Jurnal Ekspansi ISSN 2085-5230 - Mei

advertisement
Pemimpin Redaksi
Dr. Muhammad Muflih, MA.
Politeknik Negeri Bandung
Dewan Penyunting
Dr. Muhammad Umar Mai, M.Si.
Dr. Iwan Setiawan, SE., ME.
Dr. Dian Imanina B., SE., M.Si., Ak., CA.
Jaenal Effendi, Ph.D.
Dr. A. Jajang W. Mahri, M.Si.
Dr. Deliana, SE., M.Si., Ak., CA.
Dr. Elen Puspitasari, SE., M.Si.
Dr. Eng. Saiful Anwar SE., M.Si., Ak.
Politeknik Negeri Bandung
Politeknik Negeri Bandung
Politeknik Negeri Bandung
Institut Pertanian Bogor
Universitas Pendidikan Indonesia
Politeknik Negeri Medan
Unisbank Semarang
STIE Ahmad Dahlan
Sekretaris
Setiawan, SE., ME.Sy.
Editing dan Layout
Mochamad Edman Syarief, ST., MM.
Operator Web
Hasbi Assidiki Mauluddi, SE.Sy., ME.Sy.
Alamat Redaksi
Gedung Jurusan Akuntansi
Politeknik Negeri Bandung
Jl. Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung 40012, Kotak Pos 1234
Telepon: (022) 2013 789 Fax: (022) 2013 889
Email: [email protected]
Penerbit
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung
DAFTAR ISI
OPTIMISASI LABA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI MENGGUNAKAN
PEMROGRAMAN LINIER
Elis Ratna Wulan dan Yosi Sri Rejeki ..........................................................................
1
ANALISIS KONSENTRASI PENGANGGURAN PROVINSI DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA DI INDONESIA TAHUN 2007-2011
Sri Rahayu Budi Hastuti dan Wahyu Dwi Artaningtyas ..........................................................
15
KESIAPAN DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS MASYARAKAT
EKONOMI ASEAN (MEA)
Aan Zulyanto .........................................................................................................................
29
PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
Seto Sulaksono Adi Wibowo dan Arisma Sabillilah ..................................................................
47
ANALISIS PENGARUH CSR DISCLOSURE TERHADAP FINANCIAL
PERFORMANCE DENGAN FINANCIAL LEVERAGE DAN COMPANY SIZE
SEBAGAI VARIABEL MODERATING
Hamdani Arifulsyah Suci Nurulita..........................................................................................
61
TELAAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM : YAHYA BIN ADAM AL-QARASHI
(±140 H/755 M – 203 H/818 M)
Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama ..................................................................
77
PERUBAHAN DIVIDEN TUNAI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN DARI
LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI, DAN HARGA SAHAM
Vemy Suci Asih ...........................................................................................................
87
ANALISIS PENGARUH LABA AKUNTANSI, ARUS KAS BEBAS, DAN HARGA
SAHAM TERHADAP DIVIDEN KAS (Studi pada Perusahaan Manufaktur Subsektor
Makanan Dan Minuman yang Tercatat di BEI Periode 2010-2014)
Trias Anggundini, Khairunnisa, dan Muhamad Muslih ................................................ 103
PERAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP IMPLEMENTASI NEW PUBLIC
MANAGEMENT DALAM PENINGKATAN KINERJA MANAJERIAL SEKTOR
PUBLIK
Lili Indrawati .............................................................................................................. 117
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR DAN TEKANAN ANGGARAN WAKTU
TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah
Bandung)
Nadya Dwi Wahyuni, Hiro Tugiman, dan Annisa Nurbaiti.......................................... 133
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 1 – 14
OPTIMALISASI LABA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI
MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN LINIER
Elis Ratna Wulan
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
[email protected]
Yosi Sri Rejeki
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
[email protected]
Abstract : Linear programming is a mathematical methods to resolve problems allocate limited resources
to achieve a destinations like to maximize profits and minimize costs. One of the methods to resolve linear
programming problems is simplex method maximum. This research takes into the production of Flat Panel
Monitor of four sizes and will point more the products that contribute the main function of profit.
Methodology for the optimization of the profit of LCDs manufacturing company, the linear programming
and sensitivity analysis methods were applied. The four constraints of the LCDs production planning are
(1) acquire of line space for production, (2) the assembly of products, (3) quality control and assurance
hours (4) and packaging of material. Results in all three scenarios the total profit is optimum and increases
from scenario 1 to scenario 3. The difference between the profit of scenario 1 and scenario 2 is $ 257625,
and gap between scenario 2 and scenario 3 is $ 171750. Conclusion the three scenarios for the production
of the LCDs present the varying consequence of the maximum profit for the company. However, the third
scenario is the most optimal solution for the maximization of the objective function.
Keywords: Linear programming, Simplex method, Production Planning, Profit Optimization
Abstrak : Pemrograman Linier merupakan metode matematika untuk menyelesaikan masalah
mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti
memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Salah satu metode untuk
menyelesaikan masalah pemrograman linier adalah metode simpleks maksimasi. Tujuan
penelitian ini memperhitungkan produksi Flat Panel Monitor dari empat ukuran dan akan
menunjukkan lebih banyak hasil yang akan memperbesar fungsi untuk mendapat
keuntungan. Metode pemrograman linear dan analisis sensitivitas yang diterapkan untuk
mengoptimalkan keuntungan perusahaan. Empat kendala perencanaan produksi LCD (1)
mendapatkan ruang baris untuk produksi, (2) perakitan produk, (3) Kontrol kualitas jam dan
jaminan (4) dan kemasan bahan. Hasil: Dalam tiga skenario, total keuntungan optimal dan
meningkat dari skenario 1 ke skenario 3. Perbedaan keuntungan antara skenario 1 dan
skenario 2 adalah $ 257625, dan selisih antara skenario 2 dan skenario 3 adalah $ 171750.
Kesimpulan: tiga skenario untuk produksi LCD menyajikan konsekuensi yang berbeda-beda
bagi perusahaan. Namun, skenario ketiga adalah yang paling optimal untuk memaksimalkan
fungsi tujuan.
Kata kunci: Pemrograman linier, Metode simpleks, Perencanaan produksi, Optimisasi Laba
2
Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki
1. PENDAHULUAN
Pemrograman Linier (LP) berperan penting untuk memecahkan masalah dan sebagai
alat untuk analisis. Berbagai masalah telah ditangani oleh para peneliti dengan
menggunakan program linier. Pemrograman Linier digunakan baik dalam akademik,
lembaga untuk belajar dan peneliti siswa untuk membantu dalam penyelidikan model
bangunan, pemecahan masalah dan juga menganalisis output. Pemrograman Linier
juga digunakan untuk mengoptimalkan alokasi sumber daya untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal (Al – Kuhaldi et. al., 2012).
Secara teoritik banyak pendekatan yang bisa dilakukan dalam menganalisis
keuntungan maksimum dalam sebuah industri. Salah satu pendekatan tersebut adalah
dengan menggunakan metode simpleks sebagai bagian dari teknik program linier.
Pemrograman linier telah efektif diterapkan dalam berbagai bidang telekomunikasi,
transportasi, produksi, energi, blending, jaringan aliran dan awak maskapai
penjadwalan (Al – Kuhaldi et. al., 2012). Penelitian ini membahas tentang perencanaan
produksi menggunakan pemrograman linier dan penentuan solusinya agar diperoleh
laba yang optimal serta analisis sensitifitas pada pemrograman linier.
2. METODOLOGI
Metode yang digunakan adalah studi literatur, yaitu mengumpulkan informasi dari
beberapa buku, jurnal, makalah, artikel, dan penelitian sebelumnya yang berhubungan
dengan perencanaan produksi menggunakan pemrograman linier.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Perencanaan Produksi
Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari managemen produksi dari suatu
perusahaan. Manajemen produksi adalah pekerjaan yang berkaitan dengan penciptaan
barang dan jasa melalui pengubahan masukan (faktor produksi) menjadi keluaran atau
hasil produksi. Adapun tujuan produksi adalah produktivitas, sedangkan manajemen
produksi adalah pencapaian produktivitas dengan efisien dan efektif (Taufiq, 2002).
Permasalahan yang sering dihadapi oleh perusahaan industri berkaitan dengan
manajemen produksi adalah sering terjadinya ketidak-seimbangan antara perencanaan
produksi dengan permintaan di pasar sering mengakibatkan terjadinya penumpukan
jumlah persediaan yang cukup besar.
Adapun tujuan perencanaan produksi adalah (Taufiq, 2002):
a. Untuk mencapai tingkat keuntungan (profit) tertentu. Misalnya berapa hasil (output)
yang diproduksi supaya dapat dicapai tingkat profit yang diinginkan, dan tingkat
presentase tertentu dan keuntungan (profit) pertahun terhadap penjualan (sales) yang
diinginkan.
b. Untuk menguasai pasar tertentu, sehingga hasil atau output perusahaan tetap
mempunyai pangsa pasar (market share) tertentu.
c. Untuk mengusahakan dan mempertahankan supaya pekerjaan dan kesempatan
kerja yang sudah ada tetap pada tingkatnya dan berkemabang.
Ekspansi
3
d. Untuk mengusahakan supaya perusahaan dapat bekerja pada tingkat efisiensi
tertentu.
e. Untuk menggunakan sebaik-baiknya (efisien) pasilitas yang sudah ada pada
perusahaan yang bersangkutan.
3.2 Pemrograman Linier
Pemrograman linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian
sumber-sumber daya yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan
cara terbaik yang mungkin dilakukan. Secara umum Pemrograman linier dapat
dikatakan sebagai masalah pengalokasian sumber daya yang terbatas seperti, buruh,
bahan baku, mesin dan modal, dengan cara sebaik mungkin sehingga diperoleh
keputusan terbaik. Program linier banyak diterapkan dalam membantu menyelesaikan
masalah ekonomi, industri, militer, sosial dan lain–lain. Ada dua metode penyelesaian
masalah yang digunakan dalam program linier, yaitu metode grafis (untuk dua variabel)
dan metode simpleks (untuk dua variabel atau lebih) (Eiselt and Sandblom, 2000).
Pemrograman linier menyangkut optimalisasi (min /max) dari variabel dengan
fungsi linear yang dibatasi oleh hubungan linier.Model maksimisasi untuk model
produksi diberikan sebagai berikut (Al – Kuhaldi et. al., 2012) :
Maksimumkan
Z = c1 x1 + C2 x2 +. . . +cn xn
Dengan kendala
𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + … 𝑎1𝑛 𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏1
𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + … + 𝑎2𝑛 𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏2
(3.1)
⋮
𝑎𝑚1 𝑥1 + 𝑎𝑚2 𝑥2 + … 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏𝑚
dan
𝑥1 ≥ 0, 𝑥2 ≥ 0, … 𝑥𝑛 ≥ 0
Simbol 𝑥1 , 𝑥2 , … 𝑥𝑛 menunjukan variabel keputusan. Jumlah variabel keputusan
tergantung dari jumlah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
Simbol 𝑐1 , 𝑐2 , … , 𝑐𝑛 merupakan koefisien fungsi tujuan. Simbol 𝑎11 , … , 𝑎1𝑚 , … , 𝑎𝑚𝑛
merupakan pengunaan per unit variable keputusan akan sumber daya yang membatasi,
atau disebut juga sebagai koefisien fungsi kendala pada model matematiknya. Simbol
𝑏1 , 𝑏2 , … , 𝑏𝑚 menunjukan masing-masing sumber daya yang ada. Jumlah fungsi
kendala akan tergantung dari banyaknya sumber daya yang terbatas. Pertidaksamaan
terakhir 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ≥ 0 menunjukan batasan non negatif.
Langkah-langkah dalam menyelesaikan metode simpleks (Basuki, 2009) :
a. Mengubah fungsi tujuan dan fungsi kendala (lihat beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan di atas)
b. Menyusun persamaan-persamaan ke dalam table
4
Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki
c. Memilih kolom kunci.
Kolom kunci adalah kolom yang mempunyai nilai pada baris Z yang bernilai negatif
dengan angka terbesar
d. Memilih baris kunci
Indeks =
𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒌𝒂𝒏𝒂𝒏 (𝑵𝑲)
𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 𝒌𝒐𝒍𝒐𝒎 𝒌𝒖𝒏𝒄𝒊
Baris kunci adalah baris yang mempunyai index terkecil.
e. Mengubah nilai-nilai baris kunci
Dengan cara membaginya dengan angka kunci
Baris baru kunci = baris kunci : angka kunci
f. Mengubah nilai-nilai selain baris kunci sehingga nilai-nilai kolom kunci(selain baris
kunci) = 0
Baris baru = baris lama – (koefisien angka kolom kunci x nilai baris baru kunci)
g. Melanjutkan perbaikan-perbaikan (langkah 3-6) sampai baris Z tidak ada nilai negatf.
Untuk mendapatkan solusi dan hasil yang optimal, dapat menggunakan software
matematika, salah satunya yaitu POM For Windows.
3.3 Perencanaan Produksi dan Formulasi dari Program Linier
Untuk memproduksi panel datar monitor ukuran 19 ", 20", 22 ", dan 23". dari setiap
item per ukuran membutuhkan sumber daya seperti panel meter LCD untuk produksi,
dan tenaga kerja terampil untuk perakitan komponen,jaminan kualitas dan kemasan
produk. Setiap sumber daya untuk produksi bervariasi dalam biaya. Kendala dan
tuntutan untuk produksi panel Monitor datar diberikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Perusahaan untuk Pembuatan Monitor
Bahan
LCD (ukuran panel) untuk
produksi
Pemasangan
Kualitas
kontrol
dan
jaminan waktu
Pengemasan produk dalam
jam
Tuntutan produksi
Harga
(dalam US
dollar)
Keperluan untuk produksi
LCD
(dalam jam)
19"
20"
22"
23"
15
1
1
1
1
25
2
2
2.5
2.5
30
0.5
0.5
1
1
15
1
1
1.5
1.5
10000
8000
5000
11000
Dari Tabel 1 estimasi produksi untuk setiap produk monitor yang mungkin dengan
sumber daya yang dibutuhkan untuk produksi datar panel monitor dari empat ukuran.
Analisis laba per item diidentifikasi menjadi 40% dari harga penjualan. Misalnya: harga
jual LCD 19" adalah $ 120; harga jual LCD 20" adalah $ 150; harga jual LCD 22"
adalah $ 180; dan harga jual LCD 23" adalah $ 200. Semua ukuran LCD
Ekspansi
5
menguntungkan dalam penjualannya. Untuk maksimalisasi keuntungan, perusahaan
harus memproduksi sebanyak LCD karena dapat menjual pada kendala produksi.
Sumber daya yang dibutuhkan untuk pembuatan LCD dari keempat ukuran diberikan
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Total Sumber Daya untuk Produksi
Bahan yang
diperlukan
Keperluan untuk membuat produksi
LCD
19”
LCD (ukuran panel)
untuk produksi
Pemasangan
Kualitas control dan
jaminan waktu
Pengemasan produk
dalam jam
Total bahan
20”
22”
Total
Bahan
Kendala
untuk
bahan
produksi
23”
10000
8000
5000
11000
34000
100%
20000
16000
12500
27500
76000
100%
5000
4000
5000
11000
25000
100%
10000
8000
7500
16000
41500
100%
45000
36000
30000
65500
176500
100%
Model Permasalahan dari Program Linier
Produksi monitor LCD baru dimulai secara otomatis saat stok produk memiliki kurang
dari 10% dari item. Hubungan antara sumber daya, produksi dan penjualan produk
ditunjukkan pada Gambar 1.
Sumber
penghasilan
Produksi dari
setiap item
Hasil
penjualan
Gambar 1. Model yang Mempresentasikan Secara Simultan
Keuntungan struktural dieksploitasi oleh model LP dan analisis untuk menghindari
kesalahan. Dalam kenyataannya, keputusan-keputusan terjadi secara berturut-turut
dengan seiringnya waktu.
P19”LCD
P20”LCD
P22”LCD
P23”LCD
LCDPM
AP
QCP
PgP
S19”LCD
S20”LCD
S22”LCD
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
Jumlah 19 "LCD yang diproduksi
Jumlah 20 "LCD yang diproduksi
Jumlah 22 "LCD yang diproduksi
Jumlah 23 "LCD yang diproduksi
Jumlah Panel Meter LCD untuk memperoleh produksi
Jumlah jam kerja untuk perakitan produk
Jumlah jam kerja untuk kontrol dan jaminan kualitas
Jumlah jam kerja untuk untuk Kemasan produk
Jumlah LCD 19” yang dijual
Jumlah LCD 20” yang dijual
Jumlah LCD 22” yang dijual
6
S23”LCD
Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki
= Jumlah LCD 23” yang dijual
Dengan menggunakan variabel-variabel tersebut, untuk masalah manufaktur
dengan mengikuti LP dan maksimalisasi Z diberikan sebagai berikut: Perhitungan yang
lebih rinci disajikan pada lampiran skenario tiga.
Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD
Untuk kendala
P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD + P23”LCD –LCDPM≤ 0
2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD – AP≤ 0
0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD – QCP≤ 0
P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD – PgP≤ 0
S19”LCD≤ 10000
S20”LCD≤ 8000
S22”LCD≤ 5000
S23”LCD≤ 11000
S19”LCD – P19”LCD≤ 0
S20”LCD – P20”LCD≤ 0
S22”LCD – P22”LCD≤ 0
S23”LCD – P23”LCD≤ 0
P19”LCD, P20”LCD, P22”LCD, P23”LCD, LCDPM, AP, PgP, S19”LCD, S20”LCD, S22”LCD, S23”LCD≥ 0
3.4 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah suatu analisis tentang bagaimana perubahan koefisien
fungsi tujuan dan sisi sebelah kanan kendala mempengaruhi solusi optimal. Model LP
dapat ditelusuri kembali dari tiga skenario dalam analisis sensitivitas seperti pada Tabel
3 berikut.
Tabel 3 Solusi Optimal Keuntungan dari 3 Skenario
Produk
Situasi
19’’LCD
20’’LCD
22’’LCD
23’’LCD
LCD (ukuran panel)
untuk produksi
Pemasangan
Kualitas control dan
jaminan waktu
Pengemasan
produk
dalam jam
Total keuntungan
Keperluan untuk produksi LCD
Skenario
Skenario
Skenario
pertama
kedua
ketiga
7500
9000
10000
6000
7200
8000
3750
4500
5000
8200
9900
11000
25500
30600
34000
57000
68400
76000
18750
22500
25000
31125
37350
41500
1288125
1545750
1717500
Ekspansi
7
Dari Tabel 3 untuk perhitungan yang lebih rinci, disajikan pada lampiran untuk
masing – masing skenario.
Dalam tiga skenario, perusahaan LCD monitor membutuhkan sumber daya untuk
produksi LCD Monitor. Jika perusahaan memproduksi 7500, 6000, 3750 dan 8200
untuk 19 "LCD, 20 "LCD, 22" LCD dan 23 "LCD, Maka memiliki permintaan 75%
dari semua ukuran LCD. ketika permintaan meningkat sampai 90%, jumlah 19 "LCD,
20" LCD, 22 "LCD dan 23" LCD adalah 9000, 7200, 4500, dan 9900.
Akhirnya,permintaan menjadi 100% untuk 19 "LCD, 20" LCD, 22 "LCD dan 23"LCD
untuksetiap kategori adalah 10000, 8000, 5000 dan 11.000. Dalam skenario
pertamarendahnya jumlah semua ukuran LCD yang diproduksi dan keuntungan
perusahaantetap rendah yaitu $ 1288125. Dalam skenario kedua jumlah produk lebih
besar dari skenario pertama dan keuntungan juga meningkat menjadi $ 1545750
dalam skenario ketiga, jumlah produk terbesar dan juga keuntungan yang maksimal
dari tiga skenario yaitu $ 1717500.
Kalkulasi keuntungan untuk skenario pertama
Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD
Kendala
P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD + P23”LCD –LCDPM≤ 0
2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD – AP≤ 0
0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD – QCP≤ 0
P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD – PgP≤ 0
S19”LCD≤ 7500
S20”LCD≤ 6000
S22”LCD≤ 3750
S23”LCD≤ 8250
S19”LCD – P19”LCD≤ 0
S20”LCD – P20”LCD≤ 0
S22”LCD – P22”LCD≤ 0
S23”LCD – P23”LCD≤ 0
= -15*25500 -25*57000 -30*18750 -15*31125 + 120*7500 + 150*6000 + 180*3750 +
200*8250
= -382500 – 1425000 – 562500 – 466874 + 900000 + 900000 + 675000 + 1650000
= -2836875 + 4125000
= 1288125
Kalkulasi keuntungan untuk skenario kedua
Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD
Kendala
P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD +P23”LCD –LCDPM≤ 0
2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD – AP≤ 0
8
Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki
0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD – QCP≤ 0
P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD – PgP≤ 0
S19”LCD≤ 9000
S20”LCD≤ 7200
S22”LCD≤ 4500
S23”LCD≤ 9900
S19”LCD – P19”LCD≤ 0
S20”LCD – P20”LCD≤ 0
S22”LCD – P22”LCD≤ 0
S23”LCD – P23”LCD≤ 0
= -15*30600 -25*68400 -30*22500 -15*37350 + 120*9000 + 150*7200 + 180*4500 +
200*9900
= -459000-1710000-675000-560250+1080000+1080000+810000+1980000
= -3404250+4950000
= 1545750
Kalkulasi keuntungan untuk skenario ketiga
Z = -15LCDPM– 25AP– 30QCP– 15Pgp + 120S19”LCD + 150S20”LCD+ 180S22”LCD+200S23”LCD
Kendala
P19”LCD + P20”LCD + P22”LCD + P23”LCD –LCDPM≤ 0
2P19”LCD + 2P20”LCD + 2.5P22”LCD + 2.5P22”LCD – AP≤ 0
0.5P19”LCD + 0.5P20”LCD + P22”LCD + P22”LCD – QCP≤ 0
P19”LCD + P20”LCD + 1.5P22”LCD + 1.5P22”LCD – PgP≤ 0
S19”LCD≤ 10000
S20”LCD≤ 8000
S22”LCD≤ 5000
S23”LCD≤ 11000
S19”LCD – P19”LCD≤ 0
S20”LCD – P20”LCD≤ 0
S22”LCD – P22”LCD≤ 0
S23”LCD – P23”LCD≤ 0
= -15*34000 -25*76000 -30*25000 -15*41500 + 120*10000 + 150*8000 + 180*5000 +
200*11000
= -510000-1900000-750000-622500+1200000+1200000+900000+2200000
= -3782500+5500000
= 1717500
Dari hasil perhitungan manual dan hasil dari perhitungan menggunakan program
komputer terdapat perbedaan untuk masing-masing skenario. Ini dikarenakan adanya
kesalahan pembulatan, seperti pada Tabel 4. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu
signifikan, dan masih dalam cakupan nilai optimal.
Ekspansi
9
Tabel 3.4 Perbedaan Hasil Perhitungan
Produk
Situasi
19”LCD
20”LCD
22”LCD
23”LCD
LCD (ukuran panel)
untuk produksi
Pemasangan
Kualitas kontrol dan
jaminan waktu
Pengemasan produk
dalam jam
Total keuntungan
Keperluan untuk Produksi LCD
Skenario pertama
Skenario kedua
Skenario ketiga
Manual
POM
Manual
POM
Manual
POM
7500
7500
9000
9000
10000
10000
6000
6000
7200
7200
8000
8000
3750
3750
4500
4500
5000
5000
8200
8200
9900
9900
11000
11000
25500
25450
30600
27150
3400
34000
57000
56875
68400
61125
76000
76000
18750
18700
22500
20400
25000
25000
31125
31425
37350
37800
41500
42000
1288125
127900
1545750 1539000
1717500 1710000
4. KESIMPULAN
Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari managemen produksi dari suatu
perusahaan. Managemen produksi adalah pekerjaan yang berkaitan dengan penciptaan
barang dan jasa melalui pengubahan masukan (faktor produksi) menjadi keluaran atau
hasil produksi. Adapun tujuan produksi menurut yamit adalah produktivitas,
sedangkan managemen produksi adalah pencapaian produktivitas dengan efisien dan
efektif. Perencanaan produksi LCD untuk perusahaan, membutuhkan suatu model
untuk mengatasi keputusan di masa depan. Model maksimisasi untuk model produksi
diberikan sebagai berikut:
Maksimumkan
Z = c1 x1 + c2 x2 +. . . +cn xn
Dengan kendala
𝑎11 𝑥1 + 𝑎12 𝑥2 + … 𝑎1𝑛 𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏1
𝑎21 𝑥1 + 𝑎22 𝑥2 + … + 𝑎2𝑛 𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏2
⋮
𝑎𝑚1 𝑥1 + 𝑎𝑚2 𝑥2 + … 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛 (≤, =, ≥)𝑏𝑚
dan
𝑥1 ≥ 0, 𝑥2 ≥ 0, … 𝑥𝑛 ≥ 0
10
Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki
Metode simpleks digunakan untuk mencari nilai optimal dari program linier yang
melibatkan banyak kendala (pembatas) dan banyak variabel (lebih dari dua variabel).
Langkah untuk menentukan nilai optimal dari pemrograman linier menggunakan
metode simpleks maksimasi yaitu: langkah pertamanya mengubah fungsi tujuan dan
fungsi kendala. Langkah kedua yaitu menyusun persamaan-persamaan ke dalam tabel
simpleks. Langkah ketiga memilih kolom kunci, langkah keempat memilih baris kunci.
Baris kunci adalah baris yang mempunyai indeks terkecil.
Indeks =
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑁𝐾)
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚𝑘𝑢𝑛𝑐𝑖
.
Langkah kelima yaitu mengubah nilai-nilai baris kunci dengan cara membaginya
dengan angka kunci.
Baris baru kunci = baris kunci dibagi angka kunci.
Langkah keenam yaitu mengubah nilai-nilai selain baris kunci sehingga nilai-nilai
kolom kunci (selain baris kunci) = 0.
Baris baru = baris lama – (koefisien angka kolom kunci x nilai baris baru kunci)
Langkah ketujuh yaitu melanjutkan perbaikan-perbaikan (langkah 3-6) sampai baris Z
tidak ada nilai negatif (solusi optimum).
Analisis sensitivitas digunakan untuk mengetahui perubahan sisi kanan, rentang
tertentu dan koefisien fungsi tujuan dengan solusi optimal. Tiga skenario untuk
produksi LCD menyajikan konsekuensi yang berbeda-beda dari keuntungan maksimal
untukperusahaan. Skenario ketiga adalah solusi yang paling optimal untuk
memaksimalkan fungsi tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Al – Kuhaldi, K; Zain, Z.M dan Hussein, M.I. 2012. Production Planning of LCDs:
Optimal Linear Programming and Sensitivity Analysis. Industrial Engineering Letters
vol 2, No.9, 2012.
Rizqie, Aulia M., dkk. 2013. Maksimalisasi Keuntungan dengan Pendekatan Metode
Simpleks. Jurnal Liquidity Vol. 1 , No. 2: 144-150.
Eiselt, H.A. dan Sandblom, C.L. 2000. Linear Programming and Its Applications.
Dalhouise University: Department of Industrial Engineering.
Montarcih, L., dan Soetopo, W. 2009. Pengantar Managemen Teknik Sumber Daya Air.
Malang: CV Citra.
Patison,
A.
2010.
Program
Linier.
Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/198108
142005012-FITRIANI_AGUSTINA/ALGORITMA_SIMPLEKS.pdf [10 Mei
2014].
Basuki, Rahmat A. 2009.
UniversitasTrunojoyo.
Riset
Operasional
Diktat
Kuliah.
Madura:
Ekspansi
11
Taufiq, R. 2002. Optimasi Rencana Produksi Menggunakan Model Matriks Transformasi
Bowman. Performa Vol.1.No.1:26-34.
Sudradjat. 2010. Pendahuluan Penelitian Operasional Diktat Kuliah. Bandung:
Universitas Padjajaran
Wirdasari, D. 2009. Metode Simpleks dalam Program Linier. Jurnal Saintikom vol.6,No 1.
12
Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki
LAMPIRAN – LAMPIRAN
SKENARIO 1
HASIL
Ekspansi
SKENARIO 2
HASIL
13
14
SKENARIO 3
HASIL
Elis R. Wulan dan Yosi S. Rejeki
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 15 – 28
ANALISIS KONSENTRASI PENGANGGURAN PROVINSI DAN
FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
DI INDONESIA TAHUN 2007-2011
Sri Rahayu Budi Hastuti
UPN “Veteran“ Yogyakarta
[email protected]
Wahyu Dwi Artaningtyas
UPN “Veteran“ Yogyakarta
[email protected]
Abstract: This study aims to analyze the province unemployment concentration and to analyze the
influence of economic growth, investment growth, population growth and wage growth to the province
unemployment concentration in Indonesia. The data used are secondary data taken from the provinces
in Indonesia at 2007-2011. To analyze the province unemployment concentration used value of
concentration index and to analyze the influence of economic growth, investment growth, population
growth and wage growth to province unemployment concentration used multiple regression with panel
data. Results of the research from the average value of concentration index shows that 12 provinces from
the 33 provinces in Indonesia are the unemployment basis (NAD, North Sumatra, West Sumatra, Riau,
Riau Islands, DKI Jakarta, West Java, Banten, East Kalimantan, North Sulawesi, South Sulawesi and
Maluku). Results of the panel data regression of 4 factors included in the model only economic growth
influence to province unemployment concentration in Indonesian.
Keywords : unemployment concentration, concentration index, economic growth, investment growth,
population growth and wage growth.
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi pengangguran serta
menganalisis pengaruh dari pertumbuhan ekonomi , pertumbuhan investasi , pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan tingkat upah terhadap konsentrasi pengangguran propinsi di
Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 2007 – 2011. Alat analisis
yang digunakan dalam menganalisis konsentrasi pengangguran adalah menggunakan Indeks
Konsentrasi, sedangkan untuk menganalisis pengaruh dari pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan investasi , pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah adalah dengan
menggunakan regresi berganda dengan data panel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa jika dilihat dari nilai rata rata indeks konsentrasinya, maka terdapat dua belas propinsi
di Indonesia yang merupakan basis pengangguran. ( Nangro Aceh Darussalam, Sumatra
Utara, Sumatra Barat, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku ). Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa dari hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan data panel , hanya variabel
pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran
propinsi di
Indonesia.
Kata Kunci: konsentrasi pengangguran, indeks konsentrasi, pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan upah.
16
Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas
1. PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi adalah sebuah proses multidimensi yang melibatkan
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan kelembagaan
nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan
ketidakmerataan pemberantasan kemiskinan (Todaro, 1988). Pertumbuhan ekonomi
yang tinggi merupakan hal yang harus ada agar pembangunan yang berkelanjutan bisa
terlaksana dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jumlah
penduduk tiap tahun selalu mengalami peningkatan, sehingga terjadi pula peningkatan
konsumsi dan perlu pula adanya peningkatan pendapatan (Tambunan, 2009). Di
pihak lain pertumbuhan penduduk akan meningkatkan jumlah angkatan kerja
sehingga memerlukan lapangan kerja untuk memperoleh pendapatan. Jika lapangan
kerja yang tercipta tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk akan berakibat
pada meningkatnya jumlah pengangguran.
Pengangguran di Indonesia akan tetap menjadi masalah jika tidak segera
ditanggulangi. Jika tingkat pengangguran paling tinggi 2-3 persen, dapat diartikan
bahwa perekonomian dalam kondisi penggunaan tenaga kerja penuh atau full
employment (Sadono Sukirno, 2008). Di Indonesia tingkat pengangguran masih relatif
tinggi walaupun selama tahun 2007-2011 terus mengalami penurunan, seperti pada
tabel berikut:
Tabel 1. Tingkat Pengangguran di Indonesia tahun 2007-2011
Tahun
Tingkat pengangguran
Februari (%)
Agustus (%)
2007
9,75
9.11
2008
8,46
8,39
2009
8.14
7,87
2010
7,41
7,14
2011
6,8
6,56
Sumber: BPS
Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mengalami
penurunan dari tahun 2007-2011. Pada bulan Agustus tahun 2007 tingkat
pengangguran sebesar 9,11% dan terus mengalami penurunan hingga pada bulan yang
sama tahun 2011 menjadi 6,56%. Namun angka tersebut masih relatif tinggi jika
dibanding saat tahun-tahun sebelum krisis ekonomi 1997, angka pengangguran pada
umumnya kurang dari 5%. Pada awal terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 tingkat
pengangguran hanya 4,7%. Relatif tingginya angka pengangguran Indonesia
menunjukkan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mampu
menyerap tenaga kerja baru dan mengurangi kemiskinan (Kuncoro, 2010).
Masalah pengangguran di Indonesia memang merupakan masalah klasik yang tiap
periode selalu menjadi permasalahan dan menjadi topik yang terus diperdebatkan.
Tantangan utama yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah penciptaan lapangan
Ekspansi
17
kerja baru guna mengurangi angka pengangguran dan angka kemiskinan (Arsyad,
2010). Oleh karena itu pemerintah terus berusaha untuk terus mengurangi tingkat
pengangguran. Agar usaha pemerintah dalam mengurangi pengangguran dapat
berjalan dengan baik, maka perlu mengetahui konsentrasi pengangguran provinsi di
Indonesia. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran juga
perlu diketahui. Faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran sebenarnya
sangat banyak dan kompleks, namun dalam penelitian ini hanya dibatasi empat faktor
yaitu pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan upah.
Pengangguran mempunyai pengertian yang berbeda-beda dan bisa berubah-ubah
dalam setiap waktu. Di Indonesia pengertian penggangguran berdasar sensus
penduduk tahn 1971 adalah orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang
dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh
pekerjaan (Simanjuntak, 2006). Orang dinyatakan penganggur adalah mereka yang
tidak bekerja sama sekali selama satu minggu sebelum pencacahan dan berusaha
mencari pekerjaan. Pengangguran merupakan masalah pokok dalam suatu masyarakt
modern. Jika tingkat pengangguran tinggi, maka sumber daya terbuang percuma dan
tingkat pendapatan masyarakat merosot (Todaro, 2006). Konsentrasi pengangguran
diartikan sebagai tingkat penggangguran pada suatu komunitas penduduk tertentu
yang dapat memberikan informasi perbandingan antar wilayah/provinsi. Dengan
menggunakan indeks konsentrasi (Concentration Index), maka konsentrasi
pengangguran dinyatakan tinggi atau provinsi basis pengangguran kalau nilai
Cocentration Index lebih dari satu.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh A. Hasan dan P. De Broucker
(1982) yang berjudul “Duration and concentration of unemployment” menjelaskan tentang
perputaran pasar tenaga kerja sebagai penentu pengangguran di Kanada. Konsentrasi
pengangguran akan terjadi pada musim kering yang panjang. Kesulitan dalam akses ke
pekerjaan dalam jumlah yang tinggi bagi pengangguran musim kering tidak berakhir
ke pekerjaan tetapi dalam pengurangan angkatan kerja.
Penelitian oleh Elisabeta Jaba, Christiana Balan, Mihai Romawi dan Monica
Romawi (2008), yang berjudul “Statistical evaluation of spatial concentration of
unemployment by gender” menjelaskan tentang distribusi spasial pengangguran
berdasarkan gender, di kabupaten Rumania. Kurve Lorenz dan Indeks Gini digunakan
untuk mengidentifikasi pola konsentrasi spasial pengangguran tersebut. Terdapat
perbedaan yang signifikan dalam konsentrasi pengangguran, dimana konsentrasi
spasial pengangguran lebih besar pada pengangguran populasi wanita.
Mikael Nordenmark yang meneliti dengan judul “The Concentration of
Unemployment Families and Social Networks : A Question of Attitudes or Structural Factors?”
menjelaskan bahwa konsentrasi pengangguran disebabkan oleh nilai-nilai negatif
terhadap pekerjaan atau oleh faktor-faktor struktural? Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada umumnya bagi orang-orang yang menganggur dan telah mengalami
periode panjang pengangguran memiliki anggota keluarga menganggur dan temanteman menganggur. Penyebab konsentrasi pengangguran adalah faktor-faktor
18
Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas
struktural seperti kelas, etnis, tingkat usia pengangguran dan jumlah penduduk, bukan
karena sikap para anggota kelompok pengangguran.
Dharendra Wardhana (2006) melakukan penelitian berjudul “Pengangguran
Struktural di Indonesia : keterangan dari analisis SVAR dalam kerangka Hysteresis”
yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran di Indonesia
menyimpulkan bahwa tingkat pengangguran dipengaruhi oleh guncangan labor supply,
perubahan GDP tidak berpengaruh terhadap tingkat pengangguran. Untuk
mengurangi pengangguran, maka ekspansi fiskal dapat ditempuh dan program padat
karya (labor intensive) cukup efisien mengurangi jumlah pengangguran.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia serta bagaimana
pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan
penduduk dan pertumbuhan upah terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di
Indonesia tahun pada 2007-2011.
2. METODOLOGI
3.1 Definisi Operasional Variabel
3.1.1. Pengangguran
Pengangguran adalah mereka yang tidak bekerja atau yang berusaha mencari pekerjaan
untuk memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari pekerjaannya, yang tidak
terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu, tetapi bisa dilakukan beberapa waktu
sebelumnya asalkan dalam kurun waktu satu minggu sebelum pencacahan masih dalam
status menunggu jawaban lamaran yang sudah dibuat.
3.1.2. Konsentrasi pengangguran
Konsentrasi pengangguran diartikan sebagai tingkat penggangguran pada suatu
komunitas penduduk tertentu yang dapat memberikan informasi perbandingan antar
wilayah/provinsi. Dengan menggunakan indeks konsentrasi (Concentration Index),
maka konsentrasi pengangguran dinyatakan tinggi atau provinsi basis pengangguran
kalau nilai Cocentration Index lebih dari satu.
3.1.3. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi adalah keadaan terjadinya peningkatan nilai output atau
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi pada periode sekarang
dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam satuan persen. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi atas dasar harga
konstan tahun 2000 yang bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik).
3.1.4. Pertumbuhan Investasi
Pertumbuhan investasi adalah keadaan terjadinya peningkatan nilai investasi pada
periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam
Ekspansi
19
satuan persen. Investasi ini merupakan gabungan antara investasi domestik
(Penanaman Modal Dalam Negeri) dengan investasi asing (Penanaman Modal Asing).
3.1.5. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan Penduduk adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk dalam suatu
provinsi pada periode sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang
dinyatakan dalam satuan persen. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data hasil proksi yang dilakukan BPS (Badan Pusat Statistik).
3.1.6. Pertumbuhan Upah.
Pertumbuhan Upah adalah keadaan terjadinya peningkatan upah pada periode
sekarang dibandingkan dengan satu periode lalu yang dinyatakan dalam satuan persen.
Upah dalam penelitian ini digunakan Upah Minimum Regional (UMR) yang
diberlakukan pada masing-masing provinsi yang menjadi obyek penelitian.
3.2 Metode Analisis Data
3.2.1. Analisis Konsentrasi Pengangguran.
Untuk mengetahui konsentrasi pengangguran masing-masing provinsi digunakan
rumus Indeks Konsentrasi (Concentration Index) yang merupakan salah satu alat untuk
menguji pola konsentrasi geografis. Rumus Concentration Index (CI) mengacu pada
model konsentrasi geografis dengan menyesuaikan nama variabelnya menjadi:
CI = {(Pp/AKp)/(Pn/AKn)}
dimana:
CI
Pp
AKp
Pn
AKn
= Concentration Index (Indeks Konsentrasi)
= jumlah pengangguran provinsi
= jumlah Angkatan Kerja provinsi
= jumlah pengangguran nasional (Indonesia)
= jumlah Angkatan Kerja nasional (Indonesia)
Dari hasil perhitungan Indeks Konsentrasi (Concentration Index) , nilainya dibedakan
dalam 3 (tiga) kategori yaitu jika :
a. CI > 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran lebih besar daripada nasional
(Indonesia) dalam masalah pengangguran dan menjadi provinsi basis pengangguran.
b. CI = 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran sama dengan nasional
(Indonesia) dalam masalah pengangguran.
c. CI < 1 : provinsi yang bersangkutan memiliki peran lebih kecil daripada nasional
(Indonesia) dalam masalah pengangguran.
3.2.2. Analisis faktor yang mempengaruhi Konsentrasi Pengangguran
Untuk menganailisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran
provinsi di Indonesia dalam penelitian ini digunakan alat analisis regresi berganda
20
Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas
dengan data panel. Data panel merupakan data campuran cross section dan time series
(Wahyu A. Pratomo, 2007). Data yang digunakan merupakan data sekunder yang
bersumber dari BPS atau Instansi pemerintah lainnya yang terkait. Bentuk umum dari
regresi dalam penelitian, mengacu pada metode fungsi produksi Cobb-Douglas.
Adapun regresi yang dimaksud adalah sebagai berikut :
CI =  + 1itPE + 2itPI+ 3itPP+ 4itPU+ i
dimana:
CI = Concentration Index
PE = pertumbuhan ekonomi
PI = pertumbuhan investasi
PP = pertumbuhan penduduk
PU = pertumbuhan upah
 = konstanta
 = koefisien regresi
i = kesalahan pengganggu
Dalam analisis regresi berganda dengan menggunakan data panel, terdapat tiga
pendekatan/model yaitu analisis regresi dengan pendekatan Common Effect Model,
Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Untuk olah data dalam penelitian ini
digunakan eviews 6, yang langsung dapat dilakukan uji Hausman untuk mengadakan
pilihan model yang paling baik antara Fixed Effect Model atau Random EffectModel.
Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Model Random Effect
H1 : Model Fixed Effect
Sebagai dasar penolakan hipotesis nol tersebut dengan menggunakan
pertimbangan Chi Square Statistic. Hausman Test dapat dilakukan dengan bahasa
pemograman Eviews yaitu jika hasil dari Hausman Test signifikan (probability dari
Hausman<α) maka H0 ditolak, artinya model fixed effect lebih baik untuk digunakan.
