BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja 2.1.1. Definisi Remaja Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescene yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Menurut Hurlock (1990) istilah adolescene sesungguhnya memiliki arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Secara psikologi, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa., usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Transformasi intlektual yang khas dari cara berfikir remaja yang memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa. Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2004). Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas.Mereka tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak termasuk pula golongan dewasa atau 10 golongan tua.Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks dkk., 2006). Menurut Monks dkk (2006) Dalam suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja, secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian (a) 12 – 15 tahun masa remaja awal, (b) 15 – 18 tahun masa remaja pertengahan, (c) 18 – 21 tahun masa remaja akhir. Menurut Stanley hall, masa remaja sering juga dianggap sebagai masa topan badai dan stress (storm dan stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Jika terarah dengan baik, maka ia akan menjadi individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi jika tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan dengan baik. Menurut Erikson masa remaja adalah masa yang akan melalui krisis, yang dimana remaja berusaha sendiri untuk mencari identitas diri ( Search for self identity ) Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup lingkungan semakin luas, tidak hanya di lingkungan keluarga atau sekolah, namun juga di masyarakat.Pencarian jati diri mulai berlangsung dalam tahap ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. 11 Namun sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut. Dari beberapa pengertian remaja diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan dalam aspek fisik, psikis dan psikososialnya. Remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik dapat dilihat aspek emosi, kognitif dan fisik 2.1.2. Batasan Usia Remaja Batasan remaja menurut WHO dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa adalah berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati sebagai berikut : a. Masa remaja awal /dini (Early adolescence) umur 11 – 13 tahun. b. Masa remaja pertengahan (Middle adolescence) umur 14 -16 tahun. c. Masa remaja lanjut (Late adolescence) umur 17 – 20 tahun. (Soetjiningsih, 2004). Batasan usia remaja banyak diungkapan oleh para ahli, seperti berikut ini : a. Remaja awal Seorang remaja pada tahap ini masih terheran – heran akan perubahan-perubahan yang terjadinya pada tubuhnya sendiri dan 12 dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan kurangnya kendali terhadap ego sehingga menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa. b. Remaja Madya Pada tahapan ini remaja sangat membutuhkan kawankawan.Ia senang kalau banyak kawan yang mengakuinya. Adanya kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebinggungan karena tidak tahu memilih mana yang peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya c. Remaja akhir Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu : 1. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intele 2. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang -orang lain dan pengalaman-pengalaman baru. 13 3. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi 4. Egosentrisme ( terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri ) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5. Tumbuh “ dinding “ yang memisahkan diri pribadinya ( private self ) dan masyarakat umum ( Sarwono, 2010 ). Ciri-ciri perkembangan remaja, dalam lingkungan sosial tertentu, masa remaja bagi pria merupakan saat diperolehnya kebebasan.Sementara untuk remaja wanita merupakan saat mulainya segala bentuk pembatasan. 2.1.3. Perkembangan Fisik dan Pubertas Menurut Monks (2006), Istilah pubertas datang dari kata puber yaitu (pubescent). Kata lain pubescere berarti mendapat pubes atau rambut kemaluan, yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual.Pada umumnya masa pubertas terjadi antara 12 – 16 tahun pada anak laki-laki dan 11 – 15 tahun pada anak wanita. Menurut Root pubertas merupakan suatu tahap dalam perkembangan dimana terjadi kematangan alat–alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi.Selama pertumbuhan pesat masa puber, terjadi empat perubahan fisik penting dimana tubuh anak dewasa mengalami perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder (Hurlock, 2004). 