1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses manufaktur dapat didefinisikan sebagai penerapan proses fisik dan kimia untuk mengubah geometri, sifat-sifat dan atau penampilan dari suatu material awal dalam pembuatan komponen atau produk; proses manufaktur juga meliputi penggabungan beberapa komponen untuk membuat produk rakitan (Groover, 2001). Proses manufaktur melibatkan kombinasi mesin-mesin, perkakas, tenaga penggerak dan tenaga kerja manual. Dari pandangan ekonomi, proses manufaktur adalah proses pengubahan material menjadi benda (item) yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dengan menggunakan satu atau lebih operasi pemrosesan dan atau operasi perakitan. Kunci utamanya adalah proses manufaktur menambah nilai pada material dengan mengubah bentuknya atau sifatsifatnya atau dengan mengkombinasikan bersama material lain yang juga telah mengalami pengubahan. Proses manufaktur ini sudah berlangsung sejak manusia menciptakan material dan proses untuk menciptakan barang pada jaman Neolitikum (8000 - 3000 SM) hingga akhirnya pada Revolusi Industri (sekitar 1769 - 1830) terjadi perubahan besar dalam cara membuat barang. Muncul industri-industri manufaktur yang terdiri dari perusahaan dan organisasi yang menghasilkan dan atau menyediakan barang dan jasa. Industri dapat dibagi menjadi industri primer, sekunder dan tersier. Industri primer adalah semua yang mengolah dan mengekspolitasi sumber daya alam. Industri sekunder mengubah output dari industri primer menjadi beragam produk. Industri tersier merupakan sektor jasa dan ekonomi. Industri sekunder adalah bagian industri yang banyak dibentuk oleh kelompokkelompok perusahaan pada sektor manufaktur. Tabel 1.1 berisi kode ISIC (International Standard Industrial Classification) untuk berbagai industri pada sektor manufaktur, salah satu diantaranya adalah tekstil. 2 Tabel 1.1. Kode ISIC: International Standard Industrial Classification untuk Berbagai Industri pada Sektor Manufaktur (Groover, 2001) Batik termasuk di dalam industri di bidang tekstil. Batik ialah lukisan atau gambar pada kain mori yang dibuat dengan alat bantu berupa canting, dalam perkembangan selanjutnya untuk mempercepat proses pengerjaan digunakan cap (Prasetyo, 2010). Selain itu, batik bisa mengacu pada dua hal yaitu; 1. Teknik perwarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain (wax-resist dyeing), 2. Kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motifmotif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO) telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada tanggal 2 Oktober 2009. Pada mulanya, batik hanya dikerjakan oleh kaum wanita sebagai pengisi waktu luang sambil menunggu musim tanam/panen. Dengan mulai berkembangnya batik cap pada tahun 1920an, pria mulai ikut berperan dalam pembuatan batik. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu lembar kain batik berukuran 1,05 m x 2,20 m untuk batik tulis yang halus berkisar antara 3 hingga 6 bulan, sedangkan untuk batik cap berkisar antara 1 hingga 3 minggu (Prasetyo, 2010). 3 Seni batik adalah seni yang pada umumnya diturunkan atau diwariskan secara turun temurun terutama pada batik tulis, hal ini dikarenakan alat-alat produksi batik dapat dibawa pulang ke rumah para pembuat batik dan terjadi transfer ilmu secara langsung dari orang tua dalam hal ini ibu pada anak-anak perempuannya. Tidak demikian halnya dengan batik cap, di dalam pembuatan batik cap, harus dikerjakan di tempat, peralatan tidak bisa dibawa pulang seperti halnya pada batik tulis, hal ini menyulitkan adanya transfer ilmu langsung secara turun temurun. Kendala lain yang terjadi saat ini ialah mulai berkurangnya minat generasi muda dalam meneruskan seni maupun usaha batik terutama pada batik cap sehingga semakin berkurangnya SDM di dalam pengembangan maupun dalam produksi batik tradisional ini (Daliyo, 2003). Pada era 1990an muncul pengaruh batik printing atau tekstil dengan motif batik yang berakibat banyaknya pengrajin batik tulis dan cap mengurangi kegiatannnya ataupun menutup perusahaannya (Ramelan, 2008). Masalah kapasitas produksi menjadi masalah utama perusahaan batik nasional. Dengan metode tradisional kapasitas produksi tiap operator cap (tukang cap) amat terbatas, yaitu sekitar 25 meter kain/hari. Penambahan kapasitas dengan menambah jumlah operator juga tidak mudah dilakukan karena diperlukan suatu ketrampilan khusus. Operator yang sudah memiliki kemampuan sebagai tukang cap juga amat langka ditemukan di pasar tenaga kerja, padahal jumlah operator cap merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan kapasitas produksi perusahaan batik. Besar kecilnya perusahaan batik biasanya diukur dengan berapa jumlah operator capnya. Sehingga perlu adanya peningkatan kapasitas produksi pencetakan batik (Wibisono, 2008). Menurut Groover (2001), otomasi dapat didefinisikan sebagai suatu teknologi yang terkait dengan masalah penerapan sistem mekanik, elektronika dan sistem berbasis komputer dengan tujuan pengoperasian dan pengendalian suatu sistem produksi. Suatu teknologi yang digunakan untuk melaksanakan proses atau prosedur kerja tanpa bantuan manusia. Pekerjaan ini dilakukan dengan suatu sistem pengendali untuk menjalankan instruksi-instruksi tersebut. Sejarah otomasi dimulai sejak kira-kira tahun 3200 SM dengan ditemukannya dan dikembangkannya peralatan-peralatan mekanis sederhana seperti roda, lengan pengungkit, mesin pengangkat, cam, ulir, dan lain sebagainya. 