BAB II KERANGKA TEORI A. Landasan Teori 1. Pengertian

advertisement
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Landasan Teori
1. Pengertian Pemasaran
Pemasaran dalam arti luas diartikan sebagai aktivitas sosial dan
manajerial dimana individu atau kelompok menyediakan apa yang mereka
butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai
dengan pihak lain. Namun saat ini, pemasaran juga diartikan sebagi proses
dimana perusahaan menciptakan nilai untuk pelanggan dan membangun
hubungan pelanggan yang kuat dalam rangka mendapatkan manfaat atau
keuntungan.1
Secara lebih formal, pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan
bisnis
yang
dirancang
mempromosikan
dan
untuk
merencanakan,
mendistribusikan
menentukan
barang-barang
yang
harga,
dapat
memuaskan keinginan dan jasa baik kepada para konsumen saat ini maupun
konsumen potensial.2 Pemasaran menggerakkan visi, misi, dan perencanaan
strategis perusahaan. Pemasaran meliputi keputusan seperti siapa yang
diinginkan perusahaan untuk menjadi pelanggannya, kebutuhan pelanggan
mana yang dipuaskan, apa produk dan jasa yang ditawarkan, berapa harga
1
Suharno dan Yudi Sutarso, Marketing in Practice, Edisi Pertama (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010), hlm. 2-3.
2
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Manajemen Pemasaran, Cet. Ke-2 (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), hlm. 2.
11
12
yang ditetapkan, apa komunikasi yang dikirimkan dan diterima, apa saluran
distribusi yang digunakan dan apa kemitraan yang dikembangkan.3
Konsep pemasaran adalah sebuah filsafat bisnis yang mengatakan
bahwa kepuasan keinginan dari konsumen adalah dasar kebenaran sosial
dan ekonomi kehidupan sebuah perusahaan. Sudah sewajarnya jika segala
kegiatan perusahaan harus dicurahkan untuk mengetahui apa yang
diinginkan oleh konsumen dan kemudian memuaskan keinginan-keinginan
itu, sudah tentu pada akhirnya perusahaan bertujuan untuk memperoleh
laba. Konsep pemasaran menghendaki agar para eksekutif juga mengadakan
peninjauan ulang mengenai bisnis sebuah perusahaan.4
2. Bisnis Ritel
a. Pengertian Ritel
Ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dengan
aktivitas penjualan ataupun distribusi barang dan jasa secara langsung
kepada konsumen akhir, dimana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan
untuk menambah nilai barang dan jasa untuk penggunaan pribadi dan
bukan penggunaan bisnis.5 Ini merupakan mata rantai terakhir dalam
penyaluran barang dan jasa. Penghasilan utama dari retailer ini adalah
menjual secara eceran konsumen akhir.6
3
Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, terjemahan Bob Sabran,
Edisi 13, Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. Xxi.
4
William J. Stanton, Prinsip Pemasaran, terjemahan Yohanes Lamarto, Edisi Ketujuh,,
Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 1984), hlm. 14.
5
6
Christina Whidya Utami, Strategi Pemasaran Ritel (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 2.
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2013), hlm. 54.
13
Pedagang ritel atau yang biasa disebut dengan pedagang eceran ini
sangat penting artinya bagi produsen, karena melalui pengecer produsen
dapat memperoleh informasi berharga tentang produknya. Produsen
dapat memperoleh data dari pengecer, bagaimana pandangan konsumen
mengenai bentuk, rasa, daya tahan, harga dan segala sesuatu mengenai
produknya. Juga dapat diketahui mengenai kekuatan saingan.7
b. Fungsi Utama Bisnis Ritel
1) Menyediakan
berbagai
macam
produk
dan
jasa
(providing
assortments)
Pelaku bisnis ritel berusaha menyediakan berbagai macam
kebutuhan konsumen yaitu beraneka ragam produk dan jasa.
Supermarket menyediakan produk-produk makanan, kesehatan,
perawatan kecantikan, dan produk rumah tangga, sedangkan
Departemen Store menyediakan berbagai macam pakaian dan
aksesoris.
2) Memecah (breaking bulk)
Ritel menawarkan produk-produk dalam jumlah kecil yang
disesuaikan dengan pola konsumsi para konsumen secara individual
dan rumah tangga.
3) Mengadakan inventory (holding inventory)
Ritel berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan stok atau
persediaan dengan ukuran lebih kecil, sehingga pelanggan akan
7
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa… hlm. 54.
14
diuntungkan karena akan terdapat jaminan ketersediaan barang atau
jasa yang disimpan ritel.
4) Memberikan jasa atau layanan (providing service)
Ritel menyediakan jasa yang membuat mudah bagi konsumen
membeli dan menggunakan produk.
5) Meningkatkan nilai produk dan jasa
Pembelian salah satu barang pada ritel akan menambah nilai
barang tersebut karena mampu memenuhi kebutuhan konsumen.8
c. Klasifikasi Bisnis Ritel
Bisnis ritel atau disebut juga perdagangan eceran secara umum bisa
diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu perdagangan eceran
besar dan perdagangan eceran kecil. Perdagangan eceran kecil terdiri atas
eceran kecil berpangkalan dan eceran kecil tidak berpangkalan. Secara
skema, pembagian tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:9
8
Christina Whidya Utami, Strategi Pemasaran Ritel… hlm. 11-12.
9
Sopiah dan Syihabudhin, Manajemen Bisnis Ritel… hlm. 38.
15
Gambar 2.1
Skema Perdagangan Eceran
Perdagangan Eceran
Eceran Besar






Eceran Kecil
Specialty Store
Departemen Store
Supermarket
Discount House
General Store
Chain Store
Tetap
 Kios
 Depot
 Warung
Berpangkalan
Tidak Tetap
 Kaki lima
 Pasar Sore
 Pasar
Mambo
Tidak Berpangkalan
Pakai Alat
 Roda Dorong
 Pedati
 Alat Pikul
d. Jenis-jenis Penjualan Eceran
Pedagang eceran bertoko (Store retailer) dapat dibagi ke dalam
delapan kategori, yaitu:
1) Toko khusus (specialty store), yaitu suatu toko yang mempunyai lini
produk terbatas tetapi dengan berbagai keragaman dalam hal produk
itu. Contoh: toko olah raga, toko furniture, toko pakaian, dan toko
buku.
2) Toko serba ada (department store), yaitu toko serba ada yang
memiliki beberapa lini produk, khususnya pakaian, alat-alat rumah
tangga, dan perlengkapan rumah, di mana setiap lini produk
16
dioperasikan sebagai sebuah departemen yang terpisah yang dikelola
oleh pembeli barang khusus.
3) Pasar swalayan (supermarket), yaitu suatu toko yang cukup besar,
menyediakan makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, barangbarang kosmetik, bahkan obat-obatan.
4) Toko kebutuhan sehari-hari (convenience store), yaitu toko kebutuhan
sehari-hari secara relative merupakan toko yang kecil yang erada pada
dekat wilayah-wilayah pemukiman.
5) Toko super (superstore), toko kombinasi (combination store), dan
pasar hyper (hypermarket)
Superstore merupakan yang lebih besar daripada pasar swalayan
konvensional dengan ruang jual seluas 35.000 kaki persegi, toko ini
bertujuan memenuhi kebutuhan total konsumen untuk jenis-jenis
makanan yang dijual secara rutin dan konstan serta jenis-jenis non
makanan.
Combination store merupakan diversifikasi dari pasar swalayah
dengan memasuki produk obat-obatan dengan resep, toko ini rata-rata
mempunyai ruang jual 55.000 kaki persegi.
Hypermarket lebih luas dari toko gabungan, yaitu 80.000-22.000 kaki
persegi. Hypermarket ini merupakan kombinasi antara pasar
swalayan, toko diskon, dan prinsip-prinsip pedagang eceran gudang.
6) Toko pemberi potongan harga (discount store), yaitu toko yang
menjual barang-barang standar dengan harga lebih rendah dari para
17
pedagang konvensional yang menetapkan marjin yang lebih rendah
dan volume lebih tinggi.
7) Toko gudang (warehouse store), yaitu toko tanpa embel-embel
diskon, mengurangi operasi pelayanan yang menjual dengan volume
tinggi pada harga rendah.