14 Pubertas dimulai dengan peningkatan tajam dari produksi hormon terkait jenis kelamin dan terjadi dalam dua tahapan yaitu matangnya kelenjar adrenal dan kematangan organ seksual dan munculnya perubahan pubertas yang jelas Perempuan memiliki tingkat estrogen yang lebih tinggi, testosteron mempengaruhi pertumbuhan klitoris dan juga tulang serta rambut kemaluan dan ketiak pada anak perempuan. Para ahli perkembangan menyatakan ada 2 karakteristik seks yang dimiliki oleh seorang remaja sebagai tanda perubahan fisik untuk memasuki masa dewasa yaitu seks primer dan seks sekunder : a. Karakteristik Seks Primer (primary sex characteristic) Perubahan biologis yang secara langsung melibatkan organorgan yang diperlukan untuk melakukan reproduksi.Pada perempuan, organ-organ ini adalah indung telur, tuba falopi, rahim dan vagina, sedangkan pada anak laki-laki adalah testis, penis, skrotum, vesikula seminalis, dan kelenjar prostat.Selama pubertas organ-organ ini menjadi lebih besar dan matang.Pada anak laki-laki, tanda pertaa pubertas adalah tumbuhnya testis dan skrotum. Pada anak perempuan, tumbuhnya karakteristik seks primer tidak secara jelas tampak karena organ-organ berada didalam tubuh.Perubahan primer pada masa pubertas adalah tanda-tanda 15 atau perubahan yang menentukan sudah mulai berfungsi optimalnya organ reproduksi pada manusia. b. Karakteristik Seks Sekunder (secondary sex characterististic) Adalah tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak secara langsung melibatkan organ seks, misalnya payudara pada perempuan dan bahu bidang pada laki-laki. Karakteristik seks sekunder lainnya adalah perubahan pada suara dan tekstur kulit, perkembangan otot, serta tumbuhnya rambut di kemaluan, wajah, ketiak, dan sekujur tubuh.Tanda pertama dari pubertas yang dapat diandalkan pada anak perempuan adalah tumbuhnya payudara, putting membesar dan menonjol, areola (daerah sekeliling putting yang berwarna gelap) membesar dan payudara awalnya berbentuk kerucut dan membulat. Perubahan sekunder pada masa pubertas adalah perubahan-perubahan yang menyertai perubahan primer yang terlihat dari luar Kematangan seksual pada wanita ditandai dengan wanita tersebut mengalami menstruasi pertama yaitu yang disebut dengan istilah menarche. Menarche terjadi kira-kira pada usia 11 tahun, yakni setelah tumbuhnya payudara, uterus (rahim). Hal ini terjadi karena adanya kematangan hormon seksual dalam diri remaja.Semenjak memasuki masa remaja, setiap individu mengalami perubahan fisik yang cepat.Salah satu, perubahan fisik yang 16 menandai kedewasaan remaja ialah menstruasi pada wanita. Ada berbagai macam cara remaja merespon menstruasi tersebut. Tidak semua individu mampu menerima perubahan fisiologis semasa remaja. Para ahli psikologi perkembangan, salah satunya Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih Dirga Gurnasa (1991) mengungkapkan secara umum ada 2 jenis reaksi remaja wanita terhadap datangnya haid pertama (menarche), yaitu sebagai berikut : a. Reaksi negatif yaitu suatu pandangan yang kurang baik dari seorang remaja wanita ketika dirinya memandang terhadap munculnya menstruasi. Ketika muncul menstruasi pertama, seorang individu akan merasakan adanya keluhan-keluhan fisiologis (sakit kepala, sakit pinggang, mual-mual, muntah) maupun kondisi psikologis yang tak stabil (binggung, sedih, stress, cemas, mudah tersinggung, marah, emosional). Hal ini kemungkinan karena ketidaktahuan remaja tentang perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada awal kehidupan seorang remaja wanita, maka menstruasi dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak baik. Oleh karena itu peran orang tua maupun guru disekolah agar bersedia member informasi yang benar tentang kondisi perubahan masa-masa remaja, agar dapat mengurangi sikap yang membinggungkan bagi remaja. b. Reaksi positifyang dimaksud dengan reaksi positif remaja wanita ialah individu yang mampu memahami, menghargai dan menerima adanya menstruasi pertama sebagai tanda kedewasaan seorang 17 wanita. Sikap positif akan menjadi salah satu tolak ukur kedewasaan seseorang (the maturity of personality) 2.