ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL: PENGARUH UTANG PEMERINTAH

advertisement
ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL: PENGARUH UTANG PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT
HARGA
Dara Andhika P.
Telisa A. Falianty
Abstract
This study aims to analyse the effect of government debt on inflation in Indonesia using
autoregressive lag error correction model based on quarterly data years 1990-2011, The fiscal theory
of price level (FTPL) state that government debt has positive effect on inflation. This study indicates
that in the long-run andb short-run, government domestic debt influences the inflation. The
hypothesis that government domestic debt has inflationary impacts cannot be rejected for the 19902011 period.
Key word: government debt, inflation, FTPL
JEL Classification: E310; H600.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh dari utang pemerintah terhadap tingkat harga
dengan menggunakan model autoregressive distributed lag error correction dan menggunakan data
triwulanan dari periode 1990 hingga 2011.Teori kebijakan fiskal tentang tingkat harga menyatakan
bahwa utang pemerintah berpengaruh positif terhadap tingkat harga. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang maupun jangka pendek utang domestik pemerintah
berperan dalam menentukan tingkat harga atau inflasi.
Kata kunci: utang pemerintah; inflasi; FTPL.
Klasifikasi JEL: E310; H600.
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
PENDAHULUAN
Inflasi diartikan sebagai proses kenaikan tingkat harga secara umum dan terus-menerus.
Kenaikan tingkat harga secara umum dalam ekonomi menurunkan nilai uang. Inflasi adalah kunci
utama indikator makroekonomi suatu negara. Sejak tahun 2005, Bank Indonesia menetapkan sasaran
utamanya yaitu menciptakan kestabilan harga, sehingga diberlakukanlah Inflation Targeting
Framework. Pemberlakukan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia berdasarkan undang-undang tersebut Bank Indonesia menjadi lebih independen
dalam melaksanakan tugas dan tujuannya, dimana kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank
Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan.
Berdasarkan pemikiran klasik, inflasi merupakan fenomena moneter. Teori kuantitas uang
(QTM) yang digagas oleh ekonom klasik menyatakan bahwa adanya hubungan langsung dan
proporsional antara jumlah uang beredar dan tingkat harga. Sehingga kebanyakan ekonom
berpendapat bank sentral pemegang kendali tingkat inflasi melalui kontrol jumlah uang beredar.
Sedangkan belum lama ini muncul teori baru yang menentukan tingkat harga. Leeper (1991),
Woodford(1994,1995), dan Sims (1994) berpandangan bahwa kebijakan fiskal memegang peran
penting dalam menentukan tingkat harga. Teori tersebut bernama fiscal theory of price level (FTPL).
Ketika perekonomian suatu negara menganut rezim non-Ricardian Equivalence, kebijakan fiskal yang
dominan akan menyebabkan tingkat harga dipengaruhi oleh intertemporal budget constraint.
Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal (APBN) yang menjadi bagian dari kebijakan
pengelolaan ekonomi secara keseluruhan. Hal itu sebagai konsekuensi dari postur APBN (yang
mengalami defisit), dimana pendapatan negara lebih kecil dari belanja negara.
Perencanaan anggaran Indonesia sendiri seringnya selalu direncanakan defisit. Data yang
dikeluarkan oleh Direktorat jendral Pengelolaan Utang, Kementrian Keuangan pada Desember 2012
menunjukkan bahwa anggaran Indonesia selalu mengalami defisit, bahkan hingga 2013 nanti sudah
direncanakan defisit. Sepanjang 2008-2013, baik pendapatan negara maupun belanja negara terus
mengalami kenaikan Pendapatan Negara sepanjang tahun 2008 hingga 2012 naik dari 981,6 triliun
rupiah menjadi 1358,2 triliun rupiah. Sedangkan belanja negara naik dari 985,7 triliun rupiah menjadi
1548,3 triliun rupiah. Persentase kenaikan belanja negara sebesar 56,87 persen yang jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan persentase kenaikan pendapatan negara sebsar 38,36 persen secara tidak
langsung menunjukkan bahwa defisit anggaran Indonesia juga meningkat. Sehingga hal tersebut
turut meningkatkan nilai nominal utang sebagai konsekuensi adanya defisit.
