analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penciptaan kesempatan

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI
SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI
DAERAH (1994-2007)
Disusun Oleh :
LISBETH ROTUA SIANTURI
H14104020
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2
RINGKASAN
LISBETH ROTUA SIANTURI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penciptaan Kesempatan Kerja di Sumatera Utara (Dibimbing oleh YETI LIS
PURNAMADEWI)
Otonomi Daerah merupakan suatu kelimpahan kewenangan oleh pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah. Dengan otonomi daerah diharapkan terciptanya
kemandirian daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pemerintah daerah
diharapkan mampu menentukan sendiri kemajuan pembangunannya dengan
mengoptimalkan potensi sektor-sektor perekonomiannya. Kemajuan pembangunan
ekonomi di suatu negara atau daerah sangat didukung oleh faktor tenaga kerja, karena
tenaga kerja merupakan faktor produksi dalam menghasilkan output suatu produksi.
Selain itu dengan tersedianya kesempatan kerja, maka akan mengurangi jumlah
pengangguran. Jumlah pengangguran yang semakin berkurang diharapkan akan pula
mengurangi jumlah kemiskinan dan tingkat kriminalitas.
Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan akan mampu meningkatkan
pertumbuhan perekonomian daerah. Pertumbuhan ekonomi ini akan mendorong
penciptaan kesempatan kerja. Dengan begitu melalui otonomi daerah diharapkan
kesempatan kerja akan semakin banyak tersedia dibandingkan dengan sebelum
otonomi daerah. Namun kondisi kesempatan kerja di provinsi Sumatera Utara sendiri
yang ikut serta dalam mengimplementasikan otonomi daerah, justru menunjukkan
kecenderungan yang semakin menurun, sebelum otonomi daerah rata-rata
pertumbuhan kesempatan kerja mencapai 1,70 persen sedangkan pada masa otonomi
daerah pertumbuhan kesempatan kerja hanya mencapai rata-rata 1,22 persen, yang
berarti pada masa berlangsungnya otonomi daerah, kesempatan kerja tidak
mengalami pertumbuhan sebagaimana diharapkan. Selain itu, jika dibandingkan
dengan kesempatan kerja nasional, kesempatan kerja di provinsi Sumatera Utara
sebelum otonomi daerah adalah lebih tinggi, namun setelah otonomi daerah justru
pertumbuhannya menjadi lebih rendah. Oleh karena tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja dengan
tahun analisis sebelum dan pada masa berlakunya otonomi daerah di Provinsi
Sumatera Utara. dengan demikian pelaksanaan otonomi daerah juga akan
Analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis ekonometrik yaitu
metode analisis OLS (Ordinary Least Square) dengan jenis panel data yang
merupakan gabungan dari sembilan unit cross-section yaitu kesembilan sektor usaha
di Sumatera Utara dan sepuluh data time series yaitu dari tahun 1994 hingga 2007.
Pada penelitian ini, diduga terdapat enam variabel bebas yang berpengaruh positif
terhadap penciptaan kesempatan kerja. Variabel-variabel tersebut adalah investasi,
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), indeks pendidikan, angkatan kerja, tingkat
upah riil dan otonomi daerah yang digunakan sebagai dummy variabel.
3
Berdasarkan hasil penelitian ini, model yang digunakan sudah dapat
menggambarkan keragaman dalam kesempatan kerja, yang ditunjukkan oleh nilai R2
sebesar 0,99 dan signifikansi empat variabel dari enam variabel yang diduga. Adapun
keempat variabel tersebut yang berpengaruh nyata terhadap penciptaan kesempatan
kerja adalah investasi, PDRB, tingkat upah riil dan dummy otonomi daerah.
Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata adalah angkatan kerja dan indeks
pendidikan. Variabel yang berpengaruh nyata dan memberikan nilai positif adalah
variabel PDRB karena dengan tumbuhnya ekonomi diperlukan tambahan input
khususnya tenaga kerja dengan begitu permintaan akan tenaga kerja semakin
meningkat. Variabel investasi memberikan pengaruh yang negatif karena investasi di
Sumatera Utara lebih bersifat padat modal sehingga tidak mendorong penciptaan
kesempatan kerja, tingkat upah riil memberikan pengaruh yang negatif karena
peningkatan upah riil secara terus menerus akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi
bagi pengusaha dan variabel dummy otonomi daerah memberikan pengaruh yang
negatif karena pelaksanaan otonomi daerah tidak didukung efektifitas sistem
organisasi pemerintah dan sarana prasarana yang tidak memadai untuk terwujudnya
pembangunan ekonomi yang akan mendorong penciptaan kesempatan kerja. Variabel
angkatan kerja tidak signifikan karena kondisi angkatan kerja di Sumatera Utara
selalu melebihi kesempatan kerja yang tersedia, maka peningkatan jumlah angkatan
kerja tidak mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja. Variabel indeks
pendidikan tidak signifikan karena kualitas pendidikan angkatan kerja di Sumatera
Utara masih tergolong rendah dan tidak memadai untuk dipekerjakan di sektor-sektor
perekonomian.
Melalui penelitian ini diharapkan pemerintah daerah provinsi Sumatera Utara
agar mengoptimalkan segala potensi di sektor-sektor perekonomian sehingga dapat
terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB), selain itu diperlukan usaha dari
pemerintah daerah Sumatera Utara untuk mendorong investasi di sektor-sektor yang
bersifat padat karya agar mampu menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak.
Agar tingkat upah mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja, pemerintah
daerah Sumatera Utara diharapkan dapat memberi intervensi dengan menetapkan
tingkat upah minimum pekerja (UMR), dengan begitu kebijakan ini akan berpihak
baik kepada pengusaha maupun pekerja. Terkait dengan otonomi daerah diharapkan
pemerintah lebih mengefektifkan sistem pemerintahan daerah dengan menempatkan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di pemerintahan daerah agar mampu
melaksanakan tugas kepemerintahan dengan efektif. Penelitian ini menganjurkan
perlunya melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan penciptaan kesempatan
kerja untuk menganalisis faktor-faktor lain yang mempengaruhi penciptaan
kesempatan kerja, misalnya faktor kenaikan harga, faktor jumlah impor, dan lain
sebagainya faktor-faktor yang diduga berpengaruh sehingga dapat diketahui faktorfaktor lain di luar faktor-faktor pada penelitian ini, yang pada akhirnya menjadi bahan
pertimbangan bagi pemerintah dalam menanggulangi masalah ketenagakerjaan.
4
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh :
Nama
: Lisbeth Rotua Sianturi
Nomor Registrasi Pokok
: H14104020
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Kesempatan Kerja di Sumatera
Utara Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah
(1994-2007)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Ir. Yeti Lis Purnamadewi, MSc.
NIP : 131 967 243
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph, D.
NIP : 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
5
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR
HASIL
DIGUNAKAN
KARYA
SEBAGAI
SAYA
SKRIPSI
SENDIRI
ATAU
YANG
BELUM
KARYA
PERNAH
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Lisbeth Rotua Sianturi
H14104020
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Lisbeth Rotua Sianturi, lahir 22 Mei 1985 di
Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Penulis adalah anak keempat dari lima
bersaudara pasangan Mungkur Parlindungan Sianturi dan Lympe Ratna Lumban
Tobing. Jenjang pendidikan dimulai pada Pendidikan Sekolah Dasar Negeri No.
173100 Tarutung pada tahun 1992. Pada tahun 1998 penulis masuk Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Tarutung kemudian melanjutkan ke tingkat
Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Tarutung pada tahun 2001 hingga lulus
pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa melalui
jalur USMI ( Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Ilmu Ekonomi,
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
khususnya Organisasi Kerohanian yaitu Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) di
Komisi Kesenian. Selain itu Penulis juga aktif di organisasi eksternal kedaerahan
yaitu Parsadaan Anak Rantau Tarutung (PARTARU) dan menjadi Bendahara selama
masa periode jabatan.
7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
kasih, berkat, hikmat dan bijaksana, kekuatan dan penyertaan-Nya sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penciptaan Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara
Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah”, diajukan sebagai Syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Ir. Yeti Lis Purnama Dewi, MSc selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas
doa, kesabaran dalam membimbing penulis, dukungan serta nasehat yang
diberikan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
2. Bapak M. Parulian Hutagaol, Ph.D selaku dosen penguji utama dan Ibu
Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan. Terima kasih atas
masukan dan saran yang diberikan demi kebaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis
sampaikan terima kasih kepada seluruh staff dosen di departemen Ilmu Ekonomi
atas bimbingan yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Institut ini.
3. Kedua orangtua penulis, Bapa’ Mungkur P. Sianturi dan Mama’ Lympe R. br.
Tobing. Terima kasih penulis sampaikan atas kasih sayang, perhatian, dorongan
serta nasehat yang diberikan mulai dari penulis melanjutkan pendidikan di Institut
ini sampai kepada penyelesaian skripsi ini.
4. Saudara-saudara penulis, Ka Susi, Ka Lenty, Abang Frengki, dan Fernando.
Abang Ipar penulis, Abang Silalahi dan Abang Sianipar, serta my little daughters
Olyvia, Dwi serta Mathilda, dan semua keluarga Sianturi penulis sampaikan
terimakasih atas doa dan dukungannya. Semua ini dipersembahkan untuk kalian.
5. Anugrahku Lambok Trisando Cattergy Simamora (MORA). Terima kasih atas
kasih sayang, perhatian dan dukungannya bagi penulis dalam menyelesaikan
8
skripsi ini. Suka dan duka yang telah dilalui bersama sangat berharga bagi
penulis.
6. Instansi terkait Badan Pusat Statistik (BPS), Depnakertrans, BKPM, dan
perpustakaan LSI IPB yang telah menyediakan data yang dibutuhkan dalam
skripsi ini. Secara khusus penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak
Zulfiyandi dan Bapak Nurwidjaya selaku staff Depnakertrans yang telah bersedia
memberikan masukan-masukan kepada penulis.
7. Saudara Marlina Siahaan, Duvi, dan Kiki yang telah membantu dalam pengolahan
data dalam skripsi ini, Tuhan memberkati.
8. Kepada staff tata usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang telah meluangkan
waktunya untuk mengurus segala administrasi yang berkaitan dengan penulis dan
kepada saudara-saudara Ilmu Ekonomi khususnya Angkatan 41, disampaikan
ucapan terima kasih atas semangat untuk sukses bersama-sama.
9. Saudara-saudara penulis di Vilga.. Fitri, Ida, Ka Lolyta, Kathryn, Laura, Lastri,
Susan, Susi, Tities, Vera, dan Yuli, terima kasih atas doa dan dukungannya.
10. Keluarga PARTARU IPB khususnya saudara-saudara angkatan 41, terima kasih
untuk semangat dan doanya.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Bogor, September 2008
Lisbeth Rotua Sianturi
H14104020
9
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP........................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................ix
I.
II.
III.
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang.......................................................................................1
1.2.
Perumusan Masalah...............................................................................4
1.3.
Tujuan Penelitian...................................................................................7
1.4.
Manfaat Penelitian.................................................................................7
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian.....................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN......................10
2.1.
Ketenagakerjaan....................................................................................9
2.2.
Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja.............................................11
2.3.
Teori Permintaan Tenaga Kerja...........................................................14
2.4.
Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja.......................................................18
2.5.
Penelitian Terdahulu ..........................................................................22
2.6.
Kerangka Pemikiran Operasional........................................................24
METODE PENELITIAN..............................................................................27
3.1.
Jenis dan Sumber Data.........................................................................27
3.2.
Metode Analisis Data..........................................................................28
3.3.
Metode Pendugaan Model...................................................................28
3.3.1. Teknik Estimasi Model Menggunakan Data Panel..................28
3.3.1.1. Metode Pooled OLS..................................................31
10
3.3.1.2. Metode Fixed Effect..................................................31
3.3.1.3. Metode Random Effect..............................................32
3.3.2. Uji Kesesuaian Model...............................................................34
3.3.3. Perumusan Model Penelitian....................................................36
3.3.4. Hipotesis Penelitian..................................................................37
3.3.5. Uji Hipotesis.............................................................................37
3.3.5.1. Uji Statistik Model Penduga (Uji-F)..........................38
3.3.5.2. Uji Statistik untuk Masing-masing
Variabel (Uji-t)..........................................................39
3.3.5.3. Koefisien Determinasi (R2).......................................41
3.3.6. Evaluasi Model.........................................................................42
3.3.6.1. Multikolinearitas.........................................................42
3.3.6.2. Autokorelasi................................................................43
3.3.6.3. Heteroskedastisitas.....................................................44
IV.
V.
GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN SUMATERA UTARA.........46
4.1.
Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara........................................46
4.2.
Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara................................47
4.3.
Tingkat Kemiskinan di Propinsi Sumatera Utara................................49
4.4.
Kesempatan Kerja di Propinsi Sumatera Utara...................................50
4.5.
Perkembangan Investasi di Propinsi Sumatera Utara .........................54
4.6.
Tingkat Pendidikan..............................................................................56
4.7.
Upah Riil..............................................................................................58
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................60
5.1.
Transformasi Data dan Uji Kesesuaian Model....................................60
5.1.1. Transformasi Data....................................................................60
5.1.2. Uji Kesesuaian Model...............................................................60
5.1.2.1. Uji Chow Test............................................................61
5.1.2.2. Uji Hausman Test......................................................62
5.2.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penciptaan Kesempatan Kerja di Sumatera Utara...............................62
11
5.2.1. Hasil Estimasi Model................................................................62
5.2.2. Interpretasi Model.....................................................................65
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................70
6.1.
Kesimpulan..........................................................................................70
6.2.
Saran....................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................74
LAMPIRAN...............................................................................................................77
12
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 1994- 2007....................................................................3
2.
Jumlah Angkatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara(1994-2007).....................4
3.
Ketentuan Nilai Durbin Watson......................................................................43
4.
Laju Pertumbuhan Riil PDRB Sumatera Utara
Menurut Lapangan Usaha Tahun 1994-2006..................................................48
5.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Utara, 2001-2004......50
6.
Jumlah Penduduk 15+ di Provinsi Sumatera Utara Tahun, 2001-2005...........51
7.
Nilai Realisasi Investasi (PMA dan PMDN) Provinsi
Sumatera Utara,1994-2007 (satuan Juta US$).................................................55
8.
Persentase Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan
Kemampuan Membaca dan Menulis(1994-2007)...........................................57
9.
Tingkat Upah Riil Provinsi Sumatera Utara 1994-2007 (Rupiah)..................58
10.
Hasil Estimasi Fungsi Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara...........63
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Perbandingan Jumlah Kesempatan Kerja dan
Angkatan Kerjadi Sumatera Utara, 1994-2007.................................................5
2.
Perbandingan Pertumbuhan Kesempatan Kerja dan
Angkatan Kerja di Sumatera Utara, 1995-2007................................................6
3.
Diagram Ketenagakerjaan...............................................................................10
4.
Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap...................................16
5.
Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun.............................18
6.
Kerangka Pemikiran........................................................................................26
7.
