Prosedur Operasional Standard Pemotongan Hewan di RPH Pemotongan hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang dalam hal ini Departemen Pertanian. Penetapan aturan maupun teknis pelaksanaan pemotongan di RPH dimaksudkan sebagai upaya penyediaan pangan asal hewan khususnya daging ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). Untuk mendapatkan daging ASUH yang bersumber dari RPH maka sudah seharusnya RPH memiliki prosedur operasional standar yang dijadikan dasar atau patokan dalam menyelenggarakan fungsi RPH sebagai tempat pemotongan, pengulitan, pelayuan dan akhirnya penyediaan daging untuk konsumen. Perlakuan Ternak sebelum Dipotong Kondisi ternak sebelum dipotong harus bersyarat sehat dan segar, oleh sebab itu setelah ternak tiba di rumah potong harus diistirahatkan terlebih dulu sampai kondisi ternak kembali segar. Pada ternak besar, betina bertanduk boleh dipotong dengan syarat : 1. Tidak dipotong untuk diperjualbelikan 2. Betina tersebut mendapat kecelakaan 3. Betina tersebut terkena penyakit yang menimbulkan kematian 4. Betina tersebut membahayakan manusia 5. Menurut peraturan yang dibuat harus disembelih (umumnya dalam rangka memberantas penyakit menular) Kandang untuk tempat peristirahat ternakpun harus cukup luas dan nyaman. Dan pada saat ternak beristirahat harus segera dilakukan pemeriksaan ante mortem karena hal ini merupakan salah satu pencegahan penyakit terhadap konsumen. Perlakuan yang kasar terhadap ternak yang akan dipotong akan menyebabkan memar pada daging sehingga menurunkan kualitas karkas. Ternak sebelum disembelih sebaiknya dipuasakan dahulu selama 12 sampai 24 jam. Ternak diistirahatkan mempunyai maksud agar ternak tidak stres, darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi agar proses rigormortis berjalan sempurna. Pengistirahatan ternak penting karena ternak yang habis dipekerjakan jika langsung disembelih tanpa pengistirahatan akan menghasilkan daging yang berwarna gelap yang biasa disebut dark cutting meat, karena ternak mengalami stress (Beef Stress Syndrome), sehingga sekresi hormon adrenalin meningkat yang akan menggangu metabolisme glikogen pada otot. Pengistirahatan ternak dapat dilaksanakan dengan pemuasaan atau tanpa pemuasaan. Pengistirahatan dengan pemuasaan mempunyai maksud untuk memperoleh berat tubuh kososng (BTK = bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu) dan mempermudah proses penyembelihan bagi ternak 1 agresif dan liar. Pengistirahatan tanpa pemuasaan bermaksud agar ketika disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan ternak tidak mengalami stress . Cara Pemotongan Ternak Proses pemotongan ternak di Indonesia harus benar – benar memperhatikan hukum – hukum agama Islam. Ada dua (2) cara yang digunakan di Indonesia : 1. Tanpa pemingsanan Kegiatan ini banyak dilakukan di rumah potong – rumah potong hewan (RPH) tradisional. Proses penyembelihan dengan cara ini, ternak direbahkan secara paksa menggunakan tali ttemali yang diikatkan pada kaki – kaki ternak yang dihubungkan dengan ring – ring besi yang tertanam pada pada lantai RPH. 2. Dengan pemingsanan Kegiatan ini banyak dilakukan di RPH – RPH modern, dengan maksud agar ternak tidak menderita dan aman bagi yang memotong. Ada beberapa cara proses pemingasanan : : a. Pemingsanan dengan cara memukulkan palu yang terbuat dari kayu keras pada bagian atas dahi sehingga, sehingga ternak jatuh dan tidak sadar. b. Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan senapan yang mempunyai “pen” dengan tujuan pen ini akan mengenai tempuring otak sehingga ternak roboh dan pingsan. c. Pemingsanan menggunakan sengatan listrik, dengan voltase rendah menggunakan arus bolak balik pada frekuensi 50 cycles/menit, tegangan 75 volt, kuat arus 250 mA selama 10 detik atau volatse tinggi dengan tegangan 200 – 400 volt selama 2 detik Cara pemotongan dengan metode pemingsanan banyak menimbulkan perbincangan halal dan tidaknya daging yang dihasilkan. Pada kondisi pingsan, ternak akan ambruk dan tidak bergerak lagi, praktis pada saat pemotongan ternak tidak meronta dan tidak merasakan sakit. Tetapi pada