A Gideline for Camera-Ready Papers of

advertisement
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0180
pp. 59- 70
12 Pages
PERSPEKTIF WASIAT WAJIBAH TERHADAP ANAK TIRI
(Kajian Persamaan Hak dengan Anak Angkat)
Hasan Basri1, Amiruddin.A.Wahab,2A.Hamid Sarong,3
1)
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2,3)
Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
e-mail: [email protected]
Abstrak: It is mentioned in the Compilation of Islamic Law (Kumpulan Hukum Islam/ KHI), artcle 209 verse (1)
stipulates that, the distribution of the property (inheritance) left by the adopted son is ruled in the articles 176 to
193. Meanwhile, for the foster parent who does not receive any wasiat, is entitled to the wasiat wajibah, 1/3 of the
total property left by the adopted son. So does the adopted son, in verse (2) rules that for the step son, if he does
not receive any wasiat, is entiteled to the wasiat wajibah, 1/3 of the total property left by the deceased foster
parent. However, the case of the step son and parent are not coverd by any law. Thus, it is the purpose of this
research to find and identify the law that could cover the status and right of the step son and parent in the family,
or is legally accepted that theirs status is analogically equalized with the status of the adopted son and foster
parent. This research is a prescriptive in nature, and used sebagai the yuridisempirist approach or fielf research.
It found that, the living condition of the step child is legally equal to the adopted son, both are put under the
custody of the step or foster parent. However, the step son and parent have no legal bindings, as that of the adopt
son and foster parent on their right to the inheritance of either the step son or parent. They have been receiving
benefit from the inheritance in the form of emdowment. The absenct of the law on this case, it is compulsaory to do
ijtihad in the law of inheritance. It is advisable that the judge has to find and formulate the law (rechtsvinding dan
rechtschepping), that cover the rights of those closed family who are not listed as the heirs, especially, the step son
who lives with the step parent, that could be fallen under the law wasiat wajibah, because he could belong to the
heir group dzawil arham.
Keywords: Wasiat Wajibah and Step Son
Abstrak. Dalam KHI Pasal 209 ayat (1) disebutkan, harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176
sampai dengan Pasal 193. Sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberikan wasiat
wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya. Ayat (2) Terhadap anak angkat yang tidak
menerima wasiat diberikan wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.Tujuan
penelitian ini untuk mencari identifikasi hukum tentang kedudukan anak tiri dalam keluarga dapat dipersamakan
dengan anak angkat. Jenis penelitian ini bersifat preskriptif sebagai dasar penerapan hukum terhadap hak anak tiri,
dengan menggunakan metode penelitian yuridisnormatif atau disebut dengan penelitian dokmatif. Dewasa ini
kehudupan anak tiri dalam keluarga sama dengan anak angkat. Anak tiri dari isteri dan dari suami menjadi
tanggung jawab suami isteri. Namun secara hukum terhadap anak tiri belum ada aturan yang mengikat dalam hal
perkara menerimaan hak dari orang tua tiri. Sehingga perlu dilakukan ijtihadterhadap persamalahan hak anak tiri,
sebagai perkembangan hukum waris Islam. Disarankan kepada hakim untuk melakukan penemuan dan penciptaan
hukum (rechtsvinding dan rechtschepping), terhadap hak-hak kerabat yang bukan ahli waris, terutama anak tiri
yang hidup bersama dengan orang tua tirinya melalui wasiat wajibah, atau dapat digolongkan sebagai ahli waris
dzawil arham.
Kata Kunci: Wasiat Wajibah dan Anak Tiri
PENDAHULUAN
masyarakat Romawi, umpamanya wasiat pernah
Wasiat termasuk salah satu institusi yang
digunakan untuk melegitimasi pengalihan atau
sudah lama dikenal sebelum Islam, walaupun pada
pengurangan hak kaum kerabat terhadap sesuatu
sebagian
sempat
harta dengan jalan mewariskan harta untuk
disalahgunakan untuk berbuat kezaliman. Pada
diberikan kepada pihak yang lain yang tidak
59 -
periode
sejarah
ia
Volume 2, No. 2, Agustus 2014
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
mempunyai hubungan nasab dengan pihak yang
hukum anak angkat atau orang tua angkat, juga
berwasiat. Dalam masyarakat Arab Jahiliyah,
didapati pada hubungan kekeluargaan antara
wasiat juga diberikan kepada orang asing yang
anak tiri dengan orang tua tiri. Bahkan anak tiri
tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan
atau orang tua tiri mempunyai kedekatan yang
pihak yang berwasiat serta meninggalkan kaum
lebih dari pada anak angkat, yakni; hubungan
kerabat yang miskin yang memerlukan bantuan.
darah dengan salah seorang ibu, ayah sebagai
(Wahbah Zuhaili, 1990, 7)
suami isteri dalam sebuah rumah tangga,
Peraturan wasiat wajibah ini dianggap baru
apabila dikaitkan dengan aturan dalam fiqh klasik,
hubungan sosiologi yang terjalin dalam keluarga,
kesukuan dan keagamaan yang sama.
tetapi tidak dikaitkan dengan perundang-undangan
Hubungan darah dari salah satu orang tua
kewarisan kontemporer. (Al-Yasa‟ Abu Bakar,
mengakibatkan larangan kawin orang tua tiri
1996 :14). Al-Qur‟an secara implisit membenarkan
dengan
pemberian wasiat kepada kerabat yang tidak
sosiologi dari kedua mereka anak tiri dengan
mendapatkan bagian dari harta yang ditinggalkan
orang tua tiri, kemudian karena kesukuan yang
oleh si mati karena beberapa hal yang menjadi
sama yang melahirkan rasa tanggung jawab
penghalang, sebagaimana firman Allah SWT yang
bersama, saling memberi dan kasih sayang, juga
artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di
dipengaruhi oleh keyakinan yang sama yaitu
antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
ikatan keagamaan atau keyakinan yang satu.
