STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN

advertisement
STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN
PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE
ACEH DARUSSALAM
SKRIPSI
SARAH LILIANA PANDIANGAN
050805056
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN
PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE
ACEH DARUSSALAM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SARAH LILIANA PANDIANGAN
050805056
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
PERSETUJUAN
Judul
Kategori
Nama
Nomor Induk Mahasiswa
Program Studi
Departemen
Fakultas
: STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI
KAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU
RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM
: SKRIPSI
: SARAH LILIANA PANDIANGAN
: 050805056
: SARJANA (S1) BIOLOGI
: BIOLOGI
: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
Diluluskan di
Medan, Desember 2009
Komisi Pembimbing
:
Pembimbing 2
(Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M. Sc.)
NIP:195810161987031003
Pembimbing 1
(Mayang Sari Yeanny S. Si, M. Si.)
NIP: 197211261998022002
Diketahui / Disetujui
Departemen Biologi FMIPA USU
Ketua,
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc.)
NIP: 196404091994031003
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
PERNYATAAN
STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN PERAIRAN
BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2009
Sarah Liliana Pandiangan
050805056
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
PENGHARGAAN
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul “ Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian
Barat Pulau Rubiah Naggroe Aceh Darussalam” dalam waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku Dosen
Pembimbing I dan Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si selaku Dosen pembimbing II,
terimakasih atas perhatian, arahan, tenaga, waktu dan nasehat yang telah diberikan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Terimakasih
kepada Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Bapak Dr. Syafruddin
Ilyas, M. Biomed selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan banyak saran dan
arahan demi penyelesaian Skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi
Suryanto, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik dan sebagai Ketua Departemen
Biologi FMIPA USU, dan kepada seluruh staf Pengajar di Departemen Biologi.
Terimakasih juga oleh penulis kepada Dekan FMIPA USU Prof. Dr. Eddy, M., M.Sc.
Ucapan terimakasih yang tak ternilai Penulis ucapkan kepada yang Terhormat
Ayahanda tercinta M. Pandiangan dan Ibunda tersayang M. Simanjuntak buat Kasih
sayang, Nasehat, Tiap tetes keringat dan air mata, harapan, doa, dan dukungan moril
maupun materi selama ini kepada Penulis yang selalu menguatkan, sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Kepada Adik-adik handa terkasih : Sari
Ani Niati Pandiangan, Santa Agnesia Margaret Pandiangan dan Abang sayang
Mardame Thecos Pandiangan yang selalu memberikan dukungan moril, kasih sayang
dan do’a kepada penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
yang terkasih Bapa tua M. Silitonga dan Inang tua M. Simanjuntak buat dukungan
moril dan do’a selama ini kepada penulis. Terimakasih juga kepada B’Andi, B’Rudi,
K’Shanty, dan K’Qutenk buat semangat dan dukungan moril yang telah diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abang-abang yang turut berperan
besar dalam penelitian ini, Arief dan Epong serta yayasan FFI yang memberikan
bantuan keringanan biaya dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Pak Dekri yang dengan setia menemani tim selama di lapangan.
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa/i
Biologi 2005 atas kebersamaannya selama ini. Kepada tim lapangan Sabang-Iboih:
Taripar, Misran Siregar, S.Si, Valentyna Pardede, S.Si , Phyle dan Erni terimakasih
atas bantuan dan kebersamaan yang diberikan selama di lapangan. Serta teman-teman
di Lab PSDAL Rosida Ambarita, S.Si, Toberni Situmorang, S.Si, Beca dan Erna
Afriningsih Simanjuntak. S.Si atas kebersamaannya dan kepada adik-adik di Lab
PSDAL Andri Buntil, Hariadi, Septy, Helen, Yanti, Farida dan kepada abang-kakakku
stambuk 2003 dan 2004 serta kepada adik-adik seluruh stambuk 2006, 2007 dan 2008
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada abang asuhku B’aldo, S.Si dan
adik asuhku Elisabeth buat kebaikan dan dukungannya selama ini.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Hasil
Penelitian ini, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini.
Medan,
Desember 2009
Penulis
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
ABSTRAK
Penelitian dengan judul “Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan
Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam” telah dilakukan pada bulan
Mei 2009. Penelitian ini dilakukan dengan metode “Purpossive Random Sampling”
yaitu menentukan 2 stasiun penelitian berdasarkan perbedaan aktivitas yang
berlangsung di Perairan tersebut. Pengamatan Ikan Karang dilakukan pada transek
yang berukuran 4 x 50 meter sebanyak 3 transek pada setiap stasiun. Tujuan penelitian
ini adalah untuk melihat keanekaragaman ikan karang dan hubungan antara faktor
fisik kimia dengan keanekaragaman ikan karang.
Dari hasil identifikasi diperoleh ikan karang yang termasuk kedalam kelas
Osteichtyes yang tergolong dalam 1 ordo, 16 famili, 30 genus serta 51 spesies. Nilai
Kepadatan dan kepadatan Relatif tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps
dengan nilai masing-masing 0.985 ind/m2 dan 19.818 %. Nilai Kepadatan dan
Kepadatan Relatif terendah terdapat pada beberapa spesies yaitu 0.005 ind/m2 dan
0.181 %. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2.3 sedangkan
terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 1.76. Indeks keseragaman tertinggi terdapat
pada stasiun 1 yaitu 0.66 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 0.65. Dari
hasil analisis korelasi diketahui bahwa hubungan antara indeks keanekaragaman
dengan nilai faktor fisik kimia berkorelasi kuat.
Kata Kunci : Ikan Karang, Bagian Barat Pulau Rubiah
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Study of Reef Fish Diversity At The West Part Oceanik Of Rubiah
Island Nanggroe Aceh Darussalam
ABSRACT
The research with the title “Study of Reef Fish Diversity At The west Part Oceanik Of
Rubiah Island Nanggroe Aceh Darussalam” have been done at May 2009. This
Research is done with the method of Purpossive Random Sampling that is determine 2
research station of pursuant to difference of society activity that goes on around this
oceanik. Reef fish survey done at the transect that sized 4 x 50 metres by 3 restating
times rill each research station. This research target is to see the diversity of reef fish
and the correlation between chemical physical factor with the reef fish diversity.
From result identify to the reef fish obtained a class reef fish which pertained
in 1 ordo, 16 set of family and 30 genus and 51 species. The highest abundance and
relative abundance is obtained at Pomacentrus spilotoceps that is 0,985 ind/m2 and
19,818 %. The lowest abundance and relative abundance at more spesies that is
0,005 ind/m2 and 0,181 %. The highest diversity index are at station 1 that is 2,3
while the lowest are at station 2 that is 1,76. Highest similarity index there are at
station 1 that is 0,66 while the lowest of similarity index there are at station 2 that is
0,65. From result of correlation analysis known that the relation between variety
index and chemical physical factor value is strong correlation.
Keywords: Reef fish, West part of Rubiah Island
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan
Pernyataan
Penghargaan
Abstrak
Abstract
Daftar isi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
Daftar Gambar
ii
iii
iv
vi
vii
viii
ix
x
xi
Bab 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Hipotesis
1.5 Manfaat Penelitian
1
1
2
2
2
3
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Ekosistem Laut
2.2 Ekosistem Terumbu Karang
2.3 Ikan Karang
2.4 Pembagian Ikan Karang
2.5 Ekologi Ikan
2.6 Anatomi dan Morfologi Ikan
2.7 Parameter Fisik-Kimia Air
4
4
5
6
7
9
10
12
Bab 3. Bahan dan Metoda
3.1 Waktu dan Tempat
3.2 Pengamatan Ikan Karang
3.3 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan
3.4 Analisa Data
16
16
16
17
19
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi
4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)
Dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan Pada Setiap Stasiun Penelitian
4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)
Pada Setiap Stasiun Penelitian
4.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan
4.4.1 Temperatur Air
4.4.2 Intensitas Cahaya
21
21
30
34
36
36
37
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
4.4.3 Penetrasi Cahaya
4.4.4 pH (Derajat Keasaman)
4.4.5 DO (Disolved Oxygen)
4.4.6 Kejenuhan Oksigen
4.4.7 BOD (Biological Oxygen Demand)
4.4.8 Salinitas
4.5 Analisis Korelasi
37
38
38
39
39
40
40
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
43
43
44
Daftar Pustaka
45
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.3 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran
Faktor Fisik Kimia Perairan
Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian
Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)
dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian
Tabel 4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)
pada setiap Stasiun Penelitian
Tabel 4.4 Nilai Faktor Fisik-Kimia Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun
Penelitan
Tabel 4.5 Nilai Korelasi Yang Diperoleh Antara Parameter Fisik-Kimia Perairan
Dengan Keanekaragaman Ikan Yang Diperoleh Dari Setiap Stasiun
Penelitian.
18
22
31
34
36
41
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A
Lampiran B
Lampiran C
Lampiran D
Lampiran E
Lampiran F
Lampiran G
Lampiran H
Lampiran I
Lampiran J
: Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur DO
: Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5
: Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai Besaran
Temperatur Air
: Contoh Perhitungan
: Data Mentah Penelitian
: Hasil Analisis Korelasi
: Foto Ikan Karang
: Data Mentah Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan
: Peta Lokasi Penelitian
: Foto Lokasi Penelitian
48
49
50
51
54
56
57
58
59
60
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, Hamparan laut yang luas
merupakan suatu potensi bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya
laut yang memiliki keragaman baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya.
Keunikan dan keindahan serta keanekaragaman kehidupan bawah laut dari kepulauan
Indonesia yang membentang luas di cakrawala khatulistiwa. Salah satu dari potensi
tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau
ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang
ini dikaitkan dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar
(www.geocities.com/minangbahari/coremap/mengenali).
Terdapat 4 pulau kecil yang mengelilingi Pulau Weh: Klah, Rubiah, Seulako,
dan Rondo. Diantara keempatnya, Rubiah terkenal sebagai tempat pariwisata
menyelam karena terumbu karangnya. Perairan Pulau Rubiah terutama di bagian
sebelah Baratnya termasuk dalam kawasan taman wisata bawah laut Pulau Weh yang
berada di Kotamadya Sabang memiliki hamparan terumbu karang dan beragam jenis
ikan Karang yang merupakan salah satu pembentuk terumbu karang tersebut
(http://cmosdoc.multiply.com/).
Ikan karang membutuhkan habitat hidup untuk bersarang dan mencari makan.
Umumnya ikan karang memiliki mobilitas yang rendah, karenanya sarang sebagai
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
tempat bertahan hidup dan berlindung sangat penting untuk keberlanjutan fungsinya di
dalam area otoritas yang telah dipertahankannya. Semua kebutuhan akan karang telah
disediakan oleh terumbu karang sebagai suatu ekosistem yang secara co-evolution
telah berkembang bersama-sama dengan ikan karang. Asosiasi Ikan karang dan
terumbu karang sangat erat, sehingga eksistensi ikan karang disuatu wilayah terumbu
karang sangat rapuh ketika terjadi pengrusakan habitatnya (Hartati & Edrus, 2005).
Berdasarkan literatur diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Studi
Keanekaragaman Ikan Karang di Kawasan Perairan Sebelah Barat Pulau
Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam”.
1.2 Permasalahan
Perairan Pulau Rubiah di bagian Barat memiliki hamparan Terumbu Karang
yang cukup luas. Komunitas Ikan Karang merupakan salah satu biota pembentuk
ekosistem terumbu karang di perairan ini. Namun sejauh ini data mengenai jenis-jenis
Ikan Karang yang ada di pulau Rubiah ini masih sedikit diketahui dan
keanekaragamannya dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia air laut yang disebabkan oleh
beragamnya aktivitas manusia diantaranya adalah seperti snorkeling, pemukiman,
pariwisata, dan transportasi.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis dan Keanekaragaman Ikan Karang di Kawasan
Perairan bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Untuk mengetahui faktor fisik-kimia perairan yang berkorelasi terhadap
keanekaragaman Ikan Karang tersebut.
