Analisis sektor unggulan dalam meningkatkan perekonomian dan

advertisement
1
ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH
KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
OLEH :
DYLLA NOVRILASARI
A14304024
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2
RINGKASAN
DYLLA NOVRILASARI, Analisis Sektor Unggulan dalam Meningkatkan
Perekonomian dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi.
(Dibawah bimbingan A.Faroby Falatehan).
Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang merupakan salah satu
kabupaten yang terdapat di Provinsi Riau memiliki luas wilayah 7.656,03 Km2.
Pada awalnya merupakan salah satu kecamatan di dalam pemerintahan Kabupaten
Indragiri Hulu. Kabupaten Kuantan Singingi memiliki potensi sumberdaya alam
(SDA) yang besar, walaupun tidak mempunyai pendapatan dari subsektor migas
(minyak bumi dan gas alam). Kabupaten Kuantan Singingi yang mempunyai
sektor dominan di subsektor non migas membuat Kabupaten Kuantan Singingi
berusaha meningkatkan pendapatan daerahnya dengan mengoptimalkan
sumberdaya alam yang berpotensi untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan
kabupaten-kabupaten lain yang ada di Provinsi Riau yang memiliki sumberdaya
alam migas.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pola pertumbuhan sektor
ekonomi dan menganalisis sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi yang
dapat meningkatkan perekonomian wilayah dan pendapatan
masyarakat.
Disamping itu juga untuk menganalisis perkembangan pembangunan wilayah
dari segi infrastruktur (sarana dan prasarana) di setiap kecamatan yang
mendukung perekonomian dan sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi.
Alat analisis yang digunakan dalam studi penelitian ini secara umum
terdiri dari analisis Klassen Typologi untuk mengetahui klasifikasi pola
pertumbuhan sektor ekonomi, analisis Location Quotient untuk mengetahui sektor
basis dan metode surplus pendapatan serta pengganda pendapatan basis, dari
kedua analalisis Klassen Typologi dan LQ dapat dihubungkan untuk dapat
mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi. Analisis yang
terakhir digunakan yaitu metode skalogram yang bertujuan untuk melihat
penyebaran sarana dan prasarana di setiap kecamatan Kabupaten Kuantan
Singingi.
Hasil dari analisis Klassen Typologi dengan pendekatan sektoral,
menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian menduduki kuadran I
yaitu sektor maju dan tumbuh cepat. Disusul oleh sektor pertanian pada kuadran II
yaitu sektor maju tetapi tertekan. Setelah diketahui klasifikasi pertumbuhan
sektor ekonomi, selanjutnya dianalisis dengan metode LQ dan melihat surplus
pendapatan dan pengganda dari sektor basis. Hasil perhitungan LQ diseluruh
sektor perekonomian berdasarkan indikator pendapatan terdapat dua sektor yang
menjadi basis perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat
3
diprioritaskan menjadi sektor unggulan pada tahun 2002-2006 yaitu sektor
pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian.
Berdasarkan analisis Klassen Typlogi dan LQ yang telah memprioritaskan
sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Kuantan
Singingi, dapat dianalisis perkembangan dan penyebaran sarana dan prasarana
yang mendukung sektor tersebut dan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten
Kuantan Singingi. Hasil analisis skalogram Kecamatan Kuantan Tengah
memegang peringkat pertama dalam ketersediaan fasilitas pembangunan.
Peringkat terendah dipegang oleh Kecamatan Hulu Kuantan. Jika dilihat dari hasil
metode skalogram Kecamatan Kuantan Tengah masih berada pada peringkat
pertama, dan Kecamatan Hulu Kuantan tetap peringkat terakhir.
4
ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH DI KABUPATEN
KUANTAN SINGINGI
OLEH:
DYLLA NOVRILASARI
A14304024
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
5
Judul Skripi
:Analisis
Sektor
Unggulan
Meningkatkan
Perekonomian
dan
Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi
Nama Mahasiswa
: Dylla Novrilasari
NRP
: A14304024
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
A. Faroby Falatehan, SP, ME
NIP. 132 311 853
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus: 26 Juli 2008
dalam
Pembangunan
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL
“ANALISIS
MENINGKATKAN
SEKTOR
PEREKONOMIAN
UNGGULAN
DAN
DALAM
PEMBANGUNAN
WILAYAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI” BELUM PERNAH
DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN
MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI.
Bogor, Juni 2008
Dylla Novrilasari
NRP. A14304024
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Kuantan pada tanggal 29 November 1986,
yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Arizoni, S.Sos,
M.Si dan Ermiwarni, Spd. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 002
Teluk Kuantan. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Teluk Kuantan dan lulus
pada tahun 2001 serta melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Teluk
Kuantan yang lulus pada tahun 2004. Selama menempuh pendidikan menengah
pertama dan menengah umum, penulis aktif dalam pengurus OSIS, PMR (Palang
Merah Remaja), Pramuka, dan Sanggar Seni “Kemuning Senja” SMUN 1 Teluk
Kuantan.
Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan
Bersama IPB melalui jalur USMI pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan
Sumberdaya, Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan,
yaitu: anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB 2005, pengurus Organisasi
Mahasiswa Daerah IKPMR (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau)
sebagai anggota divisi Humas dan Infokom Tahun 2004-2006 dan IMAKUSI
(Ikatan Mahasiswa Kuantan Singingi) sebagai bendahara umum Tahun 20052007.
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.wr.wb
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.
Karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan judul “Analisis Sektor Unggulan dalam Meningkatkan
Perekonomian dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi”.
Skripsi ini merupakan syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis sektor
unggulan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi, serta melihat perkembangan
perekonomian dan perkembangan infrastruktur (sarana dan prasarana) yang
mendukung sektor unggulan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan
Singingi.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak skripsi ini tidak
akan terselesaikan. Pada kesempatan ini juga penulis menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak atas bantuan baik secara moril maupun materil selama
penyusunan skripsi ini. Selain itu juga penulis mengharapkan kritik dan saran
guna memperbaiki tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membacanya.
Terimakasih,
Wassalamu’alaikum.wr.wb
Bogor, Juni 2008
Penulis
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang Maha Kuasa,
Maha Mulia atas rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sesuai dengan waktunya. Selama penyelesaian skripsi ini, penulis
mendapat banyak masukan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Papa dan Mama tercinta atas kasih sayang, dukungan dan motivasi yang
diberikan dan seluruh bantuan moral dan materil yang tak ternilai
harganya. Adik-adikku tersayang Ressy, Yonna, Arif dan Shelly semoga
cita-cita kalian tercapai kelak.
2. A. Faroby Falatehan, SP, ME, selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa memberikan arahan dan masukan selama penyusunan skripsi
ini.
3. Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc atas kesediannya menjadi dosen penguji
utama dalam ujian sidang skripsi penulis dan atas saran-saran dan
masukannya.
4. Adi Hadianto, SP yang telah bersedia menjadi dosen penguji komisi
pendidikan dalam ujian skripsi penulis, serta atas semua saran dan
masukannya.
5. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc selaku dosen pembimbing akademik
selama masa perkuliahan, juga atas semua masukannya.
6. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi, BAPPEDA dan BPS
Kabupaten Kuantan Singingi yang telah memberikan kemudahan kepada
penulis dalam pengambilan data.
7. Keluarga besar umi dan bibi di Ciherang, angku, nenek, dan semua
keluarga atas semua doa dan dukungannya selama ini kepada penulis.
8. Mba Pini W, SP, Pak Basir, Pak Husein, Pak Dayat dan seluruh staf
Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya.
9. Khusus buat: R. Pebriadi, SE yang telah memberikan semangat, dukungan,
dan doanya kepada penulis; teman-teman kostan (Eka, Wewen, Yayan,
Satya), sahabat-sahabatku Anti, Icha, Wida, Rahma, Aghiez; teman-teman
seperjuangan (Uci, Arif, Ade’); teman-teman Imakusi dan IKPMR Bogor;
teman-teman EPS’41 terima kasih atas semua dukungan, bantuan,
pengalaman dan kebersamaan selama menjalankan dan menyelesaikan
kuliah; kepada semua pihak yang tidak tercantum namanya dan telah
membantu penulis selama menyelesaikan kuliah mohon maaf dan terima
kasih.
10
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL..........................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
v
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1 Latar Belakang .........................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................
13
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................
13
1.5 Ruang Lingkup Penelitian........................................................
14
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
15
2.1 Pertumbuhan Ekonomi.............................................................
15
2.2 Pembangunan Ekonomi Daerah...............................................
18
2.3 Pembangunan Wilayah ............................................................
19
2.4 Pendapatan Domestik Regional Bruto .....................................
21
2.5 Pengertian Sektor Unggulan ...................................................
24
2.6 Konsep Basis Ekonomi ............................................................
25
2.7 Penelitian Terdahulu ................................................................
26
2.8 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya...............................
30
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN............................................................
32
3.1 Konsep dan Definisi Pendapatan Regional..............................
32
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
37
11
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................
40
BAB IV. METODE PENELITIAN ...............................................................
42
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
42
4.2 Jenis dan Sumber Data.............................................................
42
4.3 Metode Analisis Data...............................................................
42
4.3.1 Analisis Pola Pertumbuhan Sektoral ..............................
43
4.3.2 Analisis Location Quotient.............................................
45
4.3.3 Analisis Skalogram ........................................................
49
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI.....................................................
51
5.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam .........................................
51
5.2 Kependudukan dan Ketenagakerjaan.......................................
53
5.3 Perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi ...........................
56
5.4 Pendidikan dan Kesehatan .......................................................
59
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
62
6.1 Identifikasi Pola Pertumbuhan Sektoral Kabupaten
Kuantan
Singingi .................................................................
62
6.2 Analisis Basis Perekonomian...................................................
67
6.2.1 Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Kuantan
Singingi ..........................................................................
68
6.2.2 Surplus Pendapatan ........................................................
86
6.2.3 Analisis Efek Pengganda Pendapatan ............................
88
6.3 Analisis Skalogram..................................................................
91
6.3.1 Perkembangan Infrastruktur dalam Pembangunan
12
Wilayah..........................................................................
91
6.3.2 Perkembangan Infrastruktur Pendukung Sektor
Unggulan .......................................................................
95
6.4 Implikasi Kebijakan.................................................................
101
6.4.1 Kebijakan Pembangunan Sektoral.................................
101
6.4.2 Kebijakan Menurut Penyebaran Fasilitas
Pembangunan
dan Pendukung Sektor Unggulan ............
105
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
108
7.1 Kesimpulan ..............................................................................
108
7.2 Saran ........................................................................................
109
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
111
LAMPIRAN...................................................................................................
114
13
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
Teks
Halaman
PDRB Kuantan Singingi Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2002-2006 .....................................................................................
6
Pendapatan Regional Perkapita Tanpa Migas dan dengan Migas Provinsi
Riau, 2004-2006..................................................................................................
9
3.
Alat Analisis yang digunakan dalam Penelitian.................................................. 43
4.
Persentase Penduduk 10 Tahun Ketas yang Bekerja Menurut Kegiatan Utama
pada Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kuantan Singingi,
2006..................................................................................................................... 55
5.
Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2002-2006
(dalam Persen)..................................................................................................... 56
6.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Kabupaten/Kota Se-Provinsi Riau,
2004-2006 (dalam persen) .................................................................................. 58
7.
Jumlah Sekolah di Lingkungan DIKPORA Kabupaten KuantanSingingi
Tahun 2006 ......................................................................................................... 60
8.
Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kuantan SingingiTahun 2006 .......... 60
9.
Laju Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi PDRB Kabupaten Kuantan Singingi 62
10.
Klasifikasi Pola Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi
Menurut Klassen Typologi ................................................................................. 63
11.
Nilai LQ Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi
Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode 2002-2006 ...................................... 70
14
12.
Luas Areal Dan Jumlah Produksi Komoditi Unggulan Kabupaten Kuantan
Singingi Tahun 2006 .......................................................................................... 71
13.
Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di
Kabupaten Kuantan Singingi 2006 .................................................................... 72
14.
Potensi dan Penggunaan Lahan Kering untuk Tanaman Pangan di Kabupaten
Kuantan Singingi, 2005-2006 (dalam Ha) ......................................................... 73
15.
Luas Perkebunan Kelapa Sawit, Karet, Kakao dan Aneka Tanaman
Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 .......................................................... 75
Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kecamatan di Kabupaten
Kuantan Singingi 2006 ....................................................................................... 75
16.
17.
Luas Hutan Berdasarkan Tata-guna Hutan Kesepakatan Kabupaten Kuantan
Singingi Tahun 2006 .......................................................................................... 77
18.
Produksi Hasil Hutan Olahan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 ..... 78
19.
Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis Di Kab.Kuantan Singingi..................... 79
20.
Produksi Perikanan di Kab.Kuantan Singingi Tahun 2006 ................................ 80
21.
Luas Kolam Ikan per Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi, 2005-2006
(dalam Ha)........................................................................................................... 81
22.
Potensi dan Jumlah Cadangan Bahan Tambang Kabupaten Kuantan Singingi
Tahun 2006 ........................................................................................................ 83
23.
Nilai Surplus Pendapatan Sektor perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi
Tahun 2002-2006 ............................................................................................... 87
24.
Nilai Pengganda Basis Sektor Basis Tahun 2002-2006...................................... 89
25.
Nilai Pengganda Basis Masing-Masing Sektor Basis Tahun 2002-2006 .......... 90
15
26.
Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan di Kabupaten Kuantan Singingi
Tahun 2006 Berdasarkan Skalogram ................................................................. 93
27.
Penyebaran Sarana Dan Prasarana Pendukung Perkembangan Sektor
Unggulan Di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 ................................... 96
28.
Panjang Jalan Kabupaten Kuantan Singingi berdasarkan Jenis Permukaan
tahun 2004-2006 ................................................................................................. 100
29.
Panjang Jalan Kabupaten Berdasarkan Kondisi Permukaan Jalan Tahun 20042006..................................................................................................................... 100
16
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................. 41
17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
Teks
Halaman
Laju Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas Riau dan Kuantan Singingi Menurut
Lapangan Usaha tahun 2005-2006 ....................................................................
114
Distribusi PDRB Tanpa Migas Riau dan Kuantan Singingi Menurut
Lapangan Usaha tahun 2005-2006 ....................................................................
114
Contoh Perhitungan Nilai LQ Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten
Kuantan Singingi Berdasarkan Harga Konsumen Konstan 2000 Tahun 20022006...................................................................................................................
115
4.
Trend Nilai Pengganda Pendapatan Basis Tahun 2002-2006 ..........................
115
5.
Analisis Skalogram Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2006 .........................
116
6.
Analisis Skalogram Pendukung Sektor Unggulan di Kabupaten Kuantan
Singingi tahun 2006 ..........................................................................................
118
2.
3.
18
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan selalu menimbulkan dampak positif maupun negatif, oleh
sebab itu sangat diperlukan suatu indikator sebagai tolak ukur untuk menilai
keberhasilan pembangunan. Paradigma mengenai pembangunan cenderung
mengidentikkan pembangunan dikatakan berhasil bila pertumbuhan ekonomi
disuatu wilayah relatif tinggi. Pertumbuhan suatu sektor perekonomian yang
terjadi di suatu wilayah akan berdampak tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi
di wilayah tersebut, tetapi juga di wilayah lainnya yang memiliki keterkaitan
ekonomi dengan wilayah tersebut.
Otonomi daerah direalisasikan dengan ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah
daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam menentukan kebijakan dan
program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan kemajuan daerah masing-masing. Latar belakang demografi, geografis,
ketersediaan infrastruktur dan budaya yang tidak sama, serta kapasitas sumber
daya yang berbeda, memiliki konsekuensi adanya keberagaman kinerja daerah
dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja
selanjutnya akan menyebabkan ketimpangan pembangunan antar wilayah,
meningkatnya tuntutan daerah, dan kemungkinan disintegrasi bangsa.
19
Berkaitan dengan pelaksanakan otonomi daerah, pemekaran wilayah
muncul seiring dengan adanya program desentralisasi yang dilakukan oleh
pemerintah. Daerah menyambut kebijakan otonomi daerah yang ditandai oleh
adanya pemekaran wilayah dengan membentuk kabupaten baru dan bahkan
provinsi baru. Awalnya tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah untuk
percepatan dan pemerataan pembangunan diwilayah yang rentang kendali
pemerintahannya jauh sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang
bebas dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan kesehatan yang buruk.
Rentang kendali disetiap daerah yang berbeda dan beragam serta diharapkan
dengan adanya pemekaran suatu daerah dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat daerahnya.
Kriteria pemekaran daerah menurut PP Nomor 129 Tahun 2000 yaitu:
kemampuan ekonomi; potensi daerah; sosial budaya; sosial politik; jumlah
penduduk; luas daerah; pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya
otonomi daerah. Sedangkan tujuan pemekaran daerah menurut PP Nomor 129
Tahun 2000 yaitu: peningkatan pelayanan kepada masyarakat; percepatan
pertumbuhan kehidupan demokrasi; percepatan pelaksanaan pembangunan
perekonomian daerah; percepatan pengelolaan potensi daerah; peningkatan
keamanan dan ketertiban; peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah.
Akibat dari kesalahan kebijakan pembangunan dimasa lalu yang terlalu
menekankan kepada pentingnya pertumbuhan ekonomi, maka penterjemahannya
dalam pembangunan spasial. Prioritas pembangunan didasarkan kepada limpahan
sumberdaya dari daerah yang unggul, tetapi dengan mengikuti arah kebijakan
20
yang telah lalu maka prioritas pembangunan wilayah sering ditekankan untuk
mendahulukan kepada wilayah yang mempunyai potensi keunggulan alami yang
paling menjanjikan (baik dari segi demografi, limpahan sumberdaya alam maupun
lokalisional), sehingga sebagai akibatnya terjadi disparitas tingkat pembangunan
ekonomi yang terus semakin melebar, sampai menjadi penyebab utama timbulnya
beberapa krisis yang terjadi di Indonesia. Selain itu, kebijakan pembangunan
tersebut menghasilkan perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin
mencolok antar wilayah-wilayah. Disparitas merupakan pencerminan yang dapat
berbentuk dalam berbagai dimensi pada masyarakat (Anwar, 2005).
Ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat dilihat dari perbedaan
tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Kecenderungan
persebaran penguasaan PDRB dan laju pertumbuhan yang tidak sama akan
menyebabkan semakin timpangnya pembangunan antar wilayah. Ketimpangan
pembangunan antar wilayah juga ditandai dengan rendahnya aksesibilitas
pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial terutama masyarakat di
perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan serta wilayah tertinggal. Ketimpangan
antara kawasan perkotaan dan perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat
kesejahteraan masyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan
dibanding dengan perkotaan, dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan
terhadap kawasan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya akses pada
permodalan, lapangan kerja, informasi, teknologi pendukung, dan pemasaran
hasil-hasil produksi di perdesaan.
Salah satu aspek yang mengalami perubahan dalam proses pembangunan
adalah aspek fisik wilayah. Pembangunan wilayah merupakan pembangunan
21
ekonomi dengan mempertimbangkan variabel tempat dan waktu. Karakteristik
fisik dan sosial wilayah di Indonesia beragam memberikan berbagai potensi
wilayah berbeda. Perbedaan potensi wilayah di Indonesia menyebabkan
kesenjangan yaitu: kesenjangan antar wilayah, kesenjangan antar desa dan kota
kesenjangan
antara
golongan
pendapatan
(Nindyantoro,
2004).
Pendekatan makro yang meliputi penetapan sektor unggulan utama (basic
sector) sebagai faktor pemicu utama pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan
kerja, dan memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB, penetapan sektor
unggulan penunjang sebagai sektor yang berfungsi mendukung perkembangan
dan keberlangsungan terhadap sektor unggulan utama, baik untuk jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang dan penetapan sektor pendukung (non basic
sector) sebagai sektor yang berfungsi mendorong dan memperlancar sektor
unggulan tersebut.
Untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi regional serta meningkatkan
kontribusinya terhadap pembentukan total Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB), maka pembangunan sektor unggulan dapat dijadikan sebagai penggerak
pembangunan ekonomi. Secara umum tujuan pembangunan bidang ekonomi
khususnya sektor unggulan adalah untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi
dengan demikian dapat tercipta stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, dan
tercipta kemakmuran dan kesejahteraan yang dinikmati oleh masyarakat daerah
tersebut.
Setiap kabupaten harus mampu mengoptimalkan potensi sumberdaya
dengan sektor unggulan yang ada di daerahnya untuk mewujudkan pembangunan
ekonomi di daerah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu
22
kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan
masyarakat daerah, mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang ada secara
optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dan kesejahteraan
masyarakat daerah. Salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dan
pelayanan masyarakat di daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi daerah
tersebut.
Provinsi Riau yang berhadapan langsung dengan pusat-pusat pertumbuhan
di kawasan Asia Tenggara membutuhkan reorientasi dalam pendekatan
pembangunannya. Pendekatan sektoral harus diintegrasikan dengan pendekatan
kewilayahan
yang
berdimensi
nasional
dan
internasional,
dengan
mengembangkan Kawasan Strategis Nasional (KSN) di Provinsi Riau.
Pengembangan KSN dapat menjadi simpul bagi pusat kegiatan ekonomi khusus
yang menghasilkan produk-produk unggulan berdaya saing di pasar internasional,
dan didukung dengan fasilitas dan pelayanan prima (Zainal, 2007).
Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang merupakan salah satu
kabupaten pemekaran yang terdapat di Provinsi Riau memiliki luas wilayah
7.656,03 Km2. Pada awalnya merupakan salah satu kecamatan di dalam
pemerintahan Kabupaten Indragiri Hulu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 53
Tahun 1999 Kabupaten Indragiri Hulu dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu
Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kuantan Singingi. Saat ini Kabupaten
Kuantan Singingi telah menjadi kabupaten definitif yang terdiri atas 12 kecamatan
dan 209 desa/kelurahan.
Kabupaten Kuantan Singingi memiliki potensi sumberdaya alam (SDA)
yang besar, walaupun tidak mempunyai pendapatan dari subsektor migas (minyak
23
bumi dan gas alam). Wilayah ini merupakan salah satu penghasil produk-produk
perkebunan di Provinsi Riau, memiliki sekitar 157.070,3 ha perkebunan karet
pola swadaya, memiliki sekitar 111.676,2 ha kelapa sawit dan memiliki sekitar
3.225,5 ha kakao. Di samping itu, Kabupaten Kuantan Singingi juga memiliki
sumberdaya pertambangan, yakni terdapat sekitar 8.579,9 ha areal pertambangan
emas dan terdapat sekitar 22.148 ha areal batubara serta memiliki potensi kaolin
sekitar 75.000 ton (BPS Kabupaten Kuantan Singingi, 2006).
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kuantan Singingi Atas
Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2006
(Juta Rp)
Lapangan
Usaha
Pertanian
Pertambangan
dan Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, dan air
minum
Bangunan
Perdagangan,
Hotel
dan
Restoran
Pengangkutan
dan Komunikasi
Keuangan,
persewaan dan
Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Produk
Domestik
Regional Bruto
(PDRB)
2002
2003
2004
2005
2006
1.051.459,4
1.106.361,9
1.165.081,2
1.223.751,4
1.287.849,9
19.122,7
39.317,9
95.680,7
148.242,5
130.828
141.845,7
158.210,2
172.538,8
3.511,1
3.654,1
3.809,5
3.942,4
4.118,4
98.887,9
105.767,6
114.986,5
121.088,8
129.509,7
132.260,7
141.594,9
151.423,3
163.757,4
177.510,1
38.203,9
41.433,7
44.897,4
49.050,4
53.477
18.956
21.044,8
23.977,5
25.712,9
27.354
163.994,2
175.343,2
189.366
200.716,4
217.525,6
1.657.224,1
1.773.319,2
1.947.432,7
2.108.721
2.305.003,8
221.326,1
186.332,6
Sumber: BPS, Provinsi Riau, Kuantan Singingi dalam Angka 2006
Indikator makro ekonomi yang sering dijadikan acuan untuk mengevaluasi
kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Tingkat pertumbuhan
ekonomi merupakan faktor penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan
suatu daerah. Secara umum seluruh sektor perekonomian di Kabupaten Kuantan
24
Singingi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan pertumbuhan. Dari
Tabel 1 dapat dilihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten
Kuantan Singingi yang selalu meningkat. Lima sektor perekonomian yang
memiliki nilai PDRB tertinggi pada tahun 2002-2006 adalah sektor pertanian,
sektor jasa, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran, dan
sektor pertambangan dan penggalian. Total nilai PDRB pada tahun 2006
berdasarkan harga konstan kelima sektor tersebut berturut-turut adalah: sekitar
1.223.751 juta rupiah; 200.716 juta rupiah; 172.538 juta rupiah; 163.757 juta
rupiah; 148.242 juta rupiah. Atas sumbangannya terhadap PDRB berturut-turut
sebesar 58,03 persen, 9,52 persen, 8,18 persen, 7,77 persen, dan 7,03 persen.
