BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2). Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi. Drama / teater adalah salah satu sastra yang amat popular hingga sekarang. Bahkan di zaman ini telah terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang teater. Contohnya sinetron, film layar lebar, dan pertunjukan – pertunjukan lain yang menggambarkan kehidupan makhluk hidup. Selain itu, seni drama / teater juga telah menjadi lahan bisnis yang luar biasa. Dalam hal ini, penyelanggara ataupun pemeran akan mendapat keuntungan financial serta menjadi terkenal, tetapi sebelum sampai ke situ seorang penyelenggara atau pemeran harus menjadi insan yang profesionalitas agar dapat berkembang terus. Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia drama. Selain tentang pengertian dan unsur – unsur drama, makalah ini juga memuat catatan tentang manfaat drama serta dilengkapi juga dengan panduan bagaimana akting yang baik. Demikian gambaran isi makalah ini dari penulis. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih. 1 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan kami pecahkan adalah: 1. Apa Pengertian Drama? 2. Bagaimana Sejarah Drama? 3. Apa saja Unsur-unsur Drama? 4. Apa Struktur Drama? 5. Apa saja Kelengkapan Drama? 6. Apa saja Jenis-Jenis Drama? 7. Bagaimana Akting yang baik? 8. Apa Manfaat Drama? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian drama. 2. Untuk mengetahui Sejarah Drama. 3. Untuk mengetahui unsure-unsur Drama. 4. Untuk mengetahui struktur Drama. 5. Untuk mengetahui kelengkapan Drama. 6. Untuk mengetahui Jenis-jenis Drama. 7. Untuk mengetahui bagaimana cara acting yang baik. 8. Untuk mengetahui manfaat apa saja yang terdapat di dalam drama itu sendiri. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Drama Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan. Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axcting), dan ketegangan pada para pendengar. Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak dengan action. Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia dengan gerak. Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience) Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakonlakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting – meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia – tapi tidak bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah drama sering diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk didalamnya tragedi dan lakon absurd. Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya 3 sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau teks utama; petunjuk pementasannya disebut nebentext atau tek sampingan. B. Sejarah Drama Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno. Namun demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya. Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara relijius primitif yang dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk superaalami atau binatang; dan kadang – kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama. Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama makin kurang penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara diatas panggung. Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia untuk bercerita. Kisah – kisah yang diceritakan disekeliling api perkemahan menciptakan kembali kisah – kisah perburuan atau peperangan, atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah intisari dari seni pertunjukan. 4 C. Unsur – unsur Drama Unsur-unsur dalam drama meliputi : 1) Tema Tema adalah ide pokok yang ingin disampaikan dari sebuah cerita dan inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang dalam ceritanya. Walaupun dalam sebuah drama terdapat banyak peristiwa yang masingmasingnya mengemban permasalahan, tetapi hanya ada sebuah tema sebagai intisari dari permasalahan-permasalahan. Permasalahan ini dapat juga muncul melalui perilaku-perilaku para tokoh ceritanya yang terkait dengan latar dan ruang. Tema sering pula dikatakan dengan nada dasar drama. Sebuah tema tidak terlepas dari manusia dan kehidupan, misalkan cinta, maut, dan sebagainya. Jika ada yang menyebutkan temanya romantis itu bias pengertian. Romantis bukan tema, tetapi gaya yang digunakan oleh penulis. Dalam kasus dimaksud sebenarnya temanya adalah cinta/percintaan. Jalan ceritanya yang dibuat jadi romantis, ini hanya perkara gaya atau style. 