kenyataannya berdasarkan hasil Elektro Cardiogram ternak lebih merasakan tekanan rasa kesakitan dan proses pengeluaran darah tidak sempurna sehingga menghasilkan daging yang tidak ssehat “Unhealthy Meat”. Berdasarkan hasil paparan Elektro Enchepalogram oleh Prof Schultz dan Drs. Hazim menyatakan bahwa ketajaman yang mengiris leher sapi tidak menyentuh saraf rasa sakit. Sapi meronta dan menegangkan otot bukan ekspresi kesakitan tetapi ekspresi keterkejutan otot pada saat darah mengalir keluar dengan deras. Prosedur operasional standar yang ditetapkan oleh Dirjen Peternakan Departemen Pertanian adalah sebagai berikut: A. Tahap Penerimaan dan Penampungan Hewan, prosedur operasional meliputi: 1. Hewan ternak yang baru datang di RPH harus diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak membuat hewan stress. 2 2. Dilakukan pemeriksaan dokumen (surat kesehatan hewan, surat keterangan asal hewan, surat karantina, dsb). 3. Hewan ternak harus diistirahatkan terlebih dahulu di kandang penempungan minimal 12 jam sebelum dipotong. 4. Hewan ternak harus dipuasakan tetapi tetap diberi minum kurang lebih 12 jam sebelum dipotong. 5. Hewan ternak harus diperiksa kesehatannya sebelum dipotong (pemeriksaan antemortem). B. Tahap Pemeriksaan Antemortem: 1. Pemeriksaan antemortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan (Surat Keputusan Bupati/Walikota/Kepala Dinas). 2. Hewan ternak yang dinyatakan sakit atau diduga sakit dan tidak boleh dipotong atau ditunda pemotongannya, harus segera dipisahkan dan ditempatkan pada kandang isolasi untuk pemeriksaan lebih lanjut. 3. Apabila ditemukan penyakit menular atau zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. C. Persiapan Penyembelihan/Pemotongan, prosedur operasionalnya: 1. Ruang proses produksi dan peralatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses penyembelihan/pemotongan. 2. Hewan ternak harus ditimbang sebelum dipotong. 3. Hewan ternak harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air (disemprot air) sebelum memasuki ruang pemotongan. 4. Hewan ternak digiring dari kandang penampungan ke ruang pemotongan melalui gang way dengan cara yang wajar dan tidak membuat stress. D. Penyembelihan: 1. Hewan ternak dapat dipingsankan atau tidak dipingsankan. 2. Apabila dilakukan pemingsaan, maka tata cara pemingsanan harus mengikuti Fatwa MUI tentang tata cara pemingsanan hewan yang diperbolehkan. 3. Apabila tidak dilakukan pemingsanan, maka tata cara menjatuhkan hewan harus dapat meminimalkan rasa sakit dan stress (missal menggunakan re-straining box). 4. Apabila hewan ternak telah rebah dan telah diikat (aman) segera dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam yaitu memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam sekali tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran makan, nafas dan pembuluh darah sekaligus. 3 5. Proses selanjutnya dilakukan setelah hewan ternak benar-benar mati dan pengeluaran darah sempurna. 6. Setelah hewan ternak tidak bergerak lagi, leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan, kemudian kepala digantung untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya. 7. Pada RPH yang fasilitasnya lengkap, kedua kaki belakang pada sendi tarsus dikait dan dikerek ( hoisted), sehingga bagian leher ada di bawah, agar pengeluaran darah benar-benar sempurna dan siap untuk proses selanjutnya. 8. Untuk RPH yang tidak memiliki fasilitas hoist, setelah hewan benar-benar tidak bergerak, hewan dipindahkan ke atas keranda/penyangga karkas ( cradle) dan siap untuk proses selanjutnya. E. Tahap Pengulitan: 1. Sebelum proses pengulitan, harus dilakukan pengikatan pada saluran makan di leher dan anus, sehingga isi lambung dan feses tidak keluar dan mencemari karkas. 2. Pengulitan dilakukan bertahap, diawali membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut. 3. Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaki. 4. Kulit dipisahkan mulai dari bagian tengah ke punggung. 