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk
Permasalahan ini banyak terjadi di dalam
ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma‟ruf, (ini
masyarakat. Justru itu keberadaan anak tiri dalam
adalah)
sebuah rumah tangga yang mejadi wacana
kewajiban
atas
orang-orang
yang
bertakwa”. (Q.S. al-Baqarah. Ayat. 180)
Di Indonesia, konsep wasiat wajibah ini
diterapkan untuk anak angkat dan orang tua
anak
tiri,
sehingga
mempengaruhi
pemikiran dari ahli hukum, sehingga keberadaan
anak tiri menjadi terhormat bagi keluarga yang
bersangkutan, bukan menjadi malapetaka.
angkat yang dituangkan dalam Pasal 209 KHI
Keberadaan anak tiri dalam keluarga orang
yang disosialisasikan melalui Instruksi Presiden
tua tirinya terasa tidak ada akibat hukum yang
RI Nomor 1 Tahun 1991. Pasal ini dinilai radikal
mengikat dalan masalah penuntutan haknya.
karena meskipun namanya wasiat wajibah tetapi
Padahal anak tiri dengan salah seorang dari orang
dalam kenyataan berarti memberi harta warisan
tuanya mempunyai hubungan yang tidak dapat
kepada anak angkat atau orang tua angkat yang
diputuskan oleh siapapun. Kisah dan cerita
tidak sesuai dengan konsep wasiat wajibah dalam
tentang anak tiri menyatakan sejarah kelam
kajian fiqh yang berlaku di negara-negara Islam
dalam kehidupan masyarakat. Hukum harus
lainnya. Alasan KHI memberi wasiat wajibah
mencari jalan keluar dan melakukan proteksi
kepada anak angkat atau orang tua angkat karena
yang selengkapnya.
kekerabatan. Kekerabatan yang ada dalam ranah
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
- 60
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Menurut Undang-Undang Perkawinan dan
Kompilasi
Hukum
tiri
106). DalamPasal 875 BW surat wasiat atau
mempunyai hubungan semenda dengan anak
testament itu adalah suatu akta yang berisi
tirinya, yang mengakibatkan larangan kawin
pernyataan seseorang tentang apa yang akan
dengan anak tiri dan orang tua tiri. Larangan
terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya
kawin
dapat
tersebut
Islam,
orang
menunjukkan
tua
dikehendaki setelah ia meninggal.(Subekti, 1983:
bahwa
begitu
ditarik
kembali.
Menurut
Suparman
dekatnya hubungan kekeluargaan anak tiri dengan
wasiatwajibah adalah wasiat yang pelaksanaannya
orang tua tiri. Kedekatan tersebut mengikat
tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada
hukum sehingga lahirnya rasa tanggung jawab
kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia.
yang dapat menimbulkan kasih sayang di antara
Wasiat
mereka,
dan
diucapkan atau tidak diucapkan, baik dikehendaki
kewajiban di antara anak tiri dan orang tua tiri
maupun tidak dikehendaki oleh si yang meninggal
yang
dunia. Jadi pelaksanaan wasiat tersebut tidak
sehingga
mungkin
terikat
dapat
dengan
hak
dipersamakan
seperti
ini
tetap
harus
memerlukan
Allah SWT juga mengingatkan kepada laki-laki
diucapkan atau ditulis dan dikehendaki, tetapi
yang akan melakukan perkawinan, harus mampu
pelaksanaannya didasarkan kepada alasan-alasan
melakukan
anak-anaknya,
hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut
artinya anak yatim disini adalah anak tiri dari
harus dilaksanakan.(Usman Suparman, 1988: 88).
isteri-isteri yang dipoligami.
Menurut Ahmad Rafiq dalam Abdul Manan,
terhadap
secara
Kata "wasiat" berasal dari bahasa Arab yaitu
yang
hukum
Islam
pernyataan dimulainya suatu perbuatan, biasanya
tanpa menurut imbalan atau tabarru‟.(Abdul
perbuatan
Manan, 2008:149). Ali Al-Khafif dalam kitab al-
setelah
ucapan
yang didasarkan pada orang yang menyatakan
wasiat meninggal dunia dengan jalan kebaikan
dimulai
suatu
ahli
tersebut
atau
itu
berarti
para
wasiat
mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan
KAJIAN KEPUSTAKAAN
washaaya
etimologi
bahwa
baik
hubungan anak angkat dengan orang tua angkat.
keadilan
bukti
dilaksanakan,
orang
yang
mengucapkan atau yang menyatakan meninggal
Ahkam
dunia.( Departemen Agama, 1984:189). Ulama
memberi definisi wasiat ialah mengalihkan hak
fiqih mendefinisikan wasiat dengan. “Penyerahan
untuk
harta secara suka rela dari seseorang kepada pihak
meninggal pemberi wasiat.( Ali Al-Khafif, 1964:
lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat,
564). Hasbi Ash-Shiddieqy dalam kitabnya Fiqh
baik harta itu berbentuk materi maupun berbentuk
al-Mawarits, memberi definisi sebagai berikut:
manfaat”. Oleh sebab itu terdapat perbedaan
Wasiat ialah tasharruf terhadap harta peninggalan
antara wasiat dengan pemilikan harta lain.
