PENGARUH PENGUNGKAPAN SOSIAL TERHADAP RETURN

advertisement
PENGARUH PENGUNGKAPAN SOSIAL TERHADAP
RETURN SAHAM
(Analisis Komparatif Perusahaan High Profile dan Low Profile
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
MUNANDAR EFENDI
AKUNTANSI MANAJEMEN
105082002627
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009
1
PENGARUH PENGUNGKAPAN SOSIAL TERHADAP
RETURN SAHAM
(Analisis Komparatif Pada Perusahaan High Profile dan Low
Profile yang Terdaftar di BEI)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Munandar Efendi
1050 8200 2627
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof.Dr. Abdul Hamid, MS
NIP: 131 474 891
Rahmawati, SE, MM.
NIP: 132 055 044
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009
2
Hari Senin Tanggal Lima Belas Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Munandar Efendi NIM 105082002627
dengan judul skripsi “Pengaruh Pengungkapan Sosial Terhadap Return
Saham (Analisis Komparatif Perusahaan High Profile dan Low Profile yang
Terdaftar di BEI)”. Memerhatikan penampilan tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Juni 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si.
Ketua
Amilin, SE., Ak.,M.Si.
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, M.S.
Penguji Ahli
3
Hari Senin Tanggal Tiga Puluh Bulan Juni Tahun Dua Ribu Sembilan telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Munandar Efendi NIM 105082002627 dengan
judul skripsi “Pengaruh Pengungkapan Sosial Terhadap Return Saham
(Analisis Komparatif Perusahaan High Profile dan Low Profile yang
Terdaftar di BEI)”. Memerhatikan penampilan tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Juni 2009
Tim Penguji Ujian Skripsi
Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si.
Ketua
Amilin, SE., Ak.,M.Si.
Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, M.S.
Penguji Ahli
4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama
Tempat/Tanggal Lahir
Alamat
No. Telepon / HP
Agama
Kewarganegaraan
Nama Orang Tua
E-mail
: Munandar Efendi
: Jakarta, 23 September 1987
: Jln Raya Hankam Komp. PLN No.15 Kel. Jatimurni
Kec. Pondok Melati, Pondok Gede – Bekasi
: 021 84597672 / 021 9100501
: Islam
: WNI
Bapak : Mukirna Machmud
Ibu : Eulis Ningsih
: [email protected]
B. Riwayat Pendidikan
SDN Pondok Ranggon I Bekasi
SLTPN 246 Lubang Buaya Jakarta
SMKN 51 Cipayung Jakarta
Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial UIN Syarif Hidayatullah
1993-1999
1999-2002
2002-2005
2005- skrg
Lulus/Berijazah
Lulus/Berijazah
Lulus/Berijazah
C. Pengalaman Organisasi
No Badan/Organisasi
1
OSIS SMKN 51 Jakarta
2
BEM Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi UIN Sahid
Jabatan
WaKa OSIS
Koord Divisi Keilmuan
Periode
2004-2005
2007-2008
D. Pengalaman Kerja
1
2
3
4
5
Program Magang SMKN 51
Program Magang SMKN 51
Program Magang SMKN 51
Program Magang FE UIN
Part Time
Jasa Marga (Pusat)
PT. PLN Cab Kramat
BPK
Kandepag Jaksel
PT. Artha Jasa Kons.
5
1 s/d 30 April 2004
1 s/d 31 Mei 2004
1 s/d 31 Juli 2004
Juli – Agustus 2008
1 s/d 30 Sept 2008
Abstract
The objectives of this research are to examine the influence of Social Disclosure
in company’s annual report to share return from 2004 up to 2007, this research
investigates this objectives by tracing number of social disclosure for each year in
annual report from Capital Market Reference Center in Indonesian Stock
Exchange and historical monthly adjusted closing price 2004 up to 2007 from
finance.yahoo.com. Samples of this research are high profile and low profile
companies that listed in Indonesian Stock Exchange (IDX) acquired using
purposive sampling method. Analyze method is Simple Regression because data
64 samples (32 samples both of high profile and low profile). This result research
is describe that social disclosure have positive impact for share return at the high
profile companies, but negative effect for low profile companies in Indonesian
Stock Exhange (IDX). Now social disclosure was one of decision making to
investment from high profile companies because they’ve impact for share return,
because investors start concern that negative effect from high profile main
operations.
Key Words: Social disclosure,share return, high profile, and low profile
6
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pengungkapan sosial
yang ada dalam laporan keuangan tahunan terhadap tingkat pengembalian saham
(return saham) dari tahun 2004 hingga 2007, penelitian ini menginvestigasi dan
mengakumulasi jumlah pengungkapan sosial dari setiap tahun dalam laporan
keuangan tahunan yang diperoleh di Pusat Referensi Pasar Modal (PPRM) dan
penyesuaian harga saham penutupan (adjusted closing price) mulai dari tahun
2004 hingga 2007 yang diperoleh dari situs finance.yahoo.com. Tujuan lain dari
penelitian ini adlah menguji perbedaan pengaruh terhadap perusahaan
berkarakteristik high profile dan low profile yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier sederhana
untuk masing-masing perusahaan high profile dan low profile. Hasil dari analisis
penelitian ini menyimpulkan bahwa pengungkapan pertanggungjawaban sosial
yang dilakukan oleh perusahaan high profile berpengaruh terhadap tingkat
pengembalian (return) saham.
Kata kunci : pengungkapan pertanggungjawaban sosial, tingkat pengembalian
saham, high profile, and low profile
7
Daftar Isi
Lembar Pengesahan Skripsi ..................................................................
i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .............................................
ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ........................................................
iii
Daftar Riwayat Hidup………………………………………………….
iv
Abstract………………………………………………………………...
v
Abstrak…………………………………………………………………
vi
Daftar Isi………………………………………………………………
vii
Daftar Gambar dan Grafik…………………………………………….
x
Daftar Tabel……………………………………………………………
xii
Daftar Lampiran ………………………………………………………
xiii
Kata Pengantar………………………………………………………...
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………..
1
B. Perumusan Masalah …………………………………………..
12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………..
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Literatur.....................................................................
14
1. Sekilas Sejarah dan Perkembangan Pertanggungjawaban
Sosial Perusahaan ………………………………………..
14
2. Kaitan CSR dengan Sarbanes Oxley Act (2002) ………...
18
3. CSR di Indonesia …………………………………………
20
4. Definisi CSR .....................................................................
22
5. Prinsip dan Model Corporate Social Responsibility (CSR)
23
6. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi CSR ..............
27
8
7. Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR ..........
28
8. Corporate Social Reporting……………………………..
29
9. Social Responsibility Accounting……………………….
31
10. Pengertian Pasar Modal…………………………………
35
11. Penilaian Saham ………………………………………..
38
12. Jenis-jenis Saham ………………………………………
41
B. Penelitian Terdahulu ............................................................
43
C. Kerangka Pemikiran..............................................................
46
D. Perumusan Hipotesis..............................................................
52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………
53
B. Metode Pemilihan Sampel ……………………………………
53
C. Metode Pengumpulan Data …………………………………..
55
D. Metode Analisis ………………………………………………
55
1. Uji Asumsi Klasik ……………………………………….
56
2. Uji Hipotesis …………………………………………….
58
E. Operasional Variabel Penelitian ..............................................
60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ………..…………
63
1. Sejarah Bursa Efek Indonesia …………………………….
63
2. Deskripsi Objek Penelitian ……………………………….
69
B. Penemuan dan Pembahasan.......………………………………
70
1. Analisa Deskriptif …………………………………………
70
9
2. Uji Asumsi Klasik …………………………………………
72
3. Uji Hipotesis……………………………………………….
81
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan …………………………………………………..
83
B. Implikasi ……………………………………………………..
84
C. Saran …………………………………………………………
84
Daftar Pustaka………………………………………………………
86
10
DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK
Nomor
Keterangan
2.1
Kerangka Pemikiran
4.1
Hasil Uji Heteroskedasdisitas Perusahaan High Profile
Tahun 2004 s/d 2007
4.2
Hasil Uji Heteroskedasdisitas Perusahaan Low Profile
Tahun 2004 s/d 2007
4.3
Normal Probability Plot Perusahaan High Profile Tahun
2004 s/d 2007
4.4
Normal Probability Plot Perusahaan Low Profile Tahun
2004 s/d 2007
11
Halaman
51
72
73
74
74
DAFTAR TABEL
Nomor
2.1
3.1
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
Keterangan
Penelitian Sebelumnya
Pengukuran Operasional Variabel Penelitian
Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Jenis Industri
Descriptive Statistics High Profile
Descriptive Statistics Low Profile
Hasil Uji Autokorelasi High Profile
Hasil Uji Autokorelasi Low Profile
Koefisien Determinasi High Profile
Koefisien Determinasi Low Profile
ANOVA(b) High Profile tahun 2004 s/d 2007
ANOVA(b) Low Profile tahun 2004 s/d 2007
Independent Samples Test
Coefficients(a) perusahaan High Profile
Coefficients(a) perusahaan Low Profile
12
Halaman
44
61
69
70
70
71
71
75
75
76
77
79
80
80
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1
2
3
4
5
6
7
Keterangan
Tabel Daftar Sampel Perusahaan High Profile
Tabel Daftar Sampel Perusahaan Low Profile
Item-item Pengungkapan Sosial yang dilakukan
Perusahaan Sampel
Return Saham Perusahaan High Profile
Return Saham Perusahaan Low Profile
Total Pengungkapan Sosial Perusahaan High Profile
Total Pengungkapan Sosial Perusahaan Low Profile
13
Halaman
103
104
105
108
109
110
111
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum wr.wb
Alhamdullillahirabbil’alamin, segala puji syukur kepada ALLAH SWT
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala usaha serta upaya, dengan judul
Pengaruh Pengungkapan Sosial Terhadap Harga Saham (Uji Komparatif Pada
Perusahaan High Profile dan Low Profile yang Terdaftar di BEI). Shalawat serta
salam semoga selalu tercurah pada junjungan kita baginda Rasullah SAW,
keluarga serta para sahabat beliau yang telah memberikan cahaya bagi umatnya
dalam menempuh keselamatan dan kebahagiaan dengan berbagai ilmu
pengetahuan dan perjalanan hidup yang sangat mulia.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian dari syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Pada kesempatan kali ini, penulis tak lupa dan ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi, terutama kepada:
1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mendorong penulis baik dari segi moriil,
materil maupun do’a yang tiada henti. Terimakasih atas do’amu, dan segala
yang telah engkau lakukan takkan pernah dapat terbalaskan.
14
2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS. Selaku dekan Fakultas ekonomi dan ilmu sosial
dan juga sebagai dosen pembimbing pertama, yang senantiasa memberikan
arahan dan juga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bpk. Afif Sulfa SE.,Ak.M.si Selaku Ketua Jurusan Akuntansi
4. Yessi Fitri, SE.,Ak.,M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
5. Ibu Rahmawati ,SE.,MM., selaku dosen pembimbing kedua, berkat arahan
dan juga kesabaran beliau dalam membimbing penulis demi selesainya skripsi
ini sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Ekonomi.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan FEIS UIN SYAHID Jakarta yang telah
memberikan bantuan kepada penulis.
7. Saudara Arief Fahruri yang telah merelakan semua referensi penelitiannya
untuk mendukung penelitian saya, dan juga saran-saran darinya.
8. Teman Seperjuangan Akuntansi Kelas A 2005-2008 yang selalu dihati.
Akhir kata, semoga penelitian ini dapat berguna bagi ilmu pendidikan
untuk bangsa Indonesia, khususnya untuk Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, Juni 2009
Munandar Efendi
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan yang berorientasi pada profit (profit oriented) umumnya
hanya berfokus pada keuntungan semata dan tidak akan mengeluarkan biaya
yang tidak dapat ditandingkan dengan estimasi pendapatan masa mendatang.
Karena memang tuntutan untuk meningkatkan keuntungan setiap investornya,
sehingga mengabaikan dampak sosial yang disebabkan oleh adanya operasi
perusahaan.
Asumsi dasar setiap perusahaan bahwa dengan memberikan perhatian
pada lingkungan sekitar dengan mengeluarkan biaya sosial, justru menurunkan
profitabilitas dan pada akhirnya menurunkan nilai saham dan pembagian
dividen karena memang jika ditelusuri tidak didapatkan potensi keuntungan
dengan mengeluarkan biaya sosial. Tentunya hal ini tidak diinginkan
manajemen
perusahaan
yang
selalu
berorientasi
pada
kemakmuran
shareholder-nya.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, muncullah pertentangan dari
berbagai kalangan bahwa setiap perusahaan seharusnya melakukan tanggung
jawab sosial dari setiap dampak yang ditimbulkan dari operasi inti perusahaan.
Hal ini dipelopori oleh negara-negara maju yang memang memiliki potensi
mempengaruhi lingkungan secara signifikan.
Berdasarkan dari pemikiran Howard R. Bowen dalam bukunya yang
berjudul Social Responsibility of The Businessman, mulailah perubahan
16
paradigma masyarakat mengenai perlunya pertanggungjawaban sosial yang
seharusnya dilakukan oleh setiap perusahaan. Sehingga menimbulkan banyak
perdebatan diantara kalangan masyarakat dengan manajemen perusahaan,
karena adanya perbedaan tujuan. Perusahaan bertujuan pada keuntungan,
sementara masyarakat sekitar perusahaan juga tidak ingin lingkungan sekitar
rusak akibat dari operasi perusahaan (Majalah Bisnis & CSR, 2008).
Pada tahun 1980-an, perusahaan-perusahaan di negara barat mulai
memerhatikan dampak sosial yang diakibatkan dari operasi perusahaannya.
Selain dari desakan masyarakat,juga telah timbul kesadaran dari internal
perusahaan
itu
sendiri.
Munculnya
perusahaan-perusahaan
pioneer
menimbulkan banyak penelitian yang dilakukan oleh para akademisi dalam
mengkaji efek dari adanya pertanggungjawaban sosial (CSR) dengan
profitabilitas perusahaan.
Dalam tahun terakhir, perusahaan-perusahaan telah meningkatkan
ekspektasi mereka terhadap CSR dari lingkungan sosialnya (Balmer dan
Greysner, 2006; Michael, 2003; Whitehouse, 2006 dalam Herbert dan Schantz
2007). CSR berkaitan pada pemenuhan dengan kewajiban hukum sesuai
dengan peraturan moral yang menjadikan suatu perilaku bisnis pada umumnya
(Herbert dan Schantz, 2007).
Menguatnya
program
pertanggungjawaban
sosial,
membuat
perusahaan mulai secara perlahan untuk memperhatikan dan menjaga
lingkungan sekitar dari efek yang ditimbulkan karena adanya aktivitas operasi
17
perusahaan. CSR semakin berkembang hingga menjadi salah satu faktor
keputusan investor dalam menanamkan modalnya.
UU Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang memuat
tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam Pasal 1 ayat 3, dan pada Pasal 66
mengenai laporan tahunan, dalam ayat 2(c) disebutkan laporan pelaksanaan
Tanggung
Jawab
Sosial
dan
Lingkungan,
mengharuskan
adanya
pertanggungjawaban sosial serta pengungkapannya disetiap perusahaan yang
berbentuk PT.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia kini tidak lagi memprioritaskan
keuntungan (profit) semata, namun sudah mempertimbangkan dan mengatasi
masalah sosial (social problems) yang ada disekitar lingkungan tempat
perusahaan itu berdiri, tanpa mempertimbangkan apakah operasi inti
perusahaan memiliki dampak negatif pada lingkungannya.
Dalam kacamata CSR, perusahaan yang operasi utamanya memiliki
dampak sosial bagi lingkungan yang signifikan biasa dikategorikan dalam
perusahaan high profile contohnya seperti perusahaan pertambangan. Dan
sebaliknya, perusahaan yang dampaknya tidak signifikan dikategorikan dalam
perusahaan low profile, contohnya seperti sektor perbankan (Patten (1991)
dalam Khoirunnisa, 2007).
