PENURUNAN KADAR ASAM FITAT TEPUNG JAGUNG SELAMA PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN RAGI TAPE Ratna Wylis Arief1), Irma Irawati2), dan Yusmasari3) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Jurusan THP Fakultas Pertanian Universitas Lampung 3)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan 1) 2) ABSTRAK Gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Kondisi ekonomi yang menurun dan kenaikan harga pangan yang terjadi di Indonesia berdampak terhadap buruknya gizi masyarakat, terutama balita. Menurut data Unicef, jumlah anak balita penderita gizi buruk mengalami lonjakan dari 1,8 juta anak pada tahun 2005 menjadi 2,3 juta anak pada tahun 2006. Jagung merupakan sumber bahan pangan kedua setelah beras dengan kandungan protein yang lebih tinggi dan tersedia dengan harga yang murah. Jagung banyak digunakan sebagai makanan sapihan di beberapa negara berkembang, tetapi mempunyai kelemahan, yaitu mengandung senyawa antinutrisi asam fitat yang dapat menghambat penyerapan mineral di dalam tubuh. Salah satu cara untuk menurunkan atau bahkan menghilangkan kandungan asam fitat pada jagung adalah melalui proses fermentasi menggunakan ragi tape, yang dapat mengatasi kelemahan jagung sebagai makanan sapihan. Penelitian dilakukan tiga ulangan dengan perlakuan tunggal yaitu lama fermentasi yang terdiri dari 7 taraf masing-masing: 0 jam (L0), 12 jam (L1), 24 jam (L2), 36 jam (L3), 48 jam (L4), 62 jam (L5), dan 72 jam (L6). Hasil penelitian menunjukkan lama fermentasi menurunkan nilai pH, meningkatkan total asam, menurunkan rendemen, dan kadar asam fitat. Lama fermentasi 36 jam menghasilkan tepung jagung dengan pH 4,3, total asam 2,5%, rendemen 68,02%, dan kadar asam fitat 0,13 ppm. Kata kunci: Tepung jagung, fermentasi, ragi tape, asam fitat. PENDAHULUAN Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Di Amerika Tengah dan Selatan jagung digunakan sebagai sumber karbohidrat utama, selain itu juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok (Anonim 2008). Jagung (Zea mays L.), adalah salah satu sumber karbohidrat yang dapat digunakan sebagai pengganti beras, karena jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan beras. Jagung juga merupakan sumber protein yang 590 murah dan sebagai komoditi lokal yang tersedia secara melimpah karena banyak dibudidayakan oleh petani di Lampung. Jagung selain mengandung senyawa yang berguna bagi tubuh, juga mengandung senyawa anti nutrisi berupa asam fitat yang dapat menghambat penyerapan mineral dalam tubuh (Proll et al. 1998; Faber et al. 2005; Onofiok dan Nnanyelugo 2006). Apabila keadaan kekurangan mineral berlangsung terus-menerus, maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti defisiensi mineral, anemia, pertumbuhan tidak normal atau rakhitis. Untuk mencegah terjadinya penurunan daya cerna mineral, maka perlu dilakukan cara yang dapat menurunkan Ratna Wylis Arief1) , Irma Irawati2), dan Yusmasari : Penurunan Kadar Asam Fitat Tepung Jagung Selama Proses Fermentasi Menggunakan Ragi Tape atau menghilangkan kandungan asam fitat pada jagung. Salah satu diantaranya adalah dengan fermentasi (Pangastuti dkk 1996). Proses fermentasi telah banyak digunakan untuk mengolah makanan sapihan, karena melalui proses fermentasi kualitas gizi makanan dapat ditingkatkan dan kandungan anti nutrisi, toksin, serta tingkat kontaminasinya dapat diturunkan (Steinkraus 2002; Sahlin 1999). Menurut Dwidjoseputro (1978), ragi tape mengandung mikroba campuran dengan spesies yang beragam. Diharapkan penggunaan ragi tape pada proses fermentasi tepung jagung selain meningkatkan kandungan dan kualitas protein, juga dapat mengurangi anti nutrisi khususnya asam fitat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada proses pembuatan