Persentase Pertumbuhan Kesempatan Kerja
per Sektor di Sumatera Utara (1996-2005)....................................................53
8.
Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja
di Provinsi Sumatera Utara (1994-2007).........................................................56
14
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Hasil Estimasi Menggunakan Model Fixed Effect..........................................77
2.
Hasil Hausman Test.........................................................................................77
3.
Data Kesempatan Kerja per Sektor 1996-2005...............................................78
4.
Data Nilai Investasi Sumatera Utara per Sektor 1994-2007............................78
5.
Data PDRB Sumatera Utara per Sektor 1994-2007........................................79
6.
Data Indeks Pendidikan Sumatera Utara per Sektor 1994-2007.....................79
7.
Data Angkatan Kerja Sumatera Utara per Sektor 1994-2007.........................80
8.
Data Tingkat Upah Riil Sumatera Utara per Sektor 1994-2007.....................80
9.
Data Variabel Dummy Otonomi Daerah per Sektor 1994-2007.....................81
15
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak tahun 2001 Indonesia telah melaksanakan desentralisasi yang lebih
dikenal dengan istilah otonomi daerah. Salah satu wujud perubahan fundamental
dalam sistem pemerintahan di Indonesia sebagai akibat pemberlakuan otonomi daerah
tersebut adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah, dan kemudian disusul oleh Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonom.
Hakekat Undang-Undang baru tersebut adalah pemberian otonomi yang
seluas-luasnya kepada daerah yang intinya adalah pembagian tugas dan wewenang
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adanya pelimpahan kewenangan
yang sangat luas kepada daerah, dalam hal ini kota dan kabupaten untuk mengatur
dan melaksanakan urusan rumah tangganya sendiri termasuk bidang ketenagakerjaan
menyebabkan setiap daerah mempunyai kebebasan dan inisiatif untuk menentukan
apa yang akan dicapai dan bagaimana cara untuk mencapainya (Zulfiyandi, 2006).
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah ini bertujuan untuk menciptakan
pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengatasi
masalah kemiskinan yang masih terus terjadi di wilayah-wilayah Indonesia. Bidang
ini merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan dan pertumbuhan
perekonomian.
Suatu
Negara
atau
daerah
yang
masih
tergolong
miskin
16
mengindikasikan bahwa penduduknya tidak sejahtera karena tidak memiliki
kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Dengan demikian, melalui otonomi daerah, masalah ketenagakerjaan diharapkan
mampu diatasi oleh pemerintah yang telah diberi kewenangan
untuk mengatur
sendiri urusan rumah tangganya dengan lebih memperhatikan apa yang menjadi
aspirasi masyarakat. Dengan kata lain, landasan filosofis tentang otonomi seharusnya
menjadi dasar pemikiran bagi segenap rakyat Indonesia, karena sebagai rakyat
Indonesia mereka berhak atas standar minimum ekonomi dan sosial yang sama
pentingnya dengan hak politik dan kebebasan sipil.
Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam
usaha memajukan perekonomian. Usaha yang dimaskud di bidang ini adalah
penyediaan lapangan kerja yang cukup untuk dapat mengimbangi pertambahan
angkatan kerja yang akan masuk ke pasar kerja, dimana pada umumnya pertumbuhan
angkatan kerja selalu lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan
kerja. Pertumbuhan kesempatan kerja yang semakin lambat ini adalah akibat dari
kurang tersedianya lapangan pekerjaan di pasar kerja.
Kondisi kesempatan kerja di Sumatera Utara dapat dijelaskan pada Tabel 1.
Berdasarkan data tersebut bahwa sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling
banyak dengan nilai rata-rata sebesar 2.514.940 orang (53,47 persen). Kemudian
diikuti dengan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan nilai rata-rata sebesar
825088,4 orang (17,43 persen). Lapangan usaha yang dalam penyerapan tenaga
kerjanya sangat rendah setiap tahun adalah lapangan usaha Pertambangan dan
Penggalian, Listrik, Gas dan Air Bersih serta Keuangan dan Asuransi dengan rata-rata
17
sebesar 14374,71 orang (0,18 persen). Kondisi kesempatan kerja ketersediaan
lapangan kerja di Sumatera Utara. Kesempatan kerja tersebut belum mampu
mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja yang selalu meningkat.
Tabel 1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 1994-2007
Tahun
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
KK_1
KK_2
KK_3
KK_4
KK_5
KK_6
KK_7
KK_8
KK_9
2503872
8597 298970
15215
98888
573573
182723
29244 537213
2622533
13377 308105
7924 142273
620275
157606
35645 581344
2506947 12.357 339471
7200 137526
741954
210909
23706 627096
2433625
13565 322425
15965 161085
918990
228320
38485 635005
2419737
5653 342029
23236 152773
753440
250154
19969 685806
2493113
10292 349370
11439 112344
807984
224316
34317 625642
2713756
5034 311958
0 166934
874376
238746
47155 333911
2518976
5385 349396
10704 195961
894620
188840
28128 596584
2590613
5641 333639
27845 211747
893946
245555
86636 499072
2643646
5462 328794
7907 193111
779655
198440
39953 398300
2525242
12926 389795
21612 183021
891744
297389
44041 536095
2708022
862 333850
18165 239285
722216
314468
37771 484320
2412367
11448 343956
15872 182406
933562
320845
65418 573782
2116711
10468 354061
18166 239902 1144907
327221
83064 663243
Sumber : Depnakertrans, 1994-2007
Keterangan :
KK_1 : Kesempatan Kerja Sektor Pertanian
KK_2 : Kesempatan Kerja Sektor Pertambangan dan Galian
KK_3 : Kesempatan Kerja Sektor Industri Pengolahan
KK_4 : Kesempatan Kerja Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih
KK_5 : Kesempatan Kerja Sektor Bangunan
KK_6 : Kesempatan Kerja Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
KK_7 : Kesempatan Kerja Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
KK_8 : Kesempatan Kerja Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
KK_9 : Kesempatan Kerja Sektor Jasa-jasa
Otonomi daerah diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah yang meningkat akan memicu penciptaan
kesempatan kerja. Perlunya peningkatan kesempatan kerja adalah karena adanya
keterbatasan kesempatan kerja yang berakibat kepada munculnya pengangguran,
dengan semakin meningkatnya pengangguran maka akan memperbanyak angka
kemiskinan. Selain itu tidak tersedianya lapangan pekerjaan akan mendorong
timbulnya tindakan kriminalitas di kalangan masayarakat. Dengan demikian, perlu
dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja, termasuk
di dalamnya dianalisis sejauh mana otonomi daerah dapat meningkatkan kesempatan
kerja.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan ketenagakerjaan di Sumatera Utara terletak pada kesempatan
kerjanya, yaitu kesempatan kerja di Sumatera Utara yang masih terbatas. Jika
dibandingkan dengan kesempatan kerja nasional, pada umumnya kesempatan kerja
Sumatera Utara masih tergolong rendah (Gambar 1.). Pada tahun 1994-1997
kesempatan kerja di Sumatera Utara lebih tinggi dari pada kesempatan kerja nasional.
Namun pada tahun 1998 lebih rendah dari pada kesempatan kerja nasional. Sebelum
otonomi daerah, rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja provinsi Sumatera Utara
mencapai angka 1,70 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan
kesempatan kerja nasional yang hanya 1,33 persen. Sementara pada masa otonomi
daerah, rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja provinsi Sumatera Utara hanya
mencapai nilai 1,22 persen lebih rendah dibanding rata-rata pertumbuhan kesempatan
kerja nasional yang mencapai nilai 2,62 persen. Pertumbuhan kesempatan kerja di
Sumatera Utara pada masa berlangsungnya otonomi daerah cenderung berfluktuasi.
Pada awal berlangsungnya otonomi daerah, pertumbuhan kesempatan kerja
meningkat, namun menurun sangat drastis pada tahun 2003 sampai mencapai nilai
negatif. Kemudian meningkat kembali pada tahun 2004 dan menurun kembali pada
tahun 2005 sampai tahun 2007 cenderung berfluktuasi.
% Pertum buhan
10,00
5,00
0,00
-5,00
-10,00
1995 1996 1997 1998 1999 2000
Indonesia
RataRata2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
rata
rata
1,76 2,52 1,58 0,72 0,31 1,11 1,33 3,12 2,92 -0,94 6,74 0,98 0,87 4,69 2,62
Sumatera Utara 5,67 2,63 3,48 -2,41 0,34 0,49 1,70 2,06 2,22 -6,12 4,67 -0,88 0,01 2,02 1,22
Sumber : Depnakertrans, 1994-2007 (Diolah).
Gambar 1. Perbandingan Persentase Pertumbuhan Kesempatan Kerja
Indonesia dan Sumatera Utara, 1994-2007
Perbandingan pertumbuhan kesempatan kerja dan pertumbuhan angkatan
kerja Sumatera Utara dapat digambarkan pada Gambar 2. Dari gambar jelas terlihat
bahwa setelah pemberlakuan otonomi daerah yaitu setelah tahun 2001, pertumbuhan
angkatan kerja melebihi pertumbuhan kesempatan kerja. Rata-rata pertumbuhan
angkatan kerja Sumatera Utara setelah otonomi daerah adalah 0,046 persen,
sedangkan rata-rata pertumbuhan kesempatan kerja setelah otonomi daerah adalah
0,015 persen. Sementara harapan pemberlakuan otonomi daerah adalah untuk
mendorong pembangunan daerah dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang
tersedia termasuk sumber daya manusia. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat
meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan karena penciptaan lapangan pekerjaan
akan memberi efek multiplier terhadap pengurangan jumlah pengangguran dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
10,00
% Pertumbuhan
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00
-2,00
-4,00
-6,00
-8,00
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
AK 7,71 0,76 3,03 2,30 -0,35 1,00 5,32 2,66 -0,19 0,97 0,05 0,06 3,19
KK 5,67 2,63 3,48 -2,41 0,34 0,49 2,06 2,22 -6,12 4,67 -0,88 0,01 2,02
Sumber : BPS, 1995-2007 (Diolah)
Gambar 2. Perbandingan Pertumbuhan Kesempatan Kerja dan Angkatan
Kerja di Sumatera Utara, 1995-2007
Dari uraian di atas maka rumusan masalah yang akan dianalisis pada
penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang mempengaruhi penciptaan kesempatan
kerja di Sumatera Utara yang dilihat dari permintaan tenaga kerja di sektor-sektor
perekonomian di Sumatera Utara, dan menganalisis kaitannya dengan pemberlakuan
otonomi daerah yang bertujuan untuk mendorong penciptaan kesempatan kerja di
daerah.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas,
tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penciptaan kesempatan kerja sebelum dan pada masa otonomi daerah dan ingin
menganalisis sejauh mana otonomi daerah dapat meningkatkan kesempatan kerja.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah Sumatera
Utara, khususnya Dinas Ketenagakerjaan, terkait kebijakan-kebijakan yang
menyangkut permasalahan dalam ketenagakerjaan.
2.
Sebagai bahan studi pustaka dan informasi bagi para pembaca, serta sebagai
bahan referensi untuk penelitian yang berkaitan.
3.
Sebagai media untuk belajar, menambah pengalaman, dan menerapkan ilmu
yang diperoleh penulis selama kuliah.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi penciptaan kesempatan kerja di provinsi
Sumatera Utara sebelum dan pada masa otonomi daerah yaitu pada tahun 1994-2007.
Penciptaan kesempatan kerja ini dilihat dari jumlah permintaan tenaga kerja di
kesembilan sektor perekonomian yang terdapat di Sumatera Utara. Analisis dilakukan
dengan analisis OLS (Ordinary Least Square) menggunakan data panel (gabungan
dari data cross-section dan time series). Cross Section pada penelitian ini adalah
kesembilan sektor perekonomian di Sumatera Utara, sedangkan Time Series adalah
tujuh tahun sebelum pemberlakuan otonomi daerah yaitu tahun 1994-2000 dan tujuh
tahun lagi setelah dan pada masa otonomi daerah yaitu tahun 2001-2007. Otonomi
daerah sebagai dummy variabel untuk melihat berapa besar pengaruh pemberlakuan
otonomi daerah terhadap penciptaan kesempatan kerja. Variabel dependent yang
digunakan dalam analisis adalah permintaan tenaga kerja sedangkan variabel
independent diantaranya adalah realisasi investasi, PDRB, indeks pendidikan, jumlah
angkatan kerja, tingkat upah riil, serta dummy otonomi daerah.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Ketenagakerjaan
Kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang menggambarkan tersedianya
lapangan kerja untuk diisi oleh pencari kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun masyarakat (UU RI No. 13 dalam Disnaker, 2003). Sektor
tenaga kerja merupakan salah satu sektror penting bagi pembangunan ekonomi
khusunya dalam upaya pemerintah menanggulangi kemiskinan. Tenaga kerja adalah
modal bagi geraknya roda pembangunan, sehingga kemakmuran suatu negara atau
daerah banyak tergantung kepada pemanfaatn tenaga kerja seefektif mungkin.
Upaya yang dilakukan dengan menciptakan lapangan kerja baru dalam jumlah
dan kualitas yang memadai, diharapkan dapat menyerap tambahan angkatan kerja
yang memasuki pasar kerja setiap tahunnya. Perkembangan jumlah tenaga kerja yang
tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan akan menyebabkan tingkat
kesempatan atau penyerapan tenaga kerja cenderung menurun.
Sesuai dengan UU No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan, maka telah
ditetapkan batas usia kerja penduduk Indonesia menjadi 15 tahun. Oleh karena itu,
pada tanggal 1 Oktober 1998 tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk yang
berumur 15 tahun atau lebih.
Tenaga kerja atau yang disebut dengan Penduduk Usia Kerja (PUK) terdiri
dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Kelompok Angkatan Kerja
mencakup penduduk yang bekerja dan penduduk yang mencari pekerjaan. Penduduk
yang bekerja dibagi menjadi penduduk yang bekerja penuh dan setengah
menganggur. Menurut BPS (2000), bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan
dengan tujuan memperoleh nafkah atau membantu memperoleh nafkah paling sedikit
satu jam secara terus menerus selama seminggu yang lalu. Sementara yang dimaksud
dengan mencari pekerjaan adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh
pekerjaan. Penduduk yang mencari pekerjaan dibagi menjadi penduduk yang pernah
bekerja dan penduduk yang belum pernah bekerja.
Penduduk Usia Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Angkatan Kerja
Bekerja
Bekerja
Penuh
Mengurus
Rumah Tangga
Setengah
Menganggur
Sekolah
Mencari Kerja
Pernah
Bekerja
Lainnya
Sumber : BPS dalam Depnakertrans, 2007.
