PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya setiap penulisan ulang mengenai Sejarah Peradaban Islam pada masa-masa khulafaurrasyidin ataupun sejarah-sejarah lain adalah terbuka dan milik semua orang. Asalkan bisa memahami dan bisa mengaplikasikannya secara sistematis dan inofatif. Tema besar penulisan makalah ini akan lebih banyak menelusuri mengenai akar-akar Sejarah Peradaban Islam pada masa Khulafaurrasyidin. Karena nilai-nilai positif Sejarah Peradaban Khulafaurrasyidin tidak lagi dijadikan teladan oleh orang-orang Islam. Fenomena yang sangat menyedihkan, mayoritas orang-orang Islam saat ini lebih banyak mengadobsi budaya/peradaban orang-orang non muslim. semua itu merupakan cerminan bagi potret perkembangan di masing-masing kawasan Dunia Islam yang terus menerus menunjukkan dinamikanya. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memperkaya nuansa dan pengembangan wawasan dalam studi Sejarah Peradaban Islam. B. RUMUSAN MASALAH Secara garis besar pembuatan makalah kami ini akan membahas tentang: 1. Mengurai/menguak kembali tentang sejarah peradaban pada masa khulafaurrasyidin. ? 2. Proses-proses kebijakan pada kepemimpinan para khulafaurrasyidin ? 3. Kontribusi-kontribusi khulafaurrasyidin yang disumbangkan pada islam dan masyarakat ? 1 Daftar isi Kata pengantar ............................................................................................................ i Pendahuluan…………………………………………………………………………. 1 Daftar isi …………………………………………………………………………. 2 Khulafaur rasyidin …………………………………………………………………... 3 Abu Bakar As-Syidiq…………………………………………………... 3 Umar Bin Khatab………………………………………………………. 14 Utsman Bin Affan……………………………………………………… 20 Ali Bin Abi Thalib……………………………………………………… 28 Penutup ......................................................................................................................... 33 Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….. 34 2 KHULAFAUR RASYIDIN KHALIFAH ABU BAKAR AS-SYIDIQ Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan“Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran. Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang kemudian disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin. Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum beliau wafat dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat merupakan produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara dan pemerintah secara bijaksana dan demokratis . Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah yang pertama dalam ketatanegaraan Islam merupakan salah satu refleksi dari konsep politik Islam. Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnyanabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir. Abu Bakar bukan hanya dikatakan sebagai Khalifah, namun juga sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena beliau telah berhasil mengembalikan ummat Islam yang telah bercerai berai setelah wafatnya Rasulullah SAW. Disamping itu beliau juga berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa letak peradaban pada masa Abu Bakar adalah dalam masalah agama (penyelamat dan penegak agama Islam dari kehancuran serta perluasan wilayah) melalui sistem pemerintahan (kekhalifahan) Islam. Akan tetapi konsep kekhalifahan dikalangan Syi’ah masih ditentang. Menurut Syi’ah kekhalifahan adalah warisan terhadap Ali dan kerabatnya, bukan pemilihan sebagaimana terjadi pada Abu Bakar. Terlepas dari perbedaan interpretasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep kekhalifahan adalah produk budaya dibidang politik yang orisinil dari peradaban Islam. Sebab ketika itu tidak ada lembaga manapun yang memakai konsep kekhalifahan. 3 Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpim kaum Muslimin setelah Rasulullah disebabkan beberapa hal: 1. Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya. 2. Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah. 3. Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq, orang yang sangat dipercaya. 4. Seorang yang dermawan. 5. Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi Imam Shalat 6. Abu Bakar adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam. 1. jama’ah. Biografi Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi1. Pada zaman pra Islam ia bernama Abu Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW. menjadi Abdullah. Beliau lahir pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari Nabi SAW 3 tahun. Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam pertama kali. Sedangkan gelar As-Shidiq diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat peristiwa Isra’ Mi’raj. Setelah masuk Islam, beliau menjadi anggota yang paling menonjol dalam jamaah Islam setelah Nabi SAW. Beliau terkenal karena keteguhan pendirian, kekuatan iman, dan kebijakan pendapatnya. Beliau pernah diangkat sebagai panglima perang oleh Nabi SAW. agar ia mendampingi Nabi untuk bertukar pendapat atau berunding. Pekerjaan pokoknya adalah berniaga, sejak zaman jahiliyah sampai setelah diangkat menjadi Khalifah. Sehingga pada suatu hari beliau ditegur oleh Umar ketika akan pergi ke pasar seperti biasanya : “Jika engkau masih sibuk dengan perniagaanmu, siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan?”. Jawab Abu Bakar : “Jadi dengan apa saya mesti memberi makan keluarga saya? “. Lalu diputuskan untuk menggaji Khalifah dari baitul mal sekedar mencukupi kebutuhan sehari-hari dalam taraf yang amat sederhana. Abu Bakar adalah putra dari keluarga bangsawan yang terhormat di Makkah. Semasa kecil dia merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati serta kemuliaan akhlaknya, sehingga setiap orang mencintainya. Ketika Nabi SAW mengajak manusia memeluk agama Islam, Abu Bakar merupakan orang pertama dari kalangan pemuda yang menanggapi seruan Rasulullah, sehingga Nabi SAW memberinya gelar “Ash-Siddiq”. Pengabdian Abu Bakar untuk Islam sangatlah besar. Ia menyerahkan semua harta bendanya demi kepentingan Islam. Ia selalu mendampingi Rasulullah dalam mengemban misi Islam sampai Nabi 1 Dedi Supriadi,M.Ag. Sejarah Peradaban Islam Hal:67-76 4 SAW wafat. Waktu itu sebagian penduduk Arabia telah masuk Islam, sehingga masyarakat Muslim yang “masih bayi” itu dihadapkan pada wujud krisis konstitusional. Sebab beliau tidak menunjuk penggantinya,bahkan tidak membentuk dewan majlis dari garis-garis suku yang ada. Pada akhirnya timbul tiga golongan yang memperselisihkan tonggak kekhalifahan. Pengorbanan Abu Bakar terhadap islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untu mengimami shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad SAW. Pun wafat tak lama setelah kejadian tersebut. Karena tidak ada pesan mengenai siapa penggantinya kemudian hari, pada saat jenazah Nabi belum dimakamkan diantara umat islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Nabi. Itulah perselisihan pertama yang terjadi pasca Nabi saw wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke perselisihan kedua di Saqifah Bani Sa’idah2. 2. Peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah Memang diakui oleh seluruh sejarawan bahwa Rasulullah yang wafat tahun 11 H, tidak meninggalkan wasiat tentang orang yang akan penggantikannya. Oleh karena itu, setelah rasulullah SAW wafat para sahabat segera berkumpul untuk bermusyawarah di suatu tempat yaitu Tsaqifah Bani Sa’idah guna memilih pengganti Rasulullah (Khalifah) memimpin ummat Islam. Musyawarah itu secara spontanitas diprakarsai oleh kaum Anshor. Sikap mereka itu menunjukkan bahwa mereka lebih memiliki kesadaran politik dari pada yang lain, dalam memikirkan siapa pengganti Rasulullah dalam memimpin umat Islam. Dalam pertemuan itu mereka mengalami kesulitan bahkan hampir terjadi perpecahan diantara golongan, karena masing-masing kaum mengajukan calon pemimpin dari golongannya sendiri-sendiri. Pihak Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubaidah, dengan alasan mereka yang menolong Nabi ketika keadaan di Makkah genting. Kaum Muhajirin menginginkan supaya pengganti Nabi SAW dipilih dari kelompok mereka, sebab muhajirinlah yang telah merasakan pahit getirnya perjuangan dalam Islam sejak awal mula Islam. Sedang dipihak lain terdapat sekelompok orang yang menghendaki Ali Bin Abi Thalib, karena jasa-jasa dan kedudukannya selaku menantu Rasulullah SAW. Hingga peristiwa tersebut diketahui Umar. Ia kemudian pergi ke kediaman nabi dan mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar. Kemudian keduanya berangkat dan diperjalanan bertemu dengan Ubaidah bin Jarroh. Setibanya di balai Bani Sa’idah, mereka mendapatkan dua golongan besar kaum Anshor dan Muhajirin bersitegang. Dengan tenang Abu Bakar berdiri di tengah-tengah mereka, kemudian berpidato yang isinya merinci kembali jasa kaum Anshor bagi tujuan Islam. Disisi lain ia menekankan pula anugrah dari Allah yang memberi keistimewaan kepada kaum Muhajirin yang telah mengikuti Muhammad sebagai Nabi dan menerima Islam lebih awal dan rela hidup menderita bersama Nabi. Tetapi pidato Abu Bakar itu tidak dapat meredam situasi yang sedang tegang. Kedua kelompok masih tetap pada pendiriannya. 2 . Sebuah tempat di Madinah yang biasa digunakan kaum Ansar untuk membahas suatu masalah. Sebagaimana pula Dar An-Nadwah sebuah balai pertemuan Quraisy di Mekah..Lihat juga Suyuti Pulungan.fiqh Siyasati Ajaran,Sejarah, dan Pemikiran, Cet.1. Jakarta : rajawali Press,1994,hlm.102 5 Kemudia Abu Ubaidah mengajak kaum Anshor agar bersikap toleransi, begitu juga Basyir bin Sa’ad dari Khazraj (Anshor) agar kita tidak memperpanjang perselisihan ini. Akhirnya situasi dapat sedikit terkendali. Disela-sela ketegangan itu kaum Anshor masih menyarankan bahwa harus ada dua kelompok. Hal itu berarti kepecahan kesatuan Islam, akhirnya dengan resiko apapun Abu Bakar tampil ke depan dan berkata “Saya akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih diantara kedua orang ini” yakni tidak bisa lebih mengutamakan kami sendiri dari pada anda dalam hal ini”, situasi menjadi lebih kacau lagi, kemudia Umar berbicara untuk mendukung Abu Bakar dan mengangkat setia kepadanya. Dia tidak memerlukan waktu lama untuk menyakinkan kaum Anshor dan yang lain, bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling patut di Madinah untuk menjadi penerus pertama dari Nabi Muhammad SAW. Sesudah argumentasi demi argumentasi dilontarkan, musyawarah secara bulat menunjuk Abu Bakar untuk menjabat Khalifah dengan gelar “Amirul Mu’minin”. Dengan semangat Islamiyyah terpilihlah Abu Bakar . Dia adalah orang yang ideal, karena sejak mula pertama Islam diturunkan menjadi pendamping Nabi, dialah sahabat yang paling memahami risalah Rasul. Disamping itu beliau juga pernah menggantikan Rasulullah sebagai imam pada saat Rasulullah sakit. Setelah mereka sepakat dengan gagasan Umar, sekelompok demi sekelompok maju kedepan dan bersama-sama membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah. Baiat tersebut dinamakan baiat tsaqifah karena bertempat di balai Tsaqifah Bani Sa’idah. Pertemuan politik itu berlagsung hangat, terbuka dan demokratis. Pertemua politik itu merupakan peristiwa sejarah yang penting bagi umat Islam. Sesuatu yang megikat mereka tetap dalam satu kepemimpinan pemerintahan. Dan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya sistem pemerintahan Khalifah dalam Islam . 3. Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Sedang kebijaksanaan politik yang diilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya yaitu: 1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan 6 mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu : 1. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah. 2. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya. Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas. 3. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia. Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntung dan membawa banyak korban. 4. Abu Bakar : Peran Dan Fungsinya Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika ia diangkat menjadi khalifah. Secara lengkap isi pidatonya sebagai berikut. “wahai manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan,padahal aku bukan orang yang terbaik di antara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kamu adalah orang kuat bagiku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat di antara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, insya allah janganlah salah seorang dari kamu meninggalkan jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku 7 tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, sekli-kali janganlah kamu menaatiku. Dirikanlah shalat,semoga Allah merahmati kamu”. 3 ucapan pertama ketika dibai’at, ini menunjukan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintah. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad,serta shalat sebagai intisari takwa. Kebijaksanaanya pemerintahan Abu Bakar Sebagai berikut. Kebijaksanaan Pengurusan terhadap agama Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari umat islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Diantara perbuatan makar tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau membayar zakat, orang-orang yang mengaku menjadi nabi, dan pemberontakan dari beberapa kabilah. Kebijaksanaan kenegaraan Di antara kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan sebagai pulungan,diuraikan sebagai berikut. 1. Bidang eksekutif Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan dimadinah maupun daerah lainnya. Misalnya untuk pemerintah pusat menunjukan Ali bin Abi Thalib,Utman bin Affan,dan Zaid bin Tsabit sebagai sekertaris dan Abu Ubaidah Sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan islam, dibentuklah provinsi-provinsi,dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang amir. 2. Bidang pertahanan dan keamanan Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitasi didalam maupun diluar negeri. Diantara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid,Musanna bin Hasirah,Amr bin Ash,Zaid bin Sufyan, dan lainnya. 3. Yudikatif Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khatab dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berat untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan Umar Bin Khatab sendiri dan masyarakat pada waktu itu yang dikenal alim. 4. Sosial ekonomi Sebuah lembaga mirip Baitul Mal, Di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat,infak,sedekah,ghanimah,dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada. Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengangkatan khalifah dalam kekhalifahan pertama berjalan dengan musyawarah dengan aklamasi menerima dan 3 Abi Al-Wahid An-Najjar.Al-Khulafaur rasyidin. Beirut : Dar Al-Kutub Al-llmiyat,1990,hlm.35;lihat pula Suyuthi Pulungan,op.cit,hlm.107-108 8 mengangkat Abu Bakar,walaupun di anatara sahabat ada yang tidak ikut dalam pembai’atan dan pada akhirnya melakukan sumpah setia. Dengan demikian,secara nyata,pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah disetujui. 5. Penyebaran Islam Pada Masa Abu Bakar Setelah pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan (terutama memerangi orang-orang murtad), Khalifah Abu Bakar menghadapi kekuatan Persia dan Romawi yang setiap saat berkeinginan menghancurkan eksistensi islam. Untuk menghadapi persia, Abu Bakar mengirimkan tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah dan berhasil merebut beberapa daerah penting di irak dari kekuasaan persia. Adapun untuk menghadapi romawi,Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik untuk memimpin beribu-ribu pasukan diempat front yaitu Amr bin Al-Ash di front Palestina,Yazid bin Abi Sufyan di front Damaskus,Abu Ubaidah di front Hims, dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian dibantu oleh Khalid bin Walid yang bertempur difront Siria. Perjuangan pasukan-pasukan tersebut, dan ekspedisi-ekspedisi militer berikutnya untuk membebaskan Jazirah Arab dari penguasaan bangsa Romawi dan Bangsa Persia, baru tuntas pada masa pemerintahan Umar bin Khatab. Keputusan - keputusan yang dibuat oleh Khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut, dari segi tata negara, menunjukan bahwa ia jga memegang jabatan panglima tertinggi tentara islam. Hal seperti ini juga berlaku pada zaman modern, yaitu seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata. 6. Faktor Keberhasilan Khalifah Abu Bakar Faktor keberhasilannya antara lain sebagai berikut. Dalam pembangunan yang didalamnya membangun pranata sosial di bidang politik dan pertahanan keamanan. Hal ini terjadi tidak lepas dari sikap beliau yang terbuka yaitu dengan memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh sahabat yang ikut serta dalam membahas atau membicarakan berbagai masalah sebelum mengambil keputusan melalui forum musyawarah sebagai legislatif. Hal ini mendorong para tokoh sahabat untuk berpartisifasi aktif untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat. Adapun tugas-tugas eksekutif ia delegasikan kepada para sahabat, baik untuk pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di madinah maupun di daerah lainnya. Untuk menjalanlan tugas-tugas pemerintah di madinah, ia mengangkat Ali bin Thalib,Utsam bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai katib (sekertaris),dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan untuk mengurus Baitul Mal. Dibanding tugas kemiliteran, ia mengangkat penglima perang sebagaimana disebut di atas. Untuk tugas Yudikatif,ia mengangkat Umar bin Khatab sebagai hakm agung. 9 7. Peradabaan Pada Masa Abu Bakar Bentuk peradabaan yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Quran dari pelepah kurma,kulit binatang,dan dari hapalan kaum muslimin. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Quran setelah syahidnya beberapa penghapal Al-Quran pada perang Yamamah. Umarlah yang pertama kali mengusulkan penghimpuanan Al-Quran . Sejak itulah Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama kalinya Al-Qur;an di himpun. Selain itu, peradabaan islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut. A. Dalam bidang pranata sosial ekonomi adalah dengan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Hal ini dilakukan dalam berbagai bidang diantaranya : 1. Mengelola zakat 2. Infaq 3. Sedekah dari hal tersebut dikumpulkan di baitul mal yang dimana ini digunakan untuk mengagaji para aparatur pemerintahan,dan rakyat yang berhak menerimannya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an. Bahkan Abu Bakar tidak pernah menggunakan uang dari baitul mal untuk kepentingannya dan keluarganya karena menurutnya ia tidak berhak mengambil sedikit pun dari baitul mal . Bahkan untuk menghidupi keluarganya beliau berdagang. B. Kemajuan-kemajuan yang dicapai Abu Bakar Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain: 1. Perbaikan sosial (masyarakat) 2. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam 3. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an 4. Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam 5. Meningkatkan kesejahteraan umat. Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat). 10 Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab.Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam.Kedua daerah itu menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah. Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an adalah atas usul dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur’an setelah para sahabat yang hafal Al Qur’an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu memerangi para nabi palsu. Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur’an banyak berserakan ada yang ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.Atas usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pemah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu banyaknya sahabat penghafal Al Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu. Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya.Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar perhatiannya. Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi Muhammad SAW tetap dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki. Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga “Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga keuangan.Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari “amin al-ummah” (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar bin Khattab . 11 C. Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Dapat kita lihat bahwa pemerintahannya tidaklah menggunakan kekuasaan Tuhan sebagaimana Fir’aun dari mesir atau brntuk pemerintahan lain yang di kenal di Eropa Tengah. Abu Bakar tidaklah menggunakan kekuasaan Allah bagi dirinya, tetapi ia berkuasa atas dukungan Orang-orang yang membai’atnya. Pada saat dibai’at, Abu Bakar dipanggil oleh seseorang dengan “Ya Khalifatullah”, maka ia memutus kata-kata orang itu dengan berseteru, “Aku bukan khalifah Allah tetapi khalifah Rasulullah SAW”. Yang dimaksud dengan khalifah Rasulullah SAW tudak lain bahwa dia hanyalah pengganti Rasulullah SAW dalam memimpin muslimin serta mengarahkan kehidupan mereka agar tidak keluar dari batas-batas hokum Allah SWT, agar mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Menurutnya khalifah Allah hanyalah dikhususkan bagi Rasulullah SAW sehingga kedudukan itu tidak terpikirkan olehnya, sedangkan Rasulullah SAW adalah khatamul-anbiya’ wa al-mursalin. Kenabiannya tidaklah diwariskan kepada siapapun juga.Allah SWT telah memilihnya sebagai penyampai risalah-Nya, dan menurunkan kepadanya kitab yang benar.Dan telah disempurnakan bagi mukminin agama-Nya, juga nikmat-Nya atas mereka. Sejak tumbuhnya dan dalam pelaksanannya, pemerintahan Abu Bakar sebenarnya bersifat Demokratis.Terpilihnya Abu Bakar adalah berdasarkan pemilihan umum.Ia di bai’at karena sifat dan kedudukannya di sisi Rasulullah SAW, bukan Karena keluarganya atau kefanatikan terhadap sukunya. Abu Bakar tidak minta agar dirinya dibai’at. Bahkan ia mencalonkan Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarraah agar kaum Muslimin membai’at salah satu dari keduanya Yang mereka inginkan. Salah satu kesibukan Abu Bakar dalam masa pemerintahannya ialah menghadapi kaum murtad dan pembangkan. Menurut sejarah, agama islammulai tersiar dengan merata dan meluas keseluruh pelosok jazirab Arab, setelah terjadi dua peristiwa penting, yaitu persetujuan hudaibiyyah dan penaklukan kota mekak. Dapatlah dimaklumi, bahwa sebahagian oaring-orang yang memeluk agama islam pada waktu itu, masih belum sempat mendalami ajaran-ajaran agama, sedangkan Nabi telah berpulang kerahmatullah. Sebagai akibat dari kurangnya pemahaman ajaran agama dan kelemahan iman, maka muncullahh sekelompok orang yang mencoba menentang kepemimpinan Abu Bakar.Mereka itu terdiri dari orang-orang yang murtad baik yang kembali di agama semula, maupun yang mengikuti nabi-nabi palsu dan orang-orang yang ingkar membayar zakat. 