yang akan dilaksanakan sesudah meninggal yang
Menurut Subekti, wasiat atau testament ialah
berwasiat.(Muhammad. Hasbi
suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang
1973: 291). Dari beberapa definisi wasiat di atas
61 -
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
al-Wasiya
memiliki
(undang-undang
harta
peninggalan
wasiat)
sesudah
Ash-Shiddieqy,
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
dapat disimpulkan, wasiat wajibah adalah wasiat
Adapun
pendekatan
penelitian
ini
yang hukumnya wajib atas pembebanan oleh
menggunakan metode penelitian yuridisnormatif
hakim atau lembaga yang mempunyai hak agar
(penelitian hukum normatif), yaitu penelitian yang
harta seseorang yang telah meninggal dunia,
bersumber pada kajian asas-asas hukum atau
diambil wasiat secara sukarela untuk diberikan
norma-norma
kepada
peraturan-peraturan
orang
tertentu
(menerima
wasiat)
hukum
yang
terdapat
dengan
dalam
membandingkan
sebanyak 1/3 harta, atau kepada akrabin yang
antara norma dalam masyarakat atau kejadian
bukan ahli waris untuk mendapatkan hak dari
dilapangam.(Saerjono
harta peninggalannya dengan tidak harus dengan
Penelitian Hukum,1984: hlm. 10).
Soekanto,
Pengantar
persetujuan orang yang meninggal atau warisnya
Penelitian hukum yuridis normatif membahas
dan dapat dipergunakan manfaatnya setelah
doktrin-doktrin atau asas-asas hukum dalam ilmu
shahibul mal meninggal dunia.
hukum.
Pelitian
terhadap
asas-asas
hukum
merupakan suatu penelitian hukum yang bertujuan
untuk menemukan asas hukum atau doktrin
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini bersifat preskriptif dan
hukum positif yang berlaku. Penelitian tipe ini
terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif,
lazim disebut study docmatic atau penelitian
ilmu hukum, mempelajari tujuan hukum, nilai-
doktrinal (doctrinal research). Dalam penelitian
nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-
ini, peneliti bekerja secara analitis induktif.
konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai
Prosesnya bertolak dari premis-premis yang
ilmu terapan, ilmu hukum menerapkan standar
berupa
prosedur, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu
diketahui, dan berakhir pada penemuan asas-asas
dalam
hukum.(Peter
hukum yang menjadi pangkal tolak pencarian asas
Mahmud Marzuki, 2005: 22). Jika dikaitkan
adalah norma-norma hukum positif. ( Zainuddin
dengan pemberian hak kepada anak tiri mungkin
Ali, Metode Penelitian Hukum, 2009: 24-25).
saja dapat diterapkan karena hakikat dari tujuan
Dalam hal ini tentang penyetaraan kedudukan dan
hukum adalah memberikan keadilan. Selanjutnya
pemberian
bahwa penelitian ini juga berbentuk deskriptif
persepsimasyarakat. Dari sudut bentuk penelitian
analitis yang bertujuan untuk memberi gambaran
perspektif ini, dimaksudkan untuk mendapatkan
tentang kedudukan anak tiri dalam keluarga orang
saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan
tua tiri, dengan suatu interprestasi, evaluasi dan
untuk mengatasi masalah tersebut. (Amiruddin
pengetahuan umum terhadap realitas obyek yang
dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian
diteliti, karena fakta tidak akan mempunyai arti
Hukum, 2004: hlm. 28). Menurut Purnadi
tanpa interprestasi, evaluasi dan pengetahuan
Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, hukum
umum.( Is. Susanto, Metodelogi Penelitian, 1990:
dipandang berlaku apabila hukum itu bekerja
15).
efektif. (Ade Saptomo, Pokok-pokok Penelitian
melaksanakan
aturan
norma-norma
hak
hukum
kepada
anak
positif
tiri
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
yang
dalam
- 62
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Hukum Empiris Murni, Sebuah Alternatif, 2009:
hlm. 42).
Data primer adalah data yang diperoleh secara
Penelitian terhadap identifikasi hukum
(hukum tidak tertulis) dimaksud untuk mengetahui
hukum yang tidak tertulis berdasarkan hukum
yang berlaku dalam masyarakat. Hukum tidak
tertulis dalam sistim di Indonesia, yaitu hukum
adat dan hukum Islam. (Zainuddin Ali, Metode
Penelitian Hukum, 2009: hlm. 30). Penelitian
sosiologis dapat direalisasikan kepada penelitian
terhadap efektivitas hukum yang sedang berlaku
ataupun penelitian terhadap indentifikasi hukum.
( Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam
Praktek, 2002: hlm. 16). Secara sosiologis
kehidupan anak tiri yang hidup semenjak kecil
bersama dengan orang tua tiri dapat dipersamakan
kedudukan dan pemberian haknya dengan anak
angkat,
mengatur
tua angkatnya melalui wasiat wajibah.
sehingga
tentang
identifikasi
hukum
hak
tiri
anak
yang
terhadap
peninggalan orang tua tiri dapat dipertimbangkan
hukumnya oleh hakim pengadilan agama.