Kabupaten Kuantan Singingi yang mempunyai sektor dominan di sektor
non migas membuat Kabupaten Kuantan Singingi berusaha meningkatkan
pendapatan daerahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya alam yang berpotensi
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan kabupaten-kabupaten lain yang ada
di Provinsi Riau yang memiliki sumberdaya alam migas. Pengembangan sektor
basis merupakan kebijakan yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan
daerah, karena sektor basis merupakan sektor yang dapat dipasarkan keluar batas
perekonomian wilayah produksi setelah sektor tersebut memenuhi kebutuhan
dalam wilayah sendiri. Pemilihan dan prioritas pengembangannya dengan
pertimbangan bahwa sektor basis dengan efek pengganda pendapatannya dapat
menentukan peningkatan pendapatan suatu daerah. Selain itu, peningkatan
terhadap sektor basis akan mendorong pengembangan sektor bukan basis,
sehingga pada akhirnya akan terjadi peningkatan perekonomian suatu wilayah.
25
Sebagian besar kegiatan perekonomian dan ketersediaan sarana dan
prasarana pelayanan di kabupaten terpusat pada suatu wilayah yang dekat dengan
ibukota kabupaten. Adanya pemusatan tersebut menyebabkan terjadinya mobilitas
penduduk ke wilayah tersebut karena ketersediaan lapangan kerja dan kemudahan
akses pelayanan di dekat pusat pelayanan sehingga kepadatan penduduk di
wilayah itu lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di kabupaten.
Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanan beberapa kegiatan perekonomian
kabupaten belum memperhatikan faktor lokasi, padahal faktor lokasi sangat
penting dalam mengalokasikan sumberdaya dan dana pembangunan daerah yang
terbatas.
1.2 Perumusan Masalah
Perkembangan pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh sumber
pendapatan daerah terutama untuk menutupi pembiayaan yang diperlukan
pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya. Masalah umum yang dihadapi
oleh pemerintah daerah adalah adanya kendala dalam menghimpun dana yang
berasal dari daerah itu sendiri, sehingga pembangunan daerah cenderung
tergantung pada sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Destrika, 2006).
Menyadari bahwa ketergantungan tersebut kurang baik bagi kelanjutan
pelaksanaan pembangunan daerah, mengharuskan pemerintah daerah menggali
semua sumber ekonomi daerah guna meningkatkan pendapatan perkapita di setiap
kabupaten dan mengurangi ketimpangan yang timbul di beberapa daerah.
Kondisi makro ekonomi nasional dari pertumbuhan ekonomi secara
nasional tanpa migas sedikit melambat dari 6,57 persen di tahun 2005 menjadi
26
6,09 persen pada tahun 2006. Hal ini ternyata tidak signifikan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau, yang dapat dilihat dari
meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau yang semula 8,54 persen pada tahun
2005 menjadi 8,66 persen pada tahun 2006 (BPS Provinsi Riau, 2006).
Besarnya pendapatan regional perkapita Provinsi Riau dari tahun ke tahun
dari migas maupun tanpa migas dari data BPS Provinsi Riau (2007) dapat dilihat
pada Tabel 2. Pendapatan perkapita Provinsi Riau dari tahun 2004-2006 secara
berturut-turut adalah: sekitar Rp. 6.246.182; Rp. 6.691.276; Rp. 6.990.431 tanpa
migas, dan sekitar Rp. 15.214.406; Rp. 15.829.055; Rp. 16.003.191 dengan
migas. Adanya peningkatan pendapatan perkapita di Provinsi Riau, seharusnya
ketimpangan pendapatan antar kabupaten dapat di atasi dengan cara
mengembangkan dan mengoptimalkan sektor-sektor yang berpotensi (sektor
unggulan) di setiap kabupaten.
Tabel 2. Pendapatan Regional Perkapita Tanpa Migas dan dengan Migas
Provinsi Riau Tahun 2004-2006, (dalam Rupiah)
No
Sektor
1
Tanpa migas
2
Dengan migas
2004
6.246.182,45
15.214.406,91
2005
6.691.276,92
15.829.055,52
2006
6.990.431,63
16.003.191,25
Sumber : BPS Provinsi Riau, Riau dalam Angka (2006)
Berdasarkan data pendapatan per kapita Provinsi Riau dari tahun ke tahun
yang semakin meningkat, tetapi terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara
pendapatan per kapita dengan migas dan tanpa migas. Hal ini disebabkan karena
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi penghasil migas dengan delapan
kabupaten/kota di Provinsi Riau yang pendapatan daerahnya sebagian besar
berasal dari migas. Di lihat dari perbedaan antara pendapatan migas dan tanpa
migas di Provinsi Riau dapat mengakibatkan ketimpangan pendapatan antar
kabupaten yang memiliki migas dengan kabupaten yang sedikit atau tidak
27
mempunyai pendapatan dari migas tersebut. Salah satu dari tiga kabupaten yang
tidak memiliki penghasilan/pendapatan daerah yang berasal dari migas adalah
Kabupaten Kuantan Singingi.
Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi perlu membuat prioritas
kebijakan agar pembangunan daerah dapat berjalan sesuai rencana, baik dalam
kebijakan anggaran maupun tentang pengeluaran daerah. Penentuan prioritas
kebijakan tersebut dapat diwujudkan salah satunya dengan menentukan sektor
prioritas atau unggulan dan melihat pertumbuhan dan perkembangannya.
Pertumbuhan sektor ekonomi kabupaten dapat diklasifikasikan berdasarkan laju
pertumbuhan dan kontribusi PDRB dari masing-masing sektor. Pertumbuhan
sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi sangat berbeda
pada masing-masing sektor, untuk itu perlu dilihat perkembangan sektor ekonomi
berdasarkan laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB setiap sektor tersebut. Hal ini
juga diperlukan untuk pengalokasian dana sektor ekonomi dan untuk mengetahui
klasifikasi/pola pertumbuhan dari sektor-sektor ekonomi yang ada sebagai
pertimbangan untuk menentukan sektor unggulan yang dapat diprioritaskan di
Kabupaten
Kuantan
Singingi.
Pertanyaannya
adalah
bagaimana
pola
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi berdasarkan
laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB sektor perekonomian?
Visi pemerintah daerah Kabupaten Kuantan Singingi yaitu “Terwujudnya
Kabupaten Kuantan Singingi yang maju, aman, mandiri, agamis, komunikatif,
sejahtera, luhur dan makmur (memacu jalur)”. Untuk mewujudkan dan
merealisasikan visi Kabupaten Kuantan Singingi, maka ditetapkan misi
kabupaten, beberapa misi yang
ingin diwujudkan yaitu menanggulangi
28
kemiskinan dan pengurangan kesenjangan antar wilayah dan antar penduduk,
optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam, dan percepatan pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas dan berimbang.
Upaya pemerataan pembangunan terus mendapat perhatian yang serius
dalam setiap kebijaksanaan pembangunan wilayah dan peningkatan pendapatan
daerah. Untuk meningkatkan pemerataan pembangunan melalui pendekatan
peningkatan pendapatan daerah, daerah diberikan wewenang untuk mengelola
pembangunan diwilayahnya. Dalam rangka menerapkan kebijaksanaan tersebut
Kabupaten Kuantan Singingi harus memaksimalkan pengelolaan sumberdaya
yang ada dan harus meningkatkan potensi sumberdaya tersebut dengan
mengembangkan sektor potensial yang diprioritaskan menjadi sektor unggulan di
wilayahnya.
Setelah adanya penentuan sektor unggulan di kabupaten, daerah kabupaten
dapat meningkatkan pendapatan perkapita dan meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) untuk membangun Kabupaten Kuantan Singingi lebih maju dan
adil sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Kuantan Singingi dan semua tujuan
pemerintah daerah dapat tercapai. Selain itu, kesejahteraan masyarakat dapat
tercapai maksimal dengan meningkatnya pendapatan perkapita melalui sektor
unggulan yang berpotensi untuk dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara
maksimal di daerah tersebut.
Walaupun Kabupaten Kuantan Singingi tidak
mempunyai hasil pendapatan dari subsektor migas, dengan adanya penentuan
sektor unggulan yang berpotensi bagi daerah kabupaten tidak lagi menjadi
masalah dan hambatan bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya demi
29
mencapai kesejahteraan masyarakat yang adil dan merata serta meningkatnya
perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi.
Sumberdaya alam yang ada di tiap daerah yang berbeda-beda pasti
memiliki peran untuk masyarakat sekitarnya asalkan masyarakat mau menggali
potensi yang ada didaerahnya dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa
merusak lingkungan sekitar. Kabupaten Kuantan Singingi yang tidak memiliki
pendapatan dari migas harus mampu memacu laju pertumbuhan ekonomi, agar
tidak tertinggal dengan kabupaten lainnya. Pertanyaannya adalah sektor apa saja
yang menjadi unggulan untuk meningkatkan perekonomian wilayah di Kabupaten
Kuantan Singingi serta bagaimana surplus pendapatan dan dampak pengganda
pendapatan dari sektor unggulan ?
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pemerintah Kabupaten
Kuantan Singingi yang terdiri dari 12 kecamatan dan 209 desa/kelurahan yang
mempunyai potensi dan pola pertumbuhan yang berbeda-beda. Kecamatan yang
dekat dengan ibukota kabupaten akan terlihat lebih maju daripada kecamatan yang
terletak jauh dari ibukota kabupaten. Pembangunan wilayah tidak hanya dilihat
dari segi ekonomi saja, namun dapat dilihat dari perkembangan infrastruktur di
wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dari segi infrastruktur yang ada di
Kabupaten Kuantan Singingi harus dapat mendukung sektor unggulan yang ada
diwilayah tersebut. Oleh sebab itu, perlu dianalisis infrastruktur sarana dan
prasarana yang mendukung perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi.
Pertanyaannya adalah bagaimana perkembangan pembangunan wilayah dari segi
infrastruktur (sarana dan prasarana) yang mendukung perekonomian dan sektor
unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi?
30
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi pola pertumbuhan ekonomi sektoral di Kabupaten Kuantan
Singingi;
2. Menganalisis sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi yang dapat
meningkatkan perekonomian wilayah dan pendapatan masyarakat;
3. Menganalisis perkembangan
pembangunan wilayah dari segi infrastruktur
(sarana dan prasarana) di setiap kecamatan yang mendukung perekonomian
dan sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Pemerintah daerah provinsi/kabupaten sebagai bahan pertimbangan dan
masukan dalam merencanakan program pembangunan dan merumuskan,
menentukan, dan memprioritaskan serta memutuskan arah kebijakan
pembangunan;
2. Peneliti dan insan akademisi maupun masyarakat secara umum yang akan
melakukan penelitian sejenis sebagai
referensi untuk pengembangan
pembangunan khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi, maupun wilayah lain
umumnya;
3. Penulis sebagai sarana menambah wawasan dan menerapkan ilmu pengetahuan
yang diperoleh sewaktu kuliah.
31
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada penentuan sektor unggulan di Kabupaten
Kuantan Singingi untuk dapat meningkatkan perekonomian dan melihat
perkembangan sarana dan prasarana yang mendukung sektor unggulan di
Kabupaten Kuantan Singingi. Alat analisis menggunakan tiga metode yaitu:
pertama, Klassen Typologi untuk mengetahui pola pertumbuhan sektor ekonomi
Kabupaten Kuantan Singingi, data yang digunakan adalah laju pertumbuhan dan
kontribusi PDRB sektor perekonomian. Kedua, analisis Location Quotient (LQ)
dengan mencari sektor basis perekonomian untuk mengetahui sektor unggulan
yang berpotensi dan dapat diprioritaskan di Kabupaten Kuantan Singingi, surplus
pendapatan, pengganda pendapatan dari sektor unggulan dengan menggunakan
data PDRB indikator pendapatan. Ketiga, metode skalogram untuk mengetahui
penyebaran sarana dan prasarana yang mendukung perekonomian di setiap
kecamatan Kabupaten Kuantan Singingi. Dari hasil ketiga analisis ini dapat
memberikan rekomendasi/implikasi kebijakan yang relevan dengan penentuan
sektor unggulan dalam perekonomian dan pembangunan wilayah di Kabupaten
Kuantan Singingi.
Keterbatasan penelitian ini yang menggunakan data skunder dalam
analisisnya yaitu adanya keterbatasan dari ketersediaan data yang tidak lengkap
untuk melakukan penelitian dengan baik. Oleh sebab itu, perhitungan dalam
analisis penelitian ini hanya dilakukan dengan indikator pendapatan daerah untuk
menganalisis sector basis dan menggunakan beberapa asumsi data yang
mendukung sektor unggulan. Dengan adanya keterbatasan data dalam penelitian
ini, diharapkan penelitian selanjutnya yang mendukung analisis sektor unggulan.
32
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi
yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat
pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan nasional dari berbagai
tahun. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang
apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang dicapai pada
masa sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru tercipta apabila
jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian
tersebut menjadi bertambah besar dari tahun-tahun berikutnya (Sukirno, 1985).
Pertumbuhan ekonomi meningkat dengan adanya perkembangan ekonomi
dari daerah tersebut. Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan
kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,
memperluas
lapangan
pekerjaan,
memeratakan
pembagian
pendapatan
masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan
pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan sektor
tersier. Arah pembangunan ekonomi mengusahakan agar pendapatan masyarakat
naik secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.
Pertumbuhan
ekonomi
sebagai
indikator
pembangunan
daerah
memprioritaskan untuk membangun dan memperkuat sektor-sektor dibidang
ekonomi
dengan
mengembangkan,
meningkatkan,
dan
mendayagunakan
sumberdaya secara optimal dengan tetap memperhatikan ketentuan antara industri
dan pertanian yang tangguh serta sektor pembangunan lainnya. Tuntutan agar
33
pembangunan tidak hanya berjalan didaerah-daerah yang dekat dengan
pemerintahan pusat saja, telah membuat pemerintah mengupayakan strategi yang
sekiranya dapat mewujudkan terciptanya pembangunan.
Untuk mengukur seberapa besar kinerja perekonomian suatu wilayah
disuatu negara maka dapat dilihat dari kontribusi Produk Domestik Regional
Bruto terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
total nasional.
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang
terjadi di wilayah tersebut yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang
terjadi diwilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang (Tarigan, 2002).
Pusat pertumbuhan diharapkan dapat menjadi daerah inti yang berfungsi
untuk memberikan efek positif dari pembangunan terhadap daerah sekitarnya
yang menjadi daerah hinterland. Salah satu model pengembangan wilayah yang
erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan
yang didasarkan pada dua hipotesa dasar yakni; (1) pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi dimulai dan mencapai puncaknya pada sejumlah pusat
tertentu, (2) pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dijalankan dari pusat
pertumbuhan, dan secara nasional melalui hirarki-hirarki kota dan secara regional
dari pusat-pusat pertumbuhan ke daerah pinggiran atau pengaruhnya masingmasing yang tergantung pada mekanisme pasar dan inovasi (Hanafiah, 1987).
Pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi
perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada
pertumbuhan
ekonomi,
kemudian
pertumbuhan
dan
kesempatan
kerja,
pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada pendekatan kebutuhan dasar
34
(basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup dan yang terakhir
pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (Jhinghan,
2002) :
1. Sumberdaya alam
Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah
sumberdaya alam/tanah. Tanah sebagaimana dipergunakan dalam ilmu
ekonomi mencakup sumber alam seperti kesuburan tanah, letak dan
susunannya, kekayaan hutan, mineral dan sebagainya.
2. Akumulasi modal
Modal
berarti
persediaan
faktor
produksi
yang
secara
fisik
dapat
diproduksi.Pembentuk modal merupakan kunci utama pertumbuhan ekonomi.
3. Organisasi
Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor paling penting didalam proses
pertumbuhan ekonomi.
4. Kemajuan teknologi
Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor yang paling penting didalam
proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan dengan perubahan
didalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari
teknik penelitian baru.
5. Pembagian kerja dan skala produksi
Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas.
Keduanya membagi kearah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya
membantu perkembangan industri.
35
2.2 Pembangunan Ekonomi Daerah
Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi
merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek
kehidupan manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan
tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan lebih merata yang dalam
jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Untuk mencapai
tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus
diarahkan kepada efisiensi (efficiency), kemerataan (equity), dan keberlanjutan
(sustainability) dalam memberi panduan kepada alokasi sumber-sumber daya
(semua kapital yang berkaitan dengan natural, human, man-made maupun social)
(Anwar, 2005).
Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan
pekerjaan, memeratakan
pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan
hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari
sektor primer ke sektor sekunder dan sektor tersier. Arah pembangunan ekonomi
mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan
tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.
Pembangunan adalah suatu perubahan yang positif, yang meliputi
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan beserta hasil-hasilnya. Kegiatan-kegiatan ini
berlangsung dalam rangka mengelola sumberdaya yang dimiliki oleh daerah yang
bersangkutan. Hasil-hasil dari pembangunan ini akan tercermin dari pendapatan
daerah dan tingkat kesejahteraan penduduknya (Tarigan, 2005).
36
Pembangunan ekonomi pada dasarnya mengoptimalkan bagaimana
peranan sumberdaya dalam menciptakan kenaikan pendapatan yang terakumulasi
pada sektor-sektor ekonomi, yang tercermin pada besarnya tingkat pertumbuhan
ekonomi rata-rata pertahun. Tercapai tidaknya kenaikan pendapatan atau
pertumbuhan ekonomi, sangat tergantung pada kemampuan daerah dalam
memberdayakan sumber-sumber alam dan manusia yang tersedia didaerah.
Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu
proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdayasumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) wilayah
tersebut. Pembangunan daerah adalah bagian integrasi dari pembangunan nasional
yang dilaksanakan melalui otonomi daerah dan pengarahan sumberdaya nasional
yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah
yang berguna dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah secara merata.
Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam
jangka panjang (Sukirno, 1985).
2.3 Pembangunan Wilayah
Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi dari pembangunan nasional.
Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses pembangunan. Dalam ruang
lingkup pembangunan nasional, terdapat ketergantungan (pembangunan) wilayah
37
dengan tujuan pembangunan nasional. Perubahan hubungan yang semula
tergantung menjadi saling ketergantungan ini membutuhkan adanya perubahan
struktural di bidang politik dan ekonomi, tidak hanya di tingkat nasional tetapi
juga di tingkat wilayah hingga lokal.
Dalam Hanafiah (1988), konsep pembangunan wilayah dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
1. Konsep Homogenitas
Wilayah diberi batasan berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu dalam
wilayah bersangkutan. Pembagian wilayah seperti ini lebih karena adanya
kesamaan permasalahan yang dihadapi, maupun kondisi di lapangan.
2. Konsep Nodalitas
Konsep ini menekankan pada perkembangan struktur tata ruang dalam wilayah
yang memiliki sifat ketergantungan fungsional, seperti hubungan fungsional
antar kota sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan dengan desa sebagai
wilayah belakangnya.
3. Konsep Administrasi dan Unit Program
Penentuan batas wilayah ini berdasarkan pada perlakuan kebijaksanaan yang
seragam, seperti sistem dan tingkat pajak yang sama, dsb.
Pembangunan wilayah merupakan pembangunan ekonomi dengan
mempertimbangkan variabel tempat dan waktu. Kebijakan pembangunan wilayah
akan menetapkan prioritas sektor dan tempat, alokasi dan besaran investasi atau
pengeluaran
pemerintah,
alokasi
insentif
bagi
investasi
swasta,
serta
pengelompokan wilayah berdasarkan fungsi (Nindyantoro, 2004). Pada dasarnya
kegiatan
perencanaan
tata
ruang
wilayah
merupakan
upaya
untuk
38
memformulasikan aspirasi dalam pemanfaatan ruang wilayah secara optimal dan
efisien serta disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang dimiliki wilayah
tersebut (Purliana, 2003).
2.4 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Untuk mengukur seberapa besar kinerja perekonomian suatu wilayah
disuatu negara maka dapat dilihat dari kontribusi Produk Domestik Regional
Bruto terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
total nasional.
Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator ekonomi makro
yang berperan dalam membuat perencanaan kebijaksanaan dalam pembangunan,
menentukan arah pembangunan serta mengevaluasi hasil pembangunan wilayah
tersebut.
PDRB dapat dijadikan sebagai indikator laju pertumbuhan ekonomi
sektoral agar dapat diketahui sektor-sektor mana saja yang menyebabkan
perubahan pada pertumbuhan ekonomi. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang
timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu
tertentu. PDRB dapat diartikan pula sebagai suatu indikator untuk menunjukkan
laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat
penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita menjadi salah satu
indikator kemakmuran penduduk disuatu daerah dan bila ditampilkan secara
berkala dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan tingkat kemakmuran
yang terjadi di daerah tersebut. Hasil perhitungan PDRB disajikan dalam dua
bentuk yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas
39
dasar harga berlaku masih dipengaruhi oleh faktor inflasi (fluktuasi harga),
sedangkan PDRB atas dasar harga konstan, faktor inflasi tersebut sudah
dihilangkan. Dengan demikian PDRB atas dasar harga konstan benar-benar
menggambarkan perkembangan pendapatan riil tanpa dipengaruhi kenaikan harga
(Pemda Kabupaten Kuantan Singingi, 2007).
Semakin tinggi nilai PDRB perkapita berarti semakin tinggi kekayaan
daerah (region prosperity) di daerah tersebut, dengan kata lain nilai PDRB
perkapita dianggap merefleksikan tingkat kekayaan daerah (Tadjoedin, 2001).
PDRB merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah dalam satu tahun.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedangkan PDRB atas
dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga
berlaku digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB
atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari
tahun ke tahun (BAPPEDA, 2005). Untuk menghitung PDRB ada tiga pendekatan
yang digunakan yaitu:
•
Jika ditinjau dari sisi produksi disebut Produksi Regional, merupakan
jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang
dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu,
•
Jika ditinjau dari sisi pendapatan disebut Pendapatan Regional, merupakan
jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang
dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu,
40
•
Jika ditinjau dari segi pengeluaran disebut pengeluaran regional,
merupakan jumlah pengeluaran konsumsi atau komponen permintaan
akhir yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga swasta, pemerintah
dengan pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan
ekspor netto suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
Beberapa indikator pokok ekonomi makro yang tertuang dalam PDRB
sektoral serta kegunaannya diantaranya:
ƒ
Nilai nominal PDRB
PDRB merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah yang mampu
diciptakan dari berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data
PDRB tersebut menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam
mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimilikinya.
Nilai nominal PDRB yang dihasilkan suatu daerah sangat tergantung pada
dua faktor tersebut, sehingga nilainya bervariasi antar daerah.
ƒ
Kontribusi / peranan sektor ekonomi
Kontribusi
atau
peranan
sektor
ekonomi
menunjukkan
struktur
perekonomian yang terbentuk di suatu daerah. Struktur ekonomi yang
dinyatakan dalam persentase, menunjukkan besarnya peranan masingmasing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Hal ini
menggambarkan ketergantung daerah terhadap kemampuan produksi
masing-masing sektor ekonomi. Apabila struktur ekonomi disajikan dari
waktu ke waktu, maka dapat dilihat perubahan dan pergeseran struktur
sebagai indikator adanya proses pembangunan, misalnya adanya
41
penurunan peran sektor pertanian yang diikuti dengan kenaikan peran
sektor industri.
ƒ
Pendapatan Regional Perkapita
PDRB perkapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan
oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi.
Sedangkan PDRB perkapita merupakan gambaran pendapatan yang
diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikutsertaannya dalam
proses produksi. Kedua indikator tersebut biasanya digunakan untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data
tersebut
disajikan
secara
berkala
akan
menunjukkan
perubahan
kemakmuran.
2.5 Pengertian Sektor Unggulan
Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh
keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini
berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan
ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas
seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya:
pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; kedua,
sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga,
sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan
maupun kebelakang; keempat, dapat juga diartikan sebagi sektor yang mampu
menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Usya, 2006).
42
2.6 Konsep Basis Ekonomi
Pengertian ekonomi basis di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan
dinamis. Artinya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan
sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sekor tersebut secara
otomatis menjadi sektor basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun
kemunduran.
Adapun
sebab-sebab
kemajuan
sektor
basis
adalah:
(1)
perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi, (2) perkembangan
pendapatan dan penerimaan daerah, (3) perkembangan teknologi, dan (4) adanya
pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran
sektor basis adalah: (1) adanya perubahan permintaan di luar daerah, dan (2)
kehabisan cadangan sumberdaya.
Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah
akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut menambah permintaan
terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor
non basis. Dengan kata lain sektor basis berhubungan langsung dengan
permintaan dari luar, sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak
langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sekor basis merupakan penggerak utama dalam perekonomian
suatu wilayah.
Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah
atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non
basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut.
Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non
basis (Tarigan, 2005). Menurut Richarson (2001), konsep ekonomi basis pada
43
dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah terjadi karena ada efek
pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui
penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah dan dipasarkan keluar
wilayah.
2.7 Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian yang menggunakan pendekatan basis ekonomi
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pendekatan ini menentukan
keberadaan suatu sektor basis terhadap peningkatan pendapatan suatu daerah dan
efek pengganda yang ditimbulkannya terhadap pendapatan suatu daerah.
Penelitian secara empiris mengenai sektor basis perekonomian dan
peranannya dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar kabupaten pernah
dilakukan oleh Kristiyanti (2007), tujuan dari studi yang dilakukan oleh
Kristiyanti yaitu menganalisa sektor yang menjadi basis perekonomian dan
peranannya dan menghitung ketimpangan pendapatan antar daerah tingkat II di
Provinsi Jawa Timur. Hasil dari penelitian ini adalah hasil perhitungan nilai LQ
diseluruh sektor perekonomian berdasarkan indikator pendapatan daerah yaitu
PDRB atas dasar harga konstan 2000 terdapat lima sektor yang menjadi basis
perekonomian Provinsi Jawa Timur pada tahun 2001-2003 yaitu sektor pertanian,
sektor industri dan pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi.