8) Ruang pamer katalog (catalog showroom), merupakan prinsip-prinsip
katalog dan pemotongan harga terhadap pilihan-pilihan produk yang
banyak dengan penggembungan (mark up) yang tinggi, perputaran
cepat (fast moving), dan bermerek.10
e. Strategi Pemasaran Toko Eceran
Toko eceran memiliki banyak strategi menarik konsumen,
diantaranya adalah:
1) Target market, masing-masing toko mencoba mengidentifikasi
langganannya, sehingga toko ini menjadi toko yang melayani berbagai
jenis konsumen, ada yang khusus hanya untuk orang kaya, orang
special, khusus wanita, khusus pria, anak-anak, toko murah, toko
barang-barang khusus.
2) Persediaan barang, ini menetapkan barang jenis apa yang akan dijual.
Banyak pilihan yang dilakukan oleh para pengecer, seperti menjual
barang bermerek yang ekslusif baik level nasional maupun
internasional atau barang impor, barang dagangan bermerek pribadi,
mengadakan pameran sebulan penuh yang menampilkan barang-
10
Bob Foster, Manajemen Ritel (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2008), hlm. 40-42.
18
barang khusus, menjual barang dagangan kejutan, menjual barang
pesanan sesuai selera konsumen.
3) Store atmosphere, merupakan perasaan atau kejiwaan pada seseorang
pada saat memasuki toko. Calon konsumen sudah mempunyai
bayangan tentang suatu toko sebelum ia masuk mencari barang dan
mengetahui harganya, ia akan betah dalam toko atau cepat keluar lagi.
Dalam hal ini atmosphere adalah suasana toko yang meliputi berbagai
tampilan interior, eksterior, tata letak, lalu lintas internal toko,
kenyamanan, udara, layanan, music, seragam pramuniaga, pajangan
barang dan sebagainya yang menimbulkan daya tarik bagi konsumen,
dan membangkitkan keinginan untuk membeli.
4) Price, strategi penetapan harga ini sangat mempengaruhi pilihan target
market, ragam produk yang akan dijual, layanan yang akan diberikan,
serta mengantisipasi saingan. Tidak bisa diharapkan dengan
mengambil keuntungan tinggi juga akan diperoleh volume penjualan
tinggi. Biasanya yang terjadi toko dengan margin tinggi, volume
penjualannya rendah, dan toko murah, volume penjualannya tinggi.
5) Promotion, ini digunakan untuk menarik calon konsumen. Toko
eceran dapat menggunakan teknik promosi dengan memasang iklan,
atau menyebarkan brosur, memberi hadiah, ikut dalam peristiwa
penting dalam masyarakat di lingkungan toko.
6) Place, ini adalah masalah penting dalam menentukan lokasi
operasional sebuah toko. Pertimbangannya ialah siapa pelanggannya,
19
bagaimana iklim persaingan, apakah akan memilih tempat di daerah
perumahan, dipinggir kota, di pusat kota dengan konsekuensi sewa
atau harga lahan yang tinggi.11
f. Karakteristik Perdagangan Eceran
Terdapat beberapa karakteristik khusus penjualan eceran (ritel)
yang membedakan dengan tipe-tipe usaha lain12, yaitu :
1) Small average sale (ukuran rata-rata dari transaksi penjualan para
pedagang eceran masih kecil), jika dibandingakn dengan yang
dihasilkan para pengusaha manufaktur, transaksi penjualan eceran ini
relative kecil. Untuk itu para pedagang eceran harus berupaya
menekan biaya-biaya yang menyertai penjualan seperti fasilitas kredit,
pengiriman barang maupun pembungkus. Mereka juga harus
meningkatkan jumlah konsumen yang berkunjung ke toko dengan
mengeluarkan promosi, serta mendorong penjualan impulsif.
2) Impulse purchase (pembelian impulsif), kecenderungan konsumen
untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan semakin
meningkat. Untuk itu para pedagang eceran harus mengelola display,
tata letak toko, etalase, dan sebagainya lebih baik lagi. Namun,
implikasi dari semakin banyaknya barang-barang impulsif seperti
permen, kosmetika, makanan kecil, dan majalah yang menjadikan
semakin sulit perencanaan, penganggaran, dan pemesanan barang
11
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa… hlm. 59-63.
12
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 36.
20
yang dibeli konsumen, selain itu pula memperbanyak tugas para
pramuniaga.
3) Popularity of store (kepopuleran toko).
Walaupun akhir-akhir ini banyak diperkenalkan cara berbelanja baru
seperti belanja via pos, telepon, internet, atau televise, namun pada
kenyataannya konsumen tetap mengalir ke toko-toko eceran. Hal ini
disebabkan oleh popularitas toko eceran di mata konsumen. Faktor
lain
yang
turut
mempengaruhi
adalah
keinginan
konsumen
membanding-bandingkan merek dan model yang berbeda antara para
pedagang eceran, adanya iklim penjualan impulsif yang menarik, serta
keinginan konsumen untuk keluar dari rumah.13
3. Perilaku Konsumen
a. Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai
studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang
melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa,
pengalaman, serta ide-ide.14
Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses
psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum
13
14
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 36-37.
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen, terjemahan Lina Salim, Jilid 1,
Edisi Kelima (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 6.
21
membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa
setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.15
Perilaku konsumen (consumer behavior) juga dapat didefinisikan
sebagai kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam
mendapatkan dan mempergunakan barang-barang atau jasa termasuk
didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan
kegiatan-kegiatan tersebut.16
b. Perilaku Impulse Buying
Pemahaman perilaku konsumen melibatkan pemahaman perilaku
individu dalam merencanakan, membeli, mengonsumsi barang atau jasa
yang dibelinya. Dalam pembelian produk, perilaku antar konsumen bisa
sama atau bisa berbeda. Seorang konsumen sebelum melakukan
pembelian produk, ada yang sudah direncanakan dan ada yang belum
direncanakan. Perilaku konsumen yang belum melakukan perencanaan
dalam pembelian, dapat mendorong untuk melakukan pembelian spontan
(impulse buying). Untuk itu pihak pemasar perlu melakukan identifikasi
konsumen berfokus pada perilakunya.17
Pembelian impulsif menggambarkan hierarki eksperiensial dimana
konsumen terlibat dalam perilaku karena mereka sangat berhasrat untuk
memperoleh perasaan atau kesenangan tertentu dimulai dengan
15
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran,
Edisi Kedua (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 5.
16
Danang Sunyoto, Teori Kuesioner dan Analisis Data: Untuk Pemasaran dan Perilaku
Konsumen, Edisi Pertama (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 66.
17
Danang Sunyoto, Teori Kuesioner dan Analisis Data… hlm. 113-114.
22
tanggapan afeksi yang kuat, diikuti dengan perilaku berdasarkan perasaan
yang kuat, dan diakhiri dengan pengembangan kepercayaan yang
membenarkan perilaku. Dalam pembelian impulsif (impulse purchase),
perasaan positif yang kuat akan diikuti dengan tingkat pembelian.18
c. Macam-macam Pembelian oleh Konsumen
Pembelian produk atau jasa yang dilakukan oleh konsumen bisa
digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu:
1) Pembelian yang Terencana Sepenuhnya
Jika konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh
sebelum pembelian dilakukan, maka ini termasuk pembelian yang
direncanakan sepenuhnya. Pembelian yang terencana sepenuhnya
biasanya adalah hasil dari proses keputusan yang diperluas atau
keterlibatan tinggi. Produk dengan keterlibatan rendah mungkin juga
dibeli dengan terencana. Konsumen sering kali membuat daftar barang
yang akan dibelinya jika ia pergi ke toko swalayan, ia sudah tahu
produk dan merek yang akan dibelinya.19
2) Pembelian yang Separuh Terencana
Konsumen sering kali sudah mengetahui ingin membeli suatu
produk sebelum masuk ke swalayan, namun mungkin ia tidak tahu
merek yang akan dibelinya sampai ia bisa memperoleh informasi yang
lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan. Ketika ia sudah
tahu produk yang ingin dibeli sebelumnya dan memutuskan merek
18
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 328.
19
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya… hlm. 377.
