BAB II KERANGKA TEORI A. Landasan Teori 1. Pengertian Pemasaran Pemasaran dalam arti luas diartikan sebagai aktivitas sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok menyediakan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan pihak lain. Namun saat ini, pemasaran juga diartikan sebagi proses dimana perusahaan menciptakan nilai untuk pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang kuat dalam rangka mendapatkan manfaat atau keuntungan.1 Secara lebih formal, pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang mempromosikan dan untuk merencanakan, mendistribusikan menentukan barang-barang yang harga, dapat memuaskan keinginan dan jasa baik kepada para konsumen saat ini maupun konsumen potensial.2 Pemasaran menggerakkan visi, misi, dan perencanaan strategis perusahaan. Pemasaran meliputi keputusan seperti siapa yang diinginkan perusahaan untuk menjadi pelanggannya, kebutuhan pelanggan mana yang dipuaskan, apa produk dan jasa yang ditawarkan, berapa harga 1 Suharno dan Yudi Sutarso, Marketing in Practice, Edisi Pertama (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 2-3. 2 Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Manajemen Pemasaran, Cet. Ke-2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 2. 11 12 yang ditetapkan, apa komunikasi yang dikirimkan dan diterima, apa saluran distribusi yang digunakan dan apa kemitraan yang dikembangkan.3 Konsep pemasaran adalah sebuah filsafat bisnis yang mengatakan bahwa kepuasan keinginan dari konsumen adalah dasar kebenaran sosial dan ekonomi kehidupan sebuah perusahaan. Sudah sewajarnya jika segala kegiatan perusahaan harus dicurahkan untuk mengetahui apa yang diinginkan oleh konsumen dan kemudian memuaskan keinginan-keinginan itu, sudah tentu pada akhirnya perusahaan bertujuan untuk memperoleh laba. Konsep pemasaran menghendaki agar para eksekutif juga mengadakan peninjauan ulang mengenai bisnis sebuah perusahaan.4 2. Bisnis Ritel a. Pengertian Ritel Ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dengan aktivitas penjualan ataupun distribusi barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir, dimana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan untuk menambah nilai barang dan jasa untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.5 Ini merupakan mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dan jasa. Penghasilan utama dari retailer ini adalah menjual secara eceran konsumen akhir.6 3 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, terjemahan Bob Sabran, Edisi 13, Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. Xxi. 4 William J. Stanton, Prinsip Pemasaran, terjemahan Yohanes Lamarto, Edisi Ketujuh,, Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1984), hlm. 14. 5 6 Christina Whidya Utami, Strategi Pemasaran Ritel (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 2. Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013), hlm. 54. 13 Pedagang ritel atau yang biasa disebut dengan pedagang eceran ini sangat penting artinya bagi produsen, karena melalui pengecer produsen dapat memperoleh informasi berharga tentang produknya. Produsen dapat memperoleh data dari pengecer, bagaimana pandangan konsumen mengenai bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu mengenai produknya. Juga dapat diketahui mengenai kekuatan saingan.7 b. Fungsi Utama Bisnis Ritel 1) Menyediakan berbagai macam produk dan jasa (providing assortments) Pelaku bisnis ritel berusaha menyediakan berbagai macam kebutuhan konsumen yaitu beraneka ragam produk dan jasa. Supermarket menyediakan produk-produk makanan, kesehatan, perawatan kecantikan, dan produk rumah tangga, sedangkan Departemen Store menyediakan berbagai macam pakaian dan aksesoris. 2) Memecah (breaking bulk) Ritel menawarkan produk-produk dalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan pola konsumsi para konsumen secara individual dan rumah tangga. 3) Mengadakan inventory (holding inventory) Ritel berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan stok atau persediaan dengan ukuran lebih kecil, sehingga pelanggan akan 7 Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa… hlm. 54. 14 diuntungkan karena akan terdapat jaminan ketersediaan barang atau jasa yang disimpan ritel. 4) Memberikan jasa atau layanan (providing service) Ritel menyediakan jasa yang membuat mudah bagi konsumen membeli dan menggunakan produk. 5) Meningkatkan nilai produk dan jasa Pembelian salah satu barang pada ritel akan menambah nilai barang tersebut karena mampu memenuhi kebutuhan konsumen.8 c. Klasifikasi Bisnis Ritel Bisnis ritel atau disebut juga perdagangan eceran secara umum bisa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu perdagangan eceran besar dan perdagangan eceran kecil. Perdagangan eceran kecil terdiri atas eceran kecil berpangkalan dan eceran kecil tidak berpangkalan. Secara skema, pembagian tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:9 8 Christina Whidya Utami, Strategi Pemasaran Ritel… hlm. 11-12. 9 Sopiah dan Syihabudhin, Manajemen Bisnis Ritel… hlm. 38. 15 Gambar 2.1 Skema Perdagangan Eceran Perdagangan Eceran Eceran Besar Eceran Kecil Specialty Store Departemen Store Supermarket Discount House General Store Chain Store Tetap Kios Depot Warung Berpangkalan Tidak Tetap Kaki lima Pasar Sore Pasar Mambo Tidak Berpangkalan Pakai Alat Roda Dorong Pedati Alat Pikul d. Jenis-jenis Penjualan Eceran Pedagang eceran bertoko (Store retailer) dapat dibagi ke dalam delapan kategori, yaitu: 1) Toko khusus (specialty store), yaitu suatu toko yang mempunyai lini produk terbatas tetapi dengan berbagai keragaman dalam hal produk itu. Contoh: toko olah raga, toko furniture, toko pakaian, dan toko buku. 2) Toko serba ada (department store), yaitu toko serba ada yang memiliki beberapa lini produk, khususnya pakaian, alat-alat rumah tangga, dan perlengkapan rumah, di mana setiap lini produk 16 dioperasikan sebagai sebuah departemen yang terpisah yang dikelola oleh pembeli barang khusus. 3) Pasar swalayan (supermarket), yaitu suatu toko yang cukup besar, menyediakan makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, barangbarang kosmetik, bahkan obat-obatan. 4) Toko kebutuhan sehari-hari (convenience store), yaitu toko kebutuhan sehari-hari secara relative merupakan toko yang kecil yang erada pada dekat wilayah-wilayah pemukiman. 5) Toko super (superstore), toko kombinasi (combination store), dan pasar hyper (hypermarket) Superstore merupakan yang lebih besar daripada pasar swalayan konvensional dengan ruang jual seluas 35.000 kaki persegi, toko ini bertujuan memenuhi kebutuhan total konsumen untuk jenis-jenis makanan yang dijual secara rutin dan konstan serta jenis-jenis non makanan. Combination store merupakan diversifikasi dari pasar swalayah dengan memasuki produk obat-obatan dengan resep, toko ini rata-rata mempunyai ruang jual 55.000 kaki persegi. Hypermarket lebih luas dari toko gabungan, yaitu 80.000-22.000 kaki persegi. Hypermarket ini merupakan kombinasi antara pasar swalayan, toko diskon, dan prinsip-prinsip pedagang eceran gudang. 6) Toko pemberi potongan harga (discount store), yaitu toko yang menjual barang-barang standar dengan harga lebih rendah dari para 17 pedagang konvensional yang menetapkan marjin yang lebih rendah dan volume lebih tinggi. 7) Toko gudang (warehouse store), yaitu toko tanpa embel-embel diskon, mengurangi operasi pelayanan yang menjual dengan volume tinggi pada harga rendah. 