BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja 2.1.1. Definisi Remaja

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Remaja
2.1.1. Definisi Remaja
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari
bahasa latin adolescene yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai
kematangan. Menurut Hurlock (1990) istilah adolescene sesungguhnya
memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial,
dan fisik. Secara psikologi, masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa., usia dimana anak tidak merasa
bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan
merasa sama atau paling tidak sejajar sekurang-kurangnya dalam masalah
hak. Transformasi intlektual yang khas dari cara berfikir remaja yang
memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang
dewasa.
Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana
terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas dan
terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2004).
Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas.Mereka tidak
termasuk golongan anak, tetapi tidak termasuk pula golongan dewasa atau
10
golongan tua.Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Remaja masih
belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya
(Monks dkk., 2006).
Menurut Monks dkk (2006) Dalam suatu analisis yang cermat
mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja, secara global
berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian (a) 12 – 15
tahun masa remaja awal, (b) 15 – 18 tahun masa remaja pertengahan, (c) 18
– 21 tahun masa remaja akhir.
Menurut Stanley hall, masa remaja sering juga dianggap sebagai
masa topan badai dan stress (storm dan stress), karena mereka telah
memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Jika terarah
dengan baik, maka ia akan menjadi individu yang memiliki rasa tanggung
jawab, tetapi jika tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tak
memiliki masa depan dengan baik. Menurut Erikson masa remaja adalah
masa yang akan melalui krisis, yang dimana remaja berusaha sendiri untuk
mencari identitas diri ( Search for self identity )
Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat
masa puber dan berakhir pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini
lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya di lingkungan keluarga atau
sekolah, namun juga di masyarakat.Pencarian jati diri mulai berlangsung
dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul
dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula.
11
Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik
maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.
Dari beberapa pengertian remaja diatas, dapat disimpulkan bahwa
remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju
dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan dalam aspek fisik, psikis
dan psikososialnya. Remaja merupakan fase perkembangan yang tengah
berada pada masa amat potensial, baik dapat dilihat aspek emosi, kognitif
dan fisik
2.1.2. Batasan Usia Remaja
Batasan remaja menurut WHO dalam tumbuh kembangnya menuju
dewasa adalah berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua
remaja akan melewati sebagai berikut :
a. Masa remaja awal /dini (Early adolescence) umur 11 – 13 tahun.
b. Masa remaja pertengahan (Middle adolescence) umur 14 -16
tahun.
c. Masa remaja lanjut (Late adolescence) umur 17 – 20 tahun.
(Soetjiningsih, 2004).
Batasan usia remaja banyak diungkapan oleh para ahli, seperti berikut ini :
a. Remaja awal
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran – heran akan
perubahan-perubahan yang terjadinya pada tubuhnya sendiri dan
12
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka
mengembangkan pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis,
dan mudah terangsang secara erotis.Kepekaan yang berlebihan
ini ditambah dengan kurangnya kendali terhadap ego sehingga
menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan
dimengerti orang dewasa.
b. Remaja Madya
Pada tahapan ini remaja sangat membutuhkan kawankawan.Ia senang kalau banyak kawan yang mengakuinya. Adanya
kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya. Selain itu ia
berada dalam kondisi kebinggungan karena tidak tahu memilih
mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri,
optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya
c. Remaja akhir
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa
dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu :
1. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intele
2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang
-orang lain dan pengalaman-pengalaman baru.
13
3. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah
lagi
4. Egosentrisme ( terlalu memusatkan perhatian pada diri
sendiri
)
diganti
dengan
keseimbangan
antara
kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5. Tumbuh “ dinding “ yang memisahkan diri pribadinya (
private self ) dan masyarakat umum ( Sarwono, 2010 ).
Ciri-ciri perkembangan remaja, dalam lingkungan sosial tertentu,
masa remaja bagi pria merupakan saat diperolehnya kebebasan.Sementara
untuk remaja wanita merupakan saat mulainya segala bentuk pembatasan.
2.1.3. Perkembangan Fisik dan Pubertas
Menurut Monks (2006), Istilah pubertas datang dari kata puber yaitu
(pubescent). Kata lain pubescere berarti mendapat pubes atau rambut
kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan
perkembangan seksual.Pada umumnya masa pubertas terjadi antara 12 – 16
tahun pada anak laki-laki dan 11 – 15 tahun pada anak wanita.
Menurut Root pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan
dimana terjadi kematangan alat–alat seksual dan tercapai kemampuan
reproduksi.Selama pertumbuhan pesat masa puber, terjadi empat perubahan
fisik penting dimana tubuh anak dewasa mengalami perubahan ukuran
tubuh, perubahan proporsi tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer dan
perkembangan ciri-ciri seks sekunder (Hurlock, 2004).
14
Pubertas dimulai dengan peningkatan tajam dari produksi hormon
terkait jenis kelamin dan terjadi dalam dua tahapan yaitu matangnya
kelenjar adrenal dan kematangan organ seksual dan munculnya perubahan
pubertas yang jelas Perempuan memiliki tingkat estrogen yang lebih tinggi,
testosteron mempengaruhi pertumbuhan klitoris dan juga tulang serta
rambut kemaluan dan ketiak pada anak perempuan.