Besarnya dampak sosial perusahaan tergantung pada jenis atau
karakteristik operasi perusahaan. Karakteristik operasi perusahaan yang
menghasilkan dampak sosial yang tinggi akan menuntut pemenuhan
tanggungjawab sosial yang lebih tinggi pula. Pelaksanaan tanggungjawab
18
sosial akan disosialisasikan kepada publik melalui pengungkapan soial dalam
laporan tahunan (Mirfazli dan Nurdiono, 2007:1).
Pengungkapan pertanggungjawaban sosial (CSR Disclosure) kini
dikaitkan dengan kinerja keuangan (financial performance). Apakah memang
benar, adanya biaya sosial yang dikeluarkan dapat memberikan kontribusi
pada keuntungan perusahaan atau tidak? Dan pemahaman ini menjadi salah
satu perdebatan di tingkat manajer, apakah mereka telah secara sistematis
kehilangan peluang keuntungan (miss profit opportunity) jika para manajer
memutuskan untuk berlawanan dengan perlindungan lingkungan yang alami
(King dan Lenox, 2002, dalam Arx dan Ziegler, 2008).
Salah satu isu yang paling mendasar dalam CSR adalah kelangsungan
ekonomis (economic sustainability). Praktek CSR mungkin dapat disetujui
dan lebih kepada pengembangan dalam lingkungan perusahaan hanya jika
mereka tidak ingin membahayakan kelangsungan operasinya
dalam
persaingan pasar yang tinggi (Becchetti dan Ciciretti, 2006).
Berdasarkan hal ini, biaya CSR bukan sekedar ”makan siang gratis”
yang umumnya mengakibatkan pada perubahan dalam ukuran relatif diantara
target maksimalisasi nilai pemegang saham (shareholder value maximization)
dengan maksimalisasi kemakmuran para corporate stakeholder (seperti
konsumen, komunitas lokal, pekerja, sub kontraktor) (Jensen, 2001:15; Tirole,
2001:26, dalam Becchetti dan Ciciretti, 2006).
Jika memang penerapan dan pengungkapan CSR memberikan
hubungan positif pada kinerja keuangan perusahaan. Berkaitan dengan hal
19
diatas, pengaruh dari CSR pada kinerja keuangan perusahaan pada umumnya
dan pada capaian saham (stock performance) khususnya adalah pada akhirnya
menjadi satu pertanyaan empiris.
Menurut Urs von Arx dan Andreas Ziegler dalam Economics Working
Paper Series dengan judul asli paper ” The Effect od CSR on Stock
Performance : New Evidence for the USA and Europe”, edisi Mei 2008. Hasil
dari penelitian Arx dan Ziegler (2008) mengindikasikan bahwa lingkungan
industri (industry environtmental) dan kinerja sosial (social performance)
tidak memberikan pengaruh yang positif atau negatif dalam rata-data bulanan
pengembalian saham (average monthly stock return) dalam Amerika Serikat
dan Eropa.
Becchetti et.all (2009) melakukan analisis empiris mengenai pengaruh
dan relevansi program CSR pada kondisi pasar modal, dengan sampel data
dari tahun 1990 hingga 2004. Dan hasil penelitian mereka menyimpulkan dua
penemuan utama yaitu tren meningkat yang signifikan dalam nilai absolut dari
pengembalian yang tidak wajar (abnormal return) dan efek negatif signifikan
dalam pengembalian yang tidak wajar setelah pengumuman melalui Domini
Index.
Dilling (2008) melakukan penelitian empiris mengenai pengaruh
pencantuman pada Dow Jones Sustainability World Index (DJSI World)
terhadap nilai perusahaan. Penelitian tersebut memberikan pandangan baru
mengenai bukti empiris dalam reaksi harga saham (stock price reaction).
20
Dengan tahun sampel antara 2002 sampai dengan 2005, dan sampel sebanyak
116 perusahaan yang terdaftar di DJSI World.
Hasil dari penelitian yang dilakukan Dilling tersebut adalah, pada dua
tahun awal, harga saham bereaksi positif ketika pertama kali pengumuman
terdaftarnya perusahaan sampel dan pengaruhnya menurun setelah tahun
selanjutnya. Namun menurut Dilling, tidak ada perbedaan reaksi investor pada
pencantuman
perusahaan
ke
DJSI
World
untuk
beberapa
negara.
Kesimpulannya pelaporan CSR membuat investor dan stakeholder sulit
menampung informasi untuk menentukan kualitas pelaporan CSR.
Martin (2008) melakukan analisis mengenai maksimalisasi nilai
pemegang saham dengan adanya kebijakan CSR. Martin menggunakan
beberapa variabel program CSR dan menyimpulkan bahwa aktivitas CSR
akan bernilai jika manajemen membantu mengembangkan reputasi perusahaan
dalam setiap grup stakeholder, seperti pemasok, pelanggan, karyawan, dan
komunitas. Dan jika reputasi tersebut ada, maka perusahaan berdiri menjadi
lebih ”bermakna”, sehingga menarik investor dan meningkatkan nilai saham
mereka.
Becchetti dan Ciciretti (2006) melakukan penelitian ”Corporate Social
Responsibility and Stock Market Performance” dengan sampel yang cukup
besar dalam rentang 14 tahun. Mereka menemukan bahwa SR Stocks (Social
Responsibility Stocks) memiliki rata-rata signifikan pengembalian yang rendah
dan variabel yang tidak kondisional saham biasa. Hasil ini disejajarkan dengan
21
bukti deskriptif mean rendah (daily return) dan varians dari strategi beli-dantahan (buy-and-hold strategies) dalam SR portfolio.
Nelling dan Webb (2006) menyimpulkan bahwa menguatnya
performance harga pasar saham dalam menunjukkan investasi besar suatu
perusahaan dalam aspek CSR khususnya hubungan karyawan (employee
relations), namun aktivitas CSR tidak mempengaruhi kinerja keuangan.
Mereka juga mengatakan bahwa CSR digerakkan lebih dari karakteristik
perusahaan yang tidak dapat diobservasi daripada dengan kinerja keuangan.
Hill et.all (2007) dalam Majalah Bisnis dan CSR (2008:107),
memberikan gambaran dari hasil penelitiannya mengenai pelaksanaan CSR
sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan. Mereka mengungkapkan,
setelah mengontrol berbagai variabel, perusahaan yang melakukan CSR pada
jangka pendek (3 – 5 tahun) tidak mengalami kenaikan saham yang signifikan.
Namun, dalam jangka panjang (10 tahun), mengalami kenaikan nilai saham
sangat signifikan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan
praktik CSR.
Soana (2009) meneliti hubungan antara Corporate Social Performance
(CSP) dengan Corporate Financial Performance (CFP) dalam sektor
perbankan, dan hasilnya menyatakan bahwa data statistik dari bank nasional
dan internasional yang berada di negara Italia tidak menunjukkan hubungan
yang pasti atau signifikan apakah positif (berpengaruh) atau negatif mengenai
korelasi diantara CSP dengan CFP.
22
Yuningsih
(2008)
melakukan
pengujian
mengenai
pengaruh
karakteristik perusahaan terhadap praktek pengungkapan tanggung jawab
sosial dan lingkungan perusahaan publik, dengan sampel penelitian sebanyak
20 perusahaan terbesar berdasarkan nilai kapitalisasi pasar yang terdaftar di
Bursa Efek Surabaya. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
karakteristik perusahaan mempengaruhi secara signifikan terhadap praktek
pengungkapan tanggung jawab sosial.
Adi (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh pengungkapan
sosial dalam laporan tahunan perusahaan terhadap reaksi investor, sebuah
studi kasus pada perusahaan high profile yang terdaftar di BEJ. Dengan
sampel sebanyak 26 perusahaan. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa pengaruh dari pengungkapan sosial terhadap laporan tahunan kurang
signifikan, sehingga tidak ada pengaruh pengungkapan sosial terhadap reaksi
investor.
Zubaidah (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh biaya sosial
pada kinerja keuangan pada perusahaan semen yang listing di Bursa Efek
Jakarta (BEJ). Dan hasilnya menjelaskan bahwa biaya sosial memiliki
pengaruh yang kuat pada kinerja keuangan. Dengan biaya CSR yang
digunakan seperti biaya gaji, biaya air bersih, biaya bonus, dan biaya promosi.
Dan biaya gaji adalah faktor CSR yang paling kuat dalam mempengaruhi
kinerja keuangan.
Saleh et.all (2008) melakukan pengujian empiris mengenai hubungan
antara Pengungkapan CSR dengan kinerja keuangan dalam Pasar Terbuka
23
yang berada di Malaysia, dengan menggunakan longitudinal data analysis.
Hasilnya adalah terdapat sedikit bukti (evidence) dari pengaruh signifikan
CSR dalam kinerja keuangan dalam hubungan jangka panjang.
Brine
et.all
(2007)
melakukan
pengujian
Corporate
Social
Responsibility and Financial Performance dalam konteks Australia, beberapa
penggerak ekonomi untuk CSR telah mereka temukan yang mungkin dapat
dijelaskan dari pemungutan sukarela oleh beberapa perusahaan. Hasil pertama
mereka menerangkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan diantara CSR
dengan kinerja keuangan.
Yuniasih dan Wirakusuma (2007) melakukan penelitian mengenai
pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan pengungkapan
Corporate Social Responsibility dan Good Coprporace Governance sebagai
variabel pemoderasi. Hasil dari penelitian tersebut antara lain adalah Return
On Asset (ROA) positif mempengaruhi nilai perusahaan; pengungkapan CSR
terbukti berpengaruh positif pada hubungan ROA dengan nilai perusahaan;
dan, kepemilikan manajerial terbukti tidak berpengaruh terhadap hubungan
antara ROA dengan nilai perusahaan.
Kenta (2006) melakukan penelitian empiris mengenai pengaruh
coporatee social terhadap financial performance pada perusahaan yang berada
di Jepang. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat hubungan positif
diantara CSP dengan CFP. Ketika mengambil pertimbangan dari variabel
CSR, hasil mereka mendekati untuk mendukung hipotesis yang mereka
kembangkan.
24
Sembiring (2005) telah melakukan penelitian empiris pada perusahaan
yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, mengenai karakteristik perusahaan dan
pengungkapan tanggung jawab sosial. Hasilnya berupa ukuran perusahaan,
karakteristik dan jumlah dari jajaran komisaris (board of commisioner)
memiliki
hubungan
positif
yang
signifikan
terhadap
pengungkapan
pertanggungjawaban sosial, tetapi profitabilitas dan leverage
tidak
menunjukkan efek positif.
Tsoutsoura (2004) dalam proyek aplikasi keuangan juga melakukan
pengujian ”Corporate Social Responsibility and Financial Performances”,
didasari dengan metode empiris dan data diambil dari rentang waktu 1996
sampai 2000 yang termasuk juga dalam S&P 500. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan statistik yang
signifikan, mendukung pandangan dari aktivitas pertanggungjawaban sosial
(CSR) dapat dijadikan salah satu bagian keuntungan.
Orlitzky et.all (2003) melakukan pengujian mengenai hubungan antara
Corporate
Social
Performance
(CSP)
dengan
Corporate
Financial
Performance (CFP) dengan menggunakan meta analisis dan sampel yang
berjumlah 33.878 observasi. Hasilnya adalah terdapat asosiasi positif antara
CSP dengan CFP. Contohnya, pendekatan CSP lebih berkorelasi dengan
perhitungan dasar akuntansi dari CFP daripada dengan indikator berdasarkan
pasar.
Mahoney dan Roberts (2002) juga melakukan penelitian diantara
hubungan sosial dan lingkungan perusahaan terhadap pengaruhnya dalam
25
kinerja keuangan dan instritusi kepemilikan, dengan menggunakan panel data
selama empat tahun dari sampel perusahaan yang berada di Canada (Canadian
Firms). Mereka menemukan hubungan positif antara kinerja lingkungan
perusahaan dengan kinerja keuangan perusahaan. Ditambah lagi, hubungan
positif antara aktivitas sosial perusahaan dengan institusi kepemilikan dalam
bentuk saham (shares). Dari hasil-hasil yang mereka temukan, mereka
berargumen bahwa aktivitas sosial berhubungan positif dalam kesuksesan
perusahaan.
Beberapa bursa sudah menerapkan indeks yang memasukkan kategori
saham-saham perusahaan yang telah mengimplementasikan CSR. New York
Stock Exchange telah memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi
saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai CSR yang baik.
DJSI mulai dipraktekkan sejak tahun 1999. begitu pula London Stock
Exchange yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan
Financial Times Stock Exchange (FTSE) mempunyai FTSE4Good sejak 2001.
Belakangan, inisiatif ini mulai diikuti oleh otoritas bursa saham di Asia,
seperti Hanseng Stock Exhange dan Singapore Stock Exchange. Konsekuensi
dari adanya
indeks-indeks tersebut memacu
investor
global untuk
menanamkan investasinya hanya di perusahaan-perusahaan yang sudah masuk
dalam indeks tersebut.
Berdasarkan
kajian dan paparan penelitian terdahulu yang telah
disebutkan, untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul
”Pengaruh Pengungkapan Sosial Terhadap Return Saham”,Analisis
26
Komparatif pada Perusahaan High Profile dan Low Profile yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah
dalam penelitian dapat dituangkan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh pengungkapan sosial terhadap return
saham antara perusahaan high profile dan low profile ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti
empiris mengenai :
1. Perbedaan pengaruh pengungkapan sosial dengan return saham dalam
perusahaan high profile dan low profile yang listed di BEI.
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Pembaca.
Memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat pada umumnya dan bagi
mahasiswa FEIS pada khususnya. Skripsi ini dapat dijadikan sumbangan
karya ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti lainnya
yang mengangkat topik serupa dalam penelitiannya.
2. Bagi Perusahaan.
27
Dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi perusahaanperusahaan yang belum menerapkan aktivitas pertanggungjawaban sosial
yang ada di Bursa Efek Indonesia. Khususnya bagi perusahaan yang
operasi utamanya memberikan efek negatif bagi lingkungan dan
masyarakat sekitar. Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kinerja
dalam melayani masyarakat luas (stakeholder), tanpa melupakan
tanggungjawabnya kepada pemegang saham (shareholder).
3. Bagi Penulis.
Memberikan pemahaman baru mengenai jumlah pengungkapan sosial
pada tingkat pengembalian saham (share return) dalam perusahaan
berkarakteristik high profile maupun low profile. Penulis mendapatkan
berbagai pengetahuan mengenai perkembangan aktivitas CSR yang ada di
Eropa dan Amerika, karena terdapat beberapa referensi asing.
28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Literatur
1. Sekilas Sejarah dan Konsep Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan
CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen
menerbitkan bukunya berjudul Social Responbilities of The Businessman.
Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat itu menjadi buku terlaris
dikalangan dunia usaha pada era 1950-1960. Pengakuan publik terhadap
prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang Ia kemukakan membuat
dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai bapak CSR (Untung, 2008:37).
Dalam buku itu Bowen memberikan definisi awal dari CSR
sebagai:
“… obligation of businessman to pursue those policies, to make
those decision or to follow those line of action wich are desirable in term
of the objectives and values of our society.” (Bowen, 1953:6 dalam
http://donhangga.com).
Dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan
oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis (Rajafi dan
Irianto, 2007) yang memperkenalkan konsep “Iron Law of Social
Responsibility”. Dalam konsepnya, Davis berpendapat bahwa penekanan
pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan
size atau ukuran perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis
29
menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan,
semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya,
semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan
perusahaan itu pada masyarakatnya (Untung,2008:38).
Tahun 1962, Rachel Carlson menulis buku yang berjudul Silent
Spring . Buku tersebut dianggap memberikan pengaruh besar pada
aktivitas pelestarian alam. Buku tersebut berisi efek buruk penggunaan
DDT sebagai pestisida terhadap kelestarian alam, khususnya burung. DDT
menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan menyebabkan gangguan
reproduksi dan kematian pada burung. Silent Spring juga menjadi
pendorong dari pelarangan penggunaan DDT pada tahun 1972. Selain
penghargaan Silent Spring juga menuai banyak kritik dan dinobatkan
sebagai salah satu ”buku paling berbahaya abad ke-19 dan ke-20” versi
majalah Human Events (http//:donhangga.com).