2) Alur Hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya yang saling berhubungan secara kausalitas akan menunjukkan kaitan sebab akibat. Jika hubungan kausalitas peristiwa terputus dengan peristiwa yang lainnya maka dapat dikatakan bahwa alur tersebut kurang baik. Karakteristik alur drama jika ingin membedakannya, mungkin dapat dikategorikan dengan alur konvensional dan alur nonkonvensional. Persoalannya, terdapat perbedaan penyajian alur oleh pengarang-pengarang drama Indonesia pada tahun-tahun awal dengan drama-drama yang lebih mutakhir. Pengertian alur konvensional adalah jika peristiwa yang disajikan lebih dahulu selalu menjadi penyebab munculnya peristiwa yang hadir sesudahnya. Peristiwa yang muncul kemudian selalu menjadi akibat dari peristiwa yang terjadi lebih dahulu menjadi akibat dari peristiwa yang terjadi sesudahnya. Sedangkan alur nonkonvensional adalah alur yang dibentuk berdasarkan rangkaian peristiwa yang tidak berdasarkan runutan sebagaimana alur konvensional. masing-masing dari alur tersebut mempunyai fungsi dan peran tersendiri, terutama dengan kaitan teks dramanya. Alur juga sering disebut sebagai tahapan cerita yang bersambungan. Meliputi Pemaparan, pertikaian, penggawatan, klimaks, 5 peleraian. Dilihat dari cara menyusun yakni, alur maju/lurus, alur mundur, alur sorot balik, alur gabungan. Menurut Wiyanto (2002: 25-26), menyatakan bahwa perkembangan plot ada enam tahap, yaitu : a. Eksposisi, tahap ini disebut tahap perkenalan, karena penonton mulai diperkenalkan dengan lakon drama yang akan ditontonnya meskipun hanya dengaan gambaran selintas. b. Konflik, pemain drama sudah terlibat dalam persolan pokok. c. Komplikasi, insiden kemudian berkembang dan menimbulkan konflikkonflik yang semakin banyak dan ruwet. d. Krisis, dalam tahap ini berbagai konflik sampai pada puncaknya (klimaks). e. Resolusi, dalam tahap ini dilakukan penyelesaian konflik. f. Keputusan, dalam tahap terakhir ini semua konflik berakhir dan sebentar lagi cerita selesai. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah drama akan mempunyai beberapa tahap dalam plot dan tidak sama bagi tiap-tiap lakon drama. 3) Tokoh Tokoh dalam drama disebut tokoh rekaan yang berfungsi sebagai pemegang peran watak tokoh. Itulah sebebanya istilah tokoh juga disebut karakter atau watak. Istilah penokohan juga sering disamakan dengan istilah perwatakan atau karakterisasi Berdasarkan peranannya di dalam alur cerita tokoh dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yakni: 1. Antagonis, tokoh utama berprilaku jahat. 2. Protagonis, tokoh utama berprilaku baik. 3. Tritagonis, tokoh yang berperanan sebagai tokoh pembantu. Selain itu, berdasarkan fungsinya di dalam alur cerita tokoh dapat diklasifikasi menjadi tiga macam juga, yakni: 1. Sentral, tokoh yang berfungsi sebagai penentu gerakan alur cerita. 2. Utama, tokoh yang berfungsi sebagai pendukung tokoh antagonis atau protagonis, 3. Tokoh pembantu, tokoh yang berfungsi sebagai pelengkap penderita dalam alur cerita. 6 Masih berkaitan dengan tokoh ini, ada istilah yang lazim digunakan yakni penokohan dan teknik penokohan. Penokohan merujuk kepada proses penampilan tokoh yang berfungsi sebagai pembawa peran watak tokoh cerita dalam drama. Sedangkan teknik penokohan adalah teknik yang digunakan penulis naskah lakon, sutradara, atau pemain dalam penampilan atau penempatan tokoh-tokoh wataknya dalam drama. Teknik penokohan dilakukan dalam rangka menciptakan citra tokoh cerita yang hidup dan berkarakter. Watak tokoh cerita dapat diungkapkan melalui salah satu lima teknik di bawah ini: 1. Apa yang dipikirkan, dirasakan, atau dikehendaki tentang dirinya atau tentang diri orang lain. 2. Lakuan, tindakan, 3. Cakapan, ucapan, ujaran, 4. Kehendak, perasaan, pikiran, 5. Penampilan fisik. Dalam hal penokohan, di dalamnya termasuk hal-hal yang berkaitan dengan penamaan, pemeranan, keadaan fisik tokoh (aspek fisiologis), keadaan kejiwaan tokoh (aspek psikologis) , keadaan sosial tokoh (aspek sosiologi), serta karakter tokoh. Di dalam drama unsur penokohan merupakan aspek penting. Selain melalui aspek inilah aspek-aspek lain di dalam drama dimungkinkan berkembang, unsur penokohaan di dalam drama terkesan lebih tegas dan jelas pengucapannya dibandingkan dengan fiksi. Tokoh watak atau karakter dalam drama adalah bahan baku yang paling aktif dan dinamis sebagai penggerak alur cerita. Para tokoh dalam drama tidak hanya berfungsi sebagai penjamin bergeraknya semua peristiwa cerita, tetapi juga berfungsi sebagai pembentuk, dan pencipta alur cerita. Tokoh demikian disebut tokoh sentra Penokohan, gerak, dan cakapan adalah tiga komponen utama yang menjadi dasar terjadinya konflik (tikaian) dalam drama. Pada hakekatnya, konflik (tikaian) merupakan unsur instrinsik yang harus ada di dalam sebuah drama. Tokoh cerita dalam drama dapat diwujudkan dalam bentuk 3 dimensi, meliputi : 1. Dimensi fisiologi, yakni ciri-ciri fisik yang bersifat badani atau ragawi, seperti usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri wajah, dan ciri-ciri fisik lainnya. 