Kebijakan pengelolaan utang Indonesia mulai diarahkan pada penggunaan proyek-proyek
yang dapat memberikan nilai tambah besar sehingga rasio utang dalam Produk Domestik Bruto
(PDB) akan semakin kecil meskipun nilai nominalnya tidak mengalami penurunan.
Tabel 1. Rasio Pinjaman Pemerintah
Debt to
GDP ratio
Total Debt
External debt
2003
2
2004
2
2005
2
2006
2
2007
2009
2
2008
1
Q
2
Q
3
Q
4
54.08
51.18
44.07
37.69
36.78
37.97
36.15
34.15
34.08
33.81
27.82
27.63
23.95
18.69
17.69
19.79
19.05
16.93
16.53
16.02
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
Q
Domestic debt
26.26
23.55
20.12
19.00
19.10
18.18
17.10
17.22
17.55
17.78
Sumber: Bank Indonesia
Penurunan rasio pinjaman pemerintah luar negeri lebih besar dibandingkandengan
penurunan pinjaman pemerintah domestik. Hal ini menunjukkan adanya keinginan pemerintah
untuk meningkatkan peran utang domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap utang luar
negeri.
Pengelolaan utang Indonesia sendiri saat ini lebih diarahkan pada peningkatan utang
domestik melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Realisasi SUN ini diharapkan dua per
tiganya berasal dari dalam negeri sedangkan sisanya baru dari luar negeri. Tujuannya sendiri adalah
untuk mengurangi kebergantungan pada utang luar negeri dan juga meningkatkan investasi dalam
negeri. Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Pengelolaan Utang, Kementrian
Keuangan, jumlah nominal SUN sepanjang 2007 hingga 30 November 2012 mengalami peningkatan
hingga lebih dari 70 persen.
Oleh karena penganggaran di suatu negara sering direncanakan defisit, maka kebutuhan
akan utang akan selalu ada dan tidak akan pernah bernilai nol. Sehingga perlu diperhatikan rencana
pengelolaan utang dan pengaruh yang ditimbulkan bagi perekonomian.
Utang sebagai bagian dari kebijakan fiskal ternyata memiliki keterkaitan dengan inflasi.
Fiscal theory of the Price Level (FTPL) menggambarkan aturan kebijakan tingkat harga ditentukan
oleh utang pemerintah, rencana pajak dan pengeluaran saat ini dan yang akan datang tanpa ada
kaitannya dengan kebijakan moneter (Basetto, undate). Teori ini tentunya bertentangan dengan
pandangan kaum moneter yang menyatakan bahwa peredaran uang adalah penentu utama dari
inflasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah FTPL berlaku secara empiris di Indonesia
dengan melihat adanya pengaruh positif utang pemerintah terhadap tingkat harga. Selain itu, untuk
mengetahui juga bagaimana peran jumlah uang beredar. Selanjutnya, penelitian ini ingin melihat
apakah terjadi keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek dari variabel yang diduga
mempengaruhi inflasi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut: (1) variabel utang domestik pemerintah berpengaruh positif terhadap
tingkat harga di Indonesia baik jangka panjang maupun pendek, (2) variabel jumlah uang beredar
berpengaruh positif baik jangka panjang maupun jangka pendek, (3) variabel boneka (krisis) yang
diinteraksikan dengan variabel utang domestik berpengaruh positif terhadap tingkat harga.
Untuk menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat harga di Indonesia,
peneliti menggunakan data time series (runtut waktu) triwulanan dengan mengambil sampel dari
periode 1990 hingga 2011 menggunakan metode autoregressive distributed lag error correction mechanism
(ARDL-ECM). Dengan mengadopsi model yang dikembangkan oleh Kwon et ,al (2006) dan
memasukan variabel boneka yaitu krisis yang diinteraksikan dengan utang domestik pemerintah.
Hasil yang didapat dari penelitian ini menggambarkan bahwa teori fiskal tentang tingkat harga
berlaku di Indonesia.
