BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Organik Material organik adalah material yang terdiri dari karbon dan hidrogen dengan sedikit heteroatom seperti sulfur, oksigen atau nitrogen. Sementara sifatnya menunjukkan kesesuaian dengan semikonduktor konvensional dalam hal absorbsi cahaya, emisi cahaya dan konduksi muatannya (Bassler & Kohler, 2011). Karakteristik semikonduksi bahan organik hadir jika molekul-molekulnya terdelokalisasi di HOMO (highest occupied molecular orbital) dan LUMO (lowest unoccupied molecular orbital) sebagai orbital π dan π* (Kohler & Bassler, 2009). Sifat ikatan dalam semikonduktor organik secara fundamental berbeda dengan ikatan pada semikonduktor inorganik. Kristal molekular organik merupakan padatan dengan ikatan van der Waals yang menyiratkan bahwa ikatan intermolekular lebih lemah dibanding ikatan kovelen pada semikonduktor konvensional seperti Si atau GaAs. Akibatnya terlihat dari sifat mekanik dan termodinamiknya seperti kekerasan yang berkurang atau titik leleh yang lebih rendah, yang juga penting dampak langsung bagi sifat optik dan transport muatan pembawa (Brutting, 2005). Transport pembawa muatan pada bahan organik berlangsung melalui proses lompatan atau hopping dari satu molekul ke molekul selanjutnya. Molekul yang terlokalisasir ini berpotensi untuk terjadinya tumbukan, hamburan dan delay yang berkontribusi terhadap mobilitas dari transport material organik yang rendah, secara khas nilainya antara 10 7 cm 2 / V .s hingga 10 cm 2 / V .s (Wallace, 2009). Fenomena transport pembawa muatan salah satunya ditunjukkan dengan karakteristik konduktivitas. Konduktivitas semikonduktor organik merupakan hasil dari injeksi muatan pada elektroda, dari pemberian doping secara sengaja maupun tidak sengaja dan dari disosiasi pasangan elekton-hole yang terikat oleh tarikan Coulomb. Dua hasil karakteristik utama pada material organik yaitu absorbsi dan emisi yang menempati rentang 2-3 eV(sekitar 600-400nm), yang 5 6 menghalangi pembuatan konsentrasi muatan pembawa yang signifikan oleh eksitasi termal pada suhu ruang (Köhler & Bässler, 2015). 2.2 Spirulina sp. Spirulina termasuk dalam bakteri fotosintetik aksigenik yang meliputi kelompok Cynobacteria dan Prochlorales. Diameter sprulina sekitar 3-12 μm dan mudah dikumpulkan dengan filtrasi maupun dengan pemisahan lain (Ali & Saleh, 2012). Pigmen photosintetik Spirulina adalah phycocyanin, yang berwarna biru. Mikroalga ini juga mengandung klorofil a dan karetenoid (Ahsan et al., 2008). Sprulina merupakan semacam algae biru-hijau dengan efisiensi fotosintetik yang bagus, sehingga dapat digunakan sebagai sel surya organik. Wang et al., (2014) melaporkan pengguaaan Spirulina sebagai fotosensitizer untuk biosolar cell, dengan perolehan arus photocurrent sebesar 70 𝜇A. 2.3 Klorofil Klorofil merupakan salah satu senyawa bioaktif penting yang dapat diekstraksi dari biomassa mikroalga. Terdapat dua tipe utama klorofil yaitu klorofil a dan b. Kerangka molekul klorofil adalah porphyrinmacrocycle yang terdiri dari empat cincin pyrrole. Penyertaan cincin isocyclic tunggal terhadap salah satu cincin pyrrole memberikan struktur phorbin. Tiap cincin pyrrole terdiri dari empat atom carbon dan satu atom nitrogen. Semua atom nitrogen yang menghadap masuk membuat pusat hole dimana ion logam Mg2+ mudah berikatan. Dalam klorofil b, kelompok methyl pada cincin II pada klorofil a diganti dengan kelompok formyl. Perbedaan inilah yang membuat pigmen biru/hijau dengan absorbansi maksimum dari 660 hingga 665 nm (Hosikian et al., 2010). 