Para ahli perkembangan menyatakan ada 2 karakteristik seks yang
dimiliki oleh seorang remaja sebagai tanda perubahan fisik untuk memasuki
masa dewasa yaitu seks primer dan seks sekunder :
a. Karakteristik Seks Primer (primary sex characteristic)
Perubahan biologis yang secara langsung melibatkan organorgan yang diperlukan untuk melakukan reproduksi.Pada
perempuan, organ-organ ini adalah indung telur, tuba falopi,
rahim dan vagina, sedangkan pada anak laki-laki adalah testis,
penis, skrotum, vesikula seminalis, dan kelenjar prostat.Selama
pubertas organ-organ ini menjadi lebih besar dan matang.Pada
anak laki-laki, tanda pertaa pubertas adalah tumbuhnya testis dan
skrotum.
Pada anak perempuan, tumbuhnya karakteristik seks primer
tidak secara jelas tampak karena organ-organ berada didalam
tubuh.Perubahan primer pada masa pubertas adalah tanda-tanda
15
atau perubahan yang menentukan sudah mulai berfungsi
optimalnya organ reproduksi pada manusia.
b. Karakteristik Seks Sekunder (secondary sex characterististic)
Adalah tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang
tidak secara langsung melibatkan organ seks, misalnya payudara
pada perempuan dan bahu bidang pada laki-laki.
Karakteristik seks sekunder lainnya adalah perubahan pada
suara dan tekstur kulit, perkembangan otot, serta tumbuhnya
rambut di kemaluan, wajah, ketiak, dan sekujur tubuh.Tanda
pertama dari pubertas yang dapat diandalkan pada anak
perempuan adalah tumbuhnya payudara, putting membesar dan
menonjol, areola (daerah sekeliling putting yang berwarna
gelap) membesar dan payudara awalnya berbentuk kerucut dan
membulat. Perubahan sekunder pada masa pubertas adalah
perubahan-perubahan yang menyertai perubahan primer yang
terlihat dari luar
Kematangan seksual pada wanita ditandai dengan wanita tersebut
mengalami menstruasi pertama yaitu yang disebut dengan istilah menarche.
Menarche terjadi kira-kira pada usia 11 tahun, yakni setelah tumbuhnya
payudara, uterus (rahim). Hal ini terjadi karena adanya kematangan hormon
seksual dalam diri remaja.Semenjak memasuki masa remaja, setiap individu
mengalami perubahan fisik yang cepat.Salah satu, perubahan fisik yang
16
menandai kedewasaan remaja ialah menstruasi pada wanita. Ada berbagai
macam cara remaja merespon menstruasi tersebut. Tidak semua individu
mampu menerima perubahan fisiologis semasa remaja. Para ahli psikologi
perkembangan, salah satunya Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih Dirga
Gurnasa (1991) mengungkapkan secara umum ada 2 jenis reaksi remaja
wanita terhadap datangnya haid pertama (menarche), yaitu sebagai berikut :
a. Reaksi negatif yaitu suatu pandangan yang kurang baik dari seorang
remaja wanita ketika dirinya memandang terhadap munculnya
menstruasi. Ketika muncul menstruasi pertama, seorang individu
akan merasakan adanya keluhan-keluhan fisiologis (sakit kepala,
sakit pinggang, mual-mual, muntah) maupun kondisi psikologis
yang tak stabil (binggung, sedih, stress, cemas, mudah tersinggung,
marah, emosional). Hal ini kemungkinan karena ketidaktahuan
remaja tentang perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada
awal kehidupan seorang remaja wanita, maka menstruasi dianggap
sebagai sesuatu hal yang tidak baik. Oleh karena itu peran orang tua
maupun guru disekolah agar bersedia member informasi yang benar
tentang
kondisi
perubahan
masa-masa
remaja,
agar
dapat
mengurangi sikap yang membinggungkan bagi remaja.
b. Reaksi positifyang dimaksud dengan reaksi positif remaja wanita
ialah individu yang mampu memahami, menghargai dan menerima
adanya menstruasi pertama sebagai tanda kedewasaan seorang
17
wanita. Sikap positif akan menjadi salah satu tolak ukur kedewasaan
seseorang (the maturity of personality)
2.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja
Sejak di dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh
menjadi anak, remaja atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan
pada diri setiap individu. Aspek – aspek perubahan yang dialami oleh setiap
individu meliputi fisik, kognitif maupun psikososialnya (Papalia, dkk.
2008). Menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa (2001), bahwa secara
umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu, yaitu :
a. Faktor endogen (nature) yaitu perubahan-perubahan fisik maupun
psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu
berasal atau diturunkan oleh orang tuanya, seperti postur tubuh
(tinggi badan), kecerdasan, kepribadian dan sebagainya.
b. Faktor exogen (nurture) yaitu perubahan dan perkembangan
individu sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang berasal dari
luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa
tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis dan sebagainya.
Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan dimana seseorang
mengadakan relasi atau interaksi dengan individu atau sekelompok
individu di dalamnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa keluarga,
tetangga, teman, lembaga pendidikan dan sebagainya.
18
Dalam kenyataannya, masing – masing faktor tersebut tidak dapat
dipisahkan. Kedua faktor tersebut saling berpengaruh, sehingga terjadi
interaksi antara faktor internal maupun eksternal yang kemudian akan
mempengaruhi perkembangan individu.
2.1.5. Tahapan Perkembangan Remaja
Perubahan – perubahan fisik merupakan gejala primer dalam
pertumbuhan remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan
psikologisnya (Sarwono, 1994).Pada mulanya tanda-tanda perubahan fisik
dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas yaitu kematangan organorgan seks dan kemampuan reproduktif bertumbuh cepat baik anak laki-laki
maupun anak perempuan.
Selain perkembangan fisik, pada diri remaja juga mengalami
perkembangan psikologis, antara lain :
1. Perkembangan Kognitif
Kita melihat bagaimana anak-anak berkembang dari makhluk yang
egosentris menjadi orang yang dapat memecahkan masalah abstrak dan
membayangkan masyarakat ideal. Menurut Elkind (1998), perilaku
tersebut berakar dari usaha remaja yang tidak berpengalaman menuju
pemikiran operasional formal.
Elkind berpendapat ada dua tipe pola pikir pada remaja yaitu
imaginary audience, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu menjadi pusat
19
perhatian orang lain dan personal fable perasaan unik, hebat dan tidak akan
mengalami hal-hal yang buruk sehingga membuat mereka merasa tidak ada
orang lain yang dapat memahami diri mereka (dalam Papalia.,dkk,2009).
2. Perubahan Emosional
Masa remaja, menurut Stanley Hall dianggap sebagai masa-masa
topan badai dan stress ( strom and stress ), karena mereka telah memiliki
keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Sesuatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar.
Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang
sudah terbentuk pada masa puber. Adapun meningginya emosi terutama
karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan
menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang
mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu (Hurlock,
2004).
Efek psikologis dari waktu pubertas dan kematangan seksual
bergantung pada remaja dan orang-orang di dunia sekitar mereka
mengartikan perubahan yang menyertainya (Petersen, 1993 dalam papalia,
dkk. 2009).
20
3. Perkembangan Peran Sosial
Remaja memiliki keinginan untuk mandiri dari orang tua, namun di
pihak lain ia masih terus harus mengikuti keinginan orang tua. Hal ini
dapat menyebabkan konflik peran pada diri remaja.
Menurut Erikson seseorang yang sedang mencari identitas akan
berusaha “menjadi seseorang”, yang bersifat sentral, mandiri, unik, yang
mempunyai suatu kesadaran akan kesatuan batinnya, sekaligus juga berarti
menjadi “seseorang” yang diterima dan diakui oleh orang banyak (dalam
Desmita,2005).
4. Perkembangan Peran Seksual
Remaja dituntut agar dapat menampilkan peran di masyarakat sesuai
dengan jenis kelaminnya.Peran seksual ini tidak hanya ditentukan oleh
jenis kelaminnya tapi juga oleh faktor-faktor lingkungan (dalam Aini,
2001).
5. Moral Dan Religi
Salah satu tahap perkembangan yang penting yang harus dikuasai
remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok darinya
agar kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan
sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, di dorong dan di ancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
21
Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa
remaja.Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi dapat
mengendalikan tingkah laku remaja sehingga tidak melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan kehendak atau pandangan
masyarakat.
6. Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak.Pada masa ini
mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian
di Chicago oleh (Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson1984)
menemukan bahwa remajarata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk
berubah dari mood “senang luarbiasa” ke “sedih luar biasa”, sementara
orang dewasa memerlukan beberapa jamuntuk hal yang sama.
Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja iniseringkali
dikarenakan
beban
pekerjaan
rumah,
pekerjaan
sekolah,
atau
kegiatansehari-hari di rumah.Meski mood remaja yang mudah berubahubah dengancepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau
masalah psikologis.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami
perubahanyang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness).
Mereka sangatrentan terhadap pendapat orang lain karena mereka
menganggap bahwa orang lainsangat mengagumi atau selalu mengkritik
mereka seperti mereka mengagumi ataumengkritik diri mereka sendiri.
22
Anggapan itu membuat remaja sangatmemperhatikan diri mereka dan
citra
yang
direfleksikan
(self-image).
Remajacenderung
untuk
menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percayakeunikan
mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja
putriakan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya
orang akan melirikdan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra
akan membayangkandirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat
unik dan “hebat”.
2.1.6. Tugas Perkembangan Remaja
Kehidupan individu selalu mengalami perubahan baik dari aspek
fisik, psikis, maupu sosialnya seiring dengan perubahan waktu dan zaman.