Penelitian ini terbagi atas beberapa bagian, pertama pendahuluan berupa latar belakang dan
tujuan penelitian, studi terkait, permasalahan atau hipotesis, dan uraian singkat mengenai metode
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
dan hasil yang didapat. Kedua, tinjauan referensi yang menguraikan landasan konseptual dan
penelitian sebelumnya. Ketiga, metode yang berisikan informasi teoritis dam teknis termasuk jenis
dan sumber data. Keempat, hasil dan analisis yaitu pembahasan atas hasil estimasi yang didapatkan.
Kelima, simpulan, dimana memuat kesimpulan dari hasil analisis dan implikasi secara akademis dan
kebijakan.
TINJAUAN REFERENSI
Berbagai macam teori dan model empiris telah digunakan untuk mengeksplor penyebab dan dampak
inflasi. Berdasarkan Quantity Theory of Money, kaum monetaris berpandangan bahwa inflasi
merupakan fenomena moneter.
Sementara dalam Fiscal Theory of Price Level (FTPL) yang dikembangkan oleh Leeper (1991),
Woodford(1994,1995), dan Sims (1994) berpandangan bahwa kebijakan fiskal memegang peran
penting dalam menentukan tingkat harga. Ketika perekonomian suatu negara menganut rezim nonRicardian Equivalence, kebijakan fiskal dominan akan menyebabkan tingkat harga dipengaruhi oleh
kendala anggara antarwaktu (intertemporal budget constraint).
Dalam FTPL, hasil dari kebijakan fiskal dan moneter bergantung pada kebijakan mana yang
memiliki karakteristik yang lebih dominan. Lebih lanjut, konsekuensi dari kebijakan-kebijakan
bergantung pada karakteristik kebijakan yang aktif dan pasif. Jika kebijakan moneter aktif dan
kebijakan fiskal pasif maka kebijakan fiskal mengakomodasi kebijakan moneter. Sebaliknya, ketika
kebijakan moneter pasif dan kebijakan fiskal dominan maka kebijakan moneter mengakomodasi
kebijakan fiskal.
Dijelaskan oleh Sims bahwa persamaan kendala anggaran antarwaktu dan persamaan teori
kuantitas MV=PT1 hubungan kedua persamaanya mengusulkan variabel terikat yaitu p (harga)
sehingga kebijakan fiskal dan moneter bertindak menurut “siapa yang bergerak lebih awal” seperti
kebijakan aktif pasif yang diusulkan Leeper (1991).
Ketika otoritas fiskal lebih dulu menentukan anggaran belanja defisit atau surplus, lalu
memaksa otoritas moneter untuk mencetak uang guna menghindari default, maka kondisi ini
digambarkan sebagai “game of chicken” sehingga inflasi masih merupakan fenomena moneter
(Sargent, 1986). Namun jika salah satu otoritas keberatan untuk menjalankan kebijakan pencetakan
uang (seignorage), maka rasio utang terhadap GDP akan meningkat. Peningkatan ini tentunya akan
berimbas terhadap peningkatan tingkat suku bunga riil atas utang pemerintah sebagai konsekuensi
dari meningkatnya permintaan pasar dan premi yang harus dibayar.
Selanjutnya, Bildirici dan Ersin menganalisa FTPL pada negara Turki. Bildirici dan Ersin
menganalisa FTPL pada negara Turki. Dimulai dari periode 1933 hingga 2004 sesuai dengan metode
kointegrasi Engle-Granger (1987) dan diperluas ke VEC (Vector Error Correction models). Dengan dua
model regresi, model pertama melingkupi efek Inflasi dari utang domestik dengan proses kointegrasi
dan model Engle-Granger, yaitu logaritma alami dari tingkat Inflasi dan utang domestik. Model yang
kedua menginvestigasi aturan umpan balik antara surplus primer per PDB dan utang domestik per
PDB sesuai dengan model VEC.
1
Persamaan MV=PT mewakili teori mainstream yaitu teori kuantitas uang, dimana inflasi selalu dan
dimanapun merupakan fenomena moneter. M adalah jumlah uang beredar, V adalah kecepatan, P
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
Meskipun hipotesis yang menyatakan bahwa utang domestik memiliki dampak terhadap
Inflasi tidak dapat ditolak pada periode 1933-2004, bukti menunjukkan bahwa fiskal dominan
meningkat di Turki setelah tahun 1980 sebagai hasil dari meningkatnya biaya utang. Sementara krisis
ekonomi negatif mempengaruhi kesuksesan kebijakan-kebijakan yang bertujuan pada kestabilan
harga jangka panjang. Hal itu juga sejalan dengan penelitian Kia (2010) membuktikan bahwa faktor
domestik dan asing juga penting menentukan Inflasi di Turki.