Tahun 1963 Joseph W. McGuire memperkenalkan istilah
Corporate Citizenship. McGuire menyatakan bahwa:
“The idea of social responsibilities supposes that the
corporation has not only economic and legal obligations but also certain
responsibilities to society which extend beyond these obligations”
(McGuire, 1963:144 dalam http://donhangga.com).
McGuire kemudian menjelaskan lebih lanjut kata beyond dengan
menyatakan bahwa korporasi harus memperhatikan masalah politik,
kesejahteraan masyarakat, pendidikan, “kebahagiaan” karyawan dan
30
seluruh permasalahan sosial kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu
korporasi harus bertindak “baik,” sebagai mana warga negara (citizen)
yang baik.
Tahun 1971, Committee for Economic Development (CED)
menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan
yang dapat dianggap sebagai code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya
anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan
pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
masyarakat (Untung, 2008:38).
CED merumuskan CSR dengan menggambarkannya dalam
lingkaran konsentris. Lingkaran dalam merupakan tanggungjawab dasar
dari korporasi untuk penerapan kebijakan yang efektif atas pertimbangan
ekonomi (profit dan pertumbuhan); Lingkaran tengah menggambarkan
tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitif terhadap nilai-nilai dan
prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan
diambil; Lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungkin
akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam
menjaga lingkungan dan masyarakat (http//:donhangga.com).
Tahun 70-an juga ditandai dengan pengembangan definisi CSR.
Dalam
artikel
yang
berjudul
Dimensions
of
Corporate
Social
Performance, S. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku
korporasi yang dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan
social responsiveness. Menurut Sethi, social obligation adalah perilaku
31
korporasi yang didorong oleh kepentingan pasar dan pertimbanganpertimbangan hukum. Dalam hal ini social obligation hanya menekankan
pada aspek ekonomi dan hukum saja. Social responsibility merupakan
perilaku korporasi yang tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi dan
hukum saja tetapi menyelaraskan social obligation dengan norma, nilai
dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan sosial. Social
responsivenes merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat
mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness
merupakan tindakan antisipasi dan preventif (http://donhangga.com).
Era ini ditandai dengan usaha-usaha yang lebih terarah untuk lebih
mengartikulasikan secara tepat apa sebenarnya corporate responsibility.
Walaupun telah menyinggung masalah CSR pada 1954 , Empu teori
manajemen Peter F.Drucker baru mulai membahas secara serius bidang
CSR pada tahun 1984, Drucker berpendapat:
”But the proper ‘social responsibility’ of business is to tame the
dragon, that is to turn a social problem into economic opportunity and
economic benefit, into productive capacity, into human competence, into
well-paid
jobs,
and
into
wealth”
(Drucker,
1984:62
dalam
http//:donhangga.com)
Dalam hal ini Drucker telah melangkah lebih lanjut dengan
memberikan ide baru agar korporasi dapat mengelola aktivitas CSR yang
dilakukannya dengan sedemikian rupa sehingga tetap akan menjadi
peluang bisnis yang menguntungkan.
32
Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa melalui World Commission
on Environment and Development (WECD) menerbitkan laporan yang
berjudul Our Common Future – juga dikenal sebagai Brundtland Report
untuk menghormati Gro Harlem Brundtland yang menjadi ketua WECD
waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda
politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan
pembangunan yang lebih sensitif pada isu-isu lingkungan. Laporan ini
menjadi
dasar
pembangunan
kerjasama
multilateral
berkelanjutan
dalam
rangka
(sustainable
melakukan
development)
(http//:donhangga.com).
Earth Summit dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 1992 . Dihadiri
oleh 172 negara dengan tema utama Lingkungan dan Pembangunan
Berkelanjutan. Menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa
kesepakatan lainnya. Hasil akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar
menekankan pentingnya eco-efficiency dijadikan sebagai prinsip utama
berbisnis dan menjalankan pemerintahan (http//:donhangga.com).
2. Kaitan CSR dengan Sarbanes Oxley Act (SOX) 2002
Undang-undang ini diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes
(Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio), dan telah
ditandatangani oleh Presiden George W. Bush pada tanggal 30 Juli 2002.
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Amerika
Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti:
33
Enron, WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup,
Computer Associates International, CMS Energy, Global Crossing,
HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox; yang juga
melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti:
Arthur Andersen, KPMG dan PWC. Semua skandal ini merupakan contoh
tragis bagaimana fraud schemes berdampak sangat buruk terhadap pasar,
stakeholders dan para pegawai.
Dengan diterbitkannya undang-undang ini, ditambah dengan
beberapa aturan pelaksanaan dari Securities Exchange Commision (SEC)
dan
beberapa
meningkatkan
self
regulatory
standar
bodies
akuntabilitas
lainnya,
korporasi,
diharapkan
akan
transparansi dalam
pelaporan keuangan, memperkecil kemungkinan bagi perusahaan atau
organisasi untuk melakukan dan menyembunyikan fraud, serta membuat
perhatian pada tingkat sangat tinggi terhadap corporate governance. Saat
ini, corporate governance dan pengendalian internal bukan lagi sesuatu
yang mewah lagi; karena kedua hal ini telah disyaratkan oleh undangundang
Dalam Sarbanes-Oxley Act diatur tentang akuntansi, pengungkapan
dan pembaharuan governance; yang mensyaratkan adanya pengungkapan
yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang
hasil-hasil yang dicapai manajemen, kode etik bagi pejabat di bidang
keuangan, pembatasan kompensasi eksekutif, dan pembentukan komite
audit yang independen.
34
pPraturan ini sangat kental dengan unsur governance, dan tentu
saja praktik good corporate governance sesuai dengan Corporate Social
Responsibility (CSR) atau Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Karena
SOX
2002
mengatur
pengendalian
internal
yang
baik
seperti
pengungkapan laporan keuangan yang lebih banyak sehingga tidak ada
korban penipuan lagi yang merugikan pihak internal seperti karyawan
hingga pihak eksternal seperti investor.
3. CSR di Indonesia
Diantara negara-negara di Asia, penetrasi aktivitas CSR di
Indonesia masih tergolong rendah. Pada tahun 2005 baru ada 27
perusahaan yang memberikan laporan mengenai aktivitas CSR yang
dilaksanakannya (http//:donhangga.com). Karena sebelumnya, perusahaanperusahaan biasa menggunakan istilah Community Development.
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen
sejak tahun 2005 mengadakan Indonesia Sustainability Reporting Award
(ISRA) . Secara umum ISRA bertujuan untuk mempromosikan voluntary
reporting CSR kepada perusahaan di Indonesia dengan memberikan
penghargaan kepada perusahaan yang membuat laporan terbaik mengenai
aktivitas CSR. Kategori penghargaan yang diberikan adalah Best Social
and Environmental Report Award, Best Social Reporting Award, Best
Environmental
Reporting
Award,
(http//:donhangga.com)
35
dan
Best
Website.
Pada
2006
kategori penghargaan
ditambah
menjadi Best
Sustainability Reports Award, Best Social and Environmental Report
Award, Best Social Reporting Award, Best Website, Impressive
Sustainability Report Award, Progressive Social Responsibility Award,
dan Impressive Website Award. Pada 2007 kategori diubah dengan
menghilangkan kategori impressive dan progressive dan menambah
penghargaan khusus berupa Commendation for Sustainability Reporting:
First Time Sutainability Report. Sampai dengan ISRA 2007 perusahaan
tambang, otomotif dan BUMN mendominasi keikutsertaan dalam ISRA
(http://donhangga.com).
Menurut Kemp (2002), pihak asing yang meneliti perkembangan
dan
penerapan
CSR
dengan
objek
perusahaan
transnasional
(Transnational Corporations -TNCs) yang didukung oleh United Nations
Research Instittue for Social Development (UNRISD). Penelitian tersebut
bertujuan untuk mengetahui dapatkah CSR dan disertai dengan inisiatif
sukarela dapat merubah perilaku dari hari ke hari dari perusahaan
transnasional tersebut; dan dalam sudut pandang krisis, apakah CSR sesuai
di Indonesia?.
Pada masa itu (2002), Kemp berkesimpulan bahwa adanya CSR
masih memberikan sedikit kontribusi dalam hal hak asasi manusia, dan
terdapat sebagian kecil perusahaan transnasional yang target utama
konsumen dan perusahaan yang sudah berpikir etis dan bertanggungjawab.
Industri lain tidak cenderung baik. Beberapa kelainan, dan pendekatan
36
yang tidak sempurna dari pergerakan CSR, seharusnya sebagai sinyal
untuk menuju masyarakat global yang dibutuhkan untuk pendekatan yang
lebih sistematis.
Kemp berpendapat bahwa setelah krisis ekonomi terjadi,
dibutuhkan penilaian ulang antara kebijakan ekonomi dan kebijakan
investasi, yang membuat bisnis di Indonesia berjalan. Pemikiran masa lalu
mungkin memberikan jalan untuk menciptakan hal pragmatis masa
mendatang dan dibutuhkan berfikir maju (visioner thinking) untuk
merealisasikan CSR yang didukung oleh prinsip bisnis Islam (Kemp,
2002).
4. Definisi CSR
Definisi CSR sangat menentukan pendekatan audit program CSR.
Sayangnya, belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh
berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan
keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi (Majalah Bisnis
dan CSR, 2007; Wikipedia, 2008).
Berikut adalah beberapa definisi CSR atau tanggung jawab sosial
perusahaan :
1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
dalam Pasal 1 butir 3 disebutkan tanggung jawab sosial perusahaan
adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
37
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat sekitarnya.
2. World Business Council for Sustainable Development: Komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan
memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal
dan masyarakat luas pada umumnya (Tunggal,2008:23).
3. The World Bank Group : Komitmen bisnis untuk memberikan
kontribusi agar dapat mengembangkan kelangsungan ekonomi, bekerja
dengan para pegawainya dan anggota mereka, keluarga mereka,
komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas
hidup, dalam jalan menuju antara baik untuk bisnis dan baik untuk
peningkatan (Tunggal,2008:23).
5. Prinsip dan Model Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip
dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu profit, people
dan planet (3P) (Porter, 2002:5 dalam Majalah Bisnis dan CSR, 2008).
1. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti
pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana
38
pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan
bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan
sosial bagi warga setempat.
3. Plannet.
Perusahaan
peduli
terhadap
lingkungan
hidup
dan
keberlanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak
pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup,
penyediaan sarana air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan
pariwisata (ekoturisme).
Sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang umumnya
diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu (Majalah Bisnis dan CSR,
2008) :
a. Keterlibatan langsung.
Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan
menyelenggarakan
sendiri
kegiatan
sosial
atau
menyerahkan
sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas
ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat
seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau
menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan.
Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau
groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim
diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya,
perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang
39
dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa
yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca
Cola Company, Yayasan Rio Tinto (perusahaan pertambangan),
Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund.
c. Bermitra dengan pihak lain.
Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan
lembaga sosial/organisasi non-pemerintah (NGO/LSM), instansi
pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana
maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga
sosial/Ornop yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan
CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia (PMI), Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Dompet Dhuafa; instansi
pemerintah (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI, Depdiknas,
Depkes, Depsos); universitas (UI, ITB, IPB); media massa (DKK
Kompas, Kita Peduli Indosiar).
d. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium.
Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu
lembaga
sosial
yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.
Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada
pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”.
Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh
perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari
40
mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian
mengembangkan program yang disepakati bersama.
Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui
beberapa tahapan mulai dari menentukan populasi atau kelompok sasaran;
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kelompok sasaran; merancang
program kegiatan dan cara-cara pelaksanaannya; menentukan sumber
pendanaan; menentukan dan mengajak pihak-pihak yang akan dilibatkan;
melaksanakan kegiatan atau mengimplementasikan program; hingga
memonitor dan mengevaluasi kegiatan.
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan biasanya
dilakukan secara
berkelompok dan terorganisir dengan melibatkan beberapa strategi seperti
pendidikan dan pelatihan keterampilan hidup (life skills), ekonomi
produktif, perawatan sosial; penyadaran dan pengubahan sikap dan
perilaku; advokasi: pendampingan dan pembelaan hak-hak klien; aksi
sosial: sosialisasi, kampanye, demonstrasi, kolaborasi, kontes; atau
pengubahan kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan
kelompok sasaran.
Berbeda dengan kegiatan bantuan sosial karitatif yang dicirikan
oleh adanya
hubungan “patron-klien” yang tidak seimbang, maka
pemberdayaan masyarakat dalam program Community Development
didasari oleh pendekatan yang partisipatoris, humanis dan emansipatoris
yang berpijak pada beberapa prinsip sebagai berikut:
a. Bekerja bersama, berperan setara.
41
b. Membantu rakyat agar mereka bisa membantu dirinya sendiri dan
orang lain.
c. Pemberdayaan bukan kegiatan satu malam.
d. Kegiatan diarahkan bukan saja untuk mencapai hasil, melainkan juga
agar menguasai prosesnya.
Agar berkelanjutan, pemberdayaan jangan hanya berpusat pada
komunitas lokal, melainkan pula pada sistem sosial yang lebih luas
termasuk kebijakan sosial. Salah satu lambannya pelaksanaan CSR di
Indonesia adalah tidak adanya instrumen hukum yang komprehensif yang
mengatur CSR. Instrumen hukum sangat diperlukan sekali untuk
mendorong pelaksanaan CSR di Indonesia. Pada saat ini, memang sudah
tedapat peraturan yang terkait dengan CSR seperti Undang-Undang (UU)
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun UU tersebut belum mampu
mendorong pelaksanaan CSR di lapangan. Apalagi dalam UU tersebut hal
yang diatur masih terbatas. Hanya berkaitan dengan hal tertentu saja.
Padahal CSR tidak saja berkaitan dengan tanggung jawab
perusahaan tehadap lingkungan dalam arti sempit, namun juga dalam arti
luas
seperti
tanggung
jawab
perusahaan
terhadap
pendidikan,
perekonomian, dan kesejahteraan rakyat sekitar.
6. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi CSR
Menurut Prince of Wales Foundation ada lima hal penting yang
dapat mempengaruhi implementasi CSR. Pertama, menyangkut human
42
capital atau pemberdayaan masyarakat. Kedua, environments yang
berbicara
tentang
lingkungan.
Ketiga,
adalah
Good
Corporate
Governance, atau mekanisme bagaimana sumber daya perusahaan
dialokasikan menurut aturan “hak” dan “kuasa”. Keempat, social
kohesion, artinya dalam melaksanakan CSR jangan sampai menimbulkan
kecemburuan
sosial.
Kelima,
adalah
economic
strength
atau
memberdayakan lingkungan menuju kemandirian bidang ekonomi
(Untung, 2008:11-12).
Implementasi dan aktivitas CSR bagi perusahaan publik, apabila
dilihat dari investor global yang memiliki idealisme tertentu, dengan
aktivitas CSR, saham perusahaan akan dapat lebih bernilai. Investor akan
rela membayar mahal karena kita membicarakan tentang sustainability dan
acceptabilityI. Sebab itu terkait dengan resiko investor (Welirang, 2007
dalam Untung, 2008:12).
7. Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR
Terkait dengan praktik CSR, pengusaha dapat dikelompokkan
menjadi empat : kelompok hitam, merah, hijau, dan biru (Putri,2007 dalam
Untung,2008:7) :
a. Kelompok Hitam, adalah mereka yang tak melakukan praktik CSR
sama sekali. Mereka adalah pengusaha yang menjalankan bisnis
semata-mata untuk kepentingan sendiri. Kelompok ini sama sekali
tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial sekelilingnya dalam
43
menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan
kayawannya.
b. Kelompok Merah, adalah mereka yang mulai melaksanakan praktik
CSR, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan
mengurangi keuntungannya. Aspek lingkungan dan sosial mulai
dipertimbangkan, tetapi dengan keterpaksaan yang biasanya dilakukan
setelah mendapat dari tekanan pihak lain, seperti masyarakat atau
lembaga
swadaya
masyarakat.
Kesejahteraan
karyawan
baru
diperhatikan setelah karyawan ribut atau mengancam akan mogok
kerja.
c. Kelompok Biru, perusahaan yang menilai praktik CSR akan memberi
dampak positif terhadap usahanya karena merupakan investasi, bukan
biaya.
d. Kelompok Hijau, perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada
strategi inti dan jantung bisnisnya, CSR tidak hanya dipandang sebagai
keharusan, tetapi kebutuhan yang merupakan modal sosial.