Gambar 3. Diagram Ketenagakerjaan
Belum Pernah
Bekerja
Untuk golongan bukan angkatan kerja adalah penduduk yang tidak aktif
secara ekonomi, antara lain golongan mereka yang bersekolah, golongan yang
mengurus rumah tangga yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa
memperoleh upah dan golongan lainnya (Depnakertrans, 2007). Golongan yang
masih bersekolah dan yang mengurus rumah tangga sewaktu-waktu dapat masuk ke
pasar kerja. Oleh karena itu, kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan kerja
potensial. Sektor formal sendiri didefinisikan sebagai usaha yang dimiliki badan
usaha dengan memiliki tenaga kerja. Sedangkan sektor informal adalah usaha yang
dilakukan sendiri atau dibantu orang lain dan atau pekerja bebas serta pekerja tak
dibayar. Penggolongan semua penduduk tersebut dapat dilihat pada diagram
ketenagakerjaan Gambar 4.
2.2. Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja
Menurut Peraturan Daerah No 38 Tahun 2007 Bagian I Pasal 1 ayat (4) bahwa
otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah
ditujukan bagi perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan
bertanggungjawab. Selain itu, tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk
memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumahtangganya
sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan
dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat.
Disebutkan oleh Tambunan (2001) untuk memberikan keleluasaan pada
daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggungjawab, untuk
mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, tanpa ada lagi intervensi dari
pemerintah pusat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
kondisi dan potensi wilayahnya, maka lahirlah undang-undang yaitu UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah atau yang umum disebut sebagai UU
Otonomi Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah atau yang umum disebut sebagai desentralisasi fiskal.
Otonomi daerah didasarkan pada prinsip desentralisasi. Menurut UU Otonomi
Daerah Pasal 1 ayat (7), desentralisasi berarti penyerahan wewenang pemerintah oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Osborne
dan Gaebler (1992) dalam Tambunan (2001) terdapat empat kelebihan yang dimiliki
desentralisasi :
1. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fkeksibel daripada yang tersentralisasi,
karena lembaga tersebut dapat memberikan jawaban dengan cepat terhadap
lembaga dan kebutuhan masyarakat yang berubah.
2. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif daripada yang tersentralisasi,
hal ini mengingat para pekerja di baris depan lebih tahu mengenai apa yang
sebenarnya terjadi. jam demi jam, hari demi hari. Seringkali mereka justru dapat
menciptakan solusi terbaik, jika mendapat dukungan dari pemimpin organisasi.
3. Lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada yang tersentralisasi.
Sering terjadi inovasi muncul karena gagasan yang baik dan berkembang dari
karyawan yang benar-benar melaksanakan pekerjaannya dan berhubungan dengan
pelanggan.
4. Lembaga yang terdesentralisasi niscaya akan menghasilkan semangat kerja yang
lebih tinggi, lebih banyak komitmen, dan lebih besar produktivitasnya.
Keefektifan pelaksanaan otonomi daerah juga dipengaruhi oleh kesiapan dan
kemampuan pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintah yang diserahkan
padanya dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Kesiapan ini menyangkut kesiapan perangkatnya di daerah yang umunya memiliki
kemampuan yang relatif terbatas dibandingkan perangkat pemerintah pusat.
Keterbatasan kemampuan keuangan dan perangkat daerahnya menyebabkan
keterbatasan kemampuan daerah dalam pelaksanaan otonomi di daerah yang
bersangkutan.
Menurut Kaho (1997) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah :
1. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor esensial dari otonomi dan
sebagai subjek dan objek dalam pelaksanaan otonomi.
2. Keuangan merupakan faktor yang sangat menentukan pelaksanaan otonomi
daerah karena akan menentukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber
dari retribusi daerah, pajak, hasil perusahaan daerah, dsb.
3. Peralatan yang cukup baik berupa prasarana dan sarana fisik yang memperlancar
pembangunan.
4. Organisasi dan manajemen merupakan lembaga dan organisasi, pemerintah
daerah yang akan menjadi aksekutif dan legislatif di daerah.
Dengan tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan dan sumber pembiayaan
dari daerah sendiri, daerah leluasa mengimplementasikan kebutuhan dan aspirasi
daerahnya dalam bentuk program/proyek pembangunan, yang dikenal sebagai
program/proyek regional/daerah. Dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan, daerah
diberi wewenang utuh untuk menjalankan upaya untuk meningkatkan dan
memperluas kesempatan kerja, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
dan menetapkan upah minimum.
Pemberlakuan otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan perekonomian.
Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah ini juga diharapkan akan
membawa pengaruh yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja. Melalui
kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya, maka pemerintah daerah akan berupaya untuk memberdayakan
seluruh potensi yang dimiliki dalam mendukung kegiatan-kegiatan yang mendorong
penciptaan kesempatan kerja. Dengan begitu peningkatan kesempatan kerja ini
diharapkan mampu mengurangi jumlah pengangguran dan angka kemiskinan dan
pada akhirnya berimplikasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
2.3. Teori Permintaan Tenaga Kerja
Teori permintaan tenaga kerja adalah teori yang menjelaskan seberapa banyak
suatu perusahaan akan mempekerjakan tenaga kerja dengan berbagai tingkat upah
pada suatu periode tertentu. Permintaan atas tenaga kerja berlainan dengan
permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena
barang tersebut memberikan kegunaan kepada pembeli. Akan tetapi bagi pengusaha,
mempekerjakan seseorang bertujuan untuk membantu memproduksi barang dan jasa
untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain, pertambahan permintaan pengusaha
terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan masyarakat terhadap
barang yang diproduksinya. Oleh karena itu, permintaan akan tenaga kerja
merupakan permintaan turunan.
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan kepada teori neoklasik,
dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat
mempengaruhi harga (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya
dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan. Fungsi permintaan
suatu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan kepada : (1) tambahan hasil marjinal
yaitu tambahan hasil (output) yang diperoleh pengusaha dengan penambahan
seoprang pekerja. Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau
marginal physical product dari tenaga kerja (MPPL), (2) penerimaan marjinal yaitu
jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut.
Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marjinal atau marginal revenue (MR).
Penerimaan marjinal disini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan
dengan harga per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL . P, dan (3) biaya marjinal
yaitu jumlah biaya yang dikeluarkan pengusaha dengan mempekerjakan tambahan
seorang karyawan, dengan kata lain upah karyawan tersebut. Ababila tambahan
penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang
tersebut akan menambah keuntungan pengusaha, sehingga pengusaha akan terus
menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari tingkat upah.
Upah
D1
VMPP
W
DL = MPPL.P
L1
L*
Tenaga Kerja
Sumber : Bellante dan Jackson, 1990.
Gambar 4. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Tetap
Keterangan :
VMPP = Value Marginal Physical Product of Labor (Nilai Pertambahan Hasil
Marjinal Tenaga Kerja)
P
= Harga jual barang per unit
DL
= Permintaan Tenaga Kerja
W
= Tingkat Upah
L
= Tenaga Kerja
Peningkatan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tergantung dari
pertambahan permintaan masyarakat terhadap barang yang dikonsumsinya. Semakin
tinggi permintaan masyarakat akan barang tertentu, maka jumlah tenaga kerja yang
diminta oleh suatu perusahaan akan semakin meningkat dengan asumsi tingkat upah
tetap (Gambar 5.)
Peningkatan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan tidak dilakukan untuk
jangka pendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan
tinggi. Dalam jangka pendek, perusahaan akan lebih mengoptimalkan jumlah tenaga
kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi,
sedangkan dalam jangka panjang kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan
direspon oleh perusahaan dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan.
Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru.
Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja
tergantung dari tingkat upahnya. Jika tingkat upah mengalami penurunan, maka
perusahaan akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan
tingkat upah dapat dilihat pada Gambar 5.
Pada Gambar 6. kura DL melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja
(VMPPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan
hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja ynag ditunjukkan
oleh titik L1 dan L*. Pada Gambar 6. terlihat bahwa pada kondisi awal tingkat upah
berada pada W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah L1. Jika tingkat upah
di suatu perusahaan diturunkan menjadi W*, maka jumlah tenaga kerja yang diminta
meningkat menjadi L*.
Upah
D1
W1
E
W*
DL = VMPPL (MPPL.P)
L1
L*
Tenaga Kerja
Sumber : Bellante dan Jackson, 1990.
Gambar 5. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun
2.4. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja
Penyerapan tenaga kerja didefenisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang
terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu. Penyerapan tenaga kerja diturunkan
dari fungsi produksi suatu aktivitas ekonomi. Produksi merupakan transformasi dari
input atau masukan (faktor produksi) ke dalam output atau keluaran. Jika
diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya menggunakan dua jenis faktor
produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K), maka fungsi produksinya adalah :
Qt = f (Lt , Kt)
(1)
sedangkan persamaan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan menurut model
Neoklasik adalah sebagai berikut :
πt = TR – TC
(2)
dimana :
TR = pt . Qt
(3)
Dalam menganalisis penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa
hanya ada dua input yang digunakan, yaitu Kapital (K) dan Tenaga Kerja (L). Tenaga
Kerja (L) diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (W) sedangkan
untuk Kapital (K) diukur dengan tingkat suku bunga (r).
TC = rt Kt + Wt Lt
(4)
dengan mensubstitusi persamaan (1), (3), (4) ke persamaan (2) maka diperoleh :
Wt Lt = pt . f(Lt, Kt) – rt Kt
(5)
Lt = pt . f(Lt, Kt) – rt Kt/Wt
(6)
dimana :
Lt
= Permintaan Tenaga Kerja
Wt
= Upah Tenaga Kerja
pt
= Harga jual barang per unit
Kt
= Kapital (Investasi)
rt
= Tingkat Suku Bunga
Qt
= Output (PDRB)
Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa permintaan tenaga kerja
(Lt) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), tingkat suku
bunga (r) dan tingkat upah (w). Hukum permintaan tenaga kerja pada hakekatnya
adalah semakin rendah upah dari tenaga kerja maka semakin banyak permintaan dari
tenaga kerja tersebut. Apabila upah yang diminta besar, maka perusahaan akan
mencari tenaga kerja lain yang upahnya lebih rendah dari yang pertama. Hal ini
karena dipengaruhi oleh banyak faktor, yang diantaranya adalah besarnya jumlah
angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar kerja, upah dan skiil yang dimiliki oleh
tenaga kerja tersebut.
Tingkat upah tenaga kerja dapat dipengaruhi oleh faktor tingkat pendidikan
dan kualitasnya. Semakin baiknya kualitas pendidikan akan menciptakan sumber
daya dalam hal ini tenaga kerja yang lebih tinggi kualitas pendidikannya sehingga
dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan memperbaiki
kehidupan masyarakat. Produktivitas tenaga kerja yang semakin tinggi akan dibayar
dengan tingkat upah yang tinggi.
Pendidikan merupakan suatu hal yang bersifat kualitatif. Sehingga untuk
mengukur tingkat pendidikan tersebut dalam suatu angka yang bisa diukur dan dapat
digunakan dalam perhitungan, maka dengan digunakan suatu indeks yang dikenal
indeks pendidikan. Todaro dan Smith (2004) menjelaskan perhitungan indeks
pendidikan didasarkan pada indeks kemampuan baca tulis orang dewasa dan indeks
masa bersekolah bruto. Indeks baca tulis tenaga kerja didapat dari proporsi jumlah
tenaga kerja yang memiliki kemampuan baca tulis. Misalnya, terdapat 98,3 persen
tenaga kerja di Indonesia yang memiliki kemampuan baca tulis sehingga indeks baca
tulis tenaga kerja tersebut yaitu :
Indeks kemampuan baca tulis TK = 98,3/100 = 0,983.
Indeks masa bersekolah bruto didapat dari jumlah tenaga kerja yang tamat
SD, SLTP, SLTA, D1/2, D3/Universitas dari total seluruh jumlah tenaga kerja yang
bekerja (Todaro dan Smith, 2004). Misalnya, terdapat 79,9 persen tenaga kerja di
Indonesia tamatan SD, SLTP, SLTA, D1/2, D3/Universitas, sehingga :
Indeks masa bersekolah bruto = 79,9/100 = 0,799.
Dengan begitu, untuk mendapatkan indeks pendidikan yang utuh, indeks kemampuan
baca tulis orang dewasa dikalikan dengan dua pertiga, dan indeks masa bersekolah
bruto dikalikan dengan sepertiga, maka :
Indeks pendidikan = 2/3 (0,983) + 1/3 (0,799) = 0,922.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa investasi merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja sehingga investasi memiliki
peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, khususnya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan salah satu komponen dari
pembentukan pendapatan nasional atau PDB (Y = C + I + G +NX), sehingga
pertumbuhan investasi akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan nasional.
Dengan memperhitungkan efek pengganda, maka besarnya persentase pertumbuhan
ekonomi yang ditimbulkan menjadi lebih besar dari besarnya persentase pertumbuhan
investasi (Mankiw, 2000).
Di lain pihak investasi baik PMDN maupun PMA, juga sangat dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah suatu wilayah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya
bahwa UU otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri pemerintahannya. Pemerintah daerah dapat mengembangkan
segala potensi yang dimiliki daerahnya sesuai dengan kepentingan dan aspirasi
rakyatnya. Otonomi daerah secara konsep teori sepadan dengan perdagangan bebas
yang dalam justifikasi ekonomi ditujukan untuk memecah konsentrasi ekonomi.
Pospos (2002) menjelaskan bahwa secara linear kebijakan pengaturan otonomi daerah
di atas mengurai kebuntuan rendahnya tingkat investasi ke daerah. Adanya
keengganan para investor untuk berinvestasi ke Indonesia adalah karena terjadinya
ekonomi biaya tinggi (higt-cost economy), termasuk birokrasi perizinan investasi
yang berbelit-belit.
LPEM FEUI (2005) dalam pemantauan iklim investasi di Indonesia
menyimpulkan bahwa dalam rangka membangun iklim investasi, maka setidaknya
terdapat beberapa indikator-indikator yang dapat digunakan mencakup elemen dasar
seperti perpajakan, kepabeanan, infrastruktur, regulasi ketenagakerjaan dan perizinan
yang telah dikenal sebagai kendala utama dalam melakukan bisnis di Indonesia. Hal
yang perlu disoroti dalam hal ini yaitu mengenai masalah perizinan yang menyangkut
penyerapan investasi. Proses perizinan dalam kerangka otonomi daerah inilah yang
seharusnya lebih dalam dikaji oleh pemerintah kita saat ini. Kondisi investasi
Indonesia seperti yang diuraikan di atas, dapat pula dilihat dari hasil survei Bank
Dunia mengenai jumlah hari yang diperlukan untuk pendaftaran perusahaan baru
yaitu mencapai 151 hari. Kondisi itu sangat jauh dari rata-rata secara internasional
yang hanya 50,5 hari.
Sebelum pelaksanaan otonomi daerah, pengurusan izin usaha bagi para
investor dilakukan oleh pemerintah pusat (BKPM) dan pemerintah provinsi
(BKPMD). Setelah diimplementasikannya otonomi daerah, terdapat tumpang tindih
dan tarik menarik antara kegiatan BKPMD provinsi dengan BKPM serta instansi
daerah yang menangani investasi.
