pengaruh terapi aktivitas kelompok : sosialisasi sesi 1

advertisement
PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : SOSIALISASI SESI 1-3 TERHADAP
KEMAMPUAN KOMUNIKASI VERBAL PADA KLIEN MENARIK DIRI
DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT
M. Sugeng Pribadi, Rizki Muliani, Inggrid Dirgahayu
ABSTRAK
Penderita gangguan jiwa di Jawa Barat hingga saat ini masih tertinggi secara nasional, dengan jumlah yang
mencapai 20% atau lebih besar dari angka rata-rata nasional yaitu 11,6% atau sekitar 19 juta orang mengalami
gangguan jiwa, hal ini terjadi karena keterbatasan akses yang dimiliki oleh masyarakat terhadap informasi
dan layanan kesehatan jiwa, terbukti dengan banyak ditemukannya kasus pemasungan yang mencapai 18.800
kasus terhadap penderita gangguan jiwa berat (Lucyati, 2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari rumah
sakit, untuk bulan Januari-Juni tahun 2012 tentang gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
sebanyak 1857 kasus dan merupakan peringkat ke dua terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh terapi aktivitas kelompok : sosialisasi sesi 1-3 terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien
menarik diri di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah Quasi Experiment
dan desin yang digunakan dalam penelitian ini adalah “One Group Pretest Posttest”. Jumlah sampel dalam
penelitian ini sebanyak 34 orang dengan teknik pengambilan Total Sampling. Pengumpulan data menggunakan
wawancara bebas terpimpin, observasi dan perlakuan atau intervensi. Analisa yang digunakan adalah analisa
univariat dan bivariat dengan uji Wilcoxon Signed-Rank Test. Hasil penelitian menunjukan ada pengaruh antara Terapi Aktivitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) sesi 1-3 dengan kemampuan komunikasi verbal pada klien
menarik diri di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat pada α = 0.05 dengan nilai P-Value = 0.000. Dimana
Z hitung untuk setiap sesinya lebih kecil dari Z table. Terapi aktivitas kelompok : sosialisasi hendaknya tetap
diberikan kepada klien menarik diri pada semua unit rawat inap karena dapat digunakan sebagai stimulus
dalam meningkatkan kemampuan komunikasi verbal. Pelaksanaan terapi aktivitas kelompok : sosialisasi sebaiknya dilakukan sebelum jadwal pemberian obat dengan alasan reaksi obat psikotropika sebagian besar bersifat
sedativ (menidurkan).
Kata Kunci : Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi, Kemampuan Komunikasi Verbal, Isolasi Sosial, Menarik
Diri
ABSTRACT
People with mental disorders in West Java is still the highest nationally, with the number reaching
20% or greater than the national average is 11.6% or approximately 19 million people suffer from
mental disorders, this happens because of limited access held by the public to information and
mental health services, as evidenced by the discovery of many cases of deprivation which reached
18 800 cases against people with severe mental disorders (Lucyati, 2011). Based on the data
obtained from the hospital, for the month of January to June in 2012 on mental illness in Mental
Hospital West Java province as the case in 1857 and is the second highest rank. This study aimed
to determine the effect of therapeutic group activities: socialization sessions 1-3 against verbal
communication skills in clients withdrew at the Mental Hospital of West Java Province. The method used is a Quasi Experiment and desin used in this study is “One Group Pretest Posttest”. The
number of samples in this study were 34 people with a total sampling retrieval techniques. Data
collection using free guided interviews, observation and treatment or intervention. The analysis
is used univariate and bivariate analysis with the Wilcoxon Signed-Rank Test. The results showed
no effect of the Therapeutic Activity Group: Socialization (TAKS) sessions 1-3 with verbal communication skills in clients withdrawing Mental Hospital in West Java province on α = 0.05 with
P-Value = 0.000. Where Z count for each session is less than Z table. Therapeutic group activities: socialization should still be given to the client withdrew in all inpatient units because it can
be used as a stimulus to improve their verbal communication. Implementation of therapeutic
group activities: socialization should be done before the drug administration schedule by reason
of psychotropic drug reactions are largely sedatives (lull).