Setelah terpilih pendekatan/model yang baik, maka akan dilakukan uji statistik yang
terdiri atas uji t, uji F dan uji goodness of fit.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Konsentrasi Pengangguran Provinsi
Hasil perhitungan indeks konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia tahun 20072011 dapat dilihat pada tabel 3.1 yang menunjukkan bahwa ada beberapa provinsi
yang mengalami perubahan kategori. Terdapat 5 provinsi yang awalnya sebagai
provinsi basis pengangguran dan akhirnya bukan basis pengangguran yaitu Sumut,
Sumbar, Riau, Sumsel dan Papua, sedangkan yang awalnya bukan basis pengangguran
dan akhirnya menjadi basis pengangguran terdapat 2 provinsi yaitu Kepri dan Papua
Barat. Provinsi yang tidak mengalami perubahan kategori, terdapat 8 provinsi yang
awalnya basis pengangguran akhirnya tetap menjadi basis pengangguran yaitu NAD,
Ekspansi
21
DKI Jakarta, Jabar, Banten, Kaltim, Sulut, Sulsel dan Maluku, sedangkan 18 provinsi
lainnya awalnya bukan basis pengangguran akhirnya juga tetap bukan basis
pengangguran.
Tabel 2. Indeks Konsentrasi Pengangguran Provinsi di Indonesia 2007-2011
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Provinsi
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Kepri
Jambi
Sumsel
Kep Babel
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Jabar
Banten
Jateng
DIY
Jatim
Bali
NTB
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Gorontalo
Sulteng
Sulsel
Sulbar
Sultra
Maluku
Malut
Papua
Papua Barat
2007
1,08
1,11
1,13
1,07
0,99
0,68
1,03
0,71
0,51
0,83
1,38
1,44
1,73
0,85
0,67
0,75
0,41
0,71
0,41
0,71
0,56
0,84
1,32
1,36
0,79
0,92
1,23
0,60
0,70
1,34
0,66
1,04
0,55
2008
1,14
1,08
0,96
0,98
0,95
0,61
0,96
0,71
0,58
0,85
1,45
1,44
1,81
0,88
0,64
0,77
0,39
0,73
0,44
0,64
0,55
0,74
1,32
1,27
0,67
0,65
1,08
0,54
0,68
1,27
0,77
0,91
0,52
2009
1,11
1,07
1,01
1,09
1,03
0,70
0,97
0,78
0,65
0,84
1,54
1,39
1,90
0,93
0,76
0,65
0,40
0,79
0,50
0,69
0,59
0,81
1,38
1,34
0,75
0,69
1,13
0,57
0,60
1,34
0,86
0,52
0,96
2010
1,17
1,04
0,97
1,22
0,97
0,75
0,93
0,79
0,64
0,78
1,55
1,45
1,92
0,87
0,80
0,60
0,43
0,74
0,47
0,65
0,58
0,74
1,41
1,35
0,72
0,65
1,17
0,46
0,65
1,40
0,84
0,50
1,08
2011
1,13
0,97
0,98
0,81
1,19
0,61
0,88
0,55
0,36
0,88
1,65
1,50
1,99
0,90
0,61
0,63
0,35
0,81
0,41
0,59
0,39
0,80
1,50
1,31
0,65
0,61
1,00
0,43
0,47
1,13
0,85
0,60
1,36
Rata-rata
1,13
1,06
1,01
1,03
1,03
0,67
0,95
0,71
0,55
0,84
1,51
1,44
1,87
0,89
0,70
0,68
0,40
0,76
0,45
0,66
0,53
0,78
1,39
1,33
0,72
0,70
1,12
0,52
0,62
1,30
0,80
0,71
0,89
Sumber : BPS diolah
Dari tabel 2 berdasar rata-rata nilai CI-nya menunjukkan bahwa dari 33 provinsi obyek
penelitian terdapat 12 provinsi yang tergolong konsentrasi penganggurannya lebih
besar daripada satu (CI>1) yang berarti provinsi yang bersangkutan memiliki peran
lebih besar daripada nasional dalam masalah pengangguran dan menjadi provinsi basis
pengangguran di Indonesia. Dari 12 provinsi basis pengangguran tersebut terdapat 8
provinsi yang selama 5 tahun penelitian tidak mengalami perubahan kategori dimana
22
Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas
awalnya basis pengangguran akhirnya tetap menjadi basis pengangguran yaitu NAD,
DKI Jakarta, Jabar, Banten, Kaltim, Sulut, Sulsel dan Maluku. Dari provinsi-provinsi
tersebut ternyata terdapat 3 provinsi berada di pulau Jawa yang jumlah industrinya
pada daerah yang bersangkutan cukup banyak yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten.
Dengan demikian industri di provinsi-provinsi tersebut diperkirakan tenaga kerja yang
digunakan banyak yang bukan berasal dari provinsi yang bersangkutan melainkan
berasal dari provinsi lain. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah provinsi yang
bersangkutan agar dalam membuat kebijakan tentang pendirian industri di daerahnya
supaya lebih mengutamakan menggunakan tenaga kerja dari daerah setempat sehingga
dapat mengurangi pengangguran di provinsi yang bersangkutan dan pada waktu-waktu
yang akan datang tidak lagi menjadi basis pengangguran. Untuk mengetahui lebih jelas
provinsi yang menjadi basis pengangguran dan bukan basis pengangguran berdasar
rata-rata nilai CI dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kategori Konsentrasi Pengangguran Provinsi Berdasar
Nilai Concentration Index (CI)
CI > 1
(basis pengangguran)
NAD
Sumut
Sumbar
Riau
Jabar
Banten
Kaltim
Sulut
Kepri
Sulsel
Maluku
DKI Jakarta
CI = 1
---
CI < 1
(bukan basis
pengangguran)
Jambi
Sumsel
Kep Babel
Bengkulu
Lampung
Jateng
DIY
Jatim
Bali
NTB
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Gorontalo
Sulteng
Sulbar
Sultra
Malut
Papua
Papua Brt
3.2 Analisis regresi
Dari 33 provinsi yang bisa dianalisis konsentrasi penganggurannya di atas, hanya
terdapat 24 provinsi yang data lengkap, maka olah data dalam analisis regresi faktor
yang mempengaruhi konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia tahun 2007-2011
hanya digunakan data dari 24 provinsi.
3.2.1. Uji Hausman
Dengan menggunakan eviews 6 bisa langsung ditemukan hasil uji Hausman. Uji
Hausman digunakan untuk memilih tehnik analisis yang paling tepat atau paling baik
antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model dalam penggunaan data panel.
Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai chi square sebesar 11.598048 dengan
probabilitas 0,0206. Dengan demikian nilai probabilitas yang dihasilkan lebih kecil
Ekspansi
23
dari pada alpha sebesar 0,05 (0,0206<0,05), sehingga H0 ditolak dan dapat diartikan
bahwa fixed effect model lebih tepat di gunakan untuk analisis penelitian ini.
Tabel 4. Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: POOL01
Test cross-section random effects
Test Summary
Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
11.598048
Chi-Sq. d.f.
4
Prob.
0.0206
Sumber : hasil olah data
3.2.2. Hasil Regresi dengan Fixed Effect Model
Tabel 5. Hasil Regresi dengan Fixed Effect Model
Dependent Variable: CI?
Method: Pooled Least Squares
Sample: 2007 2011
Included observations: 5
Cross-sections included: 24
Total pool (balanced) observations: 120
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
C
0.988524
0.208720
4.736128
PE?
-0.012833
0.002588
-4.958386
PI?
-9.49E-07
2.54E-06
-0.374313
PP?
0.009837
0.132167
0.074433
PU?
0.000102
0.002174
0.046770
R-squared
0.963680
Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.953021
S.D. dependent var
S.E. of regression
0.079727
Akaike info criterion
Sum squared resid
0.584782
Schwarz criterion
Log likelihood
149.1679
Hannan-Quinn criter.
F-statistic
90.40830
Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic)
0.000000
Prob.
0.0000
0.0000
0.7090
0.9408
0.9628
0.924167
0.367832
-2.019465
-1.369050
-1.755328
1.855464
Sumber : hasil olah data
3.2.2.1 Uji t (Pengujian Hipotesis Secara Parsial / Individual)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial/individual masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel 6.
24
Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas
Tabel 6. Hasil Uji t
Variabel
PE?
Koefisien
-0.012833
t-statistik
-4.958386
Prob.
0.0000
PI?
-9.49E-07
-0.374313
0.7090
PP?
0.009837
0.074433
0.9408
PU?
R Squared
F Statistik
Prob. F Statistik
0.000102
0.963680
90.40830
0.000000
0.046770
0.9628
Kesimpulan
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Tidak
Signifikan
Sumber : Hasil olah data
Dengan menggunakan α = 5%, secara individual dari 4 variabel bebas yang
dimasukkan dalam model hanya ada satu variabel yang berpengaruh terhadap
konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Adapun variabel yang berpengaruh
terhadap konsentrasi pengangguran adalah variabel pertumbuhan ekonomi. Pada α =
5% uji satu sisi diperoleh nilai t-hitung variabel pertumbuhan ekonomi sebesar lebih
kecil daripada t-tabel (-0.012833<-1,6582), sehingga H0 ditolak yang artinya bahwa
pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif signifikan terhadap konsentrasi
pengangguran provinsi di Indonesia dan sesuai dengan hipotesis.
3.2.2.2 Uji F (Pengujian Hipotesis Secara Simultan)
Uji F dilakukan untuk melihat secara simultan/bersama-sama pengaruh variabelvaiabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Hasil olah data pada α = 5%, menunjukan
bahwa nilai F-hitung lebih besar dari pada nilai F-tabel (90.40830>2,54). Dengan
demikian H0 ditolak yang artinya secara simultan/bersama-sama varibel pertumbuhan
ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah
berpengaruh signifikan terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia.
3.2.2.3 Uji goodnes of fit (uji R2)
Hasil uji goodness of fit (uji kesesuaian/ketepatan) model yang digunakan dapat
dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2=0.963680 atau mendekati 1, maka
model yang digunakan sesuai. Nilai R2 juga berarti bahwa perubahan variabel
konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia dapat dijelaskan oleh perubahan
variabel pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan
pertumbuhan upah sebesar 96,3680%, sedangkan sisanya yang sebesar 3,6320% dapat
dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang digunakan.
Ekspansi
25
3.3 Pembahasan Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Pengangguran Provinsi di
Indonesia
Berdasar hasil analisis dari hasil uji t ternyata secara individual dari empat
variabel bebas yang dimasukkan dalam model hanya ada satu variabel yaitu variable
pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh negatif signifikan terhadap konsentrasi
pengangguran provinsi di Indonesia. Koefisien variable pertumbuhan ekonomi
sebesar -0.012833 artinya jika pertumbuhan ekonomi di provinsi yang bersangkutan
meningkat 1%, maka Konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia akan berkurang
0,012833% dengan asumsi ceteris paribus atau variable lain konstan. Hal ini sesuai
dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif
terhadap Konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi
mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari satu periode ke
periode lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat pada umumnya akan
semakin banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja yang berarti akan mengurangi
tingkat pengangguran sekaligus dapat menurunkan konsentrasi pengangguran.
Variabel pertumbuhan investasi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi
pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa bahwa pertumbuhan investasi berpengaruh negatif terhadap
konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Kenyataan ini juga menunjukkan
bahwa pertumbuhan investasi pada masing-masing provinsi di Indonesia tidak mampu
menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi. Dengan demikian pertambahan
investasi yang ada cenderung kurang menyerap tenaga kerja dan tidak mengurangi
pengangguran pada provinsi yang bersangkutan yang selanjutnya juga tidak
menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi. Dengan kata lain pertambahan
investasi cenderung hanya digunakan untuk peningkatan teknologi yang kurang
menyerap tenaga kerja. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah provinsi yang
bersangkutan agar dalam membuat kebijakan tentang pendirian industri di daerahnya
supaya lebih mengutamakan industri yang bersifat padat karya atau lebih banyak
menggunakan tenaga kerja khususnya dari provinsi yang bersangkutan daripada
menggunakan teknologi modern yang hanya sedikit menyerap tenaga kerja. Dengan
demikian meningkatnya investasi untuk industri yang menggunakan tenaga kerja
provinsi setempat akan dapat mengurangi pengangguran di provinsi yang bersangkutan
dan pada waktu-waktu yang akan datang tidak lagi menjadi basis pengangguran.
Variabel pertumbuhan penduduk juga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi
pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa bahwa pertumbuhan penduduk akan berpengaruh positif
terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Pertumbuhan penduduk
tidak berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran karena pertumbuhan
penduduk dihitung bukan hanya berdasar tingkat kelahiran pada provinsi yang
bersangkutan, melainkan juga karena adanya perpindahan penduduk dari provinsi lain
yang masuk ke provinsi yang bersangkutan yang disebut dengan in-migrasi. Penduduk
yang melakukan perpindahan dari suatu provinsi masuk ke provinsi lain atau yang
melakukan in-migrasi pada umumnya karena memperolah pekerjaan di provinsi tujuan
26
Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas
migrasi. Dengan demikian pertumbuhan penduduk karena in-migrasi ini tidak
menambah pengangguran pada provinsi tujuan sehingga tidak berpengaruh terhadap
konsentrasi pengangguran di provinsi yang bersangkutan.
Variabel pertumbuhan upah juga tidak berpengaruh terhadap konsentrasi
pengangguran provinsi di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa pertumbuhan upah akan berpengaruh negatif terhadap
konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Mengingat bahwa pertumbuhan
upah dalam penelitian ini digunakan pertumbuhan Upah Minimum Regional (UMR)
pada masing-masing provinsi, dimana pada umumnya UMR masih di bawah
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) maka kenaikan upah kurang menarik bagi penduduk
untuk bekerja di provinsi yang bersangkutan. Dengan demikian kenaikan upah tidak
menarik bagi tenaga kerja untuk memasuki dunia kerja formal sehingga tidak mampu
mengurangi pengangguran dan akhirnya tidak mampu menurunkan konsentrasi
pengangguran provinsi yang bersangkutan. Melihat pertumbuhan upah (UMR) ini
tidak atau kurang menarik bagi penduduk untuk bekerja sehingga tidak mengurangi
pengangguran dan tidak mempengaruhi atau mengurangi konsentrasi pengangguran,
maka perlu mendapat perhatian pemerintah bahwa dalam menentukan kebijakan
khususnya besarnya UMR sebaiknya harus lebih besar daripada KHL.
4. KESIMPULAN
Dari 33 provinsi di Indonesia terdapat 12 provinsi yang memiliki konsentrasi
pengangguran lebih besar dari 1 dan merupakan basis pengangguran di Indonesia yaitu
provinsi : Nangro Aceh Darusalam (NAD), Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan dan Maluku. Dari 12 provinsi tersebut terdapat 3 provinsi yang
berada di pulau Jawa yang jumlah industrinya pada daerah yang bersangkutan cukup
banyak yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten. Dengan demikian industri yang berada
di provinsi-provinsi tersebut tenaga kerja yang digunakan banyak yang bukan berasal
dari provinsi yang bersangkutan melainkan berasal dari provinsi lain.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap konsentrasi
pengangguran di Indonesia dan sesuai hipotesis, sedangkan tiga variabel lainnya yaitu
pertumbuhan investasi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan upah tidak
berpengaruh terhadap konsentrasi pengangguran provinsi di Indonesia. Pertumbuhan
ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari satu periode
ke periode lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat berati semakin
banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja yang berarti akan mengurangi tingkat
pengangguran sekaligus dapat menurunkan konsentrasi pengangguran.
Mengingat bahwa terdapat beberapa provinsi di Indonesia yang banyak industrinya
seperti provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten merupakan provinsi basis
pengangguran maka perlu mendapat perhatian pemerintah provinsi yang bersangkutan
agar dalam membuat kebijakan tentang pendirian industri di daerahnya supaya lebih
mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja dari daerah setempat agar pada waktu-waktu
yang akan datang tidak menjadi basis pengangguran lagi.
Ekspansi
27
Pertumbuhan ekonomi merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh negatif
terhadap konsentrasi pengangguran. Untuk itu maka masing-masing provinsi
sebaiknya terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonominya agar dapat
menurunkan konsentrasi pengangguran provinsi yang bersangkutan. Pertumbuhan
ekonomi semakin meningkat berati semakin banyak membutuhkan tenaga tenaga kerja
sehingga akan mengurangi tingkat pengangguran dan dapat menurunkan konsentrasi
pengangguran.
Mengingat pertumbuhan investasi tidak berpengaruh terhadap konsentrasi
pengangguran, maka sebaiknya penggunaan investasi supaya diarahkan pada usaha
yang banyak menyerap tenaga kerja atau padat karya dan bukan ke arah padat modal.
Dengan proyek yang padat karya, maka diharapkan akan lebih banyak menyerap tenaga
kerja di daerah setempat pengangguran dan konsentrasi pengangguran dapat
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
A. Hasan dan P. De Broucker (1982), “Duration and Concentration of Unempoyment”,
Canadian Journal of Economics/Revue Canadienne d'Economique, xv No 4,
November 1982.
Ario Pratomo, Wahyu dan Hidayat, Paidi, (2007), Pedoman Praktis Penggunaan Eviews
dalam Ekonometrika, Cetakan Pertama, USU Press, Medan.
BPS, (2012), Perkembangan beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia, Jakarta
Dharendra Wardhana, (2006), “Pengangguran Struktural di Indonesia : keterangan dari
analisis SVAR dalam kerangka Hysteresis”, jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia
volume 3, No. , UGM, Yogyakarta
Elisabeta Jaba, Christiana Balan, Mihai Romawi dan Monica Romawi (2008),
“Statistical evaluation of spatial concentration of unemployment by gender”, Rumania.
http://ideas.repec.org/p/pra/mprapa/25161.html
Lincolin Arsyad, (2010), Ekonomi Pembangunan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta
Michael P. Todaro, (1988), Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga, Erlangga, Jakarta
Michael P. Todaro, Stephen C. Smith (2006), Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga,
Erlangga, Jakarta
Mikael Nordenmark, “The Concentration of Unemployment Families and Social Networks:
A Question of Attitudes or Structural Factors?, European Sociological Review,Vol. 15
No. 1, 49-59. 49. esr.oxfordjournals.org/content/15/1/49.full.pdf
Mudrajad Kuncoro , ( 2009 ), Ekonomika Indonesia : Dinamika Lingkungan Bisnis di
Tengah Krisis Global, UPP STIM YKPN, Yogyakarta
Mudrajad Kuncoro , ( 2010 ), Ekonomi Pembangunan: Teori, Kebijakan dan politik,
Erlangga, Jakarta.
Payaman J. Simanjuntak, (2006), Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, LPFE UI,
Jakarta
Prijono Tjiptoherijanto, (1996), Sumber Daya dalam Pembangunan Nasional, Fak
Ekonomi UI, Jakarta
28
Sri R.B. Hastuti dan Wahyu D. Artaningtyas
Sadono Sukirno, (2008), Makroekonomi, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta
Tulus T.H. Tambunan, (2009), Perekonomian Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor.
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 29 – 45
KESIAPAN DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Aan Zulyanto
Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu
[email protected]
Abstract: The commitment of ASEAN countries to achieve a single economic zone, the ASEAN
Economic Community (AEC), applies effectively in early 2016. The Economic Integration is expected
will enhance the traffic of goods, services and production factors between ASEAN countries due to the
elimination of tariff and regulation. For Indonesia, the ASEAN region has enough contribute to the
national economy because more than 20 percent of the activities carried out Intra ASEAN trade.
Nevertheless, there are still some issues that need more attention to get gain from the free trade. (i) Trade
deficit in Intra-ASEAN continues to increase. Indonesia gets only a trade surplus in four countries;
Philippines, Myanmar, Cambodia, and Laos, while the other five ASEAN countries, Indonesia has a
large deficit. Unlucky, the surplus comes from small value of transactions, while the deficit occurred in
countries with large trade transactions. (ii) The Indonesia competitiveness in ASEAN is relatively still
low. The quality of infrastructure, institutional, technological readiness and labor market efficiency is
relatively underdeveloped compared with other countries. Nonetheless, the government has been working
to increase competitiveness through standardization system and accelerating the development of policies
through MP3EI.
Key Words: International Trade, Competitiveness, ASEAN Economic Community (AEC)
Abstrak: Komitmen negara-negara Asean untuk mewujudkan satu kawasan ekonomi tunggal
bernama Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) secara efektif berlaku mulai awal tahun 2016.
Integrasi Ekonomi tersebut diyakini akan meningkatkan lalu lintas barang dan jasa serta faktor
produksi antar negara karena adanya penghapusan regulasi dan tariff yang dapat menghambat
perdagangan bebas. Bagi Indonesia, kawasan Asean memberikan kontribusi cukup penting
bagi perekonomian nasional karena lebih dari 20 persen aktivitas perdagangan dilakukan Intra
Asean. Namun demikian, masih terdapat beberapa persoalan yang perlu mendapat perhatian
agar integrasi ekonomi tersebut benar-benar bermanfaat bagi perekonomian domestik, antara
lain; (i) Defisit neraca perdagangan intra Asean terus mengalami peningkatan. Indonesia
hanya mengalami surplus perdagangan pada empat Negara, yaitu Filipina, Myanmar,
Kamboja, dan Laos, sementara dengan lima Negara ASEAN lainnya Indonesia mengalami
deficit yang cukup besar. Parahnya sebagian besar surplus perdagangan terdapat pada nilai
transaksi yang relative kecil, sementara deficit terjadi justru pada Negara dengan transaksi
perdagangan yang besar. (ii). Daya saing Intra Asean juga masih rendah. Berbagai faktor seperti
kualitas infrastruktur, kelembagaan, kesiapan tehnologi dan efisiensi pasar tenaga kerja
relative masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Meskipun demikian, pemerintah
juga telah berupaya meningkatkan daya saing melalui kebijakan standardisasi dan percepatan
pembangunan melalui MP3EI.
Kata Kunci: Perdagangan Internasional, Daya Saing, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
30
Aan Zulyanto
1. PENDAHULUAN
Arus globalisasi dan liberalisasi yang disertai dengan pesatnya perkembangan tehnologi
informasi dan transportasi telah meningkatkan intensitas hubungan antar negaranegara di dunia, baik dalam aktivitas ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Suatu
kawasan cenderung menjadi terintegrasi dengan kawasan lainnya, sehingga sulit bagi
suatu Negara untuk terhindar secara penuh dari perkembangan eksternal yang terjadi
diluar otoritasnya. Kondisi ini semakin mendorong Negara-negara untuk melakukan
kerjasama baik dalam tataran global maupun regional agar dapat mengambil manfaat
dari proses liberalisasi yang terjadi.
Pentingnya kerjasama regional ini juga disadari oleh Negara-negara di kawasan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia, sehingga puncaknya pada tahun 1967 dilaksanakan
forum pertemuan oleh lima Negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand yang menghasilkan Deklarasi Bangkok untuk membentuk Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN). Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan kebudayaan negaranegara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta
meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan
damai. Dalam perkembangnya jumlah anggota ASEAN terus bertambah menjadi 10
negara dengan masuknya Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos (1997),
Myanmar (1997), dan Kamboja (1998).
Sejak awal pembentukannya, ASEAN secara intensif menyepakati berbagai
kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Preferential Tariff
Arrangement (PTA) pada tahun 1977 hingga dalam KTT ASEAN ke-2 tanggal 15
Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia, mulai disepakati Visi ASEAN 2020, yaitu
mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan berdaya-saing tinggi dengan
pembangunan ekonomi yang merata yang ditandai dengan penurunan tingkat
kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi. Kemudian pada tahun 2003 disepakati 3
(tiga) pilar untuk mewujudkan ASEAN Vision 2020 yaitu: (1) ASEAN Economic
Community, (2) ASEAN Political-Security Community, (3) ASEAN Socio-Cultural
Community. Selanjutnya pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, tanggal 13 Januari
2007 disepakati untuk mempercepat ASEAN Economic Community (AEC) atau
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 (Kementrian perdagangan).
Untuk memuluskan pembentukan MEA, beberapa kesepakatan pendahuluan
telah dilakukan, antara lain disepakatinya Common Effective Preferential Tariff – ASEAN
Free Trade Area (CEPT-AFTA) pada tahun 1992 dengan target implementasi tahun
2008, kemudian dipercepat menjadi tahun 2003 dan 2002 untuk ASEAN-6. Pada
tahun 1995, ASEAN mulai memasukkan bidang jasa dalam kesepakatan kerjasamanya
yang ditandai dengan ditandatanganinya ASEAN Framework Agreement on Services
(AFAS) dan selanjutnya pada tahun 1998 disepakati pula kerjasama dalam bidang
investasi ASEAN Investment Area (AIA).
MEA merupakan langkah lebih maju dan komprehensif dari kesepakatan
perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA). AEC Blueprint
mengamanatkan ASEAN tidak hanya akan menjadi satu pasar tunggal (single market),
Ekspansi
31
namun juga satu basis produksi tunggal (single production base) yang mensyaratkan aliran
faktor-faktor produksi yang bebas, termasuk modal dan tenaga kerja terampil. Dengan
demikian dalam MEA, seluruh Negara ASEAN harus melakukan liberalisasi
perdagangan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal
yang lebih bebas. Hambatan-hambatan perdagangan bebas, baik tariff maupun non
tariff sudah tidak dapat diberlakukan lagi. Disamping itu, terdapat peningkatan
fasilitas perdagangan seperti prosedur kepabeanan, melalui pembentukan dan
penerapan ASEAN Single Window (ASW), serta mengevaluasi skema Common Effective
Preferential Tariff (CEPT) Rules of Origin (ROO), maupun melakukan harmonisasi
standard dan kesesuaian (standard and conformance) (Kementrian perdagangan).
Meskipun pembentukan MEA ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat di kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan, tetapi tidak sedikit
kekhawatiran yang muncul bahwa kita tidak akan mendapat manfaat banyak dari
integrasi ekonomi ini selain hanya sebagai pasar yang besar bagi produk-produk luar.
Sebagai contoh Produk kehutanan Indonesia yang telah diliberalisasi sejak tahun 2007
belum menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini terlihat dari 127 pos tarif produk yang
dibina Kementerian Kehutanan, hanya 34 pos tarif yang mengalami surplus
perdagangan, 62 pos tarif mengalami deficit (Lubis, 2013). Kementerian Perindustrian
(2011) juga mengungkapkan bahwa liberalisasi ACFTA berdampak buruk terhadap
kinerja beberapa industry nasional, salah satunya adalah kinerja sektor elektronik, dan
terdapat indikasi dumping untuk beberapa produk tertentu. Begitu juga Bank
Indonesia (2008) menyatakan bahwa apabila menggunakan patokan kondisi relatif
faktor-faktor produksi, nampaknya manfaat terbesar dari integrasi ASEAN hanya akan
dinikmati oleh beberapa negara tertentu, dalam hal ini adalah Singapura, Malaysia,
dan Thailand. Namun, peluang Indonesia untuk turut menikmati kue ekonomi pasca
integrasi tentu saja masih sangat terbuka, yaitu apabila dalam periode 7-8 tahun ini
Indonesia mampu melakukan perubahan substansial dalam hal perbaikan SDM
maupun fisik (human and physical capital).
Berbagai persoalan dasar seperti infrastruktur, institusi, dan kualitas sumberdaya
manusia dirasakan menjadi kendala bagi peningkatan daya saing kita sehingga pelaku
usaha diperkirakan belum mampu memainkan peran yang lebih banyak dalam
masyarakat ekonomi ASEAN. Untuk itu tulisan ini mencoba melihat kesiapan kita
dalam menghadapi MEA melalui kajian terhadap kebijakan pembangunan yang telah
dilakukan pemerintah, sebagaimana pendapat Chirativat (2002) dan Park et.al, (2008)
bahwa persiapan merupakan kunci keberhasilan peningkatan kinerja industri dan
perekonomian dalam menghadapi liberalisasi.
2. LITERATURE REVIEW
2.1. Teori Perdagangan Internasional
Pada prinsipnya kerjasama ekonomi antar Negara dilakukan dalam rangka
meningkatkan kerjasama perdagangan barang dan jasa. Meskipun masih ada
perdebatan, tetapi secara umum perdagangan internasional diyakini merupakan salah
satu faktor yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi (engine of growth) dan pada
32
Aan Zulyanto
akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu manfaat keterbukaan
ekonomi adalah suatu negara memiliki kesempatan mengkonsumsi lebih besar dari
kemampuannya berproduksi karena terdapat perbedaan harga relatif dalam proses
produksi yang mendorong spesialisasi (Chacoliades, 1978).
Teori Merkantilisme menekankan pentingnya peran ekspor dalam kesejahteraan
suatu bangsa. Surplus ekspor tersebut dikonversikan dalam bentuk logam mulia.
Sehingga suatu negara akan kuat dan sejahtera apabila memiliki logam mulia yang
banyak (Salvatore, 1997). Sementara itu terdapat juga Teori perdagangan internasional
Klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith (Keunggulan Absolut), David Ricardo
(Keunggulan Komparative), dan JS Mill (Kemanfaatan Relative). Adam Smith
berpandangan bahwa adanya keunggulan absolut membuat suatu negara dapat
berspesialisasi produksi dan melakukan ekspor, sementara impor dilakukan atas
barang-barang yang tidak memiliki keunggulan absolut. Adanya spesialisasi
menciptakan manfaat perdagangan antar negara (gain form trade). Perdagangan
internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara jika masing-masing
negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Meskipun demikian, Ricardo
berpendapat bahwa perdagangan tetap bisa dilakukan meski hanya satu negara yang
memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan
dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity
(production comparative advantage) yang mengindikasikan adanya keunggulan
comparative atas setiap produk di masing-masing negara. Menyempurnakan
pandangan Ricardo, JS Mill mengemukakan teori keunggulan comparative dengan
menentukan dimanakah letak titik keseimbangan penukaran antara dua Negara
yang menukarkan barang masing-masing, supaya nilai yang diminta oleh pihak yang
satu justru sama dengan nilai yang ditawarkan oleh pihak lain (Hady, 2004).
Selain teori klasik, berkembang pula teori perdagangan internasional modern,
antara lain Teori Faktor Produksi Heckser – Ohlin (H – O), Teori Stolper dan Samuelson, dan
Competitive Advantage of Nation dari M Porter. Teori H – O utamanya memperbaiki halhal yang belum dapat dijelaskan oleh teori keunggulan comparative. Menurut Teori
H-O, perbedaaan produktivitas terjadi dikarenakan adanya perbedaan jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) masing-masing negara.
Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam
memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor
barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika
negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam
memproduksinya. Meskipun demikian, muncul kritik terhadap teori H-O di atas
antara lain dinyatakan bahwa teori H-O hanya mampu menjelaskan 40% dari volume
perdagangan dunia sedangkan fenomena terjadinya 60% negara maju belum mampu
dijelaskan. Sehingga memunculkan peluang timbulnya teori baru, antara lain teori
siklus produksi (product life cycle) yang dikemukakan oleh Raymod Vernon. Teori ini
antara lain berdasarkan adanya anggapan bahwa variabel-variabel dalam perekonomian
senantiasa berubah dan perubahannya terjadi dalam model bahkan menggunakan
Ekspansi
33
perubahan variabel-variabel tersebut sebagai driving motives timbulnya perdagangan
internasional (Sih Prapti E., 1991).
Porter (1990) mengemukakan teori Competitive Advantage of Nation yang banyak
mendasari kebijakan industry di suatu negara. Menurut Porter (1990), dalam era
persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara dapat bersaing di pasar
internasional bila memiliki keunggulan competitive (competitive advantage of nation)
terutama pada empat factor penentu yang dikenal sebagai Porter’s Diamond of
National Competitive Advantage yaitu Factor Conditions, Demand Condition,
Related dan Supporting Industry, dan Firm Strategy Structure & Rivalry.
Sumber: Porter, The Competitive Advantage of Nations, 1990.
Gambar 1. Porter’s Diamond Framework.
Industri suatu negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya
didukung oleh kondisi faktor produksi yang baik, permintaan dan tuntutan mutu
dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan
domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dua
atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut sering
berinteraksi positif dalam negara yang sukses dalam meningkatkan daya saing.
Disamping kesempatan, peran pemerintah juga merupakan variable tambahan yang
cukup signifikan. (Halwani, 2005).
2.2. Teori Integrasi Ekonomi
Kerjasama ekonomi yang begitu intens antar Negara seringkali berlanjut dengan
membentuk suatu kawasan ekonomi yang terintegrasi. Diharapkan dengan integrasi
ini liberalisasi perdagangan dapat memberikan manfaat yang lebih cepat dan lebih baik
bagi Negara-negara di suatu kawasan. Hasil kajian Dollar (1992) dan Edwards (1998)
34
Aan Zulyanto
menunjukkan bahwa integrasi ekonomi yang menurunkan atau menghilangkan semua
hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota, dapat meningkatkan daya
saing dan membuka besarnya pasar pada negara anggota, dapat meningkatkan
persaingan industri domestik yang dapat memacu efisiensi produktif di antara
produsen domestik dan meningkatkan kualitas dan kuantitas input dan barang dalam
perekonomian, produsen domestik dapat meningkatkan profit dengan semakin
besarnya pasar ekspor dan meningkatkan kesempatan kerja.
Jovanovic (2006) mendokumentasikan berbagai definisi integrasi ekonomi yang
berkembang dari Tinbergen, Balassa, Holzman, Kahneert, serta Menis dan Sauvant,
dan kemudian secara umum mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai sebuah proses
di mana sekelompok negara berupaya untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya.
Sementara itu, United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD)
mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk
memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara.
Pelkman (2003) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh
penghapusan hambatan-hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih
ekonomi atau negara. Hambatan-hambatan ekonomi tersebut meliputi semua
pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi, dan juga aliran
komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah. Krugman (1991)
memperkenalkan suatu anggapan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan
pada pendekatan geografis yang dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan
kesejahteraan bagi anggotanya.
Ballasa (1961), Solvatore (1997), dan Hosny (2013) menguraikan integrasi
ekonomi atas beberapa bentuk :
1) Pengaturan Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh
negaranegara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan di
antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota.
2) Kawasan perdagangan bebas (free trade area) di mana semua hambatan perdagangan
baik tariff maupun non tarif di antara negara-negara anggota dihilangkan
sepenuhnya, namun masingmasing negara anggota masih berhak menentukan
sendiri apakah mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan
perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara nonanggota.
3) Persekutuan Pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk
tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara
mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap
negara lain non-anggota
4) Pasaran bersama (Common Market) yaitu suatu bentuk integrasi di mana bukan
hanya perdagangan barang saja yang dibebaskan namun arus faktor produksi
seperti tenaga kerja dan modal juga dibebaskan dari semua hambatan.
Ekspansi
35
5) Uni Ekonomi (Economic Union) yaitu dengan menyeragamkan kebijakankebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota di dalam suatu
kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan.
2.3. Global Competitiveness Index
Keunggulan daya saing kompetitif yang dikembangkan oleh Potter juga diakui secara
luas sebagai faktor penting yang harus dimiliki oleh suatu Negara agar dapat
mengambil manfaat dari terjadinya perdagangan internasional. Menurutnya telah
terjadi pergeseran paradigma dalam menerapkan strategi pembangunan ekonomi yang
bertumpu kepada comparative advantage, dari bertumpu sumber daya alam, kepada
competitve advantage dan peningkatan produktivitas. Bahkan lebih jauh Potters
mengembangkan teori competitiveness ini dalam melihat tahapan pembangunan
eonomi suatu Negara. Porter (1990) mengklasifikasikan tiga tahapan pembangunan.
Tahap Pertama, factor driven economic, yaitu hanya mengandalkan sumber daya
alamnya saja untuk melakukan pembangunan. Sumber daya alam yang ada tersebut
diolah secara sederhana, kemudian diekspor sehingga mungkin saja negara atau daerah
tersebut justru nanti akan mengimpor kembali setelah diolah oleh negara lain. Tahap
selanjutnya adalah efficiency driven economic, yaitu menggunakan strategi dengan
efisiensi investasi. Pada tahap ini peningkatan produktivitas dari faktor-faktor sumber
daya berasal dari investasi. Sedangkan tahap ketiga dari pembangunan adalah
innovation driven economic, yaitu suatu kondisi dimana pembangunan dengan
menciptakan produk dan jasa dengan nilai tambah yang lebih tinggi, yang lebih unik,
melalui inovasi dan peningkatan produktivitas akibat persaingan yang tajam.
Berbagai literature mencoba menggali dan mengidentifikasikan secara lebih luas
tentang keunggulan competitive ini. Word Economic Forum telah mengidentifikasi
daya saing (competitiveness) sebagai suatu set dari kelembagaan atau institusi,
kebijakan, dan berbagai faktor lain yang menentukan tingkat produktivitas suatu
Negara. Tingkat produktivitas ini pada gilirannya menunjukkan kemakmuran yang
dapat dicapai sebuah perekonomian. Tingkat produktivitas juga menentukan tingkat
pengembalian yang bisa diperoleh dari investasi yang dilakukan, dimana investasi ini
merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, sebuah Negara yang lebih competitive akan tumbuh lebih cepat dari
waktu ke waktu. Konsep competitiveness melibatkan komponen yang statis dan
dinamis (WEF, 2014).
World Economic Forum telah menyusun berbagai faktor daya saing tersebut dalam
suatu Global Competitiveness Indeks (GCI) dimana komponen-komponen penting
yang menentukan daya saing suatu bangsa dikelompokkan menjadi 12 pilar daya saing,
yaitu : Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment, Healt and Primary
Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency, Labor Market
Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size,
Business sophistication, dan Innovation (WEF, 2014).
36
Aan Zulyanto
Sumber : WEF, 2015, The Global Competitiveness Report 2015–2016.
Gambar 2. Global Competitiveness Index
3. PEMBAHASAN
3.1. Kondisi Perdagangan Internasional Indonesia
Kinerja perekonomian Indonesia tidak terlepas kegiatan perdagangan luar negeri. Hal
ini ditunjukkan dengan berbagai kerjasama perdagangan yang telah dilakukan baik
dalam skala global dan regional, seperti WTO, APEC, AFTA, maupun kerjasama
bilateral dengan Jepang (EPA) dan Singapura (KEK). Tingginya keterbukaan ekonomi
ini juga tercermin dari kontribusi ekspor dan impor dalam pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB), seperti yang terlihat sampai tahun 2013, proporsi nilai ekspor
terhadap PDB mencapai 23,74% sementara nilai impor mencapai 25,74% (BPS,
2014).
Secara keseluruhan, perkembangan neraca perdagangan Indonesia selama periode
2009-2013 mengalami pasang-surut. Tahun 2009-2011, Indonesia masih mengalami
surplus neraca perdagangan, namun memasuki tahun 2012 sudah terjadi deficit
sebesar minus 1,6 Milliar dolar dan bertambah menjadi minus 4,1 Milliar dollar tahun
2013. Deficit ini terutama disebabkan karena transaksi perdagangan sektor migas,
sebagaimana gambar di bawah ini;
Ekspansi
37
Sumber : BPS, 2014.
Gambar 3. Neraca Perdagangan Indonesia 2009 -2013 (Milliar US $)
Dari gambar diatas terlihat bahwa defisit transaksi migas telah mereduksi surplus
yang dihasilkan oleh perdagangan sektor non migas, dan deficit ini semakin
besar,karena pada saat yang sama surplus perdagagan yang dihasilkan sektor non migas
mengalami penurunan terutama setelah tahun 2011. Oleh sebab itu, untuk
mengembalikan surplus neraca perdagangan pemerintah perlu menekan import
minyak dan sekaligus memperbesar kembali ekspor non migasnya. Tekanan minyak
terhadap perekonomian domestic juga ditemukan dalam studi Nizar (2012) dan
mengisyaratkan perlunya langkah-langkah yang bisa mentransformasikan kebiasaan
masyarakat yang semula boros BBM menjadi hemat BBM, dan mendorong kebijakan
pengembangan energi alternatif.
Dalam lingkup regional ASEAN, nilai transaksi perdagangan Indonesia cukup
tinggi, dimana porsi ekspor ke Negara ASEAN rata-rata mencapai 21% dari seluruh
nilai ekspor Indonesia, dan proporsi nilai impor mencapai 28%. Angka ini diyakini
akan semakin meningkat ketika komitment untuk menjadikan kawasan ASEAN
terintegrasi menjadi satu pasar tunggal dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
benar-benar diwujudkan karena implementasi MEA 2015 menyebabkan lalu lintas
barang dan jasa, serta lalu lintas modal dan tenaga kerja terampil antar Negara ASEAN
menjadi sedemikian bebasnya.
38
Aan Zulyanto
Tabel 1. Nilai Ekspor – Impor Indonesia terhadap Negara ASEAN
Tahun 2009 – 2012 (Million US $)
Sumber : BPS, 2013.
Dari tabel di atas terlihat bahwa Singapura menjadi partner dagang terbesar di
kawasan ASEAN dengan nilai transaksi tahun 2012 mencapai 17,1 Milliar dollar US
untuk ekspor dan 26 Milliar dollar US untuk import, disusul oleh Malaysia dengan
transaksi ekspor – import masing-masing 11,2 dan 12,2 Milliar dollar US. Sementara
itu Laos dan kamboja menjadi Negara dengan transaksi nilai transaksi perdagangan
yang paling sedikit. Dari tabel di atas juga terlihat bahwa selama tahun 2009-2012
neraca perdagangan Indonesia di kawasan ASEAN selalu mengalami deficit dan
cenderung semakin membesar. Deficit tahun 2012 mencapai lebih dari 11, 8 Milliar
dollar US, jauh lebih besar dari tahun 2009 yang sebesar 3 Milliar dollar US. Secara
keseluruhan, sampai tahun 2012 Indonesia hanya mengalami surplus perdagangan
pada empat Negara, yaitu Filipina, Myanmar, Kamboja, dan Laos, sementara dengan
lima Negara ASEAN lainnya Indonesia mengalami deficit yang cukup besar. Parahnya
sebagian besar surplus perdagangan terdapat pada nilai transaksi yang relative kecil,
sementara deficit terjadi justru pada Negara dengan transaksi perdagangan yang besar.
