di kabupaten kulon progo

advertisement
MENGENTASKAN KEMISKINAN MELALUI “GERBANG GAJAH”
DI KABUPATEN KULON PROGO
Oleh: Drs. Mardiya
Fenomena kemiskinan hingga saat ini masih ramai dibicarakan, baik di level nasional
maupun daerah. Berbagai data telah disajikan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah yang menguatkan bahwa masalah kemiskinan masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR)
yang harus segera dipecahkan, mengingat kemiskinan telah membawa dampak buruk
terhadap kehidupan manusia dalam banyak aspek serta menghambat upaya pembangunan
yang selama ini dilakukan pemerintah bersama dunia usaha dan masyarakat untuk
mewujudkan kehidupan yang adil, makmur dan sejahtera.
Keluarga yang dalam UU No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Bab I Pasal 1 Ayat (6) diterjemahkan sebagai unit terkecil
dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami isteri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya menjadi salah satu obyek yang paling mudah untuk melihat
fakta
kemiskinan
itu
sendiri,
faktor
penyebab,
hambatan
dan
peluang
untuk
mengentaskannya. Pada dasarnya setiap penduduk adalah anggota keluarga sehingga
kemiskinan yang terjadi pada setiap individu sangat mungkin terjadi awalnya berasal dari
kemiskinan keluarga. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan akan lebih mudah
apabila dilakukan melalui upaya pembangunan keluarga sehingga keluarga tersebut menjadi
keluarga sejahtera daripada melalui pemberdayaan individu yang jumlahnya jauh lebih besar
sehingga lebih lama penyelesaiannya atau pemberdayaan masyarakat yang seringkali tidak
mampu menyasar pada seluruh keluarga terutama keluarga miskin. Lebih dari itu,
pengentasan kemiskinan melalui keluarga akan berdampak langsung pada pengentasan
kemiskinan setiap individu/penduduk sehingga sebuah keluarga yang terentaskan dari
kemiskinan maka 2 atau 3 individu bahkan lebih akan ikut terentaskan dari kemiskinan.
Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Gerbang Gajah) pada prinsipnya adalah
gerakan untuk mewujudkan keluarga sejahtera yang hidup dalam lingkungan yang sehat baik
fisik maupun non fisik. Sebuah keluarga dikatakan sejahtera atau tidak miskin apabila
keluarga tersebut dapat melaksanakan 8 fungsi keluarga. Kedelapan fungsi keluarga tersebut
menurut
Peraturan Pemerintah (PP) No. 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi
Keluarga Bab II Pasal 7 Ayat (2) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Keagamaan
Keluarga mampu mengembangkan kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilainilai agama yang akan menjadikan dirinya sebagai insan-insan agamis, penuh iman dan
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Fungsi Sosial Budaya
Keluarga selalu memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk
mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.
3. Fungsi Cinta Kasih
Keluarga mampu memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan
anak, orang tua dengan anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga
keluarga menjadi wadah utama berseminya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan
batin.
4. Fungsi Perlindungan
Keluarga mampu menumbuhkan rasa aman dan kehangatan bagi seluruh anggota.
5. Fungsi Reproduksi
Keluarga dapat melaksanakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan sesuai dengan
rencana yang dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia.
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
Keluarga dapat membina dan mendidik keturunannya agar bisa melakukan penyesuaian
dengan alam kehidupannya di masa depan.
7. Fungsi Ekonomi
Keluarga dapat mengembangkan kemampuan ekonominya sehingga dapat mencukupi
kebutuhan keluarga serta dapat menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung.
8. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Keluarga mampu menciptakan lingkungan hidup baik fisik maupun non fisik yang sejuk,
sehat dan penuh dengan kenyamanan. Secara fisik lingkungan hidup yang sejuk, sehat
dan penuh kenyamanan ditandai dengan terjaganya kebersihan di dalam dan di luar
rumah, terawatnya tanaman hias/bunga, dimanfaatkannya kebun untuk tanam-tanaman
produktif, sayuran, toga, dan sebagainya. Secara non fisik, lingkungan hidup yang sejuk,
sehat dan penuh kenyamanan adalah lingkungan di mana hubungan antar anggota
keluarga dengan masyarakat atau keluarga dengan keluarga lainnya terjalin dengan baik,
tidak ada percekcokan/perselisihan, tidak ada rasa dendam, curiga atau syak wasangka.
