Tinjauan Pustaka PATOGENESIS TERKINI AKNE VULGARIS Irma Bernadette Simbolon Sitohang Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ABSTRAK Akne vulgaris (AV) termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri,dan akhir-akhir ini digolongkan sebagai penyakit kronis. Sebagian besar ditemukan di segala usia pada semua kelompok etnis,merupakan peradangan kronis folikel pilosebasea yang penyebabnya multifaktor. Te lah diketahu i b ahwa terd apa t e mpa t p atog ene sis ya ng san gat be rpe nga ruh da n saling berinteraksi pada timbulnya AV, yaitu meningkatnya produksi sebum, hiperkornifikasi duktus pilosebasea, kolonisasi mikroflora kulit terutama P. acnes dan proses inflamasi serta respons imun, dengan manifestasi klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus dan kista. Saat ini, berbagai penelitian berbasis kultur sel yang telah dilakukan memberikan informasi terkini tentang peran lipid sebum dan mediator-mediator inflamasi,misalnya PPAR (peroxisome proliferator activated receptor ) yang berperan dalam mengatur produksi sebum, atau penelitian yang melaporkan korelasi sitokin dalam menimbulkan komedo, yaitu bahwa terjadi peningkatan IL-1 pada komedo, menimbulkan pemikiran adanya ekspresi IL-1 oleh keratinosit folikular. Dilaporkan pula bahwa keratinosit mengekspresikan toll-like receptors (TLRs) yang berperan dalam inflamasi pada akne. Studi lain menemukan bahwa proses inflamasi sudah terjadi sejak awal lesi akne terbentuk dan memiliki pola yang menyerupai hipersensitivitas tipe IV. Dengan perubahan pengertian tentang pe rke mba nga n a kne pa da tin gka t mole kula r tersebu t mena warkan ha rap an dalam penatalaksanaan AV yang lebih optimal.(MDVI 2011; 38/3:149 - 152) Kata kunc i: Ak ne vu lgaris,produksi se bum,h iperk ornifikasi duk tus pilosebase a,ko lonisasi P.acnes,proses imun ABSTRACT Korespondensi : Jl. Diponegoro No. 71, Jakarta Telp. 021-31935383 Email: [email protected] 149 Acne vulgaris (AV) is a self-limiting disease, and recently was classified as a chronic disease. This disease can be found in all ages and ethnic groups, a chronic inflammation of the pilosebaceous follicle with multifactorial cause. There are four known pathogenesis that influence and interact with each other to cause AV, which are the increased production of sebum, hypercornification of the pilosebaceous ducts, colonization of the skin microflora especially the P acnes, and inflammatory process and immune response, with clinical manifestations such as blackheads, papules, pustules, nodes, and cysts. Currently, various cell culture-based studies have provided information on the role of sebum lipids and inflammatory mediators, such as PPAR (peroxisome proliferator activated receptor) that plays a role in regulating the production of sebum. Another study reported the correlation of cytokines IL-1 alpha and blackheads, that suggested IL-1 alpha expression by follicular keratinocytes. It was also reported that keratinocytes express toll-like receptors (TLRs) that play a role in inflammation in acne. Another study found that the inflammatory process has started since the acne lesions were formed and the pattern resembles type IV hypersensitivity. With the changing understanding of the development of acne on the molecular level, more optimal AV treatments are offered.(MDVI 2011; 38/3:40 - 43) Keywords: Acne vulgaris,sebum production,hypercornification of the pilosebaceous ducts, colonization P acnes, immune response Irma Bernadette PENDAHULUAN Akne vulgaris (AV) termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited disease), 1 sebagian besar ditemukan di segala usia pada semua kelompok etnis, 2 merupakan peradangan kronis folikel pilosebasea yang penyebabnya multifaktor dengan manifestasi klinis berupa komedo, papul, pustul, nodus dan kista. 