Perlu dicatat juga bahwa deficit perdagangan dengan Malaysia dan Vietnam terjadi
pada tahun-tahun terakhir, setelah sebelumnya sempat menikmati surplus
perdagangan.
3.2. Daya Saing Indonesia di ASEAN
Kondisi neraca perdagangan Indonesia selama tahun-tahun terakhir menjelang MEA
2015 sebenarnya bisa mengindikasikan seberapa siap perekonomian kita untuk
berintegrasi secara penuh dengan Masyarakat ASEAN. Adanya kesepakatankesepakatan pendahuluan sebelum diberlakukannya MEA 2015 seperti kesepakatan
AFTA (ASEAN Free Trade Agreement) disinyalir menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan jurang deficit neraca perdagangan Indonesia di kawasan ASEAN
semakin besar. Dengan demikian dapat dipahami kekhawatiran banyak pihak jika
keberadaan MEA 2015 akan menyebabkan perekonomian nasional semakin tertekan.
Ekspansi
39
Untuk melihat kesiapan menghadapi persaingan global, khususnya penerapan
MEA 2015 perlu dilihat bagaimana daya saing (competitiveness) yang kita miliki,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Porter (1990) bahwa suatu bangsa atau Negara
dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki keunggulan competitive.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF) tahun 2014,
peringkat daya saing Indonesia berada di urutan 38 dari 148 negara atau naik 12
peringkat dari periode sebelumnya yang berada di rangking 50. Namun jika
dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, peringkat ini masih di bawah Singapura
(2), Malaysia (24), Brunei Darussalam (26), dan Thailand (37), sebagaimana di bawah
ini.
Sumber : WEF, 2013.
Catatan : Angka menunjukkan peringkat negara untuk masing-masing indikator
Gambar 4. Global Competitive Index (GCI) Negara ASEAN tahun 2013.
Dari gambar diatas dapat terlihat bahwa secara keseluruhan daya saing Indonesia
sesungguhnya belum begitu baik. Beberapa faktor penyebabnya antara lain terdapat
pada persyaratan dasar (basic requirements), yaitu kelembagaan, infrastruktur, serta
kesehatan dan pendidikan dasar. Pada aspek kelembagaan, terutama berkaitan dengan
rendahnya pengakuan hak kepemilikan (property rights), tingkat korupsi, dan
kejahatan teroganisir (organized crime). Sementara persoalan infrastruktur terutama
pada rendahnya kualitas pelabuhan, supply listrik, dan jalan raya. Pada aspek kesehatan
dasar, berbagai penyakit seperti malaria dan tuberculosis, serta HIV/AIDS turut
menjadi hambatan bagi peningkatan daya saing kita.
40
Aan Zulyanto
Selanjutnya pada faktor efisiensi, dimana kesiapan teknologi (Technological
Readiness) dan efisiensi pasar tenaga kerja (Labor Market Efficiency) masih
memerlukan perhatian khusus, karena masih jauh dari target yang diharapkan.
Inefisensi pada labor market terutama disebabkan karena ekonomi biaya tinggi,
flexibilitas tingkat upah, maupun rasio wanita dalam angkatan kerja. Sementara pada
kesiapan tehnologi dikarenakan rendahnya tingkat penggunaan internet, tingkat
langganan fixed broadband internet, maupun tingkat bandwidth internetnya. Terkait
dengan efisien pasar tenaga kerja ini, hasil studi Kristo (2014) menyebutkan bahwa
pada wilayah yang terintegrasi, dimana investasi asing dan perdagangan luar negeri
terjadi begitu intens, tenaga kerja yang siap dan kompeten terbukti mampu
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara lebih baik.
Sementara itu beberapa faktor yang dirasakan dapat mengangkat daya saing kita
terdapat pada pilar market size, business shopistication, dan Innovation. Bahkan dari
kedua belas pilar yang membentuk global competitiveness index, pilar market size
memberikan nilai yang paling baik. Hal ini dapat dimaklumi karena jumlah penduduk
Indonesia yang sangat besar mengisyaratkan potensi pasar yang besar pula. Meskipun
demikian, nilai market size ini dapat terus ditingkatkan melalui peningkatan rasio
ekspor terhadap PDB, karena rendahnya rasio ekspor terhadap PDB selama ini juga
telah menekan nilai market size untuk lebih tinggi lagi.
Daya saing ini menjadi sangat penting terutama jika kita melihat fakta bahwa
deficit neraca perdagangan Indonesia di ASEAN selama beberapa tahun terakhir
terjadi pada transaksi perdagangan dengan Negara-negara yang memiliki daya saing
tinggi, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, sementara surplus neraca
perdagangan diperoleh dari transaksi terhadap Negara yang memiliki daya saing di
bawah Indonesia. Untuk itu, peningkatan daya saing dalam menghadapi persaingan
global adalah merupakan suatu keharusan agar kita dapat memperoleh manfaat dari
integrasi ekonomi yang terjadi. Sebagaimana Mogoe (2014) menyatakan bahwa perlu
peningkatan daya saing untuk menciptakan keseimbangan ekspor impor.
Liberalisasi perdagangan mengandung konsekuensi tingkat persaingan akan
semakin ketat dalam memperebutkan peluang dalam pasar AEC. Bila industri kita
tidak mampu bersaing di tataran ASEAN, maka AEC akan menjadi musibah (loss of
opportunities). Jika tidak mampu bersaing, Indonesia sebagai negara terbesar di
ASEAN dengan jumlah penduduk ± 250 juta berpotensi dibanjiri produk produk
negara-negara lain di ASEAN atau bahkan dari luar ASEAN. Sebaliknya, bila industri
kita mampu bersaing dalam pasar AEC yang terdiri dari 600 juta penduduk, maka
AEC akan membawa berkah dan manfaat (land of opportunities) yang nyata bagi
perekonomian nasional (Kemenperin, 2013).
Perlu juga dipahami bahwa MEA 2015 merupakan langkah awal bagi persaingan
yang lebih luas karena MEA 2015 dibentuk dengan misi menjadikan perekonomian
ASEAN menjadi lebih baik dan mampu bersaing dengan negara-negara yang
perekonomiannya dinilai lebih maju, menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih
strategis di kancah Internasional (Iriawadi, 2013), dan menjadikan kekuatan baru
dunia (BSN, 2013). Sebagai tindak lanjutnya, para pemimpin ASEAN telah
Ekspansi
41
menyepakati pengembangan ASEAN plus one FTA dengan negara-negara yang
berpotensi menjadi partner perkembangan ekonomi ASEAN seperti Australia dan
New Zealand, China, India, Jepang, dan Korea. Oleh sebab itu perlu penguatan posisi
Indonesia dalam MEA agar menjadi langkah strategis bagi Indonesia untuk selanjutnya
melangkah ke arah pasar global yang lebih luas.
3.3. Upaya Peningkatan Daya Saing
3.3.1. Kebijakan standardisasi dalam rangka menciptakan daya saing
Globalisasi dan regionalisasi perdagangan merupakan tantangan yang harus dijawab
oleh sistem standardisasi nasional baik yang berskala internasional maupun nasional
(BSN 2013). Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah dengan mendorong
standardisasi bagi produk dan industry nasional. Hal ini dituangkan Peraturan
Pemerintah RI No. 102 tahun 2002 tentang standardisasi yang secara tegas menyatakan
bahwa tujuan standardisasi adalah untuk peningkatan kualitas hidup bangsa dan
peningkatan daya saing.
Sejalan dengan itu, Kemendag (2012) menyatakan bahwa standardisasi akan
menghasilkan produk yang siap untuk masuk ke pasar internasional dan bersaing
dengan produk negara lain, dan dilain pihak, bagi konsumen akan tersedia pilihan
produk yang lebih luas baik produk dalam negeri maupun impor. Dengan kebijakan
yang tepat dibidang standardisasi, maka selain dapat meningkatkan daya saing dari
produk itu sendiri tetapi juga akan menyelamatkan pasar domestic dan peningkatan
penggunaan produk dalam negeri (Santoso, 2009). Standardisasi juga membuka
kesempatan untuk memasuki pasar global yang sudah mapan dan bersaing dengan
perusahaan yang telah lama berkecimpung pada industry tertentu (Goodman, 1998).
Untuk menghindari penggunaan standardisasi sebagai hambatan dalam perdagangan
internasional, didalam berbagai forum internasional seperti ASEAN atau APEC telah
ada kesepakatan untuk menyelaraskan standar nasional masing masing anggota dengan
standar internasional, termasuk cara asesment terhadap penerapan standar untuk
memudahkan tercapainya saling pengakuan kegiatan standardisasi (Kemendag, 2012).
Standardisasi di Indonesia, selain mengikuti standar internasional, juga memiliki
standar sendiri yaitu standar Nasional Indonesia (SNI) yang ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional (BSN) dan berlaku secara nasional. Agar SNI dapat diterima secara
luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code
of good practice, yaitu meliputi: Openess, Transparency, Consensus and impartiality,
Effectiveness and relevance, Coherence, dan Development dimension (BSN, 2013a).
Selain itu, dalam pengembangan standar nasional, Indonesia juga telah menjadi
anggota lembaga standar dunia seperti ISO, IEC, CAC dan ITU (BSN, 2013).
Meskipun demikian, peningkatan daya saing melalui kebijakan standardisasi juga
masih mendapat tantangan, terutama karena penerapan SNI pada dasarnya adalah
bersifat sukarela, artinya kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI
tidak dilarang untuk diperdagangkan meskipun untuk hal-hal tertentu pemerintah
dapat memberlakukan SNI secara wajib (Kemendag, 2012a). Dalam konteks
pemberlakuan SNI secara wajib, evaluasi integritas tanda SNI oleh BSN menunjukkan
42
Aan Zulyanto
bahwa kontribusi SNI terhadap perlindungan publik dan lingkungan masih belum
efektif dengan masih ditemukannya produk bertanda SNI yang tidak memenuhi
persyaratan SNI. Demikian pula, masih terdapat kecenderungan impor yang terus
meningkat untuk jenis produk tertentu yang SNI-nya diberlakukan secara wajib. Hal
ini menunjukkan bahwa penggunaan strategi pemberlakuan SNI secara wajib sebagai
piranti proteksi terhadap pelaku usaha nasional di pasar domestik juga belum efektif
(BSN, 2013).
Sebagai gambaran jumlah produk Indonesia yang telah memiliki Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan dinotifikasi oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) masih
tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Hal ini menyebabkan
Indonesia cukup sulit untuk melakukan penetrasi ke pasar internasional (BSN, 2012).
Sampai dengan September tahun 2012 secara akumulatif BSN telah mengeluarkan
7.224 SNI, dimana sebanyak 90 SNI telah diberlakukan wajib oleh BSN. Hal tersebut
masih sangat jauh dari target yang ditetapkan Kementerian Perindustrian yaitu
sebanyak 400 SNI Wajib untuk tahun 2012 (Kementerian Perindustrian, 2012).
Belum optimalnya penerapan standar mutu ini terkait dengan banyak faktor antara
lain masih lemahnya kinerja lembaga pengujian mutu barang produk ekspor, kapasitas
dan kelembagaan laboratorium uji produk ekspor dan impor yang masih rendah
(Kemendag, 2012). Untuk meningkatkan peran SNI ini, beberapa hal yang dapat
dilakukan pemerintah antara lain ; penguatan kebijakan dan pedoman standardisasi
untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi sistem standardisasi nasional,
Penguatan Infrastruktur Mutu Nasional, serta Penguatan Sistem Penerapan Standar
untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum pada penerapan SNI (BSN,
2013).
3.3.2 Percepatan pembangunan nasional melalui MP3EI
Selain mendorong kebijakan standardisasi, sejak tahun 2011 pemerintah juga
membuat kebijakan mempercepat akselerasi pembangunan melalui Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI
merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan
termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun 2025 melalui pertumbuhan
ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan.
MP3EI mengedepankan pendekatan not business as usual yang melibatkan
seluruh pemangku kepentingan dan terfokus pada prioritas yang konkrit dan terukur.
Strategi utama MP3EI adalah (i) Pengembangan potensi ekonomi melalui koridor
ekonomi, yaitu dengan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi melalui
pendekatan sektoral dan regional, mengembangkan klaster industri dan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK), disertai dengan penguatan konektivitas antar pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi dan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan lokasi
kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya, (ii) Penguatan konektivitas
nasional, yang merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang
terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional
(Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan
Ekspansi
43
Komunikasi (TIK/ICT), dan (iii) Penguatan kemampuan SDM dan IPTEK nasional
(Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).
Secara spesifik ditargetkan bahwa dengan diterapkannya 6 koridor ekonomi yang
tertuang di dalam MP3EI ini, PDB Indonesia akan bertumbuh lebih cepat dan lebih
luas, baik untuk daerah di dalam koridor, maupun untuk di daerah di luar koridor.
Pertumbuhan tahunan PDB nasional dengan penerapan MP3EI akan menjadi sekitar
12,7% secara nasional, dengan pertumbuhan wilayah di dalam koridor sebesar 12,9%.
Sedangkan pertumbuhan di luar koridor juga akan mengalami peningkatan sebesar
12,1% sebagai hasil dari adanya spillover effect pengembangan kawasan koridor
ekonomi. Dengan demikian, secara keseluruhan MP3EI dapat memacu percepatan
pembangunan di Indonesia dan sekaligus meningkatkan daya saing perekonomian,
khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dan persaingan
global lainnya.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu:
Beberapa tahun terakhir neraca perdagangan kita mengalami deficit, baik dalam
skala global maupun regional ASEAN. Bahkan defisit yang terjadi di ASEAN
menunjukkan kecenderungan untuk terus meningkat, terutama sejak kesepakatan
pendahuluan perdangangan bebas ASEAN (AFTA) di berlakukan. Defisit ini
diperkirakan semakin melebar pada saat diterapkannya integrasi kawasan secara penuh
dalam MEA 2015 yang akan datang.
Rendahnya daya saing (competitiveness) menjadi salah satu kendala bagi kita untuk
mendapatkan manfaat maksimal dalam liberalisasi perdagangan ASEAN. Secara nyata
hal ini terlihat dari deficit neraca perdagangan hampir sebagian besar dialami pada
transaksi perdagangan dengan Negara yang memiliki daya saing tinggi, seperti
singapura, Malaysia, dan Thailand, sementara untuk Negara yang memiliki daya saing
rendah, kita mengalami surplus. Faktor kelembagaan, infrastruktur, dan efisiensi pasar
tenaga kerja menjadi penyumbang utama rendahnya daya saing yang dimiliki.
Kebijakan standarisasi, terutama melalui penerapan Standar Nasional Indonesia
(SNI) menjadi salah kebijakan untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi
persaingan global. Namun masih diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk
menerapkannya, baik terhadap SNI yang bersifat sukarela maupun wajib. Selain itu,
adanya program MP3EI dalam rangka mempercepat pembangunan juga memiliki
peran cukup besar dalam meningkatkan daya saing ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2012. Informasi Standar Nasional Indonesia Produk
Unggulan untuk Mendukung MP3EI. BSN, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional, 2013. Buletin Informasi SNI Terbaru, Volume 1 No. 3,
November 2013.
Badan Standardisasi Nasional, 2013a, Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025.
44
Aan Zulyanto
Balassa, Bela. 1961. The Theory of Economic Integration. Homewood, Illinois: Richard D.
Irwin.
Bank Indonesia, 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012. Integrasi Ekonomi
ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional, Januari, Bank Indonesia, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2014. Berita Resmi Statistik, No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari
2014
Chacoliades M, 1978. International Trade Theory and Policy. London: Mc Graw Hill Book
Company
Dollar, D, 1992. Outward oriented developing economic really do grow more rapidly: Evidence
from 95 LCDs. 1976-85. Economic Development and Cultural Change, 40 (3), 523544.
Edwars, S, 1998. Openness, productivity, and growth: What do we really know? Economic
Journal, 108(3), 383-398.
Goodman, D. 1998. Thinkink Export ? Think Iso 9000. World Trade. Agustus, 11 (8)
Hady, Hamdy, 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hosny, Sadek Amr, 2013. Theories of Economic Integration: A Survey of the Economic and
Political Literature, International Journal of Economy, Management and Social
Sciences, 2(5) May 2013, Pages: 133-155.
Iriawadi, Yani. 2013, Kesiapan Masyarakat Indonesia Menuju AEC 2015, Media Industri.
No. 02 tahun 2013
Jovanovic, F. (2006). Integration, disintegration and trade in Europe: Evaluation of trade
relation during the 1990s. Working Paper No. 20.
Kemendag, Menuju ASEAN Economic Community 2015.
Kemendag, 2012. Kajian Kebijakan Mutu Dan Standar Produk Ekspor Tertentu Dalam
Meningkatkan Daya Saing, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Jakarta.
Kemendag, 2012a. Pilar-pilar Peningkatan Daya Saing dan Perlindungan Konsumen,
Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia.
Kementrian Industri, 2013. Mengukur Kesiapan Industri Nasional Menjelang AEC 2015,
Media Industri, No. 02 tahun 2013.
Kementrian Koordinator Perekonoian, 2011, Master Plan, Percepatan Dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.
Kristo, Jonel. 2014. Growth Effects of International Integration in Southeastern Europe:
Implications on FDI and Trade, Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER
Publishing, Rome-Italy, Vol 5 No 8 May 2014.
Lubis, Adrian, 2013. Daya saing, kinerja perdagangan, dan dampak Liberalisasi produk
kehutanan, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.7 No.1, Juli 2013
Mogoe, Seipati, 2014. The Impact of International Trade on Economic Growth in South
Africa: An Econometrics Analysis, Mediterranean Journal of Social Sciences MCSER
Publishing, Rome-Italy Vol 5 No 14 July 2014
Ekspansi
45
Nizar, Muhammad Afdi, 2012. Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap
Perekonomian Indonesia, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol.6 No.2,
Desember 2012.
Park, et, al. (2008). Prospects of an ASEAN– People’s Republic of China Free Trade Area: A
Qualitative and Quantitative Analysis. Economics Working Paper, Series No. 30, Asian
Development Bank.
Porter ME. The competitive advantage of nations. New York: The Free, Press, 1990.
Salvatore, D, 1997. Ekonomi Internasional, Erlangga, Jakarta.
Santoso, Dana. 2009. Peran Standardisasi Dalam Menigkatkan Daya Saing Produk Dalam
Negeri. JE/ 05 Juni / 2009.
Sih Prapti E, 1991. Derivasi Siklus Kehidupan Produk: Jawaban atas kegagalan Teori
Hecsher-Ohlin, Jurnal Ekonomi Bisnis Indonesia, 1, VII
World Economic Forum, 2013. The Global Competitiveness Report 2013–2014.
World Economic Forum, 2015. The Global Competitiveness Report 2015–2016.
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 47 – 60
PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
Seto Sulaksono Adi Wibowo
Politeknik Negeri Batam
[email protected]
Arisma Sabillilah
Politeknik Negeri Batam
[email protected]
Abstract : The purpose of this research is to analyze the impact of CSR reporting and every single
indicator in the CSR (based on GRI indicator) on firm value (used Tobin’s Q) and which indicators are
the most important concern for firm. Method that used in this research is quantitative method with panel
data regression analysis. The research was conducted for mining sector and basic chemical industry sector
in Indonesia Stock Exchange 2009-2013. The result of this study found that 6 indicators from CSR
economy, environment, employee, HAM, sociality, and product responsibility not have an effect to firm
value so it is with CSR reporting. The limitations of this research is firm didn’t publish annual report on
2009, less interest from firs to do CSR disclosure activity, and only used 2 sector industry for sample.This
empirical results indicate that the stockholders didn’t put much concern into CSRD activity because it is
something that firm basiclly to do. Suggest for firm that recommended to increase CSRD activity as firm’s
concern to environment not only follow the rules and for next similiar research should use more sample.
Keywords: Corporate Social Responsibility, Global Reporting Initiative (GRI), Firm’s Value, and
Tobin’s Q
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengungkapan
CSR dan masing-masing indikatornya (GRI) terhadap nilai perusahaan (Tobin’s Q) dan
indikator mana yang menjadi perhatian paling utama oleh perusahaan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitaif dengan analisis regresi data panel.
Obyek yang diteliti adalah perusahaan sektor pertambangan dan industri dasar kimia yang
terdaftar di BEI tahun 2009-2013. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari 6 indikator CSR
yaitu ekonomi, lingkungan, tenaga kerja, HAM, sosial masyarakat, dan tanggung jawab produk
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan begitu pula dengan pengungkapan CSR secara
keseluruhan. Keterbatasan perusahaan tidak lagi menerbitkan laporan tahunan 2009, masih
sedikitnya pengungkapan CSR, dan dari segi sektor perusahaan sampel. Implikasi dari
penelitian ini bahwa pengambilan keputusan investasi yang dilakukan investor tidak
memandang dari pelaksanaan CSR yang diungkapkan oleh perusahaan karena dianggap
sebagai hal yang sudah seharusnya diungkapkan. Saran untuk perusahaan diharapkan lebih
meningkatkan pelaksanaan CSR sebagai bentuk peduli terhadap lingkungan sekitar bukan
hanya karna sekedar mengikuti peraturan yang ada, sedangkan untuk penelitian selanjutnya
agar menambah sektor perusahaan sampel.
Kata Kunci: Corporate Social Responsibility, Global Reporting Initiative (GRI), Nilai Perusahaan,
dan Tobin’s Q
48
Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah
1. PENDAHULUAN
Pelaporan financial perusahaan banyak digunakan sebagai media pertanggungjawaban
kepada investor, hal ini mengakibatkan perusahaan melakukan penggunaan sumber
daya alam dan sumber daya manusia secara berlebihan tanpa memberikan kontribusi
perbaikan atas kerusakan yang terjadi. Oleh karena itu perusahaan harus memberikan
perhatian khusus kepada pihak-pihak eksternal perusahaan, bukan hanya fokus
terhadap keuntungan financial perusahaan. Hal ini sesuai dengan (Gunawan dan
Utami, 2008) yang mengatakan bahwa suatu perusahaan mempunyai kewajiban yang
harus senantiasa dipenuhi, kewajiban tersebut tidak hanya pada pemegang saham
namun juga terhadap pihak lain termasuk masyarakat. Saat ini perusahaan swasta
banyak mengembangkan apa yang disebut Corporate Sosial Responsibility (CSR), dimana
CSR dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki dan menyeimbangkan dampak
negatif yang disebabkan oleh perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat.
Maulana (2009) menjelaskan bahwa perusahaan harus dapat menjaga keseimbangan
hubungan dengan pihak-pihak eksternal perusahaan. Perusahaan dalam melaksanakan
CSR mengeluarkan sejumlah biaya yang akan mengurangi keuntungan dan
menyebabkan penurunan profit perusahaan. Walaupun demikian adanya pelaksanaan
CSR akan membuat citra perusahaan dan loyalitas konsumen semakin meningkat,
sehingga membuat kinerja perusahaan terlihat semakin baik. Kinerja perusahaan yang
baik akan berdampak baik pula pada nilai perusahaan di mata para investor dan
masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pihak eksternal dapat melihat bahwa perusahaan
memiliki kepedulian atau tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar sehingga
menciptakan persepsi positif di mata masyarakat.
Kesadaran perusahaan akan pentingnya menjaga lingkungan dan bertanggung
jawab terhadap pihak eksternal semakin berkembang sejak disahkannya UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang tersebut
mengatur tentang laporan tahunan perusahaan harus memuat laporan pelaksanaan
tanggung jawab sosial dan lingkungan (BAB IV, Bagian Kedua Pasal 66 ayat 2c). Selain
itu terdapat juga keputusan yang dibuat oleh Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan,
yaitu keputusan nomor KEP-431/BL/2012 yang menyinggung tentang penyampaian
laporan tahunan emiten atau perusahaan publik, dimana isi dari laporan tahunan
diwajibkan memuat informasi tanggung jawab sosial perusahaan. Yuliana dan
Sukoharsono (2008) mengatakan bahwa investor merespon dengan baik informasiinformasi sosial yang disajikan perusahaan dalam laporan tahunan, semakin luas
pengungkapan sosial yang dilakukan memberikan pengaruh terhadap volume
perdagangan saham perusahaan.
Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa pelaksanaan corporate social
responsibility dikatakan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Mukhtaruddin et al
(2014) menemukan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif tetapi tidak
signifikan terhadap nilai perusahaan. Rosiana et al (2013) dalam penelitiannya bahwa
pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Penelitian lain yang dilakukan Sitorus et al (2013) menemukan bahwa CSR memiliki
pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dibandingkan dengan good corporate
Ekspansi
49
governance. Hasil peneliti lain yang menemukan CSR berpengaruh positif terhadap
nilai perusahaan adalah Servaes dan Tamayo (2013), hal tersebut dikarenakan adanya
kesadaran pelanggan yang tinggi. Tetapi hasil berbeda didapat dari penelitian yang
dilakukan Muhammady (2010), penelitian tersebut mengatakan bahwa CSR tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Peneliti Lou dan Bhattacharya
(2006) mengatakan bahwa corporate social responsibility meningkatkan kepuasan
pelanggan yang menjadi mediasi penting antara CSR dan nilai pasar perusahaan.
Penelitian lain yang mengukur nilai perusahaan dari berbagai aspek seperti melalui
kinerja keuangan perusahaan juga banyak dilakukan. Kanwal et al (2013) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa corporate social responsibility dan kinerja keuangan
memiliki hubungan yang positif. Hasil penelitian lain yaitu Bidhari et al (2013)
menunjukkan bahwa keterbukaan informasi tanggung jawab sosial perusahaan
berpengaruhi pada nilai perusahaan dan semua pengukuran kinerja keuangan.
Penelitian oleh Mwangi et al (2013) menemukan bahwa CSR berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur melalui ROA.
Penelitian ini menggunakan dasar penelitian yang dilakukan oleh Bidhari et al
(2013) dimana penelitian tersebut meneliti tentang pengungkapan corporate social
responsibility terhadap nilai perusahaan yang berdasar pada penilaian Tobin’s Q dan
kinerja keuangan yang diukur menggunakan return on asset (ROA), return on equity
(ROE), dan return on sales (ROS). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya terletak pada (a) periode penelitian, yaitu dari tahun 2009-2013; (b) obyek
penelitian, yaitu perusahaan dari sektor pertambangan dan industri dasar dan kimia;
dan (c) variabel independen: tetap menggunakan corporate social responsibility tetapi
dalam penelitian ini lebih berfokus pada masing-masing aspek indikator yang terdapat
dalam pengungkapan CSR, variabel dependen: nilai perusahaan. Alasan mengambil
perusahaan pertambangan dan industri dasar dan kimia dikarenakan perusahaanperusahaan tersebut yang berdampak paling banyak terhadap lingkungan
dibandingkan perusahaan dari sektor industri lainnya.
Penerapan CSR merupakan bentuk pertanggung jawaban perusahaan kepada
pihak eksternal dalam memperbaiki kerusakan-kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan oleh aktifitas perusahan. Selain sebagai bentuk tanggung jawab,
pelaksanaan CSR juga diharapkan dapat meningkatkan citra perusahan dan loyalitas
pelanggan terhadap perusahaan yang nantinya akan membuat nilai perusahaan
menjadi baik di mata para investor. Oleh sebab itu, saat ini banyak perusahaan yang
mulai menerapkan program CSR dan mempublikasikannya secara terbuka kepada
masyarakat. Hal tersebut didukung oleh penelitian (Gunawan dan Utami 2008;
Rustiarini 2010; Rosiana et al. 2013; Bidhari et al. 2013; Sitorus et al. 2013; Servaes
and Tamayo 2013) yang menemukan bahwa corporate social responsibility (CSR)
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hubungan antar variabel
tersebut, maka diajukan beberapa hipotesis yang akan diuji:
H1: Pengungkapan CSR indikator ekonomi berpengaruh terhadap nilai perusahaan
H2: Pengungkapan CSR indikator lingkungan berpengaruh terhadap nilai perusahaan
H3: Pengungkapan CSR indikator tenaga kerja berpengaruh terhadap nilai perusahaan
50
Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah
H4: Pengungkapan CSR indikator hak asasi manusia berpengaruh terhadap nilai
perusahaan
H5: Pengungkapan CSR indikator sosial masyarakat berpengaruh terhadap nilai
perusahaan
H6: Pengungkapan CSR indikator tanggung jawab produk berpengaruh terhadap nilai
perusahaan
H7: Pengungkapan CSR berpengaruh terhadap nilai perusahaan
2. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakah penelitian kuantitatif karena pengujian banyak dilakukan
dengan pengukuran variabel penelitian dan mengujinya sehingga dapat disimpulkan
apakah hipotesis yang diajukan sesuai dengan hasil olah datanya.
2.2 Variabel Penelitian
2.2.1 Variabel Independen
Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2010).
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengungkapan
corporate social responsibility (CSR). Pengukuran pengungkapan CSR diukur dengan
menggunakan indikator Global Reporting Initiatives (GRI) yang berjumlah 79 indikator
pengungkapan. Indikator tersebut meliputi 6 aspek indikator yaitu ekonomi,
lingkungan, praktik tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, hak asasi manusia,
masyarakat, dan tanggung jawab produk. Enam (6) aspek indikator itu pula yang dilihat
masing-masing pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. Rumus perhitungan CSRI
adalah sebagai berikut:
𝑉
𝑀
Keterangan:
𝐶𝑆𝑅𝐼 =
CSRI =
Index pengungkapan perusahaan
V
= Jumlah item yang sesungguhnya diungkapkan oleh perusahaan (dummy)
M = Jumlah item yang diharapkan diungkapkan oleh perusahaan (79 indikator)
2.2.2 Variabel Dependen
Variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini, variabel
dependen yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan adalah Tobin’s Q. Nilai
Tobin’s Q menggambarkan suatu kondisi peluang investasi yang dimiliki oleh
perusahaan. Rumus Tobin’s Q:
𝑄 =
(𝐸𝑀𝑉 + 𝐷 )
𝑇𝐴
Ekspansi
51
Keterangan:
Q
EMV
D
TA
=
=
=
=
Nilai perusahaan
Nilai pasar ekuitas (closing price x jumlah saham yang beredar)
Nilai buku dari total hutang
Total Asset
2.2.3 Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan sehingga hubungan variabel
independen terhadap dependen tidak dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah leverage yaitu dengan
membandingkan antara total hutang dengan total ekuitas, dan ukuran perusahaan
(size) yaitu jumlah total aset yang kemudian di log natural (Yaparto et al, 2013).
2.3 Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah pengungkapan corporate social responsibility oleh
perusahaan sektor pertambangan dan industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2013.
2.4 Teknik Penarikan Sampel
Penentuan penarikan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling agar dapat
memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Purposive sampling merupakan
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan
sampel (Sugiyono, 2010). Kriteria yang digunakan, antara lain perusahaan dari sektor
pertambangan dan industri dasar dan kimia yang terdaftar di BEI berturut-turut selama
tahun 2009-2013, mempublikasikan laporan keuangan, dan laporan tahunan
perusahaan secara lengkap berturut-turut dari tahun 2009-2013.
2.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
pengumpulan data arsip di basis data, melalui website Bursa Efek Indonesia yaitu
www.idx.co.id dan website masing-masing perusahaan. Teknik basis data digunakan
untuk mendapatkan data sekunder yang berupa laporan keuangan dan tahunan
perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel. Data panel
merupakan data kombinasi dari antar ruang (cross section) dan runtutan waktu (time
series). Oleh karena itu, dalam pengambilan periode penelitian selama tahun dari 20092013 semua perusahaan yang dijadikan obyek dan instrumen penelitian harus selalu
ada dalam periode waktu tersebut. Apabila salah satu perusahaan tidak ada dalam 1
periode, maka perusahaan tersebut tidak bisa dijadikan sampel penelitian.
2.6 Teknik Pengolahan Data
52
Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan dari program
SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 20 (Ghozali, 2012).
2.7 Teknik Analisis Data
Metode penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Penggunaan
metode analisis regresi berganda karena akan menguji pengaruh masing-masing aspek
indikator pengungkapan corporate social responsibility dengan variabel kontrol leverage
(LEV) dan ukuran perusahaan (SIZE) terhadap nilai perusahaan yang diukur
menggunakan analisis Tobin’s Q. Data penelitian yang akan digunakan sebelumnya
harus diolah terlebih dahulu menggunakan analisis deskriptif dan uji asumsi klasik
agar nilai parameter model yang digunakan dinyatakan valid. Pengujian asumsi klasik
yang harus dipenuhi antara lain uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas,
dan autokorelasi. Pengujian hipotesis kemudian dilakukan menggunakan Uji
Signifikansi F, Uji Signifikansi t, dan Koefisien Determinasi. Persamaan regresi linear
berganda yang digunakan, sebagai berikut:
Model persamaan regresi 1 untuk pengujian hipotesis H1 sampai H6:
𝑁𝑃 = 𝛼 + 𝛽1 𝐸𝐾𝑖𝑡 + 𝛽2 𝐿𝐾𝑖𝑡 + 𝛽3 𝑇𝐾𝑖𝑡 + 𝛽4 𝐻𝐴𝑀𝑖𝑡 + 𝛽5 𝑀𝑆𝑌𝑖𝑡 + 𝛽6 𝑇𝐽𝑃𝑖𝑡 + 𝛽7 𝐿𝐸𝑉𝑖𝑡
+ 𝛽8 𝑆𝐼𝑍𝐸𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡
Model persamaan regresi 2 untuk pengujian hipotesis H7:
𝑁𝑃 = 𝛼 + 𝛽1 𝐶𝑆𝑅𝐷𝑖𝑡 + 𝛽2 𝐿𝐸𝑉𝑖𝑡 + 𝛽3 𝑆𝐼𝑍𝐸𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡
Keterangan:
NP
CSRD
EK
LK
TK
HAM
MSY
TJP
LEV
SIZE
α
β
ε
i
t
= Nilai perusahaan
= Pengungkapan CSR / CSR Disclosure
= CSRD indikator ekonomi
= CSRD indikator lingkungan
= CSRD indikator tenaga kerja
= CSRD indikator hak asasi manusia
= CSRD indikator masyarakat
= CSRD indikator tanggung jawab produk
= Financial leverage ratio
= Ukuran perusahaan
= Konstanta
= Koefisien regresi
= Error term
= Perusahaan
= Periode penelitian
3. HASIL ANALISIS
Ekspansi
53
3.1 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi yang digunakan
dinyatakan valid dan menunjukkan hubungan yang signifikan dan representatif.
Berdasarkan data yg dikumpulkan, hasil pengujian asumsi klasik untuk semua aspek
sudah terpenuhi atau lolos uji (hasil lengkap bisa dilihat di lampiran).
3.2 Uji Hipotesis
Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa dari 7
hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini hanya 1 hipotesis yang diterima dalam
nilai toleransi 5%. Untuk mempermudah menganalisis data, berikut tabel ringkasan
hasil uji statistik dalam penelitian ini:
Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji Statistik
No.
Hipotesis
1 Pengungkapan CSR indikator ekonomi berpengaruh
terhadap nilai perusahaan.
2 Pengungkapan
CSR
indikator
lingkungan
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
3 Pengungkapan CSR indikator tenaga kerja
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
4 Pengungkapan CSR indikator hak asasi manusia
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
5 Pengungkapan CSR indikator sosial masyarakat
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
6 Pengungkapan CSR indikator tanggung jawab produk
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Pengungkapan CSR berpengaruh terhadap nilai
7
perusahaan.
Sig
Hasil
0.942
Ditolak
0.029
Diterima
0.764
Ditolak
0.718
Ditolak
0.628
Ditolak
0.577
Ditolak
0.648
Ditolak
Sumber: Diolah sendiri
3.3 Analisis Hasil Pengujian
Berdasarkan hasil ringkasan uji statistik di atas dapat diketahui bahwa H 7 ditolak yang
berarti tidak terdapat pengaruh antara pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan
sampel terhadap nilai perusahaan. Selain itu pengujian hipotesis lain yang
mengindikatori 6 indikator pengungkapan CSR menjadi 6 hipotesis lainnya yaitu H 1
– H6. Dimana dapat dilihat pula pada tabel ringkasan di atas bahwa hanya variabel
indikator lingkungan saja yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan (H 2 diterima),
selebih itu 5 indikator lainnya mulai dari indikator ekonomi, tenaga kerja, hak asasi
manusia, sosial masyarakat, dan tanggung jawab produk tidak berpengaruh tehadap
nilai perusahaan (H1, H3, H4, H5, dan H6 ditolak).
Hasil pengujian ini tidak sesuai dengan penelitian Gunawan dan Utami (2008),
Rustiarini (2010), Rosiana, Juliarsa, dan Sari (2013) yang menemukan bahwa CSR
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan
54
Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah
penelitian Wardoyo dan Veronica (2013) yang menemukan bahwa CSR tidak memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan hasil di atas bahwa pengungkapan corporate social responsibility tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa fenomena
yaitu kecenderungan investor untuk membeli saham, rendahnya pengungkapan CSR,
dan variabel CSR yang tidak dapat diukur secara langsung (Agustine, 2014). Hal lain
yang mungkin menyebabkan CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan adalah
dengan adanya UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang mewajibkan setiap
perusahaan yang berhubungan dengan alam untuk melaksanakan CSR. Oleh sebab itu
yang membuat para investor tidak perlu melihat bagaimana pengungkapan CSR yang
dilakukan oleh perusahaan
4. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai
perusahaan pertambangan dan industri dasar dan kimia yang terdaftar di BEI tahun
2009-2013 dapat ditarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Dari enam indikator pengungkapan CSR yaitu ekonomi, lingkungan, tenaga kerja,
hak asasi manusia, sosial masyarakat, dan tanggung jawab produk hanya satu
variabel yaitu variabel indikator lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai
perusahaan dengan nilai sig 0,029 < 0,05. Lima indikator lainnya ditolak yang
mengartikan bahwa tidak ada pengaruh terhadap nilai perusahaan.
b. Pengungkapan CSR secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan, yang berarti semakin luas pengungkapan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan tidak berpengaruh terhadap naik atau turunnya nilai perusahaan.
Selain kesimpulan yang berdasar atas rumusan masalah di atas, penelitian ini juga
dapat menyajikan gambaran bahwa perusahaan pertambangan dan industri dasar dan
kimia yang dijadikan sampel penelitian paling banyak melakukan pengungkapan CSR
pada indikator sosial dan masyarakat. Adapun pelaksanaan CSR yang dilakukan
perusahaan berupa pemberian beasiswa pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
bantuan-bantuan sosial lainnya.
4.2 Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah obyek penelitian hanya pada sektor
pertambangan dan industri dasar dan kimia, banyak perusahaan yang sudah tidak
menerbitkan laporan tahunan pada tahun 2009, dan masih sedikitnya pengungkapan
CSR yang dilakukan perusahaan. Implikasi penelitian ini adalah bahwa pengambilan
keputusan investasi yang dilakukan oleh investor tidak memperhatikan pelaksanaan
program CSR, hal itu disebabkan karena persepsi investor yang beranggapan bahwa
CSR sudah menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan. Saran bagi
pihak perusahaan adalah sebagaiknya lebih banyak lagi dalam mengungkapankan item
CSR bukan karena untuk mematuhi peraturan melainkan karna tujuan sosial
Ekspansi
55
perusahaan dan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan sektor untuk
perusahaan sampel.
DAFTAR REFERENSI
Agustine, I. 2014. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan.
Finesta , 42-47.
Bidhari, S.C., U. Salim, and S. Aisjah. 2013. Effect of Corporate Social Responsibility
Information Disclosure on Financial Performance and Firm Value in Banking Industry
Listed at Indonesian Stock Exchange. European Journal of Business and Management.
Ghozali, I. (2012). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20 (6 ed.).
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gunawan, B. dan S. S. Utami. 2008. Peranan Corporate Social Responsibility dalam
Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 174-185.
Kanwal, M., Khanam, F., Nasreen, S., & Hameed, S. 2013. Impact of Corporate Social
Responsibility on the Firm's Financial Performance. IOSR Journal of Business and
Management , 67-74.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan
Publik.
Lou, X., & Bhattacharya, C. B. 2006. Corporate Social responsibility, CustomerSatisfaction,
and Market Value. Journal of Marketing , 1-18.
Maulana, M. R. 2009. Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Rekayasa Industri
dalam Rangka Pengembangan Masyarakat. Makalah Kolokium.
Mukhtaruddin, Relasari, & Felmania, M. 2014. Good Corporate Governance Mechanism,
Corporate Social Responsibility Disclosure on Firm Value: Empirical Study on Listed
Company in Indonesia Stock Exchange. International Journal of Finance &
Accounting Studies.
Mwangi, C. I., Oyenje, & Jerotich, J. 2013. The Relationship between Corporate Social
Responsibility Practices and Financial Performance of Firms in the Manufacturing,
Construction and Aliied Sector of the Nairobi Securities Exchange. International Journal
of Business, Humanities and Technology.
Rosiana, G. A., G. Juliarsa, dan M. M. Sari. 2013. Pengaruh Pengungkapan CSR Terhadap
Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, 723-738.
Rustiarini, N. W. 2010. Pengaruh Corporate Governance pada Hubungan Corporate Social
Responsibility dan Nilai Perusahaan. Paper dipresentasikan pada acara Simposium
Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto.