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja Sejak di dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada diri setiap individu. Aspek – aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif maupun psikososialnya (Papalia, dkk. 2008). Menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa (2001), bahwa secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu, yaitu : a. Faktor endogen (nature) yaitu perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu berasal atau diturunkan oleh orang tuanya, seperti postur tubuh (tinggi badan), kecerdasan, kepribadian dan sebagainya. b. Faktor exogen (nurture) yaitu perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan fasilitas, letak geografis dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial ialah lingkungan dimana seseorang mengadakan relasi atau interaksi dengan individu atau sekelompok individu di dalamnya. Lingkungan sosial ini dapat berupa keluarga, tetangga, teman, lembaga pendidikan dan sebagainya. 18 Dalam kenyataannya, masing – masing faktor tersebut tidak dapat dipisahkan. Kedua faktor tersebut saling berpengaruh, sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal yang kemudian akan mempengaruhi perkembangan individu. 2.1.5. Tahapan Perkembangan Remaja Perubahan – perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologisnya (Sarwono, 1994).Pada mulanya tanda-tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas yaitu kematangan organorgan seks dan kemampuan reproduktif bertumbuh cepat baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Selain perkembangan fisik, pada diri remaja juga mengalami perkembangan psikologis, antara lain : 1. Perkembangan Kognitif Kita melihat bagaimana anak-anak berkembang dari makhluk yang egosentris menjadi orang yang dapat memecahkan masalah abstrak dan membayangkan masyarakat ideal. Menurut Elkind (1998), perilaku tersebut berakar dari usaha remaja yang tidak berpengalaman menuju pemikiran operasional formal. Elkind berpendapat ada dua tipe pola pikir pada remaja yaitu imaginary audience, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu menjadi pusat 19 perhatian orang lain dan personal fable perasaan unik, hebat dan tidak akan mengalami hal-hal yang buruk sehingga membuat mereka merasa tidak ada orang lain yang dapat memahami diri mereka (dalam Papalia.,dkk,2009). 2. Perubahan Emosional Masa remaja, menurut Stanley Hall dianggap sebagai masa-masa topan badai dan stress ( strom and stress ), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Sesuatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu (Hurlock, 2004). Efek psikologis dari waktu pubertas dan kematangan seksual bergantung pada remaja dan orang-orang di dunia sekitar mereka mengartikan perubahan yang menyertainya (Petersen, 1993 dalam papalia, dkk. 2009). 20 3. Perkembangan Peran Sosial Remaja memiliki keinginan untuk mandiri dari orang tua, namun di pihak lain ia masih terus harus mengikuti keinginan orang tua. Hal ini dapat menyebabkan konflik peran pada diri remaja. Menurut Erikson seseorang yang sedang mencari identitas akan berusaha “menjadi seseorang”, yang bersifat sentral, mandiri, unik, yang mempunyai suatu kesadaran akan kesatuan batinnya, sekaligus juga berarti menjadi “seseorang” yang diterima dan diakui oleh orang banyak (dalam Desmita,2005). 4. Perkembangan Peran Seksual Remaja dituntut agar dapat menampilkan peran di masyarakat sesuai dengan jenis kelaminnya.Peran seksual ini tidak hanya ditentukan oleh jenis kelaminnya tapi juga oleh faktor-faktor lingkungan (dalam Aini, 2001). 5. Moral Dan Religi Salah satu tahap perkembangan yang penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok darinya agar kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, di dorong dan di ancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. 21 Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja.Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi dapat mengendalikan tingkah laku remaja sehingga tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. 6. Psikologis Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak.Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh (Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson1984) menemukan bahwa remajarata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luarbiasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jamuntuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja iniseringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatansehari-hari di rumah.Meski mood remaja yang mudah berubahubah dengancepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahanyang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangatrentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lainsangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi ataumengkritik diri mereka sendiri. 