8) Ruang pamer katalog (catalog showroom), merupakan prinsip-prinsip katalog dan pemotongan harga terhadap pilihan-pilihan produk yang banyak dengan penggembungan (mark up) yang tinggi, perputaran cepat (fast moving), dan bermerek.10 e. Strategi Pemasaran Toko Eceran Toko eceran memiliki banyak strategi menarik konsumen, diantaranya adalah: 1) Target market, masing-masing toko mencoba mengidentifikasi langganannya, sehingga toko ini menjadi toko yang melayani berbagai jenis konsumen, ada yang khusus hanya untuk orang kaya, orang special, khusus wanita, khusus pria, anak-anak, toko murah, toko barang-barang khusus. 2) Persediaan barang, ini menetapkan barang jenis apa yang akan dijual. Banyak pilihan yang dilakukan oleh para pengecer, seperti menjual barang bermerek yang ekslusif baik level nasional maupun internasional atau barang impor, barang dagangan bermerek pribadi, mengadakan pameran sebulan penuh yang menampilkan barang- 10 Bob Foster, Manajemen Ritel (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2008), hlm. 40-42. 18 barang khusus, menjual barang dagangan kejutan, menjual barang pesanan sesuai selera konsumen. 3) Store atmosphere, merupakan perasaan atau kejiwaan pada seseorang pada saat memasuki toko. Calon konsumen sudah mempunyai bayangan tentang suatu toko sebelum ia masuk mencari barang dan mengetahui harganya, ia akan betah dalam toko atau cepat keluar lagi. Dalam hal ini atmosphere adalah suasana toko yang meliputi berbagai tampilan interior, eksterior, tata letak, lalu lintas internal toko, kenyamanan, udara, layanan, music, seragam pramuniaga, pajangan barang dan sebagainya yang menimbulkan daya tarik bagi konsumen, dan membangkitkan keinginan untuk membeli. 4) Price, strategi penetapan harga ini sangat mempengaruhi pilihan target market, ragam produk yang akan dijual, layanan yang akan diberikan, serta mengantisipasi saingan. Tidak bisa diharapkan dengan mengambil keuntungan tinggi juga akan diperoleh volume penjualan tinggi. Biasanya yang terjadi toko dengan margin tinggi, volume penjualannya rendah, dan toko murah, volume penjualannya tinggi. 5) Promotion, ini digunakan untuk menarik calon konsumen. Toko eceran dapat menggunakan teknik promosi dengan memasang iklan, atau menyebarkan brosur, memberi hadiah, ikut dalam peristiwa penting dalam masyarakat di lingkungan toko. 6) Place, ini adalah masalah penting dalam menentukan lokasi operasional sebuah toko. Pertimbangannya ialah siapa pelanggannya, 19 bagaimana iklim persaingan, apakah akan memilih tempat di daerah perumahan, dipinggir kota, di pusat kota dengan konsekuensi sewa atau harga lahan yang tinggi.11 f. Karakteristik Perdagangan Eceran Terdapat beberapa karakteristik khusus penjualan eceran (ritel) yang membedakan dengan tipe-tipe usaha lain12, yaitu : 1) Small average sale (ukuran rata-rata dari transaksi penjualan para pedagang eceran masih kecil), jika dibandingakn dengan yang dihasilkan para pengusaha manufaktur, transaksi penjualan eceran ini relative kecil. Untuk itu para pedagang eceran harus berupaya menekan biaya-biaya yang menyertai penjualan seperti fasilitas kredit, pengiriman barang maupun pembungkus. Mereka juga harus meningkatkan jumlah konsumen yang berkunjung ke toko dengan mengeluarkan promosi, serta mendorong penjualan impulsif. 2) Impulse purchase (pembelian impulsif), kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan semakin meningkat. Untuk itu para pedagang eceran harus mengelola display, tata letak toko, etalase, dan sebagainya lebih baik lagi. Namun, implikasi dari semakin banyaknya barang-barang impulsif seperti permen, kosmetika, makanan kecil, dan majalah yang menjadikan semakin sulit perencanaan, penganggaran, dan pemesanan barang 11 Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa… hlm. 59-63. 12 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 36. 20 yang dibeli konsumen, selain itu pula memperbanyak tugas para pramuniaga. 3) Popularity of store (kepopuleran toko). Walaupun akhir-akhir ini banyak diperkenalkan cara berbelanja baru seperti belanja via pos, telepon, internet, atau televise, namun pada kenyataannya konsumen tetap mengalir ke toko-toko eceran. Hal ini disebabkan oleh popularitas toko eceran di mata konsumen. Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah keinginan konsumen membanding-bandingkan merek dan model yang berbeda antara para pedagang eceran, adanya iklim penjualan impulsif yang menarik, serta keinginan konsumen untuk keluar dari rumah.13 3. Perilaku Konsumen a. Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide.14 Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum 13 14 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 36-37. John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen, terjemahan Lina Salim, Jilid 1, Edisi Kelima (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 6. 21 membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.15 Perilaku konsumen (consumer behavior) juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang atau jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.16 b. Perilaku Impulse Buying Pemahaman perilaku konsumen melibatkan pemahaman perilaku individu dalam merencanakan, membeli, mengonsumsi barang atau jasa yang dibelinya. Dalam pembelian produk, perilaku antar konsumen bisa sama atau bisa berbeda. Seorang konsumen sebelum melakukan pembelian produk, ada yang sudah direncanakan dan ada yang belum direncanakan. Perilaku konsumen yang belum melakukan perencanaan dalam pembelian, dapat mendorong untuk melakukan pembelian spontan (impulse buying). Untuk itu pihak pemasar perlu melakukan identifikasi konsumen berfokus pada perilakunya.17 Pembelian impulsif menggambarkan hierarki eksperiensial dimana konsumen terlibat dalam perilaku karena mereka sangat berhasrat untuk memperoleh perasaan atau kesenangan tertentu dimulai dengan 15 Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran, Edisi Kedua (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 5. 16 Danang Sunyoto, Teori Kuesioner dan Analisis Data: Untuk Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Edisi Pertama (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 66. 17 Danang Sunyoto, Teori Kuesioner dan Analisis Data… hlm. 113-114. 22 tanggapan afeksi yang kuat, diikuti dengan perilaku berdasarkan perasaan yang kuat, dan diakhiri dengan pengembangan kepercayaan yang membenarkan perilaku. Dalam pembelian impulsif (impulse purchase), perasaan positif yang kuat akan diikuti dengan tingkat pembelian.18 c. Macam-macam Pembelian oleh Konsumen Pembelian produk atau jasa yang dilakukan oleh konsumen bisa digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu: 1) Pembelian yang Terencana Sepenuhnya Jika konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan, maka ini termasuk pembelian yang direncanakan sepenuhnya. Pembelian yang terencana sepenuhnya biasanya adalah hasil dari proses keputusan yang diperluas atau keterlibatan tinggi. Produk dengan keterlibatan rendah mungkin juga dibeli dengan terencana. Konsumen sering kali membuat daftar barang yang akan dibelinya jika ia pergi ke toko swalayan, ia sudah tahu produk dan merek yang akan dibelinya.19 2) Pembelian yang Separuh Terencana Konsumen sering kali sudah mengetahui ingin membeli suatu produk sebelum masuk ke swalayan, namun mungkin ia tidak tahu merek yang akan dibelinya sampai ia bisa memperoleh informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan. Ketika ia sudah tahu produk yang ingin dibeli sebelumnya dan memutuskan merek 18 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 328. 19 Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya… hlm. 377. 23 dari produk tersebut di toko, maka ini termasuk pembelian yang separuh terencana.20 3) Pembelian yang Tidak Terencana Konsumen sering kali membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli sering kali muncul di toko atau di mal. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Misalnya, display pemotongan harga 50%, yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk tersebut. Display tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian seperti ini sering disebut sebagai pembelian impuls (impulse purchasing).21 d. Motif-motif Pembelian (Buying Motives) Para pembeli memiliki motif-motif pembelian yang mendorong mereka untuk melakukan pembelian. Ada tiga macam buying motives: 1) Primary buying motive, yaitu motif untuk membeli yang sebenarnya, misalnya, kalau orang mau makan ia akan mencari nasi. 2) Selective buying motive, yaitu pemilihan terhadap barang, ini berdasarkan ratio, misalnya, apakah ada keuntungan bila membeli karcis. Berdasarkan waktu misalnya membeli makanan dalam kaleng yang mudah dibuka, agar lebih cepat. Berdasarkan emosi, seperti 20 Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya… hlm. 377. 21 Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya… hlm. 377-378. 24 membeli sesuatu karena meniru orang lain. Jadi selektif dapat berbentuk rational buying motive, emotional buying motive atau impulse (dorongan seketika). 3) Patronage buying motive, adalah selective buying motive yang ditunjukan kepada tempat atau toko tertentu. Pemilihan ini bisa timbul karena layanan memuaskan, tempatnya dekat, cukup persediaan barang, ada halaman parkir, orang-orang besar suka berbelanja kesitu dan sebagainya.22 e. Keputusan Pembelian Konsumen Untuk mengembangkan strategi pemasaran yang efektif, pemasar harus mengetahui jenis proses pemecahan masalah yang digunakan konsumennya untuk membuat keputusan pembelian.23 1) Perilaku pilihan terutinitas Pemasar merek yang telah mapan dan memiliki pangsa pasar besar harus terus memelihara agar merek mereka tetap ada pada set yang dibangkitkan dalam benak segmen pasar yang paling menjanjikan. Segmen pasar tersebut tidak lagi melakukan banyak upaya pencarian, karena pemasar pesaing hanya memiliki kesempatan minimal untuk dapat menyisipkan merek mereka ke dalam set yang dipertimbangkan konsumen pada set pemecahan masalah. Secara 22 23 Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa… hlm. 97. Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 430-431. 25 umum, semakin otomatis suatu perilaku pilihan, semakin sulit bagi pemasar untuk menyela dan mempengaruhi pilihan.24 2) Pengambilan keputusan terbatas Sebagian besar keputusan konsumen membutuhkan upaya pemecahan masalah terbatas karena sebagian besar konsumen telah memiliki sejumlah besar informasi produk yang berasal dari pengalaman masa lampaunya, maka dasar strategi pemasarannya adalah menyediakan informasi tambahan agar tersedia bagi konsumen ketika dan dimana mereka membutuhkannya, misalnya melalui iklan. Hal ini penting karena sebagian besar konsumen cenderung tidak melakukan pencarian alternatif lainnya secara ekstensif. Pemasar dapat mencoba mendesain suasana toko yang merangsang pembelian impulsif, sejenis pengambilan keputusan terbatas.25 3) Pengambilan keputusan ekstensif Dalam pengetahuan situasi mereka pengambilan sangat keputusan ekstensif dimana rendah, konsumen membutuhkan informasi tentang segala sesuatu tujuan akhir. Pemasar harus berusaha membuat informasi yang dibutuhkan tersedia dalam format dan pada tingkatan yang dapat dipahami dan digunakan dalam proses pemecahan masalash.26 24 Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi… hlm. 430. 25 Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi… hlm. 430-431. 26 Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi… hlm. 431. 26 f. Pandangan Pengambilan Keputusan Konsumen 1) Pandangan Ekonomi Untuk berperilaku rasional dalam arti ekonomi, seorang konsumen harus: mengetahui semua alternatif produk yang tersedia, mampu memeringkat setiap alternatif secara tepat dari sudut keuntungan dan kerugiannya, dan mampu mengenali satu alternatif yang terbatas. Tetapi kenyataannya para konsumen jarang mempunyai semua informasi atau informasi yang cukup akurat ataupun tingkat keterlibatan atau motivasi yang memadai untuk membuat apa yang dinamakan keputusan yang “sempurna”.27 2) Pandangan Pasif Dalam pandangan pasif, para konsumen dianggap sebagai pembeli yang menurutkan kata hati dan irasional, siap menyerah kepada tujan dan kekuasaan pemasar. Setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu, model pasif konsumen didukung oleh tenaga penjual kawakan yang unggul dan suka bekerja keras, yang terlatih memandang konsumen sebagai obyek yang akan dimanipulasi.28 3) Pandangan Kognitif Pandangan kognitif menggambarkan konsumen sebagai pemecah masalah dengan cara berfikir. Dalam kerangka ini, konsumen sering digambarkan sebagai mau menerima maupun 27 Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen, terjemahan Zoelkifli Kasip, Edisi Ketujuh (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 488. 28 Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 488. 27 dengan aktif mencari produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan mereka dan memperkaya kehidupan mereka. Model kognitif memfokuskan kepada proses konsumen mencari dan menilai informasi mengenai merk dan saluran ritel yang dipilih.29 4) Pandangan Emosional Walaupun sudah lama menyadari adanya model pengambilan keputusan yang emosional atau impulsif (menurut desakan hati), para pemasar sering lebih suka memikirkan konsumen model ekonomi maupun model pasif. Tetapi kenyataannya setiap kita mungkin menghubungkan perasaan yang mendalam atau emosi. Sering kali kita tidak menyadari terjebak pembelian impulsif. Bukannya mencari, mempertimbangkan, dan menilai berbagai alternative dengan teliti sebelum membeli, kita mungkin saja telah melakukan berbagai pembelian ini atas dasar desakan hati, keinginan yang tiba-tiba, atau karena kita “terdorong secara emosional”.30 g. Perspektif Riset Perilaku Konsumen Riset perilaku konsumen dilakukan berdasarkan tiga perspektif riset yang bertindak sebagai pedoman pemikiran dan pengidentifikasian faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perolehan (akuisisi) konsumen. Ketiga perspektif ini adalah perspektif pengambilan keputusan, perspektif pengalaman, dan perspektif pengaruh perilaku.31 29 Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 489. 30 Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 489. 31 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 11. 28 1) Perspektif pengambilan keputusan Perspektif pengambilan keputusan menggambarkan seorang konsumen sedang melakukan serangkaian langkah-langkah tertentu pada saat melakukan pembelian. Langkah-langkah ini termasuk pengenalan masalah, mencari, evaluasi alternatif, memilih, dan evaluasi pasca perolehan.32 2) Perspektif eksperiensial (pengalaman) Perspektif pengalaman atas pembelian konsumen menyatakan bahwa untuk beberapa hal konsumen tidak melakukan pembelian sesuai dengan proses pengambilan keputusan yang rasional. Namun, mereka membeli produk dan jasa tertentu untuk memperoleh kesenangan, menciptakan fantasi, atau perasaan emosi saja.33 3) Perspektif pengaruh behavioral Perspektif pengaruh perilaku mengasumsikan bahwa kekuatan lingkungan memaksa konsumen untuk melakukan pembelian tanpa harus terlebih dahulu membangun perasaan atau kepercayaan terhadap produk. Menurut perspektif ini, konsumen tidak saja melalui proses pengambilan keputusan rasional, namun juga bergantung pada perasaan untuk membeli produk atau jasa tersebut. Sebagai gantinya, tindakan pembelian konsumen secara langsung merupakan hasil dari 32 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 11. 