Semula ia sebagai anak, kemudian ia beranjak menjadi seorang individu
yang memiliki penampilan fisik seperti orang dewasa, namun dari aspek
kognisi maupun sikapnya belum sesuai dengan orang dewasa atau orang tua
lainnya. Padahal tuntutan sosial cenderung meminta peran dari remaja agar
berperilaku seperti halnya sebagai orang dewasa, maka dalam hal ini remaja
memiliki tugas perkembangan dalam dirinya.
Tugas-tugas perkembangan (development task) yaitu tugas-tugas
atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap
perkembangan
individu
itu
sendiri.
Keberhasilan
melaksanakan tugas perkembangan ini,
individu
akan mampu
dalam
menentukan
perkembangan kepribadiannya.
23
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya
meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk
mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.
Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar
dalam sikap dan pola perilaku anak.Anak laki-laki dan anak perempuan
diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja.
Remaja juga merupakan masa transisi dalam masalah seksual untuk
mencapai adult sexuality, Hurlock (2004) mengemukakan bahwa remaja
harus memenuhi tugas perkembangan sebagai berikut :
1) Memiliki pengetahuan yang benar tentang seks dan berbagai peran
jenis kelamin yang dapat diterima dalam masyarakat.
2) Mengembangkan sikap yang bener tentang seks.
3) Mencapai hubungan yang baru dengan teman lawan jenis maupun
dengan teman sesame jenis.
4) Memantapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih
pasangan hidup.
5) Mempelajari cara-cara mengekspresikan cinta yang dapat diterima
dalam masyarakat.
Remaja akan berhasil memenuhi tugas perkembangannya tersebut
jika :
1. Mampu mengendalikan dorongan seksnya menjadi perilaku yang
dapat diterima masyarakat.
24
2. Bersikap matang dalam membina hubungan heteroseksual.
3. Mengembangkan nilai yang tepat dalam memilih pasangan hidup.
4. Mampu mengekspresikan cinta pada pasangan dalam perilaku yang
mendatangkan kebahagian dan rasa aman dalam diri pasangan.
5. Mampu menampilkan peran jenis kelamin yang sesuai dengan
harapan masyarakat.
Agar
dapat
memenuhi
tugas
perkembangannya
remaja
membutuhkan dukungan dan bantuan terutama dari orang tua.Orang tua
dapat memberikan perhatian, informasi dan pendidikan berkaitan dengan
tugas perkembangan remaja diatas.
2.1.7. Masalah Remaja
Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan
baik. Pada saat remaja mendekati masa dimana mereka dianggap dewasa
secara hukum, maka mereka cemas dengan streotype remaja dan
menciptakan impresi bahwa mereka mendekati dewasa. Mereka merasa
bahwa berpakaian dan berperilaku seperti orang dewasa tidak cukup,
sehingga mereka mulai untuk memperhatikan perilaku atau simbol yang
berhubungan dengan status orang dewasa seperti merokok, minumminuman keras, menggunakan obat-obatan bahkan melakukan hubungan
seksual.
25
Gunarsa (dalam Gunawan, 2011) merangkum beberapa karakteristik
remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja,
yaitu :
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan
petunjuk hidup
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua
5. Pertentangan didalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab
pertentangan-pertentangan dengan orang tua
6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak
sanggup memenuhi semuanya
7. Senang bereksperimentasi dan bereksplorasi
8. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan
9. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan
kegiatan berkelompok
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh
berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang
dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa
gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku.Stres, kesedihan,
kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka
mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
26
Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah
yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat
perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan
akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan
timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri
atau ganguan perilaku
2.2.
Pengasuhan Anak
2.2.1. Definisi Pengasuhan Anak
Pengasuhan adalah interaksi yang intesif dalam mengarahkan anak untuk
memiliki kecakapan
dalam
hidup
(Sunarti,
2004
dalam
Husein,
2008).Parenting memiliki beberapa definisi dapat berarti ibu, ayah atau
seseorang yang akan membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga,
maupun seorang pelindung. Parenting adalah seseorang yang mendampingi
dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat,
melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan
perkembangannya (Brooks, 2001).
Pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau
rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan
dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan social anak-anak
yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya
(ICN dalam Engel et al. 1997).
27
Sedangkan menurut Hoghughi (2004) mengatakan bahwa pengasuhan
mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang
secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik.Prinsip pengasuhan
menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih
menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak.Oleh
karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan
pengasuhan sosial.
Menurut Jerome Kagan seorang psikolog perkembangan mendefinisikan
pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi
pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua/
pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan kontribusi
sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang
tua/ pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak
melakukan kewajibannya dengan baik (Berns, 1997).
Berns (1997) menyebutkan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses
interaksi yang berlangsung terus-menerus dan mempengaruhi bukan hanya
bagi anak juga bagi orang tua. Senada dengan Berns, Brooks (2001) juga
mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada
serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung
perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu
arah yang mana orang tua mempengaruhi anak namun lebih dari itu,
pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang
dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan.