Menggunakan
penafsiran
hukum
langsung dari lokasi penelitian melalui kegiatan
penelitian
lapangan
dengan
menggunakan
instrumen wawancara dan studi dokumentasi.
Kedua alat pengumpul data itu dipilih atas dasar
pertimbangan, bahwa alat-alat pengumpul data itu
memiliki reliabilitas (keterhandalan) dan validitas
(kesahihan) yang memadai.(Sumardi Suryabrata,
Metodologi Penelitian, 1988: 86-87). Sebab kedua
instrumen
terutama
tersebut
dalam
sudah
lazim
penelitian
digunakan,
hukum
empiris.
Sifatnya lebih ditekankan pada perkembangan
pendapat yang dikemukakan oleh responden
terhadap wasiat wajibah kepada anak tiri. Adapun
sampel dalam penelitian ini adalah;
1. Informen
a. Dua orang hakim MahkamahSyar‟iyah
Kota Banda Aceh
b. Ulama dalam masyarakat
2. Responden
secara
Anak tiri dan orang tua tiri .
analogi yaitu menafsirkan undang-undang secara
Data sekunder adalah buku teks, tulisan-tulisan
analogi dengan cara memberikan kias atau ibarat
tentang hukum, dokumen-dokumen resmi, buku-buku
pada kata-kata yang terdapat dalam undang-
yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil
undang sesuai dengan asas hukumnya. Dengan
penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis,
demikian suatu asas peristiwanya yang sebenarnya
disertasi, dan peraturan perundang-undangan. Dalam
tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap atau
hal ini peraturan tentang pemberian wasiat wajibah
diibratkan sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.
kepada anak angkat atau orang tua angkat.
Sebagaimana
disebutkan
dalam
Pasal
309
Data hukum tertier, nyakni bahan yang
Kompilasi Hukum Islam tentang pemberian hak
memberikan
mempusakai terhadap harta peninggalan anak
terhadap bahan hukum primer dan skunder,
angkat oleh orang tua angkat, demikian sebaliknya
seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan
anak angkat mempusakai harta peninggalan orang
seterusnya. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
63 -
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
petunjuk
maupun
penjelasan
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan
adalah periode perkembangan yang merentang
Singkat, 1985: 34-35).
dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun,
Data sekunder yaitu data yang mendukung
priode ini biasanya disebut priode sekolah,
keterangan atau menunjang kelengkapan data
kemudian
primer, dengan mempelajari data sekunder yang
sekolah dasar.
merupakan
bahan-bahan
pustaka,
berkembang
setara dengan tahun
peraturan,
Di dalam Pasal 171 huruf (h) KHI dijelaskan
ketentuan-ketentuan hukum yang berhubungan
anak angkat adalah anak yang dalam hal
dengan permasalahan dan perihal yang diteliti.
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
Penelitian
untuk
pendidikan dan sebagainya beralih tanggungan
mengumpulkan data dan informasi yang tersedia,
dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
yang kemudian dijadikan pondasi dasar dan alat
berdasarkan putusan Pengadilan.Kamus umum
utama dalam penelitian tersebut.
Bahasa Indonesia
kepustakaan
bertujuan
mengartikan
anak angkat
sebagaianak orang lain yang diambil (dipelihara)
HASIL PEMBAHASAN
Alur Fikir Wasiat Wajibah terhadap Anak
Angkat dan Anak Tiri
Undang-undang No. 23 Tahun 2002 dalam
Pasal 1 ayat (1)
memberi beberapa devinisi
serta disahkan secara hukumsebagai anak sendiri.
Menurut
Ensiklopedia
Bahasa
Indonesia
Umum,(Kamus
(KBBI),
1976:31).
Besar
Amir
Martosedono. Dalam bukunya Tanya Jawab
tentang anak; “Anak adalah seseorang yang belum
Pengangkatan
Anak
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
menjelaskan;“Anak Angkat adalah anak yang
yang masih dalam kandungan.
diambil
oleh
dan
seseorang
Masalahnya,
sebagai
ia
anaknya,
Program Kesejateraan Sosial Anak (PKSA)
dipelihara, diberi makan, diberi pakaian, kalau
mendevinisikan anak adalah; Orang yang belum
sakit diberi obat, supaya tumbuh menjadi dewasa.
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk juga
(Amir
anak yang masih dalam kandungan. Di dalam
Soekanto.
Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang
“Anak orang lain (dalam hubungan perkawinan
Kesejahteraan Anak. Anak adalah; seseorang yang
yang sah menurut agama dan adat) yang diangkat
belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun
karena alasan tertentu dan dianggap sebagai anak
dan
kandung”
belum
pernah
kawin.MenurutWikipediamendevinisikananakadal
ah;Seseorang lelaki atau perempuan yang belum
Martosedono,
1990:
15)..Soerjono
Mendefinisikan anak angkat adalah;
(Soerjono
Sedangkan
menurut
Soekanto,
Wirjono
2001:
251).
Pradjodikoro.
Menyatakan bahwa:“Anak angkat adalah seorang
dewasa atau belum mengalami pubertas. Anak
bukan turunan dua orang suami istri, yang diambil,
juga merupakan keturunankedua, di mana kata
dipelihara, dan diperlakukan oleh mereka sebagai
anak merujuk pada lawan orang tua, orang dewasa
anak
adalah anak dari orang tua mereka, meskipun
Prodjodikoro, 1983: 37). Jadi pengertian anak
mereka telah dewasa. Menurut psikologi, anak
angkat adalah anak orang lain yang dihubungkan
keturunannya
sendiri”.