Yang ada justru rasa penghormatan, saling menghargai, tolong menolong dan saling
mengasihi. Ini bukan sekedar dalam bentuk tutur kata dan sikap, tetapi juga dalam bentuk
tindakan dan perilaku yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil Pendataan Keluarga Miskin Kabupaten Kulon Progo Tahun 2014
yang tertuang dalam Keputusan Bupati Kulon Progo No 427 Tahun 2014 tentang Status
Kemiskinan Keluarga Tahun 2014, dapat diketahui bahwa di Kabupaten Kulon Progo masih
memiliki 23.845 keluarga miskin atau 16,74% dari jumlah total keluarga sebanyak 142.410.
Dari 23.845 keluarga miskin tersebut jumlah jiwanya mencapai 68.040 jiwa. Dari hasil
pendataan yang sama dapat diketahui bahwa proporsi keluarga miskin yang tinggi pada
umumnya adalah di wilayah pegunungan seperti Kecamatan Kokap (23,38%), Girimulyo
(21,04%) dan Samigaluh (19,99%), sementara proporsi yang rendah terdapat pada wilayah
dataran seperti Kecamatan Panjatan (11,58%), Wates (14,19%) dan Temon (15,37%).
Telah cukup banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Kulon Progo untuk mengurangi angka kemiskinan yang berdampak pada pengurangan
keluarga miskin ini dan hasilnya cukup positif yakni menurunnya jumlah Keluarga Miskin
dari 34.089 keluarga pada tahun 2011 menjadi 31.454 keluarga pada tahun 2013 dan menjadi
23.845 keluarga pada tahun 2014. Beberapa upaya yang telah dilakukan antara lain:
1. Pembentukan Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten, TKPK
Kecamatan, dan TKPK Desa sebagai upaya Integrasi Program Penanggulangan
Kemiskinan (Nangkis) pada tahapan perencanaan, sinkronisasi program dan tahapan
pelaksanaan serta upaya sinergitas antar pelaku (pemerintah, swasta dan masyarakat).
2. Pembentukan Kader Penanggulangan Kemiskinan untuk meningkatkan akses orang
miskin.
3. Jaminan kesehatan (Total Coverage) untuk meringankan beban dan meningkatkan
kualitas hidup.
4. Bedah rumah untuk meningkatkan kualitas hidup dan semangat gotong-royong serta
kepedulian sosial
5. Pembentukan Kelompok Asuh Keluarga Binangun (KAKB) untuk meningkatkan
kesejahteraan warga miskin melalui pemberdayaan dan kegiatan ekonomi produktif.
6. Gerakan “Bela dan Beli Kulon Progo” untuk meningkatkan semangat pembelaan dan
komitmen untuk menumbuhkan perekonomian Kulon Progo dengan memprioritaskan
penggunaan produk-produk lokal.
7. Pengumpulan zakat PNS melalui lembaga Bazcam, Bazda dan pentasarufannya.
Salah satu kelompok sasarannya adalah keluarga miskin,
8. Program Desa Binaan Menuju Bebas Kemiskinan melalui CSR (Corporate Social
Responsibility) perusahaan
9. Pendampingan keluarga miskin oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS).
10. Gerakan Gotong Royong Rakyat Bersatu (Genthong Rembes)
11. One Village One Product (OVOP). Satu desa memiliki satu produk unggulan.
Mengingat jumlah keluarga miskin proporsinya terhitung masih cukup besar dan perlu
percepatan untuk mengurangi jumlahnya, maka upaya pengentasan kemiskinan melalui
pembangunan keluarga sejahtera di Kabupaten Kulon Progo tidak dapat ditunda-tunda lagi.
Kelebihan dari upaya yang kami usulkan adalah bahwa dalam mengentaskan kemiskinan
tidak hanya bertumpu pada pemberdayaan ekonomi semata, tetapi juga berupaya merubah
mentalitet dan perilaku/gaya hidup yang selama ini menghambat kelancaran keluarga untuk
mencapai kesejahteraannya.
Keluarga miskin yang tidak dapat melaksanakan 8 fungsi keluarga setelah dilakukan
upaya gerakan pembangunan keluarga sejahtera secara terpadu maka keluarga tersebut dapat
melaksanakan 8 fungsi keluarga
secara optimal sehingga menjadi keluarga sejahtera.
