REFORMASI BIROKRASI DI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR (STUDI KASUS PADA PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Rizki Al Kharim Dosen Pembimbing Indah Prabawati, S.Sos., M.Si. ABSTRAK Reformasi birokrasi merupakan solusi untuk membenahi birokrasi agar menjadi akuntabel dan prefesional dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu cara dalam reformasi birokrasi ialah dengan melaksanakan penyusunan standar operasional prosedur (SOP) administrasi pemerintahan. Tujuan dari penyusunan SOP-AP adalah untuk menyempurnakan proses penyelenggaraan pemerintah agar mampu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang sedang menjalankan reformasi birokrasi pada penyusunan SOP-AP di lingkungan organisasinya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis reformasi birokrasi di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada penyusunan standar operasional prosedur (SOP) administrasi pemerintahan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun narasumber penelitian ini terdiri dari sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Ketua tim penyusun SOP-AP level organisasional yang sekaligus menjadi ketua tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara, observasi serta dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini bahwa Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sudah melaksanakan reformasi birokrasi. Bentuk reformasi birokrasi adalah adanya penyusunan SOP-AP. Secara umum penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sampai pada tahap pengembangan sudah berjalan dengan baik, walaupun masih ada beberapa kelemahan yang harus dibenahi. Menurut hasil analisis berdasarkan tahapan penyusunan SOP-AP yang ada di Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan SOP-AP ada beberapa kelemahan yang teridentifikasi, yaitu pada tahap persiapan, tidak adanya SK dalam pembentuk tim dan kelengkapannya. Pada tahap penilaian kebutuhan, penilaian kebutuhan SOP hanya menggunanakan data analisis jabatan. Pada tahap pengembangan, terdapat langkah yang dilompati oleh tim penyusunan SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha, seperti adanya SOP-AP yang telah disahkan sebelum dilakukan review. Diharapkan untuk pelaksanaan kedepannya, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur bisa melaksanakan penyusunan SOP-AP berdasarkan tahapan yang ada di Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 secara keseluruhan tanpa ada langkah yang dilompati. Kata kunci : Reformasi Birokrasi, SOP-Administrasi Pemerintahan BUREAUCRACY REFORM ANALYSIS ON THE HEALTH DEPARTMENT OF THE EAST JAVANESE PROVINCE (Case study On Standard Operating Procedures (SOP) Governance Administration Making) Rizki Al Kharim Dosen Pembimbing Indah Prabawati, S.Sos., M.Si. ABSTRACT Bureaucracy reform constitutes one solution to ensure that bureaucracy is professional and accountable in performing its task. One of the methods of bureaucracy reform is the performance of Standard Operating Procedures (SOP) Governance Administration Making. The effect of SOP-AP making is to perfect the administration process, thus increasing the quality of service provided to society. The Health Department of The East Javanese Province is one of the regional work units who carry out bureaucracy reform by performing SOP-AP making throughout its organization environment. This paper intends to describe and analyze bureaucracy reform within The Health Department of The East Javanese Province on Standard Operating Procedures (SOP) Governance Administration Making. The research method used is descriptive with a qualitative approach. The prime informant of this research is The Health Department of The East Javanese Province secretary, who also became a chairman of the drafting team of SOP-AP in the organizational level, and was once a chairman of the drafting team of SOP-AP in the Sub Division of Administration. The techniques of data collection used are interview, observation, and documentation. Data analysis was performed along with data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. The observational result is that The Health Department of The East Javanese Province has successfully performed bureaucratic reform. The form of bureaucratic reform is SOP-AP making. In general SOP-AP making at The Health Department of The East Javanese Province to the extent of developmental phase was successful, although there are some weaknesses that must be fixed. According to the analysis, based on the SOP-AP making steps that were undertaken in Permenpan Number 21 Year 2008 about SOP-AP Making Guidances there are weakness that were identified, namely at the preparation phase through the absence of the decision letter in team formation and the completeness. At the needs assessment phase, they only use data analysis of the position. On the developmental phase, there is a step skipped by the team in the preparation of the SOP-AP Sub Division of Administration, as the SOP-AP that was approved prior to the review. As can be expected for future implementation, The Health Department of The East Javanese Province may perform SOP-AP making based on a step that exist in Permenpan Number 21 Year 2008 as a whole without skipping any steps. Keywords: Bureaucracy reform, SOP-Governance Administration LATAR BELAKANG Tugas pokok pemerintah Indonesia adalah memenuhi kebutuhan warga negarannya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan organisasi-organisasinya mulai dari level top sampai level grass root. Sebagaimana yang diungkapkan Sinambela (2008:5) negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi pelbagai kebutuhankebutuhan yang diharapkan masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Tugas berat yang diemban birokrasi akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila birokrasi berjalan dengan profesional dan akuntabel. Pada kenyataannya birokrasi yang ada di Indonesia masih lemah dalam mengemban tugas tersebut. Banyak masalah birokrasi yang dihadapi oleh negara bagian ketiga seperti Indonesia. Menurut Dwiyanto, dkk (2008:29-30) perilaku feodalistik dalam birokrasi yang dilestarikan oleh pemerintah kolonial ikut memberikan kontribusi besar