(Wirjono
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
- 64
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
dalam
keluagarnya,
kekeluargaan
dan
dengan
mempunyai
saudara
lainya,
ikatan
wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
untuk
warisan anak angkat.
dipelihara sebagai anak kandung dan menjadi
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima
tanggung jawabnya dalam pemenuhan keperluan
wasiat diberikan wasiat wajibah sebanyak-
hidupnya mulai dari, kesehatannya, pendidikannya
banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua
dalam keberlangsungan hidup dan masa depannya.
angkatnya.
Dari beberapa divinisi tentang anak dapat
Sehingga telah terjadi anggapan bahwa antara
dipahami anak adalah seseorang yang belum
anak angkat dan orang tua angkat mempunyai
dilahirkan dan seseorang yang umurnya mulai dari
ikatan
6 (enam) tahun sampai dengan umur 18 (delapan
kekeluargaannya
belas) tahun dan atau 21(duapuluh satu) tahun
peralihan hak dari harta orang tua angkat, karena
atau yang belum pernah melakukan perkawinan.
untuk mengikuti aturan yang disebutkan dalam
Pangangkatan anak adalah perbuatan hukum
dengan sengaja untuk memperoleh akibat hukum.
Akibat
pula
hubungan
KHI tersebut.
Anak tiri adalah anak salah seorang suami
isteri atau suaminya yang terdahulu. Misalnya,
baru terhadap orang angkat dan orang tua asal.
anak tiri seorang ayah, ialah anak isterinya sebagai
Akibat hukum yang disebabkan oleh peristiwa
hasil perkawinan isterinya itu dengan suaminya
pengangkatan anak akan mempengaruhi pihak-
terdahulu. Anak tiri seorang ibu, ialah anak
pihak yang erat hubungannya dengan peristiwa
suaminya sebagai hasil perkawinan suaminya itu
lain yaitu orang tua angkat, anak angkat dan orang
dengan isterinya terdahulu. (Muchlis Marzuki,
tua asal. Akibat hukum tersebut adalah masalah
Pokok-pokok Ilmu Waris, 2009, hlm. 84).
terhadap
Pada dasarnya, anak tiri hanya memiliki
peninggalan pusaka dari orang tua angkat atau
hubungan kewarisan dan keperdataan dengan
anak angkat. Perolehan hak (harta kekayaan) dari
orang tua sedarah. Adanya hubungan dengan
orang tua angkat kepada anak angkat merupakan
orang tua sedarah tersebut dibuktikan dengan akta
perbuatan
kelahiran yang otentik yang dikeluarkan oleh
hukum
harta
ini
hubungan
menimbulkan hubungan-hubungan hukum yang
dan
perbuatan
termasuk
dalam
atau isteri sebagai hasil perkawinannya dengan
perwalian
dari
mengikat
dapat
hak
hukum
yang
adat
waris
dalam
masyarakat
Indonesia.
pejabat yang berwenang sebagaimana disebutkan
Dalam KHI disebutkan hanya dalam satu pasal
yaitu Pasal 209 ayat (1) dan (2) yang isinya;
(1) Harta
peninggalan
anak
angkat
dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan:
dibagi
berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan
193, sedangkan terhadap orang tua angkat
Persepsi Wasiat Wajibah Terhadap Anak Tiri
Permasalahan anak tiri sejauh peneliti teliti
yang tidak menerima wasiat diberikan wasiat
belum ada sentuhan hukum. Pada hal jika
ditelusuri dalam literatur perundang-undanagn
65 -
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
anak tiri juga bagian dari seorang anak yang harus
Abi Bakar Ahamad Ar-Razi, Ahkamul Qur‟an,
diberikan perlidungan hukum terhadap persamaan
2001: 88).
hak dalam keluarga. Di dalam Al-Qur‟an anak tiri
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa urwah
indetik dengan anak yatim hal ini dapat ditelaah
ibnu Zubair r.a. pernah bertanya kepada Aisyah r.a
melalui firman Allah SWT . Artinya: “Dan jika
tentang nuzul ayat di atas, Aisyah menjawab.
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
Wahai anak saudara perempuanku, itu adalah anak
(hak-hak)
kamu
gadis yatim yang berada dalam perlindungan dan
mengawininya) maka kawinlah wanita-wanita
bimbingan walinya, jika engkau memperhatikan
(lain), yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat.
hartanya maka engkau akan terkagum akan
Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil,
hartanya dan kecntikannya, sehingga walinya
maka kawinlah seorang saja”(Q. S. an-Nisa‟, ayat
ingin
3).
kepadanya
perempuan
Kemudian
gambaran
yatim
Rasulullah
tentang
(bila
SAW
anak
seacra
tanpa
memberi
mahar
adil
dan
hanya
ia
yatim
memberikannya seperti apa yang ia berikan
bersamanya di hari akhirat artinya;“Saya akan
kepada wanita lain. Kemudian mereka dilarang
bersama anak yatim seperti ini sambil ia
menikahi perempuan yatim tersebut selama tidak
menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan ia
bisa bersikap adil dalam memberi mahar dan
renggangkan
nafkah kepadanya melebihi nahar dan nafkah
antar
kedudukan
memberi
menikahinya
keduanya”.(H.R.Imam
Muslim).Begitu dekatnya dan
kasih sayang
Rasulullah terhadap yatim (anak tiri)
Jalaluddin Al-Mahally menafsirkan ayat di
isteri-isteri lainnya, dan memerintahakan mereka
untuk menikahi wanita-wanita yang mereka
sunangi
selain
perempuan-perempuan
yatim
atas adalah larangan terhadap wali yang tidak
tersebut.(Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir
sanggup menghadapi anak yatim dalam berlaku
Al-Qurthubi, 2008: 31).
