Dokumentasi Best Practises Pendidikan (Tentang Penerapan

advertisement
Dokumentasi Best Practises
Pendidikan (Tentang Penerapan
Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan yang
Baik dalam Pengelolaan Pendidikan)
Best Practice :
Sekolah Kajian di SLTP 4 Mendoyo,
Kab. Jembrana
Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD)
Jl. Tebet Barat Dalam III A no 02
Jakarta 12810, Indonesia
Phone: +62-21-83794469
Fax: +62-21-83791270
E-mail: [email protected]
Sumber: Dokumentasi Best Practises Pendidikan
- Unit Fasilitasi Desentralisasi Pendidikan (UFDP)
Clearinghouse YIPD/CLGI
1
SEKOLAH KAJIAN DI SLTP 4 MENDOYO,
KAB. JEMBRANA
A.
Latar Belakang Sekolah-Sekolah Unggulan
Bila ada sebuah sekolah dikelola secara berbeda dan mendapat fasilitas berlebih,
maka kita akan segera menganggapnya sebagai "sekolah unggulan". Bukan
"sekolah luar biasa", walau sekolah ini dikelola dengan berbeda, namun tasilitasnya
seringkali justru kekurangan. Kesan selanjutnya yang mengait dengan model
sekolah ini adalah elitis dan mahal, hanya menerima calon-calon siswa yang sangat
pandai. Dan bila dikelola oleh swasta maka pandai saja tidak cukup bila tidak ada
uang.
Di Indonesia, sekolah unggulan menjadi fenomena yang semakin umum. Sejak
desentralisasi pendidikan, setiap daerah berusaha dengan serius membangun
sekolah- sekolah unggulannya masing-masing. Banten membangun SMU unggulan
yang menekankan pada pengembangan wawasan agama Islam. Bahkan di
Sulawesi Selatan gerakan membangun sekolah unggulan ini melebar di tingkat
provinsi, seperti kutipan berita di bawah ini:
Kompas, 13 Agustus 2003
Sulser Canangkan Tahun Sekolah Unggulan
Makassar, Kompas - Tahun 2003 ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
mencanangkan sebagai tahun sekolah unggulan. Untuk itu diharapkan,
hingga akhir tahun 2003 ini setiap kabupaten/kota sudah memiliki minimal satu
sekolah unggulan untuk tiap tingkatan mulai SD, SMP, dan SMU.
Hal ini dikatakan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) M
Nor Saenusi di Makassar, Senin (11/8). Tahun ini kata Saenusi, Sulsel
menganggarkan dana sebesar Rp 5 miliar dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) membantu memfasilitasi sekolah-sekolah unggulan,
baik yang sudah ada maupun yang baru dibentuk. Anggaran ini, misalnya,
untuk pengembangan laboratorium fisika, kimia, bahasa, perpustakaan,
pengadaan komputer dan internet, serta fasilitas penunjang lainnya.
Clearinghouse YIPD/CLGI
2
Gairah pemerintah daerah membangun sekolah-sekolah unggulan ini didasarkan
pada anggapan bahwa sekolah unggulan dapat menjadi contoh bagi sekolahsekolah lainnya. Selain itu keberhasilan yang mencolok sebuah sekolah unggulan di
daerah tertentu, misalnya NEM atau angka masuk universitas favorit yang tinggi,
dianggap sebagai salah satu bukti keberhasilan pendidikan di daerah tersebut.
Dalam hal ini, dengan membangun sekolah unggulan, pemerintah membangun
pula kebanggaan daerah mereka. Dari sudut lain, sekolah unggulan ini dapat
dilihat sebagai semacam proyek mercusuar.
Kritik pertama terhadap sekolah unggulan berkaitan dengan ketidaksetaraan
kesempatan pada semua caton siswa. Ketidaksetaraan inilah yang kemudian
menciptakan kesenjangan. Dengan perlakuan dan fasilitas yang khusus, dengan
calon siswa pilihan, maka sekolah ini pasti akan menjadi elit dan eksklusif. Kata
'unggulan' yang dipakai pun sudah menyiratkan superioritas dibandingkan yang
lain. Kata itu merefleksikan sehllah kesombongan intelektual yang sengaja
ditanamkan di lingkungan sekolah.
Kritik yang lebih mendalam mengatakan bahwa tidak ada yang istimewa dengan
sekolah unggulan. Sebab bila anak-anak yang cerdas dikumpulkan dalam satu
sekolah yang mendapat fasilitas lebih dari rata-rata, maka sangat wajar dan tidak
mengherankan kalau hasilnya baik. Lalu di mana letak keunggulannya? Dimana
keunggulan metode dalam proses belajar mengajar, atau dalam pengelolaan
sekolah, yang dapat dicontoh oleh sekolah lain yang bukan unggulan?
Masyarakat pun beranggapan bahwa sebutan unggulan untuk sebuah sekolah
seharusnya datang dari masyarakat, setelah melihat hasil-hasil dari sekolah tersebut.