5. Pengulitan harus hati-hati agar tidak terjadi kerusakan pada kulit dan terbuangnya daging. F. Pengeluaran Jeroan: 1. Rongga perut dan rongga dada dibuka dengan membuat irisan sepanjang garis perut dan dada. 2. Organ-organ yang ada di rongga perut dan dada dikeluarkan dan dijaga agar rumen dan alat pencernaan lainnya tidak robek. 3. Dilakukan pemisahan antara jeroan merah (hati, jantung, paru-paru, tenggorokan, limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, lemak dan esophagus). G. Tahap Pemeriksaan Postmortem: 1. Pemeriksaan postmortem dilakukan oleh dokter hewan atau petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan. 2. Pemeriksaan postmortem dilakukan terhadap kepala, isi rongga dada dan perut serta karkas. 3. Karkas dan organ yang dinyatakan ditolak atau dicurigai harus segera dipisahkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. 4. Apabila ditemukan penyakit hewan menular dan zoonosis, maka dokter hewan/petugas yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan harus segera mengambil tindakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. 4 H. Pembelahan Karkas, dengan tahapan: 1. Karkas dibelah dua sepanjang tulang belakang dengan kampak yang tajam atau mesin yang disebut automatic cattle splitter. 2. Karkas dapat dibelah dua/empat sesuai kebutuhan. I. Pelayuan: 1. Karkas yang telah dipotong/dibelah disimpan diruang yang sejuk 2. Karkas selanjutnya siap diangkut ke pasar. J. Pengangkutan Karkas: 1. Karkas/daging harus diangkut dengan angkutan khusus daging yang didesain dengan boks tertutup, sehingga dapat mencegah kontaminasi dari luar. 2. Jeroan dan hasil sampingannya diangkut dengan wadah dan atau alat angkut yang terpisah dengan alat angkut karkas/daging. 3. Karkas/daging dan jeroan harus disimpan dalam wadah/kemasan sebelum disimpan dalam boks alat angkut. 4. Untuk menjaga kualitas daging dianjurkan alat angkut karkas/daging dan jeroan dilengkapi dengan alat pendingin (refrigerator). Sumber : prosedur-operasional-standard-pemotongan-hewan-di-rph POTONGAN PRIMAL KARKAS SAPI Potongan setengah dari karkas sapi, dipotong lagi menjadi seperempat yang meliputi : 1. Potongan seperempat bagian depan yang terdiri dari bahu (chuck) termasuk leher, rusuk, paha depan, dada (breast) yang terbagi menjadi dua, yaitu dada depan (brisket) dan dada belakang (plate) 2. Bagian seperempat belakang yang terdiri dari paha (round), dan paha atas (rump), loin yang terdiri sirloin dan shortloin, flank beserta ginjal dan lemak yang menyeliputinya Pemisahan bagian karkas seperempat depan dan seperempat belakang dilakukan diantara rusuk 12 dan 13 (rusuk terakhir diikutkan pada seperempat belakang). Cara pemotongan primal karkas adalah sebagai berikut: 1. Hitung tujuh vertebral centra kearah depan (posisi karkas tergantung ke bawah), dari perhubungan sacralumbar. 2. Potong tegak lurus vertebral column dengan gergaji. 3. Pisahkan bagian seperempat depan dari seperempat belakang dengan pemotongan melalui otot-otot intercostals dan abdominal mengikuti bentuk melengkung dari rusuk ke-12. 4. Pisahkan bagian bahu dari rusuk dengan memotong tegak lurus melalui vertebral column dan otot-otot intercostals atau antara rusuk ke-5 dan ke-6. 5 5. Pisahkan rusuk dari dada belakang dengan membuat potongan dari anterior ke posterior. 6. Pisahkan bahu dari dada depan dengan memotong tegak lurus rusuk ke-5, kirakira arah proksimal terhadap tulang siku (olecranon). 7. Paha depan juga dapat dipisahkan. Cara pemotongan primal karkas seperempat belakang sebagai berikut : 1. Pemisahan ekses lemak dekat pubis dan bagian posterior otot abdomianal. 2. Pisahkan flank dengan memotong dari ujung distal tensor fascialata, anterior dari rectus femoris ke arah rusuk ke-13 (kira-kira 20 cm dari vertebral column). 3. Pisahkan bagian paha dari paha atas dengan memotong melalui bagian distal terhadap ichium kira-kira berjarak 1 cm, sampai bagian kepala dari femur. 4. Pisahkan paha atas dari sirloin dengan potongan melewati antara vertebral sacral ke-4 dan ke-5 dan berakhir pada bagian ventral terhadap acetabulum pelvis. 5. Sirloin dipisahkan dari shortloin dengan suatu potongan tegak lurus terhadap vertebral column dan melalui vertebral lumbar antara lumbar ke-5 dan ke-6. 6