Lalu, Kwon, McFarlane dan Robinson (2006) juga pernah melakukan penelitian serupa untuk
membuktikan prediksi dari Sargent dan Wallace (1981) bahwa peningkatan public debt akan
menyebabkan Inflasi di negara-negara yang memiliki utang besar. Hasilnya adalah bahwa hipotesis
di atas hanya berpengaruh terhadap negara-negara yang sedang berkembang yang memiliki utang
yang besar
Di Pakistan, Javed Ahmad, dkk membuktikan bahwa utang domestik dan beban pembayaran
utang domestik positif signifkan mempengaruhi Inflasi. Sementara Tzintos dengan menggunakan
data US menemukan fakta bahwa rasio utang terhadap PDB justru mengurangi dampak
ketidakpastian Inflasi di masa yang akan datang.
Teori yang telah dikemukakan sebelumnya ini kemudian mendorong pada suatu pemikiran
mengenai variabel jumlah uang yang beredar dan utang domestik mempengaruhi tingkat harga.
Dalam FTPL, hasil dari kebijakan moneter dan fiskal yang dijalankan tergantung pada kebijakan
mana yang dominan diterapkan. Jika dalam kombinasi kedua kebijakan tersebut, pemerintah lebih
aktif melaksanakan kebijakan moneter (kebijakan fiskal pasif) maka kebijakan fiskal akan
mengakomodasi kebijakan moneter (regime Richardian). Namun jika kebijakan fiskal yang dijalankan
oleh pemerintah lebih aktif dari kebijakan moneter maka kebijakan moneter yang mengakomodasi
kebijakan fiskal (non-Richardian regime).
METODE
Penelitian ini menggunakan data runtut waktu (time series) triwulanan dimulai dari periode
tahun 1990 hingga tahun 2011. Data diperoleh dari IFS, BI dan Oxford Global Data Services masingmasing yaitu data inflasi menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index
(CPI), data penawaran uang menggunakan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2), data utang
pemerintah menggunakan data utang domestik pemerintah dan variabel boneka yang digunakan
untuk mengidentifikasi adanya perubahan perilaku inflasi ketika memperhitungkan krisis yang
diinteraksikan dengan utang domestik pemerintah.
Dengan menggunakan model yang diadopsi dari Kwon et, al (2006), maka didapatkan
persamaan linier sebagai berikut:
(1)
Persamaan ini merupakan bentuk persamaan jangka panjang dan semua variabel
ditransformasikan menjadi bentuk logaritma karena satuan dari masing-masing berbeda, dimana,
CPI adalah Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) , M2 adalah jumlah uang beredar dalam
arti luas, DDEBT
adalah utang domestik pemerintah, DC adalah variabel boneka krisis, u =
error term, t adalah periode waktu.
Hal yang pertama dilakukan setelah kita mengetahui variabel apa saja yang akan digunakan
adalah menguji stasioneritas. Suatu variabel dikatakan stasioner jika nilai rata-rata dan variansnya
konstan sepanjang tahun waktu dan nilai kovariansnya antara dua periode waktu hanya bergantung
pada selih lag antara dua periode waktu tersebut dan tidak waktu sebenarnya ketika kovarians
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
tersebut dihitung (Gujarati, 2003). Uji stasioneritas ini perlu digunakan untuk menghindari adanya
regresi lancung2. Dalam penelitian ini digunakan uji Augmented Dicky Fuller dan Phillips-Perron
karena diduga terdapat perubahan struktur utang pada waktu krisis.
