Bab II Tinjauan Pustaka

advertisement
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.1 Konveksi
Pengetahuan mengenai struktur dan sifat sistem konveksi di daerah monsun dunia, baik
di darat maupun di laut diperoleh dari studi kasus dan kegiatan lapangan (field
campaigns) terbatas. Bukti dari studi ini mengindikasikan karakteristik sistem konveksi
kuat (deep convection) pada bermacam-macam wilayah monsun mempunyai kemiripan
satu sama lain (Houze dan Betts 1981; Johnson dan Houze 1987). Konveksi cenderung
mengalami evolusi dikarakteristikan dengan presipitasi konvektif yang dominan pada
awal siklus hidup diikuti oleh pertumbuhan ke atas dan perkembangan presipitasi
stratiform pada skala waktu ~2-4 jam atau lebih lama. Hasil akhir sistem konveksi skala
meso atau MCS, didefinisikan oleh Houze (1993) sebagai sistem awan cumulunimbus
yang menghasilkan area yang berbatasan ~100 km atau lebih sekurang-kurangnya pada
satu arah.
MCS iklim global di wilayah monsun pertama kali diteliti menggunakan satelit
Mesoscale Convective Complexes (MCC) (Maddox 1980). MCC merupakan populasi
MCS yang hidup terbesar dan terpanjang. Laing dan Fritsch (1997) dalam penelitiannya
tentang MCC menemukan beberapa hal antara lain; (1) kebanyakan MCC di benua, (2)
cenderung terbentuk pada zona gradien diantara Outgoing Longwave Radiation (OLR)
maksimum dan minimum maxima [normalnya tidak terjadi pada daerah yang sering
hujan] dan (3) cenderung terjadi di daerah lee (relatif terhadap aliran level menengah
utama) dari elevasi daerah.
Struktur dan dinamika MCC menjadi subjek penelitian intensif selama lebih kurang tiga
puluh tahun (Houze 1993). Penyelidikan terbaru evolusi dari lebih kurang 100 MCC
dibagian tengah Amerika Serikat mengungkapkan karakteristik baru dari sistem (Parker
dan Johnson 2000). Tiga pola utama MCC telah diidentifikasi. Tiga mode tersebut adalah
garis konvektif dengan jejak (TS), leading (LS) dan curahan stratiform parallel (PS).
Sistem TS merupakan bentuk yang paling umum, tercatat ~60% kasus, dengan LS dan PS
masing-masing tercatat sekitar 20%.
Sistem TS umumnya menjalar secara cepat (~10-15 ms-1) dan menghasilkan hujan lebat
tetapi jarang menghasilkan banjir bandang. Sementara itu, sistem LS dan PS bergerak
lebih lambat dan dan seringkali menyebabkan banjir bandang sebagai hasil pergerakan
yang lambat, “training” dan/atau pembentukan kembali sell.
Wilayah konvektif dan stratiform MCS menunjukkan profil pemanasan yang kontras.
Peningkatan yang tajam terhadap ketinggian dan pada level menengah pada wilayah
stratiform menghasilkan anomali vortisitas potensial (PV) positif di pertengahan
troposfer, menimbulkan pembangkitan vortex konvektif skala meso pada level menengah
(MCV; Raymond dan Jiang 1991). MCV biasa muncul di atas China di lembah Yangtze
selama musim Meiyu, secara potensial berkontribusi memperpanjang sistem presipitasi,
hujan lebat dan banjir bandang (Akiyama 1984a,b). Akhir-akhir ini, Wang et al. (2004)
telah mempelajari penjalaran sistem konveksi yang melintasi daratan utama China
menggunakan data kecerahan inframerah GMS. Mereka menemukan penjalaran ke arah
timur pada akhir musim semi berhubungan kuat dengan siklus diurnal.
Gambar II.1 Tahap dewasa ideal dari MCS mengilustrasikan wilayah presipitasi
konvektif dan stratiform dengan mengasosiasikan profil pemanasan
(Sumber: Johnson 1986)
II.2 Siklus Diurnal
Siklus diurnal aliran dan presipitasi merupakan ciri dominan monsun. Pada skala besar
Plateau (Dataran Tinggi) Tibet membangkitkan sirkulasi yang bervariasi secara harian
yang signifikan, gerakan ke atas dan pemanasan diabatik (Luo dan Yanai 1983; Nitta
1983; Krishnamurti dan Kishtawal 2000). Pada skala meso ada angin darat-laut lokal,
sirkulasi gunung/lembah dan keheterogenan permukaan yang mempengaruhi pola
presipitasi daerah monsun dunia.
Selama Winter Monsoon Experiment (WMONEX) 1978, siklus diurnal konveksi pantai
utara Borneo (Kalimantan) dipelajari menggunakan radar dan data sounde. Houze et al.
(1981) mendokumentasikan perkembangan MCS pada malam hari di Borneo, disinyalir
merupakan hasil konvergensi level bawah angin darat pada malam hari dengan aliran
monsun timurlaut. MCS umumnya berawal sebagai kelompok sell konvektif dekat garis
pantai dan kemudian melebar sampai beberapa ratus kilometer skala dimensi dengan
komponen konvektif dan stratiform, kemudian terdisipasi setelah matahari terbit sebagai
perkembangan angin laut (lihat Gambar II.2).