terhadap penyebab munculnya patologi birokrasi. Sejumlah text book banyak menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan merupakan organisasi yang gemuk, lamban dan prosedur yang berbelit-belit sehingga memakan biaya dan waktu (Wicaksono, 2006:11). Banyaknya masalah yang ada di birokrasi Indonesia membuat kinerja dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintahan maupun melayani masyarakat semakin berkurang dan tidak maksimal. Berdasarkan data dari Political and Economic Risk Consultancy dalam Dwiyanto, dkk (2008:55) peringkat kualitas birokrasi Indonesia tahun 2001 masih dibawah Malaysia, Filipina dan Thailand. Seharusnya birokrasi yang menjadi pelaksana dalam memberikan pelayanan kebutuhan warga negara harus benar-benar profesional dan akuntabel. Reformasi birokrasi menjadi solusi tepat untuk menangani permasalahan yang ada dalam birokrasi di Indonesia. Penataan ulang dan pembenahan birokrasi di Indonesia harus menjadi prioritas pemerintah. Hal tersebut sejalan Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010– 2025 (Depkumham, 2010) dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Reformasi birokrasi meliputi penataan kelembagaan, penataan ketatalaksanaan, penataan sumber daya manusia aparatur, akuntabilitas serta pelayanan dan kualitas pelayanan (Sedarmayanti, 2009:71). Ada banyak cara dalam melakukan reformasi birokrasi, salah satunya yaitu penataan ketatalaksanaan. Dari banyak masalah tentang birokrasi, masalah ketatalaksanaan adalah salah satu masalah yang sering timbul. Padahal ketaalaksanaan mempunyai peran penting bagi terselenggaranya roda pemerintahan. Aparatur negara merupakan alat kelengkapan negara yang meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian yang mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan (Thoha, 2009:113-114). Ketatalaksanaan merupakan unsur penting dalam birokrasi yang harus dibenahi pemerintah Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan kerangka pikir amandemen UUD 1945, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia yang mengintrepretasikan ke dalam empat dimesi aspek yang perlu ditata ulang melalui rekomendasi kebijakan, salah satu dari empat dimensi aspek tersebut yaitu kebijakan simplifikasi dan otomatisasi untuk mengatasi permasalahan ketatalaksanaan atau sistem prosedur (Wicaksono, 2006:15). Penataan ketatalaksanaan sebagai bagian dari reformasi birokrasi dapat mencakup penataan mekanisme, sistem dan prosedur yang sederhana atau ringkas, mudah dan akurat melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi serta sarana dan prasarana kerja memadai. Wujud empiris mekanisme dan prosedur ketatalaksanaan dalam suatu birokrasi yaitu standard operating procedures (SOP). SOP merupakan aturan umum terhadap suatu mekanisme operasional fungsi pekerjaan. Ada dua jenis SOP menurut Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan, pertama yaitu SOP teknis merupakan standar prosedur yang sangat rinci dan bersifat teknis. Kedua yaitu SOP administratif yang merupakan standar prosedur yang diperuntukkan bagi jenis-jenis pekerjaan yang bersifat administratif. SOP yang digunakan dalam birokrasi pemerintah yang bersifat administratif dapat disebut dengan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan (SOP-AP). Keberadaan SOP-AP yang cukup vital bagi birokrasi pemerintah, menjadikan setiap birokrasi harus mempunyai SOP-AP. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu instansi pemerintah yang dituntut memiliki SOP-AP pada tingkat lembaga, bidang dan sub bagian atau seksi. berdasarkan Penyusunan SOP-AP Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 menjadi kewajiban yang harus dijalankan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan gejalagejala pada proses penyusunan SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Dimana gejala tersebut, seperti kurangnya pemahaman secara mendetail tentang Permenpan Nomor 21 Tahun 2008, pelaksanaan yang lamban dan tidak sesuai target, serta SOP-AP yang tidak penyusunan sistematis, untuk itu perlu adanya studi mendalam untuk mengkaji “Reformasi Birokrasi di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Pada Penyusunan SOP-AP” Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Reformasi Birokrasi di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Pada Penyusunan SOP-AP? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis Reformasi Birokrasi di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Pada Penyusunan SOP-AP. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian secara teoritis diharapkan akan mempunyai implikasi teoritis bagi ilmu administrasi negara khususnya studi tentang reformasi birokrasi. Manfaat Praktis yaitu dapat memberi pemahaman, tambahan wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang kondisi nyata suatu praktek reformasi birokrasi di Indonesia. Selain itu dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Prov Jatim pelaksanaan penyusunan SOP-AP dan sebagai data untuk pengambilan kebijakan di waktu yang akan datang. Kajian Reformasi Birokrasi: Birokrasi Secara umum birokrasi sengaja diciptakan untuk mengemban tugas yang besar. Makna dari kalimat tersebut memberi konsekuensi logis bahwa pada hakikatnya birokrasi adalah sesuatu yang berguna dan memberi keuntungan. Birokrasi memegang peranan penting bagi pemerintahan dan masyarakat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Taylor Cole dalam karyanya yang berjudul “The Canadian Bureaucracy” dalam Albrow (2007:120) “Istilah birokrasi disini tidak digunakan dalam arti yang tercela (individious), tetapi sekedar mengacu pada suatu kelompok umat manusia atau para pekerja yang menjalankan fungsi tertentu yang dianggap penting oleh suatu masyarakat. Banyak definisi tentang birokrasi, salah satunya yaitu definisi birokrasi menurut Kamus Bahasa Indonesia dalam Santosa (2008:1) yang menjelaskan bahwa birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah dengan berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Sedangkan Azhari (2011:xviii) menjelaskan birokrasi sebagai keseluruhan organisasi pemerintah yang menjalankan tugas negara dalam pelbagai unit organisasi di bawah departeman atau non departeman di pusat dan daerah. Hal yang sama juga