8.
Corporate Social Reporting
Corporate Social Reporting adalah proses pengkomunikasian
dampak-dampak sosial dan lingkungan dari tindakan ekonomi
perusahaan
kepada
kelompok-kelompok
yang
secara
khusus
berkepentingan dengan masyarakat dan masyarakat luas. Antara lain
mencakup pengembangan tanggung jawab organisasi (khususnya
44
perusahaan) yang melampaui peran tradisional dalam penyediaan
informasi finansial kepada pemilik modal, khususnya kepada pemegang
saham. Pengembangan yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dari pada
hanya menghasilkan laba untuk pemegang saham mereka (Gray et.all,
1987; dalam Khoirunnisa, 2006).
Menurut Perks (1993) dalam Khoirunnisa (2006) pengungkapan
aspek sosial perusahaan merupakan pengungkapan atau pengukuran
biaya dan manfaat baik yang dapat dinilai dengan uang maupun tidak
akibat dari aktifitas ekonomi perusahaan.
Menurut pandangan mikroekonomi terhadap pelaporan korporasi
adalah perusahaan tidak harus melaporkan pengaruh perusahaan pada
masyarakat. Biaya polusi lingkungan, pengangguran, kondisi kerja yang
tidak sehat, dan masalah-masalah sosial lain biasanya tidak dilaporkan
oleh perusahaan, kecuali biaya-biaya yang ditanggung langsung oleh
perusahaan seperti pajak. Namun akuntansi sosial korporasi mencoba
mengatasi masalah ini.
Sebuah contoh yang terkenal dalam upaya memasukkan tujuantujuan akuntansi sosial dan makro ekonomi ke dalam satu teori
pelaporan korporasi disajikan dalam corporate report, sebuah kertas
kerja yang diterbitkan oleh Institute of Chartered Accounts di Wales,
Inggris (Hendriksen, 2000 dalam Khoirrunnisa,2006). Salah satu usulan
laporan itu adalah diterbitkannya laporan nilai tambah (value added
45
statement) yang mengalokasikan pendapatan, setelah dikurangi biaya
pegawai, kreditor, dan pemegang saham.
Corporate social reporting begitu penting sebagai suatu proses
mengkomunikasikan dampak-dampak sosial dan lingkungan dari
keseluruhan aktifitas yang dilakukan perusahaan baik terhadap
sekelompok tertentu maupun masyarakat pada umumnya dalam bentuk
sebuah laporan baik yang sifatnya positif maupun negatif secara sukarela
ataupun bentuk pemenuhan peraturan yang sudah ada (Khoirunnisa,
2006).
9. Social Responsibility Accounting
Secara sempit, akuntansi pertanggungjawaban sosial didefinisikan
hanya mencakup menilai, mengukur, dan melaporkan dampak operasional
perusahaan pada masyarakat, tanpa mencakup program-program sosial
yang diadakan oleh perusahaan. Lee J. Seidler dan Lyn L. Seidler dikutip
oleh Usmansyah (1989:33) mengatakan bahwa ”sebagai pedoman umum
APS merupakan modifikasi dan penerapan oleh para akuntan berkenaan
dengan keahlian teknik dan disiplin akuntansi konvensional (keuangan dan
manajerial).” Secara esensial, konsep APS memandang APS sebagai
perluasan dari prinsip, praktek, dan terutama keahlian dari akuntansi
konvensional (Yuningsih, 2008).
Menurut Ahmed Belkoui (1999) dalam Yuningsih (2008), APS
adalah “ Proses pengurutan, pengukuran, dan pengungkapan pengaruh
46
yang kuat dari pertukaran antara suatu perusahaan dan lingkungan
sosialnya.”Martin
Freedman
(1989:499)
mengistilahkan
akuntansi
pertanggungjawaban sosial sebagai akuntansi sosial (social accounting).
“Akuntansi
sosial
tidak
hanya
mengungkapkan,
mengukur,
dan
menganalisa pengaruh atau konsekuensi sosial dan ekonomi dari prilaku
atau kegiatan operasional perusahaan, tetapi juga dari prilaku atau kegiatan
pemerintahan”. Menurut Freedman lingkungan bisnis meliputi: sumber
daya alam, masyarakat sekitar, orang-orang yang dipekerjakan, pelanggan,
pesaing, perusahaan dan kelompok-kelompok yang membuat perjanjian.
Estes (1976:3) dalam Yuningsih (2008) menggunakan istilah social
accounting untuk akuntansi pertanggungjawaban sosial perusahaan dan
mendefinisikan sebagai berikut: “ the measurement and reporting, internal
or external of information concerning the impact of an entity and its
activities on society”.
Menurut Hendriksen,1994 dalam Kholis dan Maksum (2003)
akuntasi sosial secara teoritis mensyaratkan perusahaan harus melihat
lingkungan sosialnya antara lain masyarakat, konsumen, pekerja,
pemerintah dan pihak lain yang dapat menjadi pendukung jalannya
operasional karena pergeseran tanggung jawab perusahaan.
Menurut Suwaldiman dalam Indira dan Apriyanti (2005) akuntansi
sosial sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat
kendali terhadap aktivitas suatu unit usaha. Makin meluasnya tanggung
jawab sosial perusahaan menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial
47
dalam pertanggungjawaban perusahaan ke dalam akuntansi sesuai dengan
fungsinya sebagai alat pertanggungjawaban. menurut Indira dan Apriyanti
(2005) hal ini mendorong timbulnya suatu konsep baru yang biasa disebut
sebagai Social Accounting, Socio Economic Accounting ataupun Social
Responsibility Accounting.
Ramanathan (1976 : 519) (dalam Rajafi dan Irianto 2007) dalam “
Toward A Theory of Corporate Social Accounting” mengajukan definisi
akuntansi sosial sebagai berikut :
“ The process of selecting firm level social performance variables,
measures and measurement procedures; systematically developing
information useful for evaluating the firmls social performance and
communicating such information to concerned social groups, both within
and outside the firm “ .
Menurut Mathew (1993 : 64) (dalam Rajafi dan Irianto, 2007)
dalam “ Social Responsibility Accounting” menyodorkan batasan
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial dengan mengatakan:
“Sure of information, both qualitative made by organization to inform or
influence a range of audience. The quantitative disclosure maybe in
financial or non financial terms”.
Menurut Parker,2002 (dalam Indira dan Apriyanti, 2005)
berpendapat bahwa social accounting mempunyai tiga tujuan penting,
yaitu :
a. Memberikan
gambaran
komprehensif
mengenai
perusahaan
(organisasi) beserta sumber daya yang dimilikinya.
b. Memberikan batasan terhadap perilaku perusahaan yang tidak
bertanggungjawab secara sosial
48
c. Memberikan motivasi positif bagi perusahaan untuk berperilaku sesuai
dengan tata cara sosial.
Adapun tema-tema yang termasuk dalam wacana akuntansi
pertanggungjawaban sosial ( Glautier, 2000 : 426 dalam Rajafi dan Irianto,
2007) adalah :
a. Kemasyarakatan
Tema ini mencakup aktivitas yang terkait dengan kemasyarakatan
yang diikuti oleh perusahaan, aktivitas yang terkait dengan kesehatan,
pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lain.
b. Ketenagakerjaan
Tema ini meliputi dampak aktivitas organisasi pada orang-orang dalam
organisasi perusahaan. Aktivitas tersebut meliputi recruitment,
program pelatihan, gaji dan tunjangan, mutasi dan promosi, dan
sebagainya.
c. Produk dan Konsumen
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk/jasa, antara lain
kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam
beriklan, kejelasan / kelengkapan keterangan isi pada kemasan dan
sebagainya.
d. Lingkungan hidup
Tema ini mencakup aspek lingkungan dari proses produksi yang
meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis,
49
pencegahan-pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat
pemrosesan sumber daya alam dan konservasi sumber daya alam.
10. Pengertian Pasar Modal
Pasar modal diartikan sebagai pasar untuk berbagai sekuritas dalam
jangka panjang yang bisa diperjualbelikan. Seiring dengan adanya
perkembangan tekonologi yang pesat, terutama dalam bidang komunikasi,
maka sering penawaran dan pembelian antara dua pihak atau lebih tidak
perlu diikuti oleh pertemuan fisik pada tempat tertentu. Pasar modal pada
era sekarang ini merupakan sarana untuk mempertemukan pihak yang
memerlukan dana (peminjam) dan pihak yang mempunyai kelebihan dana
(pemberi pinjaman) (Setyorini, 2005).
Dengan demikian, pasar modal di satu pihak merupakan salah satu
alternatif pembelanjaan bagi masyarakat (individu ataupun lembaga) yang
mempunyai kelebihan dana. Melalui mekanisme kegiatan pasar modal
dapat diharapkan dana yang ada dimasyarakat bisa disalurkan untuk
membiayai kegiatan yang bersifat produktif yang dilaksanakan oleh dunia
usaha (Reily dan Brown, 2000 : 107 dalam Setyorini, 2005).
Peranan pasar modal ditinjau dari sudut ekonomi makro adalah
sebagai suatu alat untuk melakukan alokasi sumber daya ekonomi secara
optimal. Kelebihan lain, dibandingkan dengan kredit perbankan, bahwa
pasar modal merupakan sumber pembiayaan yang tidak menimbulkan
inflatoir (Reilly dan Brown, 2000 : 117 dalam Setyorini, 2005).
50
Sumber daya ekonomi yang sudah ada melalui pasar modal
dialokasikan sedemikian rupa sehingga kedudukan berubah yaitu dari titik
pareto inefficiency menjadi ke titik pareto efficiency. Ini dapat terjadi
apabila informasi yang tersedia dipasar modal cepat, tepat dan akurat.
Apabila lebih jauh dari berfungsinya pasar modal sebagai piranti untuk
mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal adalah naiknya
pendapatan nasional, terciptanya kesempatan kerja, dan semakin
meratanya pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Wai dan Patrick (dalam Setyorini, 2005) dalam makalah IMF
menyebutkan 3 pengertian tentang pasar modal sebagai berikut :
a. Definisi secara luas
Pasar modal adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisasi
termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang
keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang dan pendek, primer
dan tidak lansung.
b. Definisi dalam arti menengah
Pasar modal adalah semua prasarana yang terorganisasi dan lembagalembaga yang memperdagangkan warkat dan kredit (biasanya yang
berjangka waktu lebih dari satu tahun) termasuk saham-saham,
obligasi, pinjaman berjangka, hipotek dan tabungan, serta deposito
berjangka.
c. Definisi dalam arti sempit
51
Pasar modal adalah pasar terorganisasi yang memperdagangkan
saham-saham dan obligasi dengan memakai jasa makelar, komisioner
dan underwriter.
Di Indonesia, pengertian pasar modal adalah sebagaimana tertuang
didalam Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu
pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana
untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain
dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Setelah mengetahui pengertian pasar modal secara definitive,
kiranya perlu dikemukakan beberapa klasifikasi dari karakteristik pasar
modal ditinjau dari sudut proses penyelenggaraan transaksi perdagangan
diantara pelaku pasar modal terdiri dari (Sunariyah, 2000 : 15 dalam
Setyorini, 2005) :
a. Pasar Spot
Pasar spot merupakan pasar keuangan yang memperdagangkan
sekuritas atas jasa keuangan untuk diserahterimakan secara spontan.
Artinya kalau seseorang membeli suatu jasa-jasa finansial, maka pada
saat ini juga akan menerima jasa yang dibeli tersebut. Meskipun proses
serah terima saham tidak dapat dilakukan segera, tetapi yang
dipentingkan adalah proses terjadinya transaksi tersebut menunjukkan
saat terjadinya perpindahan kekayaan diantara kedua belah pihak.
Adapun penyerahan sekuritas atau jasa-jasa keuangan tersebut sematamata hanya proses penyerahan saja.
52
b. Pasar Futures/Forward
Pada pasar ini sekuritas atau jasa keuangan akan diselesaikan pada
kemudian hari atau beberapa waktu sesuai dengan ketentuan. Proses
transaksi tersebut memuat kesepakatan waktu terjadinya transaksi dan
saat penyerahan harus dilakukan. Dengan demikian, perpindahan
kekayaan dalam transaksi semacam ini memerlukan jangka waktu
tertentu, dengan kata lain harga transaksi ditentukan hari ini,
sedangkan penyerahan barang akan dilakukan di masa mendatang.
c. Pasar Opsi
Pasar Opsi merupakan pasar keuangan yang memperdagangkan hak
untuk menentukan pilihan terhadap saham atau obligasi. Pilihan
tersebut adalah persetujuan atau kontrak hak pemegang saham untuk
membeli atau menjual dalam waktu tertentu. Kontrak terjadi diantara
entitas yang melakukan kontrak terhadap opsi yang diperjual belikan.
Hak opsi harus ditegaskan dalam kontrak, bahwa hanya dapat
dipergunakan dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian, apabila
dalam periode tersebut tidak digunakan, kesepakatan dalam kontrak
batal demi hukum.
11. Penilaian Saham
Penilaian saham terdiri dari beberapa model dan teknik dapat
digunakan oleh para analis. Model penilaian saham merupakan suatu
mekanisme untuk merubah rangkaian variabel ekonomi atau variabel
53
perusahaan yang diramalkan (yang diamati) menjadi perkiraan tentang
harga saham, misalnya seperti laba perusahaan (Setyorini, 2005).
Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi harga saham itu
mudah dikenali. Masalah yang muncul adalah bagaimana menerapkan
faktor-faktor tersebut kedalam suatu sistem penilaian yang bisa
dipergunakan untuk memilih saham mana yang seharusnya dimasukkan
dalam portofolio. Untuk tujuan inilah perlu adanya model penilaian
(valuation model). Penentuan harga merupakan langkah yang penting,
demikian juga harga saham yaitu harga suatu penyertaan dalam
perusahaan tertentu yang pengukurannya sulit ditentukan secara tepat.
Tinggi rendahnya harga saham merupakan penilaian sesaat yang
dipengaruhi oleh banyak faktor psikologis dari penjual atau pembelinya.
Model penilaian untuk kepentingan analisis sekuritas, secara
garis besar dikelompokkan menjadi dua analisis yaitu analisis teknikal
dan analisis fundamental. Husnan (2001 : 315 dalam Setyorini, 2005)
menjelaskan
bahwa
analisis
teknikal
merupakan
upaya
untuk
memperkirakan dengan mengamati perubahan faktor analisis di masa
lalu. Analisis teknikal tidak memperhatikan faktor-faktor fundamental
(seperti : penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, dan kebijakan
dividen) yang diperkirakan mempengaruhi harga saham. Analisis
teknikal mengasumsikan bahwa harga saham mencerminkan informasi
yang ditujukan oleh perubahan harga diwaktu lalu sehingga perubahan
harga saham mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan terjadi
54
berulang, dengan demikian analisis utamanya berwujud grafik atau
chart.
Analisis fundamental merupakan alat analisis yang disusun
berdasarkan atas data-data historis perusahaan, yaitu data-data yang telah
lewat berupa laporan keuangan. Analisis ini sering disebut dengan
company analysis (Ang, 1997 : 10.9 dalam Setyorini, 2005). Company
analysis merupakan analisis tentang kekuatan dan kelemahan dari
perusahaan, bagaimana kegiatan operasionalnya, dan juga bagaimana
prospeknya dimasa yang akan datang.
Dalam analisis fundamental terdapat pendekatan yang dapat
dilakukan yaitu pendekatan dividen, net asset dan pendekatan price
earning ratio. Analisis fundamental disinggung sebagai salah satu
pendekatan untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah dihargai
(mispriced). Terdapat dua pendekatan dalam mencari sekuritas yang
mispriced dengan analisis fundamental (Sharpe, 1997 : 23.3 dalam
Setyorini, 2005). Pendekatan pertama meliputi penilaian untuk
menentukan nilai intrinsik atau nilai sekuritas yang sesungguhnya.