1.4 Hipotesis
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
1. Terdapat perbedaan Keanekaragaman Ikan Karang di setiap stasiun yang
berbeda.
2. Faktor fisik-kimia perairan memiliki hubungan terhadap keanekaragaman Ikan
Karang.
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi mengenai Ikan Karang yang terdapat di bagian Barat
Pulau Rubiah bagi penelitian selanjutnya
2. Sumber data bagi pihak-pihak terkait yang berguna dalam usaha pelestarian
biota laut yang dilindungi.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Laut
Pembagian daerah ekosistem laut dibagi menjadi 3 daerah, yaitu Daerah
Litoral / Daerah Pasang Surut adalah daerah yang langsung berbatasan dengan darat.
Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang lebih
berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Biota yang hidup di
daerah ini antara lain: ganggang yang hidup sebagai bentos, teripang, binatang laut,
udang, kepiting, cacing laut. Daerah Neritik merupakan daerah laut dangkal, daerah
ini masih dapat ditembus cahaya sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat
mencapai 200 m. Biota yang hidup di daerah ini adalah plankton, nekton, neston dan
bentos. Daerah Batial atau Daerah Remang-remang dimana kedalamannya antara
200 - 2000 m, sudah tidak ada produsen. Hewannya berupa nekton, dan Daerah
Abisal adalah daerah laut yang kedalamannya lebih dari 2000 m. Daerah ini gelap
sepanjang masa, tidak terdapat produsen (Nybakken, 1993, hlm: 43).
Pulau Rubiah merupakan salah satu daerah wisata bahari yang berada di Pulau
Weh, Kota Sabang. Pulau ini dahulunya merupakan asrama bagi para jama`ah haji
yang akan berangkat ke Mekkah. Namun saat ini, Pulau Rubiah dijadikan sebagai
objek daerah tujuan wisata yakni kawasan taman laut atau lebih di kenal dengan
sebuatan Taman Laut Rubiah (Sea Garden Of Rubiah). Luas perairannya yaitu 2.600
ha, mengelilingi Pulau Rubiah yang tersedia sebagai wisata alami dan menawarkan
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
indahnya alam bawah laut. Di dalamnya terdapat bermacam jenis ikan tropis, terumbu
karang, kerang raksasa, dan masih banyak lainnya (http://www.nad.go.id).
Laut merupakan suatu ekosistem yang kaya akan genetik, spesies dan
keanekaragaman ekosistem. Penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman dunia
laut adalah diluar perhitungan, dan terbukti bahwa lautan mempunyai fila binatang
yang lebih kaya dari daratan. Ekosistem laut memberikan produk dan servis yang
sangat penting untuk keperluan manusia dan untuk keseimbangan ekologis planet
bumi pada umumnya. Salah satu peranan terpenting dari ekosistem laut adalah
fungsinya sebagai marine biological pump (Djohan, 1996). Fungsi ini secara lebih
jelas terlihat pada siklus global karbondioksida yang berperan untuk mereduksi gas
CO2 di atmosfer sehingga akan mengurangi efek rumah kaca (Barus, 2004, hlm: 20).
Sebelah Barat Pulau Rubiah dengan jarak tempuh 350 m terdapat daerah
wisata pantai Iboih yang luasnya 1.300 ha dan 3 km sebelah Barat Laut terdapat
lokasi Tugu Kilometer Nol, sebelah Utara Pulau ini berbatasan langsung dengan
samudera Hindia. Sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan daerah wisata pantai
Gapang. Pulau Rubiah tidak berpenghuni, namun Pulau ini ditumbuhi oleh beberapa
jenis tumbuhan, salah satunya yakni pohon kelapa dan dihuni oleh beberapa jenis
hewan seperti monyet, ular, burung, serangga dan kadal. Pulau Rubiah juga memiliki
pantai yang berpasir putih dan dari Pulau ini dapat melihat dengan jelas kapal-kapal
besar yang melintas serta suasana tenggelamnya matahari (http://www.nad.go.id).
2.2 Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Ini
dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan yang erat. Rantai
makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Terumbu karang
membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan
yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
tahun silam. Sebagai ekosistem terumbu karang sangat kompleks dan keanekaragaman
jenis biota yang amat tinggi (http://www.coremap.or.id/terumbu_karang).
Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas
sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain. Ekosistem ini adalah ekosistem daerah
tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus
secara lestari. Ekosistem terumbu karang ini umumnya terdapat pada perairan yang
relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 220C) dan memiliki kadar
karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub
tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar
perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur
yang
tinggi
diperlukan
untuk
membentuk
kerangka
hewan
penyusun karang dan biota lainnya (www.coremap.or.id/tentang_karang/http://cmosdo
c.multiply.com/journal/item/6/Tanah_Persinggahan).
Koral atau yang lebih dikenal dengan sebutan karang batu termasuk kelompok
hewan, tetapi berbentuk bunga sehingga seringkali mengecoh, dengan demikian sering
dianggap kelompok tumbuhan. Bagian yang keras sesungguhnya merupakan
cangkang dari hewan karang batu, yang tersusun dari zat kapur ( CaCO3). Bagian
tubuh yang tersusun lunak disebut polip karang dan berbentuk seperti tabung dengan
tentakel yang berjumlah 6 buah atau kelipatannya serta terletak di keliling mulut.
Tentakel tersebut dapat ditarik dan dijulurkan (Lilley, 1999, Hlm: 31).
2.3 Ikan Karang
Biota laut terbagi atas 2 kelompok yaitu : kelompok hewan dan kelompok tumbuhan.
Ikan merupakan salah satu biota laut yang memiliki tulang belakang (vertebrata),
berdarah dingin dan mempunyai insang. Jenis hewan ini merupakan penghuni laut
yang paling banyak yaitu sekitar 42,6% atau sekitar 5000 jenis yang telah di
identifikasi, mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi baik dalam bentuk,
ukuran, warna dan sebagian besar hidup di daerah terumbu karang. Sedangkan jenis
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
yang sering terlihat di daerah terumbu karang adalah Carcharhinus spp (black tip
reef), triaenodon spp (white tip reef) dan Carcharhinus amblyrhychos (cucut moncong
putih) (Romimohtarto & Juwana, 2001, Hlm: 28).
Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang
adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang
memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae,
Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae (Budiyanto, 2000, Hlm: 29).
Salah satu penyebab tingginya keragaman spesies terumbu adalah karena
variasi habitat terdapat di terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang
saja, tetapi juga didaerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, dan juga
perairan yang dangkal dan dalam zona-zona yang berbeda melintasi karang. Habitat
yang beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan itu. Akan
tetapi, habitat yang banyak itu tidak cukup untuk menerangkan keragaman yang tinggi
pada ikan-ikan terumbu karang, terutama pada daerah-daerah setempat. Tingginya
keragaman ikan setempat mendorong untuk dilakukan sejumlah penelitian (Nybakken,
1988, hlm: 352).
Indikator pertama yang dapat digunakan untuk mengkaji perubahan-perubahan
seiring waktu dalam tingkat populasi adalah komunitas ikan. Beberapa alasan
pemilihan ikan sebagai indikator karena Ikan merupakan satu kesatuan dari sistem
kehidupan karang, tanggapan-tanggapannya cukup mencerminkan adanya prosesproses yang mengancam yang mengancam atau yang mendukungsistem tersebut
secara keseluruhan, dan termasuk mempengaruhi berbagai komponen lainnya (Gomez
& Yap, 1984). Ikan adalah organisme yang relatif lebih kompleks, dimana banyak
aspek biologi dan perilakunya dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian
habitatnya, seperti ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), predator polyp karang (Vivien &
Navarro, 1983).
2.4 Pembagian Ikan
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Menurut Lalli & Parsons (1993), ikan terbagi ke dalam tiga kelas berdasarkan
taksonominya yaitu:
a. Kelas Agnatha
Kelas ini meliputi ikan primitif seperti lamprey. Kelompok ini berumur 550 juta
tahun yang lalu dan sekarang hanya tinggal 50 spesies. Ikan ini tidak memiliki
sirip-sirip berpasangan tetapi memiliki sirip punggung dan satu sirip ekor.
b. Kelas Chondrichthyes
Kelas ini memiliki ciri yaitu adanya tukang rawan dan tidak mempunyai sisik.
Kelas ini juga termasuk kelas yang primitif dengan umur 450 juta tahun yang lalu
dan sekarang hanya mempuyai 300 spesies. Misalnya seperti ikan pari dan hiu dan
makanannya biasanya adalah plankton dan organisme bentik.
c. Kelas Osteichtyes
Kelas ini meliputi ikan teleostei yang merupakan ikan tulang sejati. Kelompok ini
merupakan ikan yang terbesar jumlahnya dari seluruh ikan, dimana melebihi
20.000 spesies dan ditemukan 300 juta tahun yang lalu.
Satu dari penemuan-penemuan yang menarik tentang ikan-ikan pada terumbu
karang adalah perbedaan-perbedaan dalam ikan-ikan antara siang dan malam. Akan
tetapi, pada malam hari ikan-ikan diurnal ini berlindung di dalam terumbu dan
digantikan oleh sejumlah kecil spesies nokturnal yang tidak terlihat pada siang hari.
Meskipun beberapa dari spesies nokturnal ini secara ekologi sama dengan spesies
diurnal tertentu (Apogonidae, sebagai contoh, menggantikan Pomacentridae), dalam
hubungannya dengan kebiasaan cara makan yang umum dari kebanyakan karnivora,
jumlah ikan pemakan bangkai sangat kecil karena karnivora mengambil setiap
organisme yang baru mati (Nybakken, 1988, hlm : 355).
Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua, dan
yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora atau multivora dan termasuk wakil-wakil
dari seluruh famili ikan yang sebenarnya terdapat di terumbu karang (Pomacentridae,
Chaetodontidae, Pomocanthidae, Monocanthidae, Ostractiontidae, Tetraodontidae).
Hanya ada beberapa ikan yang merupakan pemakan zooplankton, dan mereka pada
umumnya kecil, yaitu ikan-ikan yang membentuk kumpulan (schooling) dari family
Clupeidae dan Atherinidae (Nybakken, 1988, hlm: 356).
Ikan karang dikelompokkan menurut statusnya, seperti ikan indikator, ikan
major, dan ikan target (English, et.al, 1994). Ikan indikator kebanyakan dari suku
Chaetodontidae yang kehadirannya dapat merefleksikan kondisi kesehatan ikan
karang. Ikan major adalah golongan ikan hias dan non ikan hias yang selalu
berasosiasi dengan karang, baik sebagai penetap maupun pelintas. Ikan target adalah
dari golongan ikan yang biasa dicari oleh nelayan untuk dimakan dan dijual (Hartati &
Edrus, 2005).
Analisis keragaman hayati ikan karang menggunakan beberapa indeks yang
dianggap penting sebagai baseline data. Indeks-indeks itu adalah indeks kekayaan
jenis (richness indices), indeks keanekaragaman (diversity indices), dan indeks
keseimbangan (evenness indices) (Ludwig &Reynold, 1988) dan identifikasi jenis
ikan menggunakan buku petunjuk bergambar (Kuiter & Tonozuka, 2001).
2.5 Ekologi Ikan
Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki
oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan
disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Hewan darat dan hewan air sama-sama
memerlukan oksigen untuk proses kehidupannya. Namun, kandungan oksigen di
udara dan di air sangat berbeda. Kandungan oksigen di air hanya 5% atau kurang
dibanding kandungan oksigen di udara. Rendahnya kandungan oksigen dalam air
menyebabkan hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan insang
untuk mengambil oksigen. Bersamaan dengan itu, insang juga harus mengeluarkan
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
ion-ion berlebih yang masuk ke dalam tubuh. Semua kegiatan ini memerlukan energi
metabolik (Fujaya, 2002, hlm: 54).
Adanya sedimen dalam air akan mengurangi penetrasi cahaya masuk kedalam
air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis pada ekosistem perairan. Beberapa
hewan akuatik yang akan menyebabkan kekeruhan air dan sebaliknya dapat juga
menjernihkan air. Dengan demikian kekeruhan membatasi pertumbuhan organisme
yang menyesuaikan diri pada air yang tidak tercemar ( Michael, 1984, hlm: 76).