disampaikan Kristadi dalam Waluyo (2007:53) bahwa pada hakikatnya birokrasi mempunyai struktur organisasi disekitar pemerintahan yang mempunyai tugas yang luas dengan sumber daya manusia yang besar. Dapat diketahui dari definisi di atas bahwasanya birokrasi merupakan suatu bentuk organisasi pemerintah yang mempunyai tugas dalam menyelenggrakan pemerintahan dengan berpegang pada aturan, hierarki, dan pembagian tupoksi yang jelas. Birokrasi dibuat bukan tanpa alasan dan tujuan. Ada banyak harapan yang dibebankan birokrasi. Birokrasi dibuat untuk mencapai tujuan pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat. Menurut Ripley dan Franklin dalam Wicaksono (2006:9) tujuan penyedian birokrasi pemerintah adalah sebagai berikut: menyediakan sejumlah layanan sebagai hakikat dari tanggung jawab pemerintah, memajukan kepentingan sektor ekonomi spesifik seperti, pertanian, buruh atau segmen tertentu dari bisnis privat, membuat regulasi atas pelbagai aktivitas privat dan mendestribusikan sejumlah keuntungan seperti pendapatan, hak-hak, perawatan medis dan lain-lain. Untuk mencapai tugas tujuan tersebut birokrasi harus tahu dan mampu menjalankan tugasnya sebagai organisasi penyedia pelayanan bagi masyarakat. Tugas birokrasi merupakan upaya-upaya yang harus dilakukan oleh birokrasi untuk mencapai tujuannya. Tugas birokrasi tidak hanya memberi pelayanan kepada masyarakat dalam arti sempit, tetapi juga berperan mengelolah kebijkan publik (Sedarmayanti, 2009:70-71). Salah satu bagian dari pengelolaan kebijakan yang dilakukan oleh birokrasi yaitu pembuatan keputusan. Langkah awal dalam pengelolaan kebijakan adalah bagaimana peran birokrasi dalam mengambil keputusan. Robert Presthus dalam Santosa (2008:14) memperlihatkan peranan birokrasi dalam pengambilan keputusan, yakni dalam hal yang ia sebut sebagai: pembuat peraturan di bawah peraturan (delegated perundang-undangan legislation), pemprakarsa kebijakan (bureaucrary’s role in initiating policy), internal birokrasi untuk hasrat memperoleh kekuasaan, keamanan dan kepatuhan (bureaucrary’s internal drive of power, security and loyalty). Banyak hal yang mempengaruhi suatu keberhasilan suatu birokrasi dalam melaksanakan tugasnya. Karateristik yang melekat pada birokrasi adalah salah satu pengaruh internal dalam pelaksanaan tugas birokrasi. Denis H. Wrong dalam Santosa (2008:10) mengungkapkan bahwa setiap birokrasi mempunyai ciri struktural utama sebagai berikut: pembagian tugas, hierarki otorita, peraturan dan ketentuan yang terperinci, dan hubungan impersonal diantara para pekerja. Salah satu karateristik dari birokrasi rasional weber yang mempengaruhi birokrasi dalam menjalankan tugas agar efektif dan efisien adalan adanya aturan formal. Penataan Ketatalaksanaan Reformasi birokrasi akan berjalan pincang sehingga lamban untuk mencapai tujuannya jika tidak terdapat penataan ketatalaksanaan. Ketatalaksanaan adalah roda yang menggerakkan birokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat. Kamus Bahasa Indonesia (KBI) dalam Sedarmayanti (2009:88) memberikan definisi “tata laksana yaitu cara mengurus (menjalankan, melaksanakan) aktivitas usaha (perusahaan). Waldo dalam Suwarno dan Widhi (tanpa tahun) menambahkan bahwa ketatalaksanaan merupakan cara melakukan kerjasama dalam rangka pelaksanaan tugas organisasi. Penataan ketatalaksanaan yang merupakan bagian dari reformasi birokrasi pasti mempunyai tujuan. Tujuan penataan ketatalaksanaan tidak lain untuk menciptakan tata prosedur, mekanisme dan sistem kerja yang efektif dan efisien dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Adapun tujuan pedayagunaan ketatalaksanaan menurut Sedarmayanti (2009:88) ada dua yaitu, mewujudkan tata laksana yang ringkas atau simpel, efektif, efisien dan transparan dan memberikan pelayanan prima serta memberdayakan masyarakat. Penataan ketatalaksanaan yang lebih menitikberatkan pada sistem tata kelola, prosedur dan mekanisme kerja aparatur pemerintahan akan cenderung sulit untuk dilaksanakan. Kebiasaan kerja kurang efektif dan efisien yang melekat pada birokrasi akan mempengaruhi penataan ketatalaksanaan dalam reformasi birokrasi. Perlu strategi yang tepat dalam pengimplementasian penataan ketatalaksanaan agar tepat sasaran. Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan (SOP-AP) Standar Operasional Prosedur (SOP) sudah menjadi bagian dari unsur birokrasi yang ideal. Menurut Max Weber dalam Thoha (2007:18) salah satu unsur birokrasi yang ideal yaitu adanya peraturan formal yang menjadi pengendalian dan pengawasan dalam kinerja pejabat di suatu birokrasi. Aturan formal menjadi sesuatu yang penting dan dijadikan dasar untuk menjalankan tugas-tugas organisasi dalam mencapai tujuannya. Di zaman globalisasi ini hampir semua birokrasi pemerintahan yang ada pasti mempunyai aturan formal. Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar satuan kerja. Penyusunan SOP-AP harus menjalakan tahapan, seperti: persiapan, penilaian kebutuhan, pengembangan, integrasi dan manajemen serta monitoring dan evaluasi yang ada di dalam Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan. Apa yang ada di dalam Permenpan tersebut juga sebenarnya telah berdasarkan teori penyusunan SOP yang ada. Hal tersebut dapat dilihat dalam buku yang ditulis oleh Tambunan (2011) yang berjudul “Pedoman Teknis Penyusunan Standard Operating Procedures”. Di dalam buku tersebut memuat tahap-tahap teknis penyusunan SOP mulai dari tahap persiapan sampai tahap pemeliharaan dan audit Jenis Penelitian Jenis penelitian ini akan dijelaskan berdasarkan tujuan, metode, tingkat eksplanasi, jenis data dan analisis data. Berdasarkan tujuan terapan (applied research), penelitian untuk menguji ini dilakukan kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Berdasarkan metode naturalistik atau metode kualitatif, penelitian ini dilakukan dengan rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi dari situasi yang (natural setting) dalam wajar kehidupan suatu objek yang dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandangan teoritis maupun praktis, sehingga penelitian kualitatif bersifat induktif karena tidak dimulai dari hipotesis sebagai generalisasi, untuk diuji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat khusus. Berdasarkan tingkat eksplanasi deskriptif, penelitian ini dilakukan untuk nilai variabel mandiri baik, satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Sedangkan berdasarkan jenis data dan analisis kualitatif, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data berbentuk kata, kalimat, gambar dan skema. Analisis data menggnakan teknik analisis kualitatif tanpa statistik atau biasanya disebut kualitatif deskriptif. Sugiyono (2010:14) menjelaskan bahwa penelitian dengan metode naturalistik atau kualitatif kebanyakan datanya adalah kualitatif. Lokasi dan Fokus Penelitian Lokasi penelitian ini yaitu di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Sub Bagian Tata Usaha. Adapun fokus penelitian ini adalah reformasi birokrasi di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada penyusunan standar operasional prosedur administrasi pemerintahan berdasarkan Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan. Penyusunan SOP-AP berdasarkan Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 adalah penyusunan SOP-AP yang dijalan sesuai tahap-tahap yang telah ditentukan, seperti: tahap persiapan, tahap penilaian kebutuhan SOP, tahap pengembangan, integrasi dalam manajemen serta monitoring dan evaluasi. Tahap-tahap tersebut nantinya akan menjadi acuan bagi penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Sumber Data Adapun informan yang digunakan sebagai narasumber (key informan) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, yaitu Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Ibu Dr. Endang Damayanti. Informasi yang ingin didapatkan, yaitu informasi yang berkaitan dengan komitmen pimpinan mengenai penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dukungan serta cara menyuntikkan semangat yang dilakukan pimpinan kepada para tim penyusun SOP-AP, pemberitahuan penyusunan SOP-AP yang dilakukan oleh pimpinan kepada seluruh jajaran Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dan tingkat kedetailan atau ketelitian yang diinginkan pempinan terhdap SOP-AP yang disusun. Kedua yaitu, Ketua TIM Penyusun SOP-AP Level Organisasional dan Level Unit Kerja pada Sub Bagian Tata Usaha, Ibu Cicik Swi Antika, SKM. Informasi yang ingin didapatkan, yaitu informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tahapan-tahapan penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tepatnya di Sub Bagian Tata Usaha. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tentang penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, yaitu teknik triagulasi. Dimana peneliti akan menggabungkan tiga macam teknik pengumpulan data yaitu: wawancara tidak terstruktur, observasi terus terang dan dokementasi Teknik Analisis Data Menurut Susan Stainback dalam Sugiyono (2011:244) mengemukakan bahwa “Data analysis is critical to the qualitative research process” (Analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif). Lebih lanjut Sugiyono (2011:244) menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengklasifikasikan ke dalam kategori, memilih mana yang penting dan kemudian disimpulkan. Data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi akan lebih mudah jika dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif merupakan suatu analisis yang digunakan untuk membahas dan menerangkan hasil penelitian mengenai pelbagai gejala atau kasus yang dapat diuraikan dengan menggunakan kata-kata yang tidak dapat diukur dengan angka-angka tetapi memerlukan penjabaran uraian yang jelas. Teknik analisis deskriptif inilah yang digunakan peneliti untuk menganalisis penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Pembahasan Penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur akan dibahas berdasarkan tahapan yang ada di Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan SOP-AP. Dimana sampai skripsi ini ditulis baru tiga tahap yang sudah dijalankan tim penyusun SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa timur yaitu: tahap persiapan, penilaian kebutuhan dan pengembangan. Persiapan Persiapan merupakan tahap awal yang harus dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebelum melaksanakan penyusunan SOP-AP. Pada tahap persiapan ini ada tiga langkah yang harus dipenuhi yaitu: Gambar 4.9 Tahap Persiapan dalam Penyusunan SOP menurut Permenpan No 21 Tahun 2008 Persiapan · Membentuk tim dan kelengkapannya · Melakukan pelatihanpelatihan bagi anggota tim · Memberitahuan kepada seluruh unit tentang kegiatan penyusunan SOP Jika dilihat pada tahap persiapan dan langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap persiapan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sudah melakukan dengan cukup baik. Hal tersebut dapat diketahui dari adanya komitmen pimpinan puncak dalam hal ini yaitu Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam di upaya penyusunan SOP-AP lingkungan organisasi tersebut. Dukungan tersebut dapat dilihat dari adanya komitmen beliau yang menyambut positif penyusunan SOPAP. Sambutan positif tersebut juga dibarengi dengan ketegasan beliau untuk selalu memerintahkan stafnya agar segera melaksanakan dan mempunyai SOP-AP di setiap unit kerja. Kemudahan ijin dan disposisi untuk berbagai prosedur dari beliau, memudahkan tim level organisasional lebih leluasa bergerak dalam melaksanakan berbagai keperluan penyusunan SOP-AP. Tidak hanya itu kemudahan dalam mendapatkan persetujuan untuk anggaran penyusunan SOP-AP juga menjadikan tim lebih cepat bergerak. Anggaran dana yang diberikan dalam penyusunan SOP-AP ini tidak hanya sekali tetapi dua kali yaitu pada tahap awal yaitu sosialisasi penyusunan SOP-AP dan tahap akhir review SOP-AP. Kebiasaan birokrasi yang senang berada pada zona nyaman dan rutinitas ditolak oleh beliau. Sekdin, tidak setuju dengan adanya rutinitas pegawai yang cenderung stagnant atau berjalan ditempat. Hal tersebut akan mempengaruhi ketidakterserapannya APBD untuk Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Adanya komitmen kuat dari Sekdin tersebut, mau tidak mau pagawai dibawahnya akan mengikuti perubahan baru, bahwa setiap tugas yang dikerjakan setiap pegawai harus mempunyai SOP-AP. Hal inilah yang akhirnya memberi pressure kepada pejabat struktural maupun oprasioanal untuk melaksanakan penyusunan