reformasi birokrasi di dinas kesehatan provinsi jawa timur

advertisement
REFORMASI BIROKRASI DI DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR
(STUDI KASUS PADA PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Rizki Al Kharim
Dosen Pembimbing Indah Prabawati, S.Sos., M.Si.
ABSTRAK
Reformasi birokrasi merupakan solusi untuk membenahi birokrasi agar menjadi
akuntabel dan prefesional dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu cara dalam
reformasi birokrasi ialah dengan melaksanakan penyusunan standar operasional
prosedur (SOP) administrasi pemerintahan. Tujuan dari penyusunan SOP-AP adalah
untuk menyempurnakan proses penyelenggaraan pemerintah agar mampu
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur merupakan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang sedang menjalankan
reformasi birokrasi pada penyusunan SOP-AP di lingkungan organisasinya.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis reformasi birokrasi
di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur pada penyusunan standar operasional
prosedur (SOP) administrasi pemerintahan. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun narasumber penelitian ini terdiri dari
sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Ketua tim penyusun SOP-AP level
organisasional yang sekaligus menjadi ketua tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata
Usaha. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara, observasi serta
dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini bahwa Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sudah
melaksanakan reformasi birokrasi. Bentuk reformasi birokrasi adalah adanya
penyusunan SOP-AP. Secara umum penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur sampai pada tahap pengembangan sudah berjalan dengan baik, walaupun
masih ada beberapa kelemahan yang harus dibenahi. Menurut hasil analisis
berdasarkan tahapan penyusunan SOP-AP yang ada di Permenpan Nomor 21 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyusunan SOP-AP ada beberapa kelemahan yang
teridentifikasi, yaitu pada tahap persiapan, tidak adanya SK dalam pembentuk tim dan
kelengkapannya. Pada tahap penilaian kebutuhan, penilaian kebutuhan SOP hanya
menggunanakan data analisis jabatan. Pada tahap pengembangan, terdapat langkah
yang dilompati oleh tim penyusunan SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha, seperti adanya
SOP-AP yang telah disahkan sebelum dilakukan review. Diharapkan untuk pelaksanaan
kedepannya, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur bisa melaksanakan penyusunan
SOP-AP berdasarkan tahapan yang ada di Permenpan Nomor 21 Tahun 2008 secara
keseluruhan tanpa ada langkah yang dilompati.
Kata kunci : Reformasi Birokrasi, SOP-Administrasi Pemerintahan
BUREAUCRACY REFORM ANALYSIS ON THE HEALTH DEPARTMENT OF
THE EAST JAVANESE PROVINCE
(Case study On Standard Operating Procedures (SOP) Governance Administration
Making)
Rizki Al Kharim
Dosen Pembimbing Indah Prabawati, S.Sos., M.Si.
ABSTRACT
Bureaucracy reform constitutes one solution to ensure that bureaucracy is
professional and accountable in performing its task. One of the methods of
bureaucracy reform is the performance of Standard Operating Procedures (SOP)
Governance Administration Making. The effect of SOP-AP making is to perfect the
administration process, thus increasing the quality of service provided to society. The
Health Department of The East Javanese Province is one of the regional work units
who carry out bureaucracy reform by performing SOP-AP making throughout its
organization environment.
This paper intends to describe and analyze bureaucracy reform within The
Health Department of The East Javanese Province on Standard Operating Procedures
(SOP) Governance Administration Making. The research method used is descriptive
with a qualitative approach. The prime informant of this research is The Health
Department of The East Javanese Province secretary, who also became a chairman of
the drafting team of SOP-AP in the organizational level, and was once a chairman of
the drafting team of SOP-AP in the Sub Division of Administration. The techniques of
data collection used are interview, observation, and documentation. Data analysis was
performed along with data collection, data reduction, data presentation, and
conclusion.
The observational result is that The Health Department of The East
Javanese Province has successfully performed bureaucratic reform. The form of
bureaucratic reform is SOP-AP making. In general SOP-AP making at The Health
Department of The East Javanese Province to the extent of developmental phase was
successful, although there are some weaknesses that must be fixed. According to the
analysis, based on the SOP-AP making steps that were undertaken in Permenpan
Number 21 Year 2008 about SOP-AP Making Guidances there are weakness that were
identified, namely at the preparation phase through the absence of the decision letter
in team formation and the completeness. At the needs assessment phase, they only
use data analysis of the position. On the developmental phase, there is a step skipped
by the team in the preparation of the SOP-AP Sub Division of Administration, as the
SOP-AP that was approved prior to the review. As can be expected for future
implementation, The Health Department of The East Javanese Province may perform
SOP-AP making based on a step that exist in Permenpan Number 21 Year 2008 as a
whole without skipping any steps.
Keywords: Bureaucracy reform, SOP-Governance Administration
LATAR BELAKANG
Tugas
pokok
pemerintah
Indonesia adalah memenuhi kebutuhan
warga
negarannya.
Pemenuhan
kebutuhan tersebut dilakukan oleh
pemerintah dengan menggunakan
organisasi-organisasinya mulai dari
level top sampai level grass root.
Sebagaimana
yang
diungkapkan
Sinambela (2008:5) negara dalam hal
ini pemerintah (birokrat) haruslah
dapat
memenuhi
kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini
bukanlah kebutuhan secara individual
akan tetapi pelbagai kebutuhankebutuhan
yang
diharapkan
masyarakat, misalnya kebutuhan akan
kesehatan, pendidikan dan lain-lain.
Tugas berat yang diemban
birokrasi akan dapat dilaksanakan dengan
baik apabila birokrasi berjalan dengan
profesional dan akuntabel. Pada
kenyataannya birokrasi yang ada di
Indonesia
masih
lemah
dalam
mengemban tugas tersebut. Banyak
masalah birokrasi yang dihadapi oleh
negara bagian ketiga seperti Indonesia.
Menurut Dwiyanto, dkk (2008:29-30)
perilaku feodalistik dalam birokrasi yang
dilestarikan oleh pemerintah kolonial ikut
memberikan kontribusi besar terhadap
penyebab munculnya patologi birokrasi.
Sejumlah text book banyak
menyatakan
bahwa
birokrasi
pemerintahan merupakan organisasi
yang gemuk, lamban dan prosedur yang
berbelit-belit sehingga memakan biaya
dan waktu (Wicaksono, 2006:11).
Banyaknya masalah yang ada di
birokrasi Indonesia membuat kinerja
dalam
penyelenggaraan
birokrasi
pemerintahan
maupun
melayani
masyarakat semakin berkurang dan tidak
maksimal. Berdasarkan data dari Political
and Economic Risk Consultancy dalam
Dwiyanto, dkk (2008:55) peringkat
kualitas birokrasi Indonesia tahun 2001
masih dibawah Malaysia, Filipina dan
Thailand. Seharusnya birokrasi yang
menjadi pelaksana dalam memberikan
pelayanan kebutuhan warga negara
harus benar-benar profesional dan
akuntabel.
Reformasi birokrasi menjadi solusi
tepat untuk menangani permasalahan
yang ada dalam birokrasi di Indonesia.