Banyak bioma akuatik memperlihatkan stratifikasi vertikal yang jelas pada
beberapa variable fisik dan kimiawi. Cahaya diserap oleh air itu sendiri dan oleh
mikroorganisme yang ada di dalamnya, sedemikian rupa sehingga intensitasnya
menurun secara cepat dengan bertambahnya kedalaman. Para ahli ekologi
membedakan antara bioma akuatik di bagian atas, yaitu daerah yang cahayanya
mencukupi untuk fotosintesis, dan bioma akuatik dibagian bawah, yaitu daerah
dengan sedikit sekali cahaya menembus sampai ke daerah itu. Suhu air juga
cenderung terstratifikasi, khususnya selama musim panas dan musim dingin. Energi
panas dari cahaya matahari akan menghangatkan permukaan air hingga ke bagian air
yang dapat ditembus oleh cahaya matahari, tetapi air di tempat yang lebih dalam tetap
sangat dingin. Dalam lautan dan pada banyak danau di daerah beriklim sedang, suatu
lapisan tipis yang perubahan suhunya sangat cepat, memisahkan lapisan air bagian
atas yang lebih hangat dari lapisan air yang lebih dingin di bagian dalam. Pada bagian
dasar semua bioma akuatik, substratnya terbuat dari pasir dan sedimen organik dan
anorganik ( Reece & Mitchel, 1974, hlm: 87).
Aspek yang terakhir dari ekologi ikan terumbu adalah tentang perwujudan dari
tingkah laku membersihkan. Tingkah laku membersihkan adalah bentuk khusus dari
pemangsaan dimana ikan-ikan kecil tertentu atau udang-udang memindahkan berbagai
ektoparasit dari spesies ikan lain, yang biasanya berukuran lebih besar. Peranan
tingkah laku membersihkan diri ini bagi populasi ikan dan ekonomi terumbu karang
belum diketahui dengan baik. Pada proses ini, ikan-ikan pembersih sering membuat
”stasiun pembersihan” tempat mereka mengumumkan kehadirannya dengan warnanya
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
yang terang dan kontras. Ikan yang akan dibersihkan datang kedaerah stasiun
pembersihan (sering berupa penonjolan kepala karang atau batu yang besar) dan tetap
tinggal tak bergerak ketika ikan pembersih bergerak diatas tubuhnya untuk
membersihkan parasit-parasit (Nybakken, 1988, hlm: 357).
2.6 Anatomi dan Morfologi Ikan
Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis,
memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang, dan siripnya serta tergantung pada air
sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk
bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga
tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Ikan
juga menggunakan insang untuk mengambil oksigen dari air yang terdapat di
sekitarnya. Pola adaptasi ini sangat penting untuk mendapatkan makanan disamping
itu juga dapat menyelamatkan diri (Nybakken, 1993, hlm: 89).
Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara
caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan
ekor disebut anus. Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari
jaringan pengikat dilapisi oleh epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar
uniselular yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin
(Radiopoetra, 1990, hlm: 98).
Selain itu ikan juga memiliki ciri khas, terutama cara perkembangan yang
kebanyakan bertelur (ovipar), tapi beberapa jenis diantara ikan-ikan tersebut ada juga
yang menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh induknya
(ovovipar), dan ada juga yang melahirkan anak berupa individu-individu baru
(vivipar) seperti julung-julung (Hemirhampohodon pogonognathus) yang bersifat
vivipar yang kemudian bunting yang secara terus menerus dan melahirkan individu
baru setiap beberapa hari sekali (Effendi, 1987, hlm: 78).
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Ciri-ciri lain yang menonjol dari ikan-ikan terumbu karang adalah warna
mereka. Khususnya pada tekanan pemangsaan yang besar, mereka mempunyai warna
yang sangat terang, warna yang terang merupakan suatu pemberitahuan bahwa spesies
itu mengandung racun atau zat lain yang tidak disukai, jadi predator akan
menghindarinya. Penjelasan lain bahwa, warna digunakan untuk pengenalan spesies,
warna juga digunakan untuk penyamaran spesies (kamuflase) baik dengan mengubah
bentuk ikan atau membuatnya nampak seperti sesuatu yang lain (Nybakken, 1988,
hlm: 357).
2.7 Parameter Fisik-Kimia Air
a. Temperatur
Suhu merupakan salah satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi metabolisme
dan pertumbuhan badan ikan. Penyebaran suhu dalam perairan dapat terjadi karena
adanya penyerapan dan angin sedangkan yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu
adalah musim, cuaca, waktu pengukuran, kedalaman air dan lain sebagainya. Semua
jenis ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu apalagi yang
drastis. Kisaran suhu yang baik untuk ikan adalah antara 25 - 320 C. Kisaran suhu ini
umumnya di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Laju metabolisme ikan dan
hewan air lainnya secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Peningkatan
metabolisme juga berarti meningkatkan kebutuhan akan oksigen. Beberapa jenis ikan
seperti ikan mas kecil (Carassius auaratus) mempunyai toleransi yang luas terhadap
suhu (Anwar et al, 1984, hlm: 68).
b. Intensitas Cahaya
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Cahaya merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ikan dan
berperan secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya dibutuhkan ikan untuk
mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator dan dalam perjalanan menuju
suatu tempat. Hanya beberapa spesies ikan yang beradaptasi untuk hidup di tempat
yang gelap. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikan
adalah melalui rantai makanan. Selain penting dalam membantu penglihatan, cahaya
juga penting dalam metabolisme ikan dan pematangan gonad. Ikan yang mendiami
daerah air yang dalam pada siang hari akan bergerak menuju ke daerah yang lebih
dangkal untuk mencari makanan dengan adanya rangsangan cahaya (Goldman &
Horne, 1983, hlm: 76).
Bagi organisme air, intesitas cahaya berfungsi sebagai alat orienttasi yang akan
mendukung kehidupan organisma tersebut dalam habitatnya. Faktor cahaya matahari
yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian
cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar
dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intsitas cahaya
tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif (Barus, 2004).
c. Penetrasi Cahaya
Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan
mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan
(Brower et al., 1990, hlm: 62).
d. pH (Derajat Keasaman)
Menurut Baur dalam Barus (2004), Organisme air dapat hidup dalam suatu
perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah
sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya
terdapat antara 7 Sementara reproduksi atau perkembang biakan ikan biasanya akan
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
naik pada pH 6,5 walaupun itu tergantung juga kepada jenis ikannya (Lesmana &
Dermawan, 2001, hlm: 89).
e. Jenis Substrat
Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di perairan baik pada air
diam maupu air yang mengalir. Jenis ikan dipengaruhi oleh jenis substrat alami dan
pergerakan air sungai. Ini dapat mempengaruhi keberadaan ikan karena benthos yang
sering berada pada substrat dasar perairan berperan sebagai sumber makanan bagi
nekton (Michael, 1984, hlm: 79).
Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang
hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan
terhadap predator. Substrat dasar yang halus seperti lumpur, pasir dan tanah liat
menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi hewan dasar (Lalli & Parsons, 1993,
hlm: 90).
f. DO (Disolved Oxygen)
Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat
penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik
dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen di perairan sangat sedikit maka perairan
tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena
akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen
terlarut minimum 2 mg/l oksigen sudah cukup mendukung kehidupan organisme
perairan secara normal. Ikan nila merah dalam kondisi oksigen terlarut sedikit di
bawah normal (1 mg/l O2) masih dapat ikan mas mampu mentolerir kandungan
oksigen terlarut (Wardana, 2001, hlm: 45).
g. BOD (Biologycal Oxygen Demand)
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Salah satu indikator pencemaran yang umum digunakan dalam kualitas suatu perairan
adalah pengukuran BOD. Biological Oxygen Demand merupakan nilai yang
menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam
proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 20º (Fardiaz, 1992, hlm:
23)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa
organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang mampu
menguraikan senyawa organik senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah
oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004, hlm: 98).
h. COD ( Chemical Oxygen Demand ).
Nilai COD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka
akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organic baik yang mudahbdiuraikan secara biologis
maupun terhadap yang sukar diuraikan secara biologis (Barus, 2004, hlm: 66).
i. Salinitas
Secara alami kandungan garam terlarut dalam air dapat meningkat apabila
populasi fitoplankton menurun. Hal ini dapat terjadi karena melalui aktivitas respirasi
dari hewan dan bakteri air akan meningkatkan proses mineralisasi yang menyebabkan
kadar garam air meningkat. Garam-garam tersebut meningkat kadarnya dalam air
karena tidak lagi dikonsumsi oleh fitoplankton yang mengalami penurunan jumlah
populasi tersebut. Proses penguraian bahan organik dalam air, yang berasal dari
pembuangan limbah cair misalnya, melalui proses biodegradasi akan meningkatkan
garam-garam nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis algae dan
fitoplankton lain. Toleransi dari organisme air terhadap kadar salinitas dapat
dibedakan antara stenohalin, yaitu organism yang mempunyai kisaran toleransi yang
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
sempit terhadap fluktuasi salinitas, dan euryhalin yang merupakan organisme air
mempunyai toleransi yang luas ( Barus, 2004, hlm: 73).
j. Kejenuhan Oksigen
Harga Kejenuhan Oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kejenuhan (%) =
O 2 [u ]
x 100
O2 [t]
Dimana: O2 [u] = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
O2 [t] = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) sesuai
dengan temperatur. Lampiran D
BAB 3
BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009, di Kawasan Perairan sebelah
Barat Pulau Rubiah, Nanggroe Aceh Darussalam. Dimana dalam menentukan titik
koordinatnya digunakan GPS (Global Positioning System). Secara geografis lokasi
penelitian ini berada pada :
a. Stasiun 1
: 05o53’018” LU dan 95o15’17,29” BT - 05o52’59,2” LU dan
95o15’18,5” BT
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
b. Stasiun 2
: 05o52’32,1” LU dan 95o15’31,3” BT - 05o52’35,8” LU dan
95o15’28,97” BT
3.2 Pengamatan Ikan Karang
Metoda yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengamatan
ikan ialah “Purposive Random Sampling”. Metoda yang digunakan dalam penelitian
ini adalah “Metode Pengamatan Visual Sensus” dan “Foto” pada setiap stasiun
dibuat tiga transek dengan jarak 10 m per-transeknya, masing-masing transek
sepanjang 50 x 4 m sejajar garis pantai. Data ikan karang didapat melalui snorkeling,
menggambar langsung ciri-ciri khusus ikan yang diamati dengan menggunakan asbak
atau kertas tahan air, dan juga meng-akuratkan data dengan pengamatan langsung dari
kapal kaca, kemudian difoto menggunakan kamera air sepanjang garis transek tersebut
dengan
metode visual sensus 20 x foto per-transeknya. Data ikan diidentifikasi
menggunakan buku petunjuk bergambar Allen, et al, (2003).
3.3 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan
Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup:
a. Temperatur Air
Sampel air diambil dari dasar perairan dengan menggunakan ember, kemudian
dituang ke dalam erlenmeyer dan diukur suhu dengan menggunakan termometer air
raksa yang dimasukkan ke dalam air ± 10 menit kemudian dibaca skalanya.
b. Penetrasi Cahaya (m)
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Diukur dengan menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan
air sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke
dalam air.
c. Intensitas Cahaya
Diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan ke arah datangnya
cahaya, kemudian dibaca angka yang tertera pada lux meter tersebut.
d. pH (Derajat Keasaman)
pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter
ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan pada alat
konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.
e.
DO (Disolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metoda winkler. Sampel
air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian
dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Bagan kerja terlampir (Lampiran A).
h. Kejenuhan Oksigen
Kejenuhan =
DO(u )
X 100 %
DO(t)
Keterangan :
f.
-
DO u = DO yang diukur dilapangan
-
DO t = DO yang ada pada tabel
BOD5 (Biologycal Oxygen Demand)
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler. Sampel
air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Bagan kerja
terlampir (Lampiran B).
g.