22 Anggapan itu membuat remaja sangatmemperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remajacenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percayakeunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putriakan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirikdan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkandirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. 2.1.6. Tugas Perkembangan Remaja Kehidupan individu selalu mengalami perubahan baik dari aspek fisik, psikis, maupu sosialnya seiring dengan perubahan waktu dan zaman. Semula ia sebagai anak, kemudian ia beranjak menjadi seorang individu yang memiliki penampilan fisik seperti orang dewasa, namun dari aspek kognisi maupun sikapnya belum sesuai dengan orang dewasa atau orang tua lainnya. Padahal tuntutan sosial cenderung meminta peran dari remaja agar berperilaku seperti halnya sebagai orang dewasa, maka dalam hal ini remaja memiliki tugas perkembangan dalam dirinya. Tugas-tugas perkembangan (development task) yaitu tugas-tugas atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Keberhasilan melaksanakan tugas perkembangan ini, individu akan mampu dalam menentukan perkembangan kepribadiannya. 23 Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak.Anak laki-laki dan anak perempuan diharapkan untuk menguasai tugas-tugas tersebut selama awal masa remaja. Remaja juga merupakan masa transisi dalam masalah seksual untuk mencapai adult sexuality, Hurlock (2004) mengemukakan bahwa remaja harus memenuhi tugas perkembangan sebagai berikut : 1) Memiliki pengetahuan yang benar tentang seks dan berbagai peran jenis kelamin yang dapat diterima dalam masyarakat. 2) Mengembangkan sikap yang bener tentang seks. 3) Mencapai hubungan yang baru dengan teman lawan jenis maupun dengan teman sesame jenis. 4) Memantapkan nilai-nilai yang harus diperjuangkan dalam memilih pasangan hidup. 5) Mempelajari cara-cara mengekspresikan cinta yang dapat diterima dalam masyarakat. Remaja akan berhasil memenuhi tugas perkembangannya tersebut jika : 1. Mampu mengendalikan dorongan seksnya menjadi perilaku yang dapat diterima masyarakat. 24 2. Bersikap matang dalam membina hubungan heteroseksual. 3. Mengembangkan nilai yang tepat dalam memilih pasangan hidup. 4. Mampu mengekspresikan cinta pada pasangan dalam perilaku yang mendatangkan kebahagian dan rasa aman dalam diri pasangan. 5. Mampu menampilkan peran jenis kelamin yang sesuai dengan harapan masyarakat. Agar dapat memenuhi tugas perkembangannya remaja membutuhkan dukungan dan bantuan terutama dari orang tua.Orang tua dapat memberikan perhatian, informasi dan pendidikan berkaitan dengan tugas perkembangan remaja diatas. 2.1.7. Masalah Remaja Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Pada saat remaja mendekati masa dimana mereka dianggap dewasa secara hukum, maka mereka cemas dengan streotype remaja dan menciptakan impresi bahwa mereka mendekati dewasa. Mereka merasa bahwa berpakaian dan berperilaku seperti orang dewasa tidak cukup, sehingga mereka mulai untuk memperhatikan perilaku atau simbol yang berhubungan dengan status orang dewasa seperti merokok, minumminuman keras, menggunakan obat-obatan bahkan melakukan hubungan seksual. 25 Gunarsa (dalam Gunawan, 2011) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu : 1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. 2. Ketidakstabilan emosi 3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup 4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua 5. Pertentangan didalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangan dengan orang tua 6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya 7. Senang bereksperimentasi dan bereksplorasi 8. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan 9. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku.Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990). 26 Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku 2.2. Pengasuhan Anak 2.2.1. Definisi Pengasuhan Anak Pengasuhan adalah interaksi yang intesif dalam mengarahkan anak untuk memiliki kecakapan dalam hidup (Sunarti, 2004 dalam Husein, 2008).Parenting memiliki beberapa definisi dapat berarti ibu, ayah atau seseorang yang akan membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun seorang pelindung. Parenting adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya (Brooks, 2001). Pengasuhan erat kaitannya dengan kemampuan suatu keluarga atau rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan social anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya (ICN dalam Engel et al. 1997). 