Dengan terwujudnya keluarga sejahtera ini secara langsung maupun tidak langsung akan
dapat mengikis kemiskinan atau mengurangi jumlah keluarga/penduduk miskin di Kulon
Progo.
Gerakan ini dikatakan terpadu karena dalam gerakan ini tidak saja melibatkan tokoh
formal/non formal, tokoh agama dan lintas sektor/dinas/instansi/SKPD terkait, tetapi juga
pelaku dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), TP PKK, kader kesehatan/KB
serta pihak lain yang peduli.
Upaya intervensi yang dilakukan dapat disesuaikan dengan kebutuhan keluarga
sehingga penanganan untuk masing-masing keluarga dimungkinkan tidak sama. Keluarga
yang tidak dapat menjalankan fungsi ekonomi karena tidak memiliki usaha atau tidak ada
anggota keluarga yang bekerja akan berbeda penanganannya dibandingkan dengan keluarga
yang tidak dapat menjalankan fungsi ekonominya karena anggota keluarganya suka berjudi,
bekerja tidak tekun, bergaya hidup mewah, dan sebagainya.
Upaya pengentasan kemiskinan melalui gerakan pembangunan keluarga sejahtera
akan melibatkan seluruh lintas sektor serta melibatkan tokoh formal/non formal, tokoh
agama, pelaku dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), TP PKK, kader
kesehatan/KB serta pihak lain yang peduli karena upaya yang dilakukan dimungkinkan
beragam dilihat dari sisi kegiatan (sesuai dengan kebutuhan keluarga) dan hasil yang ingin
dicapai. Namun demikian sasarannya tetap fokus pada keluarga yang dipilih berdasarkan
skala prioritas. Prioritas pertama adalah keluarga yang tidak memiliki usaha atau usahanya
tersendat-sendat karena permasalahan permodalan, kualitas produksi atau pemasaran.
Prioritas kedua adalah keluarga yang miskin karena mentalitet dan perilaku yang
menghambat kelancaran usaha seperti tidak KB/memiliki anak banyak, suka berjudi,
pemboros, bergaya hidup mewah, kurang tekun dalam berusaha, tidak memiliki hubungan
yang harmonis dengan tetangganya dan sebagainya. Prioritas ketiga, keluarga yang tidak
memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menambah penghasilan keluarga.
Upaya-upaya yang akan dilakukan terkait intervensi pembangunan keluarga sejahtera
ini merujuk pada pelaksanaan 8 fungsi keluarga secara ideal pada keluarga sejahtera dalam
kehidupan sehari-hari sebagai berikut:
1. Fungsi Keagamaan
a. Keluarga mampu membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup
seluruh anggota keluarga.
b. Keluarga mampu menerjemahkan ajaran/norma agama ke dalam tingkah laku hidup
sehari-hari seluruh anggota keluarga.
c. Keluarga mampu memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari terkait
pengamalan ajaran agama yang dianut.
d. Keluarga mampu melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak, khususnya
tentang keagamaan yang tidak atau diperolehnya di sekolah dan di masyarakat.
e. Keluarga mampu membina rasa, sikap dan praktek kehidupan keluarga beragama
sebagai fondasi menuju Keluarga Kecil Bahagian dan Sejahtera
2. Fungsi Sosial Budaya
a. Keluarga mampu memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari dalam
pengamalan nilai sosial dan budaya yang dianut.
b. Keluarga mampu menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai.
c. Keluarga mampu membina anggota-anggotanya untuk mencari pemecahan masalah
dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia.
d. Keluarga mampu membina anggotanya untuk dapat
beradaptasi dalam praktek
kehidupan globalisasi dunia.
e. Keluarga mampu membina budaya yang sesuai, selaras dan seimbang dengan budaya
masyarakat/bangsa yang menunjang terwujudnya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera.
3. Fungsi Cinta Kasih
a. Keluarga mampu menumbuh-kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antara
anggota (Suami – Isteri - Anak) ke dalam simbol-simbol nyata (ucapan, tingkah laku)
secara optimal dan terus menerus.
b. Keluarga mampu membina tingkah laku saling menyayangi baik antar anggota
keluarga maupun antar keluarga yang satu dengan lainnya secara kuantitatif dan
kualitatif.
c. Keluarga mampu membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan
ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang.
d. Keluarga mampu membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu
memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga
kecil bahagia dan sejahtera.