23
dari produk tersebut di toko, maka ini termasuk pembelian yang
separuh terencana.20
3) Pembelian yang Tidak Terencana
Konsumen sering kali membeli suatu produk tanpa direncanakan
terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli sering kali muncul di toko
atau di mal. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Misalnya,
display pemotongan harga 50%, yang terlihat mencolok akan menarik
perhatian konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk
membeli produk tersebut. Display tersebut telah membangkitkan
kebutuhan konsumen yang tertidur, sehingga konsumen merasakan
kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan
tersebut. Keputusan pembelian seperti ini sering disebut sebagai
pembelian impuls (impulse purchasing).21
d. Motif-motif Pembelian (Buying Motives)
Para pembeli memiliki motif-motif pembelian yang mendorong
mereka untuk melakukan pembelian. Ada tiga macam buying motives:
1) Primary buying motive, yaitu motif untuk membeli yang sebenarnya,
misalnya, kalau orang mau makan ia akan mencari nasi.
2) Selective buying motive, yaitu pemilihan terhadap barang, ini
berdasarkan ratio, misalnya, apakah ada keuntungan bila membeli
karcis. Berdasarkan waktu misalnya membeli makanan dalam kaleng
yang mudah dibuka, agar lebih cepat. Berdasarkan emosi, seperti
20
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya… hlm. 377.
21
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya… hlm. 377-378.
24
membeli sesuatu karena meniru orang lain. Jadi selektif dapat
berbentuk rational buying motive, emotional buying motive atau
impulse (dorongan seketika).
3) Patronage buying motive, adalah selective buying motive yang
ditunjukan kepada tempat atau toko tertentu. Pemilihan ini bisa timbul
karena layanan memuaskan, tempatnya dekat, cukup persediaan
barang, ada halaman parkir, orang-orang besar suka berbelanja kesitu
dan sebagainya.22
e. Keputusan Pembelian Konsumen
Untuk mengembangkan strategi pemasaran yang efektif, pemasar
harus mengetahui jenis proses pemecahan masalah yang digunakan
konsumennya untuk membuat keputusan pembelian.23
1) Perilaku pilihan terutinitas
Pemasar merek yang telah mapan dan memiliki pangsa pasar
besar harus terus memelihara agar merek mereka tetap ada pada set
yang dibangkitkan dalam benak segmen pasar yang paling
menjanjikan. Segmen pasar tersebut tidak lagi melakukan banyak
upaya pencarian, karena pemasar pesaing hanya memiliki kesempatan
minimal untuk dapat menyisipkan merek mereka ke dalam set yang
dipertimbangkan konsumen pada set pemecahan masalah. Secara
22
23
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa… hlm. 97.
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan
Penelitian Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 430-431.
25
umum, semakin otomatis suatu perilaku pilihan, semakin sulit bagi
pemasar untuk menyela dan mempengaruhi pilihan.24
2) Pengambilan keputusan terbatas
Sebagian besar keputusan konsumen membutuhkan upaya
pemecahan masalah terbatas karena sebagian besar konsumen telah
memiliki sejumlah besar informasi produk yang berasal dari
pengalaman masa lampaunya, maka dasar strategi pemasarannya
adalah menyediakan informasi tambahan agar tersedia bagi konsumen
ketika dan dimana mereka membutuhkannya, misalnya melalui iklan.
Hal ini penting karena sebagian besar konsumen cenderung tidak
melakukan pencarian alternatif lainnya secara ekstensif. Pemasar
dapat mencoba mendesain suasana toko yang merangsang pembelian
impulsif, sejenis pengambilan keputusan terbatas.25
3) Pengambilan keputusan ekstensif
Dalam
pengetahuan
situasi
mereka
pengambilan
sangat
keputusan
ekstensif
dimana
rendah, konsumen membutuhkan
informasi tentang segala sesuatu tujuan akhir. Pemasar harus berusaha
membuat informasi yang dibutuhkan tersedia dalam format dan pada
tingkatan yang dapat dipahami dan digunakan dalam proses
pemecahan masalash.26
24
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi… hlm. 430.
25
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi… hlm. 430-431.
26
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi… hlm. 431.
26
f. Pandangan Pengambilan Keputusan Konsumen
1) Pandangan Ekonomi
Untuk berperilaku rasional dalam arti ekonomi, seorang
konsumen harus: mengetahui semua alternatif produk yang tersedia,
mampu memeringkat setiap alternatif secara tepat dari sudut
keuntungan dan kerugiannya, dan mampu mengenali satu alternatif
yang terbatas. Tetapi kenyataannya para konsumen jarang mempunyai
semua informasi atau informasi yang cukup akurat ataupun tingkat
keterlibatan atau motivasi yang memadai untuk membuat apa yang
dinamakan keputusan yang “sempurna”.27
2) Pandangan Pasif
Dalam pandangan pasif, para konsumen dianggap sebagai
pembeli yang menurutkan kata hati dan irasional, siap menyerah
kepada tujan dan kekuasaan pemasar. Setidak-tidaknya sampai tingkat
tertentu, model pasif konsumen didukung oleh tenaga penjual
kawakan yang unggul dan suka bekerja keras, yang terlatih
memandang konsumen sebagai obyek yang akan dimanipulasi.28
3) Pandangan Kognitif
Pandangan
kognitif
menggambarkan
konsumen
sebagai
pemecah masalah dengan cara berfikir. Dalam kerangka ini,
konsumen sering digambarkan sebagai mau menerima maupun
27
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen, terjemahan Zoelkifli
Kasip, Edisi Ketujuh (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 488.
28
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 488.
27
dengan aktif mencari produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan
mereka dan memperkaya kehidupan mereka. Model kognitif
memfokuskan kepada proses konsumen mencari dan menilai
informasi mengenai merk dan saluran ritel yang dipilih.29
4) Pandangan Emosional
Walaupun sudah lama menyadari adanya model pengambilan
keputusan yang emosional atau impulsif (menurut desakan hati), para
pemasar sering lebih suka memikirkan konsumen model ekonomi
maupun model pasif. Tetapi kenyataannya setiap kita mungkin
menghubungkan perasaan yang mendalam atau emosi. Sering kali kita
tidak menyadari terjebak pembelian impulsif. Bukannya mencari,
mempertimbangkan, dan menilai berbagai alternative dengan teliti
sebelum membeli, kita mungkin saja telah melakukan berbagai
pembelian ini atas dasar desakan hati, keinginan yang tiba-tiba, atau
karena kita “terdorong secara emosional”.30
g. Perspektif Riset Perilaku Konsumen
Riset perilaku konsumen dilakukan berdasarkan tiga perspektif
riset yang bertindak sebagai pedoman pemikiran dan pengidentifikasian
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perilaku
perolehan
(akuisisi)
konsumen. Ketiga perspektif ini adalah perspektif pengambilan
keputusan, perspektif pengalaman, dan perspektif pengaruh perilaku.31
29
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 489.
30
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 489.
31
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 11.
28
1) Perspektif pengambilan keputusan
Perspektif
pengambilan
keputusan
menggambarkan
seorang
konsumen sedang melakukan serangkaian langkah-langkah tertentu
pada saat melakukan pembelian. Langkah-langkah ini termasuk
pengenalan masalah, mencari, evaluasi alternatif, memilih, dan
evaluasi pasca perolehan.32
2) Perspektif eksperiensial (pengalaman)
Perspektif pengalaman atas pembelian konsumen menyatakan bahwa
untuk beberapa hal konsumen tidak melakukan pembelian sesuai
dengan proses pengambilan keputusan yang rasional. Namun, mereka
membeli produk dan jasa tertentu untuk memperoleh kesenangan,
menciptakan fantasi, atau perasaan emosi saja.33
3) Perspektif pengaruh behavioral
Perspektif pengaruh perilaku mengasumsikan bahwa kekuatan
lingkungan memaksa konsumen untuk melakukan pembelian tanpa
harus terlebih dahulu membangun perasaan atau kepercayaan terhadap
produk. Menurut perspektif ini, konsumen tidak saja melalui proses
pengambilan keputusan rasional, namun juga bergantung pada
perasaan untuk membeli produk atau jasa tersebut. Sebagai gantinya,
tindakan pembelian konsumen secara langsung merupakan hasil dari
32
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 11.
33
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 12.