Keywords : Socialization Group Activity Therapy, Verbal Communication Skills, Social Isolation,
Pull Away
Bhakti Kencana Medika, Volume 2, No. 4, September 2012
PENDAHULUAN
Penderita gangguan jiwa di Jawa Barat hingga saat ini
masih tertinggi secara nasional, dengan jumlah yang mencapai 20% atau lebih besar dari angka rata-rata nasional yaitu
11,6% atau sekitar 19 juta orang mengalami gangguan jiwa,
hal ini terjadi karena keterbatasan akses yang dimiliki oleh
masyarakat terhadap informasi dan layanan kesehatan jiwa,
terbukti dengan banyak ditemukannya kasus pemasungan
yang mencapai 18.800 kasus terhadap penderita gangguan
jiwa berat (Lucyati, 2011).
Kemunduran fungsi sosial yang dialami seseorang di
dalam diagnosa keperawatan jiwa disebut isolasi sosial.
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 2003).
TAKS adalah upaya memfasilitasi sosialisasi sejumlah
klien dengan perilaku menarik diri secara kelompok (Keliat,
2005).
TAKS terdiri atas 7 sesi, dalam penelitian ini TAKS yang
dilakukan TAKS sesi 1-3 karena sesuai dengan tujuan dari
TAKS sesi 1-3 itu sendiri, yaitu : (1) klien mampu menyebutkan jati diri yang meliputi nama lengkap , nama panggilan,
asal dan hobi. (2) klien mampu berkenalan tentang jati diri
anggota kelompok (3) klien mampu bercakap-cakap dengan
anggota kelompok tentang topik yang disenangi (Keliat &
Akemat, 2011). Sehingga setelah klien melakukan TAKS
sesi 1-3 kemampuan komunikasi verbal klien akan meningkat dan ini merupakan dasar klien untuk mampu melakukan
komunikasi verbal.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah
dijelaskan di atas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut, “adakah pengaruh terapi aktivitas
kelompok : sosialisasi sesi 1-3 terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jawa Barat ”
Penelitian ini bertujuan (1) Mengidentifikasi kemampuan
komunikasi verbal pada klien menarik diri sebelum diberi
terapi aktivitas kelompok : sosialisasi sesi 1-3. (2) Mengidentifikasi kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri sesudah diberi terapi aktivitas kelompok : sosialisasi
sesi 1-3. (3) Mengidentifikasi rata-rata kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri sebelum dan sesudah diberi terapi aktivitas kelompok : sosialisasi sesi 1-3. (4) Mengidentifikasi pengaruh terapi aktifitas kelompok : sosialisasi
terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik
diri sebelum dan sesudah diberi terapi aktivitas kelompok :
sosialisasi sesi 1-3.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah quasi experi­
ment atau eksperimen semu, dengan tujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat
dari adanya perlakuan.
Desain atau rancangan penelitian yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah rancangan “One Group Pre Test Post
Test”. Rancangan ini tidak ada kelompok pembanding
(kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (prates) yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (program)
(Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
baru, baik itu pasien yang benar-benar baru masuk maupun
pasien lama yang baru masuk kembali tetapi dengan syarat
belum terpapar oleh TAKS yang mengalami gangguan
menarik diri pada bulan Juni 2012 di RSJ. Provinsi Jawa
Barat yaitu sebanyak 34 orang. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling, yaitu cara pengumpulan sampel
dengan berdasarkan jumlah populasi (Notoatmodjo, 2005).
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak
34 orang.
Pengumpulan data menggunakan wawancara bebas terpimpin, observasi dan perlakuan atau intervensi. Analisa
yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat dengan
uji Wilcoxon Signed-Rank Test yang sebelumnya dilakukan
Tabel Uji Normalitas
Sesi
1
2
Bertanya
3
Menjawab
Tes Normalitas
Prates
Postes
Prates
D
0.535
0.743
0.867
P
0.000
0.000
0.000
Postes
Prates
0.839
0.688
0.000
0.000
Postes
Prates
Postes
0,85
0.714
0.606
0.000
0.000
0.000
Keterangan :
P < 0,005 : data tidak berdistribusi normal
P > 0,005 : data berdistribusi normal
D
: Nilai statistik Shapiro-Wilk
P
: Signifikansi (P-value)
uji normalitas terlebih dahulu dengan Tes Shapiro-Wilk.