4. Fungsi Perlindungan
a. Keluarga mampu memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa
tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga
b. Keluarga mampu membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai
bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar
c. Keluarga mampu membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai
modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera
5. Fungsi Reproduksi
a. Keluarga mampu membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan
reproduksi sehat baik bagi keluarga maupun anggota keluarga sekitar
b. Keluarga mampu memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan
keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental
c. Keluarga mampu mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat baik yang berkaitan
dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah anak yang diinginkan
dalam keluarga.
d. Keluarga mampu mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang
kondusif, menuju keluarga kecil bahagian dan sejahtera.
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan
a. Keluarga mampu menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga
sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak yang pertama dan utama
b. Keluarga mampu menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga
sebagai pusat di mana anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan
permasalahan yang dijumpai, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
c. Keluarga mampu membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal
yang diperlukannya untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan fisik / mental
yang tidak atau kurang di berikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.
d. Keluarga mampu membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam
keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi
orang tua dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju
keluarga kecil bahagian dan sejahtera.
7. Fungsi Ekonomi
a. Keluarga mampu melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam
lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan
kehidupan keluarga.
b. Keluarga mampu mengelola ekonomi keluarga sehingga menjadi keserasian,
keselarasan dan keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran.
c. Keluarga mampu mengatur waktu sehingga kegitan orang tua di luar rumah dan
perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang.
d. Keluarga mampu membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
8. Fungsi Pembinaan Lingkungan
a. Keluarga mampu membina kesadaran, sikap dan praktek pelestarian lingkungan
intern keluarga
b. Keluarga mampu membina kesadaran, sikap dan praktek pelestarian lingkungan
ekstern hidup berkeluarga.
c. Keluarga mampu membina kesadaran sikap dan praktek pelestarian lingkungan hidup
yang serasi, selaras dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan lingkungan
hidup masyarakat di sekitarnya
d. Keluarga mampu membina kesadaran, sikap dan praktek pelestarian lingkungan
hidup sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Terkait dengan hal tersebut, maka menurut hemat kami, pengentasan kemiskinan
melalui gerakan pembangunan keluarga sejahtera, setidak-tidaknya ada tiga upaya pokok
yang dapat dilakukan:
Pertama, pelatihan ketrampilan dan manajemen usaha bagi keluarga yang tidak
memiliki usaha atau usahanya tersendat-sendat karena permasalahan permodalan, kualitas
produksi atau pemasarannya. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan kemampuan dan potensi
keluarga serta kemungkinan pengembangannya. Kegiatan ini meliputi pelatihan ketrampilan
untuk menciptakan produk-produk tertentu, manajemen usaha, pemasaran dan kewirausahaan
pada umumnya. Agar efektif kegiatan ini melibatkan
Balai Latihan Kerja (BLK)
Dinsosnakertran, Dinas Perindag dan ESDM, Dinas Koperasi dan UKM, pelaku dunia usaha,
kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS), Kelompok Asuh
Keluarga Binangun (KAKB), Kelompok Peningkatan Peran Wanita Keluarga Sehat Sejahtera
(P2WKSS)yang telah cukup berhasil mengembangkan usahanya.
Kedua, melakukan kunjungan rumah pada keluarga yang miskin karena mentalitet
dan perilaku yang menghambat kelancaran usaha seperti tidak KB/memiliki anak banyak,
suka berjudi, pemboros, bergaya hidup mewah, kurang tekun dalam berusaha, tidak memiliki
hubungan yang harmonis dengan tetangganya dan sebagainya. Kunjungan ini melibatkan
tokoh agama/penyuluh agama, penyuluh KB, kader KB, kader Posyandu, penyuluh kesehatan
dan tokoh masyarakat lainnya. Pada keluarga ini juga ada fasilitasi/pendampingan dari
sektor terkait agar memperoleh pelayanan jasa yang dibutuhkan guna membangun
keluarganya, misalnya Posyandu Balita/Lansia, Bina Keluarga Sejahtera (BKS) yang terdiri
dari Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Bina Keluarga Lansia
(BKL), Beasiswa Pendidikan, Jaminan Kesehatan, Perbaikan Perumahan (Bansos Rumah
Tidak Layak Huni), Administrasi Kependudukan (Pengurusan Kartu Keluarga, Kartu Tanda
Penduduk dan Akta Kelahiran) dan sebagainya. Upaya ini melibatkan Dinas Kesehatan,
Dinas Pendidikan, Dinsosnakertrans, BPMPDPKB, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,
dsb.