Investasi membutuhkan stabilitas di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial,
budaya dan keamanan. Kepastian di bidang hukum akan memberikan kemudahan
bagi perkembangan ekonomi dan membantu para pelaku usaha dalam mengambil
keputusan ekonomi. Semakin besar tingkat kepastian, maka semakin memungkinkan
suatu perusahaan untuk berinvestasi, baik dalam skala tinggi, menengah, maupun
kecil. Begitu pula sebaliknya, kecilnya tingkat kepastian akan mengakibatkan
kurangnya investasi.
2.6. Penelitian Terdahulu
Ardiansyah (2004) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian di Kota Jambi sebelum dan pada masa otonomi dengan menggunakan
analisis shift share menyimpulkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah seluruh
sektor ekonomi di Kota Jambi pertumbuhannya meningkat. Akan tetapi setelah
adanya otonomi daerah seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang
lambat. Jambi kalah bersaing dengan kabupaten yang lain. Selain itu dampak krisis
ekonomi juga secara tidak langsung masih berpengaruh terhadap perekonomian
Jambi. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian Ardiansyah adalah keduanya
menganalisis dampak otonomi daerah terhadap perekonomian. Namun penelitian
Ardiansyah ini tidak menganalisis dampaknya terhadap kesempatan kerja. Perbedaan
juga terletak pada metode analisis.
Lestari (2006) menggunakan alat analisis shift share dalam menganalisis
pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap pertumbuhan kesempatan kerja di
Propinsi DKI Jakarta pariode 1996-2004. Hasil analisis menyimpulkan bahwa pada
periode 2001-2004 pertumbuhan kesempatan kerja Propinsi DKI Jakarta lebih tinggi
jika dibandingkan pada periode 1996-2000, dengan begitu pelaksanaan kebijakan
otonomi daerah di DKI Jakarta menunjukkan pengaruh positif terhadap pertumbuhan
kesempatan kerja. Kesamaan dengan penelitian ini adalah keduanya menganalisis
dampak pemberlakuan otonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja, dan perbedaanya terletak pada metode analisisnya.
Lubis (2008) mengkaji pencapaian tujuan pokok Millenium Development
Goals
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kesempatan kerja di
Propinsi Banten periode 1996-2005. Hasil kajian dan analisis menunjukkan bahwa
terdapat tiga hal yang mendukung pencapaian MDGs tersebut yaitu pertama, bahwa
pada masa pelaksanaan otonomi daerah, laju pertumbuhan ekonomi di Propinsi
Banten cenderung meningkat terutama sektor jasa dan industri. Kedua, dari sisi
pemerataan pendapatan bahwa di Provinsi Banten, distribusi pendapatan cukup
merata di tiap daerah yaitu 0,20-0,35. Ketiga, dari sisi pertumbuhan kesempatan kerja
adalah bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan kesempatan kerja
adalah investasi (t-3), PDRB (t-1), permintaan tenaga kerja (t-1), indeks pendidikan
(t-1), tingkat upah nominal (t-1) dan dummy otonomi daerah. Sektor yang paling
banyak menyerap investasi adalah sektor industri. Sektor perdagangan, hotel dan
restoran merupakan sektor yang mengalami penguatan selama otonomi daerah,
sementara sektor pertanian merupakan sektor yang lebih padat karya. Perbedaan
dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian Lubis (2008) selain menitikberatkan
kepada dampak otonomi daerah terhadap kesempatan kerja di Banten, juga mengkaji
dampak otonomi daerah terhadap pencapaian MDGs yang memiliki tujuan dan
hakekat yang relatif sama dengan otonomi daerah.
2.7. Kerangka Pemikiran Operasional
Kebijakan
otonomi
daerah
yang
dimulai
pada
tahun
2001
telah
memperlihatkan dampak di beberapa daerah yang menjalankannya, salah satunya
adalah provinsi Sumatera Utara. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat
mendukung kemajuan dan pembangunan daerahnya masing-masing dengan
mengoptimalkan segala potensi daerah yang dimiliki. Kemajuan ekonomi yang dapat
didukung oleh pemberlakuan otonomi daerah salah satunya adalah di bidang
ketenagakerjaan.
Dengan
otonomi
diharapkan
masalah-masalah
di
bidang
ketenagakerjaan misalnya keterbatasan kesempatan kerja dapat ditangani oleh
pemerintah
daerah,
sehingga
diharapkan
mampu
meningkatkan
penciptaan
kesempatan kerja.
Jika melihat kondisi kesempatan kerja di Sumatera Utara setelah
pemberlakuan otonomi daerah didapat bahwa kesempatan kerja cenderung
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kesempatan kerja sebelum otonomi
daerah. Selain itu, jika dibandingkan dengan kesempatan kerja nasional, kesempatan
kerja di Sumatera Utara lebih rendah pada masa berlakunya otonomi daerah.
Masalah tersebut perlu dikaji lebih dalam untuk mengetahui penyebab
terjadinya penurunan kesempatan kerja di Sumatera Utara, sehingga melalui
penelitian ini dilakukan analisis lebih lanjut kepada faktor-faktor yang berpengaruh
signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja di provinsi Sumatera Utara.
Variabel-variabel yang diduga adalah investasi, Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), indeks pendidikan, angkatan kerja, tingkat upah riil dan otonomi daerah
sendiri yang dijadikan sebagai dummy. Dengan hipotesis bahwa semua variabel yang
diduga akan memberikan pengaruh yang positif. Teknik estimasi dilakukan dengan
metode Ordinary Least Square (OLS) dengan data berupa panel data, untuk menilai
tingkat signifikansi dari variabel yang diduga, kemudian diakhiri dengan interpretasi
(implementasi) hasil estimasi. Adapun kerangka pemikiran operasional dalam
penelitian ini adalah :
Masalah :
Kesempatan Kerja di Sumatera Utara lebih
rendah pada masa otonomi daerah
dibandingkan sebelum otonomi daerah
Angkatan
Kerja
Investasi
PDRB
Analisis
Permintaan
Tenaga Kerja
Indeks
Pendidikan
Tingkat
Upah
Otonomi
Analisis OLS
Implikasi Penelitian
= ruang lingkup analisis
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder dari
variabel-variabel ekonomi yang digunakan dalam model penelitian. Data sekunder
yang digunakan berupa data panel yaitu data yang dibagi menjadi dua bagian yaitu
data cross section dan time series. Data time series sebanyak sepuluh tahun yaitu
tahun 1994-2007, dan data cross section sebanyak sembilan yang digolongkan dalam
kelompok sektor ekonomi, yaitu sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri
pengolahan, listrik, gas dan air minum, konstruksi/bangunan, perdagangan, hotel dan
restoran, pengangkutan dan komunikasi, jasa keuangan dan persewaan serta sektor
jasa-jasa lainnya.
Sumber data diperoleh dari berbagai instansi dan media terkait dengan data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun instansi dan media yang dimaksud
adalah Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (DEPNAKERTRANS), perpustakaan
yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian dan media internet.
3.2. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
secara kuantitatif yaitu dengan metode OLS (Ordinary Least Square), untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kesempatan kerja di
Provinsi Sumatera Utara. Teknik analisis dan estimasi model dengan menggunakan
data panel yang diolah dengan menggunakan software Eviews 4.1dan Microsoft
Excel.
3.3. Metode Pendugaan Model
3.3.1. Teknik Estimasi Model Menggunakan Data Panel
Data Panel (pooled data) atau yang disebut juga sebagai data longitudinal
merupakan kombinasi antara data time-series dan cross-section. Data time-series
merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan urutan waktu, seperti setiap hari,
setiap minggu, setiap bulan, setiap semester, setiap tahun, dan seterusnya. Sedangkan
data cross-section merupakan data dari beberapa observasi yang dikumpulkan pada
satu waktu yang sama. Metode data panel merupakan suatu metode yang dapat
digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika
hanya menggunakan data time-series maupun cross-section (Gujarati, 2003).
Sebagai contoh, untuk membuat model profitabilitas sebuah perusahaan
dalam sebuah industri dapat digunakan data cross-section. Namun data cross-section
tidak mampu memperhitungkan terjadinya peningkatan pendapatan perusahaan yang
terjadi akibat perubahan teknologi seiring berjalannya waktu. Dengan menggunakan
data panel, komponen time-series dari data dapat dimasukkan untuk menggabungkan
efek perubahan teknologi pada profitabilitas perusahaan dan menghilangkan masalah
yang timbul pada variabel-variabelnya. Proses mengkombinasikan data cross-section
dan data time-series menjadi data panel disebut pooling (Pindyck, 1998).
Banyak alasan mengapa data panel lebih baik digunakan dalam model-model
regresi dibandingkan data time-series ataupun cross-section, diantaranya menurut
Baltagi dalam Daryanto dan Hafizrianda (2008) adalah :
1. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, daerah, dan
lain-lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah heterogen. Teknik
penaksiran data panel yang heterogen secara eksplisit dapat dipertimbangkan
dalam perhitungan.
2. Kombinasi data time-series dan cross-section akan memberikan informasi yang
lebih lengkap, lebih beragam, kurang berkorelasi antara variabel, derajat bebas
lebih besar dan lebih efisien.
3. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis
dibandingkan studi berulang-ulang dari cross-section.
4. Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak
dapat diukur oleh data time-series atau cross-section, misalnya efek dari upah
minimum regional.
5. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks,
misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi.
6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau
perusahaan karena unit data lebih banyak.
Terdapat tiga metode pada teknik estimasi model menggunakan data panel,
yaitu pooled Ordinary Least Square (OLS), Fixed Effect dan Random Effect. Dari
ketiga metode tersebut akan dipilih model yang terbaik dengan menggunakan uji
Chow dan uji Hausman. Penelitian ini menggunakan metode fixed effect (efek tetap)
berdasarkan hasil pengujian terhadap ketiga model yang telah dilakukan pada saat
estimasi model. Selain itu, asumsi pemilihan model fixed effect ini adalah karena
jumlah data time series (14 tahun) melebihi jumlah cross section (9 unit), maka
penggunaan model yang paling tepat adalah model fixed effect.
3.3.1.1 Metode Pooled OLS
Metode pooled OLS merupakan suatu metode pengkombinasian sederhana
antara data time series dan cross-section dan selanjutnya dilakukan estimasi model
yang mendasar menggunakan kuadrat terkecil sederhana (Ordinary Least Square).
Metode pooled OLS dapat dispesifikasikan ke dalam model berikut :
Ŷit = α + ßXit
Dimana i menunjukkan urutan individu yang diobservasi pada data cross-section,
sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series. Namun, pada metode ini
asumsi yang digunakan menjadi terbatas karena model tersebut mengasumsikan
bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap individu yang
diobservasi. Hal ini menyebabkan variabel-variabel yang diabaikan akan membawa
perubahan pada intersep time-series dan cross-section.
3.3.1.2. Metode Fixed Effect
Masalah yang timbul pada penggunaan metode pooled OLS yaitu adanya
asumsi bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama pada setiap individu
yang diobservasi. Untuk memperhitungkan individualitas dari setiap unit crosssection dapat dilakukan dengan cara menjadikan intersep berbeda pada tiap individu.
Pada metode fixed effect ditambahkan variabel dummy untuk mengubah intersep,
tetapi koefisien-koefisien lainnya tetap sama bagi setiap individu yang diobservasi.
Metode ini dapat dispesifikasi ke dalam model berikut:
Ŷit = α + ßiΧit + γ2W2t + γ3W3t +….+ γNWNt + δ2Zi2 + δ3Zi3 +….+δTZit + εit
Dimana
Wit = 1 untuk individu ke-i, i = 2,…, N
0 untuk lainnya
Zit = 1 untuk period eke-t, t = 2,…., T
0 untuk lainnya
Variabel dummy (N – 1) + (T – 1) ditambahkan ke dalam model dan penambahan
tersebut menghasilkan kolinearitas yang sempurna di antara variabel-variabel
penjelas. Koefisien dari variabel dummy akan mengukur perubahan intersep crosssection dan time-series.
Terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan penggunaan metode
fixed effect. Yang pertama yaitu bahwa penggunaan variabel dummy tidak dapat
mengidentifikasi secara langsung penyebab perubahan garis regresi pada periode dan
individu. Yang kedua yaitu teknik variabel dummy akan mengurangi jumlah derajat
bebas (Pindyck, 1998).
3.3.1.3. Metode Random Effect
Penggunaan variabel dummy pada metode fixed effect masih menghasilkan
kekurangan pada informasi mengenai model. Oleh karena itu kekurangan informasi
tersebut dapat digambarkan melalui komponen galat (disturbance/error term).
Pada metode random effect dimasukkan komponen galat (error term) ke
dalam model untuk menjelaskan variabel prediktor (explanatory variable) yang tidak
masuk ke dalam model, komponen nonlinearitas, hubungan variabel bebas dan
variabel tak bebas, kesalahan ukur saat observasi dilakukan, serta kejadian yang
sifatnya acak.
Metode random effect dapat dispesifikasikan ke dalam model berikut :
Ŷit = α + ßXit + εit
εit = ui + vt + wit
dimana ui ~ N(0, σu2) = komponen galat cross-section
vt ~ N(0, σv2) = komponen galat time-series
wt ~ N(0, σw2) = kombinasi komponen galat time-series dan cross-section.
i menunjukkan urutan individu yang diobservasi pada data cross-section, sedangkan t
menunjukkan periode pada data time-series. Formulasi dari metode random effect
diperoleh dari model fixed effect dengan mengasumsikan bahwa efek rata-rata dari
variabel-variabel time-series dan cross-section yang acak termasuk dalam intersep,
dan deviasi acak dari rata-rata tersebut sama dengan komponen galat ui dan vt. Pada
metode random effect diasumsikan bahwa komponen galat individual tidak
berkorelasi satu sama lain dan tidak ada autokorelasi antara setiap unit cross-section
dan time-series (Pindyck, 1998).
3.3.2. Uji Kesesuaian Model.
Untuk memilih model mana yang paling tepat dalam pengolahan data panel,
maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain :
1. Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan
Pooled Least Square (PLS) atau Fixed Effect (FE). Dalam pengujian ini
dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : Model PLS (Restricted)
H1 : Model FE (Unrestricted)
Penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan F
Statistik seperti yang dirumuskan :
( RRSS
CHOW =
Dimana :
− URSS
)
( N − 1)
URSS
( NT
− N − K )
RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS)
URRS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed)
N = Jumlah Data cross-section
T = Jumlah Data time series
K = Jumlah variabel penjelas
Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F statistik yaitu FN-1,NT-N-K
Jika nilai Chow Statistic (F Stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup
bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang
digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya.
2. Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam
memilih apakah menggunakan model fixed effect model (FEM) atau model
random effect model (REM). Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan
model fixed effect mengandung suatu trade off yaitu hilangnya derajat
kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun penggunaan metode
random effect pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari
setiap komponen galat. Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai
berikut :
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Sebagai dasar penolakan hipotesa nol maka digunakan statistik Hausman dan
membandingkannya dengan chi square.
Statistik Hausman dirumuskan dengan :
m = (β-b) (M0-M1)-1 ~ X2 (K)
dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik
variabel random effect, (M0) adalah matriks kovarians untuk dugaan FEM dan (M1)
adalah matriks kovarian untuk dugaan REM.
