BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia membutuhkan protein dan salah satu sumber yang mudah diperoleh adalah protein asal hewan seperti telur dan daging unggas. Jumlah protein yang dibutuhkan oleh manusia bervariasi tergantung kepada umur, jenis aktivitas, dan tingkat pertumbuhan sel. Sebaiknya 25% kebutuhan protein berasal dari hewan. Sebagai contoh, orang dewasa membutuhkan 51 gram protein setiap harinya yang terdiri dari 12,75 gram protein hewani dan selebihnya 38,25 gram dapat berasal dari tumbuhan (Santoso, 2009). Sudarmono (2003) menyarankan bahwa standard nasional konsumsi protein perhari perkapita ditetapkan 55 gram yang terdiri atas 80% protein nabati dan 20% protein hewani. Sumber protein hewani yang berasal dari daging unggas sebanyak 56% dari ketersediaan daging nasional. Usaha untuk meningkatkan produksi unggas sudah dilakukan dengan berbagai cara dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi (Wahyu, 2004). Pengendalian hama juga sangat diperlukan guna memenuhi aspek dari manajemen kesehatan hewan. Usaha yang dapat dilakukan dalam pengendalian hama tersebut adalah pemberantasan hama dengan menggunakan pestisida (Wirama, 1996). Tanah-tanah pertanian yang menggunakan pestisida akan mengandung residu pestisida yang tinggi karena tanah tersebut menyerap senyawa-senyawa yang dikandung dalam pestisida tersebut. Proses penguapan pestisida dalam tanah akan terhambat apabila tanah tersebut mengandung bahan organik yang tinggi. Faktor lain yang menentukan proses penguapan pestisida adalah kelembaban 1 tanah, kelembaban udara, suhu tanah dan prositas tanah. Penguapan pestisida terjadi bersama-sama dengan proses penguapan air, karena air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida (Siregar, 2010). Pestisida biasanya digunakan bersama dengan bahan lain seperti minyak sebagai pelarut, air sebagai pengencer atau dicampur tepung untuk mempermudah pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya (Tarumingkeng, 2008). Secara garis besar insektisida dibagi dalam tiga kelompok yaitu insektisida organoklorin (hidrokarbon berklor), organofosfat (fosfat organik), dan karbamat. Insektisida golongan organofosfat dan karbamat bersifat lebih toksik dibandingkan insektisida golongan organoklorin serta lebih berefek akut sehingga sering menimbulkan keracunan pada hewan. Insektisida golongan organoklorin bersifat persisten yaitu tidak mudah terurai dan berefek kronik serta menyebabkan bioakumulasi di dalam rantai makanan (Indraningsih, 1998). Asmoro dkk. (2013) menyatakan bahwa golongan piretroid merupakan salah satu golongan insektisida yang boleh didaftarkan karena tidak mempunyai efek karsinogenik, teratogenik atau mutagenik. Deltamethrin termasuk dalam golongan piretroid. Deltamethrin merupakan jenis insektisida yang sering digunakan oleh petani untuk mengendalikan hama pada tanaman (Asmoro dkk., 2013). Deltamethrin terbukti letal bagi serangga, baik melalui pencernaan maupun kontak tubuh. Deltamethrin dikenal toksik bagi cacing, hewan akuatik, hewan terestrial, dan termasuk manusia ( Puspita dkk., 2013). Secara umum diasumsikan, piretroid dapat mempengaruhi aktifitas syaraf (Frank dkk, 2000). Extension Toxicology Network (ETN) mengemukakan bahwa 2 piretroid yang masuk ke dalam tubuh manusia secara oral, dapat menyebabkan konvulsi, eksitasi, diare, fibrilasi otot hingga paralisis (Anonim, 1994). Residu pada deltamethrin terjadi karena deltamethrin yang dieksresikan dengan melibatkan siklus enterohepatik melalui empedu kembali ke sistem sirkulasi darah untuk berikatan dengan lemak sehingga menghasilkan residu. Siklus enterohepatik ini yang melalui empedu akan terbebas pada usus dan keluar bersama feses (Mustchler, 1991). Oleh sebab itu perlu adanya perhatian terhadap bahan makanan asal hewan yang berasal dari peternakan yang mengggunakan deltamethrin. Sejauh ini sudah dilaporkan seberapa besar kemungkinan adanya cemaran deltamethrin di dalam hati ayam broiler. Apakah vitamin E dapat menurunkan kadar deltamethrin pada hati ayam broiler yang terpapar deltamethrin? Atas dasar ini perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh vitamin E terhadap hati ayam broiler yang terpapar deltamethrin. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh vitamin E terhadap kadar deltamethrin pada hati ayam broiler yang terpapar deltamethrin. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi pengetahuan bagi masyarakat bagaimana bahayanya mengkonsumsi hati ayam broiler yang terpapar deltamethrin dan memberi pengetahuan bagi masyarakat akan pentingnya manfaat dari vitamin E. 3