29
kekuatan lingkungan, seperti sarana promosi penjualan, nilai-nilai
budaya, lingkungan fisik, dan tekanan ekonomi.34
4. Promosi
a. Pengertian Promosi
Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan untuk
meyakinkan calon pelanggan tentang barang dan jasa. Selain itu, promosi
juga merupakan aktivitas yang dibutuhkan penjual eceran untuk menarik
dan membujuk konsumen untuk membeli barang. Jadi, kegitan promosi
bukan saja meliputi hal yang berkenaan dengan barang dan jasa yang
ditawarkan oleh peritel, tetapi merupakan kegiatan mempengaruhi
persepsi, sikap, dan perilaku konsumen terhadap suatu toko eceran
dengan segala penawaran.35
b. Tujuan Promosi
Tujuan jangka panjang promosi adalah untuk membentuk citra toko
dan posisi penjualan eceran yang diinginkan oleh konsumen serta sebagai
public service promotion yang dalam setiap meraih konsumennya selalu
berusaha memperkenalkan kepada warga masyarakat bahwa penjual
eceran adalah warga masyarakat yang baik. Sedangkan tujuan jangka
pendeknya ialah meningkatkan jumlah konsumen yang potensial dan
menarik konsumen baru.36
34
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 12-14.
35
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 65-66.
36
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 66.
30
Promosi juga bertujuan untuk mengkomunikasikan informasi
tentang produk dan mempengaruhi konsumen untuk membeli. Promosi
dipandang oleh konsumen sebagai aspek sosial dan fisik dari lingkungan
yang dapat mempengaruhi tanggapan afeksi dan kognisi konsumen di
samping perilaku nyata mereka.
c. Strategi Promosi
Promosi penjualan dapat dibedakan berdasarkan dua jenis kegiatan,
yaitu pull strategy atau disebut sebagai consummer promotion dan push
strategy atau disebut dengan trade promotion.37
1) Pull strategy (strategi menarik) adalah strategi menggunakan insentif
untuk memotivasi pelanggan sehingga melakukan pembelian. Apabila
pelanggan
mulai
tertarik
dan
mencari
produk/jasa
tersebut,
pengaruhnya akan mendorong para retailer untuk meningkatkan stok
barang yang dicari tersebut.
2) Push startegy (strategi mendorong) adalah startegi menggunakan
insentif untuk memotivasi para agen atau retailer agar meningkatkan
pemesanan dan meningkatkan penjualannya di masing-masing outlet.
Caranya adalah dengan menggunakan:
a) Strategi volume discount, yaitu strategi dengan memberikan diskon
harga bagi diler atau retailer yang membeli dalam jumlah besar.
b) Strategi allowance, yaitu berupa pemberian reward.
37
Freddy Rangkuti, Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated
Marketing Communication (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 135-136
31
(1) Off invoice allowance: strategi memberikan potongan harga
bagi diler atau retailer yang menjual produk tertentu di
outletnya.
(2) Performance
allowance:
startegi
memberikan
reward,
misalnya bonus bagi diler atau retailer yang dapat menjual
produk pada batas tertentu.
(3) Display
allowance:
strategi
memberikan
bonus
atau
pengurangan harga jual pada diler atau retailer yang bersedia
meletakan produk tertentu di depan sehingga jelas terlihat oleh
pelanggan.
(4) Buyback allowance: strategi untuk membeli kembali produk
lama yang tidak laku atau out of date.
(5) Cooperative advertising: strategi memberikan allowance pada
diler atau retailer yang bersedia mengiklankan produk tertentu
di outlet mereka.
c) Strategi dealer contest, yaitu strategi mengadakan perlombaan atau
kontes diantara para diler atau retailer untuk merangsang mereka
menjual lebih banyak dengan memberikan hadiah yang menarik.
d) Strategi dealer leader, yaitu strategi dengan memberikan rak
khusus berisi produk-produk yang ingin dijual.
e) Strategi sales training, yaitu strategi dengan memberikan pelatihan
kepada para penjual untuk mengetahui product knowledge.
32
f) Strategi Point of Purchase (POP), yaitu strategi memajang produk
sehingga dapat meningkatkan impulse buying pelanggan. Materi
yang digunakan dalam POP adalah spanduk, banner, poster,
counter stand, flour stand, TV plasma, video media interaktif, serta
berbagai rak pajang (display) yang kreatif dan menarik yang
didesain secara khusus sehingga mencermikan produk yang dijual.
d. Metode Promosi
Dalam metode promosi terdapat elemen promosi ritel, yang terdiri
dari lima elemen, yaitu :
1) Periklanan (advertising)
Tujuan perilklanan yaitu untuk mengingatkan, untuk persuasif,
dan membandingkan, serta untuk informasi dalam rangka menjual
barang, jasa, atau ide. Periklanan dilakukan dalam berbagai bentuk,
misalnya papan reklame, poster, katalog, folder, spanduk, slide, dan
iklan di media cetak seperti surat kabar, majalah, atau media
elektronik seperti televisi dan radio.38
2) Promosi penjualan (sales promotion)
Promosi penjualan merupakan suatu alat untuk merangsang
pembeli mempercepat pembelian atau transaksi, dengan mengajak
pelanggan agar membeli sekarang. Selain itu juga memberikan nilai
lebih atau insentif kepada tenaga penjual, distributor, atau konsumen
akhir dan dapat menstlimulus penjualan langsung.
38
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 68.
33
Berbagai cara promosi penjualan yang ditawarkan yaitu memberi
sampel,
kupon,
potongan
harga,
program
undian,
tawaran
pengembalian tunai (rabat), paket harga (transaksi potongan-rupiah),
premi (hadiah), hadiah (kontes, undian, permainan), hadiah loyalitas
pelanggan, percobaan gratis, garansi produk, promosi
gabungan,
promosi silang, pajangan dan demonstrasi di tempat pembelian.
Beberapa cara promosi penjualan adalah
display, show,
exposition, demonstration, trading stamps, packaging, labeling,
special sales. 39
3) Kehumasan (public relation)
Public relation adalah kegiatan komunikasi yang dimaksudkan
untuk membangun citra yang baik terhadap perusahaan, dan menjaga
kepercayaan dari para pemegang saham. Publikasi adalah pemungutan
berita di media massa tentang perusahaan, produk, pegawai, dan
berbagai kegiatannya tanpa dipungut biaya.40
4) Penjualan tatap muka (personal selling)
Personal selling adalah suatu proses yang membantu perusahaan
dalam membujuk serta membangun preferensi keyakinan dan tindakan
calon pembeli dengan menggunakan komunikasi tatap muka (face to
face). Dalam pengertian lain, personal selling adalah suatu bentuk
penjualan di mana penjual dapat memberikan keterangan dan petunjuk
39
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 68-75.
40
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 75-76.
34
mengenai produk yang ditawarkannya dan langsung dapat mendorong
serta membujuk konsumen agar mau membeli.41
5) Pemasaran langsung (direct marketing)
Pemasaran langsung adalah sistem pemasaran interaktif yang
menggunakan satu atau lebih media periklanan untuk menghasilkan
tanggapan yang dapat diukur dan atau transaksi pada lokasi manapun.
Pemasaran langsung berpengaruh terhadap pengenalan dan kehendak
untuk membeli di masa yang akan datang. Selain itu pemasaran
langsung bertujuan untuk menghasilkan penjualan segera, dan juga
satu pemakaian utama dari pemasaran langsung adalah membuat
panduan prospek dari tenaga penjualan.42
5. Emosi Positif
Afeksi atau perasaan dapat didefinisikan sebagai fenomena kelas
mental yang secara unik dikarakteristikkan oleh pengalaman yang disadari,
yaitu keadaan perasaan subjektif, yang biasanya muncul bersama-sama
dengan emosi dan suasana hati. Emosi dibedakan dari suasana hati
berdasarkan intensitasnya yang lebih besar dan urgensi psikologis yang
lebih besar. Contoh emosi adalah amarah, tertekan, takut, minat, gembira,
dan keheranan. Ketika tujuan terpuaskan, orang akan mengalami perasaan
positif. Sebaliknya ketika suatu kejadian merintangi pencapaian tujuan,
maka orang akan mengalami perasaan negatif.43
41
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 76-77.
42
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 83-85.
43
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 208.