Dalam penelitian ini digunakan Model Efek Tetap(Fixed Effect) dikarenakan
beberapa alasan berikut :
1. Asumsi bahwa intersep berbeda antar individu sedangkan koefisien slope
konstan.
2. Asumsi bahwa jumlah data time series lebih besar daripada jumlah data crosssection maka akan dipilih model efek tetap.
3. Berdasarkan hasil pengujian Chow Test bahwa nilai F-statistik lebih besar dari
pada F-tabel, maka model yang digunakan adalah model Efek Tetap (Fixed
Effect).
3.3.3. Perumusan Model Penelitian
Model umum yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan
tinjauan teori terhadap fungsi ekonomi dari tingkat penyerapan tenaga kerja dan hasil
studi dari Lubis (2008) yang menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kesempatan kerja di Banten. Adapun model dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
LogLDit = α0 + β0LogINVit + β1LogPDRBit + β2LogIPit + β3LogAKit + β4LogWit +
β5DMt + ε0
Dimana :
LDit
= Permintaan Tenaga Kerja sektor i tahun t
INVit = Realisasi Investasi sektor i tahun t di Provinsi Sumatera Utara
PDRBit= Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara atas dasar harga
konstan 2000 sektor i tahun t
IPit
= Indeks Pendidikan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Utara sektor i tahun t
AKit
= Jumlah Angkatan Kerja di provinsi Sumatera Utara sektor i tahun t
Wit
= Tingkat Upah Riil provinsi Sumatera Utara sektor i tahun t
DMt
= Dummy otonomi daerah ; t = 1994-2000 ; DM = 0
; t = 2001-2007 ; DM = 1
3.3.4. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah didasarkan pada persamaan
dalam model penelitian ini yaitu koefisien variabel investasi (β0) > 0, koefisien
variabel PDRB (β1) > 0, koefisien variabel indeks pendidikan (β2) > 0, koefisien
variabel angkatan kerja (β3) > 0, koefisien variabel tingkat upah riil (β4) < 0, dan
kofisien variabel dummy otonomi daerah (β5) > 0. Yang artinya variabel investasi,
PDRB, indeks pendidikan, angkatan kerja dan dummy otonomi daerah memberi
pengaruh yang positif terhadap penciptaan kesempatan kerja, sedangkan variabel
tingkat upah riil memberi pengaruh yang negatif terhadap penciptaan kesempatan
kerja.
3.3.5. Uji Hipotesis
Uji hipotesis berguna untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi
yang didapat signifikan (berbeda nyata) atau tidak. Maksud dari signifikan ini adalah
suatu nilai koefisien regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Jika
koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti
untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
Untuk kepentingan tersebut, maka semua koefisien regresi harus diuji. Ada dua jenis
uji hipotesis terhadap koefisien regresi yang dapat dilakukan. Pertama disebut dengan
Uji-F, yaitu digunakan untuk menguji koefisien (slope) regresi secara bersama-sama.
Kedua disebut dengan Uji-t yang digunakan untuk menguji koefisien regresi
termasuk intercept secara individu.
3.3.5.1. Uji Statistik Model Penduga (Uji-F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independent
dalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependent.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji F yaitu perbandingan nilai kritis F
dengan nilai hasil F-hitung. Pengujian pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependent dilakukan melalui pengujian besar perubahan dari variabel
dependent yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independent.
Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut :
A. Perumusan Hipotesis
H0 : β1 = β2 = β3= βk = 0
H1 : Minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol
B. Menghitung nilai Fhitung dan nilai Ftabel
C. Penentuan penerimaan atau penolakan H0
D. Apabila keputusan yang diperoleh adalah nilai Fhitung > Ftabel dimana koefisien
regresi berada di luar daerah penerimaan H0 maka tolak H0. Artinya variabel bebas
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. Jika
Fhitung < Ftabel maka terima H0 artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya.
3.3.5.2. Uji Statistik untuk Masing-masing Variabel (Uji-t)
Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung koefisien regresi secara individu yaitu pengujian
hipotesis dari koefisien regresi masing-masing variabel secara parsial atau terpisah.
Pengujian ini dikenal dengan sebutan Uji-t. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji
apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas secara individu
berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebasnya. Adapun analisis
pengujiannya sebagai berikut :
A. Perumusan Hipotesis
H0 : βi = 0
H1 : βi ≠ 0 ; i = 0,1,2,......,k
k = koefisien slope
dari hipotesis tersebut dapat terlihat arti dari pengujian yang dilakukan yaitu
berdasarkan data yang tersedia, akan dilakukan pengujian terhadap βi (koefisien
regresi populasi), apakah sama dengan nol, yang berarti variabel bebas tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat, atau tidak sama
dengan nol yang berarti variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variabel terikat.
B. Penentuan nilai kritis
Dalam pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi, nilai kritis dapat
ditentukan
dengan
menggunakan
tabel
distribusi
normal
dan
dengan
memperhatikan tingkat signifikansi (α) dan banyaknya sampel (n) yang
digunakan.
t tabel = t (α / 2), (n-k-1)
C. Menghitung nilai t-hitung koefisien variabel independen
t hitung =
βi
Se( β i )
dengan :
βi
= Nilai koefisien regresi atau parameter variabel
Se (βi) = Simpangan baku untuk βi
D. Penerimaan atau penolakan H0
Jika t hitung > t tabel maka tolak H0
Jika t hitung < t tabel maka terima H0
E. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 maka koefisien βi tidak sama
dengan nol yang menunjukkan bahwa βi nyata atau memiliki nilai yang dapat
mempengaruhi nilai variabel dependent.
3.3.5.3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (Goodness of Fit), yang dinotasikan dengan R2, adalah
proporsi variasi dalam Y yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penjelasnya. R2
menunjukkan besarnya pengaruh semua variabel independen terhadap variabel
dependent. R2 memilih range antara 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 maka garis regresi
menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Sedangkan jika R2 bernilai 0 maka garis
regresi tidak menjelaskan variasi dalam Y. Koefisien determinasi dirumuskan sebagai
berikut :
Dimana :
R2 = RSS
TSS
RSS = Jumlah Kuadrat Regresi
TSS = Jumlah Kuadrat Total
Tidak tepatnya titik-titik berada pada garis regresi disebabkan karena adanya
faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap variabel bebas. Bila tidak ada
penyimpangan tentunya tidak akan ada error. Bila hal tersebut terjadi, maka ESS = 0,
yang berarti RSS = TSS atau R2 = 1. Atau dengan kata lain, semua titik observasi
berada tepat di garis regresi. Jadi, TSS sesungguhnya adalah variasi dari data,
sedangkan RSS adalah variasi dari garis regresi yang dibuat.
3.3.6. Evaluasi Model
Evaluasi model dari setiap metode estimasi dilakukan sebagai upaya untuk
menghasilkan model yang efisien, fisibel dan konsisten. Evaluasi model dilakukan
melalui pendeteksian terhadap pelanggaran atau gangguan asumsi model, yaitu
gangguan waktu (time-related diturbance), gangguan antar individu atau antar sektor
ekonomi, dan gangguan akibat keduanya.
3.3.6.1. Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi jika dalam suatu model regresi tak satupun variabel
bebas mempunyai koefisien regresi hasil dari OLS (Ordinary Least Square) yang
signifikan secara statistik, walaupun nilai koefisien determinasi ganda R2 tinggi.
Indikasi multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil t dan F statistik hasil
regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t statistik diduga tidak signifikan
sementara dari hasil F hitungnya signifikan, maka patut diduga adanya
multikolinearitas. Multikolineritas dapat diatasi dengan memberi perlakuan crosssection weights, sehingga t statistic maupun F hitung menjadi signifikan.
3.3.6.2. Autokorelasi
Autokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan dimana kesalahan
pengganggu dalam periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengganggu dari
periode lainnya. Menurut Pyndick (1991) autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi
dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi atau korelasi serial adalah
dengan melihat nilai Durbin Watson (DW) dalam Eviews. Menurut Firdaus dalam
Fitri (2007) untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dapat digunakan ketentuan
sebagai berikut :
Tabel 3. Ketentuan Nilai Durbin Watson
Nilai DW
Keterangan
<1,10
ada autokorelasi
1,10< DW<1,54
tidak ada kesimpulan
1,55<DW>2,46
tidak ada autokorelasi
2,47<DW>2,9
tidak ada kesimpulan
>2,91
ada autokorelasi
Sumber : Firdaus, 2004
Autokorelasi (korelasi serial) ditemukan apabila error dari periode waktu
yang berbeda saling berkorelasi. Pada analisis seperti yang dilakukan pada model,
jika ditemukan autokorelasi, maka model menjadi efisien meskipun tidak bias dan
konsisten. Treatment untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR(1) atau
AR(2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi
yang digunakan.
3.3.6.3. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah suatu keadaan dimana varian dari suatu kesalahan
pengganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel bebas, yaitu :
E(Xi,εi) ≠ 0
Sehingga
Var(εi) ≠ σ2
Ini merupakan pelanggaran salah satu asumsi tentang model regresi linier
berdasarkan metode kuadrat terkecil. Di dalam regresi, asumsi yang digunakan adalah
bahwa Var(εi) = σ2, untuk semua ε, artinya untuk semua kesalahan pengganggu
variannya sama. Pada umumnya heteroskedastisitas terjadi di dalam analisis data
cross-section, yaitu data yang menggambarkan keadaan pada suatu waktu tertentu.
Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien
meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan
meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka hasil regresi akan menjadi
misleading (Gujarati, 1995).
Pendeteksian terhadap pelanggaran asumsi heteroskedastisitas, dilakukan
dengan uji White Heteroscedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan
uji White, dibandingkan Obs* R-Squared dengan X (Chi-Squared) tabel.
Jika
nilai
Obs* R-Squared lebih kecil daripada X (Chi-Squared) tabel, maka tidak ada
Heteroskedastisitas pada model data panel dalam Eviews. Dalam pengolahan data
panel dalam Eviews 4.1 yang menggunakan metode General Least Square (cross
section weights), untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas, adalah dengan
membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistic dengan Sum Squared
Resid Unweighted Statistic. Jika Sum Square Resid Weighted Statistic<Sum Squared
Resid Unweighted Statistic maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk
pelanggaran heteroskedastisitas adalah dengan mengestimasi GLS dengan White
Heteroscedasticity.
IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN SUMATERA UTARA
4.1. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang berada di pulau
Sumatera. Secara astronomis provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat
Indonesia, terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur.
Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah timur
dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi
Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian besar berada
di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias. Pulau-pulau Batu
serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau
Sumatera.
Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas
daerah terbesar adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas 12.163,65 km2 atau
16,97% diikuti Kabupaten Labuhan Batu dengan luas 9.223,18 km2 atau 12,87%
kemudian diikuti Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar
9,23%. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan luas 10,77 km2
atau sekitar 0,02% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak
dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam tiga kelompok wilayah yaitu Pantai
Barat, Daratan Tinggi dan Pantai Timur.
Provinsi Sumatera Utara memiliki iklim tropis, karena terletak dekat garis
khatulistiwa. Ketinggian permukaan daratan provinsi Sumatera Utara sangat
bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut,
beriklim cukup panas bisa mencapai 34,2° C. sebagian daerahnya berbukit dengan
kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah
ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 13,4° C. Sebagaimana provinsi
lainnya di Indonesia, provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan
musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan
September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai
dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.
Potensi daerah yang mendukung peningkatan ekonomi di Sumatera Utara
adalah banyaknya jenis usaha karet, makanan dan minuman. Hal ini sesuai dengan
potensi ekonomi daerah Sumatera Utara yang mengandalkan sektor pertanian,
perkebunan, perikanan maupun kehutanan. Dengan demikian, hasil perkebunan di
provinsi Sumatera Utara dikelola di wilayah sendiri.
4.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan
yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut
merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sekor ekonomi yang
menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Keadaan ekonomi baik
mengalami pertumbuhan atau tidak, akan mempengaruhi investasi. Pertumbuhan
ekonomi akan mengundang investor untuk melakukan investasi yang berdampak
pada peningkatan lapangan pekerjaan sehingga terjadi peningkatan penyerapan
tenaga kerja.
Tabel 4. Laju Pertumbuhan Riil PDRB Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha
Tahun 1994-2006 (Persen)
Kriteria
Sebelum
Otonomi
Daerah
Pada
Masa
Otonomi
Daerah
Tahun _1
_2
_3
_4
1994
7,22
-8,96
7,74
7,95
1995
8,62
8,69
9,23 14,63
1996
8,71
0,72
9,25 13,59
1997
3,77 38,53
8,98 -37,95
1998
-1,82 -17,72 -13,81
4,26
1999
9,91
-2,76
-3,26
3,98
2000 160,19 341,99 239,50 48,32
Ratarata
28,83 40,57 36,06 18,75
2001
3,80 -12,36
4,09 10,70
2002
2,53
-0,50
5,03
7,03
2003
-1,35
4,29
5,42
2,51
2004
3,75 -10,68
5,38
3,09
2005
3,38
6,42
4,76
5,15
2006
2,32
4,17
5,47
3,08
Ratarata
3,05
-2,38
4,83
5,74
Sumber : BPS, 2001-2005
Keterangan:
_1 : Pertanian
_2 : Pertambangan dan Galian
_3 : Industri Pengolahan
_4 : Listrik, Gas dan Air Bersih
_5 : Bangunan
_6 : Perdagangan, Hotel dan Restoran
_7 : Pengangkutan dan Komunikasi
_8 : Keuangan, Persewaan dan Jasa
_9 : Jasa-jasa
Ratarata
_5
_6
_7
_8
_9
4,45 20,15
6,67 14,39
9,30
7,66
6,02
9,34
8,68 12,80
7,95
9,55
12,65
8,76
8,48 10,51
9,56
9,14
8,74
5,53
7,37
5,56
7,76
5,37
-32,66 -12,26 -20,48 -11,36 -19,15 -13,89
26,26
-3,20
6,80
-5,36
13,42
5,09
313,98 219,74 135,49 166,49 278,84 211,61
48,49
2,39
4,64
6,01
7,65
12,96
10,33
35,44
4,16
4,95
2,88
6,11
4,95
6,95
21,86
8,35
12,14
10,45
13,49
10,11
11,91
27,58
4,66
5,59
6,84
6,90
7,15
10,24
43,95
4,28
3,04
11,55
6,16
4,36
7,09
33,50
7,33
5,00
11,08
6,89
6,08
5,29
Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara sebelum berlangsungnya otonomi
daerah cenderung berfluktuasi. Pada tahun 1994-1996 mengalami peningkatan namun
pada tahun 1997 turun mencapai 5,37 persen sebagai akibat dari krisis ekonomi pada
3,34
4,94
5,40
4,65
6,58
6,84
tahun tersebut, bahkan pada tahun
1998 terjadi penurunan yang sangat tajam
mencapai -13,89 persen, tetapi kembali meningkat pada tahun 1999. Akhirnya
peningkatan yang sangat tajam dalm laju pertumbuhan ekonomi adalah pada tahun
2000 mencapai 211,61 persen. Kemudian pada tahun 2001 nilai kontribusi PDRB dan
pertumbuhannya
mengikuti besarnya nilai kontribusi tahun 2000. Rata-rata laju
pertumbuhan riil PDRB Sumatera Utara kurun waktu 2001-2006 adalah 5,29 persen.