1,3 Meskipun penyebab AV masih belum diketahui dengan pasti, namun telah dikemukakan beberapa etiologi yang diduga terlibat, terdiri atas faktor intrinsik yaitu genetik, ras, hormonal serta faktor ekstrinsik berupa stres, iklim/suhu/kelembaban lingkungan, kosmetik, diet dan obat-obatan.3 Hampir 85% populasi berusia 12-25 tahun mengalami akne dengan berbagai variasi gambaran klinis.Meskipun AV bukanlah penyakit yang dapat mengancam jiwa, namun akne memiliki pengaruh besar pada kualitas hidup dan kehidupan sosial ekonomi seseorang.Tidak kurang dari 15-30% pasien akne membutuhkan terapi medis sehubungan dengan tingkat keparahan dan keadaan klinis yang dialami, dan sebanyak 2-7% di antaranya mengalami jaringan parut pasca akne.2 Berdasarkan laporan kunjungan pasien poliklinik divisi Dermatologi Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, jumlah kunjungan pasien AV pada tahun 2010 mencapai 2489 kali kunjungan, dengan jumlah kasus baru mencapai 756 pasien (30.37%). Jumlah kasus baru terbanyak ditemukan pada kelompok usia 15-24 tahun, sebanyak 354 pasien.4 Berbagai temuan dalam beberapa tahun terakhir memungkinkan pemahaman yang lebih baik mengenai patogenesis AV, sehingga diharapkan tata laksana akne akan lebih optimal. Patogenesis terkini Akne Vulgaris dan secara in vivo sebum tidak berperan sebagai antibakteri atau anti jamur. Peningkatan sekresi sebum merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan lesi akne.5 Androgen berperan pada perubahan sel sebosit dan sel keratinosit folikular yang menyebabkan terbentuknya mikrokomedo yang akan berkembang menjadi lesi inflamasi dan komedo.3 Sel sebosit dan keratinosit folikular memiliki mekanisme selular yang dibutuhkan guna mencerna hormon androgen, yaitu 5-a-reduktase (type 1) serta 3b & 7b hidroksisteroid dehidrogenase. Enzim-enzim tersebut terdapat pada sel sebosit basal yang belum berdiferensiasi. Dengan berjalannya waktu, sel sebosit mengalami diferensiasi kemudian terjadi ruptur dengan melepaskan lipid ke dalam duktus pilosebasea. Diferensiasi sel sebosit tersebut dimulai dengan hormon androgen yang mengikat reseptor androgen pada inti sel sebosit, selanjutnya akan menstimulasi transkripsi gen dan diferensiasi sebosit.1,3 Pada pasien akne, produksi sebum umumnya dihubungkan dengan respons unit pilosebasea masingmasing lokasi yang tidak sama, peningkatan androgen sirkulasi, atau keduanya. Sebagai contoh distribusi lesi akne terutama pada wajah, dada dan punggung, meskipun kadar androgen dalam sirkulasi tidak berubah.3 Pasien AV baik pria maupun wanita akan memproduksi sebum lebih banyak dari orang normal, namun komposisi sebum tidak berbeda, kecuali penurunan kadar asam linoleat yang bermakna. Jumlah sebum yang diproduksi sangat berhubungan dengan tingkat keparahan AV.3 Dengan ditemukan PPAR (peroxisome proliferator activated receptor) pada tahun 1990 merupakan awal pemahaman proliferasi peroxisome yang mengontrol metabolisme lipid sebum,diantaranya sebum jaringan kulit manusia. Pada sebuah studi terhadap sebosit manusia didapatkan PPAR berperan dalam mengatur produksi sebum. Penemuan ini diduga dapat berperan dalam strategi terapi akne.6 PATOGENESIS Hiperkornifikasi duktus pilosebasea Gollnick & Cunliffe (2003) menyebutkan empat patogenesis yang paling berpengaruh pada timbulnya AV, yaitu: 1. Peningkatan produksi sebum, 2. Hiperkornifikasi duktus pilosebasea, 3. Kolonisasi mikroflora kulit, terutama P.acne, 4. Proses inflamasi. 3 Peningkatan produksi sebum Pada pasien akne, ukuran folikel sebasea dan jumlah lobul tiap kelenjar umumnya bertambah. Ekskresi sebum berada di bawah kontrol hormon androgen. Kelenjar sebasea mulai berkembang akibat stimulus hormon tersebut kira-kira pada individu usia 7-8 tahun.3 Sebum merupakan komponen terbesar lemak permukaan kulit,diduga tidak bertindak sebagai pelindung Pada keadaan normal, sel keratinosit folikular akan dilepaskan satu persatu ke dalam lumen dan kemudian diekskresi. Pada akne terjadi hiperproliferasi sel keratinosit, dan sel tidak dilepaskan secara tunggal sebagaimana keadaan normal.3 Perubahan awal yang terjadi pada folikel pilosebasea berupa perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Sel stratum korneum infrainfundibulum menjadi lebih banyak mengandung desmosom, tonofilamen, butir keratohialin, dan lipid, tetapi mengandung lebih sedikit butir-butir lamelar, sehingga stratum korneum lebih tebal dan lebih melekat. Akibatnya terjadi penyumbatan saluran folikular yang akan menyebabkan timbulnya mikrokomedo, yang merupakan prekursor komedo dan lesi inflamasi