Data yang bersifat non stasioner ini hanya merupakan indikator bahwa persamaan bisa jadi
memiliki keseimbangan jangka panjang. Menurut Mahyus Ekananda dalam modul ekonometriknya
mengenai Error Correction Model, penggunaan ECM dalam suatu penelitian didasarkan oleh jastifikasi
ekonomi terhadap beberapa hal, yaitu: (i) peneliti ingin melihat apakah terjadi keseimbangan jangka
panjang dalam tren variabel penelitian; (ii) peneliti ingin melihat apakah terjadi penyesuaian atau
koreksi dalam keseimbangan jangka panjang suatu persamaan; (iii) adanya latar belakang secara
teoritis bahwa variabel dalam persamaan memiliki keseimbangan jangka panjang; (iv) adanya
simpangan-simpangan (error) yang terus berlanjut dalam sebuah tren jangka panjang suatu observasi;
atau (v) adanya penyesuaian variabel terhadap tren jangka panjang.
Berdasarkan hal tersebut penelitian ini menggunakan model ARDL-ECM untuk mengetahui
adanya keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek dan untuk mengestimasi variabel dalam
satu langkah. Sehingga persamaan 1 akan dimodifikasi menjadi:
(2)
Model di atas adalah model persamaan jangka pendek.. model tersebut dapat mengkoreksi
kesalahan hingga terjadi keseimbangan di jangka panjang. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji
kointegrasi dengan menggunakan metode bound testing. Metode uji kointegrasi Bounds
diperkenalkan oleh Pesaran (2001) dengan basis teori Engle & Granger (1987), wald test
dipergunakan untuk melihat ada atau tidaknya absensi dalam hubungan jangka panjang antara
variabel dependen dengan variabel independen. Setelah itu dilakukan uji stabilitas menggunakan
CUSUM dan CUSUMQ yang bertujuan untuk melihan kesalahan pada spesifikasi model. Sehingga
apabila model yang diamati tidak stabil diindikasikan dalam periode tersebut terjadi guncangan
(shock) maka perlu dimasukkan variabel boneka.
HASIL DAN ANALISA
Hasil yang diperoleh dari uji stasioneritas, dengan menggunakan ADF test ternyata seluruh
variabel stasioner pada derajat integrasi satu atau I(1). Sedangkan pada uji Phillps-Perron
menunjukkan bahwa terdapat variabel yang stasioner pada level dengan metode tanpa intercept dan
tanpa trend (none). Sementara untuk hasil uji stabilitas pertama dengan menggunakan CUSUM dan
CUSUMQ terdeteksi adanya perubahan struktur atas model yang diestimasi. Sehingga dalam
penelitian ini memasukkan variabel boneka dalam model persamaan. Setelah diuji stabilitas kembali
maka residual dari model tidak keluar dari batas signifikansi 5 persen, sehingga dapat disimpulkan
bahwa model jangka pendek yang digunakan stabil.
Hasil dari estimasi persamaan jangka pendek menunjukkan bahwa koefisien LCPI t-1 negatif
dan signifikan yang artinya model jangka pendek tersebut valid dan dapat digunakan untuk
mengkoreksi kesalahan/penyimpangan pada jangka panjang. Hasil tersebut juga dapat melihat speed
2
Hasil regresi yang memiliki nilai R2 yang tinggi dan signifikan, namun hasil pengolahannya tidak
memiliki makna yang benar.
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
of adjustment (kecepatan penyesuaian) sehingga dapat diketahui lama waktu variabel-variabel di
jangka pendek sehingga dapat terkoreksi. Berikut hasil estimasi yang didapatkan:
Tabel 2. Hasil estimasi model jangka pendek
Variabel
C
∆LDDEBT
∆LM2
∆LDDEBT*DC
LCPI-1)
LDDEBT(-1)
LM2(-1)
LDDEBT*DC
Koefisien
-0.557646
[ -4.062909]
0.080909
[3.104434]
0.120541
[1.744848]
-0.003028
[-2.877881]
-0.137256
[-4.506349]
0.038916
[4.249827]
0.049795
[2.662482]
0.003518
[-2.877881]
F-stat
12.43918
Prob(F-stat)
0.000000
R-squared
0.524309
Keterangan:
Tanda [...] menjelaskan T-stat.
Notasi ∆ menjelaskan diferensi dengan
periode sebelumnya.
Dalam jangka pendek dimana koefisien variabel independen LM2 dengan nilai 0.125 pada
derajat signifikansi sebesar 10%, memiliki tanda positif terhadap tingkat harga. Sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa kenaikan 1 persen jumlah uang beredar akan meningkatkan kenaikan pada
tingkat harga sebesar jumlah koefisien yaitu 0.125 persen, ceteris paribus dan begitu juga sebaliknya.