Dengan demikian pertumbuhan ekonomi provinsi Sumatera Utara selama
berlangsungnya otonomi daerah semakin membaik dibanding sebelum otonomi
daerah.
Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dalam kurun waktu 2001-2005
mengalami fluktuasi. Sebelum otonomi daerah, penyumbang terbesar dalam
pertumbuhan ekonomi adalah sektor bangunan dengan rata-rata laju pertumbuhan
sebesar 48,49 persen. Sedangkan pada masa otonomi daerah, sektor yang paling
banyak memberikan kontribusi dalam PDRB adalah sektor pengangkutan dan
komunikasi dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 11,08 persen.
4.3. Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara.
Jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumatera Utara pada periode
2001-2004 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001, jumlah penduduk miskin
mencapai 1.972.700 orang dengan persentase 16,74 persen. Kemudian pada tahun
2002, menurun pada jumlah 1.883.890 orang dengan persentase 15,84 persen.
Selanjutnya pada tahun 2003, meningkat kembali pada angka 1.889.400 orang
dengan persentase 15,89 persen, dan pada tahun 2004 menurun kembali pada angka
1.800.100 orang dengan persentase 14,93 persen. Kenaikan jumlah penduduk terjadi
pada daerah pedesaan yang mengalami kenaikan hampir 200.000 orang.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Utara, 2001-2004
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Kota
Desa
Kota + Desa
2001
968,40 1.004,30
1.972,70
2002
698,83 1.185,07
1.883,89
2003
689,62 1.199,77
1.889,40
2004
633,40 1.166,70
1.800,10
Sumber : BPS - Susenas, 2001-2004
Persentase Penduduk Miskin
Kota
Desa
Kota + Desa
8,28 15,49
16,74
13,60 17,55
15,84
13,41 17,78
15,89
12,02 17,19
14,93
4.4. Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara
Tenaga kerja merupakan modal bagi bergeraknya roda pembangunan ekonomi
khususnya dalam upaya pemerintah menanggulangi kemiskinan. Kemakmuran suatu
negara tergantung kepada pemanfaatan tenaga kerja seefektif mungkin. Yang menjadi
fokus perhatian di bidang ketenagakerjaan adalah penduduk usia kerja yang termasuk
ke dalam kelompok angkatan kerja. Oleh karena itu, perubahan dalam kelompok ini
akan mempengaruhi sisi permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Keadaan angkatan kerja di provinsi Sumatera Utara dapat ditunjukkan dalam
Tabel 6. Pada masa sebelum otonomi daerah, keadaaan angkatan kerja cenderung
mengalami peningkatan, demikian juga pada masa berlangsungnya otonomi daerah.
Setiap tahun, dalam periode tahun 1994-2007, jumlah angkatan kerja di provinsi
Sumatera Utara semakin maningkat, dan seiring dengan pertambahan jumlah
angkatan kerja tersebut, jumlah pengangguran juga semakin bertambah. Pada masa
setelah berlakunya otonomi daerah yaitu pada tahun 2001 jumlah pengangguran
meningkat mencapai 47,31 persen, kemudian pada tahun 2002 jumlah pengangguran,
menurun sampai 30,66 persen namun meningkat kembali pada tahun 2003 mencapai
134,34 persen. Pada tahun 2004 menurun kembali mencapai 70,07 persen. Namun
meningkat kembali pada tahun 2005 mencapai 153,45 persen. meningkat sebanyak
2,22 persen, kemudian menurun pada tahun 2003 sebesar 6,12 persen. Peningkatan
terjadi sampai tahun 2006. Jumlah penduduk yang bekerja di Sumatera Utara pada
masa berlakunya otonomi daerah, cenderung mengalami penurunan.
Tabel 6. Jumlah Penduduk 15+ di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2001-2005
Kriteria
Sebelum otonomi daerah
Pada Masa Otonomi
Daerah
Tahun
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
Bekerja
4248286
4489073
4607166
4767465
4652797
4668817
4691870
Menganggur
143664
241510
159349
143364
371058
337448
364633
Jumlah
Angk.Kerja
4391950
4730583
4766515
4910829
5023855
5006265
5056503
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
4788594
4894694
4595268
4501865
4458959
4459647
4257734
537153
372453
861635
257813
653446
655966
533963
5325747
5267147
5456903
5159678
5512405
5515613
5491697
Sumber : BPS, 2001-2005
Provinsi Sumatera Utara memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan
untuk diolah. Pemanfaatan akan potensi dan sumber daya yang dimiliki provinsi
Sumatera Utara dapat membuka kesempatan bagi sejumlah angkatan kerja yang ada,
dengan begitu hal ini akan mengurangi jumlah pengangguran yang semakin
meningkat. Sektor-sektor perekonomian memiliki peran untuk mengolah seoptimal
mungkin potensi yang tersedia di Sumatera Utara, dengan demikian sektor-sektor ini
memberikan kontribusi terhadap perekonomian, dengan telah menyediakan
kesempatan kerja bagi masyarakat, karena untuk mengolah sumber daya tersebut,
akan dibutuhkan tenaga sumber daya manusia, mengingat Indonesia masih
didominasi oleh sektor usaha yang padat karya.
Perkembangan pertumbuhan kesempatan kerja di Provinsi Sumatera Utara per
Sektor tahun 1996-2005 akan ditunjukkan pada Gambar 8. Berdasarkan gambar
tersebut bahwa pertumbuhan kesempatan kerja pada tahun 1996-2000, yaitu sebelum
otonomi daerah menunjukkan tingkat yang berbeda-beda pada setiap sektor ekonomi.
Sektor ekonomi yang menunjukkan pertumbuhan yang sangat fluktuatif adalah sektor
listrik, gas dan air bersih. Pada tahun 1997, pertumbuhan kesempatan kerja sebesar
121,74 persen. Namun pada tahun 1998, sektor ini mengalami pertumbuhan yang
menurun jika dibandingkan dengan tahun 1997 yaitu sebesar 45,54 persen. Kemudian
pada tahun 1999-2000, mengalami pertumbuhan yang semakin menurun bahkan
mencapai pertumbuhan yang negatif, yaitu masing-masing sebesar -50,77 dan -100.
Setiap sektor ekonomi menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif pada periode tahun
tersebut.
Periode setelah otonomi daerah, yaitu pada tahun 2001-2005, bahwa
pertumbuhan kesempatan kerja tetap menunjukkan fluktuasi yang cukup tajam.
Fluktuasi pertumbuhan ini tidak hanya pada sektor listrik, gas dan air bersih seperti
pada saat sebelum otonomi daerah, namun sektor keuangan, persewaan dan jasa juga
mengalami fluktuasi pertumbuhan yang tajam. Kemudian diikuti dengan sektor
pertambangan dan galian. Pada tahun 2001, pertumbuhan kesempatan kerja yang
cukup tinggi berasal dari sektor listrik, gas dan air bersih. Pada tahun 2002 pada
sektor keuangan, persewaan dan jasa. Namun pada tahun 2003 hampir pada setiap
sektor ekonomi, pertumbuhannya bernilai negatif kecuali sektor pertanian. Kemudian
pada tahun 2004, sektor listrik, gas dan air bersih kembali memimpin. Namun pada
tahun 2005, sektor bangunan memiliki pertumbuhan kesempatan kerja yang tertinggi
% Pertumbuhan TK
dibanding sektor lain.
280
255
230
205
180
155
130
105
80
55
30
5
-20
-45
-70
-95
-120
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Pertanian
Industri Pengolahan
Bangunan
Pengangkutan dan Komunikasi
Jasa-jasa
Pertambangan dan Penggalian
Listrik, Gas dan Air Bersih
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Keuangan, Persew aan dan Jasa
Sumber : BPS, Sumatera Utara dalam Angka 1996-2005 (diolah)
Gambar 7. Persentase Pertumbuhan Kesempatan Kerja per Sektor di Sumatera
Utara (1996-2005)
Jika dilihat dari sisi penanaman modal, bahwa sektor industri pengolahan
adalah sektor yang paling banyak menyerap investasi. Namun berdasarkan gambar
diatas bahwa pertumbuhan permintaan tenaga kerja di sektor ini, tidak begitu
signifikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sektor industri di provinsi Sumatera
Utara lebih padat modal dibandingkan dengan sektor lain.
4.5. Perkembangan Investasi di Provinsi Sumatera Utara
Kebijakan otonomi daerah dapat mempengaruhi beberapa faktor dalam hal
ketenagakerjaan untuk mendukung peningkatan pertumbuhan kesempatan kerja.
Salah satu aspek yang dipengaruhi yaitu tingkat investasi. Investasi merupakan
langkah awal kegiatan produksi. Dengan demikian, investasi berarti langkah awal
kegiatan pembangunan. Untuk itu, dibutuhkan strategi kebijakan ekonomi yang dapat
membuat suatu iklim yang menggairahkan bagi investor untuk melakukan
penanaman modal di Provinsi Sumatera Utara. Salah satu kebijakan yang
menunjukkan wujud keseriusan pemerintah dalam membangun iklim investasi yang
menggairahkan adalah dengan perbaikan infrastruktur. Misalnya bandara Polonia
yang sudah termasuk bandara internasional, selain itu juga pelabuhan Belawan
dimana pelabuhan ini akan dijadikan sebagai jalur perdagangan baik antar pulau
bahkan antar negara. Pembangunan bandara maupun pelabuhan ini tentunya akan
memacu peningkatan investasi dalam jangka panjang dan sangat membantu
meningkatkan perekonomian provinsi Sumatera Utara.
Perkembangan investasi provinsi Sumatera Utara sebelum otonomi daerah,
jika dilihat per sektor ekonomi, bahwa sektor yang paling banyak menyerap investasi
adalah sektor industri pengolahan dimana pada tahun 1999, sektor ini dalam
penyerapan investasi mencapai nilai realisasi sebesar US$ 2.419.230.000. Sedangkan
penurunan investasi yang cukup drastis di sektor ini terjadi pada tahun 1997 yaitu
hanya dapat menyerap sebesar US$ 16.690.000, dimana penurunan ini adalah akibat
terjadinya krisis berkepanjangan pada tahun tersebut.
Tabel 7. Nilai Realisasi Investasi (PMA dan PMDN) Provinsi Sumatera Utara,
1994-2007 (satuan Juta US$)
Tahun INV_1 INV_2 INV_3 INV_4 INV_5 INV_6 INV_7 INV_8 INV_9 Total
1994
20,01
0
173,5
0
0
7,27
6,5
0
3,2 210,48
1995 130,67
0 607,15
0
0
0
3,05
0
0 740,87
1996 179,02
0 216,36
0
0
0
21,14
50,28
3,88 470,68
1997
41,95
0
16,69
0
2,22 19,21
7,61
32,5
0 120,18
1998 157,46
14,4 213,92
0
0 44,85
4,15
0
3,46 438,24
1999
78,56
15,3 2419,23
0
0
0 114,91
3,05
0 2631,05
2000
54,49
0
50,17
0
0
6,43
0
124,5
0 235,59
2001
13,37 25,47 520,02
0
0
0
0
98
0 656,86
2002
0
0
64,45
0
0
4,98
31,23
114,5
0 215,16
2003
27,06
0 868,87
0
0,96
28,2
73,89
0
0 998,98
2004
52,91
25 582,59
5,15
0
7,03
5,33
70,42
41,96 790,39
2005 247,66
23 382,03
0
0
6,09
0,24
25,6
1,59 686,21
2006 261,13
31 342,07
0
0
6,21
4,34
0
2,49 647,24
2007 273,41
35 354,08
0
0
7,12
4,53
0
2,65 676,79
Sumber : BKPM, 1994-2007 (Diolah)
Keterangan:
_1 : Pertanian
_2 : Pertambangan dan Galian
_3 : Industri Pengolahan
_4 : Listrik, Gas dan Air Bersih
_5 : Bangunan
_6 : Perdagangan, Hotel dan Restoran
_7 : Pengangkutan dan Komunikasi
_8 : Keuangan, Persewaan dan Jasa
_9 : Jasa-jasa
Pada masa berjalannya otonomi daerah yaitu sejak tahun 2001, sektor industri
pengolahan tetap memimpin dalam hal penyerapan investasi dibandingkan dengan
sektor-sektor ekonomi lainnya, meskipun tingkatnya mengalami fluktuasi setiap
tahun. Investasi tertinggi di sektor ini terjadi pada tahun 2003 sebesar US$
868.870.000, sedangkan yang terendah di sektor ini terjadi pada tahun 2002 sebesar
US$ 64.450.000.
4.6. Tingkat Pendidikan.
Tingkat pendidikan angkatan kerja termasuk faktor yang mempengaruhi
kondisi kesempatan kerja. Secara umum tingkat pendidikan angkatan kerja di
Sumatera Utara dapat ditunjukkan pada Gambar 9.
Berdasarkan data tahun 1994-2007 sebagian besar tingkat pendidikan tertinggi
penduduk angkatan kerja Sumatera Utara adalah Sekolah Dasar (SD), kemudian
diikuti dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sedangkan angkatan kerja yang
memiliki tingkat pendidikan tertinggi diploma dan sarjana hanyalah sebagian persen
dari total angkatan kerja, dan masih tergolong sedikit. Hal ini mengindikasikan
bahwa kualitas pendidikan angkatan kerja di Sumatera Utara masih tergolong rendah.
1800000
1600000
1400000
1200000
1000000
800000
600000
400000
200000
0
1994
1995
1996
1997
1998
1999
SD
SLTP
2000
SLTA
2001
D I/II
2002
2003
2004
2005
2006
D III/Universitas
Sumber : BPS, 1994-2007 (Diolah)
Gambar 8. Tingkat Pendidikan Angkatan K di Provinsi Sumatera Utara
(1994-2007)
2007
Pada sisi lain, dengan semakin meningkatnya pendidikan penduduk, efek
multipliernya diharapkan dapat meningkatkan angka melek huruf atau sebaliknya
menurunkan jumlah penduduk yang buta huruf. Karena hal ini merupakan salah satu
indikator semakin cerdasnya penduduk. Dengan kemampuan membaca dan menulis
(melek huruf) akan memperluas kesempatan menyerap pengetahuan dan informasi
lebih banyak.
Tabel 8. Persentase Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan
Kemampuan Membaca dan Menulis, 1994-2007 (Persen)
Kemampuan Membaca dan Menulis
Tahun
Dapat Membaca dan Menulis
1994
94,64
1995
95,29
1996
94,85
1997
95,37
1998
96,34
1999
96,37
2000
96,37
2001
96,37
2002
96,74
2003
96,60
2004
97,21
2005
96,64
2006
96,80
2007
97,00
Sumber : Susenas dalam BPS, 2001-2005.