Jaenudin (2007), melakukan penelitian untuk mengidentifikasikan
kabupaten/kota yang mengalami kemajuan dengan menggunakan Klassen
Typologi. Berdasarkan Klassen Typologi pola pertumbuhan yang terjadi di
44
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, pada periode pra otonomi daerah, Kota
Cirebon merupakan satu-satunya daerah tingkat II di Provinsi Jawa Barat yang
berada pada kategori I. Masa otonomi daerah Kota Bandung dan Kota Sukabumi
menjadi kota maju dan berkembang cepat.
Studi terdahulu yang telah dilakukan oleh Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP)
Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan PT Toyota Astra Motor (2006),
yang menganalisis posisi sembilan sektor PDRB terhadap perekonomian Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) selama periode 2001-2004 dengan
menggunakan alat analisis Klassen Typologi dari data laju pertumbuhan PDRB
dan kontribusi PDRB sembilan sektor ekonomi. Hasil dari analisis sektor yang
dapat dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat adalah sektor
pertambangan dan penggalian.
Studi mengenai peranan sektor unggulan baik skala nasional maupun
daerah telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Studi tentang peranan sektor
unggulan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah dengan pendekatan Input
Output multiregional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat telah dilakukan
oleh Setiawan (2006). Tujuan dari studi disertasi yang diteliti salah satu tujuannya
adalah menganalisis dampak pertumbuhan sektor-sektor unggulan di Provinsi
Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat terhadap pertumbuhan output, nilai
tambah bruto (pendapatan regional) dan pertumbuhan tenaga kerja di dalam
provinsi dan antar provinsi terkait. Hasil penelitiannya adalah dampak total dari
pertumbuhan sektor unggulan di masing-masing provinsi pada perekonomian
nasional, terbesar disumbangkan oleh Provinsi Jawa Timur, kemudian diikuti oleh
Provinsi Bali, dan terakhir Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tetapi, pertumbuhan
45
sektor unggulan di Bali, mampu menyerap tenaga kerja paling tinggi bila
dibandingkan dengan dua propinsi lainnya, kemudian diikuti oleh Provinsi Jawa
Timur dan Nusa Tenggara Barat. Dampak dari pertumbuhan sektor unggulan di
masing-masing provinsi terhadap pertumbuhan daerah lainnya (dampak
interregional)
masih
sangat
kecil
bila
dibandingkan
dengan
dampak
intraregional. Hal ini mencerminkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia, khususnya yang menyangkut kerjasama antar daerah dalam rangka
mengoptimalkan pembangunan di daerah, belum terlaksana sebagaimana yang
diamanatkan dalam undang-undang pemerintahan daerah di Indonesia.
Hasil penelitian dari Usya (2006) yang bertujuan untuk menganalisis
apakah terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang dan
mengidentifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang pada kurun waktu 19932003. Hasil analisis dengan menggunakan LQ menunjukkan bahwa di Kabupaten
Subang terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor bangunan,
perdagangan, hotel dan restoran.
Studi mengenai sektor unggulan yang telah dilakukan oleh Kusumawati
(2005), yang berjudul Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik Tipologi
Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis. Salah satu tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor unggulan serta pemusatan aktivitas
sektor. Sektor unggulan dianalisis dengan menggunakan analisis Input Output,
LQ, dan Shift Share. Hasil analisis menunjukkan sektor-sektor ekonomi yang
mampu memberikan efek multiplier bagi pertumbuhan ekonomi dan berpotensi
untuk menjadi sektor unggulan wilayah. Pemusatan aktivitas sektor unggulan di
Kota Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Semarang. Hal tersebut
46
didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk
mendukung aktivitas perekonomian wilayah.
Sukatendel (2005), dengan hasil penelitiannya yang berjudul Analisis
Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor Unggulan dalam Mengoptimalkan
Kinerja Pembangunan Daerah di Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan
meneliti sektor unggulan, potensi dan pengembangan sektor unggulan dan alokasi
anggaran untuk sektor unggulan di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan
adalah analisis Input Output. Hasil penelitian ini menunjukkan sektor unggulan di
Kabupaten Bogor adalah industri pengolahan, perdagangan, bangunan dan
pertanian tanaman pangan.
Pranata (2004) telah melakukan penelitian tentang analisis sektor basis
perekonomian dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Cianjur. Hasil dari
analisis LQ dan Skalogram yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Kabupaten Cianjur memiliki enam sektor basis yaitu pertanian, perdagangan,
angkutan dan komunikasi, keuangan, sektor bangunan dan sektor jasa. Hasil
perhitungan surplus pendapatan bersih untuk masing-masing kecamatan
menunjukkan beberapa kecamatan memiliki kontribusi yang relatif besar,
sementara beberapa yang kontribusinya relatif kecil sehingga surplus pendapatan
bernilai negatif. Dari sektor basis yang ada menghasilkan efek pengganda yang
berbeda-beda untuk masing-masing kecamatan. Berdasarkan analisis skalogram
umumnya
jumlah
pembangunan.
penduduk
sebagai
indikator
dalam
alokasi
fasilitas
47
Purliana (2003) dalam penelitian yang telah dilakukannya yaitu analisis
sektor basis perekonomian dan peranan fasilitas pelayanan terhadap pembangunan
wilayah Kabupaten Tegal. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peran dan
fungsi
fasilitas
pelayanan
wilayah
dan
mengidentifikasi
sektor
basis
perekonomian di setiap kecamatan Kota Tegal. Penelitian yang telah diteliti ini
menggunakan alat analisis LQ dan skalogram. Hasil dari penelitian ini adalah
Kecamatan Tegal Timur yang merupakan ibukota Tegal memiliki jumlah fasilitas
pelayanan lebih banyak jika dibandingkan dengan pembangunan dikecamatan
lain. Hampir semua sektor di Kota Tegal dapat dijadikan sektor basis, kecuali
pertanian, pertambangan, dan industri meskipun sumbangan sektor industri
terhadap PDRB Kota Tegal cukup besar dibandingkan sektor lainnya.
2.7 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Pendekatan basis ekonomi yang menggunakan metode LQ pada
penelitian-penelitian di atas menunjukkan begitu luasnya kegunaan dari metode
ini. Namun demikian terdapat keragaman dalam menggunakan metode tersebut
untuk tujuan menganalisis sektor basis dan sektor non basis di suatu wilayah.
Perbedaan tersebut antara lain pada indikator yang digunakan, luasan yang di
teliti.
Penelitian yang dilakukan ini berbeda dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, yaitu cakupan wilayah penelitian, juga teknis analisis yang
digunakan lebih mendalam yaitu keterkaitan antara teknik analisis dengan
implikasi-implikasi
yang
akan
timbul
dari
hasil
perhitungan
terhadap
perekonomian dan pembangunan wilayah. Selain itu, pada penelitian ini akan
48
diteliti sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi secara umum
dan pembangunan dari segi infrastruktur yang ada di setiap kecamatannya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya antara lain
penelitian ini menganalisis sektor basis perekonomian sedangkan penelitian
terdahulu lebih banyak menganalisis peranan basis pertanian atau satu basis sektor
saja serta analisis Klassen Typologi untuk melihat perkembangan wilayah saja dan
tidak melihat secara sektoral. Selain menganalis peranan basis perekonomian yang
dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan, dalam analisis ini juga
mengidentifikasi
terlebih
dahulu
sembilan
sektor
ekonomi
yang
akan
dikembangkan dan tidak membahas tentang perubahan struktur maupun alokasi
dana untuk sektor unggulan tersebut. Penelitian ini juga bermaksud melihat
penyebaran fasilitas atau sarana dan prasarana yang mendukung perekonomian
Kabupaten Kuantan Singingi dan pembangunan wilayahnya.
49
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep dan Definisi Pendapatan Regional
Pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada wilayah
analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan rata-rata
masyarakat pada wilayah tersebut. Beberapa konsep dan definisi yang biasa
digunakan dalam kajian mengenai pendapatan regional adalah Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga pasar, Produk Domestik Regional Neto
(PDRN) atas dasar harga pasar, PDRN atas dasar biaya faktor, pendapatan
regional, pendapatan perseorangan dan pendapatan siap dibelanjakan, serta
pendapatan regional atas dasar harga berlaku dan harga konstan (Tarigan, 2004).
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar
PDRB atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross
value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah.
Nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara
(intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor
pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan
pajak tidak langsung neto.
2. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar
PDRN atas dasar harga pasar adalah PDRB atas dasar harga pasar
dikurangi penyusutan. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus) atau
pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan, kendaraan, dan
lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi atau karena
faktor waktu.
50
3. Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor
PDRN atas dasar biaya faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar
dikurangi pajak tak langsung neto. Pajak tidak langsung neto adalah pajak tidak
langsung dikurangi subsidi dalam perhitungan pendapatan regional.
4. Pendapatan Regional
Pendapatan regional neto adalah PDRN atas dasar biaya faktor dikurangi
aliran dana yang mengalir keluar ditambah aliran dana yang mengalir masuk.
PDRN atas dasar biaya faktor dikurangi pendapatan yang mengalir keluar dan
ditambah pendapatan yang mengalir masuk hasilnya merupakan produk regional
neto, yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income
receipt) oleh seluruh penduduk yang tinggal di daerah tersebut.
5. Pendapatan Perorangan dan Pendapatan Siap dibelanjakan
Pendapatan perorangan (personal income) adalah pendapatan regional
(regional income) dikurangi pajak pendapatan perusahaan, keuntungan yang tidak
dibagikan, iuran kesejahteraan sosial, ditambah transfer yang diterima oleh rumah
tangga pemerintah dan bunga neto atas utang pemerintah. Sementara itu,
pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) adalah pendapatan
perorangan dikurangi pajak pendapatan perorangan, pajak rumah tangga/PBB, dan
transfer yang dibayarkan oleh rumah tangga.
6. Pendapatan Regional atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan
Pendapatan regional atas dasar harga berlaku adalah pendapatan regional
yang
memperhitungkan
unsur
inflasi.
Pendapatan
regional
yang
tidak
memperhitungkan unsur inflasi disebut pendapatan regional atas dasar harga
konstan.
51
3.1.2 Teori Basis Ekonomi
Perekonomian di suatu wilayah dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor
basis dan sektor non basis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang
dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian
wilayah yang bersangkutan. Di samping barang, jasa dan tenaga kerja, ekspor
sektor basis dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah
tersebut terhadap barang-barang yang tidak bergerak, seperti tempat-tempat
wisata, peninggalan sejarah, museum dan sebagainya. Adapun sektor non basis
adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas wilayah itu sendiri.
Sektor ini tidak mengekspor barang, jasa maupun tenaga kerja, sehingga luas
lingkup produksi dan daerah pasar ekspor non basis hanya bersifat lokal.
Sejak diberlakukanya UU No 32 Tahun 2004 yaitu mengenai
pemberlakuan otonomi daerah di wilayah Indonesia, maka setiap wilayah di
berikan kebebasan untuk menentukan arah pembangunan ekonominya masingmasing. Pemerintah daerah dianggap lebih tahu mengenai potensi ekonomi di
wilayahnya masing-masing dibanding dengan pemerintah pusat sehingga dapat
dengan leluasa mengalokasikan dananya pada berbagai kegiatan ekonomi
wilayahnya tersebut.
Namun demikian adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh wilayah
otonomi menyebabkan pemerintah daerah harus memberikan prioritas mengenai
sektor-sektor ekonomi apa saja yang harus dikembangkan di wilayah masingmasing. Pemilihan sektor yang tepat akan menghasilkan percepatan pertumbuhan
ekonomi di wilayah tersebut. Sebaliknya kesalahan dalam pemilihan sektor
52
ekonomi yang dikembangkan akan menyebabkan pemborosan dana, sementara
perekonomian di wilayah tersebut juga tidak akan berkembang. Oleh karena itu,
pemilihan
sektor-sektor
ekonomi
yang
akan
dijadikan
prioritas
dalam
pembangunan daerah harus dilakukan secara hati-hati dan hendaknya berdasarkan
data-data yang tersedia di daerah tersebut.
Mengacu kepada klasifikasi sektor-sektor ekonomi yang dibuat oleh
Badan Pusat Statistik, terdapat sembilan sektor perekonomian yang dapat
dikembangkan baik di tingkat wilayah maupun tingkat nasional. Sembilan sektor
tersebut adalah: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor
industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan dan
konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restauran, sektor angkutan dan
komunikasi, sektor keuangan dan jasa persewaan, sektor jasa-jasa lainnya.
Masing-masing sektor tersebut dapat dibagi lagi menjadi lebih rinci.
Misalnya jika pemerintah daerah ingin mengetahui sektor pertanian apa yang
ingin dikembangkan di wilayah mereka, maka sektor pertanian dapat dibagi lagi
menjadi lima yaitu tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan
peternakan. Dalam ilmu ekonomi regional terdapat berbagai metode yang dapat
digunakan untuk menentukan sektor-sektor mana saja yang dapat diprioritaskan
untuk diberikan kucuran dana sehingga dapat berkembang
dan menarik
perkembangan sektor-sektor lainnya di wilayah tersebut.
Menurut Budiharsono (2001) ada beberapa metode untuk memilih antara
kegiatan basis dan non basis, yaitu:
1. Metode pengukuran langsung
53
Metode ini dapat dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha
kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan darimana mereka
membeli bahan-bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut.
2. Metode pengukuran tidak langsung
Metode dengan pengukuran tidak langsung terdiri dari :
a) metode melalui pendekatan asumsi, biasanya berdasarkan kondisi di
wilayah tersebut (data sekunder), ada kegiatan tertentu yang
diasumsikan kegiatan basis dan non basis;
b) metode Location Quotient dimana membandingkan porsi lapangan
kerja/nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah tertentu dengan
porsi lapangan kerja/nilai tambah untuk sektor yang sama di wilayah
atasnya.
Asumsi
yang
digunakan
adalah
produktivitas
rata-
rata/konsumsi rata-rata antar wilayah yang sama. Metode ini memiliki
beberapa kebaikan diantaranya adalah metode ini memperhitungkan
penjualan barang-barang antara, tidak mahal biayanya dan mudah
diterapkan;
c) metode campuran merupakan penggabungan antara metode asumsi
dengan metode Location Quotient;
d) metode kebutuhan minimum dimana melibatkan sejumlah wilayah yang
“sama” dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi
minimum dari tenaga regional dan bukannya distribusi rata-rata.
Menurut Glasson (1977), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah
akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan
54
terhadap barang dan jasa didalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor
non basis.
Berdasarkan ketiga metode tersebut Glasson (1997), menyarankan metode
Location Quotient (LQ) dalam menentukan sektor basis. Teknik LQ adalah teknik
yang lazim digunakan dalam studi empirik. Kelemahan dalam metode LQ adalah
kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaaan dan produktivitas
nasional secara menyeluruh. Metode ini juga mengabaikan fakta bahwa sebagian
produk nasional adalah untuk orang asing yang tinggal di wilayah tersebut.
Teori basis ekonomi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang membuat teori
relevan digunakan. Kebaikan teori basis antara lain metode ini sederhana, mudah
diterapkan, dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak
umum dari perubahan jangka pendek. Permintaan masyarakat lebih banyak dari
hasil produksi maka di impor dari tempat lain. Asumsi yang digunakan dalam
menentukan sektor basis dan non basis adalah:
1. pergerakan utama pertumbuhan regional;
2. besarnya rasio tenaga kerja basis dan non basis;
3. adanya keseragaman antara permintaan lokal dan nasional;
4. sistem permintaan yang tertutup;
5. spesialisasi lokal dan produksi.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi
modal, keterampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu
daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang
55
bersangkutan. Adanya heterogenitas dan karakteristik wilayah menyebabkan
kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi
suatu daerah. Ketika nilai produksi migas dimasukkan ke dalam perhitungan,
angka indeks Williamson dengan migas pada tahun 2001-2005 sangatlah besar.
Hal ini memberikan informasi bahwa dengan memasukkan unsur migas kedalam
perekonomian Provinsi Riau, maka terjadi kesenjangan yang sangat tinggi antar
kabupaten/kota di Provinsi Riau, karena ada beberapa daerah yang tidak memiliki
minyak dan gas bumi, sehingga kesenjangan antar daerah menjadi sangat besar
(Zainal, 2007).
Faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah adalah
adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah, sehingga sumberdaya lokal
akan dapat menghasilkan kekayaan daerah sekaligus dapat menciptakan peluang
kerja di daerah. Dengan kata lain, sumberdaya lokal baik sumberdaya alam
maupun sumberdaya manusia yang dimiliki daerah merupakan kunci dalam
perekonomian suatu daerah sehingga sumberdaya yang ada merupakan potensi
ekonomis yang dapat dikembangkan secara optimal agar dapat memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kabupaten Kuantan Singingi yang merupakan salah satu kabupaten
pemekaran yang ada di Provinsi Riau, diharapkan mampu memacu pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi di wilayahnya. Berdasarkan data laju pertumbuhan
PDRB dan kontribusi PDRB per sektor dapat diklasifikasikan pola pertumbuhan
sektor ekonomi suatu daerah kabupaten/kota, yang diklasifikasikan berdasarkan
Klassen Typologi. Analisis ini bertujuan agar kabupaten tersebut berusaha untuk
lebih meningkatkan pertumbuhan sembilan sektor ekonomi daerahnya.
56
Kabupaten Kuantan Singingi yang tidak memiliki pendapatan dan potensi
sumberdaya dari sektor migas, diharapkan dapat dan mampu memacu
pertumbuhan ekonomi wilayahnya dengan mengandalkan potensi sumberdaya non
migas. Dengan diketahuinya klasifikasi/kategori pola pertumbuhan sektor
ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi yang diidentifikasi berdasarkan Klassen
Typologi, selanjutnya dapat di analisis sektor basis yang dapat diprioritaskan
menjadi sektor unggulan yang mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah
Kabupaten Kuantan Singingi dan dapat memperkecil kesenjangan yang terjadi di
Provinsi Riau.
Berdasarkan analisis Klassen Typologi dan LQ dapat diketahui sektor
mana yang perlu diprioritaskan oleh Kabupaten Kuantan Singingi untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya, maka kita juga dapat melihat
dari segi sarana dan prasarana wilayah yang mendukung aktivitas perekonomian
dan pembangunan wilayah Kabupaten Kuantan Singingi. Dengan adanya
pemerataan penyebaran sarana dan prasarana pembangunan wilayah di Kabupaten
Kuantan Singingi, dapat di analisis dengan metode skalogram yang bertujuan
untuk mengetahui perkembangan sarana dan prasarana yang mendukung
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah Kabupaten Kuantan Singingi.
Analisis dengan metode skalogram dapat dilihat daerah mana yang belum lengkap
sarana dan prasarana dalam pembangunan wilayahnya untuk meningkatnya
perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang adil dan merata, dari analisis
skalogram kita juga dapat melihat perkembangan pembangunan wilayah Kuantan
Singingi, tidak dari segi ekonominya saja yang di analisis dengan Klassen
Typologi dan Location Quotient (LQ), tetapi kita juga bisa melihat perkembangan
57
sarana dan prasarana wilayah yang tentunya dapat meningkatkan perekonomian
dan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi.
Dari beberapa analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yang
menghubungkan pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan wilayah yang
diharapkan saling mendukung demi terciptanya perekonomian Kabupaten
Kuantan Singingi yang adil dan merata. Selain itu, hasil dari beberapa analisis ini
dapat memberikan rekomendasi atau masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten
Kuantan Singingi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
wilayahnya. Adapun bagan alur kerangka pemikiran secara lebih rinci dapat di
lihat pada Gambar 1.
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Pertumbuhan sektor ekonomi di Kabupaten Kuantan Singingi yang paling
berpotensi adalah sektor pertanian;
2. Kabupaten Kuantan Singingi memiliki potensi sumberdaya yang berperan
dalam perekonomiannya dan banyak sektor perekonomian yang dapat
diprioritaskan sebagai sektor unggulan;
3. Pembangunan fasilitas sarana dan prasarana pendukung perekonomian
yang ada disetiap kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi belum
menyebar secara merata dalam pembangunan wilayahnya.
58
Desentralisasi di Kabupaten
Kuantan Singingi (Kuansing)
Pertumbuhan ekonomi
wilayah Kabupaten
Kuansing
Pembangunan Wilayah
Kabupaten Kuansing
Pemerataan penyebaran
sarana dan prasarana yang
ada di setiap kecamatan
Pengelolaan sumberdaya
alam dengan maksimal di
Kabupaten Kuansing
Identifikasi Pola
Pertumbuhan
Ekonomi Sektoral
Kabupaten
Kuansing
Klassen
Typologi
Potensi ekonomi dengan
memprioritaskan sektor
unggulan terhadap
perekonomian di
Kabupaten Kuansing
1.Location Quotient
2.Multiplier Pendapatan
3.Surplus Pendapatan
Penyebaran sarana dan
prasarana pembangunan
wilayah yang
mendukung
perekonomian
Kabupaten Kuansing
Analisis
Skalogram
Pola pertumbuhan
ekonomi sektoral dan
sektor unggulan dalam
pembangunan wilayah
Kabupaten Kuansing
Implikasi
Kebijakan
Keterangan:
= Alat analisis
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional
59
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) Provinsi
Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2008.
Pemilihan lokasi penelitian di Kabupaten Kuantan Singingi dipilih secara
purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kuantan Singingi
merupakan kabupaten pemekaran yang mempunyai potensi sumberdaya alam
yang dapat dikelola untuk meningkatkan perekonomian dan pembangunan
wilayah.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kuantan Singingi, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Kuantan Singingi,
publikasi beberapa penelitian terdahulu, jurnal, artikel, dan internet. Keseluruhan
data yang diperlukan untuk analisis pertumbuhan sektor ekonomi wilayah dan
sektor unggulan Kabupaten Kuantan Singingi adalah: (1) PDRB Kabupaten
Kuantan Singingi; (2) laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB Provinsi Riau dan
Kabupaten Kuantan Singingi; (3) Data potensi ekonomi Kabupaten Kuantan
Singingi, serta berbagai macam data skunder lainnya.
4.3 Metode Analisis Data
Alat analisis yang digunakan dalam studi penelitian ini secara umum
terdiri atas tiga metode, yaitu: analisis pola pertumbuhan sektor ekonomi (Klassen
60
Typologi), analisis Location Quotient, dan analisis skalogram. Pengolahan data
dari ketiga metode/alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini diolah
dengan menggunakan program Microsoft Excel. Alat analisis yang digunakan
dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat Analisis yang Digunakan dalam Penelitian
No
1
Alat Analisis
Klassen Typologi
Tujuan
Mengidentifikasi klasifikasi pola
pertumbuhan sektor ekonomi wilayah
di Kabupaten Kuansing
2
Location Quotient (LQ)
Menentukan sektor unggulan dalam
meningkatkan perekonomian di
3
-
Multiplier pendapatan
-
Surplus Pendapatan
Analisis Skalogram
Kabupaten Kuansing
Menganalisis pembangunan
infrastruktur di Kabupaten Kuansing.
4.3.1 Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Sektoral
Pola pertumbuhan sektor ekonomi wilayah dapat di tentukan dengan
analisis Klassen Typologi dengan pendekatan sektoral yang diamati dengan
menggabungkan secara sistematis terhadap laju pertumbuhan PDRB dan
kontribusi PDRB per sektor, dan setelah itu diklasifikasikan kedalam
kelompok/karakteristik menurut Klassen Typologi. Dengan analisis Klassen
Typologi dapat diketahui empat klasifikasi pertumbuhan sektor ekonomi, yaitu
sektor yang maju dan tumbuh cepat, sektor maju tapi tertekan, sektor potensial
atau masih dapat berkembang dengan pesat (sedang tumbuh), dan sektor yang
relatif tertinggal.
61
Klasifikasi Klassen Typologi Pendekatan Sektoral:
si > s
gi > g
SEKTOR
MAJU
si < s
DAN SEKTOR BERKEMBANG
TUMBUH CEPAT
gi < g
CEPAT (POTENSIAL)
SEKTOR MAJU TETAPI SEKTOR
TERTEKAN
RELATIF
TERTINGGAL
Keterangan:
gi = Laju pertumbuhan PDRB sektoral kabupaten i
si = Kontribusi PDRB sektoral kabupaten i
g
= Laju pertumbuhan PDRB sektoral Provinsi Riau
s
= Kontribusi PDRB sektoral Provinsi Riau
Kriteria klasifikasi pertumbuhan sektor ekonomi kabupaten , yaitu :
1. Sektor Maju dan Tumbuh Cepat
Klasifikasi sektor yang mengalami laju pertumbuhan dan kontribusi PDRB
kabupaten yang lebih tinggi dari rata-rata Provinsi. Klasifikasi ini biasa
dilambangkan dengan gi>g dan si>s. Sektor dalam kuadran I dapat pula diartikan
sebagai sektor yang potensial karena memiliki kinerja laju pertumbuhan ekonomi
dan kontribusi yang lebih besar daripada daerah yang menjadi acuan (provinsi).