Penataan ulang dan pembenahan
birokrasi di Indonesia harus menjadi
prioritas pemerintah. Hal tersebut sejalan
Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–
2025 (Depkumham, 2010) dan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
(Permenpan) Nomor 15 Tahun 2008
tentang Pedoman Umum Reformasi
Birokrasi. Reformasi birokrasi meliputi
penataan
kelembagaan,
penataan
ketatalaksanaan, penataan sumber daya
manusia aparatur, akuntabilitas serta
pelayanan dan kualitas pelayanan
(Sedarmayanti, 2009:71).
Ada
banyak
cara
dalam
melakukan reformasi birokrasi, salah
satunya yaitu penataan ketatalaksanaan.
Dari banyak masalah tentang birokrasi,
masalah ketatalaksanaan adalah salah
satu masalah yang sering timbul. Padahal
ketaalaksanaan
mempunyai
peran
penting bagi terselenggaranya roda
pemerintahan.
Aparatur
negara
merupakan alat kelengkapan negara yang
meliputi
bidang
kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan kepegawaian yang
mempunyai tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pemerintahan (Thoha,
2009:113-114).
Ketatalaksanaan
merupakan unsur penting dalam birokrasi
yang harus dibenahi pemerintah
Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan
kerangka pikir amandemen UUD 1945,
Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara Republik Indonesia yang
mengintrepretasikan ke dalam empat
dimesi aspek yang perlu ditata ulang
melalui rekomendasi kebijakan, salah
satu dari empat dimensi aspek tersebut
yaitu
kebijakan
simplifikasi
dan
otomatisasi
untuk
mengatasi
permasalahan ketatalaksanaan atau
sistem prosedur (Wicaksono, 2006:15).
Penataan
ketatalaksanaan
sebagai bagian dari reformasi birokrasi
dapat mencakup penataan mekanisme,
sistem dan prosedur yang sederhana atau
ringkas, mudah dan akurat melalui
optimalisasi
penggunaan
teknologi
informasi dan komunikasi serta sarana
dan prasarana kerja memadai. Wujud
empiris mekanisme dan prosedur
ketatalaksanaan dalam suatu birokrasi
yaitu standard operating procedures
(SOP). SOP merupakan aturan umum
terhadap suatu mekanisme operasional
fungsi pekerjaan. Ada dua jenis SOP
menurut Permenpan Nomor 21 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyusunan
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Administrasi Pemerintahan, pertama
yaitu SOP teknis merupakan standar
prosedur yang sangat rinci dan bersifat
teknis. Kedua yaitu SOP administratif
yang merupakan standar prosedur yang
diperuntukkan bagi jenis-jenis pekerjaan
yang bersifat administratif. SOP yang
digunakan dalam birokrasi pemerintah
yang bersifat administratif dapat disebut
dengan Standar Operasional Prosedur
Administrasi Pemerintahan (SOP-AP).
Keberadaan SOP-AP yang cukup
vital
bagi
birokrasi
pemerintah,
menjadikan setiap birokrasi harus
mempunyai SOP-AP. Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur merupakan salah
satu instansi pemerintah yang dituntut
memiliki SOP-AP pada tingkat lembaga,
bidang dan sub bagian atau seksi.
berdasarkan
Penyusunan
SOP-AP
Permenpan Nomor 21 Tahun 2008
menjadi kewajiban yang harus dijalankan
oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur.
Berdasarkan observasi awal yang
dilakukan oleh peneliti, ditemukan gejalagejala pada proses penyusunan SOP-AP di
Sub Bagian Tata Usaha Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur. Dimana gejala
tersebut, seperti kurangnya pemahaman
secara mendetail tentang Permenpan
Nomor 21 Tahun 2008, pelaksanaan yang
lamban dan tidak sesuai target, serta
SOP-AP
yang
tidak
penyusunan
sistematis, untuk itu perlu adanya studi
mendalam untuk mengkaji “Reformasi
Birokrasi di Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur Pada Penyusunan SOP-AP”
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka,
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana Reformasi Birokrasi
di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Pada Penyusunan SOP-AP?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk
menganalisis Reformasi Birokrasi di
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Pada Penyusunan SOP-AP.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian secara teoritis
diharapkan akan mempunyai implikasi
teoritis bagi ilmu administrasi negara
khususnya studi tentang reformasi
birokrasi. Manfaat Praktis yaitu dapat
memberi
pemahaman,
tambahan
wawasan dan pengetahuan mahasiswa
tentang kondisi nyata suatu praktek
reformasi birokrasi di Indonesia. Selain
itu dapat menjadi masukan bagi Dinas
Kesehatan Prov Jatim pelaksanaan
penyusunan SOP-AP dan sebagai data
untuk pengambilan kebijakan di waktu
yang akan datang.
Kajian Reformasi Birokrasi:
Birokrasi
Secara umum birokrasi sengaja
diciptakan untuk mengemban tugas
yang besar. Makna dari kalimat
tersebut memberi konsekuensi logis
bahwa pada hakikatnya birokrasi
adalah sesuatu yang berguna dan
memberi
keuntungan.
Birokrasi
memegang peranan penting bagi
pemerintahan
dan
masyarakat.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Taylor Cole dalam karyanya yang
berjudul “The Canadian Bureaucracy”
dalam Albrow (2007:120) “Istilah
birokrasi disini tidak digunakan dalam
arti yang tercela (individious), tetapi
sekedar mengacu pada suatu kelompok
umat manusia atau para pekerja yang
menjalankan fungsi tertentu yang
dianggap
penting
oleh
suatu
masyarakat.
Banyak
definisi
tentang
birokrasi, salah satunya yaitu definisi
birokrasi menurut Kamus Bahasa
Indonesia dalam Santosa (2008:1) yang
menjelaskan bahwa birokrasi adalah
sistem pemerintahan yang dijalankan
oleh pegawai pemerintah dengan
berpegang pada hierarki dan jenjang
jabatan. Sedangkan Azhari (2011:xviii)
menjelaskan
birokrasi
sebagai
keseluruhan organisasi pemerintah
yang menjalankan tugas negara dalam
pelbagai unit organisasi di bawah
departeman atau non departeman di
pusat dan daerah. Hal yang sama juga
disampaikan Kristadi dalam Waluyo
(2007:53) bahwa pada hakikatnya
birokrasi
mempunyai
struktur
organisasi disekitar pemerintahan yang
mempunyai tugas yang luas dengan
sumber daya manusia yang besar.
Dapat diketahui dari definisi di atas
bahwasanya birokrasi merupakan suatu
bentuk organisasi pemerintah yang
mempunyai
tugas
dalam
menyelenggrakan
pemerintahan
dengan berpegang pada aturan,
hierarki, dan pembagian tupoksi yang
jelas.
Birokrasi dibuat bukan tanpa
alasan dan tujuan. Ada banyak harapan
yang dibebankan birokrasi. Birokrasi
dibuat
untuk
mencapai
tujuan
pemerintah dalam mensejahterakan
masyarakat. Menurut Ripley dan
Franklin dalam Wicaksono (2006:9)
tujuan penyedian birokrasi pemerintah
adalah sebagai berikut: menyediakan
sejumlah layanan sebagai hakikat dari
tanggung
jawab
pemerintah,
memajukan
kepentingan
sektor
ekonomi spesifik seperti, pertanian,
buruh atau segmen tertentu dari bisnis
privat, membuat regulasi atas pelbagai
aktivitas privat dan mendestribusikan
sejumlah
keuntungan
seperti
pendapatan, hak-hak, perawatan medis
dan lain-lain.