HASIL PENELITIAN
1. Kemampuan Komunikasi Verbal pada Klien Menarik Diri di RSJ Provinsi Jawa Barat Sebelum DiTabel 4.1 Kemampuan Komunikasi Verbal Klien Menarik Diri
Sebelum Diberi TAKS Sesi 1-3
Sesi
Kategori
Frekwensi
Persentae
1
Belum Mampu
Mampu
Total
3
31
34
8,8
91,2
100,0
2
Belum Mampu
Mampu
Total
12
22
34
35,3
64,7
100,0
3
Belum Mampu
Mampu
Total
Tanya
Jawab
Tanya
Jawab
21
13
34
15
19
34
61,8
38,2
100,0
44,1
55,9
100,0
beri TAKS Sesi 1-3
Pada sesi 1 hampir seluruhnya responden (91.2%) dikategorikan mampu untuk memperkenalkan diri. Pada sesi
2 sebagian besar responden (64.7%) dikategorikan mampu
untuk berkenalan. Pada sesi 3 : kemampuan bertanya seba-
2. Kemampuan Komunikasi Verbal pada Klien Menarik Diri di RSJ Provinsi Jawa Barat Setelah Melakukan
TAKS Sesi 1-3
Sesi 1 : hampir seluruhnya responden (94.1%) dikatTabel. Kemampuan Komunikasi Verbal Klien Menarik Diri Sesudah Diberi TAKS Sesi 1-3
Sesi
Kategori
Frekwensi
Persentae
1
Belum Mampu
Mampu
Total
2
32
34
5,9
94,1
100,0
2
Belum Mampu
Mampu
Total
1
33
34
2,9
97,1
100,0
3
Belum Mampu
Mampu
Total
Tanya
Jawab
Tanya
Jawab
21
13
34
15
19
34
61,8
38,2
100,0
44,1
55,9
100,0
egorikan mampu untuk memperkenalkan diri. Sesi 2 : hampir seluruhnya responden (94.1%) dikategorikan mampu
untuk berkenalan. Sesi 3 : untuk kemampuan bertanya
hampir selurunya res­ponden (97.1%) dikategorikan mampu untuk bertanya dan untuk kemampuan menjawab seluruh responden (100.0%) dikategorikan mampu untuk menjawab. Dengan demikian responden dikategorikan mampu
untuk bercakap-cakap.
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 34 orang res­
ponden klien menarik diri di RSJ Provinsi Jawa Barat hampir
seluruhnya responden (94.1%) dikategorikan mampu, dimana hampir seluruhnya responden tersebut tidak mengalami
gangguan dalam komunikasi verbal. Pada tabel 4.5 diketahui
bahwa hampir seluruhnya responden (94.1%) dikategorikan
mampu, dimana hampir seluruhnya responden tersebut tidak
mengalami gangguan dalam komunikasi verbal. Sedangkan pada tabel 4.6 diketahui bahwa untuk kemampuan bertanya hampir seluruhnya responden (97.1%) dikategorikan
mampu, dimana hampir seluruhnya responden tersebut tidak
mengalami gangguan dalam komunikasi verbal dan untuk
kemampuan menjawab seluruh responden (100.0%) dikategorikan mampu, dimana seluruh responden tersebut tidak
mengalami gangguan dalam komunikasi verbal.
Hal ini menunjukkan adanya perubahan pada kemampuan komunikasi verbal, salah satunya pada TAKS sesi 3
untuk kemampuan bertanya yang sebelumnya sebagian
kecil responden 38.2% tidak mengalami gangguan dalam
kemampuan komunikasi verbal, tetapi setelah diberikan
TAKS mengalami peningkatan menjadi hampir seluruhnya
responden 97.1% tidak mengalami gangguan dalam kemanpuan komunikasi verbal, dengan demikian responden mengalami peningkatan dalam kemampuan komunikasi verbal.
Sedangkan untuk responden yang tidak mengalami perubahan dalam kemampuan komunikasi verbal kemungkinan
diakibatkan oleh adanya faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi kemampuan komunikasi verbal yang tidak bisa
dikontrol oleh peneliti. Seperti obat-obatan yang diberi­kan­
pada klien yang bersifat sedatip yang dapat mempeng­aruhi
­­
klien.