Salinitas (o/oo)
Salinitas perairan diukur dengan menggunakan Refraktometer yaitu dengan cara
sampel air diambil dengan menggunakan pipet tetes. Pada permukaan dasar yang telah
dibersihkan di teteskan 1 tetes, ditutup dan dibaca skala penunjuk angka.
Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang
digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 3.3 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik
Kimia Perairan
Parameter
Tempat
No.
Satuan
Alat
Fisik – Kimia
Pengukuran
0
1
Temperatur air
C
Termometer Air Raksa
In-situ
2
Penetrasi Cahaya
Cm
Keping Seechi
In-situ
3
Intensitas Cahaya
Candela Lux Meter
In-situ
4
pH air
pH air
In-situ
5
DO
Mg/l
Metoda Winkler
In-situ
6
Kejenuhan Oksigen
%
Laboratorium
Metoda
Winkler
dan Laboratorium
7
BOD5
Mg/l
Inkubasi
o
8
Salinitas
/oo
Refraktometer
In-situ
9
Jenis Substrat
Pasir, Batu dan Pecahan-pecahan Karang
3.4 Analisis Data
Data Ikan yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif,
frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wienner, indeks ekuitabilitas, indeks
similaritas, dan analisis korelasi dengan persamaan menurut Michael (1984) dan
Krebs (1985) sebagai berikut:
a. Kepadatan Populasi (K)
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
K=
Jumlah individu suatu jenis
Luas area pengambilan sampel
b. Kepadatan Relatif (KR)
KR =
K Suatu spesies
x 100%
∑K
dengan: ∑ K = total individu seluruh spesies
c. Frekuensi Kehadiran (FK)
FK =
dimana nilai FK :
Jumlah transek yang ditempati suatu jenis
x 100%
Jumlah total transek
0 – 25%
25 – 50%
50 – 75%
> 75%
= sangat jarang
= jarang
= sering
= sangat sering
d. Indeks Diversitas Shannon – Wienner (H’)
H’= -
∑ pi ln pi
dimana :H’
pi
In
pi
= indeks diversitas Shannon-Wienner
= proporsi spesies ke-i
= logaritma nature
=Σ ni/N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan
jenis)
dengan nilai H’ :
0<H’<2,302
= keanekaragaman rendah
2,302<H’<6,907
= keanekaragaman sedang
H’>6,907
= keanekaragaman tinggi
e. Indeks Equitabilitas (E)
Indeks equitabilitas (E) =
dimana :H’
H maks
H'
H max
= indeks diversitas Shannon-Wienner
= keanekaragaman spesies maksimum
= In S (dimana S banyaknya spesies)
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
dengan nilai E berkisar antara 0-1
g. Analisis Korelasi
Analisis Korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang
berkorelasi terhadap nilai keanekaragaman ikan karang. Analisis korelasi dihitung
menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan metode Komputerisasi SPSS
Ver.13.00.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Perairan sebelah Barat Pulau Rubiah,
NAD, didapatkan 51 jenis ikan yang termasuk kedalam 16 Famili, seperti terlihat pada
tabel 4.1. Deskripsi umum dari jenis Ikan yang diperoleh dari penelitian berdasarkan
buku petunjuk bergambar Allen, et al (2003).
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
1. Acanthuridae (Surgeonfish)
Ikan ini memiliki cirri-ciri tubuh berwarna biru gelap kecoklatan, garis tepi pada
bagian dorsal berwarna biru, anal dan sirip ekor, terdapat noda kecil berwarna kuning
dibagian belakang mata, kadangkala terdapat juga cincin memajang berwarna putih
dibagian dasar ekor, hidupnya membentuk gerombolan, mengetam alga, berlindung
pada karang yang terdapat dibagian pinggir laut dan tengah laut pada kedalaman 2-15
m (gambar 1).
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 1: Acanthurus blochii
Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian
KELAS/ ORDO
Osteichtyes/
Perciformes
FAMILY/ GENUS
SPESIES
NAMA DAERAH
Acanthuridae
Acanthurus
Ctenochaetus
Zebrasoma
Blenniidae
Salarias
Callionymidae
Diplogrammus
Chaetodontidae
Chaetodon
A. auranticavus
A. blochii
A. flowleri
A. grammoptilus
A. leucocheilus
A. leucosternon
A. lineatus
A. triostegus
A. xanthopterus
Ctenochaetus striatus
Zebrasoma rostratum
Botana
Botana
Botana
Botana
Botana
Botana Biru
Botana Kasur
Botana
Botana
Botana
Botana
Salarias guttatus
Glodok
Diplogrammus goramensis
C. collare
C. falcula
C. flavissimus
C. kleinii
C. meyeri
C. smithii
C. triangulum
Kepe kalong
K.FalkulaJakarta
Kepe-kepe
Kepe cokelat
K. mayeri hitam
Kepe-kepe
Kepe merak
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Forcipiger
Hemitaurichthys
Haemulidae
Plectorhinchus
Hemiramphidae
Hyporhamphus
Holocentridae
Myripristis
Labridae
Thalassoma
Pomacanthidae
Cantropyge
Chaetodontoplus
Genicanthus
Pomacentridae
Abudefduf
Amblypomacentrus
Amphiprion
Chromis
Dascyllus
Dischistodus
Pomacentrus
Priacanthidae
Priacanthus
Scaridae
Calotomus
Chlorurus
Scarus
Serranidae
Pseudanthias
Tetraodontidae
Canthigaster
Toxotidae
Toxotes
Zanclidae
Zanclus
C. trifascialis
C. trifasciatus
Forcipiger longirostris
Hemitaurichthys zoster
Kepe-kepe
Kepe-kepe
Kepe Monyong
Kepe Belanda
Plectorhincus polytaenia
Hyporhamphus dussumieri
kacang-kacang
Myripristis pralinia
-
Thalassoma lunare
Ikan Keling
Cantropyge flavipectoralis
C. septentrionalis
G. melanospilos
G. gellus
Ikan Enjiel
Ikan Enjiel
Enjiel
Enjiel
A. notatus
A. clarus
A. clarkia
A. percula
C. actipectoralis
C. dimidiate
Dascyllus aruanus
Dischistodus fasciatus
Pomacentrus spilotoceps
Sersan Mayor
Sersan Mayor
Giro Pasir Kuning Bulat
Klonfis Biak
Jae-jae
Jae-jae
Zebra Jakarta
Giru
Giru-giru
Priacanthus hamrur
Calotomus spinidens
Chlorurus sp.
S. niger
S. oviceps
S. altipinnis
Kakatua Merah
Kakatua
Kakatua
P. squamipinnis
-
C. amboinensis
Ikan Buntel
Toxotes jaculatrix
Ikan Sumpit
Zanclus cornutus
Morish
2. Blenniidae (Blennies).
Genus ikan yang memiliki warna mencakup keabu-abuan dengan bentuk jaringan
garis-garis pada ukuran yang berbeda, terdapat 3 garis horizontal dengan bintik-bintik
gelap/hitam.1-2 noda putih besar dibagian depan pada bagian dasar pectoral. Habitat
soliter/berpasangan di atas koral mati (dead coral), berlindung pada karang hingga
kedalaman 5 m. Penyebaran mulai dari Indonesia, Filipina, Papua New Guinea
(gambar 2).
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Sumber: Pengamatan Langsung
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 2: Salarias guttatus
3. Callionymidae (Dragonets)
Memiliki ciri-ciri pada bagian tubuhnya terdapat bentuk noda-noda seperti bunga
berwarna coklat gelap, garis-garis berwarna biru membentuk bingkai yang dibatasi
warna coklat pada bagian leher, warna biru pada bagian atas tutup insang, membentuk
garis horizontal yang berbeda pada punggung dekat sisi bawah. Hidup soliter atau
membentuk kelompok-kelompok kecil, berlindung pada daerah berpasir dan
beralaskan puing karang yang terdapat mulai dari pinggir laut dan laut tengah pada
kedalaman 5-40 m, Penyebaran mulai dari Indonesia, Mikronesia, dan China (gambar
3).
Sumber: Pengamatan Langsung
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 3: Diplogrammus goramensis
4. Chaetodontidae (Butterflyfish).
Genus ini memiliki warna putih agak kebiru-biruan pada bagian pinggir sirip dada,
hitam secara menyeluruh membengkok hingga ke pusat bagian sirip dada, kekuningkuningan melingkar pada pangkal ekor, habitat bersifat soliter atau berpasangpasangan. Ikan ini terdapat didaerah yang kaya akan karang dan dapat dilihat mulai
dari pinggiran laut yang jernih hingga kearah tengah laut dalam karang mulai 2-25 m
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
kedalamannya. Penyebaran mulai dari Afrika, Maldives dan teluk Bengal, Indonesia,
Filipina dan Micronesia (gambar 4).
Sumber: Pengamatan Langsung
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 4: Chaetodon meyersi
5. Haemulidae (Sweetlips).
Genus ikan yang memiliki warna kuning terang dengan pola tebal berbingkaikan garis
hitam dan berwarna biru pucat belang-belang disekeliling tubuh mulai dari kepala
hingga kebagian ekornya, hidupnya soliter atau membentuk gerombolan kecil, selama
seharian kelompok ikan ini beristirahat, sedangkan pada malam hari dengan aktifnya
mencari makan yaitu hewan invertebrate kecil, terdapat didaerah pantai dan laut
tengah pada kedalaman 5-40 m. Penyebarannya mulai dari Indonesia dan Filipina,
Papua New Guinea dan Australia (gambar 5).
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 5 : Plectorhinchus polytaenia
6. Hemiramphidae (Halfbeaks).
Genus ikan yang memiliki ciri-ciri berwarna perak, bentuk tubuh yang langsing
dengan rahang atas yang sangat pendek dan pedang memanjang pada rahang bawah,
ekor bercabang dua dimana bagian cuping bawah lebih panjang daripada cuping
bagian atas, membentuk gerombolan, terdapat dipermukaan karang pada pinggir laut
dan laut tengah (gambar 6).
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 6: Hyporhampus dussumieri
7. Holocentridae (Squirrelfishes).
Genus ini memiliki warna merah pada bagian punggung dan warna perak pada
beberapa sisinya dengan membentuk skala garis tepi berwarna merah dan dada
berwarna perak, sirip-sirip berwarna merah dengan garis putih dan coklat membatasi
pada bagian tepi, yang terkurung pada bagian atas penutup insang, terdapat pada
karang didaerah dasar berpasir, pinggir laut, dan tengah laut dikedalaman 2-40 m
(gambar 7).
Sumber: Pengamatan Langsung
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 7: Myripristis pralinia
8. Labridae (Wrasses).
Genus ini pada ikan jantan tubuh berwarna biru kehijauan, pada bagian kepala
berwarna hijau lembayung muda menyeluruh, sirip-sirip pektoral berwarna lavender
dengan garis tepi berwarna biru, pangkal ekor berbentuk sabit dengan warna kuning
ditengah, sedangkan pada betina memiliki kesamaan tetapi lebih mendominasi warna
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
hijau, hidup soliter atau membentuk kelompok, terdapat pada karang didaerah dasar
berpasir, pinggir laut, dan karang sebelah luar dikedalaman hingga 20 m (gambar 8).
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 8: Thalassoma lunare
9. Pomacanthidae (Angelfish).
Memiliki warna orange kecoklatan dengan belang-belang biru tebal, ekor berwarna
kuning, tidak begitu pasti, kemungkinan ikan betina memiliki belang berwarna biru
atau jantan memiliki muka berwarna orange, berlindung pada batu karang atau
terumbu karang di kedalaman 5-60 m (gambar 9).
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 9: Chaetodontoplus septentrionalis
10. Pomacentridae (Damselfish)
Genus ikan yang memiliki berwarna biru pucat kehijauan, noda hitan pada bagian
aksilari sirip pektoral, membentuk kelompok yang besar, mendapatkan makanan di
tengah perairan pada bagian atas kumpulan terumbu, berlindung pada karang didaerah
pinggir laut dan sebelah luar karang-karang dikedalaman 2-15 m (gambar 10).