Utang domestik pemerintah sebagai variabel kebijakan fiskal juga memiliki korelasi positif di
jangka pendek dengan tingkat harga pada derajat signifkan sebesar 1%. Berdasarkan tabel 2 di atas
dapat diinterpretasikan bahwa kenaikan sebesar 1 persen utang domestik akan meningkatkan
tingkat harga sebesar 0.080 persen.
Sementara untuk variabel utang pemerintah yang diinteraksikan dengan variabel boneka
kisis dalam jangka pendek bernilai negatif signifikan yang artinya utang pemerintah di jangka
pendek pengaruhnya lebih kecil terhadap inflasi. Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa ketika
guncangan (shock), pemerintah berusaha menjalankan stimulus fiskal yang bertujuan untuk
mendorong perekonomian, namun kenaikan inflasi yang drastis bukan semata-mata karena adanya
kenaikan utang saja, banyak faktor eksternal yang mendorong lonjakan tingkat harga pada periode
tersebut.
Analisis teori yang menghubungkan antara jumlah uang beredar dengan tingkat harga atau
inflasi dapat dijelaskan melalui kurva IS-LM, yaitu ketika terjadi kenaikan pada jumlah uang beredar
maka pergeseran terjadi pada tingkat suku bunga sehingga tingkat suku bunga mengalami
penurunan. Penurunan suku bunga tersebut akan menginsentif investasi maupun kredit pada sektor
riil sehingga akan meningkatkan output atau pendapatan (Y). Peningkatan output tersebut akan
menaikan permintaan agregat. Selanjutnya, dalam jangka pendek kenaikan permintaan agregat akan
menyebabkan excess demand. Sehingga keadaan ini mendorong produsen untuk berproduksi lebih
banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja yang lebih banyak. Pada tahap ini, harga mengalami
sedikit kenaikan karena pekerja menuntut upah yang lebih tinggi akibat adanya ekspektasi
peningkatan harga di masa yang akan datang.
Untuk pengaruh utang pemerintah terhadap tingkat harga atau inflasi dapat dijelaskan
berdasarkan teori FTPL bahwa utang pemerintah akan menaikkan wealth (kekayaan) masyarakat. Hal
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
itu karena kebijakan utang tidak membebani masyarakat dengan kenaikan pajak sehingga terjadi
kenaikan disposible income. Atau juga dapat terjadi karena adanya peningkatan kekayaan akibat
masyarakat yang memegang bonds atau obligasi sehingga pertambahan kekayaan berasal dari return
yang dihasilkan. Kondisi ini mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi lebih sehingga terjadi
kenaikan pada permintaan agregrat. Sehingga inflasi disebabkan oleh faktor Demand Pull Inflation
yaitu adanya kenaikan pada permintan agregat.
Sehingga dapat dijelaskan kembali bahwa kenaikan permintaan agregrat yang selanjutnya
menyebabkan kelebihan permintaan dan menimbulkan ekspektasi peningkatan harga di masa depan
sehingga pekerja menuntut kenaikan upah yang mendorong harga naik.
Sementara kondisi di jangka panjang dapat dijelaskan karena dalam model estimasi jangka
pendek terdapat kointegrasi antara variabel dependen dengan variabel independen dengan
diasumsikan bahwa nilai ∆lcpi = ∆lddebt = ∆lm2 = ∆lddebt*d_crisis = 0 pada Wald test.