tempe kedelai proses perendaman, perebusan, pengukusan, serta fermentasi berpengaruh terhadap kandungan asam fitat. Hasil penelitian Muchtadi (1998) terhadap kandungan asam fitat pada biji kedelai menunjukkan bahwa produk olahan kedelai tanpa fermentasi tetap mengandung asam fitat, sedangkan produk olahan kedelai dengan fermentasi dapat mengurangi, bahkan menghilangkan asam fitat, sehingga tempe dan kecap sudah tidak mengandung senyawa tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini Pangastuti dkk (1996), yang menunjukkan bahwa selama fermentasi kandungan asam fitat pada tempe berkurang menjadi 50% dari asam fitat pada kedelai mentah, yang disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme pada proses fermentasi yang mempunyai peranan penting dalam menurunkan kadar asam fitat tersebut. Asam fitat (mio-inositol heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa. Di dalam biji, fitat merupakan sumber fosforus dan inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk garam dengan kalium, kalsium, magnesium, dan logam lain. Pada kondisi alami, asam fitat akan membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe), 591 Seminar Nasional Serealia 2011 maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan mineral dan protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya rendah, oleh karena itu asam fitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan. Ketidaklarutan fitat pada beberapa keadaan merupakan salah satu faktor yang secara nutrisional dianggap tidak menguntungkan, karena dengan demikian menjadi sukar diserap tubuh. Dengan adanya perlakuan panas, pH, atau perubahan kekuatan ionik selama pengolahan dapat mengakibatkan terbentuknya garam fitat yang sukar larut. Hasil penelitian Muchtadi (1998), menunjukkan bahwa asam fitat sangat tahan terhadap pemanasan selama pengolahan, namun proses fermentasi dapat mengurangi bahkan menghilangkan asam fitat. Sementara Tangenjaya (1979), melaporkan bahwa pemanasan pada suhu 100 C, pH 2 selama 24 jam dapat mengurangi kadar fitat sampai dengan 70%. Meskipun asam fitat dapat dikurangi dengan cara pemanasan, tetapi cara ini tidak efektif dan dapat merusak komponen gizi lain, terutama protein dan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk menurukan kadar asam fitat tepung jagung selama proses fermentasi dengan menggunakan ragi tape. METODOLOGI Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung, serta Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai September 2008. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung Bisi-2, ragi tape merk NKL, dan bahan-bahan untuk analisis antara lain air destilata, larutan NaOH 0,1 N, indikator pp, serta bahanbahan lain untuk analisis kimia. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer, sentrifuse, pipet mikro, oven, timbangan dua digit (Mettler PJ 3000), timbangan 4 digit (Scaltec SBA 31), blender (Phillips), pH meter (HI 8424), water bath (Polyscience Water bath), baskom plastik, kain saring, spatula, panci, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, dan alat-alat untuk analisis kimia. Penelitian ini dilakukan dalam tiga kali ulangan dengan perlakuan tunggal lama fermentasi yang terdiri dari 7 taraf yaitu 0 (L0), 12 (L1), 24 (L2), 36 (L3), 48 (L4), 62 (L5), dan 72 jam (L6). Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk grafik. Pembuatan Tape Beras Jagung Pembuatan tape beras jagung dilakukan dengan metode Haryanto (2002), sebagai berikut : jagung pipil disortasi dari kotoran yang ada kemudian dicuci menggunakan air mengalir sampai bersih, selanjutnya jagung direndam dalam larutan NaOH dengan konsentrasi 3% pada suhu 57o C selama 7 menit. Setelah perendaman, jagung selanjutnya dicuci dengan air mengalir selama 10 menit, kemudian direbus selama 1 jam, dan ditiriskan, selanjutnya jagung digiling sampai menjadi beras jagung. Proses fermentasi dilakukan dengan metode Sefa-Dedeh et al. (2001), sebagai berikut: beras jagung dikukus selama 10 menit, setelah itu didinginkan pada suhu kamar, kemudian ditambahkan ragi tape sebanyak 2% (b/b) diaduk hingga rata. Tahap selanjutnya, beras jagung yang telah dicampur dengan ragi tape dimasukkan ke dalam toples plastik yang dialasi daun pisang, dan ditutup dengan kain saring, selanjutnya diinkubasi selama 0, 12, 24, 36, 48, 60, dan 72 jam. Pembuatan Tepung Jagung Fermentasi Pembuatan tepung jagung fermentasi dimulai setelah masa inkubasi tape beras jagung. Pada tahap ini dilakukan pengepresan pada tape beras jagung untuk membuang fraksi cairnya, kemudian fraksi padat dikeringkan dalam oven pada suhu 65o C, hingga kadar air 12%, dan digiling menggunakan blender hingga menjadi 592 tepung. Parameter pengamatan utama pada penelitian ini adalah kadar asam fitat, sedangkan parameter pengamatan pendukungnya adalah: rendemen, pH dan total asam tertitrasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi: kadar asam fitat, rendemen, pH dan total asam tertitrasi. 1. Kadar Asam Fitat Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi 12 jam mulai menurunkan kandungan asam fitat tepung jagung fermentasi. Kandungan asam fitat terendah terjadi pada lama fermentasi 36 jam yaitu sebesar 0,13 ppm. Perubahan kadar asam fitat tepung jagung selama fermentasi dapat dilihat pada Gambar 1. Asam fitat pada jagung merupakan zat anti nutrisi yang dapat menghambat penyerapan mineral dalam sistem pencernaan, fermentasi dapat menurunkan kandungan asam fitat (Steinkraus 2002). Sudarmadji dan Markakis (1977) dalam Pangastuti dkk. (1996) menyebutkan bahwa fermentasi tempe pada 30oC selama 30 jam menurunkan kadar asam fitat sebesar 0,27%. Penurunan kadar asam fitat disebabkan oleh mikroba yang terdapat pada ragi tape menghasilkan enzim fitase. Pada awal fermentasi, mikroba tersebut diduga menghasilkan enzim fitase dalam jumlah besar. Enzim fitase dapat menghidrolisis asam fitat secara bertahap menjadi senyawa turunan yang larut dalam air (Pangastuti dkk 1996). Menurut Saono (1981), mikroba yang lazim terdapat dalam ragi tape adalah kapang Mucor, Rhizopus, Aspergillus, dan Amylomyces, khamir Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula, dan Candida, serta bakteri Acetobacter. Menururt Pangastuti dkk. (1996), keberadaan mikroorganisme dalam fermentasi dapat membantu menurunkan kadar asam fitat. Kapang Rhizopus dan Aspergillus menghasilkan enzim fitase yang dapat menghidrolisis asam fitat menjadi senyawa turunan yang larut dalam air. Ratna Wylis Arief1) , Irma Irawati2), dan Yusmasari : Penurunan Kadar Asam Fitat Tepung Jagung Selama Proses Fermentasi Menggunakan Ragi Tape Menurut Reddy dan Salunkhe (1980) dalam Reddy et al. (1982), penurunan kandungan asam fitat selama fermentasi disebabkan adanya aktivitas enzim fitase yang dihasilkan oleh mikroba selama fermentasi. Kandungan asam fitat meningkat setelah 36 jam fermentasi, peningkatan kembali asam fitat disebabkan karena aktivitas mikroba dalam menghasilkan enzim fitase menurun seiring dengan berkurangnya ketersediaan nutrisi dan kondisi pH yang juga kurang optimal untuk aktivitas enzim fitase yang dihasilkan. Selain itu juga peningkatan kadar asam fitat diduga karena terjadinya reaksi balik (reversible) hidrolisis asam fitat tersebut. Suatu reaksi kimia yang menggunakan katalis enzim bersifat dapat balik untuk mencapai keseimbangan reaksi (Winarno dan Fardiaz 1984). 