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Sumber: Pengamatan Langsung
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 10: Chromis atripectoralis
11. Priacanthidae (Bigeyes/Reddish).
Memiliki ciri-ciri tubuh yang besar dan berwarna merah yang bervariasi dengan warna
perak adakalanya terdapat juga 6 garis merah atau noda-noda besar, sirip-sirip tanpa
noda-noda atau titik-titik berwarna, begitu pula halnya pada ekor, bersifat soliter,
berlindung pada bagian bawah birai atau kemudian pada bagian kepala terumbu
selama seharian, terdapat di daerah pinggir laut dan laut tengah pada kedalaman
hingga 250 m (gambar 11).
Sumber: Pengamatan Langsung
Sumber: Allen, et al. 2003.
Sumber: Pengamatan Langsung
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 11: Priacanthus hamrur
12. Scaridae (Parrotfishes).
Genus ikan yang memiliki tubuh berwarna biru kehijauan dengan skala garis-garis
tepi yang sempit berwarna merah muda, warna hijau limau dan biru-hijau gelap pada
bagian sirip pektoral, pada bagian atas kepala dan bagian depan tubuhnya berwarna
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
ungu gelap, bersifat soliter, berlindung pada karang yang rata, didaerah pinggir laut
dan sebelah luar dikedalaman hingga 20 m.
Sumber: Pengamatan Langsung
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 12: Scarus oviceps
13. Serranidae (Anthias).
Genus ikan yang memiliki ciri-ciri pada ikan jantan memiliki warna merah gelap
dengan noda-doda/titik-titik kuning pada skala tubuhnya, bintik-bintik ungu pada
bagian luar sirip pektoral, panjang tulang belakang dorsal berkisar 3rd, membentuk
kelompok kecil hingga besar, mencari makanan berupa hewan
plankton yang
berkumpul diatas dasar pasir yang dangkal, berlindung didaerah pinggir laut dan
sebelah luar dari karang-karang dikedalaman 2-20 m (gambar 13).
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 13: Pseudanthias squamipinnis
14. Tetraodontidae (Filefishes).
Memiliki ciri-ciri tubuh dengan warna orange kecoklatan didominasi warna kebiruan
pada bagian bawah tubuh, pada bagian atas kepala berwarna coklat gelap dengan titikSarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
titik biru dan bergerombol, bentuknya kecil berwarna biru kehitaman, terdapat pula
titik-titik noda pada tubuh, bersifat soliter, berlindung disebelah luar karang-karang
yang dangkal hingga kedalaman 10 m (gambar 14).
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 14: Canthigaster amboinensis
15. Toxotidae (Archerfishes).
Genus ikan yang memiliki ciri-ciri tubuh dengan warna putih perak dengan
membentuk 4 atau 5 baji hitam yang membatasi pada sebagian sisi atasnya, sirip
dorsal tumbuh dengan baik pada bagian belakang tepat diatas belakang ekor, bergerak
bebas dipermukaan air, ‘menangkap’ insekta bawah air, memangsa dengan pancaran
air dari mulut terumbu karang yang bersebelahan dengan mangrove, penyebaran mulai
dari India, Indonesia, New Guinea, & Australia (gambar 15).
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 15: Toxotes jaculatrix
16. Zanclidae (Moorish idol).
Genus ini memiliki 3 garis warna hitam yang lebar dan dibatasi 2 garis warna kuning
pucat, warna kuning pelana terdapat sangat menonjol dibagian atas disepanjang
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
moncong, dan disepanjang filamen sirip dorsal, bersifat soliter, berpasangan atau
mengelompok, makanan biasanya terdapat di bunga karang, berlindung pada karangkarang di daerah pinggir laut dan sebelah luar karang-karang tersebut pada kedalaman
hingga 180 m (gambar 16).
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 16: Zanclus cornutus
4.2
Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan
Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian di
setiap transek diperoleh Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %)
dan Frekuensi Kehadiran (FK %) ikan seperti pada tabel 4.2.
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai K, KR dan FK tertinggi terdapat
pada Pomacentrus spilotoceps, dengan nilai masing-masing sebesar 0,985 ind/m2 dan
19,818 % dan 100 % pada Stasiun 1. Tingginya nilai K dan KR pada stasiun tersebut
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik, kimia, dan biologis sebagai
faktor pembatas yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Pomacentrus
spilotoceps seperti faktor temperatur perairan pada stasiun penelitian dalam keadaan
sangat baik yaitu berkisar antara 29oC, hal ini dapat mendukung pembentukan coral
reef dengan baik pula, dimana terumbu karang merupakan tempat berlindung utama
bagi ikan karang termasuk jenis Pomacentrus spilotoceps tersebut.
Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan
Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian
Stasiun 1
Stasiun 2
NO
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Spesies
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
Abudefduf notatus
Acanthurus auranticavus
Acanthurus blochii
Acanthurus flowleri
Acanthurus grammoptilus
Acanthurus leucocheilus
Acanthurus leucosternon
Acanthurus lineatus
Acanthurus triostegus
Acanthurus xanthopterus
Amblypomacentrus clarus
Amphiprion clarkia
Amphiprion percula
Calotomus spinidens
Canthigaster amboinensis
Cantropyge flavipectoralis
Chaetodon collare
Chaetodon falcula
Chaetodon flavissimus
Chaetodon kleinii
Chaetodon meyeri
Chaetodon smithii
Chaetodon triangulum
Chaetodon trifascialis
Chaetodon trifasciatus
Chaetodontoplus septentrionalis
Chlorurus sp.
Chromis actipectoralis
Chromis dimidiate
Ctenochaetus striatus
Dascyllus aruanus
Diplogrammus goramensis
Dischistodus fasciatus
Forcipiger longirostris
Genicanthus gellus
Genicanthus melanospilos
Hemitaurichthys zoster
Hyporhamphus dussumieri
Myripristis pralinia
Plectorhincus polytaenia
Pomacentrus spilotoceps
Priacanthus hamrur
Pseudanthias squamipinnis
Scarus altipinnis
Salarias guttatus
Scarus niger
Scarus oviceps
Thalassoma lunare
Toxotes jaculatrix
Zanclus cornutus
Zebrasoma rostratum
Total
K
KR
FK
K
KR
FK
0.005
0.43
0.01
0.025
0.255
0.085
0.01
0.01
0.03
0.015
0.085
0.01
0.01
0.015
0.01
0.03
0.015
0.485
0.015
0.33
0.035
0.005
0.36
0.04
0.585
0.095
0.005
0.095
0.005
0.985
0.005
0.825
0.01
0.005
0.005
0.03
4,97
0.1006
8.651
0.201
0.503
5.130
1.710
0.201
0.201
0.603
0.301
1.710
0.201
0.201
0.301
0.201
0.603
0.301
9.758
0.301
6.639
0.704
0.1006
7.243
0.804
11.770
1.911
0.1006
1.911
0.1006
19.818
0.1006
16.599
0.201
0.1006
0.1006
0.603
100
33.333
100
33.333
33.333
100
33.333
33.333
66.667
100
66.667
66.667
33.333
66.667
66.667
66.667
66.667
66.667
100
33.333
100
100
33.333
100
33.333
100
100
33.333
66.667
33.333
100
33.333
100
66.667
33.333
33.333
100
2333,3
0.335
0.1
0.02
0.595
0.1
0.005
-
12.159
3.629
0.725
21.597
3.629
0.181
1.088
0.544
0.181
0.181
2.540
0.362
0.362
3.085
1.270
19.056
22.323
0.181
0.181
0.544
5.081
1.088
100
100
100
33.333
100
66.667
33.333
33.333
66.667
33.333
33.333
33.333
66.667
33.333
33.333
66.667
100
100
33.333
33.333
66.667
100
66.667
133,32
0.03
0.015
0.005
0.005
0.07
0.01
0.01
0.085
0.035
0.525
0.615
0.005
0.005
0.015
0.14
0.03
2,755
Keterangan:
a. Stasiun 1
: Kontrol
b. Stasiun 2
: Pemukiman, Pariwisata, Pertambakan Ikan, dan Aktivitas manusia.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Menurut Nontji, (1993, hal: 255) Ikan giru (Pomacentrus spilotoceps) hidup
bersama dengan hewan anemun (sea anemones; Coelenterata; Actiniaria). Antara Ikan
Giru dan anemun terdapat hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Sang ikan
mendapatkan keuntungan dari anemun karena mendapatkan tempat berlindung dari
musuh-musuhnya bila berada di sela-sela tentakel. Tentakel anemun mempunyai selsel jelatang yang dapat menyengat ikan lain, tetapi tidak terhadap giru, karena giru
mempunyai kekebalan. Sebaliknya sang anemun pun memperoleh pula keuntungan
karena giru yang selalu bergerak di antara tentakel-tentakel itu menimbulkan gerakan
air yang membawa oksigen bagi anemun, disamping itu produk-produk sisa dari sang
anemun dapat segera disingkirkan atau dimakan oleh ikan giru.
Nilai K dan KR terendah terdapat pada 7 spesies ikan karang yaitu Abudefduf
notatus,
Diplogrammus
goramensis,
Hemitaurichthys
zoster,
Plectorhincus
polytaenia, Priacanthus hamrur, Scarus niger, dan Thalassoma lunare yaitu masingmasing 0,005 ind/m2 dan 0.1006 %. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan atau
faktor fisik kimia yang tidak mendukung pertumbuhan ke-7 jenis ikan ini secara tidak
langsung yaitu dengan mempengaruhi tempat habitat utama ikan karang tersebut yaitu
terumbu karang, seperti pH air yang berkisar 6,5-7,4. Selain itu data K, KR yang
rendah juga dapat disebabkan pada saat pengambilan data di lapangan yang terbatas
waktu pengamatan dan peralatan yang digunakan.
Frekuensi Kumulatif (FK) terendah pada stasiun 1 terdapat pada Abudefduf
notatus, Acanthurus blochii, Acanthurus leucocheilus, Acanthurus triostegus,
Acanthurus xanthopterus, Chaetodon meyeri, Chromis actipectoralis, Diplogrammus
goramensis,
Forcipiger
longirostris,
Hemitaurichthys
zoster,
Plectorhincus
polytaenia, Priacanthus hamrur, Scarus niger, dan Thalassoma lunare sedangkan
pada jenis Acanthurus flowleri, Acanthurus lineatus, Amphiprion clarkii, Canthigaster
amboinensis, Cantropyge flavipectoralis, Chaetodon collare, Chaetodon kleinii,
Chromis dimidiate, Salarias guttatus dan Scarus niger pada stasiun 2 yaitu berkisar
33,333 %. Rendahnya nilai FK disebabkan faktor lingkungan yang tidak mendukung
pertumbuhan dan keberadaan ikan karang seperti pH yang berkisar 6,5-7,4,
ketersediaan nutrisi, dan terganggunya tempat habitat utama yaitu terumbu karang
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
akibat dari aktivitas anthropogen yang merusak seperti snorkeling/diving, transportasi,
pemukiman, dan pariwisata.
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Acanthurus auranticavus, Acanthurus
blochii, Acanthurus leucostemon, Amphiprion clarkii, Forcipiger longirostris,
Pomacentrus spilotoceps, dan Scarus niger terdapat pada setiap stasiun penelitian. Hal
tersebut dapat disebabkan karena adanya kemampuan ikan tersebut dalam beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi dan kisaran toleransi
yang luas terhadap faktor-faktor fisik-kimia seperti nilai kelarutan oksigen sebesar 6,2
mg/l, intensitas cahaya yang cukup tinggi 1383 candella, nilai BOD5 yang rendah
yaitu 1,2 mg/l dan salinitas air 35 % yang cukup mendukung pembentukan terumbu
karang sebagai tempat utama habitat ikan karang tersebut.