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto,
2000:107). Konsep return yang digunakan adalah return realisasi (actual
return) yang dapat berupa capital gain maupun capital loss. Return
realisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah capital gain /loss
yang sering juga disebut actual return. Besarnya actual return dapat
dihitung dengan formula sebagai berikut :
55
Rit = (Pt – Pt-1)
Pt-1
Rit : Tingkat keuntungan saham i pada periode t.
Pt
:
Harga
penutupan
saham
i
pada
periode
t
(periode
penutupan/terakhir)
Pt-1 : Harga penutupan saham i pada periode sebelumnya.
(Jogiyanto, 2000:10)
12 Jenis-Jenis Saham
Menurut Riyanto (1999: 240 dalam Setyorini, 2005) saham
adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu
Perseroan Terbatas (PT). Saham merupakan surat bukti pemilikan modal
perseroan terbatas yang diperjual belikan dalam pasar modal.
Saham menarik bagi investor karena adanya keuntungan yang
dinikmati oleh pemegang saham. Keuntungan yang dinikmati tersebut
berupa pembayaran dividen dan capital gain. Dividen merupakan bagian
keuntungan yang diberikan emiten kepada para pemegang sahamnya,
sedangkan capital gain merupakan keuntungan yang diperoleh dari
kelebihan harga jual dan harga beli saham yang terjadi di pasar modal.
Saham sebagai objek investasi utama memiliki pilihan yang
lengkap sehingga memudahkan investor untuk memilih saham yang
dikehendaki. Widoatmojo membagi jenis dan karakteristik dari saham
sebagai berikut :
56
a. Blue Chip Stock, adalah saham dari perusahaan-perusahaan besar, dan
mapan dan stabil yang mempunyai derajat tinggi (high grade). Dalam
suatu perekonomian selalu ada perusahaan yang menghasilkan barang
yang penting dan berkualitas tinggi, posisi leading dalam industri serta
mampu bertahan dalam keadaan resesi.
b. Growth Stock, adalah saham dari perusahaan yang penjualan, laba dan
saham di pasar berkembang dan bertumbuh lebih cepat dari trend
ekonomi umumnya ditandai oleh pemasaran yang agresif, berorientasi
pada Research and Development, payback ratio yang tinggi, deviden
yield yang rendah, serta price earning ratio yang tinggi.
c. Income Stock, adalah saham dengan pertumbuhan yang lebih rendah
dari pertumbuhan ekonomi tetapi pertumbuhannya tetap bertambah
yang mampu membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang
dibayar tahun-tahun sebelumnya.
d. Cyclical Stock, merupakan jenis saham yang pertumbuhan berfluktuasi
mengikuti irama pertumbuhan dari bisnis dan ekonomi, tetapi bisa
rendah ataupun tinggi fluktuasinya. Seorang investasi yang spekulatif
mungkin memilih saham ini. Perusahaan yang bergerak dibidang real
estate, automotive, konstruksi dan elektronik pada umumnya
berfluktuasi bersama siklus ekonomi. Apabila kondisi perekonomian
membaik maka penampilan perusahaan juga harga saham diharapkan
akan membaik.
57
e. Defensive Stocks, adalah saham yang memiliki pertumbuhan lebih
lambat walaupun keadaan ekonomi sedang boom/resesi dan juga
saham ini cukup peka terhadap tingkat bunga. BUMN dan perusahaan
yang memproduksi barang kebutuhuan pokok merupakan contoh tipe
saham ini.
f. Interest Sensitive Stock, merupakan saham yang peka terhadap
perubahan
tingkat
bunga
dan
perusahaan
konstruksi
apabila
mengeluarkan sahamnya termasuk jenis ini.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian asing yang
berjudul asli The Effect of CSR on Stock Performance : New Evidence for the
USA and Europe”. Berasal dari Swiss Federal Institute of Technology Zurich,
berupa Economics Working Paper Series yang dipublikasikan pada Mei 2008
oleh ssrn.com. Populasi dari penelitian tersebut diambil dari dua kelompok
(cluster) besar, yakni Amerika Serikat dan Eropa.
Penelitian yang dilakukan oleh Urs Von Arx dan Andreas Ziegler ini
mengembangkan bukti empiris baru untuk pengaruh dari CSR (yang diukur
oleh lingkungan dan aktivitas sosial dari perusahaan) terhadap pengembalian
rata-rata saham bulanan diantara tahun 2003 hingga tahun 2006. Analisis
ekonometrik mereka menunjukkan bahwa lingkungan perusahaan dan
aktivitas sosial dapat menjelaskan kinerja saham dalam wilayah tersebut.
58
Studi mereka mendukung memasukkan lebih dari model fleksibel
penilaian aset (CAPM), dengan dasar simpel CAPM, lingkungan industri dan
kinerja sosial telah berpengaruh signifikan nigative terhadap kinerja saham
dalam Amerika. Bagaimanapun juga, signifikansi dari efek ini hilang jika
estimasi perusahaan parameter beta dari model Tiga Faktor Fama-French atau
Empat Faktor Carhart termasuk sebagai tambahan variabel pengendali.
Hasil ini (sesuai dengan McWilliams dan Siegel, 2000) menunjukkan
pada masalah dari ketidakpastian kesimpulan mengenai pengaruh CSR
terhadap
kinerja
keuangan
perusahaan
jika
ketidaksesuaian
model
ekonometrik diterapkan sebatas untuk mengabaikan (omitted) variabel
penjelas (termasuk lingkungan industri dan kinerja sosial) dan daripada
menguji secara khusus estimasi parameter beta perusahaan dari regressi timeseries dari beberapa CAPM model untuk menjelaskan rata-rata tingkat
pengembalian diantara tahun 2003 hingga 2006.
Dan beberapa penelitian asing yang juga mengangkat judul CSR
terhadap saham selain Arx dan Ziegler (2008) seperti Becchetti dan Ciciretti
(2006); Becchetti et.all (2009); dan Dilling (2008). Untuk lebih jelasnya
perbandingan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.1 dihalaman selanjutnya.
59
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Penelitian
Variabel
independen
Variabel
Dependen
Return rata-rata
Urs Von Arx dan Lingkungan dan saham
bulanan
pasar
Andreas
Ziegler aktivitas sosial (dalam
(2008)
perusahaan
saham US dan
Eropa)
Aktivitas sosial
(menggunakan
Leonardo Becchetti rating
social
dan Rocco Ciciretti oleh KLD (2006)
Kinder,
Lydenberg, dan
Domini)
Risk Return CSR
Stocks
(saham
CSR, dalam DSI
400 dan S&P500)
Peringkat rating
oleh
Leonardo Becchetti, social
Rocco Ciciretti, dan KLD (Kinder,
Lydenberg, dan
Iftekhar Hasan
Domini)
Return
saham
(dengan
menelusuri reaksi
pasar
terhadap
masuk
dan
keluarnya
perusahaan dari
Index
Peringkat rating
social
oleh
Dilling
KLD (Kinder,
Lydenberg, dan
Domini)
Return
saham
(dengan
mengaitkan faktor
pengumuman
perusahaan dari
DJSI World
Petra F.A
(2008)
Sumber : berbagai sumber
60
Hasil
Dibandingkan dengan
pasar saham Eropa
pengaruh positif lebih
kuat didapatkan pada
pasar
saham
Amerika. Sebaliknya,
lingkungan industri
dan kinerja sosial
tidak
berpengaruh
positif
maupun
negatif terhadap ratarata
tingkat
pengembalian saham
bulanan
diantara
tahun 2003 hingga
2006.
Saham SR individual
tidak menunjukkan
melemahnya tingkat
penyesuaian resiko
dan signifikan sedikit
beresiko (dalam satu
dimensi
spesifik)
daripada non CSR
Stocks.
Tren
meningkat
signifikan dalam nilai
mutlak dari abnormal
return dan pengaruh
negatif
signifikan
dalam
abnormal
return
setelah
pengumuman
dari
Domini Index.
Tahun 2002, pasar
bereaksi positif pada
pertama
kali
perusahaan
listed
masuk index
C. Kerangka Pemikiran
1. Hubungan Variabel Operasional Penelitian dengan Return Saham.
a. Pengungkapan Sosial
Umumnya
perusahaan
mengeluarkan
biaya-biaya
yang
termasuk dalam biaya pertanggungjawaban sosial adalah seperti dalam
program 1) pendidikan (beasiswa, renovasi fisik bangunan sekolah,
bantuan buku perpustakaan); 2) kesehatan (pengobatan massal,
pembangunan/renovasi gedung puskesmas); 3) ekonomi (bantuan
modal, kegiatan ekonomi produktif, mediasi ke akses permodalan); 4)
bidang sosial-keagamaan (pembangunan sarana ibadah, khitanan
massal); 5) bantuan bencana (bantuan obat dan makanan, upaya
evakuasi hingga pembangunan kembali rumah dan infrastruktur yang
rusak) (Wibowo, 2007).
Tentunya munculnya biaya tersebut pada mulanya masuk
dalam kategori pusat biaya (cost centre) karena pengembalian yang
diharapkan dalam mengeluarkan biaya sosial saat ini masih tidak pasti,
ini didasari pada banyaknya pengujian yang telah dilakukan peneliti
akademisi maupun praktisi (baik dalam maupun luar negeri) bahwa
hubungan pertanggungjawaban sosial dengan kinerja keuangan
cenderung tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
Menurut Soana (2009), Saleh et.all (2008) Brine et.all (2007),
Adi (2008), Nelling dan Webb (2006), dan Sembiring (2005), bahwa
adanya pengungkapan sosial tidak memberikan pengaruh positif yang
61
signifikan terhadap kinerja keuangan (financial performance). Dengan
perbedaan sampel, waktu, dan geografis dari penelitian-penelitian
tersebut tentunya fakta ini memang telah teruji.
Sependapat dengan hasil penelitian mereka seperti Zubaidah
(2008), Hill et.all (2007) dalam Majalah Bisnis dan CSR, Rosmasita
(2007), Kenta (2006), Tsoutsoura (2004), Orlitzky et.all (2003),
Mahoney
dan
Roberts
(2002)
bahwa
pengungkapan
sosial
mempengaruhi secara pasti kinerja keuangan. Penelitian tersebut
tentunya dengan waktu, variabel, dan sampel yang berbeda.
Dari hasil-hasil penelitian (yang mayoritas asing) tersebut,
penemuan yang paling penting dari meta analysis ini dari 52
penelitian, rentang waktu 30 tahun dan dengan beberapa industri,
bahwa business social performance (SP) positif berhubungan dengan
business financial performance (FP) (Orlitzky, 2005).
Menurut pemenang hadiah Nobel dalam bidang ekonomi,
Milton Friedman, satu-satunya tanggung jawab sosial yang dimiliki
organisasi adalah memuaskan pemiliknya, yaitu pemegang saham.
Dengan memaksimalkan keuntungan, perusahaan memaksimalkan
kekayaan
dan
kepuasan
pemegang
saham.
Dan
Friedman
menganjurkan hal tersebut dengan asumsi bahwa pemegang saham
dapat
menggunakan
waktu
dan
menambah
kekayaan
untuk
disumbangkan kepada kegiatan amal, sosial, atau lembaga lain yang
62
mereka inginkan, bukan lembaga yang dikhendaki perusahaan
(Tunggal, 2008, 24-25).
Sesuai dengan pendapat Daniri (Majalah Bisnis dan CSR,
2008), perusahaan yang laporan tahunannya menyampaikan aktifitas
CSR-nya mendapat perhatian lebih positif dari para investor saham.
Malah harga sahamnya bisa lebih baik karena kelangsungan usahanya
atau
corporate
Perusahaan
itu
sustainability-nya
diyakini
lebih
memperhatikan
meyakinkan
aspek
investor.
sosial
dan
lingkungannya.
Berdasarkan survey yang pernah dilakukan oleh sejumlah fund
manager terhadap perusahaan yang melakukan CSR, fund manager
mau memberikan harga yang lebih baik ketimbang terhadap
perusahaan yang tidak melakukan CSR. Logikanya sederhana,
perusahaan ini menjadi listed company terpercaya, kelangsungan
usahanya lebih terjamin ketimbang yang tidak melakukan GCG dan
CSR. Bahkan, sekarang banyak fund manager yang membuat list
sendiri mengenai perusahaan yang menerapkan GCG dan CSR (Daniri
dalam Majalah Bisnis dan CSR, 2008).
b. Profil Perusahaan
Sifat dan jenis industri suatu perusahaan telah diidentifikasi
sebagai faktor yang potensial menentukan praktek pengungkapan
sosial. Menurut Dieker dan Preston (1977) dalam Khoirunnisa (2006)
63
berpendapat bahwa perusahaan yang aktifitas eksternal mengolah
lingkungan, lebih cenderung mengungkapkan informasi tentang
pengaruh aktifitasnya terhadap lingkungan daripada industri lainnya
sehubungan dengan jumlah pengungkapan tanggungjawab sosial
perusahaan. Patten (1991) dan Robert (1992) dalam Khoirunnisa
(2006) telah menemukan hubungan yang positif antara high profile
industri
dengan
jumlah
pengungkapan
tanggungjawab
sosial
perusahaan.
Untuk membedakan kedua jenis industri dalam high profile
dan
low
profile,
Utomo
(2000)
dalam
Khoirunnisa
(2006)
mendefinisikan perusahaan high profile dan perusahaan low profile
sebagai berikut :
a) Robert (1992) dalam Khoirunnisa (2006) mendefinisikan perusahaan
high profile sebagai perusahaan yang memiliki consumer visibility,
tingkat resiko dan tingkat kompetensi yang tinggi. Cowen et.all
dalam Khoirunnisa (2006) menambahkan bahwa perusahaan yang
berorientasi
kepada
pelanggan
akan
lebih
memperhatikan
pertanggungjawaban sosialnya kepada masyarakat karena hal ini
dapat meningkatkan citra perusahaan dan mempengaruhi tingkat
penjualan.
b) Diekers dan Preston dalam Khoirunnisa (2006) menggambarkan
industri high profile sebagai perusahaan-perusahaan yang aktivitas
ekonominya memodifikasi lingkungan, misalnya industri ekstraktif
64
yang lebih sering mengungkapkan informasi tentang dampakdampak lingkungannya daripada industri lain.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, perusahaan
yang terklarifikasi dalam kelompok industri high profile antara lain :
Patten
(1991)
dalam
Khoirunnisa
(2006)
mengklasifikasikan
perusahaan perminyakan, pertambangan lain, kimia, dan kertas sebagai
industri high profile. Sementara Robert (1992) dalam Khoirunnisa
(2006) mengklasifikasikan perusahaan otomotif, penerbangan, dan
industri minyak sebagai perusahaan high profile. Henny dan Murtanto
(2001) menambahkan industri minuman, energi ( listrik), engineering,
kesehatan, serta transportasi dan pariwisata sebagai industri high
profile. Sedangkan industri low profile terdiri dari bangunan, keuangan
dan perbankan, pemasok peralatan medis, properti, retailer, tekstil dan
produk tekstil, produk personal, dan produk rumah tangga.
Menurut penulis, pengungkapan sosial yang dilakukan pada
perusahaan high profile lebih diperhatikan oleh investor asing, karena
dengan diadakannya program pertanggungjawaban sosial maka
perusahaan itu kemungkinan besar akan exist, meskipun dalam negara
berkembang seperti di Indonesia penerapan CSR pada sebagian besar
perusahaan masih terbatas.
Sebaliknya, untuk perusahaan low profile, pengungkapan yang
dilakukan rasanya tidak mempengaruhi keputusan investor. Karena
65
pada dasarnya, inti usaha perusahaan low profile tidak mempengaruhi
dampak lingkungan dan sosial secara signifikan. Sehingga terdapat
perbedaan hasil antara perusahaan high profile dan low profile
mengenai pengaruh pengungkapan sosial terhadap return saham.