2. Rendemen Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen tepung jagung tertinggi diperoleh pada lama fermentasi 12 jam yaitu sebesar 82,24% dan rendemen terendah pada lama fermentasi 72 jam yaitu sebesar 55,51%. Rendemen tepung jagung yang dihasilkan cenderung menurun seiring meningkatnya lama fermentasi. Rendemen tertinggi diperoleh setelah fermentasi 12 jam, dan kemudian menurun hingga fermentasi 72 jam. Perubahan rendemen tepung jagungselama fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 1. Perubahan kadar asam fitrat tepung jagung selama fermentasi Gambar 2. Perubahan nilai rendemen tepung jagung selama fermentasi 593 Seminar Nasional Serealia 2011 Pada tahap awal fermentasi, mikroba menguraikan karbohidrat atau pati untuk menghasilkan glukosa, sehingga glukosa meningkat dan kadar karbohidrat atau pati menurun. Glukosa dimetabolisme oleh mikroba menghasilkan air dan energi untuk pertumbuhan, dan air pada proses pengeringan akan menguap sehingga karbohidrat yang dihidrolisis pada akhirnya akan menjadi air yang menguap atau glukosa yang larut, akibatnya karbohidrat pada jagung menurun, yang menyebabkan randemen menurun. Peningkatan rendemen terjadi pada lama fermentasi 12 jam, diduga hal ini disebabkan karena pada kadar glukosa yang cukup, mikroba pembentuk alkohol mulai aktif, sehingga kadar alkohol meningkat; pada kadar alkohol yang tinggi, mikroba yang menghidrolisis pati tidak aktif, akibatnya jumlah karbohidrat atau pati tidak berkurang. Sementara itu biomasa mikroba yang terbentuk sejak awal fermentasi semakin terakumulasi, sehingga peningkatan rendemen terjadi karena karbohidrat atau pati tidak lagi terhidrolisis, dan biomasa mikroba terus bertambah. Selain itu penurunan rendemen tepung jagung selama fermentasi diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme yang memecah senyawa karbohidrat menjadi senyawa sederhana dalam bentuk air, karbondioksida, alkohol, dan asam organik. Lama fermentasi 0 – 12 jam merupakan tahap awal fermentasi, pada tahap ini proses fermentasi didominasi oleh aktivitas kapang yang menghasilkan enzim αamilase seperti Aspergillus, Rhizopus, dan Clamydomucor. Setelah fermentasi 12 jam Saccharomyces menjadi aktif dalam penguraian glukosa menjadi alkohol (Dwidjoseputro 1978), pada proses fermentasi lebih lanjut akan terbentuk air dan asam asetat sebagai hasil perombakan etanol oleh A.acetii yang terjadi setelah fermentasi 48 jam (Buckle 1986). Judoamijoyo (1990) menyebutkan bahwa pada fermentasi tape terdapat aktivitas mikroba yang dapat menghasilkan glukosa, etanol, dan asam asetat, ketiga metabolit tersebut 594 dihasilkan dengan mengkonversi pati secara bertahap, dan setelah fermentasi fraksi pati pada tepung jagung berkurang secara signifikan dan mengakibatkan penurunan rendemen. Penelitian Nurdin dkk. (1991) juga menunjukkan bahwa peningkatan lama fermentasi menggunakan ragi tape secara nyata menurunkan proporsi karbohidrat tepung beras patah yang dihasilkan. Enzim fitase merupakan enzim hidrolitik yang memiliki pH optimum pada kisaran 6.0 (Widowati dkk. 1998). Pada lama fermentasi 0 sampai 24 jam pH subtrat diduga relatif optimal untuk aktivitas enzim fitase yang dihasilkan oleh mikroba dalam ragi tape. Akibatnya pada kisaran lama fermentasi tersebut terjadi penurunan kadar fitat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kisaran waktu yang lebih lama. 3. Nilai pH Hasil penelitian dalam Gambar 3, menunjukkan bahwa lama fermentasi 0 sampai 12 jam menyebabkan pH beras jagung menurun dari 6,8 menjadi 5,4, hal ini karena bakteri Acetobacter acetii yang terdapat pada ragi tape mampu mendegradasi substrat yang terdapat pada beras jagung secara optimal sebagai nutrisi pertumbuhannya hingga menghasilkan asam asetat sebagai metabolit primer dan asam-asam organik lainnya dalam jumlah kecil sebagai metabolit sekunder. Perubahan nilai pH tepung jagung selama fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Buckle