Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala ISSN 2302-0180 pp. 59- 70 12 Pages PERSPEKTIF WASIAT WAJIBAH TERHADAP ANAK TIRI (Kajian Persamaan Hak dengan Anak Angkat) Hasan Basri1, Amiruddin.A.Wahab,2A.Hamid Sarong,3 1) Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala e-mail: [email protected] Abstrak: It is mentioned in the Compilation of Islamic Law (Kumpulan Hukum Islam/ KHI), artcle 209 verse (1) stipulates that, the distribution of the property (inheritance) left by the adopted son is ruled in the articles 176 to 193. Meanwhile, for the foster parent who does not receive any wasiat, is entitled to the wasiat wajibah, 1/3 of the total property left by the adopted son. So does the adopted son, in verse (2) rules that for the step son, if he does not receive any wasiat, is entiteled to the wasiat wajibah, 1/3 of the total property left by the deceased foster parent. However, the case of the step son and parent are not coverd by any law. Thus, it is the purpose of this research to find and identify the law that could cover the status and right of the step son and parent in the family, or is legally accepted that theirs status is analogically equalized with the status of the adopted son and foster parent. This research is a prescriptive in nature, and used sebagai the yuridisempirist approach or fielf research. It found that, the living condition of the step child is legally equal to the adopted son, both are put under the custody of the step or foster parent. However, the step son and parent have no legal bindings, as that of the adopt son and foster parent on their right to the inheritance of either the step son or parent. They have been receiving benefit from the inheritance in the form of emdowment. The absenct of the law on this case, it is compulsaory to do ijtihad in the law of inheritance. It is advisable that the judge has to find and formulate the law (rechtsvinding dan rechtschepping), that cover the rights of those closed family who are not listed as the heirs, especially, the step son who lives with the step parent, that could be fallen under the law wasiat wajibah, because he could belong to the heir group dzawil arham. Keywords: Wasiat Wajibah and Step Son Abstrak. Dalam KHI Pasal 209 ayat (1) disebutkan, harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193. Sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberikan wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan anak angkatnya. Ayat (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberikan wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.Tujuan penelitian ini untuk mencari identifikasi hukum tentang kedudukan anak tiri dalam keluarga dapat dipersamakan dengan anak angkat. Jenis penelitian ini bersifat preskriptif sebagai dasar penerapan hukum terhadap hak anak tiri, dengan menggunakan metode penelitian yuridisnormatif atau disebut dengan penelitian dokmatif. Dewasa ini kehudupan anak tiri dalam keluarga sama dengan anak angkat. Anak tiri dari isteri dan dari suami menjadi tanggung jawab suami isteri. Namun secara hukum terhadap anak tiri belum ada aturan yang mengikat dalam hal perkara menerimaan hak dari orang tua tiri. Sehingga perlu dilakukan ijtihadterhadap persamalahan hak anak tiri, sebagai perkembangan hukum waris Islam. Disarankan kepada hakim untuk melakukan penemuan dan penciptaan hukum (rechtsvinding dan rechtschepping), terhadap hak-hak kerabat yang bukan ahli waris, terutama anak tiri yang hidup bersama dengan orang tua tirinya melalui wasiat wajibah, atau dapat digolongkan sebagai ahli waris dzawil arham. Kata Kunci: Wasiat Wajibah dan Anak Tiri PENDAHULUAN masyarakat Romawi, umpamanya wasiat pernah Wasiat termasuk salah satu institusi yang digunakan untuk melegitimasi pengalihan atau sudah lama dikenal sebelum Islam, walaupun pada pengurangan hak kaum kerabat terhadap sesuatu sebagian sempat harta dengan jalan mewariskan harta untuk disalahgunakan untuk berbuat kezaliman. Pada diberikan kepada pihak yang lain yang tidak 59 - periode sejarah ia Volume 2, No. 2, Agustus 2014 Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala mempunyai hubungan nasab dengan pihak yang hukum anak angkat atau orang tua angkat, juga berwasiat. Dalam masyarakat Arab Jahiliyah, didapati pada hubungan kekeluargaan antara wasiat juga diberikan kepada orang asing yang anak tiri dengan orang tua tiri. Bahkan anak tiri tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan atau orang tua tiri mempunyai kedekatan yang pihak yang berwasiat serta meninggalkan kaum lebih dari pada anak angkat, yakni; hubungan kerabat yang miskin yang memerlukan bantuan. darah dengan salah seorang ibu, ayah sebagai (Wahbah Zuhaili, 1990, 7) suami isteri dalam sebuah rumah tangga, Peraturan wasiat wajibah