STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM SKRIPSI SARAH LILIANA PANDIANGAN 050805056 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains SARAH LILIANA PANDIANGAN 050805056 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. PERSETUJUAN Judul Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas : STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM : SKRIPSI : SARAH LILIANA PANDIANGAN : 050805056 : SARJANA (S1) BIOLOGI : BIOLOGI : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM Diluluskan di Medan, Desember 2009 Komisi Pembimbing : Pembimbing 2 (Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M. Sc.) NIP:195810161987031003 Pembimbing 1 (Mayang Sari Yeanny S. Si, M. Si.) NIP: 197211261998022002 Diketahui / Disetujui Departemen Biologi FMIPA USU Ketua, (Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc.) NIP: 196404091994031003 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. PERNYATAAN STUDI KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG DI KAWASAN PERAIRAN BAGIAN BARAT PULAU RUBIAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM SKRIPSI Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya. Medan, Desember 2009 Sarah Liliana Pandiangan 050805056 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. PENGHARGAAN Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Naggroe Aceh Darussalam” dalam waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si selaku Dosen pembimbing II, terimakasih atas perhatian, arahan, tenaga, waktu dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Bapak Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan banyak saran dan arahan demi penyelesaian Skripsi ini. Terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik dan sebagai Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, dan kepada seluruh staf Pengajar di Departemen Biologi. Terimakasih juga oleh penulis kepada Dekan FMIPA USU Prof. Dr. Eddy, M., M.Sc. Ucapan terimakasih yang tak ternilai Penulis ucapkan kepada yang Terhormat Ayahanda tercinta M. Pandiangan dan Ibunda tersayang M. Simanjuntak buat Kasih sayang, Nasehat, Tiap tetes keringat dan air mata, harapan, doa, dan dukungan moril maupun materi selama ini kepada Penulis yang selalu menguatkan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Kepada Adik-adik handa terkasih : Sari Ani Niati Pandiangan, Santa Agnesia Margaret Pandiangan dan Abang sayang Mardame Thecos Pandiangan yang selalu memberikan dukungan moril, kasih sayang dan do’a kepada penulis selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terkasih Bapa tua M. Silitonga dan Inang tua M. Simanjuntak buat dukungan moril dan do’a selama ini kepada penulis. Terimakasih juga kepada B’Andi, B’Rudi, K’Shanty, dan K’Qutenk buat semangat dan dukungan moril yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada abang-abang yang turut berperan besar dalam penelitian ini, Arief dan Epong serta yayasan FFI yang memberikan bantuan keringanan biaya dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Dekri yang dengan setia menemani tim selama di lapangan. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa/i Biologi 2005 atas kebersamaannya selama ini. Kepada tim lapangan Sabang-Iboih: Taripar, Misran Siregar, S.Si, Valentyna Pardede, S.Si , Phyle dan Erni terimakasih atas bantuan dan kebersamaan yang diberikan selama di lapangan. Serta teman-teman di Lab PSDAL Rosida Ambarita, S.Si, Toberni Situmorang, S.Si, Beca dan Erna Afriningsih Simanjuntak. S.Si atas kebersamaannya dan kepada adik-adik di Lab PSDAL Andri Buntil, Hariadi, Septy, Helen, Yanti, Farida dan kepada abang-kakakku stambuk 2003 dan 2004 serta kepada adik-adik seluruh stambuk 2006, 2007 dan 2008 Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada abang asuhku B’aldo, S.Si dan adik asuhku Elisabeth buat kebaikan dan dukungannya selama ini. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Hasil Penelitian ini, untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Medan, Desember 2009 Penulis Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. ABSTRAK Penelitian dengan judul “Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam” telah dilakukan pada bulan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan dengan metode “Purpossive Random Sampling” yaitu menentukan 2 stasiun penelitian berdasarkan perbedaan aktivitas yang berlangsung di Perairan tersebut. Pengamatan Ikan Karang dilakukan pada transek yang berukuran 4 x 50 meter sebanyak 3 transek pada setiap stasiun. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat keanekaragaman ikan karang dan hubungan antara faktor fisik kimia dengan keanekaragaman ikan karang. Dari hasil identifikasi diperoleh ikan karang yang termasuk kedalam kelas Osteichtyes yang tergolong dalam 1 ordo, 16 famili, 30 genus serta 51 spesies. Nilai Kepadatan dan kepadatan Relatif tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps dengan nilai masing-masing 0.985 ind/m2 dan 19.818 %. Nilai Kepadatan dan Kepadatan Relatif terendah terdapat pada beberapa spesies yaitu 0.005 ind/m2 dan 0.181 %. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2.3 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 1.76. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0.66 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 0.65. Dari hasil analisis korelasi diketahui bahwa hubungan antara indeks keanekaragaman dengan nilai faktor fisik kimia berkorelasi kuat. Kata Kunci : Ikan Karang, Bagian Barat Pulau Rubiah Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Study of Reef Fish Diversity At The West Part Oceanik Of Rubiah Island Nanggroe Aceh Darussalam ABSRACT The research with the title “Study of Reef Fish Diversity At The west Part Oceanik Of Rubiah Island Nanggroe Aceh Darussalam” have been done at May 2009. This Research is done with the method of Purpossive Random Sampling that is determine 2 research station of pursuant to difference of society activity that goes on around this oceanik. Reef fish survey done at the transect that sized 4 x 50 metres by 3 restating times rill each research station. This research target is to see the diversity of reef fish and the correlation between chemical physical factor with the reef fish diversity. From result identify to the reef fish obtained a class reef fish which pertained in 1 ordo, 16 set of family and 30 genus and 51 species. The highest abundance and relative abundance is obtained at Pomacentrus spilotoceps that is 0,985 ind/m2 and 19,818 %. The lowest abundance and relative abundance at more spesies that is 0,005 ind/m2 and 0,181 %. The highest diversity index are at station 1 that is 2,3 while the lowest are at station 2 that is 1,76. Highest similarity index there are at station 1 that is 0,66 while the lowest of similarity index there are at station 2 that is 0,65. From result of correlation analysis known that the relation between variety index and chemical physical factor value is strong correlation. Keywords: Reef fish, West part of Rubiah Island Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. DAFTAR ISI Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar isi Daftar Tabel Daftar Lampiran Daftar Gambar ii iii iv vi vii viii ix x xi Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Hipotesis 1.5 Manfaat Penelitian 1 1 2 2 2 3 Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Ekosistem Laut 2.2 Ekosistem Terumbu Karang 2.3 Ikan Karang 2.4 Pembagian Ikan Karang 2.5 Ekologi Ikan 2.6 Anatomi dan Morfologi Ikan 2.7 Parameter Fisik-Kimia Air 4 4 5 6 7 9 10 12 Bab 3. Bahan dan Metoda 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Pengamatan Ikan Karang 3.3 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan 3.4 Analisa Data 16 16 16 17 19 Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) Dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan Pada Setiap Stasiun Penelitian 4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Pada Setiap Stasiun Penelitian 4.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan 4.4.1 Temperatur Air 4.4.2 Intensitas Cahaya 21 21 30 34 36 36 37 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 4.4.3 Penetrasi Cahaya 4.4.4 pH (Derajat Keasaman) 4.4.5 DO (Disolved Oxygen) 4.4.6 Kejenuhan Oksigen 4.4.7 BOD (Biological Oxygen Demand) 4.4.8 Salinitas 4.5 Analisis Korelasi 37 38 38 39 39 40 40 Bab 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran 43 43 44 Daftar Pustaka 45 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.3 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian Tabel 4.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada setiap Stasiun Penelitian Tabel 4.4 Nilai Faktor Fisik-Kimia Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitan Tabel 4.5 Nilai Korelasi Yang Diperoleh Antara Parameter Fisik-Kimia Perairan Dengan Keanekaragaman Ikan Yang Diperoleh Dari Setiap Stasiun Penelitian. 18 22 31 34 36 41 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D Lampiran E Lampiran F Lampiran G Lampiran H Lampiran I Lampiran J : Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur DO : Bagan Kerja Metode Winkler Untuk Mengukur BOD5 : Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai Besaran Temperatur Air : Contoh Perhitungan : Data Mentah Penelitian : Hasil Analisis Korelasi : Foto Ikan Karang : Data Mentah Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan : Peta Lokasi Penelitian : Foto Lokasi Penelitian 48 49 50 51 54 56 57 58 59 60 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, Hamparan laut yang luas merupakan suatu potensi bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya laut yang memiliki keragaman baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya. Keunikan dan keindahan serta keanekaragaman kehidupan bawah laut dari kepulauan Indonesia yang membentang luas di cakrawala khatulistiwa. Salah satu dari potensi tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang ini dikaitkan dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar (www.geocities.com/minangbahari/coremap/mengenali). Terdapat 4 pulau kecil yang mengelilingi Pulau Weh: Klah, Rubiah, Seulako, dan Rondo. Diantara keempatnya, Rubiah terkenal sebagai tempat pariwisata menyelam karena terumbu karangnya. Perairan Pulau Rubiah terutama di bagian sebelah Baratnya termasuk dalam kawasan taman wisata bawah laut Pulau Weh yang berada di Kotamadya Sabang memiliki hamparan terumbu karang dan beragam jenis ikan Karang yang merupakan salah satu pembentuk terumbu karang tersebut (http://cmosdoc.multiply.com/). Ikan karang membutuhkan habitat hidup untuk bersarang dan mencari makan. Umumnya ikan karang memiliki mobilitas yang rendah, karenanya sarang sebagai Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. tempat bertahan hidup dan berlindung sangat penting untuk keberlanjutan fungsinya di dalam area otoritas yang telah dipertahankannya. Semua kebutuhan akan karang telah disediakan oleh terumbu karang sebagai suatu ekosistem yang secara co-evolution telah berkembang bersama-sama dengan ikan karang. Asosiasi Ikan karang dan terumbu karang sangat erat, sehingga eksistensi ikan karang disuatu wilayah terumbu karang sangat rapuh ketika terjadi pengrusakan habitatnya (Hartati & Edrus, 2005). Berdasarkan literatur diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Studi Keanekaragaman Ikan Karang di Kawasan Perairan Sebelah Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam”. 