et al. (1987), jumlah asam yang dihasilkan oleh mikroba pada ragi tape akan meningkat yang diikuti dengan penurunan pH setelah proses fermentasi berlangsung. Berlangsungnya proses fermentasi ini dapat ditandai dengan timbulnya aroma khas tape, kadar air produk meningkat, dan tekstur produk lebih lunak. Setelah fermentasi 12 jam, kemampuan bakteri Acetobacter acetii untuk mendegradasi substrat sudah menurun sehingga asam asetat dan asam-asam organik lain yang terbentuk lebih sedikit dan nilai pH relatif tidak menunjukkan penurunan yang berarti, yaitu berkisar antara 4,6 Ratna Wylis Arief1) , Irma Irawati2), dan Yusmasari : Penurunan Kadar Asam Fitat Tepung Jagung Selama Proses Fermentasi Menggunakan Ragi Tape dan 3,9. Selanjutnya bakteri A.acetii akan memasuki fase kematian dan nilai pH tetap terjadi penurunan sebagai akibat terakumulasinya asam organik yang terbentuk selama fermentasi. 4. Nilai Total Asam Perubahan pH tepung jagung disebabkan oleh terjadinya pembentukan asam, namun penurunan pH akibat peningkatan lama fermentasi tidak sejalan dengan peningkatan total asam (Gambar 4). Dari Gambar 4. terlihat bahwa peningkatan lama fermentasi disertai dengan meningkatnya nilai total asam, tetapi pola ini tidak sama dengan pola penurunan pH yang diperlihatkan pada Gambar 3, diduga hal ini disebabkan karena selama fermentasi terjadi perubahan komposisi substrat yang dinamis yang berpengaruh terhadap derajat ionisasi asam yang terbentuk. Nilai total asam tepung jagung saat fermentasi 0 jam adalah sebesar 0,5 %, kemudian meningkat menjadi 3,06 % pada fermentasi 72 jam. Peningkatan total asam selama fermentasi diduga karena adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang terdapat pada ragi tape. Ragi tape terdiri dari campuran mikroorganisme dari genus Aspergilus, Saccharomyces, Candida, Hansenula, dan bakteri Acetobcter, mikroba tersebut hidup secara sinergis dan melalui berbagai tahapan merubah pati menjadi asam asetat (Dwidjoseputro 1978). Sesuai dengan mikroba yang terdapat pada ragi tape, maka proses fermentasi dapat dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama terjadinya penguraian pati menjadi glukosa yang melibatkan enzim amilase yang dihasilkan oleh kapang Aspergilluss oryzae (Dwidjoseputro 1978; Frazier 1967; Muhiddin dkk. 2001). Tahap kedua yaitu perubahan glukosa menjadi etanol oleh khamir Saccharomyces cerevisiae (Dwidjoseputro 595 Seminar Nasional Serealia 2011 1978). Etanol dapat teroksidasi membentuk asam organik yang dapat menimbulkan rasa dan aroma khas. Kelanjutan proses fermentasi oleh bakteri Acetobacter acetii membentuk asam asetat sebagai metabolit primer. Selanjutnya Hansenula akan menguraikan asam organik dan etanol menghasilkan ester aromatik etil asetat (Dwidjosaputro 1978). Etil asetat memberikan cita rasa khas tape. Asam asetat dapat berfungsi sebagai pengawet makanan dan bersifat aman terhadap produk pangan yang dihasilkan (Steinkraus 2002). Pertumbuhan mikroba selama fermentasi terjadi karena substrat mengandung nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba tersebut. Pertumbuhan bakteri A.acetii pada fase logaritmik akan menghasilkan asam organik yang merupakan metabolit primer (Judoamidjojo dkk 1990). Total asam yang terhitung dalam tape beras jagung ini sebagian besar adalah asam asetat. Menurut Sutardi dan Buckle (1985), asam organik yang terbentuk selama proses fermentasi merupakan hasil degradasi substrat akibat aktivitas bakteri, selama fermentasi 12 jam pertama terjadi penguraian pati menjadi glukosa dan setelah fermentasi 24 jam A.acetii mulai aktif, sehingga terjadi peningkatan total asam. Hasil penelitian Nurdin dkk. (1991) menunjukkan bahwa fermentasi beras patah dengan ragi tape selama 24 jam, menyebabkan