Jadi bukan pemerintah yang memberikan label bahwa sebuah sekolah unggulan
atau tidak.
Sebuah
studi
di
Yogyakarta
berkaitan
dengan
sekolah
unggulan
malah
menunjukkan hasil mengejutkan seperti di bawah ini:
Clearinghouse YIPD/CLGI
3
Kompas, I4 Mei 2003
Ada Sekolah yang Hanya Mengejar Target Masuk Perguruan Tinggi
Surabaya, Kompas - Tidak semua sekolah unggulan berdampak baik pada
peserta didik. Masih ada sekolah unggulan yang hanya memperhatikan
kemampuan intelegensi dan mengejar target agar pelajar dapat menembus
perguruan tinggi favorit.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur (Jatim) Rasiyo
usai seminar bertema Format Pembangunan Pendidikan di Jawa Timur
Menuju Sumber Daya Manusia Unggul, Selasa (13/5), di Surabaya. Sekolah
unggulan yang hanya mempunyai target intelegensi biasanya dalam proses
pembelajarannya tidak menyenangkan clan menambah beban siswa karena
pembelajaran sifatnya hanya mencekoki murid dengan berbagai materi.
"Yang dikejar hanya target intelektual, sedangkan sisi emosional clan
kepribadian pelajar kurang tersentuh. Akibatnya, sikap perilaku anak akan
berbeda jika dibandingkan sebayanya," katanya.
Stres
Pada kesempatan yang sarna, Ketua Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Yogyakarta
Prof
Dr
Wuryadi
membenarkan
adanya
kecenderungan
"pemaksaan" materi di dalam sekolah unggulan tertentu.
“Pernah
dilakukan
penelitian
di
sebuah
sekolah
dasar
unggulan
di
Yogyakarta. Hasilnya, sebanyak 80 persen pelajar mengalami stres yang
terbawa ketika mereka duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat pertama.
Dari jumlah tersebut, sekitar 20 persen masih mengalami stres di sekolah
lanjutan tingkat atas," ujarnya.
Setiap hari guru berlomba-lomba memberikan materi sehingga anak
kewalahan. Sebelum pulang, peserta didik juga diberikan pekerjaan rumah
berlebihan. Dari segi akademis memang baik, tetapi anak menjadi
kehilangan
kepribadian
clan
tidak
merespons
persoalan-persoalan
di
sekitarnya.
Clearinghouse YIPD/CLGI
4
Berita di atas menunjukkan bahwa sekolah unggulan seringkali hanya mengejar
target akademis formal, seperti peringkat nilai ujian nasional dan jumlah siswa yang
masuk ke perguruan tinggi favorit. Padahal sekolah tentu saja tidak hanya
berurusan dengan hal akademis saja.
B.
Model Sekolah Kajian di SL TPN 4 Mendoyo Jembrana
Di tengah kontroversi dan berbagai kritik atas fenomena sekolah-sekolah unggulan,
pemerintah
kabupaten
Jembrana
sejak
tahun
ajaran
2000/2001
mulai
mengoperasikan sebuah SLTP yang sepintas tampak serupa dengan sekolah
unggulan itu. Namun Pemkab Jembrana tidak bermaksud membangun sekolah
unggulan, tetapi sebuah sekolah yang dijadikan sarana pengkajian atas berbagai
kemungkinan
baru
dalam
pengelolaan
pendidikan.
Sehingga
berbagai
keberhasilan tertentu dalam pengelolaan ini dapat langsung diterapkan pada
sekolah lain.
Langkah pertama adalah tidak menggunakan istilah "unggulan", melainkan "kajian".
Hal ini untuk menghindari kesan elitis dan eksklusif dan para siswa pun tidak dididik
untuk tidak merasa lebih dari siswa di sekolah lain. Karena itu, nama sekolah ini
adalah SLTPN 4 Mendoyo, sama dengan nama sekolah lain yang sejenis tanpa
embel-embel kata 'unggulan'.
Langkah kedua adalah model penerimaan yang terbuka. SLTPN 4 Mendoyo
menerima siswa dalam berbagai tingkat kecerdasan, jadi tidak hanya menerima
calon siswa yang pandai saja. Artinya model sekolah kajian ini tidak menekankan
pada hasil melainkan pada proses.
Sedangkan berbagai fasilitas yang diberikan sekolah ini, berhubungan dengan
kebutuhan eksperimen-eksperimen dalam pengkajian berbagai kemungkinan
pengelolaan pendidikan tersebut. Jadi fasilitas itu tidak terutama dimaksudkan
untuk menghasilkan luiusan-lulusan yang unggul saja, melainkan untuk mencoba
kemungkinan-kemungkinan baru dalam kegiatan belajar mengajar.
Model
sekolah
ini
tidak
menggunakan
pendekatan
output,
tetapi
lebih
menitikberatkan pada pendekatan proses. Pendekatan ini diberi nama PAKEM
(Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan). Selain belajar di kelas, mereka
sering belajar di luar kelas dengan menggunakan alam terbuka sebagai
laboratorium, khususnya untuk pelajaran IPA. Pendekatan proses di sekolah kajian ini
menekankan pada hubungan siswa guru, kedisiplinan, dan etos kerja.