27 Sedangkan menurut Hoghughi (2004) mengatakan bahwa pengasuhan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik.Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak.Oleh karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan sosial. Menurut Jerome Kagan seorang psikolog perkembangan mendefinisikan pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang tua/ pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik (Berns, 1997). Berns (1997) menyebutkan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung terus-menerus dan mempengaruhi bukan hanya bagi anak juga bagi orang tua. Senada dengan Berns, Brooks (2001) juga mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orang tua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan. 28 Beberapa definisi mengenai pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain: (i) pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial, (ii) pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orang tua dengan anak, (iii) pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi, (iv) sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan. 2.2.2. Gaya Pengasuhan atau Pola Asuh Orang Tua Orang tua ingin remaja mereka bertumbuh menjadi individu yang dewasa secara sosial, dan mereka seringkali merasa putus asa dalam peran mereka sebagai orang tua.Para psikolog sudah lama mencari resep untuk peran orang tua yang menghasilkan perkembangan sosial yang tepat pada remaja. Diana Baumrind, (1997) menyatakan ada tiga gaya pengasuhan yang biasanya diterapkan oleh orang tua, yaitu : a. Otoriter (Authoritarian) Orang tua yang otoriter mencoba untuk membentuk, mengontrol dan mengevaluasi tingkah laku dan sikap anak sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.Orang tua tidak pernah mengkomunikasikan berbagai masalah secara dua arah, anak harus menerima dunia orang tua. 29 Gaya pengasuhan ini bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha.Pengasuhan ini berkaitan dengan perilaku sosial remaja yang tidak baik. b. Demokratis (Authoritative) Sikap dan keyakinan orang tua merupakan gabungna dari berbagai hal positif dari pola pengasuhan permisif dan otoriter.Orang tua mengkomunikasikan berbagai masalah secara dua arah dengan anak.Orang tua memberikan kebebasan terhadap anak, namun masih tetap mengontrol kegiatan anak.Orang tua tidak memandang dirinya sebagai seseorang yang dapat mengilhami anak. Pengasuhan ini mendorong remaja untuk bebas tetapi tetap memberikan batasan-batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka.Pengasuhan ini berkaitan dengan perilaku sosial remaja yang kompeten. c. Permisif (Permissive) Pengasuhan ini orang tua akan membiarkan anak untuk mengatur segala aktivitasnya, menghindari pengontrolan yang terlalu besar pada anak dan tidak menetapkan standart pada anak untuk memenuhi aturan. 30 Aspek-aspek pengukuran pola asuh orang tua Tingkah laku yang tidak dikehendaki pada diri anak dapat merupakam gambaran dari dalam keluarga. Menurut iswantini (2002), pola asuh orangtua dapat ditunjukan melalui aspek-aspek : peraturan, penerapan aturan yang harus dipatuhi dalam kegiatan sehari-hari. Hukuman, pemberian sanksi terhadap ketentuan atau peraturan yang dilanggar.Hadiah, pemberian hadiah terhadap kegiatan yang dilakukan anak.Perhatian, tingkat kepedulian orangtua terhadap aktifitas dan kehendak anak. Baumrind (2002), ada beberapa aspek dalam pola asuh orangtua yaitu : a. Kontrol, merupakan usaha mempengaruhi aktivitas anak secara berlebihan untuk mencapai tujuan, menimbulkan ketergantungan pada anak, menjadi anak agresif, serta meningkatkan aturan orangtua secara ketat. b. Tuntutan kedewasaan, yaitu menekan kepada anak untuk mencapai suatu tingkat kemampuan secara intelektual, social dan emosional. c. Komunikasi anak dan orangtua, kurangnya komunikasi anak dan orangtua, yaitu orangtua tidak menanyakan 31 bagaimana pendapat dan perasaan anak bila mempunyai persoalan untuk dipecahkan. d. Kasih sayang, yaitu tidak adanya kehangatan, cinta, perawatam dan perasaan kasih, serta keterlibatan yang meliputi penghargaan dan pujian terhadap prestasi anak. Kesenjangan hubungan orangtua dan anak ini sebagai suatu peristiwa yang tidak terelakan, sebagai suatu jurang pemisah antar generasi. Menurut Frazier (2000), ada empat aspek-aspek pola asuh , yaitu: a. Aspek batasan perilaku (behavioral guidelines) Pada aspek ini, orangtua sangat kaku dan memaksa.Anak – anak sudah dibentuk sejak kecil sehingga mereka tidak mempunyai ruang untuk berdiskusi atau meminta keterangan. Cara yang digunakan