2. Dimensi psikologi, yakni ciri-ciri jiwani atau rohani, seperti mentalitas, temperamen, cipta, rasa, karsa, IQ, sikap pribadi, dan tingkah laku. 7 3. Dimensi sosiologis, yakni ciri-ciri kehidupan sosial, seperti status sosial, pekerjaan, jabatan, jenjang pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan pribadi, sikap hidup, perilaku masyarakat, agama, ideologi, sistem kepercayaan, aktifitas sosial, aksi sosial, hobby pribadi, organisasi sosial, suku bangsa, garis keturunan, dan asal usul sosial. 4) Latar Latar atau setting adalah bagian dari cerita yang menjelaskan waktu dan tempat kejadian ketika tokoh mengalami peristiwa. Tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah drama. Latar tidak hanya merujuk kepada tempat, tetapi juga ruang, waktu, alat-alat, benda-benda, pakaian, sistem pekerjaan, dan sistem kehidupan yang berhubungan dengan tempat terjadinya peristiwa yang menjadi latar ceritanya. Latar juga merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Latar atau setting memperjelas suasana, tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku dan juga memperjelas pembaca untuk menidentifikasi permasalahan drama. Secara langsung latar berkaitan dengan penokohan dan alur. Sehubungan dengan itu, latar harus saling menunjang dengan alur dan penokohan dalam membangun permasalahan dan konflik. Latar yang konkret biasanya berhubungan dengan peristiwa yang konkret. Sebaliknya latar yang abstrak dan tokoh-tokoh yang abstrak akan berhubungan dengan yang abstrak pula. Dalam sebuah drama latar ikut membangun permasalahan drama dan menciptakan konflik. Bagi pembaca, latar haruslah dipandang sebagai suatu unsur yang mengarahkan dan memperjelas permasalahan drama. Karena hakikat drama yang ditulis dengan tujuan untuk dipentaskan menyebabkan latar pada drama berbeda dengan latar pada cerpen atau novel. 5) Amanat Amanat adalah pesan atau sisipan nasihat yang disampaikan pengarang melalui tokoh dan konflik dalam suatu cerita. Amanat juga dapat diartikan sebagai pesan yang hendak disampaikan penulis dari sebuah cerita. Jika tema bersifat lugas, objektif, dan khusus, amanat lebih umum, kias, dan subjektif. Amanat di dalam drama dapat terjadi lebih dari satu, asal kesemuanya itu terkait dengan tema. Pencarian amanat pada dasarnya identik atau juga merupakan kristalistik dari berbagai peristiwa, perlaku tokoh, latar, dan ruang 8 cerita. Pencarian amanat sama halnya seperti tema yaitu hanyalah diperlukan bagi pelajar,pembaca, atau kritikus pemula. Bagi peneliti dan kritikus maupun hal semacam pencarian tema dan amanat bukanlah hal yang utama dan penting. Begitu juga dalam hal analisis drama, amanat tidak diperlukan dan tidak dipentingkan. Dialog adalah komunikasi antar tokoh yang dapat dilihat (bila dalam naskah drama) dan didengar langsung oleh penonton, apabila dalam bentuk drama pementasan. D. Struktur Drama Seorang Aristoteles, filsuf Yunani yang hidup sekitar 300 S.M. telah menulis Poetics. Untuk mengenali plot, karakter, pikiran, diksi, musik dan spektakel dari tragedi. Kelak identifikasi itu dianggap sebagai falsafah dasar dari strukturalisme yang oleh T.S. Eliot disebut the Formalistick Approach. 1. Struktur dramatik : Eksposisi : Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir : Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan. Raising Action : Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir : Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali. Complication : Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir : Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut. Klimaks : Isinya jatuhnya korban dari kubu Protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. Hasil akhir : Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antar kubu. Resolusi : Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung. E. Kelengkapan Drama • Naskah drama : skrip yang dijadikan panduan pemain sebelum pentas. • Penulis naskah : orang yang menulis skenario dan dialog dalam bentuk jadi naskah drama 9 • Sutradara : orang yang memimpin atau yang mengatur suatu kelompok drama. • Pemain : orang yang berperan melakonkan cerita • Lighting : pengatur cahaya dalam pementasan • Tata busana/make up : bagian kelengkapan drama yang bertugas merias dan memakaian propertis pakaian • Tata suara : pengatur suara untuk memunculkan efek tertentu dalam pementasan • Tata panggung : kelengkapan drama yang mengatur latar setiap adegan • Panggung : tempat bagi pemain untuk melakonkan cerita F. Jenis – jenis Drama Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama. 1. Drama Baru / Drama Modern Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. 