adil terhadap hartanya (harta peninggalan orang
Anak tiri adalah anak salah seorang suami
tuanya), karena asbabun nuzul ayat tersebut
atau isteri sebagai hasil perkawinannya dengan
adalah keberatan mereka orang arab untuk
isteri atau suaminya yang terdahulu. Misalnya,
menjadi wali anak yatim, disebabkan di antara
anak tiri seorang ayah, ialah anak isterinya sebagai
merekawali memiliki sepuluh atau delapan orang
hasil perkawinan isterinya itu dengan suaminya
isteri, sehingga mereka tidak sanggup berlaku adil
terdahulu. Anak tiri seorang ibu, ialah anak
di antara anak-anak yatim. ( Imam Jalaluddin Al-
suaminya
Mahally, Tafsir Jalalain, 2003: 310). Menurut
suaminya itu dengan isterinya terdahulu. (Muchlis
Imam Abi Bakar, yang dimaksud wanita-wanita
Marzuki, 2008: 84).
sebagai
hasil
hasil
perkawinan
yatim dalam surat an-Nisa‟ ayat 4, adalah wanita-
Di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974,
wanita yatim yang belum baligh yaitu yatim yang
kedudukan anak tiri dalam keluarga orang tua tiri
masih kanak-kanak, sehingga diperlukan wali
termasuk hubungan keluarga semenda, yang
ketika dia mau dinikahkan setelah baligh. (Imam
mengakibatkan larangan melakukan perkawinan.
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
- 66
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Sebagaiman disebutkan dalam Pasal 8 huruf a
pengharaman dalam syari‟at tentu ada hikmah
sampai huruf f yaitu: Perkawinan dilarang antara
yang mungkin tidak dapat diketahui maslahahnya.
dua orang yaitu:
Menurut Sayyid Quthb, ada tiga hikmah dari
a) Berhubungan darah dalam garis keturunan
penghraman tersebut yaitu; Pertama, isteri ayah
lurus kebawah ataupun keatas
b) Berhubungan darah dalam garis keturunan
berkedudukan sebagai ibu. Kedua agar jangan
seorang menggantikan posisi ayahnya, sehingga ia
menyamping yaitu anatara saudara, antar
menghayalkan
seorang dengan saudara orang tua dan antara
naluri kebanyakan seorang suami tidak suka
seorang dengan saudara neneknya
kepada bekas suami pertama isteri, sehingga si
c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri
menantu dan ibu/bapak tiri
sebagai
tandingannya.
Secara
anak akan membenci ayahnya. Ketiga, supaya
tidak terjadi kesamaran dalam masalah kewarisan
d) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan,
bagi isteri ayah, yang hal ini sangat dominan telah
anak sussuan, saudara susuan dan bibi/paman
terjadi dikalangan masyarakat jahiliyah. (Sayyid
susuan
Quthb,2001: 9).
e) Berhungan saudara dengan isteri atau sebagai
Istilah anak tiri, biasanya dalam cerita-sehari-
bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal
hari memberi gambaran kesedihan dan kenakalan.
seorang suami beristeri lebih dari seorang
Karena sejak dari dulu anak tiri digambarkan
f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya
sebagai anak yang tidak ada yang mendidik, yang
atau peraturan lain yang berlaku, dilarang
selalu serba kekurangan dalam segala-galanya.
kawin.
Kurang dari sudut kasih sayang, pelayanan dan
Lebih lanjut lagi Islam juga mengatur tentang
hubungan dan pergaulan anak tiri atau orang tua
tiri dalam keluarga. Orang tua tiri terhadap anak
pemberian harta benda. Anak tiri sentiasa
tersisihkan dalam keluarga ibu atau ayah tiri.
Orang
tua
tiri
kejam,
tidak
tiri mereka menjadi mahram demikian juga anak
berprikemanusiaan, ganas dan penuh dengan
tiri terhadap orang tua tiri mereka juga mahram
hasad dengki terhadap anak tiri. Demikian juga
hal ini dapat dipahami dengan firman Allah;
hubungan dengan kakak beradik tidak ada yang
“diharamkan atas kamu …. anak-anak isterimu
mengaku saudara tirinya sebagai saudara untuk
yang dalam pemeliharaanmu dan isteri yang telah
mendapatkan sedikit kebahagiaan dalam keluarga.
kamu campuri”. Demikian juga terhadap anak tiri
Kisah anak tiri dalam film Ratapam Anak Tiri.
terdapat larang untuk melakukan perkawinan
Membuat penonton marah,
dengan orang tua tirinya; “…dan janganlah kamu
karena mengundang simpati terhadap si anak tiri
kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh
yang selalu direlung malang.
ayahmu”.
benci dan sedih,
Di dalam masyarakat banyak dijumpai
Pengharaman tersebut bersifat mengikat
kehidupan anak tiri dengan keluarga orang tua tiri
selama-lamanya tanpa ada batas waktu, setiap
hal ini biasanya terjadi bila seorang suami
67 -
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
meninggal isterinya aatu seorang isteri meninggal
hukum bagi anak tiri untuk meminta haknya
suaminya. Maka akan terjadi perkawinan yang
melalui lembaga Peradilan sebagaimana yang
kedua baik dari pihak laki-laki ataupun dari pihak
telah diatur dalam Pasal 209 KHI tentang hak
perempuan, apalagi jika mereka ditinggal mati
anak angkat dan orangtua angkat.