Tidak Dapat Membaca dan Menulis
5,36
4,71
5,15
4,63
3,66
3,63
3,64
3,63
3,25
3,40
2,80
3,36
3,20
3,00
Penduduk provinsi Sumatera Utara sebagian besar memiliki kemampuan
membaca dan menulis (ditunjukkan dalam Tabel 8). Namun berdasarkan pendidikan
terakhir yang ditamatkan, kualitas pendidikan penduduk Sumatera Utara masih
tergolong rendah. Jumlah penduduk provinsi Sumatera Utara sebelum otonomi
daerah rata-rata 95,6 persen. Sedangkan pada masa otonomi daerah jumlah penduduk
Sumatera Utara yang memiliki kemampuan baca tulis semakin meningkat dengan
rata-rata 96,76 persen. Untuk pemerataan kesempatan pendidikan sangat dibutuhkan
ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, diantaranya gedung
sekolah yang layak, buku-buku pelajaran, perpustakaan serta tenaga pendidik (guru).
4.7. Upah Riil
Upah merupakan salah satu indikator penting untuk melihat tingkat hidup
pekerja. Upah riil merupakan tingkat upah yang menggambarkan kemampuan tingkat
upah seseorang pekerja berdasarkan kebutuhannya. Berdasarkan Tabel 9. bahwa upah
riil Sumatera Utara mengalami peningkatan setiap tahun.
Tabel 9. Tingkat Upah Riil Provinsi Sumatera Utara 1994-2007 (Rupiah)
Tahun
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber : Depnakertrans, 2001-2005.
Tingkat Upah Riil
97500
109200
138000
151000
174000
210000
254000
340500
464000
471500
483900
494100
537000
600000
Sebelum berlangsungnya otonomi daerah (1994-2000), rata-rata tingkat upah
riil Sumatera Utara adalah 161.950 rupiah, sedangkan pada masa otonomi daerah
(2001-2007) tingkat upah riil Sumatera Utara adalah rata-rata
484.400 rupiah.
Sehingga tingkat upah riil meningkat pada masa pemberlakuan otonomi daerah. Upah
riil diperoleh berdasarkan deflasi upah nominal dengan indeks harga konsumen (IHK)
yang telah memperhitungkan tingkat kebutuhan penduduk secara umum. Dengan
demikian, peningkatan upah riil tersebut menggambarkan peningkatan kemampuan
daya beli dari upah pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Transformasi Data dan Uji Kesesuaian Model
5.1.1. Transformasi Data
Data yang digunakan dari setiap variabel ditransformasi. Transformasi yang
dilakukan adalah dalam bentuk logaritma natural untuk memudahkan dalam
interpretasi hasil pengolahan data dengan menyamakan satuan dari setiap variabel.
Dalam pentransformasian data ke dalam bentuk logaritma natural, diberi perlakuan
khusus terhadap data yang tidak memungkinkan untuk ditransformasi ke dalam
bentuk logaritma natural. Perlakuan yang diberikan yaitu dengan menambah data
sebesar 1 (satu) satuan sehingga dapat dilakukan pentransformasian ke dalam bentuk
logaritma natural. Adapun data yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
transformasi adalah data investasi yang dimana sebagian datanya berniali 0. Namun
semua data dari setiap variabel dilakukan pentransformasian dengan menambahkan 1
(satu) satuan kecuali data dari variabel dummy otonomi daerah. Pentransformasian
tidak akan mengubah slope data, hanya menggeser data dan tidak mempengaruhi
esensi data tersebut sehingga dapat dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap variabel
dependentnya
5.1.2. Uji Kesesuaian Model
Uji kesesuaian model yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk
memilih model yang paling tepat yang akan digunakan dalam estimasi. Uji yang
digunakan adalah uji chaw test dan uji hausman test. Adapun model yang paling tepat
digunakan dalam penelitian ini adalah model fixed effect dengan pengujian sebagai
berikut :
5.1.2.1. Uji Chow Test
Berdasarkan hasil uji Chow Test bahwa penelitian ini tidak melakukan
estimasi dengan menggunakan metode pooled OLS. Hasil uji Chow Test adalah
sebagai berikut dengan hipotesis :
H0 : Model PLS (Restricted)
H1 : Model Fixed Effect (Unrestricted)
Chow Statistic (F stat) > F tabel, maka tolak H0
Chow Statistic (F stat) < F tabel, maka terima H0
( RRSS
CHOW =
=
− URSS
)
( N − 1)
URSS
( NT
− N − K )
( 198,69-51,61)
(9-1)
51,61
(9x10-9-6)
=
18,385
0,688
Fhit
= 26,72
Ftabel
= F(8,75)
= 2,06
Hasil Chow Test dari metode pooled OLS dan metode fixed effect
menghasilkan nilai F-hitung sebesar 26,72. Sedangkan nilai F-tabel yang diperoleh
adalah sebesar 2,06. Oleh karena itu nilai F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel.
Sehingga dapat disimpulkan untuk menolak hipotesa nol (H0) yang berarti
dibandingkan dengan metode pooled OLS, metode fixed effect lebih sesuai dijadikan
sebagai metode pengestimasian model.
5.1.2.2. Uji Hausman Test
Dasar statistik kedua pemilihan model yang tepat untuk mengestimasi faktorfaktor yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja adalah dengan Uji Hausman
(Hausman Test). Berdasarkan Uji Hausman maka didapatkan nilai statistik hausman
sebesar 27, 36467 > Х2 tabel = 12,592 dengan nilai probabilitas (P-Value) sebesar
0,000139 yang berarti tolak hipotesis untuk memilih model efek acak (random
effect).
5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penciptaan Kesempatan Kerja
di Sumatera Utara
5.2.1. Hasil Estimasi Model
Metode fixed effect merupakan metode yang paling sesuai untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja. Hasil estimasi
dengan menggunakan fixed effect model dapat dijelaskan pada Tabel 1. Berdasarkan
nilai probabilitas F-statistik sebesar 0,000 pada selang kepercayaan 95 persen (taraf
nyata 5 persen) menunjukkan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat sehingga model penduga sudah layak
untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Adapun variabel-variabel yang
berpengaruh nyata terhadap penciptaan kesempatan kerja di Sumatera Utara adalah
investasi, Produk Domestik Regional Bruto, tingkat upah riil, dan dummy otonomi
daerah. Sedangkan variabel yang tidak signifikan pada selang kepercayaan 95 persen
adalah angkatan kerja dan indeks pendidikan.
Tabel 10. Hasil Estimasi Fungsi Kesempatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara
Menggunakan Model Efek Tetap dengan Pembobotan (cross segtion
weigths) dan White Heteroskedasticity, α = 5 % (0,05)
Variable
Coefficient
INV
-0,010744
PDRB
0,318189
IP*
0,292285
AK*
-0,244216
W
-0,099209
DM
-0,387740
R-squared
Durbin-Watson stat
F-statistic
Prob(F-statistic)
Sum Squared Resid Weighted
Sum Squared Resid Unweighted
Std. Error
0,004521
0,046854
0,365679
0,239101
0,039656
0,076138
t-Statistic
-2,376799
6,791010
-0,799292
-1,021393
2,501711
-5,092571
Prob.
0,0192
0,0000
0,4258
0,3093
0,0138
0,0000
0,998920
1,914772
7330,973
0,000000
51,61689
99,69507
Ket : * = variabel yang tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Menurut Gujarati, 1995 bahwa kesesuaian model dengan kriteria statistik
dilihat dari hasil uji koefisien determinasi (R2), uji F dan uji t. Secara ekonometrik,
model harus sesuai dengan asumsi klasik yang artinya harus terbebas dari gejala
multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Hasil estimasi menunjukkan
bahwa nilai R-Squared (R2) atau koefisien determinasi sebesar 0,99 yang
menunjukkan bahwa 99 persen keragaman permintaan tenaga kerja di provinsi
Sumatera Utara dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya sedangkan sisanya dijelaskan
oleh variabel lain di luar model.
Multikolinearitas tercermin dengan melihat hasil probabilitas t-statistik dalam
regresi. Berdasarkan hasil estimasi tidak terdapat multikolinearitas, dimana terdapat
empat variabel dari enam variabel penjelas yang signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Untuk ada atau tidaknya autokorelasi, berdasarkan hasil estimasi tidak ditemukan
masalah autokorelasi dimana nilai Durbin Watson (DW) adalah 1,91 berkisar antara
1,55-2,46. Untuk kriteria ekonometrika yang ketiga adalah mendeteksi adanya gejala
heteroskedastisitas. Setelah data panel diolah dengan memberikan perlakuan White
Heteroscedasticity maka didapat nilai Sum Square Resid Weighted Statistic < Sum
Square Resid Unweighted Statistic (51,61<99,69). Ini menunjukkan adanya gejala
heteroskedastisitas, namun dengan memberi perlakuan Cross Section Weights dan
White Heteroscedasticity dalam mengestimasi model, maka heteroskedastisitas dapat
diabaikan.
Berdasarkan Tabel 1. variabel investasi (INV), Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), tingkat upah riil (W), dan dummy otonomi daerah (DM) memiliki
nilai probabilitas lebih kecil dari α (taraf nyata 5 persen). Sesuai dengan hipotesis H0 :
β = 0, H1: β ≠ 0. Jika t-statistik < α maka tolak H0 yang berarti bahwa variabel
tersebut memiliki β ≠ 0 atau berpengaruh nyata. Sedangkan untuk pengujian Fstatistik, hipotesa awal yang dirumuskan adalah, H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-statistik yang diperoleh yaitu
0,000, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa untuk α = 0,005, maka tolak H0
karena F-statistik < α. Secara bersama-sama koefisien regresi tidak sama dengan nol.
Dengan demikian variabel-variabel independent secara bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap variabel dependennya.
5.2.2. Interpretasi Model
Berdasarkan hasil estimasi model didapat bahwa tidak semua variabel bebas
berpengaruh nyata terhadap penciptaan kesempatan kerja di Sumatera Utara. Adapun
variabel-variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) pada taraf nyata α = 5 persen
adalah investasi (INV), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tingkat upah riil
(W), dan dummy otonomi daerah (DM). Sedangkan variabel yang tidak signifikan
adalah angkatan kerja (AK) dan indeks pendidikan (IP).
Variabel investasi (INV) berpengaruh secara nyata pada taraf nyata 5 persen
dengan koefisien -0,010 yang artinya jika terjadi kenaikan investasi sebesar 1 persen,
maka akan mengurangi penciptaan kesempatan kerja sebesar 1 persen, Cateris
paribus. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin
meningkatnya
investasi,
akan
meningkatkan
penciptaan
kesempatan
kerja.
Ketidaksesuaian yang terjadi ini diindikasikan dengan investasi di Sumatera Utara
yang lebih bersifat padat modal dan untuk investasi tersebut dibutuhkan tenaga kerja
yang berkualitas, sementara di lapangan menunjukkan bahwa kondisi kualitas tenaga
kerja masih tergolong rendah. Dengan begitu hal ini belum mampu mendorong
penciptaan kesempatan kerja di Sumatera Utara. Berkaitan dengan pelaksanaan
otonomi daerah, dimana dengan otonomi daerah ini semakin banyaknya daerah di
kabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang ingin memekarkan diri. Dengan
melihat kondisi ini, bukan suatu kondisi yang kondusif bagi investor untuk
melakukan investasi di Sumatera Utara, karena menunjukkan adanya tanda-tanda
ketidakstabilan sistem birokrasi pemerintahan yang akan dilalui oleh para investor
jika ingin berinvestasi di Sumatera Utara.
Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah signifikan pada
taraf nyata 5 persen dengan koefisien 0,318 yang artinya jika terjadi kenaikan PDRB
sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan penciptaan kesempatan kerja sebesar 31
persen, Cateris paribus. Sesuai dengan teori ekonomi makro bahwa dengan
tumbuhnya ekonomi diperlukan tambahan input khususnya tenaga kerja dengan
begitu permintaan akan tenaga kerja semakin meningkat yang kemudian diharapkan
dapat menciptakan kesempatan kerja.
Variabel tingkat upah riil (W) adalah signifikan pada taraf nyata 5 persen
dengan koefisien -0,099 yang artinya jika terjadi kenaikan tingkat upah riil sebesar 1
persen, maka akan mengakibatkan penurunan penciptaan kesempatan kerja sebesar 9
persen, Cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan tenaga kerja yaitu
semakin tinggi tingkat upah dari tenaga kerja maka semakin berkurang permintaan
terhadap tenaga kerja tersebut, demikian sebaliknya. Selain faktor tersebut adalah
karena peningkatan upah riil secara terus menerus akan menyebabkan ekonomi biaya
tinggi bagi pengusaha untuk menggaji karyawan, dengan ekonomi biaya tinggi ini,
maka pengusaha tidak akan mampu meningkatkan output dengan maksimal.
Sehingga hal ini akan menyebabkan perekonomian tidak meningkat.
Variabel dummy otonomi daerah berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5
persen dengan koefisien sebesar -0,387 yang artinya pada masa berlangsungnya
otonomi daerah, kesempatan kerja justru mengalami penurunan sebesar 38 persen,
Cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah belum
mampu mendorong kreativitas daerah provinsi Sumatera Utara untuk menciptakan
peluang kesempatan kerja bagi masyarakat Provinsi Sumatera Utara. Hal ini
dikarenakan oleh pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Utara tidak didukung oleh
beberapa hal, diantaranya sistem organisasi kepemerintahan yang tidak efektif dan
efisien karena alokasi anggaran lebih banyak digunakan kepada kegiatan-kegiatan
yang sifatnya tidak produktif, misalnya persoalan pemekaran wilayah yang
merupakan isu-isu yang saat ini sangat hangat di Sumatera Utara, sehingga
pemerintah daerah tidak fokus mengalokasikan anggarannya untuk memecahkan
masalah-masalah lain yang sangat dibutuhan pemecahannya, termasuk masalah di
bidang ketenagakerjaan yang telah lama menjadi masalah pokok di Sumatera Utara.
Jika dilihat dari sisi sarana dan prasarananya, tidak mendukung tujuan pemberlakuan
otonomi daerah itu sendiri untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mendorong
pembangunan ekonomi, sehingga pembangunan ekonomi ini tidak mampu juga
mendorong terciptanya kesempatan kerja.
Variabel indeks pendidikan (IP) tidak berpengaruh nyata terhadap penciptaan
kesempatan kerja di Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan kualitas pendidikan
angkatan kerja di Sumatera Utara masih tergolong rendah yaitu sebagian besar
berpendidikan Sekolah Dasar, karena tingkat pendidikan yang rendah cenderung tidak
memiliki keterampilan yang memadai untuk dipekerjakan di sektor-sektor
perekonomian.