4 Alasan penerapan otomasi adalah: 1. untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, 2. untuk mengurangi biaya tenaga kerja, 3. untuk meringankan pengaruh kelangkaan tenaga kerja, 4. untuk mengurangi atau menghilangkan tugas-tugas manual dan kasar, 5. untuk memperbaiki keselamatan kerja, 6. untuk memperbaiki kualitas produk, 7. untuk mengurangi waktu-tunggu (lead-time) manufaktur, dan 8. untuk melaksanakan proses-proses yang tidak dapat dilakukan secara manual. Otomasi sangat mungkin dilakukan pada proses produksi batik terkait masalah yang dihadapi industri batik saat ini. Mesin batik cap otomatis berkendali komputer sudah dikembangkan (Wibisono et al., 2008), mesin ini menggunakan pencekam manual di dalam memasang cap batik. Masalah yang timbul pada penggunaan pencekam manual pada mesin batik cap otomatis ini adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk penggantian dan setting cap batik. 1.2. Rumusan Masalah Penggantian cap batik dilakukan apabila hendak melakukan pengecapan untuk pola/motif batik yang berbeda ataupun untuk mengkombinasikan pola/motif dan warna batik. Cap batik harus dipasang dalam posisi sejajar/tidak miring pada permukaan kain, sehinggap didalam pemasangannya diperlukan waterpas sebagai acuan, dan cap batik harus dipasang sejajar dengan lebar kain agar pola yang dihasilkan tidak miring. Waktu yang dibutuhkan untuk menset sampai pada posisi yang benar bergantung pada kondisi cap, terutama pegangan dan tangkai cap (Perkasa, 2013). Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dikembangkan suatu tool changer otomatis yang dapat mengatasi permasalahan setting tool terutama pada setting posisi cap batik yang benar sebagai acuan pengecapan serta penggantian tool secara otomatis dalam hal ini cap batik pada mesin cap batik otomatis ini tanpa merubah kondisi cap batik yang sudah ada. Bentuk dan kondisi cap batik tetap dipertahankan dengan maksud agar tetap dapat digunakan pada produksi batik tradisional dan dapat digunakan untuk melakukan benchmarking, yaitu membandingkan hasil pengecapan antara produksi batik tradisional dengan produksi batik dyang menggunakan mesin batik cap otomatis. 5 1.3. Asumsi dan Batasan Masalah 1. Batik yang diproduksi adalah batik cap. 2. Pengembangan mesin batik cap otomatis berkendali komputer yang sudah ada dilakukan dengan merancang suatu tool changer otomatis. Dimulai dari proses perancangan, pembuatan, dan pengujian tool changer otomatis ini. 3. Pengujian automatic tool changer ini terkait kinerjanya yaitu dalam melakukan penggantian cap batik, waktu yang diperlukan di dalam penggantian cap batik tersebut dan setting posisi cap batik yang benar sebagai acuan dan hasil pengecapannya. 4. Pengujian pengecapan dilakukan pada tahap ngrengreng, yaitu pengecapan malam pada satu sisi kain batik. 5. Cap batik yang digunakan sebagai referensi adalah cap batik yang pernah atau masih digunakan oleh pengrajin batik cap di Yogyakarta. 6. Kontroller yang digunakan pada tool changer otomatis ini adalah Programmable Logic Controller (PLC) Omron Zen 20C1AR-A-V2 1.4. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum 1. Meningkatkan teknik produksi batik dari produksi manual ke produksi otomatis 2. Meningkatkan kapasitas produksi batik cap b. Tujuan Khusus Merancang suatu tool changer otomatis, menguji kinerja tool changer ini terkait penggantian cap batik secara otomatis, setting acuan posisi cap batik yang benar dalam pengecapan batik cap, waktu penggantian cap batik dan hasil pengecapan rengrengan pada mesin batik cap otomatis berkendali komputer. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan mesin batik cap otomatis dengan merancang tool changer otomatis, mengacu pada mesin batik cap otomatis yang sudah ada sebelumnya. Bagi industri batik, mesin yang akan dikembangkan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi, dan ke depannya dapat mengatasi kelangkaan tenaga kerja. Kebutuhan proses pencetakan yang memakan waktu lama akan dipersingkat dengan penggunaan mesin ini. 6 Pengembangan mesin otomatis ini melibatkan beberapa bidang ilmu di antaranya ilmu mekanik di dalam pengembangan mekanik mesin sampai ilmu elektronika dan mekatronika di dalam pengendaliannya. Desain dan pengembangan mesin batik cap otomatis yaitu pada tool changer otomatis berdasarkan pada cara kerja pencekam manual mesin ini, dengan menggunakan komponen-komponen yang secara umum banyak ditemui.