FORM UNTUK JURNAL ONLINE Nama : Dr. Saut L

advertisement
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
: Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Judul makalah
Majalah
: Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Pada Infeksi Jamur Subkutan
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 17 September 2010
Abstrak
: infeksi jamur subkutan adalah infeksi jamur yang secara langsung masuk
ke dalam dermis atau jaringan subkutan melalui suatu trauma. Infeksi jamur subkutan biasanya
memiliki lesi kulit tidak khas, karena penyakit ini menyerupai penyakit infeksi kronis lain,
seperti tuberkulosis, frambusia, atau infeksi piokokus kronis. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan
laboratorium untuk menegakkan diagnosis pasti infeksi jamur subkutan. Terdapat beberapa jenis
pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan misalnya pemeriksaan konvensional dan yang
sekarang ini terus dikembangkan yaitu serologis dan identifikasi molecular. Medium SDA
dengan penambahan antibiotik dapat digunakan untuk kultur jamur subkutan, kecuali pada
Actinomyces dan Nocardia. Namun kultur tidak selalu berhasil karena dipengaruhi beberapa
faktor, misalnya suhu yang optimal, jenis media yang digunakan, dan adanya kontaminan.
Bahkan jamur penyebab lobomikosis belum berhasil dikultur. Pemeriksaan histopatologis bukan
diagnosis yang spesifik pada beberapa jenis jamur yang subkutan, seperti phaeohypomycosis dan
zigomycosis. Pemeriksaan serologis dan identifikasi molecular jauh lebih spesifik dan sensitif,
namun masih banyak laboratorium yang tidak memiliki fasilitas tersebut, terutama di negara
berkembang.
Yang membuat,
Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
: Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Judul makalah
: Infeksi Jamur Pada Pasien Imunokompromais
Majalah
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 17 September 2010
Abstrak
: jumlah pasien imunokompromais makin meningkat, sehingga
menyebabkan timbulnya masalah baru pada infeksi jamur. Infeksi jamur patogen dapat terjadi
pada semua individu sedangkan infeksi jamur oportunis timbul pada individu imunokompromais.
Sistem imun pejamu merupakan faktor penting terjadinya infeksi jamur pada manusia. Sistem
imun terdiri atas sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik, yaitu sistem imun humoral
dan selular. Rusaknya kedua sistem tersebut memudahkan infeksi jamur terjadi. Respons imun
terhadap jamur sangat kompleks, yang penting adalah mekanisme selular dan efek toksik melalui
neutrofil. Perluasan infeksi jamur merupakan gambaran kelemahan sel T dan neutrofit. Penyakit
infeksi jamur pada pasien imunokompromais digolongkan menjadi infeksi jamur superfisial dan
infeksi jamur invasif. Infeksi jamur superfisial yang sering dijumpai adalah dermatofitosis,
malasseziosis dan kandidiasis superfisial. Infeksi jamur invasif meliputi kandidiasis diseminata,
aspergilosis, mukormikosis, fusariosis, histoplasmosis, kriptokokosis dan sebagainya. Secara
klinis infeksi jamur pada pasien imunokopromais berbeda dengan infeksi jamur pada individu
imunokompeten. Terjadinya infeksi dermatofit kronik berkaitan dengan respons limfosit T yang
buruk terhadap antigen jamur spesifik. Pada imunokopromais infeksi jamur bersifat atipik dan
diseminata.
Yang membuat,
Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
: Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Judul makalah
: Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Pitiriasis Rosea
Majalah
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 17 September 2010
Abstrak
: PR adalah suatu penyakit inflamasi kulit akut yang diawali lesi primer,
diikuti lesi sekunder dengan pola penyebaran yang khas setelah 1 sampai 2 minggu. Penyakit ini
biasanya dapat sembuh sendiri dalam waktu 6 sampai 8 minggu. Penyebabnya sampai saat ini
belum diketahui dengan pasti, namun berdasar data epidemilogi dan gambaran klinis, diduga
faktor infeksi sebagai salah satu penyebab, terutama infeksi herpes human virus. Gambaran
klinis PR terdiri atas 2 bentuk yaitu klasik dan atipik. Pitiriasis rosea bentuk klasik mempunyai
gambaran lesi yang khas berupa lesi primer herald patch dan lesi sekunder yang tersusun seperti
gambaran pohon natal. Gambaran klinis PR bentuk atipik bergantung pada distribusi dan
efloresensi yang terjadi. Penatalaksanaan PR meliputi terapi siptomatis , terapi sistemik, dan
fototerapi UVB berupa losio kalamin, seng oksida, antihistamin, dan kortikosteroid topikal.