1.2 Permasalahan Perairan Pulau Rubiah di bagian Barat memiliki hamparan Terumbu Karang yang cukup luas. Komunitas Ikan Karang merupakan salah satu biota pembentuk ekosistem terumbu karang di perairan ini. Namun sejauh ini data mengenai jenis-jenis Ikan Karang yang ada di pulau Rubiah ini masih sedikit diketahui dan keanekaragamannya dipengaruhi oleh faktor fisik-kimia air laut yang disebabkan oleh beragamnya aktivitas manusia diantaranya adalah seperti snorkeling, pemukiman, pariwisata, dan transportasi. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui jenis-jenis dan Keanekaragaman Ikan Karang di Kawasan Perairan bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam. 2. Untuk mengetahui faktor fisik-kimia perairan yang berkorelasi terhadap keanekaragaman Ikan Karang tersebut. 1.4 Hipotesis Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 1. Terdapat perbedaan Keanekaragaman Ikan Karang di setiap stasiun yang berbeda. 2. Faktor fisik-kimia perairan memiliki hubungan terhadap keanekaragaman Ikan Karang. 1.5 Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi mengenai Ikan Karang yang terdapat di bagian Barat Pulau Rubiah bagi penelitian selanjutnya 2. Sumber data bagi pihak-pihak terkait yang berguna dalam usaha pelestarian biota laut yang dilindungi. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Laut Pembagian daerah ekosistem laut dibagi menjadi 3 daerah, yaitu Daerah Litoral / Daerah Pasang Surut adalah daerah yang langsung berbatasan dengan darat. Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang lebih berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Biota yang hidup di daerah ini antara lain: ganggang yang hidup sebagai bentos, teripang, binatang laut, udang, kepiting, cacing laut. Daerah Neritik merupakan daerah laut dangkal, daerah ini masih dapat ditembus cahaya sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat mencapai 200 m. Biota yang hidup di daerah ini adalah plankton, nekton, neston dan bentos. Daerah Batial atau Daerah Remang-remang dimana kedalamannya antara 200 - 2000 m, sudah tidak ada produsen. Hewannya berupa nekton, dan Daerah Abisal adalah daerah laut yang kedalamannya lebih dari 2000 m. Daerah ini gelap sepanjang masa, tidak terdapat produsen (Nybakken, 1993, hlm: 43). Pulau Rubiah merupakan salah satu daerah wisata bahari yang berada di Pulau Weh, Kota Sabang. Pulau ini dahulunya merupakan asrama bagi para jama`ah haji yang akan berangkat ke Mekkah. Namun saat ini, Pulau Rubiah dijadikan sebagai objek daerah tujuan wisata yakni kawasan taman laut atau lebih di kenal dengan sebuatan Taman Laut Rubiah (Sea Garden Of Rubiah). Luas perairannya yaitu 2.600 ha, mengelilingi Pulau Rubiah yang tersedia sebagai wisata alami dan menawarkan Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. indahnya alam bawah laut. Di dalamnya terdapat bermacam jenis ikan tropis, terumbu karang, kerang raksasa, dan masih banyak lainnya (http://www.nad.go.id). Laut merupakan suatu ekosistem yang kaya akan genetik, spesies dan keanekaragaman ekosistem. Penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman dunia laut adalah diluar perhitungan, dan terbukti bahwa lautan mempunyai fila binatang yang lebih kaya dari daratan. Ekosistem laut memberikan produk dan servis yang sangat penting untuk keperluan manusia dan untuk keseimbangan ekologis planet bumi pada umumnya. Salah satu peranan terpenting dari ekosistem laut adalah fungsinya sebagai marine biological pump (Djohan, 1996). Fungsi ini secara lebih jelas terlihat pada siklus global karbondioksida yang berperan untuk mereduksi gas CO2 di atmosfer sehingga akan mengurangi efek rumah kaca (Barus, 2004, hlm: 20). Sebelah Barat Pulau Rubiah dengan jarak tempuh 350 m terdapat daerah wisata pantai Iboih yang luasnya 1.300 ha dan 3 km sebelah Barat Laut terdapat lokasi Tugu Kilometer Nol, sebelah Utara Pulau ini berbatasan langsung dengan samudera Hindia. Sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan daerah wisata pantai Gapang. Pulau Rubiah tidak berpenghuni, namun Pulau ini ditumbuhi oleh beberapa jenis tumbuhan, salah satunya yakni pohon kelapa dan dihuni oleh beberapa jenis hewan seperti monyet, ular, burung, serangga dan kadal. Pulau Rubiah juga memiliki pantai yang berpasir putih dan dari Pulau ini dapat melihat dengan jelas kapal-kapal besar yang melintas serta suasana tenggelamnya matahari (http://www.nad.go.id). 2.2 Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Ini dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan yang erat. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. tahun silam. Sebagai ekosistem terumbu karang sangat kompleks dan keanekaragaman jenis biota yang amat tinggi (http://www.coremap.or.id/terumbu_karang). Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain. Ekosistem ini adalah ekosistem daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus secara lestari. Ekosistem terumbu karang ini umumnya terdapat pada perairan yang relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 220C) dan memiliki kadar karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur yang tinggi diperlukan untuk membentuk kerangka hewan penyusun karang dan biota lainnya (www.coremap.or.id/tentang_karang/http://cmosdo c.multiply.com/journal/item/6/Tanah_Persinggahan). Koral atau yang lebih dikenal dengan sebutan karang batu termasuk kelompok hewan, tetapi berbentuk bunga sehingga seringkali mengecoh, dengan demikian sering dianggap kelompok tumbuhan. Bagian yang keras sesungguhnya merupakan cangkang dari hewan karang batu, yang tersusun dari zat kapur ( CaCO3). Bagian tubuh yang tersusun lunak disebut polip karang dan berbentuk seperti tabung dengan tentakel yang berjumlah 6 buah atau kelipatannya serta terletak di keliling mulut. Tentakel tersebut dapat ditarik dan dijulurkan (Lilley, 1999, Hlm: 31). 2.3 Ikan Karang Biota laut terbagi atas 2 kelompok yaitu : kelompok hewan dan kelompok tumbuhan. Ikan merupakan salah satu biota laut yang memiliki tulang belakang (vertebrata), berdarah dingin dan mempunyai insang. Jenis hewan ini merupakan penghuni laut yang paling banyak yaitu sekitar 42,6% atau sekitar 5000 jenis yang telah di identifikasi, mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi baik dalam bentuk, ukuran, warna dan sebagian besar hidup di daerah terumbu karang. Sedangkan jenis Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. yang sering terlihat di daerah terumbu karang adalah Carcharhinus spp (black tip reef), triaenodon spp (white tip reef) dan Carcharhinus amblyrhychos (cucut moncong putih) (Romimohtarto & Juwana, 2001, Hlm: 28). Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae, Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae (Budiyanto, 2000, Hlm: 29). Salah satu penyebab tingginya keragaman spesies terumbu adalah karena variasi habitat terdapat di terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga didaerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, dan juga perairan yang dangkal dan dalam zona-zona yang berbeda melintasi karang. Habitat yang beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan itu. Akan tetapi, habitat yang banyak itu tidak cukup untuk menerangkan keragaman yang tinggi pada ikan-ikan terumbu karang, terutama pada daerah-daerah setempat. Tingginya keragaman ikan setempat mendorong untuk dilakukan sejumlah penelitian (Nybakken, 1988, hlm: 352). Indikator pertama yang dapat digunakan untuk mengkaji perubahan-perubahan seiring waktu dalam tingkat populasi adalah komunitas ikan. Beberapa alasan pemilihan ikan sebagai indikator karena Ikan merupakan satu kesatuan dari sistem kehidupan karang, tanggapan-tanggapannya cukup mencerminkan adanya prosesproses yang mengancam yang mengancam atau yang mendukungsistem tersebut secara keseluruhan, dan termasuk mempengaruhi berbagai komponen lainnya (Gomez & Yap, 1984). Ikan adalah organisme yang relatif lebih kompleks, dimana banyak aspek biologi dan perilakunya dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian habitatnya, seperti ikan kepe-kepe (Chaetodontidae), predator polyp karang (Vivien & Navarro, 1983). 2.4 Pembagian Ikan Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Menurut Lalli & Parsons (1993), ikan terbagi ke dalam tiga kelas berdasarkan taksonominya yaitu: a. Kelas Agnatha Kelas ini meliputi ikan primitif seperti lamprey. Kelompok ini berumur 550 juta tahun yang lalu dan sekarang hanya tinggal 50 spesies. Ikan ini tidak memiliki sirip-sirip berpasangan tetapi memiliki sirip punggung dan satu sirip ekor. b. Kelas Chondrichthyes Kelas ini memiliki ciri yaitu adanya tukang rawan dan tidak mempunyai sisik. Kelas ini juga termasuk kelas yang primitif dengan umur 450 juta tahun yang lalu dan sekarang hanya mempuyai 300 spesies. Misalnya seperti ikan pari dan hiu dan makanannya biasanya adalah plankton dan organisme bentik. c. Kelas Osteichtyes Kelas ini meliputi ikan teleostei yang merupakan ikan tulang sejati. Kelompok ini merupakan ikan yang terbesar jumlahnya dari seluruh ikan, dimana melebihi 20.000 spesies dan ditemukan 300 juta tahun yang lalu. Satu dari penemuan-penemuan yang menarik tentang ikan-ikan pada terumbu karang adalah perbedaan-perbedaan dalam ikan-ikan antara siang dan malam. Akan tetapi, pada malam hari ikan-ikan diurnal ini berlindung di dalam terumbu dan digantikan oleh sejumlah kecil spesies nokturnal yang tidak terlihat pada siang hari. Meskipun beberapa dari spesies nokturnal ini secara ekologi sama dengan spesies diurnal tertentu (Apogonidae, sebagai contoh, menggantikan Pomacentridae), dalam hubungannya dengan kebiasaan cara makan yang umum dari kebanyakan karnivora, jumlah ikan pemakan bangkai sangat kecil karena karnivora mengambil setiap organisme yang baru mati (Nybakken, 1988, hlm : 355). Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua, dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Sisanya diklasifikasikan sebagai omnivora atau multivora dan termasuk wakil-wakil dari seluruh famili ikan yang sebenarnya terdapat di terumbu karang (Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomocanthidae, Monocanthidae, Ostractiontidae, Tetraodontidae). Hanya ada beberapa ikan yang merupakan pemakan zooplankton, dan mereka pada umumnya kecil, yaitu ikan-ikan yang membentuk kumpulan (schooling) dari family Clupeidae dan Atherinidae (Nybakken, 1988, hlm: 356). Ikan karang dikelompokkan menurut statusnya, seperti ikan indikator, ikan major, dan ikan target (English, et.al, 1994). Ikan indikator kebanyakan dari suku Chaetodontidae yang kehadirannya dapat merefleksikan kondisi kesehatan ikan karang. Ikan major adalah golongan ikan hias dan non ikan hias yang selalu berasosiasi dengan karang, baik sebagai penetap maupun pelintas. Ikan target adalah dari golongan ikan yang biasa dicari oleh nelayan untuk dimakan dan dijual (Hartati & Edrus, 2005). Analisis keragaman hayati ikan karang menggunakan beberapa indeks yang dianggap penting sebagai baseline data. Indeks-indeks itu adalah indeks kekayaan jenis (richness indices), indeks keanekaragaman (diversity indices), dan indeks keseimbangan (evenness indices) (Ludwig &Reynold, 1988) dan identifikasi jenis ikan menggunakan buku petunjuk bergambar (Kuiter & Tonozuka, 2001). 2.5 Ekologi Ikan Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Hewan darat dan hewan air sama-sama memerlukan oksigen untuk proses kehidupannya. Namun, kandungan oksigen di udara dan di air sangat berbeda. Kandungan oksigen di air hanya 5% atau kurang dibanding kandungan oksigen di udara. Rendahnya kandungan oksigen dalam air menyebabkan hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan insang untuk mengambil oksigen. Bersamaan dengan itu, insang juga harus mengeluarkan Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. ion-ion berlebih yang masuk ke dalam tubuh. Semua kegiatan ini memerlukan energi metabolik (Fujaya, 2002, hlm: 54). Adanya sedimen dalam air akan mengurangi penetrasi cahaya masuk kedalam air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis pada ekosistem perairan. Beberapa hewan akuatik yang akan menyebabkan kekeruhan air dan sebaliknya dapat juga menjernihkan air. Dengan demikian kekeruhan membatasi pertumbuhan organisme yang menyesuaikan diri pada air yang tidak tercemar ( Michael, 1984, hlm: 76). Banyak bioma akuatik memperlihatkan stratifikasi vertikal yang jelas pada beberapa variable fisik dan kimiawi. Cahaya diserap oleh air itu sendiri dan oleh mikroorganisme yang ada di dalamnya, sedemikian rupa sehingga intensitasnya menurun secara cepat dengan bertambahnya kedalaman. Para ahli ekologi membedakan antara bioma akuatik di bagian atas, yaitu daerah yang cahayanya mencukupi untuk fotosintesis, dan bioma akuatik dibagian bawah, yaitu daerah dengan sedikit sekali cahaya menembus sampai ke daerah itu. Suhu air juga cenderung terstratifikasi, khususnya selama musim panas dan musim dingin. Energi panas dari cahaya matahari akan menghangatkan permukaan air hingga ke bagian air yang dapat ditembus oleh cahaya matahari, tetapi air di tempat yang lebih dalam tetap sangat dingin. Dalam lautan dan pada banyak danau di daerah beriklim sedang, suatu lapisan tipis yang perubahan suhunya sangat cepat, memisahkan lapisan air bagian atas yang lebih hangat dari lapisan air yang lebih dingin di bagian dalam. Pada bagian dasar semua bioma akuatik, substratnya terbuat dari pasir dan sedimen organik dan anorganik ( Reece & Mitchel, 1974, hlm: 87). Aspek yang terakhir dari ekologi ikan terumbu adalah tentang perwujudan dari tingkah laku membersihkan. Tingkah laku membersihkan adalah bentuk khusus dari pemangsaan dimana ikan-ikan kecil tertentu atau udang-udang memindahkan berbagai ektoparasit dari spesies ikan lain, yang biasanya berukuran lebih besar. Peranan tingkah laku membersihkan diri ini bagi populasi ikan dan ekonomi terumbu karang belum diketahui dengan baik. Pada proses ini, ikan-ikan pembersih sering membuat ”stasiun pembersihan” tempat mereka mengumumkan kehadirannya dengan warnanya Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. yang terang dan kontras. Ikan yang akan dibersihkan datang kedaerah stasiun pembersihan (sering berupa penonjolan kepala karang atau batu yang besar) dan tetap tinggal tak bergerak ketika ikan pembersih bergerak diatas tubuhnya untuk membersihkan parasit-parasit (Nybakken, 1988, hlm: 357). 2.6 Anatomi dan Morfologi Ikan Ikan merupakan salah satu jenis hewan vertebrata yang bersifat poikilotermis, memiliki ciri khas pada tulang belakang, insang, dan siripnya serta tergantung pada air sebagai medium untuk kehidupannya. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin. Ikan juga menggunakan insang untuk mengambil oksigen dari air yang terdapat di sekitarnya. Pola adaptasi ini sangat penting untuk mendapatkan makanan disamping itu juga dapat menyelamatkan diri (Nybakken, 1993, hlm: 89). Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan ekor disebut anus. Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat dilapisi oleh epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar uniselular yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin (Radiopoetra, 1990, hlm: 98). Selain itu ikan juga memiliki ciri khas, terutama cara perkembangan yang kebanyakan bertelur (ovipar), tapi beberapa jenis diantara ikan-ikan tersebut ada juga yang menghasilkan anak yang menetas ketika masih berada dalam tubuh induknya (ovovipar), dan ada juga yang melahirkan anak berupa individu-individu baru (vivipar) seperti julung-julung (Hemirhampohodon pogonognathus) yang bersifat vivipar yang kemudian bunting yang secara terus menerus dan melahirkan individu baru setiap beberapa hari sekali (Effendi, 1987, hlm: 78). Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Ciri-ciri lain yang menonjol dari ikan-ikan terumbu karang adalah warna mereka. Khususnya pada tekanan pemangsaan yang besar, mereka mempunyai warna yang sangat terang, warna yang terang merupakan suatu pemberitahuan bahwa spesies itu mengandung racun atau zat lain yang tidak disukai, jadi predator akan menghindarinya. Penjelasan lain bahwa, warna digunakan untuk pengenalan spesies, warna juga digunakan untuk penyamaran spesies (kamuflase) baik dengan mengubah bentuk ikan atau membuatnya nampak seperti sesuatu yang lain (Nybakken, 1988, hlm: 357). 2.7 Parameter Fisik-Kimia Air a. Temperatur Suhu merupakan salah satu sifat fisik yang dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan badan ikan. Penyebaran suhu dalam perairan dapat terjadi karena adanya penyerapan dan angin sedangkan yang mempengaruhi tinggi rendahnya suhu adalah musim, cuaca, waktu pengukuran, kedalaman air dan lain sebagainya. Semua jenis ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu apalagi yang drastis. Kisaran suhu yang baik untuk ikan adalah antara 25 - 320 C. Kisaran suhu ini umumnya di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Laju metabolisme ikan dan hewan air lainnya secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Peningkatan metabolisme juga berarti meningkatkan kebutuhan akan oksigen. Beberapa jenis ikan seperti ikan mas kecil (Carassius auaratus) mempunyai toleransi yang luas terhadap suhu (Anwar et al, 1984, hlm: 68). b. Intensitas Cahaya Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Cahaya merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ikan dan berperan secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator dan dalam perjalanan menuju suatu tempat. Hanya beberapa spesies ikan yang beradaptasi untuk hidup di tempat yang gelap. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan. Selain penting dalam membantu penglihatan, cahaya juga penting dalam metabolisme ikan dan pematangan gonad. Ikan yang mendiami daerah air yang dalam pada siang hari akan bergerak menuju ke daerah yang lebih dangkal untuk mencari makanan dengan adanya rangsangan cahaya (Goldman & Horne, 1983, hlm: 76). Bagi organisme air, intesitas cahaya berfungsi sebagai alat orienttasi yang akan mendukung kehidupan organisma tersebut dalam habitatnya. Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intsitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Barus, 2004). c. Penetrasi Cahaya Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan (Brower et al., 1990, hlm: 62). d. pH (Derajat Keasaman) Menurut Baur dalam Barus (2004), Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 Sementara reproduksi atau perkembang biakan ikan biasanya akan Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. naik pada pH 6,5 walaupun itu tergantung juga kepada jenis ikannya (Lesmana & Dermawan, 2001, hlm: 89). e. Jenis Substrat Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di perairan baik pada air diam maupu air yang mengalir. Jenis ikan dipengaruhi oleh jenis substrat alami dan pergerakan air sungai. Ini dapat mempengaruhi keberadaan ikan karena benthos yang sering berada pada substrat dasar perairan berperan sebagai sumber makanan bagi nekton (Michael, 1984, hlm: 79). Substrat batu menyediakan tempat bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang bergerak sebagai tempat perlindungan terhadap predator. Substrat dasar yang halus seperti lumpur, pasir dan tanah liat menjadi tempat makanan dan perlindungan bagi hewan dasar (Lalli & Parsons, 1993, hlm: 90). f. DO (Disolved Oxygen) Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan keseimbangan osmotik dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen di perairan sangat sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang hidup di air, karena akan mempengaruhi kecepatan makan dan pertumbuhan ikan. Kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l oksigen sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Ikan nila merah dalam kondisi oksigen terlarut sedikit di bawah normal (1 mg/l O2) masih dapat ikan mas mampu mentolerir kandungan oksigen terlarut (Wardana, 2001, hlm: 45). g. BOD (Biologycal Oxygen Demand) Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Salah satu indikator pencemaran yang umum digunakan dalam kualitas suatu perairan adalah pengukuran BOD. Biological Oxygen Demand merupakan nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 20º (Fardiaz, 1992, hlm: 23) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, adanya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004, hlm: 98). h. COD ( Chemical Oxygen Demand ). Nilai COD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg O2/L. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organic baik yang mudahbdiuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar diuraikan secara biologis (Barus, 2004, hlm: 66). i. Salinitas Secara alami kandungan garam terlarut dalam air dapat meningkat apabila populasi fitoplankton menurun. Hal ini dapat terjadi karena melalui aktivitas respirasi dari hewan dan bakteri air akan meningkatkan proses mineralisasi yang menyebabkan kadar garam air meningkat. Garam-garam tersebut meningkat kadarnya dalam air karena tidak lagi dikonsumsi oleh fitoplankton yang mengalami penurunan jumlah populasi tersebut. Proses penguraian bahan organik dalam air, yang berasal dari pembuangan limbah cair misalnya, melalui proses biodegradasi akan meningkatkan garam-garam nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis algae dan fitoplankton lain. Toleransi dari organisme air terhadap kadar salinitas dapat dibedakan antara stenohalin, yaitu organism yang mempunyai kisaran toleransi yang Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. sempit terhadap fluktuasi salinitas, dan euryhalin yang merupakan organisme air mempunyai toleransi yang luas ( Barus, 2004, hlm: 73). j. Kejenuhan Oksigen Harga Kejenuhan Oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kejenuhan (%) = O 2 [u ] x 100 O2 [t] Dimana: O2 [u] = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l) O2 [t] = Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) sesuai dengan temperatur. Lampiran D BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009, di Kawasan Perairan sebelah Barat Pulau Rubiah, Nanggroe Aceh Darussalam. Dimana dalam menentukan titik koordinatnya digunakan GPS (Global Positioning System). Secara geografis lokasi penelitian ini berada pada : a. Stasiun 1 : 05o53’018” LU dan 95o15’17,29” BT - 05o52’59,2” LU dan 95o15’18,5” BT Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. b. Stasiun 2 : 05o52’32,1” LU dan 95o15’31,3” BT - 05o52’35,8” LU dan 95o15’28,97” BT 3.2 Pengamatan Ikan Karang Metoda yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengamatan ikan ialah “Purposive Random Sampling”. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Metode Pengamatan Visual Sensus” dan “Foto” pada setiap stasiun dibuat tiga transek dengan jarak 10 m per-transeknya, masing-masing transek sepanjang 50 x 4 m sejajar garis pantai. Data ikan karang didapat melalui snorkeling, menggambar langsung ciri-ciri khusus ikan yang diamati dengan menggunakan asbak atau kertas tahan air, dan juga meng-akuratkan data dengan pengamatan langsung dari kapal kaca, kemudian difoto menggunakan kamera air sepanjang garis transek tersebut dengan metode visual sensus 20 x foto per-transeknya. Data ikan diidentifikasi menggunakan buku petunjuk bergambar Allen, et al, (2003). 3.3 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup: a. Temperatur Air Sampel air diambil dari dasar perairan dengan menggunakan ember, kemudian dituang ke dalam erlenmeyer dan diukur suhu dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air ± 10 menit kemudian dibaca skalanya. b. Penetrasi Cahaya (m) Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Diukur dengan menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air. c. Intensitas Cahaya Diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan ke arah datangnya cahaya, kemudian dibaca angka yang tertera pada lux meter tersebut. d. pH (Derajat Keasaman) pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. e. DO (Disolved Oxygen) Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metoda winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Bagan kerja terlampir (Lampiran A). h. Kejenuhan Oksigen Kejenuhan = DO(u ) X 100 % DO(t) Keterangan : f. - DO u = DO yang diukur dilapangan - DO t = DO yang ada pada tabel BOD5 (Biologycal Oxygen Demand) Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler. Sampel air yang diambil dari dasar perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Bagan kerja terlampir (Lampiran B). g. Salinitas (o/oo) Salinitas perairan diukur dengan menggunakan Refraktometer yaitu dengan cara sampel air diambil dengan menggunakan pipet tetes. Pada permukaan dasar yang telah dibersihkan di teteskan 1 tetes, ditutup dan dibaca skala penunjuk angka. Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 3.3 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan Parameter Tempat No. Satuan Alat Fisik – Kimia Pengukuran 0 1 Temperatur air C Termometer Air Raksa In-situ 2 Penetrasi Cahaya Cm Keping Seechi In-situ 3 Intensitas Cahaya Candela Lux Meter In-situ 4 pH air pH air In-situ 5 DO Mg/l Metoda Winkler In-situ 6 Kejenuhan Oksigen % Laboratorium Metoda Winkler dan Laboratorium 7 BOD5 Mg/l Inkubasi o 8 Salinitas /oo Refraktometer In-situ 9 Jenis Substrat Pasir, Batu dan Pecahan-pecahan Karang 3.4 Analisis Data Data Ikan yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wienner, indeks ekuitabilitas, indeks similaritas, dan analisis korelasi dengan persamaan menurut Michael (1984) dan Krebs (1985) sebagai berikut: a. Kepadatan Populasi (K) Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. K= Jumlah individu suatu jenis Luas area pengambilan sampel b. Kepadatan Relatif (KR) KR = K Suatu spesies x 100% ∑K dengan: ∑ K = total individu seluruh spesies c. Frekuensi Kehadiran (FK) FK = dimana nilai FK : Jumlah transek yang ditempati suatu jenis x 100% Jumlah total transek 0 – 25% 25 – 50% 50 – 75% > 75% = sangat jarang = jarang = sering = sangat sering d. Indeks Diversitas Shannon – Wienner (H’) H’= - ∑ pi ln pi dimana :H’ pi In pi = indeks diversitas Shannon-Wienner = proporsi spesies ke-i = logaritma nature =Σ ni/N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis) dengan nilai H’ : 0<H’<2,302 = keanekaragaman rendah 2,302<H’<6,907 = keanekaragaman sedang H’>6,907 = keanekaragaman tinggi e. Indeks Equitabilitas (E) Indeks equitabilitas (E) = dimana :H’ H maks H' H max = indeks diversitas Shannon-Wienner = keanekaragaman spesies maksimum = In S (dimana S banyaknya spesies) Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. dengan nilai E berkisar antara 0-1 g. Analisis Korelasi Analisis Korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap nilai keanekaragaman ikan karang. Analisis korelasi dihitung menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan metode Komputerisasi SPSS Ver.13.00. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Perairan sebelah Barat Pulau Rubiah, NAD, didapatkan 51 jenis ikan yang termasuk kedalam 16 Famili, seperti terlihat pada tabel 4.1. Deskripsi umum dari jenis Ikan yang diperoleh dari penelitian berdasarkan buku petunjuk bergambar Allen, et al (2003). Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 1. Acanthuridae (Surgeonfish) Ikan ini memiliki cirri-ciri tubuh berwarna biru gelap kecoklatan, garis tepi pada bagian dorsal berwarna biru, anal dan sirip ekor, terdapat noda kecil berwarna kuning dibagian belakang mata, kadangkala terdapat juga cincin memajang berwarna putih dibagian dasar ekor, hidupnya membentuk gerombolan, mengetam alga, berlindung pada karang yang terdapat dibagian pinggir laut dan tengah laut pada kedalaman 2-15 m (gambar 1). Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 1: Acanthurus blochii Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian KELAS/ ORDO Osteichtyes/ Perciformes FAMILY/ GENUS SPESIES NAMA DAERAH Acanthuridae Acanthurus Ctenochaetus Zebrasoma Blenniidae Salarias Callionymidae Diplogrammus Chaetodontidae Chaetodon A. auranticavus A. blochii A. flowleri A. grammoptilus A. leucocheilus A. leucosternon A. lineatus A. triostegus A. xanthopterus Ctenochaetus striatus Zebrasoma rostratum Botana Botana Botana Botana Botana Botana Biru Botana Kasur Botana Botana Botana Botana Salarias guttatus Glodok Diplogrammus goramensis C. collare C. falcula C. flavissimus C. kleinii C. meyeri C. smithii C. triangulum Kepe kalong K.FalkulaJakarta Kepe-kepe Kepe cokelat K. mayeri hitam Kepe-kepe Kepe merak Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Forcipiger Hemitaurichthys Haemulidae Plectorhinchus Hemiramphidae Hyporhamphus Holocentridae Myripristis Labridae Thalassoma Pomacanthidae Cantropyge Chaetodontoplus Genicanthus Pomacentridae Abudefduf Amblypomacentrus Amphiprion Chromis Dascyllus Dischistodus Pomacentrus Priacanthidae Priacanthus Scaridae Calotomus Chlorurus Scarus Serranidae Pseudanthias Tetraodontidae Canthigaster Toxotidae Toxotes Zanclidae Zanclus C. trifascialis C. trifasciatus Forcipiger longirostris Hemitaurichthys zoster Kepe-kepe Kepe-kepe Kepe Monyong Kepe Belanda Plectorhincus polytaenia Hyporhamphus dussumieri kacang-kacang Myripristis pralinia - Thalassoma lunare Ikan Keling Cantropyge flavipectoralis C. septentrionalis G. melanospilos G. gellus Ikan Enjiel Ikan Enjiel Enjiel Enjiel A. notatus A. clarus A. clarkia A. percula C. actipectoralis C. dimidiate Dascyllus aruanus Dischistodus fasciatus Pomacentrus spilotoceps Sersan Mayor Sersan Mayor Giro Pasir Kuning Bulat Klonfis Biak Jae-jae Jae-jae Zebra Jakarta Giru Giru-giru Priacanthus hamrur Calotomus spinidens Chlorurus sp. S. niger S. oviceps S. altipinnis Kakatua Merah Kakatua Kakatua P. squamipinnis - C. amboinensis Ikan Buntel Toxotes jaculatrix Ikan Sumpit Zanclus cornutus Morish 2. Blenniidae (Blennies). Genus ikan yang memiliki warna mencakup keabu-abuan dengan bentuk jaringan garis-garis pada ukuran yang berbeda, terdapat 3 garis horizontal dengan bintik-bintik gelap/hitam.1-2 noda putih besar dibagian depan pada bagian dasar pectoral. Habitat soliter/berpasangan di atas koral mati (dead coral), berlindung pada karang hingga kedalaman 5 m. Penyebaran mulai dari Indonesia, Filipina, Papua New Guinea (gambar 2). Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 2: Salarias guttatus 3. Callionymidae (Dragonets) Memiliki ciri-ciri pada bagian tubuhnya terdapat bentuk noda-noda seperti bunga berwarna coklat gelap, garis-garis berwarna biru membentuk bingkai yang dibatasi warna coklat pada bagian leher, warna biru pada bagian atas tutup insang, membentuk garis horizontal yang berbeda pada punggung dekat sisi bawah. Hidup soliter atau membentuk kelompok-kelompok kecil, berlindung pada daerah berpasir dan beralaskan puing karang yang terdapat mulai dari pinggir laut dan laut tengah pada kedalaman 5-40 m, Penyebaran mulai dari Indonesia, Mikronesia, dan China (gambar 3). Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 3: Diplogrammus goramensis 4. Chaetodontidae (Butterflyfish). Genus ini memiliki warna putih agak kebiru-biruan pada bagian pinggir sirip dada, hitam secara menyeluruh membengkok hingga ke pusat bagian sirip dada, kekuningkuningan melingkar pada pangkal ekor, habitat bersifat soliter atau berpasangpasangan. Ikan ini terdapat didaerah yang kaya akan karang dan dapat dilihat mulai dari pinggiran laut yang jernih hingga kearah tengah laut dalam karang mulai 2-25 m Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. kedalamannya. Penyebaran mulai dari Afrika, Maldives dan teluk Bengal, Indonesia, Filipina dan Micronesia (gambar 4). Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 4: Chaetodon meyersi 5. Haemulidae (Sweetlips). Genus ikan yang memiliki warna kuning terang dengan pola tebal berbingkaikan garis hitam dan berwarna biru pucat belang-belang disekeliling tubuh mulai dari kepala hingga kebagian ekornya, hidupnya soliter atau membentuk gerombolan kecil, selama seharian kelompok ikan ini beristirahat, sedangkan pada malam hari dengan aktifnya mencari makan yaitu hewan invertebrate kecil, terdapat didaerah pantai dan laut tengah pada kedalaman 5-40 m. Penyebarannya mulai dari Indonesia dan Filipina, Papua New Guinea dan Australia (gambar 5). Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 5 : Plectorhinchus polytaenia 6. Hemiramphidae (Halfbeaks). Genus ikan yang memiliki ciri-ciri berwarna perak, bentuk tubuh yang langsing dengan rahang atas yang sangat pendek dan pedang memanjang pada rahang bawah, ekor bercabang dua dimana bagian cuping bawah lebih panjang daripada cuping bagian atas, membentuk gerombolan, terdapat dipermukaan karang pada pinggir laut dan laut tengah (gambar 6). Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 6: Hyporhampus dussumieri 7. Holocentridae (Squirrelfishes). Genus ini memiliki warna merah pada bagian punggung dan warna perak pada beberapa sisinya dengan membentuk skala garis tepi berwarna merah dan dada berwarna perak, sirip-sirip berwarna merah dengan garis putih dan coklat membatasi pada bagian tepi, yang terkurung pada bagian atas penutup insang, terdapat pada karang didaerah dasar berpasir, pinggir laut, dan tengah laut dikedalaman 2-40 m (gambar 7). Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 7: Myripristis pralinia 8. Labridae (Wrasses). Genus ini pada ikan jantan tubuh berwarna biru kehijauan, pada bagian kepala berwarna hijau lembayung muda menyeluruh, sirip-sirip pektoral berwarna lavender dengan garis tepi berwarna biru, pangkal ekor berbentuk sabit dengan warna kuning ditengah, sedangkan pada betina memiliki kesamaan tetapi lebih mendominasi warna Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. hijau, hidup soliter atau membentuk kelompok, terdapat pada karang didaerah dasar berpasir, pinggir laut, dan karang sebelah luar dikedalaman hingga 20 m (gambar 8). Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 8: Thalassoma lunare 9. Pomacanthidae (Angelfish). Memiliki warna orange kecoklatan dengan belang-belang biru tebal, ekor berwarna kuning, tidak begitu pasti, kemungkinan ikan betina memiliki belang berwarna biru atau jantan memiliki muka berwarna orange, berlindung pada batu karang atau terumbu karang di kedalaman 5-60 m (gambar 9). Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 9: Chaetodontoplus septentrionalis 10. Pomacentridae (Damselfish) Genus ikan yang memiliki berwarna biru pucat kehijauan, noda hitan pada bagian aksilari sirip pektoral, membentuk kelompok yang besar, mendapatkan makanan di tengah perairan pada bagian atas kumpulan terumbu, berlindung pada karang didaerah pinggir laut dan sebelah luar karang-karang dikedalaman 2-15 m (gambar 10). Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 10: Chromis atripectoralis 11. Priacanthidae (Bigeyes/Reddish). Memiliki ciri-ciri tubuh yang besar dan berwarna merah yang bervariasi dengan warna perak adakalanya terdapat juga 6 garis merah atau noda-noda besar, sirip-sirip tanpa noda-noda atau titik-titik berwarna, begitu pula halnya pada ekor, bersifat soliter, berlindung pada bagian bawah birai atau kemudian pada bagian kepala terumbu selama seharian, terdapat di daerah pinggir laut dan laut tengah pada kedalaman hingga 250 m (gambar 11). Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003. Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 11: Priacanthus hamrur 12. Scaridae (Parrotfishes). Genus ikan yang memiliki tubuh berwarna biru kehijauan dengan skala garis-garis tepi yang sempit berwarna merah muda, warna hijau limau dan biru-hijau gelap pada bagian sirip pektoral, pada bagian atas kepala dan bagian depan tubuhnya berwarna Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. ungu gelap, bersifat soliter, berlindung pada karang yang rata, didaerah pinggir laut dan sebelah luar dikedalaman hingga 20 m. Sumber: Pengamatan Langsung Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 12: Scarus oviceps 13. Serranidae (Anthias). Genus ikan yang memiliki ciri-ciri pada ikan jantan memiliki warna merah gelap dengan noda-doda/titik-titik kuning pada skala tubuhnya, bintik-bintik ungu pada bagian luar sirip pektoral, panjang tulang belakang dorsal berkisar 3rd, membentuk kelompok kecil hingga besar, mencari makanan berupa hewan plankton yang berkumpul diatas dasar pasir yang dangkal, berlindung didaerah pinggir laut dan sebelah luar dari karang-karang dikedalaman 2-20 m (gambar 13). Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 13: Pseudanthias squamipinnis 14. Tetraodontidae (Filefishes). Memiliki ciri-ciri tubuh dengan warna orange kecoklatan didominasi warna kebiruan pada bagian bawah tubuh, pada bagian atas kepala berwarna coklat gelap dengan titikSarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. titik biru dan bergerombol, bentuknya kecil berwarna biru kehitaman, terdapat pula titik-titik noda pada tubuh, bersifat soliter, berlindung disebelah luar karang-karang yang dangkal hingga kedalaman 10 m (gambar 14). Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 14: Canthigaster amboinensis 15. Toxotidae (Archerfishes). Genus ikan yang memiliki ciri-ciri tubuh dengan warna putih perak dengan membentuk 4 atau 5 baji hitam yang membatasi pada sebagian sisi atasnya, sirip dorsal tumbuh dengan baik pada bagian belakang tepat diatas belakang ekor, bergerak bebas dipermukaan air, ‘menangkap’ insekta bawah air, memangsa dengan pancaran air dari mulut terumbu karang yang bersebelahan dengan mangrove, penyebaran mulai dari India, Indonesia, New Guinea, & Australia (gambar 15). Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 15: Toxotes jaculatrix 16. Zanclidae (Moorish idol). Genus ini memiliki 3 garis warna hitam yang lebar dan dibatasi 2 garis warna kuning pucat, warna kuning pelana terdapat sangat menonjol dibagian atas disepanjang Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. moncong, dan disepanjang filamen sirip dorsal, bersifat soliter, berpasangan atau mengelompok, makanan biasanya terdapat di bunga karang, berlindung pada karangkarang di daerah pinggir laut dan sebelah luar karang-karang tersebut pada kedalaman hingga 180 m (gambar 16). Sumber: Allen, et al. 2003. Gambar 16: Zanclus cornutus 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian di setiap transek diperoleh Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi Kehadiran (FK %) ikan seperti pada tabel 4.2. Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai K, KR dan FK tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps, dengan nilai masing-masing sebesar 0,985 ind/m2 dan 19,818 % dan 100 % pada Stasiun 1. Tingginya nilai K dan KR pada stasiun tersebut dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik, kimia, dan biologis sebagai faktor pembatas yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Pomacentrus spilotoceps seperti faktor temperatur perairan pada stasiun penelitian dalam keadaan sangat baik yaitu berkisar antara 29oC, hal ini dapat mendukung pembentukan coral reef dengan baik pula, dimana terumbu karang merupakan tempat berlindung utama bagi ikan karang termasuk jenis Pomacentrus spilotoceps tersebut. Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu (ind/m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian Stasiun 1 Stasiun 2 NO Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Abudefduf notatus Acanthurus auranticavus Acanthurus blochii Acanthurus flowleri Acanthurus grammoptilus Acanthurus leucocheilus Acanthurus leucosternon Acanthurus lineatus Acanthurus triostegus Acanthurus xanthopterus Amblypomacentrus clarus Amphiprion clarkia Amphiprion percula Calotomus spinidens Canthigaster amboinensis Cantropyge flavipectoralis Chaetodon collare Chaetodon falcula Chaetodon flavissimus Chaetodon kleinii Chaetodon meyeri Chaetodon smithii Chaetodon triangulum Chaetodon trifascialis Chaetodon trifasciatus Chaetodontoplus septentrionalis Chlorurus sp. Chromis actipectoralis Chromis dimidiate Ctenochaetus striatus Dascyllus aruanus Diplogrammus goramensis Dischistodus fasciatus Forcipiger longirostris Genicanthus gellus Genicanthus melanospilos Hemitaurichthys zoster Hyporhamphus dussumieri Myripristis pralinia Plectorhincus polytaenia Pomacentrus spilotoceps Priacanthus hamrur Pseudanthias squamipinnis Scarus altipinnis Salarias guttatus Scarus niger Scarus oviceps Thalassoma lunare Toxotes jaculatrix Zanclus cornutus Zebrasoma rostratum Total K KR FK K KR FK 0.005 0.43 0.01 0.025 0.255 0.085 0.01 0.01 0.03 0.015 0.085 0.01 0.01 0.015 0.01 0.03 0.015 0.485 0.015 0.33 0.035 0.005 0.36 0.04 0.585 0.095 0.005 0.095 0.005 0.985 0.005 0.825 0.01 0.005 0.005 0.03 4,97 0.1006 8.651 0.201 0.503 5.130 1.710 0.201 0.201 0.603 0.301 1.710 0.201 0.201 0.301 0.201 0.603 0.301 9.758 0.301 6.639 0.704 0.1006 7.243 0.804 11.770 1.911 0.1006 1.911 0.1006 19.818 0.1006 16.599 0.201 0.1006 0.1006 0.603 100 33.333 100 33.333 33.333 100 33.333 33.333 66.667 100 66.667 66.667 33.333 66.667 66.667 66.667 66.667 66.667 100 33.333 100 100 33.333 100 33.333 100 100 33.333 66.667 33.333 100 33.333 100 66.667 33.333 33.333 100 2333,3 0.335 0.1 0.02 0.595 0.1 0.005 - 12.159 3.629 0.725 21.597 3.629 0.181 1.088 0.544 0.181 0.181 2.540 0.362 0.362 3.085 1.270 19.056 22.323 0.181 0.181 0.544 5.081 1.088 100 100 100 33.333 100 66.667 33.333 33.333 66.667 33.333 33.333 33.333 66.667 33.333 33.333 66.667 100 100 33.333 33.333 66.667 100 66.667 133,32 0.03 0.015 0.005 0.005 0.07 0.01 0.01 0.085 0.035 0.525 0.615 0.005 0.005 0.015 0.14 0.03 2,755 Keterangan: a. Stasiun 1 : Kontrol b. Stasiun 2 : Pemukiman, Pariwisata, Pertambakan Ikan, dan Aktivitas manusia. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Menurut Nontji, (1993, hal: 255) Ikan giru (Pomacentrus spilotoceps) hidup bersama dengan hewan anemun (sea anemones; Coelenterata; Actiniaria). Antara Ikan Giru dan anemun terdapat hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Sang ikan mendapatkan keuntungan dari anemun karena mendapatkan tempat berlindung dari musuh-musuhnya bila berada di sela-sela tentakel. Tentakel anemun mempunyai selsel jelatang yang dapat menyengat ikan lain, tetapi tidak terhadap giru, karena giru mempunyai kekebalan. Sebaliknya sang anemun pun memperoleh pula keuntungan karena giru yang selalu bergerak di antara tentakel-tentakel itu menimbulkan gerakan air yang membawa oksigen bagi anemun, disamping itu produk-produk sisa dari sang anemun dapat segera disingkirkan atau dimakan oleh ikan giru. Nilai K dan KR terendah terdapat pada 7 spesies ikan karang yaitu Abudefduf notatus, Diplogrammus goramensis, Hemitaurichthys zoster, Plectorhincus polytaenia, Priacanthus hamrur, Scarus niger, dan Thalassoma lunare yaitu masingmasing 0,005 ind/m2 dan 0.1006 %. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik kimia yang tidak mendukung pertumbuhan ke-7 jenis ikan ini secara tidak langsung yaitu dengan mempengaruhi tempat habitat utama ikan karang tersebut yaitu terumbu karang, seperti pH air yang berkisar 6,5-7,4. Selain itu data K, KR yang rendah juga dapat disebabkan pada saat pengambilan data di lapangan yang terbatas waktu pengamatan dan peralatan yang digunakan. Frekuensi Kumulatif (FK) terendah pada stasiun 1 terdapat pada Abudefduf notatus, Acanthurus blochii, Acanthurus leucocheilus, Acanthurus triostegus, Acanthurus xanthopterus, Chaetodon meyeri, Chromis actipectoralis, Diplogrammus goramensis, Forcipiger longirostris, Hemitaurichthys zoster, Plectorhincus polytaenia, Priacanthus hamrur, Scarus niger, dan Thalassoma lunare sedangkan pada jenis Acanthurus flowleri, Acanthurus lineatus, Amphiprion clarkii, Canthigaster amboinensis, Cantropyge flavipectoralis, Chaetodon collare, Chaetodon kleinii, Chromis dimidiate, Salarias guttatus dan Scarus niger pada stasiun 2 yaitu berkisar 33,333 %. Rendahnya nilai FK disebabkan faktor lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dan keberadaan ikan karang seperti pH yang berkisar 6,5-7,4, ketersediaan nutrisi, dan terganggunya tempat habitat utama yaitu terumbu karang Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. akibat dari aktivitas anthropogen yang merusak seperti snorkeling/diving, transportasi, pemukiman, dan pariwisata. Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Acanthurus auranticavus, Acanthurus blochii, Acanthurus leucostemon, Amphiprion clarkii, Forcipiger longirostris, Pomacentrus spilotoceps, dan Scarus niger terdapat pada setiap stasiun penelitian. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya kemampuan ikan tersebut dalam beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi dan kisaran toleransi yang luas terhadap faktor-faktor fisik-kimia seperti nilai kelarutan oksigen sebesar 6,2 mg/l, intensitas cahaya yang cukup tinggi 1383 candella, nilai BOD5 yang rendah yaitu 1,2 mg/l dan salinitas air 35 % yang cukup mendukung pembentukan terumbu karang sebagai tempat utama habitat ikan karang tersebut. Jenis Pomacentrus spilotoceps merupakan jenis ikan hias yang sering dijumpai di area penelitian dengan nilai K, KR dan FK yang tinggi. Menurut Budiyanto, (2000, Hlm: 29) Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae, Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae. Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada stasiun 1 indeks keanekaragaman sangat baik sedangkan pada stasiun 2 kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh faktor fisik kimia yang secara tidak langsung merusak habitat utama dari ikan karang yaitu terumbu karang. Seperti Intesitas Cahaya pada stasiun 1 sebesar 1383 candela dan stasiun 2 berkisar 1047 candela, dan pada setiap stasiun Penetrasi Cahayanya pada kedalaman 4 m dan 3 m, yang menunjukkan keadaan faktor pembatas mendukung sangat baik terdapat pada stasiun 1. Pengambilan data pada saat dilapangan dan waktu yang ditentukan untuk melakukan penelitian juga dapat mempengaruhi hasil data yang telah diperoleh. Seperti halnya penambahan dan pengurangan data spesies ikan karang pada stasiun 1 dan 2 yang sangat berbeda yang telah peneliti peroleh diatas, dimana pada saat Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. pengambilan data spesies tertentu ditemukan pada stasiun 1 sedangkan pada stasiun 2 tidak ditemukan begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dikarenakan pada saat pengambilan data, spesies tertentu tidak berada pada transek, sehingga tidak tercatat, terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan karang, dan adanya migrasi ikan keluar atau masuk di daerah pengamatan. 4.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Persen Tutupan Karang (r) pada setiap Stasiun Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Inde ks Persen Tutupan Karang (r) pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 4.3. Dimana Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2,3 dan terendah pada stasiun 2 yaitu 1,76. Sedangkan nilai keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,66 dan terendah pada stasiun 2 yaitu 0,65. Tinggi rendahnya nilai keanekaragaman dan keseragaman pada setiap stasiun penelitian ini dapat disebabkan faktor fisik-kimia perairan dan ketersediaan nutrisi yang sangat mempengaruhi keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang. Selain itu tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang juga dapat dipengaruhi oleh pengambilan data ikan pada saat pengamatan dilapangan. Menurut Brojo & setiawan, (2004) Penambahan dan pengurangan jumlah spesies ikan karang dapat disebabkan oleh: a. Spesies tertentu tidak berada di daerah transek, sehingga tidak tercatat b. Terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan karang c. Adanya migrasi ikan keluar atau masuk didaerah pengamatan. Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Persen Tutupan Karang (r) pada Setiap Stasiun Penelitian Indeks Keanekaragaman (H') Stasiun 1 2.3 Stasiun 2 1.76 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 50,82% 16,28% Persen Tutupan Karang (r) 0.66 0.65 Keseragaman (E) Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman pada stasiun 2 setiap transeknya termasuk rendah karena nilai H’ hanya berkisar 1,9512,176 atau dapat dikatakan berada pada 0 < H’ < 2,30. Menurut Barus (2004, hal: 121) suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Maka, bila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, komunitas tersebut tidak dapat dikatakan memiliki keanekaragaman yang tinggi. Menurut Begon et al., (1986), nilai diversitas berdasarkan indeks shanon-wiener dihubungkan dengan tingkat pencemaran yaitu apabila H’ < 1 maka tercemar berat, apabila nilai 1 < H’< 3 tercemar sedang, dan apabila nilai H’ >3 tidak tercemar. Dari data dapat diketahui stasiun 1 dan 2 tercemar sedang. Hasil penelitian Fitria M. (2009) di Pulau Rubiah bagian Barat diperoleh persen tutupan terumbu karang yang tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 50,82 % dan terendah pada stasiun 2 sebesar 16,28 %. Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat hubungan keanekagaman Ikan Karang dengan persen tutupan Terumbu Karang. Persen tutupan karang yang tinggi akan memiliki keanekaragaman Ikan Karang yang tinggi seperti pada stasiun 1. Pada stasiun 2 memiliki persen terumbu karang yang rendah (kategori buruk), sehingga memiliki keanekaragaman biota air yang sedikit seperti halnya pada ikan karang. Kondisi faktor fisik kimia perairan ini tergolong baik dan cocok untuk pertumbuhan terumbu karang, misalnya suhu, pH, penetrasi cahaya, salinitas dan lain sebagainya (Tabel 4.6). Rusaknya terumbu karang di daerah penelitian pada stasiun 2 karena pengaruh dari aktifitas masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, terumbu karang di kategorikan; buruk (0-24,9 %), sedang (25-49,9 %), baik (50-74,9 %) dan baik sekali (75- 100 %). Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 4.4 Faktor Fisik Kimia Perairan Diperoleh nilai faktor fisik-kimia pada setiap stasiun penelitan seperti pada tabel 4.4: Tabel 4.4 No Nilai Faktor Fisik-Kimia Yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitan 1 Parameter Fisik-Kimia Temperatur air Satuan 2 Penetrasi Cahaya Cm 400 300 3 Intensitas Cahaya Candela 1383 1047 4 pH air - 7,4 6,5 5 DO Mg/l 6,2 6,2 6 Kejenuhan Oksigen % 81,17 80,77 7 BOD5 Mg/l 1,2 2,4 8 Salinitas 35 35 0 o Stasiun 1 Stasiun 2 C 29 29 /oo Keterangan: a. Stasiun 1 : Kontrol b. Stasiun 2 : Pemukiman, Pertambakan Ikan, Snorkeling/Diving, Transportasi Kapal. 4.4.1 Temperatur air Dari data yang diperoleh dapat diketahui temperatur air berkisar 29o C pada setiap stasiun pengamatan, kisaran temperatur yang didapat dalam penelitian ini dapat digolongkan dalam keadaan sangat baik, karena dalam kisaran 28-30o C mendukung dalam pertumbuhan dan keberadaan dari Terumbu karang sebagai habitat utama bagi keberadaan ikan karang. Menurut Anwar et al, (1984, hlm: 68) Semua jenis ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu apalagi yang drastis. Kisaran suhu yang baik untuk ikan adalah antara 25 - 320 C. Kisaran suhu ini umumnya di daerah beriklim tropis seperti Indonesia. Laju metabolisme ikan dan hewan air lainnya secara langsung meningkat dengan naiknya suhu. Peningkatan metabolisme juga berarti meningkatkan kebutuhan akan oksigen. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Secara alami suhu air permukaan memang merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Karena kerja angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat (sekitar 28o C) yang homogen. Karena adanya pengaruh arus dan pasang-surut, lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi( Nontji, 1993, Hlm: 56). Menurut Barus (2004, hlm: 45), pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara disekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi. 4.4.2 Intensitas Cahaya Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa intensitas cahaya terendah pada stasiun 2 yaitu 1047 (perb.1) Candela dan tertinggi pada stasiun 1 yaitu 1383 (perb.10) Candela. Hal ini disebabkan karena pada stasiun 1 memiliki banyak kandungan substrat, dan tidak banyak terdapat tumbuhan vegetasi yang terdapat disekitar daerah pengamatan selain itu juga dapat dipengaruhi waktu pengukuran yang dilakukan pada siang hari yang cerah, sedangkan pada stasiun 2 hanya terdapat sedikit substrat, namun bnanyak terdapat vegetasi tumbuhan disekitar stasiun pengamatan ditambah lagi waktu pengukuran yang dilakukan pada pagi hari. Menurut Goldman & Horne, (1983, hlm: 76), bahwa cahaya merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ikan dan berperan secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator dan dalam perjalanan menuju suatu tempat. Hanya beberapa spesies ikan yang beradaptasi untuk hidup di tempat yang gelap. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan. 4.4.3 Penetrasi cahaya Pengukuran penetrasi cahaya terendah dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat pada stasiun 2 (aktivitas) yaitu 3 meter, sedangkan pada stasiun 1 terdapat hingga 4 m. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 kedalaman yang terendah 2 m dan selanjutnya membentuk curam yang terjal, walaupun demikian tingkat penetrasi dapat Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. dihasilkan lebih besar dibandingkan stasiun 2 karena pada stasiun 1 lebih banyak terdapat organisme air yang terdistribusi sehingga membutuhkan cahaya matahari yang banyak dalam melakukan fotosintesis, sedangkan pada stasiun 2 organisme air yang membutuhkan cahaya matahari hanya sedikit karena terumbu karang yang merupakan tempat habitat telah mengalami degradasi, dan juga memiliki kedalaman terendah 3 m dalam keadaan datar pada sepanjang garis transek pengamatan sejajar garis pantai. Berdasarkan yang terdapat dalam Brower et al., (1990, hlm: 62) Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan. 4.4.4 pH (Derajat Keasaman) Pada stasiun 1 didapat nilai pH (Derajat Keasaman) yang tertinggi yaitu 7,4 sedangkan nilai pH terendah diperoleh pada stasiun 2, dengan nilai 6,5. Rendahnya nilai pH pada stasiun 2 dikarenakan banyaknya aktivitas dari manusia, meskipun dikatakan sebagai Taman Laut, namun daerah pengamatan yaitu stasiun 2 termasuk daerah yang sudah banyak mengalami degradasi/pengrusakan efek dari kegiatan manusia seperti snorkeling/diving, alat transportasi, pertambakan, dll, sedangkan pada stasiun 1 dapat diperoleh nilai pH yang tinggi karena pada daerah tersebut tidak terdapat aktivitas manusia. Namun bila dilihat lagi nilai pH yang didapat pada setiap stasiun, dapat dikatakan perairan ini masih dalam keadaan baik, yaitu berkisar 6,5-7,4. Seperti yang diketahui bahwa nilai pH yang normal dalam suatu perairan berkisar antara 6-8. Menurut Baur, et al dalam Barus, (2004, Hal: 61) bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya adalah terdapat antara 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium. 4.4.5 DO (Disolved Oxygen). Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai oksigen terlarut berkisar antara 6,2 mg/l pada setiap stasiun penelitian. Tinggi rendahnya nilai oksigen terlarut dalam suatu perairan dapat disebabkan oleh distribusi organisme air, karena dalam mensuplai oksigen dalam proses fotosintesis maupun mobilitasnya menggunakan oksigen terlarut. Secara keseluruhan dapat diketahui nilai oksigen terlarut pada setiap stasiun penelitian dapat dikatakan normal yaitu berkisar antara 6,0-6,4 mg/l. Menurut Barus, (2004, hlm: 58), bahwa nilai oksigen terlarut disuatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperature juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l. 4.4.6 Kejenuhan Oksigen Disamping pengukuran konsentrasi, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen dalam mg/l, diperlukan pengukuran temperatur dari ekosistem air tersebut (Barus, 2004, Hlm: 57). Dari tabel 4.4 dapat diketahui nilai kejenuhan oksigen tertinggi dan terendah terdapat pada stasiun 1 berkisar 81,17 dan terendah transek 2 berkisar 80,77 %. Hal ini dapat terjadi karena defisit oksigen yang rendah dan tinggi pula. Pada stasiun 1, didapat nilai kejenuhan oksigen yang tinggi karena defisit oksigen yang besar sehingga dapat diketahui bahwa area ini jarang sekali terdapat kehidupan organisme air, sedangkan pada stasiun 2 didapat nilai kejenuhan oksigen sedikit lebih rendah dari stasiun 1 karena defisit oksigennya yang lebih kecil dibandingkan transek 1. 4.4.7 BOD (Biological Oxygen Demand) Nilai BOD yang didapat dari penelitian ini yaitu yang tertinggi pada stasiun 2 yaitu berkisar 2,4 mg/l. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan senyawa organik Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. dan anorganik dalam badan perairan yang membutuhkan oksigen dalam penguraiannya, sedangkan nilai BOD terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 1,2 mg/l. rendahnya nilai BOD pada stasiun 1 merupakan kebalikan dari stasiun 2 yaitu disebabkan pada daerah ini tidak terdapat senyawa organik dan anorganik yang berlebih atau masih dapat ditolerir. Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperature 20oC( Barus, 2004, Hlm: 67). 4.4.8 Salinitas (o/oo). Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volum air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (o/oo). Kandungan utama dari air laut dibentuk oleh ion Na+ dan Cl-, ditambah berbagai jenis unsur lain yang jumlahnya relatif sedikit (Barus, 2004, Hlm: 72). Dari tabel 4.4 dapat diketahui salinitas air pada area penelitian di setiap stasiun sama yaitu 35 o/oo. Hal ini kemugkinan karena dipengaruhi oleh penguapan yang kuat terjadi d wilayah ini pada musim timur (Nontji, 1993, hlm: 64), namun dengan nilai salinitas air 35 o/oo daerah ini dapat dikatakan perairan daerah tropis yang memiliki criteria yang bagus, karena terumbu karang yang merupakan habitat utama ikan karang hanya dapat berkembang dengan baik dengan nilai salinitas air berkisar 32-35 o /oo. Menurut Nontji (1993, hlm: 59), bahwa di perairan samudra, salinitas biasanya berkisar antara 34-35 o/oo.. Diperairan pantai karena terjadi pengeceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya didaerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi. Dari pernyataan tadi, dapat disimpulkan bahwa area penelititan memiliki tingkat penguapan yang besar. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 4.5 Analisis Korelasi Nilai korelasi yang diperoleh antara parameter fisik-kimia perairan dengan keanekaragaman ikan dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 H’ Keterangan : Nilai Korelasi Yang Diperoleh Antara Parameter Fisik-Kimia Perairan Dengan Keanekaragaman Ikan Yang Diperoleh Dari Setiap Stasiun Penelitian. Temperatur -0,154 (-) = (+) = (*) = pH DO Kejenuhan Oksigen +0,773 +0,057 -0,029 BOD5 -0,854(*) Korelasi negatif (Berlawanan) Korelasi positif (Searah) Signifikan pada tingkat 0,05 Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa uji analisis Korelasi Pearson antara beberapa Faktor Fisik Kimia terhadap Keanekaragaman (H’) ikan Karang sangat berbeda. Nilai (+) menunjukan korelasi yang searah dimana bila faktor fisik kimia memiliki nilai yang tinggi maka tingkat diversitas ikan karang akan terdapat dalam jumlah yang tinggi pula begitu sebaliknya, sedangkan (-) merupakan korelasi yang berlawanan antara faktor fisik kimia terhadap keanekaragaman (H’) ikan karang, dimana bila nilai faktor fisik kimia rendah maka tingkat diversitas ikan karang yang terdapat dalam jumlah yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi Pearson antara BOD5 terhadap keanekaragaman (H’) ikan karang berkorelasi signifikan (berpengaruh nyata) pada tingkat 0,05 sebesar -0,854. Hal ini berarti bahwa hubungan korelasi berlawanan dimana semakin rendah nilai BOD5 dalam perairan tersebut maka semakin tinggi keanekaragaman ikan karangnya, begitu pula sebaliknya. Dari tabel hasil korelasi Pearson juga dapat diketahui yang berkorelasi sangat lemah adalah Temperatur, DO dan Kejenuhan Oksigen, sedangkan yang berkorelasi sangat kuat adalah pH dimana jika terjadi perubahan sedikit saja dari faktor fisik kimia maka akan berpengaruh besar terhadap keanekaragaman (H’) ikan karang diperairan tersebut. Berdasarkan yang terdapat pada Sarwono (2006), koefisien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variable. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variable mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negative, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dibuat kriteria sebagai berikut : a. Jika 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel b. Jika >0 – 0,25 : Korelasi sangat rendah c. Jika >0,25-0,5 : Korelasi cukup d. Jika >0,5-0,75 : Korelasi kuat e. Jika >0,75-0,99 : Korelasi sangat kuat f. Jika 1 : Korelasi sempurna . Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Sebelah Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : a. Ikan Karang yang diperoleh pada penelitian ini terdiri dari 1 ordo, 16 famili, 30 genus dan 51 spesies. b. Nilai Kepadatan (K), Kepadatan relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) ikan karang tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps, dengan nilai masingmasing sebesar 0,985 ind/m2 dan 19,818 % dan 100 % pada Stasiun 1 dan terendah pada beberapa spesies berkisar 0,005 ind/m2, 0,181 % dan 33,33 % disetiap stasiun. d. Indeks rata-rata keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,3 dan terendah pada stasiun 2 sebesar 1,76. e. Indeks keseragaman (E) tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,66 dan terendah pada stasiun 2 sebesar 0,65. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. f. Dari hasil analisis keanekaragaman korelasi ikan diketahui karang bahwa berkorelasi korelasi nyata BOD5 (signifikan) terhadap negatif (berlawanan) sebesar -0,854. Temperatur, DO dan Kejenuhan Oksigen berkorelasi sangat lemah, sedangkan pH berkorelasi sangat kuat terhadap keanekaragaman (H’) ikan karang diperairan tersebut. 5.2. Saran Diharapkan dapat dilakukan riset lanjutan mengenai Keanekaragaman Ikan Karang Di Perairan Sebelah Barat Pulau Rubiah, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan metode yang berbeda, jangka waktu yang lama dan lebih efisien, peralatan yang lebih lengkap dan keahlian yang lebih memadai dalam melakukan pendataan dilapangan. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. DAFTAR PUSTAKA Allen, G.R., R. Steene, P. Humann, & N. Deloach, (2003), Reef Fish Identification Tropical Pacific , Australia: New World Publications Anwar, J., A.J., Whitten, S.J. Damanik & N, Hisyam. 1984. Ekologi ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: USU Press. Brojo, M., & Setiawan, W., 2004. Penuntun Praktikum Ikhtiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Bogor: Institut Pertanian Bogor Brotowidjojo, M.D., 1994. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga. Brower, J. E., H.Z. Jerrold. & Car I.N. Von Ende. 1990. Field and laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. USA, Wm. C. New York: Brown Publisher. Budiyanto, 2000, Oseana Majalah Semi Populer. Jakarta: LIPI. Djohan, Tjut S. 1996. Prinsip Konservasi Biodiversitas. Banda Aceh: Penataran Biologi Laut FMIPA Unsyiah-HEDS Jakarta. Effendi, M.I., 1987. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. English, S., C. Wilkinson, & V. Baker. 1994. Survey manual for tropical marine resources. Australian: Australian Institute of Marine Science, Townsville. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jilid 1. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Goldman, C.R. & A.J Horne 1983. Limnology. New York: Mc. Graw Hill Gomez, E. D. & H. T. Yap. 1984. Monitoring reef condition.In : coral reef management handbook. Jakarta: Unesco Publisher. Hartati, S. T., & Edrus, I. N., 2005. “Komunitas Ikan Karang di Perairan Pantai Pulau Rakiti dan Pulau Taikabo, Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat” Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumber Daya dan penangkapan. Volume 11. Nomor 2. http://cmosdoc.multiply.com/. Diakses tanggal 17 Februari, 2009. http://www.nad.go.id. Diakses tanggal 17 Februari 2009. http://www.coremap.or.id/terumbu_karang. Diakses tanggal 17 Februari 2009. Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution and Abundance.Philadelphia: Harper and Row Publisher. Lalli, C.M., & T.R. Parsons. 1993. Biological Oceanographi : An Introduction. New York: Perganon Press. Ludwig, J. A. & J. F. Reynolds. 1988. Statistical ecology. New York: A Primer on methods and computing. Lilley, G. R. 1999. Buku Panduan Pendidikan Konservasi Terumbu Karang Indonesia. Direktorat Jenderal. Perlindungan dan Konservasi Alam, Natural resources Management Program, UNSAID, Yayasan Pustaka Alam Nusantara dan The Nature Conservacy. Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Michael, P. 1995. Metoda Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moyle, P.B., dan Cech, J.J. 1988. Fishes and Introduction to Ichtyology. New Jersey: Prentice Hall Englewood Cliffs. Nontji. A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Nybakken, J.W. 1993. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Jakarta: Gramedia Pustaka. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa: Koesbiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, M. Eidman & S. Sukarjo. Jakarta: PT. Gramedia. Radiopoetra. 1994. Zoologi. Jakarta: Erlangga. Reece, C & Mitchell. 1974. Biologi. Jakarta: Erlangga. Romimohtarto, K. & S. Juwana. 2001. Biologi Laut : Ilmu pengetahuan tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan. Sarwono. 2006. Diakses 09 mei 2009. Teori Analisis Korelasi Mengenal Analisis Korelasi. www.Jonathansarwono.info/korelasi.htm-94k-. Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Vivien, H. M. L & Y. B. Navarro. 1983. Feeding diets and significance of coral feeding among chaetodontid fishes in moorea, French Polynesia. Wardana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset. www.coremap.or.id/tentang_karang/http://cmosdoc.multiply.com/journal/item/6/Tana h_Persinggahan. Diakses tanggal 17 Februari, 2009. www.geocities.com/minangbahari/coremap/mengenali. Diakses tanggal 17 Februari, 2009. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen (DO) Sampel Air 1 ml MnSO4 1 ml KOH – KI dikocok didiamkan Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat 1 ml H2SO4 dikocok didiamkan Larutan Sampel Berwarna Coklat diambil sebanyak 100 ml ditetesi Na2S2O3 0,0125 N Sampel Berwarna Kuning Pucat Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. ditambahkan 5 tetes amilum Sampel Berwarna Biru dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N Sampel Bening Dihitung volume Na2S2O3 yang terpakai (= nilai DO akhir) Hasil (Michael, 1984; Suin, 2002, hlm: 60) Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 Sampel Air Sampel Air Sampel Air diinkubasi selama 5 hari pada temperatur 20°C dihitung nilai DO awal dihitung nilai DO akhir DO Akhir DO Awal Keterangan : • • Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. (Michael, 1984; Suin, 2002, hlm: 60) Lampiran C. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) Pada Berbagai Besaran Temperatur Air ToC 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 0,0 14, 16 13, 77 13, 40 13, 05 12,70 12, 37 12, 06 11,76 11, 47 11, 19 10, 92 10, 67 10, 43 10, 20 9, 98 9, 76 9, 56 9, 37 9, 18 9, 01 8, 84 8, 68 8, 53 8, 38 8, 25 0,1 14, 12 13, 74 13, 37 13, 01 12, 67 12, 34 12, 03 11, 73 11, 44 11, 16 10, 90 10, 65 10, 40 10, 17 9, 95 9, 74 9, 54 9, 35 9, 17 8, 99 8, 83 8, 67 8, 52 8, 37 8, 23 0,2 14, 08 13, 70 13, 33 12, 98 12, 64 12, 31 12, 00 11, 70 11, 41 11, 14 10, 87 10, 62 10, 38 10, 15 9, 93 9, 72 9, 52 9, 33 9, 15 8, 98 8, 81 8, 65 8, 50 8, 36 8, 22 0,3 14, 04 13, 66 13, 30 12, 94 12, 60 12, 28 11, 97 11, 67 11, 38 11, 11 10, 85 10, 60 10, 36 10, 13 9, 91 9, 70 9, 50 9, 31 9, 13 8, 96 8, 79 8, 64 8, 49 8, 34 8, 21 0,4 14, 00 13, 63 13, 26 12, 91 12, 57 12, 25 11, 94 11, 64 11, 36 11, 08 10, 82 10, 57 10, 34 10, 11 9, 89 9, 68 9, 48 9, 30 9, 12 8, 94 8, 78 8, 62 8, 47 8, 33 8, 19 0,5 13, 97 13, 59 13, 22 12, 87 12, 54 12, 22 11, 91 11, 61 11, 33 11, 06 10, 80 10, 55 10, 31 10, 09 9, 87 9, 66 9, 46 9, 28 9, 10 8, 93 8, 76 8, 61 8, 46 8, 32 8, 18 0,6 13, 93 13, 55 13, 19 12, 84 12, 51 12, 18 11, 88 11, 58 11, 30 11, 03 10, 77 10, 53 10, 29 10, 06 9, 85 9, 64 9, 45 9, 26 9, 08 8, 91 8, 75 8, 59 8, 44 8, 30 8, 17 0,7 13, 89 13, 51 13, 15 12, 81 12, 47 12, 15 11, 85 11, 55 11, 27 11, 00 10, 75 10, 50 10, 27 10, 04 9, 83 9, 62 9, 43 9, 24 9, 06 8, 89 8, 73 8, 58 8, 43 8, 29 8, 15 0,8 13,85 13, 48 13, 12 12, 77 12, 44 12, 12 11, 82 11, 52 11, 25 10, 98 10, 72 18, 48 10, 24 10, 02 9, 81 9, 60 9, 41 9, 22 9, 04 8, 88 8, 71 8, 56 8, 41 8, 27 8, 14 0,9 13,81 13, 44 13, 08 12, 74 12, 09 12, 09 11, 79 11, 50 11, 22 10,95 10, 70 10, 45 10, 21 10, 00 9, 78 9, 58 9, 39 9, 20 9, 03 8, 86 8, 70 8, 55 8, 40 8, 26 8, 13 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 25 26 27 28 29 30 8, 11 7, 99 7, 86 7, 75 7, 64 7, 53 8, 10 7, 97 7, 85 7, 74 7, 62 7, 52 8, 09 7, 96 7, 84 7,72 7, 61 7, 51 8, 07 7, 95 7, 83 7, 71 7, 60 7, 50 8, 06 7, 94 7, 82 7, 70 7, 59 7, 48 8, 05 7, 92 7, 81 7, 69 7, 58 7, 47 8, 04 7, 91 7, 79 7, 68 7, 57 7, 46 8, 02 7, 90 7, 78 7, 67 7, 56 7, 45 8, 01 7, 89 7,77 7, 66 7, 55 7, 44 8, 00 7, 88 7, 76 7, 65 7, 54 7, 43 (Barus, 2004, hlm: 149) Lampiran D. Contoh Perhitungan 1. Menghitung Kepadatan (K) Acanthurus auranticavus pada Stasiun 1 K= Jumlah individu suatu jenis Luas area pengambilan sampel K= 86 = 0,43 ind / m2 200 2. Menghitung Kepadatan Relatif (KR) Acanthurus auranticavus pada Stasiun 1 KR = Kepada tan Individu Suatu Spesies X 100% Kepada tan Individu Seluruh Jenis KR = 0,43 x 100% = 8.651911 % 4,97 3. Menghitung Frekuensi Relatif (FK) Acanthurus auranticavus pada Stasiun 1 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. FK = Jumlah transek yang ditempati suatu jenis x 100% Jumlah total transek FK = 3 x 100% = 100 % 3 4. Menghitung Indeks Keanekaragaman (H’) pada Stasiun 1(T1). H’= - ∑ pi ln pi No Spesies Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Acanthurus auranticavus Acanthurus blochii Acanthurus leucocheilus Acanthurus leucosternon Acanthurus triostegus Acanthurus xanthopterus Ctenochaetus striatus Diplogrammus goramensis Chaetodon flavissimus Chaetodon meyersi Chaetodon smithii Chaetodon triangulum Chaetodon trifascialis Chaetodon trifasciatus Forcipiger longirostris Hemitaurichthys zoster Plectorhincus polytaenia Hyporhamphus dussumieri Thalassoma lunare Chaetodontoplus septentrionalis 42 5 10 2 12 1 13 1 2 1 2 Pi Ln Pi 0.14841 -1.90778 0.017668 0.035336 -4.03601 -3.34286 0.007067 0.042403 0.003534 0.045936 -4.9523 -3.16054 -5.64545 -3.0805 0.003534 0.007067 0.003534 -5.64545 -4.9523 -5.64545 0.007067 -4.9523 H’ 0.28313 0 0.07131 0.11812 0 0.035 0.13402 0.01995 0.14151 0 0.01995 0.035 0.01995 0 0 0 0 0 0 0.035 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Genicanthus melanospilos Genicanthus gellus Abudefduf notatus Amblypomacentrus clarus Amphiprion clarkia Chromis actipectoralis Dascyllus arvanus Dischistodus fasciatus Pomacentrus spilotoceps Priacanthus hamrur Calotomus spinidens Chlorurus sp. Scarus niger Scarus altipinnis P. squamipinnis Zanclus cornutus 7 15 1 2 36 58 14 1 1 53 4 0.024735 0.053004 -3.69954 -2.9374 0.003534 -5.64545 0.007067 0.127208 0.204947 -4.9523 -2.06193 -1.585 0.04947 0.003534 0.003534 0.187279 0.014134 -3.00639 -5.64545 -5.64545 -1.67515 -4.25915 Total 0.09151 0.15569 0 0 0.01995 0 0.035 0.26229 0.32484 0 0 0.14873 0.01995 0.01995 0.31372 0.0602 2.36476 5. Menghitung Indeks Keseragaman/Equitabilitas (E) pada Stasiun 1 Indeks equitabilitas (E) = H' H max Hmax = Ln (S) = Ln(36) = 3,583 2,364 = 0,659 Indeks Equitabilitas (E) = 3,583 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Lampiran E: Data Mentah Penelitian a. Stasiun 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Spesies Abudefduf notatus Acanthurus auranticavus Acanthurus blochii Acanthurus leucocheilus Acanthurus leucosternon Acanthurus triostegus Acanthurus xanthopterus Amblypomacentrus clarus Amphiprion clarkia Calotomus spinidens Chaetodon flavissimus Chaetodon meyersi Chaetodon smithii Chaetodon triangulum Chaetodon trifascialis Chaetodon trifasciatus Chaetodontoplus septentrionalis Chlorurus sp. Transek 1 43 5 10 2 1 13 1 2 1 2 Transek Transek 2 17 2 19 17 1 1 1 1 1 1 2 - Transek 3 1 26 22 1 4 2 4 2 4 1 Jlh 1 86 2 5 51 17 2 2 6 3 17 2 2 3 2 6 3 14 33 50 97 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Chromis actipectoralis Ctenochaetus striatus Dascyllus arvanus Diplogrammus goramensis Dischistodus fasciatus Forcipiger longirostris Genicanthus gellus Genicanthus melanospilos Hemitaurichthys zoster Hyporhamphus dussumieri Pomacentrus spilotoceps Plectorhincus polytaenia Priacanthus hamrur P. squamipinnis Scarus altipinnis Scarus niger Thalassoma lunare Zanclus cornutus 12 2 1 36 15 7 58 53 1 1 4 3 21 3 21 8 26 9 13 71 1 50 1 1 33 2 15 76 3 1 6 68 1 62 1 1 3 66 7 1 72 8 117 19 1 19 197 1 1 165 2 1 1 6 b. Stasiun 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Spesies Acanthurus auranticavus Acanthurus blochii Acanthurus flowleri Acanthurus grammoptilus Acanthurus leucosternon Acanthurus lineatus Amphiprion clarkii Amphiprion percula Canthigaster amboinensis Cantropyge flavipectoralis Chaetodon collare Chaetodon falcula Chaetodon kleinii Chromis dimidiata Forcipiger longirostris Myripristis pralinia Pomacentrus spilotoceps Salarias guttatus Scarus niger Transek 1 22 7 4 21 11 1 1 2 5 21 41 - Transek Transek 2 Jlh Transek 3 14 2 53 6 2 14 1 17 60 62 1 1 31 11 45 9 1 1 1 2 24 20 - 67 20 4 119 20 1 6 3 1 1 14 2 2 17 7 105 123 1 1 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. 20 21 22 Scarus oviceps Toxotes jaculatrix Zebrasoma rostratum 9 5 2 12 - 1 7 1 3 28 6 Lampiran F. Hasil Analisis Korelasi Correlations Temperatur Temperatur pH DO KejenuhanO ksigen BOD Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) 1 pH Kejenuhan Oksigen DO BOD5 H .380 .288 .688 -.121 -.154 .458 .580 .131 .819 .770 6 6 6 6 6 6 .380 1 .139 .286 -.918(**) .773 .793 .582 .010 .071 .458 6 6 6 6 6 6 .288 .139 1 .893(*) .210 .057 .580 .793 .017 .689 .914 6 6 6 6 6 6 .688 .286 .893(*) 1 .101 -.029 .131 .582 .017 .850 .956 6 6 .918 (**) .010 6 6 6 6 .210 .101 1 -.854(*) .689 .850 -.121 .819 .030 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. H N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) 6 6 6 6 6 6 -.154 .773 .057 -.029 -.854(*) 1 .914 6 .956 6 .030 6 6 .770 .071 6 6 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). N Lampiran G. Foto Ikan Karang Gambar 17. Amphiprion clarkii Gambar 18 Chaetodon meyersi Gambar 19 Chaetodon trifasciatus Gambar 20 Gnathanodon spesiosus Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Lampiran H. Parameter Faktor Fisik-Kimia Stasiun Pengamatan Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. No Parameter Satuan Fisik-Kimia 1 2 3 4 5 Temperatur air Penetrasi Cahaya Intensitas Cahaya pH air 7 DO Kejenuhan Oksigen BOD5 8 Salinitas 6 Stasiun 1 Stasiun 2 T1 T2 T3 T1 T2 T3 29 28 30 28 28 30 400 400 400 300 300 300 1047 1047 1047 1383 1383 1383 - 7,3 7,3 7,6 6,4 6,5 6,6 Mg/l 6,0 6,2 6,4 6,3 6,1 6,2 78,53 80 84,99 81,29 78,70 82,33 1,0 1,2 1,4 2,5 2,3 2,4 35 35 35 35 35 35 0 C Cm Candela % Mg/l o /oo Lampiran I: Peta Lokasi Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Keterangan: a. Stasiun 1 b. Stasiun 2 : Kontrol : Pemukiman, Pariwisata, Pertambakan Ikan, dan Alat Transportasi/Aktivitas Lampiran J. Foto Lokasi Stasiun Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Gambar 21. Stasiun 1/ Kontrol (Sebelah Barat Pulau Rubiah). Gambar 21.1 Gambar 21.2 Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Gambar 22: Stasiun 2 (Sebelah Barat Pulau Rubiah). Gambar 22.1: Stasiun pengamatan Pertambakan Ikan Gambar 22.3: Alat Transportasi Gambar 22.2: Daerah Gambar 22.4: Daerah Pemukiman Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.