II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Pengertian tanah dan lahan seringkali terjadi kerancuan, lahan mempunyai arti yang lebih luas daripada tanah. Sumber daya lahan nerupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi pada batas-batas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (Rayes 2007). Lahan adalah suatu lingkungan fisik terdiri atas tanah, iklim, relief, hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya,.semua faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaan lahan. Termasuk juga hasil kegiatan manusia, baik masa lampau maupun sekarang (FAO 1975 cit Arsyad 1989). Tanah merupakan suatu sistem yang ada dalam suatu keseimbangan dinamis dengan lingkungan (lingkungan hidup atau lingkungan lain). Tanah tersusun atas 5 komponen yaitu : 1. Partikel mineral, berupa fraksi anorganik, hasil perombakan bahan-bahan bantuan dan anorganik yang terdapat di permukaan bumi; 2. Bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan binatang dan berbagai hasil kotoran binatang; 3. Air; 4. Udara tanah, dan; 5. Kehidupan jasad renik (Sutedjo dan Kartasapoetra 2002). Menurut Simonson (1957) cit Abdullah (1992), tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman, tanah merupakan permukaan lahan yang kontinyu menutupi kerak bumi kecuali di tempat tempat belereng terjal, di puncak-puncak pegunungan, dan di daerah salju yang abadi. Menurut Soil Survey Staff (1975) cit Abdullah (1992), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Di bagian atas dibatasi oleh udara atau air yang dangkal, ke samping dapat dibatasi oleh air 5 yang dalam atau bahkan hamparan es atau batuan, sedangkan bagian bawah dibatasi oleh suatu materi yang tidak dapat disebut tanah, yang sulit didefinisikan. Ukuran terkecil adalah 1 sampai 10 m2 tergantung pada keragaman horizon. Menurut Balai Penelitian Tanah (2004), batas atas dari tanah adalah antara tanah dan udara, air dangkal, tumbuhan hidup, atau bahan tumbuhan yang belum mulai melapuk. Wilayah yang dianggap tidak mempunyai tanah adalah apabila permukaan secara permanen tertutup oleh air yang dalam (>2,5 m) untuk pertumbuhan tanaman berakar. Batas-batas horizontal tanah adalah wilayah dimana tanah berangsur beralih ke air dalam, areal-areal tandus, batuan atau es. Tanah yang produktif dan tersedia air yang cukup teratur adalah sangat penting bagi kehidupan manusia beserta makhluk-makhluk hidup lain. Bagian yang paling vital dari tanah yaitu tanah lapisan permukaan (top soil) yang merupakan zona tersedianya bahan pangan bagi berbagai tanaman yang diperlukan manusia dan ternak. Tanah merupakan basis fisis bagi pertanian, namun di bawah kondisi-kondisi tertentu tanah merupakan suatu sumber alam yang paling tidak stabil. Air atau angin dalam gerakannya di atas permukaan tanah, mengangkat dan memindahkan partikel-partikel sehingga banyak menimbulkan kerusakan, kerugian dan membahayakan lingkungan (Kartasapoetra 1989). B. Erosi Erosi merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia (Kartasapoetra 2005). Secara umum erosi merupakan fungsi dari iklim, topografi, vegetasi, tanah dan aktivitas manusia. Selain kelima faktor penyebab erosi tersebut, sedimentasi juga dipengaruhi oleh energi yang ditimbulkan oleh kecepatan aliran air, debit air yang mengalir dan juga mudah atau tidak material-material (partikel-partikel terangkut). Semakin besar energi yang ada, semakin besar tenaga yang ditimbukan untuk menggerus material (tanah, batuan) yang dilalui. Demikian juga semakin besar debit (volume) aliran semakin banyak pula bahan-bahan yang terangkut. Mudah atau tidak material terangkut tergantung dari ukuran besar butir, bahan-bahan yang halus akan lebih mudah terangkut daripada bahan-bahan yang lebih besar (Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002). Erosi tanah dapat terjadi sebagai akibat aliran radiasi, angin atau air, dan seringkali karena kombinasi ketiga-tiganya. Tanah sangat peka terhadap radiasi, terutama di daerah beriklim kering. Ketika suhu tanah terlalu tinggi atau tanah terlalu kering, misal setelah terjadi penggundulan dari vegetasi atau penutup mulsa, kehidupan tanah menjadi terancam, pertumbuhan dan fungsi akar menjadi tidak optimal, dan humus pada lapisan atas terurai yang mengakibatkan permukaan tanah liat akan tertutup karena terpaan air hujan, sedangkan tanah pasir akan kehilangan ikatan. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan erosi oleh air dan angina meningkat. Pengaruh negative radiasi dan suhu yang tinggi dapat dikurangi dengan mencegah cahaya matahari agar tidak langsung mengenai permukaan tanah. Ini bisa dilakukan dengan menutup tanah langsung dengan vegetasi atau mulsa, atau dengan memberi naungan (Reijntjes et al. 1999). Di negara tropis seperti Indonesia hujan merupakan penyebab utama terjadi erosi. Tingkat kerusakan tanah akibat erosi tergantung pada intensitas dan jumlah curah hujan, persentase penutupan tanah oleh vegetasi dan sifat fisik tanah. Periode paling rawan terhadap erosi adalah pada saat pengolahan tanah dan pada awal pertumbuhan tanaman. Sebagian besar permukaan tanah pada periode ini terbuka menyebabkan butir-butir hujan dapat memecah bongkah-bongkah tanah menjadi hancur dan mudah terbawa aliran permukaan. (Rachman et al. 1990). Kemampuan hujan untuk dapat menghancurkan agregat tanah ditentukan oleh besar energi kinetik dari air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah. Tinggi atau rendah intensitas hujan akan mencerminkan besar kecil energi kinetik yang dihasilkan yang dapat menentukan besar kecil erosi yang akan diakibatkan. Semakin tinggi intensitas hujan maka akan semakin banyak proses pelepasan butiran tanah dari agregat melalui erosi percikan (Splash Erosion). Dengan intensitas hujan yang tinggi maka limpasan permukaan akan tinggi pula. Oleh karena itu, kombinasi antara percikan air hujan dan laju limpasan permukaan merupakan dua kekuatan yang saling mempengaruhi untuk menyebabkan terjadi erosi tanah. Penataan lahan dan tanaman dapat membantu memperkecil erosi sekaligus dapat meningkatkan produktivitas tanah, karena jika permukaan tanah tertutup oleh tanaman maka pukulan air hujan tidak langsung dapat menghantam permukaan tanah tersebut sehingga erosi percikan yang terjadi sangat kecil. Selain itu dengan penataan lahan seperti penterasan maka laju limpasan permukaan menjadi lambat sehingga daya gerus limpasan permukaan terhadap permukaan tanah akan menjadi kecil. Daerah yang telah mengalami penataan lahan dan tanaman dengan baik maka bahaya erosi dapat dihindarkan (Thamrin et al. 1992). Terdapat beberapa proses interaktif antara tanaman dan tanah dalam mempengaruhi erosi (Stocking 1988 cit Triwilaida 2000). Proses tersebut antara lain melalui ikatan fisik antara tanah dengan batang dan akar, ikatan elektrolit dan unsur hara antara akar dan tanah, pengurangan laju aliran permukaan oleh batang dan bahan organik yang dihasilkan, dan pengaruh tidak langsung dari bahan organik melalui perbaikan struktur tanah, infiltrasi serta aktivitas fauna dan biologi. Nampak bahwa makin tinggi penutupan tajuk oleh tanaman kayu-kayuan, nilai faktor C lahan semakin kecil yaitu luasan tanah yang terbuka tanpa perakaran halus (bare land), penutupan oleh tajuk tanaman semusim dan penutupan oleh batuan di permukaan. Jika dilihat dari jenis serta pertumbuhan, penanaman jenisjenis tanaman tersebut selain dapat menekan laju erosi melalui pengurangan nilai faktor C juga akan memberikan tambahan penghasilan petani yang berasal dari kayu, buah dan biji/benih (Triwilaida 2000). Hutan selain berfungsi sebagai unsur produksi juga berperan sebagai pengatur kondisi hidro-orologis DAS. Sebagai unsur produksi, hutan secara ekonomi memberikan pendapatan bagi negara yang cukup berarti baik berupa hasil kayu maupun non kayu dan secara sosial memberikan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan serta pemenuhan kebutuhan masyarakat umum lain (wisata, suaka alam, dan lain-lain). Sebagai unsur pengatur hidroorologis, hutan beserta komponen vegetasi stratanya merupakan sistem pengatur dan berfungsi efektif dalam melindungi permukaan tanah dari energi kinetik hujan, mengendalikan laju limpasan permukaan (runoff), maupun melindungi tanah dan bahaya erosi. Segala tindakan pengelolaan hutan, seperti : pemanenan, penjarangan, penanaman dan lain-lain mempunyai pengaruh tentang kondisi tata air DAS (Manan 1985 cit Supangat et al. 2002). Sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah : 1. Tekstur Tanah bertekstur kasar memiliki adhesi dan kohesi lebih kecil dibandingkan tanah yang bertekstur halus. Semakin rendah kapasitas infiltrasi akan berakibat mudah terjadi aliran permukaan meskipun curah hujan rendah. 