2.4 Transport Muatan Karakteristik transport muatan dari organik semikonduktor merupakan salah satu kunci yang berdampak pada performa peralatan elektronik dan optoelektronik 7 organik yang digunakan. Karakterisasi transport muatan pada semikonduktor organik sangat penting dalam perspektif sains dan teknologi. (Jingyao, 2010). Semikonduktor organik biasanya mempunyai struktur molekular yang menonjolkan ikatan ganda dan tunggal bolak-balik yang meningkat terhadap orbital π yang tumpang tindih. Sifat optoelektronik dari material ini tidak hanya diatur oleh struktur molekular saja tapi juga oleh interaksi intermolekular. Kenaikan transport muatan listrik pada material ini merupakan konsekuensi langsung dari delokalisasi elektron π. (Kokil et al., 2012) Untuk material semikonduktor, konduktivitas listrik tinggi dapat dicapai dengan tingkat dopan yang tinggi, yang juga berhubungan dengan densitas pembawa muatan yang tinggi (Kokil et al., 2012). Jika rapat muatan bergerak pada kecepatan hanyut (drift velocity) rata-rata yang diakibatkan oleh medan listrik eksternal, maka rapat arus hanyut adalah: (2.1) Dengan J dalam satuan . Persamaan gerak hole bermuatan positif dengan adanya medan listrik adalah: F m*p a eE (2.2) Dengan adalah besanya muatan elektron, listrik dan adalah percepatan, adalah medan adalah massa efektif hole. Jika medan listrik konstan, maka kecepatan meningkat secara linear terhadap waktu. Bagaimanapun partikel bermuatan dalam semikonduktor dilibatkan dalam dua tumbukan, yaitu dengan atom tak murni yang terionisasi dan dengan atom kisi tervibrasi secara termal. Tumbukan atau peristiwa hamburan ini mengubah karakteristik kecepatan partikel. Sebagaimana hole kristal dipercepat dengan medan listrik yang diberikan mengakibatkan kecepatannya juga meningkat. Saat pembawa muatan menumbuk atom kristal, maka pembawa muatan akan kehilangan energi. Pembawa muatan akan mulai lagi untuk mempercepat dan memperoleh energi sampai terlibatkan dalam proses hamburan barikutnya. Hal ini berlangsung berulang. Sepanjang 8 proses ini, pembawa muatan akan memperoleh kecepatan hanyut rata-rata yang dapat ditulis dengan: v E Dengan (2.3) disebut dengan mobilitas (Neamen, 2003). J p|drf (ep)vdp e p pE (2.4) Dengan p adalah populasi hole. Arus hanyut pada hole yang searah dengan medan listrik yang diberikan. Sementara untuk elektron adalah: J n|drf vdn (en)vn e n nE Dengan adalah rapat arus hanyut untuk elektron; (2.5) adalah kecepatan hanyut rata-rata elektron dan n adalah populasi elektron. Karena baik hole maupun elektron berkontribusi untuk muatan hanyut, rapat arus hanyut total adalah penjumlahan rapat arus hanyut hole dan elektron. Menurut Neamen (2003) rapat arus : J drf e( n n p p) E (2.6) Sementara konduktivitas listrik σc pada material dinyatakan dengan: (2.7) Dengan n adalah jumlah pembawa muatan (yang dapat diatur), e merupakan muatan elektronik dan μ menandakan mobilitas pembawa muatan (Kokil et al., 2012). Kuantitas penting pada karakterisasi transport muatan adalah mobilitas pembawa muatan. Mobilitas mengindikasikan seberapa cepat pembawa muatan mengalir pada medium tertentu sebagai fungsi medan yang diberikan. Aliran pembawa muatan inilah yang disebut arus listrik. Pemberian medan listrik luar berakibat pembawa muatan mengalir memenuhi kaidah drift current, sehingga mobilitas dapat juga diartikan sebagai perbandingan kecepatan muatan v dan luas medan listrik yang diberikan . 9 Menurut Coropceanu et al., (2007) besar nilai mobilitas adalah: v d (2.8) E Mobilitas pembawa merupakan parameter yang penting dalam menentukan performa devais elektronik dan nilai mobilitas elektron maupun hole untuk lapisan tipis semikonduktor organik yang sudah diketahui memang sedikit lebih rendah dibanding semikonduktor inorganik (Kwok, 2003). 