Studi konveksi di Taiwan selama Taiwan Mesoscale Experiment (TAMEX), Johnson dan
Bresch (1991) menyarankan aliran angin darat pada malam hari diperbesar oleh evaporasi
presipitasi malam sebelumnya di atas interior elevasi topografi. Mapes et al. (2003)
mengajukan teori bahwa angin darat sendiri tidak cukup untuk menghasilkan konveksi
malam hari yang secara teratur muncul di lepas pantai Kolumbia dan Teluk Panama.
Beliau berargumen gelombang gravitas akibat pemanasan (dihasilkan oleh elevasi
topografi dan menjalar sekitar 15 ms-1) merupakan bagian penting dari proses dan
menghasilkan anomali hangat lepas pantai selama siang hari, sehingga menutup
konveksi, sementara pendinginan yang dihasilkan pada malam hari, membolehkan
konveksi tumbuh (Gambar II.3).
Selain angin darat, gelombang gravitas atau mekanisme lain yang memainkan peran
utama kemunculan konveksi pantai malam hari (Garreaud dan Wallace 1997) masih
belum jelas. Selama North American Monsoon Experiment (NAME) 2004, radar pantai
dan pemprofil angin mendokumentasikan perkembangan konveksi tengah malam, pagi
buta lepas pantai dekat Mazatlan, Meksiko secara jelas merupakan tanggapan
konvergensi angin darat, serupa dengan mekanisme yang diajukan oleh Houze et al.
(1981) untuk Borneo.
Pemahaman siklus diurnal konveksi di lingkungan pantai penting karena banyak
presipitasi yang terjadi disana dan model global tidak dapat mewakili secara benar siklus
diurnal konveksi (Yang dan Slingo 2001). Di daerah monsun Asia, data satelit
mengindikasikan penjalaran ke arah selatan sistem presipitasi dari India diatas Teluk
Bengal. Penjalaran ini dibuktikan dari diagram waktu-lintang kecerahan temperatur di
atas Teluk Bengal (Webster et al. 2002). Sistem presipitasi (diduga dari puncak awan
dingin) dapat dilihat penjalaran sepanjang waktu dari pantai India dekat 20°LU menuju
equator pada suatu waktu. Data radar dari R/V Ron Brown di Teluk Bengal
mengindikasikan bahwa konveksi diasosiasikan dengan sinyal diurnal mempunyai
karakteristik sistem squall line (garis badai).
Penjalaran yang berhubungan dengan siklus diurnal juga muncul di atas darat daerah
monsun. Wang et al. (2004) mendokumentasikan siklus diurnal konveksi di atas bagian
timur Dataran Tinggi Tibet, mencapai puncak pada sore hari atau malam hari kemudian
menjalar ke arah timur. Kousky (1980) dan Molion (1987) menyajikan sequen gambar
satelit yang mengilustrasikan kejadian di daerah pantai pada sore hari dan subsequen
penjalaran ke arah darat garis badai di Basin Amazon. Garis badai di atas Afrika Barat
menjalar ke arah barat melampau jarak yang jauh dan diasosiasikan dengan gelombang
timuran Afrika (Houze dan Betts 1981), dan maksimum tutupan awan konveksi
ditemukan terjadi di dekat atau pendek setelah tengah malam di atas Afrika Barat
(McGarry dan Reed 1978).
Gambar II.2 Skema pembentukan presipitasi dibangkitkan secara diurnal dilepas pantai
Borneo (Sumber: Houze et al. 1981).
Gambar II.3 Ilustrasi propagasi gelombang gravitas dibangkitkan secara termal oleh
pemanasan di atas elevasi topografi dan inisialisasi konveksi malam hari di
lepas pantai (Sumber: Mapes et al. 2003).
II.3 Pengaruh Topografi
Diseluruh wilayah monsun dunia, topografi mempunyai pengaruh yang signifikan pada
cuaca lokal dan presipitasi (Riehl 1954; Ramage 1971; Ding 1994). Akhir-akhir ini,
Chang et al. (2004) mempelajari hubungan curah hujan terhadap aliran monsun dan
topografi di atas Indochina dan benua maritim menggunakan TRMM PR dan data
QuickSCAT. Sebagian besar wilayah tercatat adanya pembalikan aliran secara musiman.
Selama musim dingin boreal ada aliran dekat pantai menuju deretan pegunungan di
sekitar pantai di Viet Nam, Malaysia dan sepanjang sisi timur Filipina. Aliran dekat
pantai berkontribusi pada maksimum curah hujan monsun musim dingin boreal di
wilayah ini.
Meskipun tidak dapat digambarkan secara jelas, kebanyakan curah hujan pantai yang
lebat terjadi di lepas pantai daripada di sekitar slope arah angin rangkaian pantai.
Kelakuan ini telah dicatat dan dipelajari dalam mempelajari hujan lebat sepanjang pantai
bagian barat India Bagian Barat Ghats oleh Grossman dan Durran (1984), Smith (1985)
dan Ogura dan Yoshizaki (1988). Studi pemodelan Ogura dan Yoshizaki menunjukkan
posisi curah hujan paling lebat berada lepas pantai bergantung pada geser angin vertikal
kuat (baratan level bawah dan timuran level atas) dan fluks permukaan kuat di atas osean.
Pembalikan aliran serupa terjadi selama monsun musim panas boreal Myanmar dan
pantai barat Filipina, memungkinkan membantu penjelasan kelakuan yang serupa pada
wilayah ini. Faktor kemungkinan yang lain presipitasi lepas pantai adalah blocking
upstream pada aliran level bawah, efek land breeze (angin darat) dan konvergensi
gesekan daerah pantai.
Download