ini dianggap baru apabila dikaitkan dengan aturan dalam fiqh klasik, hubungan sosiologi yang terjalin dalam keluarga, kesukuan dan keagamaan yang sama. tetapi tidak dikaitkan dengan perundang-undangan Hubungan darah dari salah satu orang tua kewarisan kontemporer. (Al-Yasa‟ Abu Bakar, mengakibatkan larangan kawin orang tua tiri 1996 :14). Al-Qur‟an secara implisit membenarkan dengan pemberian wasiat kepada kerabat yang tidak sosiologi dari kedua mereka anak tiri dengan mendapatkan bagian dari harta yang ditinggalkan orang tua tiri, kemudian karena kesukuan yang oleh si mati karena beberapa hal yang menjadi sama yang melahirkan rasa tanggung jawab penghalang, sebagaimana firman Allah SWT yang bersama, saling memberi dan kasih sayang, juga artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di dipengaruhi oleh keyakinan yang sama yaitu antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia ikatan keagamaan atau keyakinan yang satu. meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk Permasalahan ini banyak terjadi di dalam ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma‟ruf, (ini masyarakat. Justru itu keberadaan anak tiri dalam adalah) sebuah rumah tangga yang mejadi wacana kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. al-Baqarah. Ayat. 180) Di Indonesia, konsep wasiat wajibah ini diterapkan untuk anak angkat dan orang tua anak tiri, sehingga mempengaruhi pemikiran dari ahli hukum, sehingga keberadaan anak tiri menjadi terhormat bagi keluarga yang bersangkutan, bukan menjadi malapetaka. angkat yang dituangkan dalam Pasal 209 KHI Keberadaan anak tiri dalam keluarga orang yang disosialisasikan melalui Instruksi Presiden tua tirinya terasa tidak ada akibat hukum yang RI Nomor 1 Tahun 1991. Pasal ini dinilai radikal mengikat dalan masalah penuntutan haknya. karena meskipun namanya wasiat wajibah tetapi Padahal anak tiri dengan salah seorang dari orang dalam kenyataan berarti memberi harta warisan tuanya mempunyai hubungan yang tidak dapat kepada anak angkat atau orang tua angkat yang diputuskan oleh siapapun. Kisah dan cerita tidak sesuai dengan konsep wasiat wajibah dalam tentang anak tiri menyatakan sejarah kelam kajian fiqh yang berlaku di negara-negara Islam dalam kehidupan masyarakat. Hukum harus lainnya. Alasan KHI memberi wasiat wajibah mencari jalan keluar dan melakukan proteksi kepada anak angkat atau orang tua angkat karena yang selengkapnya. kekerabatan. Kekerabatan yang ada dalam ranah Volume 2, No. 3, Agustus 2014 - 60 Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Menurut Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum tiri 106). DalamPasal 875 BW surat wasiat atau mempunyai hubungan semenda dengan anak testament itu adalah suatu akta yang berisi tirinya, yang mengakibatkan larangan kawin pernyataan seseorang tentang apa yang akan dengan anak tiri dan orang tua tiri. Larangan terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya kawin dapat tersebut Islam, orang menunjukkan tua dikehendaki setelah ia meninggal.(Subekti, 1983: bahwa begitu ditarik kembali. Menurut Suparman dekatnya hubungan kekeluargaan anak tiri dengan wasiatwajibah adalah wasiat yang pelaksanaannya orang tua tiri. Kedekatan tersebut mengikat tidak dipengaruhi atau tidak bergantung kepada hukum sehingga lahirnya rasa tanggung jawab kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia. yang dapat menimbulkan kasih sayang di antara Wasiat mereka, dan diucapkan atau tidak diucapkan, baik dikehendaki kewajiban di antara anak tiri dan orang tua tiri maupun tidak dikehendaki oleh si yang meninggal yang dunia. Jadi pelaksanaan wasiat tersebut tidak sehingga mungkin terikat dapat dengan hak dipersamakan seperti ini tetap harus memerlukan Allah SWT juga mengingatkan kepada laki-laki diucapkan atau ditulis dan dikehendaki, tetapi yang akan melakukan perkawinan, harus mampu pelaksanaannya didasarkan kepada alasan-alasan melakukan anak-anaknya, hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut artinya anak yatim disini adalah anak tiri dari harus dilaksanakan.(Usman Suparman, 1988: 88). isteri-isteri yang dipoligami. Menurut Ahmad Rafiq dalam Abdul Manan, terhadap secara Kata "wasiat" berasal dari bahasa Arab yaitu yang hukum Islam pernyataan dimulainya suatu perbuatan, biasanya tanpa menurut imbalan atau tabarru‟.(Abdul perbuatan Manan, 2008:149). Ali Al-Khafif dalam kitab al- setelah ucapan yang didasarkan pada orang yang menyatakan wasiat meninggal dunia dengan jalan kebaikan dimulai suatu ahli tersebut atau itu berarti para wasiat mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan KAJIAN KEPUSTAKAAN washaaya etimologi bahwa baik hubungan anak angkat dengan orang tua angkat. keadilan bukti dilaksanakan, orang yang mengucapkan atau yang menyatakan meninggal Ahkam dunia.