2. Sektor Maju tetapi Tertekan
Klasifikasi sektor yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun terakhir
laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang
bersangkutan. Sektor yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan
PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah provinsi,
tetapi memiliki kontribusi PDRB yang lebih besar dibandingkan kontribusi PDRB
62
provinsi. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi<g dan si>s. Sektor dalam
kuadran ini dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.
3. Sektor Berkembang Cepat (potensial)
Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai
pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB provinsi (g),
tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih kecil dibandingkan nilai
kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB provinsi. Klasifikasi ini biasa
dilambangkan dengan gi>g dan si<s. Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan
sebagai sektor yang sedang booming. Meskipun pangsa pasar daerahnya relatif
lebih kecil dibandingkan rata-rata nasional.
4. Sektor Relatif Tertingggal
Kuadran ini ditempati oleh sektor yang memiliki nilai pertumbuhan
PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB provinsi (g) dan
sekaligus memiliki kontribusi tersebut terhadap PDRB (si) yang lebih kecil
dibandingkan nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB provinsi (s). Sektor
ini mempunyai multiplier rendah dan peranan dari sektor swasta yang kurang
berkembang.
4.3.2 Analisis Location Quotient
Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan besarnya peranan suatu
sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional.
Teknik LQ mengasumsikan: (1) adanya sedikit variasi dalam pola pengeluaran
secara geografis; (2) produktivitas tenaga kerja adalah homogen (sama); (3) setiap
industri menghasilkan barang yang sejenis didalam sektor yang bersangkutan.
63
Kriteria LQ>1 menunjukkan peranan sektor tersebut di suatu daerah
menonjol dan merupakan sektor surplus serta kemungkinan dapat mengekspor ke
daerah lain karena produk tersebut lebih efisien/lebih murah sehingga mempunyai
keunggulan komparatif disebut sektor basis.
Analisis LQ (Location Quotient) merupakan metode analisis yang umum
digunakan dalam ekonomi geografi. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan
lokasi pemusatan/basis aktivitas dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian
wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah.
Nilai LQ merupakan indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam
aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut secara total. LQ
didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke i
terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati (Budiharsono,
2001). Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah : (1) kondisi geografis
relatif seragam, (2) pola aktivitas bersifat seragam, (3) setiap aktivitas
menghasilkan produk yang seragam.
Analisis LQ dapat juga digunakan untuk mengetahui apakah sektor-sektor
ekonomi tersebut termasuk kegiatan basis atau bukan basis sehingga dapat melihat
sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori sektor unggulan. Perhitungan LQ
digunakan untuk menunjukkan perbandingan antar peranan sektor tingkat regional
dengan peran sektor wilayah tingkat yang lebih luas. Tidak meratanya penyebaran
ekonomi yang pada umumnya hanya terkonsentrasi pada beberapa daerah saja
memberikan indikasi bahwa produk ekonomi wilayah merupakan komoditi
ekspor. Berdasarkan konsep basis ekonomi dengan analisis LQ, pendapatan dari
64
sektor basis akan memberikan dampak positif yang luas dalam pertumbuhan
perekonomian wilayah.
Analisis LQ dalam kajian ini digunakan untuk mencari sektor unggulan di
Kabupaten Kuantan Singingi. Adapun rumus LQ tersebut adalah :
LQ =
Si / N i
S /N
Dimana :
LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi
Si = PDRB sektor i di Provinsi Riau j
S = PDRB sektor i di Kabupaten Kuantan Singingi
Ni = Total PDRB di Provinsi Riau j
N = Total PDRB di Kabupaten Kuantan Singingi
Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut :
1. Apabila LQ >1, menunjukkan sektor i/komoditas tersebut merupakan
sektor potensial/unggulan di kabupaten tersebut, artinya sektor tersebut
mempunyai peran ekspor di wilayah
2. Apabila LQ = 1, artinya peranan sektor tersebut di kabupaten ini setara
dengan peranan sektor tersebut di Kabupaten Kuantan Singingi
3. Apabila nilai LQ < 1, menunjukkan bahwa sektor i /komoditas tersebut
bukan merupakan sektor potensial di kabupaten tersebut, artinya sektor
tersebut tidak mempunyai peran sektor ekspor di wilayah justru akan
mendatangkan impor dari wilayah lain.
65
4.3.2.1 Metode Surplus Pendapatan
Perhitungan surplus bertujuan untuk mengetahui besarnya surplus
pendapatan dari penjualan dari aktivitas ekspor dan impor komoditi suatu wilayah
disektor perekonomian tertentu. Nilai surplus pendapatan diperoleh dari hasil
pengalian indeks surplus pendapatan dengan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) di masing-masing wilayah. Hal ini dapat dirumuskan seperti dibawah ini:
SP = [Si/S – Ni/N] Si
Dimana :
SP = Surplus Pendapatan
Si = Pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten
S = Total pendapatan semua sektor perekonomian pada tingkat kabupaten
Ni = Pendapatan sektor i pada tingkat provinsi
N = Pendapatan total semua sektor perekonomian pada tingkat provinsi
4.3.2.2 Pengganda Basis (Multiplier Effect)
Tarigan (2005), pengganda basis merupakan suatu metode untuk melihat
besarnya pengaruh kegiatan ekonomi basis terhadap peningkatan total pendapatan
di suatu wilayah. Nilai pengganda basis diperoleh dari pembagian antara jumlah
pendapatan total wilayah dengan jumlah pendapatan sektor basis. Maka rumus
pengganda basis dapat ditulis secara matematik adalah sebagai berikut:
K=
Dimana:
K = Koeffisien pengganda basis
Yb = Pendapatan sektor basis ekonomi di kabupaten Kuantan Singingi
66
Y = Pendapatan total pendapatan di Kabupaten Kuantan Singingi
Apabila nilai kontribusi (K) sebesar A berarti pada setiap peningkatan nilai
kontribusi pendapatan yang dihasilkan pada sektor basis sebesar Rp 1,00 maka
terjadi peningkatan terhadap total pendapatan di Kabupaten Kuantan Singingi
sebesar A.
4.2.3 Analisis Skalogram
Analisis skalogram adalah analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi
penyebaran fasilitas sosial dan ekonomi serta hirarki pusat pengembangan dan
prasarana pembangunan. Metode ini memberikan hirarki atau peringkat yang
lebih tinggi kepada pusat pengembangan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah
unit prasarana pembangunan yang paling banyak.
Dalam metode skalogram lebih ditekankan kriteria kuantitatif dari pada
kriteria
kualitatif
yang
menyangkut
derajat
fungsi
fasilitas
pelayanan
pembangunan. Metode ini tidak mempertimbangkan aspek distribusi penduduk
dan luas jangkauan pelayanan fasilitas pembangunan secara spasial, tetapi dapat
memberikan
informasi
tentang
hirarki
pusat-pusat
pengembangan
yang
disebabkan oleh penyebaran fasilitas pelayanan pembangunan dalam tata ruang
dan hirarki fasilitas pelayanan pembangunan yang terdapat dalam wilayah
tersebut. Sarana dan prasarana pembangunan yang berfungsi sebagai indikator
ekonomi antara lain : Koperasi, Perdagangan, dan lain-lain. Sedangkan yang
berfungsi sebagai indikator sosial antara lain : pendidikan, kesehatan, keagamaan,
dan lain-lain.
Menurut Hanafiah (1988) kelebihan metode skalogram adalah : (1)
memperlihatkan hubungan dasar antara jumlah penduduk dan ketersediaan sarana
67
dan prasarana pembangunan; (2) secara cepat dapat mengorganisasikan data
mengenai wilayah; (3) Memperbandingkan diantara pusat-pusat pengembangan
yang ada berdasarkan sarana dan prasarana pembangunan yang dimiliki; (4)
menggambarkan hirarki pusat-pusat pengembangan; dan (5) secara potensial
dapat dipergunakan untuk merancang pusat-pusat pengembangan baru dan
pengalokasian prasarana pembangunan.
Namun demikian terdapat beberapa kelemahan dari metode skalogram ini,
yaitu: (1) Hasil akhir dipengaruhi oleh pemilihan indikator sarana dan prasarana
pembangunan yang diamati; (2) tidak memberikan informasi tentang ukuran,
kondisi dan kualitas pelayanan sarana dan prasarana pembangunan; (3) Tidak
mencakup faktor lokasi tata ruang; dan (4) hasil perhitungannya kasar.
Untuk lebih jelasnya langkah-langkah dalam metode skalogram yaitu:
1.
menulis nama-nama setiap pusat pengembangan;
2.
mencantumkan jumlah penduduk seluruh pusat pengembangan pada tahun
analisis. Pusat pengembangan dengan jumlah penduduk tertinggi pada
urutan pertama;
3.
menuliskan jumlah jenis dan jumlah unit setiap sarana dan prasarana
pembangunan pada masing-masing pusat pengembangan;
4.
mengurutkan pusat pengembangan menurut jumlah jenis dan jumlah unit
pada baris tabel skalogram;
5.
mengurutkan pusat pengembangan menurut jumlah jenis dan jumlah unit
pada kolom tabel skalogram;
6.
menerapkan
hirarki
pusat
pengembangan
pembangunan yang bersangkutan.
dan
sarana-prasarana
68
BAB V. GAMBARAN UMUM LOKASI
5.1 Kondisi Geografis dan Kondisi Alam
5.1.1 Letak dan Batas Wilayah
Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi sebagian besar terdiri dari daerah
beriklim tropis dengan suhu udara antara 32,6 oC – 35,5 oC dan suhu minimum
antara 19,2 oC - 22,0 oC, terletak dengan jarak dari ketinggian laut berkisar 2530 meter. Kabupaten Kuantan Singingi terdiri dari daerah pertanian yang berada
di pinggiran aliran sungai Kuantan dan daerah perkebunan yang terdiri dari daerah
daratan. Lahan yang
ada pada umumnya merupakan lahan lembab, banyak
digunakan untuk perkebunan rakyat, baik perkebunan karet maupun perkebunan
sawit dan pertanian padi sawah.
Hasil pemekaran Kabupaten Kuantan Singingi mendorong pemerintah
daerah membangun wilayah, semula terdiri dari 5 kecamatan menjadi 12
kecamatan, Luas wilayah kabupaten ini sekitar 7.656,03 km2 diantara kecamatan
yang terluas wilayahnya adalah Kecamatan Singingi yakni seluas 1.953,66 km2
dan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Pangean yaitu seluas 145,32 km2.
Kabupaten Kuantan Singingi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
-
Sebelah Utara
: Kabupaten Kampar dan Pelalawan
-
Sebelah Selatan
: Provinsi Jambi
-
Sebelah Timur
: Kabupaten Indragiri Hulu
-
Sebelah Barat
: Provinsi Sumatera Barat
5.1.2 Keadaan Alam dan Wilayah
Kabupaten Kuantan Singingi terdiri dari dataran sedang dibagian utara dan
sebagian dataran tinggi di sebelah selatan. Pada umumnya struktur tanah terdiri
69
dari tanah podsolik merah kuning dari batuan endapan, daerah ini beriklim tropis
dengan suhu udara sekitar 32,6ºC - 36,5ºC dan terdapat dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau.
Dalam wilayah Kabupaten Kuantan Singingi mengalir dua sungai besar
yang sudah dangkal, terjadinya pendangkalan disebabkan oleh adanya sedimen
pada hulu sungai, sungai tersebut adalah Sungai Singingi dan Sungai Kuantan
dengan panjang lebih 350 km.
5.1.3 Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Kuantan Singingi beriklim tropis dengan jumlah curah hujan
rata-rata tahunan, 1712,60 – 2345,16 mm/tahun. Musim kemarau di daerah ini
umumnya terjadi pada bulan Maret sampai dengan Agustus, sedangkan musim
hujan terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Januari.
5.1.4 Wilayah Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi
Kabupaten Kuantan Singingi berkembang seiring kemajuan pembangunan
yang saat ini terdiri dari 12 Kecamatan, 10 Kelurahan dan 199 Desa. Wilayah
kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu:
1. Kecamatan Kuantan Mudik, yang membawahi 27 desa dan 1 kelurahan
2. Kecamatan Hulu Kuantan, yang membawahi 11 desa
3. Kecamatan Gunung Toar, yang membawahi 13 desa
4. Kecamatan Singingi, yang membawahi 12 desa dan 1 kelurahan
5. Kecamatan Singingi Hilir, yang membawahi 12 desa
6. Kecamatan Kuantan Tengah, yang membawahi 20 desa dan 3 kelurahan
70
7. Kecamatan Benai, yang membawahi 23 desa dan 2 kelurahan
8. Kecamatan Kuantan Hilir, yang membawahi 26 desa dan 2 kelurahan
9. Kecamatan Pangean, yang membawahi 14 desa
10. Kecamatan Logas Tanah Darat, yang membawahi 13 desa
11. Kecamatan Cerenti, yang membawahi 9 desa dan 2 kelurahan
12. Kecamatan Inuman, yang membawahi 9 desa
Teluk Kuantan sebagai ibukota Kabupaten Kuantan Singingi merupakan
pusat perekonomian dan pemerintahan. Selain Teluk Kuantan, kota penting
lainnya sebagai daerah-daerah pertumbuhan di Kabupaten Kuantan Singingi
adalah Lubuk Jambi, Muara Lembu, Benai, Baserah, Cerenti, Lubuk Ambacang,
Kampung Baru, Koto Baru, Pangean, dan Inuman.
5.2 Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Senada dengan kabupaten lain, permasalahan penduduk Kabupaten
Kuantan Singingi adalah bagaimana mengendalikan pertumbuhan penduduk untuk
mencapai
manusia
yang
berkualitas.
Program
kependudukan
meliputi
pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian, perpanjangan angka harapan
hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi
penduduk sebagai modal pembangunan.
Berdasarkan data BPS, pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten
Kuantan Singingi tercatat sekitar 270.160 jiwa, sedangkan tahun 2005 tercatat
sekitar 267.408 jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Kuantan Singingi
mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya sejumlah 2.752 jiwa.
Ditinjau dari jumlah komposisi penduduk, ternyata dari penduduk perempuan
71
masih lebih banyak penduduk laki-laki. Penduduk laki-laki pada tahun 2006
berjumlah 135.965 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 134.195 jiwa.
Kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya ialah Kecamatan Kuantan
Tengah, yakni sekitar 43.676 jiwa, kemudian diikuti oleh Kecamatan Benai
sejumlah 31.539 jiwa, sedangkan Kecamatan Hulu Kuantan adalah kecamatan
yang penduduknya paling sedikit diantara kecamatan yang lain yaitu berjumlah
7.568 jiwa.
Kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi ini terdiri
dari campuran masyarakat tempatan dan suku Jawa yang bertransmigrasi
semenjak tahun 1980, sebagian dari jumlah penduduk bermukim di lima desa
daerah transimigrasi. Kecamatan Logas Tanah Darat yang terletak di daerah
paling barat Kabupaten Kuantan Singingi memiliki penduduk sekitar 17.094 jiwa,
yang terdiri dari etnis Melayu di bagian hilir dan etnis Jawa yang bermukim di
daerah transmigrasi, penduduk di dua kecamatan ini pada umumnya bermata
pencaharian bertani.
Sebagian besar penduduk di Kabupaten Kuantan Singingi berasal dari
suku Melayu dengan dialek yang hampir sama dengan dialek Minangkabau (etnis
didaerah Sumatra Barat). Mata pencarian utama penduduk di Kabupaten Kuantan
Singingi adalah bertani, sementara yang lainnya bekerja pada bidang jasa,
perdagangan, dan pegawai negeri. Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan
masalah ketenagakerjaan. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi maka akan
tinggi pula penyediaan tenaga kerja.
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi maka akan tinggi pula
penyediaan tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa diimbangi
72
dengan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan pengangguran. Pada
Tabel 4 dapat dilihat bahwa angkatan kerja laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan. Dilihat dari kondisi masyarakat/rumah tangga di daerah
Kabupaten Kuantan Singingi, perempuan pada umumnya masih diposisikan
sebagai pengurus rumah tangga, dan belum terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi
produktif.
Tabel 4 Persentase Penduduk 10 Tahun Ketas yang Bekerja Menurut
Kegiatan Utama pada Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di
Kabupaten Kuantan Singingi, 2006 (dalam persen)
Uraian
Laki-laki
1. Angkatan Kerja
1.1 Bekerja
1.2 Mencari Pekerjaan
2. Bukan Angkatan Kerja
2.1 Sekolah
2.2 Mengurus Rumah Tangga
2.3 Lainnya
Jumlah
Persentase
Perempuan
Total
72,59
3,68
28,50
7,29
50,30
5,51
20,28
0,63
2,82
100,00
23,02
37,93
3,26
100,00
21,67
19,48
3,05
100,00
Sumber : Kuantan Singingi dalam Angka, 2006
Mata pencaharian penduduk Kuantan Singingi tidak dapat dipisahkan dari
tanah wilayah, karena sebagian besar bekerja di sektor pertanian, maka tanah
wilayah sangat erat kaitannya dengan adat masyarakat Kuantan Singingi.
Penggagas adat masa silam, sebelumnya sudah menyadari bahwa kemakmuran
masyarakat adat atau anak negeri sangat ditentukan oleh keadaan hutan dan tanah,
maka dalam masyarakat Kuantan Singingi terdapat istilah delapan tapak tempat
berpijak untuk mencari penghidupan. Adapun delapan tapak mata pencaharian
tersebut adalah: 1) Berladang (bertani sawah), yakni berladang padi serta
menanam berbagai sayuran; 2) Berkebun, yaitu masyarakat yang biasa berkebun
73
getah (karet); 3) Beternak, ada ternak kecil (ayam dan itik) serta ada beternak
besar (kerbau, sapi dan kambing); 4) Baniro, yakni mengambil air enau, ada yang
menjual air enaunya dan ada pula yang diolah menjadi manisan dan gula enau; 5)
Bapakarangan, menggunakan alat menangkap ikan 6) Mandulang (mendulang); 7)
bertukang dan 8) berniaga.
5.3 Perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi
Struktur perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya
peranan sektor-sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Makin besar
nilai tambah yang diraih oleh suatu sektor maka semakin besar peranan dalam
perekonomian daerah tersebut. Berdasarkan distribusi persentase PDRB atas harga
berlaku menurut lapangan usaha, maka sektor pertanian merupakan sektor yang
paling dominan memberikan kontribusi kepada PDRB Kuantan Singingi.
Tabel 5 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kuantan Singingi Tahun
2002-2006 (dalam persen)
Lapangan
Usaha
Pertanian
Pertambangan
& Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik dan air
minum
Bangunan
Perdagangan
Angkutan &
Komunikasi
Keuangan
Jasa-jasa
Jumlah
2002
2003
2004
2005
2006
58,19
58,00
59,52
61,54
59,99
2,06
2,11
4,29
4,96
9,22
5,55
0,56
17,95
16,77
15,47
0,35
0,36
0,18
0,16
0,15
6,46
9,57
6,54
9,48
4,02
5,37
3,69
5,36
3,36
4,95
2,29
2,28
1,38
1,21
1,13
2,95
12,60
100,0
3,00
12,67
100,0
1,13
6,14
100,0
1,01
5,29
100,0
0,92
4,81
100,0
Sumber : BAPPEDA dan BPS, Kuansing dalam Angka Tahun 2006
74
Besarnya kontribusi masing-masing sektor terhadap pertumbuhan PDRB
Kabupaten Kuantan Singingi dapat dilihat pada Tabel 5 peranan terbesar dalam
penciptaan nilai tambah yang diberikan oleh sektor pertanian meskipun besarnya
senantiasa berfluktuasi, yakni sebesar 59,99 pada tahun 2006, walaupun sedikit
mengalami
penurunan
sebesar
1,55
persen
dari
tahun
2005.
mempertahankan nilai pendapatan, pemerintah daerah kabupaten
Untuk
berupaya
membuat kebijakan yang memberikan perhatian kepada sektor-sektor yang
memberikan kontribusi kepada peningkatan perekonomian daerah.
Kontribusi kedua terbanyak adalah dari sektor industri pengolahan, dengan
arah peranan yang terus meningkat dari 16,77 persen menjadi 15,47 persen pada
tahun 2006, yang mengalami penurunan sebesar 1,3 persen. Begitu juga sektor
pertambangan dan penggalian yang menduduki peringkat ketiga menunjukkan
tingkat pertumbuhan yang bervariasi dan selalu meningkat dari tahun ke tahun
yaitu dari 2,06 persen pada tahun 2002 dan tahun 2006 meningkat menjadi 9,22
persen. Selanjutnya sektor lain terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Kuantan
Singingi, hanya berkisar 0,15 - 4,95 persen dengan titik terendah terjadi pada
sektor listrik dan tertinggi sektor perdagangan.
Membaiknya perekonomian Provinsi Riau pada tahun 2006 dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 8,66 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya
dengan pertumbuhan sebesar 8,54 persen, disebabkan oleh meningkatnya aktivitas
di sektor bangunan dan sektor keuangan, terutama subsektor bank. Meningkatnya
perekonomian Riau ini ternyata membawa dampak yang positif terhadap
perekonomian
Kabupaten
Kuantan
Singingi,
meskipun
peningkatan
perekonomian tersebut masih relatif kecil. Berdasarkan data laju pertumbuhan
75
ekonomi Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2006 mampu tumbuh sebesar
8,77 persen, walaupun ada penurunan jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 8,81 persen. Dengan berkembangnya beberapa
sektor tersebut, maka telah terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dari tahuntahun sebelumnya.
Berdasarkan data PDB membuktikan bahwa kondisi perekonomian
Indonesia dalam kurun waktu 2004-2006 stabil dan kondusif. Laju pertumbuhan
Indonesia berdasarkan angka PDB selama tahun 2004 sebesar 5,99 persen, tahun
2005 sebesar 6,57 persen dan terakhir tahun 2006 tercatat sebesar 6,09 persen.
Dalam kurun waktu yang sama, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kuantan
Singingi juga berjalan mantap dan selalu lebih tinggi dari pertumbuhan Indonesia.
Tabel 6 Laju Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Kabupaten/Kota SeProvinsi Riau, 2004-2006 (dalam persen)
Kabupaten/Kota
2004
Kuantan Singingi
Indragiri Hulu
Indragiri Hilir
Pelalawan
Siak
Kampar
Rokan Hulu
Bengkalis
Rokan Hilir
Pekanbaru
Dumai
RIAU
INDONESIA
9,63
7,31
7,74
7,16
7,15
7,28
7,71
8,20
7,19
11,36
8,67
9,01
5,99
Laju Pertumbuhan
Ekonomi
2005
8,81
7,54
7,03
7,11
7,33
6,88
7,38
7,40
7,92
10,05
7,74
8,54
6,57
2006
8,77
7,28
7,94
7,66
7,71
7,82
7,34
7,69
8,05
10,15
9,20
8,66
6,09
Sumber: Bappeda dan BPS Kabupaten Kuantan Singingi, 2006
Berdasarkan data Tabel 6, selama kurun waktu 2004-2006 Kabupaten
Kuantan Singingi memperoleh pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua diantara
seluruh kabupaten/kota dan berada lebih rendah setelah Kota Pekanbaru yang
76
memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi yakni tahun 2004 sebesar 11,36 persen,
tahun 2005 sebesar 10,05 persen dan tahun 2006 sebesar 10,15 persen. Maka
dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa selama kurun waktu tersebut tingkat
perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi berkembang lebih pesat dari seluruh
wilayah kabupaten/kota di Provinsi Riau.
5.4 Pendidikan dan Kesehatan
Salah satu tanggung jawab pemerintah daerah adalah ikut mencerdaskan
kehidupan bangsa, sebagaimana tercantum dalam mukadimah pembukaan UUD
1945. Pendidikan merupakan sarana untuk mencapai kemajuan suatu bangsa,
tanpa pendidikan bangsa akan tertinggal dan terkebelakang. Mengingat betapa
pentingnya pendidikan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (DIKPORA)
Pemda Kuantan Singingi berupaya meningkatkan secara bertahap segala fasilitas
dan sarana bidang pendidikan, seperti pembangunan sekolah baru tingkat SD,
SMP, tingkat SLTA dan kejuruan, maupun pengangkatan tenaga guru setiap
tahun.
Pada tahun 2006 berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang
dapat dilihat pada Tabel 7, tercatat 232 Sekolah Dasar dengan jumlah sebanyak
37.388 orang dan tenaga pengajar sejumlah 2.974 orang, sedangkan di tingkat
pendidikan menengah terdapat tenaga pengajar sebanyak 1.119 orang dan 10.886
orang siswa, begitu pula ditingkat pendidikan menengah umum dan kejuruan
terdapat 6.123 orang siswa dan 555 orang guru. Namun begitu tingginya perhatian
pemerintah daerah sejak berdirinya Kabupaten Kuantan Singingi sektor
77
pendidikan masih mempunyai masalah dalam meningkatkan kualitas pendidikan,
karena belum semua wilayah dapat menikmati hasil pembangunan.