35
Taksonomi dari pengalaman afektif oleh Carrol Izard terdiri dari
sepuluh macam emosi fundamental, yaitu tertarik, gembira, heran, marah,
tertekan, muak, terhina, takut, malu, dan bersalah. Konsumen yang merasa
puas akan melaporkan keheranan dan minat yang menyenagkan, sedangkan
pemilik yang tidak puas menyatakan pola yang umum seperti marah, muak,
terhina, dan tertekan.44
Gambar 2.2
Dimensi Struktur Emosi
Terdorong
Marah
Gembira
Tidak
Menyenangkan
Menyenangkan
Sedih
Bahagia
Pasif
Sepuluh macam emosi fundamental tersebut diturunkan dari dua
dimensi bipolar tentang tanggapan afektif: (1) menyenangkan-tidak
menyenangkan dan (2) terdorong-pasif. Gambar diatas menguraikan dua
dimensi struktur emosi. Dalam kotak yang dibentuk oleh dua dimensi,
seseorang dapat menempatkan emosi tertentu, seperti rasa gembira, marah,
kesukaan, dan rasa sedih. Sebagai contoh, jika Anda merasa sangat tidak
44
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 209.
36
menyenangkan dan terdorong, maka Anda sedang mengalami emosi rasa
marah. Sebaliknya, jika Anda merasa sangat senang dan cukup pasif, maka
Anda mungkin sedang mengalami emosi rasa bahagia.45
Keadaan
emosional
dapat
meningkatkan
atau
memperkuat
pengalaman positif maupun negatif dan ingatan tentang pengalaman tersebut
dapat mempengaruhi apa yang timbul di pikiran dan bagaimana individu
bertindak. Sebagai contoh, seseorang yang mengunjungi toko di mal
mungkin dipengaruhi oleh keadaan emosionalnya pada waktu itu. Jika
pengunjung toko tersebut merasa gembira pada waktu itu, respon yang
positif terhadap toko mal itu mungkin menguat. Respon yang meningkat
secara emosional terhadap toko itu dapat menyebabkan pengunjung
mengingat waktu yang sangat menyenangkan yang dilewatkannya di toko
itu. Respon ini juga dapat mempengaruhi pengunjung individu untuk
membujuk teman-teman dan kenalan-kenalan untuk mengunjungi toko
tersebut dan mengambil keputusan pribadi untuk mengunjungi ke mal
tersebut.46
6. Store Environment
a. Pengertian Lingkungan
Lingkungan (environment) adalah semua karakteristik fisik dan
sosial dari dunia eksternal konsumen, termasuk di dalamnya objek fisik
(produk dan toko), hubungan keruangan (lokasi toko dan produk di toko),
45
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 209-210.
46
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 226.
37
dan perilaku sosial orang lain (siapa saja yang berada di sekitar dan apa
yang mereka lakukan).47
Lingkungan dapat dianalisis dalam dua tingkat, yaitu makro dan
mikro. Lingkungan makro adalah faktor lingkungan umum yang berskala
besar seperti iklim, kondisi ekonomi, sistem politik, dan fisik lingkungan
secara umum. Sedangkan lingkungan mikro adalah aspek fisik dan sosial
yang lebih nyata dari lingkungan sekitar seseorang.48
Lingkungan memiliki dua aspek atau dimensi, yaitu lingkungan
fisik dan sosial. Lingkungan sosial terdiri dari semua interaksi sosial
antara dan di antara masyarakat. Sedangkan lingkungan fisik terdiri dari
semua aspek fisik non manusia dalam lingkungan dimana perilaku
konsumen terjadi, yang terbagi menjadi elemen ruang dan non ruang.49
b. Konsep Store Environment
Konsep store environment merupakan bagian dari konsep place.
Retailing adalah semua kegiatan yang melibatkan penjualan barang dan
jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan yang bersifat
pribadi bukan bisnis. Pada dasarnya, sebuah retail mempunyai dua hal
penting yang dapat ditawarkan kepada konsumen, yaitu produk dan
teknik menampilkan produk tersebut sehingga terlihat menarik. Store
environment adalah suasana lingkungan toko yang hendaknya terasa
nyaman dan menyenangkan bagi para pengunjung sehingga merangsang
47
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior: Perilaku Konsumen dan Strategi
Pemasaran, terjemahan Damos Sihombing, Edisi Ke-4 (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2000), hlm. 3.
48
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… hlm. 3-4.
49
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… hlm. 5-9.
38
para konsumen untuk menghabiskan waktu dan berbelanja dalam toko
(supermarket dan sejenisnya). Store environment mampu mempengaruhi
perilaku membeli konsumen.50
c. Elemen Store Environment
Store environment memiliki tiga elemen penting, yaitu store image,
store atmospheries dan store theatries.51
1) Store Image
Store image adalah sebuah toko yang menggambarkan apa yang
dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu. Citra
konsumen terhadap sebuah toko terdiri atas kesan terhadap eksterior
dan interiornya. Store image merupakan hal penting bagi retail untuk
menarik dan memenuhi kepuasan konsumen. 52
2) Store Atmospherics
Atmosfir toko adalah keseluruhan efek emosional yang
diciptakan oleh atribut fisik toko dimana ia hendaknya mampu
memuaskan kedua belah pihak yang terkait, retail dan para
konsumennya. Atmosfir toko yang menyenangkan hendaknya dapat
dilihat dari atribut yang dapat menarik kelima indera manusia, yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa.
Suasana (atmosphere) setiap toko mempunyai tata letak fisik yang
memudahkan atau menyulitkan untuk berputar-putar di dalamnya.
50
Husein Umar, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2002), hlm. 59-60.
51
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 60.
52
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 60.
39
Setiap toko mempunyai penampilan yang berbeda-beda baik itu kotor,
menarik, megah, dan suram. Suatu toko harus membentuk suasana
terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik
konsumen untuk membeli di toko tersebut.
Atmosfir toko merupakan kombinasi dari pesan secara fisik yang
telah direncanakan, atmosfir toko dapat digambarkan sebagai
perubahan
terhadap
perancangan
lingkungan
pembelian
yang
menghasilkan efek emosional khusus yang dapat menyebabkan
konsumen melakukan tindakan pembelian.53
3) Store Theatrics
Retailing bukan hanya sekedar menjual produk tetapi lebih
merupakan suatu pameran atau pergelaran produk yang memicu
konsumen untuk membeli produk yang dipamerkan. Store theatrics
dapat merupakan senjata yang ampuh bagi kebanyakan retailer untuk
mendapatkan competitive advantage yang mampu membedakan antara
satu retailer dengan yang lainnya. Konsumen memandang bahwa
pergi ke suatu toko atau mall bukanlah sekedar untuk belanja, tetapi
lebih merupakan suatu rekreasi. Oleh karena itu, sebuah retailer harus
mampu menyediakan konsep toko yang tidak hanya menekankan pada
fungsi tempat belanja semata, tetapi juga sebagai tempat rekreasi dan
hiburan, bahkan sebagai tempat berosialisasi.54
53
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 61.
54
Bob Foster, Manajemen Ritel… hlm. 60-62.
40
d. Situasi Berbelanja
Situasi (situation) adalah suatu urutan perilaku yang diarahkan oleh
tujuan, bersama-sama dengan tanggapan afektif dan kognitif serta
berbagai macam lingkungan di mana perilaku tersebut muncul.55
Termasuk dalam situasi berbelanja (shopping situation) adalah
karakteristik fisik, keruangan, dan sosial suatu tempat dimana konsumen
berbelanja produk dan jasa. Perilaku berbelanja dapat muncul dalam
lingkungan yang beragam, seperti di butik, mall, rumah, pasar loak, dan
sebagainya. Hanya dalam sebuah lingkungan eceran saja, sejumlah besar
faktor fisik seperti desain toko dan tata letak, pencahayaan dan
perlengkapan display, warna, ukuran toko keseluruhan, dan faktor-faktor
lainnya
(seperti
suhu
dan
tingkat
kebisingan),
hal
ini
dapat
mempengaruhi perilaku konsumen (waktu kunjung mereka dalam suatu
toko) serta status kognisi dan afeksi mereka (suasana hati atau rasa
keterlibatan dengan berbelanja.)56
7. Hedonic Shopping Value
Konsumsi yang kompulsif termasuk perilaku yang abnormal yang
merupakan contoh “sisi gelap konsumsi.” Para konsumen yang kompulsif
menjadi kecanduan, dalam beberapa hal mereka tidak dapat mengendalikan
diri, dan tindakan mereka dapat berakibat merusak diri sendiri dan orangorang di sekeliling mereka. Dari perspektif pemasaran dan perilaku
55
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… hlm. 10.
56
Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson, Consumer Behavior… hlm. 15.
41
konsumsi, pembelian kompulsif juga dapat dimasukkan ke dalam setiap
daftar kegiatan kompulsif.