28
Beberapa definisi mengenai pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa
konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain: (i)
pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan
anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial, (ii)
pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara
orang tua dengan anak, (iii) pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi,
(iv) sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan tidak
bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan.
2.2.2. Gaya Pengasuhan atau Pola Asuh Orang Tua
Orang tua ingin remaja mereka bertumbuh menjadi individu yang dewasa
secara sosial, dan mereka seringkali merasa putus asa dalam peran mereka
sebagai orang tua.Para psikolog sudah lama mencari resep untuk peran
orang tua yang menghasilkan perkembangan sosial yang tepat pada remaja.
Diana Baumrind, (1997) menyatakan ada tiga gaya pengasuhan yang
biasanya diterapkan oleh orang tua, yaitu :
a. Otoriter (Authoritarian)
Orang tua yang otoriter mencoba untuk membentuk, mengontrol dan
mengevaluasi tingkah laku dan sikap anak sesuai dengan standart
yang telah ditetapkan.Orang tua tidak pernah mengkomunikasikan
berbagai masalah secara dua arah, anak harus menerima dunia orang
tua.
29
Gaya pengasuhan ini bersifat menghukum yang mendesak remaja
untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati
pekerjaan dan usaha.Pengasuhan ini berkaitan dengan perilaku sosial
remaja yang tidak baik.
b. Demokratis (Authoritative)
Sikap dan keyakinan orang tua merupakan gabungna dari berbagai
hal positif dari pola pengasuhan permisif dan otoriter.Orang tua
mengkomunikasikan berbagai masalah secara dua arah dengan
anak.Orang tua memberikan kebebasan terhadap anak, namun masih
tetap mengontrol kegiatan anak.Orang tua tidak memandang dirinya
sebagai seseorang yang dapat mengilhami anak.
Pengasuhan ini mendorong remaja untuk bebas tetapi tetap
memberikan batasan-batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan
mereka.Pengasuhan ini berkaitan dengan perilaku sosial remaja yang
kompeten.
c. Permisif (Permissive)
Pengasuhan ini orang tua akan membiarkan anak untuk mengatur
segala aktivitasnya, menghindari pengontrolan yang terlalu besar
pada anak dan tidak menetapkan standart pada anak untuk
memenuhi aturan.
30
Aspek-aspek pengukuran pola asuh orang tua
Tingkah laku yang tidak dikehendaki pada diri anak dapat
merupakam gambaran dari dalam keluarga. Menurut iswantini
(2002), pola asuh orangtua dapat ditunjukan melalui aspek-aspek :
peraturan, penerapan aturan yang harus dipatuhi dalam kegiatan
sehari-hari. Hukuman, pemberian sanksi terhadap ketentuan atau
peraturan yang dilanggar.Hadiah, pemberian hadiah terhadap
kegiatan yang dilakukan anak.Perhatian, tingkat kepedulian orangtua
terhadap aktifitas dan kehendak anak.
Baumrind (2002), ada beberapa aspek dalam pola asuh
orangtua yaitu :
a. Kontrol, merupakan usaha mempengaruhi aktivitas anak
secara berlebihan untuk mencapai tujuan, menimbulkan
ketergantungan pada anak, menjadi anak agresif, serta
meningkatkan aturan orangtua secara ketat.
b. Tuntutan kedewasaan, yaitu menekan kepada anak untuk
mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual,
social dan emosional.
c. Komunikasi anak dan orangtua, kurangnya komunikasi
anak dan orangtua, yaitu orangtua tidak menanyakan
31
bagaimana pendapat dan perasaan anak bila mempunyai
persoalan untuk dipecahkan.
d. Kasih sayang, yaitu tidak adanya kehangatan, cinta,
perawatam dan perasaan kasih, serta keterlibatan yang
meliputi penghargaan dan pujian terhadap prestasi anak.
Kesenjangan hubungan orangtua dan anak ini sebagai
suatu peristiwa yang tidak terelakan, sebagai suatu jurang
pemisah antar generasi.
Menurut Frazier (2000), ada empat aspek-aspek pola asuh , yaitu:
a. Aspek batasan perilaku (behavioral guidelines)
Pada aspek ini, orangtua sangat kaku dan memaksa.Anak –
anak sudah dibentuk sejak kecil sehingga mereka tidak mempunyai
ruang untuk berdiskusi atau meminta keterangan. Cara yang
digunakan untuk memaksakan petunjuk – petunjuk perilaku tersebut
melalui cara – cara diktator, seringkali memakai hukuman yang
berlebihan atau keras dan di luar kemampuan si anak untuk
menjalankan hukuman tersebut. Keseluruhan tujuan dari gaya ini
adalah untuk melakukan kontrol anak dan bukannya mengajari anak
atau membantu anak untuk mengembangkan otonominya.
b. Aspek kualitas hubungan emosional orangtua-anak
(emotional quality of parent-child relationship)
32
Gaya pengasuhan ini mempersulit perkembangan kedekatan
antara orangtua dan anak.Kedekatan yang sebenarnya didasari oleh
saling menghormati dan satu keyakinan pada diri orangtua bahwa
anak mempunyai kapasitas untuk belajar mengontrol dirinya dan
membuat keputusan melalui petunjuk – petunjuk perilaku dan
kapasitas kognitif yang mereka miliki.