Jenis Pomacentrus spilotoceps merupakan jenis ikan hias yang sering dijumpai
di area penelitian dengan nilai K, KR dan FK yang tinggi. Menurut Budiyanto, (2000,
Hlm: 29) Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang
adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang
memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae,
Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada stasiun 1 indeks keanekaragaman
sangat baik sedangkan pada stasiun 2 kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena
pengaruh faktor fisik kimia yang secara tidak langsung merusak habitat utama dari
ikan karang yaitu terumbu karang. Seperti Intesitas Cahaya pada stasiun 1 sebesar
1383 candela dan stasiun 2 berkisar 1047 candela, dan pada setiap stasiun Penetrasi
Cahayanya pada kedalaman 4 m dan 3 m, yang menunjukkan keadaan faktor
pembatas mendukung sangat baik terdapat pada stasiun 1.
Pengambilan data pada saat dilapangan dan waktu yang ditentukan untuk
melakukan penelitian juga dapat mempengaruhi hasil data yang telah diperoleh.
Seperti halnya penambahan dan pengurangan data spesies ikan karang pada stasiun 1
dan 2 yang sangat berbeda yang telah peneliti peroleh diatas, dimana pada saat
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
pengambilan data spesies tertentu ditemukan pada stasiun 1 sedangkan pada stasiun 2
tidak ditemukan begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dikarenakan pada saat
pengambilan data, spesies tertentu tidak berada pada transek, sehingga tidak tercatat,
terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan karang, dan
adanya migrasi ikan keluar atau masuk di daerah pengamatan.
4.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Persen
Tutupan Karang (r) pada setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun
penelitian diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Inde
ks Persen Tutupan Karang (r) pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 4.3. Dimana
Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2,3 dan terendah pada
stasiun 2 yaitu 1,76. Sedangkan nilai keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1
yaitu 0,66 dan terendah pada stasiun 2 yaitu 0,65. Tinggi rendahnya nilai
keanekaragaman dan keseragaman pada setiap stasiun penelitian ini dapat disebabkan
faktor fisik-kimia perairan dan ketersediaan nutrisi yang sangat mempengaruhi
keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang. Selain itu tinggi rendahnya nilai
indeks keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang juga dapat dipengaruhi
oleh pengambilan data ikan pada saat pengamatan dilapangan. Menurut Brojo &
setiawan, (2004) Penambahan dan pengurangan jumlah spesies ikan karang dapat
disebabkan oleh:
a. Spesies tertentu tidak berada di daerah transek, sehingga tidak tercatat
b. Terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan
karang
c. Adanya migrasi ikan keluar atau masuk didaerah pengamatan.
Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks
Persen
Tutupan Karang (r) pada Setiap Stasiun Penelitian
Indeks
Keanekaragaman (H')
Stasiun 1
2.3
Stasiun 2
1.76
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
50,82%
16,28%
Persen Tutupan Karang (r)
0.66
0.65
Keseragaman (E)
Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman pada
stasiun 2 setiap transeknya termasuk rendah karena nilai H’ hanya berkisar 1,9512,176 atau dapat dikatakan berada pada 0 < H’ < 2,30. Menurut Barus (2004, hal:
121) suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi
apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang
relatif merata. Maka, bila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan
jumlah individu yang tidak merata, komunitas tersebut tidak dapat dikatakan memiliki
keanekaragaman yang tinggi.
Menurut Begon et al., (1986), nilai diversitas
berdasarkan indeks shanon-wiener dihubungkan dengan tingkat pencemaran yaitu
apabila H’ < 1 maka tercemar berat, apabila nilai 1 < H’< 3 tercemar sedang, dan
apabila nilai H’ >3 tidak tercemar. Dari data dapat diketahui stasiun 1 dan 2 tercemar
sedang.
Hasil penelitian Fitria M. (2009) di Pulau Rubiah bagian Barat diperoleh
persen tutupan terumbu karang yang tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 50,82
% dan terendah pada stasiun 2 sebesar 16,28 %. Dari hasil penelitian diatas dapat
dilihat hubungan keanekagaman Ikan Karang dengan persen tutupan Terumbu
Karang. Persen tutupan karang yang tinggi akan memiliki keanekaragaman Ikan
Karang yang tinggi seperti pada stasiun 1. Pada stasiun 2 memiliki persen terumbu
karang yang rendah (kategori buruk), sehingga memiliki keanekaragaman biota air
yang sedikit seperti halnya pada ikan karang. Kondisi faktor fisik kimia perairan ini
tergolong baik dan cocok untuk pertumbuhan terumbu karang, misalnya suhu, pH,
penetrasi cahaya, salinitas dan lain sebagainya (Tabel 4.6). Rusaknya terumbu karang
di daerah penelitian pada stasiun 2 karena pengaruh dari aktifitas masyarakat. Menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, terumbu karang di
kategorikan; buruk (0-24,9 %), sedang (25-49,9 %), baik (50-74,9 %) dan baik sekali
(75- 100 %).
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
4.4 Faktor Fisik Kimia Perairan
Diperoleh nilai faktor fisik-kimia pada setiap stasiun penelitan seperti pada tabel 4.4:
Tabel 4.4
No
Nilai Faktor Fisik-Kimia Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun
Penelitan
1
Parameter
Fisik-Kimia
Temperatur air
Satuan
2
Penetrasi Cahaya
Cm
400
300
3
Intensitas Cahaya
Candela
1383
1047
4
pH air
-
7,4
6,5
5
DO
Mg/l
6,2
6,2
6
Kejenuhan Oksigen
%
81,17
80,77
7
BOD5
Mg/l
1,2
2,4
8
Salinitas
35
35
0
o
Stasiun 1
Stasiun 2
C
29
29
/oo
Keterangan:
a. Stasiun 1
: Kontrol
b. Stasiun 2
: Pemukiman, Pertambakan Ikan, Snorkeling/Diving, Transportasi Kapal.
4.4.1 Temperatur air
Dari data yang diperoleh dapat diketahui temperatur air berkisar 29o C pada
setiap stasiun pengamatan, kisaran temperatur yang didapat dalam penelitian ini dapat
digolongkan dalam keadaan sangat baik, karena dalam kisaran 28-30o C mendukung
dalam pertumbuhan dan keberadaan dari Terumbu karang sebagai habitat utama bagi
keberadaan ikan karang. Menurut Anwar et al, (1984, hlm: 68) Semua jenis ikan
mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu apalagi yang drastis.
Kisaran suhu yang baik untuk ikan adalah antara 25 - 320 C. Kisaran suhu ini
umumnya di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Laju metabolisme ikan dan
hewan air lainnya secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Peningkatan
metabolisme juga berarti meningkatkan kebutuhan akan oksigen.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Secara alami suhu air permukaan memang merupakan lapisan hangat karena
mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena kerja angin, maka di lapisan teratas
sampai kedalaman kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut
terdapat suhu hangat (sekitar 28o C) yang homogen. Karena adanya pengaruh arus dan
pasang-surut, lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi( Nontji, 1993, Hlm: 56).
Menurut Barus (2004, hlm: 45), pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan
udara disekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan
oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi.
4.4.2 Intensitas Cahaya
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa intensitas cahaya terendah pada stasiun 2
yaitu 1047 (perb.1) Candela dan tertinggi pada stasiun 1 yaitu 1383 (perb.10) Candela.
Hal ini disebabkan karena pada stasiun 1 memiliki banyak kandungan substrat, dan
tidak banyak terdapat tumbuhan vegetasi yang terdapat disekitar daerah pengamatan
selain itu juga dapat dipengaruhi waktu pengukuran yang dilakukan pada siang hari
yang cerah, sedangkan pada stasiun 2 hanya terdapat sedikit substrat, namun bnanyak
terdapat vegetasi tumbuhan disekitar stasiun pengamatan ditambah lagi waktu
pengukuran yang dilakukan pada pagi hari. Menurut Goldman & Horne, (1983, hlm:
76), bahwa cahaya merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ikan dan
berperan secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya dibutuhkan ikan untuk
mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator dan dalam perjalanan menuju
suatu tempat. Hanya beberapa spesies ikan yang beradaptasi untuk hidup di tempat
yang gelap. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikan
adalah melalui rantai makanan.
4.4.3 Penetrasi cahaya
Pengukuran penetrasi cahaya terendah dari hasil penelitian yang dilakukan
terdapat pada stasiun 2 (aktivitas) yaitu 3 meter, sedangkan pada stasiun 1 terdapat
hingga 4 m. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 kedalaman yang terendah 2 m dan
selanjutnya membentuk curam yang terjal, walaupun demikian tingkat penetrasi dapat
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
dihasilkan lebih besar dibandingkan stasiun 2 karena pada stasiun 1 lebih banyak
terdapat organisme air yang terdistribusi sehingga membutuhkan cahaya matahari
yang banyak dalam melakukan fotosintesis, sedangkan pada stasiun 2 organisme air
yang membutuhkan cahaya matahari hanya sedikit karena terumbu karang yang
merupakan tempat habitat telah mengalami degradasi, dan juga memiliki kedalaman
terendah 3 m dalam keadaan datar pada sepanjang garis transek pengamatan sejajar
garis pantai. Berdasarkan yang terdapat dalam Brower et al., (1990, hlm: 62)
Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan
mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan.
4.4.4 pH (Derajat Keasaman)
Pada stasiun 1 didapat nilai pH (Derajat Keasaman) yang tertinggi yaitu 7,4
sedangkan nilai pH terendah diperoleh pada stasiun 2, dengan nilai 6,5. Rendahnya
nilai pH pada stasiun 2 dikarenakan banyaknya aktivitas dari manusia, meskipun
dikatakan sebagai Taman Laut, namun daerah pengamatan yaitu stasiun 2 termasuk
daerah yang sudah banyak mengalami degradasi/pengrusakan efek dari kegiatan
manusia seperti snorkeling/diving, alat transportasi, pertambakan, dll, sedangkan pada
stasiun 1 dapat diperoleh nilai pH yang tinggi karena pada daerah tersebut tidak
terdapat aktivitas manusia. Namun bila dilihat lagi nilai pH yang didapat pada setiap
stasiun, dapat dikatakan perairan ini masih dalam keadaan baik, yaitu berkisar 6,5-7,4.
Seperti yang diketahui bahwa nilai pH yang normal dalam suatu perairan berkisar
antara 6-8. Menurut Baur, et al dalam Barus, (2004, Hal: 61) bahwa nilai pH yang
ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya adalah terdapat antara 7-8,5.
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan
mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium.
4.4.5 DO (Disolved Oxygen).
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara
6,2 mg/l pada setiap stasiun penelitian. Tinggi rendahnya nilai oksigen terlarut dalam
suatu perairan dapat disebabkan oleh distribusi organisme air, karena dalam mensuplai
oksigen dalam proses fotosintesis maupun mobilitasnya menggunakan oksigen
terlarut. Secara keseluruhan dapat diketahui nilai oksigen terlarut pada setiap stasiun
penelitian dapat dikatakan normal yaitu berkisar antara 6,0-6,4 mg/l. Menurut Barus,
(2004, hlm: 58), bahwa nilai oksigen terlarut disuatu perairan mengalami fluktuasi
harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperature
juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan
oksigen. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l.
4.4.6 Kejenuhan Oksigen
Disamping pengukuran konsentrasi, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat
kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah
nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat
kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen
dalam mg/l, diperlukan pengukuran temperatur dari ekosistem air tersebut (Barus,
2004, Hlm: 57).
Dari tabel 4.4 dapat diketahui nilai kejenuhan oksigen tertinggi dan terendah
terdapat pada stasiun 1 berkisar 81,17 dan terendah transek 2 berkisar 80,77 %. Hal ini
dapat terjadi karena defisit oksigen yang rendah dan tinggi pula. Pada stasiun 1,
didapat nilai kejenuhan oksigen yang tinggi karena defisit oksigen yang besar
sehingga dapat diketahui bahwa area ini jarang sekali terdapat kehidupan organisme
air, sedangkan pada stasiun 2 didapat nilai kejenuhan oksigen sedikit lebih rendah dari
stasiun 1 karena defisit oksigennya yang lebih kecil dibandingkan transek 1.