66
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengungkapan
Pertanggungjawaban sosial
Ketenagakerjaan
Good Corporate Governance
Return
Saham
Produk dan Konsumen
Kemasyarakatan
Lingkungan dan Energi
D. Perumusan Hipotesis
Dari uraian argumentasi diatas, maka penulis merumuskan hipotesis antara
lain :
H0
: Tidak terdapat perbedaan signifikan antara pengungkapan sosial
yang dilakukan perusahaan high profile dan low profile terhadap return
saham
HA
: Terdapat perbedaan signifikan antara pengungkapan sosial yang
dilakukan perusahaan high profile dan low profile terhadap return saham
67
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Pusat Referensi Pasar Modal ( Capital
Market Reference Center) dengan mengambil data keuangan perusahaan yang
terdaftar di BEI pada rentang tahun 2004-2007, dengan karakteristik
perusahaan high profile dan low profile. penelitian ini merupakan penelitian
kausal karena tujuan penelitian ini adalah meneliti hubungan sebab akibat
antara dua variabel yaitu variabel independen terhadap variabel dependen.
Penelitian ini dibatasi dengan menganalisa laporan tahunan perusahaan dan
return saham bulanan selama 4 tahun, pada rentang waktu tahun 2004 sampai
dengan 2007.
B. Metode Pemilihan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang go public dan
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode populasi penelitian mencakup
data obyek penelitian menggunakan Laporan Tahunan (Annual Report)
sebagai sampel dari tahun 2004 sampai dengan 2007. Diantara tahun tersebut
dipilih karena menggambarkan kondisi yang relatif baru di pasar modal
Indonesia mengenai penerapan CSR. Sampel perusahaan dipilih dengan
menggunakan metode clustered sampling dan purposive sampling. Clustered
sampling adalah pemilihan sampel berdasarkan kelompok yaitu elemen-
68
elemen populasi dikelompokkan ke dalam unit-unit sampel (Indriantoro,
2002:130). Sedangkan purposive sampling adalah pemilihan sampel
berdasarkan pertimbangan penulis (Hamid, 2005:24). Dengan metode
clustered sampling perusahaan yang listed di BEI dikelompokkan menjadi
high profile dan low profile. Kemudian perusahaan dipilih berdasarkan
pertimbangan tertentu yaitu perusahaan perusahaan yang aktivitas ekonominya
memodifikasi lingkungan. Sedangkan metode purposive sampling sampel
dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik dengan kriteria sampel yaitu :
1. Emiten menerbitkan annual report yang didalamnya telah melaporkan
kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan dari tahun 2004 sd 2007
dan telah menyampaikan laporan tersebut kepada BEI.
2. Emiten memiliki nilai buku ekuitas positif tahun 2004 s/d 2007
3. Laporan Tahunan Emiten telah diaudit oleh Auditor Independen
4. Dalam catatan atas laporan keuangan tahunan atau laporan keuangan
berkelanjutan tersebut terdapat elemen-elemen biaya sosial, seperti :
biaya kesejahteraan karyawan, biaya untuk hubungan masyarakat dan
biaya untuk lingkungan yang secara murni terpisah dengan akun lain.
5. Saham emiten aktif dari tahun 2004 s/d 2007 dan terdaftar historis dalam
http://finance.yahoo.com, khusus pada harga saham penutupan yang
disesuaikan (adjusted closing price).
69
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
penggabungan data (pooling data). Data yang digunakan pada penelitian ini
adalah data sekunder yang umumnya berupa bukti, catatan atau laporan
historis
yang telah tersusun dalam arsip
(data
dokumenter)
yang
dipublikasikan atau tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2002 :
147 dalam Rajafi dan Irianto, 2007).
Penelitian dilakukan dengan cara
pengambilan data berupa laporan keuangan tahunan (annual report) dan harga
saham historis perusahaan yang go publik yang terdaftar di BEI dengan
mendatangi Pusat Referensi Pasar Modal (Capital Market Reference Center).
D. Metode Analisis
Untuk membahas permasalahan yang diteliti, penelitian ini menggunakan
metode content analysis yaitu metode analisis data melalui teknik observasi
dan analisis terhadap isi atau pesan dari satu dokumen (Indroantoro dan
Supomo, 2002:159 Rajafi dan Irianto, 2007). Dengan menggunakan instrumen
penelitian laporan tahunan perusahaan sampel edisi 2004 sd 2007 ditelusuri
untuk mencari item-item yang diungkapkan oleh perusahaan tersebut.
Untuk pengujian variabel-variabel dalam penelitian ini menggunakan
statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis sebagai berikut :
70
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji
normalitas data,, dan uji heteroskedastisitas, serta menggunakan uji
autokolerasi karena data yang digunakan lebih dari satu tahun. Penelitian
ini tidak menggunakan uji multikolonieritas, karena variabel
bebas
(independen) hanya satu, sedangkan uji multikolonieritas digunakan untuk
menguji apakah adanya korelasi antara variabel bebas (independen)
(Ghozali, 2005).
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi data
normal atau tidak dengan menggunakan Normal P-P Plot. Model
regresi yang baik adalah adalah mempunyai distribusi normal atau
mendekati normal. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal,
sehingga model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005 :
112)
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual atau pengamatan ke
pengamatan yang lain dengan menggunakan grafik Scatterplot. Model
71
regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali,
2005:105). Dasar pengambilan keputusannya, jika ada pola tertentu,
seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang tertatur
(bergelombang,
melebar,
kemudian
menyempit),
maka
mengindikasikan bahwa telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada
pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005 :
105)
c. Uji Aotokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antara data pada suatu waktu
tertentu dengan nilai data tersebut pada waktu satu periode sebelumnya
atau lebih pada data runtut waktu. Penggunaan uji DW (DurbinWaston) untuk mendeteksi tidak adanya korelasi antar error, maka
nilai DW diharapkan berada di sekitar angka 2 (dari 1,5 sampai 2,5)
(Setiaji, 2004:13). Panduan mengenai angka D-W (Durbin-Watson)
untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat dengan pengambilan
keputusan berikut :
a) Jika nilai d lebih rendah dari dl atau lebih tinggi dari 4-dl, maka
signifikan terdapat autokorelasi;
b) Jika nilai d berada lebih besar dari du atau lebih kecil dari 4du,berarti tidak terdapat autokorelasi;
72
c) Jika nilai d berada antara du dan dl atau berada diantara 4-du dan
4-dl, maka dinyatakan sebagai daerah tidak dapat diambil
kesimpulan atau ragu-ragu.
2. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan
model regresi sederhana untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh
mengenai hubungan antar variabel independen, yaitu :
return saham.
Untuk menguji Hipotesis digunakan model sebagai berikut :
Y = α + β1 X1 + e
Keterangan :
Y = Return Saham
α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
X1 = Pengungkapan Sosial
e = error
a. Uji koefisien determinasi (R2)
Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan model dalam
menerangkan variabel independen. Tapi, karena R2 mengandung
kelemahan mendasar di mana adanya bias terhadap jumlah variabel
independen yang dimasukkan dalam model. Oleh karena itu, pada
penelitian ini yang digunakan adjusted R2 berkisar antar nol dan satu.
73
Jika nilai adjusted R2 makin mendekati satu maka makin baik
kemampuan model tersebut dalam menjelaskan variabel dependen dan
sebaliknya.
b. Uji Regresi Simultan (Uji F)
Uji F dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah keseluruhan
variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap 1 variabel dependen. Menurut Ghozali (2005:84) dapat
disimpulkan bahwa jika nilai signifikan > 0,05 maka H1 ditolak, namun
jika nilai signifikasi < 0,05 maka H1 diterima.
c. Uji Beda T-Test
Di dalam analisis dependen kita sering dihadapkan dengan analisis
data yang ingin melihat hubungan antara variabel independen (yang
bersifat kategori atau skala nonmetrik) dan variabel dependen (yang
bersifat kontinyu, metrik, atau berskala interval dan ratio). Alat uji
statistik yang cocok untuk masalah ini tergantung dari jumlah kategori
dari variabel independen. Jika variabel independen berkategori dua,
maka uji statistik yang digunakan adalah uji beda t-test (Ghozali,
2005:55). Karena penelitian ini hanya berkategori dua, yakni high
profile dan low profile maka digunakan uji beda t-test.
Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang
tidak saling berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Uji
74
beda t-test dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara
dua nilai rata-rata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua
sampel atau secara rumus dapat ditulis sebagai berikut :
t = rata-rata sampel pertama – rata-rata sampel kedua
standar error perbedaan rata-rata kedua sampel
Standar error perbedaan dalam nilai rata-rata terdistribusi secara
normal. Jadi tujuan uji beda t-test adalah membandingkan rata-rata dua
grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain. Apakah kedua
grup tersebut mempunyai nilai rata-rata yang sama ataukah tidak sama
secara signifikan (Ghozali, 2005:56).
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
a. Return Saham
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto,
2000:107). Konsep return yang digunakan adalah return realisasi (actual
return) yang dapat berupa capital gain maupun capital loss. Dalam
penelitian ini return saham diukur berdasarkan harga saham bulanan
yang dirata-ratakan setahun, mulai dari 2004-2007. Return realisasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah capital gain /loss yang sering juga
disebut actual return. Besarnya actual return dapat dihitung dengan
formula sebagai berikut :
75
Rit = (Pt – Pt-1)
Pt-1
Rit : Tingkat keuntungan saham i pada periode t.
Pt
:
Harga
penutupan
saham
i
pada
periode
t
(periode
penutupan/terakhir)
Pt-1 : Harga penutupan saham i pada periode sebelumnya.
(Jogiyanto, 2000:10)
2. Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat pengungkapan
sosial perusahaan yaitu proses mengkomunikasikan dampak-dampak
sosial dan lingkungan dari keseluruhan aktifitas yang dilakukan oleh
perusahaan (Gray et.all:1987 dalam Khoirunnisa, 2006). Variabel ini dapat
diukur dengan melihat banyaknya item pengungkapan CSR yang terdapat
dalam
laporan tahunan
perusahaan,
jika
perusahaan menyajikan
pengungkapan sosial diberi skor satu (1), namun jika tidak menyajikan
diberi skor nol (0). Jumlah item yang mungkin dipenuhi oleh perusahaan
sebanyak 75 item (Sayekti dan Wondabio,2007 dalam Khoirunnisa,2007).
Indeks = n x 100%
k
Dimana :
n = Jumlah item pengungkapan yang dipenuhi
k = Jumlah semua item yang mungkin dipenuhi
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel karakteristik perusahaan, yakni
perusahaan high profile dan low profile. Kedua kelompok ini diberi kode
76
angka 1 untuk perusahaan high profile dan angka 2 untuk perusahaan low
profile. Angka ini hanya berfungsi sebagai label kategori semata tanpa
nilai instrinsik dan tidak memiliki arti apa-apa. Oleh sebab itu tidaklah
tepat menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari variabel kategori
perusahaan. Angka 1 dan 2 hanya sebagai cara untuk mengelompokkan
subyek ke dalam kelompok yang berbeda atau hanya untuk menghitung
berapa banyak jumlah di setiap kategori (Ghozali,2005:4).
Tabel 3.1
Pengukuran Operasional Variabel Penelitian
Variabel
Dependen
Return Saham
Independen
Pengungkapan Sosial
Perusahaan
Perusahaan high profile
dan low profile
Pengukuran
Rit = (Pt – Pt-1)
Pt-1
Skala
Rasio
Banyaknya item pengungkapan sosial Rasio
yang terdapat pada laporan tahunan. Jika
perusahaan mengungkapkan diberi skor
satu
(1),
namun
jika
tidak
mengungkapkan diberi skor (0).
Indeks = n x 100 %
K
High profile = 1
Low Profile = 2
Sumber : berbagai sumber
77
Nominal
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Bursa Efek Indonesia
Pasar modal di Indonesia sudah dimulai sejak adanya zaman
pemerintahan Belanda. Sedangkan perdagangan efek di Indonesia dimulai
sejak tanggal 14 Desember 1912. Tujuan awalnya adalah untuk
menghimpun dana guna kepentingan pengembangan sektor perkebunan di
Indonesia. Investor yang berperan saat itu adalah orang-orang Hindi
Belanda dan orang-orang Eropa lainnya, sedangkan efek-efek yang
diperjualbelikan adalah saham dan obligasi milik perusahaan Belanda
yang ada di Indonesia maupun yang diterbitkan oleh pemerintah Hindi
Belanda.
Perkembangan pasar modal ini cukup pesat, sehingga dibuka juga
Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan Bursa efek di
Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Terjadinya gelojak politik di
Eropa pada awal tahun 1939 ikut mempengaruhi perdagangan efek yang
ada di Indonesia. Akibatnya, pemerintah Belanda menutup Bursa efek di
Surabaya dan Semarang, sehingga yang tersisa hanya Bursa Efek Jakarta.
Namun, dengan terjadinya Perang Dunia kedua, Bursa Efek Jakarta pun
ikut ditutup. Hal ini sekaligus menandai berakhirnya aktivitas pasar modal
di Indonesia.
78
Tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan
tepatnya tahun 1952, Bursa Efek diaktifkan kembali dengan UU Darurat
Pasar Modal 1952. Undang-undang tersebut dikeluarkan oleh Menteri
Kehakiman yang dijabat oleh Lukman Wiradinata dan Menteri keuangan
yang dijabat oleh Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo. Instrumen yang
diperdagangkan adalah obligasi pemerintah RI (1950) dan saham yang
diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka ini dan mendapat pengakuan kedaulatan
oleh dunia, khususnya pemerintah Belanda, pemerintah Republik
Indonesia Serikat kembali mengawali kebangkitan pasar modal dengan
penerbitan obligasi Pemerintah Republik Indoneisa. Hal ini ditegaskan lagi
dengan adanya Undang-Undang Darurat tentang Bursa No. 13 tanggal 1
September 1951, yang kemudian diterapkan sebagai Undang-Undang No.
15 tahun 1952, sedangkan penyelenggaraan bursa saat itu diserahkan
kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE), dan
sebagai penasehatnya adalah Bank Indonesia. Namun, inflasi dan resesi
ekonomi pada tahun 1958 menghentikan kegiatan bursa efek.
Bursa Efek semakin tidak aktif pada tahun 1956 ketika pemerintah
meluncurkan program nasionalisasi perusahaan Belanda. Kebangkitan
kembali pasar modal di Indonesia dimulai pada tahun 1977. Pada tanggal
10 Agustus 1977 bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto.
Bursa Efek Jakarta dijalankan di bawah BAPEPAM (Badan Pelaksana
Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal.
79
Pengaktifan kembali Pasar Modal ini juga ditandai dengan go public PT
Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
Dalam rangka mendorong kegiatan pasar modal, pemerintah
memberikan fasilitas perpajakan kepada perusahaan-perusahaan yang go
public dan kepada investor serta lembaga-lembaga penunjang yang terkait
seperti broker dan dealer, tetapi hal ini tidak berlangsung lama. Peraturan
perpajakan yang dikeluarkan pada tahun 1983 menyatakan bahwa fasilitas
yang diberikan tersebut akan dihapus, kecuali untuk pajak penghasilan atas
bungan deposito dan tabungan berjangka
lainnya
yang ditunda
pemungutannya. Tentu saja hal ini mempengaruhi kegiatan bursa dan
iklim investasi yang kian menurun.
Melihat hal tersebut, pemerintah mengeluarkan paket-paket
deregulasi, diantaranya paket Desember 1987 (PAKDES 87) . Diantara
paket tersebut ada hal penting yang berhubungan dengan pasar modal,
yaitu dikenakannya pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
berjangka lainnya sebesar 15% final. Disamping itu, isi deregulasi lainnya
yang penting adalah diperbolehkannya investor asing melakukan akses di
pasar modal Indonesia. Dengan adanya paket ini, maka dapat kembali
menarik minat investor, karen pengenaan pajak final atas tabungan akan
berdampak pada pendapatan masyarakat. Keuntungan dari menabung tidak
lagi memberikan keuntungan yang besar bagi masyarakat. Hal inilah yang
mendorong masyarakat kembali tertarik melakukan investasi di pasar
modal.
80
Pada bulan Desember 1988 Pemerintah mengeluarkan paket
Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan
untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi
pertumbuhan pasar modal. Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi
dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek
Surabaya pada tanggal 16 Juni 1989.