penurunan karbohidrat lebih dari 20%. Selama fermentasi tersebut akan terbentuk glukosa yang menjadi substrat bagi pertumbuhan Saccharomycess, Hansenula, dan Acetobacter. Gambar 3. Perubahan nilai pH tepung jagung selama fermentasi Gambar 4. Perubahan total asam tepung jagung selama fermentasi KESIMPULAN 1. Lama fermentasi terbaik yang menghasilkan tepung jagung dengan kadar asam fitat terendah, nilai pH, total asam, serta rendemen optimal adalah 36 jam. 596 2. Kandungan yang terdapat pada tepung jagung fermentasi pada lama fermentasi 36 jam yaitu kadar asam fitat 0,13 ppm, rendemen 68,02%, pH 4,3, dan total asam 2,5%. Ratna Wylis Arief1) , Irma Irawati2), dan Yusmasari : Penurunan Kadar Asam Fitat Tepung Jagung Selama Proses Fermentasi Menggunakan Ragi Tape DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Jagung (Zea mays L.). http://id.wikipedia.org/wiki/Jagu ng. Diakses pada tanggal 30 Januari 2009. Buckle, K. A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan W. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta. 365 hlm. Dwijoseputro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan. Jakarta. Faber, M., J.D. Kvalsvig, C.J. Lombard, and A.J.S. Benade. 2005. Effect of a Fortified Maize-Meal Pooridge on Anemia, Micronutrient Status, and Motor Development of Infants. Am J Clin Nutr. 82:1032-1039. Haryanto. 2002. Pengaruh Varietas Jagung terhadap Sifat Kimia Tepung Jagung. Skripsi Universitas Lampung. Judoamidjojo, M., A.A. Darwis, dan E.G. Said. 1992. Teknologi Fermentasi. Rajawali Pres. Jakarta. Muchtadi, D. 1998. Kajian Gizi Produk Olahan Kedelai. Prosiding Seminar Pengembangan Pengolahan dan Penggunaan Kedelai Selain Tempe. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB dengan American Soybean Association. Nurdin, S. U., A.N. Utomo, Mursalin, S. Rizal, dan S. Hardianti. 1991. Mempelajari Pembuatan Tepung Beras Patah Berprotein Tinggi Menggunakan Ragi Tape. Laporan Lomba Karya Inovatif Poduktif. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Onofiok, N. O. and D.O. Nnanyelugo. 2006. Weaning Food in West Africa: Nutricional Problems and Posible Solution. Pangastuti, H.P., dan S. Triwibowo. 1996. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kandungan Asam Fitat 597 Seminar Nasional Serealia 2011 dalam Tempe Kedelai. Publikasi Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Proll, J., K.J. Petzke, I.E. Ezeagu, and Metges. 1981. Low Nutritional Quality of Unconventional Tropical Crop Seeds in Rats. J. Nutr. 128:2014-2022. Reddy, N. R., S.K. Shate, dan K. Salunkhe. 1982. Phytate in Legumes and Cereal. Advanced in Food Research. 28 : 1-75 Sahlin, P. 1999. Fermentation as a Method of Food Processing : Production of Organic Acids, pHDevelopment and Microbial Growth in Fermenting Cereals. Lund Institute of Technology. Lund University. Saono. 1981. Microflora of Ragi. Makalah dalam Proceeding of ASCA Technical Seminar. Medan Sefa-Dedeh, S., Y. Kluvitze, and E.O. Afoakwa. 2001. Influence of Fermentation and Cow PeaSteaming on Some Quality Characteristic of Maize-Cow Pea Blends. AJST. 2(2):71-80. Steinkraus, K. H. 2002. Fermentation in World Food Processing Comprehensive Reviews in Foos Science and Food Safety. 1:23-32. Sutardi and KS. Buckle. 1985. Reduction in Phytic Acid Levels in Soybean during Tempeh Production Storage and Frying, J. Food Sci.: 50. Tangenjaya, B. 1979. Studies on the Dephosphorilation of Phytic Acid in Rice Bran. Widowati, S., Rosmimik, D. Andriani, dan D.S. Damardjati. 1998. Optimalisasi produksi enzim fitase dari Bacillus coagulans pada skala laboratorium. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Bioteknologi di Malang. Winarno, F. G., dan Fardiaz, S. 1984. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung. 98 hlm.