Tabel 7 Jumlah Sekolah di Lingkungan DIKPORA Kabupaten Kuantan
Singingi Tahun 2006 (satuan unit)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kecamatan
Kuantan Mudik
Hulu Kuantan
Gunung Toar
Singingi
Singingi Hilir
Kuantan Tengah
Benai
Kuantan Hilir
Pangean
Logas Tanah Darat
Cerenti
Inuman
Total
TK
9
2
2
11
15
14
17
9
11
10
4
3
107
Banyaknya Sekolah
SD
SMP
28
8
9
2
12
3
18
4
19
5
30
8
34
8
21
5
19
5
15
4
12
2
15
4
232
58
SMA
1
1
1
2
2
4
2
2
1
2
1
1
20
Sumber : BPS Kabupaten Kuansing 2006
Tabel 8 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun
2006 (satuan unit)
Kecamatan
Kuantan Tengah
Kuantan Mudik
Benai
Pangean
Logas Tanah
Darat
Cerenti
Inuman
Kuantan Hilir
Gunung Toar
Hulu Kuantan
Singingi
Singingi Hilir
Total
Rumah
Sakit
1
-
Poli
klinik
3
-
Puskes
mas
1
2
2
1
1
Pusk.
Keliling
2
3
1
1
1
Pustu
9
7
5
2
2
Apo
tik
6
-
1
3
1
1
1
1
1
2
2
16
1
1
1
1
2
2
16
4
4
3
5
4
11
7
63
6
Sumber : BPS Kabupaten Kuansing 2006
Pada tahun 2006 pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Kuantan
Singingi cukup maju, ini terlihat dari pembangunan fasilitas dan sarana penunjang
78
pelayanan kesehatan masyarakat dengan dibangunnya hampir di semua Ibu kota
kecamatan. Terdapat 4 pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) dan
pelayanan kesehatan di tingkat desa, seperti Puskesmas Pembantu (PUSTU),
puskesmas keliling dan poliklinik. Pembangunan fasilitas kesehatan ini bertujuan
meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat secara mudah dan terjangkau oleh
masyarakat
desa, namun demikian masih terdapat kecamatan dan desa yang
belum memiliki puskesmas, seperti Kecamatan Hulu Kuantan dan belum
terdapatnya Pustu di hampir semua desa di Kecamatan Logas Tanah Darat dan
Pangean.
79
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Kuantan
Singingi
Pengamatan
kabupaten/kota
pertumbuhan
melalui
ekonomi
penggabungan
dengan
secara
pendekatan
sistematis
sektoral
terhadap
laju
pertumbuhan PDRB dan kontribusi PDRB masing-masing sektor kabupaten/kota
yang dibandingkan dengan pertumbuhan sektor di provinsi diklasifikasi ke dalam
kategori menurut Klassen Typologi. Setelah dianalisis, rata-rata pertumbuhan
untuk tingkat provinsi pada periode 2002-2006 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 9 Laju Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi PDRB Kabupaten
Kuantan Singingi
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan
dan Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik & Air
Minum
Laju Pertumbuhan PDRB
rata-rata (persen)
Riau
Kuantan
Singingi
6,87
5,14
Kontribusi PDRB rata-rata
(persen)
Riau
Kuantan
Singingi
38,22
60,76
27,92
52,42
1,08
7,09
9,09
8,52
31,35
16,12
7,53
3,97
0,37
0,15
7,71
6,13
4,44
3,52
Perdagangan
10,72
8,29
11,66
5,15
Angkutan &
Komunikasi
10,04
9,13
3,39
1,17
Keuangan
16,92
6,81
3,28
0,96
Jasa-jasa
8,93
7,18
6,2
5,05
Bangunan
Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan Klassen Typologi pola pertumbuhan sektor ekonomi yang
dapat dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh cepat adalah sektor
80
pertambangan dan penggalian. Sektor inilah yang sebaiknya mendapat perhatian
yang lebih dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi untuk
dikembangkan. Sektor pertambangan dan penggalian mempunyai kinerja laju
pertumbuhan dan kontribusi ekonomi yang lebih besar daripada Provinsi Riau
yaitu: 52,42 persen rata-rata laju pertumbuhan dan 7,09 persen untuk kontribusi
sektor pertambangan dan penggalian terhadap PDRB Kabupaten Kuantan
Singingi. Klasifikasi pola pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Kuantan
Singingi menurut Klassen Typologi dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Klasifikasi Pola Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten
Kuantan Singingi Menurut Klassen Typologi
Kontribusi PDRB
si > s
si < s
Laju PDRB
gi > g
Sektor maju dan
Sektor berkembang
berkembang cepat:
cepat
Pertambangan dan
-
penggalian
gi < g
Sektor maju tetapi
Sektor relatif
tertekan: Pertanian
tertinggal: Industri
Pengolahan, Bangunan,
Listrik & air minum,
Perdagangan, Angkutan
& Komunikasi,
Keuangan dan Jasa-jasa
Sumber : BPS (diolah)
Sektor pertambangan dan penggalian mempunyai peranan dalam
penciptaan nilai tambah pada perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang
dapat dilihat dari peningkatan distribusi PDRB sektor pertambangan dan
penggalian dari tahun 2005 sebesar 4,96 persen meningkat tajam menjadi 9,22
persen pada tahun 2006. Rata-rata dari kontribusi sektor pertambangan dan
81
penggalian di Kabupaten Kuantan Singingi ini lebih besar daripada kontribusi
sektor pertambangan dan penggalian di Provinsi Riau, karena sumberdaya alam
Kabupaten Kuantan Singingi sangat berpotensi di subsektor pertambangan dan
penggalian tanpa migas, sedangkan delapan kabupaten/kota di Provinsi Riau
berpotensi di subsektor minyak bumi dan gas alam.
Kegiatan dari subsektor pertambangan tanpa migas meliputi pengambilan
dan persiapan pengolahan lanjutan benda padat, baik di bawah maupun di atas
permukaan bumi serta seluruh kegiatan lainnya yang bertujuan untuk
memanfaatkan bijih logam dan hasil tambang lainnya. Hasil kegiatan ini berwujud
batu bara, pasir, besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih
emas dan perak serta komoditi lainnya.
Sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Kuantan Singingi juga
memiliki rata-rata laju pertumbuhan PDRB lebih besar daripada laju pertumbuhan
PDRB
pertambangan
di
Provinsi
Riau,
walaupun
perkembangan
laju
pertumbuhan PDRB sektor pertambangan dan penggalian dari tahun 2005 ke 2006
menurun sebesar 19,96 persen. Akan tetapi, sektor pertambangan dan penggalian
di Kabupaten Kuantan Singingi masih unggul daripada di Provinsi Riau.
Penurunan laju pertumbuhan PDRB di sektor pertambangan dan penggalian ini
dapat disebabkan karena penurunan produksi pertambangan yang terus menerus di
eksploitasi dan di eksplorasi dan kurang maksimalnya pemanfaatan sumberdaya
tambang yang ada seperti tambang emas yang ada di pinggiran sungai Kuantan
dan Singingi yang masih dikelola oleh masyarakat sekitar.
Berdasarkan hasil perbandingan laju pertumbuhan PDRB dan kontribusi
PDRB di masing-masing sektor, pertanian termasuk kuadran II yaitu sektor maju
82
tetapi tertekan. Sektor pertanian mempunyai kinerja kontribusi ekonomi yang
lebih besar daripada Provinsi Riau yaitu: 60,76 persen rata-rata kontribusi PDRB
Kabupaten Kuantan Singingi dan 38,22 persen untuk kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB Provinsi Riau. Sektor pertanian mempunyai kinerja laju
pertumbuhan PDRB yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan PDRB
sektor pertanian di Provinsi Riau, yaitu sebesar 5,14 persen untuk Kabupaten
Kuantan Singingi dan 6,87 persen untuk Provinsi Riau. Hal ini mengharuskan
sektor pertanian berada pada kuadran II, yaitu sektor ini berkembang dengan
pesat, tetapi tertekan karena dapat dikatakan sektor pertanian ini telah jenuh.
Laju pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Kuantan Singingi sedikit
mengalami peningkatan dari 5,04 persen di tahun 2005 menjadi 5,24 persen di
tahun 2006, namun dari rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian masih
di bawah rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Riau. Apabila
dilihat dari kontribusi PDRB di Kabupaten Kuantan Singingi, peranan yang
terbesar dalam penciptaan nilai tambah pada perekonomian Kabupaten Kuantan
Singingi setiap tahunnya meskipun besarnya cenderung berfluktuasi. Pada tahun
2004 berperan sebesar 59,52 persen, tahun 2005 berperan 61,54 persen dan
terakhir tahun 2006 berperan sebesar 59,99 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi sektor pertanian di
Kabupaten Kuantan Singingi lebih besar daripada kontribusi sektor pertanian di
Provinsi Riau. Karena laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian di Kabupaten
Kuantan Singingi yang lebih kecil dari pada di Provinsi Riau yang menjadikan
sektor pertanian berada pada klasifikasi sektor yang maju tetapi tertekan. Oleh
sebab itu, diperlukan kegiatan atau usaha yang mendukung dan mendorong
83
peningkatan laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian di Kabupaten Kuantan
Singingi yang semakin menurun, agar sektor ini tidak tertekan dan tentunya dapat
bersaing dengan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau. Dalam hal ini
diperlukan kebijakan untuk mengembangkan sektor pertanian dengan berbagai
cara untuk memodifikasi pertanian dengan sektor lain, misalnya dilakukannya
agoindustri, agrowisata, agribisnis dan lain-lain. Jika laju pertumbuhan PDRB
sektor pertanian di Kabupaten Kuantan Singingi dapat meningkat dan lebih besar
daripada di Provinsi Riau, sektor ini dapat di jadikan sebagai sektor yang maju
dan berkembang cepat seperti sektor pertambangan dan penggalian, dan tentunya
dapat dijadikan sektor unggulan yang harus diprioritaskan di Kabupaten Kuantan
Singingi.
Dilihat dari hasil analisis Klassen Typologi tidak ada satu sektor pun yang
berada pada kuadran III yaitu sektor potensial atau masih dapat berkembang
dengan pesat. Berdasarkan analisis ini belum ada sektor yang sedang booming.
Hal ini karena tidak ada sektor yang mampu menunjukkan laju pertumbuhannya
yang melebihi kontribusi dan laju pertumbuhan di Provinsi Riau. Namun, jika
dilihat dari rata-rata laju pertumbuhan PDRB sektor yang hampir mendekati nilai
laju pertumbuhan PDRB sektor di Provinsi Riau yaitu sektor Industri Pengolahan
dan sektor angkutan dan komunikasi. Dengan adanya perkembangan terus
menerus maka sektor ini bisa berada pada kuadran III yang menjadi sektor yang
berkembang cepat atau potensial.
Berdasarkan analisis Klassen Typologi ternyata masih banyak sektor
ekonomi yang berada dalam kuadran IV yaitu sektor yang relatif tertinggal.
Klassen Typologi menjelaskan bahwa sektor-sektor ini kurang berkembang,
84
karena dilihat dari hasil analisis laju pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor ini
di Kabupaten Kuantan Singingi lebih kecil daripada di Provinsi Riau. Kebijakan
pembangunan yang terpusat pada sektor ini memiliki efek multiplier rendah dan
sektor swasta yang kurang berkembang menjadi penyebab sektor-sektor tersebut
tidak berkembang. Sektor-sektor yang termasuk kategori ini yaitu sektor industri
pengolahan, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, listrik dan air bersih,
keuangan, perdagangan, dan jasa-jasa. Hal ini dapat dilihat dari kinerja laju
pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor tersebut di Kabupaten Kuantan Singingi
lebih kecil daripada kinerja di Provinsi Riau.
6.2 Analisis Basis Perekonomian
Sektor perekonomian di suatu wilayah diklasifikasikan ke dalam dua
golongan utama yaitu: sektor basis dan sektor non basis, dimana kelebihan dan
kekurangan yang terjadi dalam proses perekomian tersebut akan menyebabkan
mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Sektor basis akan menghasilkan
barang dan jasa untuk pasar domestik daerah itu maupun pasar luar daerahnya,
sehingga perkembangannya diharapkan dapat membantu dalam mempercepat
pembangunan ekonomi lokal di suatu wilayah, sedangkan sektor non basis adalah
sektor dengan kegiatan ekonominya hanya melayani pasar daerahnya sendiri, dan
kapasitas ekspor ekonomi daerahnya belum berkembang.
Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan
non basis digunakan metode Location Quotient yang merupakan perbandingan
relatif antara kemampuan atau peranan sektor yang sama dalam suatu wilayah
terhadap wilayah yang lebih luas. Untuk mengetahui sektor perekonomian yang
85
dapat meningkatkan pendapatan daerah maka pendapatan sebagai dasar ukuran
yang tepat. Oleh sebab itu, dalam analisis sektor basis ini menggunakan PDRB
dengan indikator pendapatan untuk melihat peranannya dalam perekonomian di
Kabupaten Kuantan Singingi.
Kondisi geografis (wilayah) Kabupaten Kuantan Singingi tidak memiliki
sumberdaya alam atau potensi berupa kegiatan ekonomi di subsektor migas,
sehingga untuk sektor tersebut sama sekali tidak terdapat nilai yang bisa
disumbangkan dalam pembentukan output ekonomi daerah (PDRB). Maka dari
analisis LQ sektor basis Kabupaten Kuantan Singingi adalah sektor pertanian dan
sektor pertambangan, walaupun tidak mempunyai sumberdaya dari subsektor
migas yang merupakan subsektor pada sektor pertambangan dan penggalian.
Kabupaten Kuantan Singingi mampu menjadikan sektor pertambangan menjadi
sektor basis perekonomian dan dapat di prioritaskan sebagai sektor unggulan di
Kabupaten Kuantan Singingi untuk meningkat perekonomian daerahnya.
6.2.1 Analisis Sektor Unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi
Analisis Location Quotient merupakan suatu ukuran untuk menentukan
sektor basis atau non basis dalam suatu wilayah dengan membandingkan sektor
perekonomian di tingkat bawah dengan perekonomian di tingkat atasnya. Jika
nilai LQ suatu sektor lebih besar dari satu maka sektor tersebut merupakan sektor
basis yang dapat melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang
bersangkutan, yang dapat diprioritaskan sebagai sektor unggulan. Jika nilai LQ
suatu sektor lebih kecil dari satu maka sektor tersebut bukan merupakan sektor
basis yang hanya dapat melayani pasar di darah tersebut.
Penentuan sektor
86
unggulan sangat penting bagi pemerintah karena dapat digunakan sebagai
barometer untuk menentukan sektor yang menjadi unggulan dan yang di
prioritaskan dalam pembangunan wilayah untuk periode selanjutnya.
Analisis LQ yang dilakukan dalam pembahasan penelitian ini diperlukan
untuk menentukan sektor unggulan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi.
Penentuan sektor unggulan ini supaya Kabupaten Kuantan Singingi khususnya
Pemerintah Daerah untuk lebih dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat Kuantan Singingi. Sektor unggulan atau sektor yang berpotensi dalam
perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi dapat diketahui dan dapat
dikembangkan, karena mampu
melayani pasar di daerah itu sendiri maupun
diluar daerah yang bersangkutan yang tentunya akan mendapatkan surplus dari
perkembangan sektor unggulan ini.
Hasil perhitungan nilai LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan
indikator pendapatan daerah yaitu PDRB atas dasar harga konstan 2000 terdapat
dua sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi yang
dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan pada tahun 2002-2006 yaitu sektor
pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian, ini ditunjukkan dari hasil
perhitungan nilai LQ sektor tersebut lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa
sektor-sektor tersebut memiliki kontribusi yang besar dalam perekonomian dan
pembangunan wilayah di Kabupaten Kuantan Singingi.
Sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian adalah sektor
yang mampu menjadi sektor basis di Kabupaten Kuantan Singingi dari tahun
2002-2006. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut memiliki
keunggulan kompetitif dan nilai kontribusi yang besar dalam perekonomian
87
Kabupaten Kuantan Singingi. Karena kedua sektor ini mampu bersaing dengan
daerah kabupaten/kota lain yang ada di Provinsi Riau dengan mengekspor produk
dari sektor basis ke luar pasar domestik, seperti hasil dari subsektor perkebunan
yaitu karet dan kelapa sawit yang berupa Latex (sheet kering) dan CPO yang di
ekspor ke luar daerah untuk diolah kembali.
Hasil perhitungan analisis sektor basis perekonomian
di Kabupaten
Kuantan Singingi periode 2002-2006 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai LQ Sektor-Sektor Perekonomian di Kabupaten Kuantan
Singingi Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode 2002-2006
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, dan air
minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel
dan Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan,
persewaan dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
2002
1,5165
2003
1,5145
2004
1,4821
2005
1,4543
2006
1,4428
1,5312
2,6557
4,7931
6,1020
6,7508
0,4784
0,4763
0,4796
0,4783
0,4729
0,4169
0,4246
0,3986
0,3768
0,3714
0,8779
0,8911
0,8830
0,8650
0,8541
0,4945
0,4820
0,4688
0,4679
0,4467
0,4183
0,4118
0,3966
0,3918
0,3887
0,6155
0,6110
0,5821
0,5269
0,4841
0,9803
0,9897
0,9745
0,9547
0,9401
Sumber
: BPS Kuantan Singingi (di olah)
Keterangan : dicetak tebal adalah sektor basis
Sektor pertanian sangat berperan penting karena sangat berpengaruh
terhadap sektor lain dan perekonomian daerah secara umum. Dilihat dari
perkembangannya terhadap PDRB Kabupaten Kuantan Singingi, sektor pertanian
terus meningkat. Jika dilihat dari nilai LQ maka sektor pertanian cenderung
menurun dari tahun 2002-2006. Hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan
88
fungsi lahan pertanian menjadi daerah perumahan karena peningkatan jumlah
penduduk dan tingginya permintaan akan rumah.
Subsektor pertanian yang mendukung perekonomian sektor unggulan di
Kabupaten Kuantan Singingi:
1. Subsektor Tanaman Pangan
Sektor pertanian merupakan salah satu motor penggerak dan memilki
kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi.
Potensi lahan pertanian tanaman pangan yaitu ; 165.020 ha, yang terdiri dari luas
sawah sebesar 17.487 ha dan bukan sawah sebesar 147.533 ha. Produktivitas padi
sawah mengalami peningkatan pada tahun 2001 yang lalu rata-rata 39,88 kuintal
GKP pada tahun 2005.
Tabel 12 Luas Areal dan Jumlah Produksi Komoditi Unggulan Kabupaten
Kuantan Singingi Tahun 2006
No
1
2
3
Jumlah
Komoditi
unggulan
Padi
Jagung
Umbiumbian
LAP
(Ha)
10.035
348
466
JP (Ton)
10.849
41.312,16
727,37
4.422,79
46.462,32
Sumber: Dinas Tanaman Pangan Kuantan Singingi
Ket
: LAP = Luas Areal Produksi, JP = Jumlah Produksi (Ton)
Sektor pertanian tidak saja memberikan kontribusi besar terhadap
perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi, disisi lain mampu menyerap tenaga
kerja yang relatif besar. Kabupaten Kuantan Singingi mata pencaharian
penduduknya lebih kurang 75,08 persen adalah bergerak di sektor pertanian.
Dalam peranannya dibidang ketahanan pangan Kabupaten Kuantan Singingi
didukung oleh potensi lahan sawah yang beririgasi, tadah
hujan. Untuk
mendukung hasil panen bagi persawahan yang menggunakan sistem irigasi,
89
keberadaan jaringan irigasi mutlak diperlukan. Pembangunan jaringan irigasi ini
telah lama dilaksanakan, hanya saja ada beberapa jaringan irigasi tidak berfungsi
sebagai mana mestinya dan kurangnya perawatan sehingga mengalami kendala
dalam penyaluran air ke sawah-sawah.
Tabel 13 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah
di Kabupaten Kuantan Singingi 2006
Kecamatan
Luas Tanam Luas
(Ha)
(Ha)
Kuantan Mudik
1.125
Hulu Kuantan
380
Gunung Toar
1.356
Singingi
90
Singing Hilir
0
Kuantan Tengah
1.785
Benai
1.188
Kuantan Hilir
1.064
Pangean
1.578
Logas
Tanah
0
Darat
Cerenti
465
Inuman
607
Total
9.638
Panen Produksi
Produktivitas
(Ton)
(Ton/Ha)
1.125
5.231,25
4,650
380
1.792,46
4,717
1.356
5.855,20
4,318
45
143,10
3,180
0
0
0
1.785
7.837,93
4,391
1.188
6.872,58
5,785
1.029
4.034,70
3,921
1.573
6.373,79
4,052
0
0
0
465
607
9.553
1.674,00
1.913,26
41.728,30
3,600
3,152
4,368
Sumber : Dinas Tanaman Pangan Kuansing, Kuansing dalam Angka 2006
Komoditi unggulan dari sektor pertanian Kabupaten Kuantan Singingi
terdiri dari padi, jagung, umbi-umbian. Khusus untuk tanaman padi memiliki luas
produksi sebesar 10.035 ha dengan hasil panen 41.312,16 ton pada tahun 2005
dan mengalami penurunan pada tahun 2006 yaitu luas produksi sebesar 9.638 ha
dengan hasil panen yang sedikit meningkat sebesar 41.728,30 ton. Areal produksi
erat sekali kaitannya dengan jumlah produksi, semakin luas areal produksi
semakin banyak hasil produksi, tergantung kendala teknis dilapangan, seperti
hama pemeliharaan dan pemupukan. Berdasarkan Tabel 13, Kecamatan Kuantan
Tengah dan Kecamatan Pangean memiliki luas tanam padi sawah yang paling
besar dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten
90
Kuantan Singingi. Selain itu, produktivitas tanaman padi yang berperan dalam
meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Kuantan Singingi ini paling besar
terdapat di Kecamatan Benai.
Tabel 14 Potensi dan Penggunaan Lahan Kering untuk Tanaman Pangan di
Kabupaten Kuantan Singingi, 2005-2006 (dalam Ha)
No Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kuantan Mudik
Hulu Kuantan
Gunung Toar
Singingi
Singingi Hilir
Kuantan Tengah
Benai
Kuantan Hilir
Pangean
Logas
Tanah
Darat
Cerenti
Inuman
Total
Potensi (Ha)
2005
24.889
9.253
10.112
24.405
21.531
5.523
16.930
3.118
1.120
3.210
2006
24.889
9.253
10.094
24.400
21.525
5.125
16.900
3.080
1.103
3.210
Luas Lahan
Penggunaan
(Ha)
2005
1.035
956
933
18.228
11.672
4.589
14.924
2.113
926
2.904
14.721
11.721
147.845
14.715
11.721
146.015
1.102
792
60.174
2006
1.035
956
950
18.228
11.672
4.175
14.911
2.100
925
2.900
1.102
790
59.744
Sumber : Dinas Tanaman Pangan Kuansing, Kuansing dalam Angka 2006
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa dari keseluruhan terjadi
penurunan penggunaan lahan dan potensi di Kabupaten Kuantan Singingi dari
tahun 2005 ke tahun 2006. Penurunan potensi dan lahan terbesar adalah di
Kecamatan Kuantan Tengah, hal ini memberikan indikasi atau gambaran bahwa
penurunan dari sektor pertanian yang dapat dilihat dari nilai LQ pada penjelasan
diatas karena adanya penurunan penggunaan lahan pertanian, khususnya pada
subsektor tanaman pangan yang disebabkan adanya alih fungsi lahan pertanian ke
bangunan perumahan, perkantoran, dan sebagainya yang banyak terjadi di
Kecamatan Kuantan Tengah karena merupakan ibukota Kabupaten Kuantan
Singingi yaitu Kota Teluk Kuantan.
91
2. Subsektor Perkebunan
Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan
pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan
perkebunan di Kabupaten Kuantan Singingi memajukan tren yang semakin
meningkat. Hal ini dapat dilihat semakin luasnya lahan perkebunan dan
meningkatnya produksi rata-rata pertahun dengan komoditas utama kelapa sawit,
kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya.
Peluang pengembangan tanaman perkebunan, semakin memberikan
harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap
usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan
baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk
perkebunan.
Krisis ekonomi berdampak buruk pada daerah yang menghancurkan sendisendi ekonomi rakyat, namun yang tetap bertahan mendapat keuntungan dari
dampak krisis ekonomi tersebut justru subsektor perkebunan. Hal ini
membuktikan bahwa subsektor perkebunan merupakan subsektor yang masih bias
bertahan meskipun kondisi perekonomian di landa krisis. Sebagai contoh petani
kelapa sawit dan karet mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda akibat
akibat harga komoditi ini meningkat. Untuk melihat perbandingan luas
perkebunan kelapa sawit, karet, dan kakao di Kabupaten Kuantan Singingi pada
tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel tersebut dapat diketahui untuk
perkebunan karet seluas 157.070,32 ha dengan hasil produksi 142.721,48 ton,
kelapa sawit seluas 111.676,27 ha dengan hasil produksi 1.556.845,48 ton, kakao
92
seluas 3.225,50 ha dengan hasil produksi 7.840,18 ton dan aneka tanaman seluas
5.445,20 ha dengan hasil produksi 7.840,18 ton.
Tabel 15 Luas Perkebunan Kelapa Sawit, Karet, Kakao dan Aneka Tanaman
Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (dalam Ha)
No
KomoditiUnggulan
1 Kelapa Sawit
2 Karet
3 Kakao
4 Aneka Tanaman
Jumlah
LAP (Ha)
111.676,27
157.070,32
3.225,50
5.445,20
277.417,27
JP (Ton)
1.556.845,48
142.721.48
3.283,17
7.840,18
1.710.339,31
Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Kuantan Singingi, 2006
Perkembangan subsektor perkebunan dari setiap kecamatan di Kuantan
Singingi dapat dilihat pada Tabel 16. Setiap kecamatan yang ada di Kabupaten
Kuantan Singingi memiliki areal perkebunan sesuai dengan potensi dan keadaan
alam daerah kecamatannya.