3. Rata-Rata Kemampuan Komunikasi Verbal Klien
Menarik Diri Sebelum dan Sesudah Diberkan
TAKS Sesi 1-3 Di RSJ Provinsi Jawa Barat
Sesi 1 : peningkaan kemampuan komunikasi verbal
Tabel. Rata-rata Kemampuan Komunikasi Verbal Klien Menarik
Diri Sebelum dan Sesudah Diberi TAKS Sesi 1-3
Rata-rata Kemampuan Komunikasi Verbal
n=34
Sebelum
Sesudah
Peningkatan
Sesi 1
2,97
3,41
0,44
Sesi 2
5,71
6,56
0,85
Sesi 3
Beranya Menjawab
2,44
3,15
0,71
2,59
3,15
0,71
Jumlah
Bhaktibesar
Kencana
Medika, Volume
2, No.
4, September 2012
gian
responden
(61.8%)
dikategorikan
belum mampu
untuk bertanya dan untuk kemampuan menjawab sebagian
responden (55.9%) dikategorikan mampu untuk menjawab.
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa dari 34 orang responden klien menarik diri di RSJ Provinsi Jawa Barat, hampir seluruhnya responden (91.2%) dikategorikan mampu,
dimana hampir seluruhnya responden tersebut tidak mengalami gangguan dalam komunikasi verbal. Pada tabel 4.2
diketahui bahwa sebagian besar responden (64.7%) dikate­
gorikan mampu, dimana sebagian besar responden tersebut
tidak mengalami gangguan dalam komunikasi verbal. Sedangkan Pada tabel 4.3 diketahui bahwa untuk kemampuan
bertanya sebagian besar responden (61.8%) dikategorikan
belum mampu, dimana sebagian besar responden tersebut
mengalami gangguan dalam komunikasi verbal dan untuk
kemampuan menjawab sebagian responden (55.9%) dikategorikan mampu, dimana sebagian responden tersebut tidak
mengalami gangguan dalam komunikasi verbal.
Hal ini dikarenakan kemampuan komunikasi verbal setiap klien yang berbeda-beda dan sebagian besar dari responden adalah pasien lama yang mengalami kekambuhan
yang datang kembali untuk melakukan pengobatan ulang
dan sebagian lagi adalah pasien baru yang pertama kali
datang untuk melakukan pengobatan. Sehingga hal tersebut
mempengaruhi hasil dari penelitian yang menyebabkan hasil dari penelitian ini untuk setiap sesinya hampir semuanya
dikategorikan mampu.
Pada klien yang mengalami gangguan jiwa menarik diri
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor predisposisi
dan stressor presipitasi (Fitria, 2009). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya prilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan
dapat meng­
akibatkan individu tidak percaya diri, ragu,
takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan
orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu memutuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini menimbulkan prilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam
diri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
13,71
16,47
2,76
pada klien menarik diri sebesar 0.44 poin. Sesi 2 : peningkatan kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri sebelum diberikan perlakuan rata-rata sebesar 0.85
poin. Sesi 3 : peningkatan kemampuan komunikasi verbal
pada klien menarik diri untuk kemampuan bertanya sebesar
0.71 poin dan untuk kemampuan menjawab sebesar 0.76
Bhakti Kencana Medika, Volume 2, No. 4, September 2012
hormati, dihargai perannya dilingkungan ia tinggal dan
adannya suatu kebersamaan (kohesivitas) antar anggota
kelompok untuk lebih meningkatkan hubungan deng­an
sesama klien.
Kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik
diri setelah diberikan perlakuan terapi aktifitas kelompok sesi 3 yaitu terdapat peningkatan pada kemampuan
komunikasi verbal sebannyak 1.47 poin yang terdiri dari
0.71 poin untuk kemampuan bertanya dan 0.76 poin untuk kemampuan menjawab. Hal tersebut disebabkan oleh
adanya kemauan klien untuk berbagi pengalaman, pengetahuan dan saling membantu satu sama lain sehingga
kemampuan komunikasi verbal klien meningkat.
Dengan demikian, secara keseluruhan kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan sebany­
ak 2.76 poin setelah diberikan perlakuan terapi aktivitas
kelompok : sosialisasi sesi 1-3.