Servaes, H. and A. Tamayo. 2013. The Impact of Corporate Social Responsibility in Firm
Value: The Role of Customer Awarness. Management Science, 1045-1061.
56
Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah
Sitorus, T., T. V. Sitorus, and E. S. Adhiwardana. 2012. Corporate Social Responsibility
as Mediating Variabel on Good Corporate Governance Influence toward Corporate Value:
Empirical Study at Indonesian Govermant Bank Listed in Indonesian Stock Exchange,
2012. Paper presented at the 23rd International Business Research Conference.
Melbourne.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Wardoyo, & Veronica, T. M. 2013. Pengaruh Good Corporate Governance, Corporate Social
Responsibility & Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan. Jurnal Dinamika
Manajemen , 132-149.
Yaparto, M., D. Frisko, dan R. Eriandani, Pengaruh Corporate Social Responsibility
Terhadap Kinerja Keuangan pada Sektor Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada Periode 2010-2011. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.
Yuliana, R. B. Purnomosidni, dan E. G. Sukoharsono. 2008. Pengaruh Karakteristik
Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dan
Dampaknya Terhadap Reaksi Investor. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia,
245-276.
Ekspansi
57
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tabel Sampel Penelitian
Jumlah
Perusahaan
Keterangan
Perusahaan Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia yang
terdaftar di BEI periode 2009-2013
Tidak tersedia laporan tahunan yang lengkap periode 2009-2013
Tidak tersedia laporan keuangan yang lengkap periode 2009-2013
Total sampel penelitian
93
70
4
19
Sumber: Data Olahan
Tabel Daftar Perusahaan Pertambangan dan Industri Dasar dan Kimia
SEKTOR PERTAMBANGAN
SEKTOR INDUSTRI DASAR DAN KIMIA
No
Kode
Saham
Nama
Perusahaan
No
Kode
Saham
1
ADRO
Adaro Energy Tbk
1
INTP
2
BYAN
Bayan Resources Tbk
2
SMGR
3
DEWA
Darma Henwa Tbk
3
CPIN
4
5
ITMG
PTRO
4
5
JPFA
MAIN
6
MEDC
6
SIPD
Siearad Produce Tbk
7
8
9
PGAS
INCO
TINS
Indo Tambangraya Megah Tbk
Petrosea Tbk
Medco Energi International
Tbk
Perusahaan Gas Negara Tbk
Vale Indonesia Tbk
Timah (Persero) Tbk
Nama
Perusahaan
Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk
Semen Indonesia (Persero) Tbk
Charoen Pokphand Indonesia
Tbk
Japfa Comfeed Indonesia Tbk
Malindo Feedmill Tbk
7
8
9
10
BRPT
AKRA
TKIM
CTBN
Barito Pasific Tbk
AKR Corporindo Tbk
Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
Citra Tubindo Tbk
Sumber: Data Olahan
Tabel Uji Normalitas Model Regresi 1
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sumber: Data Olahan
Unstandardized
Residual
93
1,153
,140
58
Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah
Tabel Uji Normalitas Model Regresi 2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
93
1,342
,055
N
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sumber: Data Olahan
Tabel Uji Multikolinearitas Model Regresi 1
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model
1 (Constant)
Ekonomi
Lingkungan
Tenaga Kerja
Hak Asasi
Manusia
Sosial
Produk
Leverage
Size
Tolerance
VIF
,778
,675
,728
1,285
1,481
1,373
,782
1,278
,860
,915
,781
,796
1,163
1,093
1,281
1,256
Sumber: Data Olahan
Tabel Uji Multikolinearitas Model Regresi 2
Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model
2 (Constant)
CSRD
Leverage
Size
Sumber: Data Olahan
Tolerance
,893
,974
,901
VIF
1,120
1,027
1,110
Ekspansi
59
Tabel Uji Autokorelasi Model Regresi 1
Model
DurbinWatson
1
1,971
Sumber: Data Olahan
Tabel Uji Autokorelasi Model Regresi 2
Model
DurbinWatson
2
1,970
Sumber: Data Olahan
Tabel Uji Heterokedastisitas Model Regresi 1
Coefficientsa
Model
1 (Constant)
Ekonomi
Sig.
,073
,725
Lingkungan
Tenaga Kerja
,133
,260
Hak Asasi Manusia
Sosial
Produk
,975
,762
,040
Leverage
Size
,207
,195
Sumber: Data Olahan
Tabel Uji Heterokedastisitas Model Regresi 2
Coefficientsa
Model
2 (Constant)
CSRD
Leverage
Size
Sumber: Data Olahan
Sig.
,079
,905
,331
,182
60
Seto S. A. Wibowo dan Arisma Sabillilah
Tabel Hasil Analisis Regresi Berganda Model 1
Coefficientsa
Model
1 (Constant)
Ekonomi
Lingkungan
Tenaga Kerja
Hak Asasi Manusia
Sosial
Produk
Leverage
Size
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
Std.
B
Error
Beta
5,712
4,955
-,143
1,942
-,008
14,745
6,656
,268
-,603
1,999
-,035
-1,311
3,614
-,041
-,891
1,831
-,052
-2,757
4,927
-,058
-3,247
,960
-,381
-,061
,163
-,042
t
1,153
-,073
2,215
-,302
-,363
-,487
-,560
-3,382
-,374
Sig.
,252
,942
,029
,764
,718
,628
,577
,001
,709
Sumber: Data Olahan
Tabel Hasil Analisis Regresi Berganda Model 2
Coefficientsa
Model
2 (Constant)
CSRD
Leverage
Size
Sumber: Data Olahan
Unstandardized Standardized
Coefficients
Coefficients
Std.
B
Error
Beta
1,597
4,583
2,515
5,492
,049
-2,613
,866
-,306
,054
,155
,037
t
,348
,458
-3,017
,348
Sig.
,728
,648
,003
,729
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 61 – 75
ANALISIS PENGARUH CSR DISCLOSURE TERHADAP FINANCIAL
PERFORMANCE DENGAN FINANCIAL LEVERAGE DAN
COMPANY SIZE SEBAGAI VARIABEL MODERATING
Hamdani Arifulsyah
Politeknik Caltex Riau
[email protected]
Suci Nurulita
Politeknik Caltex Riau
[email protected]
Abstract : The aims of this study was to determine: (1) The effect of CSR Disclosure to the financial
performance (2) The effect of CSR Disclosure to financial performance with financial leverage as
moderating variable (3) The Effect of CSR Disclosure to financial performance with company size as
moderating variable. The sample was the plantation sector companies in year from 2012 to 2014 using
the method purposive sampling. The method of analysis in this research is simple regression analysis and
multiple regression analysis. The results showed that (1) the disclosure has significant effect on financial
performance. (2) financial leverage as moderating variables can affect relationships CSR disclosure with
financial performanve. And (3) company size as moderating variables can affect the relationship CSR
disclosure with financial performance.
Keywords: ROA, CSR Disclosure, DER, and Total assets
Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) Pengaruh CSR Disclosure
terhadap financial performance (2) Pengaruh CSR Disclosure terhadap financial
performance dengan financial leverage sebagai variabel moderating (3) Pengaruh CSR
Disclosure terhadap financial performance dengan company size sebagai variabel moderating.
Sampel penelitian ini adalah perusahaan pada sektor sektor perkebunan dari tahun 2012
sampai dengan tahun 2014 dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode
analisis pada penelitian ini adalah analisis regresi sederhana dan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pengungkapan CSR berpengaruh signifikan
terhadap financial performance. (2) Financial leverage sebagai variabel moderating dapat
mempengaruhi hubungan pengungkapan CSR dan financial performanve. Dan (3) company
size sebagai variabel moderating dapat mempengaruhi hubungan pengungkapan CSR dan
financial performance.
Kata kunci: ROA, CSR Disclosure, DER,dan total aset
62
Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita
1. PENDAHULUAN
Untuk melihat keberhasilan suatu perusahaan dan untuk memberikan keputusan
ekonomi, para investor dan kreditur akan melihat bagaimana kinerja keuangan
perusahaan tersebut. Tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah
untuk mengetahui tingkat likuiditas, tingkat solvabilitas, tingkat rentabilitas dan
tingkat stabilitas (Munawir, 2002). Pengukuran kinerja keuangan memberikan
penilaian atas pengelolaan aset perusahaan oleh manajemen dan manajemen
perusahaan dituntut untuk melakukan evaluasi dan tindakan perbaikan atas kinerja
keuangan perusahaan yang tidak sehat.
Salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk bisa meningkatkan kinerja
keuangan perusahaannya dari segi rentabilitas (profitabilitas) adalah dengan
melakukan pertanggungjawaban sosial (Corporate Social Responsibility, atau
selanjutnya disingkat CSR), yang pengungkapannya (disclosure) ada dalam laporan
tahunan. Jika perusahaan itu peduli terhadap sosial lingkungannya, maka perusahaan
itu bisa meningkatkan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning,
meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan, dan menurunkan biaya operasi
perusahaan, dan tentunya semuanya itu bisa meningkatkan keuntungan (profit)
perusahaan (Kotler & Lee, 2005).
CSR disclosure merupakan komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku
etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya
meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan
masyarakat luas ( World Business Council on Sustainable Development).
Pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban bagi setiap
perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas di Indonesia, salah satunya terdapat
laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, artinya kegiatan tanggung
jawab sosial merupakan salah satu kegiatan yang wajib dilaporkan oleh perusahaan
pada laporan tahunan perusahaan yang dipublikasikan kepada stakeholder dan
shareholder seperti yang diatur dalam (Undang-undang RI No. 40 tahun 2007). Tapi
walaupun sudah diatur dalam undang-undang dan sudah merupakan suatu kewajiban,
masih banyak Perseroan Terbatas, termasuk Perseroan Terbatas yang sudah listed di
Bursa Efek Indonesia yang belum menjalankan sepenuhnya pertanggungjawaban
sosial tersebut seperti yang tertuang dalam laporan tahunannya (Nurlela &
Islahuddin, 2008). Padahal CSR disclosure penting bagi perusahaan karena merupakan
investasi bagi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability)
perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre) melainkan sebagai
sarana meraih keuntungan (profit centre).
Program CSR merupakan komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Disisi lain masyarakat
mempertanyakan apakah perusahaan yang berorientasi pada usaha memaksimalisasi
keuntungan-keuntungan ekonomis memiliki komitmen moral untuk mendistribusi
keuntungan-keuntungannya membangun masyarakat lokal, karena seiring waktu
masyarakat tak sekedar menuntut perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa
yang diperlukan, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab sosial.
Ekspansi
63
Penelitian untuk melihat apakah CSR disclosure mempunyai pengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan telah ada dilakukan, yaitu Pengaruh Corporate Social
Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan (Dipraja, 2014), dimana hasilnya adalah CSR
tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Proksi ROA). Kemudian (Titisari,
2010) meneliti Corporate Social Responsibility (CSR) dan Kinerja Perusahaan, hasil
penelitiannya adalah variabel CSR lingkungan dan masyarakat mempunyai pengaruh
yang positif terhadap CAR, dan karyawan mempunyai pengaruh negatif terhadap
CAR. Dan variabel lingkungan dan masyarakat tidak mempunyai pengaruh terhadap
stock return, dan karyawan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stock return.
Penelitian yang dilakukan oleh (Fauzi, 2003) untuk perusahaan yang ada di Amerika,
dengan memasukkan financial leverage dengan company size sebagai variabel
moderating, menunjukkan bahwa CSR tidak mempunyai pengaruh terhadap corporate
financial performance, dan hanya financial leverage yang dapat memoderasi pengaruh
antara CSR dengan financial leverage.
Pada penelitian ini pendekatan untuk menghitung CSR disclosure pada dasarnya
menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen
penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Sayekti
& Wondabio, 2007). Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk
memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Financial performance diukur
dengan menggunakan rasio keuangan profitabilitas perusahaan yaitu Return on Assets
(ROA) yang digunakan untuk mengukur perputaran aset perusahaan. ROA
merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dengan menggunakan keseluruhan aset perusahaan yang dimiliki. Dalam
penelitian ini juga menggunakan variabel moderating yaitu financial leverage dan
company size, Financial leverage merupakan hubungan antara pendapatan sebelum
pembayaran bunga dan pajak (EBIT) dengan pendapatan yang tersedia bagi para
pemegang saham biasa atau sampai dengan pendapatan per lembar saham. Financial
leverage biasanya diukur dengan menggunakan rasio DER (Debt to Equity Ratio)
(Syamsuddin, 2007). Sementara company size merupakan skala yang menentukan besar
atau kecilnya perusahaan. Tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan
antara lain total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan total aset (Pradipta &
Purwaningsih, 2011), dan untuk penelitian ini, company size didasarkan pada total aset
perusahaan. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan perkebunan yang listed
di di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dipilihnya perusahaan perkebunan karena
perusahaan ini dalam mengambil bahan baku untuk diproses menjadi barang jadi
langsung berhubungan dengan alam dan masyarakat sekitarnya. Jadi dalam penelitian
ini akan melihat, apakah kontribusi yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan
tersebut terhadap sosial lingkungannya berpengaruh signifikan atau tidak atau tidak
terhadap kinerja keuangannya, dengan financial leverage dan company size sebagai
variabel moderating untuk perusahaan perkebunan yang listed di BEI dari tahun 2012
– 2014. Dan penelitian ini juga didasari karena beberapa hasil penelitian terdahulu
yang bervariasi dalam menguji pengaruh CSR disclosure terhadap financial performance
64
Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita
perusahaan, dan penelitian tersebut belum ada yang mengkhususkan sampel di
perusahaan perkebunan.
2. METODOLOGI
2.1 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif eksplanasi. Penelitian ini
adalah untuk menguji dan menganalisis pengaruh CSR Disclosure Terhadap Financial
Performance dengan Financial Leverage dan Company Size sebagai Variabel Moderating.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan listed di Bursa Efek Indonesia
untuk tahun 2012-2014, dimana jumlahnya adalah 478 perusahaan. Sementara untuk
teknik pengambilan sampel, dengan menggunakan Purposive sampling, berarti teknik
pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu (Sunyoto, 2010),
dimana kriterianya adalah perusahaan perkebunan yang listed di BEI dari tahun 20122014, dimana jumlah sampelnya adalah 16 (enambelas) perusahaan. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek
Indonesia yaitu berupa laporan keuangan perusahaan yang bersumber dari website
www.idx.co.id, buku ICMD, dan aplikasi market info dari PT. IQ Plus Prima.
2.2 Variabel Penelitian, dan Defenisi Operasional variabel
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen (terikat)nya adalah financial
performance, sementara variabel independen (bebas)nya adalah CSR disclosure. Dalam
penelitian ini juga ada variabel moderating, yaitu, financial leverage dan company size.
Defenisi operasional dan pengukuran untuk variabel-variabel tersebut adalah sebagai
berikut :
2.2.1 Financial Performance
Dalam (Munawir, 2002) disebutkan bahwa salah satu tujuan pengukuran kinerja
perusahaan adalah untuk mengetahui tingkat rentabilitas (profitabilitas) perusahaan.
Dan salah satu alat ukur untuk mengetahui tingkat profitabilitas adalah dengan
menghitung rasio Return On Aset (ROA), dimana rumusnya adalah :
𝑅𝑂𝐴 =
𝑁𝑒𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑥
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡
Semakin besar ROA, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi bermasalah
semakin kecil.
2.2.2 CSR disclosure
Variabel independen dalam penelitian ini adalah CSR disclosure dalam annual report
perusahaan atau CSR disclosure Indeks (CSRI). Mengacu pada penelitian (Sayekti &
Wondabio, 2007), maka pengukuran variabel CSRI menggunakan index seperti yang
dikemukakan oleh (Hackston & Milne, 1996).
Ekspansi
65
Pendekatan untuk menghitung CSRI pada dasarnya menggunakan pendekatan
dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika
diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Sayekti & Wondabio, 2007).
Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor
untuk setiap perusahaan.
Rumus perhitungan CSRI adalah sebagai berikut: (Haniffa et al, 2005).
𝐶𝑆𝑅𝐼𝑗 =
∑ 𝑋𝑖𝑗
𝑛𝑗
Keterangan :
CSRij = CSR indeks perusahaan j
Nj
= Jumlah item untuk perusahaan j, nj ≤ 78
Xij
= dummy variable; 1= jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan
2.2.3 Variabel Moderating : Financial Leverage
Istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan
untuk menggunakan aset atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets or
funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan bagi pemilik perusahaan. Dengan
memperbesar tingkat leverage, maka hal ini berarti tingkat ketidakpastian dari return
yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tapi pada saat yang sama hal tersebut
juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat leverage bisa saja
berbeda-beda antar perusahaan yang satu dengan yang lain atau dari satu periode ke
periode lainnya dalam satu perusahaan, tapi semakin tinggi tingkat leverage akan
semakin tinggi resiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat return atau
penghasilan yang diharapkan. Karena dalam penelitian ini berhubungan dengan
keputusan investor dalam berinvestasi saham, maka leverage yang digunakan adalah
financial leverage, dimana biasanya diukur dengan menggunakan rasio DER (Debt to
Equity Ratio) (Syamsuddin, 2007).
𝐷𝐸𝑅 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑏𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
𝑎𝑡𝑎𝑢
𝐷𝐸𝑅 =
Hutang Lancar + Hutang Jangka Panjang
Jumlah Modal Sendiri
Semakin tinggi DER semakin banyak proporsi aset perusahaan dibiayai oleh dana
eksternal.
2.2.4 Variabel Moderating : Company Size
Ukuran perusahaan merupakan skala yang menentukan besar atau kecilnya
perusahaan. Tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan antara lain total
penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan total aktiva. Pada dasarnya ukuran
perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm),
perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Ukuran
perusahaan ini didasarkan pada total aset perusahaan. Pengelompokkan perusahaan
66
Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita
atas dasar skala operasi (besar atau kecil) dapat dipakai oleh investor sebagai salah satu
variabel dalam menentukan keputusan investasi. Semakin besar ukuran perusahaan
maka sumber informasi perusahaan tersedia semakin luas dan mudah diakses oleh
publik. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pradipta & Purwaningsih,
2011), bahwa menentukan ukuran perusahaan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan logaritma natural dari total aset perusahaan.
2.3 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
regresi berganda dengan menggunakan bantuan SPSS versi 22. Model regresi yang
digunakan untuk menguji hipotesis sebagai berikut:
𝑅𝑂𝐴 = 𝛼 + 𝛽1 𝐶𝑆𝑅𝐼 + 𝛽2 𝐹𝐿 + 𝛽3 𝐶𝑆 + 𝛽4 (𝐶𝑆𝑅𝐼 𝑥 𝐹𝐿) + 𝛽5 ( 𝐶𝑆𝑅𝐼 𝑥 𝐶𝑆) + 𝑒
Dimana :
ROA
CSRI
= Return On Asset
= Corporate Social Responsibility Index (mengukur jenis CSR yang
diungkapkan perusahaan dalam laporan tahunannya.
FL
= Financial leverage yang diukur dengan DER (Debt to Equity Ratio)
CS
= Company size yang diukur dengan Total Asset
CSRI x FL = Interaksi variabel CSRI dengan FL
CSRI x CS = Interaksi variabel CSRI dengan CS
Hipotesis yang akan diuji adalah :
H1 : CSR disclosure berpengaruh positif terhadap financial performance
H2 : CSR disclosure akan meningkatkan nilai financial performance pada saat financial
leverage tinggi.
H3 : CSR disclosure akan meningkatkan nilai financial performance pada saat company
size tinggi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Statistik Deskripstif
Deskripsi keseluruhan variabel penelitian yang mencakup nilai rata-rata, maksimum,
minimum dan standar deviasi adalah seperti terlihat dalam tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Statistik Deskriptif
DER
CSRD
Ln_tot.aset
Descriptive Statistics
N
Minimu
Maximu
m
m
36
.05
7.90
36
.25
.95
36
11.60
17.25
Mean
1.4911
.6450
14.944
2
Std.
Deviation
2.03298
.22356
1.57222
Ekspansi
ROA
Valid N
(listwise)
36
36
-15.36
67
20.29
2.9675
7.15558
Sumber : Data olahan SPSS
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif di atas, terlihat bahwa untuk variabel Debt
to equity ratio (DER), menunjukkan nilai rata-rata adalah 1.4911, hal ini menunjukkan
bahwa 1 modal (equity) perusahaan, akan ditutupi oleh 1.4911 hutang perusahaan.
Semakin tinggi DER, maka semakin besar hutang perusahaan yang digunakan untuk
menambah modal perusahaan. Berarti perusahaan tersebut dituntut harus bisa
meningkatkan kinerjanya dengan salah satunya adalah bisa meningkatkan laba
perusahaan, dan dari laba tersebut, juga diperhatikan aspek likuiditas dan aktivitasnya,
agar perusahaan tersebut masih tetap bisa menerapkan prinsip going concern. Dan kalau
kita lihat titik minimumnya, berada di angka 0.05, yang artinya ada perusahaan yang
untuk menutupi modalnya dengan mempunyai hutang yang sedikit (hutang tidak
mencapai angka 1), dan titik maksimumnya adalah berada di angka 7.90, yang berarti
ada salah satu perusahaan yang mepunyai hutang cukup besar untuk menambah
modalnya, dengan catatan hutang yang besar tersebut harus bisa meningkatkan kinerja
perusahaan dan aspek likuiditas dan aktivitasnya harus baik.
Untuk variabel CSRD, yang merupakan pertanggungjawaban sosial perusahaan
terhadap lingkungannya, terlihat bahwa rata-ratanya adalah 64.50%. Hal ini bisa
dikatakan cukup bagus, karena sudah diatas setengah (50%), berarti rata-rata
perusahaan perkebunan yang diteliti sudah sangat paham betapa pentingnya
kepedulian atau pertanggungjawaban terhadap lingkungan, karena itu memang untuk
kepentingan perusahaan juga. Tapi untuk nilai minimumnya, masih ada yang nilai
CSRD nya 25%, berarti ada perusahaan yang minim terhadap pertanggungjawaban
sosialnya, dan ini perlu mendapat perhatian khusus, agar keberlangsungan suatu
perusahaan dapat dipertahankan.
Untuk total aset, karena nilainya yang sangat besar dibandingkan dengan varabelvariabel yang lain, maka harus dilogaritma natural-kan. Sehingga rata-rata nya dapat
sebesar 14.94, sedangkan minimumnya 11.60, sedangkan maksimumnya adalah 17.25.
Dan terakhir untuk variabel ROA, yang merupakan variabel dependen dalam
penelitian ini, menunjukkan nilai rata-rata sebesar 2.96, minimumnya berada di angka
-15.36, sedangkan maksimumnya berada di angka 20.29. Semakin tinggi ROA, maka
semakin bagus, karena laba yang diperoleh oleh perusahaan semakin besar, sehingga
laba yang besar tersebut, selain digunakan untuk mendanai kegiatan operasional
berikutnya, juga bisa digunakan untuk membeli (memperbanyak) aset.
3.2 Uji Normalitas
Normalitas merupakan menguji data variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y)
pada persamaan regresi yang dihasilkan. Berdistribusi normal atau tidak berdistribusi
normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas dan data
variabel terikat berdistribusi mendekati normal atau normal sama sekali (Sunyoto,
68
Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita
2010). Dalam penelitian ini, uji normalitas dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnov, seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. Uji normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statisti
df
Sig.
Statisti
Df
Sig.
c
c
*
.083
36
.200
.989
36
.971
RO
A
a. Lilliefors Significance
Correction
*. This is a lower bound of the true
significance.
Sumber : data olahan SPSS
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa nilai signifikansinya adalah 0.200, berarti di
atas 0.05, sehingga bisa dikatakan data yang diteliti ini adalah berdistribusi normal.
3.3 Uji Asumsi Klasik
3.3.1 Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi
yang sempurna antara variabel independen dalam suatu model regresi berganda.
Model yang baik adalah jika tidak terdapat korelasi antar variabel independen.
Untuk mengidentifikasi masalah multikolinieritas digunakan nilai Tolerance (TOL)
dan Variance-Inflating Factor (VIF). Jika nilai dari VIF < 10 dan TOL > dari 0.1
maka model regresi tersebut bebas masalah multikolinieritas. Hasil uji multikolinieritas
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
DER
CSRD
Ln_tot.aset
CSRD_DER
CSRD_Ln_tot.as
et
a. Dependent Variable: ROA
Sumber : Data olahan SPSS
Correlations
Zero-order
Partial
Part
Collinearity Statistics
Toleranc VIF
e
-.181
.185
.247
-.189
.191
.417
.419
.439
-.446
-.408
.389
.392
.415
-.424
-.379
.080
.005
.056
.097
.004
12.472
203.738
17.888
10.330
272.522
Ekspansi
69
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai TOL nya untuk setiap variabel
mempunyai nilai diatas 0.1, sementara untuk VIF nya bernilai di atas 10 untuk setiap
variabel, memang ada masalah multikolinearitas. Tapi karena semua variabel tersebut
merupakan variabel penting dalam penelitian, maka tidak dapat dikeluarkan dalam
model, namun demikian, hal ini harus diperhatikan dalam interpretasi hasil pengujian
model regresi berikutnya. Dan kasus seperti ini, juga terdapat dalam penelitian (Sayekti
& Wondabio, 2007).
3.3.2 Uji Heteroskedastisitas
Dalam persamaan regresi berganda perlu juga diuji mengenai sama atau tidak varian
dari residual observasi yang satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya
mempunyai varian yang sama disebut terjadi homoskedastisitas, dan jika varians nya
tidak sama, disebut terjadi heteroskedastisitas. Analisis jika asumsi heteroskedastisitas
hasil output SPSS melalui grafik scatterplott antara Z prediction (ZPRED) yang
merupakan variabel bebas (sumbu X=Y hasil prediksi) dan nilai residualnya (SRESID)
merupakan variabel terikat (sumbu Y= Y prediksi – Y riil). Heteroskedastisitas terjadi
jika pada scatterplott titik-titiknya mempunyai pola yang teratur baik menyempit,
melebar maupun bergelombang-gelombang (Sunyoto, 2010). Untuk melihat apakah
terjadi heteroskedastisitas dalam penelitian ini, dapat dilihat pada gambar berikut :
Sumber : data olahan SPSS
Gambar 1. Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar di bawah dan
di atas angka 0 dan tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja sehingga dapat
70
Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita
disimpulkan bahwa tidak terdapat persoalan heterokedastisitas dalam model regresi,
dan model regresi layak digunakan dalam penelitian.
3.3.3 Uji Autokorelasi
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika
terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/tidak layak dipakai
prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linear antara
kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu periode t-1
(sebelumnya). Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah
autokorelasi dengan uji Darbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW berada dibawah -2 (DW < -2)
b. Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 atau -2 ≤ DW ≤
+2
c. Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW di atas +2 atau DW > +2
Pada tabel di bawah ini akan menyajikan hasil uji autokorelasi.
Tabel 4. Uji Autokorelasi
Model
R
1
.529a
Model Summaryb
R
Adjuste
Square
dR
Square
.279
.159
DurbinWatson
1.869
a. Predictors: (Constant), CSRD_Ln_tot.aset, CSRD_DER,
Ln_tot.aset, DER, CSRD
b. Dependent Variable: ROA
Sumber : Data olahan SPSS
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa nilai Durbin Watson menunjukkan angka
1,869 (berada diantara -2 dan +2), berarti model tersebut terhindar dari masalah
autokorelasi.
3.3.4 Analisis Goodness-of-Fit (Adjusted R2)
Pengujian Goodness of-Fit (koefisien determinasi) bertujuan untuk mengukur
seberapa besar variasi dari varibel dependen dapat dijelaskan oleh variabel
independen. Uji ini juga dapat menginformasikan baik atau tidaknya model
regresi yang terestimasi melalui pengukuran seberapa dekat garis regresi yang
terestimasi dengan data sesungguhnya. Pada tabel dibawah ini akan menyajikan nilai
dari adjusted R2.
Ekspansi
71
Tabel 5. Uji Goodness-of-Fit (Adjusted R2)
Model
R
1
.529a
Model Summaryb
R
Adjusted R
Square Square
.279
.159
Durbin-Watson
1.869
a. Predictors: (Constant), CSRD_Ln_tot.aset, CSRD_DER, Ln_tot.aset,
DER, CSRD
b. Dependent Variable: ROA
Sumber : data olahan SPSS
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat nilai adjusted R2 sebesar 0.159, yang berarti
bahwa variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan
variasi atau perubahan rasio ROA sebesar 15.9%, sedangkan sisanya 84.1% dijelaskan
oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian.
3.3.5 Analisis Hasil Pengujian Hipotesis
Tabel 6. Hasil Uji t-Statistik
Coefficientsa
Model
1 (Constant)
DER
CSRD
Ln_tot.aset
CSRD_DER
CSRD_Ln_tot.aset
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
-123,149
45,075
4,834
1,926
179,035
70,802
7,988
2,983
-8,046
2,944
-11,043
4,512
Standardized
Coefficients
Beta
1,374
5,594
1,755
-1,361
-6,261
T
-2,732
2,510
2,529
2,678
-2,733
-2,447
Sig.
,010
,018
,017
,012
,010
,020
a. Dependent Variable: ROA
Sumber : data olahan SPSS
Analisis uji t-statistik dalam regresi linear berganda dimaksudkan untuk menguji
apakah parameter (Koefisien regeresi) yang diduga untuk menguji model regresi linear
berganda sudah mampu menjelaskan perilaku variabel bebas dalam mempengaruhi
variabel terikatnya atau belum. Hasil uji T statistik yaitu apabila nilai probabilitas t
hitung (output SPSS yang ditunjukkan pada kolom sig.) lebih kecil dari tingkat
kesalahan (alpha) 0,05 (5% dengan taraf keyakinan 95%), maka dapat dikatakan bahwa
variabel bebas dari t hitung tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikatnya (Hipotesis diterima), sedangkan apabila nilai probabilitas t hitung lebih
besar dari tingkat kesalahan 0,05 maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya (Hipotesis ditolak).
Berdasarkan tabel 6 diperoleh interpretasi model regresi sebagai berikut :
a) Pengaruh CSR disclosure terhadap financial performance perusahaan.
72
Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita
Pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah
CSR Disclosure mempengaruhi financial performance yang diukur dengan rasio
profitabilitas Return On Asset (ROA). Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji t-statistik tersebut
yang menguji pengaruh CSR disclosure (CSRD) terhadap Financial Performance (ROA)
Perusahaan tanpa variabel moderating menunjukkan bahwa nilai t-hitung sebesar
2,529 dengan tingkat signifikansi variabel CSRD adalah sebesar 0,017 lebih kecil dari
0,05 sehingga variabel independen (variabel bebas) CSRD berpengaruh positif
signifikan terhadap variabel independen (Variabel terikat) Financial Performance yang
diukur dengan ROA pada alpha 5% dengan taraf keyakinan 95%.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Uadiale &
Fagbemi, 2012), dan (octavia, 2014) serta (Tsoutsoura, 2004) yang menyatakan bahwa
CSR Disclosure berpengaruh positif signifikan terhadap Financial Performance (ROA).
Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas CSR yang telah dilakukan perusahaan
perkebunan rata-rata terbukti memiliki dampak produktif yang signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan, hal ini juga dapat terlihat pada tabel statistik diskriptif
dimana pertanggungjawaban sosial perusahaan terhadap lingkungannya rata-rata
sebesar 64.5%. Hal ini bisa dinilai cukup bagus, karena sudah diatas setengah (50%).
b) Pengaruh variabel moderating (financial leverage) antara CSR disclosure
terhadap financial performance perusahaan.
Pengujian hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah
variabel financial leverage yang diukur dengan DER dapat memoderasi hubungan antara
CSRD dengan financial performance (ROA). Hasil uji t-statistik berdasarkan pada tabel
4.7 menunjukkan nilai t-hitung sebesar 2,510 dengan tingkat signifikansi variabel
financial leverage yang menggunakan rasio Debt to Equity Ratio (DER) apabila berdiri
sendiri sebesar 0,018 lebih kecil dari 0,05 yang artinya variabel financial leverage (DER)
mempengaruhi variabel Financial Performance (ROA) dengan arah positif secara parsial.
Jika variabel DER menjadi moderasi diinteraksikan dengan variabel CSRD maka
didapat hasil t hitung sebesar -2,733 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,010 yang
artinya variabel DER memoderasi hubungan antara CSRD terhadap ROA dengan arah
negatif.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi, 2003 dimana
financial leverage memoderasi pengaruh antara CSRD terhadap ROA. Hal ini
mengindikasikan bahwa financial leverage merupakan pembiayaan modal perusahaan
dengan menggunakan dana eksternal yang berasal dari investor dalam berinvestasi
saham, serta sumber dana untuk kegiatan CSR ini selain dari para pemegang saham
juga dari masyarakat sehingga masyarakat menaruh harapan besar pada kebijakan
perusahaan. Salah satu cara untuk menunjukkan bentuk tanggung jawab perusahaan
pada masyarakat ditunjukkan dengan melakukan kegiatan corporate social responsibility
sehingga apabila dana yang dialokasikan untuk kegiatan CSR lebih besar maka dana
yang dialokasikan untuk pembagian deviden kepada para shareholder juga akan
berkurang.
Ekspansi
73
c) Pengaruh variabel moderating (company size) antara CSR disclosure terhadap
financial performance perusahaan.
Pengujian hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah
variabel company size yang diukur dengan besarnya total aset dapat memoderasi
hubungan antara CSRD dengan financial performance (ROA). Hasil uji t-statistik
berdasarkan pada tabel 4.7 menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,678 dengan tingkat
signifikansi variabel Company size yang menggunakan ukuran total aset apabila berdiri
sendiri sebesar 0,012 lebih kecil dari 0,05 yang artinya variabel company size (total
aset) mempengaruhi dengan arah positif variabel Financial Performance (ROA) secara
parsial. Jika variabel total aset menjadi moderasi diinteraksikan dengan variabel
CSRD maka didapat hasil t hitung sebesar -2,447 dengan tingkat signifikansi sebesar
0,020 yang artinya variabel total aset memoderasi hubungan antara CSRD terhadap
ROA dengan arah negatif.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi, 2003
dimana pada penelitian ini company size memoderasi pengaruh antara CSRD
terhadap ROA pada perusahaan perkebunan di Indonesia yang terlisting di BEI. Hal
ini mengindikasikan semakin banyak jumlah aset suatu perusahaan seharusnya
semakin baik juga kondisi suatu perusahaan tersebut dan menarik perhatian bagi
para investor untuk menanam sahamnya pada perusahaan tersebut. Biasanya
perusahaan dengan skala besar akan mengalokasikan dana untuk Corporate Social
Responsibility disclosure juga lebih besar daripada perusahaan dengan skala kecil.
Apabila dana yang dialokasikan untuk CSR disclosure lebih besar maka akan
menyebabkan kinerja keuangan meningkat atau dengan adanya CSR disclosure dana
yang dialokasikan untuk rasio keuangan perusahaan berbanding terbalik dengan
dana yang dialokasikan untuk kegiatan sosial .
4. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini
adalah
a. CSR Disclosure berpengaruh positif terhadap financial performance. Hal ini
mengindikasikan bahwa aktivitas CSR yang telah dilakukan perusahaan
perkebunan rata-rata terbukti memiliki dampak produktif yang signifikan terhadap
kinerja keuangan perusahaan, hal ini dapat terlihat pada tabel statistik diskriptif
dimana pertanggungjawaban sosial perusahaan terhadap lingkungannya rata-rata
sebesar 64.5%. Hal ini bisa dinilai cukup bagus, karena sudah diatas setengah (50%).
b. Debt To Equity ratio (DER) dapat memoderasi pengaruh CSR Disclosure terhadap
financial performance. Hal ini mengindikasikan bahwa financial leverage merupakan
pembiayaan modal perusahaan dengan menggunakan dana eksternal yang berasal
dari investor dalam berinvestasi saham, serta sumber dana untuk kegiatan CSR ini
selain dari para pemegang saham juga dari masyarakat sehingga masyarakat menaruh
harapan besar pada kebijakan perusahaan. Salah satu cara untuk menunjukkan
bentuk tanggung jawab perusahaan pada masyarakat ditunjukkan dengan
74
Hamdani Arifulsyah dan Suci Nurulita
melakukan kegiatan corporate social responsibility sehingga apabila dana yang
dialokasikan untuk kegiatan CSR lebih besar maka dana yang dialokasikan untuk
pembagian deviden kepada para shareholder juga akan berkurang.
c. Total aset dapat memoderasi pengaruh CSR Disclosure terhadap financial
performance, dengan arah yang negatif. Hal ini mengindikasikan semakin banyak
jumlah aset suatu perusahaan seharusnya semakin baik juga kondisi suatu
perusahaan tersebut dan menarik perhatian bagi para investor untuk menanam
sahamnya pada perusahaan tersebut. Biasanya perusahaan dengan skala besar akan
mengalokasikan dana untuk Corporate Social Responsibility disclosure juga lebih besar
daripada perusahaan dengan skala kecil. Apabila dana yang dialokasikan untuk CSR
disclosure lebih besar maka akan menyebabkan kinerja keuangan meningkat atau
dengan adanya CSR disclosure dana yang dialokasikan untuk rasio keuangan
perusahaan berbanding terbalik dengan dana yang dialokasikan untuk kegiatan
sosial .
DAFTAR PUSTAKA
Dipraja, I. 2014. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan. Dian
Nuswantara University Journal Of Accounting , 1-17.
Fauzi, H. 2003. Corporate Social and Financial Performance; Empirical Evidence form
American Companies. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Fu, G., Wang, J., & Jia, M. 2012. The Relationship between Corporate Social Performance
and Financial Performance: Modified Models and Their Application - Evidence form
Listed Companies in China. Journal of Contemporary Management .
Hackston, D., & Milne, M. J. 1996. Some Determinants Of Social and Enviromental
Disclosures in New Zealand Companies.
Accounting, AUditing, and
Accountability Journal. Vol 9 No. 1 1996. , pp. 77-108.
IAI. 2012. Standar AKuntansi Keuangan. Jakarta.
Kotler, P., & Lee, N. 2005. Corporate social responsibility, doing the most good for your
company and your cause. Canada: John Wiley & Sons Inc.
Munawir. 2002. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: YPKN.
Nurlela, R., & Islahuddin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai
Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilkan Manajemen Sebagai Variabel Moderating.
SNA XI Pontianak .
Octavia, H. 2014. Pengaruh Tanggungjawab Sosial Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia
pada Tahun 2010 dan 2011). Volume 1 No. 1 Februari 2014 .
Pradipta, D. A., & Purwaningsih, A. 2011. Pengaruh Luas Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Terhadap Earning Response Coefficient (Erc),
Dengan Ukuran Perusahaan Dan Leverage Sebagai Variabel Kontrol. Universitas
Atmajaya Yogyakarta.
Ekspansi
75
Sayekti, Y., & Wondabio, L. S. 2007. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap earning Response
Coeficient (studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia). SNA
X.
Scott, W. R. 2009. Financial Accounting Theory. Scarborough, Ontario.
Sunyoto, D. 2010. Uji khi kuadrat Regresi dan Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syamsuddin, L. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Titisari, K. H. 2010. Corporate Social Responsibility (CSR) dan kinerja perusahaan.
Simposium Nasional Akuntansi. Purwokerto.
Tsoutsoura, M. 2004. Corporate Social Responsibility and Financial Performance. Haas
Schhol of Business .
Uadiale, O. M., & Fagbemi, T. O. 2012. Corporate Social Responsibility and Financial
Performance in Developing Economies: The Nigerian Experience. Journal of
Economics and Sustainable Development , Vol 3, No. 4.
Undang-undang RI No. 40 tahun 2007.
www.csr.cfcdcenter.or.id/csr-award/dasar-pemikiran-indonesian-csr-awards.
(2011,
Oktober 16). Retrieved Oktober 16, 2011
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), Hal. 77 – 85
TELAAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM : YAHYA BIN ADAM
AL-QARASHI (±140 H/755 M – 203 H/818 M)
Juliana
Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
Firmansyah
Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
Bangkit Pratama
Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
Abstract : Most people know the works of al-Kharaj made by Abu Yusuf. Yahya bin Adam, who has a
full name Yahya bin Adam bin Sulaiman al-Qarashi al-‘Umawi al-‘Umawi al-Ahwal al-Kufi, with Abu
Zakariya's real name is one of the ulama or muslim scholar who also wrote kitab al-Kharaj lived during
the Abbasid Caliphate in the reign of Abu Ja’far al-Manshur to al-Ma’mun. Yahya bin Adam is of people
who contribute to the complete theories of taxation in Islam other than Abu Yusuf. In this research using
literature study, a method that is taken by using various references are books or journals related in which
includes Yahya bin Adam perspectives relating to economy. From various references can conclude some
thoughts Yahya bin Adam typical associated with Economic contained in the book of al Kharaj, namely
the concept of Kharaj and Jizya, 'Usyur, the ban on buying land Kharaj, the concept of taxation, price
concept, and how to revive the dead land (Ihya’al-Mawaat).