( Departemen Agama, 1984:189). Ulama memberi definisi wasiat ialah mengalihkan hak fiqih mendefinisikan wasiat dengan. “Penyerahan untuk harta secara suka rela dari seseorang kepada pihak meninggal pemberi wasiat.( Ali Al-Khafif, 1964: lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat, 564). Hasbi Ash-Shiddieqy dalam kitabnya Fiqh baik harta itu berbentuk materi maupun berbentuk al-Mawarits, memberi definisi sebagai berikut: manfaat”. Oleh sebab itu terdapat perbedaan Wasiat ialah tasharruf terhadap harta peninggalan antara wasiat dengan pemilikan harta lain. yang akan dilaksanakan sesudah meninggal yang Menurut Subekti, wasiat atau testament ialah berwasiat.(Muhammad. Hasbi suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang 1973: 291). Dari beberapa definisi wasiat di atas 61 - Volume 2, No. 3, Agustus 2014 al-Wasiya memiliki (undang-undang harta peninggalan wasiat) sesudah Ash-Shiddieqy, Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dapat disimpulkan, wasiat wajibah adalah wasiat Adapun pendekatan penelitian ini yang hukumnya wajib atas pembebanan oleh menggunakan metode penelitian yuridisnormatif hakim atau lembaga yang mempunyai hak agar (penelitian hukum normatif), yaitu penelitian yang harta seseorang yang telah meninggal dunia, bersumber pada kajian asas-asas hukum atau diambil wasiat secara sukarela untuk diberikan norma-norma kepada peraturan-peraturan orang tertentu (menerima wasiat) hukum yang terdapat dengan dalam membandingkan sebanyak 1/3 harta, atau kepada akrabin yang antara norma dalam masyarakat atau kejadian bukan ahli waris untuk mendapatkan hak dari dilapangam.(Saerjono harta peninggalannya dengan tidak harus dengan Penelitian Hukum,1984: hlm. 10). Soekanto, Pengantar persetujuan orang yang meninggal atau warisnya Penelitian hukum yuridis normatif membahas dan dapat dipergunakan manfaatnya setelah doktrin-doktrin atau asas-asas hukum dalam ilmu shahibul mal meninggal dunia. hukum. Pelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum atau doktrin METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini bersifat preskriptif dan hukum positif yang berlaku. Penelitian tipe ini terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, lazim disebut study docmatic atau penelitian ilmu hukum, mempelajari tujuan hukum, nilai- doktrinal (doctrinal research). Dalam penelitian nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep- ini, peneliti bekerja secara analitis induktif. konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai Prosesnya bertolak dari premis-premis yang ilmu terapan, ilmu hukum menerapkan standar berupa prosedur, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu diketahui, dan berakhir pada penemuan asas-asas dalam hukum.(Peter hukum yang menjadi pangkal tolak pencarian asas Mahmud Marzuki, 2005: 22). Jika dikaitkan adalah norma-norma hukum positif. ( Zainuddin dengan pemberian hak kepada anak tiri mungkin Ali, Metode Penelitian Hukum, 2009: 24-25). saja dapat diterapkan karena hakikat dari tujuan Dalam hal ini tentang penyetaraan kedudukan dan hukum adalah memberikan keadilan. Selanjutnya pemberian bahwa penelitian ini juga berbentuk deskriptif persepsimasyarakat. Dari sudut bentuk penelitian analitis yang bertujuan untuk memberi gambaran perspektif ini, dimaksudkan untuk mendapatkan tentang kedudukan anak tiri dalam keluarga orang saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan tua tiri, dengan suatu interprestasi, evaluasi dan untuk mengatasi masalah tersebut. (Amiruddin pengetahuan umum terhadap realitas obyek yang dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian diteliti, karena fakta tidak akan mempunyai arti Hukum, 2004: hlm. 28). Menurut Purnadi tanpa interprestasi, evaluasi dan pengetahuan Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, hukum umum.( Is. Susanto, Metodelogi Penelitian, 1990: dipandang berlaku apabila hukum itu bekerja 15). efektif. (Ade Saptomo, Pokok-pokok Penelitian melaksanakan aturan norma-norma hak hukum kepada anak positif tiri Volume 2, No. 3, Agustus 2014 yang dalam - 62 Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Hukum Empiris Murni, Sebuah Alternatif, 2009: hlm. 42). Data primer adalah data yang diperoleh secara Penelitian terhadap identifikasi hukum (hukum tidak tertulis) dimaksud untuk mengetahui hukum yang tidak tertulis berdasarkan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Hukum tidak tertulis dalam sistim di Indonesia, yaitu hukum adat dan hukum Islam. (Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, 2009: hlm. 30). Penelitian sosiologis dapat direalisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas hukum yang sedang berlaku ataupun penelitian terhadap indentifikasi hukum. ( Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, 