4.Pengaruh TAKS Sesi 1-3 terhadap Kemampuan
Komunikasi Verbal pada Klien Menarik Diri di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
Sesi 1: sebagian responden tidak mengalami peningkaTabel. Pengaruh TAKS Sesi 1-3 terhadap Kemampuan Komunikasi
Verbal p­ ada Klien Menarik Diri
Sesi
Kategori
f
%
Sesi 1
Mampu
Belum Mampu
Total
15
19
34
Sesi 2
Mampu
Belum Mampu
Total
Tanya
Jawab
Sesi 3
poin. Secara keseluruhan terdapat peningkatan rata-rata
sebesar 2.76 poin dari sebelum diberikan perlakuan ratarata sebesar 13.71 poin, dan setelah diberikan perlakuan
rata-rata sebesar 16.47 poin.
Berdasarkan tabel 4.7, Kemampuan komunikasi verbal
pada klien menarik diri setelah diberikan perlakuan terapi
aktivitas kelompok sesi 1 yaitu terdapat peningkatan pada
kemampuan komunikasi verbal sebannyak 0.44 poin. Hal
tersebut disebabkan oleh suatu operant conditioning yang
terus menerus bagi klien dalam suatu kelompok. Operant
conditioning merupakan salah satu dari dua jenis pengondisian dalam pembelajaran asosiasi (associative learning).
Pembelajaran asosiatif adalah pembelajaran yang muncul ketika sebuah hubungan dibuat untuk menghubungkan dua peristiwa. Dalam operant conditoning, individu
belajar mengenai hubungan antara sebuah perilaku dan
konsekuen­sinya.
Sebagai hasil dari hubungan asosiasi ini, setiap individu
belajar untuk meningkatkan perilaku yang diikuti dengan
pemberian ganjaran dan mengurangi perilaku yang diikuti
dengan hukuman (King, 2010 : 356). Dalam hal ini individu dilatih untuk mengexplorasikan perasaannya mulai
dengan pengenalan jati diri meliputi nama lengkap, nama
panggilan, alamat rumah dan hobi melalui TAKS. Pemberian pujian pada klien yang berhasil dalam menyebutkan jati
diri akan meningkatkan harga diri klien dan bagi klien yang
belum mampu untuk menyebutkan jati diri leader akan
tetap memberikan suport agar klien tetap termotivasi untuk
belajar berinteraksi dengan anggota kelompoknya. Dengan
demikian kegiatan TAKS dan suport yang diberikan terha­
dap klien dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi
verbal klien sehingga kemampuan komunikasi verbal klien
dapat berubah.
Kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri
setelah diberikan perlakuan terapi aktivitas kelompok sesi
2 yaitu terdapat peningkatan pada kemampuan komunikasi verbal sebannyak 0,85 poin, hal tersebut disebabkan­
oleh adanya hubungan interpersonal antar individu mulai terbentuk­setelah masing-masing klien dengan batas kemampuannya telah mampu menyebutkan jati diri
pada anggota kelompok. Hubungan interpersonal­adalah
dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar
menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar
hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak hanya menentukan content melainkan juga
menentukan relationship. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubung­an
interpersonal­, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain
dan persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi
yang berlangsung diantara komunikan (Anonim. 2010. 1.
http://psikologi.or.Id/psikologi-umum-pengantar/hubungan-interpersonal.htm.diperoleh tanggal 07 Agustus
2012). Adanya hubungan terbuka pada anggota kelompok­
menimbulkan hubungan saling percaya antar anggota kelompok sehingga ada perasaan aman, senang pada diri
klien setelah mengikuti kegiatan kelompok. Manusia sebagai mahkluk sosial sangat membutuhkan perasaan di-
Wikoson
PValue
44,1
55,9
100,0
-3,873
0,000
24
10
34
70,6
29,4
100,0
-4,564
0,000
Mampu
Belum Mampu
Total
22
12
34
64.7
35,3
100,0
-4,523
0,000
Mampu
Belum Mampu
Total
24
10
34
70,6
29,4
100,0
-4,735
0,000
tan dalam komunikasi verbal sebanyak 19 orang (55.9%),
dimana 19 orang tersebut memiliki nilai yang tetap sehingga tidak mengalami peningkatan maupun penurunan dalam
kemampuan komunikasi verbalnya. Sesi 2 : sebagian besar responden mengalami peningkatan dalam komunikasi
verbal yaitu sebanyak 24 orang (70.6%), dimana sebagian
besar responden tersebut mengalami peningkatan dalam
komunkasi verbalnya. Sesi 3: untuk kemampuan bertanya
sebagian besar responden mengalami peningkatan dalam
komunikasi verbal yaitu sebanyak 22 orang (64.7%), dimana sebagian besar responden tersebut mengalami peningkatan dalam komunkasi verbalnya dan untuk kemampuan
menjawab sebagian besar responden mengalami peningkatan dalam komunikasi verbal yaitu sebanyak 24 orang
(70.6%), dimana sebagian besar responden tersebut meng­
alami peningkatan dalam komunkasi verbalnya.