Clearinghouse YIPD/CLGI
5
Untuk mempelajari hubungan siswa-guru, kepala sekolah dan beberapa guru di
kirim ke Pondok Pesantren Gontor, mereka mempelajari bagaimana membangun
hubungan santri dengan kyai. Untuk mempelajari kedisiplinan mereka dikirim ke SMU
Taruna di Magelang, dan untuk mempelajari bagaimana membangun etos kerja
siswa, mereka dikirim ke Jepang. Seperti sudah disinggung di atas. tidak seperti
sekolah unggulan lain yang hanya menerima calon siswa yang pandai, SLTPN 4
Mendoyo memiliki sistem penerimaan siswa baru yang tidak berdasarkan NEM yang
tertinggi, tetapi dari siswa biasa.
Rekruitmen yang ketat justru diterapkan pada saat penentuan kepala sekolah dan
guru-guru. Misalnya guru harus memiliki satu kelebihan lain di luar mata pelajaran
yang diajarkan, seperti menari, menabuh, dan komputer. Ada juga pembatasan
umur untuk calon guru, maksimal 46 tahun. Bahkan tempat tinggal guru pun dibatasi
tidak boleh berjarak lebih dari 12 km dari lokasi sekolah.
Rekruitmen kepala sekolah juga tidak didasarkan pada pangkat/golongan serta
pengalaman kerja, tetapi pada kapasitas. Dari 17 cajon yang melamar, dilakukan
seleksi yang berjenjang, melalui Tes Potensi Akademik (TPA) dan tes emosional. Dari
hasil seleksi tersebut terpilih seorang kepala sekolah yang berasal dari guru di
sekolah swasta yang masih muda.
Waktu belajar SLTP Rintisan ini mulai Pukul 07.30 sampai dengan 15.30 atau 58 jam
pelajaran tiap minggu. Dari pagi sampai dengan siang (pukul 12.30) menggunakan
kurikulum nasional, siang penerapan budi pekerti diisi dengan sembahyang/doa
bersama (secara Hindu) kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Setelah itu
diberikan pelajaran tambahan yang meliputi:
Mata pelajaran Tambahan SLTPN 4 Mendoyo
No
Mata Pelajaran
Jumlah Jam
1
Budi Pekerti
1
2
Iptek
1
3
Bahasa Jepang
6
4
Bahasa Mandarin
2
5
Bahasa Inggris
1
Clearinghouse YIPD/CLGI
6
6
Komputer
2
7
IPA
2
8
Matematika
1
9
IPS
1
Total
17
Selain dari itu, ada pelajaran ekstra kurikuler berupa keterampilan (ayaman),
kesenian (menari) dan olahraga (Inkai). Bahkan untuk hari minggu ada tambahan
untuk membangun kebersamaan, yaitu mencuci bersama, sekolah menyediakan
mesin cuci. Selain itu, ada tambahan pelajaran yang sifatnya pilihan, yaitu
kornputer.
Guru yang mengajar di SLTPN 4 Mendoyo mendapatkan insentif Rp. 200.000
perbulan dan kelebihan jam mengajar Rp. 5.000 perjam. Sedangkan untuk kepala
sekolah mendapatkan tunjangan dua kali lipat dari kepala sekolah biasa. Seperti
sekolah lain, biaya operasional sekolah dibebankan pada pemkab. Karena SL TPN 4
Mendoyo menyediakan rnakan siang, maka siswa diwajibkan membayar uang lauk
pauk Rp 2.000 per hari.
Bila diperhatikan dengan detil dan cermat, kelebihan SL TPN 4
Mendoyo
sebenarnya tidak terlalu luar biasa dibandingkan sekolah lain. Materi dasar siswa
sarna dengan sekolah lain, sedangkan fasilitas yang tersedia juga masih dapat
dicapai oleh sekolah lain. Tidak ada tasilitas yang fantastis, seperti kolam renang
atau labarotorium yang canggih.
Yang membedakan
SLTPN 4 Mendoyo dengan
sekolah
lain
adalah model
pengelolaannya. Untuk kurikulum, perbedaannya hanya terletak pada berbagai
tambahan jam pelajaran untuk mata pelajaran tertentu. Sedangkan tambahan
non akademis, tergantung pada kreativitas dan komitmen pengelola sekolah.
Semua ini didukung oleh ketatnya penerimaan calon guru, sehingga mendapatkan
guru-guru yang berkualitas. Dalam arti ini, apa yang dicapai oleh SLTPN 4 Mendoyo
menjadi mungkin diterapkan di sekolah lain.
Clearinghouse YIPD/CLGI
7
C. Kontak
SLTP Negeri 4 Mendoyo
Desa Tegalcangkring, Kec. Mendoyo, Kab Jembrana - 82261
Telp. 0823613910.
Clearinghouse YIPD/CLGI
8
Clearinghouse YIPD/CLGI
9
Download