4.4.7 BOD (Biological Oxygen Demand)
Nilai BOD yang didapat dari penelitian ini yaitu yang tertinggi pada stasiun 2 yaitu
berkisar 2,4 mg/l. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan senyawa organik
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
dan anorganik
dalam badan perairan
yang
membutuhkan oksigen dalam
penguraiannya, sedangkan nilai BOD terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 1,2 mg/l.
rendahnya nilai BOD pada stasiun 1 merupakan kebalikan dari stasiun 2 yaitu
disebabkan pada daerah ini tidak terdapat senyawa organik dan anorganik yang
berlebih atau masih dapat ditolerir.
Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan
secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga.
Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi
dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperature 20oC(
Barus, 2004, Hlm: 67).
4.4.8 Salinitas (o/oo).
Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam
satuan volum air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (o/oo). Kandungan
utama dari air laut dibentuk oleh ion Na+ dan Cl-, ditambah berbagai jenis unsur lain
yang jumlahnya relatif sedikit (Barus, 2004, Hlm: 72).
Dari tabel 4.4 dapat diketahui salinitas air pada area penelitian di setiap stasiun
sama yaitu 35 o/oo. Hal ini kemugkinan karena dipengaruhi oleh penguapan yang kuat
terjadi d wilayah ini pada musim timur (Nontji, 1993, hlm: 64), namun dengan nilai
salinitas air 35 o/oo daerah ini dapat dikatakan perairan daerah tropis yang memiliki
criteria yang bagus, karena terumbu karang yang merupakan habitat utama ikan
karang hanya dapat berkembang dengan baik dengan nilai salinitas air berkisar 32-35
o
/oo. Menurut Nontji (1993, hlm: 59), bahwa di perairan samudra, salinitas biasanya
berkisar antara 34-35 o/oo.. Diperairan pantai karena terjadi pengeceran, misalnya
karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya didaerah
dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi. Dari pernyataan
tadi, dapat disimpulkan bahwa area penelititan memiliki tingkat penguapan yang
besar.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
4.5 Analisis Korelasi
Nilai korelasi yang diperoleh antara parameter fisik-kimia perairan dengan
keanekaragaman ikan dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5
H’
Keterangan :
Nilai Korelasi Yang Diperoleh Antara Parameter Fisik-Kimia Perairan
Dengan Keanekaragaman Ikan Yang Diperoleh Dari Setiap Stasiun
Penelitian.
Temperatur
-0,154
(-) =
(+) =
(*) =
pH
DO
Kejenuhan Oksigen
+0,773 +0,057
-0,029
BOD5
-0,854(*)
Korelasi negatif (Berlawanan)
Korelasi positif (Searah)
Signifikan pada tingkat 0,05
Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa uji analisis Korelasi Pearson antara beberapa
Faktor Fisik Kimia terhadap Keanekaragaman (H’) ikan Karang sangat berbeda. Nilai
(+) menunjukan korelasi yang searah dimana bila faktor fisik kimia memiliki nilai
yang tinggi maka tingkat diversitas ikan karang akan terdapat dalam jumlah yang
tinggi pula begitu sebaliknya, sedangkan (-) merupakan korelasi yang berlawanan
antara faktor fisik kimia terhadap keanekaragaman (H’) ikan karang, dimana bila nilai
faktor fisik kimia rendah maka tingkat diversitas ikan karang yang terdapat dalam
jumlah yang tinggi, begitu pula sebaliknya.
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi Pearson antara
BOD5 terhadap keanekaragaman (H’) ikan karang berkorelasi signifikan (berpengaruh
nyata) pada tingkat 0,05 sebesar -0,854. Hal ini berarti bahwa hubungan korelasi
berlawanan dimana semakin rendah nilai BOD5 dalam perairan tersebut maka semakin
tinggi keanekaragaman ikan karangnya, begitu pula sebaliknya.
Dari tabel hasil korelasi Pearson juga dapat diketahui yang berkorelasi sangat
lemah adalah Temperatur, DO dan Kejenuhan Oksigen, sedangkan yang berkorelasi
sangat kuat adalah pH dimana jika terjadi perubahan sedikit saja dari faktor fisik
kimia maka akan berpengaruh besar terhadap keanekaragaman (H’) ikan karang
diperairan tersebut. Berdasarkan yang terdapat pada Sarwono (2006), koefisien
korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variable.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefisien korelasi menunjukkan
kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika
koefisien korelasi positif, maka kedua variable mempunyai hubungan searah. Artinya
jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika
koefisien korelasi negative, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik.
Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua
variabel dibuat kriteria sebagai berikut :
a. Jika 0
: Tidak ada korelasi antara dua variabel
b. Jika >0 – 0,25
: Korelasi sangat rendah
c. Jika >0,25-0,5
: Korelasi cukup
d. Jika >0,5-0,75
: Korelasi kuat
e. Jika >0,75-0,99
: Korelasi sangat kuat
f. Jika 1
: Korelasi sempurna
.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Studi Keanekaragaman Ikan
Karang Di Kawasan Perairan Sebelah Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh
Darussalam, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Ikan Karang yang diperoleh pada penelitian ini terdiri dari 1 ordo, 16 famili, 30
genus dan 51 spesies.
b. Nilai Kepadatan (K), Kepadatan relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) ikan
karang tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps, dengan nilai masingmasing sebesar 0,985 ind/m2 dan 19,818 % dan 100 % pada Stasiun 1 dan terendah
pada beberapa spesies berkisar 0,005 ind/m2, 0,181 % dan 33,33 % disetiap stasiun.
d. Indeks rata-rata keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,3
dan terendah pada stasiun 2 sebesar 1,76.
e. Indeks keseragaman (E) tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,66 dan terendah
pada stasiun 2 sebesar 0,65.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
f. Dari
hasil
analisis
keanekaragaman
korelasi
ikan
diketahui
karang
bahwa
berkorelasi
korelasi
nyata
BOD5
(signifikan)
terhadap
negatif
(berlawanan) sebesar -0,854. Temperatur, DO dan Kejenuhan Oksigen berkorelasi
sangat lemah, sedangkan pH berkorelasi sangat kuat terhadap keanekaragaman
(H’) ikan karang diperairan tersebut.
5.2. Saran
Diharapkan dapat dilakukan riset lanjutan mengenai Keanekaragaman Ikan Karang Di
Perairan Sebelah Barat Pulau Rubiah, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan metode
yang berbeda, jangka waktu yang lama dan lebih efisien, peralatan yang lebih lengkap
dan keahlian yang lebih memadai dalam melakukan pendataan dilapangan.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G.R., R. Steene, P. Humann, & N. Deloach, (2003), Reef Fish Identification
Tropical Pacific , Australia: New World Publications
Anwar, J., A.J., Whitten, S.J. Damanik & N, Hisyam. 1984. Ekologi ekosistem
Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.
Medan: USU Press.
Brojo, M., & Setiawan, W., 2004. Penuntun Praktikum Ikhtiologi Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Bogor: Institut Pertanian Bogor
Brotowidjojo, M.D., 1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.
Brower, J. E., H.Z. Jerrold. & Car I.N. Von Ende. 1990. Field and laboratory
Methods for General Ecology. Third Edition. USA, Wm. C. New York: Brown
Publisher.
Budiyanto, 2000, Oseana Majalah Semi Populer. Jakarta: LIPI.
Djohan, Tjut S. 1996. Prinsip Konservasi Biodiversitas. Banda Aceh: Penataran
Biologi Laut FMIPA Unsyiah-HEDS Jakarta.
Effendi, M.I., 1987. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
English, S., C. Wilkinson, & V. Baker. 1994. Survey manual for tropical marine
resources. Australian: Australian Institute of Marine Science, Townsville.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jilid 1. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Goldman, C.R. & A.J Horne 1983. Limnology. New York: Mc. Graw Hill
Gomez, E. D. & H. T. Yap. 1984. Monitoring reef condition.In : coral reef
management handbook. Jakarta: Unesco Publisher.
Hartati, S. T., & Edrus, I. N., 2005. “Komunitas Ikan Karang di Perairan Pantai
Pulau Rakiti dan Pulau Taikabo, Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat” Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumber Daya dan penangkapan. Volume
11. Nomor 2.
http://cmosdoc.multiply.com/. Diakses tanggal 17 Februari, 2009.
http://www.nad.go.id. Diakses tanggal 17 Februari 2009.
http://www.coremap.or.id/terumbu_karang. Diakses tanggal 17 Februari 2009.
Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution and Abundance.Philadelphia:
Harper and Row Publisher.
Lalli, C.M., & T.R. Parsons. 1993. Biological Oceanographi : An Introduction. New
York: Perganon Press.
Ludwig, J. A. & J. F. Reynolds. 1988. Statistical ecology. New York: A Primer on
methods and computing.
Lilley, G. R. 1999. Buku Panduan Pendidikan Konservasi Terumbu Karang
Indonesia. Direktorat Jenderal. Perlindungan dan Konservasi Alam, Natural
resources Management Program, UNSAID, Yayasan Pustaka Alam Nusantara
dan The Nature Conservacy.
Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Michael, P. 1995. Metoda Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moyle, P.B., dan Cech, J.J. 1988. Fishes and Introduction to Ichtyology. New Jersey:
Prentice Hall Englewood Cliffs.
Nontji. A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Nybakken, J.W. 1993. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa:
Koesbiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, M. Eidman & S. Sukarjo. Jakarta: PT.
Gramedia.
Radiopoetra. 1994. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Reece, C & Mitchell. 1974. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Romimohtarto, K. & S. Juwana. 2001. Biologi Laut : Ilmu pengetahuan tentang Biota
Laut. Jakarta: Djambatan.
Sarwono. 2006. Diakses 09 mei 2009. Teori Analisis Korelasi Mengenal Analisis
Korelasi. www.Jonathansarwono.info/korelasi.htm-94k-.
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Vivien, H. M. L & Y. B. Navarro. 1983. Feeding diets and significance of coral
feeding among chaetodontid fishes in moorea, French Polynesia.
Wardana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset.
www.coremap.or.id/tentang_karang/http://cmosdoc.multiply.com/journal/item/6/Tana
h_Persinggahan. Diakses tanggal 17 Februari, 2009.