Pada tanggal 13 Juli 1992 diberlakukannya swastanisasi bursa efek
sebagai tanggapan atas dikeluarkannya Paket deregulasi Desember 1987
dan Desember 1988. Bursa Efek Jakarta berubah menjadi perusahaan
swasta PT. BURSA Efek Jakarta. Pemilik saham perusahaan efek yang
menjadi anggota bursa. Pada saat itu pula Bapepam yang mulanya sebagai
Badan Pelaksana Pasar Modal berubah menjadi Badan Pengawas Pasar
Modal. Tahun 1993 berdiri lembaga penunjang pasar modal, yaitu
lembaga kliring dan penyelesaian, yaitu PT. Kustodian Depositori Efek
Indonesia (KDEI) dan pada tahun 1994 berdiri PT. Pemeringkat Efek
Indonesia (pefindo).
Seiring dengan perkembangan kegiatan pasar modal, kegiatan di
bursa juga semakin ramai dan kompleks. Data yang ada di Bursa Efek
Jakarta diketahui bahwa jumlah saham yang tercatat semakin pesat, dari 24
saham ditahun 1988 menjadi lebih dari 200 saham. Dengan kenyataan
tersebut, sistem perdagangan manual yang dilakukan sejak tahun 1877
oleh Bursa Efek Jakarta tidak lagi efisien. Akhirnya pada tahun 1995,
tepatnya pada tanggal 22 Mei 1995 diterapkan satu sistem otomatis yang
81
dapat memantau dengan segera pergerakan naik turunnya harga saham,
serta informasi-informasi lain secara akurat dan cepat.
Sistem ini dikenal dengan JATS (Jakarta Automated Trading
System) atau sistem perdagangan efek. Sistem ini dapat memonitoring
pialang dan investor dalam hal aktivitas perdagangan yang terjadi di
Bursa. Disamping itu pelaksana order jual beli dapat berjalan lebih
transparan dan adil. Tahun 2002 Bursa Efek Jakarta telah menerapkan
perdagangan jarak jauh (remote trading) sebagai upaya meningkatkan
akses pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan.
Pada tanggal 3 Desember 2007, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya resmi bergabung dan mengusung satu nama, yaitu Bursa Efek
Indonesia. Persetujuan perubahan nama ini sudah didapat dari Depkum
HAM sejak 27 November 2007. Walaupun sudah resmi menjadi Bursa
Efek Indonesia, namun saham-saham yang single listing di Bursa Efek
Surabaya belum akan dimasukkan ke dalam perhitungan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) sampai kondisi normal, hal ini dilakukan agar
tidak mengganggu kinerja indek Bursa Efek Indonesia. Kondisi
ini
kemungkinan akan berlangsung maksimal selama 2 tahun, terhitung sejak
tanggal dibentuknya Bursa Efek Indonesia, yaitu 3 Desember 2007.
Selama masa transisi tersebut, manajemen akan berkoordinasi
untuk menyatukan kedua sistem Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya. Seluruh karyawan juga tampung semua, jumlahnya menjadi
sekitar 375 karyawan yang terdiri dari eks karyawan BEJ dan 75 eks
82
karyawan BES. Diharapkan dengan adanya penggabungan ini, maka akan
membawa spirit baru dan integritas baru bagi pasar modal Indonesia,
sehingga prospek ke depan menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan
penggabungan yang dilakukan pada waktu yang tepat, yaitu di tengah
membaiknya kinerja pasar modal Indonesia, sehingga diharapkan
reputasinya akan lebih baik.
Dalam
rangka
mengantisipasi perkembangan
Pasar
Modal
Indonesia ke depannya dan untuk memberikan kemudahan dan efisiensi
perdagangan di bursa,
maka
PT
Bursa
Efek
Indonesia
telah
mengembangkan satu sistem baru dengan nama JATS-NextG (Generation)
yang akan mampu menangani semua produk finansial (saham, obligasi dan
derivatif) dalam satu platform. Dengan sistem baru tersebut penyebaran
informasi perdagangan dan pengawasan terhadap semua produk yang
diperdagangkan di Bursa dapat dilakukan secara terpadu. Kapasitas JATSNextG dirancang mampu menampung 1.000.000 order dan 500.000
transaksi per hari, dibandingkan dengan sistem saat ini yang menampung
360.000 order dan 200.000 transaksi per hari.
Penetapan ‘live’ JATS-NextG semula adalah tanggal 1 Desember
2008, namun karena BEI memandang perlu untuk melakukan pengujian
yang lebih intens baik dari sisi BEI, Anggota Bursa maupun para
pelanggan data feed, maka tanggal ‘live’ diubah menjadi tanggal 2 Maret
2009. Untuk kesiapan live JATS-NextG, BEI telah melakukan 14 kali
mock trading, dari bulan September 2008 sampai Februari 2009, guna
83
melakukan pengujian sistem secara terintegrasi bersama Anggota Bursa
dan
data
vendor.
Beberapa
perubahan
kebijakan
terkait
pengimplementasian sistem JATS-NextG diantaranya adalah 1 (satu)
fasilitas booth di lantai perdagangan bagi tiap AB, dan fasilitas untuk
implementasi Single ID. Pengimplementasian sistem JATS-NextG
merupakan salah satu faktor pendukung Bursa Efek Indonesia dalam
mencapai visinya untuk menjadi Bursa kompetitif dengan kredibilitas
tingkat dunia.
2. Deskripsi Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia kecuali perusahaan dari tahun 2004
hingga 2007. Sampel perusahaan yang berhasil diperoleh dalam penelitian
ini sebanyak 64 perusahaan. Data yang digunakan berasal dari laporan
keuangan tahun 2004 hingga 2007 melalui http://www.idx.co.id.
Sementara penyesuaian harga saham penutupan (adjusted closing price)
diambil dari data http//:finance.yahoo.com karena memang terdapat unsur
pemantauan investor asing.
Dalam penelitian ini, perusahaan yang dijadikan sampel penelitian
adalah perusahaan
yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia, dimana
laporan keuangan tahunan tersedia dan harga sahamnya tercatat historis
selama periode penelitian yakni 2004 sampai dengan 2007 dalam kategori
high profile dan low profile sebagai berikut :
84
Tabel 4.1
Distribusi Sampel Berdasarkan Klasifikasi Jenis Industri
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
Jenis Industri
Perusahaan High Profile
Automotives and Components
Cement
Ceramics, Glass, and Porcelain
Chemicals
Coal Mining
Crude Petroleum and Natural Gas Production
Land / Stone Quarrying
Metal and Allied Products
Plastics and Packaging
Pulp and Paper
Tobacco Manufacturer
Wood Industries
Jumlah
Perusahaan Low Profile
Banking and Finance
Food and Beverages
Property and Real Estate
Textile and Garment
Jumlah
Total
Jumlah
1
3
1
1
2
2
2
12
1
3
1
3
32
16
1
11
4
32
64
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Analisis Deskriptif
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
pengungkapan CSR sebagai variabel independen. Sedangkan variabel
dependen diukur dengan return saham. Variabel tersebut akan diuji secara
deskriptif seperti berikut ini:
85
Tabel 4.2
Descriptive Statistics
Perusahaan High Profile th 2004 s/d 2007
N
Return Saham
128
128
Pengungkapan Sosial
Valid N (listwise)
Minimum
-,08030
,19
Maximum
,60428
,77
Mean
,0550982
,3183
Std. Deviation
,07379531
,09817
128
sumber : data diolah
a. Variabel Independen
Pada tabel 4.2.a menunjukkan bahwa mean dari pengungkapan
Sosial sebesar 0,32; minimum sebesar 0,19, dan maksimum sebesar
0,77. Sedangkan standar deviasi pengungkapan CSR sebesar 0,0982.
b. Variabel Dependen
Pada tabel 4.2.a menunjukkan bahwa rata-rata (mean) dari
return saham sebesar 0,0550982, return saham minimum sebesar 0,08030; dan return saham maksimum sebesar 0,60428. Sedangkan
standar deviasi return saham sebesar 0,07379531.
Tabel 4.3
Descriptive Statistics
Low Profile
N
Return Saham
Pengungkapan Sosial
Valid N (listwise)
128
128
128
Minimum
-,07270
Maximum
,46313
Mean
,0418309
Std. Deviation
,06012452
,09
,41
,1687
,05910
sumber : data diolah
1. Variabel Independen
Pada tabel 4.2.b
menunjukkan bahwa rata-rata (mean) dari
pengungkapan Sosial sebesar 0,1687; minimum sebesar 0,09; dan maksimum
sebesar 0,41. Sedangkan standar deviasi pengungkapan Sosial sebesar
0,05910.
86
2. Variabel Dependen
Pada tabel 4.2.b menunjukkan bahwa mean dari return saham sebesar 0,0418309, return saham minimum sebesar -,7270; dan return saham
maksimum sebesar 0,46313. Sedangkan standar deviasi return saham sebesar
0,06012452.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Autokorelasi
Berdasarkan tabel di bawah, dapat dilihat bahwa hasil uji
autokorelasi pada nilai Durbin-Watson test menunjukkan angka yang
berada diantara -2 sampai +2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
dalam penelitian ini bebas dari autokorelasi, baik perusahaan high
profile dan low profile.
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Perusahaan High Profile Tahun 2004 s/d 2007
Durbin-Watson
,301
a. Predictors: (Constant), Pengungkapan Sosial
b. Dependent Variable: Return Saham
sumber : data diolah
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Perusahaan Low Profile Tahun 2004 s/d 2007
Durbin-Watson
,158
a. Predictors: (Constant), Pengungkapan Sosial
b. Dependent Variable: Return Saham
sumber : data diolah
87
b.
Heteroskedastisitas
Gambar 4.1 dan 4.2 merupakan hasil uji heteroskedastisitas
untuk perusahaan high profile dan low pofile, dengan menggunakan
grafik
scatterplot
untuk
data
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat return saham. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa
titik-titik data menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola,
baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa model regresi penelitian ini tidak mengalami
problem heteroskedastisitas.
Grafik 4.1
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Perusahaan High Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Scatterplot
Dependent Variable: Return Saham
Regression Studentized Residual
8
6
4
2
0
-2
-4
-2
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Predicted Value
88
4
5
Grafik 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Perusahaan Low Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Scatterplot
Dependent Variable: Return Saham
Regression Studentized Residual
8
6
4
2
0
-2
-6
-4
-2
0
2
Regression Standardized Predicted Value
c. Uji Normalitas Data
Hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan Normal
P-Plot dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4 untuk perusahaan high
profile dan low profile Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa
titik-titik data berada di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data dalam
penelitian ini sudah terdistribusi normal atau sudah memenuhi asumsi
normalitas.
89
Grafik 4.3
Normality Probability Plot
Perusahaan High Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Return Saham
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Grafik 4.4
Normality Probability Plot
Perusahaan Low Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Return Saham
1.0
Expected Cum Prob
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
0.0
0.2
0.4
0.6
Observed Cum Prob
90
0.8
1.0
3. Uji Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji ini dilakukan untuk mengukur kemampuan variabel
independen, yaitu pengungkapan sosial. Hasil uji koefisien Adjusted R
Square disajikan dalam pada tabel 4.5 :
Tabel 4.6
Koefisien Determinasi
Perusahaan High Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Adjusted R
Square
,273(a)
,074
,067
a Predictors: (Constant), Pengungkapan Sosial
b Dependent Variable: Return Saham
sumber : data diolah
Model
1
R
R Square
Std. Error of
the Estimate
,07127830
Pada tabel 4.6 dalam perusahaan High Profile dari tahun 2004
hingga 2007 menunjukkan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square adalah
sebesar 0,067, hal ini berarti variabel return saham dapat dijelaskan oleh
variabel pengungkapan sosial sebesar 6,7%, dan sisanya sebesar 93,3%
(100%-6,7%) dijelaskan faktor lain diluar Pengungkapan Sosial.
Tabel 4.7
Koefisien Determinasi
Perusahaan Low Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Model
1
a.
b.
R
,088(a)
R Square
,008
Adjusted R
Square
,000
Predictors: (Constant), Pengungkapan CSR
Dependent Variable: Return Saham
Sumber : data diolah
91
Std. Error of
the Estimate
,06012970
Pada tabel 4.7 dalam perusahaan Low Profile dalam tahun 2004
hingga 2007 menunjukkan bahwa nilai koefisien Adjusted R Square adalah
sebesar 0,000, hal ini berarti variabel return saham tidak dapat dijelaskan
oleh variabel pengungkapan sosial. Sementara sisanya sebesar 100%
dijelaskan oleh faktor lain seperti earning growth, dividend payout ratio,
dan return on equity.
b. Uji Regresi Simultan (Uji F) Perusahaan High Profile
Signifikansi
model
regresi
ini
diuji
dengan
melihat
perbandingan antara F-tabel dan f-hitung, sedangkan signifikansi
koefisien variabel independen secara individual di uji dengan melihat
perbandingan t-tabel dan t-hitung untuk tiap koefisien variabel.
Tabel 4.8
ANOVA(b)
Perusahaan High Profile
tahun 2004 s/d 2007
Model
1
Sum of
Squares
Regressio
n
Residual
Total
Df
Mean Square
,051
1
,051
,640
126
,005
F
Sig.
10,128
,002(a)
,692
127
a. Predictors: (Constant), Pengungkapan CSR
b Dependent Variable: Return Saham
sumber : data diolah
Perusahaan High Profile untuk tahun 2004 hingga 2007 dalam
tabel 4.8, didapat f-hitung adalah 10,128 dengan tingkat signifikansi
0,002. oleh karena probabilitas 0,002 lebih besar dari 0,05 berarti
bahwa Pengungkapan Sosial berpengaruh signifikan terhadap return
saham.
92
Penelitian ini konsisten dengan penelitian oleh Arx dan Ziegler
(2008) yang mengambil sampel di dua kawasan, yakni Amerika dan
Eropa dalam rentang 4 tahun, di Amerika berpengaruh positif namun
di Eropa tidak memiliki pengaruh positif maupun negatif. Hal ini
mungkin dikarenakan para investor memang telah memasukkan unsur
CSR dalam keputusan investasinya, ditambah lagi memang terdapat
indeks-indeks saham perusahaan yang menerapkan CSR, contohnya
seperti Dow Jones Sustainability Index (DJSI).
Penelitian ini kontradiksi dengan penelitian yang dilakukan
Bechetti dan Ciciretti (2006) yang mengambil sampel pada perusahaan
yang terdaftar di Dow Jones Sustainability Index (DJSI 400) dalam
rentang waktu dari tahun 1990 hingga 2003. Hasil penelitian Bechetti
dan Ciciretti (2006) yaitu Pengungkapan Sosial kurang berpengaruh
terhadap return Saham SR (Social Responbility).
c. Uji Regresi Simultan (Uji F) Perusahaan Low Profile
Tabel 4.9
ANOVA(b)
Perusahaan Low Profile
tahun 2004 s/d 2007
Model
1
Sum of
Squares
Regressio
n
Residual
df
Mean Square
,004
1
,004
,456
126
,004
Total
,459
127
a. Predictors: (Constant), Pengungkapan CSR
b Dependent Variable: Return Saham
sumber : data diolah
93
F
Sig.
,978
,325(a)
Perusahaan Low Profile untuk tahun 2004 hingga 2007 dalam
tabel 4.9, didapat f-hitung adalah 0,978 dengan tingkat signifikansi
0,325. oleh karena probabilitas 0,325 lebih besar dari 0,05 maka ini
berarti bahwa Pengungkapan Sosial tidak berpengaruh signifikan
terhadap return saham.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
Bechetti dan Ciciretti (2006) yang mengambil sampel pada perusahaan
yang terdaftar di Dow Jones Sustainability Index (DJSI 400) dalam
rentang waktu dari tahun 1990 hingga 2003. Hasil penelitian Bechetti
dan Ciciretti (2006) yaitu Pengungkapan Sosial kurang berpengaruh
terhadap Saham SR (Social Responbility).
Penelitian ini kontradiksi dengan penelitian oleh Arx dan Ziegler
(2008) yang mengambil sampel di dua kawasan, yakni Amerika dan
Eropa dalam rentang 4 tahun, di Amerika berpengaruh positif namun
di Eropa tidak memiliki pengaruh positif maupun negatif. Hal ini
mungkin dikarenakan para investor asing yang mulai masuk pasar
bursa Indonesia telah memuat kriteria CSR dalam keputusan
investasinya.
d. Uji Beda T-Test
Penelitian ini menggunakan Statistik Uji Beda (T-Test) dengan
Independent Samples Test karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk
melihat perbedaan antara dua kategori, yakni high profile dan low
94
profile. Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel
yang tidak saling berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda.