untuk memaksakan petunjuk – petunjuk perilaku tersebut melalui cara – cara diktator, seringkali memakai hukuman yang berlebihan atau keras dan di luar kemampuan si anak untuk menjalankan hukuman tersebut. Keseluruhan tujuan dari gaya ini adalah untuk melakukan kontrol anak dan bukannya mengajari anak atau membantu anak untuk mengembangkan otonominya. b. Aspek kualitas hubungan emosional orangtua-anak (emotional quality of parent-child relationship) 32 Gaya pengasuhan ini mempersulit perkembangan kedekatan antara orangtua dan anak.Kedekatan yang sebenarnya didasari oleh saling menghormati dan satu keyakinan pada diri orangtua bahwa anak mempunyai kapasitas untuk belajar mengontrol dirinya dan membuat keputusan melalui petunjuk – petunjuk perilaku dan kapasitas kognitif yang mereka miliki. Gaya pengasuhan ini tidak mengakui proses individuasi pada anak dan pertumbuhan otonomi pada diri anak. Kedekatan yang dapat berkembang dengan gaya pengasuhan seperti ini adalah kedekatan semu karena kedekatan tersebut muncul dari rasa takut anak untuk tidak menyenangkan orangtua dari pada keinginan untuk tumbuh dan berkembang. c. Aspek perilaku mendukung (behavioral encouraged) Pada aspek ini perilaku orangtua di tunjukkan dengan mengontrol anaknya daripada mendukung anaknya agar mereka mampu berfikir memecahkan masalah.Orangtua sering melarang anaknya dan berperilaku negatif dan memberi hukuman.Jadi orangtua lebih memberi perintah daripada menjelaskan untuk melakukan sesuatu atau menyelesaikan masalah. d. Aspek tingkat konflik orangtua – anak (levels of parentchild conflict) 33 Kontrol berlebihan tanpa kedekatan yang nyata dan rasa saling menghormati akan memunculkan pemberontakan pada anak. Dengan kata lain pengasuhan ini dapat menimbulkan banyak konflik antara orangtua dengan anak sekalipun hal itu tidak ditunjukkan secara terang – terangan. Konflik ini bisa muncul dalam bentuk perkelahian antara anak yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan aspek–aspek pola asuh otoriter menurut Frazier (2000), yaitu: aspek batasan perilaku (behavioral guidelines), aspek kualitas hubungan emosional orangtua – anak (emotional quality of parent-child relationship), aspek perilaku mendukung (behavioral encouraged), aspek tingkat konflik orangtua – anak (levels of parent-child conflict). Dr. Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam pola, yaitu : 1. Kasar dan tegas Orang tua yang mengurus keluarganya menurut skema neurotik menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan di ubah dan mereka membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka sendiri dan anak-anak mereka. 34 2. Baik hati dan tidak tegas Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat kekanak-kanakan secara emosional. 3. Kasar dan tidak tegas Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut biasanya diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berprilaku buruk dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan untuk itu. 4. Baik hati dan tegas Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka tindakan yang mereka tidak setujui.Namun dalam melakukan ini, mereka membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak pernah si anak atau pribadinya. Menurut Baumrind dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang tua menggunakan kombinasi dari ke semua pola asuh yang ada, akan tetapi satu jenis pola asuh akan terlihat lebih dominan daripada pola asuh lainnya dan sifatnya hampir stabil sepanjang waktu. 2.2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengasuhan Anak Belsky (1984, dalam Aini, 2011) menyatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi pola pengasuhan orang tua, yaitu : 1. Orang Tua 35 Pengalaman diasuh oleh orang tua terdahulu, serta karakteristik kepribadian ayah dan ibu serta persepsinya terhadap pengasuhan yang diberikan kedua orang tuanya dimasa kecil dan remaja sangat berpengaruh terhadap pengasuhan yang dilakukan sekarang (Zanden, 1993). Orang tua yang puas dengan pola pengasuhan orang tuanya dahulu akan menggunakan konsep pengasuhan yang sama terhadap anak-anaknya, sebaliknya jika orang tua tidak puas dengan pola pengasuhan orang tuanya, maka akan menggunakan konsep pengasuhan yang berbeda dari orang tuanya (Clarke & Dawson, dalam Bigner,1994). 2. Anak Karakteristik yang dimiliki anak mempengaruhi pola pengasuhan yang diberikan orang tuanya, seperti jenis kelamin, usia, dan tempramen (Zanden, 1993). Orang tua dengan anak usia balita akan melakukan pengasuhan yang berbeda dengan orang tua yang anaknya menginjak remaja. Perbedaan juga dapat timbul dalam pengasuhan terhadap anak laki – laki dan perempuan, dimana anak laki-laki lebih mudah memperoleh kebebasan dari orang tuanya dibandingkan dengan anak perempuan (Turner & Helms, 1995). 