pada AV.3 150 MDVI Hiperproliferasi sel keratinosit folikular menyebabkan terbentuknya lesi primer akne,mikro komedo, 1 lesi mikroskopis yang tidak terlihat dengan mata telanjang. Dengan berjalannya waktu folikel akan terisi dengan lipid, bakteri dan fragmen-fragmen sel. Pada akhirnya secara klinis terdapat lesi non-inflamasi (open/closed comedo) atau lesi inflamasi, yaitu bila P.acnes berproliferasi dan menghasilkan mediator-mediator inflamasi.3 Beberapa laporan mencoba menerangkan terjadinya deskuamasi abnormal pada pasien akne. Penelitian imunohistokimiawi memperlihatkan peningkatan proliferasi keratinosit basal dan diferensiasi abnormal sel-sel keratinosit folikular .3 Penyebab hiperproliferasi keratinosit dan meningkatnya adhesi antar sel sampai saat ini masih belum diketahui.Hormon androgen diduga berperan menstimulasi hiperproliferasi keratinosit folikular. Dihydrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang paling poten berperan dalam proses ini.3 Dibandingkan dengan keratinosit lain, keratinosit folikular menunjukkan peningkatan aktivitas 17bhidroksisteroid dan 5a-reduktase, sehingga menyebabkan stimulasi produksi DHT.1,7 Asam linoleat merupakan asam lemak esensial yang terdapat di kulit. Kadar asam linoleat ditemukan menurun pada kulit pasien AV dan kembali normal pasca terapi isotretinoin. Kadar asam yang rendah akan menginduksi hiperproliferasi keratinosit folikular dan pembentukan sitokin pro-inflamasi.1,8 Studi imunohistokimia menunjukkan bahwa kadar rendah asam linoleat menyebabkan peningkatan kecepatan proliferasi sel basal dan diferensiasi abnormal keratinosit di dinding folikel rambut.3 Studi terkini mencoba untuk melihat korelasi sitokin dalam menimbulkan komedo. Ingham dkk. melaporkan bahwa terjadi peningkatan IL-1a pada komedo, menimbulkan pemikiran adanya ekspresi IL-1a oleh keratinosit folikular.1,3 Kolonisasi mikroflora kulit, terutama P.acnes Propionibacterium acnes (PA) merupakan mikroorganisme utama yang ditemukan di daerah infrainfundibulum dan PA dapat mencapai permukaan kulit dengan mengikuti aliran sebum. P.acnes akan bertambah banyak seiring dengan meningkatnya jumlah trigliserida dalam sebum yang merupakan nutrisi bagi PA. P.acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi pada AV dengan menghasilkan faktor kemotaktik dan enzim lipase yang akan mengubah trigliserida menjadi asam lemak bebas.3 Studi terbaru menemukan bahwa keratinosit mengekspresikan toll-like receptors (TLRs), regulator utama respons pejamu terhadap infeksi9 sebagai implikasi proses imun yang terjadi. Secara in vivo ditemukan ekspresi TLR-2 dan TLR-4 meningkat pada epidermis pasien akne.Secara in vitro ekspresi TLR-2 dan TLR-4 pada 151 Vol. 38 No. 3 Tahun 2011; 149 - 152 keratinosit manusia, peningkatan ekspresi dan sekresi matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) yang berperan pada inflamasi ditemukan beberapa jam pertama inkubasi dengan fraksi bakteri. Keadaan tersebut membuktikan bahwa P.acnes menginduksi ekspresi TLR yang kemudian dalam mekanismenya berperan dalam inflamasi pada akne. 10 Dugaan bahwa AV dapat dipicu oleh faktor stres psikososial masih terus diteliti. Masahiko Toyoda (2003) melakukan penelitian untuk mencari keterlibatan faktor neurogenik pada kulit yaitu berbagai neuropeptida,enzimenzim yang mendegradasi neuropeptida dan faktor-faktor neurotropik yang diduga berhubungan dengan patogenesis inflamasi pada akne. Studi imunohistokimia tersebut menunjukkan bahwa serabut saraf substance P (SP)-immunoreactive terletak berdekatan dengan kelenjar sebasea dan neutral endopeptidase (NET) diekspresikan pada sel-sel germinativum glandula sebasea pada kulit pasien akne. Faktor pertumbuhan saraf menunjukkan imunoreaktivitas hanya pada sel-sel germinativum. Ada dugaan SP menginduksi ekspresi faktor pertumbuhan saraf pada kelenjar sebasea melalui sitokin-sitokin proinflamasi. Temuan tersebut menyimpulkan bahwa SP diduga menstimulasi proses lipogenesis pada glandula sebasea yang selanjutnya akan diikuti dengan proliferasi P.acnes sehingga memicu reaksi inflamasi via sel mas.11 Proses inflamasi dan respons imun Sebuah studi meneliti apakah proses inflamasi sudah terjadi sebelum atau setelah peristiwa hiperproliferasi. Dengan teknik imunohistokomia yang menggunakan petanda selular,vaskular dan proliferasi sel,dilakukan uji pada biopsi kulit normal dan kulit dengan lesi inflamasi awal pada akne. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflamasi subklinis sudah terjadi pada folikel pilosebasea sebelum terjadi diferensiasi abnormal atau hiperproliferasi,demikian pula halnya dengan makrofag sudah tampak dominan sejak awal perkembangan lesi akne.Studi tersebut menyimpulkan bahwa proses inflamasi sudah terjadi sejak awal pembentukan lesi akne12 dan memiliki pola yang menyerupai hipersensitivitas tipe IV. 9 Sebuah penelitian lain melaporkan bahwa aktivasi sel monosit darah perifer oleh P.acnes secara in vitro menginduksi proses diferensiasi menjadi dua subset sel imun yang berbeda,yaitu sel makrofag CD209+ dan sel dendrit CD1b+ ,yang kemudian secara jelas berperan dalam respons imun terhadap P.acnes. Sel CD209+ lebih efektif dalam memfagosit P.acnes dan menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap bakteri dua kali lebih besar dibandingkan sel-sel CD1b.13 Markus Bohm dkk (2002) melakukan penelitian pada kultur sel sebosit SZ95 (cell-line dari kelenjar sebasea manusia yang immortal) yang mengekspresikan reseptorreseptor melanocyte stimulating hormone(MSH) dengan Irma Bernadette meneliti efek MSH terhadap sekresi IL8. Dilaporkan bahwa dengan terapi IL-1b dihasilkan peningkatan pelepasan IL8 yang nyata dan dikatakan MSH berperan sebagai modulator respons inflamasi pada unit pilosebasea.14 PENUTUP Telah diuraikan mengenai patogenesis terkini AV dari berbagai penelitian berbasis biomolekular yang sampai saat ini masih terus dilakukan. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi dasar penatalaksanaan AV yang lebih optimal dikemudian hari . DAFTAR PUSTAKA 1. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne vulgaris and acneiform eruptions. Dalam: Wolff K,Goldsmith LA,Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008. h. 690-703 2. Zouboulis CC, Eady A, Philpott M,Goldsmith LA, Orfanos C, Cunliffe WC, Rosenfield R.What is the pathogenesis of acne?. Exp Dermatol. 2005; 14: 143–52 3. Gollnick H, Cunliffe W, Berson D, Dreno B, Finlay A, Leyden JJ, et al. Management of acne: a report from a Global Alliance to Improve Outcomes in Acne. J Am Acad Dermatol. 2003; 49(1 Suppl): S1-37 4. Laporan morbiditas akne vulgaris di poliklinik Divisi Dermatologi Kosmetik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Patogenesis terkini Akne Vulgaris Kelamin FKUI/RSCM tahun 2010 [unpublished] 5. Zouboulis CC, Baron JM, Bohm M, Kippenberger S, Kurzen H, Reichrath J, et al. Frontiers in sebaceous gland biology and pathlogy. Exp Dermatol. 2008;17: 542-51 6. Trivedi NR, Cong Z, Nelson AM, Albert AJ, Rosamilia LL,Sivarajah S, et al. Peroxisome proliferator-activated receptors increase human sebum production. J Invest Dermatol. 2006;126: 2002-9 7. Bhambri S, Del Rosso JQ, Bhambri A. Pathogenesis of acne vulgaris: recent advances. J Drugs Dermatol. 2009; 8(7): 6158 8. Zaidi Z. Acne vulgaris—an update on pathophysiology and treatment. J Pak Med Assoc. 2009; 59(9): 635-7. 9. Thiboutot D, Gollnick H, Bettoli V, Dreno B, Kang S, Leyden JJ, et al. New insights into the management of acne: an update from the Global Alliance to Improve Outcomes in Acne group. J Am Acad Dermatol. 2009; 60(5 Suppl): S1-50. 10. Jugeau S, Tenaud I, Knol AC, Jarrousse V, Quereu G, Khammari A, et al. Induction of toll-like receptors by Propionibacterium acnes. Br J Dermatol. 2005;153:1105-13. 11. Toyoda M, Morohashi M. New aspects in acne inflammation. Dermatology. 2003; 206:17-23. 12. Jeremy AH, Holland DB, Roberts SG, Thomson KF, Cunliffe WJ. Inflammatory events are involved in acne lesion initiation. J Invest Dermatol.2003;121: 20-7. 13. Liu PT, Phan J, Tang D, Kanchanapoomi M, Hall B, Krutzik SR,et al. CD209(+) macrophages mediate host defense against Propionibacterium acnes. J Immunol. 2008;180: 4919-23. 14. Bohm M, Schiller M, Stander S, Seltmann H, Li Z, Bezoska T, et al. Evidence for expression of melanocortin-1 receptor in human sebocytes in vitro and in situ. J invest Dermatol. 2002;118; 533-9. 152