Keywords: Yahya bin Adam, kharaj, jizya, Ihya’al-Mawaat
Abstrak : Sebagian besar orang lebih mengenal karya al-Kharaj dibuat oleh Abu Yusuf. Yahya
bin Adam yang memiliki nama lengkap Yahya bin Adam bin Sulaiman al-Qarashi al-‘Umawi al‘Umawi al-Ahwal al-Kufi, dengan nama asli Abu Zakariya merupakan salah satu ulama atau
cendekiawan muslim yang juga menulis kitab al-Kharaj hidup pada masa kekhalifahan Bani
Abbasiyah tepatnya pada pemerintahan Abu Ja’far al-Manshur hingga al-Ma’mun. Yahya bin
Adam merupakan orang yang turut berkontribusi besar dalam melengkapi teori-teori
perpajakan dalam Islam selain Abu Yusuf. Dalam penelitian ini menggunakan studi literatur,
yaitu suatu metode yang di ambil dengan menggunakan berbagai referensi baik buku ataupun
jurnal-jurnal terkait yang di dalamnya memuat cara pandang Yahya bin Adam berkaitan
dengan ekonomi. Dari berbagai referensi tersebut dapat simpulkan beberapa pemikiran khas
Yahya bin Adam berkaitan dengan Ekonomi yang terdapat dalam kitab al Kharaj, yaitu konsep
Kharaj dan Jizyah, ‘Usyur, larangan membeli tanah Kharaj, konsep penarikan pajak, konsep
harga, dan cara menghidupkan tanah mati (Ihya’al-Mawaat).
Kata kunci: Yahya bin Adam, kharaj,Usyur, jizyah, Ihya’al-Mawaat
78
Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama
1. PENDAHULUAN
Pada abad pertengahan tepatnya pada abad ke-6 hingga abad ke-13 an, seringkali
disebut juga zaman kegelapan (dark ages). Pada Saat itu, Eropa jauh dari kemajuan
peradaban atau lebih tepatnya sangat terbelakang. Disaat bersamaan justru abad
pertengahan merupakan zaman dimana umat Islam mengalami masa keemasan dengan
sistem pemerintahan kekhalifahannya (www.hizbuttahrir.or.id), tentu saja tunas
kejayaannya itu terletak di zaman kepemimpinan Rasulullah SAW.
Natadipurba menyatakan kepemimpinan Rasulullah SAW hanya berlangsung
selama 23 tahun dengan rincian 13 tahun fase persiapan setelah di angkat menjadi
Rasul di Mekah, dan 10 tahun fase menjadi pemimpin negara di Madinah
(Natadipurba, 2015). Dampak dari dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah
mengakibatkan reaksi berantai, dan puncaknya yaitu mampu mewujudkan perdaban
manusia yang tinggi di bawah naungan khilafah selama 13 abad. Hal ini berawal sejak
abad ke-7 dimana Rasulullah mulai mendirikan Daulah Islam di Madinah hingga
keruntuhan ke Khilafahan Turki Utsmani pada abad ke-20.
Titik tolak peradaban Islam mulai dibangun setelah wafatnya Rasulullah SAW,
setalah itu diteruskan oleh Khulafa Rasyidun (632-661 M), kemudian dilanjutkan oleh
kekhalifahan Bani Umayyah (661-750 M), kekhalifahan Bani Abbasiyah (750-1258 M),
Bani Mamalik (1258-1517) dan terakhir adalah Bani Utsmaniyyah (1517-1924) (Yatim,
2011). Salah satu masa keemasan Islam terjadi saat kekhalifahan Bani Abbasiyah,
dimana pada saat itu Baghdad menjadi kota termakmur di dunia seperti Babilonia
pada masa Persia kuno atau New York pada masa kini (Natadipurba, 2015). Pada saat
itu dipimpin oleh sultannya yang paling terkenal yaitu Harun al-Rasyid (786-809 M)
dan putranya al-Ma’mun (813-833 M).
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah terwujud kemakmuran yang paling
tinggi. Ini terbukti dari kesejahteraan dibidang sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan. Pada masa inilah Khilafah Islam menempatkan dirinya
sebagai negara terkuat yang mampu memimpin perdaban dunia. Al-Ma’mun dikenal
sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya,
penerjemahan buku-buku asing dilakukan, sekolah-sekolah didirikan, hingga
puncaknya Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan (Watt,
1990).
Penyebab perkembangan ilmu pengetahuan di zaman Abbasiyah tidak lepas dari
peranan para ulama-ulama dan para cendikiawan muslim yang haus akan ilmu. Ulamaulama tersebut seperti, Abu Yusuf yang sangat mencintai Ilmu dan berguru kepada
Abu Hanifah (Amalia, 2010). Kecintaan Abu Yusuf terhadap ilmu, menjadikan ia
memiliki pengetahuan yang banyak hingga tidak sedikit murid berguru kepadanya.
Salah satu diantaranya adalah Yahya bin Adam. Yahya bin Adam merupakan orang
yang membuat suatu karya fenomenal dengan judul Kitab al-Kharaj sama seperti Abu
Yusuf (Shemesh, 1967).
Namun demikian kebanyakan orang lebih mengenal karya al-Kharaj yang dibuat
oleh Abu Yusuf dan tidak mengenal karya al-Kharaj dari Yahya bin Adam dan bahkan
namanya jarang disebut ketika membicarakan perpajakan. Padahal Yahya bin Adam
Ekspansi
79
merupakan orang yang turut berkontribusi besar dalam melengkapi hukum perpajakan
dalam Islam selain Abu Yusuf. Berdasarkan alasan inilah penulis mencoba mengangkat
pemikiran ekonomi Islam menurut Yahya bin Adam.
2. METODOLOGI
Dalam penelitian ini menggunakan studi literatur, yaitu suatu metode yang di ambil
dengan menggunakan berbagai referensi baik buku ataupun jurnal-jurnal terkait yang
di dalamnya memuat cara pandang Yahya bin Adam berkaitan dengan ekonomi.
3. PEMBAHASAN
3.1 Biografi
Yahya bin Adam bin Sulaiman al-Qarashi al-‘Umawi al-‘Ahwal al-Kufi (Shemesh, 1967),
yang lebih dikenal dengan Yahya bin Adam memiliki nama asli yaitu Abu Zakariya.
Yahya bin Adam lahir pada zaman pemerintahan Abu Ja’far al-Manshur (754-775) yang
merupakan masa kekhalifahan Bani Abbasiyah (Yatim, 2011). Beliau wafat pada
pertengahan September 818 M atau pertengahan rabi’ul awal 203 H di Fam al-Silh,
Palestina dekat Wasit (Azim, 2014).
Menurut beberapa literatur, Yahya bin Adam merupakan seorang tokoh pemikir
pertama yang mengemukakan teori keuangan awam di zaman kekhalifahan Abbasiyah
bersamaan dengan gurunya Abu Yusuf (Azim, 2014). Tidak ada yang mengetahui
karirnya kecuali pernyataan bahwa dia tidak pernah belajar kepada ayahnya. Beberapa
syekhnya yang disebutkan dalam kitab al-Kharaj adalah Abu Bakar bin Aiyash, al-Hasan
bin Salih, Sufyan al-Thawri, Sufyan bin Uyaina, Sharik bin ‘Abd Allah and dan ‘Abd
Allah bin al-Mubarak, dan beberapa gurunya yang disebutkan adalah Abu Yusuf, Ibn
Hambal, Ibn Abi Shaiba dan Yahya bin Ma’in. Yahya bin Adam mulai terkenal sejak
beliau berguru kepada Abu Yusuf bersama-sama dengan Muhammad bin al-Hasan alSyaibani, Ahmad Hambal, Yazid bin Harun al-Wasithi, al-Hasan bin Ziyad al-Lu’lui
(Huda, 2014).
Yahya bin Adam tertarik dengan karya-karya Ibnu Mubarak dan sangat
menjunjung tinggi, bahkan menurut Khalid (2007; 84) beliau pernah berkata, “Apabila
aku mencari berbagai permasalahan pelik yang begitu rumit, lalu aku tidak menemukannya di
berbagai kitab karya Ibnul Mubarak, aku pun merasa pesimis”. Selain itu beliau merupakan
perawi hadist yang terpercaya, terutama tentang pajak dan obligasi finansial lainnya
(Azim,2014;9), dan juga hukum Islam mengenai tanah dalam kaitannya dengan hak
kepemilikan (milkiyah), pengelolaan (tasarruf), dan distribusi tanah serta Usyur. (hizbuttahrir.or.id).
3.2 Kondisi Sosiologis
Di masa pemerintahan Bani Abbasiyah, terbentuk tingkat kemakmuran yang sangat
tinggi. Kesejahteraan, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta
kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Khilafah (negara)
Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tidak Adidaya. Salah seorang
pemimpin yang pernah memimpin pemerintahan Bani Abbasiyah adalah Al-Ma’mun.
80
Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama
Al-Ma’mun dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan, banyak sekolah
didirikan, dan pada masa inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan dunia (Watt, 2010).
Ketertarikan Yahya bin Adam terhadap ilmu pengetahuan sama seperti Abu Yusuf
(Amalia, 2010). Menurut beberapa sumber, hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh
suasana Kuffah yang saat itu merupakan salah satu pusat peradaban Islam dan tempat
para cendikiawan Muslim dari seluruh penjuru dunia Islam datang silih-berganti untuk
saling bertukar pikiran tentang berbagai bidang keilmuan (Karim, 2004). Menurut
Siddiqi (1982), dipermulaan ke khilafahan Abbasiyah, banyak menginspirasi para
penulis untuk mendiskusikan keuangan publik, namun sayangnya terjemahan bahasa
Inggris dari kitab al-Kharaj oleh A. Ben Shemesh gagal memperhatikan pemikiran
ekonomi atau analisisnya.
3.3 Karya yang Dihasilkan
Salah satu karya fenomenal yang ditulis oleh Yahya bin Adam adalah Kitab Al Kharaj.
Al-Kharaj merupakan karya yang sangat penting bagi sejarah perpajakan terutama pajak
tanah dalam Islam, bahkan al Kharaj menjadi dokumen tertua tentang perpajakan serta
menjadi pondasi “sekolah tradisional” tentang pemikiran ekonomi, dan
mengungkapkan dikotomi antara orang kaya-miskin (Azmi, 2002). Al-Kharaj karya
Yahya bin Adam ini, sama judulnya dengan karya gurunya yaitu Abu Yusuf dan sempat
menjadi polemik, karna pendapat dari gurunya ditempatkan di tempat kedua.
Hal menarik dari kedua buku tersebut adalah, kekuatan Abu Yusuf terletak di
analisis dan kemampuan untuk penetapan aturan resminya, sedangkan Yahya lebih
mengutamakan keabsahan kumpulan hadist dan kelengkapan hadist. Ini dapat dilihat
berdasarkan fakta bahwa beliau mengumpulkan lebih dari 600 hadist yang
menyinggung masalah administrasi pendapatan (Peerzade, 2015). Selain itu yang
menjadi pembeda utamanya menurut Aburahman yaitu kitab al-Kharaj Abu Yusuf
menggunakan metode penulisan berdasarkan dalil-dalil aqliyah dan naqliyah sedangkan
Yahya bin Adam hanya berdasarkan dalil-dalil naqliyah saja (Al-Janidal, 1406 H)(Sirry,
1995). Namun demikian, hanya terdapat 4 kumpulan hadist Yahya yang ditemukan
dari 6 perawi hadist yaitu al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi dan ibnu
Majah (Meeraand dan Ahsan, 1992). Dalam buku tersebut tidak terbatas hanya
membahas kharaj, tapi juga semua jenis pajak terhadap tanah termasuk ‘ushr yang
selama ini adalah pajak barang tidak bergerak.
Selanjutya karya terbesarnya (al-Kharaj) merupakan proyek permintaan dari
pemerintah bersamaan dengan al-Kharaj Abu Yusuf yang nantinya digunakan
pemerintah sebagai acuan perpajakan di seluruh tanah kekuasaan khilafah (Khalidi,
1994). Namun sangat disayangkan tidak ada karya aslinya yang bertahan hingga saat
ini, Fihrist menyebutkan beliau menyalurkan sebagian porsi kecil dari bacaan al-Kisa’i
dari al-Qur’an dan menyebutkan bahwa ia mengerjakan kitab al-Kira’at dan Kitab
Mudharrad Ahkam al-Qur’an. Diantara karya-karyanya, tidak ada satupun yang masih
Ekspansi
81
ada, namun ditemukan jejaknya (salinan) di buku sejarah Baladhuri, yaitu sebagai
berikut (Shemesh, 1967):
a. Kitab al-Fara’id (Warisan)
b. Kitab al-Kharadj (Pajak)
c. Kitab al-Zawal
d. Kitab al-Qira’at; dan
e. Kitab Mujarrad ‘Ahkam al-Qur’an.
Namun demikian menurut Kallek (2001), Kitab al-Kharaj Yahya bin Adam
bukanlah buku yang ditulis oleh Yahya, namun merupakan kumpulan hadist tentang
pajak tanah, dengan beberapa penjelasan yang ditambahkan oleh Yahya dengan
referensi utamanya adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu, metode
penulisannya sarat dengan berbagai perbedaan pendapat, yang dari satu sisi sangat
bagus karena merekam berbagai wacana secara komprehensif, namun dari sisi lain,
dapat membingungkan pembaca karena penulis tidak mengemukakan pendapat secara
cermat dan independen yang mencerminkan kepribadian ilmiahnya (Sholihin, 2010).
Sedangkan menurut Meeraand dan Ahsan (1992) menjelaskan bahwa Kitab al-Kharaj
Yahya bin Adam lebih merupakan kumpulan kebiasaan dari subjek-subjek yang relevan
dan dibuat ketika masa khalifah al-Ma’mun (813-833 M). Metodologi penulisannya
berpusat pada pengumpulan kebiasaan, anekdot, peraturan resmi dan ungkapan yang
disusun berdasarkan persoalan yang berbeda. Diantara yang lain, buku ini
menguraikan permasalahan dan hukum dari pemegang perpajakan tanah, kultivasi dan
posisi dari non-Muslim.
3.4 Hasil Pemikiran Ekonomi
Pemikiran Ekonomi Yahya bin Adam dapat ditemukan dari karya terbesarnya yaitu
Kitab al-Kharaj yang hingga kini menjadi acuan dalam masalah perpajakan, lebih
khusus menegenai perpajakan tanah dalam Islam. Kitab kKarya Yahya bin Adam
melengkapi karya dua buku al-Kharaj lainnya, masing-masing milik Abu Yusuf dan
Qudamah bin Ja’far. Yang menarik, menurut Ahmad dan Kazim (1992), pemikiran
Yahya bin Adam memilki kesamaan dengan pemikiran Abu Ubaid, bahkan lebih
lanjut menurut Jahari dan Ibrahim di dalam Kitab al-Amwal karya Abu Ubaid,
pemikiran Abu Yusuf dan Yahya bin Adam pun di kutip (Johari dan Ibrahim, 2010).
Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh penulis, berikut beberapa
pemikiran ekonomi dari Yahya bin Adam yang masih dapat diselamatkan.
3.4.1 Kharaj dan Jizyah
Jizyah adalah pajak diri yang dipungut pemerintah dari orang non-Muslim yang tinggal
dibawah tanah kekuasaan Islam. Sedangkan kharaj adalah tanah yang ditaklukan secara
kekerasan. Tetapi kalau pemiliknya menjadi penganut agama Islam maka ia terbebas
dari kewajiban jizyah (Shemesh, 1967). Menurut Yahya bin Adam dan Abu Yusuf,
pajak tanah ini merupakan sumber pendapatan negara (Sholihin, 2010). Lebih jauh
menurut Yahya bin Adam, Kharaj dan Jizyah ini sama, karna baik kharaj maupun jizyah
82
Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama
merupakan indikasi dari perbudakan. Itulah sebabnya, jizyah dan kharaj tidak
dibebankan kepada warga Arab yang muslim (Sholihin, 2010)
3.4.2 ‘Usyur
Pemrograman linier adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian
‘Usyur secara harfiah merupakan bea cukai, atau pajak yang diambil dari harta dan
perdagangan yang meiputi perbatasan negara (Zalum, 2009). Baik muslim, ataupun
non-muslim tetap dikenakan pajak, namun terdapat perbedaan sesuai status dan
tingkat keberadaan mereka dalam negara Islam. Sedangkan menurut Yahya bin Adam,
pedagang muslim atau kaum dzimmi yang berdomisili di negara Islam tidak dibebankan
untuk membayar bea cukai (Zalum, 2009).
3.4.3 Larangan Membeli Tanah Kharaj
Menurut Shemesh (1967) larangan membeli tanah kharaj merupakan salah satu ide
Yahya bin Adam yang ditolak, larangan tidak boleh membeli tanah kharaj dari seorang
dzimmi ini berlandaskan karena pengalihan kepemilikan dengan cara jual beli terhadap
tanah tersebut tidak dapat menggugurkan status tanah kharaj menjadi non-kharaj.
Dengan kata lain, menurutnya transaksi ini akan mewajibkan orang muslim
mengeluarkan kharaj dan merendahkan status muslim di dalam komunitas penduduk
negara Islam.
3.4.4 Konsep Penarikan Pajak
Salah satu hal menarik yang masih berkaitan dengan pajak menurut Yahya bin Adam
adalah mengenai Konsep Penarikan Pajak. Dalam paradigma Yahya bin Adam,
berbagai perlakuan pada jibayah (penarikan pajak) harus dilakukan sesuai dengan
karakteristik daerah, bentuk kesepakatan, perjanjian dan keadaan penduduk
(Shemesh, 1967). Hal ini memiliki arti bahwa negara tidak dapat memperlakukan
mengenai penarikan pajak cukai secara tetap dan sama rata kepada semuanya,
melainkan harus mempertimbangkan aspek-aspek tersebut.
3.4.5 Konsep Harga
Salah satu bentuk pembeda antara pemikiran ekonomi menurut Abu Yusuf dan Yahya
bin Adam adalah mengenai konsep harga. Bahkan dapat dikatakan bahwa pemikiran
mengenai harga ini merupakan sesuatu yang tidak ada di benak Abu Yusuf. Konsep
dari al-Qimah (harta) suatu barang berdasarkan‘urf, dimana besar kecilnya al-Qimah
dalam harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang yang menjadi
patokan menetapkan nilai ekonomi suatu barang. Maka manfaat suatu barang menjadi
tujuan dari semua jenis harta (Sholihin, 2010).
3.4.6 Menghidupkan Tanah Mati
Salah satu hal yang menarik berkaitan dengan menghidupkan tanah mati (Ihya’alMawaat) menurut Yahya bin Adam bisa dilakukan dengan berbagai macam cara.
Ekspansi
83
Menghidupkan tanah mati agar lebih produktif bisa dilakukan melalui menanam dan
menabur benih, bahkan lebih jauh dengan memagari pun bisa menjadi cara bagi umat
muslim untuk mendapatkan hak terhadap suatu tanah. Jika memang seseorang tidak
mampu mengelola tanah tersebut seluruhnya atau didiamkan selama 3 tahun, maka
tanah tersebut dapat digunakan oleh orang lain yang akan menggunakannya, ataupun
dapat diambil oleh negara (Shemesh, 1967). Ini merupakan cara untuk mencegah
feodalisme serta mampu mengoptimalkan fungsi tanah sebagai salah satu faktor
produksi agar lebih produktif dan bernilai guna lebih.
4. KESIMPULAN
Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari managemen produksi dari suatu
Yahya bin Adam memiliki nama lengkap Yahya bin Adam bin Sulaiman al-Qarashi al‘Umawi al-‘Umawi al-Ahwal al-Kufi, dengan nama asli Abu Zakariya yang merupakan
maula keluarga Abu Mu’ith. Beliau lahir sekitar tahun 140 H/755 M tepatnya pada
zaman keemasan Islam yaitu masa kekhalifahan Bani Abbasiyah pada masa
pemerintahan Abu Ja’far al-Manshur hingga al-Ma’mun. Beliau banyak menghabiskan
hidupnya di Kuffah, Iraq dan wafat pada tahun 203 H/818 M di Fam al-Silh, Palestina
dekat Wasit.
Karyanya paling terkenal yang dapat di ketahui oleh sejarah adalah Kitab al-Kharaj.
Perbedaan signifikan kitab al-Kharaj Yahya bin Adam dengan karya Abu Yusuf yaitu
karya Yahya bin Adam hanya menggunakan dalil-dalil naqliyah sedangkan Abu Yusuf
menggunakan dalil-dalil aqliyah dan naqliyah. Selain itu yang menjadi salah satu
keutamaan bukunya adalah dari jumlahnya yaitu lebih dari 600 kumpulan hadist
mengenai perpajakan dan juga keabsahan hadistnya.
Pemikiran ekonomi Yahya bin Adam yang ada di kitab al-Kharaj diantaranya adalah
konsep Kharaj dan Jizyah, ‘Usyur, larangan membeli tanah Kharaj, konsep penarikan
pajak, konsep harga, dan cara menghidupkan tanah mati.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Ausaf and Kazim Raza Awan. Lectures on Islamic Economics. Jeddah: IRTI-IDB.
1992.
Al-Janidal, Hammad bin Abdurrahman. Manahij al-Bahitsin fi al-Iqtishad al-Islami.
Riyadh: Syirkah al-Ubaikan li al-Thaba’ah wa al-Nasyr. Vol.2. 1406 H.
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata Publishing. 2010.
An Nabhani, Taqiyudin, Nizam Iqtishady fi al Islam. Jakarta: HTI Pres. 2009
Ar-Rib’i, Khalid bin Sulaiman bin Ali. Sudahkah Anda Shadaqah Hari Ini?. Solo: Pustaka
Arafah. 2007.
Azmi, Sabahuddin. Islamic Economics: Public Finance in Early Islamic Thought. New Delhi:
Goodword Books. 2002.
84
Juliana, Firmansyah, dan Bangkit Pratama
E.J. Brill’s First Encyclopaedia of Islam 1913-1936, Volume VIII. Leiden : E.J. Brill. 1987.
Hlm 1150.
Hennigan, Peter C. The Birth of a Legal Institution: The Formation of the Waqf in ThirdCentury A.H. Hanafi Legal Discourse. Leiden: Brill. 1970.
Huda, Nurul. Telaah Kritis Pemikiran Abu Yusuf tentang Larangan Intervensi Pemerintah
dalam Menetapkan Harga. Skripsi. IAIN Walisongo: Tidak dipublikasikan. 2014.
Islahi, Abdul Azim. History of Islamic Economic Thought: Contributions of Muslim Scholars
to Economic Thought and Analysis. Cheltenham: Edward Elgar. 2014.
Johari, Fuadah dan Patmawati Ibrahim. The Dynamism in The Implementation of al-Kharaj
during The Islamic Rule (634-785AD). Jurnal Syariah. Vol. 18. No. 3. Kuala Lumpur:
University of Malaysia. 2010.
Kallek, Cengiz. Yahya ibn Adam’s Kitab al-Kharadj: Religious Guidelines for Public Finance.
Journal of the Economic and Social History of the Orient. Vol. 44. Issue 2. 2001.
Karim, Adiwarman A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2004.
Khalidi, Tarif. Arabic Historical Thought in The Classical Period. New York: Cambridge
University Press. 1994.
Meerand, Ahmedi Kameel Mydin and Syed Nazmul Ahsan. Al Kharaj and Related Issues:
A Comparative Study of Early Islamic Scholarly Thoughts and Their Reception by Western
Economists. in Sadeq and Ghazali (eds.), Readings in Islamic Economic Thought. Kuala
Lumpur: Longman. 1992.
Natadipurba, Chandra. Ekonomi Islam 101. Bandung: PT Mobidelta Indonesia. 2015.
Peerzade, Sayed Afzal and Mrs Rahatun Nisa. The Contribution of Early Muslim Scholars
to Economics. The IOS Minaret an online Islamic Magazine. Vol.2. Issue 5. 2008.
Diakses pada: 2 Agustus 2015: 15:14.
Shemesh, A. Ben. Taxation in Islam (Translation of Kitab al Kharaj). Vol. I. Leiden: E.J.
Brill. 1967.
Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia. 2010.
Siddiqi, M.N. Recent Works on History of Economic Thought in Islam – A Survey. Jeddah:
International Centre for Research in Islamic Economics. 1982.
Sirry, Mu’nim A. Sejarah Fiqh Islam: Sebuah Pengantar. Surabaya: Risalah Gusti. 1995.
Watt, W Montgomery Watt. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis.
Yogyakarta: Tiara Wanaca Yogya. 1990.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011
Zalum, Abdul Qadim, Sistem Keuangan Negara Khilafah (terjemahan). Jakarta: HTI
Pres, 2009.
Ekspansi
85
Artiket Internet
http://hadits.stiba.ac.id/?type=rawi&id=8192. Diakses pada: 4 Agustus 2015, 21:47
http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/13/perdagangan-luar-negeri-ii-tarif-perdagangandalam-pandangan-islam/ . Diakses pada: 3 Agustus 2015, 19:57.
http://hizbut-tahrir.or.id/2011/06/05/abad-kejayaan-khilafah/. Diakses pada: 2
Agustus 2015. 18:02.
http://www.alhifni.com/164/ . Diakses pada: 1 Agustus 2015, 17:29
http://www.mykhilafah.com/~rosler/index.php/sautun-nahdhah/2797-sn258hukum-pertanahan-dalam-islam . Diakses pada: 3 Agustus 2015, 20:04.
https://en.wikipedia.org/wiki/Dark_Ages_%28historiography%29. Diakses pada: 2
Agustus 2015. 16:18.
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), Hal. 87 – 102
PERUBAHAN DIVIDEN TUNAI SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN
DARI LABA BERSIH, ARUS KAS OPERASI, DAN HARGA SAHAM
Vemy Suci Asih
AMIK Al – Ma’soem
[email protected]
Abstract : The background of this research is the hope of investors to acquire large cash dividends from
its investment in the Islamic capital market. In theory, the amount of cash dividends distributed by
companies affected by corporate earnings net income and operating cash flows of the company. However
in practice, when an increase in net income and the availability of cash flows from operating activities of
the company, cash dividends are not always rise or even decline. In addition, cash dividends is affected
by stock prices, the higher the stock price, the higher the dividend that can be distributed by the company.
The method used is the method of analysis of secondary data on net income, operating cash flow, stock
price and cash dividends were published on the official website of agencies and related institutions. Based
on the test results with the partial t-test, the effect of net income to cash dividend has a significance value
of 0.000 so it can be concluded that the significant effect on the net income of cash dividends. Effect of
operating cash flow to cash dividend has a significance value of 0.557 so it can be concluded that
operating cash flow is not a significant effect on cash dividends. The influence of stock price to cash
dividend has a significance value of 0.004 so it can be concluded that stock prices have a significant
effect on cash dividends. Based on the results of F-test net income, operating cash flow and stock price are
jointly significant effect on cash dividends on listed companies in the Jakarta Islamic Index.
Keywords: Cash Dividend, Net Income, Operating Cash Flow, Stock Prices,
Abstrak : Latar belakang dari penelitian ini adalah harapan investor untuk memperoleh
dividen tunai yang besar dari investasinya di pasar modal syariah. Secara teori, jumlah dividen
tunai yang dibagikan oleh perusahaan dipengaruhi oleh pendapatan laba bersih perusahaan
dan arus kas operasi perusahaan. Namun dalam praktiknya, ketika terjadi kenaikan perolehan
laba bersih dan ketersediaan arus kas dari aktivitas operasi perusahaan, dividen tunai tidak
selalu naik atau malah menurun. Selain itu dividen tunai dipengaruhi oleh harga saham,
semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi dividen yang dapat dibagikan oleh
perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis data sekunder tentang laba
bersih, arus kas operasi, harga saham dan dividen tunai yang dipublikasikan pada situs resmi instansi
dan lembaga-lembaga terkait. Berdasarkan hasil pengujian parsial dengan uji-t, pengaruh laba bersih
terhadap dividen tunai memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa
laba bersih berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai. Pengaruh arus kas operasi terhadap dividen
tunai memiliki nilai signifikansi sebesar 0,557 sehingga dapat disimpulkan bahwa arus kas operasi
tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai. Pengaruh harga saham terhadap dividen tunai
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh
signifikan terhadap dividen tunai. Berdasarkan hasil uji-F laba bersih, arus kas operasi dan harga saham
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap dividen tunai pada perusahaan yang terdaftar di
Jakarta Islamic Index.
Kata kunci : Dividen Tunai, Laba Bersih, Arus Kas Operasi, Harga Saham,
88
Vemy Suci Asih
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penduduk negara Indonesia yang mayoritas adalah muslim menjadi peluang pasar yang
besar untuk pengembangan industri keuangan syariah. Investasi syariah yang
merupakan bagian dari industri keuangan syariah memiliki perananan penting dalam
upaya meningkatkan pangsa pasar industri keuangan syariah di Indonesia. Perbankan
syariah sudah lebih dulu berkontribusi dalam pembangunan ekonomi negara. Namun
seiring dengan pertumbuhan yang signifikan di industri pasar modal Indonesia,
diharapkan investasi Syariah di pasar modal Indonesia juga akan mengalami
pertumbuhan yang pesat.
Seorang investor menginvestasikan dananya dengan membeli saham di pasar
modal yang bertujuan untuk mendapatkan capital gain dan dividen. dividen
merupakan return (keuntungan) yang diberikan oleh perusahaan (emiten) kepada para
pemegang saham dan ini diperbolehkan dalam Islam. Investor akan mendapatkan
dividen, jika memegang saham dalam kurun waktu yang relatif lama dan investor
tersebut diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen
(www.idx.co.id, diakses: 2014). Sebelum melakukan investasi, investor perlu
mengetahui dan memilih saham-saham mana yang akan memberikan profit optimal
bagi dana yang diinvestasikan. Apabila suatu perusahaan memperoleh laba yang besar,
maka secara teoritis perusahaan akan mampu menetapkan dividen yang semakin besar.
Namun pada praktiknya ketika laba yang diperoleh perusahaan naik, adakalanya
perusahaan justru memberikan dividen dalam jumlah yang lebih kecil dari tahun
sebelumnya dan sebaliknya saat laba yang diperoleh perusahaan turun, dividen yang
diberikan perusahaan justru lebih besar dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan
laba tersebut tidak mencerminkan jumlah kas atau likuiditas perusahaan yang
sebenarnya, sehingga perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar
dividen. pendapatan maupun penjualan yang diterima perusahaan tidak selamanya
diterima berupa kas tetapi masih berupa piutang (Atmaja, 1994).
Laba bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi besarnya dividen
yang akan dibagikan oleh perusahaan. Perusahaan membayar dividen tunai dengan
kas, maka perusahaan harus memiliki kas tersedia (Atmaja, 1994). Kas yang tersedia
dalam perusahaan dapat terlihat pada arus kas operasi yang merupakan kas tersedia
hasil aktivitas utama perusahaan. Dalam praktiknya seringkali perusahaan memiliki
arus kas operasi yang besar atau meningkat dari tahun ke tahun namun dividen yang
dibagikan tidak meningkat atau malah menurun.
Selain laba dan kas perusahaan, terdapat faktor lain yang diduga mempengaruhi
pembagian dividen, yaitu harga saham perusahaan terkait. Jumlah dividen dan harga
saham saling mempengaruhi dan saling mencari kesesuaian (Black, 1976). Oleh karena
itu penelitian ini akan menganalisis apakah semakin tinggi harga saham berpengaruh
terhadap besarnya dividen atau sebaliknya.
Penelitian ini akan menggunakan laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang
telah terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII). Jakarta Islamic Index (JII) adalah salah
satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga rata-rata
Ekspansi
89
saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah.
Tujuan
pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan
investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam
menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga
diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis
syariah di Indonesia dan menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin
berinvestasi sesuai syariah. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja (benchmark) dalam
memilih portofolio saham yang halal (www.idx.co.id, diakses: 2014).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut :
a. Seberapa besar pengaruh laba bersih secara parsial terhadap dividen tunai
perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index?
b. Seberapa besar pengaruh arus kas operasi secara parsial terhadap dividen tunai
perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index?
c. Seberapa besar pengaruh harga saham secara parsial terhadap dividen tunai
perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index?
Seberapa besar pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan harga saham secara simultan
terhadap dividen tunai perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index?
2. METODOLOGI
2.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis data sekunder. Analisis data
sekunder adalah metode analisis data menggunakan data sekunder yang banyak
disediakan di instansi atau lembaga-lembaga milik pemerintah atau swasta. Langkahlangkah yang perlu dilakukan dalam proses penelitian menggunakan analisis data
sekunder, yaitu: merumuskan masalah, menentukan unit analisis, menguji atau
mengecek kembali ketersediaan data, melakukan studi pustaka, mengumpulkan data,
mengolah data sekunder, menyajikan data dan memberikan interpretasi, menyusun
laporan hasil penelitian (Martono, 2011).
2.2 Operasionalisasi Penelitian
Operasional variabel diperlukan dalam menentukan jenis, indikator, skala, dan
instrumen penelitian dari variabel yang terkait dalam suatu penelitian. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel
dependen. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah :
a. Laba bersih, merupakan selisih lebih semua pendapatan dan keuntungan terhadap
semua biaya dan kerugian. Laba bersih merupakan angka terakhir dalam laporan
laba rugi jumlah ini merupakan kenaikan bersih terhadap modal (Soemarso, 2005).
Maka dapat disimpulkan bahwa laba bersih merupakan keuntungan yang diperoleh,
setelah semua pendapatan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.
90
Vemy Suci Asih
b. Arus kas operasi merupakan aktivitas yang memberikan informasi laporan
pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang
bukan merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Arus kas dari aktivitas operasi
meliputi transaksi-transaksi dan kejadian yang mempengaruhi laba bersih
(Simamora, 2000). Maka arus kas operasi dapat disimpulkan sebagai arus kas yang
langsung berhubungan dengan laba dan sebagai indikator dari kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban seperti pelunasan pinjaman, pemeliharaan
operasional perusahaan, pembayaran dividen dan dalam melakukan investasi baru.
c. Harga saham, dapat didefenisikan sebagai harga yang dibentuk dari interaksi antara
para penjual dan pembeli saham yang dilatarbelakangi oleh harapan mereka
terhadap keuntungan perusahaan. Harga saham penutupan (closing price) yaitu harga
yang diminta oleh penjual atau harga perdagangan terakhir untuk suatu
periode.Secara umum, keputusan membeli atau menjual saham ditentukan oleh
perbandingan antara perkiraan nilai intrinsik dengan harga pasarnya (Halim, 2005).
Maka harga saham dapat disimpulkan sebagai harga yang terbentuk dari interaksi
penjual dan pembeli saham suatu perusahaan, yang tercatat setiap hari pada waktu
penutupan (closing price) dari suatu saham perusahaan.
d. Dividen tunai, Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan
perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen yang
dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang
saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk
setiap saham (www.idx.co.id, diakses : 2014). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
dividen merupakan keuntungan yang dibagikan berupa uang tunai dari perusahaan
kepada pemegang saham.
2.3 Populasi dan Sampel
Sumber penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index
periode 2009-2013 sebanyak 30 perusahaan (www.idx.co.id, diakses : 2014). Adapun
untuk pengambilan sampelnya ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2007).
Adapun kriteria yang dipertimbangkan dalam pengambilan sampel penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan yang terdaftar secara berturut-turut selama periode pengamatan yaitu
2009-2013;
b. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dari tahun 2009-2013;
c. Perusahaan tersebut secara konsisten telah membayar deviden tunai pada periode
2009-2013;
d. Perusahaan tersebut memiliki laba bersih selama periode 2009-2013;
e. Perusahaan tersebut memiliki harga saham selama periode 2009-2013;
f. Perusahaan tersebut mencantumkan kas operasi perusahaan selama periode 20092013.
Berdasarkan kriteria pengambilan sampel tersebut, terdapat 13 perusahaan yang
dijadikan sampel dari 30 populasi perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index.
Ekspansi
91
2.4 Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik korelasi dan
regresi, yaitu dengan korelasi sederhana untuk menentukan hubungan masing-masing
variabel X dengan Y, regresi sederhana, untuk menentukan kontribusi masing-masing
variabel X1, X2 dan X3 secara bersama-sama terhadap variabel Y dan regresi ganda
menentukan kontribusi variabel X1, X2, dan X3 secara bersama – sama terhadap variabel
Y. Untuk pengujian data, dilakukan dengan menggunakan bantuan program Statistical
Package for Social Science (SPSS) 16.0 Windows.
Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam
persamaan berikut :
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 ε
Dengan :
Y
= Cash Deviden
α
= Koefisien kosntanta
β1,2,3 = Koefisien regresi variabel independen
X1
= Laba Bersih
X2
= Arus Kas OPerasi
X3
= Harga Saham
ε
= Error term / variabel pengganggu
Untuk menggunakan analisis regresi, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi yaitu: (1) sampel diambil dari tahun 2007 sampai 2013 (2) variabel
berhubungan secara linear, dan (3) variabel berdistribusi normal atau mendekati
normal. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis hasil penelitian adalah sebagai
berikut :
a. Menentukan persamaan regresi sederhana dengan menggunakan rumus :
Y = a + bX
dimana :
a
= konstanta
b
= (beta) elastisitas
X
= variabel X
Sedangkan keberartiannya (signifikansi) dihitung dengan rumus F yang notasinya
adalah sebagai berikut :
F
Sx 2
Sy 2
dimana :
Sx2 = jumlah kuadrat variabel X
Sy = jumlah kuadrat variabel Y
b. Menghitung korelasi sederhana antara variabel yang ada dengan rumus korelasi
sederhana yang notasi rumusnya adalah :
92
Vemy Suci Asih
rx,y 
N XY    x  Y 
(N( X )  ( X) (N( Y )  ( Y) 
2
2
2
2
Keterangan :
Rxy = Koefisien korelasi X dan Y
X2 = Jumlah kuadrat dari skor variabel X
X = Jumlah skor variabel X
Y2 = Jumlah kuadrat dari skor variabel Y
Y = Jumlah skor variabel Y
Dilanjutkan dengan uji signifikansi koefisien korelasi sederhana dengan rumus:
t
r n2
1  r2
c. Menentukan persamaan regresi ganda melalui rumus :
Y = a + bX1 + bX2
Y
= Variabel independen
a
= koefisien Y
bX1 = koefisien X1
bX2 = koefisien X2
d. Menghitung koefisien korelasi ganda;
e. Terakhir adalah menghitung korelasi parsial.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Laba Bersih terhadap Dividen Tunai
Berdasarkan hasil pengujian, dapat dirumuskan bahwa H1.1 : r ≠ 0 ; nilai r sebesar
0,907, maka terdapat hubungan antara variabel laba bersih (X1) dengan dividen tunai
(Y). Dengan tingkat korelasi sangat kuat karena r berada diantara rentang 0,75 - 0,99.
Tingkat korelasi diambil berdasarkan interval kategori kekuatan hubungan korelasi
(Sarwono, 2009). Nilai Signifikansi (2-tailed) < 0,05 ; nilai signifikansi sebesar 0,000
maka hubungan yang terdapat pada r dianggap signifikan.
Dengan demikian teori yang digunakan pada penelitian ini memperkuat teori
sebelumnya yang menyatakan bahwa masalah penelitian (X1 memiliki pengaruh dan
hubungan terhadap Y), yaitu teori tentang laba bersih yang mempengaruhi dividen
tunai. Secara teori, Laba Bersih merupakan perbedaan antara jumlah pendapatan yang
diperoleh suatu satuan usaha selama periode tertentu dan jumlah biaya yang dapat
diaplikasikan kepada pendapatan (Skousen, 2001).
Jumlah laba bersih akan mempengaruhi besarnya laba ditahan. Untuk membayar
dividen, suatu perusahaan harus menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
alokasi laba untuk dividen dan untuk laba ditahan. Dengan mempertimbangkan
alokasi laba bersih dan laba ditahan, maka dapat ditentukan besarnya jumlah dividen
tunai yang dapat dibagikan (Libby, 2008).
Laba yang dapat dibagikan dalam bentuk dividen tunai adalah laba setelah
perusahaan memenuhi kewajiban pembayaran termasuk bunga dan pajak. Sehingga
Ekspansi
93
dividen tunai, diambil dari laba bersih yang diperoleh perusahaan. Dapat disimpulkan
bahwa laba bersih mempengaruhi besarnya dividen tunai.
Hasil dari penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Muhammad
Ridha Ramli dan Muhammad Arfan (2011) yang menyatakan bahwa, laba bersih
berpengaruh terhadap dividen tunai yang diterima oleh pemegang saham pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Nilai koefisien yang
positif menunjukan bahwa semakin besar laba bersih yang diperoleh perusahaan, maka
semakin tinggi jumlah dividen tunai yang dibagikan kepada pemegang saham. Hasil
dari penelitian ini juga memperkuat hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Ridha Ramli dan Muhammad Arfan (2011) yang menyatakan bahwa laba
bersih, arus kas operasi, arus kas bebas dan dividen kas tahun sebelumnya secara
simultan berpengaruh terhadap dividen kas yang diterima oleh pemegang saham
dengan pengaruh yang sangat kuat yaitu sebesar 85,8%. Secara parsial dapat
disimpulkan bahwa semua variabel independen kecuali arus kas operasi berpengaruh
positif terhadap dividen kas.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Setiwan (2011), menyatakan bahwa secara
parsial, terdapat hubungan yang signifikan antara laba bersih dengan deviden kas pada
Bank yang terdaftar di BEI. Secara simultan laba bersih dan arus kas berpengaruh
signifikan terhadap deviden kas. Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Dafid
Irawan dan Nurdhiana (2011) menemukan bahwa variabel Laba Bersih (X1)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kebijakan Dividen pada seluruh
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2010. Secara simultan
Laba bersih dan arus kas operasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap Kebijakan
Dividen.
3.2 Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Dividen Tunai
Berdasarkan hasil pengujian, dapat dirumuskan bahwa : H1.2 : r ≠ 0 ; nilai r sebesar
0,687, maka terdapat hubungan antara variabel arus kas operasi (X2) dengan dividen
tunai (Y). Dengan tingkat korelasi kuat karena r berada diantara rentang 0,50 - 0,75.
Tingkat korelasi diambil berdasarkan interval kategori kekuatan hubungan korelasi
(Libby, 2008). Nilai Signifikansi (2-tailed) < 0,05 ; nilai signifikansi sebesar 0,000 maka
hubungan yang terdapat pada r dianggap signifikan.