SOPAP. Apa yang dilakukan oleh Ibu Sekdin tersebut merupakan salah satu strategi dari reformasi birokrasi. Dimana strategi tersebut berkaitan dengan pembaharuan mind-set (pola pikir) dan culture-set (budaya kerja) (Sedarmayanti, 2009:76). Setelah mendapatkan dukungan barulah Dinas Kesehatan Prov Jatim membentuk tim level organisasional yang berjumlah enam orang. Walaupun sudah terdapt tim level organisasional, tetapi masih ada beberapa kelemahan. Fungsi ketatalaksanaan secara umum internal organisasi memang berada pada Sub Bagian Tata Usaha, tetapi dalam arti sempit setiap bidang sebenarnya juga mempunyai fungsi ketatalaksanaan, sedangkan delegasi yang diutus oleh pimpinan bidang belum tentu pegawai yang berada pada posisi ketatalaksanaan. Padahal orang yang berada dalam tim penyusunan SOP-AP harus benar-benar orang yang tepat, seperti yang dijelaskan oleh Tambunan (2011:127) setelah menetapkan tugas dan tanggung jawab, kegiatan selanjutnya dalam membentuk tim yaitu menetapkan orang yang tepat pada jabatan yang tepat (the right man in the right place). Dampak yang timbul dari ketidaktepatan dalam penetapan anggota tim, yaitu adanya kelemahan dalam pemaham atau daya tangkap anggota tim. Dimana hal tersebut akhirnya mempengaruhi ketidakterpenuhinya target internal organisasi pengumpulan SOP-AP yang harusnya dikumpulkan pada tanggal 21 Desember 2012. Pengumpulan SOP-AP baru akan dilakukan pada awal Tahun 2013. Kelemahan selanjutnya yang menyebabkan ketidakterpenuhinya target adalah belum adanya SK yang dikeluarkan oleh Sekretaris tentang pembentukan tim level organisasional dan kelengkapannya. Kelengkapan tim yang meliputi: Ketua tim level organisasional, tim pelaksana, uraian tugas masing-masing anggota, kewenangan tim, mekanisme kerja tim, jadwal dan lain-lain yang relevan bagi tim dalam melaksanakan tugasnya. Hanya Ketua dan tim pelaksana saja yang dapat diketahui melalui penyampaian lisan. Ibu Cicik sebagai Ketua tim level organisasional dan lima pegawai sebagai tim pelaksana atau anggota yang masing-masing dari setiap bidang dan satu Kesekretariatan. Tidak dipenuhinya kelengkapan tim secara untuh menjadikan pelaksanaan jadwal kerja tim ditentukan secara personal oleh Ketua tim. Padahal asas pembagian tugas dan pendelegasian wewenang harus ada dalam setiap team work. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sedarmayanti (2009:81) perlu menentukan pembagian tugas, sehingga menjamin adanya tanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas tersebut. Perumusan tugas yang jelas akan mencegah duplikasi, benturan dan kekaburan. Hal tersebut ditambahkan oleh Tambunan (2011:123) bahwa tahap pembentukan organisasi tim adalah menyusun dan menetapkan pembagian tugas (job descriptions) anggota-anggota tim yang disajikan dalam bahasa yang jelas dan sistematis serta disusun dengan melibatkan anggota tim yang terkait. Pada tim level unit kerja yang melakukan penyusunan SOP-AP di setiap sub bagian dan seksi dibentuk oleh Kepala sub bagian atau seksi. Jumlah anggota dalam tim tersebut tidak sama dan merupakan kebijakan dari Kepala seksi atau sub bagian masing-masing, seperti jumlah pegawai yang berada pada tim penyusunan SOPAP di Sub Bagian Tata Usaha berjumlah tujuh pegawai. Penyusunan SOP-AP yang dilakukan oleh tim baik level organisasional maupun level unit kerja akan berjalan dengan baik apabila anggota tim telah paham tentang tugas yang akan dikerjakannya. Upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam memberi pemahaman tersebut, yaitu dengan melaksanakan pelatihan tentang bimbingan teknis penyusunan SOP-AP. Pelatihan ini diterjemahkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai sosialisasi dan bimbingan teknis penyusunan SOP-AP, dikarenakan kalau pelatihan itu dilakukan dalam waktu yang lama dan mempunyai kurikulum, sedangkan sosialisasi dan Bimtek cukup dilakukan beberapa hari saja. Sosialisasi ini dilaksanakan oleh tim level organisasional kepada semua anggota tim baik level unit kerja maupun organisasional. Sosialisai tersebut sudah cukup baik dengan menghadirkan pemateri utama dari Biro Organisasi untuk menjelaskan tentang penyusunan SOP-AP berdasarkan Permenpan Nomor 21 Tahun 2008. Hadirnya pemateri yang tepat akan memberi pemahaman yang benar dan mudah dimengerti oleh tim baik level penyusun SOP-AP organisasional maupun unit kerja. Tim juga akan bekerja baik bila ada dukungan dari pimpinan maupun para pegawai organisasi yang secara langsung akan terlibat penyusunan SOP-AP. Oleh karena itu para pegawai di setiap satuan kerja dan unit harus tahu bahwa Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur akan melakukan penyusunan SOP-AP. Salah satu cara yang ditempuh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur untuk memberitahukan adanya penyusunan SOP-AP dilingkungannya yaitu, dilakukan dengan memberitahukan setiap apel pagi kepada seluruh pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang dilakukan oleh Ibu Damayanti selaku Sendin Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Tidak hanya itu upaya yang lebih formal untuk memberitahukan bahwa setiap unit kerja harus menyusun SOP-AP yaitu dengan membuat nota dinas yang diberikan di setiap seksi dan sub bagian di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Penilaian Kebutuhan Penilaian kebutuhan SOP-AP adalah proses awal penyusunan SOP-AP yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan SOP-AP yang akan disusun. Bagi organisasi yang sudah memiliki SOP-AP, maka tahapan ini merupakan tahapan untuk melihat kembali SOP-AP yang sudah dimilikinnya dan mengidentifikasi serta menambahkan SOP-AP yang diperlukan. Bagi organisasi yang belum sama sekali memiliki SOP-AP, maka proses ini merupakan proses murni mengidentifikasi SOP-AP. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan suatu organisasi pemerintah yang sudah memiliki SOP, tetapi bukan SOP-AP. SOP yang dimiliki Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur berada pada tiap-tiap bidang, kecuali Sub Bagian Tata Usaha. SOP yang ada juga belum dibukukan dan masih berupa lembaran-lembaran kertas. Sub fungsi yang memiliki SOP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan sub fungsi yang sangat krusial, seperti peminjaman uang, dan lain-lain. Standar penyusunan SOPnya pun juga sangat berbeda-beda antara SOP yang satu dengan yang lain. Berdasarkan alasan diatas maka Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan penilaian kebutuhan SOPAP. Diketahui bahwa penilaian kebutuhan SOP-AP yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan tahapan untuk melihat kemballi SOP-AP yang sudah dimilikinya dan mengidentifikasi serta menambahkan SOP-AP yang diperlukan. Cara yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam hal ini yaitu tim penyusun SOP-AP level organisasional maupun unit kerja menggunakan pedoman data analisis jabatan. Penyusunan SOP-AP yang berawal dari output menjadikan tim memilih menggunakan data analisis jabatan yang berisi tentang sub fungsi yang harus dikerjakan setiap pegawai. Pada dasarnya hal tersebut cukup membantu dan dapat digunakan untuk mengetahui berapa prosedur yang harus distandarkan. Namun pada kenyataan yang ada dilapangan ada beberapa sub fungsi yang dilakukan oleh pegawai yang tidak termuat dalam data analisis jabatan. Secara umum analisis jabatan tidak memuat secara rinci dan detail tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh setiap pegawai. Pedoman analisis jabatan hanya memuat secara garis besar fungsi dan tugas setiap jabatan. Analisis jabatan yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur juga belum diupdate secara berkala. Hal tersebut yang menjadikan data dari analisis jabatan tidak dapat dipakai secara paten untuk menjadi dasar dalam menilai kebutuhan SOP-AP yang akan disusun. Pengembangan Tahap selanjutnya yang dilakukan tim untuk menyusun SOP-AP, setelah penilaian kebutuhan yaitu Tahap tahap pengembangan. pengembangan merupakan tahap ketiga dari lima tahapan yang harus dilalui tim penyusun SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Pada tahap pengembangan SOP ini, terdapat lima langkah yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut: Gambar 4.12 Tahap pengembangan dalam penyusunan SOP menurut Permenpan Nomor 21 Tahun2008 Pengembangan · Pengumpulan informasi dan identifikasi alternative · Analisis dan pemilihan alternative · Penulisan SOP · Riview SOP · Pengesahan SOP Berdasarkan hasil observasi dan wawancara ditemukan tahap pengembangan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang berbeda dengan tahap pengembangan dalam Permenpan Nomor 21 Tahun 2008. Langkah pertama yang dilakukan tim penyusun SOP-AP dalam tahap pengembangan yaitu pengumpulan informasi dan identifikasi alternatif. Identifikasi yang dilakukan tim penyusun SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, tepatnya pada Sub Bagian Tata Usaha sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat pada pembagian sumber untuk memperoleh informasi tentang alur kerja (work flow). Tim penyusun SOPAP di Sub Bagian Tata Usaha menggunakan sumber primer dan skunder. Penggunaan sumber primer dan skunder ini akan membawa konsekuensi pada penggunaan teknik pengumpulan informasi yang akan digunakan. Teknik pengumpulan informasi yang digunakan pada sumber primer yaitu teknik brainstorming, focus group discussion (FGD) dan wawancara. Sedangkan Teknik pengumpulan informasi yang digunakan pada sumber sekunder yaitu dengan teknik telaah dokumen. Tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha menggunakan teknik branstorming sekali saja. Teknik ini cukup tepat digunakan oleh tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha karena Sub Bagian Tata Usaha tidak mempunyai SOP-AP sama sekali. Ibu Cicik selalu Ketua tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha yang telah mendapatkan bekal dari Bimtek yang diselenggarakan Biro Organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, memandu jalannya brainstorming Brainstorming tersebut tersebut. dihadiri oleh tujuh pegawai termasuk Ibu Cicik. Tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha juga menggunakan teknik focus group discussion (FGD) untuk mendapatkan informasi secara mendalam tentang prosedur-proedur yang akan distandarkan. Tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha telah mendapatkan manfaat dari penggunaan FGD yaitu, menemukan prodesur-prosedur yang efektif dan efisien. FGD yang dilakukan tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha mengundang peserta yang mempunyaai posisi koordinator setiap fungsi di Tata Usaha seperti, Ibu Cicik sendiri sebagai koordinator fungus Humas dan keprotokolan, Pak Laksono dan Ibu Lia koordinator fungsi organisasi dan kelembagaan dan lainlain. Kehadiran koordinator tersebut cukup efektif, karena akan membantu tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha mendapatkan informasi secara mendalam. Ketika informasi yang dikumpulkan oleh tim penyusun SOPAP di Sub Bagian Tata Usaha masih dirasa kurang. Tim melakukan pengumpulan informasi dengan dengan teknik wawancara. Teknik wawancara menjadi teknik terakhir yang dipilih tim untuk mendapatkan informasi secara mendalam dari seorang nara saumber (key informant). Narasumber merupakan pegawai yang atau melaksanakan langsung pelaksanan utama dari sub fungsi pekerjaannya. Sumber sekunder yang dipakai tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha untuk mendapatkan informasi adalah dengan menggunakan teknik telaah dokumen. Dokumen yang ditelaah adalah dokumen analisis jabatan. Dokumen analisis jabatan memuat informasi tentang tupoksi suatu jabatan yang nantinya akan distandarkan. Tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha mempelajari terlebih dahulu data dari analisis jabatan tersebut sebelum melakukan dengan pengumpulan informasi menggunakan sumber primer. Dapat dikatakan bahwa teknik telaah dokumen menjadi teknik yang dilakukan di awal sebelum teknik yang pengumpulan informasi yang lain dilakukan. Ketiga teknik pengumpulan data di atas sudah dijalan dengan baik oleh tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha. Pemilihan ketiga teknik tersebut sesuai dengan keadaan Sub Bagian Tata Usaha. Dapat dilihat seperti pemilihan teknik Brainstorming dan FGD dipimpin oleh Ibu Cicik selaku ketua tim yang pernah mendapatkan Bimtek penyusunan SOP-AP serta dihadiri oleh anggota tim yang mana mereka merupakan koordinator setiap fungsi yang ada di Sub Bagian