Terapi sistemik berupa kortikosteroid sistemik, dapson, eritromisin, dan asiklovir. Radiasi sinar
ultraviolet B dapat digunakan sebagai terapi pilihan lain untuk pengobatan PR.
Yang membuat,
Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
: Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Judul makalah
: Pruritus Renal
Majalah
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 21 September 2010
Abstrak
: prevalensi dan insidens penyakit ginjal kronik dan gagal ginjal terminal
meningkat secara drastic dalam beberapa dekade sehingga menyebabkan masalah kesehatan
masyarakat. Gatal merupakan salah satu manifestasi kulit yang paling sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik dengan ataupun tanpa dialisis, dan selama ini dikenal sebagai pruritus
uremik. Gejala ini menyebabkan dampak negatif terhadap kualitas hidup, di antaranya
menyebabkan gangguan tidur dan emosi. Penelitian terbaru membuktikan adanya hubungan
antara gatal dengan peningkatan risiko mortalitas pasien dengan pruritus renal. Meskipun
hubungan antara gagal ginjal kronik dan pruritus telah diketahui sejak lama, tetapi mekanisme
patofisologi pruritus renal masih belum diketahui secara pasti. Berbagai faktor mempengaruhi
terjadinya gatal, antara lain kulit kering, hiperaratiroid, peningkatan ion divalen, dan neuropati
uremia. Oleh karena itu, tata laksana pruritus renal masih bersifat empiris, anekdotal, dan
merupakan hal yang menjadi tantangan untuk dokter spesialis kulit. Berbagai modalitas terapi
telah dilakukan untuk mengurangi gejala gatal, tetapi sampai saat ini belum ada terapi yang
efektif dan aman.
Yang membuat,
Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
FORM UNTUK JURNAL ONLINE
Nama
: Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Judul makalah
: Manifestasi Dermatologik Reaksi Samping Obat Kemoterapi
Antineoplastik
Majalah
: MDVI
Tanggal kegiatan
: 21 September 2010
Abstrak
: kemoterapi antineoplastik meruakan modalitas pengobatan yang banyak
digunakan. Obat-obatan ini dapat menginduksi reaksi samping kutan, yang menyebabkan
morbiditas dan masalah psikologis yang nyata pada pasien. Manifestasi dermatologik akibat
reaksi samping obat kemoterapi antineoplastik dapat dikelompokkan sesuai lokasi histologik
manifestasi pada folikel rambut, kuku, kelenjar ekrin, kulit dan mukosa. Manifestasi pada folikel
rambut berupa alopesia dan folikulitis, pada kuku berupa distrofi kuku dan pigmentasi kuku,
sedangkan pada kelenjar ekrin adalah hidradenitis ekrin neutrofilik dan metaplasia
siringoskuamosa. Manifestasi pada kulit meliputi eritema akral, inflamasi keratosis aktinik,
hiperpigmentasi kulit, fotosensitivitas, sumburn recall reaction, radiation recall reaction,
radiation enhancement reaction, ekstravasasi, reaksi hipersensitivitas, reaksi dermal sklerotik,
dan fenomena Raynaud. Manifestasi pada mukosa berupa stomatitis dan hiperpigmentasi
mukosa. Obat kemoterapi golongan inhibitor EGFR dapat menimbulkan sindrom PRIDE.
Evluasi dari berbagai reaksi tersebut seringkali menjadi tantangan berat bagi ahli penyakit kulit.
Diagnosis yang tepat dan penatalaksanaan yang tepat dan cepat dapat menurunkan morbiditas.
Yang membuat,
Dr. Saut L. Tobing, Sp.KK
Download