Ketiga, melakukan pembinaan, fasilitasi dan pendampingan pada keluarga yang tidak
memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menambah penghasilan keluarga. Pada keluargakeluarga tersebut diberikan penyuluhan tentang bagaimana memanfaatkan lingkungan
pekarangannya secara optimal yang berdaya dan berhasil guna. Misalnya bagi keluarga yang
masih memiliki pekarangan cukup luas dapat memanfaatkan untuk menanam tanaman buahbuahan, sayur-sayuran, tanaman obat keluarga, tanaman hias/bunga-bungaan dan sebagainya
atau memanfaatkan sebagian lahannya untuk beternak atau memelihara ikan. Kegiatan ini
melibatkan Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Kelautan Perikanan dan Kelautan, Kantor
Lingkungan Hidup, Kelompok Tani, Kelompok Pembudidayaan Ikan (Pokdakan), Karang
Taruna, Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja, dll.
Dalam rangka mengatasi kendala dari sisi pembiayaan gerakan ini di awal kegiatan
selain dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Desa, Dinas/Instansi/SKPD
terkait untuk memperoleh dukungan pendanaan, juga dilakukan kegiatan lelang kepedulian
“Tresno Tonggo” yang melibatkan para pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan
keluarga kaya di lingkungan desa tersebut baik yang tinggal di desa itu maupun yang
merantau untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini yang dananya nantinya digunakan untuk
operasional dan dukungan kegiatan lainnya. Namun sebelum kegiatan lelang dilakukan maka
perlu dilakukan sosialisasi Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera itu sendiri melalui
pemutaran film, pentas seni, siaran radio, penyebarluasan pemasangan poster/pamflet,
penyebarluasan leaflet, pemasangan umbul-umbul, spanduk dan sebagainya agar masyarakat
paham dan tahu apa yang harus dilakukan. Sementara prosedur lelang mengikuti tata cara
yang berlaku secara umum di masyarakat.
Kendala atau permasalahan yang dihadapi terkait dengan upaya ini antara lain:
1. Tidak semua SKPD terkait memfokuskan kegiatannya pada keluarga, karena sebagian
berorientasi pada kelompok dan masyarakat
2. Tidak semua keluarga sasaran merupakan keluarga yang dapat diberdayakan karena
12 memiliki penyakit kronis atau cacat yang tidak dapat
anggota-anggotanya sudah lansia,
disembuhkan.
3. Tidak dimilikinya data keluarga yang tidak dapat melaksanakan fungsi-fungsinya selain
yang dapat dilihat secara fisik.
Namun demikian ada kesempatan dan kekuatan yang dimiliki oleh Kabupaten
Kulonprogo untuk melaksanakannya antara lain:
1. Adanya program-program dari SKPD terkait yang dapat digunakan untuk pemberdayaan
keluarga secara langsung maupun tidak langsung.
2. Adanya komitmen yang kuat dari Pemkab Kulon Progo untuk mengentaskan kemiskinan.
3. Adanya dukungan kegiatan dan sarana prasarana dari SKPD tertentu untuk
pemberdayaan keluarga khususnya pada aspek ekonomi.
4. Adanya semangat yang tinggi dari pihak swasta untuk ikut mengentaskan kemiskinan di
Kabupaten Kulon Progo.
5. Dimilikinya kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) yang terdiri dari PPKBD
(Tingkat Desa) 88 orang, Sub PPKBD (Tingkat Dusun) 935 orang dan Kelompok KB-KS
(Tingkat RT) 4537 orang, kader Kesehatan (kader Posyandu), kader Penanggulangan
Kemiskinan (88 orang) dan Petugas Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH).
Rencana aksi yang perlu dilaksanakan untuk mengentaskan kemiskinan melalui
Gerbang Gajah antara lain:
1. Menentukan sasaran gerakan dengan fokus pada desa yang banyak memiliki keluarga
miskin dan belum tertangani secara intensif
2. Mengadakan kunjungan lapangan untuk melihat kondisi secara umum pada keluargakeluarga sasaran
3. Melakukan pendekatan dengan tokoh formal setempat (Camat, Kepala Desa, Dukuh) agar
mendapat dukungan
4. Membuat kesepakatan dengan tokoh formal
terkait dengan upaya pengentasan
kemiskinan melalui gerakan pembangunan keluarga sejahtera termasuk membentuk Tim
Gerbang Gajah yang bersinergi dengan TKPK Desa..