Tata Usaha. Orang-orang yang berkompeten dalam tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha menjadikan penyusunan SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha dapat dipertanggungjawabkan dan dijadikan contoh oleh sub bagian dan seksi yang lain. Hal tersebut sejalan dengan Tambunan (2011:219) prosedur perolehan data dari wawancara, analisis, benchmarking harus dilakukan secara efektif dan oleh orang yang kompeten agar hasil dan kesimpulan akhir dapat dipertanggungjawabkan. Lebih dahulu berhasil dalam penyusunan SOP-AP dari unit lain, menjadikan Sub Bagian Tata Usaha dijadikan contoh bagi tim unit yang lain. Tim dari unit-unit kerja yang lain di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur ketika menyusun SOP-AP, memperoleh informasi dari Sub Bagian Tata Usaha. Teknik informasi pengumpulan informasi yang dilakukan oleh tim penyusun SOP-AP di unit-unit lain dengan mencontoh Sub Bagian Tata Usaha disebut teknik benchmark. Melaksanaka teknik benchmark ini tidak mudah, harus ada perencanaan yang matang karena informasi yang dapat dikumpulkan dari teknik ini berasal dari unit yang benar-benar sudah berhasil menyusun SOP-AP. Oleh karena itu, akhirnya langkah strategis ini diambil dan dijalankan oleh tim penyusun SOP level organisasional. Dimana teknik ini dilaksanakan melalui bimbingan teknik dan sosialisasi kepada seluruh tim penyusun SOP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur baik level organisasional maupun unit kerja. Informasi tentang prosedur yang didapat oleh Sub Bagian Tata Usaha tidak langsung dikelola untuk ditulis menjadi SOP-AP. Tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha melaksanakan analisis berdasarkan prinsip-prinsip penyusunan SOP-AP. Prinsip-prinsip tersebut antara lain yaitu: kemudahan dan kejelasan, efisiensi dan efektivitas, keselarasan, keterukuran, dinamis, berorientasi pada pengguna, kepatuhan hukum dan dan yang terakhir harus memiliki kepastian hukum yang jelas. Kedelapan prinsip inilah yang menjadi acuan bagi tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha. Cara yang dilakukan oleh tim penysun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha cukup efisien yaitu dengan memberi penjelasan secara langsung kepada pegawai, agar tidak hanya memberikan infomasi bekenaan langkah-langkah melaksanakan suatu pekerjaan tetapi juga menulisakan mutu baku pekerjaan tersebut. Mutu baku inilah yang secara operasional memuat prinsip-prinsip tersebut. Sebenarnya metode yang dilakukan oleh tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha sangat sederhana, efektif dan efisien. Mereka melakukan dua pekerjaan sekaligus yaitu pengumpulan informasi sekaligus penulisan SOP-AP. Dimana cara tersebut dilakukan dengan memberikan form kosong halaman depan dan belakang SOP-AP kepada masingdiisi masing pegawai untuk berdasaarkan fungsi yang dilakukannya. Jadi dapat dikatakan pada dasarkan yang melaksanakan penulisan SOP-AP adalah pegawai. Tim hanya berusaha untuk mengarahkan dan mengkoordinasi. Walaupun begitu penulisan SOP-AP yang dilakukan oleh masing-masing pegawai masih belum sempurna, kadang ada pegawai yang tidak dapat mengerjakannya dan hanya ditulis berupa catatan, sehingga tim berusaha untuk untuk menerjemahkan catatan tersebut untuk ditulis menjadi SOP-AP. Adapun tipe SOP-AP yang disusun oleh tim Sub Bagian Tata Usaha adalah tipe SOP-AP adaministrasi pemerintahan. Sedangkan format yang digunakan yaitu diagram alir Pemilihan format (followharts). diagram alir oleh tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha dikarena format tersebut mudah untuk dimengerti dan dipahami. Teknik arus atau diagram alir adalah teknik yang sangat spesifik yang banyak digunakan dalam pengembangan sistem informasi dan penyusunan standar operasional prosedur. Tidak hanya itu keunggulan dari teknik bagan arus antara lain yaitu: dapat disajikan lebih ringkas dibandingkan menggunakan kata atau kalimat (teknik naratif), dapat disajikan lebih konsisten apabila teknik bagan arus dikuasai dan diterapkan secara tepat, lebih praktis serta lebih mudah dipahami apabila pengguna mengerti makna simbol-simbol bagan arus, dan terakhir adalah lebih mudah dikontrol dan dipelihara, karena sifat penyajian yang jahu lebih ringkas dan sistematis (Tambunan, 2011:184). Dari ketujuh macam simbol tersebut, hanya satu simbol yang tidak tim dapat diterjemahkan oleh penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha. Simbol tersebut yaitu simbol konektor–perpindahan aktivitas dalam satu halaman yang dapat dilihat pada Gambar 4.7. Kekerbatasan dalam memahami simbol tersebut tidak sampai berdampak vatal, karena simbol kebutuhan penggunaan tersebut tidak dipakai dalam penulisan SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha. Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan, apabila dilakukan identifikasi ulang menemukan SOP-AP yang penulisannya membutuhkan penggunaan simbol tersebut, akan mepersulit penulisan SOP-AP dan akhirnya menghambat penyusunan SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha dan sub unit yang lain. Muatan dokumen SOP-AP yang harus dipenuhi seperti: halaman judul, lembar pengesahan dokumen SOP-AP, daftar isi dokumen SOP-AP, penjelasan singkat penggunaan, standar operasional prosedur sendiri yang meliputi (nama SOP-AP, satuan kerja atau unit kerja, nomor dokumen, tanggal pembuatan, tanggal revisi, tanggal efektif, pengesahan oleh pejabat yang berkompeten, dasar hukum, keterkaitan, peringatan, kualifikasi personel, peralatan dan perlengkapan serta uraian SOP-AP) secara garis besar sudah di penuhi oleh tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha. Hanya saja yang belum diisi adalah tanggal revisi. Hal tersebut dikarenakan penyusunan SOP Dinas Kesehatah Provinsi Jawa Timur masih belum pada langkah tersebut. Rencananya langkah pengujian review SOP-AP di level dan organisasional akan dilaksanakan pada bulan Maret di tahun 2013 ini. Baru langkah selanjutnya setelah review adalah pengesahan SOP oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini yaitu Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Ada langkah yang dilompati dalam penyusunan SOP-AP yang dilakukan oleh tim Sub Bagian Tata Usaha disini. Langkah