36 3. Jaringan Sosial Lingkungan dimana kita tinggal, seperti teman, keluarga, atau kantor dapat menjadi sumber stress ataupun sebagai pemberi dukungan. Mereka yang kurang mendapat dukungan sosial lebih banyak member aturan dan melakukan pengasuhan otoriter (Zanden, 1993). 4. Pekerjaan Ibu yang memiliki keinginan untuk bekerja, namun tidak memiliki pekerjaan akan mengalami ketidak-puasan dalam pengasuhan anak (Yarrow, dkk dalam Perlmutter & Hall,1985). Tugas mengasuh anak dan rumah tangga sama beratnya bagi wanita yang bekerja maupun yang tidak bekerja (Stuckey, dkk dalam Perlmutter & Hall, 1985). 5. Kebudayaan Dari faktor – faktor yang mempengaruhi pengasuhan anak diatas, Hammer & Turner (1990), menambahkan adanya faktor budaya yang turut berpengaruh.Mereka membagi faktor kebudayaan atas kelas sosial, suku bangsa, agama, tingkat pendidikan orang tua, pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki, struktur keluarga, jumlah dan urutan kelahiran anak. 37 2.3. Persepsi 2.3.1. Pengertian Perseptual Persepsi merupakan fungsi dan cara seseorang memandang sesuatu. Menurut Gibson ( 1990 ), persepsi adalah kemampuan seseorang dalam menggambarkan rangsangan atau obyek psikologis seperti gagasan, kejadian atau situasi tertentu yang ditangkap melalui panca indranya (melihat, mendengar, merasakan, meraba dan mencium) secara terpisahpisah atau serentak sehingga didapatkan gambaran yang jelas atau respon seseorang tentang rangsangan yang diterimanya dan menjadi dasar perilaku seseorang.Hal ini dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus atau rangsangan menggerakkan indera. Jadi, segala sesuatu yang mempengaruhi persepsi seseorang maka akan mempengaruhi pula perilaku yang dipilihnya.Persepsi ternyata banyak melibatkan kegiatan kognitif, orang telah menentukan apa yang telah akan diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan perhatian lebih besar kemungkinan tak akan memperoleh makna darri apa yang kita tangkap, lalu menghubungkannya dengan pengaaman yang lalu, dan dikemudian hari akan diingat kembali.Kesadaran juga mempengaruhi persepsi, bila kita dalam keadaan bahagia, maka pemandangan yang kita lihat akan sangat indah sekali. Tetapi sebaliknya, jika kita dalam keadaan murung, pemandangan yang indah yang kita lihat mungkin akan membuat kita merasa bosan, ingatan akan berperan juga dalam persepsi. Indra kita akan 38 secara teratur akan menyimpan data yang kita terima, dalam rangka memberi arti. Orang cenderung terus- menerus untuk membandingbandingkan penglihatan, suara dan penginderaan yang lainnya dengan ingatan pengalaman lalu yang mirip. Proses informasi juga mempunyai peran dala persepsi. Bahasa jelas dapat memengaruhi kognisi kita, memberika bentuk secara tidak langsung seorang mempersepsi dunianya.Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses bagaimana menginterpretasikan seseorang menyeleksi, masukan-masukan pengalamanpengalamanyangadadankemudian mengatur informasi menafsirkannya dan dan untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. 2.3.2. Perkembangan Perseptual Menurut Gibson ( 1990 ). Perkembangan perseptual merupakan suatu ketrampilan yang dipelajari, maka proses pengajaran dapat memberikan dampak langsung terhadap kecakapan perseptual. Namun perkembangan perseptual individu juga dipengaruhi faktor hereditas (keturunan) dan lingkungan.Aktivitas perseptual pada dasarnya merupakan proses pengenalan individu terhadap lingkungannya. Ada tiga proses aktivitas perseptual yang perlu dipahami yakni: 1. Sensasi Sensasi adalah peristiwa penerimaan informasi oleh indra penerima. Sensasi berlangsung disaat terjadi kontak antara informasi dengan indra 39 penerima. Maka dari itu, dalam sensasi terjadi deteksi informasi secara indrawi.Misalnya, sensasi pengelihatan mendapatkan informasi berupa gambar yang kemudian diteruskan ke syaraf penglihatan. 2. Persepsi Persepsi adalah interpretasi terhadap informasi yang ditangkap oleh indra penerima. Persepsi merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari aktivitas sensasi.Misalnya, seorang anak yang mendapatkan informasi gambar lewat mata menjadi tahu kalu itu gambar binatang 3. Atensi Atensi mengacu kepada kemampuan untuk memilih atau menyaring persepsi.Dengan atensi, kesadaran seseorang bisa hanya tertuju pada satu objek dengan mengabaikan objek-objek lainnya.Misalnya, karena anak tersebut melihat gambar binatang maka dia tidak melihat gambar yang lainnya dan hanya tertuju dengan satu objek. Gibson (1990) mengemukakan ada serangkaian fase dalam perkembangan perseptual selama masa infancy (masa pertumbuhan).Fase ini bukan merupakan fase yang kaku karena fase-fase tersebut saling tumpang tindih dalam waktu dan situasi.Pada setiap fase ini, anak menggunakan kemampuan-kemampuan motor yang telah dimilikinya untuk mengeksplorasi lingkungan. 