masih muda. Perkawinan tersebut akan membawa
Analisa tentang persamaan dan perbedaan anak
anak mereka kedalam lingkungan keluarga yang
angkat
dengan
anak
tiri
dalam
baru (isteri kedua atau suami kedua). Memelihara
kekeluargaan adalah sebagai berikut;
hubungan
anak tiri isteri atau suami di dalam agama dan
a) Anak angkat dan anak tiri sama-sama berasal
masyarakat suatu perbuatan yang mulia, Apalagi
dari nasab orang lain, akan tetapi anak angkat
bila anak tiri tersebut anak yatim dari suami atau
ada juga yang dari hubungan darah dari
isterinya, Dalam masyarakat dijumpai anak tiri
keluarga, sama seperti anak tiri yang
tinggal dengan ibu tiri atau sebaliknya anak tiri
mempunyai hubungan darah dari salah
tinggal bersama ayah tirinya. Kedekatan dalam
seorang orang tua mereka
hubungan keluarga anak tiri dengan orang tua tiri
b) Anak angkat dan anak tiri sama-sama tidak
seperti ini sama seperti kehidupan anak angkat
termasuk ahli waris dalam keluarga kedua
dalam keluarga orang tua angkatnya yang
orang tua mereka
mempunyai hubungan hukum yang mengikat
c) Anak angkat menjadi bagian keluarga orang
secara formal mereka saling mengisi kekurangan
tua angkat setelah penetapan putusan hakim
dan
mereka,
sedangkan anak tiri menjadi bagian dari
demikian juga anak-anak mereka saling asah dan
keluarga orang tua tiri setelah terjadinya
asuh kakak beradik layaknya keluarga kandung.
perkawinan dengan orang tuanya dengan
kelebihan
terhadap
anak-anak
Ketiadaan hukum yang tertulis tidak berarti
syarat ba‟da dukhul
bahwa keadilan tidak perlu ditegakkan dalam
d) Anak angkat bukan mahram bagi orang tua
masyarakat, keadilan dapat tercapai melalui norma
angkat dan anggota keluarga orang tua
dan
angkat sedangkan anak tiri menjadi mahram
kaidah-kaidah
yang
hidup
di
dalam
masyarakat. Maka dalam masalah pemberian hak
bagi orang tua tiri.
kepada anak tiri (kerabat) yang hidup bersama
e) Anak angkat beralih tanggungan dari orang
dengan orang tua tiri dapat diberikan hak asuh
tua kandung kepada orang tua angkat,
atau hak pelihara, karena hak ini diakui oleh adat
sedangkan anak tiri bila yatim beralih
dan agama juga keluarga yang bersangkutan,
tanggungan dari wali kepada ayah tiri.
terhadap pemberian ini tidak di tentukan berapa
Dalam tiori hukum Islam istilah kias juga di
bagian yang harus diberikan. Namun demikian
gunakan untuk mencari hukum yang tidak ada
apakah anak tiri untuk mendapatkan hak harus
penjelasannya dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits,
menunggu
melalui
namun terdapat beberapa kesamaan atau kemiripin
musyawarah keluarga, atau ada tidak ruang
dengan aturan hukum yang telah ada. Secara
pemberian
ahli
waris
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
- 68
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
etimologis,
kata
mengukur,
Seorang mujtahid yang menjadi anggota
membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya.
lembaga ahli al-Hall wa al-„Aqddalam arti hakim,
Para ulama usul fiqh mendevinisakan qiyas
berhak
adalah; penetapkan hukum yang sama dari sesuatu
bertentangan dengan ijma‟ para mujtahid, dan
kepada
pendapatnya wajib diikuti sebagai orang yang
sesuatu
qiyas
yang
artinya
lain,
karena
adanya
melakukan
ijtihad
mempunyai
menurut pandangan sang penetap hukum/mujtahid.
melakukan ijttihad apabila memenuhi syarat-
(Abu al-Husain Muhammad al-Bisri, 1992: 697).
syarat yang ditetapkan menurut usul, dan yang
Hakikat qiyas dalam hukum Islam, terdapat empat
penting adalah penguasa bahasa al-Qur‟an dan
unsur (rukun) pada setiap qiyas, yaitu;
Hadits Pengetahuan tentang kaifiat merumuskan
1. Suatu wadah atau hal yang telah ditetapkan
(istimbat) hukum dari sumber-sumber perundang-
sendiri hukumnya oleh pembuat hukum. Ini
undangan dan kepahaman tenatng tujuan syari‟at.
disebut
Semua itu dapat dicapai dengan kajian, diskusi-
atau
ashal,
atau
musyabbah bihi.
diskusi,
penalaran
dan
Setiap
orang
tidak
persamaan illat di antara keduanya (hukum)
maqis„alaih
kekuasaan.
selama
pengamalan
boleh
ijtihad.