yang dilompati tersebut yaitu langkah review. Tim penyusunan SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha belum melakukan review SOP-AP tetapi sudah disahkan. Alasan tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha melakukan hal ini karena, agar SOP-AP yang ada di Sub Bagian Tata Usaha telah memiliki payung hukum. Sehingga dapat dijadikan contoh dalam penyusunan SOP-AP di unit lain, yang akhirnya akan mempercepat penyusunan SOP-AP di level organisasional. Langkah dalam penyusunan SOP-AP yang dilompati oleh tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha, apabila dipahami secara parsial memang terlihat benar. Namun apabila dilihat secara holistik atau menyeluruh, penyusunan SOP-AP dengan melompati langkah sudah ditentukan akan berdampak tidak baik. SOP-AP yang ada di Sub Bagian Tata Usaha belum teruji apakah SOP-AP tersebut sudah banar belum. Walaupun pada atau penyusunanya SOP-AP tersebut adalah menulis ulang suatu rutinitas yang biasanya dilakukan oleh pegawai. Tetap perlu dilakukan review sebelum SOP-AP tersebut disahkan karena. Salah satu hal terpenting yang ada pada tahap review yaitu melakukan uji coba. Uji coba merupakan hal yang sangat penting dilakukan tim penyusun SOPAP Sub Bagian Tata Usaha. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Tambunan (2011:256) bahwa tahap uji coba merupakan upaya dan sarana untuk memastikan bahwa hasil-hasil kegiatan memang telah sempurna. Tahap uji coba mempunyai derajat kepastian hasil. Kesimpulan Sesuai dengan data yang diperoleh dan melihat tujuan dilakukannya penelitian ini, maka kesimpulan penelitian mengenai Analisis Reformasi Birokrasi Pada Penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur antara lain: Reformasi birokrasi di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sudah dilakukan. Reformasi birokrasi tersebut berada pada penataan ketatalaksanaan dengan melakukan penyusunan SOPAP. Penyusunan SOP-AP dijalankan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di wilayah Jawa Timur khususnya pada pelayanan kesehatan. Pemanfaatan adanya SOP-AP dimaksudkan untuk menjadi standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya agar efisien, efektif, runtut dan dapat memenuhi target. Terdapat beberapa tahap yang dijalankan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam penyusunan SOP-AP seperti tahap persiapan, penilaian kebutuhan dan pengembangan. Tahap-tahap dan langkahlangkah yang harus dipenuhi untuk menyusun SOP-AP seperti persiapan, penilaian kebutuhan, pengembangan, integrasi dalam manejemen, serta monitoring dan evaluasi masih belum dilaksanakan secara keseluruhan. Tahap yang sudah dilaksanakan baru tiga tahap yaitu: tahap persiapan, penilaian kebutuhan dan pengembangan. Sedangkan tahap integrasi dalam manajemen serta monitoring dan evaluasi belum dilaksanakan. Secara umum penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sampai pada tahap pengembangan sudah berjalan dengan baik, walaupun masih ada beberapa kelemahan yang harus dibenahi. Beberapa kelemahan yang teridentifikasi, yaitu pada tahap persiapan, masih ada kelemahan pada tahap persiapan seperti, membentuk tim dan kelengkapannya yang belum ada SK dari Sekretaris, dan belum ada pembagian tugas dan tanggung jawab. Pada tahap penilaian kebutuhan, data hanya didapatkan dari analisis jabatan, dan tidak menjalankan langka-langkah pada tahap ini secara semestinya, sehingga SOP-AP yang teridentifikasi belum maksimal. Pada tahap pengembangan, juga belum berjalan dengan baik, dimana ada langkah yang dilompati oleh tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha, seperti adanya SOP-AP yang telah disahkan sebelum dilakukan review. Saran Sesuai hasil penelitian di lapangan mengenai penyusunan SOPAP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, penulis memberikan beberapa saran dari hasil identifikasi kelemahan dalam penyusunan SOP-AP yang diharapkan dapat menjadi alternatif dalam membantu memecahkan masalah ataupun menyempurnakan penyusunan SOP-AP di waktu yang akan datang, antara lain: Diharapkan penyusunan SOP-AP sesuai dengan pedoman yang telah ada, yaitu berdasarkan Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 secara keseluruhan. Tidak ada langkahlangkah yang tidak dijalankan, sehingga tidak banyak kendala dalam yang penyusunan SOP-AP mengakibatkan tidak tercapainya target. Penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tidak perlu dilakukan secara terburu-buru dan menentukan target dalam jangka waktu yang singkat. Hal itu akan menyebabkan terjadinya lompatan langkah dalam penyusunan SOP-AP. Diharapkan segera memenuhi kelengkapan tim, agar tim dapat bekerja secara maksimal. Penyusunan SOP-AP harus berdasarkan prinsipprinsip pelaksanaan SOP dan SOP-AP yang sudah dibuat perlu dilakukan pengujian, agar tercipta SOP-AP yang dinamis dan efektif. DAFTAR PUSTAKA Albrow, Martin (penyuting). 2007. Birokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana. Azhari (editor). 2011. Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2010. Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025. (Online). (www.depkumham.go.id; diakses tanggal 27 November 2012). Dwiyanto dkk, Agus. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2008. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Jakarta. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2008. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan. Jakarta. Santosa, Pandji (editor). 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: PT. Refika Aditama. Sedarmayanti (editor). 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik). Bandung: PT. Refika Aditama. Sinambela, Lilian Poltak. 2008. Reformasi Pelyanan Publik: Teori, Kebijkan, dan Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tambunan, Rudi M. 2011. Pedoman Teknis Penyusunan Standard Oprating Procedures. Jakarta: Maiestas Publishing. Thoha, Miftah. 2007. Birokrasi Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Thoha, Miftah. 2009. Birokrasi Pemerintahan di Era Reformasi. Jakarta: Kencana. Waluyo. 2007. Manajemen Publik: Konsep, Aplikasi, dan Implementasi Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju. Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta: Graha Ilmu.