Berbagai usaha riset sudah dilakukan untuk menyusun inventarisasi
yang lebih tersaring guna menunjukkan perilaku kompulsif dengan jelas.
Bukti menunjukkan bahwa beberapa konsumen menggunakan kebiasaan
menghadiahi diri sendiri, pembelian impulsif, dan pembelian kompulsif
sebagai cara untuk mempengaruhi atau mengatur suasana hati, misalnya
tindakan membeli dapat mengubah suasana hati yang negatif menjadi
suasana hati yang lebih positif (“Saya sedang murung, saya akan pergi
berbelanja dan akhirnya saya akan merasa lebih enak”).57
Kegiatan belanja sebagai hiburan dan pengalaman sosial merupakan
salah satu fungsi bisnis ritel sejak awal, khususnya dalam perekonomian
maju. Meski demikian, aspek-aspek hiburan dan sosial tidak biasa mendapat
perhatian. Kenyataannya, sinema dan bentuk-bentuk lain dari hiburan
pertunjukan di mal-mal belanja umumnya dipertimbangkan sebagai sumber
keuangan tersendiri, di mana sinema tersebut dapat menarik konsumen
untuk menjauh dari toko dan mengurangi penjualan ritel.
Dalam tinjauan ulang untuk hubungan antara kegiatan belanja dan
hiburan, terdapat fokus yang jelas pada adanya unsur hiburan dalam bisnis
ritel sebagai cara untuk memberi nilai tambah pada pengalaman bisnis ritel
dari yang konvensional. Beberapa pengembangan bisnis ritel juga memasuki
unsur niteclub, kebun binatang, pertunjukan berkuda virtual, grup-grup
57
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 121.
42
lawak, grup musik, dan sinema kecil. Bisnis ritel yang sejalan dengan
kegiatan belajar konsumen dapat mengembangkan keahlian mereka pada
hal-hal baru dan para orang tua dapat memanfaatkan waktu terbatas mereka
dengan anak-anaknya.
Konsumen datang ke toko-toko tersebut tidak sekedar membeli
produk atau mempelajari ketrampilan-ketrampilan tertentu, tapi juga untuk
menjelajah, bersosialisasi, dan bergaul atau bertemu dengan orang-orang.
Mereka juga menghabiskan lebih banyak waktu dibanding di mal-mal
tradisional.58
Keinginan memiliki pengalaman hedonic berhubungan erat dengan
kebutuhan untuk mempertahankan tingkat stimulasi optimum. Pada riset
konsumen konsumsi hedonic (hedonic consumption) merujuk pada
kebutuhan konsumen untuk menggunakan produk dan jasa dalam
menciptakan fantasi, perasaan sensasi baru, dan memperoleh dorongan
emosional. Selain itu, pendekatan konsumsi hedonic, produk bukan hanya
bersifat objektif, tetapi juga sebagai tanda signifikan si emosional dan
sosial.59
Para eksperientalis sering tertarik mempelajari kesenangan hedonistic
yang berasal dari beberapa perilaku konsumsi, seperti kesenangan, atau
fantasi, atau sensualitas. Mereka mempelajari konsumen untuk memperoleh
58
INSEAD, Kellog Graduate School of Management, London Business School, and The
Wharton School of the University of Pennsylvania, Mastering Marketing: Complete MBA
Companion in Marketing, terjemahan Nina Kurnia Dewi (Jakarta: Indeks, 1999), hlm. 296.
59
John C. Mowen dan Michael Minor, Perilaku Konsumen… hlm. 221.
43
pandangan dan pengertian mengenai berbagai perilaku yang dilakukan
konsumen dalam berbagai keadaan yang unik.60
8. Pandangan Islam tentang Pembelian Impulsif (Impulse Buying)
Pembelian impulsif (impulse buying) dapat mengarah pada perilaku
boros dan berlebihan. Hal ini dapat disebabkan karena pembelian impulsif
merupakan pembelian yang tidak terencana, pembelian tersebut bukan
berdasarkan pada kebutuhan, namun lebih mengarah pada pemuasan diri
dengan mendahulukan keinginan
daripada kebutuhan. Tentunya hal ini
dilarang oleh agama Islam. Dalam Al-qur’an telah dijelaskan bahwa Allah
SWT telah melarang perilaku boros dan berlebihan ini.61
Dalam QS Al-A’raaf ayat 31 Allah menegaskan:
Makan dan minumlah kamu dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.
Allah berfirman juga dalam QS Al-Isro’ ayat 29:
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (terlalu
kikir) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (terlalu boros), karena
itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
60
61
Leon G. Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen… hlm. 79.
Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2015), hlm. 104.
44
Dari
ayat
di
atas
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
dalam
membelanjakan harta, dilarang boros, berlebihan serta tidak boleh kikir.
Boros dan berlebihan itu mengarah kepada pembelian impulsif, sehingga
Islam mengajarkan kepada hamba-Nya dalam membelanjakan harta
seharusnya berada pada kondisi normal, dengan kata lain tidak berperilaku
boros, berlebihan dan tidak pula kikir.
Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan hidup manusia sama dengan teori
Maslow yang diawali dari kebutuhan pokok atau dasar. Menurut teori yang
menganut pola ekonomi individualistik-materialistik ini, keperluan hidup itu
berawal dari pemenuhan keperluan hidup yang bersifat dasar (basic need).
Kemudian, pemenuhan keperluan hidup berupa keamanan, kenyamanan,
dan aktualisasi.62
Dalam ekonomi konvensional tidak dibedakan antara need dan want.
Konsep kapitalis sangat mengedepankan keinginan. Keinginan dijadikan
sebuah standar kepuasan bagaimana manusia mencukupi kebutuhan
hidupnya. Keinginan dijadikannya sebagai sebuah titik kepuasan. Sehingga
konsep ini membawa manusia terjebak dalam perilaku konsumtif hedonis.
Berbeda dengan konvensional, dalam Islam, dikenal adanya keseimbangan
(iqtishadiyah). Dalam konsep Islam manusia diciptakan untuk beribadah,
dalam masalah pemenuhan kebutuhan harus mengacu pada keseimbangan.63
Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun
keinginannya. Selama hal itu mendatangkan maslahah dan tidak
62
Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi… hlm. 106.
63
Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi… hlm. 107.
45
mendatangkan mafsadah. Konsep keperluan dasar dalam Islam sifatnya
tidak statis, artinya keperluan dasar bagi pelaku ekonomi bersifat dinamis
merujuk pada tingkat ekonomi yang ada pada masyarakat. Dapat saja pada
tingkat ekonomi tertentu sebuah barang dikonsumsi karena motivasi
keinginan. Pada tingkat ekonomi yang lebih baik barang tersebut menjadi
kebutuhan. Jadi, parameter yang membedakan want dengan need bisa
fleksibel
tergantung pada kondisi ekonomi, pendidikan serta pekerjaan
seseorang.64
B. Tinjauan Pustaka
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan perilaku impulse buying
telah relatif banyak dilakukan. Namun demikian, penelitian tersebut memiliki
variasi yang berbeda, seperti penggunaan variabel independen yang berbeda,
lokasi penelitian berbeda, dan tahun yang berbeda. Beberapa penelitian
terdahulu yang berhubungan dengan perilaku impulse buying antara lain.
64
Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi… hlm. 107.
46
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1.
2.
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Insandri
Ismayuni dan
Trisha Gilang
Saraswati
(2015)
Brian
Permana
Putra
(2014)
Judul
Metode Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Sumber
Emosi Positif, Keterlibatan - Teknik sampling: teknik
Fashion, Kecenderungan purposive sampling.
Konsumsi
Hedonis - Teknik analisis data:
Terhadap
Perilaku deskriptif kausal dan regresi
Pembelian Impulsif Pada linier berganda.
Konsumen Nike
X1 = Emosi Positif
X2 = Keterlibatan
Fashion
X3 =
Kecenderungan
Konsumsi Hedonis
Y = Perilaku
Pembelian
Impulsif
Keterlibatan
pada
fashion,
kecenderungan konsumsi secara
hedonis
memiliki
pengaruh
yang signifikan pada pembelian
impulsif namun emosi positif
tidak memiliki pengaruh yang
signifikan
pada
pembelian
impulsif.