Dengan demikian teori yang digunakan pada penelitian ini memperkuat teori
sebelumnya yang menyatakan bahwa masalah penelitian (X2 memiliki pengaruh dan
hubungan terhadap Y), yaitu teori tentang arus kas operasi yang mempengaruhi
dividen tunai. Secara teori, Arus kas operasi merupakan arus masuk dan arus keluar
kas atau setara kas yang merekap aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan
maupun aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas
pendanaan (PSAK, 2009). Perusahaan membayar dividen tunai dengan kas, maka
perusahaan harus memiliki kas yang tersedia. Posisi likuiditas perusahaan sangat
berpengaruh pada kemampuan perusahaan membayar dividen. Likuiditas perusahaan
merupakan pertimbangan utama dalam pengambilan kebijakan dividen, karena
pembayaran dividen merupakan kas keluar bagi perusahaan. Semakin besar likuiditas
94
Vemy Suci Asih
perusahaan, secara keseluruhan akan semakin meningkatkan kemampuan perusahaan
untuk membayar dividen (Atmaja, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa Arus kas aktivitas operasi, merupakan arus kas yang
berisi informasi mengenai aktivitas sumber utama pendapatan perusahaan dan
aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Sehingga arus
kas operasi dapat dijadikan sebagai indikator yang menentukan kemampuan
perusahaan memperoleh kas yang cukup untuk pembayaran pinjaman, memelihara
kemampuan operasi perusahaan, investasi baru dan membayar dividen dari hasil
operasi perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa arus kas operasi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap dividen tunai, namun terdapat hubungan yang
kuat dan signifikan antara variabel kas operasi dengan dividen tunai. Hasil dari
penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2011)
menyatakan bahwa, arus kas operasi secara parsial tidak signifikan dan negatif
mempengaruhi dividen kas karena variabel arus kas operasi memiliki nilai signifikansi
0,053 yang berada di atas nilai alpha 0,05.
3.3 Pengaruh Harga Saham Terhadap Dividen Tunai
Berdasarkan hasil pengujian, dapat dirumuskan bahwa : H1.3 : r ≠ 0 ; nilai r sebesar 0,687, maka terdapat hubungan antara variabel arus kas operasi (X2) dengan dividen
tunai (Y). Dengan tingkat korelasi kuat karena r berada diantara rentang 0,50 - 0,75
(berlaku untuk nilai negatif). Tingkat korelasi diambil berdasarkan interval kategori
kekuatan hubungan korelasi (Atmaja, 1994). Nilai Signifikansi (2-tailed) > 0,05 ; nilai
signifikansi sebesar 0,467 maka hubungan yang terdapat pada r dianggap tidak
signifikan.
Dengan demikian teori yang digunakan pada penelitian ini memperkuat teori
sebelumnya yang menyatakan bahwa masalah penelitian (X3 memiliki pengaruh dan
hubungan terhadap Y), yaitu teori tentang harga saham yang mempengaruhi dividen
tunai. Harga saham adalah harga yang terbentuk dari inetraksi penjual dan pembeli
saham suatu perusahaan, yang tercatat setiap hari pada waktu penutupan (closing price)
dari suatu saham perusahaan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya
permintaan dan penawaran (supply and demand) atas saham tersebut. Supply dan demand
tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham
tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak)
maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan
faktor-faktor non-ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya
(www.idx.co.id, diakses: 2014). Perusahaan perlu menaikan harga saham, untuk
mendapatkan keuntungan lebih sehingga dapat meningkatkan dividen pada periode
yang akan datang. Karena semakin tinggi harga saham sebanding dengan semakin
tinggi dividen tunai yang dapat dibagikan oleh perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh
secara signifikan terhadap dividen tunai. Antara harga saham dan dividen tunai
terdapat hubungan yang kuat namun tidak signifikan.
Ekspansi
95
Hasil dari penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Fransiskus Randa
dan Inggrid Abraham (2009) menyatakan bahwa, Hasil analisis dari hipotesis tiga (H3)
yang diajukan bahwa variabel harga saham lebih kecil dari 5% yaitu 0,000
menunjukkan bahwa harga saham mempunyai dampak yang signifikan terhadap
keputusan pembayaran dividen dari perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya
pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Dengan kata lain semakin tinggi harga saham, maka pembayaran dividen juga semakin
tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Michell Suharli (2006), menemukan
bahwa profitabilitas dan harga saham memiliki pengaruh signifikan dan berhubungan
searah dengan jumlah dividen yang dibayarkan.
3.4 Pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan harga saham terhadap dividen tunai
Pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan harga saham terhadap dividen tunai dengan
nilai signifikasni sebesar 0,000. Berdaskan uji hipotesis F diperoleh hasil sebagai
berikut :
Nilai signifikansi < α
0,000 < 0,05
Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel laba bersih, arus kas operasi dan harga
saham secara bersama-sama atau simultan signifikan memiliki kemampuan prediktif
terhadap dividen tunai perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index.
Hasil penelitian Fransiskus Randa dan Inggrid Abraham (2009) menyatakan
bahwa secara simultan terbukti bahwa 71,8% jumlah dividen tunai bisa dijelaskan oleh
variasi dari keempat variabel independen yang terdiri dari profitabilitas (keuntungan
bersih), leverage (hutang/ kewajiban), harga saham dan firm size (skala perusahaan)
secara bersama-sama, sedangkan sisanya (100% - 71,8% = 28,2%) dijelaskan oleh sebabsebab yang lain. Penelitian Indah Agustina Manurung (2008) menyebutkan bahwa
Laba bersih dan arus kas operasi secara simultan (bersama-sama) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap dividen tunai perusahaan manufaktur yang go publik.
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi linear berganda, diperoleh hasil
berikut : Pertama, jika tidak ada laba bersih (X1), arus kas operasi (X2) dan harga saham
(X3), dividen tunai (Y) adalah sebesar Rp. -397781.016 juta. Kedua, nilai koefisien
regresi 0,406 (X1) pada variabel laba bersih terdapat hubungan positif dengan dividen
tunai. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu juta rupiah dari laba bersih
akan menyebabkan kenaikan dividen tunai sebesar nilai koefisiennya yaitu Rp. 0,406
juta; Ketiga, nilai koefisien regresi 0,015 (X2) pada variabel arus kas operasi terdapat
hubungan positif dengan dividen tunai. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan
satu juta rupiah dari arus kas operasi akan menyebabkan kenaikan dividen tunai
sebesar nilai koefisiennya yaitu Rp. 0,015 juta; Dan keempat, nilai koefisien regresi
40,439 (X3) pada variabel harga saham terdapat hubungan positif dengan dividen
tunai. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu rupiah dari harga saham akan
menyebabkan kenaikan dividen tunai sebesar nilai koefisiennya yaitu Rp. 40,439 juta.
96
Vemy Suci Asih
4. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian, diperoleh kesimpulan berikut :
a. Pengaruh laba bersih terhadap dividen tunai dengan nilai signifikansi sebesar 0,000.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa laba bersih berpengaruh signifikan terhadap
dividen tunai.
b. Pengaruh arus kas operasi terhadap dividen tunai dengan nilai signifikansi sebesar
0,557. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arus kas operasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap dividen tunai.
c. Pengaruh harga saham terhadap dividen tunai dengan nilai signifikansi sebesar
0,004. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga saham berpengaruh signifikan
terhadap dividen tunai.
d. Pengaruh laba bersih, arus kas operasi dan harga saham terhadap dividen tunai
dengan nilai signifikasni sebesar 0,000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa laba
bersih, arus kas operasi dan harga saham secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap dividen tunai.
4.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, terdapat faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi dividen tunai yang diperoleh perusahaan. Sehingga perlu diperhatikan
hal-hal berikut :
a. Dalam menentukan besarnya dividen tunai, perusahaan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti : dividen tunai periode sebelumnya dan skala perusahaan (firm
size).
b. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya. Sehingga dapat diketahui indikator-indikator lain untuk
mengukur perolehan dividen tunai suatu perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Mediasoft Indonesia.
Atmaja, Lukas Setia. 1994. Manajemen Keuangan. Edisi Revisi. Yogyakarta : Penerbit
Andi.
Belkaoui, Ahmed. 2007. Accounting Theory Teori akuntansi Second Edition. Jakarta :
Salemba Empat.
Bin Baz, Syaikh al-Utsaimin. 2005. Fiqh wa Fatawa al-Buyu’. Beirut : Darul Kutub.
Black, F . 1976 . The Dividend Puzzle , The Journal of Portfolio Management,
vol.2Th.3.pp.5-8.
Brigham, Eugene dan Joel F Houston. 2011. Manajemen Keuangan II, Diadaptasi Dari
Fundamentals of Financial Management Oleh Ali Akbar Yulianto. Jakarta:Salemba
Empat.
Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu – Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Prenada Media.
Ekspansi
97
Gugup Kismono. 2001. Bisnis Pengantar. Yogyakarta: BPFE.
Halim , Abdul. 2005. Analisis Investasi. Jakarta : Salemba Empat.
Harnanto. 2002. Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi Satu. Yogyakarta : Salemba
Empat.
Hendriksen, Eldon S, Michael F. Van Breda. 1992. Accounting Theory Fifth Edition.
Pennsylvania : Irwin.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akutansi Keuangan,per 1 Juli. Jakarta: Salemba
Empat.
Irawan, Soehartono. 1995. Metode Penelitian sosial. Bandung : Rosdakarya.
Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisa Investasi. Yogyakarta: BPFE.
Keown, Arthur J., et al. 2000. Basic Financial Management, Alih bahasa Chaerul D.
Djakman dan Dwi Sulisyorini, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Edisi ketujuh,
Buku II. Jakarta : PT. Salemba Empat.
Kieso, Donal E, Weygandt, Jerry J, Warfield, Terry D. 2011. Intermediate Accounting :
volume 2. United States : Willey.
Kuncoro, Mudrajat, 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga, Jakarta
Libby, Robert, Patricia Libby, Daniel G. Short, Penerjemah J. Agung Seputro. 2008.
Akuntansi Keuangan Edisi Kelima, Diadaptasi Dari Buku Financial accounting.
Yogyakarta : Andi.
Martono, Nanang. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Murhadi, Werner R, 2008. “Study Kebijakan Deviden: Anteseden dan Dampaknya
terhadap Harga Saham”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.10, No.1,
Maret, hal 1-17.
Nainggolan, Pahala. 2004. Cara Mudah Memahami Akuntansi. Jakarta : PPM.
Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) I. 2013. Penyajian Laporan Keuangan. Jakarta :
Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntansi Akuntan Indonesia.
Pradhono dan Yulius Jogi Christiawan, 2004. “Pengaruh EVA, RI, Earnings, dan Arus
Kas Operasi Terhadap Return yang diterima Oleh Pemegang Saham (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”, Jurnal Akuntansi
dan Keuangan, November, hal 140-165.
Rasyid, Rosmita. 2001. Hubungan Laba Bersih dan Arus Kas Operasi dengan Deviden.
Jurnal Akuntansi. Tahun V Vo. 1 Mei 2001. Universitas Tarumanegara.
Reilly, Frank K. and Keith C. Brown. 2003. Investment Analysis & Portofolio Management
: Seventh Edition. United States : South Western a division of Thomson Learning
Ohio.
Sabiq , Sayyid. 1994. Fiqh Sunnah Jilid II, Terjemahan Mahyudin Syaf. Bandung : PT. AlMaarif.
Simamora , Henry. 2000. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan Bisnis. Jakarta:
Salemba Empat.
Skousen, K. Fred, W.Steve Albrecht, James D. Stice, dan Earl K. Stice. 2001. Akuntansi
Keuangan: Konsep dan Aplikasi, Edisi 7. Salemba Empat : Jakarta.
98
Vemy Suci Asih
Soemarso. 2005. Akuntansi Suatu Pengantar, Edisi Revisi. Jakarta : salemba empat.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis cetakan ke-10. Bandung : Alfabeta.
Suharsimi, Arikunto. 2006. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Sumodiningrat, Gunawan. 2007. Ekonometrika Pengantar edisi kedua. Yogyakarta : BPFE.
Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi : Edisi 7 Jilid 2. Jakarta : Erlanggga.
Suyuthi, Jalaluddin. Al-Asybah wa an Nazhoir. Darul Kutub Ilmiyah : Beirut.
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Warren, Carl S., James M. Reeve, dan Philip E. Fees. 2005. Accounting. Jakarta :
Salemba Empat.
Wild John J, K.R. Subramanyam, Robert Haley. 2007. Financial Statement Analysis.
Singapore: McGrawHill.
Widoatmojo, Sawidji. 1996. Cara Sehat Investasi di Pasar Modal. Jakarta : Jurnalindo
Aksan Grafika.
Ekspansi
99
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Uji Normalitas
Uji Skewness-Kurtosis
N
Skewness
Kurtosis
Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error
Unstandardized
Residual
Valid N (listwise)
60
.098
.309
.857
.608
60
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Mode
l
R
1
.921a
Adjusted R Std. Error of
R Square
Square
the Estimate
.848
.840 1019158.595
DurbinWatson
2.081
a. Predictors: (Constant), Harga Saham (Rupiah), Laba Bersih (Juta Rupiah),
Arus Kas Operasi (Juta rupiah)
b. Dependent Variable: Dividen Tunai (Juta Rupiah)
100
Vemy Suci Asih
Uji Multikolinearitas
Collinearity Statistics
Model
1
t
(Constant)
Laba Bersih (Juta Rupiah)
Sig.
Tolerance
VIF
-1.426
.160
11.583
.000
.433
2.310
.591
.557
.425
2.350
3.024
.004
.907
1.103
Arus Kas Operasi (Juta rupiah)
Harga Saham (Rupiah)
Uji Heterokedastisitas
Model
t
1
1.607
.114
.006
.995
Arus Kas Operasi (Juta rupiah)
1.040
.303
Harga Saham (Rupiah)
3.326
.200
(Constant)
Laba Bersih (Juta Rupiah)
Sig.
a. Dependent Variable: RES2
Uji Linearitas
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Standardized
Coefficients
Std. Error
Beta
-397781.016 279022.018
Laba Bersih (Juta Rupiah)
.406
.035
.917
Arus Kas Operasi (Juta rupiah)
.015
.025
.047
40.439
13.373
.165
Harga Saham (Rupiah)
a. Dependent Variable: Dividen Tunai (Juta Rupiah)
Uji Koefisen Determinasi
Model Summary
Model
1
R
R Square
.921
a
.848
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
.840 1019158.595
a. Predictors: (Constant), Harga Saham (Rupiah), Laba Bersih
(Juta Rupiah), Arus Kas Operasi (Juta rupiah)
Ekspansi
101
Uji-t
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
(Constant)
Standardized
Coefficients
Std. Error
Beta
t
-397781.016 279022.018
Sig.
-1.426
.160
Laba Bersih (Juta
Rupiah)
.406
.035
.917
11.583
.000
Arus Kas Operasi (Juta
rupiah)
.015
.025
.047
.591
.557
Harga Saham (Rupiah)
40.439
13.373
.165
3.024
.004
a. Dependent Variable: Dividen Tunai (Juta Rupiah)
Uji Korelasi
Correlations
Dividen Laba Bersih Arus Kas
Tunai (Juta
(Juta
Operasi
Rupiah)
Rupiah) (Juta rupiah)
Dividen Tunai Pearson Correlation
(Juta Rupiah) Sig. (2-tailed)
1
N
60
Laba Bersih
(Juta Rupiah)
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Arus Kas
Operasi (Juta
rupiah)
Harga Saham
(Rupiah)
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
**
.907
Harga
Saham
(Rupiah)
.907**
.687**
-.096
.000
.000
.467
60
60
60
1
**
-.269*
.000
.037
.000
.752
60
60
60
60
**
**
1
-.298*
.687
.752
.000
.000
60
60
60
60
Pearson Correlation
-.096
-.269
*
*
-.298
1
Sig. (2-tailed)
.467
.037
.021
60
60
60
N
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.021
60
102
Vemy Suci Asih
Uji-F
ANOVAb
Sum of
Squares
Model
1
Mean
Square
df
Regression
3.250E14
3
Residual
5.817E13
56
Total
3.832E14
59
F
1.083E14 104.313
Sig.
.000a
1.039E12
a. Predictors: (Constant), Harga Saham (Rupiah), Laba Bersih (Juta Rupiah), Arus Kas
Operasi (Juta rupiah)
b. Dependent Variable: Dividen Tunai (Juta Rupiah)
Interval Kategorisasi Kekuatan Hubungan Korelasi
Keterangan : Untuk korelasi negatif (-) interpretasi adalah sama.
Tabel Durbin-Watson
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 103 – 115
ANALISIS PENGARUH LABA AKUNTANSI, ARUS KAS BEBAS,
DAN HARGA SAHAM TERHADAP DIVIDEN KAS
(Studi pada Perusahaan Manufaktur Subsektor Makanan dan Minuman yang
Tercatat di BEI Periode 2010-2014)
Trias Anggundini
Univesitas Telkom
[email protected]
Khairunnisa
Univesitas Telkom
[email protected]
Muhamad Muslih
Univesitas Telkom
[email protected]
Abstract : The purpose of this research is to find out the effect of accounting profit, free cash flow, and
stock prices on cash dividend measured by dividend per share, either simultaneously or partially. This
research is descriptive verification and causality research. Unit analysis that used in this research is
manufacturing food and beverage subsector. This research using sampel data which chosen through
purposive sampling technique and there are 7 firms during five years, from 2010-`2014. Ths research
using panel data regression analysis technique. The results show that simultaneously, accounting profit,
free cash flow, and stock prices have effect on cash dividend. Partially,profit accounting and free cash
flow have no effect on cash dividend. Meanwhile, stock price has positive effect on cash dividend
Keyword: accounting profit, free cash flow, stock price, cash dividend, dividend per share
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laba akuntansi, arus kas bebas
dan harga saham, terhadap dividen kas yang diukur menggunakan dividend per share, baik
secara simultan maupun parsial. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif verifikatif yang
bersifat kausalitas. Unit analisis pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur subsektor
makanan dan minuman. Data penelitian menggunakan data sampel yang dipilih melalui
teknik purposive sampling. Dari pemilihan sampel, diperoleh 7 perusahaan selama lima
tahun, yaitu dari tahun 2010 sampai 2014. Penelitian ini menggunakan analisis regresi data
panel. Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara simultan laba akuntansi, arus kas bebas,
dan harga saham berpengaruh terhadap dividen kas. Secara parsial, laba akuntansi dan arus
kas bebas tidak berpengaruh terhadap dividen kas. Sedangkan, harga saham berpengaruh
positif terhadap dividen kas.
Kata Kunci : laba akuntansi, arus kas bebas, harga saham, dividen kas, dividend per share
104
Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih
1. PENDAHULUAN
Pada dasarnya setiap perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk
melakukan usahanya serta demi tercapainya tujuan perusahaan. Namun, perusahaan
tidak selalu memiliki dana yang cukup untuk membiayai semua kegiatan
operasionalnya. Oleh sebab itu, perusahaan kerap dihadapi dengan permasalahanpermasalahan seperti bagaimana memperoleh, menggunakan dan mengembalikan
dana tersebut dengan suatu tingkat pengembalian yang memuaskan pihak pemberi
dana. Salah satu alternatif perusahaan dalam memperoleh dana adalah pasar modal.
Dalam pasar modal terdapat investor yang akan membeli atau menanamkan modalnya
di perusahaan yang kemudian akan menjadi sumber dana perusahaan untuk
menjalankan kegiatan operasinya. menurut Tandelilin (2010:30) instrumen pasar
modal (sekuritas) adalah efek atau surat berharga yaitu: (1) Saham biasa , (2) Sahan
preferen,(3) Bukti right (4) Waran (5) Obligasi (6) Obligasi konversi (7) Kontrak
berjangka (8) Kontrak Opsi (9) Reksa dana. Dengan adanya beberapa pilihan ini akan
semakin memudahkan investor dalam berinvestasi. Investasi saham yang memiliki
return dan risiko yang besar begitu menarik minat para investor yang memiliki
agresifitas bertransaksi di pasar modal. . Investasi dalam bentuk saham sendiri akan
menghasilkan dua macam keuntungan bagi investor, yaitu keuntungan dalam bentuk
dividen dan capital gain. Capital gain diperoleh dari selisih harga saat saham dibeli
investor dan saat saham dijual investor. Sedangkan dividen adalah pembagian
keuntungan perusahaan (Purwoko, 2014).Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
dividen merupakan salah satu alasan investor untuk menanamkan dananya pada suatu
perusahaan. Perusahaan dapat membagikan dividen dengan dua cara yaitu dividen kas
dan dividen non kas.Dividen kas merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan
kepada pemegang saham dalam bentuk uang secara tunai. Sedangkan dividen non kas
merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang saham dalam
bentuk selain kas.
Kebijakan dividen kas merupakan salah satu kebijakan yang diambil oleh
manajemen perusahaan dimana di dalamnya terdapat dua kepentingan yang saling
bersinggungan. Jika perusahaan mengambil keputusan untuk membagi dividen pada
para pemegang saham, maka akan dapat mengurangi laba ditahan pada perusahaan
Sebaliknya bagi para pemegang saham dividen merupakan suatu bentuk imbal hasil
atas modal yang ditanamkannya (Purwoko, 2014) Menurut Suryani, Arfan dan Djalil
(2012) perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan
masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan.
Kinerja perusahaan dapat dilihat dari laba. Laba merupakan salah satu infomasi
yang penting dalam suatu laporan keuangan perusahaan. Laba berfungsi untuk
mengukur berapa banyak dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan dan berapa
banyak yang akan disimpan sebagai laba ditahan (retained earning). Laba tersebut
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu laba akuntansi dan laba tunai. Belkaoui dalam
Harahap (2014) mengemukakan bahwa laba akuntansi secara operasional didefinisikan
sebagai perbedaan antara realisasi laba yang tumbuh dari transaksi-transaksi selama
periode berlangsung dan biaya-biaya historis yang saling berhubungan. Semakin besar
Ekspansi
105
laba akuntansi yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka dividen kas yang dibagikan
cenderung lebih besar. Hal ini karena, dividen yang dibagikan kepada pemegang saham
dananya berasal dari laba akuntansi yang dimiliki oleh perusahaan.
Arus kas bebas merupakan kas yang diperoleh dari operasi perusahaan yang
ditujukan untuk dibagikan kepada investor. Menurut Brigham and Daves dalam
Suryani et al (2012) disebutkan bahwa “ Free cash flow is the cash actually available for
distribution to investors after the company has made all the investments in fixed assets and
working capitals necessary to sustain on going operations”.Arus kas bebas merupakan kas
yang tersedia untuk didistribusikan kepada investor setelah perusahaan melakukan
semua investasi pada aktiva tetap dan modal kerja untuk mempertahankan
kelangsungan usaha perusahaan.
Harga saham merupakan harga yang muncul dari permintaan dan penawaran atas
kepemilikan suatu perusahaan. Keown et al. (2011) mengungkapkan bahwa “bagi para
pemegang saham, harga pasar saham perusahaan menggambarkan nilai perusahaan
termasuk seluruh kompleksitas dan risiko dunia nyata”. Sehingga, meningkatnya harga
saham menunjukkan ekspektasi para investor terhadap peningkatan kinerja
perusahaan. Untuk mewujudkan ekspektasi dari para investor tersebut, pihak
manajemen dapat memberikan timbal balik kepada investor dalam bentuk dividen kas.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dividen dapat dibagikan dalam
bentuk kas maupun non kas. Dividen kas merupakan bentuk timbal balik dari
perusahaan kepada pemegang saham yang dibagikan dalam bentuk uang secara tunai.
Kebijakan dividen kas cenderung lebih menarik perhatian bagi pemegang saham
dibandingkan dengan dividen non kas, hal ini karena dividen kas yang diperoleh
tersebut merupakan salah satu bentuk cerminan kepastian nilai yang diperoleh atas
modal yang disetorkan serta dapat menjadi pendapatan di luar usaha bagi pemegang
saham. Tujuan perusahaan dalam membagikan dividen kas adalah untuk
menunjukkan likuiditas perusahaan. Kebijakan dividen sebuah perusahaan memiliki
dampak penting bagi banyak pihak yang terlibat di masyarakat. Bagi para pemegang
saham atau investor, dividen kas merupakan tingkat pengembalian investasi mereka
atas kepemilikan saham yang diterbitkan perusahaan. Bagi pihak manajemen, dividen
kas merupakan arus kas keluar yang mengurangi kas perusahaan. Oleh karenanya
kesempatan untuk melakukan investasi dengan kas yang dibagikan sebagai dividen
tersebut menjadi berkurang.
Faktor-faktor yang diprediksi dapat mempengaruhi kebijakan dividen kas
diantaranya adalah laba akuntansi, harga saham, dan arus kas bebas. Semakin besar
laba akuntansi yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka dividen kas yang dibagikan
cenderung lebih besar. Hal ini karena, dividen yang dibagikan kepada pemegang saham
dananya berasal dari laba akuntansi yang dimiliki perusahaan. Namun, berdasarkan
yang telah diuraikan sebelumnya, peningkatan laba tidak selalu diikuti dengan
peningkatan jumlah dividen kas yang dibagikan. Harga saham yang meningkat
memungkinkan perusahaan menambah jumlah dividen kas yang dibayarkan di masa
depan untuk para pemegang saham. Namun, peningkatan harga saham juga tidak
selalu diikuti dengan peningkatan dividen kas bahkan memungkinkan terjadinya
106
Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih
penurunan dividen kas. Hal yang sama juga terjadi pada arus kas bebas. Arus kas bebas
merupakan arus kas yang diperoleh dari operasi perusahaan yang ditujukan untuk
dibagikan kepada investor. Namun peningkatan arus kas bebas tidak selalu diikuti
dengan peningkatan dividen kas.
2. LANDASAN TEORI DAN METODOLOGI
2.1. Dividen
Dividen adalah sebagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang
saham. Jumlah dividen akan dibagikan diusulkan oleh Dewan Direksi dan disetujui di
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Hermuningsih, 2012). Dividen
diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Investor
yang berhak menerima dividen adalah investor yang memegang saham hingga batas
waktu yang ditentukan oleh perusahaan pada saat pengumuman dividen. Dalam teori
keuangan menurut Manurung dan Siregar dalam Purwoko (2014), jumlah dividen yang
bisa dibagikan dalam dividen bisa dinyatakan sebagai berikut:
D = E + Penyusutan – Investasi pada A.T – Penambahan M.K.
Keterangan =
D = Dividen
E = Earning After Tax
A.T = Aktiva Tetap
M.K = Modal Kerja
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa dana yang bisa dibagikan sebagai dividen
merupakan kelebihan dana yang diperoleh dari operasi perusahaan (yaitu E +
penyusutan) diatas keperluan investasi untuk menghasilkan laba dimasa yang akan
datang (yaitu investasi aktiva tetap dan modal kerja).
2.2. Dividen Kas
Menurut (Darmadji dan Fakhruddin, 2011:141) Dividen tunai (Cash Dividend)
adalah dividen yang dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk tunai (kas).
2.3. Dividend Per Share (DPS)
Menurut Syamsuddin (2011), “Dividend Per Share yaitu menghitung jumlah
pendapatan yang dibagikan (dalam bentuk dividen) untuk setiap lembar saham biasa”.
Menurut Purwoko (2014), dividen kas yang dibagikan perusahaan dapat diketahui
melalui Dividend Per Share (DPS). Lebih lanjut Purwoko (2014) menjelaskan DPS
adalah perbandingan antara jumlah seluruh dividen yang dibagikan dalam satu tahun
buku dengan total semua saham yang diterbitkan. Menurut Syamsuddin (2011:67)
untuk menghitung Dividend Per Share dapat menggunakan rumus:
𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖𝑘𝑎𝑛
Dividend Per Share = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
2.4. Signalling Theory
Signaling theory, menjelaskan dimana dividen digunakan sebagai tanda yang
menunjukkan keadaan perusahaan. Teori pensinyalan (Signaling theory)menjelaskan
Ekspansi
107
pada waktu ketika suatu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah
menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan
menganalisa informasi tersebut sebagai signal baik atau buruk. Jika informasi baik bagi
investor maka terjadilah perusahaan menguntungkan dalam perdagangan saham
(Brigham dan Houston, 2010).
2.5. Laba Akuntansi
Menurut SFAC No. 1 dalam Harahap (2014) menyatakan laba akuntansi adalah
alat ukur yang baik untuk mengukur kinerja perusahaan. Belkaoui (2011) menyatakan
bahwa “Laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara
pendapatan yang direalisasikan yang dari transaksi suatu periode dan berhubungan
dengan biaya historis”. Di dalam laba akuntansi terdapat berbagai komponen yaitu
kombinasi beberapa komponen pokok seperti laba kotor, laba usaha, laba sebelum
pajak dan laba sesudah pajak (Muqodim, 2005). Sehingga dalam menentukan besarnya
laba akuntansi investor dapat melihat dari perhitungan laba setelah pajak.
2.6. Arus Kas Bebas
Menurut Brigham dan Houston (2010), Arus kas bebas adalah Arus kas yang benarbenar tersedia untuk dibayarkan kepada seluruh investor (pemegang saham dan
pemilik utang) setelah perusahaan menempatkan seluruh investasinya pada aktiva
tetap, produk-produk baru dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan
operasi yang sedang berjalan. Sedangkan menurut Penman dalam Surya (2010)
menyatakan bahwa arus kas bebas merupakan arus kas yang diperoleh dari operasi
perusahaan yang bebas setelah perusahaan menginvestasikan kembali pada aktiva lain.
Arus kas bebas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
FCF = Cash Flow From Operations (Operating Cash) – Capital Expenditure
2.7. Harga Saham
Harga saham merupakan harga yang terbentuk di bursa saham dan umumnya itu
diperoleh untuk menghitung nilai saham (Kodrat dan Indonanjaya, 2010:1).
Pengertian lain menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:102) harga saham adalah
harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu. Menurut Keown et al. (2011:6) “bagi
para pemegang saham, harga pasar saham perusahaan menggambarkan nilai
perusahaan termasuk seluruh kompleksitas dan risiko dunia nyata”. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa nilai perusahaan dapat tercermin
dari harga pasar.
2.8. Metodologi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur subsektor makanan
dan minuman yang tercatat di BEI periode 2010-2014. Industri manufaktur adalah
subsektor industri paling dominan yang memberi kontribusi yang sangat besar
terhadap pertumbuhan sektor industri di Indonesia. Selama lebih dari dua puluh
tahun, peran industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia telah meningkat
108
Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih
secara substansial walaupun selama tahun 1990-2008, sektor industri juga sempat
mengalami penurunan pertumbuhan akibat adanya krisis (Kurniati, 2010). Perusahaan
subsektor makanan dan minuman merupakan perusahaan yang cenderung tetap
bertahan dan tidak terlalu terpengaruh dengan keadaan perekonomian sebab
perusahaan ini merupakan perusahaan industri makanan dan minuman kategori
industri primer. Berdasarkan data realisasi investasi Januari–September 2015, investasi
padat karya di Indonesia sudah mencapai Rp 41,5 triliun. Dari investasi tersebut,
subsektor industri makanan dan minuman merupakan subsektor dengan kontribusi
paling besar yakni mencapai 1.514 proyek senilai Rp 32,6 triliun.Hal ini
mengindikasikan bahwa perusahaan industri manufaktur terutama subsektor makanan
dan minuman mengalami penguatan aktivitas yang akan meningkatkan permintaan
serta penjualan, dan perusahaan ini akan mendapatkan laba yang besar
(Finance.detik.com, 2015).
Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu laporan keuangan dan atau
laporan tahunan perusahaan. Sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling
dengan kriteria: perusahaan yang tercatat selama tahun 2010-2014, perusahaan yang
menerbitkan laporan keuangan dan laporan tahunan lengkap, serta perusahaan yang
membayar dividen kas berturut-turut dari tahun 2010-2014. Dari kriteria tersebut,
didapat 7 perusahaan untuk diteliti.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data
panel, yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Model regresi
data panel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
DPSit = β0 + X1it β1 + X2it β2+X3itβ3+ εit
Keterangan :
DPSit =Dividen kas unit i dalam kurun waktu t
β0
=Intersep atau konstanta
β1,β2,β3 =Koefisien regresi masing-masing variabel
X1it
=Laba akuntansiunit i dalam kurun waktu t
X2it
=Arus kas bebasunit i dalam kurun waktu t
X3it
=Harga saham unit i dalam kurun waktu t
εit
=Variabel gangguan (error) unit i dalam kurun waktu t
2.9. Operasionalisasi Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah dividen kas yang diukur
menggunakan dividend per share. Dividend Per Share dihitung dengan membandingkan
antara jumlah seluruh dividen yang dibagikan dalam satu tahun buku dengan total
semua saham yang diterbitkan.
Dividend Per Share = (dividen yang dibagikan)/(jumlah lembar saham yang beredar )
Variabel independen dalam penelitian ini adalah laba akuntansi, arus kas bebas, dan
harga saham.
Laba akuntansi diukur dengan mengurangi laba sebelum pajak dengan beban pajak
penghasilan.
Laba Akuntansi = Laba sebelum pajak – Beban pajak penghasilan
Arus kas bebas diukur dengan mengurangi arus kas dari operasi dengan belanja modal
Ekspansi
109
Free Cash Flow = Cash Flow From Operations – Capital Expenditure
Harga saham diukur menggunakan harga yang diminta penjual dan pembeli pada saat
akhir hari bursa
Harga Saham = Harga Penutupan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif bertujuan untuk menghitung nilai maksimal, nilai minimal, ratarata, serta standar deviasi dari suatu kumpulan data. Statistik deskriptif dari variabel
independen dan dependen pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1 Hasil Pengujian Statistik Deskriptif
N
Mean
Maksimal
Minimal
Std. Deviasi
Rp
Rp
Rp
Rp
EAT
35
1.184.602
5.146.323
4.834
1.541.305
H_SAHAM
FCF
35
35
Rp 577.537 Rp 112.025
Rp 4.422.624 Rp1.079.500
Rp(1.715.768) Rp
140
Rp 1.263.498 Rp 232.528
Rp
Rp
Rp
Rp
DPS
35
4.568
46.076
2
9.673
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Berdasarkan tabel 1, Rata-rata dari variabel Earning After Tax (EAT) pada periode
2010-2014 adalah sebesar Rp 1.184.602 dengan nilai standar deviasi sebesar Rp
1.541.305. Pada kondisi dimana standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan ratarata menunjukkan bahwa sampel cenderung tidak berkelompok dan bervariasi
Berdasarkan nilai rata-rata tersebut, hanya 10 data diantaranya memiliki nilai diatas
rata-rata, sedangkan sisanya 25 data berada dibawah rata-rata. Nilai maksimal EAT
perusahaan sampel yaitu sebesar Rp 5.146.323. Sedangkan, nilai minimal EAT sampel
sebesar Rp 4.834. Untuk variabel arus kas bebas rata-rata pada periode 2010-2014
adalah sebesar Rp 577.537 juta dengan nilai standar deviasi sebesar Rp 1.263.498 juta.
Pada kondisi dimana standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata
menunjukkan bahwa sampel cenderung tidak berkelompok dan bervariasi Berdasarkan
nilai rata-rata tersebut, hanya terdapat 10 data yang memiliki jumlah arus kas bebas
diatas rata-rata. Sedangkan 25 data lainnya memiliki jumlah arus kas bebas dibawah
rata-rata. Nilai maksimal variabel arus kas bebas sebesar Rp 4.422.624. Sedangkan,
jumlah minimal FCF sebesar Rp (1.715.768) juta. Pada variabel harga saham rata-rata
dari variabel Harga Saham pada periode 2010-2014 adalah sebesar Rp 112.025 dengan
nilai standar deviasi sebesar Rp 232.528. Pada kondisi dimana standar deviasi lebih
besar dibandingkan dengan rata-rata menunjukkan bahwa sampel cenderung tidak
berkelompok dan bervariasi. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut, hanya terdapat 10
data yang memiliki jumlah harga saham diatas rata-rata. Sedangkan 25 data lainnya
memiliki jumlah harga saham dibawah rata-rata. Nilai Harga saham maksimal, yaitu
sebesar Rp 1.079.500. Sedangkan, Nilai harga saham minimal sebesar Rp 140.
Terakhir pada variabel dividen kas rata-rata dari variabel Dividend Per Share (DPS) pada
periode 2010-2014 adalah sebesar 4.568 dengan nilai standar deviasi sebesar 9.673.
110
Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih
Pada kondisi dimana standar deviasi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata
menunjukkan bahwa sampel cenderung tidak berkelompok dan bervariasi Nilai
maksimum dari DPS sebesar 46.076 dan nilai minimum dari variabel DPS adalah
sebesar Rp 2
3.2 Pemilihan Model Regresi Data Panel
Uji Signifikansi Fixed Effect Uji Chow
Tabel 2 Hasil Pengujian Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: POOL
Test cross-section fixed effects
Effects Test
Statistic
Cross-section F
Cross-section Chi-square
0.520812
4.122246
d.f.
Prob.
(6,25)
6
0.7870
0.6601
Sumber: Hasil output Eviews 8.1
Uji F di atas menunjukkan nilai prob F Statistic sebesar 0,7870 lebih besar dari taraf
signifikansi sebesar 5% atau prob F Statistic < 0,05, sehingga menolak Ha dan
menerima H0. Hal tersebut menunjukan Common Effect Model lebih baik digunakan
dibandingkan dengan Fixed Effect Model. Dengan hasil tersebut maka akan
dilanjutkan dengan Uji Lagrange Multiplier (LM)
Uji Signifikansi Random Effect (Lagrange Multiplier)
Tabel 3 Hasil Regresi Model Common Effect
Dependent Variable: DPS?
Method: Pooled Least Squares
Date: 05/07/16 Time: 21:44
Sample: 2010 2014
Included observations: 5
Cross-sections included: 7
Total pool (balanced) observations: 35
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
EAT?
FCF?
H_SAHAM?
-8.43E-11
1.42E-10
0.039038
sdkflkj
6.00E-10 -0.140541
8.39E-10 0.168825
0.002482 15.72848
R-squared
Adjusted R-squared
0.861977
0.853351
Mean dependent var
S.D. dependent var
Sumber : hasil output eviews 8.1
Prob.
0.8891
0.8670
0.0000
4567.593
9673.065
Ekspansi
111
Berdasarkan output regresi pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa jumlah kuadrat
residual (RRS) adalah 4,39E+08. Dengan jumlah observasi 7 perusahaan subsektor
makanan dan minuman dan jumlah n adalah 35, maka perhitungan LM:
nT
LM = 2 (T-1)[
∑ni=1 [ ∑ti=1 eit]²
∑ni=1 ∑ti=1 eit2
7(35) [4,39E+08]²
= 2(35-1)[
=
4,39E+08
245 1,92721E+17
68
[
4,39E+08
− 1]2
− 1]2
-1]2
= 3.6029 x (4.39E+08 – 1) 2
= 1.0294118 x 1.92720E+17
= 6.9435E+17
Nilai chi square pada df = 3 (jumlah variabel independen) dan ∝ = 0,05 adalah adalah
sebesar 7,815. Hal ini menunjukkan bahwa LM hitung > nilai chi square, sehingga
keputusan yang diambil adalah menolak H0 dan menerima Ha. Dengan begitu, model
random effect lebih baik daripada model common effect.
3.3 Hasil Analisis Regresi Data Panel
Berdasarkan pengujian model yang telah dilakukan, Random Effect Model merupakan
model yang sesuai untuk penelitian ini. Tabel 4 merupakan hasil uji menggunakan
Random Effect Model.
Tabel 4. Hasil Pengujian Random Effect Model
Dependent Variable: DPS?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 05/07/16 Time: 21:45
Sample: 2010 2014
Included observations: 5
Cross-sections included: 7
Total pool (balanced) observations: 35
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable
Coefficient Std. Error
C
EAT?
FCF?
H_SAHAM?
456.0030
-2.83E-10
2.52E-10
0.038398
t-Statistic
975.0502 0.467671
7.66E-10 -0.369606
9.22E-10 0.272876
0.002971 12.92247
Prob.
0.6433
0.7142
0.7868
0.0000
Effects Specification
S.D.
Cross-section random
Idiosyncratic random
0.000000
3935.968
Rho
0.0000
1.0000
Weighted Statistics
R-squared
Adjusted R-squared
0.863042
0.849788
Mean dependent var
S.D. dependent var
4567.593
9673.065
112
Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih
S.E. of regression
F-statistic
Prob(F-statistic)
3749.005
65.11573
0.000000
Sum squared resid
Durbin-Watson stat
4.36E+08
2.152918
Unweighted Statistics
R-squared
Sum squared resid
0.863042
4.36E+08
Mean dependent var
Durbin-Watson stat
4567.593
2.152918
Sumber : hasil output eviews 8.1
Berdasarkan tabel 4.9, dapat dirumuskan persamaa model regresi data panel sebagai
berikut :
Dividen Kas = 456,0030 – 2,83E-10 EAT + 2,52E-10 FCF + 0,0384 H_Saham
3.4 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Simultan
Berdasarkan hasil pengujian model Random Effect pada Tabel 4 memiliki nilai prob
(F-statistic) sebesar 0,0000 yang lebih rendah dari taraf signifikansi 5%, atau prob (Fstatistic) < 0,05. Dengan begitu, keputusan yang diambil adalah menolak H0 dan
menerima Ha, sehingga secara simultan variabel independen, yaitu laba akuntansi
(EAT), arus kas bebas (FCF), dan harga saham, berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen, yaitu Dividen Kas (DPS).
3.5 Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial
Pengaruh Laba Akuntansi Terhadap Dividen Kas
Pada Tabel 4, EAT memiliki nilai prob. sebesar 0,7142 yang berada di atas taraf
signifikansi sebesar 5%, dan nilai koefisien regresi negatif yaitu sebesar -0,413021.