12 Untuk menghadapi kaum murtad dan golongan pembangkan ini Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat untuk menentukan sifat terhadap mereka.Dalam musyawara tersebut terdapat dua pendapat, ada yang berpendapat bahwa mereka tidak dapat diperangi. Pendapat lain mengatakan hanya golongan yang inkar membayar zakat saja yang tidak boleh di perangi, sebab mereka masih tetap beriman. Abu bakar dengan tegas mengambil keputusan untuk memerangi baik orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan pengikit-pengikutnya maupun orang-orang yang ingkar membayar zakat, apapun resiko yang harus di hadapi. Untuk menghadapi kaum perusuh dan menyeleweng itu Abu bakar membentuk sebelas pasukan dan menunjuk pimpinannya masing-masing kesebelas pemimpin itu adalah : Khalid bin walid diutus untuk memerangi Thulaihah bin khuwailid, seorang nabi palsu dan Malik bin muwairah seorang kepala pemberontak. Ikrimah bin Abi jahl ditugaskan memerangi musailamah al-kazzab, seorang nabi palsu di yamamah. Muhajir bin Abi Umaiyyah memerangi al-Aswad al-ansiy. Amr bin Ash ditugaskan ke daerah Qudaah. Said bin Ash ke daerah Syria. Khuzaifah bin Muhsin ditugaskan kedaerah oman. Affajah bin hursimah ditugaskan kedaerah muhirrah. Syurahbil bin hasanah ke yamamah, membantu ikrimah. Thuraifah bin Hajiz menuju ke daerah bani salim dan khuwazin. Suaib bin mukrim menaklukan tihamah di yaman. Al-Allah bin hadramih menaklukan Bahrain. Kesebelas pasukan tersebut telah menunaikan tugasnya dan membawa hasil yang gemilang. Beberapa nabi palsu seperti, Thulaihah dapat di insafkan dan akhirnya menjadi muslim yang baik. D. Administrasi dan Organisasi Pemerintaha Abu Bakar. Pembagian tugas pemerintah kian hari semakin tampak kelihatan dan lebih nyata dari zaman pemerintahan Rasulullah, ketentuan pembagian tersebut adalah sebagai berikut : Urusan Keuangan. Urusan keuangan di pegang oleh Abu Ubaidah Amir bin jarrah yang mendapatkan nama julukan dari Rasulullah SAW “Orang kepercayaan Ummat”. Menurut keterangan Al-Mukri bahwa yang mula-mula membentuk kas Negara atau baitullmall adalah Abu Bakar dan urusannya di serahkan kepada Abu Ubaidah Amir bin Jarrah. Kantor Baitulmall mula-mula terletak di kota Sunuh, satu batu dari Mesjid Nabawi dan tidak pernah di kawal. Pada suatu kali Orang berkata kepadanya, “Alangkah baiknya kalau Baitulmall di jaga dan di kawal”. Jawab Abu Bakar, “tak perlu karena di kunci”. Di kala Abu Bakar pindah kediamannya 13 dekat Masjid Baitulmall atau kas Negara itu diletakkan di rumahnya sendiri.Tetapi boleh di katakana bahwa kas situ selalu kosong karena seluruh pembendaharaan yang sumber langsung di bagi-bagi dan di pergunakan menurut perencanannya. Sumber-sumber keuangan Sumber-sumber keuangan yang utama di Zaman Abu Bakar adalah : Zakat Rampasan Upeti Urusan Kehakiman. Sebagaiman kita ketahui bahwa Abu Bakar adalah seorang kepala Negara yang bertanggung jawab langsung (Presidentil Kabinet), maka pembantu-pembantunya (Menteri-menteri) adalah atas pertunjukannya sendiri. Dari itu untuk mengurus soal kehakiman di tunjuknyalah Umar bin Khattab4 Kaum Muslimin dan rakyat Madinah amat patuh kepada peraturan pemerintah yang di petik dari ajaran Agamanya.Soal Halal dan Haram, soal hak milik dan hubungan baik sumber Manusia adalah menjadi pedoman hidup mereka.Mereka tak membeda-bedakan antara peraturan pemerintah dan sumber Agama, bahkan mereka meyakinkan bahwa ajaran Agamalah yang melahirkan pemerintahan dan Negara Islam, seterusnya seluruh peraturan pemerintah diciptakan oleh syariat Islam. Berdasarka itu kepatuhan rakyat kepada sumber dan norma Islam adalah kepatuhan lahir dan batin yang betul-betul timbul dari hati sanubari dan keimanan E. Hal-hal yang Pertama kali Dilakukan Oleh Abu Bakar. Diantaranya ialah : Dia Orang yang pertama kali masuk Islam, yang pertama kali menghimpun Al Qur’an, yang pertama kali menamakan Al Quran sebagai Mushaf. Dan dia juga adalah yang pertama kali dinamakan Khalifah. Imam Ahmad meriwayatkasn dari Abu Bakar bin Abi Mulaikah dia berkata, dikatakan kepada Abu Bakar : Wahai Khalifah Allah!Abu Bakar menjawab, “Saya Khalifah Rasulullah”, dan saya ridha dengannya. F. Jasa dan Peninggalan Abu Bakar 4 Haji Nashruddin Thaha;Pemerintahan Abu Bakar, (Jakarta; Mutiara Jakarta, 1979) h. 24-25 14 Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orangs-orang murtad, aktifnya orang-orang yang mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat merupakan tantangan dari negara yang baru berdiri. Adanya orang murtad disebabkan karena mereka belum memahami benar tentang Islam, mereka baru dalam taraf pengakuan, atau mereka masuk Islam karena terpaksa.Sehingga begitu Rasulullah SAW wafat, mereka langsung kembali kepada agama semula. Karena mereka beranggapan , bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah pimpinannya Nabi Muhammad Saw wafat.Golongan yang tidak mau membayar zakat banyak timbul dari kabilah yang tinggal di kota Madinah, seperti Bani Gatfan, Bani Bakar dll. Mereka beranggapan bahwa membayar zakat hanya kepada Nabi Muhammad SAW, dan setelah beliau wafat maka tidak lagi wajib membayar zakat. Orang yang mengaku sebagai nabi sebenarnya sudah ada pada hari-hari terakhir kehidupan Nabi Muhammad SAW, walaupun mereka masih sembunyi-sembunyi.Dari kekacauan yang muncul di awal pemerintahan tersebut, Abu Bakar bekerja keras untuk menumpasnya.Untuk menumpas kelompok-kelompok tersebut di atas, Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum Muslimin menentukan apa tindakan yang harus diambil mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Di dalam kesulitan yang memuncak inilah terlihat kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar. Dengan tegas dinyatakannya, bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang telah menyeleweng dari kebenaran, baik yang murtad, yang mengaku Nabi palsu, maupun yang enggan membayar zakat, sehingga semuanya kembali kepada kebenaran. Setelah bermusyawarah Abu Bakar menugaskan antara lain kepada : Usamah bin Zaid, Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sofyan untuk memerangi golongan tersebut. Setelah berbagai macam gejolak dan kekacauan dapat ditangani secara tuntas, maka Abu Bakar selalu berusaha untuk melakukan berbagai langkah demi kemajuan umat Islam. G. Wafatnya Abu Bakar Setelah menderita sakit selama lima belas hari, Abu bakar pun wafat pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H (22 Agustus 634 M). Beliau di makamkan di samping makam Rasulullah SAW di kota madinah. Sekarang makam tersebut telah termasuk dalam masjid al-Nabawi. 15 KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB A. Riwayat Hidup Umar bin Khattab Umar lahir dari keturunan yang mulia. Ia berasal dari suku Quraisy. Nasabnya bertemu dengan Rosulullah pada leluhur mereka yang kesembilan. Pohon keturunan Umar dapat ditelusuri sebagai berikut: Umar adalah putra Khattab, putra Nufail, putra Abd al-Uzza, putra Riyah, putra Abdullah, putra Qarth, putra Razah, putra ‘Adiy, putra Ka’ab, pura Lu’ay, putra Ghalib al ‘Adawiy al Quraisyi. Nasab Umar bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada Ka’ab. Sementara itu, ibunda Umar adalah Hantamah putri Hasyim, putra Al Mughirah al Makhzumiyah. Tak banyak yang tahu kapan pastinya Umar dilahirkan. Riwayat termasyhur mengatakan bahwa Umar dilahirkan tiga belas tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW atau sekitar tahun 586 M, di kota Makkah, kota kosmopolitan , semenanjung Arab. Lahir dari klan ningrat, yatu Quraisy yang merupakan kaum bangsawan Arab yang paling disegani karena orang-orang Quraiy tercatat sebagai orang terpandang dan pemegang jawatan sosial. Seperti para saudagar, pedagang kaya, penjaga ka’bah, pengawas para peziarah, penyelenggara diplomasi, penunjuk kepala suku, ksatria perang, sekaligus pemegang administrasi perdagangan dan peradilan orang – orang Arab. Sehingga Khattab, ayah Umar, mengajari Umar dengan berbagai tradisi kelelakian khas semenanjung, seperti : menggembala ternak, memanah, memainkan pedang dan tombak, berburu, menunggang kuda, administrasi, hingga baca tulis dan mazmur – mazmur leluhur. Selain itu karena Umar juga sering berdagang ke berbagai daerah maka diapun menguasai beberapa bahasa seperti Suryani (Suriahc – Aramaic), Ibrani dan Persi. B. Riwayat Masuknya Umar pada Agama Islam. “ Ya Allah, agungkanlah Islam dengan salah satu dari dua lelaki ini : Umar bin Khattab atau Umar Ibn Hisyam Abu Jahal”. Itulah sepenggal doa Rosulullah pada suatu ketika. Pada saat Islam muncul yaitu pada saat Rosulullah mengumumkan misi kenabianya, Umar adalah salah seorang penentang Rosulullah yang paling gigih. Dia menganggap bahwa Islam adalah sesat dan kegilaan yang menentang kepercayaan agama nenek moyang mereka. Sehingga dia sangat memusuhi Nabi Muhammad. Dengan berbagai cara Umar menentang ajaran yang dibawa oleh Rossulullah. Suatu ketika Umar megatakan kepada orang-orang bahwa dia akan membunuh Rosulullah, kemudian dia keluar dari rumahnya dengan membawa pedang yang terhunus tajam dan akan menuju ke kediaman Rosulullah, tiba di tengah jalan dia bertemu adik kandungnya Fatimah sedang duduk dibawah pohon sambil membawa mushaf dan membaca sebagian dari ayat Al-qur’an 16 (surat At-Thaha). Dia bertanya kepada adiknya “apa yang telah kamu baca”, dengan sangat ketakutan fatimah menjawab “ayat-ayat Al-quran” kemudian Umar memintanya dan berkata ”sesungguhnya engkaulah yang lebih pantas aku bunuh terlebih dahulu, ”jika kebenaran ada diantara kita apa yang akan engkau lakukan” sahut fatimah, ”berikan kertas itu padaku”, setelah umar membacanya, setelah dia mengetahui ayat yang ia baca sangat berkaitan pada dirinya. hatinyapun luluh, hatinya bergetar karena mendengar syair yang begitu indah, kemudian dia berlari ke rumah Rosulullah dan menyatakan dia telah masuk Islam. Dia masuk islam pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian dan dia tercatat sebagai orang yang ke 40 yang masuk Islam. Umar wafat pada hari rabu tanggal 25 dzulhijjah 23H / 644 M. Dia dibunuh oleh seorang budak Persia yang bernama Abu Lu’luah atau Feroz pada saat beliau menjadi imam shalat subuh. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Feroz terhadap Umar karena merasa sakit hati atas kekalahan Persia yang pada saat itu merupakan negara adigdaya. 5 C.Pengangkatan Umar bin Khatab Sebagai Khalifah 6 Abu Bakar sebelum meniggal pada tahun 634 M atau 13 H menunjuk Umar sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk Umar menjadi Khalifah . 1. Kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah 2. Kaum ansar dan muhajairin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah. 3. Umat islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang Penunjukan Abu Bakar terhadap umar yang dilakukan disaat ia mendadak jatuh sakit pada masa jabatan merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat bahwa penunjukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang diserahkan pada persetujuan umat. Abu bakar dalam menunjuk Umar sebagai pengganti tetap mengadakan musyawarah atau konsultasi terbatas dengan beberapa orang sahabat senior, anatar lain Abdul Rahman bin Auf,Utsman bin Affan, dan Asid bin Hadhir, seorang tokoh ansar . Konsultasi ini menghasilkan persetujuan atas pilihanya pada Umar secara objektif. Setelah itu, hasil konsultasi dengan beberapa orang sahabat senior itu masih ditawarkan kepada kaum muslimin yang sedang berkumpul di masjid Nabawi. Dalam pertemuan tersebut, kaum muslimin menerima dan menyetujui orang yang telah dicalonkan Abu Bakar. Setelah disetujui kaum muslimin atas pilihannya, ia memanggil Utsman bin Affan untuk menulis teks pengangkatan Umar (Bai’at Umar). 5 6 Musthafa Murad, Kisah Hidup Umar Ibn khattab, ( Jakarta : Zaman, 2009 ), Hal.17-26 Dedi Supriadi,M.Ag. Sejarah Peradaban Islam Hal:78-80 17 Sebagaimana Abu Bakar, Umar bin Khatab begitu di bai’at atau dilantik menjadi khalifah menyampaikan pidato penerimaan jabatannya di masjid Nabawi di hadapan kaum muslimin. Bagian dari pidatonya adalah : “ Aku telah dipilih menjadi khlaifah. Kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat terhadap kamu dan juga lebih mampu untuk memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama dengan beliau. Andaikata aku tahu bahwa ada orang yang lebih kuat dari pada aku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan leher ku untuk dipotong lebih aku sukai dari pada memikul jabatan ini”. “Sesungguhnya allah menguji kamu dengan aku dan mengujiku dengan kamu dan membiarkan aku memimpin kamu sesudah sahabatku. Maka demi allah, bila ada suatu urusan dari urusan kamu dihadapkan kepadaku, maka janganlah urusan itu diurus oleh seseorang, selain aku dan janganlah seseorang menjauhkan diri dari aku, sehingga aku tidak dapat memilih orang yang benar dan memegang amanah. Jika mereka berbuat baik, tentu akau akan berbuat baik kepada meraka dan jika mereka berbuat jahat, maka tentu aku akan menghukum meraeka.” Pidato tersebut menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan khalifah adalah tugas yang berat sebagai amanah dan ujian. Antara pemimpin dan yang dipimpin harus terjalin hubungan timbal balik yang seimbang dalam melaksanakan tanggung jawab itu. Setiap urusan harus diurus dan diselesaikan oleh khlifah dengan baik. Khlifah harus memilihorang-orang yang benar dan bisa memegang amanah untuk membantunya. Hukum harus ditegakkan terhadap pelaku tanpa memandang dari pihak manapun. D. Perluasan Daerah Islam pada Masa Pemerintahanya. Perluasan daerah Islam pada masa itu begitu pesat, menyebar ke seluruh Persia, mulai dari kawaasan timur hingga kawasan barat, Palestina , Mesir, dan Suria. Di bawah ini sekilas kami paparkan bagaimana penaklukan-penaklukan yang menjadi perluasan daerah Islam pada masa pemerintahan Umar bin Khathab. Ketika para pembangkang di dalam negeri telah di kikis habis oleh Abu Bakar, maka Khalifah Umar menganggap bahwa tugasnya yang pretama ialah meneruskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Di zaman Umar, gelombang ekspansi pertama terjadi di ibu kota Syiria, Damaskus, dengan pimpinan panglima Ubaidah Ibnu Jarrah yang juga ditemani oleh Khalid Bin Walid menuju kota-kota di Syam, pasukan Islam mampu menguasai Damaskus, kemudian Fihl, dan Hims, menyusul kemudian Qanisrin, Qaisarah,dan Biqa’ serta Ba’labak. Setelah itu Ajudain dan kota-kota 18 Aljazairah, serta kota-kota lain,7 dan itu jatuh pada tahun 635M, setahun kemudian seluruh wilayah Suriah jatuh ketangan kaum Muslimin setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk. Dari Suriah lasykar kaum Muslimin melanjutkan ke Mesir. Amr Bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menaklukan wilayah itiu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar di beberapa front pertempuran. Akhirnya permintaan dikabulkan juga oleh Khalifah , dengan mengirim 4000 tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi tersebut. Satu persatu kota-kota di Mesir jatuh di tangan muslim, mulai dari Pelusium, Babylon, juga Iskandariiyah sebagai ibu kota Mesir dikepung selama 4 bulan sebelum ditaklukan oleh pasuakan Islam. Mesir ditaklukan pada tahun 641 M.8 Setelah penaklukan Damaskus, dilanjutkan penaklukan menuju Persia, Ubaidah Bin Mas’ud ats-Tsaqifi dan Jarir al-Bajali beserta pasukanya dikerahkan menuju Kuffah, di tengah perjalanan pasukan Muslimin bertemu dengan pasukan Persia, terjadilah pertempuran sengit antar keduanya, yang akhirnya kaum muslimin memenangkan pertempuran itu. Kemudian dilanjutkan menuju Qadisiyah dengan pimpinan Sa’ad Bin Abi Waqash. Pasukan muslimin dapat mengalahkan pasukan Persia, yang saat itu berjumlah sekitar 240.000 pasukan musuh dibawah piminan Rutstum, dan 39.000 bagi pasukan muslim. Dengan sedikit kekalahan bagi kaum Muslimin sebelum datangnya kiriman pasukan dari Suria.9 Pda tahun 635 M, atas titah Khalifah Umar di Madinah, Amr bin al-Ash dan Syarhabil Ibn Hasanah beserta pasukanya bergerak menuju Palestina. Dari Golan, Amr dan pasukanya memasuki Galileia. Di wilayah itu juga terdapat kota-kota utama semisal Tiberias, Hebron, Nazaret dan lain-lain. Mereka tidak banyak mendapat banyak kesulitan ketika menaklukan kota-kota sepanjang Galileia, mereka hanya mendapat perlawanan kecil dari pihak Bizantium yang masih tersisa. Sementara itu, Yazid bin Abi Sofyan dan Mu’awiyah berhasil menaklukan sepanjang Pesisir Pantai Levantina seperti Tripoli, Sidon, hingga Haifa di bagian provinsi Palestina. Kemudian pada tahun 636 M, dilanjutkan menuju Yerussalem. Dalam penaklukan Yerussalem tidak ada peperangan antara pasukan Muslim dengan musuh ketika itu, dikarenakan panglima Yerussalem memilih jalan damai kepada Khalifah Umar dengan beberapa syarat, dan Khalifah Umar menyetujui syarat-syarat tersebut, pada akhirnya Yerussalem telah dikuasai oleh muslilmin.10 7 Ahmad Al-Usairy,Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka Srana,2008) hal 156 Ibid,156 9 Ibid, hal. 156-158 10 Ibid, hal. 156-158 8 19 Pada tahun 637 M, penaklukan dilanjutkan menuju ibu kota Persia ( Madain ), kota itupun berhasil ditaklukan setelah dikepung selama 2 bulan, Yazdair, Raja persia itu melarikan diri menuju Nahawand, Nahawand dan Ahwaz ditundukkan 22 H. Pada tahun 641 M seluruh wilayah Persia sempurna di bawah kekuasaan Islam, setelah pertempuran sengit di Nahawand, Isphahan, jurjan, Tarbristan dan Azarbaijan juga ditaklukan.11 Dengan demikian pada masa kepemimpinan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah, Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.12 SistemKetatanegaraan yang Dibentuk Jawatan Keilmuan Pada masa pemerintahan Umar dibangun madrasah Makkah dengab guru besarnya Abdullah Ibnu Abbas, Madrasah Madinah dengan guru besarny Zaid Ibn Tsabit, Madrasah Bashrah dengan guru besarnya Anas Ibn Malik dan Abu Musa Al Asy’ari, madrasah Kuffah dengan guru besarnya Abdullah Ibnu Mas’ud, madrasah Syam dengan guru besarnya Mu’adz Ibn Jabal dan Abu Darda’, dan madrasah Mesir dengan guru besarnya Uqbah Ibn Amir dan Amr Ibn Al Ash. Jawatan Kesehatan. Umar sangat mmperhatikan hak kesehatan rakat. Ia banyak mendirikan rumah sakit, klinik, serta memberikan pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya. Pemerintahan dan Administrasi Negara. Pada pemerintahanya Umar membagi administrasi negara menjadi unit-unit berupa iqlim ( propinsi ) dan distrik. Hingga akhir masa jabatanya, Umar membagi negara pemerintahanya menjadi beberapa propinsi, yaitu Makkah dan Madinah ( mewakili seluruh wilayah semenanjung arabia ), jazirah, Kuffah, Bashrah ( mewakili seluruh wilayah Irak ), Khurazan, Azerbaijan, Fars ( mewakili seluruh wilayah Persia ), Suriah dan Palestina (mewakili seluruh wilayah Mediterania timur ), dan Mesir (ermasuk Afrika Utarra ) Pemisahan Antara Eksekutif dan Yudikatif Salah satu terobosan terbesar Umar adalah memisahkan antara kekuasaan eksekutif (kekhalifahan ) dan yudikatif ( qadhi ). Awalnya konsep rangkap jabatan itu juga diadopsi pada masa 11 12 Ibid ,hal 88-96 Ibid, hal. 56 20 pemerintahan Umar, namun seiring dengan perkembangan kekuasaan maka dibutuhkan mekanisme administratif yang lebih baik. Karena itulah Umar memisahkan kekuasaan eksekutif dengan yudikatif. Ahl al- Hall wa al-‘Aqd Ahl al Hall wa al-‘Aqd merupakan kumpulan anggota majelis syura yang terdiri atas ulama dan cendekiawan. Pada masa Umar hal itu dibagi atas beberapa lembaga : Majelis Permusyawaratan yang terbagi menjadi tiga divisi lagi, yaitu Dewan Penasihat Tinggi, Dewan Penasihat Umum, dan dewan antara penasihat tinggi dan penasihat umum. Al Katibatau sekretaris negara. Nidzam al-Ma’alyatau lembaga perbendaharaan Nidzam al Idaryatau lembaga administrasi. Lembaga kepolisian dan Keamanan. Lembaga kaegamaan dan Pendidikan. Jawatan Perbendaharaan Negara Pada pertengahan tahun ke-15 hijriah, Umar membawa uang limaratus ribu adirhm ke Madinah. Para sahabat dikumpulkan untuk bermusyawarah mengenai uang tersebut. Sebagian sahabat berpendapat, uang itu dibagikan ke masyarakat. Namun Walid Ibn Hisyam berpendapat lain: uang itu sebaiknya disimpan dilembaga perbendaharaan negara. Pusat perbendaharaan negara itu kemudian dikenal dengan bait al-mal13 E. Langkah-langkah Kebijakan Umar bin Khattab Usaha Umar bin Khattab lebih luas di bandingkan dengan usaha Abu Bakar. karena meliputi usaha meneruskan ekspansi dan penyiaran Islam ke Syiria dan Persia yang diteruskan ke Mesir. dalam bidang kenegaraan, khalifah membentuk dewan-dewan pemerintah serta mengatur tatatertib kehidupan masyarakat Islam. Dengan demikian pemerintahan Umar lebih maju diantara keempat zaman khulafaurrasyidin. diantara usaha-usaha Umar gelombang ekspansi Islam ialah melalui peperangan yang sangat sengit seperti: 1. perang cadesia (16 H=636 M) panglima perang pada waktu itu adalah Saat bin Abi Waqosbeserta pasukannya sebanyak 8.500 orang untuk menghadapi tentara persia sebanyak 30.000 yang dipimpin oleh panglima Rustam. 13 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam II. ( Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada,2003 ).hal 37. 21 pasukan Islam menang dan pada ahir pertempuran berhasil menangkap putri Kisra Yaz Dajrid. 2. Penaklukan Persiav Perluasan penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan. Ibu kota Madinah jatuh (18 H=636 M) Madinah merupakan ibu kota Persia. Setelah kota itu dikepung selama 2 bulan maka jatuhlah ketangan Islam. Raja Kisra Yaz Dajrid III meninggalkan Istana dan melarikan diri ke Nahawan. Di Nahawan. Yaz dajrid III berhasil mengumpulkan tentara sebanyak 150.000 orang, semua kekuatan dipusatkan disana. Oleh karena itu Khalifah Umar mengirim bantuan pasukan kepada Saad bin Abi Waqos. 3. Perang nahawan (21 H=642 M) Disinilah puncak pertempuran di Persia, perang itu berakhir dengan kemenangan pasukan Islam. Karena dahsyatnya pertempuran itu , dalam sejarah dikenal dengan sebutan Fathul Futuh, artinya pembuka lembar kemenangan. Persia jatuh ketangan Islam (31 H=652 M) Setelah Nahawan dikuasai, mudahlah pasujkan Islam menaklukkan daerah-daerah lain di Persia. Raja Yaz Dajrid III terus melarikan diri ke timurmenuju perbatasan Persia. Tetapi malang bagi Kisra belum sampai ketempat yang dituju dia mati terbunuh. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan(31 H=652 M). Dengan tewasnya Raja Kisra berarti jatuhlah negeri Persia ketangan kaum Muslimin. Dengan demikian terbuktilah ramalan Rasulullah SAW, dengan kisahnya sebagai berikut: pernah terjadi (tahun 6H) dimana seorang Raja Persia mengoyak-ngoyak surat dariku, sebaliknya kelak negeri Persia akan dikoyak-koyak dan dikuasai kaum Muslimin. 4. Identifikasi Lembaga-lembaga Pemerintah Pada masa khalifah Umar bin Khattab ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. 1. susunan kekuasaan Susunan kekuasaan masa khalifah Umar terdiri dari : Kholifah (Amiril Mukminin), berkedudukan di ibu kota Madinah yang mempunyai wewenang kekuasaan.v Wali (Gubernur,), berkedudukan di ibu kota Propensi yang mempunyi kekuasaan atas seluruh wiyalayah Propensi.v 2. Tugas pokok pejabat 22 Tugas pokok pejabat, mulai dari kholifah, wali beserta bawahannya bertanggung jawab atas maju mundurnya Agama islam dan Negara. Disamping itu mereka juga sebagai imam shalat lima waktu di masjid. 3. membentuk dewan-dewan Negara Guna menertipkan jalannya administrasi pemerintahan, Kholifah Umar membentuk dewan-dewan Negara Dewan perbendaharaan Negarav Bertugas mengatur dan menyimpan uang serta mengatur pemasukan dan pengeluaran uang negara, termasuk juga mencetak mata uang Negara. Dewan tentarav Bertugas mengatur ketertiban tentara, termsuk memberi gaji, seragam/atribut, mengusahakan senjata dan membentuk pasukan penjaga tapal batas wilayah negara. Dewan pembentuk Undang-undangv Bertugas membuat Undang-undang dan peraturan yang mengatur toko-toko, pasar, mengawasi timbangan, takaran, dan mengatur pos informasi dan komonikasi. Dewan kehakimanv Bertukas dan menjaga dan menegakkan keadilan, agar tidak ada orang yang berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain. Hakim yang termashur adalah Ali bin Abi Thalib. 5. Mencanangkan Almanak Hijriah khalifah bin Umar bin Khattab menetapkan perhitungan tahun baru, yaitu tahun hijriayah yang dimulai dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah (16 Juli 622 M). Saat itulah dimulainya tahun hijriayah yang pertama. Disamping itu, Khalifah Umar menetapkan lambang bulan sabit sebagai lambang negara. Hal ini diilhami oleh bendera pasukan khusus Rasulullah SAW yang menggambarkan bulan sabit. Karya-karya besar Khalifah Umar yang lain adalah mendirikan Baitul Mal, membangun dan merenovasi masjid-masjid, seperti masjid haram (Mekah), masjid Nabwi ( Madinah ), Masjidil Aqsa dan masjid Umar ( Yerussalem ), dan masjid Amru bin ash (Fusthtf-Mesir). Memperluas wilayah-wilayah islam seperti, Romawi (13 H=634 M),Damaskus (14H=635 M), Baitul Makdis–Syiriah (18 H=639 M), Mesir 19 H=640 M), Babilon (20 H 641 M), Nahawan–Persia (21 H=642 M), dan Iskandariah (22 H=643 M). 6. Keberanian Umar Memberantas Kebatilan perang di Syam belum selesai, bahkan perang itu makin berkecamuk, Khalifah Umar bin Khattab segera mengambil langkah-langkah tertentu. “ kirimakan surat ini kepada Khalid bin Walid !” titah Kholifah pada pembantunya. “kalu boleh takhu, apa isinya ?’ tanya Malik bin zafila salah seorang 23 pembantunya. “baiklah, engkau boleh tahu isi surat itu, aku memberitahukan bahwa Kholifah Abu Bakar telah wafat dan aku kini sebagai penggantinya. Kedua, pimpimpina ke syam diambil alih oleh panglima Abu Ubaidah. Sementara itu Khalid bin Walid segera kembali menghadapku” tegas umar menegaskan.” Mengapa bisa seperti itu ? bukankah Kholid bin Walid seoran panglima yang gagah dan berani ? dialah panglima perang yang sering mendapatkan kemenangan, ia selau patuh pada perintah Khalifah,” tanya Malik bin Zafila. “memang benar, saya juga mengetahui kegagahan dan keberanian Khalid, wajar ia mendapat pujian dan sanjungan dari pencintanya. Akan tetapi ada suatu hal yang mungkin kalian tidak tahu atau tidak setuju bila kukatakan,” sahut Kholifah Umura “Mengapa ? ada apa dengannya ?” “dalam dirinya ada sifat kejam. Aku melihat sendiri tingkah lakunya ketika memerangi kaum murtad yang telah ditawan dan meminta perlindungan kepada kita, ternyata Khalid bin Walid tidak mau mengampuninya aku juga memandang dari segi lain.ingatlah kini Islam masih berkembang. Aku khawatir orang luar memandang Islam ditegakkan dengan perang dan pedang. Mereka tentu akan berbalik membenci Islam. Dan tentu saj orang-orang munafik akan memanfaatkan kelemahan seperti itu,” tegas khalifah Umar menjelaskan secara terus terang. Demikianlah keberanian Umar dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan. Itulah sebabnya, Khalifah Umar diberi gelar “Al Faruq” artinya pembenar, maksudnya orang yang membedakan dengan tegas antara kebatilan dan kebenaran. 7.Khalifah Umar bin Khattab Wafat Umar bin Khattab adalah profil seorang pemimpin yang suksek dan sahabat rasulullah yang sejati. Kesuksesannya dalam mengibarkan panji-panji Islam mengundang rasa dengki di hati orang yang memusuhinya, salah satunya adalah Abu Lu’luah.; Abu Lu’luah berhasil membunuh Khalifah Umar ketika beliau siap-siap memulai shalat subuh. Abu Lu’luah merasa dendam kepada Umar karena beliau dianggap sebagai penyebab lennyapnya kerajaan persia di muka bumi. Abu Lu’luah adalah seorang dari bangasa persia. Khalifah Umar pulang kerahmatullah pada tanggal 26 Dzul Hijjah 23 H/3 November 644 M dalam usia 63 tahun. Beliau memegang amanat sebagai khalifah selama 10 tahun 6 bulan (13-23 H=634-644 M). Atas persetujuan Siti Aisyah istri rasulullah Jenazah beliau dimakamkan berjajar dengan makam Rasulullah dan makam Abu Bakar. Demikianlah riwayat seorang khalifah yang bijaksana itu dengan meninggalkan jasa-jasa besar yang wajib kita lanjutkan. 24 KHALIFAH USTMAN BIN AFFAN Diantara Khulafaurrasyidin adalah Ustman Ibnu Affan (Khalifah ketiga) yang memerintah umat Islam paling lama dibandingkan ketiga Khalifah lainnya. Ia memerintah selama 12 tahun. Dalam pemerintahannya, sejarah mencatat telah banyak kemajuan dalam berbagai aspek yang dicapai untuk umat Islam. Akan tetapi juga tidak sedikit polemik yang terjadi di akhir pemerintahannya. Pada masa Khalifah Ustman, konsep kekhalifaan sudah mulai mundur, dalam arti interest politik disekitar Khalifah mulai banyak diwarnai oleh dinamika kepentingan suku dan perbedaan interpretasi konsep kepemimpinan dalam Islam. Ketika itu sebenarnya Umar telah memilih jalan demokratis dalam menentukan penggantinya. Akan tetapi beliau berada dalam pada posisi dilematis, ia diminta oleh sebagian sahabat untuk menunjukkan penggantinya. Maka jalan keluar yang ditempuh Khalifah Umar adalah memilih formatur 6 orangyang terdiri dari: Ustman bin Affan, Ali Ibnu Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Ibnu Awwam, Sa’ad Ibnu Abi Waqqas dan Abdurrahman Ibnu Auf. Kemudian formatur sepakat memilih Ustman sebagai Khalifah. Terpilihnya Ustman sebagai Khalifah ternyata melahirkan perpecahan dikalangan pemerintahan Islam. Pangkal masalahnya sebenarnya berasal dari persaingan kesukuan antara bani Umayyah dengan bani Hasyim atau Alawiyah yang memang bersaing sejak zaman pra Islam. Oleh karena itu, ketika Ustman terpilih masyarakat menjadi dua golongan, yaitu golongan pengikut Bani Ummayyah, pendukung Ustman dan golongan. Bani Hasyim pendukung Ali. Perpecahan itu semakin memuncak dipenghujung pemerintahan Ustman, yang menjadi simbol perpecahan kelompok elite yang menyebabkan disintegrasi masyarakat Islam pada masa berikutnya. A. Biografi Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay al-Quraisyi. Nabi sangat mengaguminya karena ia adalah orang yang sederhana, shaleh dan dermawan. Ia dikenal dengan sebutan Abu Abdullah. Ia dilahirkan pada tahun 573 M di Makkah dari pasangan suami isteri Affan dan Arwa. Beliau merupakan salah satu keturunan dari keluarga besar Bani Umayyah suku Quraisyi. Sejak kecil, ia dikenal dengan kecerdasan, kejujuran dan keshalehannya sehingga Rasulullah SAW sangat mengaguminya. Oleh karena itu, ia memberikan kesempatan untuk menikahi dua putri Nabi secara berurutan, yaitu setelah putri Nabi yang satu meninggal Dunia. Ustman bin Affan masuk Islam pada usia 34 tahun. Berawal dari kedekatannya dengan Abu Bakar, beliau dengan sepenuh hati masuk Islam bersama sahabatnya Thalhah bin Ubaidillah. Meskipun masuk Islamnya mendapat tantangan dari pamannya yang bernama Hakim, ia tetap pada pendiriannya. Karena pilihan agamanya tersebut, Hakim sempat menyiksa Ustman bin Affan dengan siksaan yang amat pedih. Siksaan terus berlangsung hingga datang seruan Nabi Muhammad SAW agar orang-orang Islam berhijrah ke Habsyi. 25 Di kalangan bangsa Arab ia tergolong konglomerat, tetapi perilakunya sederhana. Selama tinggal di Madinah, ia memperlihatkan komitmen sosialnya yang tinggi pada Islam. Seluruh hidupnya diabdikan untuk syiar agama Islam dan seluruh kekayaannya didermakan untuk kepentingan umat Islam. Ia menyumbangkan 950 ekor unta dan 50 ekor kuda serta 1000 dirham dalam perang Tabuk, Juga membeli mata air dari orang Romawi dengan harga 20.000 dirham guna diwakafkan bagi kepentingan umat Islam. Selama pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, Ustman menjadi pejabat yang amat dipercaya yaitu sebagai anggota dewan inti yang selalu diminta pendapatnya tentang masalah-masalah kenegaraan, misalnya masalah pengangkatan Umar sebagai pengganti Abu Bakar. Ustman bin Affan menjabat Khalifah pada usia 70 tahun hingga usia 82 tahun. Utsman Adalah Khalifah yang paling lama memerintah dibanding ketiga Khalifah lainnya. Ia memerintah Dunia Islam selama 12 tahun (24–36 H/644–656 M). Dalam pemerintahannya, banyak kemajuan yang telah dicapainya, disamping tidak sedikit pula polemik dan kesan negatif yang terjadi di akhir pemerintahannya. Secara dramatik bahkan muncul pendapat dan argumen bahwa Khalifah Ustman melakukan penyimpangan terhadap ajaran Islam, sihingga ia dianggap tidak layak menyandang gelar Khalifah ar-Rasyidin. Sebab selama menjadi Khalifah, ia diasumsikan banyak melakukan nepotisme dan prilaku menyimpang lainnya. B. Proses Kekhalifahan Ustman bin Affan Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab, tepatnya ketika beliau sakit dibentuklah dewan musyawarah yang terdiri dari Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqas, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Abdur Rahman bin Auf. Salah seorang putra Umar, Abdullah ditambahkan pada komisi di atas tetapi hanya punya hak pilih dan tidak berhak dipilih. Dewan tersebut dikenal dengan sebutan Ahlul Halli wal Aqdi dengan tugas pokok menentukan siapa yang layak menjadi penerus Khalifah Umar bin Khattab dalam memerintah umat Islam. Suksesi pemilihan Khalifah ini dimaksudkan untuk menyatukan kembali kesatuan umat Islam yang pada saat itu menunjukkan adanya indikasi disintegrasi. Sahabat-sahabat yang tergabung dalam dewan, posisinya seimbang tidak ada yang lebih menonjol sehingga cukup sulit untuk menetapkan salah seorang dari mereka sebagai pengganti Umar. Tidaklah heran bila dalam sidang terjadi tarik ulur pendapat yang sangat alot, walau pada akhirnya, mereka memutuskan Ustman bin Affan sebagai Khalifah setelah Umar bin Khattab. Diantara kelima calon hanya Thalhah yang sedang tidak berada di Madinah ketika terjadi pemilihan. Abdurahman Ibn Auf mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan musyawarah pemilihan Khalifah pengganti Umar. Ia meminta pendapat masing-masing nominasi. Saat itu, Zubair dan Ali mendukung Ustman. Sedangkan Ustman sendiri mendukung Ali, tetapi Ali menyatakan dukungannya terhadap Ustman. 