Gaya pengasuhan ini tidak mengakui proses individuasi pada
anak dan pertumbuhan otonomi pada diri anak. Kedekatan yang
dapat berkembang dengan gaya pengasuhan seperti ini adalah
kedekatan semu karena kedekatan tersebut muncul dari rasa takut
anak untuk tidak menyenangkan orangtua dari pada keinginan untuk
tumbuh dan berkembang.
c. Aspek perilaku mendukung (behavioral encouraged)
Pada aspek ini perilaku orangtua di tunjukkan dengan
mengontrol anaknya daripada mendukung anaknya agar mereka
mampu berfikir memecahkan masalah.Orangtua sering melarang
anaknya dan berperilaku negatif dan memberi hukuman.Jadi
orangtua lebih memberi perintah daripada menjelaskan untuk
melakukan sesuatu atau menyelesaikan masalah.
d. Aspek tingkat konflik orangtua – anak (levels of parentchild conflict)
33
Kontrol berlebihan tanpa kedekatan yang nyata dan rasa
saling menghormati akan memunculkan pemberontakan pada anak.
Dengan kata lain pengasuhan ini dapat menimbulkan banyak konflik
antara orangtua dengan anak sekalipun hal itu tidak ditunjukkan
secara terang – terangan. Konflik ini bisa muncul dalam bentuk
perkelahian antara anak yang satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan aspek–aspek
pola asuh otoriter menurut Frazier (2000), yaitu: aspek batasan
perilaku (behavioral guidelines), aspek kualitas hubungan emosional
orangtua – anak (emotional quality of parent-child relationship),
aspek perilaku mendukung (behavioral encouraged), aspek tingkat
konflik orangtua – anak (levels of parent-child conflict).
Dr. Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat
macam pola, yaitu :
1.
Kasar dan tegas
Orang tua yang mengurus keluarganya menurut skema neurotik
menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan di ubah dan
mereka membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka sendiri
dan anak-anak mereka.
34
2.
Baik hati dan tidak tegas
Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak
nakal yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat
kekanak-kanakan secara emosional.
3.
Kasar dan tidak tegas
Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut biasanya
diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berprilaku
buruk dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan untuk itu.
4.
Baik hati dan tegas
Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka
tindakan yang mereka tidak setujui.Namun dalam melakukan ini, mereka
membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri,
tidak pernah si anak atau pribadinya.
Menurut Baumrind dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang
tua menggunakan kombinasi dari ke semua pola asuh yang ada, akan tetapi
satu jenis pola asuh akan terlihat lebih dominan daripada pola asuh lainnya
dan sifatnya hampir stabil sepanjang waktu.
2.2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengasuhan Anak
Belsky (1984, dalam Aini, 2011) menyatakan ada beberapa hal
yang mempengaruhi pola pengasuhan orang tua, yaitu :
1. Orang Tua
35
Pengalaman diasuh oleh orang tua terdahulu, serta karakteristik
kepribadian ayah dan ibu serta persepsinya terhadap pengasuhan
yang diberikan kedua orang tuanya dimasa kecil dan remaja
sangat berpengaruh terhadap pengasuhan yang dilakukan
sekarang (Zanden, 1993). Orang tua yang puas dengan pola
pengasuhan orang tuanya dahulu akan menggunakan konsep
pengasuhan yang sama terhadap anak-anaknya, sebaliknya jika
orang tua tidak puas dengan pola pengasuhan orang tuanya,
maka akan menggunakan konsep pengasuhan yang berbeda dari
orang tuanya (Clarke & Dawson, dalam Bigner,1994).
2. Anak
Karakteristik yang dimiliki anak mempengaruhi pola pengasuhan
yang diberikan orang tuanya, seperti jenis kelamin, usia, dan
tempramen (Zanden, 1993). Orang tua dengan anak usia balita
akan melakukan pengasuhan yang berbeda dengan orang tua
yang anaknya menginjak remaja. Perbedaan juga dapat timbul
dalam pengasuhan terhadap anak laki – laki dan perempuan,
dimana anak laki-laki lebih mudah memperoleh kebebasan dari
orang tuanya dibandingkan dengan anak perempuan (Turner &
Helms, 1995).
36
3. Jaringan Sosial
Lingkungan dimana kita tinggal, seperti teman, keluarga, atau
kantor dapat menjadi sumber stress ataupun sebagai pemberi
dukungan. Mereka yang kurang mendapat dukungan sosial lebih
banyak member aturan dan melakukan pengasuhan otoriter
(Zanden, 1993).
4. Pekerjaan
Ibu yang memiliki keinginan untuk bekerja, namun tidak
memiliki pekerjaan akan mengalami ketidak-puasan dalam
pengasuhan anak (Yarrow, dkk dalam Perlmutter & Hall,1985).