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Muatan Transport muatan yang efisien mensyaratkan bahwa muatan mampu untuk bergerak dari satu molekul ke molekul lain atau tidak terperangkap (trap). Menurut Coropceanu et al. (2007) mobilitas pembawa muatan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain; molecular packing, disorder, adanya impuritas, suhu, medan listrik, densitas pembawa muatan, ukuran atau berat molekul, tekanan. Seberapa cepat pembawa muatan bergerak juga salah satunya diakibatkan pembawa muatan yang saling bertumbukan satu sama lain. Antara tumbukan, pembawa muatan bergerak dengan kecepatan konstan sepanjang garis lurus. Ratarata jarak antar tumbukan dinamakan dengan mean free path (Serway & Jawett, 2004). Lintasan pembawa muatan yang random ditunjukkan pada gambar 2.1. Gambar 2.1. Pembawa muatan yang berpindah-pindah melalui tumbukan dengan pembawa muatan lain pada keadaan random. Keadaan ini mengacu pada proses random-walk (Serway & Jawett, 2004). 10 2.6 Magneto-conductance Perubahan arus saat medan magnetik eksternal diberikan terhadap devais organik yang tidak mempunyai material magnetik disebut dengan magnetoconductance (Bloom et al., 2010). Magnetoconductance dengan arus yang sensitif terhadap medan magnet umumnya berhubungan dengan pasangan dari partikel yang membawa spin. Contohnya, model yang serupa dapat menggabungkan mekanisme spin-blocking antara polaron dengan muatan yang sama atau rekombinasi yang bergantung dari spin dari hole dan elektron (Cox et al., 2014). Efek magnetoconductance ini hadir pada suhu ruangan dan medan karakteristik yang diperlukan untuk mengamati efek ini adalah pada kisaran mT. Berdasarkan penelitian Bloom et al., (2010) besarnya magnetoconductance adalah: MC ( H ) I H I0 I0 (2.8) MC (H ) = magnetoconductance (%) I H = Arus yang diperoleh setelah diberi medan magnet (A) = Arus yang diperoleh sebelum diberi medan magnet (A) Nilai +MC diperoleh dengan kenaikan arus, sementara –MC diperoleh dari arus yang kecil. Terdapat beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan fenomena magnetoconductance, antara lain: mekanisme eksiton, mekanisme bipolaron dan mekanisme pasangan e-h. Pada mekanisme pasangan e-h, elektron dan hole berada dalam keadan yang cukup jauh sehingga interaksi dapat diabaikan. Oleh karena itu, pasangan e-h triplet dan singlet dihasilkan, begitu juga semua keadaan tingkat triplet (T−1,T0,T+1) dapat diubah satu sama lain menjadi pasangan e-h singlet. Dalam model ini, pasangan e-h singlet berekombinasi ke keadaan dasar atau ground state lebih cepat daripada triplet, oleh karena itu sejumlah eksiton triplet 11 berlebih dan intersystem crossing yang muncul pada pasangan e-h triplet akan diubah ke pasangan e-h singlet. Dengan demikian intersystem crossing secara efektif dapat menaikkan rekombinasi karena pasangan e-h singlet berekombinasi lebih cepat. Dengan pemberian medan magnetik eksternal keadaan pasangan e-h T−1 and T+1 menjadi pecah atau split sebagaimana mereka tidak menghasilkan pasangan e-h singlet. Oleh karena itu hanya pasangan e-h T0 saja yang dapat berekombinasi lebih cepat dengan mengubah pasangan e-h singlet melalui medan hyperfine. Rekombinasi yang sedikit akan menyebabkan pemisahan atau disosiasi yang lebih sehingga arus yang dihasilkan juga lebih banyak. Gambar 2.2 Pasangan e-h singlet dan triplet pada intersystem crossing (ISC) (a) tanpa medan magnet (b) dengan medan magnet (Bloom, 2010).