40 Dilihat dari keragaman indra penerima informasi, persepsi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : a. Persepsi Visual Persepsi visual adalah persepsi yang didasarkan pada penglihatan. Persepsi ini sangat mengutamakan peran indra penglihatan (mata) dalam proses perseptualnya. Dengan demikian proses perkembanganya tergantung pada fungsi indra mata.Akomodasi adalah proses penyesuaian bentuk lensa mata terhadap objek yang dilihat sesuai dengan jarak yang penglihatanya. Bayi menunjukan respon akomodasi yang akurat pada usia 5-6 bulan. Dilihat dari dimensinya, ada 6 jenis persepsi visual yang dapat dibedakan yakni: b. Persepsi Konstanitas Ukuran Merupakan kemampuan individu untuk mengenal bahwa setiap objek memiliki suatu ukuran yang konstan mekipun jaraknya bervariasi. Secara lebih kompleks persepsi ini juga merupakan kemampuan untuk menimbangsecara ukuran objek yang berbeda dengan jarak pandang yang bervariasi pula. Misalnya, anak mampu mempersepsikan bahwa bahwa jalan dipegunungan itu sama lebarnya tetapi ketika digambar semakin jauh semakin kecil. Anak yang sudah mengerti tentang konsep ini akan menjawab bahwa ini berkaitan dengan jarak. 41 c. Persepsi Objek atau Gambar Pokok dan Latar Persepsi ini memungkinkan individu untuk menempatkan suatu objek yang berada atau tersimpan pada suatu latar yang membingungkan. Persepsi ini meningkat pada usia 4-8 tahun.Kemampuan ini akan terlihat dalam gambar anak.Misalnya kemampuan anak dalam menggambar gambar yang tertutup oleh gambar lain. 1) Persepsi Keseluruhan dan Bagian Merupakan kemampuan untuk membedakan bagian-bagian suatu objek atau gambar dari keseluruhannya. Persepsi ini meningkat cepat pada anak usia 9 tahun. 2) Persepsi Kedalaman Merupakan kemampuan individu untuk mengukur jarak dari posisi tubuh ke suatu objek. Perkembangannya dari bayi berumur 6 bulan dan mencapai kematangan pada 10 tahun. Misalnya ketika Gibson mengembangkan suatu alat tes yang disebutVisual Cliff. Visual Cliff adalah instrumen untuk mengetes apakah “persepsi kedalaman” (depth perception) menjadi sifat yang melekat di dalam diri seorang bayi atau binatang.Caranya dengan menghadapkan bayi atau anak binatang pada satu situasi yang harus dilalui dengan merangkak ke arah pembuat eksperimen melewati satu lembar gelas kaca yang berat yang menjembatani satu jurang terjal 42 atau jalan menurun tajam sekali. Apabila peresepsi kedalaman (depth perception) melekat pada bayi atau binatang tadi, subjek akan menolak melintasi gelas kaca tadi. Bila persepsi kedalaman itu belum melekat pada anak atau binatang percobaan itu maka tanpa ragu ia melintasi jurang terjal itu. Dalam percobaan Gibson, ia menyimpulkan bahwa 90% anak yang berumur 6 tahun ke atas tidak merangkak melewati jurang terjal itu. Indikasinya bahwa anak-anak pada umur 6 tahun ke atas sudah memiliki kemampuan persepsi kedalaman (depth perception). 3) Persepsi Tilikan Ruang Merupakan kemampuan penglihatan untuk mengidentifikasi, mengenal dan mengukur dimensi ruang. 4) Persepsi Gerakan Persepsi gerakan melibatkan kemampuan memperkirakan dan mengikuti gerakan atau perpindahan objek oleh mata. 5) Persepsi Pendengaran Persepsi pendengaran merupakan pengamatan dan penilaian terhadap suara yang diterima oleh bagian telinga.Seperti halnya persepsi penglihatan, perkembangan persepsi pendengaran mencakup beberapa dimensi, yaitu: 43 a) Persepsi Lokasi Pendengaran Persepsi ini berkenaan dengan kemampuan mendeteksi tempat munculnya suatu sumber suara.Misalnya, kalau si anak dipanggil dari sebelah kiri, maka ia menenggok ke sebelah kiri, kalau di langit-langit ada suara yang menakutkan, maka ia memusatkan perhatiannya ke arah sumber suara tersebut. b) Persepsi Perbedaan Misalnya anak bisa membedakan suara ibunya, ayahnya, ataupun hal-hal lain di sekitarnya. c) Persepsi Pendengaran Utama dan Latarnya Kemampuan untuk memperhatikan suara-suara tertentu dengan mengabaikan suara-suara lain yang tidak berhubungan.Misalnya kita perlu mendengarkan suara guru yang sedang mengajar sambil mengabaikan suara-suara gaduh yang datang dari luar kelas. 44