26 Kemudian Abdurahman bin Auf mengumpulkan pendapat-pendapat sahabat besar lainnya. Akhirnya suara mayoritas menghendaki dan mendukung Ustman. Lalu ia dinyatakan resmi sebagai Khalifah melalui sumpah, dan baiat seluruh umat Islam. Pemilihan itu berlangsung pada bulan Dzul Hijjah tahun 23 H atau 644 M dan dilantik pada awal Muharram 24 H atau 644 M. Ketika Thalhah kembali ke Madinah Ustman memintanya menduduki jabatannya, tetapi Tholhah menolaknya seraya menyampaikan baiatnya. Demikian proses pemilihan Khalifah Ustman bin Affan berdasarkan suara mayoritas. Dalam sejarahnya kemudian, tarik ulur perbedaan pendapat tersebut mengandung banyak interpretasi. Misalnya, dikatakan bahwa dalam pemilihan Khalifah Ustman ditemui beberapa kecurangan, dan sebenarnya yang pantas menduduki kursi Khalifah setelah umar adalah Ali bin Abi Thalib. Keberhasilan Ustman bin Affan menjadi Khalifah ditentukan oleh peran lima tokoh yaitu Umar bin Khattab, Abdur Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Thalhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Mereka ini masuk Islam secara kolektif atas pengaruh Abu Bakar as-Shiddiq. Dengan demikian, bila dewan itu dipetakan dapat ditemukan dua kekuatan yang bersaing, yaitu poros Abu Bakar dan Umar yang pro Ustman dengan poros Ali. Kini penganut Syi’ah berpendapat bahwa terbentuknya dewan musyawarah dengan 6 anggota tersebut merupakan “taktik politik” pro Ustman yang ingin agar Ustman menjadi Khalifah. Pendapat ini sangat menarik untuk didiskusikan lebih lanjut, bila dihadapkan pada pertanyaan: sebenarnya dewan tersebut mewakili siapa, dan apa dasar representasinya menentukan 6 anggota. C. Perluasan Wilayah Setelah Khalifah Umar bin Khattab berpulang ke rahmatullah terdapat daerah-daerah yang membelot terhadap pemerintah Islam. Pembelotan tersebut ditimbulkan oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang lama atau dengan perkataan lain pamong praja dari pemerintahan lama (pemerintahan sebelum daerah itu masuk ke daerah kekuasaan Islam) ingin hendak mengembalikan kekuasaannya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaisar Yazdigard yang berusaha menghasut kembali masyarakat Persia agar melakukan perlawanan terhadap penguasa Islam. Akan tetapi dengan kekuatannya, pemerintahan Islam berhasil memusnahkan gerakan pemberontakan sekaligus melanjutkan perluasan ke negeri-negeri Persia lainnya, sehingga beberapa kota besar seperti Hisrof, Kabul, Gasna, Balkh dan Turkistan jatuh menjadi wilayah kekuasaan Islam. Adapun daerah-daerah lain yang melakukan pembelotan terhadap pemerintahan Islam adalah Khurosan dan Iskandariyah. Khalifah Utsman mengutus Sa’ad bin al-Ash bersama Khuzaifah Ibnu al-Yamaan serta beberapa sahabat Nabi lainnya pergi ke negeri Khurosan dan sampai di Thabristan dan terjadi peperangan hebat, sehingga penduduk mengaku kalah dan meminta damai. Tahun 30 H/ 650 M pasukan Muslim berhasil menguasai Khurazan. Adapun tentang Iskandariyah, bermula dari kedatangan kaisar Konstan II dari Roma Timur atau 27 Bizantium yang menyerang Iskandariyah dengan mendadak, sehingga pasukan Islam tidak dapat menguasai serangan. Panglima Abdullah bin Abi Sarroh yang menjadi wali di daerah tersebut meminta pada Khalifah Utsman untuk mengangkat kembali panglima Amru bin ‘Ash yang telah diberhentikan untuk menangani masalah di Iskandariyah. Abdullah bin Abi Sarroh memandang panglima Amru bin ‘Ash lebih cakap dalam memimpin perang dan namanya sangat disegani oleh pikak lawan. Permohonan tersebut dikabulkan, setelah itu terjadilah perpecahan dan menyebabkan tewasnya panglima di pihak lawan. Selain itu, Khalifah Ustman bin Affan juga mengutus Salman Robiah Al-Baini untuk berdakwah ke Armenia. Ia berhasil mengajak kerjasama penduduk Armenia, bagi yang menentang dan memerangi terpaksa dipatahkan dan kaum muslimin dapat menguasai Armenia. Perluasan Islam memasuki Tunisia (Afrika Utara) dipimpin oleh Abdullah bin Sa‘ad bin Abi Zarrah. Tunisia sebelum kedatangan pasukan Islam sudah lama dikuasai Romawi. Tidak hanya itu saja pada saat Syiria bergubernurkan Muawiyah, ia berhasil menguasai Asia kecil dan Cyprus. Dimasa pemerintahan Utsman, negeri-negeri yang telah masuk ke dalam kekuasaan Islam antara lain: Barqoh, Tripoli Barat, sebagian Selatan negeri Nubah, Armenia dan beberapa bagian Thabaristan bahkan tentara Islam telah melampaui sungai Jihun (Amu Daria), negeri Balkh (Baktria), Hara, Kabul dan Gzaznah di Turkistan. Jadi Enam tahun pertama pemerintahan Ustman bin Affan ditandai dengan perluasan kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada masa pemerintahannya telah sampai pada seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya meluas pada Asia kecil dan negeri Cyprus. Atas perlindungan pasukan Islam, masyarakat Asia kecil dan Cyprus bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka lakukan sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut. D. Pembangunan Angkatan Laut Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya rencana Khalifah Ustman untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus dan Konstatinopel Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui lautan. Oleh karena itu atas dasar usul Gubernur di daerah, Ustman pun menyetujui pembentukan armada laut yang dilengkapi dengan personil dan sarana yang memadai. Pada saat itu, Mu’awiyah, Gubernur di Syiria harus menghadapi serangan-serangan Angkatan Laut Romawi di daerah-daerah pesisir provinsinya. Untuk itu, ia mengajukan permohonan kepada Khalifah Utsman untuk membangun angkatan laut dan dikabulkan oleh Khalifah. Sejak itu Muawiyah berhasil menyerbu Romawi. Mengenai pembangunan armada itu sendiri, Muawiyah tidaklah membutuhkan tenaga asing sepenuhnya, karena bangsa Kopti, begitupun juga penduduk pantai Levant yang berdarah Punikia itu, ramai-ramai menyediakan dirinya untuk membuat dan memperkuat armada tersebut. Itulah pembangunan armada yang pertama dalam sejarah Dunia Islam. Selain itu, Keberangkatan pasukan ke Cyprus yang melalui lautan, juga mendesak ummat Islam agar 28 membangun armada angkatan laut. Pada saat itu, pasukan di pimpin oleh Abdullah bin Qusay Al-Harisy yang ditunjuk sebagai Amirul Bahr atau panglima Angkatan Laut. Istilah ini kemudian diganti menjadi Admiral atau Laksamana. Ketika sampai di Amuria dan Cyprus pasukan Islam mendapat perlawanan yang sengit, tetapi semuanya dapat diatasi hingga sampai di kota Konstatinopel dapat dikuasai pula. Di samping itu, serangan yang dilakukan oleh bangsa Romawi ke Mesir melalui laut juga memaksa ummat Islam agar segara mendirikan angkatan laut. Bahkan pada tahun 646 M, bangsa Romawi telah menduduki Alexandria dengan penyerangan dari laut. Penyerangan itu mengakibatkan jatuhya Mesir ke tangan kekuasan bangsa Romawi. Atas perintah Khalifah Ustman, Amr bin Ash dapat mengalahkan bala tentara bangsa Romawi dengan armada laut yang besar pada tahun 651 M di Mesir. Berawal dari sinilah Khalifah Ustman bin Affan perlu diingat sebagai Khalifah pertama kali yang mempunyai angkatan laut yang cukup tangguh dan dapat membahayakan kekuatan lawan. E. Pendewanan Mushaf Ustmani Penyebaran Islam bertambah luas dan para Qori‘ pun tersebar di berbagai daerah, sehinga perbedaan bacaan pun terjadi yang diakibatkan berbedanya qiro‘at dari qori‘ yang sampai pada mereka. Sebagian orang Muslim merasa puas karena perbedaan tersebut disandarkan pada Rasullullah SAW. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak menimbulkan keraguan kepada generasi berikutnya yang tidak secara langsung bertemu Rasullullah. Ketika terjadi perang di Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat tersebut adalah Hudzaifah bin Aliaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara membaca Al-Qur‘an. Sebagian bacaan itu tercampur dengan kesalahan tetapi masing-masing berbekal dan mempertahankan bacaannya. Bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat hal tersebut beliau melaporkannya kepada Khalifah Ustman. Para sahabat amat khawatir kalau perbedaan tersebut akan membawa perpecahan dan penyimpangan pada kaum muslimin. Mereka sepakat menyalin lembaran pertama yang telah di lakukan oleh Khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh istri Rasulullah, Siti Hafsah dan menyatukan umat Islam dengan satu bacaan yang tetap pada satu huruf. Selanjutnya Ustman mengirim surat pada Hafsah yang isinya kirimkanlah pada kami lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur‘an, kami akan menyalinnya dalam bentuk mushaf dan setelah selesai akan kami kembalikan kepada anda. Kemudian Hafsah mengirimkannya kepada Ustman. Ustman memerintahkan para sahabat yang antara lain: Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Zubair, Sa‘ad Ibn Al-‘Ash dan Abdurahman Ibnu Harist Ibn Hisyam, untuk menyalin mushaf yang telah dipinjam. Khalifah Ustman berpesan kepada kaum Quraisy bila anda berbeda pendapat tentang hal Al-Qur‘an maka tulislah dengan ucapan lisan Quraisy karena Al-Qur‘an diturunkan di kaum Quraisy. Setelah mereka menyalin ke dalam beberapa mushaf Khalifah Ustman mengembalikan lembaran 29 mushaf asli kepada Hafsah. Selanjutnya ia menyebarkan mushaf yang yang telah di salinnya ke seluruh daerah dan memerintahkan agar semua bentuk lembaran mushaf yang lain dibakar. Al-Mushaf ditulis lima buah, empat buah dikirimkan ke daerah-daerah Islam supaya disalin kembali dan supaya dipedomani, satu buah disimpan di Madinah untuk Khalifah Ustman sendiri dan mushaf ini disebut mushaf Al-Imam dan dikenal dengan mushaf Ustmani. Jadi langkah pengumpulan mushaf ini merupakan salah satu langkah strategis yang dilakukan Khalifah Ustman bin Affan yakni dengan meneruskan jejak Khalifah pendahulunya untuk menyusun dan mengkodifikasikan ayat-ayat al-Qur an dalam sebuah mushaf. Karena selama pemerintahan Ustman, banyak sekali bacaan dan versi al-Qur’an di berbagai wilayah kekuasaan Islam yang disesuaikan dengan bahasa daerah masingmasing. Dengan dibantu oleh Zaid bin Tsabit dan sahabat-sahabat yang lain, Khalifah berusaha menghimpun kembali ayat-ayat al-Qur an yang outentik berdasarkan salinan Kitab Suci yang terdapat pada Siti Hafsah, salah seorang isteri Nabi yang telah dicek kembali oleh para ahli dan huffadz dari berbagai kabilah yang sebelumnya telah dikumpulkan. Keinginan Khalifah Ustman agar kitab al-Qur’an tidak mempunyai banyak versi bacaan dan bentuknya tercapai setelah kitab yang berdasarkan pada dialek masing-masing kabilah semua dibakar, dan yang tersisa hanyalah mushaf yang telah disesuaikan dengan naskah al-Qur’an aslinya. Hal tersebut sesuai dengan keinginan Nabi Muhammad SAW yang menghendaki adanya penyusunan al-Qur’an secara standar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motif pengumpulan mushaf oleh Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Ustman berbeda. Pengumpulam mushaf yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar dikarenakan adanya kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur‘an karena banyak huffadz yang meninggal karena peperangan, sedangkan motif Khalifah Ustman karena banyaknya perbedaan bacaan yang dikhawatirkan timbul perbedaan. F. Konflik dan Kemelut Politik Islam Pemerintahan Ustman berlangsung selama 12 tahun. Pada masa awal pemerintahannya, beliau berhasil memerintahan Islam dengan baik sehingga Islam mengalami kemajuan dan kemakmuran dengan pesat. Namun pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tak puas dan kecewa umat Islam terhadapnya. Khalifah Ustman adalah pemimpin yang sangat sederhana, berhati lembut dan sangat shaleh, sehingga kepemimpinan beliau dimanfaatkan oleh sanak saudaranya dari keluarga besar Bani Umayah untuk menjadi pemimpin di daerah-daerah. Oleh karena itu, orang-orang menuduh Khalifah Ustman melakukan nepotisme, dengan mengatakan bahwa beliau menguntungkan sanak saudaranya Bani Umayyah, dengan jabatan tinggi dan kekayaannya. Mereka juga menuduh pejabat-pejabat Umayyah suka menindas dan menyalahkan harta baitul maal. 30 Disamping itu Khalifah Utsman dituduh sebagai orang yang boros mengeluarkan belanja, dan kebanyakan diberikan kepada kaum kerabatnya sehingga hampir semuanya menjadi orang kaya. Dalam kenyataannya, menurut Mufradi satu persatu kepemimpinan di daerah-daerah kekuasaan Islam diduduki oleh keluarga Khalifah Ustman. Adapun pejabat-pejabat yang diangkat Ustman antara lain: 1. Abdullah bin Sa‘ad (saudara susuan Ustman) sebagai wali Mesir menggantikan Amru bin Ash. 2. Abdullah bin Amir bin Khuraiz sebagai wali Basrah menggantikan Abu Musa Al-Asyari. 