Persamaan jangka panjang diperoleh dari hasil penurunan persamaan ARDL-ECM. Oleh karena itu,
untuk memperolah koefisien jangka panjang didapatkan melalui hasil perhitungan. Cara dengan
membagi koefisien variabel-variabel pada lag -1 dengan variabel lag -1 dependen atau LCPI yang
merupakan error koreksi sekaligus merupakan nilai speed of adjusment.Berikut adalah hasil
perhitungan nilai koefisien jangka panjang:
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Koefisien Jangka Panjang
Variable
C
LDDEBT
LM2
LDDEBT*DC
Koef. Jangka Panjang
-0.557/0.137 = -4.062
0.038/0.137 = 0.283
0.049/0.137 = 0.362
0.003/0.137 = 0.025
Sehingga persamaan ekonomi jangka panjang menjadi:
Dalam jangka panjang, variabel jumlah uang beredar secara positif mempengaruhi tingkat
harga. Dapat diinterpretasikan bahwa kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1 persen akan
menaikkan tingkat harga sebesar 0.362 persen. Utang domestik pemerintah juga sama positifnya
mempengaruhi tingkat harga. Sehingga dapat dijelaskan bahwa kenaikan utang domestik
pemerintah sebesar 1 persen akan meningkatkan inflasi sebesar 0.283 persen. Selanjutnya dapat
dijelaskan bahwa kenaikan utang domestik yang dipengaruhi oleh krisis sebesar 1 persen akan
meningkatkan inflasi sebesar 0.025 persen.
Secara ekonomi, dapat dijelaskan bahwa mekanisme proses terjadinya hubungan antara
variabel jumlah uang beredar dengan inflasi, dan hubungan antara variabel utang pemerintah
dengan inflasi dalam jangka panjang dan pendek tidak mengalami perbedaan. Hanya perbedaan itu
terjadi pada besarnya nilai efek yang ditimbulkan pada perekonomian jangka panjang.
Dalam jangka panjang, setelah produsen merekrut banyak tenaga kerja karena meningkatnya
permintaan agregat maka sisi penawaran ikut melakukan penyesuaian. Dengan tingginya biaya
produksi sehingga penawaran mengalami penurunan dan menyebabkan keseimbangan kembali
berada pada posisi pendapatan awal atau kondisi full employment. Sehingga dalam jangka panjang
tidak terjadi perubahan output namun yang terjadi adalah hanya perubahan harga. Kondisi
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
ekuilibrium pada jangka panjang menunjukkan tingkat harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan
dengan tingkat harga pada kondisi jangka pendek.
SIMPULAN
Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana utang domestik pemerintah dalam
mempengaruhi tingkat harga. Dengan mengadopsi model Kwon (2006), penelitian ini menganalisis
data kuartal-an dalam kurun waktu 1990 triwulan pertama sampai tahun 2011 triwulan keempat.
Karena persamaan dalam model ini variabelnya bersama-sama terkointegrasi, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan autoregressive distributed lag error correction model dalam mengestimasi
persamaannya.
Hasil regresi menjelaskan bahwa variabel utang domestik pemerintah berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat harga. Demikian juga dengan keberadaan jumlah uang beredar yang
berpengaruh secara positif terhadap tingkat inflasi. Keduanya memeliki keseimbangan baik di jangka
panjang mapun jangka pendek dengan tingkat koreksi sebesar 13,72% per triwulanan.
Dalam fiscal theory of price level, kebijakan fiskal dapat mempengaruhi tingkat harga, tidak
seperti pendapat sebelum-sebelumnya yang menyatakan bahwa inflasi sepenuhnya dikendalikan
oleh otoritas moneter. Penelitian ini membuktikan secara empiris bahwa kebijakan fiskal di Indonesia
mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap tingkat harga atau teori fiskal terhadap
tingkat harga (FTPL) berlaku.
Saran dan Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan penelitian ini terbukti bahwa stabilitas harga tidak sepenuhnya hanya
dikendalikan oleh otoritas moneter (Bank Indonesia). Keberhasilan upaya BI mengendalikan laju
inflasi sangat terkait pada kebijakan anggaran pemerintah. Sehingga dalam pengendalian inflasi di
Indonesia, pemerintah dan BI harus bekerja sama dalam menciptakan stabilitas harga.
Bank Indonesia perlu terlibat dalam penyusunan rencana pembiayaan dan strategi
peminjaman pemerintah. Sementara pemerintah perlu memberikan informasi tentang fleksibilitas
defisit anggaran agar Bank Indonesia dapat berupaya mengurangi potensi krisis fiskal.