Jurnal
Telkom
University,
Bandung,
Jawa Barat
Analisis
Pengaruh - Teknik sampling: convenience
Promosi, Emosi Positif sampling/accidental sampling
dan Store Environment - Analisis pengolahan data: uji
Terhadap Perilaku Impulse validitas, reliabilitas, uji
Buying (Studi Kasus Pada asumsi klasik, analisis regresi
Pelanggan Swalayan Tong linier berganda, dan
Hien di Kota Semarang)
pengujian hipotesis
menggunakan koefisien
determinasi, uji f dan uji t
X1= Promosi,
X2= Emosi Positif
X3= Store Environment
Y= Perilaku
Impulse Buying
Variabel independen yang paling
berpengaruh terhadap variabel
dependen
adalah
variabel
promosi diikuti oleh variabel
emosi positif dan terakhir adalah
variabel store environment. Hasil
uji t membuktikan bahwa semua
variabel indenpenden mempunyai
pengaruh positif terhadap variabel
dependen.
Skripsi
Fakultas
Ekonomika
dan Bisnis,
Universitas
Diponegoro,
Semarang
47
3.
Indah Puji
Lestari dan
Hening Widi
Oetomo
(2014)
Pengaruh
Hedonic - Teknik sampling: sampling
Shopping
Motivation aksidental
Terhadap Impulse Buying - Teknik analisa data: metode
Melalui Positive Emotion analisis jalur (path analysis)
Customer Flashyshop
X1 = Hedonic
Shopping
Motivation
X2 = Positive
Emotion
Y = Impulse
Buying
Hedonic shopping motivation
berpengaruh signifikan dan positif
terhadap positive emotion, dan
hedonic shopping motivation
dapat
berpengaruh
langsung
terhadap impulse buying maupun
berpengaruh
tidak
langsung
dengan melewati positive emotion
sebagai
variabel
intervening
kemudian mempengaruhi impulse
buying.
Jurnal Ilmu
& Riset
Manajemen
Vol. 3 No. 7
Sekolah
Tinggi Ilmu
Ekonomi
Indonesia
(STIESIA)
Surabaya
4.
Melissa
Lasmono
(2013)
Analisis Pengaruh Store
Environment,
Perceived
Crowding
dan
Time
Pressure
Terhadap
Impulse Buying Behaviour
Pada Supermarket Bilka
Di Surabaya
X1 = Store
Environment
X2 = Perceived
Crowding
X3 = Time
Pressure
Y = Impulse
Buying Behaviour
Perceived crowding dan time
pressure memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap impulse
buying
behaviour. Sedangkan
store
environment
tidak
berpengaruh signifikan terhadap
impulse buying behaviour.
Skripsi
Jurusan
Manajemen
Fakultas
Bisnis
Universitas
Katolik
Widya
Mandala
Surabaya
Analisis data: metode analisis
regresi linier berganda
48
5.
Larasati Ayu
Sekarsari
(2013)
Pengaruh
Servicescapes - Teknik sampling: purposive
dan Hedonic Shopping sampling
Value Terhadap Keputusan - Teknik analisis data: analisis
Pembelian Impulsif Pada regresi linier berganda
Konsumen Wanita di
Giant Hypermarket Mall
Olympic Garden (MOG)
Malang
X1= Servicescapes
X2= Hedonic
Shopping Value
Y= Keputusan
Pembelian Impulsif
Variabel
servicescapes
dan
hedonic
shopping
value
berpengaruh secara simultan dan
secara parsial terhadap variabel
keputusan pembelian impulsif.
Variabel
yang
berpengaruh
dominan terhadap keputusan
pembelian
impulsif
adalah
variable hedonic shopping value.
Jurnal
Fakultas
Ekonomi dan
Bisnis,
Universitas
Brawijaya
6.
Dewa Ayu
Taman Sari
dan Alit
Suryani
(2013)
Pengaruh Merchandising, - Teknik sampling: purposive
Promosi dan Atmosfir sampling
Toko Terhadap Impulse - Teknik analisis data: analisis
Buying
regresi linier berganda
X1=
Merchandising
X2= Promosi
X3= Atmosfir
Toko
Y= Impulse Buying
Merchandising, promosi, atmosfir
toko
berpengaruh
signifikan
secara simultan maupun secara
parsial terhadap impulse buying.
Jurnal
Fakultas
Ekonomi dan
Bisnis,
Universitas
Udayana,
Bali, p. 851867
7.
Donie Rinto
(2013)
Pengaruh
Fashion - Desain penelitian: kausal
Involvement dan Positive - Teknik analisa data: Structural
Emotion Terhadap Impulse Equation Model
Buying
di
Centro
Department
Store
Surabaya
X1= fashion
involvement
X2= positive
emotion
Y= Impulse buying
Fashion involvement terbukti
berpengaruh terhadap positive
emotion, fashion involvement
terbukti berpengaruh terhadap
impulse buying, tetapi positive
emotion tidak memiliki pengaruh
terhadap impulse buying.
Jurnal
Program
Manajemen
Kepariwisataan Program
Studi
Manajemen
Universitas
Kristen Petra
49
8.
Diah
Kenanga
Dwirani
Herukalpiko,
Apriatni
Endang
Prihatini, dan
Widayanto
(2013)
Pengaruh
Kebijakan - Teknik sampling: convenience
Harga, Atmosfer Toko dan sampling / accidental sampling
Pelayanan Toko Terhadap - Skala pengukuran: skala
Perilaku Impulse Buying interval, skala likert
Konsumen
Robinson - Teknik analisis data: analisis
Department
Store regresi linier
Semarang
X1= Kebijakan
Harga
X2= Atmosfer
Toko
X3=Pelayanan
Toko
Y= Perilaku
Impulse Buying
Kebijakan harga, atmosfer toko,
dan pelayanan toko berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
perilaku
impulse
buying
konsumen.
Diponegoro
Journal Of
Social And
Politic Of
Science, p.19
9.
Andhesthi
Wahyu
Widyaningsih
(2012)
Analisis Pengaruh Fashion - Teknik sampling: purposive
Involvement,
Hedoni sampling
Consumption, dan Positive - Pengujian hipotesis:
Emotion Pada Impulsive Structural Equation Modelling
Buying Behavior (Studi (SEM) dengan alat bantu
Pada Calon Konsumen Linear Structural Relationship
Butik Number 61 Solo (LISREL)
Grand Mall Surakarta)
X1= Fashion
Involvement
X2= Hedonic
Consumption
X3= Positive
Emotion
Y= Impulse Buying
Behavior
Fashion involvement dan hedonic
consumption berpengaruh secara
signifikan pada impulse buying
behavior, sedangkan positive
emotion tidak berpengaruh secara
signifikan pada impulse buying
behavior.
Skripsi
Fakultas
Ekonomi,
Universitas
Sebelas
Maret,
Surakarta
10.
Jondry Adrin
Hetharie
(2012)
Peran
Emosi
Positif - Teknik sampling: purposive
Sebagai Mediator Stimulus sampling
Lingkungan Toko dan - Teknik analisis data: analisis
Faktor Sosial Terhadap jalur pegawai
Impulse Buying Tendency
Pada
Matahari
Departement Store Kota
Ambon
X1= Emosi Positif
X2= Lingkungan
Toko
X3= Faktor Sosial
Y= Impulse Buying
Tendency
Ada efek langsung dari emosi
positif
konsumen
terhadap
kecenderungan impulsif membeli
dan efek tidak langsung dari
stimulus lingkungan toko serta
faktor sosial toko terhadap
kecenderungan
pembelian
impulsif dimediasi oleh emosi
positif konsumen.
Jurnal
Aplikasi
Manajemen,
Vol. 10, No.
4, p. 890-898
50
11.
Rahma
Fitriani
(2010)
Studi Tentang Impulse - Teknik sampling: purposive
Buying Pada Hypermarket sampling
di Kota Semarang
- Analisis pengolahan data : uji
validitas, reliabilitas, uji
asumsi klasik, analisis regresi
berganda, dan pengujian
hipotesis menggunakan uji f
dan uji t
12.
Moh Arief
Tirtana
(2010)
Peranan Hedonic Shopping
Value
dan
Fashion
Involvement
Terhadap
Perilaku Impulse Buying di
Matahari
Department
Store Surabaya
13.