Tabel 16 Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Kecamatan di
Kabupaten Kuantan Singingi 2006
Kecamatan
Kuantan
Mudik
Hulu Kuantan
Gunung Toar
Singingi
Singingi Hilir
Kuantan
Tengah
Benai
Kuantan Hilir
Pangean
Logas Tanah
Darat
Cerenti
Inuman
Kelapa
Sawit
Areal (Ha)
Karet
Kakao
Produksi
Areal (Ha) Produksi
Areal
Produksi
(ton)
(ton)
(Ha)
(ton)
27.290,00 386.286,00 13.648,00 12.401,21 3.031,0
3.137,0
2.551,00
872,00
5.153,00
24.851,20
5.407,75
31.476,00
10.464,00
73.539,82
336.206,71
65.909,40
9.885,00
11.558,00
16.455,00
13.485,87
24.787,45
8.981,98
10.502,14
14.951,79
12.253,90
22.007,16
12,0
12,0
0,0
0,0
25,0
12,5
9,0
0,0
0,0
15,0
18.637,32
8.392,00
14.317,86
15.617,75
13.009,88
14.191,02
81,0
5,0
78,4
0,0
3.340,00
7.668,00
267.423,35
1.227.355,
46
44.799,00
101.091,00
10.023,64
6.806,00
9.107,95
6.184,25
16,0
10,5
16,0
6,4
6.421,00
1.093,00
99.187,74
13.116,00
8.958,50
12.095,00
8.140,11
10.990,00
4,0
29,0
4,8
4,0
Sumber : BPS Kuantan Singingi, 2006
93
Berdasarkan data pada Tabel 16, areal dan produksi komoditi kelapa sawit
yang terbesar yaitu di Kecamatan Kuantan Mudik seluas 27.290 ha dan produksi
sebesar 386.286 ton dan disusul oleh Kecamatan Singingi Hilir. Selain kelapa
sawit, komoditi kakao juga banyak terdapat di Kecamatan Kuantan Mudik yang
dilihat dari luas areal 3.301 ha dan produksi sebesar 3.137 ton. Komoditi karet
yang terluas berada di Kecamatan Kuantan Tengah dan Kecamatan Singingi. Pada
umumnya komoditi kelapa sawit dan karet menyebar merata diseluruh kecamatan
yang merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Kuantan
Singingi dengan cara berkebun. Dilihat dari hasil produksi dan luas areal komoditi
kelapa sawit dan karet merupakan komoditi unggulan di Kabupaten Kuantan
Singingi. Selain itu, masih banyak lagi komoditi dari subsektor perkebunan yang
ada dan perlu dikembangkan antara lain: kakao, kelapa, kopi, pinang, enau,
cengkeh, lada, kapuk, jahe, dan kemiri.
3. Subsektor Kehutanan
Pembangunan kehutanan pada hakekatnya mencakup sewa upaya
memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumberdaya alam hutan dan sumberdaya
alam lain serta ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan penjaga kehidupan dan
pelestarian keanekaragaman hayati sebagai sumberdaya pembangunan. Dalam
realitanya tiga fungsi utama sudah hilang, yaitu sebagai fungsi ekonomi jangka
panjang, fungsi lindung dan estetika sebagai dampak pemerintah yang lalu.
Hilangnya ketiga fungsi di atas mengakibatkan semakin luasnya lahan
kritis yang di akibatkan oleh pengusahaan hutan yang tidak mengindahkan aspek
kelestarian. Efek selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu,
sementara upaya reboisasi dan penghijauan belum optimal dan banyaknya
94
penyimpangan. Masalah lain yang sangat merugikan tidak saja Kuantan Singingi
pada khususnya tetapi Riau pada umumnya adalah illegal loging merupakan akar
permasalahan pada lalu yang sulit diberantas karena ada oknum-oknum tertentu
yang ikut bermain didalamnya.
Tabel 17 Luas Hutan Berdasarkan Tata-guna Hutan Kesepakatan
Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (dalam Ha)
Peruntukan
Hutan Lindung
Hutan Produksi
Terbatas
Hutan Produksi
Tetap
Hutan Suaka
Margasatwa
Jumlah
TGHK
Luas
(Ha)
64.406,09
110.770,21
17,94
30,82
121.460,00
33,80
34.068,00
10,06
62.685,95
17,44
103.080,00
31,18
395.375,95
200,00
330.510,00
100,00
%
RTRW KAB
Luas
(Ha)
71,902
121.406,00
%
21,76
36,75
Sumber: Dinas Kehutanan Kab. Kuantan Singingi, 2006
Ket
: TGHK
= Tata Guna Hutan Kesepakatan
RTRW KAB = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Hutan
lindung
dan
Suaka
margasatwa
bertujuan
melindungi
keanekaragaman tumbuh-tumbuhan dan satwa tertentu yang memerlukan upaya
konservasi serta ekosistemnya yang berfungsi untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Tujuan pengelolaan kawasan
hutan produksi adalah memanfaatkan ruang kawasan dan potensi sumberdaya
hutan, baik dengan cara tebang pilih dan tanam (TPT) maupun tebang habis dan
tanam untuk memproduksi hasil-hasil hutan bagi kepentingan daerah atau Negara,
masyarakat, dunia industri dan bagi keperluan ekspor dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Kabupaten Kuantan Singingi kaya akan sumberdaya alam yang tidak dapat
diperbaharui dan juga kaya akan sumberdaya alam yang bias diperbaharui seperti
95
hasil hutan. Hasil hutan Kabupaten Kuantan Singingi berupa kayu bulat, kayu
gergajian dan lainnya. Dapat dilihat pada Tabel 18 .
Tabel 18 Produksi Hasil Hutan Olahan di Kabupaten Kuantan Singingi
Tahun 2006 (dalam m3)
No
1
2
3
4
Jenis Olahan
Kayu Bulat
KBK
Kayu Gergajian
Kayu Olahan
Jumlah
Jumlah (m3)
4.793,01
1.739.394,83
11.635,25
814,14
1.756.637,20
Sumber : Dinas Kehutanan Kab. Kuansing
Berdasarkan Tabel 18 dapat di bandingkan produksi hasil hutan Kabupaten
Kuantan Singingi produksi terbesar adalah KBK yaitu 1.739.394,83 m3 atau 99,02
persen dari keseluruhan, produksi kayu menempati urutan kedua yaitu sebesar
11.635,23 m3, gergajian atau 0,66 persen dari total keseluruhan, sedangkan
produksi kayu bulat menempati urutan ke tiga yaitu sebesar 4.793,01 m3 atau 0,27
persen dari total keseluruhan dan produksi terkecil adalah kayu gergajian sebesar
814,13 m3 atau 0,05 persen dari jumlah keseluruhan.
4. Subsektor Peternakan
Pembangunan sektor peternakan tidak hanya untuk meningkatkan populasi
dan produksi ternak dalam usaha memperbaiki gizi masyarakat tetapi juga untuk
meningkatkan pendapatan peternak. Usaha peternakan di Kabupaten Kuantan
Singingi pada umumnya merupakan usaha rakyat yang bersifat usaha sampingan
dan skala kecil (kerbau, sapi, kambing, dan unggas), tetapi cukup memberikan
harapan dalam hal pengembangannya. Rendahnya sumberdaya manusia
merupakan masalah dalam pembangunan sektor peternakan serta belum memadai
pembibitan hewan ternak tersebut. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 19
jumlah populasi ternak Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2006.
96
Tabel 19 Jumlah Populasi Ternak Menurut Jenis di Kabupaten Kuantan
Singingi Tahun 2006 (dalam ekor)
No
1
2
3
4
Jenis Ternak
Sapi
Kerbau
Kambing
Unggas
- Ayam Buras
- Ayam Ras
- Itik
Populasi
19.316
17.484
17.659
385.112
88.478
26.267
Sumber: Dinas Peternakan Kab. Kuantan Singingi, 2006
Dari total Tabel 19 dapat dilihat bahwa ternak unggas mempunyai jumlah
yang paling besar di Kabupaten Kuantan Singingi yaitu sebesar 500.217 ekor atau
90,18 persen, ternak sapi sebesar 19.316 ekor atau 3,48 persen, ternak kambing
sebesar 17.659 ekor atau 3,15 persen dan ternak kerbau sebesar 17.484 ekor atau
3,15 persen. Populasi terbesar dari jenis ternak tersebut adalah populasi unggas.
Usaha dari subsektor
peternakan di Kabupaten Kuantan Singingi perlu
dikembangkan di setiap kecamatan, terutama di kecamatan yang areal pertanian
atau lahan kosongnya masih luas, karena subsektor peternakan dapat berpeluang
besar untuk meningkatkan perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi. Dengan
banyaknya jumlah ternak di setiap kecamatan, kebutuhan akan konsumsi dari
sumber protein hewani masyarakat akan terpenuhi dan tidak perlu mendatangkan
barang dari daerah lain.
5. Subsektor Perikanan
Pengembangan sektor perikanan Kabupaten Kuantan Singingi di harapkan
dapat mendukung peningkatan produksi sehingga secara tidak langsung akan
menaikkan kesejahteraan dan penerimaan dari pendapatan rumah tangga
perikanan pertahun. Dengan adanya penambahan sarana dan prasarana perikanan
97
maka akan memberi pengaruh pada peningkatan produksi peternakan. Ketika
sumberdaya alam daratan mulai habis orang mulai melirik keberadaan sungai atau
waduk-waduk penyimpanan air salah satu kekayaan yang dapat di kembangkan
untuk pemeliharaan ikan.
Kondisi sungai dan waduk di Kabupaten Kuantan Singingi merupakan
daerah pengembangan budidaya ikan air tawar. Budidaya di Kabupaten Kuantan
Singingi ini di dominasi dengan membuat kolam atau keramba. Dengan cara ini
masyarakat dapat memelihara berbagai jenis ikan diantaranya ikan patin, ikan
gurami ikan nila, ikan bawal. Untuk skala rumah tangga, usaha ini dapat
memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, namun untuk skala yang lebih
besar lagi perlu pendanaan yang besar pula.
Tabel 20 Produksi Perikanan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006
No
1
2
3
Jumlah
Tempat Usaha
Pengembangan
Perairan Umum
Kolam
Keramba
Luas/Jumlah
23.086 Ha
180.774 Ha
75 Buah
Produksi (Ton)
464.440
659.064
16.131,000
659.544,570
Sumber: Dinas Perikanan Kab. Kuantan Singingi, 2006
Dari Tabel 20 terlihat bahwa budidaya ikan kolam memberikan prospek
yang bagus di Kabupaten Kuantan Singingi, hal ini terlihat produksi sebanyak
659.064 ton atau 99,9 persen produksi perairan umum sebesar 464,44 ton atau
0,07 persen dan keramba sebesar 16,13 ton atau 0,002 persen. Subsektor
perikanan juga memegang peranan penting dalam peningkatan pendapatan dari
sektor pertanian dan tentunya dapat meningkatkan perekonomian Kabupaten
Kuantan Singingi, karena wilayah Kabupaten Kuantan Singingi yang di aliri oleh
dua arus sungai yang memiliki potensi sumberdaya alam didalamnya. Hampir
98
semua kecamatan di Kuantan Singingi di aliri oleh arus sungai Kuantan dan
sungai Singingi, oleh sebab itu, selain beternak masyarakat juga mempunyai
kolam ikan atau sejenisnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dari Tabel 21
dapat dilihat secara rinci luas kolam ikan dan produksi ikan dari tahun 2005 dan
2006 yang cenderung mengalami peningkatan.
Tabel 21 Luas Kolam Ikan per Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi,
2005-2006 (dalam Ha)
Kecamatan
2005
Luas Kolam Produksi
Luas
(Ha)
(Ton)
(Ha)
Kuantan Mudik
2,30
4,70
Hulu Kuantan
1,50
2,42
Gunung Toar
16,81
79,95
Singingi
15,40
36,96
Singingi Hilir
20,85
113,24
Kuantan Tengah
55,77
213,07
Benai
22,60
44,00
Kuantan Hilir
10,72
28,01
Pangean
8,76
43,95
Logas
Tanah
8,44
19,66
Darat
Cerenti
7,15
25,23
Inuman
1,13
5,26
2006
Kolam Produksi
(Ton)
6,15
10,23
0,65
2,17
16,13
130,71
5,10
51,00
36,75
16,11
41,58
209,37
21,04
59,62
12,43
15,50
19,44
110,18
5,55
24,74
9,20
6,71
23,80
6,60
Sumber : Dinas Perikanan Kuantan Singingi, Kuansing dalam Angka 2006
Berdasarkan Tabel 21, kolam ikan yang paling luas adalah di Kecamatan
Kuantan Tengah dan Kecamatan Singingi Hilir. Kecamatan Kuantan Tengah tetap
berada paling atas dibandingkan kecamatan-kecamatan lain. Produksi ikan pada
tahun 2006 yang paling banyak tedapat di Kecamatan Kuantan Tengah dan
Kecamatan Gunung Toar. Secara umum, setiap kecamatan di Kabupaten Kuantan
Singingi sebagian dari masyarakatnya bermata pencaharian pada budidaya
perikanan, dimana setiap wilayah kecamatan mempunyai kolam ikan, tambak dan
sejenisnya.
99
Dilihat dari besarnya nilai LQ yang selalu meningkat setiap tahunnya
adalah dari sektor pertambangan dan penggalian, nilai LQ sektor ini mencapai
angka enam selama periode 2005-2006 dan merupakan sektor yang memiliki nilai
LQ tertinggi di banding sektor basis lainnya. Hal ini berarti bahwa sektor ini
mampu menjadi unggulan Kabupaten Kuantan Singingi, walaupun peranannya
terhadap PDRB Kabupaten Kuantan Singingi tidak terlalu besar. Pada tahun 2002
nilai LQ sektor ini sebesar 1,53 dan nilai ini terus meningkat sampai tahun 2006
sebesar 6,75. Nilai LQ sektor pertambangan ini mengalami peningkatan yang
sangat tajam.
Nilai LQ yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut
merupakan sektor potensial yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan
Kabupaten Kuantan Singingi, artinya sektor tersebut mempunyai peran ekspor di
wilayahnya. Hasil pertambangan dan penggalian yang ada di Kabupaten Kuantan
Singingi ini di distribusikan ke perusahaan yang lebih besar seperti ekspor batu
bara ke luar negeri maupun dalam negeri sendiri, seperti ke Negara Singapura.
Peningkatan nilai LQ dari sektor pertambangan dan pengalian karena dari tahun
ke tahun sumberdaya ini semakin dieksploitasi.
Dari tahun 2003 ke tahun 2004, nilai LQ disektor pertambangan dan
penggalian mengalami peningkatan yang sangat drastis, hal ini diduga karena
pada akhir-akhir tahun ini pertambangan di Kuantan Singingi baru dieksploitasi
oleh pemerintah daerah seperti baru ditemukannya batu bara di Kecamatan
Kuantan Mudik dan Singingi. Kabupaten Kuantan Singingi ini mempunyai
potensi pertambangan non migas yaitu pasir sungai, emas, batu bara, dan kaolin.
Walaupun Kabupaten Kuantan Singingi tidak mempunyai potensi sumberdaya
100
dari sektor migas, tetapi dilihat dari nilai LQ sektor perekonomian di Kabupaten
Kuantan Singingi yang paling besar adalah dari sektor pertambangan dan
penggalian. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kuantan Singingi dapat
memprioritaskan sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor unggulan
yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan perekonomian daerah, dan
tentunya juga dapat memperkecil tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi
Riau.
Perkembangan pertambangan pada umumnya di Kabupaten Kuantan
Singingi relatif cukup pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan yang
bergerak di bidang ini yang ikut serta dalam mengusahakan beberapa hasil
pertambangan antara lain bahan galian pasir sungai, emas, batubara, kaolin,
gamping bentonit, bitumen padat. Berdasarkan hasil penelitian bitumen padat
terdapat didaerah petai sekitar bukit medang dan sungai geringging desa petai
Kecamatan Singingi Hilir.
Potensi dan cadangan bahan tambang yang terdapat di Kabupaten Kuantan
Singingi dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Potensi dan Jumlah Cadangan Bahan Tambang Kabupaten
Kuantan Singingi Tahun 2006 (dalam ton dan m3)
No
1
2
3
4
5
6
7
Jenis Hasil Tambang
Batu bara
Emas
Sirtu
Kaolin
Gamping
Bentonit
Bitumen Padat
Jumlah Cadangan
193.001.250 ton
5,2 ton
7.687.500 ton
8.756.000 m3
2.986.250 m3
15.700.000 m3
3.120.000 ton
Sumber : Dinas Pertambangan Kab. Kuansing 2006
Wilayah batu bara yang dicadangkan sudah mulai dieksploitasi pemegang
kuasa pertambangan eksploitasi batu bara yang melakukan kegiatan produksi
101
diantaranya PT. Makarya Ekaguna, PT. Manunggal Inti Artamas dan PT. Nusa
Riau Kencana Coal. Setiap perusahaan pemegang izin tahap eksploitasi dikenakan
iuran, yaitu iuran tetap/laudrent dan iuran produksi/royalty, sedangkan untuk iuran
tetap yang besarnya tergantung kepada luas wilayah pertambangan. Disamping
iuran tersebut pertambangan juga diwajibkan membayar iuran dan pajak-pajak
lainnya sesuai dengan perusahaan yang berlaku.
Banyak perusahaan yang berkembang di Kabupaten Kuantan Singingi
yang bergerak dari sektor pertambangan dan penggalian yang dapat diprioritaskan
sebagai sektor unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi selain mengandalkan
sektor pertanian ini, diharapkan mampu memberi dampak yang positif yaitu dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat maupun pendapatan daerah Kabupaten
Kuantan Singingi. Peranan swasta dalam pengelolaan hasil pertambangan seperti
batu bara sangat berpengaruh, karena sektor swasta yang mengelola hasil tambang
tersebut dan keuntungannya dibagi dengan Pemerintah Daerah dengan adanya
pajak/retribusi untuk peningkatan PAD Kabupaten Kuantan Singingi.
Lokasi pertambangan pasir batu di Kabupaten Kuantan Singingi berada di
Sungai Singingi dan Sungai Kuantan yang berpotensi sebesar 7. 687.500 m3. Luas
area pertambangan emas yang tersebar di lima lokasi yaitu: Desa Jake, Sei. Binjai,
Sei. Sirih, Kecamatan Benai dan Kecamatan Pangean seluas 30.000 ha.
Sedangkan luas area pertambangan batu bara di Kabupaten Kuantan Singingi
tersebar di tujuh wilayah yaitu: Desa Petai, Koto Baru, Singingi Hilir, Singingi,
Logas Tanah Darat, Blok Giri Sako, dan Blok Segati Cerenti seluas 40.122 ha.
Selain itu, pertambangan kaolin juga berpotensi di Kabupaten Kuantan Singingi
102
yang terdapat di tiga lokasi yaitu: Singingi Hilir, Petai, dan Kuantan Mudik yang
berpotensi sebesar 2.486.250 ton.
Sektor industri pengolahan, listrik dan air minum, bangunan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa belum termasuk sektor non
basis di Kabupaten Kuantan Singingi. Hal ini dapat dilihat dari nilai LQ sektorsektor ini lebih kecil daripada satu, yang menunjukkan bahwa sektor-sektor
tersebut bukan merupakan sektor potensial di Kabupaten Kuantan Singingi dan
sektor tersebut tidak mempunyai peran ekspor di Kabupaten Kuantan Singingi
justru akan mendatangkan impor dari daerah lain.
Dilihat dari nilai LQ sektor non basis sektor-sektor perekonomian ini
cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, berarti bukan dari nilai LQ
sektor basis saja yang mengalami penurunan yaiu sektor pertanian. Namun, hanya
sektor pertambangan saja nilai LQ nya mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Hal ini karena potensi sumberdaya alam dari non migas seperti barang
tambang sudah mulai di eksploitasi oleh perusahaan-perusahaan dan investor
seperti yang telah disebutkan di atas.
Nilai LQ yang hampir mendekati satu yaitu pada sektor bangunan dan
sektor jasa-jasa. Namun, seperti hal nya nilai LQ sektor lainya yang cendrung
menurun, nilai LQ sektor bangunan juga mengalami penurunan, diduga
penyebabnya adalah makin banyaknya penambahan bangunan pertokoan,
perkantoran dikota-kota besar sehingga peranan kabupaten dan desa semakin
menurun. Seperti perkembangan bangunan di ibukota Provinsi Riau, yaitu
Pekanbaru sangat berkembang pesat, walaupun pemerintahan Kuantan Singingi
103
sedang giatnya membangun sarana dan prasarana yang mendukung perekonomian
Kuantan Singingi.
Sektor jasa-jasa yang belum menjadi sektor basis di Kuantan Singingi
diduga penyebabnya karena sektor ini hanya terpusat di wilayah tertentu saja,
seperti pengguna jasa hanya di daerah ibukota kabupaten atau kecamatan yang
dekat dengan ibukota kabupaten saja. Sektor jasa-jasa yang hanya ada di ibukota
kabupaten yaitu Teluk Kuantan atau kecamatan yang terdekat seperti Kecamatan
Benai dan Kuantan Mudik yang mendukung sektor jasa tersebut.
6.2.2 Surplus Pendapatan
Suatu sektor perekonomian dapat memberikan surplus pendapatan dari
hasil penjualan barang atau jasa yang dihasilkan oleh sektor tersebut, hal ini dapat
diketahui dari surplus pendapatan yang diberikan oleh masing-masing sektor
perekonomian. Jika surplus pendapatan bernilai positif maka sektor tersebut dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat setempat juga dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat
lainnya
dan
memberikan
surplus
bagi
masyarakat
yang
menghasilkannya, sedangkan nilai surplus pendapatan bernilai negatif maka
sektor tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat maupun
kebutuhan masyarakat daerah lainnya dan dapat mengurangi pendapatan
masyarakat.
Nilai surplus yang negatif menunjukkan bahwa Kabupaten Kuantan
Singingi belum mampu membeli kebutuhan sektor bukan basis yang masih kurang
untuk kebutuhannya dan tidak ada sisa surplus yang dapat digunakan untuk
mendorong perkembangan kegiatan bukan basis. Surplus yang positif juga
104
memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mampu mencukupi kebutuhan
diwilayahnya sendiri dan juga untuk keperluan ekspor dan memenuhi kebutuhan
dari sektor non basis, sehingga mampu memberikan peningkatan tambahan
pendapatan dan mampu untuk mendorong peningkatan sektor bukan basis.
Tabel 23 Nilai Surplus Pendapatan Sektor perekonomian Kabupaten
Kuantan Singingi Tahun 2002-2006 (dalam Rp)
Lapangan
Usaha
Pertanian
Pertambangan
dan penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, gas
dan air minum
Bangunan
Perdagangan,
hotel dan
restoran
Pengangkutan
dan
komunikasi
Keuangan,
persewaan dan
jasa
perusahaan
Jasa-jasa
Total
2002
2003
2004
2005
2006
227.213,58
234.100,16
226.732,36
220.778,77
220.815,36
76,547
542,57
3.720,19
9.526,25
18.103,66
-11.260.551
-12.453,84
-13.944,76
-15.321,33
-16.786,85
-10,40
-10,18
-11,24
-12,132
-12,455
-820,38
-769,47
-899,92
-1.078,62
-1.243,11
-10.789,59
-12.122,00
-13.342,36
-14.949,17
-16.933,85
-1.224,5
-1.380,74
-1.574,57
-1.766,95
-1.950,87
135,43
-158,71
-211,92
-280,13
-346,00
-326,50
-11.046,29
-180,55
207.567,21
-482,31
199.985,43
-901,32
195.995,34
-1.308,86
200.337,01
Sumber: BPS Kabupaten Kuantan Singingi (diolah)
Dari tahun 2002-2006 sektor perekonomian Kabupaten Kuantan Singingi
yang dapat memberikan suplus pendapatan yang positif adalah sektor pertanian
dan sektor pertambangan dan penggalian. Surplus pendapatan sektor basis
pertanian memiliki nilai yang cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Nilai
surplus pendapatan dari sektor pertanian dari tahun 2002 yaitu sebesar Rp.
227.213,58 yang cenderung menurun menjadi Rp. 220.815,36 di tahun 2006. Hal
105
ini terjadi karena adanya penurunan produktivitas dari sektor pertanian yang
terjadi pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi bangunan atau perumahan,
selain itu juga adanya penanaman baru tanaman perkebunan seperti penanaman
kelapa sawit. Nilai surplus pendapatan dari sektor basis pertambangan dan
penggalian memiliki nilai yang semakin meningkat dari tahun 2002 sebesar 76,54
dan tahun 2006 sebesar Rp. 18.103,66. Hal ini terjadi karena perkembangan sektor
pertambangan dari tahun ke tahun semakin di eksploitasi dan di eksplorasi serta
dimanfaatkan dengan adanya peran swasta.