2. Erodibilitas tanah Kepekaan tanah terhadap erosi adalah mudah tidak tanah tererosi disebut erodibilitas tanah yang dinyatakan dalam indeks erodibilitas tanah (K). Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh tekstur, struktur, permeabilitas dan kandungan bahan organik tanah. Nilai berkisar antara 0,0 hingga 0,99, makin tinggi nilai erodibilitas, berarti tanah makin mudah tererosi. 3. Bahan organik, Fe dan Al Bahan organik berfungsi sebagai perekat antara butir tanah sehingga memantapkan agregat tanah. Bahan organik, liat serta kation Fe dan Al dapat meningkatkan daya tahan tanah terhadap disperse Liat (clay) berfungsi dalam memegang air dan pertukaran kation serta sebagai pengikat dan penyemen agregat tanah. Hal ini mengakibatkan tanah menjadi lebih baik, agregat menjadi lebih stabil dan lebih tahan terhadap disperse (Notohadiprawiro cit Tim Peneliti BP2TPDAS IBB, 2002). Pengendalian erosi adalah upaya pengelolaan faktor-faktor penyebab erosi agar laju erosi dapat ditekan hingga batas yang tidak merugikan. Faktor-faktor yang dapat diatur untuk menekan erosi adalah topografi, pengelolaan lahan, dan faktor tanaman. Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, (3) secara kimia. Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi vegetasi yang lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk mengendalikan aliran air dan angin. Metode kimia adalah usaha konservasi yang ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi. Atau secara singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha untuk melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan energi aliran permukaan yang erosif, dan metode kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah (Suripin 2002). Cara vegetatif atau cara memanfatkan peranan tanaman dalam usaha pengendalian erosi dan atau pengawetan tanah dalam pelaksanaannya dapat meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (a) penghutanan kembali (reboisasi) dan penghijauan, (b) penanaman tanaman penutup tanah, (c) penanaman tanaman secara garis kontur, (d) penanaman tanaman dalam strip, (e) penanaman tanaman secara bergilir, dan (f) pemulsaan atau pemanfaatan seresah tanaman (Kartasapoetra 2005). Adapun usaha konservasi tanah dan air yang termasuk dalam metode mekanis antara lain meliputi : a. Pengolahan tanah b. Pengolahan tanah menurut garis kontur c. Pembuatan teras d. Pembuatan saluran air (waterways) e. Pembuatan dam pengendali (check dam) (Suripin 2002). Pengendalian erosi secara kimiawi, yaitu pengendalian erosi yang didasarkan atas usaha penambahan bahan kimiawi yang bersifat organik maupun anorganik secara terencana ke dalam tanah untuk memperbaiki/memulihkan sifat fisik dan kimiawi tanah. Pengendalian erosi secara kimiawi yang tidak terencana dapat merugikan tanaman antara lain keracunan serta pengrusakan sifat fisik tanah sehingga menjadi lebih peka terhadap erosi. Tujuan pengendalian erosi secara kimiawi : (a) Memanipulasi struktur tanah sehingga terbentuk agregasi (b) Mempercepat dekomposisi mulsa dan seresah (Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002). C. Prediksi Erosi Metode USLE Persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari erosi lahan adalah yang disebut persamaan Musgrave, yang kemudian berkembang terus menjadi persamaan yang disebut Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan perencana memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam-macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (tindakan konservasi lahan). USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang. Persaman tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahanlahan (Listriyana 2006). Model penduga erosi USLE (universal soil loss equation) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bekerja sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954 (Kurnia 1997 cit Hidayat 2003). Model tersebut dikembangkan berdasarkan hasil penelitian erosi pada petak kecil (Wischmeier plot) dalam jangka panjang yang dikumpulkan dari 49 lokasi penelitian. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dibuat model penduga erosi dengan menggunakan data curah hujan, tanah, topografi dan pengelolaan lahan (Hidayat 2003). Dalam penghitungan bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh faktor curah hujan, panjang lereng, kemiringan lereng, tanah, serta penutupan lahan berikut tindakan pengelolaan. Faktor utama penyebab erosi yaitu curah hujan dan aliran permukaan. Dengan faktor-faktor tersebut, besar erosi dapat ditentukan dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan Wischmeier dan Smith (1978) (Listriyana 2006). Rumus persamaan USLE adalah A = R x K x LS x C x P A = Erosi tanah tahunan (ton/ha) R = Erosivitas K = Erodibilitas (kepekaan) tanah LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng P = Tindakan konservasi C = Faktor pengelolaan tanaman Erosivitas adalah jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun, sedangkan erodibilitas adalah daya tahan tanah terhadap pelepasan tanah. Rumus ini diperoleh dan dikembangkan dari kenyataan bahwa erosi adalah fungsi erosivitas dan erodibilitas. Rumus diatas dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah atau dalam bahasa Inggris, Universal Soil Loss Equation (USLE). Penggunaan rumus ini di satu wilayah di mana curah hujan dan jenis tanah relatif sama sedangkan yang beragam adalah faktor-faktor panjang lereng, kemiringan, serta pengelolaan lahan dan tanaman (L, S, P dan C), sedangkan R (erosivitas hujan) dan erodibilitas (K) relatif sama. Implikasinya adalah bahwa pengendalian erosi dapat dilakukan melalui pengendalian faktor L, sebagian S, P dan C. pengendalian faktor-faktor itu digabungkan ke dalam dua macam pengelolaan yakni pengelolaan lahan dan pengelolaan tanaman. Rumus USLE tidak bisa digunakan untuk menduga erosi tanah dari suatu lembah, sebab faktorfaktor tersebut di atas tidak cocok untuk erosi parit dan/atau erosi bantaran sungai. Rumus ini juga tidak dapat dengan tepat menghitung erosi satu kali kejadian (Rahim 2000). Penggunaan lahan menentukan permeabilitas tanah, yang kemudian menentukan erodibilitas tanah yang berubah dari asli akibat budidaya tanaman pertanian (Widyasunu et al 2011). Pengelolaan tanah yang intensif secara terus menerus tanpa mengistirahatkan tanah dan tanpa penambahan bahan organik berakibat merusak struktur tanah yang kemudian berakibat pada permeabilitas tanah. Tanah tertentu mempunyai permeabilitas tanah menjadi lambat. Permeabilitas lambat dan laju infiltasi yang rendah mengakibatkan limpasan permukaan menjadi tinggi, yang pada kemudian mempertinggi limpasan permukaan dan berakibat pada peningkatan kehilangan tanah (Arifin 2010). Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan keruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat. Menurut tinjauan morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan partikel-partikel primer menjadisatu kelompok partikel (cluster) yang disebut agregat, yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. De Boodt (1978) menyatakan bahwa struktur tanah berpengaruh terhadap gerakan air,gerakan udara, suhu tanah dan hambatan mekanik perkecambahan biji serta penetrasi akar tanaman. Ariyanto (2010) mengatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi struktur antara lain; lempung dan ion tertukar, perekat-perekat anorganik, tanaman dan sisa tanaman, senyawa organik dan perekat, mikrobia, binatan, udara, suhu, desakan, dan air. Model penduga erosi USLE juga telah secara luas digunakan di Indonesia. Selain digunakan sebagai model penduga erosi wilayah (DAS), model