Untuk mencapai tugas tujuan
tersebut birokrasi harus tahu dan
mampu menjalankan tugasnya sebagai
organisasi penyedia pelayanan bagi
masyarakat. Tugas birokrasi merupakan
upaya-upaya yang harus dilakukan oleh
birokrasi untuk mencapai tujuannya.
Tugas birokrasi tidak hanya memberi
pelayanan kepada masyarakat dalam
arti sempit, tetapi juga berperan
mengelolah
kebijkan
publik
(Sedarmayanti, 2009:70-71). Salah satu
bagian dari pengelolaan kebijakan yang
dilakukan
oleh
birokrasi
yaitu
pembuatan keputusan. Langkah awal
dalam pengelolaan kebijakan adalah
bagaimana peran birokrasi dalam
mengambil keputusan. Robert Presthus
dalam
Santosa
(2008:14)
memperlihatkan peranan birokrasi
dalam pengambilan keputusan, yakni
dalam hal yang ia sebut sebagai:
pembuat peraturan di bawah peraturan
(delegated
perundang-undangan
legislation), pemprakarsa kebijakan
(bureaucrary’s role in initiating policy),
internal
birokrasi
untuk
hasrat
memperoleh kekuasaan, keamanan
dan kepatuhan (bureaucrary’s internal
drive of power, security and loyalty).
Banyak hal yang mempengaruhi
suatu keberhasilan suatu birokrasi
dalam
melaksanakan
tugasnya.
Karateristik yang melekat pada
birokrasi adalah salah satu pengaruh
internal dalam pelaksanaan tugas
birokrasi. Denis H. Wrong dalam
Santosa (2008:10) mengungkapkan
bahwa setiap birokrasi mempunyai ciri
struktural utama sebagai berikut:
pembagian tugas, hierarki otorita,
peraturan
dan
ketentuan
yang
terperinci, dan hubungan impersonal
diantara para pekerja.
Salah satu karateristik dari
birokrasi
rasional
weber
yang
mempengaruhi
birokrasi
dalam
menjalankan tugas agar efektif dan
efisien adalan adanya aturan formal.
Penataan Ketatalaksanaan
Reformasi
birokrasi
akan
berjalan pincang sehingga lamban
untuk mencapai tujuannya jika tidak
terdapat penataan ketatalaksanaan.
Ketatalaksanaan adalah roda yang
menggerakkan
birokrasi
dalam
menyelenggarakan
pemerintahan
maupun pelayanan kepada masyarakat.
Kamus Bahasa Indonesia (KBI) dalam
Sedarmayanti (2009:88) memberikan
definisi “tata laksana yaitu cara
mengurus
(menjalankan,
melaksanakan)
aktivitas
usaha
(perusahaan). Waldo dalam Suwarno
dan
Widhi
(tanpa
tahun)
menambahkan bahwa ketatalaksanaan
merupakan cara melakukan kerjasama
dalam rangka pelaksanaan tugas
organisasi.
Penataan ketatalaksanaan yang
merupakan bagian dari reformasi
birokrasi pasti mempunyai tujuan.
Tujuan penataan ketatalaksanaan tidak
lain untuk menciptakan tata prosedur,
mekanisme dan sistem kerja yang
efektif
dan
efisien
dalam
menyelenggarakan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat. Adapun
tujuan pedayagunaan ketatalaksanaan
menurut Sedarmayanti (2009:88) ada
dua yaitu, mewujudkan tata laksana
yang ringkas atau simpel, efektif,
efisien
dan
transparan
dan
memberikan pelayanan prima serta
memberdayakan masyarakat.
Penataan ketatalaksanaan yang
lebih menitikberatkan pada sistem tata
kelola, prosedur dan mekanisme kerja
aparatur
pemerintahan
akan
cenderung sulit untuk dilaksanakan.
Kebiasaan kerja kurang efektif dan
efisien yang melekat pada birokrasi
akan
mempengaruhi
penataan
ketatalaksanaan
dalam
reformasi
birokrasi. Perlu strategi yang tepat
dalam pengimplementasian penataan
ketatalaksanaan agar tepat sasaran.
Standar
Operasional
Prosedur
Administrasi Pemerintahan (SOP-AP)
Standar Operasional Prosedur
(SOP) sudah menjadi bagian dari unsur
birokrasi yang ideal. Menurut Max
Weber dalam Thoha (2007:18) salah
satu unsur birokrasi yang ideal yaitu
adanya peraturan formal yang menjadi
pengendalian dan pengawasan dalam
kinerja pejabat di suatu birokrasi.
Aturan formal menjadi sesuatu yang
penting dan dijadikan dasar untuk
menjalankan tugas-tugas organisasi
dalam mencapai tujuannya. Di zaman
globalisasi ini hampir semua birokrasi
pemerintahan
yang
ada
pasti
mempunyai aturan formal.
Dilihat dari fungsinya, SOP
berfungsi membentuk sistem kerja dan
aliran kerja yang teratur, sistematis,
dan dapat dipertanggungjawabkan;
menggambarkan bagaimana tujuan
pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan
kebijakan dan peraturan yang berlaku;
menjelaskan
bagaimana
proses
pelaksanaan kegiatan berlangsung;
sebagai sarana tata urutan dari
pelaksanaan dan pengadministrasian
pekerjaan harian sebagaimana metode
yang ditetapkan; menjamin konsistensi
dan proses kerja yang sistematik; dan
menetapkan hubungan timbal balik
antar satuan kerja.
Penyusunan SOP-AP harus
menjalakan
tahapan,
seperti:
persiapan,
penilaian
kebutuhan,
pengembangan,
integrasi
dan
manajemen serta monitoring dan
evaluasi yang ada di dalam Permenpan
Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Pedoman
Penyusunan
Standar
Operasional
Prosedur
(SOP)
Administrasi Pemerintahan. Apa yang
ada di dalam Permenpan tersebut juga
sebenarnya telah berdasarkan teori
penyusunan SOP yang ada. Hal tersebut
dapat dilihat dalam buku yang ditulis
oleh Tambunan (2011) yang berjudul
“Pedoman Teknis Penyusunan Standard
Operating Procedures”. Di dalam buku
tersebut memuat tahap-tahap teknis
penyusunan SOP mulai dari tahap
persiapan sampai tahap pemeliharaan
dan audit
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini akan
dijelaskan berdasarkan tujuan, metode,
tingkat eksplanasi, jenis data dan
analisis data. Berdasarkan tujuan
terapan (applied research), penelitian
untuk
menguji
ini
dilakukan
kemampuan
suatu
teori
yang
diterapkan
dalam
memecahkan
masalah-masalah praktis.
Berdasarkan
metode
naturalistik atau metode kualitatif,
penelitian ini dilakukan dengan
rangkaian kegiatan atau proses
menjaring informasi dari situasi yang
(natural
setting)
dalam
wajar
kehidupan
suatu
objek
yang
dihubungkan dengan pemecahan suatu
masalah baik dari sudut pandangan
teoritis maupun praktis, sehingga
penelitian kualitatif bersifat induktif
karena tidak dimulai dari hipotesis
sebagai generalisasi, untuk diuji
kebenarannya melalui pengumpulan
data yang bersifat khusus.