Dengan begitu, keputusan yang diambil adalah menerima H0 dan menolak Ha, yang
berarti Laba Akuntansi (EAT) tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas
perusahaan (DPS). Nilai koefisien regresi negatif berarti apabila semakin besar rasio
EAT maka rasio DPS akan semakin kecil meskipun tidak secara signifikan.
Berdasarkan ringksan kinerja perusahaan, tercatat selama tahun 2010-2014
pertumbuhan laba bersih pada mayoritas perusahaan subsektor makanan dan
minuman mengalami perlambatan. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas
perusahan manufaktur subsektor makanan dan minuman mengalami masalah
kenaikan biaya operasional yang dipicu oleh melemahnya nilai tukar rupiah sehingga
meningkatnya harga bahan baku. Laba bersih yang diperoleh perusahaan selain
digunakan untuk membagikan dividen, dapat disimpan perusahaan sebagai laba
ditahan (retained earning). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa meskipun
perusahaan memperoleh laba bersih, namun tidak berarti perusahaan tersebut wajib
membagikan dividen kepada pemegang saham karena akan banyak pertimbangan
ketika diadakan RUPS diantaranya adalah pertimbangan going concern atau
kelangsungan hidup perusahaan. Hal inilah yang memungkinkan perusahaan lebih
mempertimbangkan faktor lain dalam mengalokasikan laba bersihnya. Hasil penelitian
ini didukung oleh Purwoko (2014) yang menyatakan bahwa laba akuntansi tidak
berpengaruh signifikan terhadap dividen kas.
Ekspansi
113
Pengaruh Arus Kas Bebas Terhadap Dividen Kas
Pada Tabel 4, FCF memiliki nilai prob. sebesar 0.7868 yang berada di atas taraf
signifikansi sebesar 5% dan nilai koefesien regresi positif sebesar 2,52E-10. Dengan
begitu, keputusan yang diambil adalah menerima H0 dan menolak Ha, yang berarti
FCF tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas (DPS). Nilai koefisien positif
artinya ketika arus kas bebas meningkat maka kebijakan dividen pada perusahaan akan
mengalami peningkatan juga meskipun tidak secara signifikan. Hal ini dapat terjadi
karena meskipun arus kas bebas merupakan hak penuh para investor, perusahaan
harus menyimpan untuk biaya tak terduga yang bisa terjadi di tengah berlangsungnya
perusahaan. Karena jika dividen yang dibagikan selalu besar, perusahaan akan lama
berkembang karena kurangnya dana untuk mengembangkan perusahaan. Gabungan
Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menilai bahwa
hingga tahun 2014 industri makanan dan minuman menghadapi tantangan yang berat
karena kebijakan dan kondisi perekonomian yang kurang stabil. “melemahnya nilai
tukar rupiah terhadap dolar AS yang semakin terus melemah berdampak pada
meningkatnya harga pokok produksi. Nilai tukar yang melemah ini terasa untuk
pembelian bahan baku industri makanan dan minuman yang masih banyak diimpor
seperti gandum, gula, susu, kedelai”. Selain itu, kenaikan Upah Minimum Poropinsi
(UMP) yang rata-rata mencapai 9 hingga 30% pada 2014 memaksa pelaku usaha
melakukan penyesuaian pada komponen biaya produksi (www.gapmmi.or.id).
Besarnya harga pokok produksi ini menyebebabkan arus kas operasi semakin rendah
sehingga menghasilkan arus kas bebas yang rendah pula. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Suryani et al (2012) yang menyatakan bahwa arus kas bebas tidak
berpengaruh signifikan terhadap dividen kas.
Pengaruh Harga Saham Terhadap Dividen Kas
Pada Tabel 4, Harga Saham memiliki nilai prob. sebesar 0.0000 yang berada di atas
taraf signifikansi sebesar 5% dan nilai koefisen regresi positif. Dengan begitu,
keputusan yang diambil adalah menerima Ha dan menolak Ho, yang berarti harga
saham berpengaruh positif signifikan terhadap dividen kas (DPS). Artinya, semakin
besar harga saham maka semakin besar juga dividen kas yang akan dibagikan oleh
perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang diungkapankan Keown et
al. (2011:6) bahwa “bagi para pemegang saham, harga pasar saham perusahaan
menggambarkan nilai perusahaan termasuk seluruh kompleksitas dan risiko dunia
nyata”. Sehingga, meningkatnya harga saham menunjukkan ekspektasi para investor
terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Untuk mewujudkan ekspektasi dari para
investor tersebut, pihak manajemen dapat memberikan timbal balik kepada investor
dalam bentuk dividen kas. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Purwoko (2014) dan Suharli (2006), bahwa secara parsial harga saham
berpengaruh signifikan positif terhadap dividen kas.
114
Trias Anggundini, Khairunnisa dan Muhamad Muslih
4. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis statistik deskriptif dapat diketahui bahwa dari 35 sampel, (1)
terdapat 10 sampel mempunyai laba akuntansi di atas rata-rata dan 25 sampel
mempunyai laba akuntansi di bawah rata-rata, (2) 10 sampel mempunyai arus kas bebas
di atas rata-rata dan sebanyak 25 sampel mempunyai nilai arus kas bebas di bawah ratarata, (3) 10 sampel penelitian mempunyai harga saham di atas rata-rata, sedangkan 25
sampel mempunyai harga saham di bawah rata-rata, dan (4) 9 sampel penelitian
mempunyaii dividen kas di atas rata-rata, sedangkan 26 sampel mempunyai dividen kas
di bawah rata-rata.
Berdasarkan analisis regresi data panel, menunjukkan bahwa Laba Akuntansi,
Arus Kas Bebas, dan Harga Saham secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
dividen kas. Hasil pengujian secara parsial mengenai Laba Akuntansi, Arus Kas Bebas,
dan Harga Saham terhadap Dividen Kas adalah sebagai berikut : (1) Laba Akuntansi
secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen kas perusahaan
manufaktur subsektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2010-2014; (2) Arus Kas Bebas secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap dividen kas perusahaan manufaktur subsektor makanan dan minumanyang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014; (3) Harga Saham secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen kas perusahaan manufaktur
subsektor makanan dan minumanyang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20102014.Penelitian ini mempunyai kemampuan dalam menjelaskan variasi dividen kas
sebesar 0,8498 atau 84,98% dan sebanyak 15,02% dipengaruhi oleh variabel lain.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar peneliti berikutnya dapat
menambahkan variabel independen dan menggunakan indikator yang lain serta
menambah periode penelitian dan menambah populasi perusahaan sehingga
mendapatkan hasil yang lebih bervariasi.
Penelitiain ini juga menyarankan kepada perusahaan subsektor makanan dan
minuman, Perusahaan diharapkan dapat mengambil keputusan terhadap pembayaran
dividen kas kepada pemegang saham dengan mempertimbangkan arus kas bebas yang
ada. Hal ini mengingat bahwa dividen kas merupakan salah satu alasan investor
menanamkan modalnya diperusahaan tersebut. Bagi investor, Sebelum mengambil
keputusan investasi, investor disarankan dapat menilai perusahaan-perusahaan yang
baik dalam mengelola kas, mengalokasikan labanya, serta posisi harga saham
perusahaan. Dengan begitu perusahaan dengan penilaian yang baik dapat dijadikan
sasaran dalam modal usaha/investasi.
DAFTAR PUSTAKA
Admin (2014, 21 Januari). Tahun 2014, Industri Makanan dan Minuman Masih
Menghadapi Sejumlah Tantangan. Tersedia : http://www.gapmmi.or.id/ (15 Mei
2016).
Belkaoui, Ahmed Riahi. (2011). Teori Akuntansi. Edisi 5. Buku Dua. Terjemahan: Ali
Akbar Yulianto dan Krista. Jakarta: Salemba Empat.
Ekspansi
115
Brigham, Eugene.F dan Joel F. Houston. 2010. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi
Kesebelas. Jakarta: Salemba Empat.
Chen, G., Firth, M., dan Gao, N. (2002). The Information Content of Concurrently
Announced Earnings, Cash Dividends, and Stock Dividends. Journal of International
Financial Management and Accounting. Vol. 13, No. 2.
Darmadji, Tjiptono & Fakhruddin, Hendry M. (2011). Pasar Modal Indonesia (Edisi 3).
Jakarta: Salemba empat.
Harahap, L.W. (2014).Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Laba Tunai Dan Likuiditas
Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia. Vol. 17, No.1, ISSN : 1693 – 6760.
Hermuningsih, Sri. (2012). “Pengantar Pasar Modal Indonesia”. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN
Keown, Arthur J dan John D Martin et al. 2011. Manajemen Keuangan: Prinsip dan
Penerapan. Terjemahan oleh Marcus Prihminto Widodo. Jilid 1. Edisi Kesepuluh.
Jakarta: PT. Indeks.
Kodrat, David Sukardi, & Indonanjaya, kurniawan. (2010). Manajemen Investasi:
Pendekatan Teknik dan Fundamental Untruk Analisis Saham. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Laporan Keuangan dan Tahunan Perusahaan. Tersedia: http://www.idx.co.id/(17
september 2015)
Muqodim.(2005). Teori Akuntansi. Edisi pertama. Yogyakarta : Ekonisia.
Purwoko , A.P., Yulianto, A.A., dan Handayani, B.D. (2014). Pengaruh Laba Akuntansi,
Harga Saham dan Leverage terhadap Dividen Kas. Accounting Analysis Journal. Vol.
3, No. 1. ISSN : 2252-6765
Ringkasan Laporan Kinerja Perusahaan Tersedia: http://www.idx.co.id/( diakses pada
tanggal 4april 2016)
Suharli, M. (2006). Studi Empiris Mengenai Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Harga
Saham Terhadap Jumlah Dividen Tunai. Jurnal Maksi. Vol.6, No. 2
Surya, Jen. (2010). Pengaruh Laba, Arus Kas Operasi dan Arus Kas Bebas terhadap Dividen
Kas. Jurnal Investasi. Vol. 6, No.2.
Suryani, E., Arfan, M., Djalil, M.A. (2012). Pengaruh Profitabilitas, Arus Kas Operasi, dan
Arus Kas Bebas terhadap Dividen Kas. Jurnal Akuntansi. Vol. 1, No. 1. ISSN : 23020164.
Syamsuddin, Lukman. (2011). Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Ekspansi
Vol. 8, No. 1 (Mei 2016), 117 – 131
PERAN INTELLECTUAL CAPITAL TERHADAP IMPLEMENTASI
NEW PUBLIC MANAGEMENT DALAM PENINGKATAN
KINERJA MANAJERIAL SEKTOR PUBLIK
Lili Indrawati
Politeknik Negeri Bandung
[email protected]
Abstract : The purpose of this research is to analyze and prove the role of intellectual capital against
implementation of new public management in enhancing public sector managerial performance. The
research was carried out at the Cimahi local government. The number of respondent was 258 employees
from 42 working units. The research method used is purposive sampling. To analyze the data from the
respondent is interaction regression. The research shows that intellectual capital does not affect the
relationship between NPM and public sector managerial performance.
Keywords: New Public Management, Intellectual Capital and Performance of Public Sector Managerial,
Cimahi Local Government
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membuktikan peran modal
intektual terhadap implementasi NPM dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik.
Penelitian ini dilakukan di Kota Cimahi. Jumlah responden sebanyak 258 pegawai dari 42
unit kerja yang ada di Kota Cimahi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
metode purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah regresi interaksi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa modal intelektual tidak berpengaruh terhadap hubungan
antara NPM dan kinerja manajerial sektor publik.
Kata kunci: NPM, modal intelektual dan kinerja manajerial sektor publik, Pemerintah Kota
Cimahi
1. PENDAHULUAN
Sampai saat ini semangat reformasi yang menuntut adanya perubahan pada tatakelola
pemerintahan menuju kearah yang lebih baik masih terus berlanjut, karena reformasi
ini tidak hanya sekedar perubahan format lembaga, tetapi menyangkut perubahan
sarana dan prasarana yang akan digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga
publik secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel sesuai cita-cita
reformasi, yaitu menciptakan good governance di sektor publik. Untuk mewujudkan
cita-cita reformasi tersebut masih terkendala pada persoalan politis, mental dan
administratif. Kendala yang paling menonjol sampai saat ini adalah belum optimalnya
penyiapan infrastruktur sistem administrasi yang digunakan untuk menjalankan
regulasi baru, menyiapkan aparat yang berkualitas untuk menjalankan regulasi
tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Nazier (2009) bahwa masih banyak keterbatasan
tenaga akuntansi, terlebih lagi yang memahami sektor publik, baik sebagai penentu
118
Lili Indrawati
kebijakan maupun sebagai pelaksana kebijakan. Sedangkan keberhasilan kinerja
pemerintah akan terwujud, jika organisasi pemerintah dan personal yang ada dalam
pemerintah tersebut menerapkan manajerial dengan baik, aparat bekerja sesuai
peraturan yang berlaku, berkompeten di bidangnya dan komitmen yang tinggi
terhadap pelayanan publik.
Dalam instansi pemerintah saat ini kebutuhan terhadap perubahan manajemen
sektor publik merupakan tuntutan masyarakat luas yang menginginkan agar sektor
publik menghasilkan produk yang berkualitas dengan menerapkan konsep manajemen
publik yang berorientasi pada pelayanan public untuk itu diperlukan suatu konsep
baru yaitu Manajemen Publik Baru atau New Public Management (NPM). NPM
merupakan suatu konsep yang tepat untuk diterapkan, karena berfokus pada
manajemen sektor publik yang berorientasi kinerja (pelayanan publik); debirokratisasi;
akuntabilitas berbasis hasil; pemecahan birokrasi publik ke dalam unit-unit kerja;
pemangkasan biaya dan efisiensi; serta kebebasan manajer untuk mengelola organisasi
dalam persaingan yang sehat dan arah yang lebih baik.
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka sumber daya manusia pada instansi
pemerintah harus serius, optimal dan bersungguh-sungguh dalam menerapkan konsep
tersebut sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Sumber daya manusia yang baik adalah yang memiliki tiga elemen penting, yaitu
komitmen, kompetensi dan pengendalian pekerjaan (Burr & Girardi, 2002;
Maghfiroh, 2010), hal tersebut disebut sebagai intellectual capital (modal intelektual).
Untuk mencapai kinerja yang sudah ditargetkan, seorang pegawai harus mempunyai
komitmen dan kompetensi serta keahlian dalam pengendalian pekerjaan, sehingga
outcome dari pekerjaan tersebut dapat diraih secara ekonomis, efisien dan efektif.
Begitu pentingnya faktor sumber daya manusia (intellectual capital) pada
manajemen instansi pemerintah saat mengelola instansi yang bersangkutan, supaya
tujuan yang sudah mereka rencanakan dapat tercapai secara ekonomis, efisien dan
efektif. Karena maju atau mundurnya suatu negara bergantung pada para aparatur dan
pelaksana yang mengelola pemerintahan pada negara tersebut. Pengelolaan yang baik
dari suatu pemerintahan sangat penting, karena jika suatu negara dikelola dengan baik
seperti UK pada zaman pemerintahan perdana menteri Thatcher, maka kinerja
pemerintah dalam pelayanan publik akan meningkat. Tetapi sebaliknya, jika suatu
negara dikelola dengan tidak baik maka negara tersebut akan mundur dan mungkin
akan runtuh. Demikian pula sumber daya manusia diKota Cimahi pada saat ini
sedang berusaha untuk menerapkan NPM dengan optimal untuk meningkatkan
pelayanan publik, oleh karena itu penulis melakukan penelitian mengenai peran
intellectual capital terhadap implementasi NPM di Pemkot Cimahi, untuk melihat
pengaruh intellectual capital terhadap implementasi NPM dalam peningkatan kinerja
manajerial sektor publik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
New Public Management (NPM) dengan cepat menggeser pendekatan administrasi
publik tradisional. Banyak pihak memandang NPM sebagai suatu konsep baru yang
Ekspansi
119
ingin menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang dilakukan oleh
birokrasi dan pejabat pemerintah (Mahmudi, 2010). Oleh karena itu NPM dianggap
semacam panacea, obat mujarab untuk reformasi penyelenggaraan manajemen
pemerintahan (Arief, dkk; 2009:62), karena NPM merupakan suatu set teknik
manajemen dengan kriteria dan praktek sektor swasta (Lapsey, 2009). Sebagai suatu
konsep, NPM memiliki karakteristik utama yaitu perubahan lingkungan birokrasi yang
didasarkan pada aturan baku menuju sistem manajemen publik yang lebih fleksibel
dan lebih berorientasi pada pelayanan publik.
Karakteristik NPM menurut Hood (1991, pp4-5) seperti yang dijelaskan oleh
Mahmudi (2010), mengandung 7 (tujuh) komponen utama, yaitu organisasi publik
harus dikelola secara professional dengan memiliki sistem perencanaan dan
pengendalian manajemen yang rapi, seperti sistem perumusan strategi dan
perencanaan stratejik, sistem reward & punishment, struktur organisasi, jejaring
informasi, sistem manajemen kinerja dan sistem penganggaran.
Supaya
profesionalisme kerja dapat dipertanggung jawabkan, maka disyaratkan mempunyai
standar kinerja untuk memberikan nilai terbaik dan praktek terbaik dan mempunyai
ukuran kinerja untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai target
kinerja dan tujuan organisasi. Selanjutnya perlu dikerahkan dan diarahkan semua
sumber daya untuk mencapai target dengan menggunakan ukuran kinerja dengan
penekanan pada capaian hasil (output) dan pemenuhan hasil (outcome).
Jika output dan outcome sudah tercapai, maka akan lebih mudah bagi organisasi
sektor publik untuk membelah diri dalam unit kerja – unit kerja dengan tujan
menciptakan organisasi yang lebih efisien melalui pelayanan satu atap. Juga
diharapkan terjadi persaingan yang baik untuk menghemat biaya dan peningkatan
kualitas kinerja serta mendorong berkembangnya sektor swasta dan pihak ketiga dalam
pelayanan publik. Selanjutnya jika yang mengelola sektor publik adalah sumber daya
manusia yang berkomitmen, berkompeten dan mempunyai otonomi kerja atau
pengendalian pekerjaan diharapkan organisasi sektor publik ini akan menjadi lebih
efisien, menghemat biaya, kompetitif, fleksibel dan cepat beradaptasi dengan pasar.
Intellectual Capital atau disebut juga Human Capital, merupakan sumber daya
terpenting bagi setiap organisasi yang bersifat global dan berbasis
pengetahuan/keterampilan diseluruh dunia. Seperti yang dituturkan oleh Fitz-enz
(2000) bahwa kunci untuk menjaga kelangsungan sebuah perusahaan yang
menguntungkan atau perekonomian bangsa yang sehat adalah produktivitas human
capital yang dimiliki. Hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana organisasi
mengendalikan dan memanfaatkan sumber daya tersebut, sehingga organisasi dapat
mewujudkan tujuan strategisnya. Burr & Girardi (2002;77) menyebutkan bahwa
“modal intelektual adalah interaksi antara kompetensi, komitmen dan pengendalian
dari karyawan”. Pola interaksi dari kompetensi, komitmen dan pengendalian pekerjaan
dalam membentuk intellectual capital dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
120
Lili Indrawati
Kompetensi
Intellectua
l capital
Komitmen
Pengendalian
Pekerjaan
Sumber: Burr & Gerardi (2002;77)
Gambar 1. Pembentukan Intellectual Capital
Kompetensi diperlukan untuk mengelola sumber daya manusia, karena secara
efektif kompetensi akan menerjemahkan visi dan tujuan strategis organisasi ke dalam
perilaku yang teramati atau tindakan yang harus dilakukan oleh para pegawai.
Kompetensi pegawai adalah pengetahuan, keterampilan, karakteristik kepribadian,
dan sikap yang memungkinkan karyawan untuk menjalankan tugas-tugas dan peranperan dalam pekerjaannya (Jackson,2004; Hitt, 2003). Kompetensi merupakan hal
yang paling sulit untuk ditiru, karena karakteristiknya yang memang berbeda dan
spesifik bagi masing-masing individu. Selain itu kompetensi berpengaruh terhadap
kinerja pegawai, karena semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh pegawai dan
sesuai dengan tuntunan peran pekerjaan maka kinerja pegawai akan semakin
meningkat.
Komitmen merupakan salah satu elemen penting dalam bekerja, sampai dalam
beberapa persyaratan untuk memegang suatu jabatan, elemen komitmen merupakan
salah satu persyaratan. Diperlukan komitmen yang tinggi dari seorang pegawai
terhadap organisasi tempat dia bekerja dan untuk bekerja dengan baik. Komitmen
adalah suatu sikap kerja atau keyakinan yang mencerminkan kekuatan relatif dari
keberpihakan dan keterlibatan individu pada suatu organisasi secara khusus (Burr &
Girardi, 2002). Komitmen merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang mampu
untuk tetap bertahan bekerja pada suatu perusahaan, dan hal tersebut dilakukan
dengan ketulusan dan senang hati (Jacobsen,2000;190).
Pengendalian pekerjaan atau otonomi kerja adalah suatu upaya pengembangan
kegiatan dan kreativitas pekerja pada pekerjaannya agar mereka dapat secara bebas,
mandiri, dan leluasa menggunakan kapabilitas yang mereka miliki untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas organisasi. Newstrom & Davis (2002,4) menyatakan bahwa
pengendalian merupakan pengembangan aktivitas pekerja pada pekerjaannya yang
mengarah kepada perbaikan efektivitas operasi dan kepuasan kerja karena pekerja
dapat menggunakan semua kemampuan yang dimiliki secara luas dan penuh. Dengan
pengendalian pekerjaan yang tinggi diharapkan seorang pegawai dapat mengerjakan
pekerjaan dengan ekonomis, efisien dan efektif, sehingga terlihat peningkatan
kinerjanya dari waktu ke waktu. Peningkatan kinerja bukan hanya dari pelaksana tapi
semua lapisan, yaitu kinerja manajerial dan staf. Untuk mengetahui seberapa besar
peningkatannya maka harus dilakukan pengukuran kinerja bagi semua organisasi tak
terkecuali instansi pemerintah.
Ekspansi
121
Pengukuran kinerja pada instansi pemerintah adalah alat manajemen yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas
dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan (program)
sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka
mewujudkan visi dan misi pemerintah (Whittaker,1993). Tujuan pengukuran kinerja
adalah untuk memotivasi pegawai dalam mencapai sasaran organisasi dengan
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan, sedangkan manfaatnya adalah untuk
melakukan upaya perbaikan secara terus menerus untuk mencapai keberhasilan
dimana yang akan datang. Walaupun sampai saat ini pengukuran kinerja masih
mempunyai keterbatasan, karena data kinerja tidak menyiratkan secara langsung proses
yang terjadi, juga beberapa outcome tidak dapat diukur secara langsung serta informasi
yang diperoleh bukanlah merupakan informasi yang lengkap. Tetapi pengukuran
kinerja tetap dapat mencerminkan baik tidaknya pengelolaan organisasi yang
bersangkutan. Pengelola organisasi perlu mengetahui apakah pelayanan yang mereka
sediakan sudah sesuai dari segi jumlah, tingkat kualitas, ataupun harga yang telah
ditetapkan sebelumnya. Hal ini merupakan perwujudan pertanggung jawaban
pengelola kepada para stakeholder (publik), karena manajer bertanggung jawab tidak
hanya sebatas pada memberikan pelayanan secara fisik, tetapi juga pada pengelolaan
usaha yang baik, oleh karena itu manajemen perlu mewujudkan value for money (VFM)
pada kegiatan yang dilaksanakan.
Selama dua dasawarsa NPM telah berkontribusi secara positif dalam memperbaiki
kinerja sektor publik melalui mekanisme kinerja yang diorientasikan pada pengukuran
ekonomi, efisiensi dan efektifitas (value for money)(Mahmudi, 2010). Dengan value for
money akan disediakan informasi sebagai bahan pertimbangan untuk membuat
keputusan, oleh karena itu harus ada indikator kinerja yang merupakan ukuran
kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan. Value for money adalah penghargaan terhadap nilai uang,
hal ini berarti bahwa setiap rupiah harus dihargai secara layak dan digunakan sebaikbaiknya (Mahmudi, 2010). Pengukuran kinerja dengan VFM telah membuat
keseimbangan antara pengukuran hasil dengan pengukuran proses. Dalam mata rantai
VFM, indikator efektifitas berorientasi pada hasil, indikator ekonomi dan efisiensi
berkonsentrasi pada proses. Indikator efektifitas lebih bersifat kualitatif sedangkan
indikator ekonomi dan efisiensi lebih bersifat kuantitatif.
Ekonomi adalah pengeluaran daerah hendaknya digunakan secara berhati-hati
(prudency) dan keuangan daerah harus digunakan secara optimal tanpa pemborosan
(hemat), rumusnya (Mahsun, 2006;186):
𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 =
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛
𝑥 100%
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛
Efisiensi atau produktivitas adalah jika suatu target tertentu dapat dicapai dengan
menggunakan sumber daya dan biaya yang serendah-rendahnya (spending well) jika
dibandingkan secara relatif dengan kinerja usaha sejenis atau antar kurun waktu,
rumusnya (Mahsun, 2006;187).
122
Lili Indrawati
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 =
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑈𝑡𝑘 𝑀𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑥 100%
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Efektifitas merujuk pada keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya,
yaitu suatu pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dalam batas anggaran yang
tersedia atau disebut dengan spending wisely. Menurut Mahmudi (2010) untuk
mencapai efektivitas suatu organisasi harus efisien, karena jika efektifitas biaya sudah
terpenuhi, maka setiap biaya yang dikeluarkan tidak akan sia-sia, rumusnya (Mahsun,
2006;187):
𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
𝑥 100%
𝐴𝑛𝑔𝑔𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛
Penelitian Terdahulu:
Penelitian mengenai pengaruh intellectual capital terhadap implementasi konsep NPM
untuk meningkatkan kinerja, umumnya dilakukan secara deskriptif, jarang yang
memberikan bukti secara empiris. Penelitian yang sudah dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Peter Steane & James Guthrie (2004) melakukan penelitian yang berjudul
“Implication of Intellectual Capital for New Public Management”, hasil penelitian
memperlihatkan bahwa NPM dan IC berpengaruh terhadap kinerja manajer sektor
publik.
b. Jan Mauritsen, Stefan Thorbjornsen, Per N Bukh & Mette R Johansen (2004)
melakukan penelitian dengan judul “Intellectual Capital and the new public
management – reintroduction entreprise”, memperlihatkan bahwa NPM dan IC
mempengaruhi kinerja manajer sektor publik.
Kerangka Pemikiran
Personalia merupakan faktor kunci bagi suksesnya sebuah proses meodernisasi.
Modernisasi administrasi publik hanya akan berhasil jika potensi sumber daya manusia
dimanfaatkan secara maksimal atau - jika ada kekurangan di bidang ini – memperbaiki
sumber daya manusianya atau human capital atau biasa juga disebut intellectual capital
(komitmen, kompetensi, pengendalian pekerjaan) (Thamrin, 2006). Lebih lanjut
Thamrin (2006) mengatakan bahwa dalam proses modernisasi penting sekali
melibatkan pegawai, karena tanpa mereka hanya akan dicapai ketidakpastian dan
seringkali terjadi sikap penolakan (boikot) yang merintangi pelaksanaan reformasi.
Sedini mungkin sampaikan tujuan-tujuan yang jelas untuk menyadarkan makna
modernisasi, dan menunjukkan keuntungan yang akan didapatkan dengan adanya
tujuan yang jelas tersebut. Pengelolaan secara professional hanya akan dapat dilakukan
jika potensi sumber daya manusia (intellectual capital) dimanfaatkan secara maksimal
(Thamrin, 2006), sehingga kinerja pemerintah dapat meningkat. Dengan
meningkatnya kinerja pemerintah melalui implementasi NPM maka pelayanan publik
akan selalu dapat ditingkatkan dengan lebih efisien dan efektif. Jika tingkat efisiensi
dan efektivitas produk pemerintah dapat dipertahankan dan ditingkatkan, maka hal
Ekspansi
123
ini akan meningkatkan daya saing pemerintah daerah terhadap swasta ataupun
terhadap pemerintah daerah lainnya. Dalam penelitian Peter Steane & James Guthrie
(2004), Mauritsen et al menyatakan bahwa modal intelektual berpengaruh terhadap
NPM dalam peningkatan kinerja.
Hipotesis Penelitian.
Hipotesis penelitian dibangun berdasarkan pada rumusan masalah kerangka
pemikiran, berdasarkan hal tersebut di atas maka dirumuskan hipotesis dalam
penelitian ini: Modal Intelektual (Intellectual Capital) berpengaruh terhadap
implementasi NPM dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik.
3. METODOLOGI
Populasi dalam penelitian ini adalah unit kerja yang ada di pemerintah daerah Kota
Cimahi, sedangkan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling, yaitu
hanya terbatas pada unit tertentu yang dapat memberikan informasi dengan kriteria
yang sudah ditentukan (Sekaran, 2006), yaitu sebanyak 42 unit kerja yang mempunyai
pendapata dan belanja saja. Sedangkan metode pengumpulan data adalah penelitian
lapangan (field research), sumber data yang digunakan dan dianalisis adalah jenis data
primer (primary data). Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
secara langsung dari sumber asli tanpa melalui perantara (Indriantoro & Supomo,
1999:147)
Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti adalah new public management, modal
intelektual (intellectual capital) dan kinerja manajerial sektor publik. Variabel new public
management merupakan variabel independen, variabel intellectual capital merupakan
variabel penguat (moderating) sedangkan kinerja manajerial sektor publik merupakan
variabel dependen. Variabel-variabel ini akan diukur dengan instrumen pengukuran
dalam bentuk kuesioner yang bersifat tertutup yang memenuhi persyaratan skala likert.
Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, dan skor yang diperoleh mempunyai tingkat
pengukuran ordinal. Operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Operasionalisasi Variabel
Variabel
New Public
Management
(NPM)
(Hood,1991)
Dimensi
Manajemen
berorientasi
kinerja
Indikator
a. Manajemen professional
di sektor publik
b.Standar kinerja dan
ukuran kinerja
c. Pengendalian output dan
outcome
d.
Pemecahan unitunit kerja di sektor
publik
e. Menciptakan persaingan
di sektor publik
Ukuran
Tingkat
profesionalisme
Tingkat capaian
kinerja
Tingkat output
& outcome
Tingkat
efisiensi
Tingkat
persaingan
Skala
Ordinal
124
Intellectual
Capital (Burr
& Girardi,
2002)
Lili Indrawati
1.Kompetensi
Intelektual
1. Kompetensi
2.Kompetensi
Pegawai
Emosional
(Spencer &
Spencer,
1993)
3.Kompetensi
Sosial
2. Komitmen
3. Pengendalia
n kerja
f. Mengadopsi gaya
manajemen sektor bisnis
g. Disiplin dan
penghematan sumber
daya
a. Kemampuan
menetapkan rencana
kerja dan menyelesaikan pekerjaan tepat
waktu
b.Menguasai informasi,
berinisiatif, berfikir
analitik, dan konsetual
a. Kemampuan
meningkatkan kualitas
pelayanan
b.Kemampuan kerjasama
tim
a. Kemampuan
pengendalian diri,
Komitmen
menyesuaikan diri
Afektif
dalam bekerja
b.Kemampuan
membantu,
mengarahkan,
memimpin dan
Otonomi kerja
mempengaruhi anggota
lain.
Tingkat
penerapan
Tingkat
penghematan
Tingkat
kemampuan
Ordinal
Tingkat
penguasaan
Tingkat
kemampuan
Tingkat
kemampuan
Tingkat
kemampuan
Tingkat
kemampuan
Tingkat
kebanggaan
Tingkat
keterikatan
Tingkat
keleluasaan
Tingkat
keleluasaan
a. Rasa bangga pegawai
terhadap organisasinya
b.Keterikatan pegawai
dengan organisasi
Kinerja
Manajerial
Sektor Publik
(Mahsun,
2006)
a. Keleluasaan
menggunakan
teknologi
b. Keleluasaan mengatur
prosedur dan waktu
penyelesaian pekerjaan
Value for money a. Kemampuan
memperoleh
mempertahankan dan
mengamankan pegawai
dengan biaya yg rendah
Tingkat
ekonomis
Ordinal
Ekspansi
b.Kemampuan mencapai
target dengan sumber
daya dan biaya yang
rendah
c. Kemampuan
menyelesaikan
pekerjaan tepat waktu
dalam batas anggaran
yang tersedia
125
Tingkat
efisiensi
Tingkat efektif
Pengujian awal yang akan dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas untuk
melihat kesahihan dan keandalan alat ukur yang digunakan. Hasil dari pengujian
validitas dan reliabilitas dapat dikatakan bahwa seluruh butir pernyataan yang
digunakan pada penelitian ini sudah valid dan realiabel. Hal ini terlihat dari nilai
signifikansi validitas yang lebih kecil dari nilai   0,05, dan nilai Cronbach Alpha
untuk masing-masing variabel yang lebih besar dari 60% seperti berikut NPM = 0.867;
IC= 0,723; KMSP = 0,883.
Pengujian selanjutnya adalah uji normalitas untuk melihat kenormalan distribusi
data, dan dari hasil pengujian terlihat bahwa data terdistribusi secara normal, yaitu
NPM= 0,324; IC = 0,998 dan KMSP = 0,283. Kemudian dilakukan uji
multikolinearitas dan heteroskedastisitas, dengan hasil pengujian bahwa tidak terjadi
multikolinearitas untuk variabel NPM = 1.051; IC=1.120 demikian juga dari hasil
pengujian berikutnya terlihat tidak terjadi heterokedastisitas, karena variabel NPM =
0,988; IC = 0.433
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan menggunakan alat bantu program computer SPSS, data yang diperoleh berupa
New Public Management-NPM (X), Intellectual Capital-IC dan Kinerja Manajerial Sektor
Publik-KMSP (Y) yang diolah menggunakan program tersebut. Analisis regresi
interaksi digunakan untuk mengetahui pengaruh NPM terhadap KSMP dengan
variabel intellectual capital (IC) sebagai variabel moderasi. Hasil Anova atau F test
menghasilkan nilai F hitung sebesar 15,126 dengan tingkat signifikansi 0,000 jauh
lebih kecil dari 0,05. Karena probabilitas signifikansi jauh lebih kecil dari 0,05 mka
model regresi interaksi dapat digunakan untuk memprediksi kinerja manajerial sektor
publik, atau dapat dikatakan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap
implementasi new public management dalam peningkatan kinerja manajerial sektor
publik.
Sedangkan untuk melihat pengaruh interaksi antara implementasi NPM dengan
IC dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik digunakan uji t. Dari hasil
perhitungan diperoleh nilai t hitung (0,316) lebih kecil dari t tabel (2,020) dan p-value
sebesar 0,754 lebih besar dari  = 0,05 sehingga interaksi implementasi NPM dengan
intellectual capital dalam peningkatan kinerja manajerial sektor publik berada di daerah
penerimaan H0 . Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa interaksi
implementasi NPM dengan IC berpengaruh dalam peningkatan kinerja manajerial
126
Lili Indrawati
sektor publik ditolak. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Steane
& Guthrie (2004), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa NPM dan IC dapat
meningkatkan kinerja manajerial sektor publik, selain itu hasil penelitian ini juga tidak
sesuai dengan penelitian Mouritsen, Thorbjornsen, Bukh dan Johansen(2004), hasil
penelitian mereka menunjukkan bahwa NPM dan IC dapat mempengaruhi kinerja.
Ternyata kombinasi antara NPM dan intellectual capital bukanlah merupakan
perpaduan yang terbaik, artinya intellectual capital tidak mampu bertindak sebagai
variabel moderasi yang mempengaruhi NPM dalam peningkatan kinerja manajerial
sektor publik. Jadi meskipun intellectual capital pegawai masing-masing unit kerja di
pemerintah daerah Cimahi sangat tinggi, hal ini tidak berpengaruh pada kinerja
manajer. Para bawahan bekerja sesuai dengan SOP yang sudah ditetapkan untuk
mencapai target yang sudah direncanakan sesuai dengan job desk masing-masing.
Inovasi hanya akan terjadi pada level manajer bukan pada level bawahan, sedangkan
yang ideal adalah inovasi terjadi pada semua level.
Menurut Thamrin (2006) dalam proses modernisasi penting sekali melibatkan
pegawai, karena tanpa itu hanya akan dicapai ketidak pastian dan sering kali sikap
penolakan yang merintangi pelaksanaan reformasi. Ahmadi et,al (2011) menyatakan
bahwa dalam organisasi dengan budaya birokratis karena tujuan organisasi sudah
ditentukan secara rational, sistematis dan terstandar secara teknis, maka akan
menghambat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja. Masih menurut Ahmadi
et.al (2011) perlu dilakukan pula pengembangan IC untuk meningkatkan kinerja.
Pengembangan IC dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan, hal ini perlu
dilakukan di negara dimana proses menjadi pegawai dalam kantor publik tidak
berdasarkan kualifikasi dan reabilitas karyawan, melainkan melalui nepotisme atau
cara politis. Hal inilah yang membuat mentalitas para karyawan dalam jawatan publik
yang menganggap diri mereka memiliki semua keistimewaan sebagai pegawai negeri
(Thamrin, 2006).
Selanjutnya Thamrin (2006) menyatakan walau kualifikasi baik tanpa didukung
teknik informasi dan komunikasi yang menggunakan jaringan struktur klien/server
yang baik , maka unit yang bekerja secara desentral tidak bisa dikendalikan, dan
mungkin tidak dapat membuat pengolahan data yang memuaskan. Oleh karena itu
hanya dengan teknologi seperti ini one stop service terhadap klien dapat terjamin.
5. KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada pemikiran bahwa semua pemerintah
daerah di Indonesia sudah menerapkan NPM, dan memiliki kepala daerah dan
jajarannya yang memahami konsep NPM tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap implementasi NPM dalam
peningkatan kinerja manajerial sektor publik. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
penelitian Steane & Guthrie (2004). Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pada
umumnya responden belum memahami istilah NPM dan mereka juga adalah para
birokrat murni. Namun begitu pada saat ini prinsip NPM sedang mereka terapkan
keseluruh tingkatan struktur organisasi dengan sepenuh hati yang dimulai oleh kepala
Ekspansi
127
daerah dan jajarannya. Peningkatan kinerja manajerial sektor publik dapat dilakukan
dengan menerapkan new public management jika para pekerja baik tingkat manajer dan
pelaksana memiliki komitmen, kompetensi dan pengendalian kerja untuk
menerapkannya secara optimal dan bersungguh-sungguh. Supaya mereka lebih
memahami konsep NPM maka sedini mungkin konsep ini harus disosialisasikan
kepada mereka, supaya tidak terjadi penolakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Ali Akbar et al. 2011. The Survey of Realationship between Intellectual
Capital and Organization Performance within the National Iranian South Oil
Company. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. Vol. 3, No.
5.
Arif, Mirrian S, dkk. 2009. Manajemen Pemerintahan. Edisi Kedua. Cetakan ketiga.
Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta
Burr, Renu & Antonia Girardi. 2002. Intellectual Capital: More Than The Interaction of
Competence x Commitment. Australian Journal of Management. Vol. 27.
Hood, Christopher.1991. “A Public Management for all Season?”, Public
Administration, 69, 1,pp.3-19.
Hood, C.C.1995. “The ‘New Public Management’ in the 1980’s: variations on a
theme”, Accounting Organization and Society, Vol. 20, No. 2/3, pp. 93-109.
Hyndman, Noel & McGeough, Francis. 2006. “NPM and The Performance
Measurement: A Comparative Study of The Public Sectors in Ireland and The UK,
Irish Accounting Review, Article 03, pp. 29-57
Indriantoro, Nur & Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk
Akuntansi & Managemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Jackson, Paul. R. 2004. Employee To Commitment. The International Journal of quality
& Reliability Management. Vol. 21. No. 6/7.
Jacobsen, Dag Ingvar. 2000. Managing Increased Part-Time: Does Part-Time Work Imply
Part-Time Commitment?. Managing Service Quality. Vol. 10.
Maghfiroh, Siti. 2010. Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen, Sistem Informasi
Manajemen dan Intellectual Capital dalam memoderasi hubungan antara
Implementasi TQM dengan Kualitas Jasa Pendidikan dan Implikasinya terhadap
128
Lili Indrawati
Kinerja Perguruan Tinggi. Desertasi. Program Pascasarjana.
Padjadjaran. Bandung.
Universitas
Mahmudi, 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi Kedua. Unit Penerbit dan
Percetakan STIE YKPN. Yogyakarta
Mardiasmo, 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta
Meyer, J. P.; N. J. Allen & I. R. Gellaltly 1990. Affective and Continuance Commitment to
The Organization: Evaluatio of Measures and Analysis of Concurrent and Time-Lagged
Relation. Journal of Applied Psychology. Vol. 75.
Mouritsen. Jan; Thorbjornsen. Stefan; Bukh Per.N; Johansen. MR. 2004. Intellectual
capital and new public management – Reintroducing enterprise. The Learning
Organisation Vol 11. No 4/5. Pp 380-392.
Sekaran, Uma (2000). Research Methods for Business. John Wiley & Sons, Inc. 3th
edition.
Steane, Peter & James Guthrie. 2004. Implications of Intellectual Capital for New Public
Management. Paper presented at International Research Symposium on Public
Management Budapest April 2004.
Thamrin. 2006. New Public Management atau Bagaimana Good Governance bisa
dicapai. http/kedai-kebebasan.org/
Ulrich, Dave. 1998. Intellectual Capital = Competence X Commitment. Management
Review. Vol 39.p. 15-26
Undang-Undang Republik Indonesia No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah
Ekspansi
129
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Uji Normalitas Data
NPar Tests
N
Normal
Parametersa,b
Mean
Std.