33 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 12. 29 kekuatan lingkungan, seperti sarana promosi penjualan, nilai-nilai budaya, lingkungan fisik, dan tekanan ekonomi.34 4. Promosi a. Pengertian Promosi Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan untuk meyakinkan calon pelanggan tentang barang dan jasa. Selain itu, promosi juga merupakan aktivitas yang dibutuhkan penjual eceran untuk menarik dan membujuk konsumen untuk membeli barang. Jadi, kegitan promosi bukan saja meliputi hal yang berkenaan dengan barang dan jasa yang ditawarkan oleh peritel, tetapi merupakan kegiatan mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku konsumen terhadap suatu toko eceran dengan segala penawaran.35 b. Tujuan Promosi Tujuan jangka panjang promosi adalah untuk membentuk citra toko dan posisi penjualan eceran yang diinginkan oleh konsumen serta sebagai public service promotion yang dalam setiap meraih konsumennya selalu berusaha memperkenalkan kepada warga masyarakat bahwa penjual eceran adalah warga masyarakat yang baik. Sedangkan tujuan jangka pendeknya ialah meningkatkan jumlah konsumen yang potensial dan menarik konsumen baru.36 34 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 12-14. 35 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 65-66. 36 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 66. 30 Promosi juga bertujuan untuk mengkomunikasikan informasi tentang produk dan mempengaruhi konsumen untuk membeli. Promosi dipandang oleh konsumen sebagai aspek sosial dan fisik dari lingkungan yang dapat mempengaruhi tanggapan afeksi dan kognisi konsumen di samping perilaku nyata mereka. c. Strategi Promosi Promosi penjualan dapat dibedakan berdasarkan dua jenis kegiatan, yaitu pull strategy atau disebut sebagai consummer promotion dan push strategy atau disebut dengan trade promotion.37 1) Pull strategy (strategi menarik) adalah strategi menggunakan insentif untuk memotivasi pelanggan sehingga melakukan pembelian. Apabila pelanggan mulai tertarik dan mencari produk/jasa tersebut, pengaruhnya akan mendorong para retailer untuk meningkatkan stok barang yang dicari tersebut. 2) Push startegy (strategi mendorong) adalah startegi menggunakan insentif untuk memotivasi para agen atau retailer agar meningkatkan pemesanan dan meningkatkan penjualannya di masing-masing outlet. Caranya adalah dengan menggunakan: a) Strategi volume discount, yaitu strategi dengan memberikan diskon harga bagi diler atau retailer yang membeli dalam jumlah besar. b) Strategi allowance, yaitu berupa pemberian reward. 37 Freddy Rangkuti, Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 135-136 31 (1) Off invoice allowance: strategi memberikan potongan harga bagi diler atau retailer yang menjual produk tertentu di outletnya. (2) Performance allowance: startegi memberikan reward, misalnya bonus bagi diler atau retailer yang dapat menjual produk pada batas tertentu. (3) Display allowance: strategi memberikan bonus atau pengurangan harga jual pada diler atau retailer yang bersedia meletakan produk tertentu di depan sehingga jelas terlihat oleh pelanggan. (4) Buyback allowance: strategi untuk membeli kembali produk lama yang tidak laku atau out of date. (5) Cooperative advertising: strategi memberikan allowance pada diler atau retailer yang bersedia mengiklankan produk tertentu di outlet mereka. c) Strategi dealer contest, yaitu strategi mengadakan perlombaan atau kontes diantara para diler atau retailer untuk merangsang mereka menjual lebih banyak dengan memberikan hadiah yang menarik. d) Strategi dealer leader, yaitu strategi dengan memberikan rak khusus berisi produk-produk yang ingin dijual. e) Strategi sales training, yaitu strategi dengan memberikan pelatihan kepada para penjual untuk mengetahui product knowledge. 32 f) Strategi Point of Purchase (POP), yaitu strategi memajang produk sehingga dapat meningkatkan impulse buying pelanggan. Materi yang digunakan dalam POP adalah spanduk, banner, poster, counter stand, flour stand, TV plasma, video media interaktif, serta berbagai rak pajang (display) yang kreatif dan menarik yang didesain secara khusus sehingga mencermikan produk yang dijual. d. Metode Promosi Dalam metode promosi terdapat elemen promosi ritel, yang terdiri dari lima elemen, yaitu : 1) Periklanan (advertising) Tujuan perilklanan yaitu untuk mengingatkan, untuk persuasif, dan membandingkan, serta untuk informasi dalam rangka menjual barang, jasa, atau ide. Periklanan dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya papan reklame, poster, katalog, folder, spanduk, slide, dan iklan di media cetak seperti surat kabar, majalah, atau media elektronik seperti televisi dan radio.38 2) Promosi penjualan (sales promotion) Promosi penjualan merupakan suatu alat untuk merangsang pembeli mempercepat pembelian atau transaksi, dengan mengajak pelanggan agar membeli sekarang. Selain itu juga memberikan nilai lebih atau insentif kepada tenaga penjual, distributor, atau konsumen akhir dan dapat menstlimulus penjualan langsung. 38 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 68. 33 Berbagai cara promosi penjualan yang ditawarkan yaitu memberi sampel, kupon, potongan harga, program undian, tawaran pengembalian tunai (rabat), paket harga (transaksi potongan-rupiah), premi (hadiah), hadiah (kontes, undian, permainan), hadiah loyalitas pelanggan, percobaan gratis, garansi produk, promosi gabungan, promosi silang, pajangan dan demonstrasi di tempat pembelian. Beberapa cara promosi penjualan adalah display, show, exposition, demonstration, trading stamps, packaging, labeling, special sales. 39 3) Kehumasan (public relation) Public relation adalah kegiatan komunikasi yang dimaksudkan untuk membangun citra yang baik terhadap perusahaan, dan menjaga kepercayaan dari para pemegang saham. Publikasi adalah pemungutan berita di media massa tentang perusahaan, produk, pegawai, dan berbagai kegiatannya tanpa dipungut biaya.40 4) Penjualan tatap muka (personal selling) Personal selling adalah suatu proses yang membantu perusahaan dalam membujuk serta membangun preferensi keyakinan dan tindakan calon pembeli dengan menggunakan komunikasi tatap muka (face to face). Dalam pengertian lain, personal selling adalah suatu bentuk penjualan di mana penjual dapat memberikan keterangan dan petunjuk 39 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 68-75. 40 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 75-76. 34 mengenai produk yang ditawarkannya dan langsung dapat mendorong serta membujuk konsumen agar mau membeli.41 5) Pemasaran langsung (direct marketing) Pemasaran langsung adalah sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau lebih media periklanan untuk menghasilkan tanggapan yang dapat diukur dan atau transaksi pada lokasi manapun. Pemasaran langsung berpengaruh terhadap pengenalan dan kehendak untuk membeli di masa yang akan datang. Selain itu pemasaran langsung bertujuan untuk menghasilkan penjualan segera, dan juga satu pemakaian utama dari pemasaran langsung adalah membuat panduan prospek dari tenaga penjualan.42 5. Emosi Positif Afeksi atau perasaan dapat didefinisikan sebagai fenomena kelas mental yang secara unik dikarakteristikkan oleh pengalaman yang disadari, yaitu keadaan perasaan subjektif, yang biasanya muncul bersama-sama dengan emosi dan suasana hati. Emosi dibedakan dari suasana hati berdasarkan intensitasnya yang lebih besar dan urgensi psikologis yang lebih besar. Contoh emosi adalah amarah, tertekan, takut, minat, gembira, dan keheranan. Ketika tujuan terpuaskan, orang akan mengalami perasaan positif. Sebaliknya ketika suatu kejadian merintangi pencapaian tujuan, maka orang akan mengalami perasaan negatif.43 41 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 76-77. 