Secara
teori
bahwa
peningkatan
jenjang
pendidikan
akan
mempengaruhi permintaan pengusaha akan tenaga kerja, karena jenjang pendidikan
seseorang yang semakin tinggi berarti menunjukkan bahwa seseorang tersebut
memiliki keterampilan yang memadai untuk dipekerjakan. Kemudian kemajuan
jenjang pendidikan tersebut sangat didukung oleh tersedianya fasilitas-fasilitas
pendidikan. Namun di Sumatera Utara sendiri masalah ketersediaan fasilitas
pendidikan merupakan suatu penghambat untuk menunjang pendidikan tersebut di
atas, misalnya kekurangan tenaga pengajar. Oleh karena itu banyak penduduk
Sumatera Utara yang memilih untuk mengaktualisasikan dirinya ke luar daerah
dengan harapan dapat berkompetisi dan berhasil di berbagai bidang profesi dan tidak
kembali lagi ke daerah asalnya. Dengan begitu jelas bahwa tingkat pendidikan belum
mampu mendorong penciptaan kesempatan kerja di Sumatera Utara. Variabel
angkatan kerja (AK) tidak berpengaruh nyata terhadap penciptaan kesempatan kerja.
Secara teori jumlah angkatan kerja yang masuk ke dalam pasar kerja akan terserap
oleh lapangan usaha yang tersedia apabila lapangan usaha yang tersedia melebihi
jumlah angkatan kerja. Namun karena kondisi angkatan kerja di Sumatera Utara
selalu melebihi kesempatan kerja yang tersedia, maka peningkatan jumlah angkatan
kerja tidak mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja.
Penelitian ini mendukung hasil penelitian dari Ardiansyah (2004) dalam
penelitiannya tentang penciptaan sektor-sektor perekonomian di Kota Jambi sebelum
dan pada masa otonomi menyimpulkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah
seluruh sektor ekonomi di Kota Jambi penciptaannya meningkat. Akan tetapi setelah
adanya otonomi daerah seluruh sektor ekonomi mengalami penciptaan yang lambat.
Jambi kalah bersaing dengan kabupaten yang lain.
Hasil penelitian ini berbeda dari hasil analisis dari beberapa peneliti terdahulu
mengenai otonomi daerah, diantaranya hasil penelitian dari Lubis (2008) dengan
menggunakan
metode
panel
data
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja di Provinsi Banten sebelum otonomi
daerah. Pada penelitian Lubis (2008) tersebut bahwa otonomi daerah mampu
memberikan dampak yang positif terhadap penciptaan ekonomi provinsi Banten
termasuk juga mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja di Banten.
Berbeda dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa otonomi daerah belum
mampu mendorong penciptaan kesempatan kerjanya sekalipun mampu meningkatkan
penciptaan ekonomi. Kesamaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian dari Lubis
(2008) adalah bahwa faktor-faktor yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan
kerja yaitu investasi, PDRB, tingkat upah riil dan dummy otonomi daerah, namun
tidak memiliki pengaruh yang sama. Berdasarkan penelitian ini, investasi, tingkat
upah riil dan dummy otonomi daerah memiliki pengaruh yang negatif sementara
PDRB memiliki pengaruh yang positif. Sedangkan penelitian Lubis menunjukkan
bahwa faktor yang berpengaruh positif adalah investasi, PDRB, dan dummy otonomi
daerah. Sementara indeks pendidikan dan tingkat upah memiliki pengaruh yang
negatif. Selain itu penelitian ini berbeda juga dengan hasil penelitian dari Lestari
(2006) yang meneliti dampak otonomi daerah terhadap penciptaan kesempatan kerja
di Provinsi DKI Jakarta yang juga menyimpulkan bahwa otonomi daerah
mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja di Provinsi DKI Jakarta.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Secara
umum
kondisi
perekonomian
Sumatera
Utara
pada
masa
berlangsungnya otonomi daerah sudah menunjukkan perubahan yang membaik jika
dibandingkan dengan sebelum pemberlakuan otonomi daerah. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi (PDRB) yang mengalami peningkatan
setiap tahun. Namun jika dilihat dari sisi ketenagakerjaan, otonomi daerah belum
mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja.
Berdasarkan hasil estimasi model diperoleh bahwa model yang digunakan
sudah dapat menggambarkan keragaman dalam kesempatan kerja, yang ditunjukkan
dengan nilai R2 sebesar 0,99 dan signifikansi empat variabel dari enam variabel yang
diduga. Keempat variabel tersebut yang berpengaruh nyata terhadap penciptaan
kesempatan kerja di provinsi Sumatera Utara adalah investasi, PDRB, tingkat upah
riil dan dummy otonomi daerah, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh nyata
terhadap penciptaan kesempatan kerja adalah angkatan kerja dan indeks pendidikan.
PDRB memberikan pengaruh yang positif terhadap penciptaan kesempatan kerja di
Sumatera Utara, karena dengan meningkatnya PDRB akan memicu peningkatan
terhadap tenaga kerja untuk
dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sementara investasi memberi pengaruh yang negatif terhadap penciptaan kesempatan
kerja karena di Sumatera Utara investasi lebih banyak terserap oleh sektor-sektor
usaha yang lebih berorientasi padat modal. Sehingga investasi tidak mendorong
permintaan terhadap tenaga kerja. Variabel tingkat upah riil memberikan pengaruh
yang negatif terhadap penciptaan kesempatan kerja karena peningkatan upah riil
secara terus menerus akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi bagi pengusaha,
dengan begitu peningkatan upah riil justru akan menurunkan permintaan akan tenaga
kerja. Faktor dummy otonomi daerah memiliki pengaruh yang negatif, sehingga dapat
disimpulkan bahwa otonomi daerah belum mampu mendorong penciptaan
kesempatan kerja di Sumatera Utara, karena tidak efektifnya sistem pemerintahan dan
rendahnya tingkat kualitas sumber daya manusia (SDM) aparat pemerintahan di
provinsi Sumatera Utara.
Variabel angkatan kerja
tidak berpengaruh nyata terhadap penciptaan
kesempatan kerja karena kondisi angkatan kerja di Sumatera Utara selalu melebihi
kesempatan kerja yang tersedia. Variabel indeks pendidikan tidak berpengaruh nyata
terhadap penciptaan kesempatan kerja karena kualitas pendidikan angkatan kerja di
Sumatera Utara masih tergolong rendah, sementara pengusaha lebih membutuhkan
tenaga kerja dengan kualitas pendidikan tinggi karena dianggap memiliki
keterampilan yang cukup memadai.
6.2. Saran
Penciptaan kesempatan kerja di Sumatera Utara sangat dipengaruhi oleh
tingkat pertumbuhan ekonomi dalam hal ini PDRB. Oleh karena itu pemerintah
daerah provinsi Sumatera Utara perlu mengoptimalkan segala potensi di sektor-sektor
perekonomian
sehingga
dapat
terus
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi ini dapat terus ditingkatkan dengan meningkatkan investasi.
Berdasarkan tinjauan ekonomi bahwa kondisi investasi di Sumatera Utara adalah
lebih padat modal sehingga diperlukan usaha dari pemerintah daerah Sumatera Utara
untuk mendorong investasi di sektor-sektor yang bersifat padat karya, sehingga
mampu menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak.
Agar tingkat upah mampu meningkatkan penciptaan kesempatan kerja,
pemerintah daerah Sumatera Utara diharapkan dapat memberi intervensi dalam hal
ini, misalnya dengan menetapkan tingkat upah minimum pekerja (UMR), dengan
begitu kebijakan ini akan berpihak baik kepada pengusaha maupun pekerja. Sehingga
dengan tingkat upah yang mampu melindungi para pengusaha, akan mendorong
permintaan pengusaha akan tenaga kerja yang berarti kesempatan kerja semakin
meningkat, dan pekerja akan terlindungi dengan tingkat upah minimum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
Terkait dengan pemberlakuan otonomi daerah, diharapkan pemerintah lebih
mengefektifkan sistem pemerintahan daerah dengan menempatkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas di pemerintahan daerah agar mampu melaksanakan
tugas kepemerintahan dengan efektif. Selain itu diharapkan pemerintah daerah
Sumatera Utara perlu meningkatkan pembangunan di bidang sarana dan prasarana,
agar mampu mendukung percepatan pembanguan ekonomi.
Perlunya melakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan penciptaan
kesempatan kerja untuk menganalisis faktor-faktor lain yang mempengaruhi
penciptaan kesempatan kerja, misalnya faktor kenaikan harga, faktor jumlah impor,
dan lain sebagainya faktor-faktor yang diduga berpengaruh sehingga dapat diketahui
faktor-faktor lain di luar faktor-faktor pada penelitian ini, yang pada akhirnya
menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menanggulangi masalah
ketenagakerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah. 2004. Analisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Jambi
sebelum dan pada masa otonomi. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Badan Pusat Statistik, 1994-2007. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
__________. 2005. Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Sumatera Utara 1996-2005.
Badan Pusat Statistik, Jakarta.
__________. 2005. Statistik Upah Provinsi Sumatera Utara. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.
Bellante, D dan Jackson, M. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pratama Rahardja [Terjemahan].
Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2005. Nilai Realisasi Investasi per Sektor
Sumatera Utara 1996-2005.
Daryanto dan Hafizrianda. 2008. Analisis Regresi Lanjutan. IPB Press, Bogor.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I, 1994-2007. Situasi Produktivitas
Tenaga Kerja. Depnakertrans, Jakarta.
__________. 2007. Profil Sumber Daya Manusia Indonesia. Depnakertrans, Jakarta.
__________. 2007. Konsep Penanggulangan Pengangguran. Depnakertrans, Jakarta.
Dumairy, M A. 1996. Perekonomian Indonesia. Edisis Kelima. Yati Sumiharti.
Erlangga, Jakarta.
Fatih, A A. 2004. Menyoroti Problem Ketenagakerjaan Dewasa Ini. Jurnal Ekonomi
Ideologis. www.jurnal-ekonomi.org.
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. PT. Bumi Aksara,
Jakarta.
Gujarati, D N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hiil, New York
Haris, S. 2005. Desentralisai dan Otonomi Daerah. LIPI Press, Jakarta.
Hardiyanto, G. 2003. Otonomi Daerah dan Tantangan Kelestarian Sumberdaya Alam.
[Jurnal]. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
International Labor Office. 2007. Tren Ketenagakerjaan Global. [Jurnal].
Kaho. 1997. Pembangunan Sumber Daya Manusia di Era Otonom. UIP, Jakarta.
Kompas. 2005. Investasi di Sumut Hingga Triwulan Pertama Nol Persen. Edisi Sabtu
13 Agustus 2005. www.kompas.com.
Lestari. 2006. Analisis pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap pertumbuhan
kesempatan kerja di Propinsi DKI Jakarta pariode 1996-2004. [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lipsey, R G, et al. 1997a. Pengantar Makroekonomi. Jilid 2. Agus Maulana,
penerjemah. Binarupa Aksara, Jakarta.
Lubis, R R. 2008. Kajian Pencapaian Tujuan Pokok Millenium Development Goals
dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kesempatan Kerja di
Provinsi Banten. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LPEM FEUI. 2005. Ringkasan Eksekutif Pemantauan Iklim Investasi di Indonesia.
Laporan
dari
Survei
Pertengahan
Mei
2005.
http:www.lpem.org/wp/Ringkasan_Eksekutif_Responden-B.Indo.pdf.
Mankiw, N G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Yati Sumiharti. Erlangga,
Jakarta.
Nasution, B. 2006. Peran Hukum Dalam Pengembangan Daerah Otonom. [Jurnal].
Universitas Asahan ke-X, Asahan.
Nicholson, W. 2002. Mikroeconomi Intermediate and Application. Edisi Kedelapan.
Ign Bayu Mahendra, Abdul Azis, penerjemah. Erlangga, Jakarta.
Pasaribu, H B. 2002. Puncak Krisis Ketenagakerjaan. Suara Karya. Ambon. [email protected].
Peraturan Pemerintah Nomor 38. 2007. Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, Jakarta.
___________________Nomor 19. 2005. Standar Nasional Pendidikan, Jakarta.
Pindyck, R S. dan Daniel L. Rubinfeld. 1998. Econometric Models and Economic
Forecasts. Fourth Edition. McGraw-Hiil, Singapore.
Pospos, P L R. 2002. Pelaksanaan Otonomi Daerah Tidak Seperti Yang Diharapkan.
http:www.bp.org/wp/Pelaksanaan_Otonomi_Daerah.pdf.
S, Mulyadi. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan.
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Squire, Lyn. 1978. Kebijaksanaan Kesempatan Kerja di Negeri-negeri Sedang
Berkembang. Pustaka Bradjaguna dan UI-Press, Jakarta.
Supriyati, Saptana dan Sumedi. 2003. Dinamika Ketenagakerjaan dan Penyerapan
Tenaga Kerja di Pedesaan Jawa. [Jurnal], Bogor.
Tambunan. 2001. Pelaksanaan Otonomi Daerah Sebagai Wujud Efektifitas Sistem
Pemerintahan Daerah. Erlangga, Jakarta.
Todaro, M P dan Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi
Kedelapan. [Terjemahan]. Erlangga, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 25. 1997. Tentang Ketenagakerjaa, Jakarta.
______________Nomor 20. 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta.
Waspada Online. 2007. Banyak Investor Hengkang dari Sumut. Edisi Jumat 6 Juli
2007. www.waspadaonline.com.
Zulfiyandi. 2006. Otonomi Daerah dan Tantangan Pembinaan Ketenagakerjaa. Warta
Ketenagakerjaan. Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Estimasi Menggunakan Model Fixed Effect.
Dependent Variable: LOG(LD?)
Method: GLS (Cross Section Weights)
Date: 09/13/08 Time: 16:53
Sample: 1994 2007
Included observations: 14
Number of cross-sections used: 9
Total panel (balanced) observations: 126
One-step weighting matrix
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable
Coefficient
LOG(INV?)
LOG(PDRB?)
LOG(IP?)
LOG(AK?)
LOG(W?)
DM?
Fixed Effects
_1--C
_2--C
_3--C
_4--C
_5--C
_6--C
_7--C
_8--C
_9--C
-0.010744
0.318189
-0.292285
-0.244216
0.099209
-0.387740
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Log likelihood
Durbin-Watson stat
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Durbin-Watson stat
Std. Error
0.004521
0.046854
0.365679
0.239101
0.039656
0.076138
t-Statistic
-2.376799
6.791010
-0.799292
-1.021393
2.501711
-5.092571
Prob.
0.0192
0.0000
0.4258
0.3093
0.0138
0.0000
12.52584
7.537490
10.56909
7.691387
10.31512
11.49830
10.52872
8.769183
11.35328
Weighted Statistics
0.998920 Mean dependent var
0.998783 S.D. dependent var
0.681922 Sum squared resid
3.639530 F-statistic
1.914772 Prob(F-statistic)
Unweighted Statistics
0.824194 Mean dependent var
0.802020 S.D. dependent var
0.947710 Sum squared resid
2.200932
37.08798
19.55055
51.61689
7330.973
0.000000
11.89493
2.129929
99.69507
Lampiran 2. Hasil Hausman Test
Alpha (α)
Chi-Square (X2)
Nilai H
P-Value
0,05
12,592
27, 36467
0,000139
Download