2002: hlm. 16). Secara sosiologis kehidupan anak tiri yang hidup semenjak kecil bersama dengan orang tua tiri dapat dipersamakan kedudukan dan pemberian haknya dengan anak angkat, mengatur tua angkatnya melalui wasiat wajibah. sehingga tentang identifikasi hukum hak tiri anak yang terhadap peninggalan orang tua tiri dapat dipertimbangkan hukumnya oleh hakim pengadilan agama. Menggunakan penafsiran hukum langsung dari lokasi penelitian melalui kegiatan penelitian lapangan dengan menggunakan instrumen wawancara dan studi dokumentasi. Kedua alat pengumpul data itu dipilih atas dasar pertimbangan, bahwa alat-alat pengumpul data itu memiliki reliabilitas (keterhandalan) dan validitas (kesahihan) yang memadai.(Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, 1988: 86-87). Sebab kedua instrumen terutama tersebut dalam sudah lazim penelitian digunakan, hukum empiris. Sifatnya lebih ditekankan pada perkembangan pendapat yang dikemukakan oleh responden terhadap wasiat wajibah kepada anak tiri. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah; 1. Informen a. Dua orang hakim MahkamahSyar‟iyah Kota Banda Aceh b. Ulama dalam masyarakat 2. Responden secara Anak tiri dan orang tua tiri . analogi yaitu menafsirkan undang-undang secara Data sekunder adalah buku teks, tulisan-tulisan analogi dengan cara memberikan kias atau ibarat tentang hukum, dokumen-dokumen resmi, buku-buku pada kata-kata yang terdapat dalam undang- yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil undang sesuai dengan asas hukumnya. Dengan penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, demikian suatu asas peristiwanya yang sebenarnya disertasi, dan peraturan perundang-undangan. Dalam tidak dapat dimasukkan, lalu dianggap atau hal ini peraturan tentang pemberian wasiat wajibah diibratkan sesuai dengan bunyi peraturan tersebut. kepada anak angkat atau orang tua angkat. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 309 Data hukum tertier, nyakni bahan yang Kompilasi Hukum Islam tentang pemberian hak memberikan mempusakai terhadap harta peninggalan anak terhadap bahan hukum primer dan skunder, angkat oleh orang tua angkat, demikian sebaliknya seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan anak angkat mempusakai harta peninggalan orang seterusnya. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 63 - Volume 2, No. 3, Agustus 2014 petunjuk maupun penjelasan Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan adalah periode perkembangan yang merentang Singkat, 1985: 34-35). dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, Data sekunder yaitu data yang mendukung priode ini biasanya disebut priode sekolah, keterangan atau menunjang kelengkapan data kemudian primer, dengan mempelajari data sekunder yang sekolah dasar. merupakan bahan-bahan pustaka, berkembang setara dengan tahun peraturan, Di dalam Pasal 171 huruf (h) KHI dijelaskan ketentuan-ketentuan hukum yang berhubungan anak angkat adalah anak yang dalam hal dengan permasalahan dan perihal yang diteliti. pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya Penelitian untuk pendidikan dan sebagainya beralih tanggungan mengumpulkan data dan informasi yang tersedia, dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya yang kemudian dijadikan pondasi dasar dan alat berdasarkan putusan Pengadilan.Kamus umum utama dalam penelitian tersebut. Bahasa Indonesia kepustakaan bertujuan mengartikan anak angkat sebagaianak orang lain yang diambil (dipelihara) HASIL PEMBAHASAN Alur Fikir Wasiat Wajibah terhadap Anak Angkat dan Anak Tiri Undang-undang No. 23 Tahun 2002 dalam Pasal 1 ayat (1) memberi beberapa devinisi serta disahkan secara hukumsebagai anak sendiri. Menurut Ensiklopedia Bahasa Indonesia Umum,(Kamus (KBBI), 1976:31). Besar Amir Martosedono. Dalam bukunya Tanya Jawab tentang anak; “Anak adalah seseorang yang belum Pengangkatan Anak berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak menjelaskan;“Anak Angkat adalah anak yang yang masih dalam kandungan. diambil oleh dan seseorang Masalahnya, sebagai ia anaknya, Program Kesejateraan Sosial Anak (PKSA) dipelihara, diberi makan, diberi pakaian, kalau mendevinisikan anak adalah; Orang yang belum sakit diberi obat, supaya tumbuh menjadi dewasa. berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk juga (Amir anak yang masih dalam kandungan. Di dalam Soekanto. Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang “Anak orang lain (dalam hubungan perkawinan Kesejahteraan Anak. Anak adalah; seseorang yang yang sah menurut agama dan adat) yang diangkat belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun karena alasan tertentu dan dianggap sebagai anak dan kandung” belum pernah kawin.MenurutWikipediamendevinisikananakadal ah;Seseorang lelaki atau perempuan yang belum Martosedono, 1990: 15)..Soerjono Mendefinisikan anak angkat adalah; (Soerjono Sedangkan menurut Soekanto, Wirjono 2001: 251). Pradjodikoro. Menyatakan bahwa:“Anak angkat adalah seorang dewasa atau belum mengalami pubertas. Anak bukan turunan dua orang suami istri, yang diambil, juga merupakan keturunankedua, di mana kata dipelihara, dan diperlakukan oleh mereka sebagai anak merujuk pada lawan orang tua, orang dewasa anak adalah anak dari orang tua mereka, meskipun Prodjodikoro, 1983: 37). Jadi pengertian anak mereka telah dewasa. Menurut psikologi, anak angkat adalah anak orang lain yang dihubungkan keturunannya sendiri”. (Wirjono Volume 2, No. 3, Agustus 2014 - 64 Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dalam keluagarnya, kekeluargaan dan dengan mempunyai saudara lainya, ikatan wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta untuk warisan anak angkat. dipelihara sebagai anak kandung dan menjadi (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima tanggung jawabnya dalam pemenuhan keperluan wasiat diberikan wasiat wajibah sebanyak- hidupnya mulai dari, kesehatannya, pendidikannya banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua dalam keberlangsungan hidup dan masa depannya. angkatnya. Dari beberapa divinisi tentang anak dapat Sehingga telah terjadi anggapan bahwa antara dipahami anak adalah seseorang yang belum anak angkat dan orang tua angkat mempunyai dilahirkan dan seseorang yang umurnya mulai dari ikatan 6 (enam) tahun sampai dengan umur 18 (delapan kekeluargaannya belas) tahun dan atau 21(duapuluh satu) tahun peralihan hak dari harta orang tua angkat, karena atau yang belum pernah melakukan perkawinan. untuk mengikuti aturan yang disebutkan dalam Pangangkatan anak adalah perbuatan hukum dengan sengaja untuk memperoleh akibat hukum. Akibat pula hubungan KHI tersebut. Anak tiri adalah anak salah seorang suami isteri atau suaminya yang terdahulu. Misalnya, baru terhadap orang angkat dan orang tua asal. anak tiri seorang ayah, ialah anak isterinya sebagai Akibat hukum yang disebabkan oleh peristiwa hasil perkawinan isterinya itu dengan suaminya pengangkatan anak akan mempengaruhi pihak- terdahulu. Anak tiri seorang ibu, ialah anak pihak yang erat hubungannya dengan peristiwa suaminya sebagai hasil perkawinan suaminya itu lain yaitu orang tua angkat, anak angkat dan orang dengan isterinya terdahulu. (Muchlis Marzuki, tua asal. Akibat hukum tersebut adalah masalah Pokok-pokok Ilmu Waris, 2009, hlm. 84). terhadap Pada dasarnya, anak tiri hanya memiliki peninggalan pusaka dari orang tua angkat atau hubungan kewarisan dan keperdataan dengan anak angkat. Perolehan hak (harta kekayaan) dari orang tua sedarah. Adanya hubungan dengan orang tua angkat kepada anak angkat merupakan orang tua sedarah tersebut dibuktikan dengan akta perbuatan kelahiran yang otentik yang dikeluarkan oleh hukum harta ini hubungan menimbulkan hubungan-hubungan hukum yang dan perbuatan termasuk dalam atau isteri sebagai hasil perkawinannya dengan perwalian dari mengikat dapat hak hukum yang adat waris dalam masyarakat Indonesia. pejabat yang berwenang sebagaimana disebutkan Dalam KHI disebutkan hanya dalam satu pasal yaitu Pasal 209 ayat (1) dan (2) yang isinya; (1) Harta peninggalan anak angkat dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: dibagi berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan 193, sedangkan terhadap orang tua angkat Persepsi Wasiat Wajibah Terhadap Anak Tiri Permasalahan anak tiri sejauh peneliti teliti yang tidak menerima wasiat diberikan wasiat belum ada sentuhan hukum. Pada hal jika ditelusuri dalam literatur perundang-undanagn 65 - Volume 2, No. 3, Agustus 2014 Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala anak tiri juga bagian dari seorang anak yang harus Abi Bakar Ahamad Ar-Razi, Ahkamul Qur‟an, diberikan perlidungan hukum terhadap persamaan 2001: 88). hak dalam keluarga. Di dalam Al-Qur‟an anak tiri Imam Bukhari meriwayatkan bahwa urwah indetik dengan anak yatim hal ini dapat ditelaah ibnu Zubair r.a. pernah bertanya kepada Aisyah r.a melalui firman Allah SWT . Artinya: “Dan jika tentang nuzul ayat di atas, Aisyah menjawab. kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap Wahai anak saudara perempuanku, itu adalah anak (hak-hak) kamu gadis yatim yang berada dalam perlindungan dan mengawininya) maka kawinlah wanita-wanita bimbingan walinya, jika engkau memperhatikan (lain), yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. hartanya maka engkau akan terkagum akan Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, hartanya dan kecntikannya, sehingga walinya maka kawinlah seorang saja”(Q. S. an-Nisa‟, ayat ingin 3). kepadanya perempuan Kemudian gambaran yatim Rasulullah tentang (bila SAW anak seacra tanpa memberi mahar adil dan hanya ia yatim memberikannya seperti apa yang ia berikan bersamanya di hari akhirat artinya;“Saya akan kepada wanita lain. Kemudian mereka dilarang bersama anak yatim seperti ini sambil ia menikahi perempuan yatim tersebut selama tidak menunjuk jari telunjuk dan jari tengah dan ia bisa bersikap adil dalam memberi mahar dan renggangkan nafkah kepadanya melebihi nahar dan nafkah antar kedudukan memberi menikahinya keduanya”.