42 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 83-85. 43 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 208. 35 Taksonomi dari pengalaman afektif oleh Carrol Izard terdiri dari sepuluh macam emosi fundamental, yaitu tertarik, gembira, heran, marah, tertekan, muak, terhina, takut, malu, dan bersalah. Konsumen yang merasa puas akan melaporkan keheranan dan minat yang menyenagkan, sedangkan pemilik yang tidak puas menyatakan pola yang umum seperti marah, muak, terhina, dan tertekan.44 Gambar 2.2 Dimensi Struktur Emosi Terdorong Marah Gembira Tidak Menyenangkan Menyenangkan Sedih Bahagia Pasif Sepuluh macam emosi fundamental tersebut diturunkan dari dua dimensi bipolar tentang tanggapan afektif: (1) menyenangkan-tidak menyenangkan dan (2) terdorong-pasif. Gambar diatas menguraikan dua dimensi struktur emosi. Dalam kotak yang dibentuk oleh dua dimensi, seseorang dapat menempatkan emosi tertentu, seperti rasa gembira, marah, kesukaan, dan rasa sedih. Sebagai contoh, jika Anda merasa sangat tidak 44 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 209. 36 menyenangkan dan terdorong, maka Anda sedang mengalami emosi rasa marah. Sebaliknya, jika Anda merasa sangat senang dan cukup pasif, maka Anda mungkin sedang mengalami emosi rasa bahagia.45 Keadaan emosional dapat meningkatkan atau memperkuat pengalaman positif maupun negatif dan ingatan tentang pengalaman tersebut dapat mempengaruhi apa yang timbul di pikiran dan bagaimana individu bertindak. Sebagai contoh, seseorang yang mengunjungi toko di mal mungkin dipengaruhi oleh keadaan emosionalnya pada waktu itu. Jika pengunjung toko tersebut merasa gembira pada waktu itu, respon yang positif terhadap toko mal itu mungkin menguat. Respon yang meningkat secara emosional terhadap toko itu dapat menyebabkan pengunjung mengingat waktu yang sangat menyenangkan yang dilewatkannya di toko itu. Respon ini juga dapat mempengaruhi pengunjung individu untuk membujuk teman-teman dan kenalan-kenalan untuk mengunjungi toko tersebut dan mengambil keputusan pribadi untuk mengunjungi ke mal tersebut.46 6. Store Environment a. Pengertian Lingkungan Lingkungan (environment) adalah semua karakteristik fisik dan sosial dari dunia eksternal konsumen, termasuk di dalamnya objek fisik (produk dan toko), hubungan keruangan (lokasi toko dan produk di toko), 45 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 209-210. 46 Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 226. 37 dan perilaku sosial orang lain (siapa saja yang berada di sekitar dan apa yang mereka lakukan).47 Lingkungan dapat dianalisis dalam dua tingkat, yaitu makro dan mikro. Lingkungan makro adalah faktor lingkungan umum yang berskala besar seperti iklim, kondisi ekonomi, sistem politik, dan fisik lingkungan secara umum. Sedangkan lingkungan mikro adalah aspek fisik dan sosial yang lebih nyata dari lingkungan sekitar seseorang.48 Lingkungan memiliki dua aspek atau dimensi, yaitu lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan sosial terdiri dari semua interaksi sosial antara dan di antara masyarakat. Sedangkan lingkungan fisik terdiri dari semua aspek fisik non manusia dalam lingkungan dimana perilaku konsumen terjadi, yang terbagi menjadi elemen ruang dan non ruang.49 b. Konsep Store Environment Konsep store environment merupakan bagian dari konsep place. Retailing adalah semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang dan jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan yang bersifat pribadi bukan bisnis. Pada dasarnya, sebuah retail mempunyai dua hal penting yang dapat ditawarkan kepada konsumen, yaitu produk dan teknik menampilkan produk tersebut sehingga terlihat menarik. Store environment adalah suasana lingkungan toko yang hendaknya terasa nyaman dan menyenangkan bagi para pengunjung sehingga merangsang 47 Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior: Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran, terjemahan Damos Sihombing, Edisi Ke-4 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2000), hlm. 3. 48 Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… hlm. 3-4. 49 Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… hlm. 5-9. 38 para konsumen untuk menghabiskan waktu dan berbelanja dalam toko (supermarket dan sejenisnya). Store environment mampu mempengaruhi perilaku membeli konsumen.50 c. Elemen Store Environment Store environment memiliki tiga elemen penting, yaitu store image, store atmospheries dan store theatries.51 1) Store Image Store image adalah sebuah toko yang menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu. Citra konsumen terhadap sebuah toko terdiri atas kesan terhadap eksterior dan interiornya. Store image merupakan hal penting bagi retail untuk menarik dan memenuhi kepuasan konsumen. 52 2) Store Atmospherics Atmosfir toko adalah keseluruhan efek emosional yang diciptakan oleh atribut fisik toko dimana ia hendaknya mampu memuaskan kedua belah pihak yang terkait, retail dan para konsumennya. Atmosfir toko yang menyenangkan hendaknya dapat dilihat dari atribut yang dapat menarik kelima indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa. Suasana (atmosphere) setiap toko mempunyai tata letak fisik yang memudahkan atau menyulitkan untuk berputar-putar di dalamnya. 50 Husein Umar, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 59-60. 51 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 60. 52 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 60. 39 Setiap toko mempunyai penampilan yang berbeda-beda baik itu kotor, menarik, megah, dan suram. Suatu toko harus membentuk suasana terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk membeli di toko tersebut. Atmosfir toko merupakan kombinasi dari pesan secara fisik yang telah direncanakan, atmosfir toko dapat digambarkan sebagai perubahan terhadap perancangan lingkungan pembelian yang menghasilkan efek emosional khusus yang dapat menyebabkan konsumen melakukan tindakan pembelian.53 3) Store Theatrics Retailing bukan hanya sekedar menjual produk tetapi lebih merupakan suatu pameran atau pergelaran produk yang memicu konsumen untuk membeli produk yang dipamerkan. Store theatrics dapat merupakan senjata yang ampuh bagi kebanyakan retailer untuk mendapatkan competitive advantage yang mampu membedakan antara satu retailer dengan yang lainnya. Konsumen memandang bahwa pergi ke suatu toko atau mall bukanlah sekedar untuk belanja, tetapi lebih merupakan suatu rekreasi. Oleh karena itu, sebuah retailer harus mampu menyediakan konsep toko yang tidak hanya menekankan pada fungsi tempat belanja semata, tetapi juga sebagai tempat rekreasi dan hiburan, bahkan sebagai tempat berosialisasi.54 53 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 61. 54 Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 60-62. 40 d. Situasi Berbelanja Situasi (situation) adalah suatu urutan perilaku yang diarahkan oleh tujuan, bersama-sama dengan tanggapan afektif dan kognitif serta berbagai macam lingkungan di mana perilaku tersebut muncul.55 Termasuk dalam situasi berbelanja (shopping situation) adalah karakteristik fisik, keruangan, dan sosial suatu tempat dimana konsumen berbelanja produk dan jasa. Perilaku berbelanja dapat muncul dalam lingkungan yang beragam, seperti di butik, mall, rumah, pasar loak, dan sebagainya. Hanya dalam sebuah lingkungan eceran saja, sejumlah besar faktor fisik seperti desain toko dan tata letak, pencahayaan dan perlengkapan display, warna, ukuran toko keseluruhan, dan faktor-faktor lainnya (seperti suhu dan tingkat kebisingan), hal ini dapat mempengaruhi perilaku konsumen (waktu kunjung mereka dalam suatu toko) serta status kognisi dan afeksi mereka (suasana hati atau rasa keterlibatan dengan berbelanja.)56 7. Hedonic Shopping Value Konsumsi yang kompulsif termasuk perilaku yang abnormal yang merupakan contoh “sisi gelap konsumsi.” Para konsumen yang kompulsif menjadi kecanduan, dalam beberapa hal mereka tidak dapat mengendalikan diri, dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri dan orangorang di sekeliling mereka. Dari perspektif pemasaran dan perilaku 55 Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… hlm. 10. 