Berdasarkan tingkat eksplanasi
deskriptif, penelitian ini dilakukan
untuk nilai variabel mandiri baik, satu
variabel atau lebih tanpa membuat
perbandingan atau menghubungkan
dengan variabel yang lain. Sedangkan
berdasarkan jenis data dan analisis
kualitatif, penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan data berbentuk
kata, kalimat, gambar dan skema.
Analisis data menggnakan teknik
analisis kualitatif tanpa statistik atau
biasanya disebut kualitatif deskriptif.
Sugiyono (2010:14) menjelaskan bahwa
penelitian dengan metode naturalistik
atau kualitatif kebanyakan datanya
adalah kualitatif.
Lokasi dan Fokus Penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu di
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,
tepatnya di Sub Bagian Tata Usaha.
Adapun fokus penelitian ini adalah
reformasi birokrasi di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur pada penyusunan
standar
operasional
prosedur
administrasi
pemerintahan
berdasarkan Permenpan Nomor 21
Tahun
2008
tentang
Pedoman
Penyusunan
Standar
Operasional
Prosedur
(SOP)
Administrasi
Pemerintahan.
Penyusunan
SOP-AP
berdasarkan Permenpan Nomor 21
Tahun 2008 adalah penyusunan SOP-AP
yang dijalan sesuai tahap-tahap yang
telah ditentukan, seperti: tahap
persiapan, tahap penilaian kebutuhan
SOP, tahap pengembangan, integrasi
dalam manajemen serta monitoring
dan evaluasi. Tahap-tahap tersebut
nantinya akan menjadi acuan bagi
penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur
Sumber Data
Adapun
informan
yang
digunakan sebagai narasumber (key
informan) dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Pertama, yaitu Sekretaris Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Ibu Dr.
Endang Damayanti. Informasi yang
ingin didapatkan, yaitu informasi yang
berkaitan dengan komitmen pimpinan
mengenai penyusunan SOP-AP di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur,
dukungan serta cara menyuntikkan
semangat yang dilakukan pimpinan
kepada para tim penyusun SOP-AP,
pemberitahuan penyusunan SOP-AP
yang dilakukan oleh pimpinan kepada
seluruh jajaran Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, dan tingkat
kedetailan atau ketelitian yang
diinginkan pempinan terhdap SOP-AP
yang disusun.
Kedua yaitu, Ketua TIM
Penyusun SOP-AP Level Organisasional
dan Level Unit Kerja pada Sub Bagian
Tata Usaha, Ibu Cicik Swi Antika, SKM.
Informasi yang ingin didapatkan, yaitu
informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan
tahapan-tahapan
penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur tepatnya di Sub
Bagian Tata Usaha.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian tentang
penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, yaitu teknik
triagulasi. Dimana peneliti akan
menggabungkan tiga macam teknik
pengumpulan data yaitu: wawancara
tidak terstruktur, observasi terus
terang dan dokementasi
Teknik Analisis Data
Menurut Susan Stainback dalam
Sugiyono (2011:244) mengemukakan
bahwa “Data analysis is critical to the
qualitative research process” (Analisis
data merupakan hal yang kritis dalam
proses penelitian kualitatif). Lebih
lanjut
Sugiyono
(2011:244)
menjelaskan bahwa analisis data
adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan
dan dokumentasi, dengan cara
mengklasifikasikan ke dalam kategori,
memilih mana yang penting dan
kemudian disimpulkan.
Data dari hasil wawancara,
observasi dan dokumentasi akan lebih
mudah jika dianalisis dengan teknik
analisis deskriptif kualitatif. Analisis
deskriptif kualitatif merupakan suatu
analisis
yang
digunakan
untuk
membahas dan menerangkan hasil
penelitian mengenai pelbagai gejala
atau kasus yang dapat diuraikan
dengan menggunakan kata-kata yang
tidak dapat diukur dengan angka-angka
tetapi memerlukan penjabaran uraian
yang jelas. Teknik analisis deskriptif
inilah yang digunakan peneliti untuk
menganalisis penyusunan SOP-AP di
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Pembahasan Penyusunan SOP-AP di
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Penyusunan SOP-AP di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur akan
dibahas berdasarkan tahapan yang ada
di Permenpan Nomor 21 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan SOP-AP.
Dimana sampai skripsi ini ditulis baru
tiga tahap yang sudah dijalankan tim
penyusun SOP-AP di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa timur yaitu: tahap
persiapan, penilaian kebutuhan dan
pengembangan.
Persiapan
Persiapan merupakan tahap
awal yang harus dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
sebelum melaksanakan penyusunan
SOP-AP. Pada tahap persiapan ini ada
tiga langkah yang harus dipenuhi yaitu:
Gambar 4.9
Tahap Persiapan dalam Penyusunan SOP
menurut Permenpan No 21 Tahun 2008
Persiapan
· Membentuk tim dan
kelengkapannya
· Melakukan
pelatihanpelatihan bagi anggota
tim
· Memberitahuan kepada
seluruh unit tentang
kegiatan
penyusunan
SOP
Jika
dilihat
pada
tahap
persiapan dan langkah-langkah yang
harus dilakukan pada tahap persiapan,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
sudah melakukan dengan cukup baik.
Hal tersebut dapat diketahui dari
adanya komitmen pimpinan puncak
dalam hal ini yaitu Sekretaris Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam
di
upaya
penyusunan
SOP-AP
lingkungan
organisasi
tersebut.
Dukungan tersebut dapat dilihat dari
adanya
komitmen
beliau
yang
menyambut positif penyusunan SOPAP.
Sambutan positif tersebut juga
dibarengi dengan ketegasan beliau
untuk selalu memerintahkan stafnya
agar segera melaksanakan dan
mempunyai SOP-AP di setiap unit kerja.
Kemudahan ijin dan disposisi untuk
berbagai
prosedur
dari
beliau,
memudahkan tim level organisasional
lebih
leluasa
bergerak
dalam
melaksanakan berbagai keperluan
penyusunan SOP-AP. Tidak hanya itu
kemudahan
dalam
mendapatkan
persetujuan
untuk
anggaran
penyusunan SOP-AP juga menjadikan
tim lebih cepat bergerak. Anggaran
dana yang diberikan dalam penyusunan
SOP-AP ini tidak hanya sekali tetapi dua
kali yaitu pada tahap awal yaitu
sosialisasi penyusunan SOP-AP dan
tahap akhir review SOP-AP.
Kebiasaan birokrasi yang senang
berada pada zona nyaman dan rutinitas
ditolak oleh beliau. Sekdin, tidak setuju
dengan adanya rutinitas pegawai yang
cenderung stagnant atau berjalan
ditempat.
Hal
tersebut
akan
mempengaruhi ketidakterserapannya
APBD untuk Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur. Adanya komitmen kuat
dari Sekdin tersebut, mau tidak mau
pagawai dibawahnya akan mengikuti
perubahan baru, bahwa setiap tugas
yang dikerjakan setiap pegawai harus
mempunyai SOP-AP. Hal inilah yang
akhirnya memberi pressure kepada
pejabat struktural maupun oprasioanal
untuk melaksanakan penyusunan SOPAP. Apa yang dilakukan oleh Ibu Sekdin
tersebut merupakan salah satu strategi
dari reformasi birokrasi. Dimana
strategi tersebut berkaitan dengan
pembaharuan mind-set (pola pikir) dan
culture-set
(budaya
kerja)
(Sedarmayanti, 2009:76).