Begitu pentingnya koordinasi antara otoritas fiskal dan moneter dalam menjaga stabilitas
harga sehingga
mungkin perlu dilaksanakan pertemuan rutin antara keduanya untuk
menyelaraskan arah kebijakan yang akan dilakukan oleh masing-masing ke depannya. Selain itu,
pembentukan suatu wadah/ tim bersama yang bersifat tetap pada level teknis untuk menetapakan
dan mengevaluasi target kebijakan masing-masing otoritas.
Keterbatasan penelitian
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
Dalam penelitian ini penulis menyadari masih adanya beberapa keterbatasan antara lain:
(1) Penelitian ini hanya difokuskan untuk melihat pengaruh utang domestik pemerintah
terhadap tingkat harga. Sehingga melihat pengaruh keseluruhan utang, baik utang luar
negeri pemerintah maupun utang swasta.
(2) Data utang domestik pemerintah tidak dapat digunakan untuk menganalisis efek kekayaan
masyarakat secara langsung yang dapat dijelaskan apabila menggunakan data khusus
penerbitan obligasi.
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Bassetto, M. (undate). Fiscal Theory of Price Level. NBERUniversity of Minnesota
Chryssi Giannitsarou, A. S. (2006). Inflation Implications of Rising Government Debt. NBER International
Seminar on Macroeconomics 2006. University of Chicago Press.
Deno, A. Hervino (2010). Volatilitas Inflasi di Indonesia: Fiskal atau Moneter?. Universitas Atma Jaya
Douglas W. Elemendorf, N. G. (1998). Government Debt.
E.Hein, S. (1981). Deficits and Inflation. Federal Reserve Bank of St.Louis.
Goohoon Kwon, L. M. (2006). Public Debt, Money Supply, and Inflation: A Cross-Country Study and
Its Application to Jamaica. IMF Working Paper .
Gujarati, D. (2003). Basic econometrics. New York: McGraw Hill.
Hassan Heidari, P. J. (2010). Re-investigation of the long run relationship between money growth and
inflation in Iran : an Application of Bounds test approach to cointegration. International
Conference on Business and Economics Research. Kuala Lumpur: IACSIT Press.
M. Hasem Pesaran, Y. S. (1995, 1997). An Autoregressive Distributed Lag Modelling Approach to
Cointegration Analysis.
Mankiw, N. G. (2007). Priciples of Macroeconomics.
Mankiw, N. (2007). Aggregate Demand II: Applying the IS-LM Model. Worth Publishers.
Mankiw, N. G. (2007). Aggregate demand I: Building the IS-LM Model. Worth Publishers.
Mankiw, N. G. (2002). Money and Inflation. Worth Publoshers.
Marion, J. A. (2009). Using Inflation to Erode the U.S. Public Debt.
Melike Bildirici, O. O. (t.thn.). Fiscal Theory of Price Level and Economics Crises: The Case of Turkey.
Journal of economic and Social Research , 81-114.
Mishkin, F. S. (2008). Economics of Money Banking and Financial Markets The 9th Edition.
Money and Inflation : Theory and Evidence. (t.thn.).
Muhammad Javed Ahmad, M. R. (2012). Domestic Debt and Inflationary Effects: An Evidence from
Pakistan. International Journal of Humanities and Social Science , Vol.2 No.18.
Nasution, A. (2011). PPT. 50 Tahun USAID di Indonesia.
Paul A. Samuelson, N. D. (1997). Makro-Ekonomi, edisi Keempatbelas. Jakarta: Erlangga.
Reda Cherif, F. H. (2012). Public Debt Dynamics: The Effects of Austerity, Inflation, and Growth Shocks.
Sargent, T. J. (1986). Government debt and Taxes.
Simarmata, D. I. (2006). Keberlanjutan Fiskal di Indonesia. Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
(ISEI) XVI di Manado .
Sims, C. A. (1994). A Simple Model for Study of the determination of the Price Level and the
Interaction of Monetery and Fiscal Policy. Economic Theory , 381-399.
Thomas J. Sargent, N. W. (1981). Some Unpleasant Monetarist Aritmethic.
Tsintzos, P. (2008). Does Public Debt Affect Inflation Uncertainty? International Research Journal of
Finance and Economics .
Uwe Hassler, J. W. (2005). Autoregressive Distribution Lag Models and Cointegration.
Analisis kebijakan ..., Dara Andhika Permatahati, FE UI, 2013
Download