56 Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… hlm. 15. 41 konsumsi, pembelian kompulsif juga dapat dimasukkan ke dalam setiap daftar kegiatan kompulsif. Berbagai usaha riset sudah dilakukan untuk menyusun inventarisasi yang lebih tersaring guna menunjukkan perilaku kompulsif dengan jelas. Bukti menunjukkan bahwa beberapa konsumen menggunakan kebiasaan menghadiahi diri sendiri, pembelian impulsif, dan pembelian kompulsif sebagai cara untuk mempengaruhi atau mengatur suasana hati, misalnya tindakan membeli dapat mengubah suasana hati yang negatif menjadi suasana hati yang lebih positif (“Saya sedang murung, saya akan pergi berbelanja dan akhirnya saya akan merasa lebih enak”).57 Kegiatan belanja sebagai hiburan dan pengalaman sosial merupakan salah satu fungsi bisnis ritel sejak awal, khususnya dalam perekonomian maju. Meski demikian, aspek-aspek hiburan dan sosial tidak biasa mendapat perhatian. Kenyataannya, sinema dan bentuk-bentuk lain dari hiburan pertunjukan di mal-mal belanja umumnya dipertimbangkan sebagai sumber keuangan tersendiri, di mana sinema tersebut dapat menarik konsumen untuk menjauh dari toko dan mengurangi penjualan ritel. Dalam tinjauan ulang untuk hubungan antara kegiatan belanja dan hiburan, terdapat fokus yang jelas pada adanya unsur hiburan dalam bisnis ritel sebagai cara untuk memberi nilai tambah pada pengalaman bisnis ritel dari yang konvensional. Beberapa pengembangan bisnis ritel juga memasuki unsur niteclub, kebun binatang, pertunjukan berkuda virtual, grup-grup 57 Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 121. 42 lawak, grup musik, dan sinema kecil. Bisnis ritel yang sejalan dengan kegiatan belajar konsumen dapat mengembangkan keahlian mereka pada hal-hal baru dan para orang tua dapat memanfaatkan waktu terbatas mereka dengan anak-anaknya. Konsumen datang ke toko-toko tersebut tidak sekedar membeli produk atau mempelajari ketrampilan-ketrampilan tertentu, tapi juga untuk menjelajah, bersosialisasi, dan bergaul atau bertemu dengan orang-orang. Mereka juga menghabiskan lebih banyak waktu dibanding di mal-mal tradisional.58 Keinginan memiliki pengalaman hedonic berhubungan erat dengan kebutuhan untuk mempertahankan tingkat stimulasi optimum. Pada riset konsumen konsumsi hedonic (hedonic consumption) merujuk pada kebutuhan konsumen untuk menggunakan produk dan jasa dalam menciptakan fantasi, perasaan sensasi baru, dan memperoleh dorongan emosional. Selain itu, pendekatan konsumsi hedonic, produk bukan hanya bersifat objektif, tetapi juga sebagai tanda signifikan si emosional dan sosial.59 Para eksperientalis sering tertarik mempelajari kesenangan hedonistic yang berasal dari beberapa perilaku konsumsi, seperti kesenangan, atau fantasi, atau sensualitas. Mereka mempelajari konsumen untuk memperoleh 58 INSEAD, Kellog Graduate School of Management, London Business School, and The Wharton School of the University of Pennsylvania, Mastering Marketing: Complete MBA Companion in Marketing, terjemahan Nina Kurnia Dewi (Jakarta: Indeks, 1999), hlm. 296. 59 John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 221. 43 pandangan dan pengertian mengenai berbagai perilaku yang dilakukan konsumen dalam berbagai keadaan yang unik.60 8. Pandangan Islam tentang Pembelian Impulsif (Impulse Buying) Pembelian impulsif (impulse buying) dapat mengarah pada perilaku boros dan berlebihan. Hal ini dapat disebabkan karena pembelian impulsif merupakan pembelian yang tidak terencana, pembelian tersebut bukan berdasarkan pada kebutuhan, namun lebih mengarah pada pemuasan diri dengan mendahulukan keinginan daripada kebutuhan. Tentunya hal ini dilarang oleh agama Islam. Dalam Al-qur’an telah dijelaskan bahwa Allah SWT telah melarang perilaku boros dan berlebihan ini.61 Dalam QS Al-A’raaf ayat 31 Allah menegaskan: Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Allah berfirman juga dalam QS Al-Isro’ ayat 29: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (terlalu kikir) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (terlalu boros), karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. 60 61 Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 79. Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 104. 44 Dari ayat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam membelanjakan harta, dilarang boros, berlebihan serta tidak boleh kikir. Boros dan berlebihan itu mengarah kepada pembelian impulsif, sehingga Islam mengajarkan kepada hamba-Nya dalam membelanjakan harta seharusnya berada pada kondisi normal, dengan kata lain tidak berperilaku boros, berlebihan dan tidak pula kikir. Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan hidup manusia sama dengan teori Maslow yang diawali dari kebutuhan pokok atau dasar. Menurut teori yang menganut pola ekonomi individualistik-materialistik ini, keperluan hidup itu berawal dari pemenuhan keperluan hidup yang bersifat dasar (basic need). Kemudian, pemenuhan keperluan hidup berupa keamanan, kenyamanan, dan aktualisasi.62 Dalam ekonomi konvensional tidak dibedakan antara need dan want. Konsep kapitalis sangat mengedepankan keinginan. Keinginan dijadikan sebuah standar kepuasan bagaimana manusia mencukupi kebutuhan hidupnya. Keinginan dijadikannya sebagai sebuah titik kepuasan. Sehingga konsep ini membawa manusia terjebak dalam perilaku konsumtif hedonis. Berbeda dengan konvensional, dalam Islam, dikenal adanya keseimbangan (iqtishadiyah). Dalam konsep Islam manusia diciptakan untuk beribadah, dalam masalah pemenuhan kebutuhan harus mengacu pada keseimbangan.63 Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun keinginannya. Selama hal itu mendatangkan maslahah dan tidak 62 Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi… hlm. 106. 63 Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi… hlm. 107. 45 mendatangkan mafsadah. Konsep keperluan dasar dalam Islam sifatnya tidak statis, artinya keperluan dasar bagi pelaku ekonomi bersifat dinamis merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Dapat saja pada tingkat ekonomi tertentu sebuah barang dikonsumsi karena motivasi keinginan. Pada tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut menjadi kebutuhan. Jadi, parameter yang membedakan want dengan need bisa fleksibel tergantung pada kondisi ekonomi, pendidikan serta pekerjaan seseorang.64 B. Tinjauan Pustaka Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan perilaku impulse buying telah relatif banyak dilakukan. Namun demikian, penelitian tersebut memiliki variasi yang berbeda, seperti penggunaan variabel independen yang berbeda, lokasi penelitian berbeda, dan tahun yang berbeda. Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan perilaku impulse buying antara lain. 64 Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi… hlm. 107. 46 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1. 