Analisis basis ekonomi dan turunannya menunjukkan kebijakan
pembangunan wilayah sebaiknya di prioritaskan pada sektor yang menjadi sektor
basis perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi karena sektor basis sangat
berperan baik dalam menghasilkan pendapatan. Dengan demikian pengembangan
sektor basis diharapkan dapat menguntungkan bagi Kabupaten Kuantan Singingi
yang memiliki sektor basis pada sektor pertanian dan sektor pertambangan dan
penggalian karena berdampak lebih besar bagi pembangunan ekonomi daerah
terkait dengan surplus pendapatan bersih yang dihasilkannya.
6.2.3 Efek Pengganda Pendapatan
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi pada suatu wilayah adalah efek pengganda dari pembelanjaan kembali
pendapatan yang diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan dari
wilayah tersebut. Peningkatan pendapatan suatu sektor basis dapat memberikan
efek peningkatan terhadap sektor lainnya (sektor bukan basis) yang ditunjukkan
oleh nilai koefisien yang dihasilkan. Beragamnya koefisien pengganda
106
menggambarkan kemampuan yang berbeda dari setiap sektor ekonomi dalam
meningkatkan PDRB.
Komoditi basis merupakan suatu komoditi yang mampu dipasarkan keluar
wilayah karena komoditi tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan dalam
wilayahnya. Hasil dari penjualan atau ekspor komoditi ini akan memberikan arus
pendapatan ke wilayah tersebut. Koefisien pengganda basis merupakan
perbandingan antara pendapatan total dengan pendapatan total dengan pendapatan
sektor basis.
Menurut konsep ekonomi basis yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
adanya efek pengganda yang berasal dari sektor basis pada hakikatnya akan
meningkatkan pendapatan, sekaligus investasi dan konsumsi kebutuhan wilayah.
Selain itu, dengan efek pengganda tersebut juga menyebabkan adanya
peningkatan permintaan sektor non basis sehingga investasi pada sektor non basis
tersebut juga harus ditingkatkan agar dapat memenuhi permintaan sektor non
basis.
Tabel 24 Nilai Pengganda Basis Sektor Basis Kabupaten Kuantan Singingi
Tahun 2002-2006
TAHUN
2002
2003
2004
2005
2006
Y total
1.657.224,38
1.776.319,21
1.947.432,73
2.119.091,21
2.305.003,82
BASE MULTIPLIER
Y basis
1.070.582,27
1.145.679,96
1.260.762,02
1.379.133,92
1.509.176,10
K (multiplier)
1,54
1,55
1,54
1,53
1,52
Sumber : BPS Kab. Kuantan Singingi (diolah)
Angka pengganda pendapatan dijadikan pertimbangan kriteria penentuan
sektor unggulan karena suatu sektor mempunyai angka pengganda pendapatan
yang tinggi dan jika sektor tersebut dikembangkan diharapkan dapat
107
meningkatkan daya beli masyarakat, atau dengan kata lain bahwa angka penganda
pendapatan terkait erat dengan peningkatan daya beli masyarakat dan
meningkatkan pendapatan masyarakat. Hasil perhitungan nilai efek pengganda
dapat dilihat pada Tabel 24.
Pada Tabel 24 nilai koefisien pengganda basis cenderung menurun selama
periode 2002-2006. Nilai koefisien pengganda basis tahun 2002 sebesar 1,54, hal
ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan pendapatan sektor basis sebesar
Rp.100.000 maka total pendapatan sebesar Rp.154.000 dan pendapatan sektor non
basis sebesar Rp.54.000. Nilai koefisien mengalami kecenderungan yang menurun
dari tahun 2002-2006.
Pada tahun 2002-2003 nilai pengganda pendapatan basis meningkat. Pada
tahun 2002 1,54 dan pada tahun 2003 sebesar 1,55 yang artinya jika terjadi
kenaikan pendapatan pada sektor basis sebesar Rp.100.000 maka pendapatan total
akan meningkat sebesar Rp.155.000 dan Rp.55.000 sektor non basis.
Hasil nilai perhitungan nilai pengganda basis per sektor dapat dilihat pada
Tabel 25 .
Tabel 25 Nilai Pengganda Basis Masing-Masing Sektor Basis di Kabupaten
Kuantan Singingi Tahun 2002-2006
TAHUN
BASE MULTIPLIER PER SEKTOR BASIS
Pertanian
Pertambangan dan penggalian
2002
1,57
86,66
2003
1,60
45,17
2004
1,67
20,35
2005
1,73
13,63
2006
1,78
10,41
Sumber : BPS Kuantan Singingi (diolah)
108
Jika dilihat dari efek pengganda per sektor, maka sektor pertambangan
memberikan sektor pengganda terbesar, walaupun nilainya terus menurun. Pada
tahun 2006 nilai pengganda basis sektor ini adalah 10,41 artinya jika pendapatan
sektor basis sebesar Rp. 100.000 maka total pendapatan sebesar Rp. 1.041.000
dan Rp. 941.000 sektor non basis.
Sektor pertanian memiliki efek pengganda pendapatan yang cenderung
meningkat selama tahun 2002-2006. Pada tahun 2006 nilai pengganda basis
sebesar 1,78 yang artinya jika terjadi peningkatan pendapatan sektor basis sebesar
Rp. 100.000 maka total pendapatan sebesar Rp. 1.780.000 sektor basis dan Rp.
1.680.000 sektor non basis.
Berdasarkan Tabel 25 diatas, terlihat bahwa efek pengganda pendapatan
pada sektor pertanian lebih kecil daripada sektor pertambangan. Sehingga bila
diamati terdapat hubungan terbalik antara efek pengganda pendapatan dengan
surplus pendapatan masing-masing sektor. Dengan kata lain, sektor basis yang
memiliki nilai efek pengganda relatif besar cenderung menghasilkan surplus
pendapatan yang relatif kecil demikian pula sebaliknya. Besarnya nilai efek
pengganda ini dapat digunakan untuk memperkirakan pengaruh pembelanjaan
kembali pendapatan dari sektor basis untuk membeli sektor non basis. Artinya
apabila terjadi penambahan pendapatan pada sektor basis maka pendapatan sektor
non basis juga akan bertambah sebesar angka pengganda tersebut.
6.3 Analisis Skalogram
6.3.1 Perkembangan Infrastruktur dalam Pembangunan Wilayah
Infrastruktur (sarana dan prasarana) pada suatu wilayah sangat
mempengaruhi perkembangan wilayah tersebut. Wilayah yang infrastrukturnya
109
baik akan lebih berkembang, sedangkan wilayah yang infrastrukturnya kurang
baik relatif tertinggal. Sektor unggulan yang akan diprioritaskan untuk
peningkatan pendapatan masyarakat dan pembangunan wilayah akan didukung
oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup untuk mendukung aktivitas
perekonomian wilayah.
Pusat pertumbuhan dan pelayanan dalam suatu wilayah akan memberikan
keuntungan pada wilayah tersebut tersebut. Keuntungan berupa adanya
konsentrasi yang lebih dalam memproduksi suatu komoditi hasil dari sektor
perekonomian tertentu, terciptanya kemudahan-kemudahan hubungan antara
daerah dalam pendistribusian komoditi, misalnya aksesibilitas transportasi relatif
murah dan mudah dan pelayanan masyarakat.
Dengan adanya pusat pertumbuhan dan pelayanan di kota kecamatan
diharapkan mampu memberikan peranan dan fungsi yang sesuai dengan basis
ekonomi wilayah. Penggunaan metode skalogram bertujuan untuk mengetahui
hirarki pusat pertumbuhan dan pelayanan yang disebabkan penyebaran sarana dan
prasarana pembangunan. Apabila sarana dan prasarana yang dimiliki suatu
wilayah mempunyai jumlah jenis dan jumlah unit yang lebih banyak maka akan
memberikan hirarki yang lebih tinggi. Sebaliknya apabila jumlah jenis dan jumlah
unit prasarana yang dimiliki sedikit maka akan memberikan hirarki yang lebih
rendah.
Unit pusat pengembangan yang di analisis dalam penelitian ini adalah
seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi. Tabel lampiran 5
akan menyajikan jumlah jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan
atau fasilitas sosial ekonomi pada setiap kecamatan (pusat pengembangan) yang
110
disusun secara skalogram. Berdasarkan Tabel lampiran 5 diberikan informasi
tentang hirarki atau peringkat dari pusat pengembangan dari peringkat teratas
sampai peringkat terbawah seperti terlihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Hirarki Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan di Kabupaten Kuantan
Singingi Tahun 2006 Berdasarkan Skalogram (satuan unit)
No
Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kuantan Tengah
Benai
Kuantan Mudik
Singingi Hilir
Kuantan Hilir
Singingi
Pangean
Cerenti
Gunung Toar
Logas Tanah Darat
Inuman
Hulu Kuantan
Jumlah
Penduduk
43.676
31.539
30.019
30.133
25.970
23.459
16.276
13.148
13.327
17.094
17.951
7.568
Jumlah
Jenis
Fasilitas
37
29
32
29
29
30
27
28
27
27
24
18
Jumlah
Peringkat
Unit
Fasilitas
1432
1
519
2
467
3
434
4
421
5
379
6
283
7
258
8
189
9
187
10
158
11
78
12
Sumber: BPS (diolah)
Berdasarkan Tabel 26 bahwa hanya Kecamatan Kuantan Tengah yang
memiliki fasilitas yang lengkap. Kecamatan Kuantan Tengah memiliki 37 jenis
fasilitas. Kecamatan Kuantan Tengah merupakan kecamatan yang paling banyak
jumlah penduduknya, sehingga kelengkapan fasilitas sangat diperlukan. Selain itu
juga Kecamatan Kuantan Tengah merupakan ibukota Kabupaten Kuantan
Singingi sehingga memungkinkan kecamatan ini memiliki fasilitas yang tidak
dimiliki kecamatan lainnya. Disusul oleh Kecamatan Benai dengan 29 fasilitas.
Hal ini disebabkan karena Kecamatan Benai merupakan Kecamatan yang dekat
dengan ibukota Kabupaten Kuantan Singingi yaitu Teluk Kuantan Kecamatan
Kuantan Tengah dan jumlah penduduknya berada pada peringkat dua paling
banyak.
111
Kecamatan Hulu Kuantan merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah
dan jenis fasilitas yang paling sedikit yaitu 18 fasilitas, ini disebabkan karena
Kecamatan
Hulu
Kuantan
merupakan
kecamatan
yang
paling
sedikit
penduduknya. Selain itu, Kecamatan Hulu Kuantan merupakan kecamatan
pemekaran dari Kecamatan Kuantan Mudik, kecamatan ini masih tergolong baru
dan masyarakatnya masih relatif kurang maju dibandingkan masyarakat di
kecamatan lain di Kabupaten Kuantan Singingi.
Hasil analisis skalogram Kecamatan Kuantan Tengah memegang peringkat
pertama dalam ketersediaan fasilitas pembangunan yaitu 1.432. ini disebabkan
karena Kecamatan Kuantan Tengah merupakan ibukota dari Kabupaten Kuantan
Singingi sehingga penyebaran fasilitas pembangunan dilakukan di kecamatan
tersebut. Hirarki terendah dipegang oleh Kecamatan Hulu Kuantan yaitu dengan
jumlah fasilitas 78, selain karena jumlah penduduknya yang sedikit, Kecamatan
Hulu Kuantan merupakan daerah baru dari hasil pemekaran Kecamatan Kuantan
Mudik.
Hampir di semua kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi yang dekat
dengan ibukota Kabupaten kelengkapan fasilitasnya dinilai baik dibandingkan
kecamatan yang terletak jauh dari ibukota kabupaten seperti Kecamatan Hulu
Kuantan, Kecamatan Cerenti, Kecamatan Inuman. Oleh sebab itu, Pemerintah
Daerah Kabupaten Kuantan Singingi sebaiknya mengambil kebijakan perbaikan
fasilitas dan penambahan pembangunan fasilitas penunjang perekonomian dan
pembangunan terutama di wilayah kecamatan yang jauh dari ibukota Kabupaten
Kuantan Singingi yang menjadi pusat pemerintahan.
112
Umumnya jumlah penduduk sebagai indikator dalam alokasi fasilitas
pembangunan. Namun, dari hasil skalogram selain jumlah penduduk, jumlah desa
menentukan alokasi fasilitas pembangunan. Hasil analisis ini diperlukan untuk
mendukung hasil analisis sektor basis, sehingga sektor basis yang akan
dikembangkan pada suatu wilayah dapat berkembang baik dengan dukungan
fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan. Perbedaan jumlah dan jumlah unit fasilitas
sosial ekonomi yang dimiliki oleh tiap kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi
diharapkan memberikan peranan yang sesuai dalam menunjang pembangunan
wilayah dan perekonomian masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi.
6.3.2 Perkembangan Infrastruktur Pendukung Sektor Unggulan
Pusat pertumbuhan dan pelayanan dalam suatu wilayah akan memberikan
keuntungan pada wilayah tersebut tersebut. Keuntungan berupa adanya
konsentrasi yang lebih dalam memproduksi suatu komoditi hasil dari sektor
perekonomian tertentu, terciptanya kemudahan-kemudahan hubungan antara
daerah dalam pendistribusian komoditi, misalnya aksesibilitas transportasi relatif
murah dan mudah dan pelayanan masyarakat. Sektor unggulan yang akan
diprioritaskan untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan pembangunan
wilayah akan didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup untuk
mendukung aktivitas perekonomian dan yang mendukung perkembangan sektor
unggulan tersebut.
Dalam analisis skalogram ini, dapat di asumsikan beberapa sarana dan
prasarana yang mendukung perkembangan sektor unggulan di Kabupaten Kuantan
Singingi, yaitu; pasar, koperasi, kelompok tani, penyuluh praktek lapang (PPL),
113
perusahaan pertanian, perusahaan pertambangan eksploitasi maupun eksplorasi,
bank, wartel, warnet, dan terminal bus. Penyebaran sarana dan prasarana
(infrastruktur) yang mendukung kegiatan sektor unggulan dapat dilihat pada Tabel
27.
Tabel 27 Penyebaran Sarana dan Prasarana Pendukung Perkembangan
Sektor Unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006
(satuan unit)
No
Kecamatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kuantan Tengah
Benai
Singingi Hilir
Kuantan Hilir
Kuantan Mudik
Singingi
Pangean
Cerenti
Inuman
Gunung Toar
Logas Tanah Darat
Hulu Kuantan
Jumlah
Penduduk
43.676
31.539
30.133
25.970
30.019
23.459
16.276
13.148
17.951
13.327
17.094
7.568
Jumlah
Jenis
Fasilitas
10
7
9
8
11
9
7
7
5
5
7
7
Jumlah
Peringkat
Unit
Fasilitas
164
1
85
2
84
3
77
4
72
5
68
6
66
7
60
8
51
9
45
10
44
11
41
12
Sumber: BPS (diolah)
Hasil analisis skalogram Kecamatan Kuantan Tengah memegang peringkat
pertama dalam ketersediaan fasilitas pendukung sektor unggulan yaitu 164. Ini
disebabkan karena Kecamatan Kuantan Tengah merupakan ibukota dari
Kabupaten Kuantan Singingi sehingga penyebaran fasilitas pembangunan
dilakukan di kecamatan tersebut. Walaupun di Kecamatan Kuantan Tengah hanya
terdapat tiga perusahaan pertanian, tetapi memiliki jumlah koperasi yang paling
banyak dibandingkan dengan kecamatan lain nya Hirarki terendah dipegang oleh
Kecamatan Hulu Kuantan yaitu dengan jumlah fasilitas 41. Kecamatan Hulu
114
Kuantan mempunyai dua perusahaan di sektor pertanian dan pertambangan, tetapi
kecamatan ini masih berada pada peringkat terakhir, hal ini disebabkan karena
fasilitas pendukung yang lainnya masih kurang, selain itu jumlah penduduknya
yang sedikit dapat mempengaruhi ketersediaan dan penyebaran sarana dan
prasarana yang ada di setiap kecamatan.
Perusahaan-perusahaan yang mendukung sektor pertanian dan sektor
pertambangan hampir merata tersebar di Kabupaten Kuantan Singingi dengan
potensi sumberdaya alam yang tersedia di masing-masing kecamatan. Perusahaan
ini baru ada di subsektor perkebunan yaitu perusahaan kelapa sawit dan karet,
perusahaan sektor pertambangan bergerak pada tambang batu bara, karena barang
tambang yang lain nya seperti emas dan pasir masih dikelola oleh masyarakat dan
belum ada peran swasta dan pemerintah daerah Kabupaten Kuantan Singingi.
perusahaan perkebunan swasta yang tersebar di Kabupaten Kuantan Singingi
paling banyak terdapat di Kecamatan Singingi Hilir yang mempunyai lima lokasi
perusahaan perkebunan dan Kecamatan Kuantan Mudik, Pangean, dan Hulu
Kuantan mempunyai masing-masing satu lokasi perusahaan perkebunan. Dengan
kata lain Kecamatan Singingi Hilir merupakan kecamatan yang mempunyai
banyak perusahaan dan lokasi perkebunan yang paling luas, karena sumberdaya
alam dari subsector perkebunan memegang peranan dalam perekonomian dan
pembangunan wilayah di kecamatan tersebut.
Perusahaan pertambangan batu bara di bagi dua yaitu perusahaan
eksplorasi dan perusahaan eksploitasi. Perusahaan eksplorasi adalah perusahaan
yang baru mencari potensi sumberdaya batu bara untuk di eksploitasi, sedangkan
perusahaan eksploitasi adalah perusahaan yang sudah memiliki hasil dari barang
115
tambang tersebut dan sudah/sedang dikelola. Perusahaan yang melakukan
eksplorasi tambang batu bara di Kabupaten Kuantan Singingi terdapat delapan
perusahaan yang tersebar di empat kecamatan yaitu tiga perusahaan di Kecamatan
Kuantan Mudik, dua perusahaan di Kecamatan Singingi Hilir dan Kecamatan
Singingi, dan satu perusahaan di Kecamatan Hulu Kuantan. Perusahaan
eksploitasi yang sedang dilakukan di Kabupaten Kuantan Singingi ada tujuh
perusahaan yang tersebar tiga di kecamatan Kuantan Mudik dan Kecamatan
Singigi, dan satu perusahaan di Kecamatan Singingi Hilir. Dari hasil metode
skalogram perusahaan pertambangan paling banyak terdapat di tiga kecamatan
yaitu Kecamatan Kunatan Mudik, Kecamatan Singingi, Kecamatan Singingi Hilir.
Kecamatan ini yang banyak mempunyai sumberdaya di sektor pertambangan
khususnya tambang batu bara.
Perkembangan dan pembangunan wilayah dapat dilihat dari peningkatan
pendapatan dan perekonomian suatu wilayah, untuk itu diperlukan adanya
penyediaan sarana dan prasarana fasilitas ekonomi pada suatu wilayah. Fasilitas
ekonomi yang mendukung kegiatan perekonomian penduduk di suatu wilayah
meliputi pasar, koperasi, bank. Di samping sebagai fasilitas pelayanan ekonomi
penduduk, pasar juga merupakan sumber (potensi) yang perlu dikembangkan guna
menunjang perkembangan perekonomian suatu wilayah. Pasar dapat memberi
kontribusi terhadap peningkatan pendapatan daerah yang bersumber dari retribusi.
Fasilitas pelayanan ekonomi bank mempunyai peranan yang penting
dalam pembangunan Kuantan Singingi, terutama dalam meningkatkan pendapatan
daerah yang diperoleh dari bagian laba bank dan penerima jasa deposito. Bank
berfungsi untuk sebagai pembagi kredit, pengadaan modal dan tempat penyimpan
116
uang bagi penduduk Kabupaten Kuantan Singingi. Kecamatan Kuantan Tengah
merupakan kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas pelayanan ekonomi berupa
bank terbanyak. Hal ini karena Kecamatan Kuantan Tengah merupakan ibukota
kabupaten dan sebagai pusat pemerintahan di Kabupaten Kuantan Singingi.
Dinamika penduduk dipengaruhi oleh fasilitas perhubungan dan
telekomunikasi pada suatu wilayah, semakin memadai fasilitas yang tersedia
maka akan semakin mudah bagi penduduk tersebut untuk berinteraksi dengan
wilayah disekitarnya. Fasilitas perhubungan dan telekomunikasi juga sangat
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup penduduk yang tidak dapat di
daerahnya. Fasilitas perhubungan dan telekomunikasi dalam pembangunan
wilayah berperan sebagai mobilisator dan dinamisator dalam pelaksanaan
pembangunan wilayah.
Pada masa sekarang teknologi komunikasi telah mengalami perkembangan
sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk tidak hanya ditentukan oleh jarak
tetapi juga faktor waktu yang yang terbuang dan biaya yang harus dikeluarkan.
pemerintah juga mengembangkan usaha wartel pada setiap wilayah. Fasilitas
penghubung lainnya seperti terminal bus, keberadaan terminal bus ini menjadi
sektor perhubungan dan komunikasi sebagai sektor basis antar kecamatan yang
ada yang sangat bermanfaat bagi perkembangan Kabupaten Kuantan Singingi
kedepannya.
Selain dari sarana dan prasarana yang dijelaskan di atas, untuk mendukung
terciptanya sarana dan prasarana sektor unggulan dengan baik diperlukan
prasarana jalan yang baik. Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu
lintas di darat. Lancarnya lalu lintas akan menunjang perkembangan
117
perekonomian suatu daerah. Guna menunjang kelancaran perhubungan darat di
Kabupaten Kuantan Singingi, pada tahun 2006 tercatat panjang jalan kabupaten
1.941,150 km. Di lihat dari kondisinya, jalan kabupaten yang baik tercatat
sepanjang 543,78 km, sedang 1.275,5 km, dan rusak 121,87 km. Jika panjang
jalan dirinci menurut jenis permukaan, maka 312,365 Km jalan aspal, 1. 328,552
km jalan kerikil dan 300,233 km jalan tanah. Apabila kondisi prasarana jalan di
setiap kecamatan baik, maka perhubungan atau lalu lintas dalam kegiatan basis
atau sektor unggulan akan lancar. Untuk lebih jelas ketersediaan prasarana jalan di
Kabupaten Kuantan Singingi dapat dilihat pada Tabel 28 dan Tabel 29.
Tabel 28 Panjang Jalan Kabupaten Kuantan Singingi Berdasarkan Jenis
Permukaan di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2004-2006
(dalam km)
Jenis Permukaan
Jalan Kabupaten
2004
2005
2006
Aspal
265,73
285,82
312,36
Kerikil
687,94
724,44
1.328,55
Tanah
928,72
917,32
300,23
Total
1.882,40
1.927,59
1.941,15
Sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kuansing dalam Angka 2006
Tabel 29 Panjang Jalan Kabupaten Berdasarkan Kondisi Permukaan Jalan
di Kabupaten Kuantan Singingi 2004-2006 (dalam km)
Jenis Permukaan
Jalan Kabupaten
2004
2005
2006
Baik
402,66
459,25
543,78
Sedang
890,66
1.175,21
1.275,50
Rusak
589,07
293,12
121,87
Total
1.882,40
1.927,59
1.941,15
Sumber: Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kuansing dalam Angka 2006
Prasarana jalan yang berfungsi sebagai penunjang perekonomian
Kabupaten Kuantan Singingi, khususnya dalam peningkatan sektor unggulan di
setiap kecamatan agar dapat menyebar merata dan dapat mengirim hasil dari
sektor unggulan tersebut seperti hasil dari komoditi pertanian dan pertambangan
118
baik di dalam maupun di luar daerah Kabupaten Kuantan Singingi dengan arus
transportasi yang lancar.
Pada hakekatnya pembangunan wilayah yang dilaksanakan pada masingmasing daerah adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat, memperluas kesempatan kerja, pemerataan pendapatan masyarakat,
meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah. Oleh karena itu dalam
melaksanakan pembangunan wilayah khususnya yang berkaitan dengan analisis
basis ekonomi tidak cukup hanya dengan melihat kemampuan sektor
perekonomian pada tingkat kabupaten saja, melainkan juga harus melihat
kemampuan potensi ekonomi yang ada pada masing-masing kecamatan. Dengan
menganalisis kemampuan masing-masing kecamatan tersebut diharapkan dapat
dijadian sebagai bahan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan,
kebijakan yang telah dirumuskan, serta kaitannya dengan menentukan sasaransasaran pada masa yang akan datang.
6.4 Implikasi Kebijakan
6.4.1 Kebijakan Pembangunan Sektoral
Berdasarkan Klassen Typologi klasifikasi pola pertumbuhan sektor
ekonomi di Kabupaten Kuantan Singingi menjadikan sektor pertambangan dan
penggalian berada pada kuadran I yaitu sebagai sektor yang maju dan berkembang
cepat, sektor pertanian berada pada kuadran II yaitu sektor maju tetapi tertekan.
Setelah dianalis pola pertumbuhan sektor ekonomi, dapat diketahui klasifikasi
sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Kuantan Singingi, untuk lebih dalam lagi
diperlukan analisis sektor basis dengan metode LQ untuk mencari sektor basis
yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan. Sesuai dengan hasil analisis
119
basis ekonomi dengan metode LQ untuk tingkat Kabupaten Kuantan Singingi
diketahui ada dua sektor utama yang merupakan sektor basis perekonomian.
Kedua sektor tersebut adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan
penggalian. Jadi, dari kedua analisis Klassen Typologi dan LQ dapat disimpulkan
bahwa sektor perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi yang harus
dikembangkan dan dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan adalah sektor
pertambangan dan penggalian serta sektor pertanian.