(H.R.Imam Muslim).Begitu dekatnya dan kasih sayang Rasulullah terhadap yatim (anak tiri) Jalaluddin Al-Mahally menafsirkan ayat di isteri-isteri lainnya, dan memerintahakan mereka untuk menikahi wanita-wanita yang mereka sunangi selain perempuan-perempuan yatim atas adalah larangan terhadap wali yang tidak tersebut.(Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir sanggup menghadapi anak yatim dalam berlaku Al-Qurthubi, 2008: 31). adil terhadap hartanya (harta peninggalan orang Anak tiri adalah anak salah seorang suami tuanya), karena asbabun nuzul ayat tersebut atau isteri sebagai hasil perkawinannya dengan adalah keberatan mereka orang arab untuk isteri atau suaminya yang terdahulu. Misalnya, menjadi wali anak yatim, disebabkan di antara anak tiri seorang ayah, ialah anak isterinya sebagai merekawali memiliki sepuluh atau delapan orang hasil perkawinan isterinya itu dengan suaminya isteri, sehingga mereka tidak sanggup berlaku adil terdahulu. Anak tiri seorang ibu, ialah anak di antara anak-anak yatim. ( Imam Jalaluddin Al- suaminya Mahally, Tafsir Jalalain, 2003: 310). Menurut suaminya itu dengan isterinya terdahulu. (Muchlis Imam Abi Bakar, yang dimaksud wanita-wanita Marzuki, 2008: 84). sebagai hasil hasil perkawinan yatim dalam surat an-Nisa‟ ayat 4, adalah wanita- Di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974, wanita yatim yang belum baligh yaitu yatim yang kedudukan anak tiri dalam keluarga orang tua tiri masih kanak-kanak, sehingga diperlukan wali termasuk hubungan keluarga semenda, yang ketika dia mau dinikahkan setelah baligh. (Imam mengakibatkan larangan melakukan perkawinan. Volume 2, No. 3, Agustus 2014 - 66 Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Sebagaiman disebutkan dalam Pasal 8 huruf a pengharaman dalam syari‟at tentu ada hikmah sampai huruf f yaitu: Perkawinan dilarang antara yang mungkin tidak dapat diketahui maslahahnya. dua orang yaitu: Menurut Sayyid Quthb, ada tiga hikmah dari a) Berhubungan darah dalam garis keturunan penghraman tersebut yaitu; Pertama, isteri ayah lurus kebawah ataupun keatas b) Berhubungan darah dalam garis keturunan berkedudukan sebagai ibu. Kedua agar jangan seorang menggantikan posisi ayahnya, sehingga ia menyamping yaitu anatara saudara, antar menghayalkan seorang dengan saudara orang tua dan antara naluri kebanyakan seorang suami tidak suka seorang dengan saudara neneknya kepada bekas suami pertama isteri, sehingga si c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri sebagai tandingannya. Secara anak akan membenci ayahnya. Ketiga, supaya tidak terjadi kesamaran dalam masalah kewarisan d) Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, bagi isteri ayah, yang hal ini sangat dominan telah anak sussuan, saudara susuan dan bibi/paman terjadi dikalangan masyarakat jahiliyah. (Sayyid susuan Quthb,2001: 9). e) Berhungan saudara dengan isteri atau sebagai Istilah anak tiri, biasanya dalam cerita-sehari- bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal hari memberi gambaran kesedihan dan kenakalan. seorang suami beristeri lebih dari seorang Karena sejak dari dulu anak tiri digambarkan f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya sebagai anak yang tidak ada yang mendidik, yang atau peraturan lain yang berlaku, dilarang selalu serba kekurangan dalam segala-galanya. kawin. Kurang dari sudut kasih sayang, pelayanan dan Lebih lanjut lagi Islam juga mengatur tentang hubungan dan pergaulan anak tiri atau orang tua tiri dalam keluarga. Orang tua tiri terhadap anak pemberian harta benda. Anak tiri sentiasa tersisihkan dalam keluarga ibu atau ayah tiri. Orang tua tiri kejam, tidak tiri mereka menjadi mahram demikian juga anak berprikemanusiaan, ganas dan penuh dengan tiri terhadap orang tua tiri mereka juga mahram hasad dengki terhadap anak tiri. Demikian juga hal ini dapat dipahami dengan firman Allah; hubungan dengan kakak beradik tidak ada yang “diharamkan atas kamu …. anak-anak isterimu mengaku saudara tirinya sebagai saudara untuk yang dalam pemeliharaanmu dan isteri yang telah mendapatkan sedikit kebahagiaan dalam keluarga. kamu campuri”. Demikian juga terhadap anak tiri Kisah anak tiri dalam film Ratapam Anak Tiri. terdapat larang untuk melakukan perkawinan Membuat penonton marah, dengan orang tua tirinya; “…dan janganlah kamu karena