2. Drama Lama / Drama Klasik Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya. Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita : 1. Drama Komedi Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan. 2. Drama Tragedi Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan. 3. Drama Tragedi Komedi Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya. 4. Opera Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian. 5. Lelucon / Dagelan Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton. 6. Operet / Operette 10 Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek. 7. Pantomim Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan. 8. Tablo Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerakgerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya. 9. Passie Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius. 10. Wayang Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya. G. AKTING YANG BAIK Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak. Dialog yang baik ialah dialog yang : 1. terdengar (volume baik) 2. jelas (artikulasi baik) 3. dimengerti (lafal benar) 4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah) 5. Gerak yang baik ialah gerak yang terlihat (blocking baik) 7. jelas (tidak ragu-ragu, meyakinkan) 8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan) 9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah) Penjelasan : 1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh. 2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata-kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih. 3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber-ani. 4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah. 11 5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi. 6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut ini: a. Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan. b. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan. c. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya: · Bagian kanan lebih berat daripada kiri · Bagian depan lebih berat daripada belakang · Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah · Yang lebar lebih berat daripada yang sempit · Yang terang lebih berat daripada yang gelap · Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu-ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah-setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu-ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak-gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia. H. MANFAAT DRAMA/TEATER Banyak hal yang dapat kita raih dalam bermain drama, baik fisik maupun psikis. Pembicaraan ini tidak akan memisahkan secara rinci antara 12 bermain drama dan teater, karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Di bawah ini akan diuraikan manfaat bermain drama atau teater. a. Meningkatkan pemahaman Meningkatkan pemahaman kita terhadap fenomena dan kejadiankejadian yang sering kita saksikan dan kita hadapi dalam kehidupan seharihari. Kita menyadari bahwa memahami orang lain merupakan pekerjaan yang paling sulit dan membutuhkan waktu. Untuk itu drama/teater merupakan salah satu cara untuk memecahkannya. Dengan bermain drama atau berteater kita selalu berkumpul dengan orang-orang yang sama sekali berbeda dengan diri kita. Dari segi individual differences inilah kita dituntut untuk memahami orang lain. Pemahaman kita kepada orang lain tidak hanya dilihat dari orangnya, melainkan keseluruhan orang tersebut. Meliputi sifat, watak, cara berbicara, cara bertindak (tingkah laku), cara merespon suatu masalah, merupakan keadaan yang harus kita pahami dari orang tersebut. b. Mempertajam kepekaan emosi Drama melatih kita untuk menahan rasa, melatih kepekaan rasa, menumbuhkan kepekaan, dan mempertajam emosi kita. Rasa kadang kala tidak perlu dirasakan, karena sudah ada dalam diri kita. Perlu diingat bahwa rasa, sebagai sesuatu yang khas, perlu dipupuk agar semakin tajam. Apa yang ada dihadapan kita perlu adanya rasa. Kalau tidak, maka segala sesuatu yang ada akan kita anggap wajar saja. Padahal sebenarnya tidak demikian. Kita semakin peka terhadap sesuatu tentu saja melalui latihan yang lebih. Rasa indah, seimbang, tidak cocok, tidak asyik, tidak mesra adalah bagian dari emosi. Oleh karena itu, perasaan perlu ditingkatkan untuk mencapai kepuasan