Tugas mengasuh anak dan rumah tangga sama beratnya bagi
wanita yang bekerja maupun yang tidak bekerja (Stuckey, dkk
dalam Perlmutter & Hall, 1985).
5. Kebudayaan
Dari faktor – faktor yang mempengaruhi pengasuhan anak
diatas, Hammer & Turner (1990), menambahkan adanya faktor
budaya
yang
turut
berpengaruh.Mereka
membagi
faktor
kebudayaan atas kelas sosial, suku bangsa, agama, tingkat
pendidikan orang tua, pengetahuan atau keterampilan yang
dimiliki, struktur keluarga, jumlah dan urutan kelahiran anak.
37
2.3. Persepsi
2.3.1. Pengertian Perseptual
Persepsi merupakan fungsi dan cara seseorang memandang sesuatu.
Menurut Gibson ( 1990 ), persepsi adalah kemampuan seseorang dalam
menggambarkan rangsangan atau obyek psikologis seperti gagasan,
kejadian atau situasi tertentu yang ditangkap melalui panca indranya
(melihat, mendengar, merasakan, meraba dan mencium) secara terpisahpisah atau serentak sehingga didapatkan gambaran yang jelas atau respon
seseorang tentang rangsangan yang diterimanya dan menjadi dasar perilaku
seseorang.Hal ini dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan
pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi
terjadi kapan saja stimulus atau rangsangan menggerakkan indera. Jadi,
segala sesuatu yang mempengaruhi persepsi seseorang maka akan
mempengaruhi pula perilaku yang dipilihnya.Persepsi ternyata banyak
melibatkan kegiatan kognitif, orang telah menentukan apa yang telah akan
diperhatikan.
Setiap kali kita
memusatkan perhatian
lebih
besar
kemungkinan tak akan memperoleh makna darri apa yang kita tangkap, lalu
menghubungkannya dengan pengaaman yang lalu, dan dikemudian hari
akan diingat kembali.Kesadaran juga mempengaruhi persepsi, bila kita
dalam keadaan bahagia, maka pemandangan yang kita lihat akan sangat
indah sekali. Tetapi sebaliknya, jika kita dalam keadaan murung,
pemandangan yang indah yang kita lihat mungkin akan membuat kita
merasa bosan, ingatan akan berperan juga dalam persepsi. Indra kita akan
38
secara teratur akan menyimpan data yang kita terima, dalam rangka
memberi arti. Orang cenderung terus- menerus untuk membandingbandingkan penglihatan, suara dan penginderaan yang lainnya dengan
ingatan pengalaman lalu yang mirip. Proses informasi juga mempunyai
peran dala persepsi. Bahasa jelas dapat memengaruhi kognisi kita,
memberika
bentuk
secara
tidak
langsung
seorang
mempersepsi
dunianya.Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan
suatu
proses
bagaimana
menginterpretasikan
seseorang
menyeleksi,
masukan-masukan
pengalamanpengalamanyangadadankemudian
mengatur
informasi
menafsirkannya
dan
dan
untuk
menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.
2.3.2. Perkembangan Perseptual
Menurut Gibson ( 1990 ). Perkembangan perseptual merupakan suatu
ketrampilan yang dipelajari, maka proses pengajaran dapat memberikan
dampak langsung terhadap kecakapan perseptual. Namun perkembangan
perseptual individu juga dipengaruhi faktor hereditas (keturunan) dan
lingkungan.Aktivitas
perseptual
pada
dasarnya
merupakan
proses
pengenalan individu terhadap lingkungannya. Ada tiga proses aktivitas
perseptual yang perlu dipahami yakni:
1. Sensasi
Sensasi adalah peristiwa penerimaan informasi oleh indra penerima.
Sensasi berlangsung disaat terjadi kontak antara informasi dengan indra
39
penerima. Maka dari itu, dalam sensasi terjadi deteksi informasi secara
indrawi.Misalnya, sensasi pengelihatan mendapatkan informasi berupa
gambar yang kemudian diteruskan ke syaraf penglihatan.
2. Persepsi
Persepsi adalah interpretasi terhadap informasi yang ditangkap oleh
indra penerima. Persepsi merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari
aktivitas sensasi.Misalnya, seorang anak yang mendapatkan informasi
gambar lewat mata menjadi tahu kalu itu gambar binatang
3. Atensi
Atensi mengacu kepada kemampuan untuk memilih atau menyaring
persepsi.Dengan atensi, kesadaran seseorang bisa hanya tertuju pada satu
objek dengan mengabaikan objek-objek lainnya.Misalnya, karena anak
tersebut melihat gambar binatang maka dia tidak melihat gambar yang
lainnya dan hanya tertuju dengan satu objek.
Gibson
(1990)
mengemukakan
ada
serangkaian
fase
dalam
perkembangan perseptual selama masa infancy (masa pertumbuhan).Fase
ini bukan merupakan fase yang kaku karena fase-fase tersebut saling
tumpang tindih dalam waktu dan situasi.Pada setiap fase ini, anak
menggunakan kemampuan-kemampuan motor yang telah dimilikinya untuk
mengeksplorasi lingkungan.