3. Walid bin Uqbah bin Abi Muis (saudara susuan Ustman) sebagai wali Kufah menggantikan Sa‘ad bin Abi Waqos. 4. Marwan bin Hakam (keluarga Ustman ) sebagai sekretaris Khalifah Ustman. Pengangkatan pejabat di kalangan keluarga oleh Khalifah Ustman telah menimbulkan protes keras di daerah dan menganggap Ustman telah melakukan nepotisme. Menurut Ali, protes orang dengan tuduhan nepotisme tidaklah beralasan karena pribadi Ustman itu bersih. Pengangkatan kerabat oleh Ustman bukan tanpa pertimbangan. Hal ini ditunjukkan oleh jasa yang dibuat oleh Abdullah bin Sa‘ad dalam melawan pasukan Romawi di Afrika Utara dan juga keberhasilannya dalam mendirikan angkatan laut. Ini menunjukkan Abdullah bin Sa’ad adalah orang yang cerdas dan cakap, sehingga pantas menggantikan Amr ibn ‘Ash yang sudah lanjut usia. Hal lain ditunjukkan ketika diketahui Walid bin Uqbah melakukan pelanggaran berupa mabuk-mabukkan, ia dihukum cambuk dan diganti oleh Sarad bin Ash. Hal tersebut tidak akan dilakukan oleh Ustman, kalau beliau hanya menginginkan kerabatnya duduk di pemerintahan. Situasi politik di akhir masa pemerintahan Ustman benar-benar semakin mencekam bahkan usaha-usaha yang bertujuan baik untuk kamaslahatan umat disalahfahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat. Misalnya kodifikasi al-Qur’an dengan tujuan supaya tidak terjadi kesimpangsiuran telah mengundang kecaman melebihi dari apa yang tidak diduga. Lawan-lawan politiknya menuduh Ustman bahwa ia sama sekali tidak punya otoritas untuk menetapkan edisi al-Qur’an yang ia bukukan. Mereka mendakwa Ustman secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan keagamaan yang tidak dimilikinya. Tentang tuduhan pemborosan uang negara antara lain pembangunan rumah mewah lengkap dengan peralatan untuk Ustman, istrinya dan anak-anaknya ditolak keras oleh Ustman. Demikian pula terhadap tuduhan keji tentang pemborosan dan korupsi uang negara untuk dibagi-bagikan pada saudaranya. Tuduhan lain terhadap Ustman yaitu mengambil harta baitul maal adalah tidak benar, karena beliau dan keluarga hanya makan dari hasil gajinya saja. Semua tuduhan tersebut di bantah oleh Ustman sendiri: “Ketika kendali pemerintahan dipercaya kepadaku, aku adalah pemilik unta dan kambing paling besar di Arab. Sekarang aku tidak mempunyai kambing atau unta lagi, kecuali dua ekor unta untuk menunaikan haji. Demi Allah tidak ada kota yang aku 31 kenakan pajak di luar kemampuan penduduknya sehingga aku dapat disalahkan. Dan apapun yang telah aku ambil dari rakyat aku gunakan untuk kesejahteraan mereka sendiri”. Penyebab utama dari semua protes terhadap Khalifah Ustman adalah diangkatnya Marwan ibnu Hakam, karena pada dasarnya dialah yang menjalankan semua roda pemerintahan, sedangkan Ustman hanya menyandang gelar Khalifah. Rasa tidak puas memuncak ketika pemberontak dari Kufah dan Basrah bertemu dan bergabung dengan pemberontak dari Mesir. Wakil-wakil mereka menuntut diangkatnya Muhammad Ibnu Abu Bakar sebagai Gubernur Mesir. Tuntutan dikabulkan dan mereka kembali. Akan tetapi di tengah perjalanan mereka menemukan surat yang dibawa oleh utusan khusus yang isinya bahwa wakil-wakil itu harus dibunuh ketika sampai di Mesir. Yang menulis surat tersebut menurut mereka adalah Marwan ibn Hakam. Mereka meminta Khalifah Ustman menyerahkan Marwan, tetapi ditolak oleh Khalifah. Ali bin Abi Tholib mencoba mendamaikan tapi pemberontak berhasil mengepung rumah Ustman dan membunuh Khalifah yang tua itu ketika membaca al-Qur’an pada 35 H/17 Juni 656 M. Pembunuhan ini menimbulkan berbagai gejolak pada tahun-tahun berikutnya, sehingga bermula dari kejadian ini dikenal sebutan al-bab al-maftukh (terbukanya pintu bagi perang saudara). Menurut ahli sejarah berkebangsaan Jerman Mr. Welhausen “Pembunuhan Ustman yang bermotif politik itu lebih berpengaruh terhadap lembaran sejarah Islam dibandingkan dengan sejarah-sejarah Islam yang lainnya. Kesatuan umat Islam yang baru terbentuk oleh dua Khalifah pendahulunya mulai sirna dan keruwetan muncul di tengah-tengah umat Islam. Selanjutnya masyarakat Muslim terpecah menjadi dua golongan yaitu Umaiyah dan Hasyimiyah. Golongan Umaiyah menuntut pembalasan atas darah Ustman sepanjang pemerintahan Ali hingga terbentuknya Dinasti Umaiyah”. Ibnu Saba’, nama lengkapnya Abdullah bin Saba’, adalah seorang Yahudi dari Yaman yang masuk Islam. Ia merupakan provokator yang berada di balik pemberontakan terhadap Khalifah Ustman bin Affan. Ibnu Saba’ melakukan semuanya itu didasarkan motivasi dirinya untuk meruntuhkan dasar-dasar Islam yang telah dipegang teguh oleh umat Islam. Niatnya masuk Islam hanyalah sebagai kedok belaka untuk merongrong kewibawaan pemerintahan Khalifah Ustman, sehingga muncullah kerusuhan yang terjadi di berbagai wilayah kekuasaan Islam di antaranya adalah Fustat (Kairo), Kufah, Basrah, dan Madinah. Selain faktor dari luar tersebut (provokasi dari Ibnu Saba’), dalam internal kekhalifahan Ustman bin Affan terdapat konfrontasi lama yang mencuat kembali. Permasalahan tersebut semata-mata berupa persaingan yang di antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Sedangkan Ustman sendiri merupakan salah satu anggota dari keluarga besar Bani Umayyah. Pada konteks sejarahnya, Bani Hasyim sejak dahulu berada di atas Bani Umayyah terutama pada masalah-masalah perpolitikan orang-orang Quraisy. Lemahnya karakter kepemimpinan Ustman menjadikan kekuatan dan kekuasaanya semakin terancam. Artinya, pribadi Ustman bin Affan yang sederhana dan berhati lembut membuat para 32 pemberontak lebih leluasa dalam melakukan provokasi dan kerusuhan di wilayah kekuasaan Islam. Sikap sederhana dan lemah lembut dalam ilmu politik sebenarnya kurang relevan diterapkan, apalagi pada saat itu kondisi pemerintahan dalam saat-saat kritis. Dan lagi-lagi pada beberapa kasus, Ustman bin Affan begitu mudah memaafkan orang lain, meskipun pada kenyataannya orang tersebut adalah termasuk kelompok yang memerangi dan sangat tidak suka dengan beliau. KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB 1. Proses pengangkatan Ali bin Abi Thalib Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang sebelumnya. Ali di bai’at di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya Utsman, pertentangan dan kekacauan, serta kebingungan umat islam Madinah. Sebab kaum pmberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia di bai’at menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu per satu yang ada di kota Madinah, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin Khathab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi khalifah. Ia di datangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia di bai’at menjadi khalifah. Namun Ali menolak. Sebab, ia menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapatkan persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah masa rakyat mengemukakan bahwa umat islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia di bai’at menjadi khalifah. 14 Ia di bai’at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta para sahabat, seperti Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti Abdullah bin Umar bin Khathab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqash, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membai’at Ali. Ibn Umar dan Saad misalnya bersedia berbai’at kalau seluruh rakyat sudah berbai’at. Mengenai Thalhah dan Zubair di riwayatkan, mereka berbai’at secara terpaksa. Riwayat lain menyatakan mereka bersedia membai’at jika nanti mereka di angkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashrah. Akan tetapi, riwayat lain menyatakan bahwa Thalhah dan Zubair bersama kaum Anshar dan Muhajirinlah yang meminta kpada Ali agar bersedia di bai’at menjadi khalifah. Mereka menyatakan bahwa merek tidak punya pilihan lain, kecuali memilih Ali.15 Setelah Ali bin Abi Thalib dibai’at menjadi khalifah di Masjid Nabawi, ia menyampaikan pidato penerimaan jabatannya sebagai berikut: 14 15 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), cet. 10, hlml. 93. Ibid, hlm. 94. 33 “ Sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk yang menerangkan yang baik dan yang buruk maka hendaklah kamu ambil yang baik dan tinggalkanlah yang buruk. Kewajiban-kewajiban yang kamu tunaikan kepada Allah akan membawa kamu ke surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan apa yang haram, dan memuliakan kehormatan seorang muslim, berarti memuliakan kehormatan seluruhnya, dan memuliakan keikhlasan dan tauhid orang-orang muslim. Hendaklah setiap muslim menyelamatkan manusia dengan kebenaran lisan dan tangannya. Tidak boleh menyakiti seorang muslim, kecuali ada yang yang membolehkannya. Segeralah kamu melaksanakan urusan kepentingan umum. Sesungguhnya (urusan) manusia menanti di depan kamu dan orang yang di belakang kamu sekarang bisa membatasi, meringankan (urusan) kamu. Bertakwalah kepada Allah sebagai hamba Allah kepada hamba-hamba-Nya dan negeri-Nya. Sesungguhnya kamu bertanggung jawab (dalam segala urusan) termasuk urusan tanah dan binatang (lingkungan). Dan taatlah kepada Allah dan jangan kamu mendurhakainya. Apabila kamu yang melihat yang baik, ambilah dan jika kamu melihat yang buruk, tinggalkanlah. Dan ingatlah ketika kamu berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi. Wahai manusia, kamu telah membai’at saya sebagaimana yang kamu telah lakukan terhadap khalifah-khalifah yang dulu dari pada saya. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi, jika pilihan telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan rakyat harus tunduk dan patuh. Bai’at terhadap diri saya ini adalah bai’at yang merata dan umum. Barang siapa yang mungkir darinya, terpisahlah dia dari agama islam. 2. Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib Ali adalah putra Abi Thalib ibn Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW. yang kemudian menjadi menantunya karena menikahi putri Nabi Muhammad SAW. Fatimah, ia telah ikut bersama Rasulullah SAW, sejak bahaya kelaparan mengancam kota Mekkah dan tinggal di rumahnya. Ia masuk islam ketika usianya sangat muda dan termasuk orang yang pertama masuk islam dari golongan pria. Pada saat Nabi menerima wahyu pertama, Ali berumur 13 tahun, menurut A.M. Saban, sedangkan menurut Mahmudunnasir, Ali berumur 9 tahun. Mahmudunnasir selanjutnya menulis bahwa Ali termasuk salah seorang yang baik dalam memainkan pedang dan pena, bahkan ia di kenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai dan bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada zaman khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman. Ia mengikuti hampir semua peperangan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Ia tidak sempat membai’at Abu Bakar, karena sibuk mengurus jenazah Rasulullah SAW, dan keturunan Nabi Muhammad SAW berkelanjutan dari beliau. Menurut Ali Mufrodi, setelah wafatnya Utsman bin Affan, banyak sahabat yang sedang mengunjungi wilayah-wilayah yang baru di taklukan, yang di antaranya Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwan. Peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan 34 menyebabkan perpecahan di kalangan umat islam menjadi empat golongan, yakni: 1) pengikut Utsman, yaitu yang menuntut balas atas kematian Utsman dan mengajukan Muawiyah sebagai khalifaht, 2) pengikut Ali, yang mengajukan Ali sebagai khalifah, 3) kaum moderat, tidak mengajukan calon, menyerahkan urusannya kepada Allah, 4) golongan yang berpegang pada prinsip jamaah. Ali adalah calon terkuat untuk menjadi khalifah, karena banyak didukung oleh para sahabat senior, bahkan para pemberontak kepada khlifah Utsman mendukungnya termasuk Abdullah bin Saba, dan tidak ada seorangpun yang bersedia dicalonkan. Saad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Umar tidak mendukungnya, walaupun kemudian Saad ikut kembali kepada Ali yang pertama kali membaiat Ali adalah Thalhah bin Ubaidilah di ikuti oleh Zubair bin Awwam dan Saad bin Abi Waqqash, kemudian di ikuti oleh banyak orang dari kalangan Ansar dan Muhajirin. Asal mulanya, Ali menolak pencalonan dirinya, namun kemudian menerimanya demi kepentingan islam pada tanggal 23 Juni 656 M. Alasan penolakan Ali karena ia selalu berpandangan bahwa, “ Ada orang yang jauh lebih baik daripadanya “. Yang pertama dilakukan khalifah Ali adalah menarik kembali semua tanah yang telah dibagikan khalifah Utsman kepada kaum kerabatnya kepada kepemilikan Negara dan mengganti semua gubernur yang tidak di senangi rakyat, diantaranya Ibnu Amir penguasa Bashrah di ganti Utsam bin Hanif, Gubernur mesir yang diajabat oleh Abdullah di ganti oleh Qays, Gubernur suriah, Muawiyah juga di minta untuk meletakan jabatan, tetapi menolak bahkan ia tidak mengakui kekhalifahan Ali. Pemerintahan Ali dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak stabil karena adanya pemberontakan dari sekelompok kaum muslimin sendiri. Pemberontakan pertama datang dari Thalhah dan Zubair diikuti oleh Siti Aisyah yang kemudian terjadi peranmg jamal. Dikatakan demikian , karena Siti Aisyah pada waktu itu menggunakan unta dalam perang melawan Ali. Pemberontakan yang keduan datang dari Mu’awiyah yang menolak meletakan jabatan, bahkan menempatkan dirinya setingkat dengan khlifah walaupun ia hanya sebagai Gubernur suriah, yang berakhir dengan perang siffin. Khalifah Ali telah berusaha untuk menghindari pertumbahan darah dengan mengajukan komperomi, tetapi beliau tidak berhasil sampai akhirnya terjadi pertempuran antara khalifah Ali bersama pasukannya dengan Thalhah, Zubair, dan Aisyah bersama pasukannya. Perang ini terjadi pada tahun 36 H. Thalhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan diri dan Aisyah dikembalikan ke madinah. Dan puluhan ribu umat islam yang ikut perang gugur dalam peperangan ini. Peperangan antara umat islam terjadi lagi yaitu antara khalifah Ali bersama pasukannya dengan Mu’awiyah sebagai Gubernur suriah bersama pasukannya. Perang ini terjadi karena khalifah Ali ingin menyelesaikan pemberontakn Mu’awiyah yang menolak peletakan jabatan dan secara terbuka menentang khalifah dan tidak mengakuinya. Peperangan ini terjadi dibukit Siffin. Yang hamper saja dimenangkan oleh khlifah Ali namu, atas kecerdikan Mu’awiyah yang dipimpin oleh panglima perangnya Amr bin Ash, yang mengangkat Al-Qur’an dengan tombaknya yang mempunyai arti 35 bahwa mereka mengajak berdamai dengan menggunakan Al-Qur’an. Khlifah Ali mengetahui bahwa hal tersebut adalah tipu muslihat , namun karena didesak pasukannya, khalifah menerima tawaran tersebut . akhirnya terjadi peristiwa Tahkim yang secara politis khalifah Ali mengalami kekalahan, karena Abu Musa Al-Asyari sebagai wakil khalifah menurunkan Ali sebagai Khalifah sementara Amr bin Ash tidak menurunkan Mu’awiyah sebagai Gubernur suriah, bahkan menjadika kedudukannya setingkat dengan khalifah. 3. Peristiwa Tahkim pada masa Ali bin Abi Thalib Konflik politik antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan diakhiri dengan Tahkim. Dari pihak Ali bin Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak cerdik dalam politik yaitu Abu Musa Al-Asyari. Sebaliknya dari pihak mu’awiyah diutus seorang yang terkenal sangat cerdik dalam berpolitik yaitu Amr bin Ash. Dalam tahkim tersebut, pihak Ali bin Abi Thalib dirugikan oleh pihak Mu’awiyah bin Abu Sufyan karena kecerdikan Amr bin Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al-Asyari. Pendukung Ali kemudian terpecah menjadi 2 yaitu kelompok pertama adalah mereka yang secara terpaksa mengahadapi hasil tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang menolak hasil tahkim dan keceewa terhadap kepemimpinan Ali. Mereka menyatakan diri keluar dari pendukung Ali yang kemudian melakukan gerakan perlawanana terhadap semua pihak yang terlibat dalam tahkim. Termasuk Ali bin Abi Thalib. Sebagai oposisi terhadap kekuasaan yang ada, khawarij mengeluarkan beberapa statemen yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai orang-orang kafir. Khawarij juga berpendapat utsman telah menyeleweng dari ajaran islam. Demikian pula Ali juga telah menyeleweng dari ajaran islam karena melakukan tahkim. Utsman dan Ali dalam pandangan khawarij yaitu murtad dan telah kafir. Disamping dua khalifah umat islam diatas politisi lain yang dipandang kafir oleh Khawarij adalah Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asyari, dan semua orang yang menerima tahkim. Peristiwa tahkim tersebut menyebabkan sebagian pengikut Ali tidak setuju, dan mereka keluar dari barisan Ali kemudian mereka menjadikan Nahrawan sebagai markasnya serta terus menerus merongrong pemerintahan Ali. Golongan yang keluar dari barisan Ali tersebut biasa disebut sebagai Khawarij. kerepotan khalifah dalam menyelesaikan kaum khawarij ini digunakan Mu’awiyah untuk merebut kekuasaan didaerah Mesir. Padahal Mesir dapat dikatakan sebagai sumber kemakmuran dan ekonomi dari pihak Ali. Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebagian pendukung Ali, banyak pengikut Ali yang gugur dan berkurang serta hilangnya sumber ekonomi dari Mesir karena dikuasai oleh Mu’awiyah menjadi karisma khalifah menurun, sementara Mu’awiyah makin hari makin bertambah kekuatannya. Hal tersebut memaksa khalifah Ali menyetujui perdamaian dengan Mu’awiyah. 36 Penyelesaian melalui kompromi dengan Mu’awiyah itu sebenarnya merupakan kegagalan bagi Ali. Berbagai kerusuhan yang harus dijalani Ali sejak penobatan menjadi khalifah, terutama disebabkan oleh kegagalannya menindas pemberontakan Mu’awiyah pemberontakan yang hebat dari Thalhah dan Zubair memperlemah kedudukan Ali dan memperkuat kekuasaan Mu’awiyah. Pemberontakan-pemberontakan terjadi dibasrah, mesir, dan Persia untuk mendapatkan kemerdekaan. Khalifah Ali harus menangani pemberontakan-pemberontakan ini dan memulihkan ketertiban didalam imperium, terutama kaum khawarij sangat memperlemah kekuatannya dan terus menerus menyibukannya . Jumlah manusia, keuangan, dan sumber-sumber kekayaan Mu’awiyah jauh lebih kuat dibandingkan dengan khalifah Ali. Ali tidak memiliki sumber-sumber kekayaan dia memadai dan memimpin suatu kaum yang kesetiannya kepadanya berubah-ubah dan meragukan. Sebaliknya, Mu’awiyah memiliki sumber-sumber yan kaya disyiria dan memiliki dukungan yang tangguh dari keluarganya. Bani umayyah maupun orang-orang syiria dengan kuat berada dibelakangnya dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tak habis-habisnya. Ali hanyalah seorang jendral dan prajurit yang gagah berani, sedangkan Mu’awiyah seorang diplomat yang licik dan seorang politikus yang pintar. Penyelesaian kompromis Ali dengan Mu’awiyah tidak disukai oleh kaum perusuh karena hal itu membebaskan khalifah untuk memusatkan perhatiannya pada tugas menghukum mereka . kaum khawarij merencanakan untuk membunuh Ali, Mu’awiyah dan Amar memilih seorang khalifah yang sehaluan dengan mereka, yang dengan bebas dipilih dari seluruh umat islam. Karena itu Abdurahma pengikut setia kaum khawarij memberikan pukulan yang hebat kepada Ali sewaktu dia akan adzan di masjid. Pukulan itu fatal sehingga menyebabkan khalifah Ali wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H., Bertepatan dengan tahun 66 M.16 16 Ibid, hlm. 95-101. 37 PENUTUP A.KESIMPULAN Dari beberapa pembahasan mengenai Perkembangan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan yang diantaranya : 1.Khulafa ar-Rasyidin atau Khulafa ar-Rasyidun (jamak kepada Khalifatur Rasyid) berarti wakil-wakil atau khalifah-khalifah yang benar atau lurus Adapun maksudnya disini adalah empat Khalifah Shahabat Nabi yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra 2.Pada Masa pemerintahan Abu Bakar Islam berkembang dengan melalui penyebaran langsung ketempat dimana belum ada penduduk yang beragama Islam. Pada masa ini pula Al-quran dikumpulkan dan ini pula merupakan jasa pemerintahan pada zaman beliau 3.Pada Masa Umar (Masa Penguatan Pondasi Islam), Utsman ( Masa Pembukuan Al-quran) dan Ali, Islam sudah sangat tersebar luas diwilayah wilayah selain diwilayah jazirah arab itu sendiri. Dimana pada masa beliau beliau adalah merupakan tindak lanjut dari proses penyebaran Islam sebelumnya. 4.Adapun kronologis khulafaurrasyidin adalah sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW sampai dengan masa khalifah Ali bin Abi Thalib dengan berbagai macam rentetan peristiwa yang terjadi pada setiap masanya. Sehingga dari berbagai macam analisis kesimpulan diatas bisa dikatakan bahwa Islam berkembang pada masa kepemimpinan Nabi Muhahammad dan Khulafaur Rasyidin adalah melalui beberapa aspek pendekatan yang diantaranya adalah pendekatan da’wah yang meliputi da’wah dengan lisan (diplomasi) dan juga perbuatan (pertempuran). 38 Daftar pustaka 1. M.Rida.Abu Bakar Ash-Shidiq Awalu Al-Khulafaur Rasyidin. Beirut:Dar Al-Fikr,1983 2. Dedi Supriadi,M.Ag. Sejarah Peradaban Islam. Bandung :Pustaka Setia,2008. 3. Abi Al-Wahid An-Najjar.Al-Khulafaur rasyidin. Beirut:Dar Al-Kutub Al-llmiyat,1990, 4. Haji Nashruddin Thaha;Pemerintahan Abu Bakar, Jakarta; Mutiara Jakarta, 1979 5. Musthafa Murad, Kisah Hidup Umar Ibn khattab, Jakarta : Zaman, 2009 6. Ahmad Al-Usairy,Sejarah Islam, Jakarta: Akbar Media Eka Srana,2008 7. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam II. Jakarta: PT. Raja Garfindo Persada,2003 39