Deviation
Most Extreme
Absolute
Differences
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
NPM
42
3.09574
3
.545843
8
.147
.095
-.147
.953
.324
IC
KMSP
42
2.99550
7
.610855
6
.153
.092
-.153
.988
.283
42
3.2834
57
.27364
10
.069
.045
-.069
.449
.988
Uji Multikolinearitas
Regression
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Removed
Variables Entered
IC, NPM,
1
Method
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: KMSP
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
1
NPM
IC
a. Dependent Variable: KMSP
VIF
.951
1.051
.893
1.120
Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
B
1
Standardized
Coefficients
(Constant)
.378
Std. Error
.794
NPM
-.001
.064
IC
.002
.147
Beta
t
.476
Sig.
.637
-.003
-.016
.988
.002
.011
.992
130
Lili Indrawati
Regresi pengaruh Intellectual Capital terhadap implementasi NPM dalam
peningkatan KMSP
Regression
Variables Entered/Removedb
Model
1
Variables
Removed
Variables Entered
NPM_IC, IC, NPMa
.
Method
Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: KMSP
Model Summary
Model
R
1
.738a
R Square
.544
Adjusted R
Square
.508
Std. Error of the
Estimate
.42836
a. Predictors: (Constant), NPM_IC, IC, NPM
ANOVAb
Model
1
Regress
ion
Residu
al
Total
Sum of
Squares
8.326
3
Mean
Square
2.775
6.973
38
.183
15.299
41
df
F
15.126
Sig.
.000a
a. Predictors: (Constant), NPM_IC, IC, NPM
b. Dependent Variable: KMSP
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
(Consta
nt)
NPM
B
3.29
4
.223
Std. Error
5.732
1.916
IC
-.863
NPM_I
.181
C
a. Dependent Variable: KMSP
1
Beta
t
.575
Sig.
.569
.199
.116
.908
1.719
-.386
-.502
.619
.573
.617
.316
.754
Ekspansi
Uji reliabilitas data
Reliability (IC)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
Reliability (NPM)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.867
N of Items
14
Reliability (KMSP)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
131
Ekspansi
Vol. 8, Vo. 1 (Mei 2016), 133 – 150
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR DAN TEKANAN
ANGGARAN WAKTU TERHADAP KUALITAS AUDIT
(Studi Kasus Pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung)
Nadya Dwi Wahyuni
Univesitas Telkom
[email protected]
Hiro Tugiman
Univesitas Telkom
[email protected]
Annisa Nurbaiti
Univesitas Telkom
[email protected]
Abstract: The audit report produced by an auditor must be quality because audit report is share to the
users of financial statement such as shareholders and investor as one basic for decision making. The users
of financial statement expect the public accountant profession conduct independent and impartial
assessment of the information presented by the company management in the financial statements. But in
the practice there are many cases involving public accountant that impact on doubted the quality of
audit. The population in this research is the all audiotrs who work at KAP in Bandung. The sample in
this research is 54 auditors with using convenience sampling method. Data were analyzed using multiple
regression linear. The result of this research provide empirical evidence that simultaneously variable of
auditor’s independency and time budget pressure have a significant effect on audit quality. In partially
variable of auditor’s independency and time budget pressure with positive direction have a significant
effect on audit quality.
Keywords: Auditor’s independency, time budget pressure, audit quality
Abstrak: Laporan audit yang dihasilkan oleh seorang auditor haruslah berkualitas karena
laporan audit tersebut dibagikan kepada para pemakai laporan keuangan seperti pemegang
saham dan investor sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan. Pemakai laporan
keuangan mengharapkan profesi akuntan public melakukan penilaian bebas dan tidak
memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan
keuangan. Namun pada praktiknya masih banyak kasus yang melibatkan akuntan publik
terkait independensi auditor yang berdampak diragukannya kualitas audit yang dihasilkan
oleh akuntan public. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja pada
KAP di wilayah Bandung. Sampel dalam penelitian ini adalah 54 auditor dengan
menggunakan metode convenience sampling. Data dianalisis dengan menggunakan regresi
linear berganda. Hasil dari penelitian ini memberikan bukti secara empiris bahwa secara
simultan variabel independensi auditor dan tekanan anggaran waktu berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit. Secara parsial variabel independensi auditor dan tekanan anggaran
waktu dengan arah positif berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Kata kunci: Independensi auditor, tekanan anggaran waktu, dan kualitas audit
134
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
1. PENDAHULUAN
Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat
mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian bebas dan tidak memihak
terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan
keuangan. Profesi akuntan publik bertanggungjawab terhadap keandalan lapora
keuangan perusahaan dalam melakukan audit.
Kualitas audit adalah seberapa baik proses audit mendeteksi dan melaporkan salah
saji material dalam laporan keuangan. Aspek yang dideteksi adalah refleksi dari
kompetensi auditor, sedangkan pelaporan adalah refleksi etika atau integritas audit,
khususnya independensi (Arens et al., 2011). Menurut Rosnidah, dkk (2010) kualitas
audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu
mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh
klien. Melaporkan pelanggaran klien merupakan sikap independensi yang harus
dimiliki oleh auditor.
Fenomena terkait dengan kualitas audit salah satunya adalah kasus yang terjadi
pada Hambalang menyebutkan Badan Pemeriksa Keuangan menduga telah terjadi
pelanggaran standar akuntansi dalam laporan keuangan proyek Pusat Pendidikan
Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional di Desa Hambalang. Permasalahan yaitu
draft hasil pemeriksaan audit berbeda dengan laporan audit yang dikeluarkan. Laporan
keuangan diaudit oleh kantor akuntan publik RSM AAH yang melakukan audit atas
laporan keuangan konsolidasi Adhi Karya pada 2011. Berdasarkan dari kasus tersebut
KAP RSM AAH tidak dapat menemukan adanya surat palsu terkait tanah dan
penggelembungan dana proyek dan kemungkinan tim auditor tidak memiliki buktibukti keterlibatan Menpora dan perusahaan kontraktor tersebut dalam penyelewengan
dana proyek Hambalang. Sedangkan pada audit investigasi oleh BPK dapat
mengungkap temuan tersebut. Sehingga sangat jelas adanya bukti-bukti yang tidak
diungkapkan dalam laporan auditnya. Akuntan publik tidak mampu mengungkapkan
adanya temuan yang terjadi pada kasus tersebut, sehingga kualitas audit yang dihasilkan
rendah dan sikap independensi akuntan publik diragukan karena adanya hal tersebut.
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya
kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan
menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2011).
Independensi auditor menurut Arens et. al (2010) adalah sebuah sikap mental
yang berisi pengambilan sudut pandang auditor dalam pemeriksaan selama akumulasi
dan pengevaluasian bukti. Menurut Mautz dan Sharaf (1993) dalam Sarwoko (2014),
independensi adalah sebuah sikap mental yang bebas dari pengaruh pihak lain, yang
tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada pihak lain. Independensi
auditor berarti adanya kejujuran auditor dalam mengingat fakta, dan memihak sesuai
kenyataan untuk tujuan pertimbangan dalam perumusan dan mengungkapkan opini.
Ekspansi
135
Berdasarkan pengertian sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa
independensi auditor adalah sikap di mana auditor tidak dapat dipengaruhi oleh pihak
lain selama pemeriksaan serta dalam mengungkapkan opininya.
Kegagalan profesi auditor di Indonesia terkait independensi dapat dilihat dari
kasus yang terjadi pada perusahaan Raden Motor dengan seorang akuntan publik Biasa
Sitepu pada tahun 2010. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap
kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang
otomotif. Hasil pemeriksaan keterangan tersangka mengungkap ada kesalahan dalam
laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh
akuntan publik, sehingga terjadilan kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan
dugaan korupsinya. Fitri Susanti, kuasa hokum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI
yang terlibat kasus itu, Selasa (18/05/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa
keterangannya dangan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa
Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Dalam kasus ini akuntan publik Biasa
Sitepu dituduh melanggar prinsip kode etik. Biasa Sitepu telah melanggar prinsip kode
etik salah satunya yaitu tidak dapat menjaga independensinya, mudah dipengaruhi
oleh pihak lain dan bersikap tidak jujur.
Selain independensi auditor, tekanan anggaran waktu (time budget pressure) juga
mempengaruhi kualitas audit. Nirmala dan Cahyonowati (2013) menyatakan bahwa
tekanan anggaran waktu adalah keadaan yang menunjukkan auditor dituntut untuk
melakukan efisiensi terhadap anggaran yang sangat ketat dan kaku. Tekanan anggaran
waktu adalah anggaran waktu yang ketat dalam menyelesaikan audit dengan prosedur
audit yang seharusnya. Tekanan anggaran waktu yang dimiliki auditor dalam
melakukan audit sangat mempengaruhi kualitas audit.
Menurut Kurnia, dkk (2014), tingginya tingkat tekanan waktu anggaran pada
auditor, dan banyak auditor telah beberapa kali melakukan praktek mengurangi
kualitas audit yang berpotensi memiliki implikasi untuk fungsi kualitas audit. Menurut
penelitian yang dilakukan Kelly et.al (2005) dalam Hutabarat (2012) menemukan
bahwa 31 persen auditor senior mengalami tekanan anggaran waktu dan 41 persen
staf auditor dilaporkan mengalami tekanan anggaran waktu dan tekanan anggaran
waktu menyebabkan penurunan kualitas audit.
Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu yang
menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda (inkonsistensi hasil), diantaranya
penelitian yang dilakukan oleh Ningsih dan Yaniartha yang menyebutkan bahwa time
budget pressure berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap kualitas audit.
Pengaruh negatif berarti tekanan anggaran waktu memiliki pengaruh terbalik yaitu
semakin tinggi tekanan anggaran waktu maka kualitas audit yang dihasilkan akan
semakin menurun. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Oklivia dan
Marlinah yang menyebutkan bahwa tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh
terhadap kualitas audit, artinya bahwa tekanan anggaran waktu hanya salah satu dari
beberapa faktor untuk kejadian penurunan kualitas audit.
136
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
Telah banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai kualitas audit, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Oklivia dan Marlinah yang menyatakan bahwa
independensi auditor dan tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh terhadap
kualitas audit. Sedangkan penelitian menurut Nirmala dan Cahyonowati
menunjukkan hasil penelitian bahwa independensi auditor secara parsial berpengaruh
signifikan positif terhadap kualitas audit dan tekanan anggaran waktu secara parsial
berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian Nirmala dan
Cahyonowati ini didukung oleh penelitian Kurnia, Ningsih dan Yaniartha.
Kualitas audit adalah seberapa baik proses audit mendeteksi dan melaporkan salah
saji material dalam laporan keuangan. Mendeteksi dan melaporkan salah saji material
merupakan sikap independensi yang harus dimiliki oleh auditor. Kualitas audit juga
dipengaruhi oleh tekanan anggaran waktu yang diberikan oleh auditee dan atasan
kepada auditor. Tingginya tingkat tekanan waktu anggaran pada auditor, dan banyak
auditor telah beberapa kali melakukan praktek mengurangi kualitas audit yang
berpotensi memiliki implikasi untuk fungsi kualitas audit. Berdasarkan fenomena yang
terjadi di Indonesia kualitas audit sering diragukan dan dipertanyakan karena adanya
auditor yang tidak independen dan tekanan anggaran waktu yang ketat, sehingga
pendeteksian dan pelaporan salah saji material yang dilakukan oleh auditor dalam
laporan keuangan tidak dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit belum dipahami secara baik oleh
auditor dan masih adanya inkonsistensi dari penelitian terdahulu. Auditor harus
memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas audit sehingga
kualitas audit tidak diragukan dan tidak mengandung unsur kecurangan. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui kondisi independensi auditor, tekanan anggaran
waktu, dan kualitas audit pada KAP di wilayah Bandung, serta pengaruh independensi
auditor dan tekanan anggran waktu terhadap kualitas audit pada KAP di wilayah
Bandung. Beberapa faktor yang memperngaruhi kualitas audit yang diambil untuk
dikaji dalam penelitian ini adalah independensi auditor dan tekanan tekanan anggaran
waktu.
Berdasarkan pada latar belakang penelitian mengenai pengaruh independensi
auditor dan tekanan anggaran waktu terhadap kualitas audit, maka dapat diambil
beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya sebagai berikut:
a. Bagaimana kondisi independensi auditor, tekanan anggaran waktu, dan kualitas
audit pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bandung?
b. Bagaimana pengaruh independensi auditor dan tekanan anggaran waktu secara
simultan terhadap kualitas audit pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bandung?
c. Bagaimana pengaruh independensi auditor secara parsial terhadap kualitas audit
pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bandung?
d. Bagaimana pengaruh tekanan anggaran waktu secara parsial terhadap kualitas audit
pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bandung?
Ekspansi
137
2. METODOLOGI
Berdasarkan metodenya penelitian ini tergolong ke dalam penelitian kuantitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh KAP yang berada di wilayah Bandung,
yaitu sebanyak 29 KAP. Dari populasi tersebut unit analisis yang dimaksud adalah
individu auditor keseluruhan yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung. Data yang
digunakan adalah data primer, yaitu kuesioner. Kuesioner pada penelitian ini telah
dilakukan pengujian instrument penelitian baik dari segi validitas maupun reliabilitas
yang dilakukan terhadap responden.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara non probabilitas (nonprobability sampling), dengan metode pengumpulan menggunakan teknik convenience
sampling dan didapat 54 sampel untuk diteliti. Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis regresi linear berganda dengan model persamaan berikut:
KA = ∝ + 𝜷𝟏. 𝑰𝑨 + 𝜷𝟐. 𝑻𝑩𝑷 + 𝜺
Keterangan:
KA
IA
TBP
α
ε
β1, β2
: Kualitas Audit
: Independensi Auditor
: Time Budget Pressure
: Konstanta
: Error term
: Koefisien Regresi
Karena menggunakan model regresi, maka harus dilakukan uji asumsi kalsik
terlebih dahulu untuk menguji pemenuhan syarat regresi.
a. Uji Asumsi Klasik Normalitas
Uji asumsi klasik normalitas akan menguji data variabel bebas (X) dan data variabel
terikat (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan berdistribusi normal atau
berdistribusi tidak normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data
variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y) berdistribusi mendekati normal atau
normal sama sekali. Pengujian normalitas menunjukan bahwa taraf signifikansi
untuk variabel independen dan variabel dependen yaitu lebih besar dari 0,05.
b. Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas
Uji asumsi klasik multikolinearitas diterapkan untuk analisis regresi berganda yang
terdiri atas dua atau lebih variabel bebas/independent variable, di mana akan diukur
tingkat asosiasi (keeratan) hubungan/pengaruh antara variabel bebas tersebut
melalui besaran koefisien korelasi (r).
c. Uji Asumsi Klasik Heterokedastisitas
Uji asumsi klasik heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala
heterokedastisitas.
138
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
d. Uji Asumsi Klasik Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier terdapat
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena
residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi lainnya. Model.
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi Pengujian autokorelasi
dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin – Watson (DW Test). Uji Durbin
Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order
autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model
regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel independen.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis deskriptif variabel independensi auditor,
tekanan anggaran waktu, dan kualitas audit pada KAP di wilayah Bandung:
a. Responden relatif memiliki independensi yang baik dengan persentanse 77,7%.
Dimana tidak mudah untuk dipengaruhi oleh siapapun, dapat mengantisipasi
tekanan dari klien, dan dapat mempertahankan objektivitasnya, karena auditor
melaksanakan tugasnya untuk kepentingan umum.
b. Responden relatif mengalami tekanan anggaran waktu atau time budget pressure
yang cukup tinggi dalam penugasannya dengan persentase sebesar 75,7%. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa responden (auditor) cenderung pernah merasakan time
budget pressure dalam melaksanakan tugas auditnya.
c. Responden relatif memiliki kualitas audit yang baik dalam menghasilkan laporan
auditan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata total persentase sebesar 87,1%. Artinya,
kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor yang bekerja pada KAP di wilayah
Bandung telah memadai.
Hasil menunjukkan bahwa instrumen penelitian yang digunakan adalah valid, dimana
nilai korelasinya lebih besar dari pada r-tabel yaitu 0,268. Selain itu hasil menunjukkan
bahwa instrumen penelitian reliable, dimana nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0,6.
Pengolahan data yang digunakan peneliti melakukan pengujian asumsi klasik
untuk melihat kelayakan model regresi. Hasil pengujian asumsi klasik yaitu sebagai
berikut:
a. Uji Normalitas
Dari hasil uji normalitas tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai residual
terdistribusi normal, sehingga model penelitian ini dinyatakan telah memenuhi
syarat asumsi normalitas. Dengan demikian, secara keseluruhan baik data variabel
independen maupun data variabel dependen telah terdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Nilai tolerance masing-masing variabel adalah IA= 0,896; TBP=0,896 dan nilai VIF
pada kolom terakhir pada masing-masing variabel adalah IA= 1,116; TBP= 1,116,
dimana nilai tolerance semua variabel lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF semua
Ekspansi
139
variabel lebih kecil dari 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini
bebas dari gejala multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Hasil uji heteroskedastisitas pada Gambar 1, bahwa titik-titik scatterplot tidak
memiliki pola sebaran yang teratur baik menyempit, melebar, maupun
bergelombang. Titik-titik scatterplot yang dihasilkan menyebar dengan baik tanpa
pola. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada
model regresi linear berganda penelitian ini.
Sumber: Output SPSS (2016)
Gambar 1. Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot
d. Uji Autokorelasi
Nilai DW sebesar 2,017, nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan
menggunakan nilai signifikan 5%, jumlah sampel 54 (n) dan jumlah variabel
independen 2 (k=2), maka di tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai dl: 1,485
dan du: 1,638. Oleh karena itu nilai DW= 2,017 lebih kecil dari 4-du (4-1,638)
=2,362 sehingga 1,638 < 2,017 < 2,362 (du < dw < 4-du) maka dapat disimpulkan
bahwa pada model regresi ini tidak terjadi autokorelasi.
Dalam melakukan pengolahan data peneliti menggunakan teknik analisis regresi linear
berganda untuk.melihat hasil penelitian dan untuk menguji hipotesis penelitian ini.
Uji hipotesis yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Analisis secara Simultan (Uji F)
Tabel 1. Uji Signifikansi Secara Simultan (Uji F)
Model
Regression
ANOVAa
Sum of Squares Df Mean Square
87.553
2
1 Residual
187.780 51
Total
275.333 53
a. Dependent Variable: KA
b. Predictors: (Constant), TBP, IA
Sumber: Output SPSS (2016)
F
Sig.
43.777 11.889 .000b
3.682
140
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
Tabel 1 menunjukkan nilai Fhitung sebesar 11,889 dan Ftabel sebesar 3,18 dimana
jumlah variabel independen dan dependen (k) berjumlah 3 dan sampel (n)
berjumlah 54, sehingga df1=k-1 yaitu 3-1=2 dan df2=n-k yaitu 54-3=51, sehingga
Fhitung > Ftabel. Uji signifikan secara simultan menunjukkan angka sebesar 0,000
sehingga probabilitas signifikan < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa H03
ditolak dan Ha3 diterima yaitu bahwa independensi auditor dan tekanan anggaran
waktu berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kualitas audit.
b. Analisis secara Parsial (Uji t)
Tabel 2. Uji Signifikansi Secara Parsial (Uji t)
Model
Unstandardized
Coefficients
B
(Constant)
Standardized
Coefficients
Std. Error
t
Sig.
Beta
18.411
3.459
5.322
.000
IA
.227
.067
.416
3.407
.001
TBP
.119
.054
.269
2.203
.032
a. Dependent Variable: KA
Sumber: Output SPSS (2016)
Berdasarkan Tabel 2, pada variabel independensi auditor didapatkan t hitung
sebesar 3,407, dan nilai t tabel sebesar 2,007, t tabel didapatkan dari df=n-k, dimana
n merupakan sampel sebanyak 54 dan k merupakan jumlah variabel independen
(bebas) yaitu sebanyak 2, jadi df=54-2=52. Hal ini berarti t hitung > t tabel sama
dengan 3,407 > 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05
sehingga signifikan < 0,05. Nilai beta yang diperoleh yaitu sebesar 0,227
menunjukkan nilai positif, berarti variabel independensi auditor berpengaruh
positif terhadap kualitas audit. Dapat disimpulkan bahwa H01 ditolak dan Ha1
diterima, berarti variabel independensi auditor berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas audit.
Pada variabel tekanan anggaran waktu (tbp) didapatkan t hitung sebesar 2,203, dan
nilai t tabel sebesar 2,007. Hal ini berarti t hitung > t tabel sama dengan 2,203 > 2,007
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,032 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan <
0,05. Nilai beta yang diperoleh yaitu sebesar 0,119 menunjukkan nilai positif, berarti
variabel tekanan anggaran waktu berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Dapat
disimpulkan bahwa H02 ditolak dan Ha2 diterima, berarti variabel tekanan anggaran
waktu (tbp) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.
3.1 Pengaruh Independensi Auditor dan Tekanan Anggaran Waktu terhadap
Kualitas Audit Secara Simultan
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan nilai Fhitung sebesar 11,889 dan Ftabel sebesar
3,18 dimana jumlah variabel independen dan dependen (k) berjumlah 3 dan sampel
(n) berjumlah 54, sehingga df1=k-1 yaitu 3-1=2 dan df2=n-k yaitu 54-3=51, sehingga
Ekspansi
141
Fhitung > Ftabel. Uji signifikan secara simultan menunjukkan angka sebesar 0,000
sehingga probabilitas signifikan < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa H03 ditolak
dan Ha3 diterima yaitu bahwa independensi auditor dan tekanan anggaran waktu
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kualitas audit.
3.2 Pengaruh Indepedensi Auditor terhadap Kualitas Audit Secara Parsial
Berdasarkan Tabel 2, pada variabel independensi auditor didapatkan t hitung sebesar
3,407, dan nilai t tabel sebesar 2,007, t tabel didapatkan dari df=n-k, dimana n
merupakan sampel sebanyak 54 dan k merupakan jumlah variabel independen (bebas)
yaitu sebanyak 2, jadi df=54-2=52. Hal ini berarti t hitung > t tabel sama dengan 3,407
> 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 sehingga
signifikan < 0,05. Nilai beta independensi auditor yaitu sebesar 0,227 yang berarti nilai
beta yang positif menunjukkan bahwa variabel independensi auditor berpengaruh
positif terhadap kualitas audit. Dapat disimpulkan bahwa H01 ditolak dan Ha1 diterima,
berarti variabel independensi auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kualitas audit.
Posisi independensi auditor memiliki persentase 77,7% termasuk ke dalam
kategori baik. Hal ini berarti independensi yang dimiliki oleh auditor yang bekerja pada
KAP di wilayah Bandung sudah baik. Auditor yang independen tidak akan
terpengaruh meskipun ia sudah memiliki hubungan kerja yang lama dengan kliennya
dan meskipun mendapat tekanan dari kliennya. Oleh karena itu, dengan memiliki
sikap yang independen auditor dapat menghasilkan audit yang berkualitas. Serta,
berdasarkan uji statistik deskriptif yang dilakukan, menunjukkan kualitas audit
termasuk dalam kategori sangat baik, dengan persentase sebasar 87,1%. Hal ini
menunjukkan auditor telah melaporkan semua kesalahan klien yang ditemukan selama
proses audit, auditor memahami sistem informasi akuntansi klien, dan auditor
memiliki komitmen yang kuat untuk menyelesaikan tugas audit.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa
independensi auditor secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kualitas audit. Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh independensi auditor
adalah searah dengan kualitas audit atau dengan kata lain semakin tinggi independensi
auditor dalam menjalankan tugas audit, maka semakin tinggi kualitas auditnya.
Sebaliknya, semakin rendah independensi auditor, maka kualitas audit auditor
tersebut semakin rendah pula.
3.3 Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu Terhadap Kualitas Audit Secara Parsial
Berdasarkan Tabel 2, pada variabel tekanan anggaran waktu (tbp) didapatkan t hitung
sebesar 2,203, dan nilai t tabel sebesar 2,007. Hal ini berarti t hitung > t tabel sama
dengan 2,203 > 2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,032 lebih kecil dari 0,05
sehingga signifikan < 0,05. Nilai beta tekanan anggaran waktu yaitu sebesar 0,119, nilai
beta yang positif menunjukkan bahwa variabel tekanan anggaran waktu berpengaruh
positif terhadap kualitas audit. Dapat disimpulkan bahwa H02 ditolak dan Ha2
142
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
diterima, berarti variabel tekanan anggaran waktu (tbp) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas audit.
Posisi tekanan anggaran waktu berada pada kategori setuju dengan persentase
sebesar 75,7%. Hal ini berarti auditor menyetujui bahwa mengalami tekanan anggaran
waktu selama melakukan tugasnya. Meskipun tekanan anggaran waktu tergolong
cukup tinggi, tidak menyebabkan penurunan terhadap kualitas audit. Bahkan tekanan
anggaran waktu yang tinggi akan menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Karena
tekanan anggaran waktu merupakan waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas
auditnya dan meskipun auditor berada di bawah tekanan, mereka harus tetap
mempertahankan kualitas auditnya, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan
tanggapan responden mengenai kualitas audit sebesar 87,1% yang digolongkan
termasuk kriteria sangat baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa tekanan
anggaran waktu berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Pengaruh
positif menunjukkan bahwa pengaruh tekanan anggaran waktu adalah searah dengan
kualitas audit atau dengan kata lain semakin tinggi tekanan anggaran waktu yang
dialami auditor selama menjalankan tugas audit, maka semakin tinggi kualitas
auditnya. Sebaliknya, semakin rendah tekanan anggaran waktu, maka kualitas audit
auditor tersebut semakin rendah pula.
4. KESIMPULAN
Penelitian yang dilakukan peneliti ini bertujuan untuk menilai apakah indepedensi
auditor dan tekanan anggaran waktu berpengaruh terhadap kualitas audit baik secara
simultan maupun secara parsial. Penelitian ini dilakukan terhadap 54 responden yang
terdapat pada Kantor Akuntan Publik yang berada di wilayah Bandung. Berdasarkan
hasil pengujian dari berbagai teknik pengujian dan analisis data yang dilakukan oleh
peneliti, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung memiliki indepedensi yang
baik, hal ini dilihat dari sebanyak 77,7% menyetujui terhadap pernyataan yang
dipaparkan peneliti mengenai independensi auditor. Auditor yang bekerja pada KAP
di wilayah Bandung mengalami tekanan anggaran waktu selama melaksanakan
tugasnya, hal ini dilihat dari sebanyak 75,7% menyetujui terhadap pernyataan yang
dipaparkan peneliti mengenai tekanan anggaran waktu. Kualitas audit yang dimiliki
auditor yang bekerja pada KAP di wilayah Bandung disimpulkan sangat baik, hal ini
dilihat dari sebanyak 87,1% sangat menyetujui terhadap pernyataan yang dipaparkan
peneliti mengenai kualitas audit.
Secara simultan, independensi auditor dan tekanan anggaran waktu mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit, dimana f-hitung sebesar 11,889 lebih
besar dari f-tabel sebesar 3,18 dan probabilitas signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari
0,05.
Secara parsial, variabel indepedensi auditor (X_1) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas audit. Dilihat dari t-hitung > t-tabel sama dengan 3,407 >
2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05, dan nilai beta
Ekspansi
143
variabel independensi auditor sebesar 0,227 yang berarti nilai beta yang positif
menunjukkan variabel independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas
audit.
Secara parsial, variabel tekanan anggaran waktu (X_2) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kualitas audit. Dilihat dari t-hitung > t-tabel sama dengan 2,203 >
2,007 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,032 lebih kecil dari 0,05, dan nilai beta
variabel tekanan anggaran waktu sebesar 0,119 yang berarti nilai beta yang positif
menunjukkan variabel tekanan anggaran waktu berpengaruh positif terhadap kualitas
audit.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A. Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. (2010). Auditing dan Jasa
Assurance. Jakarta: Erlangga.
Arens, Alvin A. Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. (2011). Auditing dan Jasa Assurance
(terjemahan). Edisi keduabelas. Jakarta: Erlangga.
Hutabarat, Goodman. (2012). Pengaruh Time Budget Pressure dan Etika Auditor terhadap
Kualitas Audit. Vol.6(1). Jurnal Ilmiah Universitas Satya Negara Indonesia.
Kurnia, Winda. Khomsiyah. Sofie. (2014). Pengaruh Kompetensi, Independensi, Tekanan
Waktu, dan Etika Auditor terhadap Kualitas Audit. E-Jurnal Akuntansi Universitas
Trisakti 1.2.
Mulyadi. (2011). Auditing. Jakata: Salemba Empat.
Ningsih, A.A Putu Ratih Ratih Cahaya. P. Dyan Yaniartha S. (2013). Pengaruh
Kompetensi, Independensi, dan Time Budget Pressure terhadap Kualitas Audit. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana 4.1.
Nirmala, Rr Putri Arsika. Nur Cahyonowati (2013). Pengaruh Independensi, Pengalaman,
Due Professional Care, Akuntabilitas, Kompleksitas Audit, dan Time Budget Pressure
terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris pada Auditor KAP di Jawa Tengah dan DIY). EJunal Akuntansi Universitas Diponegoro 2.3.
Oklivia. Aan Marlinah. (2014). Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Faktor-faktor
dalam Diri Auditor Lainnya terhadap Kualitas Audit. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.
16 No.2.
Rosnidah, Ida. Rawi dan Kamarudin. (2010). Analisis Dampak Motivasi Dan
Profesionalisme terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat Dalam Pengawasan
Keuangan Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten Cirebon). Jurnal
Akuntansi. Bandung.
Sarwoko, Iman. Soekrino Agoes (2014). An Empirical Analysis of Auditor’s Industry
Specialization, Auditor’s Independence and Audit Procedures on Audit Quality: Evidence
from Indonesia. Science Direct.
Sujarweni, V. Wiratna dan Poly Endrayanto. (2012). Statistika untuk Penelitian. Graha
Ilmu: Yogyakarta.
http://hukum.kompasiana.com/2013/09/02/kasus-kredit-macet-bri-jambi-tahun2013-belum-temukan-tersangka [diakses pada 16 September 2015]
144
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/438785caralaporankeuanganproyekhamb
caralaporankeua [diakses pada 20 Desember 2015]
Ekspansi
145
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
A. Identitas Responden
1. Nama KAP
:
2. Nama Responden
:
3. Umur Responden
:
4. Jenis Kelamin
: ( ) Pria ( ) Wanita
5. Jenjang Pendidikan
: ( ) D3 ( ) S1 ( )S2 ( )S3
6. Lama Bapak/Ibu bekerja pada KAP tempat bekerja saat ini … bulan/tahun
7. Jabatan dalam KAP
:
( ) Supervisor
( ) Manajer KAP
( ) Auditor Junior
( ) Partner
( ) Auditor Senior
B. Pernyataan
Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu dengan cara
memberi tanda checklist (√) pada kolom yang tersedia.
Keterangan:
STS
Sangat Tidak Setuju
TS
Tidak Setuju
KS
Kurang Setuju
S
Setuju
SS
Sangat Setuju
1) Pernyataan Tentang Independensi
No
Pernyataan
SS
S
KS
I. Indikator: Lama Hubungan dengan Klien (Audit Tenure)
1
Masa kerja saya dengan klien
yang sama bisa lebih dari 3
tahun.
TS
STS
146
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
2
Lama masa kerja saya dengan
klien yang sama tidak
mengganggu hasil audit saya.
3
Saya tidak pernah merasa
dikendalikan atau
dipengaruhi oleh klien dalam
kegiatan audit yang masih
dilakukan.
II. Indikator: Tekanan dari Klien
4
Saya dituntut oleh klien
untuk menyelesaikan audit
tepat waktu.
5
Saya akan menerima sanksi
administratif apabila tidak
menyelesaikan audit tepat
waktu.
6
Saya harus menghasilkan
laporan audit yang
independen, meskipun ada
tekanan dari klien.
No
Pernyataan
SS
S
KS
III. Indikator: Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review)
7
Saya memerlukan review dari
KAP lain untuk menilai
prosedur audit yang telah
saya lakukan.
8
Peer Review selalu dilakukan
di KAP tempat saya bekerja
secara rutin.
IV. Indikator: Jasa nonAudit
TS
STS
Ekspansi
9
147
Selain jasa atestasi, KAP
dapat memberikan jasa
nonatestasi kepada klien yang
sama.
10
Saya pernah memberikan jasa
lain kepada perusahaan klien.
11
Saya mengaudit perusahaan
yang saya berikan jasa
nonaudit.
2) Pernyataan tentang Tekanan Anggaran Waktu
No
Pernyataan
SS
I. Indikator : Keketaan Anggaran Waktu
12
Waktu yang dianggarkan
kepada saya untuk melakukan
tugas audit cukup banyak.
13
Anggaran waktu yang ketat
(sempit) membuat saya
terburu-buru dalam
melaksanakan tugas audit.
14
Pekerjaan audit saya tidak
mempunyai waktu untuk
istirahat atau cuti.
II. Indikator: Ketercapaian Anggaran Waktu
15
Saya sering lembur untuk
dapat mencapai anggaran
waktu yang ketat.
16
Saya sering meminta
perpanjangan waktu untuk
menyelesaikan laporan audit.
S
KS
TS
STS
148
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
17
Kuantitas pekerjaan audit
yang diberikan kepada saya
sesuai dengan alokasi waktu
yang ada.
No
Pernyataan
SS
S
KS
TS
STS
KS
TS
STS
III. Indikator: Pemahaman tentang time budget
18
Di tempat saya bekerja, time
budget dalam penugasan audit
selalu dikomunikasikan.
19
Di tempat saya bekerja,
efisiensi dalam pekerjaan
proses audit sangat
ditekankan.
20
Di tempat saya bekerja, time
budget digunakan sebagai
salah satu indikator
pengukuran efisiensi kinerja.
IV. Indikator: Tanggung jawab terhadap time budget
21
Saya dituntut untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan
proses audit tepat waktu
sesuai dengan time budget.
22
Saya memandang time budget
dalam penugasan audit
sebagai beban.
23
Saya akan menjalankan audit
sesuai dengan waktu audit
yang direncanakan walaupun
saya merasa tidak mampu.
No
Pernyataan
SS
V. Indikator: Penilaian Kinerja dari Atasan
S
Ekspansi
24
149
Di tempat saya bekerja,
kesesuaian penugasan audit
dengan time budget dijadikan
indikator penilaian kinerja
dari atasan.
25
Saya akan melakukan audit
sesuai dengan waktu yang
direncanakan agar audit yang
saya lakukan dinilai baik oleh
atasan.
26
Di tempat saya bekerja, time
budget merupakan keputusan
yang mutlak dari atasan yang
tidak dapat diganggu gugat.
3) Pernyataan tentang Kualitas Audit
No
Pernyataan
SS
S
KS
TS
STS
KS
TS
STS
I. Indikator: Melaporkan Semua Kesalahan Klien
27
Saya selalu melaporkan
semua kesalahan Auditee
yang saya temukan, sehingga
laporan saya berkualitas.
28
Saya tidak menutupi temuan
yang bersifat material selama
proses audit.
No
Pernyataan
SS
S
II. Indikator: Pemahaman terhadap Sistem Informasi Akuntansi Klien
29
Saya memahami laporan
keuangan klien, agar proses
audit saya menghasilkan
150
Nadya D. Wahyuni, Hiro Tugiman dan Annisa Nurbaiti
laporan audit yang
berkualitas.
30
Saya mengetahui kejanggalan
yang ada dalam laporan
keungan klien.
31
Saya selalu memastikan
laporan keuangan klien sesuai
dengan standar akuntansi
yang berlaku saat ini.
III. Indikator: Komitmen yang Kuat dalam Menyelesaikan Audit
32
Selama proses audit, saya
yakin laporan audit saya
berkualitas.
33
Setiap penugasan dapat
diselesaikan dengan time
budget yang telah ditentukan.
34
Saya selalu menyelesaikan
pekerjaan laporan audit saya
tepat waktu dan selalu
bersikap independen
sehingga laporan audit saya
berkualitas.
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
1. Karya ilmiah dapat berbentuk ringkasan hasil penelitian, studi literasi, tinjauan
kritis (critical review) atau gagasan orisinil yang kritis dan segar khususnya dalam
bidang ekonomi, keuangan, perbankan, dan akuntansi.
2. Karya ilmiah yang dikirim ke redaktur Jurnal Ekspansi belum pernah
dipublikasikan sebelumnya dalam terbitan berkala ilmiah baik di dalam maupun
di luar negeri.
3. Penulis karya ilmiah dapat terdiri dari satu orang atau lebih, maksimal 3 orang.
Naskah dapat ditulis dengan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris secara baik dan
benar dengan menggunakan bahasa ilmiah ataupun akademik.
4. Panjang naskah 20-30 halaman (termasuk lampiran dan daftar pustaka) pada kertas
ukuran A4 dengan spasi 1 jenis huruf Times New Roman 12, serta margin atas 3
cm, untuk bawah, kiri, dan kanan masing-masing 2,5 cm. Untuk tabel, digunakan
jenis huruf Times New Roman 11 dan spasi 1 serta nama tabel diletakkan di
sebelah atas tabel. Untuk gambar, harus berbentuk bmp, jpg, png, atau sejenisnya
serta diberi nama gambar yang diletakkan di sebelah bawah gambar. Masingmasing tabel/ gambar dilengkapi sumber.
5. Penulisan karya ilmiah mengikuti format dan struktur penulisan sebagai berikut:
a. Judul karya ilmiah
Ditulis dengan huruf kapital dan tebal, dibuat secara jelas, lugas, ringkas, tidak
terlalu panjang, serta mencerminkan isi dari karya ilmiah.
b. Nama lengkap penulis, lembaga/instansi asal atau afiliasi, alamat email Nama
ditulis lengkap tanpa gelar, bila terdiri dari beberapa penulis dapat diurutkan
ke bawah. Lembaga/instansi atau afiliasi ditulis di bawah nama (masingmasing) penulis dan dilengkapi e-mail penulis.
c. Abstrak dan kata kunci
Abstrak merupakan intisari tulisan, dibuat dengan jenis huruf Times New
Roman 11, spasi 1 dan dilengkapi dengan kata kunci. Dibuat dalam Bahasa
Inggris dan Bahasa Indonesia.
d. Pendahuluan
Pendahuluan memuat latar belakang dan rumusan masalah serta dapat juga
diuraikan mengenai pentingnya permasalahan secara ilmiah.
e. Metodologi
Metodologi memuat secara keseluruhan bagaimana karya ilmiah dibuat,
menjelaskan apakah penelitian kualitatif atau kuantitatif, serta analisis data
yang digunakan.
f.
Isi (hasil dan pembahasan)
Isi memuat diskusi mengenai gagasan atau masalah pokok yang dibahas secara
sistematis.
g. Kesimpulan
Kesimpulan ditulis dalam bentuk tulisan yang bersifat argumentatif,
terutama untuk hasil penelitian atau disarikan tujuan dan isi yang umum dari
permasalahan yang telah diuraikan pada bagian isi.
h. Daftar pustaka
Disusun berdasarkan abjad, dengan menuliskan nama akhir terlebih dahulu
dan diikuti oleh tahun publikasi, judul, dan penerbit. Baris kedua dan
seterusnya inden ke sebelah kanan sebanyak 7 spasi. Contoh:
Buku
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kelima,
Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Wolk, Harry I., et al. 2001. Accounting Theory : A Conceptual and Institutional
Approach, 5th Edition. Ohio : South – Western College Publishing.
Skripsi/Tesis/Disertasi
Ismal, Rifki. 2010. The Management of Liquidity Risk in Islamic Banks : The Case
of Indonesia. (Unpublished doctoral theses). Durham: School of
Government and International Affairs, Durham University.
Soemartini. 2007. Pengaruh Variabel Makro Terhadap Perubahan Konsumsi
Masyarakat Indonesia 2000 – 2006, (Tesis tidak dipublikasikan). Bandung
: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Terbitan Berkala (jurnal, majalah, atau lainnya)
Basu, Sudipta. (1997). The Conservatism Principle and The Asymetric Timelines of
Earnings. New York : Journal of Accounting and Economics, Vol. 24, pp.
3 – 37.
Saadah, Kamalah. 2015. Efektivitas Fungsi Intermediasi Lembaga Amil Zakat
(Studi Pada Lembaga Amil Zakat dalam Forum Organisasi Zakat di Seluruh
Indonesia). Bandung : Jurnal Ekspansi, Vol. 7, No. 2, h. 181-197.
Suryadi, Dede. 2011. Potret Bisnis Syariah : Perlu Upaya Lebih Serius. Jakarta
: Majalah Swa Sembada, No. 27/XXVI/20 Desember 2010 – 5 Januari
2011, h. 88 – 92.
Publikasi Elektronik
Deakin, Simon. 2010. Corporate Governance and Financial Crisis in The
Long Run. http://www.cbr.cam.ac.uk/pdf/WP417.pdf . Html : January,
4th 2014.
Juwaini, Ahmad. 2012. Pembangunan Zakat Berkelanjutan. Tersedia:
http://www.forumzakat.net/index.php?act=paparan&id=13. Diakses: 5
April 2012
6. Sistem penomoran untuk setiap bagian/sub bagian contohnya adalah sebagai
berikut:
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 ..........................
3.2 ..........................
3.2.1 .......................
3.3 ..........................
3.3.1 .......................
dst.
7. Naskah karya ilmiah dikirim dalam bentuk soft copy ke alamat email redaksi :
[email protected]
8. Naskah karya ilmiah yang masuk ke redaksi akan diseleksi oleh mitra bestari serta
disunting oleh dewan penyunting. Karya ilmiah dapat diterima tanpa perbaikan,
diterima dengan perbaikan, ataupun tidak ditolak.
Download