5. Mengidentifikasi keluarga-keluarga sasaran intervensi bersama dengan Dukuh/Ketua RT/
kader setempat
6. Melakukan
koordinasi,
komunikasi
dan
advokasi
dengan
Pemerintah
Desa,
Dinas/Instansi/SKPD terkait untuk memperoleh dukungan pendanaan untuk kegiatan
pembangunan keluarga sejahtera.
7. Melakukan lelang kepedulian tresno tonggo untuk operasionalisasi kegiatan dan
dukungan kegiatan lainnya dalam rangka pengentasan kemiskinan..
8. Melakukan intervensi pada keluarga sasaran yang melibatkan SKPD terkait dengan
mengelompokkan keluarga sesuai dengan permasalahannya.
9. Melakukan fasilitasi dan pendampingan
10. Melakukan monitoring dan evaluasi
Mengingat beragamnya kegiatan yang harus dilakukan, banyaknya keluarga sasaran
dan besarnya dana yang dibutuhkan maka agar tujuannya tercapai, maka setidaknya harus
ada empat upaya pokok yang harus dilakukan oleh Tim Gerbang Gajah sebagai berikut::
1. Melakukan pemaduan program lintas sektor
2. Melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat
3. Melibatkan kader IMP, kader Kesehatan, Petugas PKH, dan Kader Penanggulangan
Kemiskinan, Penyuluh Agama, Kader PKK., Karang Taruna, PIK Remaja, LSM dsb.
4. Menciptakan suasana kondusif pada lingkungan setempat
Dengan demikian, faktor penentu keberhasilan dari upaya ini selain peran yang
optimal dari SKPD terkait, juga peran tokoh formal dan non formal serta tokoh agama serta
peran kader yang meliputi kader IMP (PPKBD, Sub PPKBD dan Kelompok KB KS),kader
Kesehatan dan kader Bina Keluarga Sejahtera (BKS). dan Petugas Pendamping Keluarga
Harapan (PKH). Tidak dapat dilupakan adalah semangat dan niat keluarga sasaran untuk
bangkit serta kesadaran setiap anggota keluarga untuk berpartisipasi aktif
Dari paparan yang telah kami sampaikan di muka maka dapat disimpulkan bahwa
upaya pengentasan kemiskinan melalui Gerbang Gajah merupakan bentuk paya pengentasan
kemiskinan yang tidak hanya bertumpu pada pemberdayaan ekonomi saja tetapi juga
bertumpu pada pembenahan mental (revolusi mental) dan perilaku. Upaya ini akan lebih
efektif jika dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya
pengentasan kemiskinan melalui Gerbang Gajah tidak dapat dilakukan hanya oleh SKPD
tertentu tanpa melibatkan SKPD lain dan peran aktif tokoh formal/non formal, tokoh agama,
LSM, kader IMP, kader kesehatan, TP PKK, Karang Taruna, PIK Remaja, LSM, swasta dan
masyarakat pada umumnya. Upaya pengentasan kemiskinan melalui Gerbang Gajah akan
cepat berhasil bila keluarga sasaran memiliki semangat untuk bangkit dan semua anggota
keluarga berperan aktif di dalamnya.
Beberapa saran yang perlu kami sampaikan kepada pihak terkait khususnya Pemkab
Kulon Progo di antaranya adalah perlu pembentukan Tim Gerakan Pembangunan Keluarga
Sejahtera (Gerbang Gajah) di Tingkat Kabupaten, Kecamatan, hingga Desa yang bersinergi
dengan TKPK Kabupaten, Kecamatan dan Desa dalam upaya intervensi ini. Selain itu
Pemerintah Desa perlu menganggarkan untuk gerakan pembangunan keluarga sejahtera
melalui APBDes serta perlunya penyempurnaan Peraturan Bupati tentang penyusunan
APBDes berkaitan dengan penanganan kemiskinan
Drs. Mardiya, Ka Sub Bid Advokasi
Konseling dan Pembinaan KB dan
Kesehatan Reproduksi BPMPDPKB
Kabupaten Kulon Progo
Download