Setelah mendapatkan dukungan
barulah Dinas Kesehatan Prov Jatim
membentuk tim level organisasional
yang berjumlah enam orang. Walaupun
sudah terdapt tim level organisasional,
tetapi masih ada beberapa kelemahan.
Fungsi ketatalaksanaan secara umum
internal organisasi memang berada
pada Sub Bagian Tata Usaha, tetapi
dalam arti sempit setiap bidang
sebenarnya juga mempunyai fungsi
ketatalaksanaan, sedangkan delegasi
yang diutus oleh pimpinan bidang
belum tentu pegawai yang berada pada
posisi ketatalaksanaan. Padahal orang
yang berada dalam tim penyusunan
SOP-AP harus benar-benar orang yang
tepat, seperti yang dijelaskan oleh
Tambunan
(2011:127)
setelah
menetapkan tugas dan tanggung
jawab, kegiatan selanjutnya dalam
membentuk tim yaitu menetapkan
orang yang tepat pada jabatan yang
tepat (the right man in the right place).
Dampak yang timbul dari
ketidaktepatan
dalam
penetapan
anggota tim, yaitu adanya kelemahan
dalam pemaham atau daya tangkap
anggota tim. Dimana hal tersebut
akhirnya
mempengaruhi
ketidakterpenuhinya target internal
organisasi pengumpulan SOP-AP yang
harusnya dikumpulkan pada tanggal 21
Desember 2012. Pengumpulan SOP-AP
baru akan dilakukan pada awal Tahun
2013.
Kelemahan selanjutnya yang
menyebabkan
ketidakterpenuhinya
target adalah belum adanya SK yang
dikeluarkan oleh Sekretaris tentang
pembentukan tim level organisasional
dan kelengkapannya. Kelengkapan tim
yang meliputi: Ketua tim level
organisasional, tim pelaksana, uraian
tugas
masing-masing
anggota,
kewenangan tim, mekanisme kerja tim,
jadwal dan lain-lain yang relevan bagi
tim dalam melaksanakan tugasnya.
Hanya Ketua dan tim pelaksana saja
yang
dapat
diketahui
melalui
penyampaian lisan. Ibu Cicik sebagai
Ketua tim level organisasional dan lima
pegawai sebagai tim pelaksana atau
anggota yang masing-masing dari
setiap bidang dan satu Kesekretariatan.
Tidak dipenuhinya kelengkapan tim
secara untuh menjadikan pelaksanaan
jadwal kerja tim ditentukan secara
personal oleh Ketua tim. Padahal asas
pembagian tugas dan pendelegasian
wewenang harus ada dalam setiap
team work. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Sedarmayanti (2009:81)
perlu menentukan pembagian tugas,
sehingga menjamin adanya tanggung
jawab dalam menyelenggarakan tugas
tersebut. Perumusan tugas yang jelas
akan mencegah duplikasi, benturan dan
kekaburan. Hal tersebut ditambahkan
oleh Tambunan (2011:123) bahwa
tahap pembentukan organisasi tim
adalah menyusun dan menetapkan
pembagian tugas (job descriptions)
anggota-anggota tim yang disajikan
dalam bahasa yang jelas dan sistematis
serta disusun dengan melibatkan
anggota tim yang terkait.
Pada tim level unit kerja yang
melakukan penyusunan SOP-AP di
setiap sub bagian dan seksi dibentuk
oleh Kepala sub bagian atau seksi.
Jumlah anggota dalam tim tersebut
tidak sama dan merupakan kebijakan
dari Kepala seksi atau sub bagian
masing-masing, seperti jumlah pegawai
yang berada pada tim penyusunan SOPAP di Sub Bagian Tata Usaha berjumlah
tujuh pegawai.
Penyusunan
SOP-AP
yang
dilakukan oleh tim baik level
organisasional maupun level unit kerja
akan berjalan dengan baik apabila
anggota tim telah paham tentang tugas
yang akan dikerjakannya. Upaya yang
dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa
Timur
dalam
memberi
pemahaman tersebut, yaitu dengan
melaksanakan
pelatihan
tentang
bimbingan teknis penyusunan SOP-AP.
Pelatihan ini diterjemahkan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai
sosialisasi dan bimbingan teknis
penyusunan SOP-AP, dikarenakan kalau
pelatihan itu dilakukan dalam waktu
yang lama dan mempunyai kurikulum,
sedangkan sosialisasi dan Bimtek cukup
dilakukan beberapa hari saja. Sosialisasi
ini dilaksanakan oleh tim level
organisasional kepada semua anggota
tim baik level unit kerja maupun
organisasional.
Sosialisai
tersebut
sudah
cukup
baik
dengan
menghadirkan pemateri utama dari
Biro Organisasi untuk menjelaskan
tentang
penyusunan
SOP-AP
berdasarkan Permenpan Nomor 21
Tahun 2008. Hadirnya pemateri yang
tepat akan memberi pemahaman yang
benar dan mudah dimengerti oleh tim
baik
level
penyusun
SOP-AP
organisasional maupun unit kerja.
Tim juga akan bekerja baik bila
ada dukungan dari pimpinan maupun
para pegawai organisasi yang secara
langsung akan terlibat penyusunan
SOP-AP. Oleh karena itu para pegawai
di setiap satuan kerja dan unit harus
tahu bahwa Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa
Timur
akan
melakukan
penyusunan SOP-AP. Salah satu cara
yang ditempuh Dinas Kesehatan
Provinsi
Jawa
Timur
untuk
memberitahukan adanya penyusunan
SOP-AP
dilingkungannya
yaitu,
dilakukan dengan memberitahukan
setiap apel pagi kepada seluruh
pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur yang dilakukan oleh Ibu
Damayanti selaku Sendin Kesehatan
Provinsi Jawa Timur. Tidak hanya itu
upaya yang lebih formal untuk
memberitahukan bahwa setiap unit
kerja harus menyusun SOP-AP yaitu
dengan membuat nota dinas yang
diberikan di setiap seksi dan sub bagian
di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Penilaian Kebutuhan
Penilaian kebutuhan SOP-AP adalah
proses awal penyusunan SOP-AP yang
dilakukan
untuk
mengidentifikasi
kebutuhan SOP-AP yang akan disusun.
Bagi organisasi yang sudah memiliki
SOP-AP, maka tahapan ini merupakan
tahapan untuk melihat kembali SOP-AP
yang
sudah
dimilikinnya
dan
mengidentifikasi serta menambahkan
SOP-AP
yang
diperlukan.
Bagi
organisasi yang belum sama sekali
memiliki SOP-AP, maka proses ini
merupakan
proses
murni
mengidentifikasi SOP-AP.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur merupakan suatu organisasi
pemerintah yang sudah memiliki SOP,
tetapi bukan SOP-AP. SOP yang dimiliki
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
berada pada tiap-tiap bidang, kecuali
Sub Bagian Tata Usaha. SOP yang ada
juga belum dibukukan dan masih
berupa lembaran-lembaran kertas. Sub
fungsi yang memiliki SOP di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur
merupakan sub fungsi yang sangat
krusial, seperti peminjaman uang, dan
lain-lain. Standar penyusunan SOPnya
pun juga sangat berbeda-beda antara
SOP yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan alasan diatas maka
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
melakukan penilaian kebutuhan SOPAP.
Diketahui
bahwa
penilaian
kebutuhan SOP-AP yang dilakukan
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
merupakan tahapan untuk melihat
kemballi SOP-AP yang sudah dimilikinya
dan
mengidentifikasi
serta
menambahkan
SOP-AP
yang
diperlukan.
Cara yang dilakukan Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur dalam hal ini yaitu
tim
penyusun
SOP-AP
level
organisasional maupun unit kerja
menggunakan pedoman data analisis
jabatan. Penyusunan SOP-AP yang
berawal dari output menjadikan tim
memilih menggunakan data analisis
jabatan yang berisi tentang sub fungsi
yang harus dikerjakan setiap pegawai.
Pada dasarnya hal tersebut cukup
membantu dan dapat digunakan untuk
mengetahui berapa prosedur yang
harus distandarkan. Namun pada
kenyataan yang ada dilapangan ada
beberapa sub fungsi yang dilakukan
oleh pegawai yang tidak termuat dalam
data analisis jabatan. Secara umum
analisis jabatan tidak memuat secara
rinci dan detail tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh setiap pegawai.
Pedoman analisis jabatan hanya
memuat secara garis besar fungsi dan
tugas setiap jabatan. Analisis jabatan
yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur juga belum diupdate secara
berkala. Hal tersebut yang menjadikan
data dari analisis jabatan tidak dapat
dipakai secara paten untuk menjadi
dasar dalam menilai kebutuhan SOP-AP
yang akan disusun.
Pengembangan
Tahap
selanjutnya
yang
dilakukan tim untuk menyusun SOP-AP,
setelah penilaian kebutuhan yaitu
Tahap
tahap
pengembangan.
pengembangan merupakan tahap
ketiga dari lima tahapan yang harus
dilalui tim penyusun SOP-AP di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Pada
tahap pengembangan SOP ini, terdapat
lima langkah yang harus dipenuhi yaitu
sebagai berikut:
Gambar 4.12
Tahap pengembangan dalam
penyusunan SOP menurut Permenpan Nomor
21 Tahun2008
Pengembangan
· Pengumpulan
informasi
dan
identifikasi alternative
· Analisis dan pemilihan
alternative
· Penulisan SOP
· Riview SOP
· Pengesahan SOP
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara
ditemukan
tahap
pengembangan SOP-AP di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang
berbeda dengan tahap pengembangan
dalam Permenpan Nomor 21 Tahun
2008.
Langkah
pertama
yang
dilakukan tim penyusun SOP-AP dalam
tahap
pengembangan
yaitu
pengumpulan informasi dan identifikasi
alternatif. Identifikasi yang dilakukan
tim penyusun SOP-AP di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur,
tepatnya pada Sub Bagian Tata Usaha
sudah cukup baik. Hal tersebut dapat
dilihat pada pembagian sumber untuk
memperoleh informasi tentang alur
kerja (work flow). Tim penyusun SOPAP di Sub Bagian Tata Usaha
menggunakan sumber primer dan
skunder. Penggunaan sumber primer
dan skunder ini akan membawa
konsekuensi pada penggunaan teknik
pengumpulan informasi yang akan
digunakan.
Teknik pengumpulan informasi
yang digunakan pada sumber primer
yaitu teknik brainstorming, focus group
discussion (FGD) dan wawancara.
Sedangkan
Teknik
pengumpulan
informasi yang digunakan pada sumber
sekunder yaitu dengan teknik telaah
dokumen.
Tim penyusun SOP-AP di Sub
Bagian Tata Usaha menggunakan
teknik branstorming sekali saja. Teknik
ini cukup tepat digunakan oleh tim
penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata
Usaha karena Sub Bagian Tata Usaha
tidak mempunyai SOP-AP sama sekali.
Ibu Cicik selalu Ketua tim penyusun
SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha yang
telah mendapatkan bekal dari Bimtek
yang diselenggarakan Biro Organisasi
Pemerintah Provinsi Jawa Timur,
memandu jalannya brainstorming
Brainstorming
tersebut
tersebut.
dihadiri oleh tujuh pegawai termasuk
Ibu Cicik.
Tim penyusun SOP-AP di Sub
Bagian Tata Usaha juga menggunakan
teknik focus group discussion (FGD)
untuk mendapatkan informasi secara
mendalam tentang prosedur-proedur
yang akan distandarkan. Tim penyusun
SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha telah
mendapatkan
manfaat
dari
penggunaan FGD yaitu, menemukan
prodesur-prosedur yang efektif dan
efisien. FGD yang dilakukan tim
penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata
Usaha mengundang peserta yang
mempunyaai posisi koordinator setiap
fungsi di Tata Usaha seperti, Ibu Cicik
sendiri sebagai koordinator fungus
Humas dan keprotokolan, Pak Laksono
dan Ibu Lia koordinator fungsi
organisasi dan kelembagaan dan lainlain. Kehadiran koordinator tersebut
cukup efektif, karena akan membantu
tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata
Usaha mendapatkan informasi secara
mendalam.
Ketika
informasi
yang
dikumpulkan oleh tim penyusun SOPAP di Sub Bagian Tata Usaha masih
dirasa
kurang.
Tim
melakukan
pengumpulan informasi dengan dengan
teknik wawancara. Teknik wawancara
menjadi teknik terakhir yang dipilih tim
untuk mendapatkan informasi secara
mendalam dari seorang nara saumber
(key
informant).
Narasumber
merupakan
pegawai
yang
atau
melaksanakan
langsung
pelaksanan utama dari sub fungsi
pekerjaannya.
Sumber sekunder yang dipakai
tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata
Usaha untuk mendapatkan informasi
adalah dengan menggunakan teknik
telaah dokumen. Dokumen yang
ditelaah adalah dokumen analisis
jabatan. Dokumen analisis jabatan
memuat informasi tentang tupoksi
suatu jabatan yang nantinya akan
distandarkan. Tim penyusun SOP-AP
Sub Bagian Tata Usaha mempelajari
terlebih dahulu data dari analisis
jabatan tersebut sebelum melakukan
dengan
pengumpulan
informasi
menggunakan sumber primer. Dapat
dikatakan bahwa
teknik telaah
dokumen
menjadi
teknik
yang
dilakukan di awal sebelum teknik yang
pengumpulan informasi yang lain
dilakukan.
Ketiga teknik pengumpulan data
di atas sudah dijalan dengan baik oleh
tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian
Tata Usaha. Pemilihan ketiga teknik
tersebut sesuai dengan keadaan Sub
Bagian Tata Usaha. Dapat dilihat
seperti pemilihan teknik Brainstorming
dan FGD dipimpin oleh Ibu Cicik selaku
ketua tim yang pernah mendapatkan
Bimtek penyusunan SOP-AP serta
dihadiri oleh anggota tim yang mana
mereka merupakan koordinator setiap
fungsi yang ada di Sub Bagian Tata
Usaha. Orang-orang yang berkompeten
dalam tim penyusun SOP-AP di Sub
Bagian Tata Usaha menjadikan
penyusunan SOP-AP di Sub Bagian Tata
Usaha dapat dipertanggungjawabkan
dan dijadikan contoh oleh sub bagian
dan seksi yang lain. Hal tersebut sejalan
dengan Tambunan (2011:219) prosedur
perolehan data dari wawancara,
analisis, benchmarking harus dilakukan
secara efektif dan oleh orang yang
kompeten agar hasil dan kesimpulan
akhir dapat dipertanggungjawabkan.
Lebih dahulu berhasil dalam
penyusunan SOP-AP dari unit lain,
menjadikan Sub Bagian Tata Usaha
dijadikan contoh bagi tim unit yang
lain. Tim dari unit-unit kerja yang lain di
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
ketika menyusun SOP-AP, memperoleh
informasi dari Sub Bagian Tata Usaha.
Teknik
informasi
pengumpulan
informasi yang dilakukan oleh tim
penyusun SOP-AP di unit-unit lain
dengan mencontoh Sub Bagian Tata
Usaha disebut teknik benchmark.
Melaksanaka teknik benchmark ini
tidak mudah, harus ada perencanaan
yang matang karena informasi yang
dapat dikumpulkan dari teknik ini
berasal dari unit yang benar-benar
sudah berhasil menyusun SOP-AP. Oleh
karena itu, akhirnya langkah strategis
ini diambil dan dijalankan oleh tim
penyusun SOP level organisasional.
Dimana teknik ini dilaksanakan melalui
bimbingan teknik dan sosialisasi kepada
seluruh tim penyusun SOP di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur baik
level organisasional maupun unit kerja.
Informasi tentang prosedur
yang didapat oleh Sub Bagian Tata
Usaha tidak langsung dikelola untuk
ditulis menjadi SOP-AP. Tim penyusun
SOP-AP Sub Bagian Tata Usaha
melaksanakan analisis berdasarkan
prinsip-prinsip penyusunan SOP-AP.
Prinsip-prinsip tersebut antara lain
yaitu: kemudahan dan kejelasan,
efisiensi dan efektivitas, keselarasan,
keterukuran, dinamis, berorientasi
pada pengguna, kepatuhan hukum dan
dan yang terakhir harus memiliki
kepastian hukum yang jelas. Kedelapan
prinsip inilah yang menjadi acuan bagi
tim penyusun SOP-AP di Sub Bagian
Tata Usaha. Cara yang dilakukan oleh
tim penysun SOP-AP di Sub Bagian Tata
Usaha cukup efisien yaitu dengan
memberi penjelasan secara langsung
kepada pegawai, agar tidak hanya
memberikan
infomasi
bekenaan
langkah-langkah melaksanakan suatu
pekerjaan tetapi juga menulisakan
mutu baku pekerjaan tersebut. Mutu
baku inilah yang secara operasional
memuat prinsip-prinsip tersebut.
Sebenarnya
metode
yang
dilakukan oleh tim penyusun SOP-AP di
Sub Bagian Tata Usaha sangat
sederhana, efektif dan efisien. Mereka
melakukan dua pekerjaan sekaligus
yaitu pengumpulan informasi sekaligus
penulisan SOP-AP. Dimana cara
tersebut dilakukan dengan memberikan
form kosong halaman depan dan
belakang SOP-AP kepada masingdiisi
masing
pegawai
untuk
berdasaarkan fungsi yang dilakukannya.
Jadi dapat dikatakan pada dasarkan
yang melaksanakan penulisan SOP-AP
adalah pegawai. Tim hanya berusaha
untuk
mengarahkan
dan
mengkoordinasi. Walaupun begitu
penulisan SOP-AP yang dilakukan oleh
masing-masing pegawai masih belum
sempurna, kadang ada pegawai yang
tidak dapat mengerjakannya dan hanya
ditulis berupa catatan, sehingga tim
berusaha untuk untuk menerjemahkan
catatan tersebut untuk ditulis menjadi
SOP-AP.
Adapun tipe SOP-AP yang
disusun oleh tim Sub Bagian Tata Usaha
adalah tipe SOP-AP adaministrasi
pemerintahan. Sedangkan format yang
digunakan
yaitu
diagram
alir
Pemilihan
format
(followharts).
diagram alir oleh tim penyusun SOP-AP
Sub Bagian Tata Usaha dikarena format
tersebut mudah untuk dimengerti dan
dipahami. Teknik arus atau diagram alir
adalah teknik yang sangat spesifik yang
banyak
digunakan
dalam
pengembangan sistem informasi dan
penyusunan
standar
operasional
prosedur. Tidak hanya itu keunggulan
dari teknik bagan arus antara lain yaitu:
dapat
disajikan
lebih
ringkas
dibandingkan menggunakan kata atau
kalimat (teknik naratif), dapat disajikan
lebih konsisten apabila teknik bagan
arus dikuasai dan diterapkan secara
tepat, lebih praktis serta lebih mudah
dipahami apabila pengguna mengerti
makna simbol-simbol bagan arus, dan
terakhir adalah lebih mudah dikontrol
dan dipelihara, karena sifat penyajian
yang jahu lebih ringkas dan sistematis
(Tambunan, 2011:184).
Dari ketujuh macam simbol
tersebut, hanya satu simbol yang tidak
tim
dapat
diterjemahkan
oleh
penyusun SOP-AP di Sub Bagian Tata
Usaha. Simbol tersebut yaitu simbol
konektor–perpindahan aktivitas dalam
satu halaman yang dapat dilihat pada
Gambar 4.7. Kekerbatasan dalam
memahami simbol tersebut tidak
sampai berdampak vatal, karena
simbol
kebutuhan
penggunaan
tersebut tidak dipakai dalam penulisan
SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha.
Walaupun begitu tidak menutup
kemungkinan,
apabila
dilakukan
identifikasi ulang menemukan SOP-AP
yang penulisannya membutuhkan
penggunaan simbol tersebut, akan
mepersulit penulisan SOP-AP dan
akhirnya menghambat penyusunan
SOP-AP di Sub Bagian Tata Usaha dan
sub unit yang lain.
Muatan dokumen SOP-AP yang
harus dipenuhi seperti: halaman judul,
lembar pengesahan dokumen SOP-AP,
daftar isi dokumen SOP-AP, penjelasan
singkat
penggunaan,
standar
operasional prosedur sendiri yang
meliputi (nama SOP-AP, satuan kerja
atau unit kerja, nomor dokumen,
tanggal pembuatan, tanggal revisi,
tanggal efektif, pengesahan oleh
pejabat yang berkompeten, dasar
hukum,
keterkaitan,
peringatan,
kualifikasi personel, peralatan dan
perlengkapan serta uraian SOP-AP)
secara garis besar sudah di penuhi oleh
tim penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata
Usaha. Hanya saja yang belum diisi
adalah tanggal revisi. Hal tersebut
dikarenakan penyusunan SOP Dinas
Kesehatah Provinsi Jawa Timur masih
belum pada langkah tersebut.
Rencananya langkah pengujian
review
SOP-AP
di
level
dan
organisasional akan dilaksanakan pada
bulan Maret di tahun 2013 ini. Baru
langkah selanjutnya setelah review
adalah pengesahan SOP oleh pejabat
yang berwenang dalam hal ini yaitu
Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur. Ada langkah yang
dilompati dalam penyusunan SOP-AP
yang dilakukan oleh tim Sub Bagian
Tata Usaha disini. Langkah yang
dilompati tersebut yaitu langkah
review. Tim penyusunan SOP-AP di Sub
Bagian Tata Usaha belum melakukan
review SOP-AP tetapi sudah disahkan.
Alasan tim penyusun SOP-AP di Sub
Bagian Tata Usaha melakukan hal ini
karena, agar SOP-AP yang ada di Sub
Bagian Tata Usaha telah memiliki
payung hukum. Sehingga dapat
dijadikan contoh dalam penyusunan
SOP-AP di unit lain, yang akhirnya akan
mempercepat penyusunan SOP-AP di
level organisasional.
Langkah dalam penyusunan
SOP-AP yang dilompati oleh tim
penyusun SOP-AP Sub Bagian Tata
Usaha, apabila dipahami secara parsial
memang terlihat benar. Namun apabila
dilihat secara holistik atau menyeluruh,
penyusunan SOP-AP dengan melompati
langkah sudah ditentukan akan
berdampak tidak baik. SOP-AP yang ada
di Sub Bagian Tata Usaha belum teruji
apakah SOP-AP tersebut sudah banar
belum.
Walaupun
pada
atau
penyusunanya SOP-AP tersebut adalah
menulis ulang suatu rutinitas yang
biasanya dilakukan oleh pegawai. Tetap
perlu dilakukan review sebelum SOP-AP
tersebut disahkan karena. Salah satu
hal terpenting yang ada pada tahap
review yaitu melakukan uji coba. Uji
coba merupakan hal yang sangat
penting dilakukan tim penyusun SOPAP
Sub
Bagian
Tata
Usaha.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh
Tambunan (2011:256) bahwa tahap uji
coba merupakan upaya dan sarana
untuk memastikan bahwa hasil-hasil
kegiatan memang telah sempurna.
Tahap uji coba mempunyai derajat
kepastian hasil.
Kesimpulan
Sesuai dengan data yang
diperoleh
dan
melihat
tujuan
dilakukannya penelitian ini, maka
kesimpulan
penelitian
mengenai
Analisis Reformasi Birokrasi Pada
Penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur antara lain:
Reformasi birokrasi di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur sudah
dilakukan. Reformasi birokrasi tersebut
berada pada penataan ketatalaksanaan
dengan melakukan penyusunan SOPAP. Penyusunan SOP-AP dijalankan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik di wilayah Jawa Timur khususnya
pada
pelayanan
kesehatan.
Pemanfaatan
adanya
SOP-AP
dimaksudkan
untuk
menjadi
standarisasi cara yang dilakukan
pegawai
dalam
melaksanakan
pekerjaannya agar efisien, efektif,
runtut dan dapat memenuhi target.
Terdapat beberapa tahap yang
dijalankan Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur dalam penyusunan SOP-AP
seperti tahap persiapan, penilaian
kebutuhan dan pengembangan.
Tahap-tahap
dan
langkahlangkah yang harus dipenuhi untuk
menyusun SOP-AP seperti persiapan,
penilaian kebutuhan, pengembangan,
integrasi dalam manejemen, serta
monitoring dan evaluasi masih belum
dilaksanakan
secara
keseluruhan.
Tahap yang sudah dilaksanakan baru
tiga tahap yaitu: tahap persiapan,
penilaian
kebutuhan
dan
pengembangan. Sedangkan tahap
integrasi dalam manajemen serta
monitoring dan evaluasi belum
dilaksanakan.
Secara
umum
penyusunan SOP-AP di Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur sampai pada tahap
pengembangan sudah berjalan dengan
baik, walaupun masih ada beberapa
kelemahan yang harus dibenahi.
Beberapa kelemahan yang
teridentifikasi, yaitu pada tahap
persiapan, masih ada kelemahan pada
tahap persiapan seperti, membentuk
tim dan kelengkapannya yang belum
ada SK dari Sekretaris, dan belum ada
pembagian tugas dan tanggung jawab.
Pada tahap penilaian kebutuhan, data
hanya didapatkan dari analisis jabatan,
dan tidak menjalankan langka-langkah
pada tahap ini secara semestinya,
sehingga SOP-AP yang teridentifikasi
belum
maksimal.
Pada
tahap
pengembangan, juga belum berjalan
dengan baik, dimana ada langkah yang
dilompati oleh tim penyusun SOP-AP di
Sub Bagian Tata Usaha, seperti adanya
SOP-AP yang telah disahkan sebelum
dilakukan review.
Saran
Sesuai hasil penelitian di
lapangan mengenai penyusunan SOPAP di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, penulis memberikan beberapa
saran dari hasil identifikasi kelemahan
dalam penyusunan SOP-AP yang
diharapkan dapat menjadi alternatif
dalam
membantu
memecahkan
masalah ataupun menyempurnakan
penyusunan SOP-AP di waktu yang
akan datang, antara lain:
Diharapkan penyusunan SOP-AP
sesuai dengan pedoman yang telah
ada, yaitu berdasarkan Permenpan
Nomor 21 Tahun 2008 secara
keseluruhan. Tidak ada langkahlangkah yang tidak dijalankan, sehingga
tidak
banyak
kendala
dalam
yang
penyusunan
SOP-AP
mengakibatkan
tidak
tercapainya
target.
Penyusunan SOP-AP di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur tidak
perlu dilakukan secara terburu-buru
dan menentukan target dalam jangka
waktu yang singkat. Hal itu akan
menyebabkan terjadinya lompatan
langkah dalam penyusunan SOP-AP.
Diharapkan segera memenuhi
kelengkapan tim, agar tim dapat
bekerja secara maksimal. Penyusunan
SOP-AP harus berdasarkan prinsipprinsip pelaksanaan SOP dan SOP-AP
yang sudah dibuat perlu dilakukan
pengujian, agar tercipta SOP-AP yang
dinamis dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Albrow, Martin (penyuting). 2007. Birokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Azhari (editor). 2011. Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2010. Peraturan Presiden No. 81 Tahun
2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025. (Online).
(www.depkumham.go.id; diakses tanggal 27 November 2012).
Dwiyanto dkk, Agus. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2008. Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/15/M.PAN/7/2008 tentang
Pedoman Umum Reformasi Birokrasi. Jakarta.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. 2008. Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/21/M.PAN/11/2008 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) Administrasi
Pemerintahan. Jakarta.
Santosa, Pandji (editor). 2008. Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good
Governance. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sedarmayanti (editor). 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan
Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan
Kepemerintahan yang Baik). Bandung: PT. Refika Aditama.
Sinambela, Lilian Poltak. 2008. Reformasi Pelyanan Publik: Teori, Kebijkan, dan
Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tambunan, Rudi M. 2011. Pedoman Teknis Penyusunan Standard Oprating
Procedures. Jakarta: Maiestas Publishing.
Thoha, Miftah. 2007. Birokrasi Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Thoha, Miftah. 2009. Birokrasi Pemerintahan di Era Reformasi. Jakarta: Kencana.
Waluyo. 2007. Manajemen Publik: Konsep, Aplikasi, dan Implementasi Dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju.
Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Download