40
Dilihat dari keragaman indra penerima informasi, persepsi dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Persepsi Visual
Persepsi visual adalah persepsi yang didasarkan pada penglihatan.
Persepsi ini sangat mengutamakan peran indra penglihatan (mata) dalam
proses perseptualnya. Dengan demikian proses perkembanganya tergantung
pada fungsi indra mata.Akomodasi adalah proses penyesuaian bentuk lensa
mata terhadap objek yang dilihat sesuai dengan jarak yang penglihatanya.
Bayi menunjukan respon akomodasi yang akurat pada usia 5-6 bulan.
Dilihat dari dimensinya, ada 6 jenis persepsi visual yang dapat
dibedakan yakni:
b. Persepsi Konstanitas Ukuran
Merupakan kemampuan individu untuk mengenal bahwa setiap objek
memiliki suatu ukuran yang konstan mekipun jaraknya bervariasi. Secara
lebih
kompleks
persepsi
ini
juga
merupakan kemampuan
untuk
menimbangsecara ukuran objek yang berbeda dengan jarak pandang yang
bervariasi pula. Misalnya, anak mampu mempersepsikan bahwa bahwa jalan
dipegunungan itu sama lebarnya tetapi ketika digambar semakin jauh
semakin kecil. Anak yang sudah mengerti tentang konsep ini akan
menjawab bahwa ini berkaitan dengan jarak.
41
c.
Persepsi Objek atau Gambar Pokok dan Latar
Persepsi ini memungkinkan individu untuk menempatkan suatu objek
yang berada atau tersimpan pada suatu latar yang membingungkan. Persepsi
ini meningkat pada usia 4-8 tahun.Kemampuan ini akan terlihat dalam
gambar anak.Misalnya kemampuan anak dalam menggambar gambar yang
tertutup oleh gambar lain.
1) Persepsi Keseluruhan dan Bagian
Merupakan kemampuan untuk membedakan bagian-bagian suatu
objek atau gambar dari keseluruhannya. Persepsi ini meningkat cepat
pada anak usia 9 tahun.
2) Persepsi Kedalaman
Merupakan kemampuan individu untuk mengukur jarak dari posisi
tubuh ke suatu objek. Perkembangannya dari bayi berumur 6 bulan
dan mencapai kematangan pada 10 tahun.
Misalnya ketika Gibson mengembangkan suatu alat tes yang
disebutVisual Cliff. Visual Cliff adalah instrumen untuk mengetes
apakah “persepsi kedalaman” (depth perception) menjadi sifat yang
melekat di dalam diri seorang bayi atau binatang.Caranya dengan
menghadapkan bayi atau anak binatang pada satu situasi yang harus
dilalui dengan merangkak ke arah pembuat eksperimen melewati satu
lembar gelas kaca yang berat yang menjembatani satu jurang terjal
42
atau jalan menurun tajam sekali. Apabila peresepsi kedalaman (depth
perception) melekat pada bayi atau binatang tadi, subjek akan
menolak melintasi gelas kaca tadi. Bila persepsi kedalaman itu belum
melekat pada anak atau binatang percobaan itu maka tanpa ragu ia
melintasi jurang terjal itu. Dalam percobaan Gibson, ia menyimpulkan
bahwa 90% anak yang berumur 6 tahun ke atas tidak merangkak
melewati jurang terjal itu. Indikasinya bahwa anak-anak pada umur 6
tahun ke atas sudah memiliki kemampuan persepsi kedalaman (depth
perception).
3) Persepsi Tilikan Ruang
Merupakan
kemampuan
penglihatan
untuk
mengidentifikasi,
mengenal dan mengukur dimensi ruang.
4) Persepsi Gerakan
Persepsi gerakan melibatkan kemampuan memperkirakan dan
mengikuti gerakan atau perpindahan objek oleh mata.
5) Persepsi Pendengaran
Persepsi pendengaran merupakan pengamatan dan penilaian
terhadap suara yang diterima oleh bagian telinga.Seperti halnya
persepsi penglihatan, perkembangan persepsi pendengaran mencakup
beberapa dimensi, yaitu:
43
a) Persepsi Lokasi Pendengaran
Persepsi ini berkenaan dengan kemampuan mendeteksi tempat
munculnya suatu sumber suara.Misalnya, kalau si anak dipanggil dari
sebelah kiri, maka ia menenggok ke sebelah kiri, kalau di langit-langit
ada suara yang menakutkan, maka ia memusatkan perhatiannya ke
arah sumber suara tersebut.
b) Persepsi Perbedaan
Misalnya anak bisa membedakan suara ibunya, ayahnya, ataupun
hal-hal lain di sekitarnya.
c) Persepsi Pendengaran Utama dan Latarnya
Kemampuan untuk memperhatikan suara-suara tertentu dengan
mengabaikan suara-suara lain yang tidak berhubungan.Misalnya kita
perlu mendengarkan suara guru yang sedang mengajar sambil
mengabaikan suara-suara gaduh yang datang dari luar kelas.
44
Download