2. Suatu wadah atau hal yang belum ditemukan
Perkara-perkara yang boleh diijtihadkan ialah
hukumnya secara jelas dalam nash syara‟. Ini
hukum-hukum yang ada nas mengenainya tetapi
disebut maqis atau furu‟ atau musyabbah bihi.
tidak diyakini hukumnya dan dalilnya atau tidak
3. Hukum yang disebut sendiri oleh pembuat
diyakini salah satunya. Hukum-hukum yang tidak
hukum (syari‟) pada asahal. Berdasarkan
ada nas dan ijma‟ mengenainya termasuk dalam
kesamaan ashal itu dengan furu‟ dalam illat-
perkara yang boleh diijtihadkan.
nya, para mujtahid dapat menetapkan hukum
pada furu‟. Ini disebut hukum ashal.
Ketika
terjadi
sengketa
hukum
dalam
masyarakat hakim tidak boleh menolak dan
4. „Illat hukum yang terdapat pada ashal dan
mengatakan undang-undang belum mengaturnya.
terlihat pula oleh mujtahid pada furu‟ ( Amir
Jika hakim tidak menemukan hukum yang tertulis,
Syarifuddin, 2009: 172).
maka hakim harus menggali hukum yang tidak
Terhadap kasus anak tiri dapat diqiyas-kan
tertulis, hukum yang hidup dalam masyarakat
(disamakan) dengan anak angkat dari sudut
melalui hukum adat dan nilai-nilai agama,
pandang illat-nya dan furu‟nya. Karena pada
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat
ashal hukum kedua-duanya adalah sama-sama
(1) dan (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2004
bukan dari keluarga kedua orang tua mereka dan
tentang Kekuasaan Kehakiman.
bukan keturunan (hubungan darah) dari suami
isteri dalam keluarga tersebut. Namun kewajiban
KESIMPULAN DAN SARAN
dan tanggung jawab serta hak-hak lainnya dalam
Kesimpulan
keluarga sama, sementara hukum hanya mengatur
tentang hak anak angkat atau orang tua angkat.
69 -
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
Seyogianya kedudukan anak tiri yang
tinggal dengan orang tua tiri sejak kecil dapat
Jurnal Ilmu Hukum
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
dipersamakan
angkat.
emosional
hukumnya
dalam
Peristiwa
hukum
dalam
keluarga
keluaragaanak
kekerabatan
anak
tiri
dan
jika
dibandingkan dengan anak angkat sama-sama
dalam keluarga.
Hak yang diterima oleh anak tiri dalam
masyarakat selama ini hanyalah hak hibah atau
wasiat
biasa
yang
tidak
mengikat
dengan
hukum.Pemberian hak kepada abak tiri selama ini
atas dasar kasih sayang, dalam bahasa Aceh
dikenal dengan ungkapan (haba peuneugah atau
peudeungeu bak wareuh, nyan tanoh rumoh kaa
lon wasiet keu sipulan).
Saran
Terhadap masalah anak tiri perlu pengkajian
hukum yang lebih mendalam, sehingga kesetaraan
dan kedudukan anak tiri dalam keluarga dapat
dipersamakan dengan kedudukan anak angkat.
Hendaknya kepada para tokoh masyarakat
dan hakim dalam menangani perkara anak-anak,
perlu mempertimbangkan hak-hak anak termasuk
anak tiri, mengingat tidak terdapat larangan dalam
al-qur‟an atau hadist, juga tidak bertentangan
dengan hukum lainnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Aziz Dahlan, et.al. Ensiklopedisi Hukum Islam,
Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam
di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media
Group, 2006
Ade Saptomo, Pokok-pokok Penelitian Hukum Empiris
Murni, Sebuah Alternatif, Jakarta, UI, 2009
Ali Al-Khafif, Ahkamu‟l-Wasaya, Mesir: Jami‟ah AdDual Al-„Arabiyah, 1964
Alyasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah:
Kajian Perbandingan terhadap Penalaran
Hazairin dan Penalaran Fiqh Madzhab, Jakarta,
INIS, 1998
Amir Martosedono, Tanya Jawab Pengangkatan
Anak dan Masalahnya, Effhar Offset dan
Dahara Prize, Semarang, 1990
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2004
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, Jakarta,
Kencana, 2009
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek,
Cet, 3, Jakarta, Sinar Grafika, 2002
Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Jilid III, Cet. I,
Jakarta, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam, 1984
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
1985
Imam Abi Bakar Ahamad Ar-Razi, Ahkamul Qur‟an,
Jilid 2, Bairut Libanon, Darul Fikri, 2001
Imam Bukhari, Fathul Baarri, Julid VIII/87, nomor.
4573
Imam Jalaluddin Al-Mahally, Tafsir Jalalain, , Jilid 1,
Bandung, Sinar Baru Agensindo, 2003
Kompilasi Hukum Islam
Muhammad. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhu‟l-Mawaris,
Cet. I, Jakarta. Bulan Bintang, 1973
Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir Al-Qurthubi,
Jlid V, Jakarta, Pustaka Azzam, 2008
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 Tentang
Pengangkatan Anak
Soerjono Soekanto, “Hukum Adat Indonesia”,
Jakarta, Raja Grafindo Persada 2001
-----------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI,
Press, 1984
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet. XVII,
Jakarta. Intermasa, 1983
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak
Undang-uandang No. 23 Tahun 2007 tentang
Perlindungan Anak
Usman Suparman, Wasiat Wajibah, Uraian Singkat
Wasiat Wajibah dan Hubungannya dengan
Plaatsvervulling dalam BW, Serang, Fakultas
Syari‟ah IAIN Sunan Gunung Jati, 1988.
Volume 2, No. 3, Agustus 2014
- 70
Download