2. Peneliti dan Tahun Penelitian Insandri Ismayuni dan Trisha Gilang Saraswati (2015) Brian Permana Putra (2014) Judul Metode Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Sumber Emosi Positif, Keterlibatan - Teknik sampling: teknik Fashion, Kecenderungan purposive sampling. Konsumsi Hedonis - Teknik analisis data: Terhadap Perilaku deskriptif kausal dan regresi Pembelian Impulsif Pada linier berganda. Konsumen Nike X1 = Emosi Positif X2 = Keterlibatan Fashion X3 = Kecenderungan Konsumsi Hedonis Y = Perilaku Pembelian Impulsif Keterlibatan pada fashion, kecenderungan konsumsi secara hedonis memiliki pengaruh yang signifikan pada pembelian impulsif namun emosi positif tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada pembelian impulsif. Jurnal Telkom University, Bandung, Jawa Barat Analisis Pengaruh - Teknik sampling: convenience Promosi, Emosi Positif sampling/accidental sampling dan Store Environment - Analisis pengolahan data: uji Terhadap Perilaku Impulse validitas, reliabilitas, uji Buying (Studi Kasus Pada asumsi klasik, analisis regresi Pelanggan Swalayan Tong linier berganda, dan Hien di Kota Semarang) pengujian hipotesis menggunakan koefisien determinasi, uji f dan uji t X1= Promosi, X2= Emosi Positif X3= Store Environment Y= Perilaku Impulse Buying Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen adalah variabel promosi diikuti oleh variabel emosi positif dan terakhir adalah variabel store environment. Hasil uji t membuktikan bahwa semua variabel indenpenden mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependen. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang 47 3. Indah Puji Lestari dan Hening Widi Oetomo (2014) Pengaruh Hedonic - Teknik sampling: sampling Shopping Motivation aksidental Terhadap Impulse Buying - Teknik analisa data: metode Melalui Positive Emotion analisis jalur (path analysis) Customer Flashyshop X1 = Hedonic Shopping Motivation X2 = Positive Emotion Y = Impulse Buying Hedonic shopping motivation berpengaruh signifikan dan positif terhadap positive emotion, dan hedonic shopping motivation dapat berpengaruh langsung terhadap impulse buying maupun berpengaruh tidak langsung dengan melewati positive emotion sebagai variabel intervening kemudian mempengaruhi impulse buying. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen Vol. 3 No. 7 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya 4. Melissa Lasmono (2013) Analisis Pengaruh Store Environment, Perceived Crowding dan Time Pressure Terhadap Impulse Buying Behaviour Pada Supermarket Bilka Di Surabaya X1 = Store Environment X2 = Perceived Crowding X3 = Time Pressure Y = Impulse Buying Behaviour Perceived crowding dan time pressure memberikan pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying behaviour. Sedangkan store environment tidak berpengaruh signifikan terhadap impulse buying behaviour. Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Analisis data: metode analisis regresi linier berganda 48 5. Larasati Ayu Sekarsari (2013) Pengaruh Servicescapes - Teknik sampling: purposive dan Hedonic Shopping sampling Value Terhadap Keputusan - Teknik analisis data: analisis Pembelian Impulsif Pada regresi linier berganda Konsumen Wanita di Giant Hypermarket Mall Olympic Garden (MOG) Malang X1= Servicescapes X2= Hedonic Shopping Value Y= Keputusan Pembelian Impulsif Variabel servicescapes dan hedonic shopping value berpengaruh secara simultan dan secara parsial terhadap variabel keputusan pembelian impulsif. Variabel yang berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelian impulsif adalah variable hedonic shopping value. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya 6. Dewa Ayu Taman Sari dan Alit Suryani (2013) Pengaruh Merchandising, - Teknik sampling: purposive Promosi dan Atmosfir sampling Toko Terhadap Impulse - Teknik analisis data: analisis Buying regresi linier berganda X1= Merchandising X2= Promosi X3= Atmosfir Toko Y= Impulse Buying Merchandising, promosi, atmosfir toko berpengaruh signifikan secara simultan maupun secara parsial terhadap impulse buying. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, Bali, p. 851867 7. Donie Rinto (2013) Pengaruh Fashion - Desain penelitian: kausal Involvement dan Positive - Teknik analisa data: Structural Emotion Terhadap Impulse Equation Model Buying di Centro Department Store Surabaya X1= fashion involvement X2= positive emotion Y= Impulse buying Fashion involvement terbukti berpengaruh terhadap positive emotion, fashion involvement terbukti berpengaruh terhadap impulse buying, tetapi positive emotion tidak memiliki pengaruh terhadap impulse buying. Jurnal Program Manajemen Kepariwisataan Program Studi Manajemen Universitas Kristen Petra 49 8. Diah Kenanga Dwirani Herukalpiko, Apriatni Endang Prihatini, dan Widayanto (2013) Pengaruh Kebijakan - Teknik sampling: convenience Harga, Atmosfer Toko dan sampling / accidental sampling Pelayanan Toko Terhadap - Skala pengukuran: skala Perilaku Impulse Buying interval, skala likert Konsumen Robinson - Teknik analisis data: analisis Department Store regresi linier Semarang X1= Kebijakan Harga X2= Atmosfer Toko X3=Pelayanan Toko Y= Perilaku Impulse Buying Kebijakan harga, atmosfer toko, dan pelayanan toko berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku impulse buying konsumen. Diponegoro Journal Of Social And Politic Of Science, p.19 9. Andhesthi Wahyu Widyaningsih (2012) Analisis Pengaruh Fashion - Teknik sampling: purposive Involvement, Hedoni sampling Consumption, dan Positive - Pengujian hipotesis: Emotion Pada Impulsive Structural Equation Modelling Buying Behavior (Studi (SEM) dengan alat bantu Pada Calon Konsumen Linear Structural Relationship Butik Number 61 Solo (LISREL) Grand Mall Surakarta) X1= Fashion Involvement X2= Hedonic Consumption X3= Positive Emotion Y= Impulse Buying Behavior Fashion involvement dan hedonic consumption berpengaruh secara signifikan pada impulse buying behavior, sedangkan positive emotion tidak berpengaruh secara signifikan pada impulse buying behavior. Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 10. Jondry Adrin Hetharie (2012) Peran Emosi Positif - Teknik sampling: purposive Sebagai Mediator Stimulus sampling Lingkungan Toko dan - Teknik analisis data: analisis Faktor Sosial Terhadap jalur pegawai Impulse Buying Tendency Pada Matahari Departement Store Kota Ambon X1= Emosi Positif X2= Lingkungan Toko X3= Faktor Sosial Y= Impulse Buying Tendency Ada efek langsung dari emosi positif konsumen terhadap kecenderungan impulsif membeli dan efek tidak langsung dari stimulus lingkungan toko serta faktor sosial toko terhadap kecenderungan pembelian impulsif dimediasi oleh emosi positif konsumen. Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol. 10, No. 4, p. 890-898 50 11. Rahma Fitriani (2010) Studi Tentang Impulse - Teknik sampling: purposive Buying Pada Hypermarket sampling di Kota Semarang - Analisis pengolahan data : uji validitas, reliabilitas, uji asumsi klasik, analisis regresi berganda, dan pengujian hipotesis menggunakan uji f dan uji t 12. Moh Arief Tirtana (2010) Peranan Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement Terhadap Perilaku Impulse Buying di Matahari Department Store Surabaya 13. Ria Arifianti (2008) Pengaruh Promosi - Teknik sampling:sistematik Penjualan Terhadap random sampling Impulse Buying Pada - Pengujian hipotesis: regresi linear Hypermarket di Kota sederhana Bandung X1= Emosi positif X2= Respon lingkungan belanja X3= Interaksi antara pelanggan dan pelayan toko X4= Hedonic shopping value Y= Impulse Buying Teknik analisis data: SEM X1 = Hedonic (Structural Equation Model) shopping value X2 = Fashion Involvement Y = Perilaku Impulse Buying X= Promosi Penjualan Y= Impulse Buying Semua variabel independen (emosi positif, respon lingkungan belanja, interaksi antara pelanggan dan pelayan toko, dan hedonic shopping value) berpengaruh secara signifikan terhadap variable dependen (impulse buying). Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang Hedonic shopping value dan fashion involvement tidak berpengaruh terhadap perilaku impulse buying. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Promosi penjualan mempunyai Jurnal pengaruh terhadap impulse Universitas buying. Hal ini berarti jika Padjajaran promosi dilakukan sesering atau dilaksanakan dengan baik maka akan meningkatkan daya beli konsumen dalam hal ini adalah impulse buying. 51 C. Kerangka Berfikir Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perilaku impulse buying. Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu terlihat bahwa promosi, emosi positif, kebijakan harga, pelayanan toko, merchandising, store environment, dan hedodic shopping value berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Dari beberapa variabel tersebut, peneliti memilih variabel promosi, emosi positif, store environment, dan hedonic shopping value sebagai variabel yang berpengaruh terhadap perilaku impulse buying konsumen muslim. Dengan demikian, kerangka pemikiran yang digambarkan dalam penelitian ini: Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Promosi (X1) Emosi Positif (X2) Perilaku Impulse Buying Store Environment (X3) Hedonic Shopping Value (X4) (Y) 52 1. Hubungan Promosi dengan Perilaku Impulse Buying Dalam penelitian Brian Permana Putra (2014) yang berjudul “Analisis Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment Terhadap Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong Hien di Kota Semarang)” menyatakan bahwa promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying.65 2. Hubungan Emosi Positif dengan Perilaku Impulse Buying Dalam penelitian Rahma Fitriani (2010) yang berjudul “Studi Tentang Impulse Buying Pada Hypermarket di Kota Semarang” menyatakan bahwa emosi positif berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying. 66 Dalam penelitian Andhesthi Wahyu Widyaningsih (2012) yang berjudul “Analisis Pengaruh Fashion Involvement, Hedonic Consumption, dan Positive Emotion Pada Impulsive Buying Behavior (Studi Pada Calon Konsumen Butik Number 61 Solo Grand Mall Surakarta)” menyatakan bahwa emosi positif tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying. 67 65 Brian Permana Putra, “Analisis Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment Terhadap Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong Hien di Kota Semarang)” Skripsi, (Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014). 66 Rahma Fitriani,. “Studi Tentang Impulse Buying Pada Hypermarket di Kota Semarang” Skripsi, (Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010). 67 Andhesthi Wahyu Widyaningsih, “Analisis Pengaruh Fashion Involvement, Hedonic Consumption, dan Positive Emotion Pada Impulsive Buying Behavior (Studi Pada Calon Konsumen Butik Number 61 Solo Grand Mall Surakarta)” Skripsi, (Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012). 53 3. Hubungan Store Environment dengan Perilaku Impulse Buying Dalam penelitian Brian Permana Putra (2014) yang berjudul “Analisis Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment Terhadap Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong Hien di Kota Semarang)” menyatakan bahwa store environment berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying.68 Dalam penelitian Melissa Lasmono (2013) yang berjudul “Analisis Pengaruh Store Environment, Perceived Crowding Dan Time Pressure Terhadap Impulse Buying Behaviour Pada Supermarket Bilka Di Surabaya” menyatakan bahwa store environment tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying. 69 4. Hubungan Hedonic Shopping Value dengan Perilaku Impulse Buying Dalam penelitian Larasati Ayu Sekarsari yang berjudul “Pengaruh Servicescapes dan Hedonic Shopping Value Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif Pada Konsumen Wanita di Giant Hypermarket Mall Olympic Garden (MOG) Malang” menyatakan bahwa hedonic shopping value berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying.70 68 Brian Permana Putra, “Analisis Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment Terhadap Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong Hien di Kota Semarang)” Skripsi, (Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014). 69 Melissa Lasmono, “Analisis Pengaruh Store Environment, Perceived Crowding dan Time Pressure Terhadap Impulse Buying Behaviour Pada Supermarket Bilka Di Surabaya” Skripsi, (Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, 2013). 70 Larasati Ayu Sekarsari, “Pengaruh Servicescapes dan Hedonic Shopping Value Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif Pada Konsumen Wanita di Giant Hypermarket Mall Olympic Garden (MOG) Malang” Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, (Universitas Brawijaya). 54 Dalam penelitian Moh Arief Tirtana (2010) yang berjudul “Peranan Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement Terhadap Perilaku Impulse Buying di Matahari Department Store Surabaya” menyatakan bahwa hedonic shopping value tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying. 71 D. Hipotesis Hipotesis adalah suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih sementara, dan arti sesungguhnya belum bernilai (mencapai) sebagai suatu tesis yang belum diuji kebenarannya.72 Berdasarkan tinjauan pustaka dan tinjauan teori yang telah diurakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: No. : 1. : : 2. Penelitian Terdahulu Promosi tidak berpengaruh signifikan Tidak ada terhadap perilaku impulse buying konsumen muslim pada Hypermart Pekalongan. Promosi berpengaruh signifikan terhadap Putra (2014), perilaku impulse buying konsumen muslim Sari (2013), Afriani (2008) pada Hypermart Pekalongan. Emosi positif tidak berpengaruh signifikan Widyaningsih terhadap perilaku impulse buying (2012), konsumen muslim pada Hypermart Rinto (2013), Ismayuni (2015) Pekalongan. Emosi positif berpengaruh signifikan Fitriani (2010), terhadap perilaku impulse buying Putra (2014), konsumen muslim pada Hypermart Hetharie (2012), Lestari (2014) Pekalongan. Hipotesis : 71 Moh Arief Tirtana, “Peranan Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement Terhadap Perilaku Impulse Buying di Matahari Department Store Surabaya” Skripsi, (Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, 2010). 72 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations Dan Komunikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 171. 55 3. : Store environment tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying konsumen muslim pada Hypermart Pekalongan. : Store environment berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying konsumen muslim pada Hypermart Pekalongan. : 4. : : 5. : Lasmono (2013) Fitriani (2010), Putra (2014), Herukalpiko (2013), Sari (2013) Hedonic shopping value tidak berpengaruh Tirtana (2010), signifikan terhadap perilaku impulse Lestari (2014) buying konsumen muslim pada Hypermart Pekalongan. Hedonic shopping value berpengaruh Fitriani (2010), signifikan terhadap perilaku impulse Widyaningsih buying konsumen muslim pada Hypermart (2012), Sekarsari (2013), Pekalongan. Ismayuni (2015) Promosi, emosi positif, store environment, Tidak ada dan hedonic shopping value berpengaruh secara simultan terhadap perilaku impulse buying konsumen muslim pada Hypermart Pekalongan. Promosi, emosi positif, store environment, Tidak ada dan hedonic shopping value tidak berpengaruh secara simultan terhadap perilaku impulse buying konsumen muslim pada Hypermart Pekalongan.