batin. Drama menyajikan semua itu. Peka panggung, peka kesalahan, peka keindahan, peka suara atau musik, peka lakuan yang tidak enak dan enak, semua berasal dari rasa. Semakin kita perasa semakin halus pula tanggapan kita terhadap sesuatu yang kita hadapi. c. Pengembangan ujar Naskah drama sebagai genre sastra, hampir seluruhnya berisi cakapan. Cakapan secara tepat, intonasi, maka ujar kita semakin jelas dan mudah dipahami oleh lawan bicara. Kejelasan tersebut dapat membantu 13 pendengar untuk mencerna makna yang ada. Harus ada kata yang ditekankan supaya memudahkan pemaknaan. Dimana kita memberi koma (,) dan titik (.). hampir keseluruhan konjungsi harus diperhatikan selam kita berlatih membaca dalam bermain drama. Suara yang tidak jelas dapat berpengaruh pada pendengar dan lebih-lebih pemaknaan pendengar atau penonton. Di sini perlu adanya kekuatan vokal dan warna vokal yang berbeda dalam setiap situasi. Tidak semua situasi memerlukan vokal yang sama. Tidak semua kalimat harus ditekan melainkan pasti ada yang dipentingkan. Drama memberi semua kemungkinan ini. Sebagai salah satu karya sastra yang harus dipentaskan dan berisi lakuan serta ucapan. d. Apresiasi dramatik. Apresiasi dramatik dikatakan sebagai pemahaman drama. Realisasi pemahaman ini adalah dengan pernyataan baik dan tidak baik. Kita bisa memberi pernyataan tersebut jika kita tidak pernah mengenal drama. Semakin sering kita menonton pementasan drama semakin luas pula pemahaman kita terhadap drama atau teater. Karena itulah, kita dituntut untuk lebih meningkatkan kecintaan kita terhadap drama. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh wawasan dramatik yang lebih baik. e. Pembentukan Postur Tubuh Postur berkaitan erat dengan latihan bermain drama, latihan ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu dasar dan lanjut. Yang termasuk latihan dasar ini adalah latihan vokal dan latihan olah tubuh. Yang terkait dengan postur adalah olah tubuh. Kelenturan tubuh diperlukan dalam bermain drama, sebab bermain drama memerlukan gerak-gerik. Gerak-gerik inilah yang nantinya dapat membentuk postur tubuh kita sedemikian rupa. f. Berkelompok (Bersosialisasi) Bermain drama tidak mungkin dilaksanakan sendirian, kecuali monoplay. Bermain drama, secara umum, dilakukan secara berkelompok atau group. Betapa sulitnya mengatur kelompok sudah kita pahami bersama, bagaimana kita bisa hidup secara berkelompok adalah bergantung pada diri kita sendiri. Masing-masing orang dalam kelompok drama memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama. Tak ada yang lebih dan tak ada yang kurang, 14 semuanya sama rendah dan sama tinggi, sama-sama penting. Untuk itu, drama selalu menekankan pada sikap pemahaman kepada orang lain dan lingkungannya. Kelompok drama harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua unsur dalam drama tidak ada yang tidak penting, melainkan semuanya penting. Rasa kebersamaan, memiliki, dan menjaga keharmonisan kelompok merupakan tanggung jawab dan tugas semua anggota kelompok itu. Bukan hanya tugas dan tanggung jawab ketua kelompok. Baik buruknya pementasan drama tidak akan dinilai dari salah seorang anggota kelompok tetapi semua orang yang terlibat dalam pementasan. Oleh karena itu, perlu adanya kekompakan, kebersamaan, dan kesatuan serta keutuhan. g. Menyalurkan hobi Bermain drama dapat juga dikatakan sebagai penyalur hobi. Hobi yang berkaitan dengan sastra secara umum dan drama khususnya. Dalam drama terdapat unsur-unsur sastra. Drama sebagai seni campuran (sastra, tari, arsitektur). 15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action. Sebuah buku yang berjudul A History of the theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. - Unsur – unsur Drama - Tema - Alur - Tokoh - Latar - Amanat Manfaat drama/teater : Menyalurkan hobi Berkelompok (Bersosialisasi) Pembentukan Postur Tubuh Apresiasi dramatik. Pengembangan ujar Mempertajam kepekaan emosi Meningkatkan pemahaman B. Saran Hendaknya pihak Lembaga Kampus menambah kegiatan atau membuat pembelajaran khusus untuk seni drama, agar Mahasiswa dapat menyalurkan dan lebih dapat mengekspresikan bakatnya. Hendaknya Lembaga Kampus mengadakan pagelaran / pertunjukan drama, agar Mahasiswa lebih matang dalam mengembangkan bakat seni dramanya. 16 DAFTAR PUSTAKA Syamsuddin. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Mujiyanto, Yant. 2007. Panduan Pembelajaran Bahasa Indonesia XI. Surakarta: Mediatama. Efendi, Joko Santoso Anwar. 2005. Aku Mampu Berbahasa dan Bersastra Indonesia SMA XI. Surabaya: SIC Wiyanto, Asul. 2011. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo. 17