mengundang simpati terhadap si anak tiri kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh yang selalu direlung malang. ayahmu”. benci dan sedih, Di dalam masyarakat banyak dijumpai Pengharaman tersebut bersifat mengikat kehidupan anak tiri dengan keluarga orang tua tiri selama-lamanya tanpa ada batas waktu, setiap hal ini biasanya terjadi bila seorang suami 67 - Volume 2, No. 3, Agustus 2014 Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala meninggal isterinya aatu seorang isteri meninggal hukum bagi anak tiri untuk meminta haknya suaminya. Maka akan terjadi perkawinan yang melalui lembaga Peradilan sebagaimana yang kedua baik dari pihak laki-laki ataupun dari pihak telah diatur dalam Pasal 209 KHI tentang hak perempuan, apalagi jika mereka ditinggal mati anak angkat dan orangtua angkat. masih muda. Perkawinan tersebut akan membawa Analisa tentang persamaan dan perbedaan anak anak mereka kedalam lingkungan keluarga yang angkat dengan anak tiri dalam baru (isteri kedua atau suami kedua). Memelihara kekeluargaan adalah sebagai berikut; hubungan anak tiri isteri atau suami di dalam agama dan a) Anak angkat dan anak tiri sama-sama berasal masyarakat suatu perbuatan yang mulia, Apalagi dari nasab orang lain, akan tetapi anak angkat bila anak tiri tersebut anak yatim dari suami atau ada juga yang dari hubungan darah dari isterinya, Dalam masyarakat dijumpai anak tiri keluarga, sama seperti anak tiri yang tinggal dengan ibu tiri atau sebaliknya anak tiri mempunyai hubungan darah dari salah tinggal bersama ayah tirinya. Kedekatan dalam seorang orang tua mereka hubungan keluarga anak tiri dengan orang tua tiri b) Anak angkat dan anak tiri sama-sama tidak seperti ini sama seperti kehidupan anak angkat termasuk ahli waris dalam keluarga kedua dalam keluarga orang tua angkatnya yang orang tua mereka mempunyai hubungan hukum yang mengikat c) Anak angkat menjadi bagian keluarga orang secara formal mereka saling mengisi kekurangan tua angkat setelah penetapan putusan hakim dan mereka, sedangkan anak tiri menjadi bagian dari demikian juga anak-anak mereka saling asah dan keluarga orang tua tiri setelah terjadinya asuh kakak beradik layaknya keluarga kandung. perkawinan dengan orang tuanya dengan kelebihan terhadap anak-anak Ketiadaan hukum yang tertulis tidak berarti syarat ba‟da dukhul bahwa keadilan tidak perlu ditegakkan dalam d) Anak angkat bukan mahram bagi orang tua masyarakat, keadilan dapat tercapai melalui norma angkat dan anggota keluarga orang tua dan angkat sedangkan anak tiri menjadi mahram kaidah-kaidah yang hidup di dalam masyarakat. Maka dalam masalah pemberian hak bagi orang tua tiri. kepada anak tiri (kerabat) yang hidup bersama e) Anak angkat beralih tanggungan dari orang dengan orang tua tiri dapat diberikan hak asuh tua kandung kepada orang tua angkat, atau hak pelihara, karena hak ini diakui oleh adat sedangkan anak tiri bila yatim beralih dan agama juga keluarga yang bersangkutan, tanggungan dari wali kepada ayah tiri. terhadap pemberian ini tidak di tentukan berapa Dalam tiori hukum Islam istilah kias juga di bagian yang harus diberikan. Namun demikian gunakan untuk mencari hukum yang tidak ada apakah anak tiri untuk mendapatkan hak harus penjelasannya dalam Al-Qur‟an dan Al-Hadits, menunggu melalui namun terdapat beberapa kesamaan atau kemiripin musyawarah keluarga, atau ada tidak ruang dengan aturan hukum yang telah ada. Secara pemberian ahli waris Volume 2, No. 3, Agustus 2014 - 68 Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala etimologis, kata mengukur, Seorang mujtahid yang menjadi anggota membandingkan sesuatu dengan yang semisalnya. lembaga ahli al-Hall wa al-„Aqddalam arti hakim, Para ulama usul fiqh mendevinisakan qiyas berhak adalah; penetapkan hukum yang sama dari sesuatu bertentangan dengan ijma‟ para mujtahid, dan kepada pendapatnya wajib diikuti sebagai orang yang sesuatu qiyas yang artinya lain, karena adanya melakukan ijtihad mempunyai menurut pandangan sang penetap hukum/mujtahid. melakukan ijttihad apabila memenuhi syarat- (Abu al-Husain Muhammad al-Bisri, 1992: 697). syarat yang ditetapkan menurut usul, dan yang Hakikat qiyas dalam hukum Islam, terdapat empat penting adalah penguasa bahasa al-Qur‟an dan unsur (rukun) pada setiap qiyas, yaitu; Hadits Pengetahuan tentang kaifiat merumuskan 1. Suatu wadah atau hal yang telah ditetapkan (istimbat) hukum dari sumber-sumber perundang- sendiri hukumnya oleh pembuat hukum. Ini undangan dan kepahaman tenatng tujuan syari‟at. disebut Semua itu dapat dicapai dengan kajian, diskusi- atau ashal, atau musyabbah bihi. diskusi, penalaran dan Setiap orang tidak persamaan illat di antara keduanya (hukum) maqis„alaih kekuasaan. selama pengamalan boleh ijtihad. 