tersebut juga digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang akan diterapkan, walaupun ketepatan penggunaan model tersebut dalam memprediksi erosi DAS masih diragukan (Kurnia 1997 cit Hidayat 2003). Hal ini disebabkan karena model USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah dari erosi lembar dan erosi alur, tidak mampu memprediksi pengendapan sedimen pada suatu landscape dan tidak menghitung hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Wischmeier 1976 cit Hidayat 2003). Berdasarkan hasil pembandingan besaran erosi hasil pengukuran pada petak erosi standar (Wischmeier plot) dan erosi hasil pendugaan diketahui bahwa model USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk tanah dengan laju erosi rendah, dan erosi dugaan yang lebih rendah untuk tanah dengan laju erosi tinggi. Dengan kata lain kekurang-akuratan hasil pendugaan erosi pada skala plot, mencerminkan hasil dugaan model ini pada skala DAS akan mempunyai keakuratan yang kurang baik. Model USLE juga tidak menggambarkan prosesproses penting dalam proses hidrologi (Risse et al.1993 cit Hidayat 2003). Alasan utama penggunaan model USLE untuk memprediksi erosi DAS karena model tersebut relatif sederhana dan input parameter model yang diperlukan mudah diperoleh (biasanya tersedia dan dapat dengan mudah diamati di lapang (Hidayat 2003). D. Tingkat Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum dibandingkan dengan tebal solum tanah pada setiap unit lahan bila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Jumlah maksimum tanah hilang ini agar produktivitas lahan tetap lestari, harus lebih kecil atau sama dengan jumlah tanah yang terbentuk melalui proses pembentukan tanah. Akan tetapi untuk daerah-daerah yang digunakan untuk usaha pertanian, terutama daerah berlereng, jumlah tanah hilang selalu lebih besar dari tanah yang terbentuk. Karena itu untuk menentukan besar erosi yang diperbolehkan kemudian dikembangkan batasan-batasan seperti jangka waktu kelestarian tanah (resource life, kedalaman minimum tanah yang diperbolehkan, dan lain-lain) (Hardjowigeno et al. 2007). Untuk menentukan tingkat bahaya erosi, Departemen Kehutanan (1986) menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada dan besar erosi sebagai dasar. Makin dangkal solum tanah, berarti makin sedikit tanah yang tererosi, sehingga tingkat bahaya erosi cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar. Dengan mengetahui besar laju erosi yang dapat ditoleransikan pada suatu lahan, dapat diketahui pula sejauh mana erosi tanah dapat ditoleransikan/ dibiarkan. Dengan demikian, pengelolaan lahan dan teknik konservasi tanah dan air dapat disesuaikan untuk pemanfaatan lahan secara baik sehingga produktivitas lahan dapat terus dipertahankan (Lubis et al. 2015). E. Indeks Bahaya Erosi Indeks bahaya erosi merupakan petunjuk besar bahaya erosi pada suatu lahan. Tujuan menentukan indeks bahaya erosi sama dengan tujuan menentukan tingkat bahaya erosi yaitu untuk mengetahui sejauh mana erosi yang terjadi akan membahayakan kelestarian produktivitas tanah yang bersangkutan. Perbedaan kedua istilah tersebut terletak dalam metode menentukan nilai masing-masing. Tingkat bahaya erosi ditentukan berdasar atas perbandingan antara jumlah tanah tererosi dengan kedalaman efektif tanah. Indeks bahaya erosi dapat ditentukan dengan membandingkan jumlah tanah yang tererosi dan besar erosi yang diperbolehkan (Hardjowigeno et al. 2007). E. Tanaman cengkeh Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum (L.)) merupakan tanaman perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Tanaman ini memiliki masa tumbuh puluhan hingga ratusan tahun. Tinggi pohon mencapai 20-30 m dengan banyak cabang. Daun cengkeh berbentuk bulat telur memanjang, sedangkan bunga dan buahnya terdapat pada ranting daun. Klasifikasi tanaman cengkeh: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Monochlamydae Bangsa : Caryophylalles Suku : Caryophillaceae Famili : Myrtaceae Spesies : Syzygium aromaticum (L.) Meer. & Perry (Hutapea 1991) Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 10-20 m, mempunyai daun berbentuk lonjong yang berbunga pada pucuk-pucuk. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau, dan berwarna merah jika sudah mekar. Cengkeh akan dipanen jika sudah mencapai panjang 1,52 cm. Tumbuhan ini adalah flora identitas provinsi Maluku Utara, pohon cengkeh dapat tumbuh tinggi mencapai 20-30 m dan dapat berumur lebih dari 100 tahun. Tajuk tanaman cengkeh berbentuk kerucut, piramid atau piramid ganda, dengan batang utama menjulang keatas. Cabang-cabang sangat banyak dan rapat, pertumbuhan agak mendatar dengan ukuran relatif kecil jika dibandingkan batang utama. Daun kaku berwarna hijau atau hijau kemerahan dan berbentuk elips dengan kedua ujung runcing. Daun-daun ini biasa keluar setiap periode dalam satu periode ujung ranting akan mengeluarkan satu set daun yang terdiri dari dua daun yang terletak saling berhadapan ranting daun secara keseluruhan akan membentuk suatu tajuk yang indah (Soenardi 1981). Akar tanaman cengkeh umumnya berwarna coklat kekuningan. Akar tunggang ini memiliki 2-3 akar utama yang tumbuh vertikal yang dapat mencapai kedalaman tiga meter. Tahun pertama, akar tunggang dan akar utama ini akan ditumbuhi akar-akar lateral yang tumbuh horizontal dengan cepat sehingga pada tanaman dewasa dapat mencapai panjang 10 m. Akar lateral ini akan tumbuh akar vertikal sekunder yang berfungsi sama dengan akar tunggang. Akar lateral ini selain menjadi media tumbuh akar-akar sekunder, akar ini juga akan menjadi media bagi pertumbuhan akar-akar cabang dan rambut (Purseglove et al. 1981 cit Hadipoentyanti 1997). Perakaran pohon cengkeh relatif kurang berkembang, tetapi bagian akar yang dekat permukaan tanah banyak tumbuh bulu akar. Bulu akar tersebut berguna untuk penghisapan zat-zat makanan. Karena perakaran relatif kurang berkembang, akar tersebut kurang kuat untuk menahan pohon bila dibandingkan dengan ketinggian (Aak 1981). Shimazaki (2001) mengatakan, pada kisaran tahun 1970 sampai 1980-an penanaman cengkeh di lereng sekitar Danau Tandano menyebabkan erosi pada daerah tersebut. Erosi serius ini terjadi karena metode penanaman bersih yang dilakukan oleh petani. Pengamatan yang dilakukan membuktikan bahwa aliran sungai menjadi keruh dan kikisan tanah terbawa aliran menuju Danau Tandano. F. Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, terutama dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Pertama kali, kacang tanah dibawa dan disebarkan ke benua Eropa, kemudian menyebar ke benua Asia sampai ke Indonesia (Purwono et al. 2007). Klasifikasi tanaman kacang tanah: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rosales Famili : Papilionaceae Genus : Arachis Spesies : Arachis hypogaea, L. Tanaman kacang tanah dapat tumbuh pada daerah tropik, subtropik, serta daerah temperate pada 40oLU-40oLS. Persyaratan mengenai tanah yang cocok bagi pertumbuhan kacang tanah tidaklah terlalu khusus. Syarat yang terpenting adalah bahwa keadaan tanah tidak telalu kurus dan padat. Kondisi tanah yang mutlak diperlukan adalah tanah yang gembur. Kondisi tanah yang gembur akan memberikan kemudahan bagi tanaman kacang tanah terutama dalam hal perkecambahan biji, kuncup buah, dan pembentukan polong yang baik. Tanaman kacang tanah menghendaki keadaan pH tanah sekitar 6-6.5 (Aak 1989). Menurut Maesen et al. (1993) kacang tanah menghendaki keadaan iklim yang panas tetapi sedikit lembab, yaitu rata-rata 65-75% dan curah hujan tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 800-1300 mm/th. Waktu berbunga tanaman kacang tanah menghendaki keadaan yang cukup lembab dan cukup udara, sehingga kuncup buah dapat menembus tanah dengan baik dan pembentukan polong dapat berjalan secara leluasa, sedangkan pada saat buah kacang tanah menjelang tua, tanah harus diupayakan menjadi kering. Apabila tanah terlalu basah, sebagian buah kacang tanah akan tumbuh di lahan penanaman, bahkan sebagian buah kacang akan membusuk dan kualitasnya bisa menjadi kurang baik. Daerah yang paling cocok untuk tanaman kacang tanah adalah daerah dataran dengan ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Tanaman kacang tanah juga menghendaki sinar matahari yang cukup. Suhu optimum untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 30oC dan pertumbuhan akan terhambat pada suhu 15oC. Mulsa merupakan kombinasi antara sisa tanaman yang cepat melapuk dan lambat melapuk. Bahan hijauan atau biomasa yang cepat melapuk (seperti sisa tanaman kacang-kacangan) berguna untuk memperbaiki struktur tanah dan menyediakan hara secara cepat, sedangkan biomasa yang relatif lambat melapuk (seperti jerami padi, batang jagung) berguna untuk menghambat laju aliran permukaan (Anonim 2006). Penanaman tanaman kacang-kacangan penutup tanah (LCCs =Leguminous Cover Crops) dapat berfungsi sebagai mulsa hidup, untuk mengendalikan erosi dan mencegah gulma tumbuh. Banyak jenis tanaman ini merupakan pakan ternak yang bernilai gizi tinggi. Bila tanaman ini dibenamkan, akan menyumbang sejumlah besar bahan organik, nitrogen dan fosfor yang tersedia ke dalam tanah. Tanaman kacang-kacangan penutup tanah dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan alang-alang yang ada. Tanaman ini sangat bermanfaat untuk mencegah alang-alang tumbuh kembali setelah dapat dikendalikan (Irwanto 2006). Alviyanti (2006) mengatakan bahwa sistem penanaman monokultur kacang tanah menghasilkan tingkat erosi yang rendah, hal ini disebabkan karena dalam pertumbuhan, tajuk tanaman dapat menutup permukaan tanah lebih, disamping itu tanaman kacang tanah tidak begitu tinggi sehingga kekuatan air hujan pada saat mencapai permukaan tanah tidak erosif. Hal ini sesuai dengan pendapat Wudianto (2000) bahwa tanaman yang berbatang pendek akan lebih baik perlindungannya terhadap tetesan air hujan yang memiliki kekuatan yang dapat merusak tanah yang ada di bawah. Malau (2008) mengatakan, di samping sebagai sumber bahan organik tanah, tanaman penutup tanah dapat berfungsi menetralisir daya rusak butir-butir hujan dan menekan aliran permukaan (runoff) yang kemudian dapat menghambat erosi dan pencucian hara. Hal ini tercerminkan oleh pengaruh positif tanaman penutup tanah terhadap sifat-sifat fisik tanah. G. Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan tanaman pangan yang berasal dari benua Amerika berupa perdu, memiliki nama lain ubi kayu, singkong, kasepe, dalam bahasa inggris cassava. Ketela pohon termasuk famili Euphorbiaceae yang umbinya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan daun dikonsumsi sebagai sayuran Di Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung (Lidiasari 2006). Klasifikasi tanaman Ubi kayu adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot utilisima (Tjitrosoepomo 2005). Kelebihan dari tanaman singkong pada pertanian kurang lebih adalah: a. Dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur. b. Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi. c. Masa panen tidak diburu waktu sehingga bisa dijadikan lumbung hidup, yakni dibiarkan pada tempatnya untuk beberapa minggu. d. Daun dan umbi dapat diolah menjadi aneka makanan. (Pinus Lingga 1986). Ubi kayu dapat ditanam secara monokultur dan tumpangsari. Pertanaman secara monokultur pada dikembangkan oleh industri berbasis bahan baku ubi kayu atau petani komersial di sekitar lokasi industri. Di lahan kering, ubi kayu diusahakan oleh petani kecil berlahan sempit dalam pola tumpangsari dengan tanaman pangan lain. Usahatani bersifat subsisten lebih untuk memenuhi kebutuhan hidup. Penanaman ubi kayu dalam pola. tumpangsari dengan serealia terutama jagung maupun padi gogo dan kacang-kacangan dinilai lebih ramah lingkungan. Di samping itu pola tanam tumpangsari dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan (Land Equivalent Ratio=LER), lebih efektif mengendalikan erosi, meningkatkan pendapatan petani dan terdistribusi dalam waktu yang lebih merata, serta dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah (Anonim 2011). H. Hipotesis Berdasarkan pengamatan secara visual di lapang dan pustaka, diduga erosi yang terjadi pada penggunaan lahan dengan komoditas cengkeh maupun tumpangsari kacang tanah dan ubi kayu adalah tinggi.