Untuk itu kebijakan pembangunan wilayah dalam meningkatkan
perekonomian di Kabupaten Kuantan Singingi diprioritaskan pada dua sektor
tersebut, karena kedua sektor ini sangat berperan penting dalam menghasilkan
pendapatan. Selain itu, kedua sektor tersebut sebagai sektor basis juga diharapkan
mampu meningkatkan pertumbuhan pendapatan wilayah Kabupaten Kuantan
Singingi. Beberapa implikasi kebijakan dari setiap sektor adalah sebagai berikut:
1. Implikasi kebijakan dari sektor pertanian diharapkan dapat membantu
masyarakat petani dengan adanya penyebaran perusahaan pertanian dan
Penyuluh Praktek Lapang untuk dapat membantu masyarakat petani
khususnya dalam pengelolaan lahan pertanian di setiap kecamatan. Peran
swasta dalam mengelola hasil pertanian khususnya di bidang perkebunan
agar dapat memberi bantuan kepada masyarakat dengan penyerapan
tenaga kerja dan pendapatan masyarakat.
2. Sektor pertanian dapat menghasilkan nilai tambah dan partisipasi
masyarakat yang terus meningkat dan berkembang dengan dilakukanya
usaha pertanian yang berwawasan bisnis, dengan dikembangkannya
agribisnis dan agrowisata di Kabupaten Kuantan Singingi. Selain itu juga
120
agroindustri sebagai subsistem agribisnis yang mempunyai potensi sebagai
pendorong pasar yang lebih luas dan nilai tambah (value added) yang
besar. Mengembangkan sistem ketahanan pangan dan gizi melalui
peningkatan ketersediaan komoditas pangan dalam jumlah yang memenuhi
kebutuhan masyarakat dan kualitas yang baik. Selain itu, dengan
mengembangkan perekonomian yang berorientasi global yang mampu
bersaing dengan daerah lain dengan memprioritaskan produk-produk
ungulan pertanian baik dari tanaman pangan, perkebunan, perikanan,
peternakan, serta kehutanan. Kebijakan lain yang bisa dilakukan misalnya
dengan lebih meningkatkan teknologi intensifikasi pertanian dan
diversifikasi pertanian.
3. Kebijakan dari subsektor kehutanan diharapkan dapat menjadikan dan
mengembangkan perhutanan sosial sebagai penyeimbang ekosistem dan
pelestarian lingkungan khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi dan
Provinsi Riau umumnya. Dengan adanya perhutanan sosial tersebut dapat
meminimalisasi penebangan hutan secara liar dan kebakaran hutan
diberbagai daerah.
4. Implikasi Kebijakan dari sektor pertambangan di Kabupaten Kuantan
Singingi yaitu dengan mendorong tumbuh dan kembangnya usaha
dibidang pertambangan umum, energi, dan sumberdaya mineral. Perlu
adanya pembinaan dan pengawasan di bidang pertambangan dengan
tersedianya data pertambangan umum secara akurat dan valid, serta perlu
adanya kegiatan yang dapat menambah pengetahuan masyarakat atau
pemerintah daerah sendiri dengan diadakannya diklat/kursus teknis bidang
121
pertambangan agar potensi sumberdaya alam yang ada tidak di sia-sia kan
dan hanya diberikan kepada investor yang ada atau perusahaan saja yang
mengelola. Pengetahuan untuk meningkatkan sumberdaya manusia juga
diperlukan untuk pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan tidak
merusak lingkungan serta peningkatan kualitas tenaga kerja yang ahli
dibidang
pertambangan,
mengembangkan
secara
terpadu
sektor
pertambangan dan penggalian melalui peningkatan penguasaan teknologi,
peningkatan produksi dan penganekaragaman hasil tambang termasuk
upaya pengelolaan untuk komiditas tambang, eksplorasi sumberdaya
mineral, penyelidikan bahan galian dan sebagainya.
5. Dengan adanya implementasi kebijakan dari sektor pertambangan juga
diperlukan pengawasan dan penertiban kegiatan rakyat yang berpotensi
merusak lingkungan agar terwujudnya pertambangan rakyat secara tertib.
Monitoring, evaluasi dan pelaporan dampak kerusakan lingkungan akibat
kegiatan pertambangan rakyat harus di data secara valid agar tidak
merugikan masyarakat sekitar daerah pertambangan tersebut. Khususnya
tambang emas yang ada di Kecamatan Singingi masih dikelola oleh
masyarakat setempat dan belum ada peranan dari swasta. Dengan kata
lain, tambang emas yang ada di kecamatan tersebut masih illegal, belum
ada kerjasama pemerintah dengan pihak swasta agar sumberdaya ini dapat
dikelola dengan baik. Selain itu juga agar terwujudnya pertambangan
rakyat secara tertib dengan tidak merusak lingkungan sekitar daerah
pertambangan. Untuk itu, diharapkan investor yang bisa menanamkan
modalnya di sektor pertambangan emas ini, dan tentunya dapat
122
bekerjasama dengan masyarakat sekitar dan saling menguntungkan bagi
perusahaan maupun masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat Kuantan Singingi, serta penyerapan tenaga kerja
di perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut.
6. Perkembangan
pertambangan
dan
pertumbuhan
sektor
unggulan
pertanian
dan
perlu didukung oleh sektor lainnnya yang merupakan
sektor non basis, sehingga selain dapat memacu perkembangan dan
pertumbuhan sektor unggulan tersebut juga dapat memacu perkembangan
dan pertumbuhan sektor lainnya yang merupakan sektor non basis
sehingga menunjang keberadaan sektor basis, seperti adanya sektor
industri pengolahan akan mendukung pengolahan hasil pertanian dan
pertambangan, begitu juga dengan sektor non basis lainnya.
6.4.2
Kebijakan
Menurut
Penyebaran
Fasilitas
Pembangunan
dan
Pendukung Sektor Unggulan
Berdasarkan hasil analisis dari metode skalogram, penyebaran sarana dan
prasarana pembangunan wilayah dan mendukung perekonomian Kabupaten
Kuantan Singingi dapat dikatakan belum mengalami pemerataan. Hal ini bisa
terlihat di beberapa daerah di Kecamatan Hulu Kuantan ( Desa Kombu, Sungai
Kelilawar, Sungai Pinang dll) daerah-daerah ini
jalan penghubung ke desa
tersebut yang belum diaspal, serta pendapatan dan pola pikir masyarakat yang
masih tradisional. Implikasi kebijakan yang dapat direkomendasikan dalam
kebijakan sarana dan prasarana pendukung sektor unggulan adalah sebagai
berikut:
1. Dalam penyusunan perencanaan pembangunan di masa yang akan datang
sebaiknya berwawasan pembangunan wilayah dengan berpedoman pada
123
perencanaan pembangunan terpadu antar sektor. Dalam bentuk lain dapat
dikatakan bahwa sektor ekonomi yang tergolong basis harus mendapat
prioritas utama. Pembangunan dapat berjalan dengan lancar apabila sarana
dan prasarana fasilitas pendukung pembangunan lengkap. Pemerintah
Kabupaten Kuantan Singingi perlu memperhatikan wilayah yang sarana
dan prasarananya kurang lengkap seperti Kecamatan Hulu Kuantan yang
memiliki potensi sektor unggulan yang baik, tetapi penyebaran dan
ketersediaan sarana dan prasarana nya belum memadai.
2. Kebijakan dalam meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana
dan
prasarana
publik/masyarakat
untuk
mendorong
pemerataan
pembangunan, percepatan dan pertumbuhan ekonomi daerah dilakukan
dengan adanya perencanaan tata ruang agar terwujudnya tata ruang kota
dan desa sebagai acuan pelaksanaan pembangunan, pemanfaatan tata
ruang agar tersedianya sarana dan prasarana wilayah yang memadai dan
terkendalinya ruang kota dan desa secara optimal.
3. Pembangunan berkelanjutan juga harus mendapat perhatian serius dalam
memgembangkan sekor unggulan. Keberlanjutan usaha – usaha ekonomi
sektor unggulan harus diiringi dengan pengelolaan pembangunan
keseluruhan secara arif dan bijaksana dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan sehingga dalam pelaksanaannya tetap berpedoman pada
paradigma pembangunan berkelanjutan.
4. Adanya otonomi daerah menuntut daerah untuk dapat memperbesar PAD
yang akan digunakan sebagai sumber dana pembangunan daerahnya.
Sesuai dengan prioritas pembangunan di Kabupaten Kuantan Singingi
124
maka
pembangunan
dilaksanakan
lebih
mengutamakan
pada
pembangunan sektor yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten
Kuantan Singingi. sektor perekonomian yang dapat dikembangkan dan
diprioritaskan menjadi sektor unggulan adalah sektor pertanian dan sektor
pertambangan dan penggalian.
5. Implikasi kebijakan dalam penyebaran sarana dan prasarana wilayah di
setiap kecamatan Kabupaten Kuantan Singingi yang belum sepenuhnya
mengalami pemerataan, diharapkan kepada pemerintah daerah agar dapat
memperhatikan dan menindaklanjuti keadaan sarana dan prasarana
wilayah kecamatan yang kurang merata untuk mendukung perekonomian
Kabupaten Kuantan Singingi, terutama bagi daerah kecamatan yang jauh
dari ibukota kabupaten dan daerah kecamatan baru hasil pemekaran.
Seperti Kecamatan Hulu Kuantan, Kecamatan Cerenti, Kecamatan Inuman
dan kecamatan lain yang belum ada sarana dan prasarana pendukung dari
sektor unggulan yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah Kabupaten
Kuantan Singingi dalam meningkatkan perekonomian dan pembangunan
wilayahnya.
6. Implikasi kebijakan fasilitas pendidikan untuk mendukung sektor
unggulan dapat dilakukan dengan cara mendirikan dan menambah sekolah
kejuruan yang bergerak dalam bidang pertanian dan pertambangan, hal ini
diperlukan untuk menciptakan sumberdaya manusia dan pengetahuan
masyarakat dini tentang pertanian dan pertambangan tersebut, agar tidak
tertinggal dengan daerah lain.
125
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Hasil dari analisis Klassen Typologi dengan pendekatan sektoral,
menunjukkan bahwa sektor pertambangan dan penggalian menduduki
kuadran I yaitu sektor maju dan tumbuh cepat. Disusul oleh sektor
pertanian pada kuadran II yaitu sektor maju tetapi tertekan. Selain dari dua
sektor ini, sektor ekonomi di Kabupaten Kuantan Singingi masih banyak
berada pada kuadran IV yaitu sektor yang relatif tertinggal.
2. Hasil perhitungan nilai LQ diseluruh sektor perekonomian berdasarkan
indikator pendapatan daerah yaitu PDRB atas dasar harga konstan 2000
terdapat dua sektor yang menjadi basis perekonomian Kabupaten Kuantan
Singingi yang dapat diprioritaskan menjadi sektor unggulan pada tahun
2002-2006 yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan
penggalian. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki
kontribusi yang besar dalam perekonomian dan pembangunan wilayah di
Kabupaten Kuantan Singingi. Kedua sektor tersebut memiliki nilai surplus
pendapatan dan pengganda pendapatan yang positif dan cenderung
meningkat.
3.
Hasil analisis skalogram Kecamatan Kuantan Tengah memegang
peringkat pertama dalam ketersediaan fasilitas pembangunan. Peringkat
terendah dipegang oleh Kecamatan Hulu Kuantan. Jika dilihat dari hasil
metode skalogram Kecamatan Kuantan Tengah masih berada pada
peringkat pertama, dan Kecamatan Hulu Kuantan tetap peringkat terakhir.
126
Perusahaan yang mendukung peranan sektor unggulan tersebar di
beberapa kecamatan yang memiliki potensi sumberdaya alam dan lokasi
perkebunan yang luas.
7.2 Saran
1. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi diharapkan untuk mampu
menopang perekonomian masyarakatnya dengan memprioritaskan sektor
pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor
unggulan, karena berdasarkan analisis LQ kedua sektor tersebut
merupakan sektor basis perekonomian yang dapat meningkatkan
perekonomian dan pembangunan wilayah serta dapat mendukung
perkembangan sektor perekonomian non basis.
2. Berdasarkan analisis LQ diharapkan kepada pemerintah daerah juga
memperhatikan
dan
memperbaiki
faktor-faktor
pendukung
yang
mempengaruhi perkembangan sektor non basis, sehingga dapat menambah
dan menjadikan sektor non basis sebagai sektor basis yang dapat
diprioritaskan sebagai sektor unggulan Kabupaten Kuantan Singingi,
seperti sektor bangunan, transportasi dan komunikasi dan lainnya.
Misalnya dengan peningkatan terhadap penguasaan teknologi pada semua
sektor yang ada dan mempermudah persyaratan dalam penanaman
investasi, meningkatkan jaringan komunikasi dan infrastruktur yang
mendukung.
3. Sebaiknya pembangunan sarana dan prasarana ditingkatkan di wilayah
kecamatan yang terletak jauh dari ibukota kecamatan seperti Kecamatan
127
Hulu Kuantan, Kecamatan Cerenti, Kecamatan Inuman dan kecamatan
lainnya yang relatif masih tertinggal serta daerah yang banyak memiliki
potensi dari sektor unggulan seperti Kecamatan Singingi Hilir.
4. Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai perkembangan
perekonomian dan pembangunan wilayah antar kecamatan di Kabupaten
Kuantan Singingi baik dari segi ekonomi maupun segi sosial.
128
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. P4Wpress.
Bogor.
Alkadri, Muchdie, Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah
(Sumberdaya alam, Sumberdaya manusia, teknologi). PPKT
Pengembangan Wilayah. Jakarta.
Ananonim. 2008. Tipologi Klassen. http://www.scribd.com/doc/2908449/Modul4-Tipologi-Klassen.
Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pebangunan Ekonomi Daerah.
UGM, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2007. Provinsi Riau dalam Angka 2007. BPS
Provinsi Riau.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi. 2006. Kabupaten Kuansing
dalam Angka 2006. BPS Kuansing. Riau.
_________________. 2004. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
KuansingTahun 2002-2004. BPS Kuansing. Riau.
_________________. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
KuansingTahun 2003-2005. BPS Kuansing. Riau.
_________________. 2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
KuansingTahun 2004-2006. BPS Kuansing. Riau.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi. 2004.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten
Kuantan Singingi. BAPPEDA Kuansing. Riau.
BAPPENAS. 2004. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah.
http://www.bappenas.go.id/index.php?module=Filemanager&func=dow
nload&pathext=ContentExpress/RPJMN2004/&view=Bab%2024%20(
Pembangunan%20Daerah).doc.
Bakri, S. 2002. Penataan Ruang Sebagai Landasan Pengembangan Wilayah
Propinsi Gorontalo. http://www.pu.go.id/ditjen_ruang/Makalah/PRGorontalo.doc.
Budiharsono, Sugeng. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
129
Destrika, Elka. 2006. Skripsi. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PAD
dan Komponen PAD Provinsi Jawa Barat. Departemen Ilmu Ekonomi
dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Manajemen. IPB. Bogor.
Ghalib, R. 2005. Ekonomi Regional. Pustaka Ramadan, Bandung.
Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanan Regional (terjemahan Paul Sitohang).
LPFEUI, Jakarta.
Hanafiah, T. 1988. Pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kecil
dalam Rangka Pengembangan Wilayah Pedesaan. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian Faperta IPB. Bogor.
Jaenudin, D. 2007. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Jawa
Barat Tahun 1997-2005. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi Manajemen. IPB. Bogor.
Jhingan, ML. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Kusumawati, 2005. Tesis. Keterkaitan Sektor Unggulan dan Karakteristik
Tipologi Wilayah dalam Pengembangan Kawasan Strategis. Program
Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Kristiyanti, L. 2007. Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranannya dalam
Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antara Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Timur. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.
Nindyantoro. 2004. Kebijakan Pembangunan Wilayah: Dari Penataan Ruang
Sampai Otonomi Daerah. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.
PERHEPI. 1983. Pertumbuhan dan Pemerataan dalam Pembangunan Pertanian.
PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pranata, W, F. 2004. Analisis Sektor Basis Perekonomian dalam Pembangunnan
Wilayah di Era Otonomi Daerah. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.
Purliana, Indah. 2003. Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranan Fasilitas
Pelayanan Terhadap Pembangunan Wilayah Kota Tegal. Skripsi.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Richardson, H. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
130
Sahara. Tanpa Tahun. Modul Kuliah MK. Ekonomi Regional. Tidak
dipublikasikan.
Setiawan, I. 2006. Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Daerah:pendekatan input output multiregional Jawa Timur, Bali, dan
Nusa Tenggara Barat. Disertasi. Program Studi Ekonomi Pertanian.
Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijaksanaan). LPFE UI.Jakarta.
Sukatendel, F. 2007. Tesis. Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor
Unggulan dalam Mengoptimalkan Kinerja Pembangunan Daerah di
Kabupaten Bogor. Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. Sekolah
Pascasarjana. IPB. Bogor.
Tambunan, T.T.H. 2001. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara,
Jakarta.
Tadjoedin, M.Z, W. I. Suharyo, dan S. Mishra. 2001. Aspirasi terhadap
ketidakmeraan: Disparitas Regional dan Konflik Vertikal di
Indonesia. UNSFIR Working Paper-Jakarta.
Usya, N. 2006. Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di
Kabupaten Subang. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. IPB. Bogor.
Wahyuni, S, E. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB.
Bogor.
Zainal,
R. 2007. Pengembangan Kawasan Strategis Nasional dalam
Pembangunan Provinsi Riau. Tesis. Program Studi Magister
Pembangunan Daerah. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
131
Lampiran 1 Laju Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas Riau dan Kuantan Singingi Menurut
Lapangan Usaha, 2005-2006 (dalam persen)
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan
Jasa-jasa
Riau
2005
6.77
27.24
9.08
9.20
7.15
10.15
10.46
18.18
7.92
rata2006 rata
6.97
6.87
28.61
27.93
9.11
9.10
5.86
7.53
8.27
7.71
11.29
10.72
9.62
10.04
15.67
16.93
9.94
8.93
Kuantan Singingi
2005
5.04
62.40
9.06
3.49
5.24
10.23
9.38
7.24
6.00
2006 rata-rata
5.24
5.14
42.44
52.42
7.99
8.53
4.46
3.98
7.03
6.14
6.35
8.29
8.89
9.14
6.38
6.81
8.36
7.18
Sumber: BPS (diolah)
2 Lampiran 2 Distribusi PDRB Tanpa Migas Riau dan Kuantan Singingi Menurut Lapangan
Usaha, 2005-2006 (dalam persen)
Lapangan Usaha
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan
Jasa-jasa
Sumber: BPS (diolah)
Riau
2005
38.17
0.85
31.86
0.38
4.39
11.54
3.40
3.25
6.17
rata2006 rata
38.28
38.23
1.32
1.09
30.84
31.35
0.36
0.37
4.49
4.44
11.79
11.67
3.39
3.40
3.31
3.28
6.23
6.20
Kuantan Singingi
2005
61.54
4.96
16.77
0.16
3.69
5.36
1.21
1.01
5.29
2006 rata-rata
59.99
60.77
9.22
7.09
15.47
16.12
0.15
0.16
3.36
3.53
4.95
5.16
1.13
1.17
0.92
0.97
4.81
5.05
132
Lampiran 3 Contoh Perhitungan Nilai LQ Sektor-Sektor Perekonomian di
Kabupaten Kuantan Singingi Berdasarkan Harga Konstan 2000
Periode 2002-2006
PDRB Kabupaten
Kuansing
1,287,849.98
221,326.12
186,332.68
4,118.41
129,509.76
177,510.17
53,477.02
27,354.04
217,525.64
2,305,003.82
PDRB Riau
14,103,047.84
517,987.32
6,224,832.81
175,200.34
2,395,732.42
6,278,665.89
2,173,442.62
892,826.69
3,655,897.19
36,417,633.12
LQ
Basis/non basis
1.4428
6.7508
0.4729
0.3714
0.8541
0.4467
0.3887
0.4841
0.9401
Basis
Basis
non basis
non basis
non basis
non basis
non basis
non basis
non basis
Lampiran 4 Trend Nilai Pengganda Pendapatan Basis Tahun 2002-2006
133
Lampiran 5 Analisis Skalogram Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kecamatan
Kuantan Tengah
Benai
Singingi Hilir
Kuantan Mudik
Kuantan Hilir
Singingi
Inuman
Logas Tanah Darat
Pangean
Gunung Toar
Cerenti
Hulu Kuantan
Jumlah
Jumlah penduduk
Desa
43,676
31,539
30,133
30,019
25,970
23,459
17,951
17,094
16,276
13,327
13,148
7,568
23
25
12
28
28
13
9
13
14
13
11
11
a
b
c d e f
14 30 8 4 3
17 34 8 2 1
15 19 5 2 1
9 28 8 1 2 1
9 21 5 2
11 18 4 2
1
3 15 4 1
10 15 4 2 2
11 19 5 1
2
2 12 3 1
4 12 2 1 1
2
9 2 1
1
g h i
J
k l
m n o
4 2 4 12 4 89 16 32 9
1
1 1 19 15 78
3 1
3 2 18 10 36 49
2 1
5 2 10 11 33 5
1 1
2 1 7 6 25 5
3 1
3 2 19 11 23
1
2 1 6 5 13
1
1 1 5 3 20 2
1 1
1 1 6 5 19 2
2 1
1 1 10 6 15 2
1
2 1 11 7 17 6
2
1 12 5 12
p q r s t u v
84 1 1 3 1 9 2
98 3
2 5 1
3 1
2 7 2
68
2 7 3
66 1
1 3 1
29 1
2 11 2
18
1 4 1
40 1
1 2 1
98
1 2 1
46
1 5 1
19
1 4 1
11
1 4
134
Lampiran 5 Analisis Skalogram Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2006 (lanjutan)
No
1
2
3
4
5
6
7
Kecamatan
Kuantan Tengah
Benai
Singingi Hilir
Kuantan Mudik
Kuantan Hilir
Singingi
Inuman
Logas Tanah
8 Darat
9 Pangean
10 Gunung Toar
11 Cerenti
12 Hulu Kuantan
Keterangan:
a= TK
b= SD
c= SMP
d= SMA
e= SMK
f= MI
g= MTS
h= MA
i= dr spesialis
j= dr. umum
k= dr. gigi
l= perawat
m= bidan
w x y z
aa
ab ac
ad
ae af ag
ah ai aj
58 6 3
2 206 55 371 137 35 5 116 47 6 15
21
2
4 74 18 63
9 2 1
8 19 9
26
2
6
6 15 128 11 3
2 25
49
6
2 86 16 47 22 1 1 10 9 7 1
31
5
1 133 13 48
8 1
4 9 3
22
6
7 22 21 84 17 5 1
9 22 5
18
1 18 4 32
2
1 2 4
10
22
29
15
n= masjid
o=mushala
p= langgar
q= gereja
r= RSU
s= poliklinik
t= puskesmas
u= pustu
v= pusling
w= posyandu
x= apotik
y= toko obat
z= pasar
1
1
2
5
4
1
2
1
2
15 11
34 12
5 7
69 15
4
16
21
11
30
3
aa=toko
ab=koperasi
ac=perusahaan kecil
ad=perusahaan menengah
ae=perusahaan besar
af= PT
ag=CV
ah= PO
ai=objek wisata
aj= hotel
ak= rumah makan
3
5
3
11
1
1
2
2 11
3 4
3 3
3 4
jumlah
jumlah
ak unit
peringkat
fasilitas
38
37
1101
1
3
29
235
2
31
29
258
4
12
32
273
3
8
29
269
5
15
30
242
6
1
24
90
11
3
4
3
2
14
10
3
27
27
27
28
18
84
116
90
179
27
10
7
9
8
12
135
Lampiran 6 Analisis Skalogram Pendukung Sektor Unggulan di Kabupaten Kuantan Singingi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Kecamatan
Kuantan Tengah
Benai
Singingi Hilir
Kuantan Mudik
Kuantan Hilir
Singingi
Inuman
Logas Tanah
Darat
Pangean
Gunung Toar
Cerenti
Hulu Kuantan
Jumlah
Jumlah
Penduduk
Desa
43,676
23
31,539
25
30,133
12
30,019
28
25,970
28
23,459
13
17,951
9
17,094
16,276
13,327
13,148
7,568
13
14
13
11
11
a
2
4
6
2
1
7
1
B c
d
e
55 17 39 12
18 8 35 12
15 12 31 9
16 5 31 3
13
5 39 10
21
9 13 4
4 10 27 9
4 11
1 12
2 7
1 15
2 4
4
2
6
4
7
13
41
22
26
20
6
6
8
6
6
Keterangan:
a= pasar
b= Koperasi
g= perusahaan pertambangan(ekploitasi)
h= perusahaan pertambangan (eksplorasi)
c= Kelompok Tani (KPR)
i= Bank
d=KelompokTani
j= wartel
e= PPL
k=warnet
f= Perusahaan pertanian
l= terminal bus
f
3
2
5
1
3
3
g
h
1
3
2
3
3
2
i
j
5 25
6
3
1 6
1 5
5
2
1
4
3
3
1
5
1
k
5
jumlah
jumlah
l jenis
peringkat
unit
1
10
164
1
7
85
2
9
84
3
1
11
72
5
8
77
4
1
9
68
6
5
51
9
7
7
5
7
7
44
66
45
60
41
11
7
10
8
12
136
Download