Bhakti Kencana Medika, Volume 2, No. 4, September 2012
Berdasarkan perhitungan uji statistik wilcoxon pada tabel 4.8, maka dapat disimpulkan bahwa nilai Z hitung untuk semua sesi lebih kecil dari nilai Z tabel, hal ini berarti
terdapat pengaruh antara terapi aktivitas kelompok sesi 1-3
terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian mengenai pengaruh TAKS terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri pernah
dilakukan sebelum nya oleh Hatfield (1998 dalam Hidayat
2005) dengan hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata
setelah diberikan perlakuan TAKS untuk sesi 1 sebesar
0.45, sesi 2 sebesar 0.20, sesi 3 sebesar 0.50 dan dari hasil
uji wilcoxon didapatkan hasil 0.01, karena p<0.05 dengan
kesimpulan bahwa terapi aktivitas kelompok meningkatkan
kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri.
Selain itu, pada saat dilakukannya TAKS sesi 1-3 ini
didukung juga oleh kondisi lingkungan yang baik dan nyaman, sebagian besar responden mengikuti semua kegiatan
TAKS sesi 1-3 dengan baik dan tempat dilakukannya TAKS
di tempat yang telah ditentukan sebelumnya. Terkadang
kegiatan TAKS dilakukan di dalam ruangan dan terkadang
kegiatan TAKS dilakukan di alam terbuka. Kegiatan TAKS
dilakukan pada pagi hari sesuai dengan jadwal yang telah
di tentukan sebelumnya. Dilihat dari hasil penelitian baik
secara statistik maupun secara klinis maka efektifitas TAKS
sesi 1-3 untuk meningkatkan kemampuan komunikasi verbal ada pengaruhnya terhadap klien menarik diri.
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins,
2003). Terjadinya perilaku menarik diri dipengaruhi oleh
faktor predisposisi dan stressor presipitasi (Fitria, 2009).
Klien gangguan jiwa dengan menarik diri ini perlu penanganan secara holistik dan komprehensif oleh tim kesehatan
yang terlibat. Upaya yang dapat meningkatkan kemampuan
sosialisasi pada pasien yang mengalami isolasi sosial dapat
dilakukan dengan berbagai terapi keperawatan jiwa, diantaranya dengan melakukan terapi kelompok. TAKS adalah
upaya memfasilitasi sosialisasi sejumlah klien dengan
perilaku menarik diri secara kelompok (Keliat, 2005). Aktivitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan
sebagai target asuhan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan komunikasi
verbal klien sebelum diberikan TAKS sesi 1-3 untuk setiap sesinya adalah : untuk sesi 1 hampir seluruhnya responden dikategorikan mampu untuk memperkenalkan
diri, untuk sesi 2 sebagian besar responden dikategorikan mampu untuk berkenalan, sedangkan untuk sesi 3,
untuk kemampuan bertanya sebagian besar responden
dikategorikan belum mampu dan untuk kemampuan
menjawab sebagian responden dikategorikan mampu
untuk menjawab.
2. Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan komunikasi
verbal klien sesudah diberikan TAKS sesi 1-3 untuk setiap sesinya adalah : untuk sesi 1 hampir seluruhnya re-
sponden dikategorikan mampu untuk memperkenalkan
diri. untuk sesi 2 hampir seluruhnya responden dikate­
gorikan mampu untuk brkenalan. sedangkan untuk
sesi 3, untuk kemampuan bertanya hampir seluruhnya
responden dikategorikan mampu untuk bertanya dan
untuk kemampuan menjawab seluruh responden dikategorikan mampu untuk bertanya, dengan demikian res­
ponden dikategorikan mampu untuk bercakap-cakap.
3. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat peningkatan nilai rata-rata kemampuan komunikasi verbal klien menarik diri setelah diberikan TAKS
sesi 1-3.
4. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat pengaruh TAKS sesi 1-3 terhadap kemampuan
komunikasi verbal pada klien menarik diri di RSJ
Provinsi Jawa Barat.
Saran
Bagi RSJ Provinsi Jawa Barat
a)Terapi aktivitas kelompok : sosialisasi hendaknya
tetap diberikan kepada klien menarik diri pada
semua unit rawat inap karena dapat digunakan sebagai stimulus dalam meningkatkan kemampuan komunikasi verbal.
b) Pelaksanaan terapi aktivitas kelompok : sosialisasi
sebaiknya dilakukan sebelum jadwal pemberian
obat dengan alasan reaksi obat psikotropika sebagian besar bersifat sedativ (menidurkan).
Bagi Perawat
Perawat sebagai role model pada terapi aktivitas
kelo­mpok : sosialisasi harus tetap menjaga komunikasi terapeutik dengan klien secara profesional
dalam memberikan layanan asuhan keperawatan,
khususnya dalam bidang terapi aktivitas kelompok
sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam asuhan
keperawatan dan umumnya pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar dari penelitian selanjutnya, yaitu dengan melakukan penelitian
mengenai pengaruh TAKS sesi 1-3 dan seterusnya
terhadap kemampuan komunikasi verbal ataupun
dapat melakukan penelitian yang sama tetapi dengan
jumlah sampel yang lebih banyak dan waktu penelitian yang lebih lama dari sampel dalam penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat,A.Aziz. 2005. Pengantar ilmu keperawatan
anak 1. Jakarta : Salemba Medika
Anonim. Kesehatan. kompas. com/ read/ 2010/ 05/ 01/
14401261/ Kasus. Gangguan. Jiwa. Ringan. Meningkat. diperoleh tanggal 2 Juli 2012.
---------, 2010. 1. http://psikologi.or.Id/psikologi-umumpengantar/hubungan-interpersonal.htm. diperoleh
tanggal 07 Agustus 2012
Bhakti Kencana Medika, Volume 2, No. 4, September 2012
Bovee, L. Courtland dan John V. Thill, 2003. Komunikasi. Buku Kedua. Edisi. Bahasa Indonesia, Edisi
Keenam. Jakarta : PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Carpenito, L. 2009. Buku Asuhan keperawatan (terjemahan), EGC, Jakarta
Dpkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2006.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba
Medika.
Hermawan, 2011, Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Isolasi Sosial, 5, http://enoltiga.blogspot.com/2011/10/
asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html, diperoleh
tanggal 17 Mei 2012
Indirawati, E. 2006. Hubungan Antara Kematangan Beragama dengan Kecenderungan Strategi Koping. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. Vol 3. No:2.
King, Laura A. 2010. Psikologi Umum : Sebuah Pandangan
Apresiatif .Jakarta : Salemba Humanika
Keliat Budi Anna. 2002. Materi Pelatihan TAK Bagi tenaga
perawat RSJ. Lawang (Tidak dipublikasikan).
---------,2005. Proses Keperawatan Jiwa edisi 2. Jakarta:
EGC
---------, 2009. Model Praktik Keperawatan Professional
Jiwa. Jakarta : EGC.
Keliat & Akemat. 2011. Keperawatan Jiwa edisi 2. Jakarta:
EGC.
Liliweri, A. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Lucyati, A. 2011. Seminar Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di
Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat
Nanda, 2005. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-2006. Philadelphia: NANDA International.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
---------, 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta :
PT Rineka Cipta.
Purwanto. Djoko. 2006. Komunikasi. Jakarta : Erlangga
Rahmadania, 2011. Komunikasi Terapeutik. http:// dhanwahode. wordpress.com/ 2011/ 03/ 01/ komunikasiterapeutik/.. di peroleh tanggal 28 April 2012
Rawlins, E. A. 2003. Bentley’s Textbook of
Pharmaceutics.18th Ed. London, Bailierre Tindall.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sastroasmoro, S. 2010. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto.
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Ed.5.Jakarta : EGC
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif.
Bandung: CV Alfa Beta
Sumantri B, 3. http: // mantrinews. blogspot.com/ 2012/ 02/
konsep – teori – menarik - diri. html. diperoleh tanggal 07 Juli 2012
Susilawati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama
Download