BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian pada penelitian ini mengacu pada paradigma konstruktivis. Menurut Guba paradigma adalah “sperangkat kepercayaan dasar yang menjadi prinsip utama, pandangan tentang dunia yang menjelaskan pada penganutnya tentang alam dunia” 92 . Paradigma adalah cara memandang atau melihat sesuatu (the way looking at things), yakni semacam “intellectual gestalt” yang hidup dalam diri seseorang dan mempengaruhi orang tersebut dalam memandang realitas di sekitarnya. Dalam penelitian, perbedaan cara memandang ini tidak saja berimplikasi pada tataran filosofis, abstrak, dan konseptual, tapi juga sampai pada tataran operasional dan praktis 93 . Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Sebagai citra fundamental dari pokok permasalahan di dalam suatu ilmu, paradigma menggariskan hal yang seharusnya dipelajari. Paradigma, menurut Bogdan dan Biklen, adalah “kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang 92 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 2006, Hal. 14 93 Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, GP Press Group, Jakarta, 2013, Hal.16 48 49 dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian” 94 . Sebuah paradigma dapat pula digambarkan sebagai satu set dari basis kepercayaan (atau metafisik) yang terikat dengan tujuan akhir yang optimal atau atau merupakan prinsip-prinsip utama. Paradigma mewakili pandangan tentang dunia yang didefinisikan lengkap dengan kepemilikannya, keaslian dari “dunia” di mana setiap individu berada di dalam, dan merupakan suatu susunan tentang hubungan antara dunia dan bagian-bagiannya 95 . Paradigma penelitian mutlak diperlukan bagi seorang peneliti, terutama untuk menetapkan jenis dan metode penelitian, sesuai dengan sudut pandang permasalahan. Peneliti akan salah arah tanpa bertolak dari paradigma yang jelas, ibarat seorang pemburu yang ingin menembak buruannya tanpa melihat dan mengukur dengan akurat hewan apa buruannya atau siapa sasaran dan senjata apa yang layak digunakan untuk menaklukkan hewan buruannya 96 . Sejak abad pencerahan hingga era globalisasi, terdapat empat paradigma ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para ilmuwan. Empat paradigma ilmu tersebut adalah Positivisme, Post-Postivisme (yang kemudian dikenal dengan Classical Paradigm atau Conventionalism Paradigm), Critical Theory (Realisme) 94 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT. Remadja Rosdakarya, Bandung, 2006, Hal.49 95 Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, GP Press Group, Jakarta, 2013, Hal.18 96 Ibid, Hal.15-16 50 dan Constructivism (Guba, Egon, 1990: 18-27). Keempatnya dimaksudkan untuk menemukan hakikat realitas atau ilmu pengetahuan yang berkembang 97 . Perbedaan dari keempat paradigma tersebut dapat dilihat dari cara pandang masing-masing terhadap realitas yang digunakan dan cara yang ditempuh untuk melakukan pengembangan penemuan ilmu pengetahuan, khususnya pada tiga aspek yang ada di dalamnya, yakni aspek-aspek ontologis, epistemologis, dan metodologis 98 . Tabel 3.1 Tiga Paradigma Ilmu Sosial Positivisme dan Postpositivisme Konstruktivisme Menempatkan ilmu sosial seperti ilmu-ilmu alam dan fisika, dan sebagai metode yang terorganisir untuk menyatukan deductive logic dengan pengamatan empiris, agar mendapatkan konfirmasi tentang hukum kausalitas yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum gejala sosial tertentu. Memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action, melalui pengamatan langsung terhadap pelaku sosial dalam setting yang alamiah, agar mampu memahami dan menafsirkan bagaimana pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara dunia sosial. Teori Kritis (Interpretatif) Mentakrifkan ilmu sosial sebagai proses kritis mengungkap “the real structure” dibalik ilusi dan kebutuhan palsu yang ditampakkan dunia materi, guna mengembangkan kesadaran sosial untuk memperbaiki kondisi kehidupan subjek penelitian. (Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, 2006, Hal. 72) 97 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 2006, Hal. 68 98 Ibid, Hal. 68 51 Dalam ilmu sosial, critical theory atau konstruktivisme mendapat tempat yang lebih mapan 99 . Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan paradigma penelitian konstruktivisme. Secara ontologis, aliran ini menyatakan bahwa realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan pada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik, serta tergantung pada pihak yang melakukannya 100 . Konstruksivisme sosial mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam kelompok sosial. Dengan lain perkataan, realitas dikonstruksikan secara sosial sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya 101 . Karena itu, realitas yang diamati oleh seseorang tidak bisa digeneralisasikan kepada semua orang sebagaimana yang biasa dilakukan dikalangan positivis atau post-positivis. Atas dasar filosofis ini, aliran ini menyatakan bahwa hubungan antara pengamat dan objek merupakan satu kesatuan, subjektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi antara keduanya 102 . Dari uraian di atas, maka penulis menggunakan paradigma konstruktivisme. Di mana dalam penelitian ini penulis lebih banyak menggunakan nalar dalam memaparkan dan mendeskripsikan tentang tanda-tanda dan makna dalam iklan yang diteliti, penulis juga melihat pada beberapa teori-teori dari para 99 Ibid, Hal. 73 Ibid, Hal. 71 101 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung Hal.330 102 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 2006, Hal.71 100 52 ahli yang diterapkan untuk menjelaskan makna simbol dan tanda termasuk isi komunikasi yang terdapat dalam visual iklan Axe Effect versi Mannequin ini. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian pada penelitian ini merupakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian bersifat interpretatif. Metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk melihat perilaku dalam situasi yang sebenarnya tanpa adanya rekayasa yang terkadang terjadi pada penelitian eksperimental atau survei. Teknik kualitatif dapat meningkatkan kedalaman pemahaman peneliti terhadap fenomena yang tengah diteliti, khususnya jika fenomena tersebut belum pernah diteliti sebelumnya. Selain itu, metode kualitatif bersifat fleksibel sehingga memungkinkan peneliti untuk mempelajari berbagai bidang baru yang menarik 103 . Riset kualitatif merupakan suatu penelitian yang mendalam (in-depth), berorientasi pada kasus dari sejumlah kecil kasus, termasuk kasus studi kasus. Riset kualitatif berupaya menemukan data secara terperinci dari kasus tertentu, sering kali dengan tujuan menemukan bagaimana sesuatu terjadi. Tujuan utama riset kualitatif adalah untuk membuat suatu fakta dapat dipahami, dan sering kali tidak terlalu menekankan pada penarikan kesimpulan (generalisasi), atau tidak menekankan pada perkiraan (prediksi) dari berbagai pola (yang ditemukan) 104 . Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Menurut definisi 103 104 Morissan. Metode Penelitian Survei, Prenada Media Group: Jakarta, 2012 Hal. 22 Ibid, Hal. 22 53 ini penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif sehingga merupakan rinci dari suatu fenomena yang diteliti 105 . Penelitian ini menggunakan paradigma interpretatif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik atau utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala interaktif (reciprocal). Jika metode objektif dalam penelitian kualitatif bertujuan membuat standarisasi observasi maka metode subjektif (penelitian interpretatif) berupaya menciptakan interpretasi. Pendekatan interpretatif memandang metode penelitian ilmiah tidaklah cukup untuk dapat menjelaskan misteri pengalaman manusia sehingga diperlukan unsur manusiawi yang kuat dalam penelitian 106 . Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis semiotik milik Roland Barthes. Semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam usaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Barthes menciptakan sebuah peta tentang bagaimana tanda bekerja. 105 Indiwan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Mitra Wacana Media: Jakarta, 2013, Hal. 162 106 Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 2006, Hal.80 54 Barthes melontarkan konsep tentang konotasi dan denotasi sebagai kunci dari analisisnya. Barthes menggunakan versi yang jauh lebih sederhana saat membahas model ‘glossematic sign’ (tanda-tanda glossematic). Mengabaikan dimensi dari bentuk dan substansi, Barthes mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari (E) sebuah ekspresi atau signifier dalam hubungannya (R) dengan content (atau signified) (C): ERC. Lewat model ini Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam sebuah tanda terdapat realitas eksternal. Itu yang disebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign) 107 . Iklan merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis semiotika. Iklan umumnya dibuat dengan banyak tanda dalam desainnya. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam iklan cetak adalah gambar dan teks: kalimat yang dituliskan (ditambah dengan makna dan pemilihan jenis huruf/tipografi yang saling berkaitan dengan gambar-gambar). Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam iklan cetak adalah digunakannya tandatanda ikonis, yaitu tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Penelitian semiotika merupakan salah satu bentuk analisis teks media yang bersifat kualitatif. Dengan menggunakan analisis semiotik Barthes diharapkan dapat mengungkapkan makna di balik tanda dari kata, gambar, bahasa tubuh model, maupun teks dalam iklan cetak Axe Effect. 107 Ibid, Hal. 21 55 3.3 Unit Analisis Berdasarkan tipe dan metode penelitian yang telah ditetapkan, maka fokus yang akan diamati dalam penelitian ini adalah visualisasi yang lebih mengarah pada tampilan visual dan pesan yang terdapat pada: 1. Gambar Model Gambar yang akan diteliti dalam penelitian ini ialah gambar seorang laki-laki dan seorang wanita. 2. Tulisan Tulisan yang akan diteliti adalah setiap tulisan yang berhubungan dengan iklan cetak Axe versi Mannequin. 3. Latar dan warna Penggunaan latar dan warna dalam iklan Axe versi mannequin juga turut menjadi ulasan yang akan dikaji oleh peneliti. Serta akan dicermati dan dianalisis secara keseluruhan makna yang muncul pada iklan tersebut. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik dokumentasi, kemudian teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan adalah, 56 a. Data Primer Data primer adalah data yang dihimpun langsung oleh peneliti, data ini juga sebagai data utama yang menjadi materi penelitian. Penulis mengamati dan mengkaji iklan cetak Axe Effect versi Mannequin yang diperoleh dari majalah FHM edisi Juli tahun 2004 dan situs internet http://thisisnotadvertising.wordpress.com/ dengan judul artikel “15 Years Axe Effect: The World’s Sexist Advertising Campaign”. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang dijadikan pelengkap guna melancarkan proses penelitian. Buku, artikel, majalah, internet, dan bahan tertulis lainnya menjadi data sekunder yang digunakan pada penelitian ini. 3.5 Teknik Analisis Data Data berupa tanda-tanda yang ada dalam penelitian ini diolah secara kualitatif untuk kemudian dimaknai. Memaknai berarti bahwa setiap objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal ini objek itu yang dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Untuk menemukan makna dalam penelitian ini digunakan metode analisis dari Roland Barthes: 1. Menentukan Objek Merupakan objek kajian pada iklan yang meliputi model/talent dalam iklan yang diteliti. 57 2. Pemaknaan Verbal dan Nonverbal Merupakan pemaknaan dari tanda verbal (tulisan) dan nonverbal (gambar/visual) yang terkandung dalam iklan cetak Axe versi Mannequin. 3. Analisis Peta Tanda Roland Barthes Merupakan metode dari Roland Barthes yaitu pesan linguistik, pesan ikonik terkodekan, dan pesan ikonik tak terkodekan.