Tabel 4.10
Independent Samples Test
Antara Perusahaan High Profile dan Low Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Levene’s
Test for
Equality of
Variances
Retur
n
Saha
m
Equal
varianc
es
assume
d
Equal
varianc
es not
assume
d
t-test for Equality of Means
df
Sig.
(2taile
d)
1,57
7
254
,116
,013267
25
1,57
7
244,0
37
,116
,013267
25
F
Sig
.
t
1,82
0
,17
9
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Upper
,008413
49
,003301
83
,029836
33
,008413
49
,003305
07
,029839
57
sumber : data diolah
Pada Tabel 4.8 , dari kolom Levene’s Test for Equality of Variances
tampak F=1,820 dengan p(Sig. 0,179), karena p diatas 0,05 maka dapat
dikatakan
karakteristik
bahwa tidak ada perbedaan varians return saham pada data
perusahaan
high
equal/homogen).
95
profile
dan
low
profile
(data
3. Uji Hipotesis
a).
Perusahaan High Profile
Tabel 4.11
Perusahaan High Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
,010
,021
Pengungkapan
,205
,064
Sosial
a Dependent Variable: Return Saham
sumber : data diolah
Hasil
Standardized
Coefficients
Beta
,273
t
Sig.
-,474
,637
3,182
,002
pengujian pada Tabel 4.11 maka dapat disusun suatu
persamaan regresi sederhana sebagai berikut :
RS = 0,010 – 0,205PengungkapanSosial + e
Koefisien konstanta berdasarkan hasil regresi adalah 0,010 dengan
nilai positif, ini dapat diartikan bahwa Y (Return Saham) akan bernilai 0,010
jika Pengungkapan Sosial bernilai nol (0). Nilai itu berarti return saham
akan ada meskipun tidak dipengaruhi pengungkapan sosial.
b). Perusahaan Low Profile
Tabel 4.10
Perusahaan Low Profile
Tahun 2004 s/d 2007
Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
,057
,016
Pengungkapan
-,089
,090
Sosial
a Dependent Variable: Return Saham
sumber : data diolah
96
Standardized
Coefficients
Beta
-,088
t
Sig.
3,528
,001
-,989
,325
Hasil
pengujian padaTabel 4.12 maka dapat disusun suatu
persamaan regresi sederhana sebagai berikut :
RS = 0,57 – 0,089PengungkapanSosial + e
Koefisien konstanta berdasarkan hasil regresi adalah 0,57 dengan nilai
positif, ini dapat diartikan bahwa Y (Return Saham) akan bernilai 0,57 jika
Pengungkapan Sosial bernilai nol (0). Nilai itu berarti return saham akan
ada meskipun tidak dipengaruhi pengungkapan pertanggungjawaban sosial.
97
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI Dan SARAN
A. KESIMPULAN
Penelitian ini membandingkan dan menguji 64 perusahaan yang listing
di Bursa Efek Jakarta yang terbagi dalam 32 perusahaan high profile dan 32
perusahaan low profile, dengan melakukan pengamatan terhadap harga saham
bulanan dan jumlah pengungkapan sosial dalam laporan keuangan tahunan
selama rentang waktu 2004 sampai dengan 2007.
Simpulan yang didapat dari hasil dan pembahasan pada bab
sebelumnya adalah bahwa pengungkapan sosial yang dilakukan oleh
perusahaan high profile pengaruh signifikan terhadap return saham karena
memang investor lokal maupun asing sangat concern akan operasi perusahaan
high profile yang memiliki dampak negatif lebih besar dibanding dengan low
profile.
Pengungkapan Sosial yang dilakukan oleh perusahaan low profile
tidak berpengaruh terhadap return saham, karena memang operasi dari
perusahaan tersebut tidak memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan
masyarakat. Untuk itu, investor yang ingin menanam modal dalam perusahaan
berkarakteristik low profile ini, tidak menggutamakan faktor pengungkapan
sosial namun selain dari variabel pengungkapan sosial.
Hasil Uji Beda yang didapat menunjukkan bahwa antara perusahaan
high profile dengan low profile tidak terdapat perbedaan signifikan mengenai
return sahamnya.
98
B. IMPLIKASI
Penelitian tentang pengungkapan sosial masih sedikit dilakukan.
Karenanya, penelitian-penelitian yang lebih luas lagi sangat perlu dilakukan.
Penelitian berikutnya sebaiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Periode penelitian sebaiknya lebih dari dua tahun karena periode yang
lebih panjang dapat lebih menjelaskan pengungkapan sosial
2. Item-item
pengungkapan
sosial perusahaan
hendaknya
senantiasa
diperbaharui sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat.
3. Menggunakan metode penghitungan pengungkapan sosial yang lebih
akurat, karena masalah ini juga yang dihadapi peneliti asing dalam
menentukan penilaian atas pengungkapan sosial
4. Peneliti berikutnya dapat melakukan metode penarikan sampel dengan
menggunakan metode lain.
C. SARAN
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi penelitian selanjutnya agar mendapatkan hasil yang lebih
baik. Keterbatasan penelitian ini antara lain :
1. Jumlah sampel perusahaan high profile dan low profile masing-masing
hanya 32 perusahaan.
2. Hanya satu variabel yang diuji, yakni return saham. Penelitian selanjutnya
dapat menambah variabel lain, misalnya seperti Dividen Payout Ratio
(DPR)
3. Skala pengungkapan menggunakan referensi lokal.
99
4. pengukuran saham dapat menggunakan rumus lain yang tidak hanya
melihat dari sisi return-nya saja. Penilaian saham dapat menggunakan
CAPM (Capital Asset Pricing Model) yang memang lebih komprehensif.
Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya :
1. sebaiknya, jumlah sampel ditambah untuk perusahaan high profile dan low
profile .
2. Menguji saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI)
3. Menambah variabel pengukuran return saham yang lain, agar hasilnya
dapat lebih mencerminkan besarnya pengaruh pengungkapan sosial
terhadap return saham
4. Menggunakan standar pengungkapan sosial internasional yang lebih
lengkap dan menyeluruh, seperti Kinder, Lydenberg and Domini Research
& Analytics, Inc (KLD) socials ratings.
100
DAFTAR PUSTAKA
Arx, Urs von and Ziegler, Andreas. “The Effect of CSR on Stock Performance :
New Evidence for the USA and Europe”. Swiss Federal Institute of
Technology Zurich, Economics Working Paper Series, Working Paper
08/85, May 2008.
Becchetti, Leonardo, et.all. “ Corporate Social Responsibility dan Shareholders
Value – An Empirical Analysis”. Bank Of Finland Research, Discussion
Paper, Jan 2009. Data didownload tanggal 24 Maret 2009,
http://papers..ssrn.com/abstract=928557.pdf
Becchetti, Leonardo and Ciciretti, Rocco. “Corporate Social Responsibility and
Stock Market Performance”. CEIS Tor Vergata, Research Paper Series,
Vol. 27, No. 79, March 2006. data didownload tanggal 13 Februari 2009,
http://papers.ssrn.com/abstract=897499.pdf
Martin, John.D. Shareholder Value Maximization. Is There a Role for Corporate
Social Responsibility”, Baylor University, September 2008. data
didownload
tanggal
11
Februari
2009,
http://papers.ssrn.com/abstract=1259985
Dilling, Peter F.A. “The Effect Of The Inclusion To The Dow Jones Sustainability
World Index On Firm Value – An Empirical Event Study”. 2008 EABR &
TLC Conferences Proceedings, Rothenburg, Jerman, Juni 2008. data
didownload tanggal 23 Maret 2009, http://www.cluteinstituteonlinejournals.com/Programs/Rothenburg_2008/Article%20296.pdf
Soana, Maria-Gaia. “The Relationship Between Corporate Social Performance
And Corporate Financial Performance In The Banking Sector”. Tor
Vergata, University of Rome, Januari 2009. data didownload tanggal 11
Februari 2009, http://papers.ssrn.com/abstrack=1325956.
Saleh, Mustaruddin, et.all. “ An Empirical Examination of the Relationship
between Corporate Social Responsibility Disclosure and Financial
Performance in an Emerging Market”. Kuala Lumpur, Malaysia, Juni
2008. data didownload tanggal 12 Februari 2009, www.pbfeam2008.bus.qut.edu.au/papers/documents/MustaruddinSaleh_Final.pdf
Waller, David.S dan Lanis, Roman. “An Analysis of Corporate Social
Responsibility Disclosure by Advertising Agencies”. School of Marketing,
University of Technology, Sydney, Oktober 2008. data didownload
tanggal 11 Februari 2009 http://www.latrobe.edu.au/ANZCA2007/proceedings/Waller%20and%20Lanis.pdf
101
Brine, Matthew et.all. “Corporate Social Responsibility and Financial
Performance in the Australian Context”. Corporation dan Financial
Services Divisions, the Australian Treasury, Juni 2007. data didownload
tanggal 16 Januari 2009, www.treasury.gov.au/documents/1268/PDF/04_CSR.pdf
Herbert, Cecilia Mark dan Schantz, Carolina von. “Communicating Corporate
Social Responsibility – Brand Management”. Electronic Journal of
Business Ethics and Organization Studies, Vol. 12 No.2, 2007. data
didownload
tanggal
11
Februari
2009,
ejbo.jyu.fi/pdf/ejbo_vol12_no2_pages_4-11.pdf
Kenta, Hino. ”Corporate Social and Financial Performance: An Empirical Study
on a Japanese Company”. Maret 2006. Japan Productivity Center for
Socio Economic Development. Data didownload tanggal 12 Februari
2009, http//:www.jpc-sed.or.jp/
Nelling, Edward dan Webb, Elizabeth. “Corporate Social Responsibility And
Financial Performance:The “Virtuous Circle” Revisited”. Philadelphia,
Agustus 2006. data didownload tanggal 12 Februari 2009, www.fma.org/SLC/Papers/CSR_and_Financial_Performance_FMA.pdf
Orlitzky, Marc et.all. “Corporate Social and Financial Performance”. Sage
Publication, London, Desember 2003. data didownload tanggal 12
Februari
2009,
www.global100.org/Corporate%20Social%20&%20Environmental%20Performance.pdf
Orlitzky, Marc. “Social Responsibility and Financial Performance : Trade-off or
virtuous cycle?” Business Review, University of Auckland, Maret 2005.
data didownload tanggal 23 Maret 2009, http://www.uabr.auckland.ac.nz/files/articles/Volume11/v11i1-social-responsibility-and-financialperformance.pdf
Tsoutsoura, Margarita. “Corporate Social Responsibility and Financial
Performance”. Haas School of Business, University of California at
Berkeley, California, Maret 2004. data didonwload tanggal 16 Januari
2009,
http://www.haas.berkeley.edu/responsiblebusiness/documents/CSRandFinancialReporting.pdf
Mahoney, Lois dan Roberts, Robin. “Corporate Social and Environmental
Performance and Their Relation to Financial Performance and
Institutional Ownership: Empirical Evidence on Canadian Firms”. School
of Accounting, University of Central Florida, Juli 2002. data didownload
tanggal 12 Februari 2009.
102
Kemp, Melody, “ Corporate Social Responsibility in Indonesia Quixotic Dream
or Confident Expectation?” United Nations Research Institute for Social
Development, Paper No.6, Desember 2002. data didownload tanggal 12
Februari 2009,
Sayekti, Yosefa dan Wondabio, Ludovicus Sensi.”Pengaruh CSR Disclosure
Terhadap Earning Response Coefficient”. Jurnal Simposium Nasional
Akuntansi 10, Makasar, 2007.
Yuningsih. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Praktek
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan
Publik”. Perth University, Australia, Juli 2008. data didownload tanggal
12 Februari 2009, www19.indowebster.com/3f81840a4e3041d6f36853b67edd74a3.pdf
Khoirunnisa. 2007. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap
Tingkat Pengungkapan Sosial Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta. Skripsi FEIS
Mirfazli, Edwin dan Nurdiono. “Evaluasi Pengungkapan Informasi
Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan dalam
Kelompok Aneka Industri yang Go Publik di BEJ”. Jurnal Akuntansi
Keuangan,Vol.12 No.1, Januari 2007. didownload tanggal 12 Februari
2009, dari lemlit.unila.ac.id/file/1-Semua-%20(word).pdf
Zubaidah, Siti. “Pengaruh Biaya Sosial Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan
Semen Yang Listing Di Bursa Efek Jakarta”. UMM, 2008. data
didownload tanggal 12 Februari 2009, www19.indowebster.com/db86575aa012341a464dc051ab28b573.pdf
Adi, Puguh Siswanto.”Pengaruh Pengungkapan Sosial Dalam Laporan Tahunan
Perusahaan Terhadap Reaksi Investor (Studi Kasus Pada Perusahaan
High Profile Yang Listing di BEJ)”. Juli 2008. data didownload tanggal 12
Februari 2009,
Mardiyah, Aida Ainul dan Widyastuti, Anis.”Pengaruh Stakeholder Terhadap
Tanggung Jawab Sosial Dan Akuntansi Sosial Perusahaan” November
2007. data didownload tanggal 23 Maret 2009,
Yuniasih, Ni Wayan dan Wirakusuma, Made Gede.”Pengaruh Kinerja
Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate
Social Responsibility Dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel
Pemoderasi” Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, 2007. Data
didownload tanggal 23 Maret 2004, http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/ok%20wirakusuma-yuniasih.pdf
103
Norpratiwi, Agustina M.V. “Analisis Korelasi Investment Opportunity Set
Terhadap Return Saham (Pada Saat Pelaporan Keuangan Perusahaan)”.
STIE YKPN, Yogyakarta, 2004.
Sembiring, Edi Resmana. “Karakteristik Perusahaan Dan Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris Pada Perusahaan Yang Tercatat
Di Bursa Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi KAKPM-24.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas didownload dari www.bpkp.go.id/unit/dan/uu40-2007-pt.pdf
Untung, Hendrik Budi. “Corporate Social Responsibility”. Sinar Grafika, Jakarta,
2008
Tunggal, Amin Widjaja. “ Business Ethics dan Corporate Social Responsibility
(CSR) – Konsep dan Kasus”. Harvarindo, Jakarta, 2008.
Suharto, Edi. “Menggagas Standar Audit Program CSR”. www.policy.hu/suharto,
Januari 2008.
Wibowo, Pamadi. “Kaji Ulang Praktik CSR di Perbankan”. Lingkar Studi CSR,
Mei 2007. data didownload tanggal 12 Februari 2009,
Santoso, Singgih. “Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik”. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2001.
Wibisono, Yusuf. “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”. Faacho Publishing,
Gresik, 2007.
Majalah Bisnis dan CSR. Vol.1, No.4 Maret 2008
Sekilas Sejarah dan Konsep Pertanggungjawaban Sosial. Diakses tanggal 12
Februari 2009, donhangga.com/csr-sekilas-sejarah-dan-konsep/2007/11/28/
Kholis, Azizul dan Maksum, Azhar. Analisis Tentang Pentingnya Tanggungjawab
dan Akuntansi Sosial Perusahaan (Corporate Responbilities and Social
Accounting). Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.3, No.2
Agustus, 2003.
Rajafi, Lalu Roby dan Irianto, Gugus. “Analisis Pengungkapan Laporan Sosial
dan Lingkungan Sebagai Bagian dari Triple Bottom Line Reporting
Dalam Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan: Studi
Perbandingan Rata-Rata Tema Pengungkapan Antar Kelompok Industri
Yang Terdaftar pada Bursa Efek Jakarta Tahun 2005”. TEMA, Vol. 8,
No.1, Maret, 2007.
104
Indira, Januarti dan Apriyanti, Dini. “Pengaruh Tanggung Jawab Perusahaan
Terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal MAKSI Vol. 5 No.2, Agustus, 2005.
Setyorini, Parwati. “Faktor-Faktor Yang MempengaruhiPrice Earning Ratio ada
Saham Lq 45 Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2002”. Skripsi
Universitas Negeri Semarang. Data didownload tanggal 25 Maret
2009,http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH013a/
63543849.dir/doc.pdf
105
Download