www.geocities.com/minangbahari/coremap/mengenali. Diakses tanggal 17 Februari,
2009.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen
(DO)
Sampel Air
1 ml MnSO4
1 ml KOH – KI
dikocok
didiamkan
Sampel Dengan
Endapan Putih/Coklat
1 ml H2SO4
dikocok
didiamkan
Larutan Sampel
Berwarna Coklat
diambil sebanyak 100 ml
ditetesi Na2S2O3 0,0125 N
Sampel Berwarna
Kuning Pucat
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
ditambahkan 5 tetes amilum
Sampel Berwarna
Biru
dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N
Sampel Bening
Dihitung volume Na2S2O3 yang terpakai
(= nilai DO akhir)
Hasil
(Michael, 1984; Suin, 2002, hlm: 60)
Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5
Sampel Air
Sampel Air
Sampel Air
diinkubasi selama 5 hari
pada temperatur 20°C
dihitung nilai DO awal
dihitung nilai DO akhir
DO Akhir
DO Awal
Keterangan :
•
•
Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan
penghitungan Nilai DO
Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
(Michael, 1984; Suin, 2002, hlm: 60)
Lampiran C. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai Besaran
Temperatur Air
ToC
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
0,0
14, 16
13, 77
13, 40
13, 05
12,70
12, 37
12, 06
11,76
11, 47
11, 19
10, 92
10, 67
10, 43
10, 20
9, 98
9, 76
9, 56
9, 37
9, 18
9, 01
8, 84
8, 68
8, 53
8, 38
8, 25
0,1
14, 12
13, 74
13, 37
13, 01
12, 67
12, 34
12, 03
11, 73
11, 44
11, 16
10, 90
10, 65
10, 40
10, 17
9, 95
9, 74
9, 54
9, 35
9, 17
8, 99
8, 83
8, 67
8, 52
8, 37
8, 23
0,2
14, 08
13, 70
13, 33
12, 98
12, 64
12, 31
12, 00
11, 70
11, 41
11, 14
10, 87
10, 62
10, 38
10, 15
9, 93
9, 72
9, 52
9, 33
9, 15
8, 98
8, 81
8, 65
8, 50
8, 36
8, 22
0,3
14, 04
13, 66
13, 30
12, 94
12, 60
12, 28
11, 97
11, 67
11, 38
11, 11
10, 85
10, 60
10, 36
10, 13
9, 91
9, 70
9, 50
9, 31
9, 13
8, 96
8, 79
8, 64
8, 49
8, 34
8, 21
0,4
14, 00
13, 63
13, 26
12, 91
12, 57
12, 25
11, 94
11, 64
11, 36
11, 08
10, 82
10, 57
10, 34
10, 11
9, 89
9, 68
9, 48
9, 30
9, 12
8, 94
8, 78
8, 62
8, 47
8, 33
8, 19
0,5
13, 97
13, 59
13, 22
12, 87
12, 54
12, 22
11, 91
11, 61
11, 33
11, 06
10, 80
10, 55
10, 31
10, 09
9, 87
9, 66
9, 46
9, 28
9, 10
8, 93
8, 76
8, 61
8, 46
8, 32
8, 18
0,6
13, 93
13, 55
13, 19
12, 84
12, 51
12, 18
11, 88
11, 58
11, 30
11, 03
10, 77
10, 53
10, 29
10, 06
9, 85
9, 64
9, 45
9, 26
9, 08
8, 91
8, 75
8, 59
8, 44
8, 30
8, 17
0,7
13, 89
13, 51
13, 15
12, 81
12, 47
12, 15
11, 85
11, 55
11, 27
11, 00
10, 75
10, 50
10, 27
10, 04
9, 83
9, 62
9, 43
9, 24
9, 06
8, 89
8, 73
8, 58
8, 43
8, 29
8, 15
0,8
13,85
13, 48
13, 12
12, 77
12, 44
12, 12
11, 82
11, 52
11, 25
10, 98
10, 72
18, 48
10, 24
10, 02
9, 81
9, 60
9, 41
9, 22
9, 04
8, 88
8, 71
8, 56
8, 41
8, 27
8, 14
0,9
13,81
13, 44
13, 08
12, 74
12, 09
12, 09
11, 79
11, 50
11, 22
10,95
10, 70
10, 45
10, 21
10, 00
9, 78
9, 58
9, 39
9, 20
9, 03
8, 86
8, 70
8, 55
8, 40
8, 26
8, 13
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
25
26
27
28
29
30
8, 11
7, 99
7, 86
7, 75
7, 64
7, 53
8, 10
7, 97
7, 85
7, 74
7, 62
7, 52
8, 09
7, 96
7, 84
7,72
7, 61
7, 51
8, 07
7, 95
7, 83
7, 71
7, 60
7, 50
8, 06
7, 94
7, 82
7, 70
7, 59
7, 48
8, 05
7, 92
7, 81
7, 69
7, 58
7, 47
8, 04
7, 91
7, 79
7, 68
7, 57
7, 46
8, 02
7, 90
7, 78
7, 67
7, 56
7, 45
8, 01
7, 89
7,77
7, 66
7, 55
7, 44
8, 00
7, 88
7, 76
7, 65
7, 54
7, 43
(Barus, 2004, hlm: 149)
Lampiran D. Contoh Perhitungan
1. Menghitung Kepadatan (K) Acanthurus auranticavus pada Stasiun 1
K=
Jumlah individu suatu jenis
Luas area pengambilan sampel
K=
86
= 0,43 ind / m2
200
2. Menghitung Kepadatan Relatif (KR) Acanthurus auranticavus pada Stasiun 1
KR =
Kepada tan Individu Suatu Spesies
X 100%
Kepada tan Individu Seluruh Jenis
KR =
0,43
x 100% = 8.651911 %
4,97
3. Menghitung Frekuensi Relatif (FK) Acanthurus auranticavus pada Stasiun 1
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
FK =
Jumlah transek yang ditempati suatu jenis
x 100%
Jumlah total transek
FK =
3
x 100% = 100 %
3
4. Menghitung Indeks Keanekaragaman (H’) pada Stasiun 1(T1).
H’= -
∑ pi ln pi
No
Spesies
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Acanthurus auranticavus
Acanthurus blochii
Acanthurus leucocheilus
Acanthurus leucosternon
Acanthurus triostegus
Acanthurus xanthopterus
Ctenochaetus striatus
Diplogrammus goramensis
Chaetodon flavissimus
Chaetodon meyersi
Chaetodon smithii
Chaetodon triangulum
Chaetodon trifascialis
Chaetodon trifasciatus
Forcipiger longirostris
Hemitaurichthys zoster
Plectorhincus polytaenia
Hyporhamphus dussumieri
Thalassoma lunare
Chaetodontoplus septentrionalis
42
5
10
2
12
1
13
1
2
1
2
Pi
Ln Pi
0.14841
-1.90778
0.017668
0.035336
-4.03601
-3.34286
0.007067
0.042403
0.003534
0.045936
-4.9523
-3.16054
-5.64545
-3.0805
0.003534
0.007067
0.003534
-5.64545
-4.9523
-5.64545
0.007067
-4.9523
H’
0.28313
0
0.07131
0.11812
0
0.035
0.13402
0.01995
0.14151
0
0.01995
0.035
0.01995
0
0
0
0
0
0
0.035
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Genicanthus melanospilos
Genicanthus gellus
Abudefduf notatus
Amblypomacentrus clarus
Amphiprion clarkia
Chromis actipectoralis
Dascyllus arvanus
Dischistodus fasciatus
Pomacentrus spilotoceps
Priacanthus hamrur
Calotomus spinidens
Chlorurus sp.
Scarus niger
Scarus altipinnis
P. squamipinnis
Zanclus cornutus
7
15
1
2
36
58
14
1
1
53
4
0.024735
0.053004
-3.69954
-2.9374
0.003534
-5.64545
0.007067
0.127208
0.204947
-4.9523
-2.06193
-1.585
0.04947
0.003534
0.003534
0.187279
0.014134
-3.00639
-5.64545
-5.64545
-1.67515
-4.25915
Total
0.09151
0.15569
0
0
0.01995
0
0.035
0.26229
0.32484
0
0
0.14873
0.01995
0.01995
0.31372
0.0602
2.36476
5. Menghitung Indeks Keseragaman/Equitabilitas (E) pada Stasiun 1
Indeks equitabilitas (E) =
H'
H max
Hmax = Ln (S) = Ln(36) = 3,583
2,364
= 0,659
Indeks Equitabilitas (E) = 3,583
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Lampiran E: Data Mentah Penelitian
a. Stasiun 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Spesies
Abudefduf notatus
Acanthurus auranticavus
Acanthurus blochii
Acanthurus leucocheilus
Acanthurus leucosternon
Acanthurus triostegus
Acanthurus xanthopterus
Amblypomacentrus clarus
Amphiprion clarkia
Calotomus spinidens
Chaetodon flavissimus
Chaetodon meyersi
Chaetodon smithii
Chaetodon triangulum
Chaetodon trifascialis
Chaetodon trifasciatus
Chaetodontoplus
septentrionalis
Chlorurus sp.
Transek 1
43
5
10
2
1
13
1
2
1
2
Transek
Transek 2
17
2
19
17
1
1
1
1
1
1
2
-
Transek 3
1
26
22
1
4
2
4
2
4
1
Jlh
1
86
2
5
51
17
2
2
6
3
17
2
2
3
2
6
3
14
33
50
97
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Chromis actipectoralis
Ctenochaetus striatus
Dascyllus arvanus
Diplogrammus goramensis
Dischistodus fasciatus
Forcipiger longirostris
Genicanthus gellus
Genicanthus melanospilos
Hemitaurichthys zoster
Hyporhamphus dussumieri
Pomacentrus spilotoceps
Plectorhincus polytaenia
Priacanthus hamrur
P. squamipinnis
Scarus altipinnis
Scarus niger
Thalassoma lunare
Zanclus cornutus
12
2
1
36
15
7
58
53
1
1
4
3
21
3
21
8
26
9
13
71
1
50
1
1
33
2
15
76
3
1
6
68
1
62
1
1
3
66
7
1
72
8
117
19
1
19
197
1
1
165
2
1
1
6
b. Stasiun 2
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Spesies
Acanthurus auranticavus
Acanthurus blochii
Acanthurus flowleri
Acanthurus grammoptilus
Acanthurus leucosternon
Acanthurus lineatus
Amphiprion clarkii
Amphiprion percula
Canthigaster amboinensis
Cantropyge flavipectoralis
Chaetodon collare
Chaetodon falcula
Chaetodon kleinii
Chromis dimidiata
Forcipiger longirostris
Myripristis pralinia
Pomacentrus spilotoceps
Salarias guttatus
Scarus niger
Transek
1
22
7
4
21
11
1
1
2
5
21
41
-
Transek
Transek 2
Jlh
Transek 3
14
2
53
6
2
14
1
17
60
62
1
1
31
11
45
9
1
1
1
2
24
20
-
67
20
4
119
20
1
6
3
1
1
14
2
2
17
7
105
123
1
1
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
20
21
22
Scarus oviceps
Toxotes jaculatrix
Zebrasoma rostratum
9
5
2
12
-
1
7
1
3
28
6
Lampiran F. Hasil Analisis Korelasi
Correlations
Temperatur
Temperatur
pH
DO
KejenuhanO
ksigen
BOD
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
1
pH
Kejenuhan
Oksigen
DO
BOD5
H
.380
.288
.688
-.121
-.154
.458
.580
.131
.819
.770
6
6
6
6
6
6
.380
1
.139
.286
-.918(**)
.773
.793
.582
.010
.071
.458
6
6
6
6
6
6
.288
.139
1
.893(*)
.210
.057
.580
.793
.017
.689
.914
6
6
6
6
6
6
.688
.286
.893(*)
1
.101
-.029
.131
.582
.017
.850
.956
6
6
.918
(**)
.010
6
6
6
6
.210
.101
1
-.854(*)
.689
.850
-.121
.819
.030
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
H
N
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
6
6
6
6
6
6
-.154
.773
.057
-.029
-.854(*)
1
.914
6
.956
6
.030
6
6
.770 .071
6
6
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
N
Lampiran G. Foto Ikan Karang
Gambar 17. Amphiprion clarkii
Gambar 18 Chaetodon meyersi
Gambar 19 Chaetodon trifasciatus
Gambar 20
Gnathanodon spesiosus
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Lampiran H. Parameter Faktor Fisik-Kimia Stasiun Pengamatan
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
No
Parameter
Satuan
Fisik-Kimia
1
2
3
4
5
Temperatur air
Penetrasi
Cahaya
Intensitas
Cahaya
pH air
7
DO
Kejenuhan
Oksigen
BOD5
8
Salinitas
6
Stasiun 1
Stasiun 2
T1
T2
T3
T1
T2
T3
29
28
30
28
28
30
400
400
400
300
300
300
1047
1047
1047
1383
1383
1383
-
7,3
7,3
7,6
6,4
6,5
6,6
Mg/l
6,0
6,2
6,4
6,3
6,1
6,2
78,53
80
84,99
81,29
78,70
82,33
1,0
1,2
1,4
2,5
2,3
2,4
35
35
35
35
35
35
0
C
Cm
Candela
%
Mg/l
o
/oo
Lampiran I: Peta Lokasi
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Keterangan:
a. Stasiun 1
b. Stasiun 2
: Kontrol
: Pemukiman, Pariwisata, Pertambakan Ikan, dan Alat
Transportasi/Aktivitas
Lampiran J. Foto Lokasi Stasiun
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Gambar 21. Stasiun 1/ Kontrol (Sebelah Barat Pulau Rubiah).
Gambar 21.1
Gambar 21.2
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Gambar 22: Stasiun 2 (Sebelah Barat Pulau Rubiah).
Gambar 22.1: Stasiun pengamatan
Pertambakan Ikan
Gambar 22.3: Alat Transportasi
Gambar 22.2: Daerah
Gambar 22.4: Daerah
Pemukiman
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah
Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Download