kg. Sedangkan waktu fermentasi tertiggi pada 48 jam dengan kandungan asam folat sebesar 2,0 mg/kg. Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini dilakukan perebusan dan fermentasi kedelai putih untuk monitoring keberadaan asam folat dengan menggunakan laru tempe yang biasa digunakan masyarakat. Fanny S. Permadi, 2015 PENGARUH KONDISI PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN ASAM FOLAT PADA KACANG KEDELAI (Glycine Max L Meriil) SEBAGAI BAHAN PANGAN FUNGSIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah lama waktu perebusan kacang kedelai berpengaruh terhadap kandungan asam folat? 2. Apakah lama waktu fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam folat pada tempe? 1.3 Batasan Masalah 1. Fokus kajian dalam penelitian ini dibatasi pada proses pengolahan yaitu perebusan kacang kedelai dan proses fermentasi. 2. Kedelai yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai putih 3. Tidak dilakukannya optimasi waktu perebusan dan optimasi waktu fermentasi karena terkendalanya waktu studi. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perebusan dan fermentasi kedelai terhadap kandungan asam folat. 1.5 Manfaat Penelitian Temuan penelitian ini diharapkan dapat : 1. Memberikan informasi pengaruh waktu fermentasi kedelai putih terhadap kandungan asam folat. 2. Memberikan informasi pengaruh proses perebusan kacang kedelai putih terhadap kandungan asam folat. Fanny S. Permadi, 2015 PENGARUH KONDISI PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN ASAM FOLAT PADA KACANG KEDELAI (Glycine Max L Meriil) SEBAGAI BAHAN PANGAN FUNGSIONAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu