BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Hasil Belajar Siswa Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya". Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah ia memperoleh pelajaran. Hasil belajar dapat berupa nilai, sikap dan keterampilan. Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Menurut Sudjana (2006:23) Penilaian hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan interpretasi hasil penilaian. Penilaian dilaksanakan setiap saat proses belajar- mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan. Hasil belajar siswa juga bisa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa. Dalam proses memperoleh hasil belajar yang baik itu diperlukan metode pembelajaran yang tepat artinya yang sesuai dengan kondisi dan keadaan kehidupan sehari-hari yang akrab dengan kita atau istilahnya kontekstual, sehingga apa yang menjadi hasil belajar dapat terpenuhi dengan jumlah pengukuran hasil belajar di atas standar yang ada, selain metode ada juga yang menggunakan lembar kerja siswa (LKS) dalam proses pembelajaran di sekolah. Ada beberapa langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan proses penilaian hasil belajar yaitu: 1. Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pembelajaran. 2. Mengkaji kembali maateri pengajaran berdasarkan kurikulum dan silabus mata pelajaran. 3. Menyusun alat-alat penilaian baik tes maupun nontes, yang cocok digunakan dalam menilai jenis-jenis tingkah laku yang tergambar dalam tujuan pengajaran. 4. Menggunakan hasil-hasil penilaian sesuai dengan tujuan penilaian. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). 2.2 Kriteria Dalam Menilai Proses Belajar Mengajar Menurut Sudjana (2006:25) ada beberapa kriteria yang biasa digunakan dalam menilai proses belajar-mengajar antara lain adalah sebagai berikut: 2.2.1 Konsistensi Kegiatan Belajar Mengajar dengan Kurikulum Kurikulum adalah program belajar mengajar yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang seharusnya dilaksanakan. Keberhasilan proses belajar mengajar dilihat sejauh mana acuan tersebut dilaksanakan secara nyata dalam bentuk dan aspek-aspek: 1) Tujuan-tujuan pengajaran 2) Bahan pengajaran yang diberikan 3) Jenis kegiatan yang dilaksanakan 4) Cara melaksanakan setiap jenis kegiatan 5) Peralatan yang digunakan masing-masing kegiatan dan 6) Penilaian yang digunakan untuk setiap tujuan 2.2.2 Keterlaksananya oleh Guru Dalam hal ini sejauh mana kegiatan dan program yang telah direncakan dapat dilasanakan oleh guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan. Dengan demikian , apa yang direncanakan dapat diwujudkan sebagaimana seharusnya. Hal ini dapat dilihat dari: 1) Mengondisikan kegiatan belajar siswa 2) Menyiapkan alat, sumber dan perlengkapan belajar 3) Waktu yang disediakan untuk kegiatan belajar-mengajar 4) Memberikan bantuan dan bimbingan belajar kepada siswa 2.2.3 Keterlaksanaannya oleh Siswa Dalam hal ini dinilai sejauh mana siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan program yang telah ditentukan guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan. Keterlaksanaanya oleh siswa dapat dilihat sebagai berikut: 1) Memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan guru 2) Semua siswa turut serta melakukan kegiatan belajar 3) Tugas-tugas belajar dapat diselesaikan sebagaimana mestinya 4) Memanfaatkan semua sumber belajar yang disediakan guru 2.2.4 Motifasi Belajar Siswa Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Hal ini dapat dilihat dalam hal: 1) Minat dan perhatian siswa dalam pelajaran 2) Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya 3) Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya 4) Reaksi yang ditunjukan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru 5) Rasa senang dan puas dalam mmengerjakan tugas yang diberikan. 2.2.5 Keaktifan Para Siswa Dalam Kegiatan Belajar Penilaian proses belajar mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: 1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya 2) Terlibat dalam pemecahan masalah 3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi 4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah 5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru 2.2.6 Interaksi Guru-Siswa Interaksi guru siswa berkenaan dengan komunikasi atau hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antara siswa dan guru dan atau siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan belajar-mengajar. Hal ini dapat dilihat dalam: 1) Tanya jawab atau dialog antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa 2) Bantuan guru terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar, baaik secara individu maupun secara kelompok 3) Dapatnya guru dan siswa tertentu dijadikan sumber belajar 4) Senantiasa beradanya guru dalam situasi belajar-mengajar sebagai fasilitator belajar. 2.2.7 Kemampuan atau Keterampilan Guru Mengajar Keterampilan atau kemampuan guru mengajar merupakan puncak keahlian guru yang profesional sebab merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal pengajaran, komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dan lain-lain. Beberapa indikator dalam menilai kemampuan ini antara lain adalah: 1) Menguasai bahan pengajaran yang disaampaikan kepada siswa 2) Terampil berkomunikasi dengan siswa 3) Menguasai kelas sehingga dapat mengendalikan kegiatan siswa 4) Terampil menggunakan berbagai alat dan sumber belajar 5) Terampil mengajukan pertanyaan, baik lisan maupun tulisan 2.2.8 Kualitas Hasil Belajar Yang Dicapai oleh Siswa Salah satu keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Dalam hal ini aspek yang dilihat antara lain adalah: 1) Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya 2) Kualitas dan kuantitas penguasaan tujuan instruksional oleh para siswa 3) Jumlah siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimal 75 dan jumlah instruksional yang harus dicapai 4) Hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan berikutnya. 2.3 Motivasi Kata motivasi diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat di katakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat di artikan sebagai suatu kondisi interen (kesiapsiagaan). Berawal dari kata Motif itu, maka Motivasi dapat di artikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebuutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak. Menurut Uno (2007 :1) Menjelaskan bahwa motivasi adalah kekuatan baik dalam diri maupun luar diri yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Oleh karena itu dalam motivasi tercakup konsep-konsep seperti kebutuhan untuk berpretasi, kebutuhan berafiliasi, kebiasaan dan keingintahuan seseorang terhadap sesuatu. Dari berbagai teori motivasi dapat disimpulkan bahwa, motivasi didasarkan atas dorongan pencapain kepuasan dan juga kebutuhan. 2.4 Model Pembelajaran Cooperative Pembelajaran cooperative adalah pembelajaran dimana siswa bekerja dan belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pancapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Dalam sistem belajar yang cooperative siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membatu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri. Tabel 2.1 Langkah–Langkah Model Pembelajaran Cooperative Tahap Tahap 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Tingkah laku guru Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar. Tahap 2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan Tahap 3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok – kelompok belajar. Tahap 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien. Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Lanjutan Tahap Tahap 5. Evaluasi Tingkah laku guru Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap 6. Memberikan penghargaan Guru mencari cara – cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Sumber: Rusman (2012: 211) Menurut Nurulhayati, (dalam Rusman 2012:25-28), mengemukakan lima unsur dasar pembelajaran cooperative yaitu: 1. Saling ketergantungan positif. Keberhasilan kelompok sangat bergantung usaha tiap anggotanya.Dengan demikian siswa harus merasa bahwa mereka saling bergantung secara positif dalam kelompok. 2. Tanggung jawab individu Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi dan bertanggung jawab terhadap hasil belajar kelompok. 3. Interaksi tatap muka. Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi verbal antar siswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar. 4. Kemampuan bersosialisasi Keterampilan sosial sangatlah penting dalam belajar cooperative dan harus diajarkan kepada siswa. Keberhasilan tiap kelompok bergantung pada keaktifan tiap anggota mengutarakan pendapatnya. 5. Evaluasi proses kelompok. Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak, serta membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu diubah. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative merupakan model pembelajaran yang dilandaskan atas kerja kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran cooperative dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dan menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran cooperative dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja menyelesaikan tugas-tugas akademik. Mengingat pentingnya kreativitas siswa, maka di sekolah perlu disusun suatu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan daya ingat siswa sehingga kreativitas bisa muncul. Pemilihan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dan disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik serta situasi atau kondisi dimana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. 2.5 Model Pembelajaran Cooperative Script Menurut Brosseau yang dikutip oleh Hadi (2007:18) pembelajaran cooperative script adalah kontrak belajar yang eksplisit antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara-cara berkolaborasi. Siswa bersama dengan pesangannya memecahkan masalah secara bersama-sama. Siswa dituntut untuk beraktivitas sendiri, Siswa menemukan sendiri suatu konsep atau mampu memecahkan masalah sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam pembelajaran cooperative script terjadi suatu kesepakatan untuk berkolaborasi memecahkan suatu masalah dengan mandiri. Pada pembelajaran cooperative script masalah yang dipecahkan bersama akan disimpulkan bersama. Peran guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu, guru mengontrol siswa selama pembelajaran berlangsung dan guru memberikan pengarahan jika siswa merasa kesulitan. Pada interaksi siswa selama pembelajaran berlangsung terjadi kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan bersama. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan pengetahuan yang telah didapatkan dan juga keterampilannya, jadi 2.5.1 Langkah- Langkah Pembelajaran Cooperative Tipe Script Dansereau (dalam Hadi 2007:22) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran cooperative script sebagai berikut: 1. Guru membagi siswa untuk berpasangan 2. Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar Sesuai kesepakatan siswa yang menjadi pembicara membacakan ringkasan atau prosedur pemecahan masalah selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan dan pemecahan masalahnya. Sementara pendengar: (a) Menyimak /mengoreksi /menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas 4. Guru bersama siswa membuat kesimpulan. 2.5.1 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Script a) Kelebihan Model Pembelajaran Cooperative Script: 1. Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan. 2. Setiap siswa mendapat peran dalam diskusi, setiap siswa 3. mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya. 4. Melatih siswa mengevaluasi hasil diskusi untuk diselesaikan bersama b) Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative Script: 1. Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu 2. Membutuhkan waktu yang relatif lama 2.6 Pelestarian Lingkungan Hidup 2.6.1 Defenisi Lingkungan Hidup Menurut Samadi (2010:146) Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang memengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Secara umum lingkungan hidup dapat di bagi 2, yaitu sebagai berikut: 1. Lingkungan biotik meliputi seluruh makhluk hidup, dari mikroorganisme, tumbuhan, hewan termasuk juga manusia. Lingkungan ini disebut juga lingkungan organik. 2. Lingkungan abiotik adalah segala kondisi yang terdapat di sekitar makhluk hidup yang bukan organisme hidup, antara lain adalah batuan, tanah, mineral dan sinar matahari, lingkungan ini disebut juga lingkungan anorganik. 2.6.2 Ekosistem llmu tentang lingkungan hidup disebut ekologi. Ekologi mempelajari hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya. Sedang kesatuan daerah atau lingkungan abiotik dan makhluk hidup yang menjalin hubungan bersama disebut ekosistem. Berikut adalah salah satu contoh ekosistem yang terbentuk dari komponen biotik dan abiotik. Menurut Sumardi (2009:115) Ekosistem adalah satu kesatuan daerah antara lingkungan biotik dan abiotik. Kedua lingkungan ini saling berinteraksi dan saling memengaruhi. Dapat disimpulkan bahwa ekosistem dicirikan dengan berlangsungnya pertukaran materi atau transformasi energi yang sepenuhnya berlangsung diantara unsur-unsur dalam ekosistem. Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu system kehidupan yang disebut ekosistem. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa ada tiga unsur dalam ekosistem, diantaranya adalah sebagai berikut. a Abiotik merupakan semua makhluk hidup yang menempati bumi, yang terdiri atas tumbuhan, hewan dan manusia. b Biotik adalah benda-benda mati yang ada di bumi tetapi mempunyai pengaruh pada kehidupa mahkluk hidup yang ada di dalamnya. c Cultural, seperti sumber daya manusia dan sumber daya buatan sebagai hasil karya dan karsa manusia sehingga disebut lingkungan budaya. 2.6.3 Pembangunan Berkelanjutan Menurut Sumardi (2009: 119) Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan diartikan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin. Pemanfaatan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Pada intinya, pembangunan adalah proses pertumbuhan, perkembangan, dan peningkatan yang dilakukan dalam berbagai kegiatan. Sebagai contoh, di bidang pertanian, penggunaan insektisida dan pupuk kimia mampu meningkatkan hasil panen padi. Program industrialisasi mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan. Lingkungan hidup dengan segala sumber dayanya dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Manfaat lingkungan hidup antara lain sebagai berikut. a) Tempat hidup manusia dan melakukan kegiatannya. b) Tempat hidup hewan dan tumbuhan. c) Sumber bahan pangan. d) Sumber bahan baku atau bahan mentah. e) Sumber bahan tambang dan mineral. f) Sumber energi atau bahan bakar. 1) Ciri-ciri Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang mampu melestarikan lingkungan alamnya. Pembangunan berkelanjutan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a) Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. b) Memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan tekhnologi yang tidak merusak lingkungan. c) Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang bersama-sama disetiap daerah, baik dalam kurun waktu yang sama, maupun kurun waktu yang berbeda secara berkesinambungan. d) Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk melindungi, memasok serta mendukung sember alam bagi kehidupan secara berkesinambungan. e) Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan, baik masa kini maupun masa yang akan datang. 2) Aspek Lingkungan Menentukan Pembangunan Berkelanjutan Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang, diperlukan dua syarat. Pertama, peningkatan potensi produksi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan. Kedua, menjamin kesempatan yang adil dan merata bagi semua orang. Berdasarkan syarat ini maka pembangunan berkelanjutan dilaksanakan dengan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan sekaligus mengusahakan pemerataan. Hal ini sesuai dengan tiga pilar pembangunan berkelanjutan dalam Deklarasi Johannesburg, yaitu ekonomi, lingkungan hidup, sosial dan teknologi. Pembangunan dilaksanakan dengan cara menjaga fungsi ekosistem, melestarikan komponen ekosistem, dan menjaga interaksi antarkomponen ekosistem. Selain itu, pembangunan dilaksanakan dengan memerhatikan daya dukung lingkungan, menghemat sumber daya alam tidak terbarui, dan tidak merusak sumber daya alam terbarui. Keberlanjutan pembangunan ditentukan oleh lima aspek, yaitu lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik. 2.7 Kajian Penelitian Yang Relevan Berikut ini akan disajikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian yang dimaksud adalah penelitian yang relevan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model cooperative script. 1. Verina (2009), dengan penelitiannya menunjukan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif dengan model cooperative script yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII-B SMP Muhammadiyah 1 Malang, peningkatan tersebut meliputi: (1) pengerjaan masalah secara individu, (2) penyampaian kesimpulan oleh pembicara kepada pendengar, (3) pertukaran peran. Hasil tes setiap siklusnya mengalami peningkatan yaitu dari 56,6% pada siklus I menjadi 86,67% pada siklus II. 2. Shofiana (2009), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dengan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keaktifan belajar dan kreativitas dalam pemecahan masalah matematika. Keaktifan belajar pada siklus I dengan rata-rata 69,96% meningkat menjadi 72,12% pada siklus II, dan kreativitas dalam pemecahan masalah matematika meningkat dari 65,61% pada siklus I menjadi 67,22% pada siklus II. Dari kedua hasil penelitian yang dilakukan Verina dan Shofiana jika dibandingkan dengan penelitian saya keduanya ini sama-sama menggunakan model pembelajaran Cooperative Script dan dilihat dari nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan, yang membedakan disini hanya penelitian PTK dan penelitian Eksperimen. 2.8 Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran Cooperative tipe script dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran Convensional pada topik materi Lingkungan Hidup di kelas XI SMA Negeri 2 Gorontalo”.