2. Suatu wadah atau hal yang belum ditemukan Perkara-perkara yang boleh diijtihadkan ialah hukumnya secara jelas dalam nash syara‟. Ini hukum-hukum yang ada nas mengenainya tetapi disebut maqis atau furu‟ atau musyabbah bihi. tidak diyakini hukumnya dan dalilnya atau tidak 3. Hukum yang disebut sendiri oleh pembuat diyakini salah satunya. Hukum-hukum yang tidak hukum (syari‟) pada asahal. Berdasarkan ada nas dan ijma‟ mengenainya termasuk dalam kesamaan ashal itu dengan furu‟ dalam illat- perkara yang boleh diijtihadkan. nya, para mujtahid dapat menetapkan hukum pada furu‟. Ini disebut hukum ashal. Ketika terjadi sengketa hukum dalam masyarakat hakim tidak boleh menolak dan 4. „Illat hukum yang terdapat pada ashal dan mengatakan undang-undang belum mengaturnya. terlihat pula oleh mujtahid pada furu‟ ( Amir Jika hakim tidak menemukan hukum yang tertulis, Syarifuddin, 2009: 172). maka hakim harus menggali hukum yang tidak Terhadap kasus anak tiri dapat diqiyas-kan tertulis, hukum yang hidup dalam masyarakat (disamakan) dengan anak angkat dari sudut melalui hukum adat dan nilai-nilai agama, pandang illat-nya dan furu‟nya. Karena pada sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat ashal hukum kedua-duanya adalah sama-sama (1) dan (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2004 bukan dari keluarga kedua orang tua mereka dan tentang Kekuasaan Kehakiman. bukan keturunan (hubungan darah) dari suami isteri dalam keluarga tersebut. Namun kewajiban KESIMPULAN DAN SARAN dan tanggung jawab serta hak-hak lainnya dalam Kesimpulan keluarga sama, sementara hukum hanya mengatur tentang hak anak angkat atau orang tua angkat. 69 - Volume 2, No. 3, Agustus 2014 Seyogianya kedudukan anak tiri yang tinggal dengan orang tua tiri sejak kecil dapat Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dipersamakan angkat. emosional hukumnya dalam Peristiwa hukum dalam keluarga keluaragaanak kekerabatan anak tiri dan jika dibandingkan dengan anak angkat sama-sama dalam keluarga. Hak yang diterima oleh anak tiri dalam masyarakat selama ini hanyalah hak hibah atau wasiat biasa yang tidak mengikat dengan hukum.Pemberian hak kepada abak tiri selama ini atas dasar kasih sayang, dalam bahasa Aceh dikenal dengan ungkapan (haba peuneugah atau peudeungeu bak wareuh, nyan tanoh rumoh kaa lon wasiet keu sipulan). Saran Terhadap masalah anak tiri perlu pengkajian hukum yang lebih mendalam, sehingga kesetaraan dan kedudukan anak tiri dalam keluarga dapat dipersamakan dengan kedudukan anak angkat. Hendaknya kepada para tokoh masyarakat dan hakim dalam menangani perkara anak-anak, perlu mempertimbangkan hak-hak anak termasuk anak tiri, mengingat tidak terdapat larangan dalam al-qur‟an atau hadist, juga tidak bertentangan dengan hukum lainnya. DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdul Aziz Dahlan, et.al. Ensiklopedisi Hukum Islam, Jakarta, Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006 Ade Saptomo, Pokok-pokok Penelitian Hukum Empiris Murni, Sebuah Alternatif, Jakarta, UI, 2009 Ali Al-Khafif, Ahkamu‟l-Wasaya, Mesir: Jami‟ah AdDual Al-„Arabiyah, 1964 Alyasa Abubakar, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fiqh Madzhab, Jakarta, INIS, 1998 Amir Martosedono, Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya, Effhar Offset dan Dahara Prize, Semarang, 1990 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, Jakarta, Kencana, 2009 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cet, 3, Jakarta, Sinar Grafika, 2002 Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Jilid III, Cet. I, Jakarta, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1984 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1985 Imam Abi Bakar Ahamad Ar-Razi, Ahkamul Qur‟an, Jilid 2, Bairut Libanon, Darul Fikri, 2001 Imam Bukhari, Fathul Baarri, Julid VIII/87, nomor. 4573 Imam Jalaluddin Al-Mahally, Tafsir Jalalain, , Jilid 1, Bandung, Sinar Baru Agensindo, 2003 Kompilasi Hukum Islam Muhammad. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhu‟l-Mawaris, Cet. I, Jakarta. Bulan Bintang, 1973 Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi, Tafsir Al-Qurthubi, Jlid V, Jakarta, Pustaka Azzam, 2008 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Anak Soerjono Soekanto, “Hukum Adat Indonesia”, Jakarta, Raja Grafindo Persada 2001 -----------, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI, Press, 1984 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet. XVII, Jakarta. Intermasa, 1983 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Undang-uandang No. 23 Tahun 2007 tentang Perlindungan Anak Usman Suparman, Wasiat Wajibah, Uraian Singkat Wasiat Wajibah dan Hubungannya dengan Plaatsvervulling dalam BW, Serang, Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Gunung Jati, 1988. Volume 2, No. 3, Agustus 2014 - 70