Ria Arifianti
(2008)
Pengaruh
Promosi - Teknik sampling:sistematik
Penjualan
Terhadap random sampling
Impulse Buying Pada - Pengujian hipotesis: regresi linear
Hypermarket di Kota sederhana
Bandung
X1= Emosi positif
X2= Respon
lingkungan belanja
X3= Interaksi
antara pelanggan
dan pelayan toko
X4= Hedonic
shopping value
Y= Impulse Buying
Teknik analisis data: SEM X1 = Hedonic
(Structural Equation Model)
shopping value
X2 = Fashion
Involvement
Y = Perilaku
Impulse Buying
X= Promosi
Penjualan
Y= Impulse Buying
Semua
variabel
independen
(emosi positif, respon lingkungan
belanja,
interaksi
antara
pelanggan dan pelayan toko, dan
hedonic
shopping
value)
berpengaruh
secara signifikan
terhadap
variable
dependen
(impulse buying).
Skripsi
Fakultas
Ekonomi,
Universitas
Diponegoro,
Semarang
Hedonic shopping value dan
fashion
involvement
tidak
berpengaruh terhadap perilaku
impulse buying.
Skripsi,
Fakultas
Ekonomi
Universitas
Pembangunan Nasional
“Veteran”
Jawa Timur
Promosi penjualan mempunyai Jurnal
pengaruh
terhadap
impulse Universitas
buying. Hal ini berarti jika Padjajaran
promosi dilakukan sesering atau
dilaksanakan dengan baik maka
akan meningkatkan daya beli
konsumen dalam hal ini adalah
impulse buying.
51
C. Kerangka Berfikir
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perilaku impulse buying.
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu terlihat bahwa promosi, emosi
positif, kebijakan harga, pelayanan toko, merchandising, store environment,
dan hedodic shopping value berpengaruh signifikan terhadap keputusan
pembelian. Dari beberapa variabel tersebut, peneliti memilih variabel promosi,
emosi positif, store environment, dan hedonic shopping value sebagai variabel
yang berpengaruh terhadap perilaku impulse buying konsumen muslim.
Dengan demikian, kerangka pemikiran yang digambarkan dalam
penelitian ini:
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran
Promosi (X1)
Emosi Positif (X2)
Perilaku
Impulse Buying
Store Environment (X3)
Hedonic Shopping Value (X4)
(Y)
52
1. Hubungan Promosi dengan Perilaku Impulse Buying
Dalam penelitian Brian Permana Putra (2014) yang berjudul “Analisis
Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment Terhadap
Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong
Hien di Kota Semarang)” menyatakan bahwa promosi berpengaruh
signifikan terhadap perilaku impulse buying.65
2. Hubungan Emosi Positif dengan Perilaku Impulse Buying
Dalam penelitian Rahma Fitriani (2010) yang berjudul “Studi Tentang
Impulse Buying Pada Hypermarket di Kota Semarang” menyatakan bahwa
emosi positif berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying. 66
Dalam penelitian Andhesthi Wahyu Widyaningsih (2012) yang
berjudul “Analisis Pengaruh Fashion Involvement, Hedonic Consumption,
dan Positive Emotion Pada Impulsive Buying Behavior (Studi Pada Calon
Konsumen Butik Number 61 Solo Grand Mall Surakarta)” menyatakan
bahwa emosi positif tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse
buying. 67
65
Brian Permana Putra, “Analisis Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment
Terhadap Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong Hien di Kota
Semarang)” Skripsi, (Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014).
66
Rahma Fitriani,. “Studi Tentang Impulse Buying Pada Hypermarket di Kota Semarang”
Skripsi, (Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010).
67
Andhesthi Wahyu Widyaningsih, “Analisis Pengaruh Fashion Involvement, Hedonic
Consumption, dan Positive Emotion Pada Impulsive Buying Behavior (Studi Pada Calon
Konsumen Butik Number 61 Solo Grand Mall Surakarta)” Skripsi, (Fakultas Ekonomi, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, 2012).
53
3. Hubungan Store Environment dengan Perilaku Impulse Buying
Dalam penelitian Brian Permana Putra (2014) yang berjudul “Analisis
Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment Terhadap
Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong
Hien di Kota Semarang)” menyatakan bahwa store environment
berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying.68
Dalam penelitian Melissa Lasmono (2013) yang berjudul “Analisis
Pengaruh Store Environment, Perceived Crowding Dan Time Pressure
Terhadap Impulse Buying Behaviour Pada Supermarket Bilka Di
Surabaya” menyatakan bahwa store environment tidak berpengaruh
signifikan terhadap perilaku impulse buying. 69
4. Hubungan Hedonic Shopping Value dengan Perilaku Impulse Buying
Dalam penelitian Larasati Ayu Sekarsari yang berjudul “Pengaruh
Servicescapes dan Hedonic Shopping Value Terhadap Keputusan
Pembelian Impulsif Pada Konsumen Wanita di Giant Hypermarket Mall
Olympic Garden (MOG) Malang” menyatakan bahwa hedonic shopping
value berpengaruh signifikan terhadap perilaku impulse buying.70
68
Brian Permana Putra, “Analisis Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment
Terhadap Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong Hien di Kota
Semarang)” Skripsi, (Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang, 2014).
69
Melissa Lasmono, “Analisis Pengaruh Store Environment, Perceived Crowding dan Time
Pressure Terhadap Impulse Buying Behaviour Pada Supermarket Bilka Di Surabaya” Skripsi,
(Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, 2013).
70
Larasati Ayu Sekarsari, “Pengaruh Servicescapes dan Hedonic Shopping Value Terhadap
Keputusan Pembelian Impulsif Pada Konsumen Wanita di Giant Hypermarket Mall Olympic
Garden (MOG) Malang” Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, (Universitas Brawijaya).
54
Dalam penelitian Moh Arief Tirtana (2010) yang berjudul “Peranan
Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement Terhadap Perilaku
Impulse Buying di Matahari Department Store Surabaya” menyatakan
bahwa hedonic shopping value tidak berpengaruh signifikan terhadap
perilaku impulse buying. 71
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih
sementara, dan arti sesungguhnya belum bernilai (mencapai) sebagai suatu
tesis yang belum diuji kebenarannya.72 Berdasarkan tinjauan pustaka dan
tinjauan teori yang telah diurakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
No.
:
1.
:
:
2.
Penelitian
Terdahulu
Promosi tidak berpengaruh signifikan Tidak ada
terhadap
perilaku
impulse
buying
konsumen muslim pada Hypermart
Pekalongan.
Promosi berpengaruh signifikan terhadap Putra (2014),
perilaku impulse buying konsumen muslim Sari (2013),
Afriani (2008)
pada Hypermart Pekalongan.
Emosi positif tidak berpengaruh signifikan Widyaningsih
terhadap
perilaku
impulse
buying (2012),
konsumen muslim pada Hypermart Rinto (2013),
Ismayuni (2015)
Pekalongan.
Emosi positif berpengaruh signifikan Fitriani (2010),
terhadap
perilaku
impulse
buying Putra (2014),
konsumen muslim pada Hypermart Hetharie (2012),
Lestari (2014)
Pekalongan.
Hipotesis
:
71
Moh Arief Tirtana, “Peranan Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement
Terhadap Perilaku Impulse Buying di Matahari Department Store Surabaya” Skripsi, (Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, 2010).
72
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations Dan Komunikasi (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), hlm. 171.
55
3.
: Store environment tidak berpengaruh
signifikan terhadap perilaku impulse
buying konsumen muslim pada Hypermart
Pekalongan.
: Store environment berpengaruh signifikan
terhadap
perilaku
impulse
buying
konsumen muslim pada Hypermart
Pekalongan.
:
4.
:
:
5.
:
Lasmono (2013)
Fitriani (2010),
Putra (2014),
Herukalpiko
(2013),
Sari (2013)
Hedonic shopping value tidak berpengaruh Tirtana (2010),
signifikan terhadap perilaku impulse Lestari (2014)
buying konsumen muslim pada Hypermart
Pekalongan.
Hedonic shopping value berpengaruh Fitriani (2010),
signifikan terhadap perilaku impulse Widyaningsih
buying konsumen muslim pada Hypermart (2012),
Sekarsari (2013),
Pekalongan.
Ismayuni (2015)
Promosi, emosi positif, store environment, Tidak ada
dan hedonic shopping value berpengaruh
secara simultan terhadap perilaku impulse
buying konsumen muslim pada Hypermart
Pekalongan.
Promosi, emosi positif, store environment, Tidak ada
dan hedonic shopping value tidak
berpengaruh secara simultan terhadap
perilaku impulse buying konsumen muslim
pada Hypermart Pekalongan.
Download